Iskandar Muda
TEKNIK SURVEI
DAN PEMETAAN
JILID 1
SMK
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional
Dilindungi Undang-undang
TEKNIK SURVEI
DAN PEMETAAN
JILID 1
U nt uk SMK
Penulis
: Iskandar Muda
Perancang Kulit
: TIM
Ukuran Buku
:
MUD
t
17,6 x 25 cm
MUDA, Iskandar.
Teknik Survei dan Pemetaan Jilid 1 untuk SMK oleh
Iskandar Muda ---- Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
x, 173 hlm
Daftar Pustaka : Lampiran. A
Glosarium
: Lampiran. B
Daftar Tabel
: Lampiran. C
Daftar Gambar : Lampiran. D
ISBN
: 978-979-060-151-2
ISBN
: 978-979-060-152-9
Diterbitkan oleh
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Departemen Pendidikan Nasional
Tahun 2008
KATA SAMBUTAN
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan
karunia Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, telah melaksanakan
kegiatan penulisan buku kejuruan sebagai bentuk dari kegiatan
pembelian hak cipta buku teks pelajaran kejuruan bagi siswa SMK.
Karena buku-buku pelajaran kejuruan sangat sulit di dapatkan di pasaran.
Buku teks pelajaran ini telah melalui proses penilaian oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan sebagai buku teks pelajaran untuk SMK dan telah
dinyatakan memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses
pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 45
Tahun 2008 tanggal 15 Agustus 2008.
Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
seluruh penulis yang telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya
kepada Departemen Pendidikan Nasional untuk digunakan secara luas
oleh para pendidik dan peserta didik SMK.
Buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada
Departemen Pendidikan Nasional ini, dapat diunduh (download),
digandakan, dicetak, dialihmediakan, atau difotokopi oleh masyarakat.
Namun untuk penggandaan yang bersifat komersial harga penjualannya
harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan
ditayangkan soft copy ini diharapkan akan lebih memudahkan bagi
masyarakat khsusnya para pendidik dan peserta didik SMK di seluruh
Indonesia maupun sekolah Indonesia yang berada di luar negeri untuk
mengakses dan memanfaatkannya sebagai sumber belajar.
Kami berharap, semua pihak dapat mendukung kebijakan ini. Kepada
para peserta didik kami ucapkan selamat belajar dan semoga dapat
memanfaatkan buku ini sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa buku ini
masih perlu ditingkatkan mutunya. Oleh karena itu, saran dan kritik
sangat kami harapkan.
Jakarta, 17 Agustus 2008
Direktur Pembinaan SMK
iv
PENGANTAR PENULIS
Penulis mengucapkan puji syukur ke Hadirat Allah SWT karena atas ridho-Nya buku
teks “Teknik Survei dan Pemetaan” dapat diselesaikan dengan baik. Buku teks “Teknik
Survei dan Pemetaan” ini dibuat berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dibuat,
silabus mata kuliah Ilmu Ukur Tanah untuk mahasiswa S1 Pendidikan Teknik Sipil dan D3
Teknik Sipil FPTK UPI serta referensi-referensi yang dibuat oleh penulis dalam dan luar
negeri.
Tahap-tahap pembangunan dalam bidang teknik sipil dikenal dengan istilah SIDCOM
(survey, investigation, design, construction, operation and mantainance). Ilmu Ukur Tanah
termasuk dalam tahap studi penyuluhan (survey) untuk memperoleh informasi spasial
(keruangan) berupa informasi kerangka dasar horizontal, vertikal dan titik-titik detail yang
produk akhirnya berupa peta situasi.
Buku teks ini dibuat juga sebagai bentuk partisipasi pada Program Hibah Penulisan
Buku Teks 2006 yang dikoordinir oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Penulis mengucapkan terima kasih :
1. Kepada Yth. Prof.Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd, selaku Rektor Universitas
Pendidikan Indonesia di Bandung,
2. Kepada Yth. Drs. Sabri, selaku Dekan Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan
Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung,
atas perhatian dan bantuannya pada proposal buku teks yang penulis buat.
Sesuai dengan pepatah “Tiada Gading yang Tak Retak”, penulis merasa masih
banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam proposal buku teks ini, baik
substansial maupun redaksional. Oleh sebab itu saran-saran yang membangun sangat
penulis harapkan dari para pembaca agar buku teks yang penulis buat dapat terwujud
dengan lebih baik di masa depan.
Semoga proposal buku teks ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan
penulis khususnya serta memperkaya khasanah buku teks bidang teknik sipil di perguruan
tinggi (akademi dan universitas). Semoga Allah SWT juga mencatat kegiatan ini sebagai
bagian dari ibadah kepada-Nya. Amin.
Penulis,
v
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan
Kata Sambutan
Pengantar Penulis
Daftar Isi
Deskripsi Konsep
Peta Kompetensi
1. Pengantar Survei dan Pemetaan
1.1. Plan Surveying dan Geodetic
Surveying
1.2. Pekerjaan Survei dan Pemetaan
1.3. Pengukuran Kerangka Dasar
Vertikal
1.4. Pengukuran Kerangka Dasar
Horizontal
1.5. Pengukuran Titik-Titik Detail
2. Teori Kesalahan
2.1. Kesalahan-Kesalahan pada
Survei dan Pemetaan
2.2. Kesalahan Sistematis
2.3. Kesalahan Acak
2.4. Kesalahan Besar
iv
v
viii
ix
1
1
5
6
11
18
26
96
104
105
5. Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan
Sistem Kordinat
121
5.1. Proyeksi Peta
5.2. Aturan Kuadran
5.3. Sistem Koordinat
5.4. Menentukan Sudut Jurusan
6. Macam Besaran Sudut
6.1. Macam Besaran Sudut
6.2. Besaran Sudut dari Lapangan
6.3. Konversi Besaran Sudut
6.4. Pengukuran Sudut
121
137
138
140
145
145
145
146
163
7. Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke
Muka
193
26
46
50
50
3. Pengukuran Kerangka Dasar
Vertikal
61
3.1. Pengertian
3.2. Pengukuran Sipat Datar Optis
3.3. Pengukuran Trigonometris
3.4. Pengukuran Barometris
61
61
79
82
4. Pengukuran Sipat Datar Kerangka
Dasar Vertikal
91
4.1. Tujuan dan Sasaran Pengukuran
Sipat Datar Kerangka Dasar
Vertikal
4.2. Peralatan, bahan, dan formulir
4.3. Prosedur Pengukuran Sipat Datar
Kerangka Dasar Vertikal
4.4. Pengolahan Data Sipat Datar
Kerangka Dasar Vertikal
4.5. Penggambaran Sipat Datar
Kerangka Dasar Vertikal
91
pengukuran sipat datar kerangka
dasar vertikal
92
7.1. Jarak Pada Survei dan Pemetaan
7.2. Azimuth dan Sudut Jurusan
7.3. Tujuan Pengikatan ke Muka
7.4. Prosedur Pengikatan Ke muka
7.5. Pengolahan Data Pengikatan
Kemuka
8. Cara Pengikatan ke Belakang
Metode Collins
8.1. Tujuan Cara Pengikatan ke
Belakang Metode Collins
8.2. Peralatan, Bahan dan Prosedur
Pengikatan ke Belakang Metode
Collins
8.3. Pengolahan Data Pengikatan ke
Belakang Metode Collins
8.4. Penggambaran Pengikatan ke
Belakang Metode Collins
193
196
201
203
207
213
215
216
221
233
vi
9. Cara Pengikatan ke Belakang Metode
Cassini
239
9.1. Tujuan Pengikatan ke Belakang
Metode Cassini
9.2. Peralatan, Bahan dan Prosedur
Pengikatan ke Belakang Metode
Cassini
9.3. Pengolahan Data Pengikatan ke
Belakang Metode Cassini
9.4. Penggambaran Pengikatan ke
Belakang Metode Cassini
10. Pengukuran Poligon Kerangka
Dasar Horisontal
10.1. Tujuan Pengukuran Poligon
Kerangka Dasar Horizontal
10.2. Jenis-Jenis Poligon
10.3. Peralatan, Bahan dan Prosedur
Pengukuran Poligon
10.4. Pengolahan Data Poligon
10.5. Penggambaran Poligon
11. Perhitungan Luas
11.1. Metode-Metode Pengukuran
11.2. Prosedur Pengukuran Luas
dengan Perangkat Lunak
AutoCAD
240
241
246
253
259
259
261
271
279
282
313
313
338
12. Pengukuran Titik-titik Detail Metode
Tachymetri
345
12.1. Tujuan Pengukuran Titik-Titik
Detail Metode Tachymetri
345
12.2. Peralatan, Bahan dan Prosedur
Pengukuran Titik Titik Detail Metode
Tachymetri
359
12.3. Pengolahan Data Pengukuran
Tachymetri
367
12.4. Penggambaran Hasil Pengukuran
Tachymetri
368
13. Garis Kontur, Sifat dan
Interpolasinya
387
13.1. Pengertian Garis Kontur
13.2. Sifat Garis Kontur
13.3. Interval Kontur dan Indeks Kontur
13.4. Kemiringan Tanah dan Kontur
Gradient
13.5. Kegunaan Garis Kontur
13.6. Penentuan dan Pengukuran Titik
Detail untuk Pembuatan Garis
Kontur
13.7. Interpolasi Garis Kontur
13.8. Perhitungan Garis Kontur
13.9. Prinsip Dasar Penentuan Volume
13.10. Perubahan Letak Garis Kontur
di Tepi Pantai
13.11. Bentuk-Bentuk Lembah dan
Pegunungan dalam Garis Kontur
13.12.Cara Menentukan Posisi, Cross
Bearing dan Metode
Penggambaran
13.13 Pengenalan Surfer
14. Perhitungan Galian dan
Timbunan
387
388
390
391
391
393
395
396
396
397
399
401
402
417
14.1. Tujuan Perhitungan Galian dan
Timbunan
417
14.2. Galian dan Timbunan
418
14.3. Metode-Metode Perhitungan
Galian dan Timbunan
418
14.4. Pengolahan Data Galian dan
Timbunan
430
14.5. Perhitungan Galian dan Timbunan 432
14.6. Penggambaran Galian dan
Timbunan
439
15. Pemetaan Digital
15.1. Pengertian Pemetaan Digital
15.2. Keunggulan Pemetaan Digital
Dibanding Pemetaan
Konvensional
15.3. Bagian-Bagian Pemetaan Digital
15.4. Peralatan, Bahan dan Prosedur
Pemetaan Digital
15.5. Pencetakan Peta dengan Kaidah
Kartografi
445
445
445
446
450
473
vii
16. Sistem Informasi Geografis
481
16.1. Pengertian Dasar Sistem
Informasi Geografis
16.2. Keuntungan Sistem Informasi
Geografis
16.3. Komponen Utama SIG
16.4. Peralatan, Bahan dan Prosedur
Pembangunan SIG
16.5. Jenis-Jenis Analisis Spasial
dengan SIG dan Aplikasinya pada
Berbagai Sektor Pembangunan
LAMPIRAN
A. Daftar Pustaka
B. Glosarium
C. DAFTAR TABEL
D. DAFTAR GAMBAR
481
481
486
491
500
viii
DESKRIPSI
Buku Teknik Survei dan Pemetaan ini menjelaskan ruang lingkup Ilmu ukur
tanah, pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan pada Ilmu Ukur tanah untuk
kepentingan studi kelayakan, perencanaan, konstruksi dan operasional pekerjaan
teknik sipil. Selain itu, dibahas tentang perkenalan ilmu ukur tanah, aplikasi teori
kesalahan pada pengukuran dan pemetaan, metode pengukuran kerangka dasar
vertikal dan horisontal, metode pengukuran titik detail, perhitungan luas, galian
dan timbunan, pemetaan digital dan sistem informasi geografis.
Buku ini tidak hanya menyajikan teori semata, akan tetapi buku ini
dilengkapi dengan penduan untuk melakukan praktikum pekerjaan dasar survei.
Sehingga, diharapkan peserta diklat mampu mengoperasikan alat ukur waterpass
dan theodolite, dapat melakukan pengukuran sipat datar, polygon dan tachymetry
serta pembuatan peta situasi.
ix
PETA KOMPETENSI
Program diklat
Tingkat
Alokasi Waktu
Kompetensi
No
1
:
:
:
:
Pekerjaan Dasar Survei
x (sepuluh)
120 Jam pelajaran
Melaksanakan Dasar-dasar Pekerjaan Survei
Sub Kompetensi
Pengantar survei dan
pemetaan
a.
b.
c.
d.
e.
2
Teori Kesalahan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
3
Pengukuran kerangka
dasar vertikal
a.
b.
c.
4
Pengukuran sipat dasar
kerangka dasar vertikal
a.
b.
c.
d.
Pembelajaran
Pengetahuan
Keterampilan
Memahami ruang lingkup plan Menggambarkan diagram
alur ruang lingkup pekerjaan
surveying dan geodetic
survei dan pemetaan
Memahami ruang lingkup
pekerjaan survey dan
pemetaan
Memahami pengukuran
kerangka dasar vertikal
Memahami Pengukuran
kerangka dasar horisontal
Memahami Pengukuran titiktitik detail
Mengidentifikasi kesalahankesalahan pada pekerjaan
survey dan pemetaan
Mengidentifikasi kesalahan
sistematis (systematic error)
Mengidentifikasi Kesalahan
Acak (random error)
Mengidentifikasi Kesalahan
Besar (random error)
Mengeliminasi Kesalahan
Sistematis
Mengeliminasi Kesalahan
Acak
Dapat melakukan
Memahami penggunaan sipat
pengukuran kerangka dasar
datar kerangka dasar vertikal
vertikal dengan
Memahami penggunaan
menggunakan sipat datar,
trigonometris
trigonometris dan
Memahami penggunaan
barometris.
barometris
Dapat melakukan
Memahami tujuan dan
pengukuran kerangka dasar
sasaran pengukuran sipat
vertikal dengan
datar kerangka dasar vertikal
menggunakan sipat datar
Mempersiapkan peralatan,
kemudian mengolah data
bahan dan formulir
dan menggambarkannya.
pengukuran sipat datar
kerangka dasar vertikal
Memahami prosedur
pengukuran sipat datar
kerangka dasar vertikal
Dapat mengolah data sipat
datar kerangka dasar vertikal
Dapat menggambaran sipat
datar kerangka dasar vertikal
x
No
5
Sub Kompetensi
Proyeksi peta, aturan
kuadran dan sistem
koordinat
a.
b.
c.
d.
e.
6
Macam besaran sudut
a.
b.
c.
d.
Pembelajaran
Pengetahuan
Keterampilan
Membuat Proyeksi peta
Memahami pengertian
berdasarkan aturan kuadran
proyeksi peta, aturan kuadran
dan sisten koordinat
dan sistem koordinat
Memahami jenis-jenis
proyeksi peta dan aplikasinya
Memahami aturan kuadran
geometrik dan trigonometrik
Memahami sistem koordinat
ruang dan bidang
Memahami orientasi survei
dan pemetaan serta aturan
kuadran geometrik
Mengaplikasikan besaran
Mengetahui macam besaran
sudut dilapangan untuk
sudut
pengolahan data.
Memahami besaran sudut
dari lapangan
Dapat melakukan konversi
besaran sudut
Memahami besaran sudut
untuk pengolahan data
7
Jarak, azimuth dan
pengikatan kemuka
a. Memahami pengertian jarak
pada survey dan pemetaan
b. Memahami azimuth dan sudut
jurusan
c. Memahami tujuan pengikatan
ke muka
d. Mempersiapkan peralatan,
bahan dan prosedur
pengikatan ke muka
e. Memahami pengolahan data
pengikatan ke muka
f. Memahami penggambaran
pengikatan ke muka
Mengukur jarak baik dengan
alat sederhana maupun
dengan pengikatan ke
muka.
8
Cara pengikatan ke
belakang metode
collins
a. Tujuan Pengikatan ke
Belakang Metode Collins
b. Peralatan, Bahan dan
Prosedur Pengikatan ke
Belakang Metode Collins
c. Pengolahan Data Pengikatan
ke Belakang Metoda Collins
d. Penggambaran Pengikatan ke
Belakang Metode Collins
Mencari koordinat dengan
metode Collins.
9
Cara pengikatan ke
belakang metode
Cassini
a. Memahami tujuan pengikatan
ke belakang metode cassini
b. Mempersiapkan peralatan,
bahan dan prosedur
pengikatan ke belakang
metode cassini
c. Memahami pengolahan data
pengikatan ke belakang
metoda cassini
d. Memahami penggambaran
pengikatan ke belakang
metode cassini
Mencari koordinat dengan
metode Cassini.
xi
No
10
Sub Kompetensi
Pengukuran poligon
kerangka dasar
horisontal
a.
b.
c.
d.
e.
f.
11
Pengukuran luas
a.
b.
c.
d.
12
Pengukuran titik-titik
detail
a.
b.
c.
d.
Pembelajaran
Pengetahuan
Keterampilan
Dapat melakukan
Memahami tujuan
pengukuran kerangka dasar
pengukuran poligon
horisontal (poligon).
Memahami kerangka dasar
horisontal
Mengetahui jenis-jenis poligon
Mempersiapkan peralatan,
bahan dan prosedur
pengukuran poligon
Memahami pengolahan data
pengukuran poligon
Memahami penggambaran
poligon
Menghitung luas
Menyebutkan metode-metode
bedasarkan hasil dilapangan
pengukuran luas
dengan metoda saruss,
Memahami prosedur
planimeter dan autocad.
pengukuran luas dengan
metode sarrus
Memahami prosedur
pengukuran luas dengan
planimeter
Memahami prosedur
pengukuran luas dengan
autocad
Melakukan pengukuran titikMemahami tujuan
titik dtail metode tachymetri.
pengukuran titik-titik detail
metode tachymetri
Mempersiapkan peralatan,
bahan dan prosedur
pengukuran tachymetri
Memahami pengolahan data
pengukuran tachymetri
Memahami penggambaran
hasil pengukuran tachymetri
13
Garis kontur, sifat dan
interpolasinya
a. Memahami pengertian garis
kontur
b. Menyebutkan sifat-sifat garis
kontur
c. Mengetahui cara penarikan
garis kontur
d. Mengetahui prosedur
penggambaran garis kontur
e. Memahami penggunaan
perangkat lunak surfer
Membuat garis kontur
berdasarkan data yang
diperoleh di lapangan.
14
Perhitungan galian dan
timbunan
a. Memahami tujuan
perhitungan galian dan
timbunan
b. Memahami metode-metode
perhitungan galian dan
timbunan
c. Memahami pengolahan data
galian dan timbunan
d. Mengetahui cara
penggambaran galian dan
timbunan
Menghitung galian dan
timbunan.
xii
No
15
Sub Kompetensi
Pemetaan digital
a.
b.
c.
d.
16
Sisitem informasi
geografik
a.
b.
c.
d.
Pembelajaran
Pengetahuan
Memahami pengertian
pemetaan digital
Mengetahui keunggulan
pemetaan digital
dibandingkan pemetaan
konvensional
Memahami perangkat keras
dan perangkat lunak
pemetaan digital
Memahami pencetakan peta
dengan kaidah kartografi
Memahami pengertian sistem
informasi geografik
Memahami keunggulan
sistem informasi geografik
dibandingkan pemetaan
digital perangkat keras dan
perangkat lunak sistem
informasi geografik
Mempersiapkan peralatan,
bahan dan prosedur
pembangunan sistem
informasi geografik
Memahami jenis-jenis analisis
spasial dengan sistem
informasi geografik dan
aplikasinya pada berbagai
sektor pembangunan
Keterampilan
1
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
1. Pengantar Survei dan Pemetaan
permukaan bumi baik unsur alam maupun
1.1 Plan surveying dan geodetic
surveying
unsur buatan manusia pada bidang yang
dianggap datar. Plan surveying di batasi
oleh daerah yang sempit yaitu berkisar
llmu ukur tanah merupakan bagian rendah
dari ilmu yang lebih luas yang dinamakan
antara 0.5 derajat x 0.5 derajat atau 55 km x
55 km.
ilmu Geodesi.
Plan Surveying
Ilmu Geodesi mempunyai dua maksud :
a. Maksud ilmiah : menentukan bentuk
Geodesi
permukaan bumi
Geodetic Survaying
b. Maksud praktis : membuat bayangan
yang dinamakan peta dari sebagian
besar atau sebagian kecil permukaan
Bentuk bumi merupakan pusat kajian dan
bumi.
perhatian dalam Ilmu ukur tanah. Proses
Pada maksud kedua inilah yang sering
disebut
dengan
istilah
pemetaan.
Pengukuran dan pemetaan pada dasarnya
•
fisiknya adalah berupa bola yang tidak
beraturan bentuknya dan mendekati bentuk
sebuah jeruk. Hal tersebut terbukti dengan
dapat dibagi 2, yaitu :
•
penggambaran permukaan bumi secara
adanya pegunungan, Lereng-lereng, dan
Geodetic Surveying
jurang jurang. Karena bentuknya yang tidak
Plan Surveying
beraturan maka diperlukan suatu bidang
Perbedaan
prinsip
dari
dua
jenis
pengukuran dan pemetaan di atas adalah :
Geodetic
surveying
suatu
pengukuran
untuk menggambarkan permukaan bumi
pada bidang melengkung/ellipsoida/bola.
Geodetic
Surveying
adalah
llmu,
seni,
matematis. Para pakar kebumian yang ingin
menyajikan informasi tentang bentuk bumi,
mengalami
kesulitan
karena
bentuknya
yang tidak beraturan ini, oleh sebab itu,
mereka berusaha mencari bentuk sistematis
yang dapat mendekati bentuk bumi.
teknologi untuk menyajikan informasi bentuk
Awalnya para ahli memilih bentuk bola
kelengkungan
sebagai
keiengkungan
bumi
bola.
atau
pada
Sedangkan
plan
bentuk
hakekatnya,
bumi.
bentuk
Namum
bumi
pada
mengalami
Surveying adalah merupakan llmu seni, dan
pemepatan pada bagian kutub-kutubnya,
teknologi untuk menyajikan bentuk
hal
ini
terlihat
dari
Fenomena
lebih
2
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
panjangnya jarak lingkaran pada bagian
adalah bila daerah mempunyai ukuran
equator di bandingkan dengan jarak pada
terbesar tidak melebihi 55 km (kira-kira 10
lingkaran yang melalui kutub utara dan
jam jalan).
kutub selatan dan akhirnya para ahli
Terbukti, bahwa bentuk bumi itu dapat
memilih Ellipsoidal atau yang dinamakan
dianggap
ellips
terjadi
yang
pendeknya
berputar
adalah
dimana
memutar
ruang
yang
suatu
ellips
dengan sumbu kecilnya sebagai sumbu
menghubungkan kutub utara dan sumbu
putar. Bilangan - bilangan yang penting
kutub
mengenai
perputaran
panjangnya
yang
bumi,
sumbu
dengan
bentuk
yang
selatan
suatu
sumbu
sebagai
merupakan
sedangkan
adalah
sumbu
poros
sumbu
bentuk
bumi
yang
banyak
digunakan dalam ilmu geodesi adalah :
yang
menghubungkan equator dengan equator
yang lain dipermukaan sebaliknya.
Bentuk jeruk
Bentuk bola
Bentuk Ellipsoidal
Gambar 1. Anggapan bumi
Bidang Ellipsoide adalah bila luas daerah
2
Sumbu panjang ellipsoid a
a−b
a
lebih besar dari 5500 Km , ellipsoide ini di
Sumbu panjang ellipsoid b
dapat dengan memutar suatu ellips dengan
Angka pergepengan x =
sumbu kecilnya sebagai sumbu putar a =
6377.397, dan sumbu kecil b = 6356.078
m. Bidang bulatan adalah elips dari Bessel
Yang banyak dipakai adalah
mempunyai sumbu kurang dari 100 km.
Jari-jari
bulatan
ini
dipilih
sedemikian,
sehingga bulatan menyinggung permukaan
bumi di titik tengah daerah. Bidang datar
Eksentrisitas kesatu e2 =
a
1
=
x a−b
a2 − b2
a2
3
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
a2 − b2
Eksentrisitas kedua e =
b2
Salah satu hal yang harus diperhatikan
Ellipsoid Bumi Internasional yang terakhir
bahwa
diusulkan
komponen – komponen sebagai berikut :
’2
pada
International
tahun
Assosiation
berkaitan dengan ellipsoidal bumi adalah
1967
of
oleh:
Geodesy
(l.A.G) Pada Sidang Umum International
Union of Geodesy and Geophysics, dan
diterimanya dengan dimensi :
a = 6.37788.116660,000 m
•
•
atau jari-jari kutub,
pemepatan
menentukan
e'2 = 0, 006..739.725.182, 32
ellips,
2a + b
= 6.371. Q31, 5Q54 m
3
Gambar 2. Ellipsoidal bumi
•
mempunyai
b adalah setengah sumbu pendek
e2 = 0, 006.694.605.329, 56
=
itu
atau jari-jari equator,
yaitu
rata - rata
bumi
a adalah sumbu setengah pendek
b = 6.356.774, 5161 m
1
= 298,247.167.427
x
R
•
ellipsoide
atau
sebagai
eksentrisitet
penggepengan
parameter
bentuk
ellipsoidal/
pertama
eksentrisitet kedua.
untuk
dan
4
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
Keterangan :
Bentuk
0 = pusat bumi (pusat ellipsoide bumi)
bumi yang
sempurna
Ku = Kutub Utara bumi
asli tidaklah bulat
(agak
lonjong)
namun
pendekatan bumi sebagai bola sempurna
Ks = Kutub selatan bumi
masih cukup relevan untuk sebagian besar
EK = ekuator bumi
kebutuhan,
termasuk
penentuan
Untuk skala yang lebih luas, asumsi ini
kedudukan dengan tingkat presisi yang
tidak dapat diterapkan mengingat pada
relatif rendah.
kenyataannya permukaan bumi berbentuk
lengkungan bola. Asumsi bumi datar hanya
dapat diterapkan sejauh kesalahan jarak
dan
sudut
yang
terjadi
akibat
efek
kelengkungan bumi masih dapat diabaikan.
Lingkar
paralel
adalah
lingkaran
yang
Pada kenyataannya kita ingin menyajikan
permukaan bumi dalam bentuk bidang
datar. Oleh sebab itu, bidang bola atau
bidang ellipsoide yang akan dikupas pasti
ada distorsi atau ada perubahan bentuk
karena harus ada bagian dari bidang
memotong tegak lurus terhadap sumbu
speroid
putar bumi. Lingkaran paralel yang tepat
kenyataan
membagi dua belahan bumi utara-selatan
perantara bidang proyeksi. Bidang proyeksi
yaitu lingkar paralel 0
0
disebut lingkaran
equator. Lingkar paralel berharga positif ke
utara hingga 90° pada titik kutub utara dan
adalah
lingkaran
yang
sejajar
dengan
•
•
meridian yang melalui kota Greenwich di
UK (dari kutub utara ke kutub selatan)
disepakati sebagai garis meridian utama,
yaitu longituda 00. Setengah lingkaran tepat
tersobekan
tersebut
dengan
didekati
dengan
Bidang
proyeksi
bidang
datarnya
sendiri
atau
dinamakan
perantara
azimuthal dan zenithal,
Bidang
perantara
yang
berbentuk
kerucut dinamakan bidang perantara
sumbu bumi dan memotong tegak lurus
bidang equator. Setengah garis lingkar
yang
ini terbagi dalam tiga jenis, yaitu :
sebaliknya negatif ke selatan hingga -900
pada titik kutub selatan. Lingkar meridian
itu
•
conical,
Bidang proyeksi yang menggunakan
bidang perantara berbentuk silinder
yang
dinamakan
bidang
perantara
cylindrical.
1800 di belakang garis meridian utama
Dari
disepakati
penanggalan
geometric dari permukaan bumi matematis
internasional. Kedua garis ini membagi
itu ke bidang datar berhubungan dengan
belahan bumi menjadi belahan barat dan
luas, maka dinamakan proyeksi equivalent,
belahan timur.
berhubungan
sebagai
garis
bidang
perantara
dengan
ini
jarak
ada
aspek
(jarak
di
5
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
permukaan bumi sama dengan jarak pada
bidang
datar
dalam
perbandingan
skalanya) dinamakan proyeksi equidistance
1.2 Pekerjaan survei dan
pemetaan
dan berhubungan dengan sudut (sudut
permukaan bumi sama dengan sudut di
bidang datar) dinamakan proyeksi conform.
Dalam
pembuatan
aplikasi
yang
mempertahankan
yang
dikenal
dengan istilah pemetaan dapat dicapai
dengan
Contoh
peta
melakukan
pengukuran-
pengukuran di atas permukaan bumi yang
geometric itu adalah proyeksi equivalent
mempunyai
yaitu pemetaan yang biasanya digunakan
Pengukuran-pengukuran
oleh BPN, proyeksi equidistance yaitu
pengukuran
pemetaan yang digunakan departemen
mendapat hubungan titik-titik yang diukur di
perhubungan
jaringan
dalam
jalan.
hal
ini
misalnya
atas
Sedangkan
proyeksi
Kerangka
bentuk
tidak
yang
permukaan
beraturan.
dibagi
dalam
mendatar
untuk
bumi
Dasar
(Pengukuran
Horizontal)
dan
conform yaitu pemetaan yang digunakan
pengukuran-pengukuran
untuk keperluan navigasi laut atau udara.
mendapat hubungan tegak antara titik-titik
Berdasarkan
yang
yang diukur (Pengukuran Kerangka Dasar
diterangkan di atas yaitu ada 3 jenis bidang
Vertikal) serta pengukuran titik-titik detail.
perantara
jenis
Kerangka dasar pemetaan untuk pekerjaan
geometric maka kita bisa menggunakan 27
rekayasa sipil pada kawasan yang tidak
kombinasi/
luas, sehingga bumi masih bisa dianggap
bidang
dan
mempunyai
variasi/
memproyeksikan
perantara
3
altematif
titik-titik
di
untuk
atas
permukaan bumi pada bidang datar.
sebagai
bidang
tegak
datar,
guna
umumnya
merupakan bagian pekerjaan pengukuran
dan pemetaan dari satu kesatuan paket
Ilmu ukur tanah pada dasarnya terdiri dari
tiga bagian besar yaitu
:
a) Pengukuran kerangka dasar Vertikal
(KDV)
b) Pengukuran kerangka dasar Horizontal
c)
pekerjaan
perencanaan
dan
atau
perancangan bangunan teknik sipil. Titiktitik kerangka dasar pemetaan yang akan
ditentukan tebih dahulu koordinat dan
ketinggiannya itu dibuat tersebar merata
(KDH)
dengan
kerapatan
Pengukuran Titik-titik Detail
mudah
dikenali
secara
baik
tertentu,
dan
didokumentasikan
sehingga
penggunaan selanjutnya.
permanen,
memudahkan
6
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
1.3 Pengukuran kerangka dasar
vertikal
Kerangka dasar vertikal merupakan teknik
dan cara pengukuran kumpulan titik-titik
yang telah diketahui atau ditentukan posisi
vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap
bidang rujukan ketinggian tertentu.
Bidang ketinggian rujukan ini biasanya
berupa ketinggian muka air taut rata-rata
(mean sea level - MSL) atau ditentukan
lokal.
Gambar 3. Aplikasi pekerjaan pemetaan pada
•
bidang teknik sipil
Dalam
perencanaan
bangunan
Mengukur tinggi bidik alat sipat datar
Sipil
optis di lapangan menggunakan rambu
misalnya perencanaan jalan raya, jalan
kereta api, bendung dan sebagainya, Peta
merupakan hal yang sangat penting untuk
•
dalam
pelaksanaanya pekerjaan sipil ini dibuat
dengan
pematokan/
staking
out,
atau
dengan perkataan lain bahwa pematokan
merupakan kebalikan dari pemetaan.
tinggi
alat,
tinggi,
benang
tengah rambu, dan suclut Vertikal
peta perencanaan suatu bangunan sipil ke
bumi)
Pengukuran Trigonometris prinsipnya
Miring),
memindahkan titik - titik yang ada pada
(permukaan
ukur.
adalah Mengukur jarak langsung (Jarak
perencanaan bangunan tersebut. Untuk
lapangan
Metode sipat datar prinsipnya adalah
•
(Zenith atau Inklinasi).
Pengukuran Barometris pada prinsipnya adalah mengukur beda tekanan
atmosfer.
Metode sipat datar merupakan metode
yang paling teliti dibandingkan dengan
metode trigonometris dan barometris. Hal
ini dapat dijelaskan dengan menggunakan
teori perambatan kesalahan yang dapat
diturunkan melalui persamaan matematis
diferensial parsial.
Gamba 4. Staking out
7
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
1.3.1.
Metode pengukuran sipat datar
optis
nivo yang melalui titik A dan B. Umumnya
bidang nivo adalah bidang yang lengkung,
Gambar 5. Pengukuran sipat datar optis
tetapi bila jarak antara titik-titik A dan B
Metode
sipat
datar
prinsipnya
adalah
Mengukur tinggi bidik alat sipat datar optis
dapat
dianggap
sebagai
Bidang
yang
mendatar.
di lapangan menggunakan rambu ukur.
Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi
dengan menggunakan metode sipat datar
optis masih merupakan cara pengukuran
beda tinggi yang paling teliti. Sehingga
ketelitian kerangka dasar vertikal (KDV)
dinyatakan sebagai batas harga terbesar
perbedaan tinggi hasil pengukuran sipat
datar pergi dan pulang.
Maksud
pengukuran
Untuk
melakukan
dan
mendapatkan
pembacaan pada mistar yang dinamakan
pula Baak, diperlukan suatu garis lurus,
Untuk garis lurus ini tidaklah mungkin
seutas
benang,
meskipun
dari
kawat,
karena benang ini akan melengkung, jadi
tidak lurus.
Bila diingat tentang hal hal yang telah di
bicarakan tentang teropong, maka setelah
tinggi
adalah
teropong
dilengkapi
dengan
diafragma,
menentukan beda tinggi antara dua titik.
pada teropong ini di dapat suatu garis lurus
Beda tinggi h diketahui antara dua titik a
ialah garis bidik. Garis bidik ini harus di buat
dan b, sedang tinggi titik A diketahui sama
mendatar supaya dapat digunakan untuk
dengan Ha dan titik B lebih tinggi dari titik
menentukan beda tinggi antara dua titik,
A, maka tinggi titik B, Hb = Ha + h yang
ingatlah pula nivo pada tabung, karena pada
diartikan dengan beda tinggi antara titik A
nivo tabung dijumpai suatu garis lurus yang
clan titik B adalah jarak antara dua bidang
dapat mendatar dengan ketelitian besar.
8
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
Garis lurus ini ialah tidak lain adalah garis
tengah-tengah antara rambu belakang dan
nivo. Maka garis arah nivo yang dapat
muka .Alat sifat datar diatur sedemikian rupa
mendatar
untuk
sehingga teropong sejajar dengan nivo yaitu
mendatarkan garis bidik di dalam suatu
dengan mengetengahkan gelembung nivo.
teropong, caranya; tempatkan sebuah nivo
Setelah gelembung nivo di ketengahkan
tabung diatas teropong. Supaya garis bidik
barulah di baca rambu belakang dan rambu
mendatar, bila garis arah nivo di datarkan
muka yang terdiri dari bacaan benang
dengan menempatkan gelembung di tengah-
tengah, atas dan bawah. Beda tinggi slag
tengah, perlulah lebih dahulu.
tersebut
dapat
pula
digunakan
Garis bidik di dafam teropong, dibuat sejajar
dengan garis arah nivo. Hal inilah yang
pada
pengurangan
dasarnya
adalah
tengah
belakang
benang
dengan benang tengah muka.
menjadi syarat utama untuk semua alat ukur
Berikut ini adalah syarat-syarat untuk alat
penyipat datar. Dalam pengukuran Sipat
penyipat datar optis :
Datar
•
Optis
bisa
menggunakan
Alat
sederhana dengan spesifikasi alat penyipat
pada sumbu kesatu alat ukur penyipat
datar yang sederhana terdiri atas dua tabung
terdiri
dari
gelas
yang
berdiri
dan
Garis arah nivo harus tegak lurus
datar. Bila sekarang teropong di putar
di
dengan sumbu kesatu sebagai sumbu
hubungkan dengan pipa logam. Semua ini
putar dan garis bidik di arahkan ke mistar
dipasang diatas statif. Tabung dari gelas dan
kanan, maka sudut a antara garis arah
pipa penghubung dari logam di isi dengan zat
nivo dan sumbu kesatu pindah kearah
cair yang berwarna. Akan tetapi ketelitian
kanan, dan ternyata garis arah nivo dan
membidik kecil, sehingga alat ini tidak
dengan
digunakan orang lagi. Perbaikan dari alat ini
sendirinya
garis
tidak mendatar tidaklah dapat digunakan
dari karet dan dua tabung gelas di beri skala
untuk pembacaan b dengan garis bidik
dalam mm.
yang
mendatar,
haruslah
Cara menghitung tinggi garis bidik atau
dipindahkan
benang tengah dari suatu rambu dengan
gelembung di tengah-tengah.
alat
ukur
sifat
datar
tidak
mendatar, sehingga garis bidik yang
adalah mengganti pipa logam dengan slang
menggunakan
bidik
•
Benang
keatas,
mendatar
teropong
sehingga
diagfragma
harus
(waterpass). Rambu ukur berjumlah 2 buah
tegak lurus pada sumbu kesatu. Pada
masing-masing di dirikan di atas dua patok
pengukuran titik tinggi dengan cara
yang merupakan titik ikat jalur pengukuran
menyipat datar, yang dicari selalu titik
alat sifat optis kemudian di letakan di
potong garis bidik yang mendatar dengan
9
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
mistar-mistar yang dipasang diatas titiktitik, sedang diketahui bahwa garis bidik
adalah garis lurus yang menghubungkan
dua titik potong benang atau garis
diagframa dengan titik tengah lensa
•
objektif teropong.
Garis
bidik
teropong
harus
sejajar
dengan garis arah nivo. Garis bidik
adalah
Garis
menghubungkan
lurus
titik
yang
tengah
lensa
Gambar 7. Pita ukur
objektif dengan titik potong dua garis
diafragma, dimana pada garis bidik
pada teropong harus sejajar dengan
garis arah nivo sehingga hasil dari
pengukuran adalah hasil yang teliti dan
tingkat kesaIahannya sangat keciI.
Alat-alat
yang
biasa
digunakan
dalam
pengukuran kerangka dasar vertikal metode
sipat datar optis adalah:
•
•
Alat Sipat Datar
•
Rambu Ukur
•
Unting – Unting
•
•
Gambar 8. Rambu ukur
Pita Ukur
Statif
Dll
Gambar 9. Statif
Gambar 6 . Alat sipat datar
10
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
1.3.2. Metode pengukuran barometris
Pengukuran Barometris pada prinsip-nya
adalah mengukur beda tekanan atmosfer.
dalam hal ini misalnya elevasi ± 0,00 meter
permukaan air laut rata-rata.
f m.a
=
= Phg . g. H
A
A
P=
Pengukuran tinggi dengan menggunakan
metode
barometris
dilakukan
dengan
FC = - FC =
menggunakan sebuah barometer sebagai
MV 2
R
Keterangan :
alat utama.
p = massa jenis rasa air raksa (hidragirum)
g = gravitasi - 9.8 mJsZ - 10 m/s2
h= tinggi suatu titik dari MSL ( Mean Sea
level )
∆HAB = PA − PB = p.g a .ha − p.g b .hb
= (ha − hb ) p
(g a + gb )
2
1.3.3. Metode pengukuran trigonometris
BT
B
Gambar 10. Barometris
Inklinasi
(i)
Seperti telah di ketahui, Barometer adalah
alat pengukur tekanan udara. Di suatu
tempat
tertentu
dengan
tekanan
tekanan
udara
sama
udara
dengan
tebal
dAB
A
Gambar 11. Pengukuran Trigonometris
d AB = dm . cos i
tertentu pula. Idealnya pencatatan di setiap
∆ HAB =dm. sin i + TA – TB
titik dilakukan dalam kondisi atmosfer yang
sama tetapi pengukuran tunggal hampir
Pengukuran
tidak mungkin dilakukan karena pencatatan
metode
tekanan
udara
adalah perolehan beda tinggi melalui jarak
mengandung kesalahan akibat perubahan
langsung teropong terhadap beda tinggi
kondisi atmosfir. penentuan beda tinggi
dengan memperhitungkan tinggi alat, sudut
dengan cara mengamati tekanan udara di
vertikal (zenith atau inklinasi) serta tinggi
suatu tempat lain yang dijadikan referensi
garis bidik yang diwakili oleh benang
dan
temperatur
kerangka
trigonometris
dasar
pada
vertikal
prinsipnya
11
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
tengah rambu ukur. Alat theodolite, target
data sudut mendatar yang diukur pada
dan rambu ukur semua berada diatas titik
skafa fingkaran yang letaknya mendatar.
ikat.
