Academia.eduAcademia.edu

Iskandar Muda

Iskandar Muda TEKNIK SURVEI DAN PEMETAAN JILID 1 SMK Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Hak Cipta pada Departemen Pendidikan Nasional Dilindungi Undang-undang TEKNIK SURVEI DAN PEMETAAN JILID 1 U nt uk SMK Penulis : Iskandar Muda Perancang Kulit : TIM Ukuran Buku : MUD t 17,6 x 25 cm MUDA, Iskandar. Teknik Survei dan Pemetaan Jilid 1 untuk SMK oleh Iskandar Muda ---- Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional, 2008. x, 173 hlm Daftar Pustaka : Lampiran. A Glosarium : Lampiran. B Daftar Tabel : Lampiran. C Daftar Gambar : Lampiran. D ISBN : 978-979-060-151-2 ISBN : 978-979-060-152-9 Diterbitkan oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2008 KATA SAMBUTAN Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia Nya, Pemerintah, dalam hal ini, Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, telah melaksanakan kegiatan penulisan buku kejuruan sebagai bentuk dari kegiatan pembelian hak cipta buku teks pelajaran kejuruan bagi siswa SMK. Karena buku-buku pelajaran kejuruan sangat sulit di dapatkan di pasaran. Buku teks pelajaran ini telah melalui proses penilaian oleh Badan Standar Nasional Pendidikan sebagai buku teks pelajaran untuk SMK dan telah dinyatakan memenuhi syarat kelayakan untuk digunakan dalam proses pembelajaran melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 45 Tahun 2008 tanggal 15 Agustus 2008. Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh penulis yang telah berkenan mengalihkan hak cipta karyanya kepada Departemen Pendidikan Nasional untuk digunakan secara luas oleh para pendidik dan peserta didik SMK. Buku teks pelajaran yang telah dialihkan hak ciptanya kepada Departemen Pendidikan Nasional ini, dapat diunduh (download), digandakan, dicetak, dialihmediakan, atau difotokopi oleh masyarakat. Namun untuk penggandaan yang bersifat komersial harga penjualannya harus memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Dengan ditayangkan soft copy ini diharapkan akan lebih memudahkan bagi masyarakat khsusnya para pendidik dan peserta didik SMK di seluruh Indonesia maupun sekolah Indonesia yang berada di luar negeri untuk mengakses dan memanfaatkannya sebagai sumber belajar. Kami berharap, semua pihak dapat mendukung kebijakan ini. Kepada para peserta didik kami ucapkan selamat belajar dan semoga dapat memanfaatkan buku ini sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa buku ini masih perlu ditingkatkan mutunya. Oleh karena itu, saran dan kritik sangat kami harapkan. Jakarta, 17 Agustus 2008 Direktur Pembinaan SMK iv PENGANTAR PENULIS Penulis mengucapkan puji syukur ke Hadirat Allah SWT karena atas ridho-Nya buku teks “Teknik Survei dan Pemetaan” dapat diselesaikan dengan baik. Buku teks “Teknik Survei dan Pemetaan” ini dibuat berdasarkan penelitian-penelitian yang pernah dibuat, silabus mata kuliah Ilmu Ukur Tanah untuk mahasiswa S1 Pendidikan Teknik Sipil dan D3 Teknik Sipil FPTK UPI serta referensi-referensi yang dibuat oleh penulis dalam dan luar negeri. Tahap-tahap pembangunan dalam bidang teknik sipil dikenal dengan istilah SIDCOM (survey, investigation, design, construction, operation and mantainance). Ilmu Ukur Tanah termasuk dalam tahap studi penyuluhan (survey) untuk memperoleh informasi spasial (keruangan) berupa informasi kerangka dasar horizontal, vertikal dan titik-titik detail yang produk akhirnya berupa peta situasi. Buku teks ini dibuat juga sebagai bentuk partisipasi pada Program Hibah Penulisan Buku Teks 2006 yang dikoordinir oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Penulis mengucapkan terima kasih : 1. Kepada Yth. Prof.Dr. H. Sunaryo Kartadinata, M.Pd, selaku Rektor Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, 2. Kepada Yth. Drs. Sabri, selaku Dekan Fakultas Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, atas perhatian dan bantuannya pada proposal buku teks yang penulis buat. Sesuai dengan pepatah “Tiada Gading yang Tak Retak”, penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam proposal buku teks ini, baik substansial maupun redaksional. Oleh sebab itu saran-saran yang membangun sangat penulis harapkan dari para pembaca agar buku teks yang penulis buat dapat terwujud dengan lebih baik di masa depan. Semoga proposal buku teks ini dapat bermanfaat bagi para pembaca umumnya dan penulis khususnya serta memperkaya khasanah buku teks bidang teknik sipil di perguruan tinggi (akademi dan universitas). Semoga Allah SWT juga mencatat kegiatan ini sebagai bagian dari ibadah kepada-Nya. Amin. Penulis, v DAFTAR ISI Lembar Pengesahan Kata Sambutan Pengantar Penulis Daftar Isi Deskripsi Konsep Peta Kompetensi 1. Pengantar Survei dan Pemetaan 1.1. Plan Surveying dan Geodetic Surveying 1.2. Pekerjaan Survei dan Pemetaan 1.3. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 1.4. Pengukuran Kerangka Dasar Horizontal 1.5. Pengukuran Titik-Titik Detail 2. Teori Kesalahan 2.1. Kesalahan-Kesalahan pada Survei dan Pemetaan 2.2. Kesalahan Sistematis 2.3. Kesalahan Acak 2.4. Kesalahan Besar iv v viii ix 1 1 5 6 11 18 26 96 104 105 5. Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 121 5.1. Proyeksi Peta 5.2. Aturan Kuadran 5.3. Sistem Koordinat 5.4. Menentukan Sudut Jurusan 6. Macam Besaran Sudut 6.1. Macam Besaran Sudut 6.2. Besaran Sudut dari Lapangan 6.3. Konversi Besaran Sudut 6.4. Pengukuran Sudut 121 137 138 140 145 145 145 146 163 7. Jarak, Azimuth dan Pengikatan ke Muka 193 26 46 50 50 3. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal 61 3.1. Pengertian 3.2. Pengukuran Sipat Datar Optis 3.3. Pengukuran Trigonometris 3.4. Pengukuran Barometris 61 61 79 82 4. Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 91 4.1. Tujuan dan Sasaran Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 4.2. Peralatan, bahan, dan formulir 4.3. Prosedur Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 4.4. Pengolahan Data Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 4.5. Penggambaran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 91 pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal 92 7.1. Jarak Pada Survei dan Pemetaan 7.2. Azimuth dan Sudut Jurusan 7.3. Tujuan Pengikatan ke Muka 7.4. Prosedur Pengikatan Ke muka 7.5. Pengolahan Data Pengikatan Kemuka 8. Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 8.1. Tujuan Cara Pengikatan ke Belakang Metode Collins 8.2. Peralatan, Bahan dan Prosedur Pengikatan ke Belakang Metode Collins 8.3. Pengolahan Data Pengikatan ke Belakang Metode Collins 8.4. Penggambaran Pengikatan ke Belakang Metode Collins 193 196 201 203 207 213 215 216 221 233 vi 9. Cara Pengikatan ke Belakang Metode Cassini 239 9.1. Tujuan Pengikatan ke Belakang Metode Cassini 9.2. Peralatan, Bahan dan Prosedur Pengikatan ke Belakang Metode Cassini 9.3. Pengolahan Data Pengikatan ke Belakang Metode Cassini 9.4. Penggambaran Pengikatan ke Belakang Metode Cassini 10. Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horisontal 10.1. Tujuan Pengukuran Poligon Kerangka Dasar Horizontal 10.2. Jenis-Jenis Poligon 10.3. Peralatan, Bahan dan Prosedur Pengukuran Poligon 10.4. Pengolahan Data Poligon 10.5. Penggambaran Poligon 11. Perhitungan Luas 11.1. Metode-Metode Pengukuran 11.2. Prosedur Pengukuran Luas dengan Perangkat Lunak AutoCAD 240 241 246 253 259 259 261 271 279 282 313 313 338 12. Pengukuran Titik-titik Detail Metode Tachymetri 345 12.1. Tujuan Pengukuran Titik-Titik Detail Metode Tachymetri 345 12.2. Peralatan, Bahan dan Prosedur Pengukuran Titik Titik Detail Metode Tachymetri 359 12.3. Pengolahan Data Pengukuran Tachymetri 367 12.4. Penggambaran Hasil Pengukuran Tachymetri 368 13. Garis Kontur, Sifat dan Interpolasinya 387 13.1. Pengertian Garis Kontur 13.2. Sifat Garis Kontur 13.3. Interval Kontur dan Indeks Kontur 13.4. Kemiringan Tanah dan Kontur Gradient 13.5. Kegunaan Garis Kontur 13.6. Penentuan dan Pengukuran Titik Detail untuk Pembuatan Garis Kontur 13.7. Interpolasi Garis Kontur 13.8. Perhitungan Garis Kontur 13.9. Prinsip Dasar Penentuan Volume 13.10. Perubahan Letak Garis Kontur di Tepi Pantai 13.11. Bentuk-Bentuk Lembah dan Pegunungan dalam Garis Kontur 13.12.Cara Menentukan Posisi, Cross Bearing dan Metode Penggambaran 13.13 Pengenalan Surfer 14. Perhitungan Galian dan Timbunan 387 388 390 391 391 393 395 396 396 397 399 401 402 417 14.1. Tujuan Perhitungan Galian dan Timbunan 417 14.2. Galian dan Timbunan 418 14.3. Metode-Metode Perhitungan Galian dan Timbunan 418 14.4. Pengolahan Data Galian dan Timbunan 430 14.5. Perhitungan Galian dan Timbunan 432 14.6. Penggambaran Galian dan Timbunan 439 15. Pemetaan Digital 15.1. Pengertian Pemetaan Digital 15.2. Keunggulan Pemetaan Digital Dibanding Pemetaan Konvensional 15.3. Bagian-Bagian Pemetaan Digital 15.4. Peralatan, Bahan dan Prosedur Pemetaan Digital 15.5. Pencetakan Peta dengan Kaidah Kartografi 445 445 445 446 450 473 vii 16. Sistem Informasi Geografis 481 16.1. Pengertian Dasar Sistem Informasi Geografis 16.2. Keuntungan Sistem Informasi Geografis 16.3. Komponen Utama SIG 16.4. Peralatan, Bahan dan Prosedur Pembangunan SIG 16.5. Jenis-Jenis Analisis Spasial dengan SIG dan Aplikasinya pada Berbagai Sektor Pembangunan LAMPIRAN A. Daftar Pustaka B. Glosarium C. DAFTAR TABEL D. DAFTAR GAMBAR 481 481 486 491 500 viii DESKRIPSI Buku Teknik Survei dan Pemetaan ini menjelaskan ruang lingkup Ilmu ukur tanah, pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan pada Ilmu Ukur tanah untuk kepentingan studi kelayakan, perencanaan, konstruksi dan operasional pekerjaan teknik sipil. Selain itu, dibahas tentang perkenalan ilmu ukur tanah, aplikasi teori kesalahan pada pengukuran dan pemetaan, metode pengukuran kerangka dasar vertikal dan horisontal, metode pengukuran titik detail, perhitungan luas, galian dan timbunan, pemetaan digital dan sistem informasi geografis. Buku ini tidak hanya menyajikan teori semata, akan tetapi buku ini dilengkapi dengan penduan untuk melakukan praktikum pekerjaan dasar survei. Sehingga, diharapkan peserta diklat mampu mengoperasikan alat ukur waterpass dan theodolite, dapat melakukan pengukuran sipat datar, polygon dan tachymetry serta pembuatan peta situasi. ix PETA KOMPETENSI Program diklat Tingkat Alokasi Waktu Kompetensi No 1 : : : : Pekerjaan Dasar Survei x (sepuluh) 120 Jam pelajaran Melaksanakan Dasar-dasar Pekerjaan Survei Sub Kompetensi Pengantar survei dan pemetaan a. b. c. d. e. 2 Teori Kesalahan a. b. c. d. e. f. 3 Pengukuran kerangka dasar vertikal a. b. c. 4 Pengukuran sipat dasar kerangka dasar vertikal a. b. c. d. Pembelajaran Pengetahuan Keterampilan Memahami ruang lingkup plan Menggambarkan diagram alur ruang lingkup pekerjaan surveying dan geodetic survei dan pemetaan Memahami ruang lingkup pekerjaan survey dan pemetaan Memahami pengukuran kerangka dasar vertikal Memahami Pengukuran kerangka dasar horisontal Memahami Pengukuran titiktitik detail Mengidentifikasi kesalahankesalahan pada pekerjaan survey dan pemetaan Mengidentifikasi kesalahan sistematis (systematic error) Mengidentifikasi Kesalahan Acak (random error) Mengidentifikasi Kesalahan Besar (random error) Mengeliminasi Kesalahan Sistematis Mengeliminasi Kesalahan Acak Dapat melakukan Memahami penggunaan sipat pengukuran kerangka dasar datar kerangka dasar vertikal vertikal dengan Memahami penggunaan menggunakan sipat datar, trigonometris trigonometris dan Memahami penggunaan barometris. barometris Dapat melakukan Memahami tujuan dan pengukuran kerangka dasar sasaran pengukuran sipat vertikal dengan datar kerangka dasar vertikal menggunakan sipat datar Mempersiapkan peralatan, kemudian mengolah data bahan dan formulir dan menggambarkannya. pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal Memahami prosedur pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal Dapat mengolah data sipat datar kerangka dasar vertikal