W
FRESIOEN
R EF
UELIK
IND ONES IA
UNDANG.UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN
2014
TENTANG
TENAGA KESEHATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
l a, bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting
untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan
yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat
mampu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan,
dan kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia
yang produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai
salah satu unsur kesejahteraan umum sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undatrg Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus
diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai
pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakal
melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
menyeluruh oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
masyarakat
secara
terarah, terpadu
dan
berkesinambungan, adil dan merata, serta aman,
berkualitas, dan terjangkau oleh masyarakaL;
c. bahwa
PRESIDEN
IK IND ONESIA
R EP URL
c.
-2-
bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan
harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertanggung
jawab, yang memiliki etik dan moral yang tinggi,
keahlian, dan kewenangan yang secara terus menerus
harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan
pelatihan berkelanjutan, sertihkasi, registrasi,
perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan
pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan
memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan serta
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kesehatan;
untuk memenuhi hak dan kebutuhan kesehatan
setiap individu dan masyarakat, untuk memeratakan
pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, dan
untuk memberikan pelindungan serta kepastian
hukum kepada tenaga kesehatan dan masyarakat
d. bahwa
penerima upaya pelayanan kesehatan,
perlu
pengaturan mengenai tenaga kesehatan terkait dengan
perencanaan kebutuhan, pengadaan, pendayagunaan,
pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan;
e.
bahwa ketentuan mengenai tenaga kesehatan masih
tersebar dalam berbagai peraturan
perundang-
undangan dan belum menampung kebutuhan hukum
masyarakat sehingga perlu dibentuk undang-undang
tersendiri yang mengatur tenaga kesehatan
secara
komprehensif;
Mengingat
bahwa berdasarkan pertimbangan
f.
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
dan huruf e, perlu membentuk Undang-Undang
tentang Tenaga Kesehatan;
: 1.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 2O, Pasal 28H ayat (1), dan pasal
34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang
PRESIDEN
R EP
UBLIK INDONESIA
-.)-
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2OO9 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG TENAGA KESEHATAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal
1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan.
2.
Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan bidang kesehatan di bawah jenjang
Diploma Tiga.
J.
Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat
dan/atau tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan/atau masyarakat.
4. Upaya
R
4.
PRESIDEN
EPUBL IK IN D ONES IA
-4-
Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu,
terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan
kesehatan oleh Pemerintah dan/atau masyarakat.
Kompetensi adalah kemampuan yang dimiliki
seseorang Tenaga Kesehatan berdasarkan ilmu
pengetahuan, keterampiian, dan sikap profesional
untuk dapat menjalankan praktik.
6.
Uji
Kompetensi adalah proses pengukuran
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku peserta didik
pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan
pendidikan tinggi bidang Kesehatan.
7.
Sertilikat Kompetensi adalah surat tanda pengakuan
terhadap Kompetensi Tenaga Kesehatan untuk dapat
menjalankan praktik di seluruh Indonesia setelah lulus
uji Kompetensi.
6.
Sertifikat Profesi adalah surat tanda pengakuan untuk
melakukan praktik profesi yang diperoleh lulusan
pendidikan profesi.
9.
Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap Tenaga
Kesehatan yang telah memiliki Sertihkat Kompetensi
atau Sertifikat Profesi dan telah mempunyai kualifikasi
tertentu lain serta mempunyai pengakuan
secara
hukum untuk menjalankan praktik.
10.
Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh konsil
masing-masing Tenaga Kesehatan kepada Tenaga
Kesehatan yang telah diregistrasi.
11. Surat
R EP
PRESIDEN
UBL IK IND ONES IA
-511.
Surat Izin Praktik yang selanjutnya disingkat SIP
adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota kepada Tenaga Kesehatan
sebagai pemberian kewenangan
praktik.
untuk
menjalankan
12. Standar Profesi adalah batasan kemampuan minimai
berupa pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
profesional yang harus dikuasai dan dimiliki oleh
seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan
profesionalnya pada masyarakat secara mandiri yang
dibuat oleh organisasi profesi bidang kesehatan.
13. Standar Pelayanan Profesi adalah pedoman yang
diikuti
oleh Tenaga Kesehatan dalam melakukan pelayanan
kesehatan.
l,+. Standar Prosedur Operasional adalah
suatu perangkat
dibakukan untuk
instruksi / langkah-langkah yang
menyelesaikan proses kerja rutin tertentu dengan
memberikan langkah yang benar dan terbaik
berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan
berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat
oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan berdasarkan
Standar Profesi.
15.
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia adalah lembaga
yang melaksanakan tugas secara independen yang
terdiri atas konsil masing-masing tenaga kesehatan.
16.
Organisasi Profesi adalah wadah untuk berhimpun
tenaga kesehatan yang seprofesi.
17. Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan adalah
badan yang dibentuk oleh Organisasi Profesi untuk
setiap cabang disiplin ilmu kesehatan yang bertugas
mengampu
dan meningkatkan mutu
pendidikan
cabang disiplin ilmu tersebut.
I
8, Penerima
PRESIOEN
REPUBLIK
IN D ONES
-6-
18.
IA
Penerima Pelayanan Kesehatan adalah setiap orang
yang melakukan konsultasi tentang kesehatan untuk
memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan,
baik secara langsung maupun tidak langsung kepada
tenaga kesehatan.
19. Pemerintah Pusat yang
selanjutnya disebut pemerintah
adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan pemerintah negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Repubiik Indonesia Tahun 1945.
20. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, dan Wali
Kota serta perangkat daerah sebagai
unsur
penyelenggara pemerintahan.
21. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan.
pasal 2
Undang-Undang ini berasaskan:
a.
Perikemanusiaan;
b.
manfaat;
pemerataan;
f.
etika dan profesionalitas;
penghormatan terhadap hak dan kewajiban;
keadilan;
5.
pengabdian;
h.
norma agama; dan
i.
pelindungan.
d.
e.
Pasal 3
PRESIDEN
INDONESIA
-7 -
R E PL]ELIK
pasal 3
Undang-Undang ini bertujuan untuk:
a. memenuhi kebutuhan masyarakat akan
Tenaga
Kesehatan;
b.
c.
mendayagunakan Tenaga Kesehatan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat;
memberikan pelindungan kepada masyarakat dalam
menerima penyelenggaraan Upaya Kesehatan;
d.
mempertahankan
dan meningkatkan mutu
penyelenggaraan Upaya Kesehatan yang d.iberikan oleh
Tenaga Kesehatan; dan
e.
memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan
Tenaga Kesehatan.
BAB II
TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG PEMERINTAH
DAN PEMERINTAH DAERAH
Pasai 4
Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab
terhadap:
a.
pengaturan, pembinaan, pengawasan, dan peningkatan
mutu Tenaga Kesehatan;
b.
perencanaan, pengadaan, dan pendayagunaan Tenaga
Kesehatan sesuai dengan kebutuhan; dan
c. pelindungan kepada Tenaga Kesehatan
menj alankan praktik.
Pasal 5
dalam
R EP
PRESIDEN
IND ONESIA
UELIK
-8-
Pasal 5
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, Pemerintah
berwenang untuk:
a. menetapkan kebijakan Tenaga Kesehatan
skala
nasional selaras dengan kebijakan pembangunan
nasional;
b.
c.
d.
e.
merencanakan kebutuhan Tenaga Kesehatan;
melakukan pengadaan Tenaga Kesehatan;
mendayagunakanTenagaKesehatan;
membina, mengawasi, dan meningkatkan mutu Tenaga
Kesehatan meialui pelaksanaan kegiatan sertifikasi
Kompetensi
dan pelaksanaan Registrasi
Tenaga
Kesehatan;
f.
melaksanakan kerja sama, baik dalam negeri maupun
luar negeri di bidang Tenaga Kesehatan; dan
g.
menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan Tenaga
Kesehatan yang akan melakukan pekerjaan atau
praktik di luar negeri dan Tenaga Kesehatan warga
negara asing yang akan melakukan pekerjaan atau
praktik di Indonesia.
pasal 6
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, pemerintah
daerah provinsi berwenang untuk:
menetapkan kebijakan Tenaga Kesehatan selaras
dengan kebijakan pembangunan nasional;
b.
melaksanakan kebijakan Te.rrgu Kesehatan;
c.
merencanakan kebutuhan Tenaga Kesehatan;
melakukan pengadaan Tenaga Kesehatan;
d.
e. melakukan
fl,D
PRESIDEN
REPUELIK INDONESIA
-9-
e.
melakukan pendayagunaan melalui
pemerataan,
pemanfaatan dan pengembangan;
f.
membina, mengawasi, dan meningkatkan mutu Tenaga
Kesehatan melalui pembinaan dan pengawasan
pelaksanaan praktik Tenaga Kesehatan; dan
c.
melaksanakan kerja sama dalam negeri
di
bidang
Tenaga Kesehatan.