Bagian-bagian dari pengukuran kerangka
Prinsip
awal
penggunaan
alat
theodolite sama dengan alat sipat datar
yaitu
kita
gelembung
harus
nivo
kemudian
mengetengahkan
terlebih
dahulu
membaca
baru
unsur-unsur
pengukuran yang lain. Jarak langsung
dapat
diperoleh
melalui
bacaan
optis
benang atas dan benang bawah atau
menggunakan
alat
pengukuran
jarak
dasar horizontal adalah :
•
•
Metode Poligon
•
Metode Trilaterasi
•
Metode Pengikatan ke muka
•
•
Metode Triangulasi
Metode kuadrilateral
Metode pengikatan ke belakang cara
Collins dan cassini
elektronis yang sering dikenal dengan
nama
EDM
(Elektronic
Distance
1.4.1 Metode pengukuran poligon
Measurement). Untuk menentukan beda
Poligon digunakan apabila titik-titik yang
tinggi
akan
dengan
cara
trigonometris
di
di
cari
koordinatnya
terletak
perlukan alat pengukur sudut (Theodolit)
memanjang
untuk dapat mengukur sudut sudut tegak.
banyak
Sudut tegak dibagi dalam dua macam,
Pemetaan Poligon merupakan salah satu
ialah sudut miring m clan sudut zenith z,
pengukuran dan pemetaan kerangka dasar
sudut miring m diukur mulai ari keadaan
horizontal
mendatar, sedang sudut zenith z diukur
memperoleh koordinat planimetris (X,Y)
mu(ai dari keadaan tegak lurus yang selalu
titik-titik pengukuran. Pengukuran poligon
ke arah zenith alam.
sendiri mengandung arti salah satu metode
sehingga
(poligon).
yang
tnernbentuk
Pengukuran
bertujuan
segi
dan
untuk
penentuan titik diantara beberapa metode
1.4 Pengukuran kerangka dasar
horizontal
penentuan titik yang lain. Untuk daerah
yang relatif tidak terlalu luas, pengukuran
cara poligon merupakan pilihan yang sering
Untuk mendapatkan hubungan mendatar
di gunakan, karena cara tersebut dapat
titik-titik yang diukur di atas permukaan
dengan mudah menyesuaikan diti dengan
bumi maka perlu dilakukan pengukuran
keadaan
mendatar
koordinat titik dengan cara poligon ini
yang
disebut
dengan
istilah
pengukuran kerangka dasar Horizontal.
Jadi untuk hubungan mendatar diperlukan
daerah/lapangan.
membutuhkan,
Penentuan
12
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
1.
Koordinat awal
Bila
ke
diinginkan
terhadap
sistem
koordinat
sistim
tertentu,
suatu
matahari
dari
titik
bersangkutan.
Dan
selanjutnya
dihasilkan
azimuth
yang
kesalah
satu
haruslah dipilih koordinat titik yang
poligon
sudah
ditambahkan ukuran sudut mendatar
diketahui
misalnya:
titik
triangulasi atau titik-titik tertentu yang
4. Data ukuran sudut dan jarak
yang akan dipatokkan. Bila dipakai
Sudut mendatar pada setiap stasiun
system koordinat lokal pilih salah satu
BM
kemudian
beri
dengan
(azimuth matahari).
mempunyai hubungan dengan lokasi
titik,
tersebut
dan jarak antara dua titik kontrol
harga
perlu diukur di lapangan.
koordinat tertentu dan tititk tersebut
dipakai sebagai acuan untuk titik-titik
β2
lainya.
2.
Koordinat akhir
β1
Koordinat titik ini di butuhkan untuk
memenuhi syarat Geometri hitungan
d1
d2
koordinat dan tentunya harus di pilih
titik yang mempunyai sistem koordinat
yang sama dengan koordinat awal.
3.
Azimuth awal
Azimuth
awal
Gambar 12. Pengukuran poligon
Data ukuran tersebut, harus bebas dari
ini
mutlak
harus
sistematis yang terdapat (ada alat ukur)
diketahui sehubungan dengan arah
sedangkan salah sistematis dari orang atau
orientasi dari system koordinat yang
pengamat dan alam di usahakan sekecil
dihasilkan dan pengadaan datanya
mungkin bahkan kalau bisa di tiadakan.
dapat di tempuh dengan dua cara
Berdasarkan bentuknya poligon dapat dibagi
yaitu sebagai berikut :
•
Hasil hitungan dari koordinat titik titik yang telah diketahui dan akan
dipakai sebagai tititk acuan system
•
koordinatnya.
Hasil
pengamatan
astronomis
(matahari). Pada salah satu titik
poligon sehingga didapatkan azimuth
dalam dua bagian, yaitu :
•
Poligon berdasarkan visualnya :
a. poligon tertutup
13
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
Untuk mendapatkan nilai sudut-sudut dalam
atau sudut-sudut luar serta jarak jarak
mendatar antara titik-titik poligon diperoleh
atau diukur di lapangan menggunakan alat
pengukur jarak yang mempunyai tingkat
ketelitian tinggi.
Poligon digunakan apabila titik-titik yang akan
dicari
koordinatnya
terletak
memanjang
sehingga membentuk segi banyak (poligon).
b. poligon terbuka
Metode poligon merupakan bentuk yang
paling baik di lakukan pada bangunan karena
memperhitungkaan
bentuk
kelengkungan
bumi yang pada prinsipnya cukup di tinjau
dari bentuk fisik di lapangan dan geometriknya. Cara pengukuran polygon merupakan
cara yang umum dilakukan untuk pengadaan
kerangka dasar pemetaan pada daerah yang
c.
poligon bercabang
tidak terlalu luas sekitar (20 km x 20 km).
Berbagai bentuk poligon mudah dibentuk
untuk menyesuaikan dengan berbagai bentuk
medan pemetaan dan keberadaan titik – titik
rujukan maupun pemeriksa. Tingkat ketelitian
sistem koordinat yang diinginkan dan kedaan
medan lapangan pengukuran merupakan
faktor-faktor
menyusun
yang
menentukan
ketentuan
poligon
dalam
kerangka
dasar.Tingkat ketelitian umum dikaitkan
dengan jenis dan atau tahapan pekerjaan
yang sedang dilakukan. Sistem koordinat
•
dikaitkan dengan keperluan pengukuran
Poligon berdasarkan geometriknya :
a. poligon terikat sempurna
b. poligon terikat sebagian
c.
poligon tidak terikat
pengikatan. Medan lapangan pengukuran
menentukan bentuk konstruksi pilar atau
patok sebagai penanda titik di lapangan
14
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
dan juga berkaitan dengan jarak selang
kepulauan Sunda Kecil, Bali dan Lombik
penempatan titik.
dengan
datum
Gunung
Genuk,
pulau
Bangka dengan datum Gunung Limpuh,
1.4.2 Metode pengukuran triangulasi
Sulawesi dengan datum Moncong Lowe,
kepulauan Riau dan Lingga dengan datum
Triangulasi
digunakan
apabila
daerah
pengukuran mempunyai ukuran panjang
dan lebar yang sama, maka dibuat jaring
segitiga. Pada cara ini sudut yang diukur
adalah sudut dalam tiap - tiap segitiga.
Metode Triangulasi. Pengadaan kerangka
dasar horizontal di Indonesia dimulai di
pulau Jawa oleh Belanda pada tahun 1862.
Titik-titik kerangka dasar horizontal buatan
Belanda ini dikenal sebagai titik triangulasi,
karena pengukurannya menggunakan cara
triangulasi. Hingga tahun 1936, pengadaan
titik triangulasi oleh Belanda ini telah
mencakup
pulau
Jawa
dengan
Gunung Limpuh dan Kalimantan Tenggara
dengan datum Gunung Segara. Posisi
horizontal (X, Y) titik triangulasi dibuat
dalam
sistem
proyeksi
Mercator,
sedangkan posisi horizontal peta topografi
yang
dibuat
dengan
ikatan
dan
pemeriksaan ke titik triangulasi dibuat
dalam
sistem
proyeksi
Polyeder.
Titik
triangulasi buatan Belanda tersebut dibuat
berjenjang turun berulang, dari cakupan
luas paling teliti dengan jarak antar titik 20 40 km hingga paling kasar pada cakupan
1 - 3 km.
datum
Gunung Genuk, pantai Barat Sumatra
dengan datum Padang, Sumatra Selatan
dengan datum Gunung Dempo, pantai
Timur
Sumatra
dengan
datum
Serati,
Tabel 1. Ketelitian posisi horizontal (x,y) titik triangulasi
Titik
Jarak
Ketelitian
P
20 - 40 km
S
10 – 20 km
T
3 – 10 km
± 3.30
K
1 – 3 km
-
± 0.07
± 0.53
Metode
Triangulasi
Triangulasi
Mengikat
Polygon
Selain posisi horizontal (X Y) dalam sistem
dalam
proyeksi Mercator, titik-titik triangulasi ini
ketinggiannya terhadap muka air laut rata-
juga dilengkapi dengan informasi posisinya
sistem
geografis
(j,I)
dan
15
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
rata
yang
ditentukan
dengan
cara
trigonometris.
segitiga yang seluruh jarak jaraknya di ukur
di lapangan.
Triangulasi dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
•
•
•
Primer
Sekunder
Tersier
Bentuk geometri triangulasi terdapat tiga
buah bentuk geometrik dasar triangulasi,
yaitu :
•
Rangkaian
segitiga
yang
sederhana cocok untuk pekerjaanpekerjaan
dengan
orde
rendah
untuk ini dapat sedapat mungkin
diusahakan sisi-sisi segitiga sama
•
panjang.
Gambar 13. Jaring-jaring segitiga
Pada jaring segitiga akan selalu diperoleh
suatu titik sentral atau titik pusat. Pada titik
pusat tersebut terdapat beberapa buah
Kuadrilateral
merupakan
bentuk
yang terbaik untuk ketelitian tinggi,
sudut yang jumlahnya sama dengan 360
derajat.
karena lebih banyak syarat yang
dapat dibuat. Kuadrilateral tidak
•
1.4.4.
Metode pengukuran pengikatan
ke muka
boleh panjang dan sempit.
Titik pusat terletak antara 2 titik
Pengikatan ke muka adalah suatu metode
yang
pengukuran data dari dua buah titik di
terjauh
dan
sering
di
perlukan.
lapangan
tempat
berdiri
alat
untuk
memperoleh suatu titik lain di lapangan
1.4.3 Metode pengukuran trilaterasi
Trilaterasi digunakan apabila daerah yang
diukur ukuran salah satunya lebih besar
daripada ukuran
lainnya,
maka
dibuat
rangkaian segitiga. Pada cara ini sudut
yang diukur adalah semua sisi segitiga.
Metode
Trilaterasi
yaitu
serangkaian
tempat berdiri target (rambu ukur, benang,
unting-unting)
koordinatnya
antara
yang
dari
kedua
titik
titik
akan
diketahui
tersebut.
yang
Garis
diketahui
koordinatnya dinamakan garis absis. Sudut
dalam yang dibentuk absis terhadap target
di titik B dinamakan sudut beta. Sudut beta
dan alfa diperofeh dari tapangan.
16
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
Pada
metode
ini,
pengukuran
yang
dilakukan hanya pengukuran sudut. Bentuk
yang digunakan metoda ini adalah bentuk
segi tiga. Akibat dari sudut yang diukur
adalah sudut yang dihadapkan titik yang
dicari,
maka
salah
satu
sisi
segitiga
tersebut harus diketahui untuk menentukan
bentuk dan besar segitinya.
Adapun perbedaan pada kedua metode di
atas terletak pada cara perhitungannya,
cara Collins menggunakan era perhitungan
logaritma. Adapun pada metode Cassini
menggunakan mesin hitung. Sebelum alat
hitung berkembang dengan balk, seperti
masa kini maka perhitungan umumnya
dilakukan dengan bantuan daftar logaritma.
Adapun metode Cassini menggunakan alat
hitung karena teori ini muncul pada saat
adanya alat hitung yang sudah mulai
berkembang.
metode
Pengikatan
Collins
perhitungan
yang
kebelakang
merupakan
model
berfungsi
untuk
mengetahui suatu letak titik koordinat, yang
diukur melalui titik-titik koordinat lain yang
sudah
diketahui.
Pada
pengukuran
pengikatan ke belakang metode Collins,
alat theodolite ditegakkan di atas titik yang
Gambar 15. pengukuran pengikatan ke muka
ingin atau belum diketahui koordinatnya.
1.4.5 Metode pengukuran Collins
Misalkan titik itu diberi nama titik P. titik P
dan Cassini
ini akan diukur melalui titik-titik lain yang
Metode pengukuran Collins dan Cassini
merupakan
pengukuran
salah
satu
kerangka
metode
dasar
dalam
horizontal
koordinatnya
sudah
diketahui
terlebih
dahulu. Misalkan titik lainnya itu titik A, B,
dan titik C.
untuk menentukan koordinat titik-titik yang
Pertama titik P diikatkan pada dua buah
diukur dengan cara mengikat ke belakang
titik lain yang telah diketahui koordinatnya,
pada titik tertentu dan yang diukur adalah
yaitu diikat pada titik A dan titik B. Ketiga
sudut-sudut yang berada di titik yang akan
titik
ditentukan
lingkaran dengan jari-jari tertentu, sehingga
koordinatnya.
Pada
era
mengikat ke belakang ada dua metode
hitungan yaitu dengan cara Collins dan
Cassini.
tersebut
dihubungkan
titik C berada di luar lingkaran.
oleh
suatu
17
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
Kemudian tariklah titik P terhadap titik C.
Pada
Dari hasil penarikan garis P terhadap G
memerlukan dua tempat kedudukan untuk
akan memotong tali busur lingkaran, dan
menentukan suatu titik yaitu titik P. Lalu titik
potongannya akan berupa titik hasil dari
P diikat pada titik-titik A, B dan C.
pertemuan persilangan garis dan tali busur.
Kemudian Cassini membuat garis yang
Titik itu diberi nama titik H, dimana titik H ini
melalui titik A dan tegak lurus terhadap
merupakan titik penolong Collins. Sehingga
garis
dari informasi koordinat titik A, B, dan G
kedudukan yang melalui A dan B, titik
serta sudut-sudut yang dibentuknya, maka
tersebut diberi nama titik R. Sama halnya
koordinat titik P akan dapat diketahui.
Cassini pula membuat garis lurus yang
AB
perhitungan
serta
memotong
Cassini
tempat
melalui titik C dan tegak lurus terhadap
A (Xa,Ya)
garis
P
cara
α
BC
serta
memotong
tempat
kedudukan yang melalui B dan C, titik
β
B (Xb,Yb)
tersebut diberi nama titik S.
Sekarang hubungkan R dengan P dan S
H
dengan P. Karena 4 BAR = 900, maka garis
BR merupakan garis tengah lingkaran,
Gambar 15. Pengukuran Collins
sehingga 4 BPR = 900. Karena ABCS= 900
maka garis BS merupakan garis tengah
1. titik A, B ,dan C merupakan titik
koordinat yang sudah diketahui.
2. titik P adalah titik yang akan dicari
koordinatnya.
lingkaran, sehinggga αBPR = 900. Maka
titik R, P dan S terletak di satu garus lurus.
Titik R dan S merupakan titik penolong
Cassini. Untuk mencari koordinat titik P,
3. titik H adalah titik penolong collins yang
lebih dahulu dicari koordinat-koordinat titik-
dibentuk oleh garis P terhadap C
titik penolong R dan S, supaya dapat
dengan lingkaran yang dibentuk oleh
dihitung sudut jurusan garis RS, karena PB
titik-titik A, B, dan P.
1 RS, maka didapatlah sudut jurusan PB,
Sedangkan Metode Cassini adalah cara
pengikatan kebelakang yang menggunakan
mesin hitung atau kalkulator. Pada cara ini
theodolit diletakkan diatas titik yang belum
diketahui koordinatnya.
dan kemudian sudut jurusan BP untuk
dapat menghitung koordinat-koordinat titik
P sendiri dari koordinat-koordinat titik B.
18
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
A (Xa, Ya)
dab
d ar
B (Xb, Yb)
dcb
α
C (Xc, Yc)
β
α
d cs
R
β
P
S
Cassini (1679)
Gambar 16. Pengukuran cassini
Rumus-rumus yang akan digunakan adalah
x1 − x 2 = d12 sin a12
y 2− y1 = d12 cos a12
tgna12 = ( x 2 − x1 ) : ( y 2 − y1 )
cot a12 = ( y 2 − y1 ) : ( x 2 − x1 )
Gambar 17. Macam – macam sextant
Metode Cassini dapat digunakan untuk
Metode penentuan ini dimaksudkan sebagai
metode
acuan dan pegangan dalam pengukuran
penentuan
posisi
titik
penentuan posisi titik-titik pengukuran di
menggunakan dua buah sextant.
Tujuannya
untuk
menetapkan
suatu
penentuan posisi titik perum menggunakan
dua buah sextant, termasuk. membahas
tentang ketentuan-ketentuan dan tahapan
pelaksanaan pengukuran penentuan posisi
titik perum.
perairan pantai, sungai, danau dan muara.
Sextant adalah alat pengukur sudut dari dua
titik bidik terhadap posisi alat tersebut, posisi
titik
ukur
perum
adalah
titik-titik
yang
mempunyai koordinat berdasarkan hasil
pengukuran.
1.5 Pengukuran titik-titik detail
Untuk
keperluan
pengukuran
dan
pemetaan selain pengukuran Kerangka
Dasar Vertikal yang menghasilkan tinggi
19
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
titik-titik ikat dan pengukuran Kerangka
Dasar
Horizontal
yang
menghasilkan
koordinat titik-titik ikat juga perlu dilakukan
pengukuran
titik-titik
detail
untuk
menghasilkan yang tersebar di permukaan
bumi yang menggambarkan situasi daerah
pengukuran.
Dalam
pengukuran
titik-titik
detail
Gambar 18. Alat pembuat sudut siku cermin
prinsipnya adalah menentukan koordinat
dan tinggi titik-titik detail dari titik-titik ikat.
Metode yang digunakan dalam pengukuran
titik-titik detail adalah metode offset dan
metode tachymetri. Namun metode yang
sering
digunakan
adalah
metode
Tachymetri karena Metode tachymetri ini
relatif cepat dan mudah karena yang
Gambar 19. Prisma bauernfiend
diperoleh dari lapangan adalah pembacaan
rambu,
sudut
magnetis),
inklinasi)
sudut
dan
diperoleh
adalah
horizontal
dari
posisi
vertikal
tinggi
(azimuth
(zenith
atau
Hasil
yang
alat.
pengukuran
planimetris
tachymetri
X,
Y
dan
ketinggian Z.
Gambar 20. Jalon
1.5.1. Metode pengukuran offset
Metode offset adalah pengukuran titik-titik
menggunakan alat alat sederhana yaitu pita
ukur,
dan
yalon.
Pengukuran
untuk
pembuatan peta cara offset menggunakan
alat utama pita ukur, sehingga cara ini juga
biasa disebut cara rantai (chain surveying).
Alat bantu lainnya adalah :
Gambar 21. Pita ukur
20
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
Dari jenis peralatan yang digunakan ini, cara
lurus dan jarak miring "direduksi" menjadi
offset biasa digunakan untuk daerah yang
jarak horizontal dan jarak vertikal.
relatif
datar
dan
tidak
luas,
sehingga
kerangka dasar untuk pemetaanyapun juga
dibuat
dengan
cara
offset.
Peta
yang
diperoleh dengan cara offset tidak akan
menyajikan informasi ketinggian rupa bumi
Pada gambar, sebuah transit dipasang pada
suatu titik dan rambu dipegang pada titik
tertentu. Dengan benang silang tengah
dibidikkan pada rambu ukur sehingga tinggi t
sama dengan tinggi theodolite ke tanah.
yang dipetakan.
Sudut vertikalnya (sudut kemiringan) terbaca
Cara pengukuran titik detil dengan cara offset
ada tiga cara:
•
•
•
sebesar
Cara mengikat (cara interpolasi),
bahwa
dalam
tinggi garis bidik diukur dari titik yang
diduduki (bukan TI, tinggi di atas datum
Cara gabungan keduanya.
seperti dalam sipat datar). Metode tachymetri
itu paling bermanfaat dalam penentuan lokasi
1.5.2 Metode pengukuran tachymetri
sejumlah
tachymetri
Perhatikan
pekerjaan tachymetri tinggi instrumen adalah
Cara siku-siku (cara garis tegak lurus),
Metode
a.
adalah
besar
detail
topografik,
baik
pengukuran
horizontal maupun vetikal, dengan transit
menggunakan alat-alat optis, elektronis, dan
atau planset. Di wilayah-wilayah perkotaan,
digital. Pengukuran detail cara tachymetri
pembacaan sudut dan jarak dapat dikerjakan
dimulai dengan penyiapan alat ukur di atas
lebih cepat dari pada pencatatan pengukuran
titik ikat dan penempatan rambu di titik bidik.
dan pembuatan sketsa oleh pencatat.
Setelah alat siap untuk pengukuran, dimulai
dengan perekaman data di tempat alat
berdiri,
pembidikan
ke
rambu
ukur,
pengamatan azimuth dan pencatatan data di
rambu BT, BA, BB serta sudut miring .
Metode tachymetri didasarkan pada prinsip
bahwa pada segitiga-segitiga sebangun, sisi
yang sepihak adalah sebanding.
Tachymetri "diagram' lainnya pada dasarnya
bekerja atas bekerja atas prinsip yang, sama
sudut vertikal secara otomatis dipapas oleh
pisahan garis stadia yang beragam. Sebuah
tachymetri swa-reduksi memakai sebuah
garis horizontal tetap pada sebuah diafragma
dan garis horizontal lainnya pada diafragma
keduanya dapat bergerak, yang bekerja atas
Kebanyakan pengukuran tachymetri adalah
dasar perubahan sudut vertikal. Kebanyakan
dengan garis bidik miring karena adanya
alidade
keragaman topografi, tetapi perpotongan
prosedur reduksi tachymetri.
benang stadia dibaca pada rambu tegak
planset
memakai
suatu
jenis
21
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
1
BA
i
Z
Z
BT
i
Z
Z
BB
dA B
O'
i
O
Ta
A
Titik Nadir
Gambar 22. Pengukuran titik detail tachymetri
dABX
B
? HAB
22
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
Model Diagram Alir Ilmu Ukur Tanah Pertemuan ke-01
Model Diagram Alir
Perkenalan Ilmu Ukur Tanah
Pengantar
Survei dan Pemetaan
Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar
Muda Purwaamijaya, MT
Bentuk
Jeruk
Bumi
Bentuk
Bola
Bentuk Ellipsoida
(Ellips putar dengan sumbu putar
kutub ke kutub)
Rotasi Bumi
Pemepatan
(Radius Kutub < Radius Ekuator)
Geodetic
Surveying
Plan Surveying
(Ilmu Ukur Tanah)
Ilmu, seni dan teknologi untuk menyajikan
informasi bentuk permukaan bumi baik unsur
alam maupun buatan manusia di bidang
datar (luas < 55 km x 55 km) atau (< 0,5
derajat x 0,5 derajat)
Ilmu, seni dan teknologi untuk menyajikan
informasi bentuk permukaan bumi baik unsur
alam maupun buatan manusia di bidang
lengkung (luas > 55 km x 55 km) atau (> 0,5
derajat x 0,5 derajat)
(1.1) Pengukuran Sipat Datar KDV
(1) Pengukuran Kerangka Dasar
Vertikal
(1.2) Pengukuran Trigonometris
(1.3) Pengukuran Barometris
(2.1) Pengukuran Titik
Tunggal
(2) Pengukuran Kerangka Dasar
Horisontal
(2.2) Pengukuran Titik
Jamak
Poligon
(3) Pengukuran Titik-Titik Detail
Kuadrilateral
Pengikatan ke Muka
Pengikatan ke
Belakang (Collins &
Cassini)
Triangulasi,
Trilaterasi,
Triangulaterasi
(3.1) Pengukuran Tachymetri
(3.2) Pengukuran Offset
Gambar 23. Diagram alir pengantar survei dan pemetaan
23
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
Rangkuman
Berdasarkan uraian materi bab 1 mengenai pengantar survei dan pemetaan, maka
dapat disimpulkan sebagi berikut:
1. Pengukuran dan pemetaan pada dasarnya dapat dibagi 2, yaitu :
a. Geodetic Surveying
b. Plan Surveying
2. Geodetic surveying merupakan ilmu seni dan teknologi untuk menyajikan informasi
bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun buatan manusia di bidang lengkung
(luas > 55 km x 55 km) atau (>0,5 derajat x 0,5 derajat)
3. Plan Surveying merupakan ilmu seni dan teknologi untuk menyajikan informasi bentuk
permukaan bumi baik unsur alam maupun buatan manusia di bidang lengkung (luas <
55 km x 55 km) atau (<0,5 derajat x 0,5 derajat)
4. Ilmu ukur tanah pada dasarnya terdiri dari tiga bagian besar yaitu
:
a. Pengukuran kerangka dasar Vertikal (KDV)
b. Pengukuran kerangka dasar Horizontal (KDH)
c.
Pengukuran Titik-titik Detail
5. Kerangka dasar vertikal merupakan teknik dan cara pengukuran kumpulan titik-titik
yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap
bidang rujukan ketinggian tertentu.
6. Pengukuran kerangka Dasar vertical pada dasarnya ada 3 metode, yaitu :
a. Metode pengukuran kerangka dasar sipat datar optis;
b. Metode pengukuran Trigonometris; dan
c.
Metode pengukuran Barometris.
7. Pengukuran kerangka dasar horizontal adalah untuk mendapatkan hubungan
mendatar titik-titik yang diukur di atas permukaan bumi maka perlu dilakukan
pengukuran mendatar.
8. Bagian-bagian dari pengukuran kerangka dasar horizontal adalah :
a. Metode Poligon
b. Metode Triangulasi
c.
Metode Trilaterasi
d. Metode kuadrilateral
e. Metode Pengikatan ke muka
f.
Metode pengikatan ke belakang cara Collins dan cassini
24
1 Pengantar Survei dan Pemetaan
Soal Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini !
1. Sebutkan bagian-bagian pengukuran dari ilmu ukur tanah! Jelaskan
2. Mengapa bumi dianggap bulat?
3. Jelaskan pengertian dari pengukuran kerangka dasar vertikal ! sebutkan metodemetode yang digunakan dalam pengukuran kerangka dasar vertikal!
4. Jika kita akan mengukur beda tinggi suatu wilayah, pengukuran apa yang tepat untuk
dilakukan ? Jelaskan!
5. Mengapa pengukuran titik-titik detail metode tachymetri sering digunakan ? Jelaskan!
25
2. Teori Kesalahan
2.1
Adapun sumber–sumber kesalahan yang
Kesalahan-kesalahan
pada survei dan pemetaan
menjadi penyebab kesalahan pengukuran
adalah sebagai berikut:
Pengukuran
merupakan
proses
yang
1. Alam;
perubahan
angin,
suhu,
mencakup tiga hal atau bagian yaitu benda
kelembaban udara, pembiasan cahaya,
ukur,
gaya berat dan deklinasi magnetik.
alat
pengamat.
ukur
dan
karena
pengukur
ketidak
atau
sempurnaan
masing-masing bagian ini ditambah dengan
pengaruh lingkungan maka bisa dikatakan
bahwa tidak ada satu pun pengukuran yang
memberikan
ketelitian
yang
absolut.
Ketelitian bersifat relatif yaitu kesamaan
atau
perbedaan
antara
harga
hasil
pengukuran dengan harga yang dianggap
benar, karena yang absolut benar tidak
diketahui.
Setiap
pengukuran,
dengan
kecermatan yang memadai, mempunyai
ketidaktelitian yaitu adanya kesalahan yang
berbeda-beda, tergantung pada kondisi alat
2. Alat;
ketidak
sempurnaan
konstruksi
atau penyetelan instrumen.
3. Pengukur;
keterbatasan
kemampuan
pengukur dalam merasa, melihat dan
meraba.
Kondisi alam walaupun pada dasarnya
merupakan suatu fungsi yang berlanjut,
akan tetapi mempunyai karakteristik yang
dinamis. Hal inilah yang menyebabkan
banyak aplikasi pada bidang pengukuran
dan pemetaan. Pengukuran dan pemetaan
banyak tergantung dari alam.
ukur, benda ukur, metoda pengukuran dan
Pelaksanaan pekerjaan dan pengukuran
kecakapan si pengukur.
jarak, sudut, dan koordinat titik pada foto
Kesalahan dalam pengukuran–pengukuran
yang dinyatakan dalam persyaratan bahwa:
udara juga diperlukan suatu instrumen
pengukuran
yang
prosedurnya
untuk
1.
Pengukuran tidak selalu tepat,
mengupayakan kesalahan yang kecil. Dan
2.
Setiap pengukuran mengandung galat,
jika diantara kesalahan itu
3.
Harga
pengukuran dan pengumpulan data harus di
sebenarnya
dari
suatu
ulang.
pengukuran tidak pernah diketahui,
4.
Kesalahan
diketahui
yang
tepat
selalu
terjadi maka
tidak
Kesalahan terjadi karena salah mengerti
permarsalahan,
kelalaian,
atau
pertimbangan yang buruk. Kesalahan dapat
26
diketemukan
dengan
sistemetis
seluruh
dihilangkan
dengan
mengecek
secara
pekerjaan
jalan
dan
mengulang
Bila
garis
bidik
datar
(horizontal),
pembacaan pada rambu A = Pa dan
rambu B = Pb. Perbedaan tinggi ∆H =
sebagian atau bahkan seluruh pekerjaan.
Pa – Pb, bila garis bidik tidak horizontal
Dalam melaksanakan ukuran datar akan
(membuat
selalu terdapat “Kesalahan”. Kesalahan–
horizontal) maka pembacaan pada
sudut
α
dengan
garis
karena
rambu A = Pa’ dan pada rambu ∆ =
kekhilapan maupun karena kita manusia
Pb’. Perbedaan tinggi adalah Pa’ – Pb’,
memang
dalam hal ini Pa’ – Pb’ akan sama
kesalahan
ini
disebabkan
tidak
baik
sempurna
dalam
dengan Pa–Pb. Bila ukuran dilakukan
menciptakan alat–alat.
dari tengah – tengah AB (PA = PB =1)
Kesalahan
ini
dapat
kita
golongkan
dalam :
1. Kesalahan
karena Pa’Pa = Pb’Pb = ∆. Tapi kalau
ukuran tidak dilakukan dari tengah AB
instrumental/
kesalahan
missal dari Q, maka hasil ukuran
adalah qa – qb dan qa – qb ≠ Pa – Pb
2. Kesalahan karena pengaruh luar/ alam
karena qa – Pa = ∆1 dan qb – Pb = ∆2.
3. Kesalahan pengukur
Dengan
karena alat
demikian
ukuran
mungkin dilakukan dari tengah.
A. Kesalahan karena alat
Dalam kesalahan karena alat termasuk :
a)
Karena kurang datarnya garis bidik
Gambar 24. Kesalahan pembacaan rambu
sedapat
27
b)
Bila
Tidak samanya titik O dari rambu
Titik O dari rambu mungkin tidak sama
karena mungkin salah satu rambu
sudah aus. Titik O dari rambu B
misalnya telah bergeser 1 mm. Dengan
demikian, rambu A dibaca 1.000 mm
ukuran
dilaksanakan
meletakkan rambu A selalu di belakang
dan rambu B selalu di depan, maka
kesalahan A–B mempunyai tanda yang
sama–tiap
sipatan
kesalahannya
+1 mm. Kalau 100 sipatan berarti 100
mm.
maka di rambu B dibaca 999 mm.
II
I
II
b4
I
b2
b1
m2
b3
m1
m3
B
A
A
B
A
+1mm
B
+1mm
+1mm
Gambar 25. Pengukuran sipat datar
II
I
II
b4
I
b2
b1
m2
b3
m1
m3
A
A
A - B = +1 mm
B - A = -1 mm
Gambar 26. Prosedur Pemindahan Rambu
dengan
A - B = +1 mm
B
28
Untuk mengatasi kesalahan–kesalahan
B. Kesalahan
karena
pengaruh
luar/
alam
tersebut, dalam pelaksanaan ukuran
tiap tiap kali sipatan rambu belakang
Pengaruh
harus ditukar dengan rambu depan.
dalam
melaksanakan
ukuran datar adalah:
(gambar 26)
Dengan
luar
demikian
kesalahannya
a. Cuaca
adalah A – B = +1 mm; B – A = +1 mm.
Panas matahari sangat mempengaruhi
Dan seterusnya.
pelaksanaan
ukuran
datar.
Apabila
matahari sudah tinggi antara jam 11.00 –
c) Kurang tegak lurusnya rambu
jam 14.00, panas matahari pada waktu
Syarat pokok dalam melaksanakan
itu
ukur datar ialah bahwa garis bidik
Bila
rambu
menimbulkan
adanya
gelombang udara yang dapat terlihat
harus horizontal dan rambu harus
vertikal.
akan
melalui
vertikal,
teropong.
Dengan
demikian,
gelombang udara didepan rambu akan
pembacaan rambu = Pa akan tetapi
terlihat sehingga angka pada rambu ikut
bila rambu tidak vertikal pembacaan
bergelombang dan sukar dibaca.
pada rambu adalah Pa’.
pa
pa'
Gambar 27. Kesalahan Kemiringan Rambu
Jarak APa ≠APa’; APa’ > APa. Dengan
demikian waktu melaksanakan ukuran
datar, rambu harus benar–benar vertikal.
Membuat
vertikal
rambu
dilaksanakan dengan nivo.
ini
dapat
b.
Lengkungan bumi
Permukaan
bumi
itu
melengkung,
sedangkan jalannya sinar itu lurus.
29
Gambar 28. Pengaruh kelengkungan bumi
Karena itu oleh alat ukur datar dibaca
titik
A
pada
rambu
sedangkan
perbedaan tinggi mengikuti lengkungan
bumi, jadi seharusnya dibaca B. Dengan
demikian, maka tiap kali pengukuran
dibuat kesalahan ∆. Besar ∆ ini dapat
c. Kesalahan karena pengukur
Kesalahan pengukur ini ada 2 macam :
a) Kesalahan kasar kehilapan
1. Keslahan
kasar
dapat
diatasi
dengan mengukur 2 kali dengan
tinggi teropong yang berbeda.
dihitung
Pertama dengan tinggi teropong
R2 + a2 = (R +∆)2; R2 + a2
= R2 + 2R∆ +∆2
∆ kecil sekali jadi kalau dikuadratkan
dapat dihapus sehingga kita dapat R2 +
h1 didapat perbedaan tinggi ∆h 1 =
Pa – Pb. Pada pengukuran kedua
dengan tinggi teropong h2 didapat
perbedaan tinggi ∆h 2 = qa – qb.
a2 = F + 2R . Bilangan ini kecil sekali
∆h 1 harus sama dengan ∆h 2, bila
tapi kalau tiap kali dibuat kesalahan akan
terdapat
menumpuk menjadi besar. Kesalahan ini
besar maka harus diulang.
bisa diatasi dengan tiap kali mengukur
dari tengah.
kesalahan/
perbedaan
30
qb
qa
pb
pa
h2
h1
Gambar 29. Kesalahan kasar sipat datar
2. Dapat diatasi pula dengan selain
c. Kesalahan yang tak teratur, disebabkan
membaca benang tengah dibaca
karena kurang sempurnanya panca
pula benang atas dan benang
indera
bawah sebab:
kesalahan ini sulit dihindari karena
benang atas + benang bawah / 2 =
memang merupakan sifat pengamatan\
benang tengah.
ukuran.
Sifat Kesalahan
2.1.1
a. Kesalahan kasar, adalah kesalahan
yang besarnya satuan pembacaannya.
Miasalnya mengukur jarak yang dapat
dibaca sampai 1 dm, namun terjadi
perbedaan pengukuran sampai 1 m. Ini
berarti
ada
kesalahan
pembacaan
ukuran dan harus diulang.
maupun
peralatan
dan
Kesalahan pada pengukuran KDV
Kesalahan yang terjadi akibat berhimpitnya
sumbu vertikal theodolite dengan garis arah
vertikal. Sumbu vertikal theodolite x miring
dan membentuk sudut v terhadap garis
vertikal x. AB adalah arah kemiringan
maksimum dengan sasaran s pada sudut
elevasi h dalam keadaan dimana sumbu
b. Kesalahan teratur, terjadi secara teratur
vertikal theodolite berhimpit dengan arah
setiap kali melakukan pengukuran dan
garis vertikal yang menghasilkan posisi
umumnya terjadi karena kesalahan alat.
lintasan teleskop csd dalam arah u dari
31
kemiringan maksimum. Sedangkan dalam
diperoleh beda tinggi pada jalur sama
keadaan dimana sumbu vertikal theodolite
menghasilkan angka nol.
miring sebesar v terhadap garis vertikal
menghasilkan lintasan c’sd’ dalam arah u’
dari kemiringan yang maksimum. Dari dua
lintasan ini akan diperoleh segitiga bola scc’
yang sumbu vertikal β dinyatakan dalam
persamaan berikut :
Jarak belakang dan muka setiap slag
menjadi suatu variabel yang menentukan
bobot
kesalahan
dan
Semakin panjang suatu slag pengukuran
maka bobot kesalahannya menjadi lebih
β = v sin u’ ctgn (90 – h)
β = v sin u’ tgn h
C
C'
u
u'
C'
S
dihilangkan dengan membagi rata dari
A
B
O
S
observasi dengan teleskop dalam posisi
kebalikan,
C
B'
A'
dalam
r
u
u'
r
Karena kesalahan sumbu vertikal tak dapat
dan
koreksi.
besar, dan sebaliknya
β = u’ – u
normal
pemberi
D
D'
maka
Kesalahan sumbu vertikal
pengukuran untuk sasaran dengan elevasi
Gambar 30. Kesalahan Sumbu Vertikal
cukup besar.
Salah satu pengaplikasian pada pengukuran
Koreksi kesalahan pada pengukuran dasar
kerangka dasar vertikal dapat dilihat dari
vertikal menggunakan alat sipat datar optis.
pengukuran sipat datar.
Koreksi kesalahan didapat dari pengukuran
yang menggunakan dua rambu, yaitu rambu
depan dan rambu belakang yang berdiri 2
stand.
Pada pengukuran kerangka dasar vertikal
menggunakan sipat datar optis, koreksi
kesalahan sistematis berupa koreksi garis
bidik yang diperoleh melalui pengukuran
Koreksi kesalahan acak pada pengukuran
sipat datar dengan menggunakan 2 rambu
kerangka dasar vertikal dilakukan untuk
yaitu belakang dan muka dalam posisi 2
memperoleh beda tinggi dan titik tinggi ikat
stand (2 kali berdiri dan diatur dalam bidang
definit. Sebelum pengelohan data sipat
nivo).
datar kerangka dasar vertikal dilakukan,
kerangka dasar horizontal menggunakan
koreksi
harus
alat theodolite, koreksi kesalahan sistematis
dilakukan terlebih dahulu dalam pembacaan
berupa nilai rata-rata sudut horizontal yang
benang tengah. Kontrol tinggi dilakukan
diperoleh melalui pengukuran target (berupa
melalui suatu jalur tertutup yang diharapkan
benang dan unting-unting) pada posisi
kesalahan
sistematis
Sedangkan
pada
pengukuran
32
teropong biasa (vizier teropong pembidik
Apabila teleskop dipasang dalam keadaan
berasal diatas teropong) dan pada posisi
terbalik, tanda kesalahan menjadi negatip
teropong
dan apabila sudut yang dicari dengan
luas
biasa
(vizier
teropong
pembidik berasal di bawah teropong)
Sebelum
pengolahan
data
teleskop dalam posisi normal dan kebalikan
sipat
datar
kerangka dasar vertikal dilakukan, koreksi
dirata–rata
maka
kesalahan
sumbu
horizontal dapat hilang.
sistematis perlu dilakukan terlebih dahulu
Sedang koreksi pengukuran kerangka dasar
kedalam pembacaan benang tengah setiap
horizontal menggunakan theodolite, koreksi
slang. Kontrol tinggi dilakukan melalui suatu
kesalahan sistematis berupa nilai rata–rata
alur tertutup sedemikian rupa sehingga
sudut horizontal yang diperoleh melalui
diharapkan diperoleh beda tinggi pada jalur
pengukuran target. Pada posisi teropong
tertutup sama dengan nol, jarak belakang
biasa dan luar biasa.
dan muka setiap slang menjadi variabel
Kesalahan acak pada pengukuran kerangka
yang menentukan bobot kesalahan dan
dasar
bobot pemberian koreksi. Semakin panjang
memperoleh
jarak
Sebelum
pada
suatu
slang
maka
bobot
horizontal
harga
pengolahan
dilakukan
untuk
koordinat
definitip.
poligon
kerangka
dilakukan,
koreksi
kesalahan dan koreksinya lebih kecil.
dasar
2.1.2
sistematis harus dilakukan terlebih dahulu
Kesalahan pada pengukuran KDH
horizontal
dalam pembacaan sudut horizontal. Kontrol
Kesalahan
yang
terjadi
sumbu
koordinat dilakukan melalui 4 atau 2 buah
horizontal tidak tegak lurus sumbu vertikal
titik ikat bergantung pada kontrol sempurna
disebut
atau sebagian
kesalahan
akibat
sumbu
horizontal.
