Academia.eduAcademia.edu

IDN98589 Idn

W FRESIOEN R EF UELIK IND ONES IA UNDANG.UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang l a, bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undatrg Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakal melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang menyeluruh oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat secara terarah, terpadu dan berkesinambungan, adil dan merata, serta aman, berkualitas, dan terjangkau oleh masyarakaL; c. bahwa PRESIDEN IK IND ONESIA R EP URL c. -2- bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung jawab, yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertihkasi, registrasi, perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan; untuk memenuhi hak dan kebutuhan kesehatan setiap individu dan masyarakat, untuk memeratakan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, dan untuk memberikan pelindungan serta kepastian hukum kepada tenaga kesehatan dan masyarakat d. bahwa penerima upaya pelayanan kesehatan, perlu pengaturan mengenai tenaga kesehatan terkait dengan perencanaan kebutuhan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan; e. bahwa ketentuan mengenai tenaga kesehatan masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang- undangan dan belum menampung kebutuhan hukum masyarakat sehingga perlu dibentuk undang-undang tersendiri yang mengatur tenaga kesehatan secara komprehensif; Mengingat bahwa berdasarkan pertimbangan f. sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Undang-Undang tentang Tenaga Kesehatan; : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 2O, Pasal 28H ayat (1), dan pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang PRESIDEN R EP UBLIK INDONESIA -.)- 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2OO9 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG TENAGA KESEHATAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 2. Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan bidang kesehatan di bawah jenjang Diploma Tiga. J. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. 4. Upaya R 4. PRESIDEN EPUBL IK IN D ONES IA -4- Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat. Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang Tenaga Kesehatan berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampiian, dan sikap profesional untuk dapat menjalankan praktik. 6. Uji Kompetensi adalah proses pengukuran pengetahuan, keterampilan, dan perilaku peserta didik pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan tinggi bidang Kesehatan. 7. Sertilikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap Kompetensi Tenaga Kesehatan untuk dapat menjalankan praktik di seluruh Indonesia setelah lulus uji Kompetensi. 6. Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk melakukan praktik profesi yang diperoleh lulusan pendidikan profesi. 9. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Tenaga Kesehatan yang telah memiliki Sertihkat Kompetensi atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi tertentu lain serta mempunyai pengakuan secara hukum untuk menjalankan praktik. 10. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan kepada Tenaga Kesehatan yang telah diregistrasi. 11. Surat R EP PRESIDEN UBL IK IND ONES IA -511. Surat Izin Praktik yang selanjutnya disingkat SIP adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Tenaga Kesehatan sebagai pemberian kewenangan praktik. untuk menjalankan 12. Standar Profesi adalah batasan kemampuan minimai berupa pengetahuan, keterampilan, dan perilaku profesional yang harus dikuasai dan dimiliki oleh seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi bidang kesehatan. 13. Standar Pelayanan Profesi adalah pedoman yang diikuti oleh Tenaga Kesehatan dalam melakukan pelayanan kesehatan. l,+. Standar Prosedur Operasional adalah suatu perangkat dibakukan untuk instruksi / langkah-langkah yang menyelesaikan proses kerja rutin tertentu dengan memberikan langkah yang benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan berdasarkan Standar Profesi. 15. Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia adalah lembaga yang melaksanakan tugas secara independen yang terdiri atas konsil masing-masing tenaga kesehatan. 16. Organisasi Profesi adalah wadah untuk berhimpun tenaga kesehatan yang seprofesi. 17. Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan adalah badan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi untuk setiap cabang disiplin ilmu kesehatan yang bertugas mengampu dan meningkatkan mutu pendidikan cabang disiplin ilmu tersebut. I 8, Penerima PRESIOEN REPUBLIK IN D ONES -6- 18. IA Penerima Pelayanan Kesehatan adalah setiap orang yang melakukan konsultasi tentang kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada tenaga kesehatan. 19. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Repubiik Indonesia Tahun 1945. 20. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan. 21. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. pasal 2 Undang-Undang ini berasaskan: a. Perikemanusiaan; b. manfaat; pemerataan; f. etika dan profesionalitas; penghormatan terhadap hak dan kewajiban; keadilan; 5. pengabdian; h. norma agama; dan i. pelindungan. d. e. Pasal 3 PRESIDEN INDONESIA -7 - R E PL]ELIK pasal 3 Undang-Undang ini bertujuan untuk: a. memenuhi kebutuhan masyarakat akan Tenaga Kesehatan; b. c. mendayagunakan Tenaga Kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat; memberikan pelindungan kepada masyarakat dalam menerima penyelenggaraan Upaya Kesehatan; d. mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Upaya Kesehatan yang d.iberikan oleh Tenaga Kesehatan; dan e. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan Tenaga Kesehatan. BAB II TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH Pasai 4 Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap: a. pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan peningkatan mutu Tenaga Kesehatan; b. perencanaan, pengadaan, dan pendayagunaan Tenaga Kesehatan sesuai dengan kebutuhan; dan c. pelindungan kepada Tenaga Kesehatan menj alankan praktik. Pasal 5 dalam R EP PRESIDEN IND ONESIA UELIK -8- Pasal 5 Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, Pemerintah berwenang untuk: a. menetapkan kebijakan Tenaga Kesehatan skala nasional selaras dengan kebijakan pembangunan nasional; b. c. d. e. merencanakan kebutuhan Tenaga Kesehatan; melakukan pengadaan Tenaga Kesehatan; mendayagunakanTenagaKesehatan; membina, mengawasi, dan meningkatkan mutu Tenaga Kesehatan meialui pelaksanaan kegiatan sertifikasi Kompetensi dan pelaksanaan Registrasi Tenaga Kesehatan; f. melaksanakan kerja sama, baik dalam negeri maupun luar negeri di bidang Tenaga Kesehatan; dan g. menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan Tenaga Kesehatan yang akan melakukan pekerjaan atau praktik di luar negeri dan Tenaga Kesehatan warga negara asing yang akan melakukan pekerjaan atau praktik di Indonesia. pasal 6 Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, pemerintah daerah provinsi berwenang untuk: menetapkan kebijakan Tenaga Kesehatan selaras dengan kebijakan pembangunan nasional; b. melaksanakan kebijakan Te.rrgu Kesehatan; c. merencanakan kebutuhan Tenaga Kesehatan; melakukan pengadaan Tenaga Kesehatan; d. e. melakukan fl,D PRESIDEN REPUELIK INDONESIA -9- e. melakukan pendayagunaan melalui pemerataan, pemanfaatan dan pengembangan; f. membina, mengawasi, dan meningkatkan mutu Tenaga Kesehatan melalui pembinaan dan pengawasan pelaksanaan praktik Tenaga Kesehatan; dan c. melaksanakan kerja sama dalam negeri di bidang Tenaga Kesehatan. Pasal 7 Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, pemerintah daerah kabupaten/kota berwenang untuk: a. menetapkan kebijakan Tenaga Kesehatan selaras dengan kebijakan nasional dan provinsi; b. melaksanakan kebij akan Tenaga Kesehatan; merencanakan kebutuhan Tenaga Kesehatan; d. melakukan pengadaan Tenaga Kesehatan; e. melakukan pendayagunaan melalui pemerataan, pemanfaatan, dan pengembangan; f. membina, mengawasi, dan meningkatkan mutu Tenaga Kesehatan melalui pelaksanaan kegiatan perizinan Tenaga Kesehatan; dan C. melaksanakan kerja sama dalam negeri di Tenaga Kesehatan. BAB III KUALIFIKASI DAN PENGELOMPOKAN TENAGA KESEHATAN pasal 8 Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas: a. Tenaga Kesehatan; dan b. Asisten bidang q# PRESIDEN IK IND ONESIA R EF L]BL - 10- b. Asisten Tenaga Kesehatan. Pasal 9 (1) Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a harus memiliki kualifikasi minimum Diploma Tiga, kecuali tenaga medis. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi minimum Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 10 (1) Asisten Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b harus memiliki kualifikasi minimum pendidikan menengah di bidang kesehatan. (2) Asisten Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat bekerja di bawah supervisi Tenaga Kesehatan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Asisten Tenaga Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal (1) 11 Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam: a. b. c. d. e. f. tenaga medis; tenaga psikologi klinis; tenaga keperawatan; tenaga kebidanan; tenaga kefarmasian; tenaga kesehatan masyarakat; g. tenaga PRESIDEN REPUELIK INDONESIA - 11- g. h. i. j. k. l. tenaga kesehatan lingkungan; tenaga gizi; tenaga keterapian fisik; tenaga keteknisian medis; tenaga teknik biomedika; tenaga kesehatan tradisional; dan m. tenaga kesehatan lain. (2) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis. (3) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga psikologi klinis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah psikologi klinis. (4) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas berbagai jenis perawat. (5) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kebidanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufd adalah bidan. (6) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e terdiri atas apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. (7\ Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f terdiri atas epidemiolog kesehatan, tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing kesehatan kerja, administrasi dan kebijakan kesehatan, tenaga tenaga biostatistik dan kependudukan, serta tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga. (8) Jenis PRESIDEN REPUELIK IND ONES IA _12_ (8) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga kesehatan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf g terdiri atas tenaga sanitasi lingkungan, entomolog kesehatan, dan mikrobiolog kesehatan. (9) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga gizi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h terdiri atas nutrisionis dan dietisien. (10) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keterapian fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i terdiri atas fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, dan akupunktur. (11) ( 12) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga keteknisian medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j terdiri atas perekam medis dan informasi kesehatan, teknik kardiovaskuler, teknisi pelayanan darah, refraksionis optisien/ optometris, teknisi gigi, penata anestesi, terapis gigi dan mulut, dan audiologis. Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam kelompok tenaga teknik biomedika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k terdiri atas radiografer, elektromedis, ahli teknoiogi laboratorium medik, fisikawan medik, radioterapis, dan ortotik prostetik. ( 13) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk daiam kelompok Tenaga Kesehatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) huruf 1 terdiri atas tenaga kesehatan tradisional ramuan dan tenaga kesehatan tradisional keterampilan. ( 14) Tenaga Kesehatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m ditetapkan oleh Menteri. Pasal 12 {tw PRESIDEN REPUBLIK IN D _13_ ONES IA Pasal 12 Dalam memenuhi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan serta kebutuhan pelayanan kesehatan, Menteri dapat menetapkan jenis Tenaga Kesehatan lain dalam setiap kelompok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 1. BAB IV PERENCANAAN, PENGADAAN, DAN PENDAYAGUNAAN Bagian Kesatu Perencanaan Pasal 13 Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memenuhi kebutuhan Tenaga Kesehatan, baik dalam jumlah, jenis, maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin keberlangsungan pembangunan kesehatan. Pasal 14 (1) Menteri menetapkan perencanaan Tenaga memenuhi kebutuhan kebijakan dan men5rusun Kesehatan dalam rangka Tenaga Kesehatan secara nasional. (2) Perencanaan R PRESIDEN EPIIB L IK INDONESIA -14- (21 Perencanaan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara berjenjang berdasarkan ketersediaan Tenaga Kesehatan dan kebutuhan penyelenggaraan pembangunan dan Upaya Kesehatan. (3) Ketersediaan dan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui pemetaan Tenaga Kesehatan. Pasal 15 Menteri dalam menyusun perencanaan Tenaga Kesehatan harus memperhatikan faktor: a. jenis, kualifikasi, jumlah, pengadaan, dan distribusi Tenaga Kesehatan; b. c. d. e. f. penyelenggaraan Upaya Kesehatan; ketersediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan; kemampuanpembiayaan; kondisi geografis dan sosial budaya; dan kebutuhanmasyarakat. Pasal 16 Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan Tenaga Kesehatan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Pengadaan Pasal 17 (1) Pengadaan Tenaga Kesehatan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan pendayagunaan Tenaga Kesehatan. (2) Pengadaan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA _15_ (2) Pengadaan Tenaga Kesehatan dilakukan melalui pendidikan tinggi bidang kesehatan. (3) Pendidikan tinggi bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diarahkan untuk menghasilkan Tenaga Kesehatan yang bermutu sesuai dengan Standar Profesi dan Standar Pelayanan profesi. (4) Pendidikan tinggi bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diselenggarakan dengan memperhatikan: a. b. c. keseimbangan antara kebutuhan penyelenggaraan Upaya Kesehatan dan dinamika kesempatan kerja, baik di dalam negeri maupun di luar negeri; keseimbangan antara kemampuan produksi Tenaga Kesehatan dan sumber daya yang tersedia; dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (s) Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan Tenaga Kesehatan diatur dengan Peraturan pemerintah. pasal 18 (1) Pendidikan tinggi bidang kesehatan diselenggarakan berdasarkan izin sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan. (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1) diberikan ( setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri. (3) Pembinaan teknis pendidikan tinggi bidang kesehatan dilakukan oleh Menteri. (4\ Pembinaan akademik pendidikan tinggi bidang kesehatan dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan. (5) Dalam $rru R PRESIDEN EPUBL IK IN DONE S IA -16(s) Dalam penyusunan kurikulum pendidikan Tenaga Kesehatan, penyelenggara pendidikan tinggi bidang kesehatan harus mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan dan berkoordinasi dengan Menteri. (6) Penyelenggaraan pendidikan tinggi bidang kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 19 (1) Dalam rangka penjaminan mutu lulusan, penyelenggara pendidikan tinggi bidang kesehatan hanya dapat menerima mahasiswa sesuai dengan kuota nasional. (2) Ketentuan mengenai kuota nasional penerimaan mahasiswa diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan bidang pendidikan setelah berkoordinasi dengan Menteri. Pasal 20 (1) Penyelenggaraan pendidikan tinggi bidang kesehatan harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan Tenaga Kesehatan. (2) Standar Nasionai Pendidikan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi. (3) Standar R EP PRESIDEN UBL IK IN D ONES IA -t7- (3) Standar Nasional Pendidikan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara bersama oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, asosiasi institusi pendidikan, dan Organisasi Profesi. (4) Standar Nasional Pendidikan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan. Pasal ( 2 1 1) Mahasiswa bidang kesehatan pada akhir pendidikan vokasi dan profesi harus masa mengikuti Uji Kompetensi secara nasional. (2) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi bekerja sama dengan Organisasi Profesi, Iembaga pelatihan, atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi. (3) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditujukan untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang memenuhi standar kompetensi kerja. (4) Standar kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun oleh Organisasi Profesi dan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan dan ditetapkan oleh Menteri. (5) Mahasiswa pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang lulus Uji Kompetensi memperoleh Sertifikat Kompetensi yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi. (6) Mahasiswa PRESIDEN R EP (6) UBLIK IN DONES IA _18_ Mahasiswa pendidikan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang lulus Uji Kompetensi memperoleh Sertifikat Profesi yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Uji Kompetensi diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan. Bagian Ketiga Pendayagunaan Pasal22 (1) Pendayagunaan Tenaga Kesehatan dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang- Undangan. (2) Pendayagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas pendayagunaan Tenaga Kesehatan di dalam negeri dan luar negeri. (3) Pendayagunaan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan aspek pemerataan, pemanfaatan, dan pengembangan. Pasal 23 (1) Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melakukan penempatan Tenaga Kesehatan setelah melalui proses seleksi. (2) Penempatan PRESIDEN REP{JELIK INDONESIA _19- (2t Penempatan Tenaga Kesehatan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan cara: a. b. c. (3) pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil; pengangkatan sebagai pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja; atau penugasan khusus. Selain penempatan Tenaga Kesehatan dengan cara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah dapat menempatkan Tenaga Kesehatan melalui pengangkatan sebagai anggota TNI/POLRI. (4) Pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b serta penempatan melalui pengangkatan sebagai anggota TNI/POLRI dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undan gan. (s) Penempatan Tenaga Kesehatan melalui penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dengan penempatan dokter pascainternsip, residen senior, pascapendidikan spesialis dengan ikatan dinas, dan tenaga kesehatan lainnya. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dengan penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 24 (1) Penempatan Tenaga Kesehatan dilakukan dengan tetap memperhatikan pemanfaatan dan pengembangan Tenaga Kesehatan. (2) Penempatan $9.) -rtox€ PRESIDEN R EP UBLIK IND ON ES IA -20- (2) Penempatan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui seleksi. pasal 25 (1) Pemerintah dalam (21 Selain Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), seleksi penempatan dapat diikuti oleh Tenaga Kesehatan lulusan perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan Tenaga Kesehatan diatur dengan Peraturan Pemerintah. meratakan penyebaran Tenaga Kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dapat mewajibkan Tenaga Kesehatan lulusan dari perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah untuk mengikuti seleksi penempatan. me Pasal 26 (1) Tenaga Kesehatan yang telah ditempatkan di Fasiiitas Pelayanan Kesehatan wajib melaksanakan tugas sesuai dengan Kompetensi dan kewenangannya. (2) Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau kepala daerah yang membawahi Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, dan lokasi, serta keamanan dan keselamatan kerja Tenaga Kesehatan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 27 PRESIDEN IK INDONESIA R EPUB I- -2t- Pasal 27 (1) Tenaga Kesehatan yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat dipindahtugaskan antarprovinsi, antarkabupaten, atau antarkota karena alasan kebutuhan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau promosi. (21 Tenaga Kesehatan yang bertugas di daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan serta daerah bermasalah kesehatan memperoleh hak kenaikan pangkat istimewa dan pelindungan dalam pelaksanaan tugas. (3) Dalam hal terjadi kekosongan Tenaga Kesehatan, Pemerintah atau Pemerintah Daerah wajib menyediakan Tenaga Kesehatan pengganti untuk menjamin keberlanjutan pelayanan kesehatan pada fa silitas pelayanan kesehatan yan g bersan gkutan. (41 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahtugasan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Tenaga Kesehatan yang bertugas di daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan serta daerah bermasalah ke sehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diatur dengan Peraturan Pemerintah. pasal 28 ( 1) Dalam keadaan tertentu Pemerintah dapat memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada Tenaga Kesehatan yang memenuhi kualifikasi akademik dan Kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai Tenaga Kesehatan di daerah khusus di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (2) Pemerintah PRESIDEN REPUELIK IN -22- DONE S IA (2\ Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memberikan tunjangan khusus kepada Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Tenaga Kesehatan yang diangkat oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah di daerah khusus berhak mendapatkan fasilitas tempat tinggal atau rumah dinas yang disediakan oleh Pemerintah Daerah. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan sebagai Tenaga Kesehatan dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 29 (1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat menetapkan pola ikatan dinas bagi calon Tenaga Kesehatan untuk memenuhi kepentingan pembangunan kesehatan. (2t Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi calon Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 30 (1) Pengembangan Tenaga Kesehatan diarahkan untuk meningkatkan mutu dan karier Tenaga Kesehatan. l)\ Pengembangan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan serta kesinambungan dalam menjalankan praktik. (3) Dalam R EP PRESIDEN UBL IK IN D ON ES I,A. aa (3) Dalam rangka pengembangan Tenaga Kesehatan, kepala daerah dan pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan bertanggung j awab atas pemberian kesempatan yang sama kepada Tenaga Kesehatan dengan mempertimbangkan penilaian kinerja. Pasal 3 1 (1) Pelatihan Tenaga Kesehatan dapat diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/ atau masyarakat. (21 Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi program pelatihan dan tenaga pelatih yang sesuai dengan Standar Profesi dan standar kompetensi serta diselenggarakan oleh institusi penyelenggara pelatihan yang terakreditasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundan g-undangan. (3) Ketentuan Iebih lanjut mengenai penyelenggara pelatihan Tenaga Kesehatan, program dan tenaga pelatih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 32 (1) Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia ke luar negeri dapat dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan Tenaga Kesehatan di Indonesia dan peluang kerja bagi Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia di luar negeri. (21 Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 33 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -24' Pasal 33 Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan Tenaga Kesehatan diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB V KONSIL TENAGA KESEHATAN INDONESIA Pasal 34 (1) Untuk meningkatkan mutu Praktik Tenaga Kesehatan serta untuk memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada Tenaga Kesehatan dan masyarakat, dibentuk Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia. (21 Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dimaksud pada ayat (1) terdiri atas sebagaimana konsil masing- masing Tenaga Kesehatan. (3) Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran. (4) Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan tugasnya bersifat independen. (5) Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri. Pasal 35 Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia. Pasal 36 PRESIDEN REPUBLIK IN D ONES IA -25Pasal 36 (1) Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia mempunyai fungsi sebagai koordinator konsil masing-masing Tenaga Kesehatan. (2) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) , Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia memiliki tugas: a. memfasilitasi dukungan pelaksanaan tugas konsil masing-masing Tenaga Kesehatan. b. meiakukan evaluasi tugas konsil masing-masing Tenaga Kesehatan; dan c. membina dan mengawasi konsil masing-masing Tenaga Kesehatan. (3) Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (i), Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia memiliki wewenang menetapkan perencanaan kegiatan untuk konsil masing-masing Tenaga Kesehatan. Pasal 37 (1) Konsil masing-masing tenaga kesehatan mempunyai fungsi pengaturan, penetapan dan pembinaan tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik Kesehatan untuk meningkatkan mutu Tenaga pelayanan kesehatan. (2t Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) , konsil masing-masing Te naga Kese hatan memiliki tugas: a. b. melakukan Registrasi Tenaga Kesehatan; melakukan pembinaan Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik Tenaga Kesehatan; c. menyusun ,*t*1t?, \ {*,'r4 R PRESIDEN EPUBL IK INDONESIA _26_ c. men)rusun Standar Nasional Pendidikan Tenaga Kesehatan; d. menyrrsun standar praktik dan standar kompetensi Tenaga Kesehatan; dan e. menegakkan disiplin praktik Tenaga KesehatanPasal 38 Dalam menjalankan tugasnya, konsil masing-masing Tenaga Kesehatan mempunyai wewenang: a. menyetujui atau menolak permohonan Registrasi Tenaga Kesehatan; b. c. d. menerbitkan atau mencabut STR; menyelidiki dan menangani masalah yang berkaitan dengan pelanggaran disiplin profesi Tenaga Kesehatan; menetapkan dan memberikan sanksi disiplin profesi Tenaga Kesehatan; dan e. memberikan pertimbangan pendirian atau penutupan institusi pendidikan Tenaga Kesehatan. Pasal 39 Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang, Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dibantu sekretariat yang dipimpin oleh seorang sekretaris. Pasal 40 (1) Keanggotaan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia merupakan pimpinan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan. (2) Keanggotaan PRESIDEN IK INDONESIA R EPI-,JBL /'\t1 (2\ Keanggotaan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan terdiri atas unsur: kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan; b. kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan; Organisasi Profesi; d. Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan; e. asosiasi institusi pendidikan Tenaga Kesehatan; f. asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan; dan tokoh masyarakat. Pasal 41 Pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dibebankan kepada anggaran pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang tidak mengikat sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 42 Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 43 Ketentuan Iebih lanjut mengenai susunan organisasi, pengangkatan, pemberhentian, serta keanggotaan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dan sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia diatur dengan Peraturan Presiden. BAB VI PRESIDEN IN D ONESIA REPUBLIK 28BAB VI REGISTRASI DAN PERIZINAN TENAGA KESEHATAN Bagian Kesatu Registrasi Pasal 44 (1) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik wajib memiliki STR. (2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan setelah memenuhi persyaratan. (3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat meliputi: (2) a. memiliki ijazah pendidikan di bidang kesehatan; b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi; c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; d. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji profesi; dan e. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. (4) STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang setelah memenuhi persyaratan. (5) Persyaratan untuk Registrasi ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi: a. memiliki STR lama; b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat Profesi; c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental; d. membuat PRESIDEN REPUBLIK IND ON ES IA -29d. membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. e. telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau vokasi di bidangnya; dan f. memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan, pendidikan, pelatihan, dan/atau kegiatan ilmiah lainnya. Pasal 45 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi dan Registrasi Ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 diatur dengan Peraturan Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan. Bagian Kedua Perizinan Pasal 46 (1) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik di bidang pelayanan kesehatan wajib memiliki izin. (21 Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk SIP. (3) SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atas rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/ kota tempat menjalankan praktiknya. Tenaga Kesehatan (4) Untuk mendapatkan SIP sebagairnana dirnaksud pada ayat (2\, Tenaga Kesehatan harus memiliki; a. STR yang masih berlaku; b. Rekomendasi PRESIDEN REPUELIK INDONESIA -30- (s) b. Rekomendasi dari Organisasi Profesi; dan c. tempat praktik. SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masingmasing berlaku hanya untuk 1 (satu) tempat. (6) SIP masih berlaku sepanjang: a. STR masih berlaku; dan b. tempat praktik masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIP. (7) Ketentuan lanjut mengenai perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diatur dengan lebih Peraturan Menteri. Pasal 47 Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik mandiri harus memasang papan nama praktik. Bagian Ketiga Pembinaan Praktik Pasal 48 (1) Untuk terselenggaranya praktik tenaga kesehatan yang be rmutu dan pelindungan kepada masyarakat, perlu dilakukan pembinaan praktik terhadap tenaga kesehatan. (21 Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri bersama-sama dengan Pemerintah Daerah, konsil masing-masing Tenaga Kesehatan, dan Organisasi Profesi sesuai dengan kewenangannya. Bagian Keempat PRESIDEN REPL]BLIK INDONESIA - Jl - Bagian Keempat Penegakan Disiplin Tenaga Kesehatan Pasal 49 (1) Untuk menegakkan disiplin Tenaga Kesehatan dalam penyelenggaraan praktik, konsil masing-masing Tenaga Kesehatan menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin Tenaga Kesehatan. (2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), konsil masing-masing Tenaga Kesehatan dapat memberikan sanksi disiplin berupa: a. pemberian peringatan tertulis; b. c. (3) rekomendasi pencabutan STR atau SIP; dan/atau kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kesehatan. Tenaga Kesehatan dapat mengajukan keberatan atas putusan sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Menteri. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VII ORGANISASI PROFESI Pasal 50 (1) Tenaga Kesehatan harus me mbentuk Organisasi Profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, martabat, dan etika profesi Tenaga Kesehatan. (2) Setiap duQ s-*, PRESIDEN REPUBLIK IN D ONES IA. - 32' (21 Setiap jenis Tenaga Kesehatan hanya dapat membentuk 1 (satu) Organisasi Profesi. (s) Pembentukan Pasal (t) Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Organisasi 5 1 Untuk mengembangkan cabang disiplin ilmu dan standar pendidikan Tenaga Kesehatan, setiap Organisasi Profesi dapat membentuk Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan. (2t Kolegium masing-masing Tenaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) badan otonom di dalam Organisasi Profesi. (3) Kesehatan merupakan Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada Organisasi Profesi. BAB VIII TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA INDONESIA LULUSAN LUAR NEGERI DAN TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING Bagian Kesatu Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia Lulusan Luar Negeri Pasal 52 ( 1) Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia lulusan luar negeri yang akan melakukan praktik di Indonesia harus mengikuti proses evaluasi kompetensi. (2) Proses R PRESIDEN EPUEL IK INDONESIA -cJ- (21 Proses evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. b. penilaian kelengkapan administratif; dan penilaian kemampuan untuk melakukan praktik. (3) Kelengkapan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling sedikit terdiri atas: a. penilaian keabsahan ij azah oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan; b. surat keterangan sehat flsik dan mental; dan c. surat pernyataan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. (4) Penilaian kemampuan untuk melakukan praktik sebagaimana dimaksud pada .ayat (2) huruf b dilakukan melalui uji kompetensi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (5) Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia lulusan luar negeri yang telah lulus Uji Kompetensi dan yang akan melakukan praktik di Indonesia memperoleh STR. (6) Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia lulusan luar negeri yang akan melakukan praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memiliki SIP sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. (71 STR sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara proses evaluasi kompetensi bagi Tenaga Kesehatan Warga Negara lndonesia lulusan luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -34Bagian Kedua Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing Pasal 53 (1) 12\ Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat mendayagunakan Tenaga Kesehatan warga negara asing sesuai dengan persyaratan. Pendayagunaan Tenaga Kesehatan warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat 1) ( dilakukan dengan mempertimbangkan: a. b. alih teknologi dan ilmu pengetahuan; dan ketersediaan Tenaga Kesehatan setempat. Pasal 54 (1) Tenaga Kesehatan warga negara asing yang menjalankan praktik di akan Indonesia harus mengikuti evaluasi kompetensi. (21 Evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. b. penilaian kelengkapan administratif; dan penilaian kemampuan untuk melakukan praktik. (3) Kelengkapan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling sedikit terdiri atas: a. penilaian keabsahan ijazah oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang pendidikan; b. surat keterangan sehat fisik dan mental; dan c. surat pernyataan untuk mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. (4) Penilaian PRESIDEN REPUBLIK IND ONES IA a< -u\J(4) Penilaian kemampuan untuk melakukan praktik sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf b dinyatakan dengan surat keterangan yang menyatakan telah mengikuti program evaluasi kompetensi dan Sertihkat Kompetensi. (s) Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tenaga Kesehatan warga negara asing harus memenuhi persyaratan lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undan gan. Pasal 55 (1) Tenaga Kesehatan warga negara asing yang telah mengikuti proses evaluasi kompetensi dan yang akan melakukan praktik di Indonesia harus memiliki STR Sementara dan SIP. (21 STR sementara bagi Tenaga Kesehatan warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang hanya untuk 1 (satu) tahun berikutnya. (s) Tenaga Kesehatan warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan Praktik di Indonesia berdasarkan atas permintaan pengguna Tenaga Kesehatan warga negara asing. (4) SIP bagi Tenaga Kesehatan warga negara asing berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang hanya untuk 1 (satu) tahun berikutnya. Pasal 56 Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan dan praktik Tenaga Kesehatan warga negara asing diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB IX Eu$^\ $.