Pasal 7
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, pemerintah
daerah kabupaten/kota berwenang untuk:
a.
menetapkan kebijakan Tenaga Kesehatan selaras
dengan kebijakan nasional dan provinsi;
b.
melaksanakan kebij akan Tenaga Kesehatan;
merencanakan kebutuhan Tenaga Kesehatan;
d.
melakukan pengadaan Tenaga Kesehatan;
e.
melakukan pendayagunaan melalui
pemerataan,
pemanfaatan, dan pengembangan;
f.
membina, mengawasi, dan meningkatkan mutu Tenaga
Kesehatan melalui pelaksanaan kegiatan perizinan
Tenaga Kesehatan; dan
C.
melaksanakan kerja sama dalam negeri
di
Tenaga Kesehatan.
BAB III
KUALIFIKASI DAN PENGELOMPOKAN TENAGA KESEHATAN
pasal 8
Tenaga di bidang kesehatan terdiri atas:
a.
Tenaga Kesehatan; dan
b. Asisten
bidang
q#
PRESIDEN
IK IND ONESIA
R EF L]BL
- 10-
b.
Asisten Tenaga Kesehatan.
Pasal 9
(1)
Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 huruf a harus memiliki kualifikasi minimum Diploma
Tiga, kecuali tenaga medis.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi minimum
Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 10
(1)
Asisten Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 huruf b harus memiliki kualifikasi
minimum pendidikan menengah di bidang kesehatan.
(2)
Asisten Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya dapat bekerja di bawah supervisi
Tenaga Kesehatan.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Asisten
Tenaga
Kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal
(1)
11
Tenaga Kesehatan dikelompokkan ke dalam:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
tenaga medis;
tenaga psikologi klinis;
tenaga keperawatan;
tenaga kebidanan;
tenaga kefarmasian;
tenaga kesehatan masyarakat;
g. tenaga
PRESIDEN
REPUELIK INDONESIA
- 11-
g.
h.
i.
j.
k.
l.
tenaga kesehatan lingkungan;
tenaga gizi;
tenaga keterapian fisik;
tenaga keteknisian medis;
tenaga teknik biomedika;
tenaga kesehatan tradisional; dan
m. tenaga kesehatan lain.
(2) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam
kelompok tenaga medis sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a terdiri atas dokter, dokter gigi, dokter
spesialis, dan dokter gigi spesialis.
(3) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam
kelompok tenaga psikologi klinis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah psikologi klinis.
(4) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk
dalam
kelompok tenaga keperawatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c terdiri atas berbagai jenis
perawat.
(5) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk
dalam
kelompok tenaga kebidanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hurufd adalah bidan.
(6) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk
dalam
kelompok tenaga kefarmasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e terdiri atas apoteker dan tenaga
teknis kefarmasian.
(7\ Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk
dalam
kelompok tenaga kesehatan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf f terdiri atas epidemiolog
kesehatan, tenaga promosi kesehatan dan ilmu
perilaku, pembimbing kesehatan kerja,
administrasi dan kebijakan kesehatan,
tenaga
tenaga
biostatistik dan kependudukan, serta tenaga kesehatan
reproduksi dan keluarga.
(8) Jenis
PRESIDEN
REPUELIK
IND ONES IA
_12_
(8) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk
dalam
kelompok tenaga kesehatan lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1) huruf g terdiri atas tenaga
sanitasi lingkungan, entomolog kesehatan, dan
mikrobiolog kesehatan.
(9) Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk
dalam
kelompok tenaga gizi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf h terdiri atas nutrisionis dan dietisien.
(10)
Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam
kelompok tenaga keterapian fisik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf i terdiri atas fisioterapis,
okupasi terapis, terapis wicara, dan akupunktur.
(11)
(
12)
Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk
dalam
kelompok tenaga keteknisian medis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf j terdiri atas perekam
medis dan informasi kesehatan, teknik kardiovaskuler,
teknisi
pelayanan
darah,
refraksionis
optisien/ optometris, teknisi gigi, penata anestesi,
terapis gigi dan mulut, dan audiologis.
Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk dalam
kelompok tenaga teknik biomedika sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf k terdiri atas radiografer,
elektromedis, ahli teknoiogi laboratorium medik,
fisikawan medik, radioterapis, dan ortotik prostetik.
(
13)
Jenis Tenaga Kesehatan yang termasuk daiam
kelompok Tenaga Kesehatan tradisional sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1) huruf 1 terdiri atas tenaga
kesehatan tradisional ramuan dan tenaga kesehatan
tradisional keterampilan.
(
14) Tenaga Kesehatan lain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf m ditetapkan oleh Menteri.
Pasal 12
{tw
PRESIDEN
REPUBLIK
IN D
_13_
ONES IA
Pasal 12
Dalam memenuhi perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi di bidang kesehatan serta kebutuhan pelayanan
kesehatan, Menteri dapat menetapkan jenis Tenaga
Kesehatan lain dalam setiap kelompok sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
1 1.
BAB IV
PERENCANAAN, PENGADAAN, DAN PENDAYAGUNAAN
Bagian Kesatu
Perencanaan
Pasal
13
Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memenuhi
kebutuhan Tenaga Kesehatan, baik dalam jumlah, jenis,
maupun dalam kompetensi secara merata untuk menjamin
keberlangsungan pembangunan kesehatan.
Pasal 14
(1)
Menteri
menetapkan
perencanaan Tenaga
memenuhi kebutuhan
kebijakan dan
men5rusun
Kesehatan dalam rangka
Tenaga Kesehatan secara
nasional.
(2) Perencanaan
R
PRESIDEN
EPIIB L IK INDONESIA
-14-
(21 Perencanaan Tenaga
Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disusun secara berjenjang
berdasarkan ketersediaan Tenaga Kesehatan dan
kebutuhan penyelenggaraan pembangunan dan Upaya
Kesehatan.
(3)
Ketersediaan dan kebutuhan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan melalui pemetaan Tenaga
Kesehatan.
Pasal 15
Menteri dalam menyusun perencanaan Tenaga Kesehatan
harus memperhatikan faktor:
a. jenis, kualifikasi, jumlah, pengadaan, dan distribusi
Tenaga Kesehatan;
b.
c.
d.
e.
f.
penyelenggaraan Upaya Kesehatan;
ketersediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
kemampuanpembiayaan;
kondisi geografis dan sosial budaya; dan
kebutuhanmasyarakat.
Pasal 16
Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan
Tenaga
Kesehatan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua
Pengadaan
Pasal 17
(1)
Pengadaan Tenaga Kesehatan dilaksanakan sesuai
dengan perencanaan dan pendayagunaan Tenaga
Kesehatan.
(2) Pengadaan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
_15_
(2)
Pengadaan Tenaga Kesehatan dilakukan melalui
pendidikan tinggi bidang kesehatan.
(3)
Pendidikan tinggi bidang kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (21 diarahkan untuk
menghasilkan Tenaga Kesehatan yang bermutu sesuai
dengan Standar Profesi dan Standar Pelayanan profesi.
(4)
Pendidikan tinggi bidang kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) diselenggarakan dengan
memperhatikan:
a.
b.
c.
keseimbangan antara kebutuhan penyelenggaraan
Upaya Kesehatan dan dinamika kesempatan kerja,
baik di dalam negeri maupun di luar negeri;
keseimbangan antara kemampuan produksi Tenaga
Kesehatan dan sumber daya yang tersedia; dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
(s)
Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilaksanakan oleh Pemerintah dan/atau
masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan
Perundang-undangan.
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan Tenaga
Kesehatan diatur dengan Peraturan pemerintah.
pasal 18
(1)
Pendidikan tinggi bidang kesehatan diselenggarakan
berdasarkan izin sesuai dengan ketentuan peraturan
Perundang-undangan.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1) diberikan
(
setelah mendapatkan rekomendasi dari Menteri.
(3)
Pembinaan teknis pendidikan tinggi bidang kesehatan
dilakukan oleh Menteri.
(4\ Pembinaan akademik pendidikan tinggi bidang
kesehatan dilakukan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendidikan.
(5) Dalam
$rru
R
PRESIDEN
EPUBL IK IN DONE
S
IA
-16(s)
Dalam penyusunan kurikulum pendidikan Tenaga
Kesehatan, penyelenggara pendidikan tinggi bidang
kesehatan harus mengacu pada Standar Nasional
Pendidikan Tinggi yang ditetapkan oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendidikan dan berkoordinasi dengan Menteri.
(6)
Penyelenggaraan pendidikan tinggi bidang kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3),
ayat (4), dan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 19
(1)
Dalam rangka penjaminan
mutu
lulusan,
penyelenggara pendidikan tinggi bidang kesehatan
hanya dapat menerima mahasiswa sesuai dengan
kuota nasional.
(2) Ketentuan mengenai kuota nasional
penerimaan
mahasiswa diatur dengan Peraturan Menteri yang
menyelenggarakan urusan bidang pendidikan setelah
berkoordinasi dengan Menteri.
Pasal 20
(1)
Penyelenggaraan pendidikan tinggi bidang kesehatan
harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan Tenaga
Kesehatan.
(2)
Standar Nasionai Pendidikan Tenaga
Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada
Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
(3) Standar
R EP
PRESIDEN
UBL IK IN D ONES IA
-t7-
(3) Standar Nasional Pendidikan Tenaga
Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun secara
bersama oleh kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan,
kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendidikan, asosiasi institusi
pendidikan, dan Organisasi Profesi.
(4) Standar Nasional Pendidikan Tenaga
Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang pendidikan.