Dapat menggambaran sipat datar kerangka dasar vertikal x No 5 Sub Kompetensi Proyeksi peta, aturan kuadran dan sistem koordinat a. b. c. d. e. 6 Macam besaran sudut a. b. c. d. Pembelajaran Pengetahuan Keterampilan Membuat Proyeksi peta Memahami pengertian berdasarkan aturan kuadran proyeksi peta, aturan kuadran dan sisten koordinat dan sistem koordinat Memahami jenis-jenis proyeksi peta dan aplikasinya Memahami aturan kuadran geometrik dan trigonometrik Memahami sistem koordinat ruang dan bidang Memahami orientasi survei dan pemetaan serta aturan kuadran geometrik Mengaplikasikan besaran Mengetahui macam besaran sudut dilapangan untuk sudut pengolahan data. Memahami besaran sudut dari lapangan Dapat melakukan konversi besaran sudut Memahami besaran sudut untuk pengolahan data 7 Jarak, azimuth dan pengikatan kemuka a. Memahami pengertian jarak pada survey dan pemetaan b. Memahami azimuth dan sudut jurusan c. Memahami tujuan pengikatan ke muka d. Mempersiapkan peralatan, bahan dan prosedur pengikatan ke muka e. Memahami pengolahan data pengikatan ke muka f. Memahami penggambaran pengikatan ke muka Mengukur jarak baik dengan alat sederhana maupun dengan pengikatan ke muka. 8 Cara pengikatan ke belakang metode collins a. Tujuan Pengikatan ke Belakang Metode Collins b. Peralatan, Bahan dan Prosedur Pengikatan ke Belakang Metode Collins c. Pengolahan Data Pengikatan ke Belakang Metoda Collins d. Penggambaran Pengikatan ke Belakang Metode Collins Mencari koordinat dengan metode Collins. 9 Cara pengikatan ke belakang metode Cassini a. Memahami tujuan pengikatan ke belakang metode cassini b. Mempersiapkan peralatan, bahan dan prosedur pengikatan ke belakang metode cassini c. Memahami pengolahan data pengikatan ke belakang metoda cassini d. Memahami penggambaran pengikatan ke belakang metode cassini Mencari koordinat dengan metode Cassini. xi No 10 Sub Kompetensi Pengukuran poligon kerangka dasar horisontal a. b. c. d. e. f. 11 Pengukuran luas a. b. c. d. 12 Pengukuran titik-titik detail a. b. c. d. Pembelajaran Pengetahuan Keterampilan Dapat melakukan Memahami tujuan pengukuran kerangka dasar pengukuran poligon horisontal (poligon). Memahami kerangka dasar horisontal Mengetahui jenis-jenis poligon Mempersiapkan peralatan, bahan dan prosedur pengukuran poligon Memahami pengolahan data pengukuran poligon Memahami penggambaran poligon Menghitung luas Menyebutkan metode-metode bedasarkan hasil dilapangan pengukuran luas dengan metoda saruss, Memahami prosedur planimeter dan autocad. pengukuran luas dengan metode sarrus Memahami prosedur pengukuran luas dengan planimeter Memahami prosedur pengukuran luas dengan autocad Melakukan pengukuran titikMemahami tujuan titik dtail metode tachymetri. pengukuran titik-titik detail metode tachymetri Mempersiapkan peralatan, bahan dan prosedur pengukuran tachymetri Memahami pengolahan data pengukuran tachymetri Memahami penggambaran hasil pengukuran tachymetri 13 Garis kontur, sifat dan interpolasinya a. Memahami pengertian garis kontur b. Menyebutkan sifat-sifat garis kontur c. Mengetahui cara penarikan garis kontur d. Mengetahui prosedur penggambaran garis kontur e. Memahami penggunaan perangkat lunak surfer Membuat garis kontur berdasarkan data yang diperoleh di lapangan. 14 Perhitungan galian dan timbunan a. Memahami tujuan perhitungan galian dan timbunan b. Memahami metode-metode perhitungan galian dan timbunan c. Memahami pengolahan data galian dan timbunan d. Mengetahui cara penggambaran galian dan timbunan Menghitung galian dan timbunan. xii No 15 Sub Kompetensi Pemetaan digital a. b. c. d. 16 Sisitem informasi geografik a. b. c. d. Pembelajaran Pengetahuan Memahami pengertian pemetaan digital Mengetahui keunggulan pemetaan digital dibandingkan pemetaan konvensional Memahami perangkat keras dan perangkat lunak pemetaan digital Memahami pencetakan peta dengan kaidah kartografi Memahami pengertian sistem informasi geografik Memahami keunggulan sistem informasi geografik dibandingkan pemetaan digital perangkat keras dan perangkat lunak sistem informasi geografik Mempersiapkan peralatan, bahan dan prosedur pembangunan sistem informasi geografik Memahami jenis-jenis analisis spasial dengan sistem informasi geografik dan aplikasinya pada berbagai sektor pembangunan Keterampilan 1 1 Pengantar Survei dan Pemetaan 1. Pengantar Survei dan Pemetaan permukaan bumi baik unsur alam maupun 1.1 Plan surveying dan geodetic surveying unsur buatan manusia pada bidang yang dianggap datar. Plan surveying di batasi oleh daerah yang sempit yaitu berkisar llmu ukur tanah merupakan bagian rendah dari ilmu yang lebih luas yang dinamakan antara 0.5 derajat x 0.5 derajat atau 55 km x 55 km. ilmu Geodesi. Plan Surveying Ilmu Geodesi mempunyai dua maksud : a. Maksud ilmiah : menentukan bentuk Geodesi permukaan bumi Geodetic Survaying b. Maksud praktis : membuat bayangan yang dinamakan peta dari sebagian besar atau sebagian kecil permukaan Bentuk bumi merupakan pusat kajian dan bumi. perhatian dalam Ilmu ukur tanah. Proses Pada maksud kedua inilah yang sering disebut dengan istilah pemetaan. Pengukuran dan pemetaan pada dasarnya • fisiknya adalah berupa bola yang tidak beraturan bentuknya dan mendekati bentuk sebuah jeruk. Hal tersebut terbukti dengan dapat dibagi 2, yaitu : • penggambaran permukaan bumi secara adanya pegunungan, Lereng-lereng, dan Geodetic Surveying jurang jurang. Karena bentuknya yang tidak Plan Surveying beraturan maka diperlukan suatu bidang Perbedaan prinsip dari dua jenis pengukuran dan pemetaan di atas adalah : Geodetic surveying suatu pengukuran untuk menggambarkan permukaan bumi pada bidang melengkung/ellipsoida/bola. Geodetic Surveying adalah llmu, seni, matematis. Para pakar kebumian yang ingin menyajikan informasi tentang bentuk bumi, mengalami kesulitan karena bentuknya yang tidak beraturan ini, oleh sebab itu, mereka berusaha mencari bentuk sistematis yang dapat