Kedudukan garis kolimasi dengan teleskop
mengarah pada s berputar mengelilingi
sumbu
horizontal
adalah
csd.
Apabila
sumbu horizontal miring sebesar i menjadi
a’b’, tempat kedudukan adalah c’sd’. Dalam
segitiga bola sdd’, dd’ = α . Merupakan
kesalahan sumbu horizontal, dan apabila
sumbu horizontal miring sebear i maka,
Jarak datar dan sudut poligon setiap titik
poligon
merupakan
variabel
yang
menentukan untuk memperoleh koordinat
definitip tersebut. Syarat yang ditetapkan
dan harus diperhatikan adalah syarat sudut
lalu syarat absis dan ordinat. Bobot koreksi
sudut tidak diperhitungkan atau dilakukan
Sin α = tgn h / tgn ( 90 – i ). Tgn h. tgn i
secara sama rata tanpa memperhatikan
Karena a dan I biasanya sangat kecil,
dan ordinat diperhitungkan melalui dua
persamaan dapat terjadi α = I tan h
faktor lain. Sedangkan bobot koreksi absis
metode :
33
a.
Metode Bowditch
Metode
ini
kedalam
bobot
koreksinya
berdasarkan jarak datar langsung.
pembacaan
sudut
horizontal.
Kontrol koordinat dilakukan melalui 4 atau 2
buah titik ikat tergantung pada ikat kontrol
sempurna atau sebagian saja. Jarak datar
b.
Metode Transit
dan sudut poligon setiap poligon merupakan
Metode ini bobot koreksinya dihitung
suatu variabel yang menentukan untuk
berdasarkan proyeksi jarak langsung
memperoleh
tehadap sumbu x dan pada sumbu y.
Syarat yang ditetapakan dan harus dipenuhi
Semakin
langsung
terlebih dahulu adalah syarat sudut baru
koreksi bobot absis dan ordinat maka
kemudian absis dan ordinat. Bobot koreksi
semakin besar nilainya.
sudut tidak diperhitungkan atau dilakuan
besar
jarak
koordinat
definitif
tersebut.
secara sama rata tanpa memperhitungkan
Kesalahan acak pada pengukuran kerangka
dasar
horizontal
dilakukan
untuk
memperoleh beda tinggi dan tinggi titik ikat
relatif. Sebelum pengolahan data sipat datar
kerangka dasar vertikal dilakukan, koreksi
sistematis perlu dilakukan terlebih dahulu
kedalam pembacaan benang tengah setiap
slang. Kontrol tinggi dilakukan melalui suatu
alur tertutup sedemikian rupa sehingga
diharapkan diperoleh beda tinggi pada jalur
faktor-faktor lain. Sedangkan bobot koreksi
absis dan ordinat diperhitungkan melalui 2
metode,
yaitu
metode
bowditch
dan
transit. Metode bowditch bobot koreksinya
dihitung berdasarkan jarak datar langsung,
sedangkan terhadap sumbu x (untuk absis)
dan
sumbu
y
(untuk
sumbu
ordinat).
Semakin besar jarak datar langsung, koreksi
bobot absis dan ordinat semakin besar,
demikian pula sebaliknya.
tertutup sama dengan nol, jarak belakang
dan muka setiap slang menjadi variabel
Di
yang menentukan bobot kesalahan dan
kesalahan yang mungkin terjadi pada waktu
bobot pemberian koreksi. Semakin panjang
melakukan
jarak
kesalahan pengukuran dapat di sebabkan
pada
suatu
slang
maka
bobot
atas
telah
dijelaskan
bentuk-bentuk
pengukuran,
kesalahan
oleh ;
kesalahan dan koreksinya lebih kecil.
Koreksi kesalahan acak pada pengukuran
a. Karena kesalahan pada alat yang
kerangka dasar horizontal dilakukan untuk
digunakan (seperti yang telah di
memperoleh koordinat (absis dan ordinat)
jelaskan di atas)
definitif. Sebelum pengolahan data poligon
b. Karena keadaan alam, dan
kerangka
c.
dasar
horizontal,
koreksi
sistematis harus dilakukan terlebih dahulu
Karena pengukur sendiri
34
waktu
a. Kesalahan pada alat yang dugunakan
masuk
akan di tinjau kesalahan pada alat ukur
nivo.
Kesalahan ini sering kita jumpai pada saat
melakukan
pekerjaan
pengukuran
beda
tinggi.
nivo
lengkungnya
permukaan
karena
Karena alat ukur penyipat datar
terjadi
tegangan
pada
bagian-
bagian yang terpenting yaitu pada
bagian nivo.
c. Karena pengukur sendiri
pula dan beda tinggi antara dua titik
Kesalahan pada mata, kebanyakan orang
adalah antara jarak dua didang nivo
pada waktu mengukur menggunkan satu
yang melalui dua titik itu.
mata saja. Yang secara tidak langsung akan
Karena lengkungnya sinar cahaya,
akan
dijelaskan
pada
bagian
mengakibatkan
getaran
pembacaan.
Apalagi bila nivo harus dilihat tersendiri,
sehingga
Karena
kasarnya
karena tidak terlihat dalam medan teropong,
koreksi boussole
udara,
karena
adanya pemindahan hawa panas
dari permukaan bumi ke atas, maka
bayangan dari mistar yang dilihat
dengan teropong akan bergetar,
sehingga pembacaan dari mistar
•
Karena perubahan arah garis nivo.
melengkungnya
permukaan bumi akan melengkung
•
•
bagian alat ukur, terutama pada
Karena
bumi, pada umumnya bidang-bidang
•
ditempati oleh mistar-mistar itu.
kena panas sinar matahari, maka
b. Kesalahan karena keadaan alam
•
maka
beda tinggi antara dua titik yang
utama. Kesalahan ini adalah: Garis bidik
arah
tanah,
salah bila digunakan untuk mencari
adakah yang berhubungan dengan syarat
garis
kedalam
pembacaan pada mistar kedua akan
penyipat datar. Kesalahan yang didapat
dengan
satu
kaki tiga maupun mistar ke dua
penyipat datar dan mistar. Lebih dahulu
sejajar
pengukuran
mistar dengan mistar lainnya, baik
Alat-alat yang digunakan adalah alat ukur
tidak
antara
kurang
tepatnya
meletakan
gelembung nivo di tengah-tengah.
Kesalahan pada pembacaan, karena kerap
kali harus melakukan pembacaan dengan
cara menaksir, maka bila mata telah lelah,
nilai taksirannya menjadi kurang.
tidak dapat dilakukan dengan teliti
Kesalahan
yang
kasar,
Karena masuknya lagi tiga kaki dan
pahamnya pembacaan pada mistar. Mistar-
mistar ke dalam tanah. Bila dalam
mistar mempunyai tata cara tersendiri dalam
karena
belum
pembuatan skalanya. Kesalahan ini banyak
35
sekali dibuat dalam menentukan banyaknya
Kesalahan arah sejajar garis ukur = l sin α
meter dan desimeter angka pembacaan.
Kesalahan arah tegak lurus garis ukur = l - l
pengukuran
cos α
ini
adalah
Bila skala peta adalah 1 : S, maka akan
pengukuran tachymetri dengan bantuan alat
terjadi salah plot sebesar 1/S x kesalahan.
theodolite.
Bila kesalahan pengukuran jarak garis ofset
Salah
satu
kerangka
Kesalahan
pengaplikasian
dasar
horisontal
pengukuran
cara
tachymetri
δ l, maka gabungan pengaruh kesalahan
pengukuran jarak dan sudut menjadi: {(l sin
dengan theodolite
α ) 2 + δ l 2}1/2.
Kesalahan alat, misalnya ;
a.
Jarum kompas tidak benar-benar lurus.
b.
Jarum kompas tidak dapat bergerak
d.
Garis bidik tidak tegak lurus sumbu
ketelitian hasil ukur
1. Titik-titik kerangka dasar dipilih atau
mendatar (salah kolimasi).
dibuat mendekati bentuk segitiga sama
Garis skala 0° - 180° atau 180° - 0°
sisi.
2. Garis ukur:
tidak sejajar garis bidik.
• Jumlah
e.
Letak teropong eksentris.
f.
Poros penyangga magnet tidak sepusat
dengan skala lingkaran mendatar.
Pengaturan
alat
tidak
garis
ukur
sesedikit
mungkin.
• Garis
tegak
lurus
garis
ukur
sependek mungkin.
Kesalahan pengukuran, misalnya;
a.
upaya meningkatkan
cara offset bisa dilakukan dengan :
bebas pada porosnya.
c.
Ketelitian pengukuran cara offset dalam
sempurna
• Garis ukur pada bagian yang datar.
(temporaryadjustment)
b.
Salah taksir dalam pembacaan
c.
Salah catat.
3. Garis offset pada cara siku-siku harus
benar-benar tegak lurus garis ukur.
4. Pita ukur harus benar-benar mendatar
Kesalahan akibat faktor alam misalnya;
a.
Deklinasi magnet.
b.
atraksi lokal.
dan diukur seteliti mungkin.
5. Gunakan kertas gambar yang stabil
untuk penggambaran.
Kesalahan pengukuran cara offset
Pada
Kesalahan
menggunakan
arah garis offset α dengan
perhitungan
dari
metode
survei
closed
yang
traverse
panjang l yang tidak benar-benar tegak lurus
selalu terjadi kesalahan (penyimpangan).
berakibat:
yaitu adanya dua stasiun yang meskipun
36
pada
kenyataannya
dilapangan,
stasiun
Pada survei yang menggunakan theodolite,
tersebut hanya satu. Kesalahan tersebut
kesalahan yang terjadi adalah akumulatif,
meliputi kesalahan koodinat dan elevasi
dalam kesalahan dalam salah satu stasiun,
stasiun terakhir yang seharusnya adalah
akan pempengaruhi bagi posisi stasiun
sama dengan stasiun awal. Hal ini terjadi
berikutnya.
karena kesalahan pada ketidak-sempurnaan
terhadap :
Sedangkan survei menggunakan kompas,
kesalahan yang terjadi pada salah satu
1. Alat (Tidak ada alat yang sempurna)
stasiun, tidak mempengaruhi bagi stasiun
2. Pembacaan (tidak ada penglihatan yang
berikutnya. Distribusi kesalahan pada Survei
sempurna)
magnetik, dengan cara yang sederhana
Sewaktu survei dilakukan dan tidak mungkin
kesalahan itu tidak dapat dihindarkan sebab
tidak ada alat dan manusia yang ideal untuk
yaitu jumlah total kesalahan dibagi dengan
jumlah
lengan
survai,
kemudian
di
distribusikan ke setiap stasiun tersebut.
menghasilkan pengukuran yang ideal pula.
Gambar 31. Pengaruh kesalahan kompas t0 Theodolite
Untuk mengatasi hal itu, angka kesalahan
Dibawah ini merupakan distribusi untuk
yang terjadi harus di distribusikan ke setiap
survei non magnetic
stasiun. Kesalahan yang terjadi karena
survei
magnetic
(dengan
menggunakan
kompas dan survay grade x) menggunakan
theodolithe, memiliki jenis yang berbeda.
Perataan penyimpangan elevasi
Berikut ini gambar sket perjalanan tampak
samping memanjang
37
Koreksi bousole
Dari ilmu alam diketahui, bahwa jarum
magnet diganggu oleh benda-benda dari
logam yang terletak di sekitar jarum magnet
itu. Bila tidak ada gangguan, jarum magnet
akan
Gambar 32. Sket perjalanan
terletak
didalam
bidang
meridian
magnetis, ialah dua bidang yang melalui dua
Setelah
perhitungan
dilakukan,
ternyata
elevasi titik akhir yang seharusnya sama
dengan
titik
1
terdapat
penyimpangan
sebesar:
Karena untuk keperluan pembuatan peta
diperlukan meridian geografis yang melalui
dua kutub bumi dan tempat jarum itu, dan
Elevasi koreksi = elevasi titik + koreksi
perhitungan
dilakuan,
karena meridian magnetis tidak berhimpit
dengan meridian geografis yang disebabkan
Perataan penyimpangan koordinat
Setelah
kutub magnetis dan bidang magnetios itu.
oleh tidak samanya kutub-kutub magnetis
hasilnya
dan kutub-kutub geografis, maka azimuth
stasiun terakhir tidak kembali ke stasiun
magnetis
awal, ada selisih jarak sel (d).d2=f(y)2+f(x)2
dahulu, supaya didapat besaran-besaran
harus
diberi
koreksi
terlebih
geografis: ingat pada sudut jurusan yang
sebetulnya sama dengan azimuth utaratimur. Untuk menentukan koreksi boussole
ada dua cara. Ingatlah lebih dahulu apa
yang diartikan dengan koreksi. Koreksi
adalah besaran yang harus ditambahkan
pada pembacaan atau pengukuran, supaya
Gambar 33. Gambar Kesalahan Hasil Survei
didapat besaran yang betul. Kesalahan
Penyimpangan
yang
terjadi
adalah
adalah besaran yang harus dikurangkan dari
penyimpangan absis f(x) dan ordinat f(y)
pembacaan
koreksi terhadap penyimpangan absis:
didapat besaran yang betul.
Absis terkoreksi = absis lama + koreksi.
a. Mengukur azimuth suatu garis yang
atau
pengukuran,
supaya
Koreksi terhadap penyimpangan ordinat,
tertentu; Seperti telah diketahui garis
analog dengan perhitungan diatas
yang
tertentu
adalah
garis
yang
menghubungkan dua titik P(Xp;Yp) dan
Q(Xq;Yq) yang telah diketahui koordinat-
38
koordinatnya.
Alat
ukut
BTM
punggungnya ke arah matahari yang
ditempatkan pada salah satu titik itu,
diukur dan keadaan tepi-tepi matahari
misalnya di titik P, dengan sumbu
dilihat dari ujung objektif pada kertas
kesatuan tegak lurus diatas titik P.
putih yang di pasang pada lensa okuler.
Arahkan garis bidik tepat pada titik Q,
Besarnya
refraksi
Misalkan
mempunyai
tanda
pembacaan
pada
skala
yang
minus
selalu
tergantung
lingkaran mendatar dengan ujung utara
pada tinggi h yang di dapat dari
jarum magnet ada A. Hitunglah sudut
jurusan αab garis PQ dengan tg αab =
pengukuran.
(xq-xp) : (yp-yp) yang setelah sudut
hasil pengukuran koreksi refraksi dengan
jurusan αpq ini di sesuaikan dengan
Untuk
harga
koreksi
berlaku tabel. Tinggi h yang didapat dari
tanda minus.
macam sudut azimuth yang ditunjuk oleh
Tinggi h yang telah diberi koreksi refraksi
maka karena α adalah besaran yang
ini adalah tinggi sebenarnya dari pada
betul, dapatlah ditulis:
Karena yang diperlukan sekarang adalah
jarum magnet alat ukur BTM ada α,
α=A+C
Dalam
rumus
C
adalah
rumus boussole, sehingga C = α-A
tepi atas atau tepi bawah matahari.
tinggi titik pusat matahari dan sudut lihat
kedua tepi atas dan tepi bawah matahari
ada D = 32’, maka tinggi sebenarnya tadi
b. Mengukur tinggi matahari; Dasar cara
harus dikurangi dengan ½ D = 16’, bila di
kedua ini adalah mengukur tinggi suatu
ukur
bintang
deklinasinya
mendapatkan tinggi sebenarnya dari
bintang
pada titik pusat matahari.
yang
pada
saat
dan
lintang
diketahui
pengukuran
itu.
Dengan tinggi h, deklinasi δ bintang itu
ϕ
tempat
pengukuran
dapatlah di hitung azimuth astronomis
yang sama dengan azimuth geografis
bintang itu. Bila azimnuth astronomis itu
dibandingkan
dengan
azimuth
yang
ditunjuk oleh jarum magnet pada saat
pengukuran, dapatlah ditentukan koreksi
selalu,
bahwa
pada
saat
pengukuran si pengukur berdiri dengan
bawah
mata
hari
untuk
Kesalahan Pengukuran
Banyak faktor yang mempengaruhi hasil
pengukuran sipat datar teliti, mulai dari
faktor-faktor
yang
dihilangkan
sampai
pengaruhnya
hanya
pengaruhnya
dapat
faktor-faktor
yang
dapat
diperkecil.
Adapun faktor-faktor tersebut antara lain:
boussole.
Ingatlah
2.1.3
tepi
Keadaan tanah jalur pengukuran
Keadaan/ kondisi atmosfir (getaran
udara)
39
Refraksi atmosfir.
a. Keadaan jalur pengukuran
Kelengkungan bumi.
Pengukuran sipat datar pada umumnya
Kesalahan letak skala nol rambu.
harus menggunakan jalur pengukuran
Kesalahan panjang rambu (bukan
yang keras, seperti jalan diperkeras,
rambu standar).
jalan raya, jalan baja.
Kesalahan pembagian skala (scale
graduation) rambu.
Dengan demikian turunya alat dan
Kesalahan pemasangan nivo rambu
rambu dalam pelaksanaan pengukuran
Kesalahan garis bidik.
dapat diperkecil, karena apabila terjadi
penurunan
Dari faktor-faktor tersebut dapat ditarik
pengukuran
pelajaran bahwa sudah seharusnya seorang
kesalahan
dan
rambu
akan
maka
mengalami
kesalahan. Besarnya kesalahan akibat
juru ukur mengetahui hal-hal yang akan
mengakibatkan
alat
penuruanan alat-alat tersebut dijelaskan
pada
dibawah ini:
pengukuran.
I
II
1
δ1
λ1
δ2
2
I
b2
m2
b1
m1
A
turun
B
turun
turun
Gambar 34. Kesalahan karena penurunan alat
Pada salag 1 selama waktu pembacaan
rambu
belakang
dan
memutar
alat
kerambu muka, alat ukur turun δ1. Pada
40
waktu alat pindah ke slag 2, rambu turun
Di bawah ini adalah usaha yang bisa
λ1 dan selama pengukuran berlangsung
dilakukan untuk memperkecil pengaruh
alat turun δ2.
Rumus
yang
turunnya alat dan rambu:
digunakan
untuk
Pada perpindahan slag, pembacaan
menentukan beda tinggi (∆h) akibat
dimulai pada rambu yang sama
penurunan alat antara A dan B yaitu:
seperti
Slag 1: ∆h1 = (b1 − ( m1 + δ 1 )
Slag 2: ∆h2 = (b2 − λ1 ) − ( m 2 + δ 2 )
+
Pada
setiap
slag
pembacaan
diterangkan sbb:
∆h u AB = beda tinggi hasil ukuran
= ( δ 1 + δ 2 + λ1 ) = kesalahan
Pembacaan dimulai pada rambu
no I.
Dari slag 1 : ∆h1 = (b1 – m1) + δ1
Dari slag 2 : ∆h2 = (b2 – m2)+ δ2 - λ1
karena turunya alat dan rambu
diatas
sebelumnya,
Untuk kedua usaha di atas dapat
Dimana:
penjelasan
∆hAB = ∆hAB – (λ1 - δ1 - δ2 )
dapat
u
∆hAB = ∆h AB
− K2
disimpulkan, bahwa apabila pengukuran
antara dua titik (pilar) terdiri dari banyak
Dimana K2 < K1
slag pengaruh turunnya alat dan rambu
akan menjadi lebih besar (akumulasi).
I
1
δ1
λ1
II
δ2
I
2
m2
b2
b1
m1
A
Gambar 35. Pembacaan pada rambu I
slag
rambu.
u
∆h AB = ∆h AB
− (δ 1 + δ 2 + λ1 ) = ∆h AB − K 1
Dari
pada
dilakukan dua kali untuk setiap
∆h AB = (b1 − m1 ) + (b2 − m 2 ) − (δ 1 + δ 2 + λ1 )
K1
pembacaan
B
41
Pembacaan diulang 2x
I
II
δ1
1
b1
b'1
m1
m2
δ2
Gambar 36. Pembacaan pada rambu II
Dari slag 1 :
Bacaan pertama : ∆h1 = (b1 – m1)-δ1
Bacaan kedua : ∆h1 = (b1 – m1) + δ2
Rata-rata ∆h1 = ∆h1u − 12 (δ 1 − δ 2 )
Dengan cara yang sama dari slag
dua diperoleh:
Rata-rata ∆h2 = ∆h2u − 12 (δ 2 − δ1 )
Secara sistematis dapat dirumuskan
sbb:
Misal rambu I mempunyai kesalahan δ1,
Dan rambu II mempunyai kesalahan δ2,
δ2 ≠ δ1, maka:
Slag 1:
Maka ∆h AB = ∆h AB
b. Kesalahan letak skala nol rambu
Slag 2:
Kesalahan letak skala nol rambu dapat
terjadi karena kesalahan pembuatan
(pabrik)
atau
rambu
digunakan
sudah
sehingga
permukaan
sering
yang
dipakai
bawahnya
menjadi aus.
Pengaruh
ini
diterangkan dengan gambar 37.
dapat
∆h1 = (b2 + δ 2 ) − (m2 + δ 1 )
= (b2 − m 2 ) + (δ 2 − δ 1 )
Kesalahannya: (δ2 - δ1)
Jumlah kesalahan dari dua slag adalah
(δ1 - δ2) + (δ2 - δ1) = 0
Artinya:
kesalahan
= (b1 − m1 ) + (δ 1 − δ 2 )
Kesalahannya: (δ1 - δ2)
u
alat
∆h1 = (b1 + δ 1 ) − (m1 + δ 2 )
u
∆h AB = ∆h AB
42
I
II
I
II
b4
I
b2
m4
m2
b1
b3
m1
m3
C
2
B
1
A
4
4
3
3
2
2
1
1
0
δ
δ
0
Gambar 37. Kesalahan Skala Nol Rambu
Jadi dapat disimpulkan bahwa beda
Hal
tinggi hasil ukuran antara dua titik tidak
pengukuran mengalami kesalahan.
mengandung
kesalahan
akibat
kesalahan letak skala nol rambu, bila
pengukuran
mengakibatkan
data
hasil
Besarnya pengaruh dijelaskan dalam
gambar 38.
dengan
prosedure sbb:
Secara sistematis dapat dirumuskan
sebagai berikit:
c.
dilakukan
ini
Jumlah slag antara titik-titik yang
diukur harus genap.
Misal rambu I muai sebesar δ1m dan
Posisi rambu harus diatur selang-
rambu II muai δ2m; panjangnya rambu
seling (I – II – I – II .... dst .... I)
standar adalah L m, umumnya 3m;
maka dalam satu slag:
Kesalahan panjang rambu
Panjang rambu akan berubah karena
perubahan temperatur udara. Misalnya
panjang
rambu
rambu
tersebut
invar
tepat
3m,
3m
panjang
pada
temperatur standar t0. Bila pada waktu
pengukuran temperatur udara adalah t
(lebih besar atau lebih kecil dari t0)
maka rambu tidak lagi 3m, tetapi 3m ±
α(t - t0) dimana α adalah angka muai
invar.
Beda tinggi ukuran
= ∆hu = b1 – m1
Beda tinggi yng beanr = ∆h = b – m
Karena
b1 = ⎛⎜ L + δ 1 ⎞⎟ ⋅ b1 = ⎛⎜1 + δ 1 ⎞⎟ ⋅ b
L⎠
⎝ L ⎠
⎝
m1 = ⎛⎜ L + δ 2 ⎞⎟ ⋅ m1 = ⎛⎜1 + δ 2 ⎞⎟ ⋅ m
L⎠
⎝ L ⎠
⎝
Maka ∆h = b – m = ∆hu + ⎛ δ 1
δ
⎞
b1 + 2 m 1 ⎟
⎜
L
⎠
⎝ L
43
I
δ1
II
δ2
1
m
b
Gambar 38. Bukan rambu standar
Artinya, data pengukuran mengandung
kesalahan sebesar: ⎛⎜ δ 1 b 1 + δ 2 m 1 ⎞⎟
Dengan
cara
⎝ L
L
yang
sama
⎠
dapat
diterangkan kesalahan untuk rambu
yang mengkerut.
Penaksiran bacaan pada interval skala
yang
kecil
akan
berbeda
dengan
bacaan pada interval skala yang lebih
besar, artinya ketelitian bacaan akan
berbeda, hal ini tidak dikehendaki.
Cara
pencegahannya
yaitu
apabila
Cara pencegahan agar rambu tidak
terdapat
mengalami pemuaian, yaitu jika pada
meratanya
saat pengukuran udara panas atau
rambu, sebaiknya rambu tersebut tidak
hujan maka rambu ukur harus dilindungi
digunakan dan dalam pemilihan rambu
dengan payung sehingga rambu ukur
sebaiknya harus teliti agar memperoleh
dapat terlindungi.
rambu yang sama dalam pembagian
d. Kesalahan pembagian skala rambu
Kesalahan
pembagian
skala
rambu
kesalahan
pembagian
akibat
skala
tidak
pada
skalanya.
e. Kesalahan pemasangan nivo rambu
terjadi pada waktu pembuatan (pabrik).
Pada
Misalkan panjang rambu 3m, maka
seharusnya gelembung nivo berada
apabila ada satu bagian skala dibuat
ditengah. Akan tetapi karena kesalahan
terlalu kecil, pasti dibagian yang lain
pemasangan, keadaan di atas tidak
ada yang lebih besar.
dipenuhi, artinya gelembung nivo sudah
rambu
keadaan
tegak,
44
berada ditengah rambu dalam keadaan
yang melalui alat sipat datar bila
miring.
baik
bidang-bidang nivo dianggap saling
kesamping,
sejajar. Dengan garis bidik mendatar,
maka bacaan rambu akan terlalu besar.
karena kelengkungan bumi tersebut
Apabila
kedepan,
rambu
miring
kebelakang,
Secara sistematis dapat dirumuskan
tidak memberikan beda. Permasalahan
di atas dijelaskan dalam gambar 41.
sebagai berikut:
Bacaan rambu dalam keadaan miring
adalah b1, bacaan seharusnya adalah b.
Bila kemiringan rambu adalah sudut α,
maka:
Dari
bacaan
garis
bidik
mendatar
menghasilkan selisih bacaan (b - m)
yang tidak sama dengan selisih (tA - tB).
Kesalahn karena kelengkungan bumi
pada beda tinggi adalah dh
b = b Cos α
1
Dh = (b - tA) – (m - tB)
karena umumnya α kecil:
Sedangkan pada pembacaan rambu
b = b (1 – ½ α + ....)
1
masing-masing adalah:
b = b1 – ½ α b1 + ....
Rambu belakang : Xb = (b - tA)
Besarnya kesalahan pembacaan adalah
½ α b . Karena α konstan, besarnya
Rambu muka
: Xm = (m - tB)
1
kesalahan tergantung tingginya bacaan
b1. Makin tinggi b1 maka makin besar
kesalahannya.
Besarnya X adalah (lihat gambar 42):
(R + h)2 + D2 = {(R + h) + X}2
(R + h)2+ D2 = (R + h)2 + 2 (R + h)X + X2
D2 = 2 (R + h)X + X2
Cara pencegahannya yaitu pada saat
pengukuran
periksalah
pemasangan
nivo dan pada waktu pengukuran garis
bidik
tidak
terlalu
tinggi
dari
Dianggap: (R + h) ≈ R dan X2 ≈ 0, maka
D2 = 2R.X
atas
permukaan tanah.
f.
Karena h <<< R dan X <<< R dapat
2
X = D
2R
Atau
Kelengkungan bumi
Jarak antara bidang-bidang nivo melalui
masing-masing titik yang bersangkutan
disebut beda tinggi antara dua titik.
Beda tinggi antara dua titik dapat
ditentukan dari ketinggian bidang nivo
Dengan demikian:
Xb =
Xm =
Db2
2R
Dm2
2R
45
Dan
dh =
pengukuran sipat datar dijelaskan pada
Db2 Dm2
1
−
=
⋅ ( Db2 − Dm2 )
2R 2R 2R
gambar 43.
Secara sistematis besarnya pengaruh
Berikut contoh besarnya X dan dh.
refraksi atmosfir pada pengukuran sipat
Bila
D = 40 m, R = 6000 km,
datar adalah sebagai berikut:
Mak
X =
Bila
Maka
40 2
= 0.13mm
2(6000000)
Skala
dh =
1
(40 - 30 )
2(6000000)
di
t1,
D2
2R
Dimana K = koefisien refraksi atmosfir
= R ≈ 0.14
R1
Usahakan agar didalam setiap slag
Db seimbang dengan Dm agar dh=0
Contoh:
Karena kelengkungan bumi bacaan
Bila D = 40 m, K = 0.14, maka:
rambu
= K⋅
Y
Cara pencegahaannya adalah:
nampak
Besarnya Y adalah :
2
= 0.06 mm
akan
kesalahannya adalah Y = t1 – t.
Db = 40 m, Dm = 30 m,
2
t
terlalu
besar,
sehingga
Y = 0.14 ⋅
koreksi X bertanda negatif
40 2
= 0.02 mm
2(6000000)
Bila Db > Dm koreksi dh adalah
Catatan:
negatif
Koreksi
Bila Db < Dm koreksi dh adalah
kelengkungan bumi biasanya digabung
positif
menjadi
refraksi
satu
atmosfir
karena
refraksi
dan
dan
kelengkungan bumi terjadi bersama-
g. Refraksi atmosfir
sama pada saat pengukuran dilakukan.
Karena lapisan atmosfir mempunyai
kerapatan yang tidak sama (makin
Rumusnya : r = k − 1 D 2
2R
r=
kebawah, makin rapat) jalannya sinar/
cahaya (matahari) adalah mengalami
pembiasan (melengkung).
Sehingga
benda-benda
Dimana:
akan
lebih
tinggi dari posisi seharusnya. Besarnya
pengaruh
refraksi
k −1 2
( Db − Dm2 )
2R
atmosfir
pada
r = adalah koreksi terhadap bacaan
r = adalah koreksi terhadap beda tinggi
(satu slag)
46
h. Getaran udara
Biasanya,
Cara pencegahannya yaitu sebelum
bayangan
rambu
teropong
nampak
bergetar
adanya
pemindahan
pada
karena
panas
yaitu karena pembacaan rambu tidak
dapat dilakukan dengan teliti, maka
sebaiknya pengukuran dihentikan.
pastikan
dulu
garis jurusan nivo.
k.
Dengan demikian cara pencegahannya
dimulai,
bahwa garis bidik sudah sejajar dengan
dari
permukaan tanah ke atas.
i.
pengukuran
Paralak
Dalam
pengukuran
pembacaan,
tepat
pada
saat
nivo
harus
gelembung
ditengah.
Untuk
mengetahu
dengan tepat bahwa gelembung nivo
Perubahan arah garis jurusan nivo
berada ditengah, yaitu dengan cara
Pada alat ukur akan terjadi tegangan
menempatkan mata tegak diatas nivo
pada bagian-bagian alat ukur terutama
langsung atau bayangan (lewat cermin
sekali
atau prisma).
nivo
apabila
terkena
panas
matahari langsung.
Montur
nivo
Bila dari samping, karena paralak,
mendapat
tegangan
gelembung nivo akan nampak sudah
nivo
tepat ditengah. Sehingga megakibatkan
mengalami perubahan dan tidak sejajar
kedudukan garis bidik belum mendatar
lagi
maka pembacaan akan mengandung
sehingga
arah
dengan
garis
garis
mengakibatkan
jurusan
bidik.
Sehingga
bacaan
rambu
kesalahan.
mengandung kesalahan.
Cara pencegahannya yaitu pada saat
Cara pencegahannya yaitu agar hal ini
akan
tidak
gelembung nivo diatur dulu hingga
terjadi,
pengukuran
maka
berlangsung
pada
saat
hendaknya
memulai
pengukuran
maka
benar-benar sesuai dengan aturan.
alat ukur di lindungi oleh payung.
j.
2.2
Kesalahan garis bidik
Kesalahan sistematis
Garis bidik harus sejajar dengan garis
jurusan nivo hal ini merupakan syarat
Kesalahan
utama alat sipat datar. Apabila tidak
yang
sejajar, pada kedudukan gelembung
kesalahan pada suatu sistem. Kesalahan
nivo
sistem dapat diakibatkan oleh peralatan dan
ditengah
mendatar.
garis
bidik
tidak
sistematis
mungkin
kondisi alam.
adalah
terjadi
akibat
kesalahan
adanya
47
Peralatan yang dibuat manusia walaupun
Apabila penyebab suatu kesalahan telah di
dibuat dengan canggihnya, akan tetapi
ketahui sebelumnya dan apabila pada saat
masih diperlukan suatu prosedur guna
pengukuran kondisinya telah pula di ketahui
mengetahui
munculnya
maka dapat di lakukan koreksi terhadap
baik
kesalahan-kesalahan
kesalahan
kemungkinan
pada
pengukuran
alat,
maupun data.
yang
timbul
dan
kesalahan semacam ini di sebut kesalahan
sistematis.
Rambu belakang
Rambu muka
BTm
BTb
1
A
2
Arah Pengukuran
Gambar 39. Sipat Datar di Suatu Slag
Apabila penyebab suatu kesalahan telah
Sebagai
contoh,
diketahui sebelumnya dan apabila pada saat
adanya
kesalahan-kesalahan
pengukuran kondisinya telah pula diketahui,
bahwa pada pita ukur baja biasanya untuk.
maka
Harga-harga ukurnya terdapat konstanta-
dapat
dilakukan
koreksi
pada
sehubungan
dengan
tersebut,
kesalahan yang ada. Contohnya, pita ukur
konstanta koreksi skala atau kloreksi suhu.
baja yang terdapat koreksi skala atau
Selanjutnya,
koreksi suhu. Selanjutnya, seperti pada
petugas yang timbul pada pengukuran
kesalahan yang besarnya hampir sama dan
elevasi dengan instrumen ploting, terdapat
jika dilakukan koreksi dengan suatu nilai
semacam kesalahan yang besarnya hampir
tertentu terhadap harga ukurnya, maka akan
sama dan jika di lakukan koreksi dengan
mendekati harga benar walaupun tidak
suatu nilai tertentu terhadap harga ukurnya,
dapat diketahui dengan pasti penyebab
maka
kesalahan tersebut. Kesalahan seperti ini
walaupun tidak dapat di ketahui dengan
dapat
pasti
pula
diklasifikasikan
kesalahan sistematis.
sebagai
akan
seperti
halnya
mendekati
penyebab
kesalahan
harga
kesalahan
benar
tersebut
48
Kesalahan
seperti
ini
dapat
pula
di
BTb1 dan BTm2 yang akan di dapat bila
klasifikasikan sebagai kesalahan sisitematis.
garis bidik mendatar jadi telah sejajar
Kesalah sistematis dapat terjadi karena
dengan garis arah nivo, maka koreksi garis
kesalahan alat yang kita gunakan.
bidik untuk diatas sama dengan:
Alat-alat yang di gunakan adalah alat ukur
penyipat datar dan mistar. Lebih dahulu kita
=
( BTb1 − BTm1) − ( BTb 2 − BTm2)
(db1 − dm1) − (db2 − dm2)
akan tinjau kesalahan yang ada pada alat
Kesalahan sistematis dapat juga disebabkan
ukur penyipat datar. Kesalahan yang di
oleh karena keadaan alam yang dapat di
dapat adalah yang berhubungan dengan
sebabkan oleh:
syarat utama. Kesalahan itu adalah garis
bidik tidak sejajar dengan dengan garis arah
nivo.
Dapat
diketahui
bahwa
untuk
mendapatkan beda tinggi antara dua titik
mistar yang diletakan di atas dua titik harus
di bidik dengan garis bidik yang mendatar.
1. Karena
bumi.
lengkungan
Pada
permukaan
umumnya
karena
bidang-bidang nivo karena pula dan
beda tinggi antara dua tititk adalah
jarak antara dua bidang nivo yang
melalui dua titik itu.
Semua pembacan yang di lakukan dengan
garis bidik yang mendatar diberi tanda
2. Karena
melengkungnya
sinar
dengan angka 1. pembacaan dengan garis
cahaya (refraksi). Sinar cahaya yang
bidik yang mendatar adalah BTb1-BTm1,
datang dari benda yang di teropong
sedang pembacaan yang di lakukan dengan
harus melalui lapisan-lapisan udara
garis bidik miring dinyatakan dengan angka
yang tidak sama padatnya, karena
2. bila gelembung di tengah-tengah, jadi
suhu dan tekannya tidak sama.
garis arah nivo mendatar dan garis bidik
3. Karena
getaran
udara.
akibat
tidak sejajar dengan garis arah nivo, maka
adanya pemindahan hawa panas
garis bidik akan miring dan membuat sudut
dari permukaan bumi keatas, maka
α
bayangan dari mistar yang di lihat
dengan
pembacaan
garis
pada
arah
nivo,
kedua
sehingga
mistar
akan
dengan
teropong
akan
menjadi BTm dan BTb.
sehingga
Beda tinggi antara titik A dan titik B sama
tidak dapat di lakukan.
pembacan
bergetar
ada
mistar
dengan t = BTb1-BTm1. Sekarang akan
4. Karena masuknya lagi kaki tiga dan
dicari hubungan antara selisih pembacaan
mistar kedalam tanah. Bila dalam
BTb2 dan BTm2 yang di dapatkan garis
waktu
bidik miring dengan selisih pembacaan
mistar dengan mistar lainya baik
antara
pengukuran
satu
49
kaki tiga maupun mistar kedua
2.2.2
Pengaruh kesalahan nol skala
dan satu satuan skala mistar ukur
masuk lagi kedalam tanah maka
pembacan pada mistar kedua akan
salah bila di gunakan untuk mencari
beda tinggi antara dua titik yang
ditempati oleh mistar-mistar itu.
Akibat hal–hal tertentu artinya dasar/ ujung
bawah mistar ukur bahwa mistar ukur dan
tidak samanya satu satuan skala dari
masing–masing
5. Karena perubahan garis arah nivo,
karena alat ukur penyipat datar
ukur
yang
di
gunakan timbul hal – hal sebagai berikut :
σ = Kesalahan yang timbul akibat salah nol
terkena napas sinar matahari maka
akan terjadi tegangan pada bagian-
mistar
skala.
∆ = Kesaahan yangtimbul akibat satu–
bagian alat ukur, terutama pada
satuan skala.
bagian penting seperti nivo.
Hasil ukuran :
2.2.1
Pengaruh kesalahan garis bidik
∆h1 = (b10 + δ0 + ∆0) – (m10 + δ1 + ∆1)
= (b10 + m10) + (δ0 + ∆0 – δ1 – ∆1
Bila garis bidik sejajar dengan garis arah
∆h2 = (b20 + m20) + (δ0∆0 + δ1∆1)
nivo, maka hasil pembacaan tidak benar,
dan akibatnya, beda tinggi tidak benar.
∆h1 + ∆h2 = (b10 + m10) + (b20 + m20)
Mengatasi kesalahan garis bidik ada dua
Σ∆h = Σb0 - Σm0
cara :
Dasar/ dihitung kemiringan garis bidik,
Dari hal-hal diatas dapat dilihat bahwa,
dan selanjutnya dikoreksikan terhadap
akibat dari dua kesalahan yang timbul, hasil
hasil ukuran.
ukuran menjadi tidak benar, tetapi dalam hal
ini dapat di eliminasi dua cara :
Eleminasi,
yaitu
dengan
mengatur
penempatan alat sehingga kesalahan
tersebut
hilang
dengan
sendirinya
Di jumlah slag genap.