Pasal
(
2
1
1) Mahasiswa bidang kesehatan pada akhir
pendidikan vokasi dan profesi harus
masa
mengikuti Uji
Kompetensi secara nasional.
(2) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1)
diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi bekerja sama
dengan Organisasi Profesi, Iembaga pelatihan, atau
lembaga sertifikasi yang terakreditasi.
(3) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2)
ditujukan untuk mencapai standar kompetensi lulusan
yang memenuhi standar kompetensi kerja.
(4)
Standar kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) disusun oleh Organisasi Profesi dan konsil
masing-masing Tenaga Kesehatan dan ditetapkan oleh
Menteri.
(5)
Mahasiswa pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang lulus Uji Kompetensi memperoleh
Sertifikat Kompetensi yang diterbitkan oleh Perguruan
Tinggi.
(6) Mahasiswa
PRESIDEN
R EP
(6)
UBLIK IN DONES IA
_18_
Mahasiswa pendidikan profesi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang lulus Uji Kompetensi memperoleh
Sertifikat Profesi yang diterbitkan oleh Perguruan
Tinggi.
(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
Uji Kompetensi diatur dengan Peraturan Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendidikan.
Bagian Ketiga
Pendayagunaan
Pasal22
(1)
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat
sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing
berdasarkan ketentuan Peraturan
Perundang-
Undangan.
(2)
Pendayagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas pendayagunaan Tenaga Kesehatan di dalam
negeri dan luar negeri.
(3)
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan
memperhatikan aspek pemerataan, pemanfaatan, dan
pengembangan.
Pasal 23
(1)
Dalam rangka pemerataan pelayanan kesehatan dan
pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib
melakukan penempatan Tenaga Kesehatan setelah
melalui proses seleksi.
(2) Penempatan
PRESIDEN
REP{JELIK INDONESIA
_19-
(2t
Penempatan Tenaga Kesehatan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan dengan cara:
a.
b.
c.
(3)
pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil;
pengangkatan sebagai pegawai pemerintah dengan
perjanjian kerja; atau
penugasan khusus.
Selain penempatan Tenaga Kesehatan dengan cara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah
dapat menempatkan Tenaga Kesehatan melalui
pengangkatan sebagai anggota TNI/POLRI.
(4)
Pengangkatan sebagai pegawai negeri sipil dan pegawai
pemerintah dengan perjanjian kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b serta
penempatan melalui pengangkatan sebagai anggota
TNI/POLRI dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-Undan gan.
(s)
Penempatan Tenaga Kesehatan melalui penugasan
khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c
dilakukan dengan penempatan dokter pascainternsip,
residen senior, pascapendidikan spesialis dengan
ikatan dinas, dan tenaga kesehatan lainnya.
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan dengan
penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 24
(1)
Penempatan Tenaga Kesehatan dilakukan dengan tetap
memperhatikan pemanfaatan dan pengembangan
Tenaga Kesehatan.
(2) Penempatan
$9.)
-rtox€
PRESIDEN
R EP
UBLIK
IND ON ES IA
-20-
(2)
Penempatan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan melalui seleksi.
pasal 25
(1)
Pemerintah dalam
(21
Selain Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), seleksi penempatan dapat diikuti oleh Tenaga
Kesehatan lulusan perguruan tinggi yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penempatan Tenaga
Kesehatan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
meratakan penyebaran Tenaga
Kesehatan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dapat
mewajibkan Tenaga Kesehatan lulusan dari perguruan
tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah untuk
mengikuti seleksi penempatan.
me
Pasal 26
(1)
Tenaga Kesehatan yang telah ditempatkan di Fasiiitas
Pelayanan Kesehatan wajib melaksanakan tugas sesuai
dengan Kompetensi dan kewenangannya.
(2)
Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan/atau kepala daerah yang
membawahi Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus
mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan sandang,
pangan, papan, dan lokasi, serta keamanan dan
keselamatan kerja Tenaga Kesehatan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
Pasal 27
PRESIDEN
IK INDONESIA
R EPUB I-
-2t-
Pasal 27
(1)
Tenaga Kesehatan yang diangkat oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah
dapat dipindahtugaskan
antarprovinsi, antarkabupaten, atau antarkota karena
alasan kebutuhan fasilitas pelayanan kesehatan
dan/atau promosi.
(21 Tenaga Kesehatan yang bertugas di daerah tertinggal
perbatasan dan kepulauan serta daerah bermasalah
kesehatan memperoleh hak kenaikan pangkat istimewa
dan pelindungan dalam pelaksanaan tugas.
(3) Dalam hal terjadi kekosongan Tenaga Kesehatan,
Pemerintah atau Pemerintah Daerah wajib
menyediakan Tenaga Kesehatan pengganti untuk
menjamin keberlanjutan pelayanan kesehatan pada
fa
silitas pelayanan kesehatan yan g bersan gkutan.
(41 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahtugasan
Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan Tenaga Kesehatan yang bertugas di daerah
tertinggal perbatasan dan kepulauan serta daerah
bermasalah ke sehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (21 diatur dengan Peraturan Pemerintah.
pasal 28
(
1) Dalam keadaan tertentu Pemerintah
dapat
memberlakukan ketentuan wajib kerja kepada Tenaga
Kesehatan yang memenuhi kualifikasi akademik dan
Kompetensi untuk melaksanakan tugas sebagai Tenaga
Kesehatan
di daerah khusus di wilayah
Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
(2) Pemerintah
PRESIDEN
REPUELIK
IN
-22-
DONE
S
IA
(2\
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah memberikan
tunjangan khusus kepada Tenaga Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Tenaga Kesehatan yang diangkat oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah di daerah khusus berhak
mendapatkan fasilitas tempat tinggal atau rumah
dinas yang disediakan oleh Pemerintah Daerah.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan sebagai
Tenaga Kesehatan dalam keadaan tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tunjangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 29
(1)
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat
menetapkan pola ikatan dinas bagi calon Tenaga
Kesehatan untuk
memenuhi
kepentingan
pembangunan kesehatan.
(2t
Ketentuan lebih lanjut mengenai pola ikatan dinas bagi
calon Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1)
Pengembangan Tenaga Kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan mutu dan karier Tenaga Kesehatan.
l)\
Pengembangan Tenaga Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pendidikan
dan pelatihan serta kesinambungan
dalam
menjalankan praktik.
(3) Dalam
R EP
PRESIDEN
UBL IK IN D ON ES I,A.
aa
(3) Dalam rangka
pengembangan Tenaga Kesehatan,
kepala daerah dan pimpinan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan bertanggung j awab atas pemberian
kesempatan yang sama kepada Tenaga Kesehatan
dengan mempertimbangkan penilaian kinerja.
Pasal 3 1
(1) Pelatihan Tenaga Kesehatan dapat diselenggarakan
oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/ atau
masyarakat.
(21 Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi program pelatihan dan tenaga pelatih yang
sesuai dengan Standar Profesi dan standar kompetensi
serta diselenggarakan oleh institusi penyelenggara
pelatihan yang terakreditasi sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundan g-undangan.
(3) Ketentuan Iebih lanjut mengenai penyelenggara
pelatihan Tenaga Kesehatan, program dan tenaga
pelatih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
(1)
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara
Indonesia ke luar negeri dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan keseimbangan antara kebutuhan
Tenaga Kesehatan di Indonesia dan peluang kerja bagi
Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia di luar
negeri.
(21
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan Warga Negara
Indonesia ke luar negeri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 33
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-24'
Pasal 33
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan Tenaga
Kesehatan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB V
KONSIL TENAGA KESEHATAN INDONESIA
Pasal 34
(1)
Untuk meningkatkan mutu Praktik Tenaga Kesehatan
serta untuk memberikan pelindungan dan kepastian
hukum kepada Tenaga Kesehatan dan masyarakat,
dibentuk Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia.
(21
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas
sebagaimana
konsil masing-
masing Tenaga Kesehatan.
(3)
Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) termasuk Konsil Kedokteran
dan Konsil Kedokteran Gigi sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang tentang Praktik Kedokteran.
(4)
Konsil masing-masing Tenaga Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan tugasnya
bersifat independen.
(5) Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada
Presiden melalui Menteri.
Pasal 35
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia berkedudukan di ibu
kota negara Republik Indonesia.
Pasal 36
PRESIDEN
REPUBLIK
IN D ONES IA
-25Pasal 36
(1)
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia mempunyai fungsi
sebagai koordinator konsil masing-masing Tenaga
Kesehatan.
(2)
Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) , Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia memiliki
tugas:
a. memfasilitasi dukungan pelaksanaan tugas konsil
masing-masing Tenaga Kesehatan.
b. meiakukan evaluasi tugas konsil masing-masing
Tenaga Kesehatan; dan
c. membina dan mengawasi konsil masing-masing
Tenaga Kesehatan.
(3)
Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (i), Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia memiliki
wewenang menetapkan perencanaan kegiatan untuk
konsil masing-masing Tenaga Kesehatan.
Pasal 37
(1)
Konsil masing-masing tenaga kesehatan mempunyai
fungsi pengaturan, penetapan dan pembinaan tenaga
kesehatan dalam menjalankan praktik
Kesehatan
untuk meningkatkan mutu
Tenaga
pelayanan
kesehatan.