mendekati bentuk bumi. teknologi untuk menyajikan informasi bentuk Awalnya para ahli memilih bentuk bola kelengkungan sebagai keiengkungan bumi bola. atau pada Sedangkan plan bentuk hakekatnya, bumi. bentuk Namum bumi pada mengalami Surveying adalah merupakan llmu seni, dan pemepatan pada bagian kutub-kutubnya, teknologi untuk menyajikan bentuk hal ini terlihat dari Fenomena lebih 2 1 Pengantar Survei dan Pemetaan panjangnya jarak lingkaran pada bagian adalah bila daerah mempunyai ukuran equator di bandingkan dengan jarak pada terbesar tidak melebihi 55 km (kira-kira 10 lingkaran yang melalui kutub utara dan jam jalan). kutub selatan dan akhirnya para ahli Terbukti, bahwa bentuk bumi itu dapat memilih Ellipsoidal atau yang dinamakan dianggap ellips terjadi yang pendeknya berputar adalah dimana memutar ruang yang suatu ellips dengan sumbu kecilnya sebagai sumbu menghubungkan kutub utara dan sumbu putar. Bilangan - bilangan yang penting kutub mengenai perputaran panjangnya yang bumi, sumbu dengan bentuk yang selatan suatu sumbu sebagai merupakan sedangkan adalah sumbu poros sumbu bentuk bumi yang banyak digunakan dalam ilmu geodesi adalah : yang menghubungkan equator dengan equator yang lain dipermukaan sebaliknya. Bentuk jeruk Bentuk bola Bentuk Ellipsoidal Gambar 1. Anggapan bumi Bidang Ellipsoide adalah bila luas daerah 2 Sumbu panjang ellipsoid a a−b a lebih besar dari 5500 Km , ellipsoide ini di Sumbu panjang ellipsoid b dapat dengan memutar suatu ellips dengan Angka pergepengan x = sumbu kecilnya sebagai sumbu putar a = 6377.397, dan sumbu kecil b = 6356.078 m. Bidang bulatan adalah elips dari Bessel Yang banyak dipakai adalah mempunyai sumbu kurang dari 100 km. Jari-jari bulatan ini dipilih sedemikian, sehingga bulatan menyinggung permukaan bumi di titik tengah daerah. Bidang datar Eksentrisitas kesatu e2 = a 1 = x a−b a2 − b2 a2 3 1 Pengantar Survei dan Pemetaan a2 − b2 Eksentrisitas kedua e = b2 Salah satu hal yang harus diperhatikan Ellipsoid Bumi Internasional yang terakhir bahwa diusulkan komponen – komponen sebagai berikut : ’2 pada International tahun Assosiation berkaitan dengan ellipsoidal bumi adalah 1967 of oleh: Geodesy (l.A.G) Pada Sidang Umum International Union of Geodesy and Geophysics, dan diterimanya dengan dimensi : a = 6.37788.116660,000 m • • atau jari-jari kutub, pemepatan menentukan e'2 = 0, 006..739.725.182, 32 ellips, 2a + b = 6.371. Q31, 5Q54 m 3 Gambar 2. Ellipsoidal bumi • mempunyai b adalah setengah sumbu pendek e2 = 0, 006.694.605.329, 56 = itu atau jari-jari equator, yaitu rata - rata bumi a adalah sumbu setengah pendek b = 6.356.774, 5161 m 1 = 298,247.167.427 x R • ellipsoide atau sebagai eksentrisitet penggepengan parameter bentuk ellipsoidal/ pertama eksentrisitet kedua. untuk dan 4 1 Pengantar Survei dan Pemetaan Keterangan : Bentuk 0 = pusat bumi (pusat ellipsoide bumi) bumi yang sempurna Ku = Kutub Utara bumi asli tidaklah bulat (agak lonjong) namun pendekatan bumi sebagai bola sempurna Ks = Kutub selatan bumi masih cukup relevan untuk sebagian besar EK = ekuator bumi kebutuhan, termasuk penentuan Untuk skala yang lebih luas, asumsi ini kedudukan dengan tingkat presisi yang tidak dapat diterapkan mengingat pada relatif rendah. kenyataannya permukaan bumi berbentuk lengkungan bola. Asumsi bumi datar hanya dapat diterapkan sejauh kesalahan jarak dan sudut yang terjadi akibat efek kelengkungan bumi masih dapat diabaikan. Lingkar paralel adalah lingkaran yang Pada kenyataannya kita ingin menyajikan permukaan bumi dalam bentuk bidang datar. Oleh sebab itu, bidang bola atau bidang ellipsoide yang akan dikupas pasti ada distorsi atau ada perubahan bentuk karena harus ada bagian dari bidang memotong tegak lurus terhadap sumbu speroid putar bumi. Lingkaran paralel yang tepat kenyataan membagi dua belahan bumi utara-selatan perantara bidang proyeksi. Bidang proyeksi yaitu lingkar paralel 0 0 disebut lingkaran equator. Lingkar paralel berharga positif ke utara hingga 90° pada titik kutub utara dan adalah lingkaran yang sejajar dengan • • meridian yang melalui kota Greenwich di UK (dari kutub utara ke kutub selatan) disepakati sebagai garis meridian utama, yaitu longituda 00. Setengah lingkaran tepat tersobekan tersebut dengan didekati dengan Bidang proyeksi bidang datarnya sendiri atau dinamakan perantara azimuthal dan zenithal, Bidang perantara yang berbentuk kerucut dinamakan bidang perantara sumbu bumi dan memotong tegak lurus bidang equator. Setengah garis lingkar yang ini terbagi dalam tiga jenis, yaitu : sebaliknya negatif ke selatan hingga -900 pada titik kutub selatan. Lingkar meridian itu • conical, Bidang proyeksi yang menggunakan bidang perantara berbentuk silinder yang dinamakan bidang perantara cylindrical. 1800 di belakang garis meridian utama Dari disepakati penanggalan geometric dari permukaan bumi matematis internasional. Kedua garis ini membagi itu ke bidang datar berhubungan dengan belahan bumi menjadi belahan barat dan luas, maka dinamakan proyeksi equivalent, belahan timur. berhubungan sebagai garis bidang perantara dengan ini jarak ada aspek (jarak di 5 1 Pengantar Survei dan Pemetaan permukaan bumi sama dengan jarak pada bidang datar dalam perbandingan skalanya) dinamakan proyeksi equidistance 1.2 Pekerjaan survei dan pemetaan dan berhubungan dengan sudut (sudut permukaan bumi sama dengan sudut di bidang datar) dinamakan proyeksi conform. Dalam pembuatan aplikasi yang mempertahankan yang dikenal dengan istilah pemetaan dapat dicapai dengan Contoh peta melakukan pengukuran- pengukuran di atas permukaan bumi yang geometric itu adalah proyeksi equivalent mempunyai yaitu pemetaan yang biasanya digunakan Pengukuran-pengukuran oleh BPN, proyeksi equidistance yaitu pengukuran pemetaan yang digunakan departemen mendapat hubungan titik-titik yang diukur di perhubungan jaringan dalam jalan. hal ini misalnya atas Sedangkan proyeksi Kerangka bentuk