* PRESIDEN REPUBLIK IN D ONES IA -36BAB IX HAK DAN KEWAJIBAN TENAGA KESEHATAN Pasal 57 Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berhak: a. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional; b. memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari Penerima Pelayanan Kesehatan atau keluarganya; menerima imbalan jasa; c. d. memperoleh pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai- nilai agama; e. mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesinya; f. menolak keinginan Penerima Pelayanan Kesehatan atau pihak lain yang bertentangan dengan Standar Profesi, kode etik, standar pelayanan, Standar Prosedur Operasional, atau ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan g. memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 58 (t) Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik wajib: a. memberikan {.9.} T!$x€ PRESIDEN REPUBLIK IND ONES IA -37- a. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, Standar Prosedur Operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan; b. memperoleh persetujuan dari Penerima Pelayanan Kesehatan atau keluarganya atas tindakan yang akan diberikan; c. menjaga kerahasiaan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan; d. membuat dan menyimpan catatan dan/atau dokumen tentang pemeriksaan, asuhan, dan e. tindakan yang dilakukan; dan merujuk Penerima Pelayanan Kesehatan ke Tenaga Kesehatan lain yang mempunyai Kompetensi dan kewenangan yang sesuai. (21 Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan hurul d hanya berlaku bagi Tenaga Kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan perseorangan. Pasal 59 (1) Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memberikan pertolongan pertama kepada Penerima Pelayanan Kesehatan dalam keadaan gawat darurat dan/atau pada bencana untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan. (2) Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) dilarang menolak Pene rima Pelayanan Kesehatan dan/atau dilarang meminta uang muka terlebih dahulu. BAB X R EP PRESIDEN UBL IK IN DONES IA -38BAB X PENYELENGGARAAN KEPROFESIAN Bagian Kesatu Umum Pasal 60 Tenaga Kesehatan bertanggung jawab untuk: a. mengabdikan diri sesuai dengan bidang keilmuan yang b. c. dimiliki; meningkatkan Kompetensi; bersikap dan berperilaku sesuai dengan etika profesi; d. mendahulukan kepentingan masyarakat daripada e. kepentingan pribadi atau kelompok; dan melakukan kendali mutu pelayanan dan kendali biaya dalam menyelenggarakan upaya kesehatan. Pasal 61 Dalam menjalankan praktik, Tenaga Kesehatan yang memberikan pelayanan langsung kepada Penerima Pelayanan Kesehatan harus melaksanakan upaya terbaik untuk kepentingan Penerima Pelayanan Kesehatan dengan tidak menjanjikan hasil. Bagian Kedua Kewenangan Pasal 62 (1) Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik harus dilakukan sesuai dengan kewenangan yang didasarkan pada Kompetensi yang dimilikinya. (2) Jenis R (2) (s) PRESIDEN EPL]BL IK IN D ONES IA -39- Jenis Tenaga Kesehatan tertentu yang memiliki lebih dari satu jenjang pendidikan memiliki kewenangan profesi sesuai dengan Iingkup dan tingkat Kompetensi. Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 63 (1) Dalam keadaan tertentu Tenaga Kesehatan dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai menjalankan keprofesian di luar kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diatur dengan peraturan Menteri. Pasal 64 Setiap orang yang bukan Tenaga Kesehatan dilarang melakukan praktik seolah-olah sebagai Tenaga Kesehatan yang telah memiliki izin. Bagian Ketiga Pelimpahan Tindakan pasal 65 (1) Dalam melakukan pelayanan kesehatan, Tenaga Kesehatan dapat menerima pelimpahan tindakan medis dari tenaga medis. (2) Dalam PRESIDEN REPUBLIK IND ONE -40- l2t S IA Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, tenaga teknis kefarmasian dapat menerima pelimpahan pekerjaan kefarmasian dari tenaga apoteker. (3) Pelimpahan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan: a. tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan; b. c. pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah pengawasan pemberi pelimpahan; pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai dengan pelimpahan yang diberikan; dan d. tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk pengambilan keputusan sebagai dasar pelaksanaan tindakan. (4) Ketentuan lebih Ianjut mengenai pelimpahan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Keempat Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional Pasal 66 (1) Setiap Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berkewajiban untuk mematuh.i Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional. (2) Standar PRESIDEN REPUBLIK IN D ONES _4t_ (2t IA Standar Profesi dan Standar Pelayanan Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk masingmasing jenis Tenaga Kesehatan ditetapkan oleh organisasi profesi bidang kesehatan dan disahkan oleh Menteri. (3) Standar Pelayanan Profesi yang berlaku universal ditetapkan dengan Peraturan Menteri. (41 Standar Prosedur Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan. (s) Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasicnal diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 67 (1) Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik dapat melakukan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan. (2) Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menghasilkan informasi kesehatan, teknologi, produk teknologi, dan teknologi informasi kesehatan untuk mendukung pembangunan kesehatan. (3) Penelitian dan pengembangan kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan. Bagian Kelima *s'1\. ^-.-'- ftt-,y Z \ .lr, _Gt rzl:t 1E ,zr<-- R EP PRESIDEN UBL IK IND ONESIA _42_ Bagian Kelima Persetujuan Tindakan Tenaga Kesehatan Pasal 68 (1) Setiap tindakan pelayanan kesehatan perseorangan yang dilakukan oleh Tenaga Kesehatan harus mendapat persetujuan. (21 Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapat penjelasan secara cukup dan patut. (3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 sekurang-kurangnya mencakup: a. b. c. d. e. tata cara tindakan pelayanan; tujuan tindakan pelayanan yang dilakukan; alternatif tindakan lain; risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. (4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat dapat diberikan, baik secara tertulis maupun lisan. (s) Setiap tindakan Tenaga Kesehatan yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. (6) Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 69 (2) R EP PRESIDEN IN DONES IA UBLIK _43_ Pasal 69 (1) Pelayanan kesehatan masyarakat harus ditujukan untuk kepentingan masyarakat dan tidak melanggar hak asasi manusia. (2) Pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (l) yang merupakan program Pemerintah tidak memerlukan persetujuan tindakan. (3) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) tetap harus diinformasikan kepada masyarakat Penerima Pelayanan Kesehatan tersebut. Bagian Keenam Rekam Medis Pasal 70 (1) Setiap Tenaga Kesehatan yang (2) Rekam medis Penerima Peiayanan Kesehatan melaksanakan pelayanan kesehatan perseorangan wajib membuat rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah Penerima Pelayanan Kesehatan selesai menerima pelayanan kesehatan. (3) Setiap rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan atau paraf Tenaga Kesehatan yang memberikan pelayanan atau tindakan. (4) Rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harr.s disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh Tenaga Kesehatan dan pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Pasal 7 1 PRESIDEN R EP UBLIK IND ON ES IA -44- Pasal 7 I (1) Rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 merupakan milik Fasilitas Pelayanan Kesehatan. (2t Dalam ha1 dibutuhkan, Penerima Pelayanan Kesehatan dapat meminta resume rekam medis kepada Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Pasal 72 Ketentuan lebih lanjut mengenai rekam medis diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketujuh Rahasia Kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan Pasal 73 (1) Setiap Tenaga Kesehatan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan wajib menyimpan rahasia kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan. (21 Rahasia kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan, pemenuhan permintaan aparatur penegak hukum bagi kepentingan penegakan hukum, permintaan Penerima Pelayanan Kesehatan sendiri, atau pemenuhan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang rahasia kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedelapan PRESIDEN REPUBLIK IN D ONES IA -45_ Bagian Kedelapan Pelindungan bagi Tenaga Kesehatan dan Penerima Pelayananan Kesehatan Pasal 74 Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilarang mengizinkan Tenaga Kesehatan yang tidak memiliki STR dan izin untuk menjalankan praktik di Fasilitas pelayanan Kesehatan. Pasal 75 Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berhak mendapatkan pelindungan hukum sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 76 Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dalam meningkatkan dan menjaga mutu pemberian pelayanan kesehatan dapat membentuk komite atau panitia atau tim untuk kelompok Tenaga Kesehatan di lingkungan Fasilitas Pelayanan Kesehatan. BAB Xi PENYELESAIAN PERSELISIHAN Pasal 77 Setiap Penerima Pelayanan Kesehatan yang dirugikan akibat kesalahan atau kelalaian Tenaga Kesehatan dapat meminta ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-undangan. Pasal 78 R EP PRESIDEN UBL IK IND ON ESIA -46_ Pasal 78 Dalam hal Tenaga Kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya yang menyebabkan kerugian kepada penerima pelayanan kesehatan, perselisihan yang timbul akibat kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 79 Penyelesaian perselisihan antara Tenaga Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. BAB XII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN pasal 80 Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Tenaga Kesehatan dengan melibatkan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan dan Organisasi Profesi sesuai dengan kewenangannya. Pasal 8 1 (1) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 diarahkan untuk: a. meningkatkan mutu b. pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Tenaga Kesehatan; melindungi Penerirna Pelayanan Kesehatan dan masyarakat atas tindakan yang dilakukan Tenaga Kesehatan; dan c. memberikan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -47 c. - memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan Tenaga Kesehatan. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB XIII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 82 (1) Setiap Tenaga Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 47, Pasal 52 ayat (1), Pasal 54 ayat (1), Pasal 58 ayat (I), Pasal 59 ayat (1), Pasal 62 ayat (1), Pasal 66 ayat (1), Pasal 68 ayat (1), Pasal 70 ayat (1), Pasal 70 ayat (2), Pasal 70 ayat (3) dan Pasal 73 ayat (1) dikenai sanksi administratif. (2t Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tidak melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat l2), Pasal 53 ayat (1), Pasal 70 ayat (4), dan Pasal 74 dikenai sanksi administratif. (3) Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya memberikan sanksi administratif kepada Tenaga Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21. t4l Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat berupa: a. teguran lisan; b. peringatan tertulis; c. denda adminstratif; dan/atau d. pencabutan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA _48_ d. pencabutan izin. (5) Tata cara pengenaan sanksi administratif terhadap Tenaga Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 83 Setiap orang yang bukan Tenaga Kesehatan melakukan praktik seolah-olah sebagai Tenaga Kesehatan yang telah memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Pasal 84 (1) Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun. (2\ Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Kesehatan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Pasal 85 (1) Setiap Tenaga Kesehatan yarlg dengan sengaja menjalankan praktik tanpa memiliki STR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (I) dipidana dengan pidana denda paling banyak (seratus Rp 100.000.000,00 juta rupiah). (2) Setiap R EP PRESIDEN UBL IK INDONESIA _49_ (21 Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang dengan sengaja memberikan pelayanan kesehatan tanpa memiliki STR Sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pasal 86 (1) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik tarrpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000,000,00 (seratus juta rupiah). (2t Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang dengan sengaja memberikan pelayanan kesehatan tanpa memiliki SIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). BAB XV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 87 (1) Bukti Registrasi dan perizinan Tenaga Kesehatan yang telah dimiliki oleh Tenaga Kesehatan, pada saat berlakunya Undang-Undang ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai habis masa berlakunya. (2) Tenaga Kesehatan yang belum memiliki bukti Registrasl dan perizinan wajib menyesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 88 PRESIDEN REPUELIK IN D ONES IA _50_ Pasal 88 (1) Tenaga Kesehatan lulusan pendidikan di bawah Diploma Tiga yang telah melakukan praktik sebelum ditetapkan Undang-Undang ini, tetap diberikan kewenangan untuk menjalankan praktik sebagai Tenaga Kesehatan untuk jangka waktu 6 (enam) tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan. (21 Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan mendapatkan STR Tenaga Kesehatan. Pasal 89 Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia dan Komite Farmasi Nasional sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan tetap melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya sampai terbentuknya Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia. Pasal 90 (1) Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi menjadi bagian dari Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia setelah Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia terbentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. (21 Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2OO4 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 443 1) tetap melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya sampai dengan terbentuknya Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia. (3) Sekretariat PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -51 (3) - Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) tetap melaksanakan fungsi dan tugasnya sampai dengan terbentuknya sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 9 I Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Tenaga Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Pasal 92 Pada saat Undang-Undang Pemerintah Nomor ini mulai berlaku, Peraturan 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 93 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -52Pasal 93 Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 harus dibentuk paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 94 Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: 4 ayat (2\, Pasal 17, Pasal 20 ayat (4), dan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 116, Tambahan Pasal Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan b. Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2OO4 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) menjadi sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia setelah terbentuknya Konsil Tenaga Kesehatan lndonesia. Pasal 95 Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan. Pasal 96 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar PRESIDEN R EP UBLIK IND ONES IA -53- Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 2014 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, rtd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 298 Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI Perundang-undangan, Murti PRESIDEN R EP UBLIK IND ONES IA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN I. UMUM Undang Undang tentang Tenaga Kesehatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa Pembukaan UUD 1945 mencantumkan citacita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa Salah satu wujud memajukan kesejahteraan umum adalah Pembangunan Kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran' kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terw'ujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya' sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif. Kesehatan merupakan hak asasi manusia, artinya, setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses pelayanan kesehatan. Kualitas pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau juga merupakan hak seluruh masyarakat Indonesia. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam rangka melakukan upaya kesehatan tersebut perlu didukung dengan sumber daya kesehatan, khususnya Tenaga Kesehatan yang memadai, baik dari segi kualitas, kuantitas, maupun penyebarannya. Upaya " EruJ.TIs135 -2- ]'.r,o Upaya pemenuhan kebutuhan Tenaga Kesehatan sampai saat segi jenis, kualifikasi, jumlah, maupun pendayagunaannya. Tantangan pengembangan Tenaga Kesehatan yang dihadapi dewasa ini dan di masa depan adalah: ini belum memadai, baik dari 1. pengembangan dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan belum dapat memenuhi kebutuhan Tenaga Kesehatan untuk pembangunan kesehatan; 2. regulasi untuk mendukung upaya pembangunan Tenaga Kesehatan masih terbatas; perencanaan kebijakan dan program Tenaga Kesehatan masih lemah; kekurangserasian antara kebutuhan dan pengadaan berbagai jenis Tenaga Kesehatan; kualitas hasil pendidikan dan pelatihan Tenaga Kesehatan pada umumnya masih belum memadai; 3. 4. 5. 6. pendayagunaan Tenaga Kesehatan, pemerataan 7. 8. 9. 10. 11. 12 . dan pemanfaatan Tenaga Kesehatan berkualitas masih kurang; pengembangan dan pelaksanaan pola pengembangan karir, sistem penghargaan, dan sanksi belum dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan; pengembangan profesi yang berkelanjutan masih terbatas; pembinaan dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan belum dapat dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan; sumber daya pendukung pengembangan dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan masih terbatas; sistem informasi Tenaga Kesehatan belum sepenuhnya dapat menyediakan data dan informasi yang akurat, terpercaya, dan tepat waktu; dan dukungan sumber daya pe mbiayaan dan sumber daya lain belum cukup. Dalam menghadapi tantangan tersebut, diperlukan adanya penguatan regulasi untuk mendukung pengembangan dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan melalui percepatan pelaksanaannya, pen.ingkatan kerja sama lintas sector, dan peningkatan pengelolaannya secara berjenjang di pusat dan daerah. Perencanaan *r",J.T[=135]r,=,o -.)- Perencanaan kebutuhan Tenaga Kesehatan secara nasional disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan masalah kesehatan, kebutuhan pengembangan program pembangunan kesehatan, serta ketersediaan Tenaga Kesehatan tersebut. Pengadaan Tenaga Kesehatan sesuai dengan perencanaan kebutuhan diselenggarakan melalui pendidikan dan pelatihan, baik oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, maupun masyarakat, termasuk swasta. Pendayagunaan Tenaga Kesehatan meliputi penyebaran Tenaga Kesehatan yang merata dan berkeadilan, pemanfaatan Tenaga Kesehatan, dan pengembangan Tenaga Kesehatan, termasuk peningkatan karier. dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas Tenaga Pembinaan Kesehatan sesuai dengan Kompetensi yang diharapkan dalam mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk Indonesia. Pembinaan dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan dilakukan melalui peningkatan komitmen dan koordinasi semua pemangku kepentingan dalam pengembangan Tenaga Kesehatan serta legislasi yang antara lain meliputi sertifikasi melalui Uji Kompetensi, Registrasi, perizinan, dan hak-hak Tenaga Kesehatan. dan Penguatan sumber daya dalam mendukung pengembangan pemberdayaan Tenaga Kesehatan dilakukan melalui peningkatan kapasitas Tenaga Kesehatan, penguatan sistem informasi Tenaga Kesehatan, serta peningkatan pembiayaan dan fasilitas pendukung lainnya. Dalam rangka memberikan pelindungan hukum dan kepastian hukum kepada Tenaga Kesehatan, baik yang melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat maupun yang tidak langsung, dan kepada masyarakat penerima pelayanan itu sendiri, diperlukan adanya landasan hukum yang kuat yang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan serta sosial ekonomi dan budaya. II. PASAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -4- II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Cukup jelas. Pasal 2 Huruf a Yang dimaksud de ngan "asas perikemanusiaan" adalah bahwa pengaturan Tenaga Kesehatan harus dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dengan tidak membedakan suku, bangsa, agama, status sosiai, dan ras serta tidak membedakan perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki' Huruf b Yang dimaksud dengan "asas manfaat" adalah bahwa pengaturan Tenaga Kesehatan harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanausiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap orang' Huruf c Yang dimaksud dengan "asas pemerataan" adalah bahwa pengaturan Tenaga Kesehatan dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya' Huruf d Yang dimaksud dengan "asas etika dan profesionalitas" adalah bahwa pengaturan tenaga kesehatan harus dapat mencapai dan meningkatkan profesionalisme Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik serta memiliki etika profesi dan sikap profesional' Huruf e " '=,JrT[=1,35 -5- Huruf B*.=,o e Yang dimaksud dengan "asas penghormatan terhadap hak dan kewajiban" adalah bahwa pengaturan Tenaga Kesehatan harus bertujuan untuk menghormati hak dan kewajiban masyarakat sebagai bentuk kesamaan kedudukan hukum. Huruf f Yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah bahwa pengaturan Tenaga Kesehatan harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau. Huruf g Yang dimaksud dengan "asas pengabdian" adalah bahwa pengaturan Tenaga Kesehatan diarahkan agar Tenaga Kesehatan lebih mengutamakan kepentingan pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat daripada kepentingan pribadi. Huruf h Yang dimaksud dengan "asas norma agama" adalah bahwa pengaturan Tenaga Kesehatan harus memperhatikan dan menghormati serta tidak membedakan agama yang dianut masyarakat. Huruf i Yang dimaksud dengan "asas pelindungan" adalah bahwa pengaturan Tenaga Kesehatan harus memberikan pelindungan yang sebesar-besarnya bagi tenaga kesehatan dan masyarakat. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 FRESIDEN REPLIBLIK IN D -6- ONES IA Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "Asisten Tenaga Kesehatan" adalah tenaga yang memiliki kualifikasi di bawah Diploma Tiga bidang kesehatan dan bekerja di bidang kesehatan. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (r) Huruf a Cukup je1as. Huruf b $-).) -$6a@ PRESIDEN R EP UBLIK INO ONES IA -7 - Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas, Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf I Tenaga kesehatan tradisional yang termasuk ke dalam Tenaga Kesehatan adalah yang telah memiliki body of knotuledge, pendidikan formal yang setara minimum Diploma Tiga dan bekerja di bidang kesehatan tradisional. Huruf m g*, -sn**t R PRESIDEN EPUBL IK IN D ONESIA -8- Huruf m Cukup je1as. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Jenis perawat antara lain perawat kesehatan masyarakat, perawat kesehatan anak, perawat maternitas, perawat medikal bedah, perawat geriatri, dan perawat kesehatan jiwa. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Tenaga teknis kefarmasian meliputi sarjana farmasi, ahli madya farmasi, dan analis farmasi. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup je1as. Ayat (10) Cukup jelas. Ayat (11) Cukup je1as. Ayat (12) sr*t $..* ".' uJLT[=135 -9 5*r=,o - Ayat (12) Cukup je1as. Ayat (ls) Cukup jelas. Ayat (1a) Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Ayat (1) Cukup je1as. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "disusun secara berjenjang" adalah perencanaan yang dimulai dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Pemerintah kabupaten/ kota, Pemerintah daerah provinsi, dengan Pemerintah secara nasional. daerah sampai Ayat (3) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang dapat dilakukan dengan Pemetaan Tenaga Kesehatan ditujukan cara pendataan, pengkajian, atau cara lain. Pasal 15 Cukup jelas. Pasa'l 16 R EP PRESIDEN UBL IK IND ON ESIA _ 10- Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Ayat (1) Izin meliputi izin pembentukan institusi pendidikan baru, penambahan jurusan, dan program studi baru. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan 'pembinaan teknis" adalah pembinaan teknis keprofesian untuk mencapai standar berdasarkan profesi atau standar KomPetensi kurikulum dalam proses pendidikan. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "pembinaan akademik" antara lain berupa pemberian izin penyelenggaraan, kurikulum, sistem penjaminan mutu internal, dan akreditasi. Ayat (5) Koordinasi dalam penyusunan kurikulum pendidikan Tenaga Kesehatan dimaksudkan agar Tenaga Kesehatan dapat menjalankan kewenangannya sesuai dengan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 19 PRESIDEN R EP UBLIK ]NDONESIA - 11- Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 2 I Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup je1as. Ayat (3) Aspek pemerataan merupakan upaya distribusi Tenaga Kesehatan sesuai dengan kebutuhan melalui proses rekrutmen, seleksi, dan penempatan. Aspek pemanfaatan merupakan proses pemberdayaan Tenaga Kesehatan sesuai dengan kompetensi dan kewenangannYa. Aspek pengembangan merupakan proses pengembangan Tenaga Kesehatan yang bersifat multidisiplin dan lintas sektor serta lintas program untuk meratakan dan meningkatkan kualitas Tenaga Kesehatan. Pasal 23 Ayat (1) Penempatan Tenaga Kesehatan dimaksudkan untuk mendayagunakan Tenaga Kesehatan pada daerah yang dibutuhkan, terutama daerah terpencil, tertinggal, perbatasan dan kepulauan, serta daerah bermasalah kesehatan. Ayat (2) PRESIDEN IK INDONESIA R EPL,]B L -12- Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Penugasan khusus adalah pendayagunaan secara khusus tenaga kesehatan dalam kurun waktu tertentu guna meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan pada daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan, daerah bermasalah kesehatan, serta rumah sakit kelas C atau kelas D di kabupaten/ kota yang memerlukan pelayanan medis spesialistis serta memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan lain oleh tenaga kesehatan. Ayat (3) Cukup je1as. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) q,D PRESIDEN *."r*.,1rf poNESrA Ayat (2) Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat ini dilakukan dengan memperhatikan berbagai faktor sehingga Tenaga Kesehatan tersebut dapat memberikan manfaat kepada masyarakat dan dapat berkembang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Faktor-faktor tersebut antara lain: a. kondisi geografis, meliputi daerah terpencil, sangat terpencil, daerah tertinggal, tidak diminati, serta perbatasan dan kepulauan; b. c. d. e. f. g. h. masalah kesehatan/ pola penyakit; sarana, prasarana, dan infrastruktur yang tersedia; rasio Tenaga Kesehatan dengan luas wilayah; daerah rawan konflik atau bencana; indeks pembangunan kesehatan masyarakat daerah; kemampuan fiskal daerah; dan Iama pengabdian di daerah penempatan. Pasal 25 Cukup je1as. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) *.",J.Tisl35B*=,,o -14Ayat (2) Yang dimaksud dengan "pelindungan dalam pelaksanaan tugas" adalah pelindungan terhadap tenaga kesehatan berupa keamanan, keselamatan, dan kesehatan kerja dalam menjalankan tugasnya. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Ayat (1) Pemerintah, Pemerintah dan swasta mengembangkan dan menerapkan pola karier Tenaga Kesehatan yang dilakukan secara transparan dan Daerah, terbuka. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 3 1 Ayat (i) Cukup jelas. Ayat (2) "."rJ'TF=lS5!*.=,o _15_ Ayat (2) Dalam suatu pelatihan terdapat komponen kurikulum, pelatih, peserta, dan penyelenggara yang masing-masing harus memenuhi standar tertentu. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Ayat (1) Fungsi pengaturan merupakan pengaturan dalam bidang teknis keprofesian. Ayat (21 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 $).) -r\y44{ PRESIDEN IK INDONESIA R EPI.JB L - 16- Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2\ Huruf a Cukup je1as. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud tokoh masyarakat adalah setiap orang yang mempunyai reputasi dan kepedulian terhadap kesehatan. Pasal 4 1 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 PRESIDEN R EP UBLIK INDONES -17- IA Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas. Pasal 52 Cukup je1as. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 #L) -r!gy4{ PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -18- Pasal 54 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup je1as. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4t Cukup jelas. Ayat (s) Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundangundangan" antara lain berupa ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas, Pasal 58 Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 EI$ {* PRESIDEN IN D ONESIA REPUBLIK -t9- Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Praktik Tenaga Kesehatan dilaksanakan dengan kesepakatan berdasarkan hubungan kepercayaan antara Tenaga Kesehatan dan Penerima Pelayanan Kesehatan dalam bentuk upaya maksimal (inspanningsuerbintenisl pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan sesuai dengan Standar Pelayanan Profesi, Standar Profesi, Standar Prosedur Operasional, dan kebutuhan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan. Pasal 62 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "kewenangan berdasarkan Kompetensi" adalah kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatan secara mandiri sesuai dengan Iingkup dan tingkat kompetensinya, antara lain: a. apoteker memiliki kewenangan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian; b. perawat memiliki kewenangan untuk melakukan asuhan keperawatan secara mandiri dan komprehensif serta tindakan kolaborasi keperawatan dengan Tenaga Kesehatan lain sesuai dengan kualifikasinya; atau c. bidan memiliki kewenangan untuk melakukan pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak, dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana. Ayat (21 qD *.P uJ.IIs]358*..,o -20- Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 63 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" adalah suatu kondisi tidak adanya Tenaga Kesehatan yang memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan serta tidak dimungkinkan untuk dirujuk. Tenaga Kesehatan yang dapat memberikan pelayanan di luar kewenangannya, antara lain adalah: a. perawat atau bidan yang memberikan pelayanan kedokteran dan/atau kefarmasian dalam batas tertentu; atau b. tenaga teknis kefarmasian yang memberikan pelayanan kefarmasian yang menjadi kewenangan apoteker dalam batas tertentu, Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Ayat (1) Yang dimaksud dengan Tenaga Kesehatan daiam ketentuan ini, antara lain adalah perawat, bidan, penata anestesi, tenaga keterapian fisik, dan keteknisian medis. Ayat (2) *.'rJ.T,i=135 -2t- !".=,o Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Ayat (1) Pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan adalah penerima pelayanan kesehatan yang bersangkutan. Apabila penerima pelayanan kesehatan tidak kompeten atau berada di bawah pengampuan (under curotele), persetujuan atau penolakan tindakan pelayanan kesehatan dapat diberikan oleh keluarga terdekat, antara lain suami/istri, ayah/ibu kandung, anak kandung, atau saudara kandung yang telah dewasa. Dalam keadaan ga'rr'at darurat, untuk menyelamatkan nyawa Penerima Pelayanan Kesehatan, tidak diperlukan persetujuan. Namun, setelah Penerima Pelayanan Kesehatan sadar atau dalam kondisi yang sudah memungkinkan segera diberi penjelasan. Dalam hal Penerima Pelayanan Kesehatan adalah anakanak atau orang yang tidak sadar, penjelasan diberikan kepada keluarganya atau yang mengantar. Apabila "."rJrTF'1,35 -22- Br..,o Apabila tidak ada yang mengantar dan tidak ada keluarganya, sedangkan tindakan pelayanan kesehatan harus diberikan, penjelasan diberikan kepada anak yang bersangkutan atau pada kesempatan pertama saat Penerima Pelayanan Kesehatan telah sadar. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup je1as. Pasal 69 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "program Pemerintah" adalah program yang merupakan keharusan untuk dilaksanakan, antara lain imunisasi dan upaya lain dalam rangka pengendalian penyakit menular, serta penanganan bencana, termasuk wabah dan kejadian luar biasa serta kegiatan surveilans. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 70 REPUBLIK IN D ONES IA -23- Pasal 70 Cukup jelas. Pasal 71 Cukup jelas. Pasa|72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup je1as. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 8 1 f,,D PRESIDEN REPUBLIK INOONESIA -24- Pasal 8l Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 9 1 Cukup jelas. Pasal 92 PRESIDEN REPUBLIK IN D ONE -25- SIA Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGAM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5607