(2t
Dalam menjalankan fungsi sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) , konsil masing-masing Te naga Kese hatan
memiliki tugas:
a.
b.
melakukan Registrasi Tenaga Kesehatan;
melakukan pembinaan Tenaga Kesehatan dalam
menjalankan praktik Tenaga Kesehatan;
c. menyusun
,*t*1t?,
\
{*,'r4
R
PRESIDEN
EPUBL IK INDONESIA
_26_
c.
men)rusun Standar Nasional Pendidikan Tenaga
Kesehatan;
d.
menyrrsun standar praktik dan standar kompetensi
Tenaga Kesehatan; dan
e.
menegakkan disiplin praktik Tenaga KesehatanPasal 38
Dalam menjalankan tugasnya, konsil
masing-masing
Tenaga Kesehatan mempunyai wewenang:
a. menyetujui atau menolak permohonan
Registrasi
Tenaga Kesehatan;
b.
c.
d.
menerbitkan atau mencabut STR;
menyelidiki dan menangani masalah yang berkaitan
dengan pelanggaran disiplin profesi Tenaga Kesehatan;
menetapkan dan memberikan sanksi disiplin profesi
Tenaga Kesehatan; dan
e.
memberikan pertimbangan pendirian atau penutupan
institusi pendidikan Tenaga Kesehatan.
Pasal 39
Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang, Konsil
Tenaga Kesehatan Indonesia dibantu sekretariat yang
dipimpin oleh seorang sekretaris.
Pasal 40
(1)
Keanggotaan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia
merupakan pimpinan konsil masing-masing Tenaga
Kesehatan.
(2) Keanggotaan
PRESIDEN
IK INDONESIA
R EPI-,JBL
/'\t1
(2\
Keanggotaan konsil masing-masing
Tenaga
Kesehatan terdiri atas unsur:
kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan;
b.
kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pendidikan;
Organisasi Profesi;
d.
Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan;
e.
asosiasi institusi pendidikan Tenaga Kesehatan;
f.
asosiasi fasilitas pelayanan kesehatan; dan
tokoh masyarakat.
Pasal 41
Pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia dibebankan kepada anggaran
pendapatan dan belanja negara dan sumber lain yang
tidak mengikat sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
Pasal 42
Ketentuan mengenai pelaksanaan tugas, fungsi, dan
wewenang Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia diatur
dengan Peraturan Menteri.
Pasal 43
Ketentuan Iebih lanjut mengenai susunan organisasi,
pengangkatan, pemberhentian, serta keanggotaan Konsil
Tenaga Kesehatan Indonesia dan sekretariat Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB VI
PRESIDEN
IN D ONESIA
REPUBLIK
28BAB VI
REGISTRASI DAN PERIZINAN TENAGA KESEHATAN
Bagian Kesatu
Registrasi
Pasal 44
(1)
Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik
wajib memiliki STR.
(2)
STR sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diberikan
oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan setelah
memenuhi persyaratan.
(3)
Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat
meliputi:
(2)
a. memiliki ijazah pendidikan di bidang kesehatan;
b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau Sertifikat
Profesi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan
sumpah/janji profesi; dan
e.
membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi.
(4) STR berlaku selama 5 (lima) tahun dan
dapat
diregistrasi ulang setelah memenuhi persyaratan.
(5) Persyaratan untuk Registrasi ulang
sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) meliputi:
a. memiliki STR lama;
b. memiliki Sertifikat Kompetensi atau
Sertifikat
Profesi;
c.
memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. membuat
PRESIDEN
REPUBLIK
IND ON ES IA
-29d.
membuat pernyataan mematuhi dan melaksanakan
ketentuan etika profesi.
e.
telah mengabdikan diri sebagai tenaga profesi atau
vokasi di bidangnya; dan
f.
memenuhi kecukupan dalam kegiatan pelayanan,
pendidikan, pelatihan, dan/atau kegiatan ilmiah
lainnya.
Pasal 45
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Registrasi dan
Registrasi Ulang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
diatur dengan Peraturan Konsil masing-masing Tenaga
Kesehatan.
Bagian Kedua
Perizinan
Pasal 46
(1)
Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik di
bidang pelayanan kesehatan wajib memiliki izin.
(21 Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
dalam bentuk SIP.
(3) SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan
oleh pemerintah daerah kabupaten/kota atas
rekomendasi pejabat kesehatan yang berwenang di
kabupaten/ kota
tempat
menjalankan praktiknya.
Tenaga
Kesehatan
(4) Untuk
mendapatkan SIP sebagairnana dirnaksud pada
ayat (2\, Tenaga Kesehatan harus memiliki;
a.
STR yang masih berlaku;
b. Rekomendasi
PRESIDEN
REPUELIK INDONESIA
-30-
(s)
b.
Rekomendasi dari Organisasi Profesi; dan
c.
tempat praktik.
SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masingmasing berlaku hanya untuk 1 (satu) tempat.
(6)
SIP masih berlaku sepanjang:
a. STR masih berlaku; dan
b. tempat praktik masih sesuai dengan yang
tercantum dalam SIP.
(7)
Ketentuan
lanjut
mengenai perizinan
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diatur dengan
lebih
Peraturan Menteri.
Pasal 47
Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik mandiri harus
memasang papan nama praktik.
Bagian Ketiga
Pembinaan Praktik
Pasal 48
(1)
Untuk terselenggaranya praktik tenaga kesehatan yang
be rmutu dan pelindungan kepada masyarakat, perlu
dilakukan pembinaan praktik terhadap
tenaga
kesehatan.
(21 Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Menteri bersama-sama dengan
Pemerintah Daerah, konsil masing-masing Tenaga
Kesehatan, dan Organisasi Profesi sesuai dengan
kewenangannya.
Bagian Keempat
PRESIDEN
REPL]BLIK INDONESIA
- Jl
-
Bagian Keempat
Penegakan Disiplin Tenaga Kesehatan
Pasal 49
(1)
Untuk menegakkan disiplin Tenaga Kesehatan dalam
penyelenggaraan
praktik, konsil masing-masing
Tenaga Kesehatan menerima pengaduan, memeriksa,
dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin Tenaga
Kesehatan.
(2)
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), konsil masing-masing Tenaga Kesehatan
dapat memberikan sanksi disiplin berupa:
a. pemberian peringatan tertulis;
b.
c.
(3)
rekomendasi pencabutan STR atau SIP; dan/atau
kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di
institusi pendidikan kesehatan.
Tenaga Kesehatan dapat mengajukan keberatan atas
putusan sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) kepada Menteri.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan
sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB VII
ORGANISASI PROFESI
Pasal 50
(1) Tenaga Kesehatan harus
me
mbentuk
Organisasi
Profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan/atau
mengembangkan pengetahuan dan keterampilan,
martabat, dan etika profesi Tenaga Kesehatan.
(2) Setiap
duQ
s-*,
PRESIDEN
REPUBLIK IN D ONES IA.
- 32'
(21
Setiap jenis Tenaga Kesehatan
hanya
dapat
membentuk 1 (satu) Organisasi Profesi.
(s)
Pembentukan
Pasal
(t)
Profesi
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Organisasi
5
1
Untuk mengembangkan cabang disiplin ilmu dan
standar pendidikan Tenaga Kesehatan, setiap
Organisasi Profesi dapat membentuk Kolegium
masing-masing Tenaga Kesehatan.
(2t
Kolegium masing-masing Tenaga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
badan otonom di dalam Organisasi Profesi.
(3)
Kesehatan
merupakan
Kolegium masing-masing Tenaga Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung
jawab kepada Organisasi Profesi.
BAB VIII
TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA INDONESIA
LULUSAN LUAR NEGERI DAN
TENAGA KESEHATAN WARGA NEGARA ASING
Bagian Kesatu
Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia Lulusan Luar Negeri
Pasal 52
(
1) Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia lulusan
luar negeri yang akan melakukan praktik di Indonesia
harus mengikuti proses evaluasi kompetensi.
(2) Proses
R
PRESIDEN
EPUEL IK INDONESIA
-cJ-
(21 Proses evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan melalui:
a.
b.
penilaian kelengkapan administratif; dan
penilaian kemampuan untuk melakukan praktik.
(3) Kelengkapan administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a paling sedikit terdiri atas:
a. penilaian
keabsahan ij azah oleh menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pendidikan;
b. surat keterangan sehat flsik dan mental; dan
c. surat pernyataan untuk mematuhi
dan
melaksanakan ketentuan etika profesi.
(4) Penilaian kemampuan untuk melakukan praktik
sebagaimana dimaksud pada .ayat (2) huruf b
dilakukan melalui uji kompetensi sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(5) Tenaga Kesehatan Warga
Negara Indonesia lulusan
luar negeri yang telah lulus Uji Kompetensi dan yang
akan melakukan praktik di Indonesia memperoleh
STR.
(6) Tenaga Kesehatan Warga Negara Indonesia
lulusan
luar negeri yang akan melakukan praktik sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) wajib memiliki SIP sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(71 STR sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan
oleh konsil masing-masing Tenaga Kesehatan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
proses
evaluasi kompetensi bagi Tenaga Kesehatan Warga
Negara lndonesia lulusan luar negeri sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Bagian Kedua
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-34Bagian Kedua
Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing
Pasal 53
(1)
12\
Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat mendayagunakan
Tenaga Kesehatan warga negara asing sesuai dengan
persyaratan.