tidak yang permukaan beraturan. dibagi dalam mendatar untuk bumi Dasar (Pengukuran Horizontal) dan conform yaitu pemetaan yang digunakan pengukuran-pengukuran untuk keperluan navigasi laut atau udara. mendapat hubungan tegak antara titik-titik Berdasarkan yang yang diukur (Pengukuran Kerangka Dasar diterangkan di atas yaitu ada 3 jenis bidang Vertikal) serta pengukuran titik-titik detail. perantara jenis Kerangka dasar pemetaan untuk pekerjaan geometric maka kita bisa menggunakan 27 rekayasa sipil pada kawasan yang tidak kombinasi/ luas, sehingga bumi masih bisa dianggap bidang dan mempunyai variasi/ memproyeksikan perantara 3 altematif titik-titik di untuk atas permukaan bumi pada bidang datar. sebagai bidang tegak datar, guna umumnya merupakan bagian pekerjaan pengukuran dan pemetaan dari satu kesatuan paket Ilmu ukur tanah pada dasarnya terdiri dari tiga bagian besar yaitu : a) Pengukuran kerangka dasar Vertikal (KDV) b) Pengukuran kerangka dasar Horizontal c) pekerjaan perencanaan dan atau perancangan bangunan teknik sipil. Titiktitik kerangka dasar pemetaan yang akan ditentukan tebih dahulu koordinat dan ketinggiannya itu dibuat tersebar merata (KDH) dengan kerapatan Pengukuran Titik-titik Detail mudah dikenali secara baik tertentu, dan didokumentasikan sehingga penggunaan selanjutnya. permanen, memudahkan 6 1 Pengantar Survei dan Pemetaan 1.3 Pengukuran kerangka dasar vertikal Kerangka dasar vertikal merupakan teknik dan cara pengukuran kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap bidang rujukan ketinggian tertentu. Bidang ketinggian rujukan ini biasanya berupa ketinggian muka air taut rata-rata (mean sea level - MSL) atau ditentukan lokal. Gambar 3. Aplikasi pekerjaan pemetaan pada • bidang teknik sipil Dalam perencanaan bangunan Mengukur tinggi bidik alat sipat datar Sipil optis di lapangan menggunakan rambu misalnya perencanaan jalan raya, jalan kereta api, bendung dan sebagainya, Peta merupakan hal yang sangat penting untuk • dalam pelaksanaanya pekerjaan sipil ini dibuat dengan pematokan/ staking out, atau dengan perkataan lain bahwa pematokan merupakan kebalikan dari pemetaan. tinggi alat, tinggi, benang tengah rambu, dan suclut Vertikal peta perencanaan suatu bangunan sipil ke bumi) Pengukuran Trigonometris prinsipnya Miring), memindahkan titik - titik yang ada pada (permukaan ukur. adalah Mengukur jarak langsung (Jarak perencanaan bangunan tersebut. Untuk lapangan Metode sipat datar prinsipnya adalah • (Zenith atau Inklinasi). Pengukuran Barometris pada prinsipnya adalah mengukur beda tekanan atmosfer. Metode sipat datar merupakan metode yang paling teliti dibandingkan dengan metode trigonometris dan barometris. Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan teori perambatan kesalahan yang dapat diturunkan melalui persamaan matematis diferensial parsial. Gamba 4. Staking out 7 1 Pengantar Survei dan Pemetaan 1.3.1. Metode pengukuran sipat datar optis nivo yang melalui titik A dan B. Umumnya bidang nivo adalah bidang yang lengkung, Gambar 5. Pengukuran sipat datar optis tetapi bila jarak antara titik-titik A dan B Metode sipat datar prinsipnya adalah Mengukur tinggi bidik alat sipat datar optis dapat dianggap sebagai Bidang yang mendatar. di lapangan menggunakan rambu ukur. Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi dengan menggunakan metode sipat datar optis masih merupakan cara pengukuran beda tinggi yang paling teliti. Sehingga ketelitian kerangka dasar vertikal (KDV) dinyatakan sebagai batas harga terbesar perbedaan tinggi hasil pengukuran sipat datar pergi dan pulang. Maksud pengukuran Untuk melakukan dan mendapatkan pembacaan pada mistar yang dinamakan pula Baak, diperlukan suatu garis lurus, Untuk garis lurus ini tidaklah mungkin seutas benang, meskipun dari kawat, karena benang ini akan melengkung, jadi tidak lurus. Bila diingat tentang hal hal yang telah di bicarakan tentang teropong, maka setelah tinggi adalah teropong dilengkapi dengan diafragma, menentukan beda tinggi antara dua titik. pada teropong ini di dapat suatu garis lurus Beda tinggi h diketahui antara dua titik a ialah garis bidik. Garis bidik ini harus di buat dan b, sedang tinggi titik A diketahui sama mendatar supaya dapat digunakan untuk dengan Ha dan titik B lebih tinggi dari titik menentukan beda tinggi antara dua titik, A, maka tinggi titik B, Hb = Ha + h yang ingatlah pula nivo pada tabung, karena pada diartikan dengan beda tinggi antara titik A nivo tabung dijumpai suatu garis lurus yang clan titik B adalah jarak antara dua bidang dapat mendatar dengan ketelitian besar. 8 1 Pengantar Survei dan Pemetaan Garis lurus ini ialah tidak lain adalah garis tengah-tengah antara rambu belakang dan nivo. Maka garis arah nivo yang dapat muka .Alat sifat datar diatur sedemikian rupa mendatar untuk sehingga teropong sejajar dengan nivo yaitu mendatarkan garis bidik di dalam suatu dengan mengetengahkan gelembung nivo. teropong, caranya; tempatkan sebuah nivo Setelah gelembung nivo di ketengahkan tabung diatas teropong. Supaya garis bidik barulah di baca rambu belakang dan rambu mendatar, bila garis arah nivo di datarkan muka yang terdiri dari bacaan benang dengan menempatkan gelembung di tengah- tengah, atas dan bawah. Beda tinggi slag tengah, perlulah lebih dahulu. tersebut dapat pula digunakan Garis bidik di dafam teropong, dibuat sejajar dengan garis arah nivo. Hal inilah yang pada pengurangan dasarnya adalah tengah belakang benang dengan benang tengah muka. menjadi syarat utama untuk semua alat ukur Berikut ini adalah syarat-syarat untuk alat penyipat datar. Dalam pengukuran Sipat penyipat datar optis : Datar • Optis bisa menggunakan Alat sederhana dengan spesifikasi alat penyipat pada sumbu kesatu alat ukur penyipat datar yang sederhana terdiri atas dua tabung terdiri dari gelas yang berdiri dan Garis arah nivo harus tegak lurus datar. Bila sekarang teropong di putar di dengan sumbu