Pengaturan perpindahan mistar ukur.
(tereliminir).
Bila pada slag sebelumnya mistar ukur
Mencari kesalahan garis bidik
merupakan
mistar
belakang,
slag
selanjutnya harus menjadi mistar muka dan
sebaliknya.
50
2.3 Kesalahan acak
2.4 Kesalahan besar
Adalah suatu kesalahan yang objektif yang
Kesalahan
besar
dapat
mungkin terjadi akibat dari keterbatasan
operator
atau
surveyor
panca indera manusia. Keterbatasan itu
kesalahan yang seharusnya tidak terjadi
dapat berupa kekeliruan, kurang hati-hati,
akibat kesalahan pembacaan dan penulisan
kelalaian, ketidakmengertian pada alat, atau
nilai yang diambil dari data pengukuran.
belum menguasai sepenuhnya alat.
Dengan demikian, jika terjadi kesalahan
Walaupun
demikian,
pengukur
yang
berpengalaman tidak mutlak pengukurannya
terjadi
apabila
melakukan
yang besar maka pengukuran harus diulang
dengan rute yang berbeda.
itu benar. Karena itu dalam mempersiapkan
dan merencanakan pekerjaan pengukuran
harus diperhatikan hal–hal sebagai berikut:
•
•
Menggunakan metode yang berbeda,
Mengupayakan rute pengukuran yang
berbeda.
2.4.1
Koreksi kesalahan
Seluruh pengukuran untuk kepentingan dari
pemetaan
maupun
dasarnya
aplikasi
lain,
memperhatikan
pada
kesalahan
sistematis dan acak yang sering terjadi.
Khusus untuk pengukuran kerangka dasar
Kesalahan ini lebih mudah dikoreksi dengan
horizontal, koreksi kesalahan sistemtik dan
pendekatan ilmu statistik. Pada fenomena
acak mutlak dilakukan. Maka dari itu, kita
pengukuran dan pemetaan suatu syarat
mengenal
geometrik menjadi kontrol
kesalahan garis bidik)
Kesalahan
ini
bersifat
subjektif
yang
mungkin terjadi akibat terjadi perbedaan
keterbatasan
panca
Kesalahan
acak
dieleminir
atau
indra
relatif
lebih
dikoreksi
KGB =
dengan
rumus
KGB
(koreksi
(BTm1 – BTb1) – (BTm2 – BTb2)
(dm1 – db1) – (dm2 – db2)
manusia.
mudah
adnya
2.4.2
Kesalahan
pengukuran
sipat
datar
pendekatan-pendekatan ilmu statistik. Pada
fenomena pengukuran dan pemetaan suatu
Kesalahan pengukuran sipat datar dapat
syarat
dikelompokan dalam :
geometrik
menjadi
kontrol
dan
pengikat data yang tercakup pada titik-titik
kontrol pengukuran.
1. Kesalahan pengukur
Kesalahan pengukur mempunyai panca
indra
(mata)
tidak
sempurna
dan
pengukur kurang hati-hati, lalai, tidak
51
paham menggunakan alat ukur, dan
dari persamaan (1) dan (2) dapat
tidak paham menggunakan pembacaan
dimengerti
rambu.
kesalahan garis bidik sama dengan
bahwa
pengaruh
nol haruslah diusahakan agar :
2. Kesalahan alat ukur
Db
Kesalahan yang diakibatkan oleh alat
=
Dm
atau
n
∑ Db1
(
n
∑ Dm)….(3)
1
ukur antara lain :
Dijelaskan dalam gambar 24.
Persamaan (1) dapat dijelaskan
a) Garis bidik tidak sejajar dengan
garis
jurusan
nivo.
mengakibatkan
sebagai berikut:
Sehingga
h yang benar adalah : h = a – b
kesalahan
dari ukuran diperoleh: h1=a1-b1
pembacaan pada rambu. Apabila
h1
garis jurusan nivo mendatar garis
agar
bidik tidak mendatar. Alat sipat datar
haruslah a1 dan b1 dikoreksi
demikian
h = (a1-a a1) – (b1-b b1)
dikatakan
kesalahan
pengaruh
garis
mempunyai
bidik.
kesalahan
garis
Besar
menjadi
betul,
maka
h = (a1- b1) – (a a1- b b1)
bidik
terhadap hasil beda tingi adalah:
karena a a1 = tan α (Db-Dm)
∆h = tan α (Db-Dm) = α (Db
h1-h = ∆h = tan α (Db-Dm)
Dm)….(1)
bila sudut α kecil :
dimana :
∆h = α (radial) x (Db-Dm)
∆h =
kesalahn pada ukuran beda
b)
tinggi
Bila rambu baik
skala
Db = jarak kerambu belakang
rambu
dengan
Dm = jarak kerambu muka
maka garis nol
harus
alas
berhimpit
rambu.
Karena
kesalahan pembuatan garis nol
α = kesalahan garis bidik
dapat terletak diatas alas rambu.
apabila jarak antara dua titik yang
Karena seringnya rambu dipakai
diukur
dalam
maka ada kemungkinan alas rambu
beberapa seksi, maka pengaruhnya
menjadi aus. Ini berarti bahwa
adalah :
angka skala nol terletak di bawah
jauh
dan
dibagi
n
n
∆h = tan α ( ∑ Db-∑ Dm)
1
1
alas
n
n
= α ( ∑ Db-∑ Dm)….(2)
1
1
didapat
dari
pembacaan
yang
rambu.
Beda
tinggi
yang
pembacaansalah
karena
52
c)
adanya kesalahan garis nol skala
Bila ∆Lb dan ∆Lm adalah kesalahan
rambu akan betul, apabila jumlah
panjang rambu belakang dan muka
seksi antara dua titik dibuat genap
Lb dan Lm panjang rambu belakang
dan
dan
pemindahan
rambu
ukur
muka
a
dan
b
adalah
selama pengukuran harus selang
pembacaan pada rambu belakang
seling,
dan
Untuk
menegakan
digunakan
diletakan
nivo
pada
gelembung
rambu
ukur
kotak
rambu.
nivo
yang
Apabila
muka
mempunyai
kesalahan maka beda tinggi yang
betul adalah :
h=h1+{∆Lba - ∆Lm b}
Lb
ditempatkan
ditengah, rambu harus tegak. Akan
yang
Lm
3. Kesalahan karena faktor alam
tetapi bila gelembung nivo sudah
ditengah
tetapi
rambu
miring,
dikatakan terdapat kesalahan nivo
a) Karena
bumi.
lengkungan
Pada
permukaan
umumnya
bidang-
bidang nivo karena pula dan beda
kotak karena salah mengaturnya.
tinggi antara dua tititk adalah jarak
d) Kesalahan pembagian skala rambu.
Seharusnya
pembagian
skala
rambu adalah sama. Apabila ada
interval yang tidak sama sekali
terlalu besar sekali lagi terlalu kecil
maka
dikatakan
bahwa
rambu
mempunyai kesalahan pembagian
skala. Kesalahan ini tidak dapat
dihilangkan.
Oleh
sebab
antara dua bidang nivo yang melalui
dua titik itu.
b) Karena
melengkungnya
sinar
cahaya (refraksi). Sinar cahaya yang
datang dari benda yang di teropong
harus melalui lapisan-lapisan udara
yang tidak sama padatnya, karena
suhu dan tekannya tidak sama.
itu
gunakan rambu dengan baik.
c) Karena getaran udara . karena
adanya pemindahan hawa panas
e)
Kesalahan panjang rambu.
dari permukaan bumi keatas, maka
Seharusnya panjang rambu yang
bayangan dari mistar yang di lihat
digunakan adalah standard. Artinya
dengan teropong akan bergetar
apabila angka rambu mulai dari 0 –
sehingga pembacan ada mistar
3m panjang rambu harus tepat 3m.
tidak dapar di lakukan.
Bila dikatakan bahwa rambunya
mempunyai
kesalahan panjang.
53
d) Karena masuknya lagi kaki tiga dan
Yang
mistar kedalam tanah. Bila dalam
waktu
antara
pengukuran
satu
-
sudut haruslah tepat kalau tidak
pembacan pada mistar kedua akan
gunakan
Sudut diukur pada satu titik, kedua
tersebut. Penempatan alat pada titik
masuk lagi kedalam tanah maka
di
serta
titik sebelum dan sesudah titik sudut
kaki tiga maupun mistar kedua
bila
sudut
pengukuran:
mistar dengan mistar lainya baik
salah
mempengaruhi
demikian
untuk
maka
akan
terdapat
kesalahan sudut. Untuk membantu
mencari beda tinggi antara dua titik
dalam sentrering alat–alat pengukur
yang di tempati oleh mistar-mistar
sudut yang baru dilengkapi dengan
itu.
alat
e) Karena perubahan garis arah nivo,
sentering
sentrering
optis.
yang
Karena
menggunakan
karena alat ukur penyipat datar
unting–unting sangat menyusahkan
kena napas sinar matahari maka
dilapangan
akan terjadi tegangan pada bagian-
sangat mudah bergoyang bila tertiup
bagian alat ukur, terutama pada
angin.
bagian penting seperti nivo.
penting
karena
Selain
titik
lainnya
unting–unting
sudut,
adalah
yang
titik–titik
arah.
2.4.3
Kesalahan pada ukuran
Disini akan dibicarakan sedikit mengenai
Kesalahan jarak
kesalahan pada sudut dan kesalahan pada
Kesalahan jarak yang sering dilakukan
jarak:
ialah disebabkan para pengukur jarak
merentangkan
Kesalahan sudut
pita
ukurnya
kurang
tegang, sehingga terdapat kesalahan
Sudut yang diukur merupakan suatu
pengukuran jarak. Satu hal yang sangat
data untuk perhitungan poligon dan
penting dan yang kadang – kadang
dengan
dilupakan orang ialah mengecek alat
sendirinya
pula
ketelitian
poligon sebagaian tergantung dari pada
pengukur
jarak.
Karena
bila
pengukuran sudutnya dengan demikian
demikian
akan
terdapat
kesalahan
salah satu cara untuk meninggikan
sistematis.
ketelitian
poligon
pengukuran
harus diukur dengan teliti.
sudut
tidak
54
2.4.4
Mencari
kesalahan–kesalahan
2.4.5
Mencari kesalahan besar pada
sudut
besar pada jarak
Yang dimaksud dengan kesalahan besar
Kemungkinan kesalahan besar pada sudut
disini ialah kesalahan sudut atau kesalahan
terbagi 2 macam cara :
jarak yang biasanya disebabkan oleh karena
kekeliruan, baik karena kekeliruan membaca
digambar
ukuran sudut suatu poligon sudah dapat
jauh
toleransi.
lebih
besar
dari
dapat
secara
grafis
muka
dan
itu menunjukkan titik poligon dimana
besar. Kesalahan besar dalam ukuran jarak
yang
sudut,
belakang. Perpotongan kedua poligon
terlihat pada salah penutup yang terlalu
koordinat
besar
ditemukan bila poligon itu dihitung atau
maupun menulis. Kesalahan besar dalam
suatu poligon terlihat pada salah penutup
Kesalahan
terdapat kesalahan besar.
Kesalahan besar sudut, dapat dicari
tempatnya
dengan
tidak
perlu
menghitung atau menggambar poligon
tetapi
m e n d a ta r
cukup
menghitung
b
α
Gambar 40. Rambu miring
satu
b'
kali.
55
mendatar
b
m
Xb
Xm
tb
Bidang
nivo Alat
tA
tA - tB
A
B
Bidang
nivo B
Bidang
nivo A
Gambar 41. Kelengkungan Bumi
D mendatar
t
bidang nivo
melalui alat
h
Bumi
R
R
Pusat Bumi
Gambar 42. Kelengkungan bumi
56
t'
Garis pandangan
Y
t
Lengkung cahaya
h
Bumi
R
R = jari-jari bumi
R' = jari-jari lengkung cahaya
Pusat Bumi
Gambar 43. Refraksi atmosfir
57
Model DiagramModel
Alir Ilmu
Ukur Tanah
Pertemuan ke-02
Diagram
Alir
Teori Kesalahan
Teori Kesalahan
Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT
Koreksi dengan Metode Pengukuran
Kesalahan Sistematis
(Systemathical Error)
Koreksi Garis Bidik (Sipat Datar KDV)
Pembacaan Teropong Biasa & Luar
Biasa (Theodolite KDH)
Jumlah Slag Genap (Sipat Datar KDV)
Jumlah Jarak Belakang ~ Jarak Muka
(Sipat Datar KDV)
Kesalahan yang disebabkan oleh
sistem peralatan dan kondisi
alam
Kesalahan yang
mungkin terjadi
pada pengukuran
dan pemetaan
Kesalahan Acak
(Random Error)
Koreksi dengan Hitung Perataan
dan Ilmu Statistik
Kesalahan yang disebabkan oleh keterbatasan
panca indera manusia
Titik Kontrol Tinggi
(H atau Z)
Titik Kontrol
Planimetris (X dan Y)
Kontrol Sudut
Horisontal (Azimuth)
Kesalahan Besar
(Blunder)
Kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan
membaca/melihat angka-angka
Gambar 44. Model diagram alir teori kesalahan
Komponen-Komponen Koreksi
Sistem
Pembobotan
Koreksi
Pengukuran harus diulangi
58
Rangkuman
Berdasarkan uraian materi bab 2 mengenai teori kesalahan, maka dapat
disimpulkan sebagi berikut:
1.
Bagian yang harus ada saat pengukuran yaitu benda ukur, alat ukur, dan
pengukur/pengamat.
2.
Persyaratan kesalahan saat pengukuran yaitu:
a. Pengukuran tidak selalu tepat
b. Setiap pengukuran mengandung galat
c. Harga sebenarnya dari suatu pengukuran tidak pernah diketahui
d. Kesalahan yang tepat selalu tidak diketahui
3.
Penyebab kesalahan pengukuran yaitu : alam, alat dan pengukur
4.
Factor- factor yang mempengaruhi hasil pengukuran yaitu : keadaan tanah jalur
pengukuran,
keadaan/kondisi
atmosfer
(getaran
udara),
refraksi
atmosfer,
kelengkungan bumi, kesalahan letak skala nol rambu, kesalahan panjang rambu (bukan
rambu standar), kesalahan pembagian skala (scale graduation) rambu, kesalahan
pemasangan nivo rambu, kesalahan garis bidik.
5.
Macam-macam kesalahan yaitu : kesalahan sistematis, kesalahan acak, kesalahan
besar.
6.
Kesalahan pada ukuran dibagi dua, yaitu : kesalahan sudut dan kesalahan jarak.
59
Soal Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini !
1. Jelaskan secara singkat definisi dari koreksi dan kesalahan?
2. Bagaimana cara mengkoreksi kesalahan sistematis pada pengukuran kerangka dasar
vertical dan kerangka dasar horizontal?
3. Jelaskan secara singkat faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran?
4. Bagaimana cara mengatasi kesalahan garis bidik?
5. Gambarkan model diagram alir teori kesalahan!
61
3. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal
perbedaan tinggi hasil pengukuran sipat
3.1 Pengertian
datar pergi dan pulang. Pada tabel 2
ditunjukkan contoh ketentuan ketelitian sipat
Kerangka
dasar
vertikal
merupakan
kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau
ditentukan
posisi
ketinggiannya
ketinggian
vertikalnya
terhadap
tertentu.
berupa
bidang
Bidang
rujukan
ketinggian
rujukan ini bisa berupa ketinggian muka air
laut rata-rata (mean sea level - MSL) atau
teliti untuk pengadaan kerangka dasar
vertikal.
Untuk
keperluan
pengikatan
ketinggian, bila pada suatu wilayah tidak
ditemukan TTG, maka bisa menggunakan
ketinggian titik triangulasi sebagai ikatan
yang
mendekati
harga
ketinggian
teliti
terhadap MSL.
ditentukan lokal. Umumnya titik kerangka
dasar vertikal dibuat menyatu pada satu
Tabel 2. Tingkat Ketelitian Pengukuran Sipat Datar
pilar dengan titik kerangka dasar horizontal.
Tingkat/ Orde
K
Pengadaan jaring kerangka dasar vertikal
I
± 3mm
dimulai oleh Belanda dengan menetapkan
MSL di beberapa tempat dan diteruskan
dengan
pengukuran
sipat
datar
teliti.
Bakosurtanal, mulai akhir tahun 1970-an
memulai upaya penyatuan sistem tinggi
nasional dengan melakukan pengukuran
sipat datar teliti yang melewati titik-titik
II
III
± 6mm
± 8mm
Pengukuran tinggi adalah menentukan beda
tinggi antara dua titik. Beda tinggi antara 2
titik dapat ditentukan dengan :
kerangka dasar yang telah ada maupun
1. Metode pengukuran penyipat datar
pembuatan titik-titik baru pada kerapatan
2. Metode trigonometris
tertentu. Jejaring titik kerangka dasar vertikal
3. Metode barometri
ini disebut sebagai Titik Tinggi Geodesi
(TTG).
3.2 Pengukuran sipat datar
Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi
sipat
datar
masih
merupakan
cara
Metode sipat datar optis adalah proses
pengukuran beda tinggi yang paling teliti.
penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau
Sehingga ketelitian kerangka dasar vertikal
pengukuran perbedaan elevasi. Perbedaan
(K) dinyatakan sebagai batas harga terbesar
yang dimaksud adalah perbedaan tinggi di
62
atas air laut ke suatu titik tertentu sepanjang
tabung harus di tengah setiap kali akan
garis vertikal. Perbedaan tinggi antara titik-
membaca skala rambu.
titik akan dapat ditentukan dengan garis
sumbu pada pesawat yang ditunjukan pada
rambu yang vertikal.
Karena interval skala rambu umumnya 1
cm, maka agar kita dapat menaksir bacaan
skala dalam 1 cm dengan teliti, jarak antara
Tujuan dari pengukuran penyipat datar
alat sipat datar dengan rambu tidak lebih
adalah mencari beda tinggi antara dua titik
dari 60 meter. Artinya jarak antara dua titik
yang
bumi
yang akan diukur beda tingginya tidak boleh
mempunyai permukaan ketinggian yang
lebih dari 120 meter dengan alat sipat datar
tidak sama atau mempunyai selisih tinggi.
ditempatkan
Apabila selisih tinggi dari dua buah titik
tersebut dan paling dekat 3,00 m.
diukur.
Misalnya
bumi,
dapat diketahui maka tinggi titik kedua dan
seterusnya
dapat
dihitung
setelah
titik
di
tengah
antar
dua
titik
Beberapa istilah yang digunakan dalam
pengukuran alat sipat datar, diantaranya:
pertama diketahui tingginya.
Rambu belakang
Rambu muka
BTm
BTb
1
A
2
Arah Pengukuran
∆H1.2 = BTb - BTm
Gambar 45. Pengukuran sipat datar optis
Sebelum
digunakan
alat
sipat
datar
a. Stasion
mempunyai syarat yaitu: garis bidik harus
Stasion adalah titik dimana rambu ukur
sejajar dengan garis jurusan nivo. Dalam
ditegakan; bukan tempat alat sipat datar
keadaan di atas, apabila gelembung nivo
ditempatkan. Tetapi pada pengukuran
tabung berada di tengah garis bidik akan
horizontal, stasion adalah titik tempat
mendatar. Oleh sebab itu, gelembung nivo
berdiri alat.
63
b. Tinggi alat
untuk menentukan ketinggian stasion
Tinggi alat adalah tinggi garis bidik di
atas tanah dimana alat sipat datar
tersebut.
h. Seksi
didirikan.
Seksi adalah jarak antara dua stasion
c. Tinggi garis bidik
yang
Tinggi garis bidik adalah tinggi garis bidik
di
atas
bidang
referensi
berdekatan,
yang
sering
pula
disebut slag.
ketinggian
Istilah-istilah di atas dijelaskan pada gambar
(permukaan air laut rata-rata)
46.
d. Pengukuran ke belakang
Pengukuran
ke
belakang
adalah
pengukuran ke rambu yang ditegakan di
stasion yang diketahui ketinggiannya,
maksudnya untuk mengetahui tingginya
garis bidik. Rambunya disebut rambu
Keterangan Gambar 46:
A, B, dan C = stasion: X = stasion antara
Andaikan stasion A diketahui tingginya,
maka:
a. Disebut pengukuran ke belakang, b =
rambu belakang;
belakang.
b. Disebut pengukuran ke muka, m =
e. Pengukuran ke muka
Pengukuran
ke
rambu muka.
muka
adalah
pengukuran ke rambu yang ditegakan di
stasion yang diketahui ketinggiannya,
f.
Dari pengukuran 1 dan 2, tinggi stasion B
diketahui, maka:
maksudnya untuk mengetahui tingginya
c. Disebut pengukuran ke belakang;
garis bidik. Rambunya disebut rambu
d. Disebut pengukuran ke muka, stasion B
muka.
disebut titik putar
Titik putar (turning point)
Titik putar (turning point) adalah stasion
dimana pengukuran ke belakang dan ke
muka
dilakukan
pada
rambu
yang
ditegakan di stasion tersebut.
g. Stasion antara (intermediate stasion)
Jarak AB, BC dst masing-masing
disebut seksi atau slag.
Ti = tinggi alat; Tgb= tinggi garis
bidik.
Pengertian lain dari beda tinggi antara dua
titik adalah selisih pengukuran ke belakang
Stasion antara (intermediate stasion)
dan pengukuran ke muka. Dengan demikian
adalah titik antara dua titik putar, dimana
akan diperoleh beda tinggi sesuai dengan
hanya dilakukan pengukuran ke muka
ketinggian titik yang diukur.
64
m m=b
b
m
4
3
2
t2
m2
Ta
Tb
t1
1
A
X
C
B
bidang referensi
Gambar 46. Keterangan pengukuran sipat datar
garis bidik mendatar
ta
b
hAB = ta - b
HA
hAB
T
A
HB
B
bidang referensi
Gambar 47. Cara tinggi garis bidik
Berikut
adalah
cara-cara
pengukuran
dengan sipat datar, diantaranya:
a. Cara kesatu
Alat sipat datar ditempatkan di stasion
yang diketahui ketinggiannya.
Dengan demikian dengan mengukur
tinggi alat, tinggi garis bidik dapat
dihitung. Apabila pembacaan rambu di
stasion
lain
diketahui,
maka
tinggi
stasion ini dapat pula dihitung. Seperti
pada gambar 47.
65
Keterangan gambar 47:
b. Cara kedua
ta
= tinggi alat di A
Alat sipat datar ditempatkan diantara
T
= tinggi garis bidik
dua stasion (tidak perlu segaris).
HA = tinggi stasion A
b
Perhatikan gambar 48:
= bacaan rambu di B
HB = tinggi stasion B
hAB = a – b
hAB = beda tinggi dari A ke B = ta – b
hBA = b – a
untuk
Bila tinggi stasion A adalah HA, maka
menghitung
tinggi stasion B
digunakan rumus sbb:
tinggi stasion B adalah:
HB = T – b
HB = HA + hAB = HA + a – b = T – b
HB = HA + ta – b
Bila tinggi stasion B adalah HB, maka
HB = HA + hAB
tinggi stasion A adalah:
Cara tersebut dinamakan cara tinggi
garis bidik.
HA = HB + hBA = HB + b – a = T – a
Catatan:
c.
Alat
belakang, karena stasion A diketahui
diantara atau pada stasion.
tingginya. Dengan demikian beda tinggi
dari A ke B yaitu hAB = ta – b. Hasil ini
menunjukan bahwa hAB adalah negatif
(karena ta < b) sesuai dengan keadaan
sipat
datar
tidak
ditempatkan
Perhatikan gambar 49:
hAB = a – b
hBA = b – a
dimana stasion B lebih rendah dari
bila tinggi stasion C diketahui HC, maka:
stasion A.
HB = HC + tc – b = T – b
beda tinggi dari B ke A yaitu hBA = b –
HA = HC + tc – a = T – a
t. Hasilnya adalah positif. Jadi apabila
Bila tinggi stasion A diketahui, maka:
HB dihitung dengan rumus HB = HA +
HB = HA + hAB = HA + a - b
hAB hasilnya
tidak
sesuai
dengan
keadaan dimana B harus lebih rendah
dari A.
Cara ketiga
ta dapat dianggap hasil pengukuran ke
Dari catatan poin 1 dan 2 dapat
disimpulkan bahwa hBA = -hAB agar
diperoleh hasil sesuai dengan keadaan
yang sebenarnya.
Bila tinggi stasion B diketahui, maka:
HA = HB + hAB = HB + b – a
66
garis bidik mendatar
a
T
b
hAB = a - b
B
hBA = b - a
A
HA
HB
bidang referensi
Gambar 48. Cara kedua pesawat di tengah-tengah
garis bidik mendatar
a
b
C
B
T
h
tc
0
A
HA
HB
HC
Gambar 49. Keterangan cara ketiga
Dari ketiga cara di atas, cara yang
datar tepat di tengah-tengah antara
paling teliti adalah cara kedua, karena
stasion A dan B (jarak pandang ke A
pembacaan a dan b dapat diusahakan
sama dengan jarak pandang ke B).
sama teliti yaitu menempatkan alat sipat
67
Pada cara pertama pengukuran ta
Yaitu semua titik yang ditempati oleh
kurang
rambu ukur tersebut.
teliti
dibandingkan
dengan
pengukuran b, dan pada cara ketiga
pembacaan a kurang teliti dibandingkan
dengan
pembacaan
b.
Selain
itu,
dengan cara kedua hasil pengukuran
akan bebas dari pengaruh kesalahankesalahan garis bidik, refraksi udara
Sipat
3.2.1 Jenis-Jenis Pengukuran Sipat Datar
Ada beberapa macam pengukuran sipat
datar di antaranya:
memanjang
dibedakan
menjadi:
serta kelengkungan bumi.
datar
Memanjang terbuka,
Memanjang keliling (tertutup),
Memanjang
terbuka
terikat
sempurna,
Memanjang pergi pulang,
Memanjang double stand.
5. Sipat datar resiprokal
Kelainan pada sipat datar ini adalah
pemanfaatan konstruksi serta tugas
4. Sipat datar memanjang.
nivo yang dilengkapi dengan skala
Digunakan apabila jarak antara dua
pembaca
bagi
stasion yang akan ditentukan beda
dilakukan
terhadap
tingginya sangat berjauhan (di luar
Sehingga dapat dilakukan pengukuran
jangkauan jarak pandang). Jarak antara
beda tinggi antara dua titik yang tidak
kedua stasion tersebut dibagi dalam
dapat dilewati pengukur. Seperti halnya
jarak-jarak pendek yang disebut seksi
sipat datar memanjang, maka hasil
atau slag.
akhirnya adalah data ketinggian dari
Jumlah aljabar beda tinggi tiap slag
kedua
akan menghasilkan beda tinggi antara
gambar 50 :
kedua stasion tersebut.
Perbedaan tinggi antara A ke B adalah
Tujuan pengukuran ini umumnya untuk
hAB = ½ {(a - b) + (a’ + b’)}. Titik-titk C,
mengetahui
A, B, dan D tidak harus berada pada
yang
ketinggian
dilewatinya
dari
dan
titik-titik
biasanya
titik
pengungkitan
tersebut.
nivo
yang
tersebut.
Seperti
pada
satu garis lurus.
diperlukan sebagai kerangka vertikal
Apabila jarak antara A dan B jauh, salah
bagi suatu daerah pemetaan. Hasil
satu rambu (rambu jauh) diganti dengan
akhir daripada pekerjaan ini adalah data
target dan sipat datar yang digunkan
ketinggian dari pilar-pilar sepanjang
adalah tipe jungkit.
jalur pengukuran yang bersangkutan.
68
b'
a'
b
a
B
D
A
C
Gambar 50. Contoh pengukuran resiprokal
Apabila sekrup pengungkit dilengkapi
n1 = bacaan skala pengungkit pada
skala untuk menentukan banyaknya
saat garis bidik mengarah ke
putaran seperti nampak pada gambar
target atas.
51, yang dicatat bukan kedudukan
n2 = bacaan skala pengungkit pada
gelombang nivo akan tetapi banyaknya
saat garis bidik mengarah ke
putaran
target bawah
ditentukan
sekrup
oleh
pengungkit
perbedaan
yang
bacaan
skala yang diperoleh.
Rumus
yang
digunakan
untuk
menghitung b adalah:
n − n2
⋅i
B = b0 + b1 = b0 + 0
n1 − n 2
Indek bacaan
Sekrup pengungkit
berskala
Dimana:
n0 = bacaan skala pengungkit pada
saat gelombung nivo berada di
tengah.
Gambar 51. sipat datar tipe jungkit
69
Catatan:
Untuk
selanjutnya
memperoleh
lakukanlah
ketelitian
pengukuran
ke
dapat
diperhitungkan
banyaknya galian dan timbunan yang
tinggi,
perlu
masing-
dilakukan
pada
pekerjaan
konstruksi.
masing target berulang-ulang, misalkan
20x.
C
x
D
x
A
B
Gambar 52. Contoh pengukuran resiprokal
Pengukuran sebaiknya dilakukan pada
Pelaksanaan pekerjaan ini dilakukan
keadaan cuaca yang berbeda, misalnya
dalam dua bagian yang disebut sebagai
ukuran pertama pagi hari dan ukuran
sipat
kedua sore hari. Hal ini dimaksudkan
melintang. Hasil akhir dari pengukuran
untuk memperkecil pengaruh refraksi
ini adalah gambaran (profil) dari pada
udara.
kedua jenis pengukuran tersebut dalam
Untuk
memperkecil
kesalahan
refraksi
udara
dan
profil
memanjang
dan
arah potongan tegaknya.
Profil memanjang
bumi,
pengukuran
Maksud dan tujuan pengukuran profil
dilakukan
bolak-balik.
memanjang adalah untuk menentukan
Maksudnya, pertama kali alat ukur
ketinggian titik-titik sepanjang suatu garis
dipasang sekitar A kemudian dipindah
rencana
ke tempat sekitar B seperti nampak
digambarkan
pada gambar berikut ini:
lapangan
kelengkungan
sebaiknya
6.
pengaruh
datar
ini
bertujuan
untuk
mengetahui profil dari suatu trace baik
jalan
ataupun
irisan
sepanjang
sehingga
dapat
tegak
keadaan
garis
rencana
proyek tersebut. Gambar irisan tegak
Sipat datar profil.
Pengukuran
proyek
saluran,
sehingga
keadaan
lapangan
sepanjang
garis
rencana
proyek
disebut
profil
memanjang.
70
Di lapangan, sepanjang garis rencana
menghubungkan
proyek dipasang patok-patok dari kayu
mempunyai ketinggian sama. Garis ini
atau beton yang menyatakan sumbu
dinamakan kontur.
proyek. Patok-patok ini digunakan untuk
pengukuran profil memanjang.
Profil
yang
Pada jenis pengukuran sipat datar ini
yang
Profil melintang
titik-titik
paling
diperlukan
adalah
penggambaran profil dari suatu daerah
melintang
diperlukan
untuk
pemetaan
yang
dilakukan
dengan
mengetahui profil lapangan pada arah
mengambil ketinggian dari titik-titik detail
tegak lurus garis rencana atau untuk
di
mengetahui profil lapangan ke arah yang
sebagai wakil daripada ketinggiannya,
membagi sudut sama besar antara dua
sehingga dengan melakukan interpolasi
garis rencana yang berpotongan.
diantara ketinggian yang ada, maka
Apabila profil melintang yang dibuat
mempunyai jarak pendek (± 120 m),
daerah
tersebut
dan
dinyatakan
dapat ditarik garis-garis konturnya di
atas peta daerah pengukuran tersebut.
maka pengukurannya dapat dilakukan
Cara pengukurannya adalah dengan
dengan cara tinggi garis bidik. Apabila
cara tinggi garis bidik. Agar pekerjaan
panjang,
pengukuran berjalan lancar maka pilihlah
dilakukan
seperti
profil
tempat
memanjang.
alat
ukur
sedemikian
rupa,
hingga dari tempat ini dapat dibidik
7. Sipat datar luas
Untuk
sebanyak mungkin titik-titik di sekitarnya.
merencanakan
bangunan-
bangunan, ada kalanya ingin diketahui
keadaan tinggi rendahnya permukaan
tanah.
Oleh
sebab
itu
dilakukan
pengukuran sipat datar luas dengan
mengukur sebanyak mungkin titik detail.
3.2.2
Ketelitian pengukuran sipat datar
Dalam pengukuran sipat datar akan pasti
mengalami kesalahan-kesalahan yang pada
garis besarnya dapat digolongkan ke dalam
kesalahan
yang
sifatnya
sistimatis
Kerapatan dan letak titik detail diatur
(Systematic errors) dan kesalahan yang
sesuai dengan kebutuhannya. Apabila
sifatnya kebetulan (accidental errors).
makin rapat titik detail pengukurannya
Kesalahan-kesalahan
maka
sistematis
akan
permukaan
Bentuk
dilukiskan
mendaptkan
tanah
adalah
tergolong
kesalahan-kesalahan
baik.
yang telah diketahui penyebabnya dan
tanah
akan
dapat
garis-garis
yang
matematika maupun fisika tertentu.
yang
permukaan
oleh
gambaran
yang
lebih
diformulasikan
ke
dalarn
rumus
71
Misalnya, kesalahan
-
kesalahan yang
Untuk
mengetahui
apakah
pengukuran
terdapat pada alat ukur yang digunakan
harus diulangi atau tidak
antara lain kesalahan garis bidik, kesalahan
mengetahui baik tidaknya pengukuran sipat
garis nol skala rambu; kesalahan karena
datar (memanjang), maka ditentukan batas
faktor alam antara lain refraksi udara dan
harga kesalahan terbesar yang masih dapat
kelengkungan bumi.
diterima
Kesalahan - kesalahan yang tergolong
yang
dan untuk
dinamakan
toleransi
pengukuran.
kebetulan adalah kesalahan-kesalahan yang
Angka toleransi dihitung dengan rumus:
tidak dapat dihindarkan dan pengaruhnya
T=±K
tidak dapat ditentukan, akan tetapi orde
besarnya biasanya kecil-kecil saja serta
kemungkinan positif dan negatifnya sama
D
Dimana :
T = toleransi dalam satuan milimeter
K = konstanta yang menunjukan tingkat
besar.
ketelitian pengukuran dalam satuan
Misalnya, kesalahan menaksir bacaan pada
skala rambu, menaksir letak gelembung nivo
milimeter
D = Jarak antara dua titik yang diukur
di tengah. Karena kesalahan sistimatik
dalam satuan kilometer
bersifat menumpuk (akumulasi), maka hasil
pengukuran
harus
dibebaskan
dari
kesalahan sistematis tersebut. Cara yang
dapat ditempuh yaitu dengan memberikan
koreksi terhadap hasilnya atau dengan caracara pengukuran tertentu. Misalnya, untuk
menghilangkan pengaruh kesalahan garis
bidik, refraksi udara dan kelengkungan
bumi, alat sipat datar harus ditempatkan
tepat di tengah antara dua rambu (jarak ke
rambu belakang dan ke rambu muka harus
Dengan demikian hasil pengukuran hanya
kebetulan.
kesalahan
Syarat-syarat alat sipat datar
Pengukuran sipat datar memerlukan dua
alat utama yaitu sipat datar dan rambu ukur
alat sipat datar. Biasanya alat ini dilengkapi
dengan
nivo
mendapatkan
yang
sipatan
berfungsi
mendatar
untuk
dari
kedudukan alat dan unting-unting untuk
mendapatkan kedudukan alat tersebut di
atas titik yang bersangkutan.
a. Pesawat Sipat Datar
dibuat sama besar).
dipengaruhi
3.2.3
yang
sifatnya
Pesawat sipat datar yang kita gunakan
dapat ditemukan pada beberapa alat
berikut.
72
1. Dumpy Level
Teropong
Kelebihan dari alat sipat datar ini yaitu
teleskopnya hanya bergerak pada suatu
bidang yang menyudut 90° terhadap
sumbu rotasinya. Alat ini adalah alat
yang paling sederhana.
Landasan alat ini terletak di atas dari
(statif)
dan
merupakan
landasan datar tempat alat ukur
tersebut
diletakan
dan
diatur
sebelum melakukan pengukuran.
bayangan, reticule dengan benang
diafragma, serta peralatan penyetel
lainnya.
alat
ukur
sipat
datar
ini
umumnya terdapat dua buah nivo.
Dari jenis kotak yang terletak pada
tribach
dan
jenis
tabung
yang
terletak di atas teropong. Nivo kotak
tersebut
digunakan
untuk
mendatarkan bidang nivo dari alat
tersebut, yaitu agar tegak lurus pada
Sekrup penyetel berfungsi untuk
garis grafvitasi dan nivo tabung
mendatarkan
digunakan
alat
ukur
di
atas
mendatarkan sebuah bidang nivo
yaitu
bidang
yang
tegak
lurus
terhadap garis gaya gravitasi.
Tribach
Tribach adalah platform ataupun
penghubung statip dan alat sipat
datar.
peralatan untuk dapat memperbesar
Sekrup penyetel
landasan alat tersebut, juga untuk
dengan
sekumpulan peralatan optis dan
Pada
Landasan alat
tripod
dilengkapi
Nivo
Bagian dari alat ini meliputi:
ini
Teropong
Teropong ini duduk di atas tribach
dan kedudukan mendatarnya diatur
oleh ketiga sekrup penyetel yang
terdapat pada tribach diatas.
untuk
mendatarkan
teropong pada jurusan bidikan.
73
Gambar 53. Dumpy level
Tipe kekar terdiri dari:
1) Teropong,
2) Nivo tabung,
3) Skrup koreksi/pengatur nivo,
4) Skrup koreksi/pengatur diafragma (4
buah),
5) Skrup pengunci gerakan horizontal,
6) Skrup kiap (umumnya 3 buah),
7) Tribrach, penyangga sumbu kesatu
dan teropong,
8) Trivet, dapat dikuncikan pada statip
9) Kiap (leveling head), terdiri dari
tribrach dan trivet,
10) Sumbu kesatu (sumbu tegak) ,
11) Tombol focus
2. Tipe Reversi ( Reversible level )
Kelebihan dari sipat datar ini yaitu pada
teropong terdapat nivo reversi dan
teropong mempunyai sumbu mekanis.
Pada type ini teropong dapat diputar
sepanjang sumbu mekanis sehingga
nivo tabung letak dibawah teropong.
Karena nivo tabung mempunyai dua
permukaan maka dalam posisi demikian
gelembung
nivo
akan
nampak.
Disamping itu teropong dapat diungkit
sehingga garis bidik bisa mengarah
keatas, kebawah maupun mendatar.
74
Tipe Reversi terdiri dari:
1) Teropong,
2) Nivo
reversi
(mempunyai
dua
permukaan),
3) Skrup koreksi/pengatur nivo
4) Skrup koreksi/pengatur diafragma,
5) Skrup pengunci gerakan horizontal,
Gambar 54. Tipe reversi
6) Skrup kiap,
75
7) Tribrach,
Teropong
8) Trivet,
Teropong yang terdapat pada alat
9) Kiap,
ukur ini sama dengan pada alat ukur
10) Sumbu kesatu (sumbu tegak),
dumpy level ataupun teropong pada
11) Tombol focus,
umumnya.
12) Pegas,
13) Skrup pengungkit teropong,
Nivo
Demikian pula nivo yang terletak di
14) Skrup pemutar,
atas teropong tersebut mempunyai
15) Sumbu mekanis,
fungsi yang sama dengan yang
terdapat pada alat-alat lainnya.
3. Tilting Level
Perbedaan tilting level dan dumpy level
adalah teleskopnya tidak dapat dipaksa
bergerak sejajar dengan plat paralel di
atas. Penyetelan pesawat ungkit ini
lebih
mudah
dibandingkan
dengan
dumpy level. Kelebihan dari pesawat
tilting level yaitu teropongnya dapat
diungkit naik turun terhadap sendinya,
dan mempunyai dua nivo yaitu nivo
kotak dan nivo tabung.
Dalam tilting level terdapat sekrup
pengungkit teropong dan hanya terdiri
dari tiga bagian saja. Bagian dari alat
ini, diantaranya:
Dudukan alat
Pada bagian alat ini dapat berputar
terhadap sumbu vertikal alat, yaitu
dengan tersedianya bola dan soket
diantara landasan statif dan tribach
Gambar 55. Dua macam tilting level
tersebut.
Berbeda dengan tipe reversi, pada tipe
ini teropong dapat diungkit dengan
skrup pengungkit.