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan warga negara asing
sebagaimana dimaksud pada
ayat 1)
(
dilakukan
dengan mempertimbangkan:
a.
b.
alih teknologi dan ilmu pengetahuan; dan
ketersediaan Tenaga Kesehatan setempat.
Pasal 54
(1) Tenaga Kesehatan warga negara asing yang
menjalankan praktik
di
akan
Indonesia harus mengikuti
evaluasi kompetensi.
(21 Evaluasi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
dilakukan melalui:
a.
b.
penilaian kelengkapan administratif; dan
penilaian kemampuan untuk melakukan praktik.
(3) Kelengkapan administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a paling sedikit terdiri atas:
a. penilaian
keabsahan ijazah oleh menteri yang
bertanggung jawab di bidang pendidikan;
b. surat keterangan sehat fisik dan mental; dan
c. surat pernyataan untuk mematuhi
dan
melaksanakan ketentuan etika profesi.
(4) Penilaian
PRESIDEN
REPUBLIK
IND ONES IA
a<
-u\J(4)
Penilaian kemampuan untuk melakukan praktik
sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf b
dinyatakan dengan surat keterangan yang menyatakan
telah mengikuti program evaluasi kompetensi dan
Sertihkat Kompetensi.
(s)
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Tenaga Kesehatan warga negara asing harus
memenuhi persyaratan lain sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undan gan.
Pasal 55
(1)
Tenaga Kesehatan warga negara asing yang telah
mengikuti proses evaluasi kompetensi dan yang akan
melakukan praktik di Indonesia harus memiliki STR
Sementara dan SIP.
(21
STR sementara bagi Tenaga Kesehatan warga negara
asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang hanya
untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
(s)
Tenaga Kesehatan warga negara asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melakukan Praktik di
Indonesia berdasarkan atas permintaan pengguna
Tenaga Kesehatan warga negara asing.
(4)
SIP bagi Tenaga Kesehatan warga negara asing berlaku
selama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang hanya
untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
Pasal 56
Ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan dan
praktik Tenaga Kesehatan warga negara asing diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IX
Eu$^\
$.*
PRESIDEN
REPUBLIK
IN D
ONES IA
-36BAB IX
HAK DAN KEWAJIBAN TENAGA KESEHATAN
Pasal 57
Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berhak:
a. memperoleh pelindungan hukum
sepanjang
melaksanakan tugas sesuai dengan Standar Profesi,
Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur
Operasional;
b.
memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari
Penerima Pelayanan Kesehatan atau keluarganya;
menerima imbalan jasa;
c.
d. memperoleh pelindungan atas keselamatan dan
kesehatan kerja, perlakuan yang sesuai dengan harkat
dan martabat manusia, moral, kesusilaan, serta nilai-
nilai agama;
e. mendapatkan kesempatan untuk
mengembangkan
profesinya;
f. menolak keinginan Penerima
Pelayanan Kesehatan
atau pihak lain yang bertentangan dengan Standar
Profesi, kode etik, standar pelayanan, Standar
Prosedur Operasional, atau ketentuan Peraturan
Perundang-undangan; dan
g. memperoleh hak lain sesuai dengan
ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 58
(t)
Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik wajib:
a.
memberikan
{.9.}
T!$x€
PRESIDEN
REPUBLIK
IND ONES IA
-37-
a.
memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, Standar
Prosedur Operasional, dan etika profesi serta
kebutuhan kesehatan Penerima Pelayanan
Kesehatan;
b.
memperoleh persetujuan dari Penerima Pelayanan
Kesehatan atau keluarganya atas tindakan yang
akan diberikan;
c. menjaga kerahasiaan
kesehatan
Penerima
Pelayanan Kesehatan;
d. membuat dan menyimpan catatan dan/atau
dokumen tentang pemeriksaan, asuhan, dan
e.
tindakan yang dilakukan; dan
merujuk Penerima Pelayanan Kesehatan ke Tenaga
Kesehatan lain yang mempunyai Kompetensi dan
kewenangan yang sesuai.
(21 Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b dan hurul d hanya berlaku bagi Tenaga Kesehatan
yang melakukan pelayanan kesehatan perseorangan.
Pasal 59
(1)
Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik pada
Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memberikan
pertolongan pertama kepada Penerima Pelayanan
Kesehatan dalam keadaan gawat darurat dan/atau
pada bencana untuk penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan.
(2)
Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
( 1) dilarang menolak Pene rima Pelayanan Kesehatan
dan/atau dilarang meminta uang muka terlebih
dahulu.
BAB X
R EP
PRESIDEN
UBL IK IN DONES IA
-38BAB X
PENYELENGGARAAN KEPROFESIAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 60
Tenaga Kesehatan bertanggung jawab untuk:
a.
mengabdikan diri sesuai dengan bidang keilmuan yang
b.
c.
dimiliki;
meningkatkan Kompetensi;
bersikap dan berperilaku sesuai dengan etika profesi;
d.
mendahulukan kepentingan masyarakat daripada
e.
kepentingan pribadi atau kelompok; dan
melakukan kendali mutu pelayanan dan kendali biaya
dalam menyelenggarakan upaya kesehatan.
Pasal 61
Dalam menjalankan praktik, Tenaga Kesehatan yang
memberikan pelayanan langsung kepada Penerima
Pelayanan Kesehatan harus melaksanakan upaya terbaik
untuk kepentingan Penerima Pelayanan Kesehatan dengan
tidak menjanjikan hasil.
Bagian Kedua
Kewenangan
Pasal 62
(1)
Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik harus
dilakukan sesuai dengan kewenangan yang didasarkan
pada Kompetensi yang dimilikinya.
(2) Jenis
R
(2)
(s)
PRESIDEN
EPL]BL IK IN D ONES IA
-39-
Jenis Tenaga Kesehatan tertentu yang memiliki lebih
dari satu jenjang pendidikan memiliki kewenangan
profesi sesuai dengan Iingkup dan tingkat Kompetensi.
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pasal 63
(1) Dalam keadaan tertentu Tenaga Kesehatan
dapat
memberikan pelayanan di luar kewenangannya.
(21 Ketentuan lebih lanjut mengenai menjalankan
keprofesian di luar kewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat ( 1) diatur dengan peraturan
Menteri.
Pasal 64
Setiap orang yang bukan Tenaga Kesehatan dilarang
melakukan praktik seolah-olah sebagai Tenaga Kesehatan
yang telah memiliki izin.
Bagian Ketiga
Pelimpahan Tindakan
pasal 65
(1)
Dalam melakukan pelayanan kesehatan, Tenaga
Kesehatan dapat menerima pelimpahan tindakan
medis dari tenaga medis.
(2) Dalam
PRESIDEN
REPUBLIK
IND ONE
-40-
l2t
S
IA
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, tenaga
teknis kefarmasian dapat menerima pelimpahan
pekerjaan kefarmasian dari tenaga apoteker.
(3)
Pelimpahan tindakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a. tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam
kemampuan dan keterampilan yang telah dimiliki
oleh penerima pelimpahan;
b.
c.
pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di
bawah pengawasan pemberi pelimpahan;
pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas
tindakan yang dilimpahkan sepanjang pelaksanaan
tindakan sesuai dengan pelimpahan yang
diberikan; dan
d. tindakan yang dilimpahkan tidak
termasuk
pengambilan keputusan sebagai dasar pelaksanaan
tindakan.
(4) Ketentuan lebih Ianjut mengenai pelimpahan tindakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan
Standar Prosedur Operasional
Pasal 66
(1)
Setiap Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik
berkewajiban untuk mematuh.i Standar Profesi,
Standar Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur
Operasional.
(2) Standar
PRESIDEN
REPUBLIK
IN D ONES
_4t_
(2t
IA
Standar Profesi dan Standar Pelayanan Profesi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk masingmasing jenis Tenaga Kesehatan ditetapkan oleh
organisasi profesi bidang kesehatan dan disahkan oleh
Menteri.
(3)
Standar Pelayanan Profesi yang berlaku universal
ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
(41
Standar Prosedur Operasional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
(s)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan Standar
Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan Standar
Prosedur Operasicnal diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 67
(1)
Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik dapat
melakukan penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan.
(2)
Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditujukan untuk menghasilkan informasi
kesehatan, teknologi, produk teknologi, dan teknologi
informasi kesehatan untuk mendukung pembangunan
kesehatan.
(3)
Penelitian dan pengembangan kesehatan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.
Bagian Kelima
*s'1\.
^-.-'-
ftt-,y
Z \ .lr,
_Gt
rzl:t
1E
,zr<--
R EP
PRESIDEN
UBL IK IND ONESIA
_42_
Bagian Kelima
Persetujuan Tindakan Tenaga Kesehatan
Pasal 68
(1)
Setiap tindakan pelayanan kesehatan perseorangan
yang dilakukan oleh Tenaga Kesehatan harus
mendapat persetujuan.
(21
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan setelah mendapat penjelasan secara cukup
dan patut.
(3)
Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(21
sekurang-kurangnya mencakup:
a.
b.
c.
d.
e.
tata cara tindakan pelayanan;
tujuan tindakan pelayanan yang dilakukan;
alternatif tindakan lain;
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4)
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat
dapat diberikan, baik secara tertulis maupun lisan.