kesatu sebagai sumbu hubungkan dengan pipa logam. Semua ini putar dan garis bidik di arahkan ke mistar dipasang diatas statif. Tabung dari gelas dan kanan, maka sudut a antara garis arah pipa penghubung dari logam di isi dengan zat nivo dan sumbu kesatu pindah kearah cair yang berwarna. Akan tetapi ketelitian kanan, dan ternyata garis arah nivo dan membidik kecil, sehingga alat ini tidak dengan digunakan orang lagi. Perbaikan dari alat ini sendirinya garis tidak mendatar tidaklah dapat digunakan dari karet dan dua tabung gelas di beri skala untuk pembacaan b dengan garis bidik dalam mm. yang mendatar, haruslah Cara menghitung tinggi garis bidik atau dipindahkan benang tengah dari suatu rambu dengan gelembung di tengah-tengah. alat ukur sifat datar tidak mendatar, sehingga garis bidik yang adalah mengganti pipa logam dengan slang menggunakan bidik • Benang keatas, mendatar teropong sehingga diagfragma harus (waterpass). Rambu ukur berjumlah 2 buah tegak lurus pada sumbu kesatu. Pada masing-masing di dirikan di atas dua patok pengukuran titik tinggi dengan cara yang merupakan titik ikat jalur pengukuran menyipat datar, yang dicari selalu titik alat sifat optis kemudian di letakan di potong garis bidik yang mendatar dengan 9 1 Pengantar Survei dan Pemetaan mistar-mistar yang dipasang diatas titiktitik, sedang diketahui bahwa garis bidik adalah garis lurus yang menghubungkan dua titik potong benang atau garis diagframa dengan titik tengah lensa • objektif teropong. Garis bidik teropong harus sejajar dengan garis arah nivo. Garis bidik adalah Garis menghubungkan lurus titik yang tengah lensa Gambar 7. Pita ukur objektif dengan titik potong dua garis diafragma, dimana pada garis bidik pada teropong harus sejajar dengan garis arah nivo sehingga hasil dari pengukuran adalah hasil yang teliti dan tingkat kesaIahannya sangat keciI. Alat-alat yang biasa digunakan dalam pengukuran kerangka dasar vertikal metode sipat datar optis adalah: • • Alat Sipat Datar • Rambu Ukur • Unting – Unting • • Gambar 8. Rambu ukur Pita Ukur Statif Dll Gambar 9. Statif Gambar 6 . Alat sipat datar 10 1 Pengantar Survei dan Pemetaan 1.3.2. Metode pengukuran barometris Pengukuran Barometris pada prinsip-nya adalah mengukur beda tekanan atmosfer. dalam hal ini misalnya elevasi ± 0,00 meter permukaan air laut rata-rata. f m.a = = Phg . g. H A A P= Pengukuran tinggi dengan menggunakan metode barometris dilakukan dengan FC = - FC = menggunakan sebuah barometer sebagai MV 2 R Keterangan : alat utama. p = massa jenis rasa air raksa (hidragirum) g = gravitasi - 9.8 mJsZ - 10 m/s2 h= tinggi suatu titik dari MSL ( Mean Sea level ) ∆HAB = PA − PB = p.g a .ha − p.g b .hb = (ha − hb ) p (g a + gb ) 2 1.3.3. Metode pengukuran trigonometris BT B Gambar 10. Barometris Inklinasi (i) Seperti telah di ketahui, Barometer adalah alat pengukur tekanan udara. Di suatu tempat tertentu dengan tekanan tekanan udara sama udara dengan tebal dAB A Gambar 11. Pengukuran Trigonometris d AB = dm . cos i tertentu pula. Idealnya pencatatan di setiap ∆ HAB =dm. sin i + TA – TB titik dilakukan dalam kondisi atmosfer yang sama tetapi pengukuran tunggal hampir Pengukuran tidak mungkin dilakukan karena pencatatan metode tekanan udara adalah perolehan beda tinggi melalui jarak mengandung kesalahan akibat perubahan langsung teropong terhadap beda tinggi kondisi atmosfir. penentuan beda tinggi dengan memperhitungkan tinggi alat, sudut dengan cara mengamati tekanan udara di vertikal (zenith atau inklinasi) serta tinggi suatu tempat lain yang dijadikan referensi garis bidik yang diwakili oleh benang dan temperatur kerangka trigonometris dasar pada vertikal prinsipnya 11 1 Pengantar Survei dan Pemetaan tengah rambu ukur. Alat theodolite, target data sudut mendatar yang diukur pada dan rambu ukur semua berada diatas titik skafa fingkaran yang letaknya mendatar. ikat. Bagian-bagian dari pengukuran kerangka Prinsip awal penggunaan alat theodolite sama dengan alat sipat datar yaitu kita gelembung harus nivo kemudian mengetengahkan terlebih dahulu membaca baru unsur-unsur pengukuran yang lain. Jarak langsung dapat diperoleh melalui bacaan optis benang atas dan benang bawah atau menggunakan alat pengukuran jarak dasar horizontal adalah : • • Metode Poligon • Metode Trilaterasi • Metode Pengikatan ke muka • • Metode Triangulasi Metode kuadrilateral Metode pengikatan ke belakang cara Collins dan cassini elektronis yang sering dikenal dengan nama EDM (Elektronic Distance 1.4.1 Metode pengukuran poligon Measurement). Untuk menentukan beda Poligon digunakan apabila titik-titik yang tinggi akan dengan cara trigonometris di di cari koordinatnya terletak perlukan alat pengukur sudut (Theodolit) memanjang untuk dapat mengukur sudut sudut tegak. banyak Sudut tegak dibagi dalam dua macam, Pemetaan Poligon merupakan salah satu ialah sudut miring m clan sudut zenith z, pengukuran dan pemetaan kerangka dasar sudut miring m diukur mulai ari keadaan horizontal mendatar, sedang sudut zenith z diukur memperoleh koordinat planimetris (X,Y) mu(ai dari keadaan tegak lurus yang selalu titik-titik pengukuran. Pengukuran poligon ke arah zenith alam. sendiri mengandung arti salah satu metode sehingga (poligon). yang tnernbentuk Pengukuran bertujuan segi dan untuk penentuan titik diantara beberapa metode 1.4 Pengukuran kerangka dasar horizontal penentuan titik yang lain. Untuk daerah yang relatif tidak terlalu luas, pengukuran cara poligon merupakan pilihan yang sering Untuk mendapatkan hubungan mendatar di gunakan, karena cara tersebut dapat titik-titik yang diukur di atas permukaan dengan mudah menyesuaikan diti dengan bumi maka perlu dilakukan pengukuran keadaan mendatar koordinat titik dengan cara poligon ini yang disebut dengan istilah pengukuran kerangka dasar Horizontal. Jadi untuk hubungan mendatar diperlukan daerah/lapangan. membutuhkan, Penentuan 12 1 Pengantar Survei dan Pemetaan 1. Koordinat awal Bila ke diinginkan terhadap sistem koordinat sistim tertentu, suatu matahari dari titik bersangkutan. Dan selanjutnya dihasilkan azimuth yang kesalah satu haruslah dipilih koordinat titik yang poligon sudah ditambahkan ukuran sudut mendatar diketahui misalnya: titik triangulasi atau titik-titik tertentu yang 4. Data ukuran sudut dan jarak yang akan dipatokkan. Bila dipakai Sudut mendatar pada setiap stasiun system koordinat lokal pilih salah satu BM kemudian beri dengan (azimuth matahari). mempunyai hubungan dengan lokasi titik, tersebut dan jarak antara dua titik kontrol harga perlu diukur di lapangan. koordinat tertentu dan tititk tersebut dipakai sebagai acuan untuk titik-titik β2 lainya. 