76
Gambar 56. Bagin-bagian dari tilting level
Keterangan :
4. Automatic Level
1. Teropong,
Pada alat ini yang otomatis adalah
2. Nivo tabung,
sistem pengaturan garis bidik yang tidak
3. Skrup koreksi/pengatur nivo,
lagi bergantung pada nivo yang terletak
4. Skrup koreksi/pengatur diagram,
di
5. Skrup pengunci gerakan horizontal,
mendatarkan bidang nivo kotak melalui
6. Skrup kiap,
tiga
7. Tribrach,
otomatis sebuah bandul menggantikan
8. Trivet,
fungsi nivo tabung dalam mendatarkan
9. Kiap (leveling head),
garis nivo ke target yang dikehendaki.
10. Sumbu kesatu (sumbu tegak),
11. Tombol focus,
12. Pegas,
13. Skrup pengungkit teropong,
atas
teropong.
sekrup
Alat
penyetel
ini
dan
hanya
secara
Bagian-bagian dari alat sipat datar
otomatis diantaranya: kip bagian bawah
(sebagai
landasan
pesawat
yang
menumpu pada kepala statif), sekrup
77
penyetel kedataran (untuk menyetel
nivo), teropong, nivo kotak (sebagai
pedoman
yang
penyetelan
tegak
lurus
rambu
nivo),
kesatu
lingkaran
mendatar (skala sudut), dan tombol
pengatur fokus (menyetel ketajaman
gambar objek).
Keistimewaan utama dari penyipat datar
otomatis adalah garis bidiknya yang
melalui
perpotongan
benang
tengah
selalu
horizontal
sumbu
optik
alat
silang
meskipun
tersebut
tidak
horizontal.
Gambar 57. Instrumen sipat datar otomatis
Gambar 58. Bagian-bagian dari sipat datar otomatis
78
Keterangan :
bidik
1. Teropong,
Rambu ukur terbuat dari kayu atau
2. Kompensator,
campuran
3. Skrup koreksi/ pengatur diafragma,
Ukurannya, tebal 3 cm – 4 cm,
dengan
permukaan
logam
tanah.
alumunium.
4. Skrup pengunci gerakan horizontal,
lebarnya ±10 cm dan panjang 2 m, 3
5. Skrup kiap,
m, 4 m, dan 5 m. Pada bagian
6. Tribrach,
bawah diberi sepatu, agar tidak aus
7. Trivet,
karena sering dipakai.
8. Kiap (leveling head/base plate), dan
9. Tombol focus.
Rambu ukur dibagi dalam skala,
angka-angka menunjukan ukuran
Ketepatan penggunaan dari keempat
dalam desimeter. Ukuran desimeter
alat sipat datar diatas yaitu sama-sama
dibagi dalam sentimeter oleh E dan
digunakan untuk pengukuran kerangka
oleh kedua garis. Oleh karena itu,
dasar vertikal, dimana kegunaan dari
kadang disebut rambu E. Ukuran
keempat alat di atas yaitu hanya untuk
meter yang dalam rambu ditulis
memperoleh informasi beda tinggi yang
dalam angka romawi. Angka pada
relatif akurat pada pengukuran di suatu
rambu
lapangan.
terbalik. Pada bidang lebarnya ada
ukur
tertulis
tegak
atau
lukisan milimeter dan diberi cat
b. Rambu Ukur
merah dan hitam dengan cat dasar
Rambu untuk pengukuran sipat datar
putih agar saat dilihat dari jauh tidak
(leveling) diklasifikasikan ke dalam 2
menjadi silau. Meter teratas dan
tipe, yaitu:
meter terbawah berwarna hitam,
1. Rambu
sipat
datar
dengan
dan
meter
di
tengah
dibuat
pembacaan sendiri
berwarna merah.
a) Jalon
Fungsi rambu ukur adalah sebagai
b) Rambu sipat datar sopwith
alat bantu dalam menentukan beda
c) Rambu sipat datar bersendi
tinggi dan mengukur jarak dengan
d) Rambu sipat datar invar
menggunakan
ukur
diperlukan
Rambu
ukur biasanya dibaca langsung oleh
2. Rambu sipat datar sasaran
Rambu
pesawat.
untuk
mempermudah/membantu
mengukur beda tinggi antara garis
pembidik.
79
Pada
pengukuran
tinggi
dengan
cara
trigonometris ini, beda tinggi didapatkan
secara tidak langsung, karena yang diukur
di sini adalah sudut miringnya atau sudut
zenith. Bila jarak mendatar atau jarak miring
diketahaui
memakai
atau
diukur,
maka
hubungan-hubungan
dihitunglah
beda
tinggi
dengan
geometris
yang
hendak
ditentukan itu.
Bila jarak antara kedua titik yang hendak
ditentukan beda tingginya tidak jauh, maka
kita masih dapat menganggap bidang nivo
Gambar 59. Rambu ukur
sebagai bidang datar.
Akan tetapi bila jarak yang dimaksudkan itu
jauh, maka kita tidak boleh lagi memisahkan
3.3 Pengukuran trigonometris
atau mengambil bidang nivo itu sebagai
Metode
trigonometris
adalah
bidang datar, tetapi haruslah bidang nivo itu
mengukur jarak langsung (jarak miring),
dipandang sebagai bidang lengkung, Di
tinggi alat, tinggi benang tengah rambu dan
samping itu kita harus pula menyadari
sudut vertikal (zenith atau inklinasi) yang
bahwa jalan sinarpun bukan merupakan
kemudian direduksi menjadi informasi beda
garis
tinggi menggunakan alat theodolite.
lengkung. Jadi jika jarak antara kedua titik
Seperti telah dibahas sebelumnya, beda
yang akan ditentukan beda tingginya itu
tinggi antara dua titik dihitung dari besaran
jauh, maka bidang nivo dan jalan sinar tidak
sudut
dapat dipandang sebagai bidang datar dan
tegak
dan
prinsipnya
jarak.
Sudut
tegak
lurus,
diperoleh dari pengukuran dengan alat
garis
lurus,
theodolite sedangkan jarak diperoleh atau
sebagai
terkadang diambil jarak dari peta.
lengkung.
tetapi
tetapi
bidang
merupakan
haruslah
lengkung
garis
dipandang
dan
garis
80
BT
dm
i
ta
H
A
AB
B
dAB
Gambar 60. Contoh pengukuran trigonometris
i
: Inklinasi (sudut miring)
dab
: dm . cos i
∆HAB
HAB = (TB + TB’) + B’B’’ – TB
= D tan m + t – 1 ⇒cot z + t-1
: dm . sin I + ta – BT
HAB = Dm sin m + t – 1
= Dm cos z + t – 1
Titik A dan B akan ditentukan beda tingginya
dengan
cara
trigonometris.
Prosedur
Sudut tegak ukuran perlu mendapat koreksi
pengukuran dan perhitungannya adalah
sudut
sebagai berikut:
melalui A dan B harus diperhitungkan
refraksi
dan
bidang-bidang
Tegakkan theodolite di A, ukur
sebagai
tingginya sumbu mendatar dari A.
apabila beda tinggi dan jarak AB besar dan
Misalkan t,
beda tinggi akan ditentukan lebih teliti.
Tegakkan target di B, ukur tingginya
Lapisan udara dari B ke A akan berbeda
target dari B, misalkan l,
kepadatannya karena sinar cahaya yang
Ukur sudut tegak m (sudut miring)
datang dari target B ke teropong theodolite
atau z (sudut zenith),
akan melalui garis melengkung. Makin dekat
Ukur jarak mendatar D atau Dm
ke
(dengan EDM), dan
kesalahan karena faktor alam tersebut di
Dari besaran-besaran yang diukur,
atas hitungan beda tinggi perlu mendapat
maka:
koreksi.
A
permukaan
makin
padat.
yang
nivo
melengkung
Dengan
adanya
81
Gambar 61. Gambar koreksi trigonometris
h AB = D cot z '+t − 1 +
Keterangan:
z’ = sudut zenith ukuran
z
= sudut zenith yang betul
m’ = sudut miring ukuran
m = sudut miring yang betul
r
= sudut refraksi udara
0
= pusat bumi
1− k
⋅ D2
2R
Dimana:
k
= koefisien refraksi udara = 0.14
R = jari-jari bumi 6370 km
Besarnya sudut refraksi udara r
dapat dihitung dengan rumus:
D = jarak (mendatar)
R = rm . Cp . Ct
Dari gambar 61:
rm = sudut refraksi normal pada
tekanan udara 760 mmHg,
hAB = (TB + BB’) + B’B’’ + B’’B’’’ – TB
temperatur udara 100C dan
2
hAB = D tan m + D + t – 1
2R
atau
h AB = D tan(m'−r ) +
hAB = D tan(m'−r ) +
atau
D2
+ t −1
2R
D2
+ t −1
2R
h AB = D tan m'+t − 1 +
1− k
⋅ D2
2R
kelembaban nisbi 60%
Cp =
P
; P = tekanan udara di A
760
dalam mmHg
Ct =
283
; t = temperatur udara
273 + t
di A dalm mmHg 0C
82
Agar beda tinggi yang didaptkan lebih baik,
maka pengukuran harus dilakukan bolakbalik. Kemudian hasilnya dirata-ratakan,
dapat pula beda tinggi dihitung secara
serentak dengan rumus:
Pada prinsipnya menghitung beda tinggi
pada suatu wilayah yang relatif sulit dicapai
karena kondisi alamnya dengan bantuan
pembacaan tekanan udara atau atmosfer
menggunakan alat barometer
⎛ H + HB ⎞
h AB = D⎜1 + A
⎟ tan 12 (m' 2 − m'1 )
2
R
⎠
⎝
dimana:
HA dan HB tinggi pendekatan A dan
B (dari peta topografi)
m1’, m2’ sudut miring ukuran di A
dan B
t dan 1 dibuat sama tinggi.
3.4 Pengukuran barometris
Gambar 62. Bagian-bagian barometer
Metode
barometris
prinsipnya
adalah
mengukur beda tekanan atmosfer suatu
ketinggian menggunakan alat barometer
yang kemudian direduksi menjadi beda
Dari
ketiga
metode
di
atas
yang
keuntungannya lebih besar ialah alat sipat
datar, karena setiap ketinggian berbedabeda dan tekanan berbeda-beda maka hasil
tinggi.
pengukurannya pun berbeda-beda.
Pengukuran
mudah
dengan
dilakukan,
ketelitian
barometer
tetapi
pembacaan
relatif
membutuhkan
yang
lebih
dibandingkan dua metode lainnya, yaitu
metode
alat
sipat
datar
dan
metode
Pengukuran sipat datar KDV maksudnya
adalah pembuatan serangkaian titik-titik di
lapangan yang diukur ketinggiannya melalui
pengukuran beda tinggi untuk pengikatan
ketinggian titik-titik lain yang lebih detail dan
trigonometris
banyak. Tujuan pengukuran sipat datar KDV
Hasil
dari
pengukuran
barometer
ini
adalah untuk memperoleh informasi tinggi
bergantung pada ketinggian permukaan
yang
tanah juga bergantung pada temperatur
sedemikian rupa sehingga informasi tinggi
udara,
pada daerah yang tercakup layak untuk
kelembapan,
cuaca lainnya.
dan
kondisi-kondisi
diolah
relatif
akurat
sebagai
di
lapangan
informasi
yang
yang
lebih
83
kompleks. Referensi informasi ketinggian
Menurut hukum Boyle dan Charles:
diperoleh melalui suatu pengamatan di tepi
P . V = R . T..........................................1
pantai
Dimana:
yang
pengamatan
dikenal
pasut.
dengan
nama
Pengamatan
P=
ini
tekanan gas (udara) persatuan
masa, dalam satuan Newton/m2
dilakukan dengan menggunakan alat-alat
V=
sederhana yang bekerja secara mekanis,
volume gas (udara) persatuan
masa, dalam satuan m3
manual, dan elektronis.
Pengukuran sipat datar KDV diawali dengan
mengidentifikasi kesalahan sistematis dalam
R=
konstanta gas (udara)
T=
temperatur gas (udara) dalam
satuan kelvin (00C = 2730K).
hal ini kesalahan bidik alat sipat datar optis
melalui suatu pengukuran sipat datar dalam
Disamping itu, karena antara massa m
posisi 2 stand.
dengan
volume
V
dan
kepadatan
δ
mempunyai hubungan:
M=V.δ
Maka untuk satu satuan masa, V = 1/δ.
Dengan demikian rumus di atas akan
menjadi:
P = δ . R . T....................2
Bila perubahan tekanan udara adalah dp
untuk satu satuan luas sesuai dengan
perubahan tinggi dh, maka:
Dp = - g . δ . dh..............3
Dimana g = percepatan gaya berat, δ =
Gambar 63. Barometer
Peristiwa alam menunjukan bahwa semakin
kepadatan udara. Kombinasi rumus 2 dan 3
tinggi suatu tempat maka semakin kecil
akan memberikan:
tekanannya. Hubungan antara tekanan dan
Dh = -
ketinggian bergantung pada temperatur,
kelembaban dan percepatan gaya gravitasi.
Bila
P1
adalah
RT dp
............4
⋅
g p
tekanan
udara
pada
Secara sederhana kita dapat menentukan
ketinggian H1 dan P2 adalah tekanan pada
hubungan
ketinggian H2, maka dengan menggunakan
antara
perubahan
dengan perubahan tinggi.
tekanan
rumus 4
84
RT dp
h = ∫ dh = H 2 − H 1 = − ∫
⋅
g p
H1
P1
H2
δs = 1.2928 kg/m3 pada temperatur
P2
R ⋅T
akan
g
Karena
merupakan
00C dan tekanan 760 mmHg
gs = 9.80665 N/kg dimuka laut pada
lintang 450
suatu
Ts = 00C = 2730K
konstanta, maka:
h=−
h=−
RT
g
Maka :
∫
h = −(18402.6)m
P2
dp
p
P1
Dimana:
RT
g{ln P2 − ln P1 }
P2 = tekanan udara pada ketinggian H2
P
RT
log( 2 ) , M = modulus log.
h=−
M ⋅g
P1
dalam mmHg
P1 = tekanan udara pada ketinggian H1
dalam mmHg
Brigg = 0.4342945.......................................5
Harga
konstanta
p
T
log( 2 ) ..................8
Ts
p1
R
dapat
T = temperatur udara rata-rata pada
ketinggian H1 dan H2 dalam 0K
ditentukan
Ts = temperatur udara standar = 2730K
besarnya, apabila kita menentukan harga
standar untuk p = ps , δ = δs dan T = Ts. Dari
Prosedur pengukuran:
rumus 2:
Ada beberapa metode pengukuran yang
R=
dapat dilakukan, namun disini kita akan
ps
...................................................6
δ s Ts
Subtitusikan harga R persamaan 6 kedalam
persamaan 5:
⎛
ps
h = −⎜⎜
⎝ M ⋅δ s ⋅ gs
⎞
⎛p ⎞ T
⎟⎟ ⋅ log⎜⎜ 2 ⎟⎟ ⋅ ..................7
⎝ p1 ⎠ Ts
⎠
Ps = 101325 N/m2 yang sesuai dengan
760
0
mmHg
pada
temperatur 0 C dan g = 9.80665
N/kg
metode pengukuran tunggal (single
observation)
metode
pengukuran
simultan
(simultaneous observation)
1. Pengukuran tunggal
Misalkan titik-titik A, B, C, D akan
Bila diambil harga standar sbb:
tekanan
bahas dua metode, yaitu:
ditentukan beda-beda tingginya.
Alat ukur yang digunakan satu alat
barometer dan satu alat thermometer.
85
D
B
C
A
Gambar 64. Pengukuran tunggal
2. Pengukuran simultan
Misal titik A telah diketahui tingginya.
Pertama sekali catat tekanan dan
temperatur udara di A.
Pada
metode
simultan,
pencatatan
tekanan dan temperatur udara di dua
Kemudian kita berjalan menuju titik
B, C, D dan kemudian kembali ke C,
titik yang ditentukan beda tingginya
dilakukan pada saat bersamaan.
B, dan A. Pada titik-titik yang dilalui
tadi (B, C, D, C, B, A) kita catat pula
Maksudnya
tekanan dan temperatur udaranya.
kesalahan karena perubahan kondisi
Dengan
atmosfir.
pencatatan
besaran-
untuk
mengeliminir
besaran tekanan dan temperatur di
Alat barometer dan thermometer yang
setiap titik, dengan rumus 8 dapat
digunakan adalah dua buah. Barometer
dihitung beda-beda tingginya.
dan thermometer pertama ditempatkan
Dan dari ketinggian A dapat dihitung
di
ketinggian B, C, dan D.
sedangkan yang lain dibawa ke titik-titik
titik
yang
diketahui
Dalam keadaan atmosfir yang sama
yang akan diukur.
idealnya
Prosedur pengukuran:
pencatatan
di
setiap
titik
dilakukan, namun pada pengukuran
tunggal hal ini tidak mungkin dilakukan.
Sehingga
pencatatan
mengandung
kesalahan akibat perubahan kondisi
atmosfir.
tingginya
Buat jadwal waktu penacatatan.
Misalkan t0, t1, t2, t3, t4, t5, t6.
Alat-alat pertama (I) ditempatkan di
A, dan alat-alat kedua (II) berjalan
dari A-B-C-D-C-B-A.
86
t4
t6
D
t3
t5
B
t7
t1
C
A
t2
Gambar 65. Pengukuran Simultan
Pada pukul t0, catat tekanan dan
temperatur di A (I) dan A (II)
Catatan:
1. Rumus 8 dapat ditulis lain:
Pada pukul t1, catat tekanan dan
temperatur di A (I) dan B (II)
h = −(18402.6)(1 + αt ) log(
Pada pukul t2, catat tekanan dan
Dimana:
temperatur di A (I) dan C (II)
T dinyatakan dalam satuan 0C
Pada pukul t3, catat tekanan dan
α=
temperatur di A (I) dan D (II)
Pada pukul t4, catat tekanan dan
temperatur di A (I) dan D (II)
1
= 0.003663
273
2. Apabila dimisalkan untuk tinggi H = 0,
Pada pukul t5, catat tekanan dan
temperatur di A (I) dan C (II)
tekanannya adalah p = 739 mmHg
maka rumus umum untuk menghitung
Pada pukul t6, catat tekanan dan
temperatur di A (I) dan B (II)
tinggi adalah:
Hi = (18402.6) (1 + 0.003663 t) log
Pada pukul t7, catat tekanan dan
p2
) ....9
p1
739
)
pi
temperatur di A (I) dan A (II)
(
Dari pencatatan di A dan titik-titik
Tinggi
lain dapat ditentukan beda tinggi
disebut tinggi hitungan dan digunakan
terhadap A. Dengan demikian beda
untuk menghitung beda tinggi.
tinggi
antara
dua
titik
berdekatan dapat diketahui.
dihitung
dengan
rumus
10
yang
3. Rumus berikut ini, akan memberikan
hasil h yang lebih baik, karena harga g
yang digunakan disesuaikan dengan
87
ketinggian
dan
lintang
tempat
pengamatan. Sedangkan pada rumus 8
harga g yang digunakan adalah harga g
pada ketinggian nol dan lintang 450
H = - [18402.6] (1 + αt) (1 +
(1 + β cos 2ϕ log (
2H
)
R
p2
).......................11
p1
Dimana:
2H = H1+H2 (harga pendekatan)
R = jari-jari bumi (≈ 6370 km)
ϕ = lintang tempat pengamatan
β
rata-rata = ½ (ϕ1 +ϕ2 )
= 2.64399 x 10-3
88
Model DiagramModel
Alir IlmuDiagram
Ukur TanahAlir
Pertemuan ke-03
Penjelasan Metode-Metode Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal
Pengukuran
Kerangka
Dasar
Vertikal
Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda
Purwaamijaya, MT
Orde - 1
Benang Tengah
Rambu Belakang
Daerah Datar
( 0 - 15 %)
Metode Sipat
Datar
Benang Tengah
Rambu Muka
Tinggi Alat
Orde - 2
Jarak
langsung
Pengukuran
Kerangka
Dasar Vertikal
Daerah Bukit
(15 - 45 %)
Metode
Trigonometris
Benang
Tengah
Sudut Vertikal
(Inklinasi/
Zenith)
Orde - 3
Daerah
Gunung
( > 45 %)
Metode
Barometris
Tekanan
Udara di
Titik i
Tekanan
Udara di
Titik j
Gravitasi
di Titik i
Massa
Jenis
Cairan
Gambar 66. Model diagram alir pengukuran kerangka dasar vertikal
Gravitasi
di Titik j
89
Rangkuman
Berdasarkan uraian materi bab 3 mengenai pengukuran kerangka dasar vertikal,
maka dapat disimpulkan sebagi berikut:
1. Kerangka dasar vertikal merupakan kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau
ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap bidang rujukan
ketinggian tertentu.
2. Pengukuran tinggi merupakan penentuan beda tinggi antara dua titik. Pengukuran
beda tinggi dapat ditentukan dengan tiga metode, yaitu:
•
•
•
Metode pengkuran penyipat datar
Metode trigonometris
Metode barometris.
3. Pengukran beda tinggi metode sipat datar optis adalah proses penentuan ketinggian
dari sejumlah titik atau pengukuran perbedaan elevasi. Tujuan dari pengukuran
penyipat datar adalah mencari beda tinggi antara dua titik yang diukur.
Pengkuran sipat datar terdiri dari beberapa macam, yaitu:
•
•
Sipat datar memanjang
•
Sipat datar profil
•
Sipat datar resiprokal
Sipat datar luas
4. Pengukuran beda tinggi metode trigonometris prinsipnya yaitu mengukur jarak
langsung (jarak miring), tinggi alat, tinggi benang tengah rambu dan sudut vertikal
(zenith atau inklinasi) yang kemudian direduksi menjadi informasi beda tinggi
menggunakan alat theodolite.
5. Pengukuran beda tinggi metode barometris prinsipnya adalah mengukur beda
tekanan atmosfer suatu ketinggian menggunakan alat barometer yang kemudian
direduksi menjadi beda tinggi.
6. Tingkat ketelitian yang paling tinggi dari ketiga metode tersebut adalah sipat datar
kemudian trigonometris dan terakhir adalah barometris. Pada prinsipnya ketiga
metode tersebut layak dipakai bergantung pada situasi dan kondisi lapangan.
90
Soal Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini !
1. Apa yang dimaksud dengan kerangka dasar vertikal ?
2. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang pengukuran beda tinggi metode sipat datar
optis !
3. Apa yang dimaksud dengan pengukuran tinggi dan bagaimana cara mencari beda
tingginya ?
4. Sebutkan dan jelaskan macam-macam pengukuran sipat datar ?
5. Sebutkan macam-macam sipat datar memanjang !
6. Sebutkan bagian-bagian pesawat sipat datar tipe dumpy level lengkap beserta
gambarnya !
7. Jelaskan prinsip pengukuran beda tinggi metode trigonometris dan metode barometris
yang anda ketahui !
8. Sebutkan prosedur pengukuran dan penurunan rumus
beda tinggi metode
trigonometris lengkap dengan gambarnya !
9. Dari ketiga metode pengukuran beda tinggi, manakah yang mempunyai tingkat ketelitian
paling tinggi dan jelaskan alasannya !
10. Jelaskan kelebihan dari alat sipat datar tipe dumpy level, automatic level, tilting level,
dan tipe reversi ?
91
4. Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal
4.1
diketahui/diukur
Tujuan dan sasaran
pengukuran sipat datar
kerangka dasar vertikal
dengan
menggunakan
prinsip sipat datar.
Pengukuran menggunakan sipat datar optis
Ilmu
Ukur
Tanah
adalah
ilmu
yang
mempelajari pengukuran-pengukuran yang
diperlukan untuk menentukan letak relatife
titik-titik
diatas,
pada
atau
dibawah
permukaan tanah, atau sebaliknya, ialah
memasang titik-titik dilapangan. Letak titiktitik yang ditentukan adalah berguna pada
kompliming peta atau untuk menentukan
garis-garis atau jalur-jalur dan kemiringankemiringan konstruksi pada pekerjaan teknik
adalah pengukuran tinggi garis bidik alat
sipat datar di lapangan melalui rambu ukur.
Rambu ukur ini berjumlah 2 buah masingmasing didirikan di atas dua patok/titik yang
merupakan jalur pengukuran. Alat sipat
datar optis kemudian diletakan di tengahtengah antara rambu belakang dan muka.
Alat sipat datar diatur sedemikian rupa
sehingga teropong sejajar dengan nivo yaitu
dengan mengetengahkan gelembung nivo.
Setelah gelembung nivo di ketengahkan
sipil.
(garis arah nivo harus tegak lurus pada
Pengukuran-pengukuran ini dilakukan pada
daerah yang relatife sempit, dimana tidak
perlu dilibatkan adanya faktor kelengkungan
bumi diperhitungkan, termasuk dalam Ilmu
Geodesi Tinggi.
Sebagaimana
sumbu kesatu) barulah di baca rambu
belakang dan rambu muka yang terdiri dari
bacaan benang tengah, atas dan bawah.
Beda tinggi slag tersebut pada dasarnya
adalah
telah
kita
tahu
bahwa
permukaan bumi ini tidak tentu, artinya tidak
pengurangan
Benang
Tengah
belakang (BTb) dengan Benang Tengah
muka (BTm).
mempunyai pemukaan yang sama tinggi,
maka tinggi titik kedua tersebut dapat di
hitung, yaitu apabila titik pertama telah
diketahui tingginya.
Pengukuran beda tinggi dengan cara sipat
datar dapat memberikan hasil lebih baik
dibandingkan
dengan
cara-cara
trigonometris dan barometris, maka titik-titik
Tinggi titik pertama (h1) dapat di definisikan,
sebagai koordinat lokal ataupun terikat
kerangka dasar vertikal diukur dengan sipat
datar.
dengan titik yang lain yang telah diketahui
tingginya, Sedangkan selisih tinggi atau
Pengukuran sipat datar kerangka dasar
lebih dikenal dengan beda tinggi (h) dapat
vertikal
maksudnya
serangkaian titik-titik
adalah
pembuatan
di lapangan yang
92
diukur ketinggiannya melalui pengukuran
beda tinggi untuk pengikatan ketinggian
titik–titik lain yang lebih detail dan banyak.
Tujuan pengukuran sipat datar kerangka
dasar vertikal adalah untuk memperoleh
informasi
tinggi
lapangan
yang
relatif
sedemikian
rupa
akurat
di
sehingga
Gambar 67.
Proses pengukuran
informasi tinggi pada daerah yang tercakup
layak untuk diolah sebagai informasi yang
layak kompleks.
Referensi informasi ketinggian diperoleh
Rambu Belakang
Rambu Muka
melalui suatu pengamatan di tepi pantai
yang dikenal dengan nama pengamatan
Pasut.
Pengamatan
menggunakan
bekerja
pasut
alat-alat
secara
dilakukan
sederhana
mekanis,
manual
Arah Pengukuran
Gambar 68. Arah pengukuran
yang
dan
elektronis.
Tinggi permukaan air laut direkam pada
4.2 Peralatan, bahan, dan
formulir pengukuran sipat
datar kerangka dasar vertikal
interval waktu tertentu dengan bantuan
pelampung baik dalam kondisi air laut
4.2.1
Peralatan yang digunakan :
1. Alat sipat datar optis
pasang maupun surut.
Pada dasarnya alat sipat datar
Pengamatan
permukaan
air
laut
pada
interval tertentu kemudian diolah dengan
terdiri
dari
bagian
utama
sebagai berikut:
bantuan ilmu statistik sehingga diperoleh
a. Teropong berfungsi untuk membidik
informasi mengenai tinggi muka air laut rata-
rambu (menggunakan garis bidik) dan
rata atau sering dikenal dengan istilah Mean
memperbesar bayangan rambu.
Sea Level (MSL).
b. Nivo tabung diletakan pada teropong
MSL ini berdimensi meter dan merupakan
berfungsi mengatur agar garis bidik
referensi ketinggian bagi titik-titik lain di
mendatar. Terdiri dari kotak gelas
darat.
yang diisi alkohol. Bagian kecil kotak
tidak berisi zat cair sehingga kelihatan
ada gelembung. Nivo akan terletak
93
tegak lurus pada garis tengah vertikal
bidang singgung di titik tengah bidang
lengkung atas dalam nivo mendatar.
c.
Kiap
(leveling
terdapat
head/base
sekrup-sekrup
plate),
kiap
(umumnya tiga buah) dan nivo kotak
(nivo
tabung)
yang
semuanya
digunakan untuk menegakkan sumbu
kesatu (sumbu tegak) teropong.
d. Sekrup pengunci (untuk mengunci
Gambar 69. Alat sipat datar
gerakan teropong kekanan/ kiri).
2. Rambu ukur 2 buah
e. Lensa
okuler
(untuk
memperjelas
benang).
f.
Lensa
campuran alumunium yang diberi skala
objektif/
diafragma
(untuk
penggerak
halus
pembacaan. Ukuran lebarnya ± 4 cm,
panjang
memperjelas benda/ objek).
g. Sekrup
Rambu ukur dapat terbuat dari kayu,
(untuk
antara
3m-5m pembacaan
dilengkapi dengan angka dari meter,
desimeter, sentimeter, dan milimeter.
membidik sasaran).
h. Vizir (untuk mencari/ membidik kasar
objek).
i.
Statif
(tripod)
berfungsi
untuk
menyangga ketiga bagian tersebut di
atas.
Gambar 70. Rambu ukur
94
4. Unting-Unting
Unting-unting terbuat dari besi atau
kuningan
yang
berbentuk
kerucut
dengan ujung bawah lancip dan di
ujung atas digantungkan pada seutas
tali.
Unting-unting
berguna
untuk
memproyeksikan suatu titik pada pita
ukur
di
permukaan
tanah
atau
sebaliknya.
Gambar 71. Cara menggunakan rambu
ukur di lapangan
3. Statif
Gambar 73. Unting-unting
Statif merupakan tempat dudukan alat
dan untuk menstabilkan alat seperti
5. Patok
Sipat datar. Alat ini mempunyai 3 kaki
Patok dalam ukur tanah berfungsi
yang sama panjang dan bisa dirubah
untuk memberi tanda batas jalon,
ukuran
saat
dimana titik setelah diukur dan akan
didirikan harus rata karena jika tidak
diperlukan lagi pada waktu lain. Patok
rata dapat mengakibatkan kesalahan
biasanya ditanam didalam tanah dan
saat pengukuran.
yang menonjol antara 5 cm - 10 cm,
ketinggiannya.
Statif
dengan maksud agar tidak lepas dan
tidak mudah dicabut. Patok terbuat
dari dua macam bahan yaitu kayu dan
besi atau beton.
•
Patok Kayu
Patok kayu yang terbuat dari kayu,
berpenampang bujur sangkar dengan
ukuran ± 50mm x 50mm, dan bagian
Gambar 72. Statif
atasnya diberi cat.
95
•
7. Payung
Patok Beton atau Besi
Patok yang terbuat dari beton atau
Payung ini digunakan atau memiliki
besi biasanya merupakan patok tetap
fungsi sebagai pelindung dari panas
yang akan masih dipakai diwaktu lain.
dan hujan untuk alat ukur itu sendiri.
Karena
bila
alat
ukur
sering
kepanasan atau kehujanan, lambat
laun alat tersebut pasti mudah rusak
(seperti; jamuran, dll).
Gambar 74. Patok kayu dan beton/ besi
6. Pita ukur (meteran)
Gambar 76. Payung
Pita ukur linen bisa berlapis plastik
atau
tidak,
dan
kadang-kadang
diperkuat dengan benang serat. Pita
4.2.2
Bahan Yang Digunakan :
1. Peta wilayah study
ini tersedia dalam ukuran panjang
Peta digunakan agar mengetahui di
10m, 15m, 20m, 25m atau 30m.
daerah
Kelebihan dari alat ini bisa digulung
pengukuran
dan
ditarik
kembali,
dan
mana
akan
melakukan
2. Cat dan kuas
kekurangannya adalah kalau ditarik
Alat ini murah dan sederhana akan
akan memanjang, lekas rusak dan
tetapi peranannya sangat penting
mudah putus, tidak tahan air.
sekali ketika di lapangan, yaitu
digunakan untuk menandai dimana
kita mengukur dan dimana pula kita
meletakan rambu ukur. Tanda ini
tidak
boleh
hilang
sebelum
perhitungan selesai karena akan
mempengaruhi perhitungan dalam
pengukuran.
Gambar 75. Pita ukur
96
d. Perbedaan
hasil
ukuran
pergi
dan
pulang tidak melebihi angka toleransi
yang ditetapkan.
Khusus
mengenai
angka
toleransi
pengukuran sipat datar, dapat dijelaskan
sebagai berikut :
T=±K
Dimana :
Gambar 77. Cat dan kuas
3. Alat tulis
Alat
tulis
T = toleransi
digunakan
untuk
mencatat hasil pengkuran di
satuan
K = konstanta yang menunjukan
tingkat ketelitian pengukuran
dalam satuan milimeter
Formulir Pengukuran
Formulir
dalam
milimeter
lapangan.
4.2.3
D
pengukuran
digunakan
D = Jarak antara dua titik yang
diukur dalam satuan kilometer
untuk mencatat kondisi di lapangan
dan hasil perhitungan-perhitungan/
Berikut ini diberikan contoh harga K untuk
pengukuran di lapangan (terlampir).
bermacam tingkat pengukuran sipat datar :
Pengukuran
Tabel 3. Tingkat Ketelitian Pengukuran Sipat Datar
berdasarkan
harus
dilaksanakan
ketentuan-ketentuan
Tingkat
K
I
3 mm
II
6 mm
III
8 mm
yang ditetapkan sebelumnya.
4.3. Prosedur pengukuran sipat
datar kerangka dasar
vertikal
Contoh :
Ketentuan-ketentuan pengukuran Kerangka
Dasar Vertikal adalah sebagai berikut :
a. Pengukuran
dilakukan
dengan
Dari A ke B sejauh 2 km, harus diukur
dengan ketelitian tingkat III. Ini berarti
cara
perbedaan ukuran beda tinggi pergi dan
sipat datar.
b. Panjang satu slag pengukuran.
c.
pulang tidak boleh melebihi 8 2 = 11 mm.
Pengukuran antara dua titik, sekurang-
Apabila beda tinggi ukuran pergi dan pulang
kurangnya diukur 2 kali (pergi dan
≤ 11 mm, ukuran tersebut diterima sebagai
pulang).
ukuran tingkat III, Bila > 11 mm ukuran
harus diulangi.
97
Dari pengalaman menunjukkan bahwa titik-
6. Setelah selesai merencanakan lokasi-
titik kerangka dasar vertikal yang akan
lokasi patok (menggunakan Cat) lalu
digunakan harus diukur lebih teliti.
menandainya di lapangan.
Pengukuran sipat datar kerangka dasar
vertikal
harus
diawali
dengan
mengidentifikasi kesalahan sistematis dalam
hal ini kesalahan garis bidik alat sipat datar
optis melalui suatu pengukuran sipat datar
dalam posisi 2 stand (2 kali berdiri alat).
Kesalahan garis bidik adalah kemungkinan
terungkitnya garis bidik teropong ke arah
atas
atau
bawah
diakibatkan
oleh
keterbatasan pabrik membuat alat ini betul-
7. Melakukan pengukuran kesalahan garis
bidik. Hal ini dilakukan dengan cara
mendirikan rambu diantara 2 titik (patok)
dan dirikan statif serta alat sipat datar
optis kira-kira di tengah antara 2 titik
tersebut.
Yang
perlu
diperhatikan
pengukuran itu tidak harus dilaksanakan
jauh dari laboratorium.
8. Sebelum digunakan, alat sipat datar
harus terlebih dahulu diatur sedemikian
rupa sehingga garis bidiknya (sumbu II)
betul presisi.
sejajar dengan bidang nivo melalui
Langkah-langkah dalam pengukuran sipat
upaya
datar
nivo yang terdapat pada nivo kotak.
kerangka
dasar
vertikal
adalah
mengetengahkan
gelembung
sebagai berikut :
Bidang nivo sendiri merupakan bidang
1. Siswa akan menerima peta dan batas-
equipotensial
batas daerah pengukuran.
yaitu
bidang
yang
mempunyai energi potensial yang sama.
2. Ketua tim menandai semua peralatan
9. Sebelum pembacaan dilakukan adalah
yang dibutuhkan serta mengambil peta
mengatur agar sumbu I (sumbu yang
dan
di
tegak lurus garis bidik) benar-benar
menyerahkannya
tegak lurus dengan sumbu II melalui
batas-batas
laboratorium.
Lalu
pengukuran
pada laboran.
upaya
3. Ketua tim memeriksa kelengkapan alat,
lalu
anggota
tim
membawanya
ke
lapangan.
gelembung
nivo tabung. Setelah sama, langkah
selanjutnya kedua nivo yaitu nivo kotak
dan nivo tabung diatur, barulah kita
4. Survei ke daerah yang akan dipetakan
pada jalur batas pemetaan.
lokasi-lokasi
sehingga jumlah slag itu genap.
melakukan pembacaan rambu. Rambu
yang dibaca harus benar-benar tegak
5. Menentukan lokasi-lokasi patok atau
merencanakan
mengetengahkan
patok
lurus terhadap permukaan tanah.
10. Ketengahkan gelembung nivo dengan
prinsip perputaran 2 sekrup kaki kiap
dan
1
sekrup
kaki
kiap.
Setelah
98
gelembung
nivo
di
tengah,
lalu
Kesalahan sistematis berupa kesalahan
garis bidik kita konversikan ke dalam
memasang unting-unting.
11. Untuk memperjelas benang diafragma
pembacaan benang tengah mentah yang
dengan memutar sekrup pada teropong.
akan menghasilkan benang tengah setiap
12. Sedangkan untuk memperjelas objek
slag yang telah dikoreksi dan merupakan
rambu ukur dengan memutar sekrup
fungsi dari jarak muka atau belakang
fokus diatas teropong.
dikalikan dengan koreksi garis bidik.
13. Setelah itu, membaca benang atas,
benang tengah, dan benang bawah
4.2.2
Penentuan beda tinggi antara dua
titik
rambu belakang. Kemudian membaca
kembali benang atas, benang tengah,
Penentuan beda tinggi anatara dua titik
dan benang bawah rambu muka. Hasil
dapat
pembacaan di tulis pada formulir yang
penempatan
telah disiapkan. Kemudian mengukur
tergantung pada keadaan lapangan.
dilakukan
alat
dengan
ukur
tiga
cara
penyipat
datar,
jarak dengan menggunakan pita ukur
dari rambu belakang ke alat dan dari
alat ke rambu belakang (hasilnya di
rata-ratakan) serta mengukur juga jarak
rambu muka ke alat dan dari alat ke
rambu muka (hasilnya dirata-ratakan).
Kemudian alat digeser sedikit (slag 2)
lakukan hal yang sama sampai slag
kembali
pengukuran
ke
datar di atas titik B. Tinggi a garis bidik (titik
tengah teropong) di atas titik B diukur
dengan
mistar.
Dengan
gelembung
ditengah–tengah, garis bidik diarahkan ke
mistar yang diletakkan di atas titik lainnya,
ialah titik A. Pembacaan pada mistar
dimisalkan b, maka angka b ini menyatakan
akhir pengukuran selesai.
14. Setelah
Dengan menempatkan alat ukur penyipat
selesai,
laboratorium
lalu
untuk
mengembalikan alat.
jarak angka b itu dengan alas mistar. Maka
beda tinggi antara titik A dan titik B adalah t
= b –a.
15. Setelah itu melakukan pengolahan data.
Alat ukur penyipat datar diletakkan antara
Pengolahan data yang dilakukan adalah
titik A dan titik B, sedang di titik–titik A dan B
pengolahan data untuk mengeliminir
ditempatkan dua mistar. Jarak dari alat ukur
kesalahan acak atau sistematis dengan
penyipat datar ke kedua mistar ambillah
dilengkapi instrumen tabel kesalahan
kira–kira sama, sedang alat ukur penyipat
garis bidik dan sistematis.
datar tidaklah perlu diletakkan digaris lurus
yang menghubungkan dua titik A dan B.
Arahkan garis bidik dengan gelembung di
99
tengah–tengah ke mistar A (belakang) dan
ke
mistar
B
(muka),
dan
4.2.3
datar
misalkan
pembacaaan pada dua mistar berturut-turut
ada b (belakang) dan m (muka).
Bila selalu diingat, bahwa angka – angka
pada rambu selalu menyatakan jarak antara
angka dan alas mistar, maka dengan
mudahlah dapat dimengerti, bahwa beda
tinggi antara titik–titik A dan B ada t = b – m.