(s)
Setiap tindakan Tenaga Kesehatan yang mengandung
risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan
tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak
memberikan persetujuan.
(6)
Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan
Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan Peraturan
Menteri.
Pasal 69
(2)
R EP
PRESIDEN
IN DONES IA
UBLIK
_43_
Pasal 69
(1)
Pelayanan kesehatan masyarakat harus ditujukan
untuk kepentingan masyarakat dan tidak melanggar
hak asasi manusia.
(2)
Pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (l) yang merupakan program
Pemerintah tidak memerlukan persetujuan tindakan.
(3)
Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
( 1) tetap harus diinformasikan kepada masyarakat
Penerima Pelayanan Kesehatan tersebut.
Bagian Keenam
Rekam Medis
Pasal 70
(1)
Setiap Tenaga Kesehatan yang
(2)
Rekam medis Penerima Peiayanan Kesehatan
melaksanakan
pelayanan kesehatan perseorangan wajib membuat
rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan.
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera
dilengkapi setelah Penerima Pelayanan Kesehatan
selesai menerima pelayanan kesehatan.
(3)
Setiap rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan
harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan atau
paraf Tenaga Kesehatan yang memberikan pelayanan
atau tindakan.
(4)
Rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harr.s disimpan
dan dijaga kerahasiaannya oleh Tenaga Kesehatan dan
pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Pasal
7
1
PRESIDEN
R EP
UBLIK
IND ON ES IA
-44-
Pasal 7 I
(1)
Rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 merupakan
milik Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
(2t
Dalam ha1 dibutuhkan, Penerima Pelayanan Kesehatan
dapat meminta resume rekam medis kepada Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
Pasal 72
Ketentuan lebih lanjut mengenai rekam medis diatur
dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketujuh
Rahasia Kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan
Pasal 73
(1) Setiap Tenaga Kesehatan dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan wajib menyimpan rahasia
kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan.
(21 Rahasia kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan
dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan
Penerima
Pelayanan
Kesehatan, pemenuhan
permintaan aparatur penegak hukum bagi kepentingan
penegakan hukum, permintaan Penerima Pelayanan
Kesehatan sendiri, atau pemenuhan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang rahasia
kesehatan
Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Kedelapan
PRESIDEN
REPUBLIK
IN D ONES
IA
-45_
Bagian Kedelapan
Pelindungan bagi Tenaga Kesehatan dan
Penerima Pelayananan Kesehatan
Pasal 74
Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dilarang
mengizinkan Tenaga Kesehatan yang tidak memiliki STR
dan izin untuk menjalankan praktik di Fasilitas pelayanan
Kesehatan.
Pasal 75
Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik berhak
mendapatkan pelindungan hukum sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 76
Pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dalam
meningkatkan dan menjaga mutu pemberian pelayanan
kesehatan dapat membentuk komite atau panitia atau tim
untuk kelompok Tenaga Kesehatan di lingkungan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
BAB Xi
PENYELESAIAN PERSELISIHAN
Pasal 77
Setiap Penerima Pelayanan Kesehatan yang dirugikan
akibat kesalahan atau kelalaian Tenaga Kesehatan dapat
meminta ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan
Perundang-undangan.
Pasal 78
R EP
PRESIDEN
UBL IK IND ON ESIA
-46_
Pasal 78
Dalam hal Tenaga Kesehatan diduga melakukan kelalaian
dalam menjalankan profesinya yang menyebabkan kerugian
kepada penerima pelayanan kesehatan, perselisihan yang
timbul akibat kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih
dahulu melalui penyelesaian sengketa di luar pengadilan
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 79
Penyelesaian perselisihan antara Tenaga Kesehatan dan
Fasilitas Pelayanan Kesehatan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
BAB XII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
pasal 80
Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan
dan pengawasan kepada Tenaga Kesehatan dengan
melibatkan konsil masing-masing Tenaga Kesehatan dan
Organisasi Profesi sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 8 1
(1)
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 80 diarahkan untuk:
a. meningkatkan mutu
b.
pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh Tenaga Kesehatan;
melindungi Penerirna Pelayanan Kesehatan dan
masyarakat atas tindakan yang dilakukan Tenaga
Kesehatan; dan
c. memberikan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-47
c.
-
memberikan kepastian hukum bagi masyarakat
dan Tenaga Kesehatan.
(21 Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan
pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 82
(1)
Setiap Tenaga Kesehatan yang tidak melaksanakan
ketentuan Pasal 47, Pasal 52 ayat (1), Pasal 54 ayat
(1), Pasal 58 ayat (I), Pasal 59 ayat (1), Pasal 62 ayat
(1), Pasal 66 ayat (1), Pasal 68 ayat (1), Pasal 70 ayat
(1), Pasal 70 ayat (2), Pasal 70 ayat (3) dan Pasal 73
ayat (1) dikenai sanksi administratif.
(2t
Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tidak
melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat l2), Pasal 53
ayat (1), Pasal 70 ayat (4), dan Pasal 74 dikenai sanksi
administratif.
(3)
Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan
kewenangannya memberikan sanksi administratif
kepada Tenaga Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (21.
t4l Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) dapat berupa:
a. teguran lisan;
b. peringatan tertulis;
c.
denda adminstratif; dan/atau
d. pencabutan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
_48_
d.
pencabutan izin.
(5) Tata cara
pengenaan sanksi administratif terhadap
Tenaga Kesehatan dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB XIV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 83
Setiap orang yang bukan Tenaga Kesehatan melakukan
praktik seolah-olah sebagai Tenaga Kesehatan yang telah
memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Pasal 84
(1)
Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian
berat yang mengakibatkan Penerima Pelayanan
Kesehatan luka berat dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun.
(2\
Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Kesehatan
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun.
Pasal 85
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yarlg dengan
sengaja
menjalankan praktik tanpa memiliki STR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (I) dipidana dengan
pidana denda paling banyak
(seratus
Rp 100.000.000,00
juta rupiah).
(2) Setiap
R EP
PRESIDEN
UBL IK INDONESIA
_49_
(21 Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang
dengan sengaja memberikan pelayanan kesehatan
tanpa memiliki STR Sementara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55 ayat (1) dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 86
(1)
Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik
tarrpa memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp100.000,000,00 (seratus juta rupiah).
(2t
Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang
dengan sengaja memberikan pelayanan kesehatan
tanpa memiliki SIP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 55 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
BAB XV
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 87
(1)
Bukti Registrasi dan perizinan Tenaga Kesehatan yang
telah dimiliki oleh Tenaga Kesehatan, pada saat
berlakunya Undang-Undang ini, dinyatakan masih
tetap berlaku sampai habis masa berlakunya.
(2)
Tenaga Kesehatan yang belum memiliki bukti
Registrasl dan perizinan wajib menyesuaikan dengan
ketentuan Undang-Undang ini paling lama 2 (dua)
tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 88
PRESIDEN
REPUELIK
IN D
ONES IA
_50_
Pasal 88
(1)
Tenaga Kesehatan lulusan pendidikan di bawah
Diploma Tiga yang telah melakukan praktik sebelum
ditetapkan Undang-Undang ini, tetap diberikan
kewenangan untuk menjalankan praktik sebagai
Tenaga Kesehatan untuk jangka waktu 6 (enam) tahun
setelah Undang-Undang ini diundangkan.
(21
Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diperoleh dengan mengajukan permohonan
mendapatkan STR Tenaga Kesehatan.
Pasal 89
Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia dan Komite Farmasi
Nasional sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan tetap melaksanakan fungsi, tugas, dan
wewenangnya sampai terbentuknya Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia.
Pasal 90
(1)
Konsil Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi menjadi
bagian dari Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia setelah
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia terbentuk sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(21
Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2OO4 tentang
Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 443 1)
tetap melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya
sampai dengan terbentuknya Konsil Tenaga Kesehatan
Indonesia.
(3) Sekretariat
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-51
(3)
-
Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4431) tetap melaksanakan fungsi dan tugasnya
sampai dengan terbentuknya sekretariat Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia.
BAB XVI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 9 I
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai
Tenaga Kesehatan dinyatakan masih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
Undang-Undang ini.
Pasal 92
Pada saat Undang-Undang
Pemerintah Nomor
ini mulai berlaku,
Peraturan
32 Tahun 1996 tentang
Tenaga
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3637) dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku.
Pasal 93
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-52Pasal 93
Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 harus dibentuk paling lama 2 (dua) tahun
terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 94
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
4 ayat (2\, Pasal 17, Pasal 20 ayat (4), dan Pasal
21 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 116, Tambahan
Pasal
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431)
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan
b.
Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2OO4
tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4431) menjadi sekretariat Konsil Tenaga
Kesehatan Indonesia setelah terbentuknya Konsil
Tenaga Kesehatan lndonesia.
Pasal 95
Peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus
ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak
Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 96
Undang-Undang ini
mulai
berlaku
pada
tanggal
diundangkan.
Agar
PRESIDEN
R EP
UBLIK
IND ONES IA
-53-
Agar setiap orang mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
rtd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 17 Oktober 2014
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 298
Salinan sesuai dengan aslinya
KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA RI
Perundang-undangan,
Murti
PRESIDEN
R EP
UBLIK
IND ONES IA
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN
2014
TENTANG
TENAGA KESEHATAN
I.