2. Koordinat akhir β1 Koordinat titik ini di butuhkan untuk memenuhi syarat Geometri hitungan d1 d2 koordinat dan tentunya harus di pilih titik yang mempunyai sistem koordinat yang sama dengan koordinat awal. 3. Azimuth awal Azimuth awal Gambar 12. Pengukuran poligon Data ukuran tersebut, harus bebas dari ini mutlak harus sistematis yang terdapat (ada alat ukur) diketahui sehubungan dengan arah sedangkan salah sistematis dari orang atau orientasi dari system koordinat yang pengamat dan alam di usahakan sekecil dihasilkan dan pengadaan datanya mungkin bahkan kalau bisa di tiadakan. dapat di tempuh dengan dua cara Berdasarkan bentuknya poligon dapat dibagi yaitu sebagai berikut : • Hasil hitungan dari koordinat titik titik yang telah diketahui dan akan dipakai sebagai tititk acuan system • koordinatnya. Hasil pengamatan astronomis (matahari). Pada salah satu titik poligon sehingga didapatkan azimuth dalam dua bagian, yaitu : • Poligon berdasarkan visualnya : a. poligon tertutup 13 1 Pengantar Survei dan Pemetaan Untuk mendapatkan nilai sudut-sudut dalam atau sudut-sudut luar serta jarak jarak mendatar antara titik-titik poligon diperoleh atau diukur di lapangan menggunakan alat pengukur jarak yang mempunyai tingkat ketelitian tinggi. Poligon digunakan apabila titik-titik yang akan dicari koordinatnya terletak memanjang sehingga membentuk segi banyak (poligon). b. poligon terbuka Metode poligon merupakan bentuk yang paling baik di lakukan pada bangunan karena memperhitungkaan bentuk kelengkungan bumi yang pada prinsipnya cukup di tinjau dari bentuk fisik di lapangan dan geometriknya. Cara pengukuran polygon merupakan cara yang umum dilakukan untuk pengadaan kerangka dasar pemetaan pada daerah yang c. poligon bercabang tidak terlalu luas sekitar (20 km x 20 km). Berbagai bentuk poligon mudah dibentuk untuk menyesuaikan dengan berbagai bentuk medan pemetaan dan keberadaan titik – titik rujukan maupun pemeriksa. Tingkat ketelitian sistem koordinat yang diinginkan dan kedaan medan lapangan pengukuran merupakan faktor-faktor menyusun yang menentukan ketentuan poligon dalam kerangka dasar.Tingkat ketelitian umum dikaitkan dengan jenis dan atau tahapan pekerjaan yang sedang dilakukan. Sistem koordinat • dikaitkan dengan keperluan pengukuran Poligon berdasarkan geometriknya : a. poligon terikat sempurna b. poligon terikat sebagian c. poligon tidak terikat pengikatan. Medan lapangan pengukuran menentukan bentuk konstruksi pilar atau patok sebagai penanda titik di lapangan 14 1 Pengantar Survei dan Pemetaan dan juga berkaitan dengan jarak selang kepulauan Sunda Kecil, Bali dan Lombik penempatan titik. dengan datum Gunung Genuk, pulau Bangka dengan datum Gunung Limpuh, 1.4.2 Metode pengukuran triangulasi Sulawesi dengan datum Moncong Lowe, kepulauan Riau dan Lingga dengan datum Triangulasi digunakan apabila daerah pengukuran mempunyai ukuran panjang dan lebar yang sama, maka dibuat jaring segitiga. Pada cara ini sudut yang diukur adalah sudut dalam tiap - tiap segitiga. Metode Triangulasi. Pengadaan kerangka dasar horizontal di Indonesia dimulai di pulau Jawa oleh Belanda pada tahun 1862. Titik-titik kerangka dasar horizontal buatan Belanda ini dikenal sebagai titik triangulasi, karena pengukurannya menggunakan cara triangulasi. Hingga tahun 1936, pengadaan titik triangulasi oleh Belanda ini telah mencakup pulau Jawa dengan Gunung Limpuh dan Kalimantan Tenggara dengan datum Gunung Segara. Posisi horizontal (X, Y) titik triangulasi dibuat dalam sistem proyeksi Mercator, sedangkan posisi horizontal peta topografi yang dibuat dengan ikatan dan pemeriksaan ke titik triangulasi dibuat dalam sistem proyeksi Polyeder. Titik triangulasi buatan Belanda tersebut dibuat berjenjang turun berulang, dari cakupan luas paling teliti dengan jarak antar titik 20 40 km hingga paling kasar pada cakupan 1 - 3 km. datum Gunung Genuk, pantai Barat Sumatra dengan datum Padang, Sumatra Selatan dengan datum Gunung Dempo, pantai Timur Sumatra dengan datum Serati, Tabel 1. Ketelitian posisi horizontal (x,y) titik triangulasi Titik Jarak Ketelitian P 20 - 40 km S 10 – 20 km T 3 – 10 km ± 3.30 K 1 – 3 km - ± 0.07 ± 0.53 Metode Triangulasi Triangulasi Mengikat Polygon Selain posisi horizontal (X Y) dalam sistem dalam proyeksi Mercator, titik-titik triangulasi ini ketinggiannya terhadap muka air laut rata- juga dilengkapi dengan informasi posisinya sistem geografis (j,I) dan 15 1 Pengantar Survei dan Pemetaan rata yang ditentukan dengan cara trigonometris. segitiga yang seluruh jarak jaraknya di ukur di lapangan. Triangulasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut : • • • Primer Sekunder Tersier Bentuk geometri triangulasi terdapat tiga buah bentuk geometrik dasar triangulasi, yaitu : • Rangkaian segitiga yang sederhana cocok untuk pekerjaanpekerjaan dengan orde rendah untuk ini dapat sedapat mungkin diusahakan sisi-sisi segitiga sama • panjang. Gambar 13. Jaring-jaring segitiga Pada jaring segitiga akan selalu diperoleh suatu titik sentral atau titik pusat. Pada titik pusat tersebut terdapat beberapa buah Kuadrilateral merupakan bentuk yang terbaik untuk ketelitian tinggi, sudut yang jumlahnya sama dengan 360 derajat. karena lebih