Alat ukur penyipat datar ditempatkan tidak
diantara titik A dan B, tidak pula di atas
salah satu titik A atau titik B, tetapi di
sebelah kiri titik A atau disebelah kanan titik
B, jadi diluar garis AB. Pembacaan yang
Kesalahan–kesalahan pada sipat
a. Kesalahan petugas.
•
•
Disebabkan oleh observer.
Disebabkan oleh rambu.
b. Kesalahan Instrumen.
•
•
Disebabkan oleh petugas.
Disebabkan oleh rambu.
c. Kesalahan Alami.
•
Disebabkan
pengaruh
•
matahari langsung.
•
Pengaruh lengkung bumi.
•
sinar
Pengaruh refraksi cahaya.
Disebabkan
pengaruh
posisi
dilakukan pada mistar yang diletakkan di
instrument sifat datar dan rambu-
atas titik A dan B sekarang adalah berrturut-
rambu.
turut b dan m lagi, sehingga digambar
didapat dengan mudah, bahwa beda tinggi
t = b –a m.
Gambar 78. Pengukuran sipat datar
4.2.4
Pengukuran Sipat Datar
100
⎛ ( BTbI − BTm I ) − ( BTbII − BTm II ) ⎞
⎟⎟
kgb = ⎜⎜
⎝ (dbI + dm I ) − (db"II + dmII ) ⎠
Eliminasi kesalahan sistematis alat sipat
datar
dengan
cara
,mengoreksi
KGB
(kesalahan garis bidik). Metode pengukuran
rambu muka dan belakang dengan dua
Koreksi Kgb = -Kgb.
stand (dua kali alat berdiri).
a
Eliminasi kesalahan sistematis karena
kondisi
alam.
Eliminasi
kesalahan
sistematis karena kondisi alam dapat
dikoreksi
dengan
membuat
jarak
belakang dan jarak muka hampir sama.
b. Jumlah slag pengukuran harus genap.
Peluang untuk meng-koreksi kesalahan
di slag ganjil dan genap lebih besar.
Keterangan :
Pembagian kesalahan setiap slag lebih
∧
BT = benang tengah yang dianggap benar
BT = benang tengah yang dibaca dari
Koreksi = - kesalahan
⎛
∧ ⎞
⎜
⎟
BT − BT ⎟
⎜
tan kgb =
lim kgb→0
⎜
⎟
d
⎜
⎟
⎝
⎠
c.
Cara
meng-koreksi
kesalahan
acak
(random error):
teropong
I = Kgb = sudut
rata.
∧
⎛
⎞
⇒ kgb = ⎜ BT − BT ⎟
⎜⎜
⎟⎟
d
⎝
⎠
•
Dilapangan kita peroleh bacaan BA,
BT, BB pada setiap slag (misalnya)
•
n = genap.
•
belakang
Gambar 79. Pengukuran sipat datar rambu ganda
Dari lapangan kita peroleh jarak
x jarak muka.
101
Gambar 80. Pengukuran sipat datar di luar slag rambu
Gambar 80. Pengukuran sipat datar di luar slag rambu
102
Gambar 81. Pengukuran sipat datar dua rambu
Gambar 82. Pengukuran sipat datar menurun
103
Gambar 83. Pengukuran sipat datar menaik
Gambar 84. Pengukuran sipat datar tinggi bangunan
104
setiap slag harus memenuhi syarat beda
4.4 Pengolahan data sifat datar
kerangka dasar vertikal
tinggi
sama
dengan
nol
jika
jalur
pengukur berawal dan berakhir pada titik
yang sama. Penjumlahan beda tinggi
Hasil
yang
diperoleh
dari
praktek
pengukuran sipat datar dan pengolahan
data lapangan adalah tinggi pada titik-titik
(patok-patok) yang diukur untuk keperluan
awal setiap slag merupakan kesalahan
acak beda tinggi yang harus dikoreksikan
kepada setiap slag berdasarkan bobot
tertentu.
penggambaran dalam pemetaan.
5. Menghitung jarak (∑d) setiap slag dengan
Perhitungan meliputi :
menjumlahkan jarak belakang dan jarak
Mengoreksi hasil ukuran
Mereduksi
hasil
muka.
ukuran,
misalnya
mereduksi jarak miring menjadi jarak
pengukuran
mendatar dan lain-lain
Menghitung
azimuth
6. Menghitung total jarak (∑ (∑d)) jalur
pengamatan
matahari
dengan
menjumlahkan
semua jarak slag.
7. Menghitung bobot koreksi setiap slag
Menghitung koordinat dan ketinggian
dengan membagi jarak slag dengan total
setiap titik.
jarak pengukuran.
Langkah-langkah dalam pengolahan data
Sebagai bobot koreksi kita menggunakan
adalah sebagai berikut:
jarak
1. Menuliskan nilai BA, BT, BB, jarak
penjumlahan jarak muka dan belakang.
belakang dan jarak muka.
setiap
slag
yang
merupakan
Total bobot adalah jumlah jarak semua
2. Mencari nilai kesalahan garis bidik.
slag. Koreksi tinggi setiap slag dengan
demikian
3. Menghitung BT koreksi (BTk) di setiap
slag.
diperoleh
melalui
negatif
kesalahan acak beda tinggi dikalikan
dengan jarak slag tersebut dan dibagi
4. Menghitung beda tinggi (∆H) di setiap
slag dari bacaan benang tengah
koreksi belakang dan muka.
dengan total jarak seluruh slag.
8. Menghitung tinggi titik-titik pengukuran
(Ti) dengan cara menjumlahkan tinggi titik
Beda tinggi awal suatu slag diperoleh
sebelumnya dengan tinggi titik koreksi
melalui pengurangan benang tengah
yang hasilnya akan sama dengan nol.
belakang
koreksi
dengan
benang
tengah muka koreksi. Beda tinggi
105
9. Jika tidak sama dengan nol maka
pengolahan data harus diulangi dan
diidentifikasi
kembali
4.5 Penggambaran sipat datar
kerangka dasar vertikal
letak
kesalahannya. Jika tinggi titik awal
diketahui, maka tinggi titik-titik koreksif
diperoleh dengan cara menjumlahkan
tinggi titik awal terhadap beda tinggi
koreksi slag secara berurutan.
Rumus-rumus
dalam
pengukuran
kerangka dasar vertikal :
BTbk
= BTb – (Kgb.db)
BTmk = BTm – (Kgb.dm)
∆H
= BTbk – BTmk
∑d
= db + dm
Σd
Bobot =
Σ ( Σd )
Penggambaran (pemetaan) dapat dilakukan
dalam bentuk konvensional (manual) dan
digital.
Dengan
penggambaran
konvensional
(manual), harus terlebih dahulu menentukan
luas cakupan daerah yang akan dipetakan,
kemudian
dibandingkan
dengan
luas
lembaran yang tersedia. Apakah itu A0, A1,
A2 dan sebagainya. Dalam hal ini untuk tugas
praktikum Ilmu Ukur Tanah, direferensikan
kertas yang digunakan adalah berukuran A2,
A1
dan
A0.
perbandingan
Setelah
luas
diperoleh
cakupan
berupa
wilayah
di
∆Hk
= ∆H – (∑∆H . bobot)
lapangan dengan di ukuran kertas yang ada,
Ti
= Ti awal + ∆H
kemudian tentukan skala dari peta yang akan
Dimana :
digambarkan.
BTb
= Benang Tengah Belakang
Dengan penggambaran digital, skala bukan
BTm
= Benang Tengah Muka
menjadi masalah tetapi yang dipentingkan
BTbk
= Benang Tengah Belakang
adalah
masalah
koordinat
BTmk = Benang Tengah Muka
penggunaan
∆H
= Beda Tinggi
mengintegrasikan
∆Hk
= Beda tinggi koreksi
gambar yang akan ditetapkan.
∑d
= Total jarak per-slag
∑ (∑d) = Total Jarak dari penjumlahan ∑d
dm
= Jarak muka
db
= Jarak belakang
Bobot = Koreksi slag dengan membagi
jarak slag dengan total jarak
pengukuran
Ti
= Tinggi titik-titik pengukuran.
koordinat
berbagai
titik-titik
itu
macam
dan
untuk
peta/
Penggambaran digital lebih menguntungkan
karena pada skala berapa pun peta/gambar
digital dapat dikeluarkan tidak bergantung
pada skala serta revisi data dari peta/ gambar
digital lebih mudah dibandingkan dengan
peta/ gambar konvensional. Konsep yang
pertama kali mendekati untuk penyajian peta/
106
CAD
mengenai isi gambar. Legenda memiliki
(Computer Aided Design) atau suatu
ruang di luar muka peta dan dibatasi oleh
database
garis yang membentuk kotak-kotak.
gambar
digital
adalah
grafis
konsep
yang
koordinat-koordinat
menyimpan
kemudian
disajikan
dalam bentuk grafis, kemudian dikenal
pula
istilah
GIS
(Geographical
Information System) yaitu suatu sistem
yang
mampu
mengaitkan
database
dengan database atributnya yang sesuai.
Tanda-tanda atau simbol-simbol yang
digunakan
adalah
untuk
menyatakan
bangunan-bangunan yang ada di atas
bumi seperti jalan raya, kereta api,
sungai, selokan, rawa atau kampung.
Juga untuk bermacam-macam keadaan
Peta-peta/ gambar dalam bentuk digital
dan tanam-tanaman misalnya ladang,
dapat disajikan dalam bentuk hard copy
padang
atau cetakan print out dari hasil-hasil file
perkebunan seperti: karet, kopi, kelapa,
komputer, soft copy atau dalam bentuk
untuk tiap macam pohon diberi tanda
file serta dalam bentuk penyajian peta/
khusus.
gambar digital di layar komputer.
Untuk
rumput,
dapat
atau
alang-alang,
membayangkan
Keuntungan-keuntungan dari penyajian
rendahnya
gambar dalam bentuk digital adalah:
digunakan garis-garis tinggi atau tranches
1. Proses pembuatannya relatif cepat.
atau kontur yang menghubungkan titik-
2. Murah dan akurasinya tinggi.
titik
3. Tidak
dibatasi
skala
dalam
penyajiannya.
dan
tidak
perlu
mengeluarkan banyak biaya.
5. Dapat
melakukan
analisis
yang
penggambaran
sama
di
maka
atas
permukaan bumi.
harus
hasil
ada
Yaitu
ruang
yang
digunakan
untuk
menyajikan informasi bentuk permukaan
bumi baik informasi vertikal maupun
spasial
(keruangan) secara mudah.
Unsur-unsur
tingginya
bumi,
Muka peta
4. Jika perlu melakukan revisi mudah
dilakukan
yang
permukaan
tinggi
horizontal. Muka peta sebaiknya memiliki
ukuran
dalam
pengukuran
dan
pemetaan adalah :
panjang
proporsional
dan
agar
lebar
yang
memenuhi
unsur
estetik.
Skala peta
Legenda
Yaitu
Yaitu suatu informasi berupa huruf,
perbandingan jarak di atas peta dengan
simbol dan gambar yang menjelaskan
jarak sesungguhnya di lapangan. Skala
simbol
yang
menggambarkan
107
peta terdiri dari: skala numeris, skala
pembesaran dan perkecilan peta serta
perbandingan, dan skala grafis.
muai susut bahan peta.
Skala
numeris
yaitu
skala
yang
menyatakan perbandingan perkecilan
Untuk
yang ditulis dengan angka, misalnya:
proses dan prosedur pembuatan peta.
skala 1 : 25.000 atau skala 1 : 50.000.
Sumber peta akan memberikan tingkat
Skala
grafis
yaitu
skala
yang
mengetahui
secara
terperinci
akurasi dan kualitas peta yang dibuat.
digunakan untuk menyatakan panjang
Tim pengukuran yang membuat peta
garis
Untuk mengetahui penanggung jawab
di
peta
diwakilinya
di
dan
jarak
lapangan
yang
melalui
0.5
yang
0
1
2
3
4
grafis
di
lapangan
dan
disajikan
akan
memberikan
informasi mengenai kualifikasi personel
yang terlibat.
Kilometer
Skala
pengukuran
penyajiannya di atas kertas. Personel
informasi grafis.
1
Sumber gambar yang dipetakan
memiliki
kelebihan
Instalasi dan simbol
dibandingkan dengan skala numeris
Instalasi dan simbol yang memberikan
dan skala perbandingan karena tidak
pekerjaan dan melaksanakan pekerjaan
dipengaruhi oleh muai kerut bahan
pengukuran
dan
Instalasi dan simbol instalasi ini akan
perubahan
ukuran
penyajian
dan
pembuatan
peta.
memberikan
Orientasi arah utara
karakteristik
tema
yang
Yaitu simbol berupa panah yang
diperlukan
bagi
instalasi
biasanya mengarah ke arah sumbu Y
bersangkutan.
positif muka peta dan menunjukkan
orientasi arah utara. Orientasi arah
utara ini dapat terdiri dari: arah utara
geodetik, arah utara magnetis, dan
arah utara grid koordinat proyeksi.
Skala peta grafis biasanya selalu
disajikan
untuk
melengkapi
numeris
atau
skala
untuk
mengantisipasi
skala
perbandingan
adanya
informasi
peta.
mengenai
biasanya
yang
108
Ukuran kertas untuk penggambaran hasil
Penggambaran sipat datar kerangka dasar
pengukuran dan pemetaan terdiri dari :
vertikal akan menyajikan unsur unsur: jarak
Tabel 4. Ukuran kertas untuk penggambaran
mendatar
antara
titik-titik
penggambaran,
tinggi titik-titik dan garis hubung antara satu
hasil pengukuran dan pemetaan
titik
ikat
dengan
titik
ikat
yang
lain.
Ukuran
Panjang
Lebar
Kertas
(milimeter)
(milimeter)
A0
1189
841
A1
841
594
A2
594
420
karakteristik, yaitu : skala jarak mendatar
A3
420
297
kurang dari skala tinggi, karena jangkauan
A4
297
210
jarak
A5
210
148
Ukuran kertas yang digunakan untuk
Penggambaran secara manual pada sipat
datar
kerangka
dasar
mendatar
signifikan
vertikal
memiliki
berbeda
memiliki
ukuran
dengan
yang
jangkauan
tingginya.
pencetakkan peta biasanya Seri A. Dasar
Peralatan
ukuran adalah A0 yang luasnya setara
menggambar sipat datar kerangka dasar
dengan 1 meter persegi. Setiap angka
vertikal meliputi :
setelah huruf A menyatakan setengah
1. Lembaran
ukuran dari angka sebelumnya. Jadi, A1
adalah
setengah
A0,
A2
adalah
yang
kertas
disiapkan
milimeter
untuk
dengan
ukuran tertentu.
2. Penggaris 2 buah (segitiga atau lurus).
seperempat dari A0 dan A3 adalah
3. Pensil.
seperdelapan dari A0. Perhitungan yang
4. Penghapus.
lebih besar dari SA0 adalah 2A0 atau dua
5. Tinta.
kali ukuran A0.
harus
Prosedur penggambaran untuk sipat datar
kerangka
dasar
vertikal
secara
manual,
A1
sebagai berikut :
1. Menghitung kumulatif jarak horizontal
pengukuran sipat datar kerangka dasar
vertikal.
A3
A2
2. Menghitung
range
beda
tinggi
pengukuran sipat datar kerangka dasar
A4
vertikal.
3. Menentukan ukuran kertas yang akan
dipakai.
Gambar 85. Pembagian kertas seri A
109
4. Membuat tata letak peta, meliputi
muka peta dan ruang legenda.
10. Membuat
keterangan- keterangan nilai
tinggi dan jarak di dalam muka peta serta
5. Menghitung panjang dan lebar muka.
melengkapi informasi legenda, membuat
6. Menetapkan skala jarak horizontal
skala, orientasi pengukuran, sumber peta,
dengan
membuat
perbandingan
panjang muka peta dengan kumulatif
jarak horizontal dalam satuan yang
tim
pengukuran,
nama
instansi
dan
simbolnya, menggunakan pensil.
11. Menjiplak
draft penggambaran ke atas
sama. Jika hasil perbandingan tidak
bahan yang transparan menggunakan
menghasilkan nilai yang bulat, maka
tinta.
nilai skala dibulatkan ke atas dan
memiliki nilai kelipatan tertentu.
dasar
7. membuat skala beda tinggi dengan
membuat perbandingan lebar muka
peta dengan range beda tinggi dalam
satuan
yang
sama.
Jika
hasil
perbandingan tidak menghasilkan nilai
yang
bulat,
maka
nilai
skala
dibulatkan ke atas dan memiliki nilai
kelipatan tertentu.
yang titik pusatnya memiliki jarak
tertentu terhadap batas muka peta,
menggunakan pensil.
merupakan
pengukuran
vertikal
secara
digital
dapat
menggunakan perangkat lunak lotus, excell
atau
AutoCad.
masing-masing
Penggambaran
perangkat
lunak
dengan
yang
berbeda akan memberikan hasil keluaran
yang berbeda pula. Untuk penggambaran
menggunakan lotus atau excell yang harus
diperhatikan
adalah penggambaran grafik dengan metode
8. Membuat sumbu mendatar dan tegak
9. Menggambarkan
Untuk penggambaran sipat datar kerangka
scatter, agar gambar yang diperoleh pada
arah tertentu (terutama sumbu horizontal)
memiliki
interval
sesuai
dengan
yang
diinginkan, tidak memiliki interval yang sama.
titik-titik
posisi
dengan
tinggi
yang
hasil
jarak-jarak
tertentu serta menghubungkan titiktitik tersebut, menggunakan pensil.
Penggambaran dengan AutoCad walaupun
lebih sulit akan menghasilkan keluaran yang
lebih sempurna dan sesuai dengan format
yang diinginkan.
110
Contoh Hasil Pengukuran Sipat Datar Kerangka Vertikal :
Dari lapangan didapat ;
HASIL PENGOLAHAN DATA
Diketahui, sipat datar Kerangka Dasar Vertikal (KDV) tertutup dengan 8 slag, titik 1
merupakan titik awal dengan ketinggian +905 meter MSL.
•
•
Titik 1 : BTb = 0,891 ; BTm = 1,675 ; db = 11 ; dm = 14
•
Titik 3 : BTb = 1,406 ; BTm = 1,438 ; db = 12 ; dm = 12
•
Titik 5 : BTb = 2,275 ; BTm = 1,387 ; db = 29 ; dm = 26
•
Titik 7 : BTb = 0,863 ; BTm = 1,801 ; db = 8 ; dm = 7
•
Titik 2 : BTb = 1,417 ; BTm = 1,385 ; db = 13 ; dm = 13
•
Titik 4 : BTb = 1,491 ; BTm = 0,625 ; db = 15 ; dm = 31
•
Titik 6 : BTb = 1,795 ; BTm = 0,418 ; db = 13 ; dm = 14
Titik 8 : BTb = 0,753 ; BTm = 2,155 ; db = 8 ; dm = 12
4. ∑d
TITIK 1
Diketahui :
= db+dm
BTb = 0,891
= 14+11
BTm = 1,675
= 25
db = 11 , dm = 14
Kgb = -0,00116
5. Bobot =
∑(∑d) = 238
=
∑∆H = 0,02380
Jawab :
1. BTbk
25
238
= 0,10504
= BTb - (Kgb . db)
6. ∆Hk
= 0,891 -(-0,00116.11)
0,10504)
2. BTmk = BTm-(Kgb.dm)
= 1,675-(-0,00116.14)
= 1,69124
= BTbk-BTmk
= 0.90376 - 1,69124
= - 0,78748
= ∆H-(∑∆H.bobot)
= -0,78748-(0,02380.
= 0.90376
3. ∆H
Σd
Σ ( Σd )
= -0,78998
7. Ti
= 905
111
TITIK 2
TITIK 3
Diketahui :
BTb=1,147
Diketahui :
BTb=1,406
BTm=1,385
BTm=1,438 ;
db=13 , dm=13
db=12 , dm=12
Kgb=-0,00116
Kgb=-0,00116
∑(∑d)= 238
∑(∑d)= 238
∑∆H=0,02380
∑∆H=0,02380
Jawab :
Jawab :
8. BTbk = BTb-(Kgb.db)
15. BTbk = BTb-(Kgb.db)
= 1,147 -(-0,00116.13)
= 1,406 -(-0,00116.12)
= 1,43208
= 1,41992
9. BTmk = BTm-(Kgb.dm)
10. ∆H
11. ∑d
16. BTmk = BTm-(Kgb.dm)
= 1,385 -(-0,00116.13)
= 1,438 -(-0,00116.12)
= 1,69124
= 1,45192
= BTbk-BTmk
17. ∆H
= 1,43208 - 1,69124
= 1,41992 -1,45192
= -0,78748
= - 0,03200
= db+dm
18. ∑d
= db+dm
= 13+13
= 12+12
= 26
= 24
12. Bobot =
=
Σd
Σ ( Σd )
19. Bobot =
26
238
Σd
Σ ( Σd )
=
= 0,10924
13. ∆Hk
= BTbk-BTmk
24
238
= 0,10084
= ∆H - (∑∆H.bobot)
= -0,78748- (0,02380. 0,10924)
20. ∆Hk
= 0,02940
= ∆H-(∑∆H.bobot)
= - 0,03200-(0,02380.
0,10084)
14. Ti
= Ti1 + ∆Hk1
= 905 - 0,02940
= 904,21002
= -0,03440
21. T i
= Ti2+∆Hk2
= 904,21002-0,03440
= 904,23942
112
TITIK 4
TITIK 5
Diketahui :
BTb=1,491
23. BTmk
24. ∆H
BTm=1,387
db=15 , dm=31
db=29 , dm=26
Kgb=-0,00116
Kgb=-0,00116
∑(∑d)= 238
∑(∑d)= 238
∑∆H=0,02380
∑∆H=0,02380
Jawab :
= BTb-(Kgb.db)
29. BTbk
= 2,275-(-0,00116.29)
= 1,50840
= 2,30864
= BTm-(Kgb.dm)
30. BTmk
= 1,387-(-0,00116.26)
= 0,66096
= 1,41716
= BTbk-BTmk
31. ∆H
= 2,30864-1,41716
= db+dm
= 0,89148
=
Σd
Σ ( Σd )
=
32. ∑d
= 55
33. Bobot
46
238
= ∆H-(∑∆H.bobot)
Σd
Σ ( Σd )
55
238
= 0,23109
34. ∆Hk
= ∆H-(∑∆H.bobot)
= 0,89148-(0,02380.
= 0,84284
0,23109)
= Ti3+∆Hk4
= 904,20502
=
=
= 0,84744-(0,02380 .0,19328)
= 904,23942+0,84284
= db+dm
= 29+26
= 0,19328
28. Ti
= BTbk-BTmk
= 0,84744
= 46
27. ∆Hk
= BTm-(Kgb.dm)
= 0,625-(-0,00116.31)
= 15 +31
26. Bobot
= BTb-(Kgb.db)
= 1,491-(-0,00116.15)
= 1,50840-0,66096
25. ∑d
BTb=2,275
BTm=0,625
Jawab :
22. BTbk
Diketahui :
= 0,88598
35. Ti
= Ti4+∆Hk5
= 904,20502+0,88598
= 905,04786
113
TITIK 7
TITIK 6
Diketahui :
BTb=1,795
37. BTmk
38. ∆H
39. ∑d
BTb = 0,863
BTm=0,418
BTm=1,801
db=13 , dm=14
db=8 , dm=7
Kgb=-0,00116
Kgb=-0,00116
∑(∑d)= 238
∑(∑d)= 238
∑∆H=0,02380
∑∆H = 0,02380
Jawab :
36. BTbk
Diketahui :
Jawab :
= BTb-(Kgb.db)
43. BTbk
= BTb-(Kgb.db)
= 1,795 - (-0,00116.13)
= 0,863 -(-0,00116.8)
= 1,81008
= 0,87228
= BTm-(Kgb.dm)
44. BTmk
= BTm-(Kgb.dm)
= 0,418 -(-0,00116.14)
= 1,801 -(-0,00116.7)
= 0,43424
= 1,80912
= BTbk-BTmk
45. ∆H
= BTbk-BTmk
= 1,81008-0,43424
= 0,87228- 1,80912
= 1,37584
= -0,93684
= db+dm
46. ∑d
= 13+14
= db+dm
= 8+7
=27
40. Bobot
Σd
Σ ( Σd )
=
=
= 15
47. Bobot
27
238
= ∆H - (∑∆H.bobot)
48. ∆Hk
0,06303)
= 1,37314
= 905,04786+1,37314
= 905,93384
= ∆H-(∑∆H.bobot)
= -0,93684-(0,02380.
0,11345)
= Ti5+∆Hk6
15
238
= 0,06303
= 1,37584- (0,02380.
42. Ti
Σd
Σ ( Σd )
=
= 0,11345
41. ∆Hk
=
= -0,93834
49. Ti
= Ti6+∆Hk 7
= 905,93384+(-0,93834)
= 907,30698
114
TITIK 8
Diketahui :
BTb=0,793
BTm=2,155
db=8 , dm=12
Kgb=-0,00116
∑(∑d)= 238
∑∆H=0,02380
Jawab :
50. BTbk
= BTb-(Kgb.db)
= 0,793-(-0,00116.8)
= 0,80228
51. BTmk
= BTm-(Kgb.dm)
= 2,155 -(-0,00116.12)
= 2,16892
52. ∆H
= BTbk-BTmk
= 0,80228 - 2,16892
= -1,36664
53. ∑d
= db+dm
= 8+12
= 20
54. Bobot
=
Σd
Σ ( Σd )
=
20
238
= 0,08403
55. ∆Hk
= ∆H-(∑∆H.bobot)
= -1,36664-(0,02380.
0,08403)
= -1,36864
56. Ti
= Ti7+∆Hk8
= 907,30698+(-1,36864)
= 906,3686
115
Tabel 5. Formulir pengukuran sipat datar
PENGUKURAN SIPAT DATAR
Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan
No.Lembar
Pengukuran
Cuaca
Lokasi
dari
Alat Ukur
Diukur Oleh
Tanggal
Bacaan Benang
Belakang
Stand
Tengah
Atas
Bawah
Instruktur
Jarak
Muka
Tengah
Atas
Bawah
Belakang
Muka
Beda Tinggi
Total
+
-
Tinggi
Titik
Ket
116
Tabel 6. Formulir pengukuran sipat datar
PENGUKURAN SIPAT DATAR
Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan
No.Lembar
Pengukuran
Cuaca
Lokasi
Alat Ukur
Diukur Oleh
Tanggal
Bacaan Benang
Belakang
Stand
Tengah
1
0.891
Atas
Bawah
0.946
1.417
1.482
Tengah
1.675
1.406
1.466
1.385
1.491
1.566
1.438
2.275
2.420
0.625
1.795
1.860
1.387
0.863
0.903
0.418
0.793
0.833
0.753
Total
11
14
25
13
13
26
12
12
24
15
31
46
0.84744
904.20502
29
26
55
0.89148
805.04786
13
14
27
1.37584
905.93384
8
7
15
0.93684
907.30698
8
12
20
1.36664
906.36864
0.78748
905
1.450
904.21002
0.03200
1.498
0.03200
904.23942
0.780
1.517
0.488
0.348
1.801
0.823
8
Muka
1.257
1.730
7
1.745
-
Belakang
0.470
2.130
6
Bawah
+
Tinggi
Titik
1.378
1.416
5
Atas
Beda Tinggi
1.320
1.346
4
Jarak
1.605
1.352
3
Instruktur
Muka
0.836
2
dari
1.836
1.766
2.155
2.215
2.095
238
Ket
117
CATATAN
U
INSTITUSI
PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL - S1
FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN
KEJURUAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2007
LEGENDA
SI PAT DATAR OPTI S
POHON
BACAAN BENANG
BATAS JALAN
DR. I R. DRS. H. I SKANDAR
MUDA PURWAAMI JAYA, MT
MATA KULI AH
TS 241
PRAKTI K I LMU UKUR TANAH
JUDUL GAMBAR
PENGUKURAN KERANGKA
DASAR VERTI KAL
PENGUKURAN KERANGKA DASAR VERTI KAL
LOKASI
GEDUNG OLAH RAGA
Gambar 86. Pengukuran kerangka dasar vertikal
DOSEN
118
Model DiagramModel
Alir IlmuDiagram
Ukur Tanah
Pertemuan ke-04
Alir
Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal
Pengukuran
Sipat
Datar
Kerangka
Dasar Vertikal
Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT
Maksud :
Pembuatan serangkaian titik-titik di lapangan yang diukur
ketinggiannya melalui pengukuran beda tinggi untuk pengikatan
ketinggian titik-titik lain yang lebih detail dan banyak
Tujuan :
Memperoleh informasi tinggi yang akurat untuk menyajikan informasi
yang lebih kompleks (garis kontur)
Referensi tinggi :
diperoleh dengan cara pengamatan pasut pada selang waktu tertentu
di tepi pantai untuk memperoleh tinggi muka air laut rata-rata atau
mean sea level (MSL)
Pengukuran
Sipat Datar
Kerangka
Dasar Vertikal
Eliminasi kesalahan sistematis :
Melakukan pengukuran sipat datar dalam posisi 2 stand (2 kali berdiri
alat) untuk memperoleh nilai kesalahan garis bidik (kemungkinan
terungkitnya garis bidik ke atas/bawah akibat keterbatasan pabrik
membuat alat betul-betul presisi)
Pengaturan awal alat sipat datar :
Mengatur garis bidik // sumbu II teropong dengan mengetengahkan
gelembung nivo kotak (menggerakkan 2 sekrup kaki kiap ke dalam/
luar dan 1 sekrup kaki kiap ke kanan/kiri) ; Mengatur sumbu I tegak
lurus sumbu II teropong dengan mengetengahkan gelembung nivo
tabung. Rambu ukur diatur tegak lurus permukaan tanah dan dibaca.
Pengukuran di lapangan :
Persiapan sketsa/peta jalur pengukuran dan rencana pematokan
dengan jumlah slag genap. Persiapan patok-patok pengukuan. Survei
awal dan pematokan. Rambu ukur didirikan di atas patok-patok
pengukuran. Alat sipat datar didirikan sekitar tengah-tengah slag atau
dibuat jumlah jarak belakang ~ jumlah jarak muka. Pembacaan
rambu ukur belakang dan muka. Pengukuran jarak belakang & muka.
Pengolahan Data :
Koreksi bacaan benang tengah dengan hasil kali koreksi garis bidik dan jarak.
Perhitungan beda tinggi koreksi kesalahan sistematis. Perhitungan bobot koreksi
dari rasio jarak slag terhadap total jarak pengukuran. Perhitungan kesalahan acak.
Distribusi kesalahan acak ke setiap slag dengan bobot koreksi. Perhitungan beda
tinggi dan tinggi definitif yang telah dikoreksi kesalahan acak. Penggambaran
jalur pengukuran dengan skala vertikal > skala horisontal.
Gambar 87. Diagram alir pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal
119
Rangkuman
Berdasarkan uraian materi bab 4 mengenai pengukuran sipat datar kerangka dasar
vertikal, maka dapat disimpulkan sebagi berikut:
1. Pengukuran menggunakan sipat datar optis adalah pengukuran tinggi garis bidik alat
sipat datar di lapangan melalui rambu ukur.
2. Pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal maksudnya adalah pembuatan
serangkaian titik-titik di lapangan yang diukur ketinggiannya melalui pengukuran beda
tinggi untuk pengikatan ketinggian titik–titik lain yang lebih detail dan banyak.
3. Tujuan pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal adalah untuk memperoleh
informasi tinggi yang relatif akurat di lapangan sedemikian rupa sehingga informasi
tinggi pada daerah yang tercakup layak untuk diolah sebagai informasi yang layak
kompleks.
4. Bagian utama pada Alat sipat datar optis adalah
a. Teropong untuk membidik rambu (menggunakan garis bidik) dan memperbesar
bayangan rambu.
b. Nivo tabung berfungsi mengatur agar garis bidik mendatar.
c.
Kiap (leveling head/base plate), digunakan untuk menegakan sumbu kesatu (sumbu
tegak) teropong.
d. Sekrup pengunci (untuk mengunci gerakan teropong kekanan/ kiri).
e. Lensa okuler (untuk memperjelas benang).
f.
Lensa objektif/ diafragma (untuk memperjelas benda/ objek).
g. Sekrup penggerak halus (untuk membidik sasaran).
h. Vizir (untuk mencari/ membidik kasar objek).
i.
Statif (tripod) berfungsi untuk menyangga ketiga bagian tersebut di atas.
5. Peralatan yang digunakan pada pengukuran sipat datar optis adalah :
a. alat sipat datar optis.
e. patok.
b. rambu ukur 2 buah.
f. pita ukur
c.
g. payung.
statif.
d. unting-unting.
120
Soal Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di abwah ini !
1. Jelaskan peralatan dan bahan-bahan apa sajakah yang digunakan pada pengukuran
sipat datar kerangka dasar vertikal!
2. Jelaskan bagaimana prosedur pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal !
3. Apa sajakah keuntungan-keuntungan dari penggambaran dalam bentuk digital !
4. Jelaskan bagaimana prosedur pengolahan data pada pengukuran sipat datar kerangka
dasar vertikal !
5. Diketahui pengukuran sipat datar dengan 4 slag (A, B, C dan D) dan tinggi titik Ti (awal) =
+ 777 meter HSL.
Slag : 1 ( A –B) BTb = 1,568
BTm = 1,658
Slag : 2 ( B –C) BTb = 1,775
BTm = 1,886
Slag : 3 ( C –D) BTb = 1,675
BTm = 1,558
Slag : 4 ( D –A) BTb = 1,890
BTm = 1,780
Slag : 1 db = 25,08
dm = 25,5
Slag : 1 db = 32,5
dm = 34,5
Slag : 1 db = 27,5
dm = 26,95
Slag : 1 db = 26,5
dm = 25,55
121
5. Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat
ellipsoid
5.1. Proyeksi peta
WGS-84
adalah
6.378.137
m
dengan kegepengan 1/298.257, maka rasio
penyimpangan
terbesar
ini
adalah
Proyeksi peta adalah teknik-teknik yang
1/100.000. Indonesia, seperti halnya negara
digunakan untuk menggambarkan sebagian
lainnya, menggunakan ukuran ellipsoid ini
atau keseluruhan permukaan tiga dimensi
untuk
yang secara kasaran berbentuk bola ke
Indonesia.
permukaan
dengan
sedemikian rupa diperoleh penyimpangan
distorsi sesedikit mungkin. Dalam proyeksi
terkecil di kawasan Nusantara RI. Titik impit
peta diupayakan sistem yang memberikan
WGS-84 dengan geoid di Indonesia dikenal
hubungan antara posisi titik-titik di muka
sebagai datum Padang (datum geodesi
bumi dan di peta.
relatif)
Bentuk bumi bukanlah bola tetapi lebih
reference
menyerupai ellips 3 dimensi atau ellipsoid.
Sebelumnya juga dikenal datum Genuk di
Istilah ini sinonim dengan istilah spheroid
daerah sekitar Semarang. Untuk pemetaan
yang digunakan untuk menyatakan bentuk
yang dibuat Belanda, menggunakan ER
bumi. Karena bumi tidak uniform, maka
yang sama yaitu WGS-84. Sejak 1995
digunakan istilah geoid untuk menyatakan
pemetaan
bentuk bumi yang menyerupai ellipsoid
menggunakan datum geodesi absolut DGN-
tetapi dengan bentuk muka yang sangat
95. Dalam sistem datum absolut ini, pusat
tidak beraturan.
ER berimpit dengan pusat masa bumi.
Untuk
datar
dua
menghindari
matematik
geoid,
dimensi
kompleksitas
maka
dipilih
yang
penyimpangannya
dan
WGS-84
yang
pemetaan
"diatur,
digunakan
dalam
sebagai
di
peta
titik
nasional.
Indonesia
Sistem
model
mereduksi sekecil mungkin distorsi tersebut
terkecil
proyeksi
diimpitkan"
pemetaan
nasional
di
model
ellipsoid terbaik pada daerah pemetaan,
yaitu
pengukuran
dibuat
untuk
dengan:
•
Membagi
daerah
yang
dipetakan
terhadap geoid. WGS-84 (World Geodetic
menjadi bagian-bagian yang tidak terlalu
System)
luas, dan
dan
GRS-1980
(Geodetic
Reference System) adalah ellipsoid terbaik
•
Menggunakan
bidang
peta
berupa
untuk keseluruhan geoid. Penyimpangan
bidang datar atau bidang yang dapat
terbesar antara geoid dengan ellipsoid
didatarkan
WGS-84 adalah 60 m di atas dan 100 m di
seperti
bawahnya. Bila ukuran sumbu panjang
silinder.
tanpa
bidang
mengalami
kerucut
dan
distorsi
bidang
122
Tujuan Sistem Proyeksi Peta dibuat dan
dipilih untuk:
•
Secara garis besar sistem proyeksi peta
Menyatakan
permukaan
Pembagian Sistem Proyeksi Peta
posisi
bumi
ke
titik-titik
pada
dalam
sistem
koordinat bidang datar yang nantinya
bisa
dikelompokkan
berdasarkan
pertimbangan ekstrinsik dan intrinsik.
Pertimbangan Ekstrinsik
bisa digunakan untuk perhitungan jarak
•
Bidang proyeksi yang digunakan:
dan arah antar titik.
Menyajikan secara grafis titik-titik pada
permukaan
bumi
ke
dalam
sistem
koordinat bidang datar yang selanjutnya
bisa digunakan untuk membantu studi
dan pengambilan keputusan berkaitan
•
lain-lainnya
yang
azimutal
/
zenital:
•
proyeksi bidang datar.
•
bidang selimut kerucut.
dengan topografi, iklim, vegetasi, hunian
dan
Proyeksi
Proyeksi
kerucut:
Bidang
Bidang
proyeksi
Proyeksi silinder: Bidang proyeksi bidang
selimut silinder.
umumnya
Persinggungan bidang proyeksi dengan bola
berkaitan dengan ruang yang luas.
bumi:
•
Cara proyeksi peta bisa dipilih sebagai:
•
Proyeksi langsung (direct projection):
yaitu dari ellipsoid langsung ke bidang
•
proyeksi.
Proyeksi
projection):
tidak
yaitu
langsung
(double
proyeksi
Proyeksi
Tangen:
Bidang
proyeksi
•
bersinggungan dengan bola bumi.
•
berpotongan dengan bola bumi.
yang
Proyeksi
Secant:
Proyeksi
Bidang
"Polysuperficial":
Proyeksi
Banyak
bidang proyeksi.
dilakukan menggunakan "bidang" antara,
ellipsoid ke bola dan dari bola ke bidang
proyeksi.
Pemilihan sistem proyeksi peta ditentukan
Posisi
sumbu
simetri
bidang
proyeksi
terhadap sumbu bumi:
•
Proyeksi Normal: Sumbu simetri bidang
berdasarkan pada:
proyeksi berimpit dengan sumbu bola
•
bumi.
Ciri-ciri tertentu atau asli yang ingin
dipertahankan sesuai dengan tujuan
•
pembuatan / pemakaian peta.
•
dipetakan.
Ukuran dan bentuk daerah yang akan
Letak daerah yang akan dipetakan.
•
Proyeksi Miring: Sumbu simetri bidang
proyeksi miring terhadap sumbu bola
bumi.
123
•
Proyeksi Transversal: Sumbu simetri
bidang proyeksi ⊥ terhadap sumbu bola
bumi.
•
•
Proyeksi
Matematis:
Semuanya
diperoleh dengan hitungan matematis.
Proyeksi
Semi
Geometris:
Sebagian
peta diperoleh dengan cara proyeksi dan
Pertimbangan Intrinsik
sebagian lainnya diperoleh dengan cara
Sifat asli yang dipertahankan:
•
•
Proyeksi
daerah
Pertimbangan dalam pemilihan proyeksi
dipertahankan, yaitu luas pada peta
peta untuk pembuatan peta skala besar
setelah disesuaikan dengan skala peta =
adalah:
luas di asli pada muka bumi.
•
Proyeksi
Ekuivalen:
matematis.
Konform:
dipertahankan,
Luas
Bentuk
sehingga
daerah
sudut-sudut
pada peta dipertahankan sama dengan
•
sudut-sudut di muka bumi.
Proyeksi Ekuidistan: Jarak antar titik di
peta setelah disesuaikan dengan skala
peta sama dengan jarak asli di muka
bumi.
•
batas kesalahan grafis.
•
bisa digabungkan.
•
sesederhana mungkin.
•
semudah-mudahnya.