UMUM
Undang Undang tentang Tenaga Kesehatan ini didasarkan
pada pemikiran bahwa Pembukaan UUD 1945 mencantumkan citacita bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional
bangsa Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa Salah satu
wujud memajukan kesejahteraan umum adalah Pembangunan
Kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran'
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terw'ujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya'
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
produktif.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia, artinya, setiap
orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses
pelayanan kesehatan. Kualitas pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau juga merupakan hak seluruh masyarakat
Indonesia. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
dalam rangka melakukan upaya kesehatan tersebut perlu didukung
dengan sumber daya kesehatan, khususnya Tenaga Kesehatan yang
memadai, baik dari segi kualitas, kuantitas, maupun
penyebarannya.
Upaya
"
EruJ.TIs135
-2-
]'.r,o
Upaya pemenuhan kebutuhan Tenaga Kesehatan sampai saat
segi jenis, kualifikasi, jumlah,
maupun pendayagunaannya. Tantangan pengembangan Tenaga
Kesehatan yang dihadapi dewasa ini dan di masa depan adalah:
ini belum memadai, baik dari
1.
pengembangan dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan belum
dapat memenuhi kebutuhan Tenaga Kesehatan untuk
pembangunan kesehatan;
2. regulasi untuk mendukung upaya pembangunan
Tenaga
Kesehatan masih terbatas;
perencanaan kebijakan dan program Tenaga Kesehatan masih
lemah;
kekurangserasian antara kebutuhan dan pengadaan berbagai
jenis Tenaga Kesehatan;
kualitas hasil pendidikan dan pelatihan Tenaga Kesehatan
pada umumnya masih belum memadai;
3.
4.
5.
6. pendayagunaan Tenaga Kesehatan, pemerataan
7.
8.
9.
10.
11.
12
.
dan
pemanfaatan Tenaga Kesehatan berkualitas masih kurang;
pengembangan dan pelaksanaan pola pengembangan karir,
sistem penghargaan, dan sanksi belum dilaksanakan sesuai
dengan yang diharapkan;
pengembangan profesi yang berkelanjutan masih terbatas;
pembinaan dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan belum
dapat dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan;
sumber daya pendukung pengembangan dan pemberdayaan
Tenaga Kesehatan masih terbatas;
sistem informasi Tenaga Kesehatan belum sepenuhnya dapat
menyediakan data dan informasi yang akurat, terpercaya, dan
tepat waktu; dan
dukungan sumber daya pe mbiayaan dan sumber daya lain
belum cukup.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, diperlukan adanya
penguatan regulasi untuk mendukung pengembangan dan
pemberdayaan Tenaga Kesehatan melalui percepatan
pelaksanaannya, pen.ingkatan kerja sama lintas sector, dan
peningkatan pengelolaannya secara berjenjang di pusat dan daerah.
Perencanaan
*r",J.T[=135]r,=,o
-.)-
Perencanaan kebutuhan Tenaga Kesehatan secara nasional
disesuaikan dengan kebutuhan berdasarkan masalah kesehatan,
kebutuhan pengembangan program pembangunan kesehatan, serta
ketersediaan Tenaga Kesehatan tersebut. Pengadaan Tenaga
Kesehatan sesuai dengan perencanaan kebutuhan diselenggarakan
melalui pendidikan dan pelatihan, baik oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, maupun masyarakat, termasuk swasta.
Pendayagunaan Tenaga Kesehatan meliputi penyebaran
Tenaga Kesehatan yang merata dan berkeadilan, pemanfaatan
Tenaga Kesehatan, dan pengembangan Tenaga Kesehatan, termasuk
peningkatan karier.
dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan
terutama ditujukan untuk meningkatkan kualitas Tenaga
Pembinaan
Kesehatan sesuai dengan Kompetensi yang diharapkan dalam
mendukung penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi seluruh
penduduk Indonesia. Pembinaan dan pengawasan mutu Tenaga
Kesehatan dilakukan melalui peningkatan komitmen dan koordinasi
semua pemangku kepentingan dalam pengembangan Tenaga
Kesehatan serta legislasi yang antara lain meliputi sertifikasi melalui
Uji Kompetensi, Registrasi, perizinan, dan hak-hak Tenaga
Kesehatan.
dan
Penguatan sumber daya dalam mendukung pengembangan
pemberdayaan Tenaga Kesehatan dilakukan melalui
peningkatan kapasitas Tenaga Kesehatan, penguatan sistem
informasi Tenaga Kesehatan, serta peningkatan pembiayaan dan
fasilitas pendukung lainnya.
Dalam rangka memberikan pelindungan hukum
dan
kepastian hukum kepada Tenaga Kesehatan, baik yang melakukan
pelayanan langsung kepada masyarakat maupun yang tidak
langsung, dan kepada masyarakat penerima pelayanan itu sendiri,
diperlukan adanya landasan hukum yang kuat yang sejalan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan
serta sosial ekonomi dan budaya.
II. PASAL
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-4-
II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal I
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud de ngan "asas perikemanusiaan" adalah
bahwa pengaturan Tenaga Kesehatan harus dilandasi
atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan
Yang Maha Esa dengan tidak membedakan suku, bangsa,
agama, status sosiai, dan ras serta tidak membedakan
perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki'
Huruf b
Yang dimaksud dengan "asas manfaat" adalah bahwa
pengaturan Tenaga Kesehatan harus memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanausiaan dan
perikehidupan yang sehat bagi setiap orang'
Huruf c
Yang dimaksud dengan "asas pemerataan" adalah bahwa
pengaturan Tenaga Kesehatan dimaksudkan untuk
memberikan pelayanan kesehatan yang dapat dijangkau
oleh seluruh lapisan masyarakat untuk mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya'
Huruf d
Yang dimaksud dengan "asas etika dan profesionalitas"
adalah bahwa pengaturan tenaga kesehatan harus
dapat mencapai dan meningkatkan profesionalisme
Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik serta
memiliki etika profesi dan sikap profesional'
Huruf
e
" '=,JrT[=1,35
-5-
Huruf
B*.=,o
e
Yang dimaksud dengan "asas penghormatan terhadap
hak dan kewajiban" adalah bahwa pengaturan Tenaga
Kesehatan harus bertujuan untuk menghormati hak dan
kewajiban masyarakat sebagai bentuk
kesamaan
kedudukan hukum.
Huruf f
Yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah bahwa
pengaturan Tenaga Kesehatan harus dapat memberikan
pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan
masyarakat dengan pembiayaan yang terjangkau.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "asas pengabdian" adalah bahwa
pengaturan Tenaga Kesehatan diarahkan agar Tenaga
Kesehatan lebih mengutamakan kepentingan pemberian
pelayanan kesehatan kepada masyarakat daripada
kepentingan pribadi.
Huruf h
Yang dimaksud dengan "asas norma agama" adalah
bahwa pengaturan Tenaga Kesehatan harus
memperhatikan dan menghormati serta tidak
membedakan agama yang dianut masyarakat.
Huruf i
Yang dimaksud dengan "asas pelindungan" adalah bahwa
pengaturan Tenaga Kesehatan harus memberikan
pelindungan yang sebesar-besarnya bagi tenaga
kesehatan dan masyarakat.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
FRESIDEN
REPLIBLIK
IN D
-6-
ONES IA
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Huruf
a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan "Asisten Tenaga Kesehatan"
adalah tenaga yang memiliki kualifikasi di bawah
Diploma Tiga bidang kesehatan dan bekerja di bidang
kesehatan.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal
11
Ayat (r)
Huruf a
Cukup je1as.
Huruf b
$-).)
-$6a@
PRESIDEN
R EP
UBLIK
INO ONES IA
-7
-
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf
e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf
g
Cukup jelas,
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf I
Tenaga kesehatan tradisional yang termasuk ke
dalam Tenaga Kesehatan adalah yang telah memiliki
body of knotuledge, pendidikan formal yang setara
minimum Diploma Tiga dan bekerja di bidang
kesehatan tradisional.
Huruf m
g*,
-sn**t
R
PRESIDEN
EPUBL IK IN D ONESIA
-8-
Huruf m
Cukup je1as.
Ayat
(21
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Jenis perawat antara lain perawat kesehatan masyarakat,
perawat kesehatan anak, perawat maternitas, perawat
medikal bedah, perawat geriatri, dan perawat kesehatan
jiwa.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Tenaga teknis kefarmasian meliputi sarjana farmasi, ahli
madya farmasi, dan analis farmasi.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup je1as.
Ayat (10)
Cukup jelas.
Ayat (11)
Cukup je1as.
Ayat (12)
sr*t
$..*
".'
uJLT[=135
-9
5*r=,o
-
Ayat (12)
Cukup je1as.
Ayat (ls)
Cukup jelas.