Cara penurunan peta:
•
Distorsi pada peta berada pada batas-
Sebanyak mungkin lembar peta yang
Perhitungan
plotting
setiap
lembar
Plotting manual bisa dibuat dengan cara
Menggunakan titik-titik kontrol sehingga
posisinya segera bisa diplot.
Proyeksi Geometris: Proyeksi perspektif
atau proyeksi sentral.
Tabel 7. Kelas proyeksi peta
KELAS
1. Bid. Proyeksi
Bid. Datar
Bid. Kerucut
Bid. Silinder
2. Persinggungan
Tangent
Secant
Polysuperficial
3. Posisi
Normal
Oblique/Miring
Transversal
4. Sifat
Ekuidistan
Ekuivalen
Konform
5. Generasi
Geometris
Matematis
Semi Geometris
Pertimbangan
EKSTRINSIK
Pertimbangan
INTRINSIK
124
Silinder
Kerucut
Azimut
Normal
Transversal
Miring
Tangent
Secant
Gambar 88. Jenis bidang proyeksi dan kedudukannya terhadap bidang datum
Bidang datum dan bidang proyeksi:
•
•
b. Kegepengan ( flattening ) - f = (a - b)/b,
Bidang datum adalah bidang yang akan
(Gambar dapat dilihat pada Gambar 89).
digunakan untuk memproyeksikan titik-
c. Garis geodesic adalah kurva terpendek
titik yang diketahui koordinatnya (j ,l ).
yang menghubungkan dua titik pada
Bidang proyeksi adalah bidang yang
permukaan elipsoid.
akan digunakan untuk memproyeksikan
d. Garis Orthodrome adalah proyeksi garis
titik-titik yang diketahui koordinatnya
geodesic pada bidang proyeksi. (Dapat
(X,Y).
dilihat pada Gambar 91).
e. Garis Loxodrome (Rhumbline) adalah
Ellipsoid:
a. Sumbu panjang (a) dan sumbu
pendek (b).
garis (kurva) yang menghubungkan titik-
titik dengan azimuth α yang tetap.
(Dapat dilihat pada Gambar 90).
125
Gambar 89. Geometri ellipsoid
Gambar 90. Rhumbline atau loxodrome menghubungkan titik-titik
Gambar 91. Oorthodrome dan loxodrome pada proyeksi gnomonis dan proyeksi mercator
126
Proyeksi Polyeder
Sistem proyeksi kerucut, normal, tangent
dan konform
Gambar 92. Proyeksi kerucut: bidang datum dan bidang proyeksi
Gambar 93.
Proyeksi polyeder: bidang datum dan bidang proyeksi
127
Proyeksi ini digunakan untuk daerah 20° x
Meridian tergambar sebagai garis lurus yang
20° (37 km x 37 km), sehingga bisa
konvergen ke arah kutub, ke arah KU untuk
memperkecil distorsi. Bumi dibagi dalam
daerah di sebelah utara ekuator dan ke arah
jalur-jalur yang dibatasi oleh dua garis
KS untuk daerah di selatan ekuator. Paralel-
paralel dengan lintang sebesar 20° atau tiap
paralel
jalur selebar 20° diproyeksikan pada kerucut
konsentris. Untuk jarak-jarak kurang dari 30
tersendiri.
menyinggung
km, koreksi jurusan kecil sekali sehingga
pada garis paralel tengah yang merupakan
bisa diabaikan. Konvergensi meridian di tepi
paralel baku - k = 1.
bagian
Bidang
kerucut
tergambar
derajat
di
sebagai
wilayah
maksimum 1,75°.
Gambar 94.
Lembar proyeksi peta polyeder di bagian lintang utara dan lintang selatan
Gambar 95. Konvergensi meridian pada proyeksi polyeder
lingkaran
Indonesia
128
Secara praktis, pada kawasan 20° x 20°,
lurus sumbu X di titik tengah bagian
jarak hasil ukuran di muka bumi dan jarak
derajatnya. Sehingga titik tengah setiap
lurusnya di bidang proyeksi mendekati sama
bagian derajat mempunyai koordinat O.
atau bisa dianggap sama.
Koordinat titik-titik lain seperti titik triangulasi
Proyeksi polyeder di Indonesia digunakan
dan titik pojok lembar peta dihitung dari titik
untuk pemetaan topografi dengan cakupan:
pusat bagian derajat masing-masing bagian
94° 40’ BT - 141° BT, yang dibagi sama tiap
derajat. Koordinat titik-titik sudut (titik pojok)
20°
bagian,
geografis lembar peta dihitung berdasarkan
11° LS - 6° LU, yang dibagi tiap 20° atau
skala peta, misal 1 : 100.000, 1 : 50.000, 1 :
menjadi 51 bagian. Penomoran dari barat ke
25.000 dan 1 : 5.000.
timur: 1, 2, 3,..., 139, dan penomoran dari
Pada skala 1 : 50.000, satu bagian derajat
LU ke LS: I, II, III, ..., LI.
proyeksi polyeder (20° x 20°) tergambar
Penerapan Proyeksi Polyeder di Indonesia
dalam 4 lembar peta dengan penomoran
atau
menjadi
139
Sistem penomoran bagian derajat proyeksi
polyeder
lembar A, B, C dan D. Sumbu Y adalah
meridian tengah dan sumbu X adalah garis
tegak
lurus
sumbu
Y
yang
melalui
Peta dengan proyeksi polyeder dibuat di
perpotongan meridian tengah dan paralel
Indonesia sejak sebelum perang dunia II,
tengah. Setiap lembar peta mempunyai
meliputi peta-peta di pulau Jawa, Bali dan
sistem sumbu koordinat yang melalui titik
Sulawesi.
tengah lembar dan sejajar sumbu (X,Y) dari
Wilayah Indonesia dengan 94° 40’ BT - 141°
sistem koordinat bagian derajat.
BT dan 6° LU - 11° LS dibagi dalam 139 x LI
Keuntungan dan kerugian sistem proyeksi
bagian derajat, masing-masing 20° x 20°.
polyeder
Tergantung pada skala peta, tiap lembar
Keuntungan
bisa dibagi lagi dalam bagian yang lebih
perubahan jarak dan sudut pada satu
kecil.
bagian derajat 20° x 20°, sekitar 37 km x 37
Cara
menghitung
pojok
lembar
peta
proyeksi polyeder
Setiap bagian derajat mempunyai sistem
koordinat masing-masing. Sumbu X berimpit
dengan meridian tengah dan sumbu Y tegak
proyeksi
polyeder:
karena
km bisa diabaikan, maka proyeksi ini baik
untuk digunakan pada pemetaan teknis
skala besar.
129
•
Kerugian proyeksi polyeder:
a. Untuk pemetaan daerah luas harus
sering
pindah
bagian
derajat,
memerlukan tranformasi koordinat.
pada dua buah meridian yang disebut
•
b. Grid kurang praktis karena dinyatakan
c.
Bidang silinder memotong bola bumi
meridian standar dengan faktor skala 1.
Lebar zone 6° dihitung dari 180° BB
dengan nomor zone 1 hingga ke 180°
dalam kilometer fiktif.
BT dengan nomor zone 60. Tiap zone
Tidak praktis untuk peta skala kecil
•
mempunyai meridian tengah sendiri.
•
0,9996.
dengan cakupan luas.
d. Kesalahan arah maksimum 15 m untuk
jarak 15 km.
Perbesaran
di
meridian
tengah
=
Batas paralel tepi atas dan tepi bawah
adalah 84° LU dan 80° LS.
Proyeksi Universal Traverse Mercator
Pada
(UTM)
UTM merupakan sistem proyeksi silinder,
konform,
secant,
transversal.
ketentuan sebagai berikut:
Dengan
Gambar
96
berikut
ditunjukkan
perpotongan silinder terhadap bola bumi
dan
gambar
XYZ
menujukkan
penggambaran proyeksi dari bidang datum
ke bidang proyeksi.
Gambar 96. Kedudukan bidang proyeksi silinder terhadap bola bumi pada proyeksi UTM
130
Gambar 97. Proyeksi dari bidang datum ke bidang proyeksi
Gambar 98. Pembagian zone global pada proyeksi UTM
131
Pada
kedua
gambar
tersebut,
ekuator
Garis tebal dan garis putus-putus pada
tergambar sebagai garis lurus dan meridian-
gambar menunjukkan proyeksi lingkaran-
meridian tergambar sedikit melengkung.
lingkaran melalui I, II, III dan IV yang tidak
Karena proyeksi UTM bersifat konform,
mengalami distorsi setelah proyeksi.
maka paralel-paralel juga tergambar agak
melengkung
sehingga
Konvergensi Meridian
perpotongannya
dengan meridian membentuk sudut siku.
Ukuran lembar peta dan cara menghitung
Ekuator tergambar sebagai garis lurus dan
titik sudut lembar peta UTM
dipotong tegak lurus oleh proyeksi meridian
Susunan sistem koordinat
tengah yang juga terproyeksi sebagai garis
lurus melalui titik V dan VI. Kedua garis ini
digunakan sebagai sumbu sistem koordinat
(X,Y) proyeksi pada setip zone.
Ukuran satu lembar bagian derajat adalah
6° arah meridian 8° arah paralel (6° x 8°)
atau sekitar (665 km x 885 km).
Pusat koordinat tiap bagian lembar derajat
Sistem grid pada proyeksi UTM terdiri dari
adalah
garis lurus yang sejajar meridian tengah.
dengan "paralel" tengah. Absis dan ordinat
Lingkaran
silinder
semu di (0,0) adalah + 500.000 m, dan + 0
dengan bola bumi tergambar sebagai garis
m untuk wilayah di sebelah utara ekuator
lurus. Pada daerah I, V, II dan III, VI, IV
atau +10.000.000 m untuk wilayah di
gambar proyeksi mengalami pengecilan,
sebelah selatan ekuator.
tempat
perpotongan
sedangkan pada daerah IA, IIB, IIIC dan IVD
mengalami perbesaran.
Gambar 99. Konvergensi meridian pada proyeksi UTM
perpotongan
meridian
tengah
132
Gambar 99 dan 100 menunjukkan sistem
Misalnya, pada tepi zone atau sekitar 300
koordinat dan faktor skala pada setiap
km di sebelah barat dan timur meriadian
lembar peta. Perhatikan pada absis antara
tengah, untuk jarak 1.000 m pada meridian
320.000 m – 500.000 m dan 680.000 m –
tengah akan tergambar 1.000.070 x 1.000 m
500.000 m terjadi pengecilan faktor skala
= 1.000.070.000 m, atau terjadi distorsi
dari 1 ke 0,9996. Sedangkan pada selang
sekitar 70 cm / 1 000 m.
diluar kedua daerah ini terjadi perbesaran
faktor skala.
Gambar 100. Sistem koordinat proyeksi peta UTM
Gambar 101. Grafik faktor skala proyeksi peta UTM
133
Lembar Peta UTM Global
a. Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 100.000
adalah 30° x 30°.
Penomoran setiap lembar bujur 6° dari 180°
BB – 180° BT menggunakan angka Arab 1 –
b. Satu lembar peta skala 1 : 250.000
dibagi menjadi 6 bagian lembar peta
60.
skala 1 : 100.000.
Penomoran setiap lembar arah paralel 80°
c.
Angka Arab 1 – 94 untuk penomoran
LS – 84° LU menggunakan huruf latin besar
bagian lembar setiap 30° pada arah
dimulai dengan huruf C dan berakhir huruf X
94° BT – 141° BT.
dengan tidak menggunakan huruf I dan O.
d. Angka Arab 1 - 36 untuk penomoran
Selang seragam setiap 8° mulai 80° LS –
bagian lembar setiap 30° pada arah
72° LU atau C – W.
6° LU – 12° LS.
Menggunakan cara penomoran seperti itu,
Lembar peta UTM skala 1 : 50.000 di
secara global pada proyeksi UTM, wilayah
Indonesia
Indonesia di mulai pada zone 46 dengan
meridian sentral 93° BT dan berakhir pada
a. Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 50.000
adalah 15° x 15°.
zone 54 dengan meridian sentral 141° BT,
serta 4 satuan arah lintang, yaitu L, M, N
b. Satu lembar peta skala 1 : 100.000
dibagi menjadi 4 bagian lembar peta
dan P dimulai dari 15° LS – 10° LU.
skala 1 : 50.000.
Lembar peta UTM skala 1 : 250.000 di
c.
Indonesia
Penomoran
menggunakan
angka
Romawi I, II, III dan IV dimulai dari pojok
a. Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 250.000
kanan atas searah jarum jam.
adalah 1½° x 1°. Sehingga untuk satu
bagian derajat 6° x 8° terbagi dalam 4 x
Lembar peta UTM skala 1 : 25.000 di
8 = 32 lembar.
Indonesia
b. Angka Arab 1 - 31 untuk penomoran
a. Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 25.000
bagian lembar setiap 1½° pada arah
94½° BT – 141° BT.
c.
Angka
Romawi
adalah 7½° x 7½ °.
b. Satu lembar peta skala 1 : 50.000 dibagi
I
–
XVII
untuk
menjadi 4 bagian lembar peta skala 1 :
penomoran bagian lembar setiap 1°
pada arah 6° LU – 11° LS.
25.000.
c.
Penomoran menggunakan huruf latin
Lembar peta UTM skala 1 : 100.000 di
kecil a, b, c dan d dimulai dari pojok
Indonesia
kanan atas searah jarum jam.
134
1. Peta–peta khusus
Gambar 102. Peta kota Bandung
Gambar 103. Peta Geologi
135
Gambar 104. Peta statistik
Gambar 105. Peta sungai
136
Gambar 106. Peta jaringan
2. Peta Dunia
Peta dunia skalanya lebih kecil dari 1 :
1.000.000 yang berisikan pulau dan
benua.
Gambar 107. Peta dunia
137
Kebaikan Proyeksi UTM
5.2. Aturan kuadran
a. Proyeksi simetris selebar 6° untuk setiap
zone.
Koordinat proyeksi peta dapat didekati
b. Transformasi koordinat dari zone ke
dengan aturan diatas atau ditetapkan oleh
zone dapat dikerjakan dengan rumus
surveyor secara pendekatan lokal jika belum
yang sama untuk setiap zone di seluruh
tersedia
dunia.
pengukuran.
Distorsi berkisar antara - 40 cm/ 1.000
digunakan pada pengukuran dan pemetaan
m dan 70 cm/ 1.000 m.
berbeda dengan sistem koordinat matematis
c.
Bencmark
Sistem
disekitar
lokasi
kuadran
yang
(trigonometri). Sistem kuadran matematis
Proyeksi TM-3°
bertambah besar ke arah berlawanan jarum
Sistem proyeksi peta TM-3° adalah sistem
jam. Alasan dari aturan kuadran ilmu ukur
proyeksi
Mercator
tanah yang searah jarum jam adalah karena
dengan ketentuan faktor skala di meridian
peralatan pengukuran sudut menggunakan
sentral = 0,9999 dan lebar zone = 3°. Sistem
bantuan
proyeksi ini, sejak tahun 1997 digunakan
bertambah besar searah jarum jam.
Universal
Tranverse
oleh bekas Badan Pertanahan Nasional
(BPN) sebagai sistem koordinat nasional
menggunakan datum absolut DGN-95.
Ketentuan sistem proyeksi peta TM-3° :
magnet
Sistem
kuadran
berbeda
dengan
bumi
yang
koordinat
kuadran
nilainya
geometrik
trigonometrik
karena alat-alat Ilmu Ukur Tanah arahnya
dari utara dan searah jarum jam.
a. Proyeksi: TM dengan lebar zone 3°.
Untuk menentukan suatu titik terhadap titik
b. Sumbu pertama (Y): Meridian sentral
yang lainnya dipergunakan sistem koordinat.
c.
dari setiap zone.
Sistem koordinat yang dipergunakan adalah
Sumbu kedua (X) : Ekuator.
koordinat siku-siku (kartesien) dan koordinat
d. Satuan : Meter.
e. Absis semu (T) : 200.000 meter + X.
f.
Ordinat semu (U) : 1.500.000 meter + Y.
g. Faktor skala pada meridian sentral :
0,9999.
polar.
Menurut teori,
sudut jurusan adalah sudut
yang dimulai dari arah utara geografis, maka
arah utara diambil sebagai suatu salib
sumbu. Pada waktu kaki bergerak OP:
Berhimpit dengan sb, yang positif α = 90
Berhimpit dengan sb, yang positif α = 180
138
Berhimpit dengan sb, yang positif α = 270
5.3. Sistem koordinat
Berhimpit dengan sb, yang positif α = 360
Dengan demikian kaki yang bergerak OP
melalui daerah-daerah 0-90, 90-180, 180270,
270-300,
dimana
daerah-daerah
tersebut disebut dengan:
Sistem
koordinat
permukaan
bumi
keseluruhan menggunakan sistem koordinat
geografik (Geodetik) yang diukur dengan
menggunakan derajat (degree) garis-garis
Kuadran I
: 0 – 90
lingkaran yang menghubungkan kutub utara
Kuadran II
: 90 – 180
ke kutub selatan dikenal dengan nama garis
Kuadran III
: 180 – 270
bujur (longitude) atau garis-garis meridian.
Kuadran IV
: 270 – 360
Nilai nol derajat garis meridian melalui kota
Dan kuadran berputar dengan jalannya
jarum jam. Disamping ini digambar garis AB
yang di sebellah kiri AB dan di sebelah
αba,
kanan
Kedua
arah
BA
dan
AB
mempunyai arah yang berlawanan, dengan
memperpanjang AB, maka didapat pula αab
dan
αba,
pada
sebelah
kanan
dapat
ditentukan hubungan antar αab dan αba
α ba = α ab + 1800
karena terbukti bahwa:
Dengan
uraian
Greenwich di kota inggris. Adalah 0 derajat
sampai dengan 180 derajat Bujur Barat.
Nilai garis meridian dari Greenwich ke arah
timur dikenal dengan nama bujur timur yang
besarnya adalah 0 derajat sampai dengan
180
derajat
Bujur
Timur.
Garis-garis
lingkaran yang tegak lurus terhadap garis
meridian dikenal dengan nama garis lintang
(latitude). Nilai nol derajat garis lintang
memotong di tengah garis meridian yang
menghubungkan kutub utara dengan kutub
di
sudut
selatan dikenal dengan nama garis ekuator
jurusan, maka didapat dua sifat yang
atau garis katulistiwa. Nilai garis lintang dari
penting dari jurusan tersebut:
ekuator ke kutub utara dikenal dengan
I.
0 ‹ α ‹ 360
II.
α ab - α ba = 180
0
atas
tentang
(sudut jurusan terletak
antara 0º - 360º).
0
istilah lintang utara yang besarnya dari 0
derajat sampai dengan 90 derajat Lintang
(dua sudut jurusan dari
Utara. Nilai garis lintang dari ekuator ke
dua arah yang berlawanan berselisih
kutub Selatan dikenal dengan istilah Lintang
180º).
Selatan yang besarnya dari 0 derajat
sampai dengan 90 derajat Lintang Selatan.
139
Gambar 108. Sistem koordinat geografis
Beberapa
ketentuan
yang
berhubungan
dengan pemodelan bumi sebagai spheroid
adalah:
•
•
•
•
Meridian dan meridian utama.
Paralel dan paralel NOL atau ekuator.
Gambar 109. Bumi sebagai spheroid
Bujur (longitude - j), bujur barat (0° 180° BB) dan bujur timur (0° - 180° BT).
Lintang ( latitude - l ), lintang utara (0° 90° LU) dan lintang selatan (0° – 90°
LS).
140
Pengukuran tempat titik – titik
Ilmu Ukur Sudut dari kanan ke kiri dan pada
•
Ilmu Geodesi dari kiri ke kanan tapi daerah
Menggunakan garis lurus
Apabila titik – titik tersebut terdapat
pada satu garis lurus, dengan titik dasar
•
kuadran pada dua ilmu itu menyatakan
daerah yang sama ialah:
0 dimana sebelah kanan dari titik nol
Kuadran I
: 00 – 900
bertanda positif dan sebelah kiri dari titik
Kuadran II
: 900 – 1800
nol bertanda negatif.
Kuadran III
: 1800 – 2700
Kuadran IV
: 2700 – 3600
Menggunakan sumbu koordinat
Apabila terdapat dua titik tidak pada
Segala suatu yang telah dipelajari pada Ilmu
satu garis lurus, dengan titik O sebagai
Ukur Sudut mengenai Sinus, Cosinus, dan
pusat dari perpotongan garis mendatar
Tangen berfungsi dengan penuh pada Ilmu
X (Absis) dan garis tegak lurus Y
Geodesi.
(Ordinat).
Dimana
pada
sumbu
Tabel 8. Aturan kuadran trigonometris
X
kesebelah kanan dari titik O bertanda
Kuadran
I
positif dan sebelah kiri dari titik O
bertanda negatif. Pada sumbu Y kearah
utara dari titik O
negatif.
Tan α
Untuk menentukan jarak dab dapat
( X b − X a ) 2 + (Y b − Ya ) 2
Untuk menentukan besarnya atau lebih
tepat di kuadran manakah sudut jurusan α di
letakkan, digunakan rumus:
5.4. Menentukan Sudut Jurusan
tg α
ab
Xb − Xa
Yb − Ya
=
Dasar–dasar
Seperti telah dijelaskan sebelumnya sudut
jurusan adalah sudut yang dibentuk dari
arah
utara
geografis
kemudian
IV
Cos α
kearah selatan dari titik O bertanda
dab =
III
Sin α
bertanda positif dan
menggunakan Teorema Phytagoras:
II
Trigonometris
geometri
analitik
α=
adalah
goniometri-
x
y
x
; Cos α =
; Tgn α =
r
r
y
searah jarum jam dan berhenti pada garis
Sin
yang telah ditentukan.
Tgαab =
sudut dan pada ilmu geodesi, yaitu pada
yaitu
ini
trigonometri adalah sebagai berikut :
diputar
Meskipun membagi kuadran pada ilmu ukur
perhitungan
Xb − X a
Yb − Ya
141
B ( X b ,Y b )
α
d ab
ab
C
A ( X a ,Y a )
Gambar 110. Sudut jurusan
Dari gambar di atas dapat dicari jarak
d ab
menggunakan aturan sinus dan cosinus :
cos α ab =
d ab =
Yb − Ya
cos α ab
sin α ab =
d ab =
Y Yb − Ya
=
r
d ab
X Xb − Xa
=
r
d ab
Xb − Xa
sin α ab
Gambar 111. Aturan kuadran geometris
Untuk menentukan luas pengukuran dengan
menggunakan sistem koordinat : “Metode
Sarus”
Metode Sarus
Apabila terdapat beberapa variabel X dan Y.
Misalnya X1, X2, X3,..., Xn dan Y1, Y2, Y3,...,
Yn. Maka kedua variabel tersebut dikali
silang kemudian dibagi 2.
(X1 ⋅Y2 + X2 ⋅Y3 + X3 ⋅Y1 )−(Y1 ⋅ X2 +Y2 ⋅ X3 +Y3 ⋅ X1)
2
Gambar 112. Aturan kuadran trigonometris
142
Model
AlirPertemuan ke-05
Model Diagram Alir
IlmuDiagram
Ukur Tanah
Proyeksi
Peta, Aturan
Kuadran
Kordinat
Sistem Koordinat,
Proyeksi
Petadan
dan Sistem
Aturan Kuadran
Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT
Sistem Koordinat Permukaan Bumi
(dalam Degree / Derajat)
(Koordinat Geodetik : Longitude dan Latitude)
(Bujur dan Lintang)
Lingkaran-Lingkaran yang melalui
Kutub Utara dan Selatan
(Garis Bujur/Meridian/Longitude)
Lingkaran-Lingkaran yang tegak lurus
Garis Bujur/Meridian/Longitude
(Garis Lintang/Paralel/Latitude)
Nol Derajat Meridian di Kota
Greenwich Inggris
Nol Derajat Paralel di Garis
Equator/Khatulistiwa
Bujur Timur
0 - 180
Bujur Barat
0 - 180
Distorsi
(Perubahan Bentuk)
Informasi jarak, sudut
dan luas)
Lintang Selatan
0 - 90
Lintang Utara
0 - 90
Bidang Bola / Ellipsoida
Proyeksi Peta : Proses
memindahkan informasi
dari bidang lengkung ke
bidang datar melalui bidang
perantara
Bidang
Perantara
Silinder/
Cylindrical
Datar/
Zenithal
Kerucut/
Conical
Posisi Sumbu Putar Bumi terhadap
Garis Normal Bidang Perantara
Transversal/
Tegak Lurus
Jarak
(Equidistance)
Bina Marga /
Jasa Marga
Normal/Berhimpit/
Sejajar
Oblique/Miring
Sudut (Conform)
Navigasi
Informasi Geometris
yang dipertahankan
Bidang Datar
Luas (Equivalent)
BPN
Gambar 113. Diagram alir Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat
143
Rangkuman
Berdasarkan uraian materi bab 5 mengenai Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan
Sistem Kordinat, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Proyeksi peta adalah teknik-teknik yang digunakan untuk menggambarkan sebagian
atau keseluruhan permukaan tiga dimensi yang secara kasaran berbentuk bola ke
permukaan datar dua dimensi dengan distorsi sesedikit mungkin.
2. Sistem proyeksi peta dibuat untuk mereduksi sekecil mungkin distorsi. Tujuan Sistem
Proyeksi Peta dibuat dan dipilih untuk menyatakan dan menyajikan secara grafis posisi
titik-titik pada permukaan bumi ke dalam sistem koordinat bidang datar.
3. Cara proyeksi peta dapat dilakukan dengan cara proyeksi langsung (direct projection)
dan proyeksi tidak langsung (double projection). Secara garis besar sistem proyeksi peta
bisa dikelompokkan berdasarkan pertimbangan ekstrinsik dan intrinsik.
4. Bidang datum adalah bidang yang akan digunakan untuk memproyeksikan titik-titik yang
diketahui koordinatnya (j ,l ). Sedangkan bidang proyeksi adalah bidang yang akan
digunakan untuk memproyeksikan titik-titik yang diketahui koordinatnya (X,Y).
5. UTM merupakan sistem proyeksi silinder, konform, secant, transversal.
6. Sistem proyeksi peta TM-3° adalah sistem proyeksi Universal Tranverse Mercator
dengan ketentuan faktor skala di meridian sentral = 0,9999 dan lebar zone = 3°.
7. Sudut jurusan adalah sudut yang dimulai dari arah utara geografis, maka arah utara
diambil sebagai suatu salib sumbu.
8. Meskipun membagi kuadran pada ilmu ukur sudut dan pada ilmu geodesi berjalan
berlawanan, ialah pada Ilmu Ukur Sudut dari kanan ke kiri dan pada Ilmu Geodesi dari
kiri ke kanan tapi daerah kuadran pada dua ilmu itu menyatakan daerah yang sama.
Oleh karena itu, alat-alat Ilmu Ukur Tanah arahnya dari utara dan searah jarum jam.
9. Untuk menentukan luas pengukuran dengan menggunakan sistem koordinat dapat
menggunakan metode Sarus. Metode Sarus dapat digunakan apabila terdapat beberapa
variabel X dan Y. Misalnya X1, X2, X3,..., Xn dan Y1, Y2, Y3,..., Yn. Maka kedua variabel
tersebut dikali silang kemudian dibagi 2.
144
Soal Latihan
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!
1. Jelaskan pengertian dan tujuan proyeksi peta ?
2. Apa yang dimaksud dengan bidang datum dan bidang proyeksi ?
3. Keuntungan dan kerugian apa saja pada sistem proyeksi polyeder ?
4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sistem proyeksi peta TM-3°, serta ketentuanketentuannya ?
5. Jelaskan mengapa aturan kuadran Ilmu Ukur Tanah searah jarum jam ?
6. Sebutkan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan permodelan bumi sebagai
spheroid ?
7. Apa yang dimaksud dengan sudut jurusan ?
LAMPIRAN A. 1
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (1983). Ukur Tanah 2. Jurusan
Teknik Sipil PEDC. Bandung
Barus, B dan U.S. Wiradisastra. 2000.
Sistem Informasi dan Geografis.
Bogor.
Budiono, M. dan kawan-kawan. 1999. Ilmu
Ukur Tanah. Angkasa. Bandung.
Darmaji, A. 2006. Aplikasi Pemetaan Digital
dan Rekayasa Teknik Sipil dengan
Autocad Development. ITB. Bandung.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
1999. Kurikulum Sekolah Menengah
Kejuruan. Depdikbud. Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional RI. 2003.
Standar Kompetensi Nasional Bidang
SURVEYING. Bagian Proyek Sistem
Pengembangan. Jakarta.
Gayo, Yusuf., dan kawan-kawan. 2005.
Pengukuran Topografi dan Teknik
Pemetaan. PT. Pradjna Paramita.
Jakarta.
Gumilar, I. 2003. Penggunaan Computer
Aided Design (CAD) pada Biro Arsitek.
Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan
FPTK UPI. Bandung.
Gunarta, I.G.W.S. dan A.B. Sailendra. 2003.
Penanganan Masalah Jalan Tembus
Hutan secara Terintegrasi : Kajian
terhadap
Kebutuhan
Kelembagaan
Stakeholders. Jurnal Litbang Jalan
Volume 20 No.3 Oktober. Departemen
Pekerjaan Umum. Bandung.
Gunarso, P. dan kawan-kawan. 2004. Modul
Pelatihan SIG. Pemkab Malinau
Hasanudin, M. dan kawan-kawan. 2004.
Survai dengan GPS. Pradnya Paramita.
Jakarta.
Hendriatiningsih, S. 1990. Engineering
Survey. Teknik geodesi FPTS ITB.
Bandung.
Hayati, S. 2003. Aplikasi Geographical
Information System untuk Zonasi
Kesesuaian Lahan Perumahan di
Kabupaten
Bandung.
Lembaga
Penelitian UPI. Bandung.
Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan.
2005. Struktur Kurikulum Program Studi
Pendidikan Teknik Sipil FPTK UPI.
Jurusan
Diktekbang
FPTK
UPI.
Bandung.
Kusminingrum, N. dan G. Gunawan. 2003.
Evaluasi dan Strategi Pengendalian
Pencemaran Udara di Kota-Kota Besar
di Indonesia. Jurnal Litbang Jalan
Volume 20 No.1 Departemen Pekerjaan
Umum. Bandung.
Lanalyawati. 2004. Pengkajian Pengelolaan
Lingkungan Jalan di Kawasan Hutan
Lindung (Bedugul Bali). Jurnal Litbang
Jalan Volume 21 No.2 Juli. Departemen
Pekerjaan Umum. Bandung.
Marina, R. 2002. Aplikasi Geographical
Information System untuk Evaluasi
Kemampuan Lahan di Kabupaten
Sumedang.
Masri, RM. 2007. Kajian Perubahan
Lingkungan
Zona
Buruk
untuk
Perumahan. SPS IPB. Bogor.
Mira, S. 1988. Poligon. Teknik Geodesi
FTSP ITB. Bandung.
LAMPIRAN A. 2
Mira, S. R.M. 1988. Ukuran Tinggi Teliti.
Teknik Geodesi FTSP ITB. Bandung.
Melani, D. 2004. Aplikasi Geographical
Information System untuk Zonasi
Kesesuaian Lahan Perumahan di
Kabupaten
Sumedang.
Jurusan
Pendidikan Teknik Bangunan FPTK
UPI. Bandung.
Mulyani, S.Y.R dan Lanalyawati. 2004.
Kajian Kebijakan dalam Pengelolaan
Lingkungan Jalan di Kawasan Sensitif.
Jurnal Litbang Jalan Volume 21 No.1
Maret. Departemen Pekerjaan Umum.
Bandung.
Parhasta, E. 2002. Tutorial Arcview SIG
Informatika. Bandung.
Purwaamijaya, I.M. 2006. Ilmu Ukur Tanah
untuk Teknik Sipil. FPTK UPI. Bandung.
Purwaamijaya,
I.M.
2005a.
Analisis
Kemampuan Lahan di KecamatanKecamatan
yang
Dilalui
Jalan
Soekarno-Hatta di Kota Bandung Jawa
Barat. Jurnal Permukiman ISSN : 02150778 Volume 21 No.3 Desember 2005.
Departemen Pekerjaan Umum. Badan
Penelitian
dan
Pengembangan.
Bandung.
Purwaamijaya,
I.M.
2005b.
Analisis
Kemampuan Lahan sebagai Acuan
Penyimpangan Gejala Konversi Lahan
Sawah
Beririgasi
Menjadi
Lahan
Perumahan di Koridor Jalan SoekarnoHatta Kota Bandung. Jurnal Informasi
Teknik ISSN : 0215-1928 No.28 – 2005.
Departemen Pekerjaan Umum. Badan
Penelitian
dan
Pengembangan.
Penelitian
dan
Pengembangan
Sumberdaya Air. Balai Irigasi. Bekasi.
Purwaamijaya, I.M. 2005c. Pola Perubahan
Lingkungan yang Disebabkan oleh
Prasarana dan Sarana Jalan (Studi
Kasus : Jalan Soekarno-Hatta di Kota
Bandung
Jawa
Barat).
Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Purworaharjo,U. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri
A Pengukuran Tinggi. Teknik Geodesi
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Bandung.
Purworaharjo,U. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri
B Pengukuran Horisontal. Teknik
Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan
Institut
Teknologi
Bandung.
Purworaharjo,U. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri
C Pemetaan Topografi. Teknik Geodesi
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
Institut Teknologi Bandung.
Purworaharjo,U. 1982. Hitung proyeksi
Geodesi
(Proyeksi
Peta).
Teknik
Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan
Perencanaan
Institut
Teknologi
Bandung.
Staf
Ukur
Tanah.
1982.
Petunjuk
Penggunaan
Planimeter.
Pusat
Pengembangan Penataran Guru
Teknologi. Bandung.
Supratman, A.. 2002. Geometrik Jalan
Raya. FPTK IKIP. Bandung.
Supratman, A.,dan I.M Purwaamijaya. 1992.
Pengukuran Horizontal. Bandung.:
FPTK IKIP.
Supratman, A.,dan I.M Purwaamijaya.
(1992). Modul Ilmu Ukur Tanah. FPTK
IKIP. Bandung.
Susanto dan kawan-kawan. (1994). Modul :
Pemindahan Tanah Mekanis. FPTK
IKIP. Bandung.
Wongsotjitro. 1980. Ilmu
Kanisius .Yogyakarta.
Ukur
Tanah.
Yulianto, W. 2004. Aplikasi AUTOCAD 2002
untuk Pemetaan dan SIG. Gramedia.
Jakarta.
LAMPIRAN B.1
GLOSARIUM
Absis
:
Analog
Astronomis
:
:
Automatic level
:
Azimuth
:
Barometri
:
Benchmark
:
Bowditch
:
BPN
CAD
:
:
Cassini
:
Collins
:
Coordinate Set
:
Cosinus
:
Cross hair
:
Cross Section
:
Datum
:
Digital
:
Posisi titik yang diproyeksikan terhadap sumbu X yang arahnya
horizontal pada bidang datar.
Sistem penyajian peta secara manual.
Ilmu yang mempelajari posisi relatif benda-benda langit terhadap
benda-benda langit lainnya.
Sipat datar optis yang mirip dengan tipe kekar tetapi dilengkapi
dengan alat kompensator untuk membuat garis bidik mendatar
dengan sendirinya.
Sudut yang dibentuk dari garis arah utara terhadap garis arah
suatu titik yang besarnya diukur searah jarum jam.
Alat atau metode untuk mengukur tekanan udara yang
diaplikasikan untuk menghitung beda tinggi antara beberapa
titik di atas permukaan bumi yang berkategori gunung (slope >
40 %).
Titik ikat di lapangan yang ditandai oleh patok yang dibuat dari
beton dan besi dan telah diketahui koordinatnya hasil
pengukuran sebelumnya.
Metode koreksi absis dan ordinat pada pengukuran polygon yang
bobotnya adalah perbandingan antara jarak resultante terhadap
total jarak resultante.
Badan Pertanahan Nasional (Kantor Agraria / Pertanahan).
Computer Aided Design. Penyajian gambar secara digital
menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak komputer.
Metode pengikatan ke belakang (alat berdiri di atas titik yang
ingin diketahui koordinatnya) yang menggunakan bantuan 2 titik
penolong dan dua buah lingkaran.
Metode pengikatan ke belakang (alat berdiri di atas titik yang
ingin diketahui koordinatnya) yang menggunakan bantuan 1 titik
penolong dan satu buah lingkaran.
Pengaturan koordinat peta analog agar sesuai dengan koordinat
pada sistem koordinat peta digital yang titik-titik ikat acuannya
adalah titik-titik di peta analog yang memiliki nilai-nilai
koordinat.
Besar sudut yang dihitung dari perbandingan sisi datar
terhadap sisi miring.
Benang silang diafragma yang tampak pada lensa objektif
teropong sebagai acuan untuk membaca ketinggian garis bidik
pada rambu ukur.
Profil melintang. Penampang pada arah lebar yang
menggambarkan turun naiknya permukaan suatu bentuk objek.
Titik perpotongan antara ellipsoid referensi dengan geoid (datum
relatif). Pusat ellipsoid referensi berimpit dengan pusat bumi
(datum absolut).
Sistem penyajian informasi (grafis atau teks) secara biner
elektronis.
LAMPIRAN B.2
Digitizer
:
Distorsi
:
DGN
Dumpy level
:
:
Ellipsoid
:
Equator
:
Flattening
:
Fokus
:
Fotogrametri
:
Geodesi
:
Geodesic
:
Geoid
:
Geometri
:
Gradien
:
Grafis
Greenwich
:
:
Grid
:
Hexagesimal
:
Higragirum
:
Horisontal
:
Indeks
:
Alat yang digunakan untuk mengubah peta-peta analog menjadi
peta-peta digital dengan menelusuri detail-detail peta satu
persatu.
Perubahan bentuk atau perubahan informasi geometrik yang
disajikan pada bidang lengkung (bola/ellipsoidal) terhadap
bentuk atau informasi geometrik yang disajikan pada bidang
datar.
Datum Geodesi Nasional, datum sistem koordinat nasional.
Sipat datar optis tipe kekar, sumbu tegak menjadi satu dengan
teropong.
Bentuk 3 dimensi dari ellips yang diputar pada sumbu pendeknya
dan merupakan bentuk matematis bumi. Spheroid persamaan
kata ellipsoid.
Garis khatulistiwa yaitu garis yang membagi bumi bagian utara
dan bumi bagian selatan sama besar.
Kegepengan. Nilai yang diperoleh dari pembagian selisih radius
terpendek dengan radius terpanjang ellipsoida terhadap radius
terpendek.
Ketajaman penampakan objek pada teropong dan dapat diatur
dengan tombol fokus.
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempelajari mengenai
geometris foto-foto udara yang diperoleh dari pemotretan
menggunakan pesawat terbang.
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempelajari dan
menyajikan informasi bentuk permukaan bumi dengan
memperhatikan kelengkungan bumi.
Kurva terpendek yang menghubungkan dua titik pada permukaan
ellipsoida.
Bentuk tidak beraturan yang mewakili permukaan air laut di
bumi dan memiliki energi potensial yang sama.
Ilmu yang mempelajari bentuk matematis di atas permukaan
bumi.
Besarnya nilai perbandingan sisi muka terhadap sisi samping
yang membentuk sudut tegak lurus (90o)
Penyajian hasil pengukuran dengan gambar.
Kota di Inggris yang dilewati oleh garis meridian
(longitude/bujur) 0o.
Bentuk empat persegi panjang yang merupakan referensi posisi
absis dan ordinat yang diletakkan di muka peta yang panjang dan
lebarnya bergantung pada unit posisi X dan Y yang ditetapkan oleh
pembuat peta berdasarkan kaidah kartografi (pemetaan).
Sistem besaran sudut yang menyajikan sudut dengan sebutan
derajat, menit, second. Satu putaran = 360o. 1o=60’. 1’=60”.
Hg, air raksa yang dipakai sebagai cairan penunjuk nilai tekanan
udara pada alat barometer.
Garis atau bidang yang tegak lurus terhadap garis atau bidang
yang menjauhi pusat bumi.
Garis kontur yang penyajiannya lebih tebal atau lebih ditonjolkan
dibandingkan garis-garis kontur lain setiap selang ketinggian
tertentu.
LAMPIRAN B.3
Interpolasi
:
Intersection
:
Galat
GIS
:
:
GPS
:
Gravitasi
:
GRS-1980
:
Hardcopy
:
Hardware
:
Informasi
Inklinasi
:
:
Interpolasi
:
Jalon
:
Jurusan
:
Kalibrasi
:
Kartesian
Kompas
:
:
Kontrol
:
Kontur
:
Konvergensi
Konversi
:
:
Koordinat
:
Metode perhitungan ketinggian suatu titik di antara dua titik
yang dihubungkan oleh garis lurus.
Nama lain dari pengikatan ke muka, yaitu pengukuran titik
tunggal dari dua buah titik yang telah diketahui koordinatnya
dengan menempatkan alat theodolite di atas titik-titik yang telah
diketahui koordinatnya.
Selisih antara nilai pengamatan dengan nilai sesungguhnya.
Geographical Information System. Suatu sistem informasi yang
mampu mengaitkan database grafis dengan data base tekstualnya
yang sesuai.
Global Positioning System. Sistem penentuan posisi global
menggunakan satelit buatan Angkatan Laut Amerika Serikat.
Gaya tarik bumi yang mengarah ke pusat bumi dengan nilai +
9,8 m2/detik.
GeodeticReference System tahun 1984, adalah ellipsoid terbaik
yang memiliki penyimpangan terkecil terhadap geoid (lihat
istilah geoid).
Dokumentasi peta-peta digital dalam bentuk lembaran-lembaran
peta yang dicetak dengan printer atau plotter.
Perangkat keras computer yang terdiri CPU (Central Processing
Unit), keyboard (papan ketik), printer, mouse.
Sesuatu yang memiliki makna atau manfaat.
Sudut vertical yang dibentuk dari garis bidik (dinamakan juga
sudut miring).
Suatu rumusan untuk mencari ketinggian suatu titik yang diapit
oleh dua titik lain dengan konsep segitiga sebangun.
Batang besi seperti lembing berwarna merah dan putih dengan
panjang + 1,5 meter sebagai target bidikan arah horizontal.
Sudut yang dihitung dari selisih absis dan ordinat dengan acuan
sudut nolnya arah sumbu Y positif searah jarum jam.
Suatu prosedur untuk mengeliminasi kesalahan sistematis pada
peralatan pengukuran dengan menyetel ulang komponenkomponen dalam peralatan.
Sistem koordinar siku-siku.
Alat yang digunakan untuk menunjukkan arah suatu garis
terhadap utara magnet yang dipengaruhi magnet bumi.
Upaya mengendalikan data hasil pengukuran di lapangan agar
Memenuhi syarat geometrik tertentu sehingga kesalahan hasil
pengukuran di lapangan dapat memenuhi syarat yang ditetapkan
dan kesalahan-kesalahan acaknya telah dikoreksi.
Garis khayal di permukaan bumi yang menghubungkan titik-titik
dengan ketinggian yang sama dari permukaan air laut rata-rata
(MSL). Garis di atas peta yang menghubungkan titik-titik dengan
ketinggian yang sama dari permukaan air laut rata-rata dan
kerapatannya bergantung pada ukuran lembar penyajian (skala
peta).
Serangkaian garis searah yang menuju suatu titik pertemuan.
Proses mengubah suatu besaran (sudut/jarak) dari suatu sistem
menjadi sistem yang lain.
Posisi titik yang dihitung dari posisi nol sumbu X dan posisi nol
sumbu Y.
LAMPIRAN B.4
Koreksi
:
Kuadran
:
Kuadrilateral
:
Latitude
:
Leveling head
Logaritma
Longitude
:
:
:
Long Section
:
Loxodrome
:
Mapinfo
:
MSL
:
Mistar
:
Meridian
:
Nivo
:
Normal
:
Oblique
:
Offset
:
Ordinat
:
Orientasi
:
Orthodrome
Overlay
:
:
Nilai yang dijumlahkan terhadap nilai pengamatan sehingga
diperoleh nilai yang dianggap benar. Nilai koreksi = - kesalahan.
Ruang-ruang yang membagi sudut satu putaran menjadi 4
ruang yang pusat pembagiannya adalah titik 0.
Bentuk segiempat dan diagonalnya yang diukur sudut-sudut dan
jarak-jaraknya untuk menentukan koordinat titik di lapangan.
Nama lain garis parallel. Garis-garis khayal yang tegak lurus
garis meridian dan melingkari bumi. Paralel nol berada di
equator atau garis khatulistiwa.
Bagian yang terdiri dari tribach dan trivet, disebut juga kiap.
Nilai yang diperoleh dari kebalikan fungsi pangkat.
Nama lain garis meridian. Garis-garis khayal di permukaan bumi
yang menghubungkan kutub utara dan kutub selatan bumi.
Meridian nol berada di Kota Greenwich, Inggris.
Profil memanjang. Penampang pada arah memanjang yang
menggambarkan turun naiknya permukaan suatu bentuk objek.
Nama lain adalah Rhumbline. Garis (kurva) yang
menghubungkan titik-titik dengan azimuth yang tetap.
Desktop Mapping Software. Perangkat lunak yang digunakan
untuk pembuatan peta digital berinformasi yang dibuat dengan
spesifikasi teknis perangkat keras untuk pemakai tunggal dan
dibuat oleh perusahaan Mapinfo Corporation yang berdomisili di
Kota New York Amerika Serikat.
Mean Sea Level (permukaan air laut rata-rata yang diamati
selama periode tertentu di pinggir pantai). Sebagai acuan titik nol
pengukuran tinggi di darat.
Papan penggaris berukuran 3 meter yang dapat dilipat dua
sebagai target pembacaan diafragma teropong untuk mengukur
tinggi garis bidik (benang atas, benang tengah, benang bawah).
Garis-garis khayal di permukaan bumi yang menghubungkan
kutub utara dan kutub selatan bumi. Meridian nol berada di Kota
Greenwich, Inggris.
Gelembung udara dan cairan yang berada pada tempat berbentuk
bola atau silinder sebagai penunjuk bahwa teropong sipat datar
atau theodolite telah sejajar dengan bidang yang memiliki energi
potensial yang sama.
Proyeksi peta yang sumbu putar buminya berimpit dengan garis
normal bidang perantara (datar, kerucut, silinder).
Proyeksi peta yang sumbu putar buminya membentuk sudut
tajam (< 90o) dengan garis normal bidang perantara (datar,
kerucut, silinder).
Metode pengukuran menggunakan alat-alat sederhana (prisma,
pita ukur, jalon).
Posisi titik yang diproyeksikan terhadap sumbu Y yang arahnya
vertical pada bidang datar.
Pengukuran untuk mengetahui posisi absolute dan posisi relative
Objek-objek di atas permukaan bumi.
Proyeksi garis geodesic pada bidang proyeksi.
Suatu fungsi pada analisis pemetaan digital dan GIS yang
Menumpangtindihkan tema-tema dengan jenis pengelompokkan
yang berbeda.
LAMPIRAN B.5
Pantograph
:
Paralel
:
Pegas
:
Pesawat
Phytagoras
:
:
Planimeter
Planimetris
Point Set
:
:
:
Polar
Polyeder
:
:
Polygon
:
Profil
:
Proyeksi peta
:
Radian
:
RAM
:
Raster
:
Remote Sensing
:
Resiprocal
:
Reversible level
:
Rotasi
:
Alat yang digunakan untuk memperbesar atau memperkecil
objek gambar.
Garis-garis khayal yang tegak lurus garis meridian dan
melingkari bumi. Paralel nol berada di equator atau garis
khatulistiwa.
Gulungan kawat berbentuk spiral yang dapat memanjang dan
memendek karena gaya tekan atau tarik yang digunakan pada
alat sipat datar.
Istilah untuk alat ukur optis waterpass atau theodolite.
Ilmuwan yang menemukan rumusan kuadrat garis terpanjang di
suatu segitiga dengan salah satu sudutnya 90o adalah sama
dengan perjumlahan kuadrat 2 sisi yang lain.
Alat untuk menghitung koordinat secara konvensional.
Bidang datar (2 dimensi) yang dinyatakan dalam sumbu X dan Y
Pengaturan koordinat peta analog agar sesuai dengan koordinat
pada sistem koordinat peta digital yang titik-titik ikat acuannya
adalah titik-titik di peta analog yang identik dengan titik-titik di
peta digital yang telah ada.
Sistem koordinat kutub (sudut dan jarak).
Sistem proyeksi dengan bidang perantara kerucut, sumbu putar
bumi berimpit dengan garis normal kerucut, informasi geometric
yang dipertahankan sama adalah sudut (conform) dan tangent.
Serangkaian garis-garis yang membentuk kurva terbuka atau
Tertutup untuk menentukan koordinat titik-titik di atas
permukaan bumi.
Potongan gambaran turun dan naiknya permukaan tanah baik
memanjang atau melintang.
Proses memindahkan informasi geometrik dari bidang lengkung
(bola/ellipsoidal) ke bidang datar melalui bidang perantara
(bidang datar, kerucut, silinder).
Sistem besaran sudut yang menyajikan sudut satu putaran =
2 π radian. π = 22/7 = 3,14……
Random Acces Memory. Bagian dalam komputer yang
digunakan sebagai tempat menyimpan dan memroses fungsifungsi matematis untuk sementara waktu.
Penyajian peta atau gambar secara digital menggunakan unit-unit
terkecil berbentuk bujur sangkar. Ketelitian unit-unit terkecil
dinamakan dengan resolusi.
Penginderaan jauh. Pemetaan bentuk permukaan bumi
menggunakan satelit buatan dengan ketinggian tertentu yang
direkam secara digital dengan ukuran-ukuran kotak tertentu yang
dinamakan pixel.
Salah satu metode pengukuran beda tinggi dengan menggunakan
2 alat sipat datar dan rambunya yang dipisahkan oleh halangan
alam berupa sungai atau lembah dan dilakukan bolak-balik untuk
meningkatkan ketelitian hasil pengukuran.
Sipat datar optis tipe reversi yang teropongnya dapat diputar
pada sumbu mekanis dan disangga oleh bagian tengah yang
mempunyai sumbu tegak.
Perubahan posisi suatu objek karena diputar pada suatu sumbu
putar tertentu.
LAMPIRAN B.6
Sarrus
:
Scanner
:
Sentisimal
:
Simetris
Sinus
:
:
Skala
:
Softcopy
Software
Stadia
:
:
:
Statif
Tachymetri
:
:
Tangen
:
Tilting level
:
TM-3
:
Topografi
:
Total Station
:
Trace
:
Transit
:
Transversal
:
Triangulasi
:
Triangulaterasi
:
Tribach
Trigonometri
:
:
Trilaterasi
:
Orang yang menemukan rumusan perhitungan luas dengan nilainilai koordinat batas kurva.
Alat yang mengubah gambar-gambar atau peta-peta analog
Menjadi gambar-gambar/peta-peta digital dengan cara
mengkilas.
Sistem besaran sudut yang menyajikan sudut dengan sebutan grid,
centigrid, centicentigrid. Satu putaran = 400g, 1g=100c, 1c=100cc.
Bagian yang dibagi sama besar oleh suatu garis diagonal.
Besar sudut yang dihitung dari perbandingan sisi muka terhadap
sisi miring.
Nilai perbandingan besaran jarak atau luas di atas kertas terhadap
jarak dan luas di lapangan.
Dokumentasi peta-peta digital dalam bentuk file-file digital.
Perangkat lunak computer untuk berbagai macam kepentingan.
Benang tipis berwarna hitam yang tampak di dalam teropong
alat.
Kaki tiga untuk menyangga alat waterpass atau theodolite optis.
Metode pengukuran titik-titik detail menggunakan alat theodolite
yang diikatkan pada pengukuran kerangka dasar vertikal dan
horisontal.
Besar sudut yang dihitung dari perbandingan sisi muka terhadap
sisi miring.
Sipat datar optis tipe jungkit yang sumbu tegak dan teropong
Dihubungkan dengan engsel dan sekrup pengungkit.
Sistem proyeksi Universal Transverse Mercator dengan faktor
Skala di meridian sentral adalah 0,9999 dan lebar zone = 3o.
Peta yang menyajikan informasi di atas permukaan bumi baik
unsur alam maupun unsur buatan manusia dengan skala sedang
dan kecil.
Alat ukur theodolite yang dilengkapi dengan perangkat elekronis
untuk menentukan koordinat dan ketinggian titik detail secara
otomatis digital menggunakan gelombang elektromagnetis.
Serangkaian garis yang merupakan garis tengah suatu bangunan
(jalan, saluran, jalur lintasan).
Metode koreksi absis dan ordinat pada pengukuran polygon yang
bobotnya adalah perbandingan antara jarak proyeksi pada sumbu
X atau Y terhadap total jarak proyeksi pada sumbu X atau Y.
Proyeksi peta yang sumbu putar buminya tegak lurus
(membentuk sudut 90o) dengan garis normal bidang perantara
(datar, kerucut, silinder).
Serangkaian segitiga yang diukur sudut-sudutnya untuk
Menentukan koordinat titik-titik di lapangan.
Serangkaian segitiga yang diukur sudut-sudut dan jarak-jaraknya di
lapangan untuk menentukan koordinat titik-titik di lapangan.
Penyangga sumbu kesatu dan teropong.
Bagian dari ilmu matematika yang diaplikasikan untuk
Menghitung beda tinggi antara beberapa titik di atas permukaan
bumi yang berkategori bermedan bukit (8%< slope < 40 %).
Serangkaian segitiga yang diukur jarak-jaraknya untuk
Menentukan koordinat titik-titik di lapangan.
LAMPIRAN B.7
Trivet
:
Unting-unting
:
UTM
:
Vektor
:
Vertikal
Visual
Waterpass
:
:
:
WGS-84
:
Zenith
Zone
:
:
Bagian terbawah dari alat sipat datar dan theodolite yang dapat
dikuncikan pada
statif.
Bentuk silinder-kerucut terbuat dari kuningan yang digantung di
bawah alat waterpass atau theodolite sebagai penunjuk arah titik
nadir atau pusat bumi yang mewakili titik patok.
Universal Transverse Mercator. Sistem proyeksi peta global yang
memiliki lebar zona 6o sehingga jumlah zona UTM seluruh dunia
adalah 60 zona. Bidang perantara yang digunakan adalah silinder
dengan posisi transversal (sumbu putar bumi tegak lurus
terhadap garis normal silinder), informasi geometrik yang
dipertahankan sama adalah sudut (konform) dan secant.
Penyajian peta atau gambar secara digital menggunakan garis,
titik dan kurva. Ketelitian unit-unit terkecil dinamakan dengan
resolusi.
Garis atau bidang yang menjauhi pusat bumi.
Penglihatan kasat mata.
Alat atau metode yang digunakan untuk mengukur tinggi
garis bidik di atas permukaan bumi yang berkategori bermedan
datar (slope < 8 %).
World Geodetic System tahun 1984, adalah ellipsoid terbaik yang
Memiliki penyimpangan terkecil terhadap geoid (lihat istilah
geoid).
Titik atau garis yang menjauhi pusat bumi dari permukaan bumi.
Kurva yang dibatasi oleh batas-batas dengan kriteria tertentu.
LAMPIRAN C.1
DAFTAR TABEL
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
Teks
Ketelitian posisi horizontal (x,y)
titik triangulasi
Tingkat Ketelitian Pengukuran
Sipat Datar
Tingkat Ketelitian Pengukuran
Sipat Datar
Ukuran kertas untuk
penggambaran hasil
pengukuran dan pemetaan
Formulir pengukuran sipat
datar
Formulir pengukuran sipat
datar
Kelas proyeksi peta
Aturan kuadran trigonometris
Cara Sentisimal ke cara
seksagesimal
Cara Sentisimal ke cara radian
Cara seksagesimal ke cara
radian
Cara radian ke cara sentisimal
Cara seksagesimal ke cara
radian
Buku lapangan untuk
pengukuran sudut dengan
repitisi.
Metode perhitungan perbedaan
sudut ganda dan perbedaan
observasi
Arti dari perbedaan sudut
ganda dan perbedaan
observasi.
Buku lapangan sudut vertikal.
Daftar Logaritma
Hitungan dengan cara
logaritma
Hitungan cara logaritma
Ukuran Kertas Seri A
Bacaan sudut
Jarak
Formulir pengukuran poligon 1
Formulir pengukuran poligon 2
Formulir pengukuran poligon 3
Contoh perhitungan garis bujur
ganda
format daftar planimeter tipe 1
format daftar planimeter tipe 2
Hal
No
Teks
14
30
31
61
32
96
33
Formulir pengukuran titik detail
Formulir pengukuran titik detail
posisi 1
Formulir pengukuran titik detail
posisi 2
Formulir pengukuran titik detail
posisi 3
Formulir pengukuran titik detail
posisi 4
Formulir pengukuran titik detail
posisi 5
Formulir pengukuran titik detail
posisi 6
Formulir pengukuran titik detail
posisi 7
Formulir pengukuran titik detail
posisi 8
Bentuk muka tanah dan
interval kontur.
Tabel perhitungan galian dan
timbunan
Daftar load factor dan
procentage swell dan berat dari
berbagai bahan
Daftar load factor dan
procentage swell dan berat dari
berbagai bahan
Keunggulan dan kekurangan
pemetaan digital dengan
konvensional
Contoh keterangan warna
gambar
Keterangan koordinat
Kelebihan dan kekurangan
pekerjaan GIS dengan
manual/pemetaan Digital
Pendigitasian Konvensional di
banding pendigitasian GPS
Beberapa fungsi tetangga
sederhana
Perbandingan Bentuk Data
Raster dan Vektor
108
115
116
123
139
148
149
150
151
34
35
36
37
38
39
40
41
152
42
186
43
186
44
187
187
204
45
46
208
230
283
287
287
303
304
305
47
319
326
326
48
49
Hal
374
375
376
377
378
379
380
381
382
391
431
433
434
445
468
468
482
498
509
511
LAMPIRAN D.1
DAFTAR GAMBAR
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
Teks
Anggapan bumi
Ellipsoidal bumi
Aplikasi pekerjaan
pemetaan pada
bidang teknik sipil
Staking out
Pengukuran sipat datar optis
Alat sipat datar
Pita ukur
Rambu ukur
Statif
Barometris
Pengukuran Trigonometris
Pengukuran poligon
Jaring-jaring segitiga
Pengukuran pengikatan ke
muka
Pengukuran collins
Pengukuran cassini
Macam – macam sextant
Alat pembuat sudut siku cermin
Prisma bauernfiend
Jalon
Pita ukur
Pengukuran titik detail
tachymetri
Diagram alir pengantar survei
dan pemetaan
Kesalahan pembacaan rambu
Pengukuran sipat datar
Prosedur Pemindahan Rambu
Kesalahan Kemiringan Rambu
Pengaruh kelengkungan bumi
Kesalahan kasar sipat datar
Kesalahan Sumbu Vertikal
Pengaruh kesalahan kompas
theodolite
Sket perjalanan
Gambar Kesalahan Hasil
Survei
Kesalahan karena penurunan
alat
Pembacaan pada rambu I
Pembacaan pada rambu II
Hal
2
3
6
6
7
9
9
9
9
10
10
12
15
16
17
18
18
19
19
19
19
21
22
26
27
27
28
29
30
31
36
37
37
39
40
41
No
Teks
Hal
37
38
39
40
41
42
43
44
Kesalahan Skala Nol Rambu
Bukan rambu standar
Sipat Datar di Suatu Slag
Rambu miring
Kelengkungan bumi
Kelengkungan bumi
Refraksi atmosfir
Model diagram alir teori
kesalahan
Pengukuran sipat datar optis
Keterangan pengukuran sipat
datar
Cara tinggi garis bidik
Cara kedua pesawat di tengahtengah
Keterangan cara ketiga
Cotoh pengukuran resiprokal
Sipat datar tipe jungkit
Contoh pengukuran resiprokal
Dumpy level
Tipe reversi
Dua macam tilting level
Bagian-bagian dari tilting level
Instrumen sipat datar otomatis
Bagian-bagian dari sipat datar
otomatis
Rambu ukur
Contoh pengukuran
trigonometris
Gambar koreksi trigonometris
Bagian-bagian barometer
Barometer
Pengukuran tunggal
Pengukuran simultan
Model diagram alir pengukuran
kerangka dasar vertikal
Proses pengukuran
Arah pengukuran
Alat sipat datar
Rambu ukur
Cara menggunakan rambu
ukur di lapangan
Statif
Unting-unting
Patok kayu dan beton/ besi
Pita ukur
Payung
42
43
47
54
55
55
56
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
57
62
64
64
66
66
68
68
69
73
74
75
76
77
77
79
80
81
82
83
85
86
88
92
92
93
93
94
94
94
95
94
94
LAMPIRAN D.2
No
Teks
Hal
77
78
79
Cat dan kuas
Pengukuran sipat datar
Pengukuran sipat datar rambu
ganda
Pengukuran sipat datar di luar
slag rambu
Pengukuran sipat datar dua
rambu
Pengukuran sipat datar
menurun
Pengukuran sipat datar menaik
Pengukuran sipat datar tinggi
bangunan
Pembagian kertas seri A
Pengukuran kerangka dasar
vertikal
Diagram alir pengukuran sipat
datar kerangka dasar vertikal
Jenis bidang proyeksi dan
kedudukannya terhadap
bidang datum
Geometri elipsoid.
Rhumbline atau loxodrome
menghubungkan titik-titik
Oorthodrome dan loxodrome
pada proyeksi gnomonis dan
proyeksi mercator.
Proyeksi kerucut: bidang datum
dan bidang proyeksi.
Proyeksi polyeder: bidang
datum dan bidang proyeksi.
Lembar proyeksi peta polyeder
di bagian lintang utara dan
lintang selatan
Konvergensi meridian pada
proyeksi polyeder.
Kedudukan bidang proyeksi
silinder terhadap bola bumi
pada proyeksi UTM
Proyeksi dari bidang datum ke
bidang proyeksi.
Pembagian zone global pada
proyeksi UTM.
Konvergensi meridian pada
proyeksi UTM
Sistem koordinat proyeksi peta
UTM.
Grafik faktor skala proyeksi
peta UTM
Peta kota Bandung
Peta Geologi
96
99
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
100
101
102
102
103
103
108
117
118
124
125
125
125
126
126
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119
120
121
122
123
124
125
126
127
127
127
129
130
130
131
128
129
130
131
132
133
134
135
136
137
132
138
132
134
134
139
140
141
Peta sungai
Peta jaringan
Peta dunia
Sistem koordinat geografis
Bumi sebagai spheroid.
Sudut jurusan
Aturan kuadran geometris
Aturan kuadran trigonometris
Model diagram alir sistem
koordinat proyeksi peta dan
aturan kuadran
Pembacan derajat
Pembacaan grade
Pembacaan menit
Pembacaan centigrade
Sudut jurusan
Sudut miring
Cara pembacaan sudut
mendatar dan sudut miring
Arah sudut zenith (sudut
miring).
Theodolite T0 Wild
Theodolite
Metode untuk menentukan
arah titik A.
Metode untuk menentukan
arah titik A dan titik B.
Theodolite (tipe sumbu ganda)
Theodolite (tipe sumbu
tunggal)
Sistem lensa teleskop
Penyimpangan kromatik
Penyimpangan speris
Diafragma (benang silang)
Tipe benang silang
Pembidik Ramsden
Teleskop pengfokus dalam
Niveau tabung batangan
Niveau tabung bundar.
Hubungan antara gerakan
gelembung dan inklinasi.
Berbagai macam lingkaran
graduasi.
Vernir langsung.
Pembacaan vernir langsung
Pembacaan vernir mundur
20,7.
135
136
136
139
139
141
141
141
142
158
158
158
158
159
159
159
160
161
162
163
163
165
165
165
167
167
167
167
168
168
169
169
170
171
171
171
171
LAMPIRAN D.3
No
Teks
142
Pembacaan berbagai macam
vernir.
Sistem optis theodolite untuk
mikrometer skala.
Pembacaan mikrometer skala
Sistem optis mikrometer tipe
berhimpit.
Contoh pembacaan mikrometer
tipe berhimpit.
Sistem optis theodolite dengan
pembacaan tipe berhimpit
Alat penyipat datar speris.
Alat penyipat datar dengan
sentral bulat.
Unting-unting
Alat penegak optis
Kesalahan sumbu kolimasi.
Kesalahan sumbu horizontal
Kesalahan sumbu vertikal.
Kesalahan eksentris.
Kesalahan luar.
Penyetelan sekrup-sekrup
penyipat datar
Penyetelan benang silang
(Inklinasi).
Penyetelan benang silang
(Penyetelan garis longitudinal).
Penyetelan sumbu horizontal.
Pengukuran sudut tunggal.
Metode arah
Metode sudut.
Koreksi otomatis untuk sudut
elevasi
Metode pengukuran sudut
vertikal (1).
Metode observasi sudut
vertikal (2).
Metode observasi sudut
vertikal (3).
Diagram alir macam sistem
besaran sudut
Pengukuran Jarak
Lokasi Patok
Spedometer
Pembagian kuadran azimuth
Azimuth Matahari
Pengikatan Kemuka
Pengikatan ke muka
143
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161
162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
174
175
Hal
172
172
172
177
178
179
173
173
173
174
174
175
175
175
177
177
178
178
179
180
180
181
182
185
186
186
188
188
188
189
193
194
195
197
200
202
203
180
181
182
183
184
185
186
187
188
189
190
191
192
193
194
195
196
197
198
199
200
201
202
203
204
205
206
207
208
Pengikatan ke muka
Model Diagram Alir Jarak,
Azimuth dan Pengikatan Ke
Muka
Kondisi alam yang dapat
dilakukan cara pengikatan
ke muka
Kondisi alam yang dapat
dilakukan cara pengikatan ke
belakang
Pengikatan ke muka
Pengikatan ke belakang
Tampak atas permukaan bumi
Pengukuran yang terpisah
sungai
Alat Theodolite
Rambu ukur
Statif
Unting-unting
Contoh lokasi pengukuran
Penentuan titik A,B,C dan P
Pemasangan Theodolite di titik
P
Penentuan sudut mendatar
Pemasangan statif
Pengaturan pembidikan
theodolite
Penentuan titik penolong
Collins
Besar sudut α dan
Garis bantu metode Collins
Penentuan koordinat H dari titik
A
Menentukan sudut αah
Menentukan rumus dah
Penentuan koordinat H dari titik
B
Menentukan sudut α bh
Menentukan rumus dbh
Penentuan koordinat P dari titik
A
Menentukan sudut αap
Menentukan sudut
Menentukan rumus dap
Penentuan koordinat P dari titik
B
207
209
213
213
214
214
215
215
216
217
217
217
217
218
218
218
219
219
220
221
222
222
222
223
223
223
224
224
224
224
225
225
LAMPIRAN D.4
No
Teks
Hal
209
210
211
Menentukan sudut αbp
Menentukan rumus dbp
Cara Pengikatan ke belakang
metode Collins
Menentukan besar sudut α dan
225
225
212
227
234
242
243
244
245
246
247
234
248
234
249
235
239
239
240
250
241
252
241
242
242
242
243
253
233
213
214
215
216
217
218
219
220
221
222
223
224
225
226
227
228
229
230
231
232
233
234
235
236
237
238
239
Menentukan koordinat titik
penolong Collins
Menentukan titik P
Menentukan koordinat titik A,B
dan C pada kertas grafik
Garis yang dibentuk sudut α
dan
Pemasangan transparansi
pada kertas grafik
Model diagram alir cara
pengikatan ke belakang
metode collins
Pengukuran di daerah tebing
Pengukuran di daerah jurang
Pengukuran terpisah jurang
Pengikatan ke belakang
metode Collins
Pengikatan ke belakang
metode Cassini
Theodolite
Rambu ukur
Statif
Unting-unting
Pengukuran sudut α dan di
lapangan.
Lingkaran yang
menghubungkan titik A, B, R
dan P.
Lingkaran yang
menghubungkan titik B, C, S
dan P.
Cara pengikatan ke belakang
metode Cassini
Menentukan dar
Menentukan αar
Menentukan das
Menentukan αas
Penentuan koordinat titik A, B
dan C.
Menentukan sudut 900 – α dan
900 Penentuan titik R dan S
Penarikan garis dari titik R ke S
241
233
233
251
254
244
255
244
245
245
246
246
247
247
254
254
254
254
256
257
258
259
260
261
262
263
264
265
266
267
268
269
Model diagram alir cara
pengikatan ke belakang
metode cassini
Poligon terbuka
Poligon tertutup
Poligon bercabang
Poligon kombinasi
Poligon terbuka tanpa ikatan
Poligon Terbuka Salah Satu
Ujung terikat Azimuth
Poligon Terbuka Salah Satu
Ujung Terikat Koordinat
Poligon Terbuka Salah Satu
UjungTerikat Azimuth dan
Koordinat
Poligon Terbuka Kedua Ujung
Terikat Azimuth
Poligon terbuka, salah satu
ujung terikat azimuth
sedangkan sudut lainnya
terikat koordinat
Poligon Terbuka Kedua Ujung
Terikat Koordinat
Poligon Terbuka Salah Satu
Ujung Terikat Koordinat dan
Azimutk Sedangkan Yang Lain
Hanya Terikat Azimuth
Poligon Terbuka Salah Satu
Ujung Terikat Azimuth dan
Koordinat Sedangkan Ujung
Lain Hanya Terikat Koordinat
Poligon Terbuka Kedua Ujung
Terikat Azimuth dan Koordinat
Poligon Tertutup
Topcon Total Station-233N
Statif
Unting-Unting
Patok Beton atau Besi
Rambu Ukur
Payung
Pita Ukur
Formulir dan alat tulis
Benang
Nivo Kotak
Nivo tabung
Nivo tabung
Jalon Di Atas Patok
255
262
262
262
263
263
264
264
265
266
266
267
268
269
270
270
272
272
273
273
274
274
274
275
275
276
276
276
278
LAMPIRAN D.5
No
Teks
Hal
No
Teks
270
271
272
273
274
Penempatan Rambu Ukur
Penempatan Unting-Unting
Pembagian Kertas Seri A
Skala Grafis
Situasi titik-titik KDH poligon
tertutup metode transit
Situasi titik-titik KDH poligon
tertutup metode bowdith
Situasi lapangan metode transit
Situasi lapangan metode
Bowditch
Model Diagram Alir kerangka
dasar horizontal metode
poligon
Metode diagonal dan tegak
lurus
Metode trapesium
Offset dengan interval tidak
tetap
Offset sentral
Metoda simpson
Metoda 3/8 simpson
Garis bujur ganda pada poligon
metode koordinat tegak lurus
Metode koordinat tegak lurus
Metode kisi-kisi
Metode lajur
Planimeter fixed index model
Sliding bar mode dengan skrup
penghalus
Sliding bar mode tanpa skrup
penghalus
Pembacaan noneus model 1
dan 2
Bacaan roda pengukur
Penempatan planimeter
Gambar kerja
Gambar pengukuran peta
dengan planimeter liding bar
model yang tidak dilengkapi
zero setting (pole weight/diluar
kutub)
Hasil bacaan positif
Hasil bacaan negatif
Pengukuran luas peta pole
weight (pemberat kutup) di
dalam peta
Pengukuran luas peta pole
weight dalam peta
278
279
283
284
301
Pembagian luas yang sama
dengan garis lurus sejajar
salah satu segitiga
Pembagian luas yang sama
dengan garis lurus melalui
sudut puncak segitiga
Pembagian dengan
perbandingan a : b : c
Pembagian dengan
perbandingan m : n oleh suatu
garis lurus melalui salah satu
sudut segiempat
Pembagian dengan garis lurus
sejajar dengan trapesium
Pembagian suatu poligon
Penentuan garis batas
Perubahan segi empat menjadi
trapesium
Pengurangan jumlah sisi
polygon tanpa merubah luas
Perubahan garis batas yang
berliku-liku menjadi garis lurus
Perubahan garis batas
lengkung menjadi garis lurus
Posisi start yang harus di klik
Start – all Program – autocad
2000
Worksheet autocad 2000
Open file
Open file
Gambar penampang yang
akan dihitung Luasnya
Klik poin untuk menghitung
luas
Klik poin untuik menghitung
luas
Diagram alir perhitungan luas
Prinsip tachymetri
Sipat datar optis luas
Pengukuran sipat datar luas
Tripod pengukuran vertikal
Theodolite Topcon
Statif
Unting-unting
Jalon di atas patok
Pita ukur
Rambu ukur
Payung
Formulir Ukur
275
276
277
278
279
280
281
282
283
284
285
286
287
288
289
290
291
292
293
294
295
296
297
298
299
300
302
306
303
307
308
304
309
305
310
314
315
316
316
316
317
318
319
320
320
321
306
307
308
309
310
311
312
313
322
314
315
316
317
323
318
324
325
328
328
319
329
330
331
332
334
320
321
322
323
324
325
326
327
328
329
330
331
332
Hal
334
335
335
335
335
336
337
337
337
338
338
338
338
339
339
339
339
340
340
341
347
349
358
358
361
361
361
362
362
362
362
362
LAMPIRAN D.6
No
Teks
Hal
333
334
335
336
Cat dan Kuas
Benang
Segitiga O BT O’
Pengukuran titik detail
tachymetri
Theodolit T0 wild
Siteplan pengukuran titik detail
tachymetri
Kontur tempat pengukuran titik
detail tachymetri
Pengukuran titik detail
tachymetri dengan garis kontur
1
Pengukuran titik detail
tachymetri dengan garis kontur
2
Diagram alir Pengukuran titiktitik detail metode tachymetri
Pembentukan garis kontur
dengan membuat proyeksi
tegak garis perpotongan
bidang mendatar dengan
permukaan bumi.
Penggambaran kontur
Kerapatan garis kontur pada
daerah curam dan daerah
landai
Garis kontur pada daerah
sangat curam.
Garis kontur pada curah dan
punggung bukit.
Garis kontur pada bukit dan
cekungan
Kemiringan tanah dan kontur
gradient
Potongan memanjang dari
potongan garis kontur
Bentuk, luas dan volume
daerah genangan berdasarkan
garis kontur.
Rute dengan kelandaian
tertentu.
Titik ketinggian sama
berdasarkan garis kontur
Garis kontur dan titik ketinggian
Pengukuran kontur pola spot
level dan pola grid.
Pengukuran kontur pola radial.
Pengukuran kontur cara
langsung
Interpolasi kontur cara taksiran
363
363
366
337
338
339
340
341
342
343
344
345
346
347
348
349
350
351
352
353
354
355
356
357
358
367
369
370
371
372
373
383
360
361
362
363
364
365
366
367
368
369
370
371
387
388
372
373
374
389
375
389
390
376
377
390
378
391
379
380
392
392
381
382
383
392
393
393
394
394
395
396
384
385
387
388
389
390
391
Perubahan garis pantai dan
garis kontur sesudah kenaikan
muka air laut.
Garis kontur lembah,
punggungan dan perbukitan
yang memanjang.
Plateau
Saddle
Pass
Menggambar penampang
Kotak dialog persiapan Surfer
Peta tiga dimensi
Peta kontur dalam bentuk dua
dimensi.
Lembar worksheet.
Data XYZ dalam koordinat
kartesian
Data XYZ dalam koordinat
decimal degrees.
Jendela editor menampilkan
hasil perhitungan volume.
Jendela GS scripter
Simbolisasi pada peta kontur
dalam surfer.
Peta kontur dengan kontur
interval I.
Peta kontur dengan interval 3
Gambar peta kontur dan model
3D.
Overlay peta kontur dengan
model 3D
Base map foto udara.
Alur garis besar pekerjaan
pada surfer.
Lembar plot surfer.
Obyek melalui digitasi.
Model diagram alir garis kontur,
sifat dan interpolasinya
Sipat datar melintang
Tongkat sounding
Potongan tipikal jalan
Contoh penampang galian dan
timbunan
Meteran gulung
Pesawat theodolit
Jalon
398
399
400
400
400
402
403
404
404
405
405
406
406
407
408
408
409
410
410
411
411
412
413
414
419
419
420
421
422
422
422
LAMPIRAN D.7
No
Teks
Hal
392
393
394
Rambu ukur
Stake out pada bidang datar
Stake out pada bidang yang
berbeda ketinggian
Stake out beberapa titik
sekaligus
Volume cara potongan
melintang rata-rata
Volume cara jarak rata-rata
Volume cara prisma
Volume cara piramida kotak
Volume cara dasar sama bujur
sangkar
Volume cara dasar sama –
segitiga
volume cara kontur
Penampang melintang jalan
ragam 1
Penampang melintang jalan
ragam 2
Penampang melintang jalan
ragam 3
Penampang trapesium
Penampang timbunan
Koordinat luas penampang
Volume trapesium
Penampang galian
Penampang timbunan
Penampang galian dan
timbunan
Penampang melintang galian
dan timbunan
Diagram alir perhitungan galian
dan timbunan
Perangkat keras
Perangkat keras Scanner
Peta lokasi
Beberapa hasil pemetaan
digital, yang dilakukan oleh
Bakosurtanal
Salah satu alat yang dipakai
dalam GPS type NJ 13
Hasil Foto Udara yang
dilakukan di daerah Nangroe
Aceh Darussalam yang
dilakukan pasca Tsunami,
untuk keperluan Infrastruktur
Rehabilitasi dan Konstruksi
422
422
395
396
397
398
399
400
401
402
403
404
405
406
407
408
409
410
411
412
413
414
415
416
417
418
419
420
423
423
424
424
425
425
422
423
424
425
425
425
426
430
430
431
434
435
435
436
437
438
439
426
427
428
429
430
431
432
433
434
435
440
441
446
446
451
436
437
438
439
452
440
453
454
441
442
443
444
445
Contoh Hasil pemetaan Digital
Menggunakan AutoCAD
Contoh : Hasil pemetaan
Digital Menggunakan AutoCAD
Hasil pemetaan Digital
Menggunakan AutoCAD
Hasil pemetaan Digital
Menggunakan AutoCAD
Tampilan auto cad
Current pointing device
Grid untuk pengujian digitizer
Grid untuk peta skala 1:25.000.
Bingkai peta dan grid UTM per
1000 m
Digitasi jalan arteri dan jalan
lokal, (a) peta asli, (b) hasil
digitasi jalan, kotak kecil adalah
vertex (tampil saat objek
terpilih).
Perbesaran dan perkecilan
Model Digram Alir Pemetaan
Digital
Contoh : Penggunaan
Komputer dalam Pembuatan
Peta
Contoh : Penggunaan
Komputer dalam Pembuatan
Peta
Komputer sebagai fasilitas
pembuat peta
Foto udara suatu kawasan
Contoh : Peta udara Daerah
Propinsi Aceh
Data grafis mempunyai tiga
elemen : titik (node), garis (arc)
dan luasan (poligon)
Peta pemuktahiran pasca
bencana tsunami
Komponen utama SIG
Perangkat keras
Perangkat keras keyboard
Perangkat keras CPU
Perangkat keras Scanner
463
463
464
464
465
466
467
469
470
471
472
476
482
482
483
483
483
484
484
486
486
487
487
487
LAMPIRAN D.8
No
Teks
Hal
446
447
448
Perangkat keras monitor
Perangkat keras mouse
Peta arahan pengembangan
komoditas pertanian kabupaten
Ketapang, Kalimantan Barat
Peta Citra radar Tanjung
Perak, Surabaya
Peta hasil foto udara daerah
Nangroe Aceh Darussalam
Pasca Tsunami
NPS360 for robotic Total
Station
NK10 Set Holder dan Prisma
Canister
NK12 Set Holder dan Prisma
NK19 Set
GPS type NL 10
GPS type NL 14 fixed adapter
GPS type NJ 10 with optical
plummet
GPS type NK 12 Croth single
prism Holder Offset : 0 mm
GPS type CPH 1 A Leica
Single Prism Holder Offset : 0
mm
Peta digitasi kota Bandung
tentang perkiraan daerah
rawan banjir
Peta hasil analisa SPM
(Suspended Particular Matter)
Peta prakiraan awal musim
kemarau tahun 2007 di daerah
Jawa
Peta kedalaman tanah efektif di
daerah jawa barat Bandung
Peta Curah hujan di daerah
Jawa Barat-Bandung
Peta Pemisahan Data vertikal
dipakai untuk penunjukan
kawasan hutan dan perairan
Indonesia
487
487
449
450
451
452
453
454
455
456
457
458
459
460
461
462
463
464
465
467
490
468
490
469
491
491
491
491
491
492
492
492
492
492
493
493
493
502
502
503
470
471
472
473
Peta perubahan penutupan
lahan pulau Kalimantan
Peta infrastruktur di daerah
Nangreo Aceh Darussalam
Garis interpolasi hasil program
Surfer
Garis kontur hasil interpolasi
Interpolasi Kontur cara taksiran
Mapinfo GIS
Model Diagram Alir Sistem
Informasi Geografis
504
506
517
517
518
519
520