Ayat (1a)
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Ayat (1)
Cukup je1as.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "disusun secara berjenjang"
adalah perencanaan yang dimulai dari Fasilitas
Pelayanan Kesehatan, Pemerintah
kabupaten/ kota, Pemerintah daerah provinsi,
dengan Pemerintah secara nasional.
daerah
sampai
Ayat (3)
untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yang dapat dilakukan dengan
Pemetaan Tenaga Kesehatan ditujukan
cara pendataan, pengkajian, atau cara lain.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasa'l 16
R EP
PRESIDEN
UBL IK IND ON ESIA
_ 10-
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Izin meliputi izin pembentukan institusi pendidikan baru,
penambahan jurusan, dan program studi baru.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan 'pembinaan teknis" adalah
pembinaan teknis keprofesian untuk mencapai standar
berdasarkan
profesi atau standar KomPetensi
kurikulum dalam proses pendidikan.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan "pembinaan akademik" antara
lain berupa pemberian izin penyelenggaraan, kurikulum,
sistem penjaminan mutu internal, dan akreditasi.
Ayat (5)
Koordinasi dalam penyusunan kurikulum pendidikan
Tenaga Kesehatan dimaksudkan agar Tenaga Kesehatan
dapat menjalankan kewenangannya sesuai dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 19
PRESIDEN
R EP
UBLIK ]NDONESIA
- 11-
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal
2
I
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat
(1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup je1as.
Ayat (3)
Aspek pemerataan merupakan upaya distribusi Tenaga
Kesehatan sesuai dengan kebutuhan melalui proses
rekrutmen, seleksi, dan penempatan.
Aspek pemanfaatan merupakan proses pemberdayaan
Tenaga Kesehatan sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannYa.
Aspek pengembangan merupakan proses pengembangan
Tenaga Kesehatan yang bersifat multidisiplin dan lintas
sektor serta lintas program untuk meratakan dan
meningkatkan kualitas Tenaga Kesehatan.
Pasal 23
Ayat (1)
Penempatan Tenaga Kesehatan dimaksudkan untuk
mendayagunakan Tenaga Kesehatan pada daerah yang
dibutuhkan, terutama daerah terpencil, tertinggal,
perbatasan dan kepulauan, serta daerah bermasalah
kesehatan.
Ayat (2)
PRESIDEN
IK INDONESIA
R EPL,]B L
-12-
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Penugasan khusus adalah pendayagunaan secara
khusus tenaga kesehatan dalam kurun waktu
tertentu guna meningkatkan akses dan mutu
pelayanan kesehatan pada fasilitas pelayanan
kesehatan pada daerah tertinggal, perbatasan dan
kepulauan, daerah bermasalah kesehatan, serta
rumah sakit kelas C atau kelas D di kabupaten/ kota
yang memerlukan pelayanan medis spesialistis serta
memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan lain oleh
tenaga kesehatan.
Ayat (3)
Cukup je1as.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (s)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
q,D
PRESIDEN
*."r*.,1rf
poNESrA
Ayat (2)
Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat ini dilakukan
dengan memperhatikan berbagai faktor sehingga Tenaga
Kesehatan tersebut dapat memberikan manfaat kepada
masyarakat dan dapat berkembang sesuai dengan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Faktor-faktor
tersebut antara lain:
a. kondisi
geografis, meliputi daerah terpencil, sangat
terpencil, daerah tertinggal, tidak diminati, serta
perbatasan dan kepulauan;
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
masalah kesehatan/ pola penyakit;
sarana, prasarana, dan infrastruktur yang tersedia;
rasio Tenaga Kesehatan dengan luas wilayah;
daerah rawan konflik atau bencana;
indeks pembangunan kesehatan masyarakat daerah;
kemampuan fiskal daerah; dan
Iama pengabdian di daerah penempatan.
Pasal 25
Cukup je1as.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
*.",J.Tisl35B*=,,o
-14Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "pelindungan dalam pelaksanaan
tugas" adalah pelindungan terhadap tenaga kesehatan
berupa keamanan, keselamatan, dan kesehatan kerja
dalam menjalankan tugasnya.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (a)
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Pemerintah, Pemerintah
dan
swasta
mengembangkan dan menerapkan pola karier Tenaga
Kesehatan yang dilakukan secara transparan dan
Daerah,
terbuka.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 3 1
Ayat (i)
Cukup jelas.
Ayat (2)
"."rJ'TF=lS5!*.=,o
_15_
Ayat (2)
Dalam suatu pelatihan terdapat komponen kurikulum,
pelatih, peserta, dan penyelenggara yang masing-masing
harus memenuhi standar tertentu.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Ayat (1)
Fungsi pengaturan merupakan pengaturan dalam bidang
teknis keprofesian.
Ayat
(21
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
$).)
-r\y44{
PRESIDEN
IK INDONESIA
R EPI.JB L
- 16-
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2\
Huruf a
Cukup je1as.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf
c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf
e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud tokoh masyarakat adalah setiap
orang yang mempunyai reputasi dan kepedulian
terhadap kesehatan.
Pasal 4 1
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
PRESIDEN
R EP
UBLIK INDONES
-17-
IA
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup je1as.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
#L)
-r!gy4{
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-18-
Pasal 54
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup je1as.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4t
Cukup jelas.
Ayat (s)
Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundangundangan" antara lain berupa ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan
keimigrasian.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas,
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
EI$
{*
PRESIDEN
IN D ONESIA
REPUBLIK
-t9-
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Praktik Tenaga Kesehatan dilaksanakan dengan kesepakatan
berdasarkan hubungan kepercayaan antara Tenaga Kesehatan
dan Penerima Pelayanan Kesehatan dalam bentuk upaya
maksimal (inspanningsuerbintenisl pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan
penyakit, dan pemulihan kesehatan sesuai dengan Standar
Pelayanan Profesi, Standar Profesi, Standar Prosedur
Operasional, dan kebutuhan kesehatan Penerima Pelayanan
Kesehatan.
Pasal 62
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "kewenangan berdasarkan
Kompetensi" adalah kewenangan untuk melakukan
pelayanan kesehatan secara mandiri sesuai dengan
Iingkup dan tingkat kompetensinya, antara lain:
a. apoteker memiliki kewenangan untuk
melakukan
pekerjaan kefarmasian;
b. perawat memiliki kewenangan untuk melakukan
asuhan keperawatan
secara mandiri dan
komprehensif serta tindakan kolaborasi keperawatan
dengan Tenaga Kesehatan lain sesuai dengan
kualifikasinya; atau
c. bidan memiliki kewenangan untuk
melakukan
pelayanan kesehatan ibu, pelayanan kesehatan anak,
dan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan
keluarga berencana.
Ayat
(21
qD
*.P uJ.IIs]358*..,o
-20-
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 63
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" adalah suatu
kondisi tidak adanya Tenaga Kesehatan yang memiliki
kewenangan untuk melakukan tindakan pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan serta tidak dimungkinkan
untuk dirujuk.
Tenaga Kesehatan yang dapat memberikan pelayanan di
luar kewenangannya, antara lain adalah:
a. perawat atau bidan yang memberikan pelayanan
kedokteran dan/atau kefarmasian dalam batas
tertentu; atau
b. tenaga teknis kefarmasian yang
memberikan
pelayanan kefarmasian yang menjadi kewenangan
apoteker dalam batas tertentu,
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Tenaga Kesehatan daiam
ketentuan ini, antara lain adalah perawat, bidan, penata
anestesi, tenaga keterapian fisik, dan keteknisian medis.
Ayat (2)
*.'rJ.T,i=135
-2t-
!".=,o
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Ayat (1)
Pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan
adalah penerima pelayanan kesehatan yang
bersangkutan. Apabila penerima pelayanan kesehatan
tidak kompeten atau berada di bawah pengampuan
(under curotele), persetujuan atau penolakan tindakan
pelayanan kesehatan dapat diberikan oleh keluarga
terdekat, antara lain suami/istri, ayah/ibu kandung,
anak kandung, atau saudara kandung yang
telah
dewasa.
Dalam keadaan ga'rr'at darurat, untuk menyelamatkan
nyawa Penerima Pelayanan Kesehatan, tidak diperlukan
persetujuan. Namun, setelah Penerima Pelayanan
Kesehatan sadar atau dalam kondisi yang sudah
memungkinkan segera diberi penjelasan.
Dalam hal Penerima Pelayanan Kesehatan adalah anakanak atau orang yang tidak sadar, penjelasan diberikan
kepada keluarganya atau yang mengantar.
Apabila
"."rJrTF'1,35
-22-
Br..,o
Apabila tidak ada yang mengantar dan tidak ada
keluarganya, sedangkan tindakan pelayanan kesehatan
harus diberikan, penjelasan diberikan kepada anak yang
bersangkutan atau pada kesempatan pertama saat
Penerima Pelayanan Kesehatan telah sadar.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat
(3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (s)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup je1as.
Pasal 69
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "program Pemerintah" adalah
program yang merupakan keharusan untuk
dilaksanakan, antara lain imunisasi dan upaya lain
dalam rangka pengendalian penyakit menular, serta
penanganan bencana, termasuk wabah dan kejadian luar
biasa serta kegiatan surveilans.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 70
REPUBLIK
IN D ONES IA
-23-
Pasal 70
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasa|72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup je1as.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 8 1
f,,D
PRESIDEN
REPUBLIK INOONESIA
-24-
Pasal
8l
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 9 1
Cukup jelas.
Pasal 92
PRESIDEN
REPUBLIK
IN D ONE
-25-
SIA
Pasal 92
Cukup jelas.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGAM REPUBLIK INDONESIA NOMOR
5607