banyak syarat yang dapat dibuat. Kuadrilateral tidak • 1.4.4. Metode pengukuran pengikatan ke muka boleh panjang dan sempit. Titik pusat terletak antara 2 titik Pengikatan ke muka adalah suatu metode yang pengukuran data dari dua buah titik di terjauh dan sering di perlukan. lapangan tempat berdiri alat untuk memperoleh suatu titik lain di lapangan 1.4.3 Metode pengukuran trilaterasi Trilaterasi digunakan apabila daerah yang diukur ukuran salah satunya lebih besar daripada ukuran lainnya, maka dibuat rangkaian segitiga. Pada cara ini sudut yang diukur adalah semua sisi segitiga. Metode Trilaterasi yaitu serangkaian tempat berdiri target (rambu ukur, benang, unting-unting) koordinatnya antara yang dari kedua titik titik akan diketahui tersebut. yang Garis diketahui koordinatnya dinamakan garis absis. Sudut dalam yang dibentuk absis terhadap target di titik B dinamakan sudut beta. Sudut beta dan alfa diperofeh dari tapangan. 16 1 Pengantar Survei dan Pemetaan Pada metode ini, pengukuran yang dilakukan hanya pengukuran sudut. Bentuk yang digunakan metoda ini adalah bentuk segi tiga. Akibat dari sudut yang diukur adalah sudut yang dihadapkan titik yang dicari, maka salah satu sisi segitiga tersebut harus diketahui untuk menentukan bentuk dan besar segitinya. Adapun perbedaan pada kedua metode di atas terletak pada cara perhitungannya, cara Collins menggunakan era perhitungan logaritma. Adapun pada metode Cassini menggunakan mesin hitung. Sebelum alat hitung berkembang dengan balk, seperti masa kini maka perhitungan umumnya dilakukan dengan bantuan daftar logaritma. Adapun metode Cassini menggunakan alat hitung karena teori ini muncul pada saat adanya alat hitung yang sudah mulai berkembang. metode Pengikatan Collins perhitungan yang kebelakang merupakan model berfungsi untuk mengetahui suatu letak titik koordinat, yang diukur melalui titik-titik koordinat lain yang sudah diketahui. Pada pengukuran pengikatan ke belakang metode Collins, alat theodolite ditegakkan di atas titik yang Gambar 15. pengukuran pengikatan ke muka ingin atau belum diketahui koordinatnya. 1.4.5 Metode pengukuran Collins Misalkan titik itu diberi nama titik P. titik P dan Cassini ini akan diukur melalui titik-titik lain yang Metode pengukuran Collins dan Cassini merupakan pengukuran salah satu kerangka metode dasar dalam horizontal koordinatnya sudah diketahui terlebih dahulu. Misalkan titik lainnya itu titik A, B, dan titik C. untuk menentukan koordinat titik-titik yang Pertama titik P diikatkan pada dua buah diukur dengan cara mengikat ke belakang titik lain yang telah diketahui koordinatnya, pada titik tertentu dan yang diukur adalah yaitu diikat pada titik A dan titik B. Ketiga sudut-sudut yang berada di titik yang akan titik ditentukan lingkaran dengan jari-jari tertentu, sehingga koordinatnya. Pada era mengikat ke belakang ada dua metode hitungan yaitu dengan cara Collins dan Cassini. tersebut dihubungkan titik C berada di luar lingkaran. oleh suatu 17 1 Pengantar Survei dan Pemetaan Kemudian tariklah titik P terhadap titik C. Pada Dari hasil penarikan garis P terhadap G memerlukan dua tempat kedudukan untuk akan memotong tali busur lingkaran, dan menentukan suatu titik yaitu titik P. Lalu titik potongannya akan berupa titik hasil dari P diikat pada titik-titik A, B dan C. pertemuan persilangan garis dan tali busur. Kemudian Cassini membuat garis yang Titik itu diberi nama titik H, dimana titik H ini melalui titik A dan tegak lurus terhadap merupakan titik penolong Collins. Sehingga garis dari informasi koordinat titik A, B, dan G kedudukan yang melalui A dan B, titik serta sudut-sudut yang dibentuknya, maka tersebut diberi nama titik R. Sama halnya koordinat titik P akan dapat diketahui. Cassini pula membuat garis lurus yang AB perhitungan serta memotong Cassini tempat melalui titik C dan tegak lurus terhadap A (Xa,Ya) garis P cara α BC serta memotong tempat kedudukan yang melalui B dan C, titik β B (Xb,Yb) tersebut diberi nama titik S. Sekarang hubungkan R dengan P dan S H dengan P. Karena 4 BAR = 900, maka garis BR merupakan garis tengah lingkaran, Gambar 15. Pengukuran Collins sehingga 4 BPR = 900. Karena ABCS= 900 maka garis BS merupakan garis tengah 1. titik A, B ,dan C merupakan titik koordinat yang sudah diketahui. 2. titik P adalah titik yang akan dicari koordinatnya. lingkaran, sehinggga αBPR = 900. Maka titik R, P dan S terletak di satu garus lurus. Titik R dan S merupakan titik penolong Cassini. Untuk mencari koordinat titik P, 3. titik H adalah titik penolong collins yang lebih dahulu dicari koordinat-koordinat titik- dibentuk oleh garis P terhadap C titik penolong R dan S, supaya dapat dengan lingkaran yang dibentuk oleh dihitung sudut jurusan garis RS, karena PB titik-titik A, B, dan P. 1 RS, maka didapatlah sudut jurusan PB, Sedangkan Metode Cassini adalah cara pengikatan kebelakang yang menggunakan mesin hitung atau kalkulator. Pada cara ini theodolit diletakkan diatas titik yang belum diketahui koordinatnya. dan kemudian sudut jurusan BP untuk dapat menghitung koordinat-koordinat titik P sendiri dari koordinat-koordinat titik B. 18 1 Pengantar Survei dan Pemetaan A (Xa, Ya) dab d ar B (Xb, Yb) dcb α C (Xc, Yc) β α d cs R β P S Cassini (1679) Gambar 16. Pengukuran cassini Rumus-rumus yang akan digunakan adalah x1 − x 2 = d12 sin a12 y 2− y1 = d12 cos a12 tgna12 = ( x 2 − x1 ) : ( y 2 − y1 ) cot a12 = ( y 2 − y1 ) : ( x 2 − x1 ) Gambar 17. Macam – macam sextant Metode Cassini dapat digunakan untuk Metode penentuan ini dimaksudkan sebagai metode acuan dan pegangan dalam pengukuran penentuan posisi titik penentuan posisi titik-titik pengukuran di menggunakan dua buah sextant. Tujuannya untuk menetapkan suatu penentuan posisi titik perum menggunakan dua buah sextant, termasuk. membahas tentang ketentuan-ketentuan dan tahapan pelaksanaan pengukuran penentuan posisi titik perum. perairan pantai, sungai, danau dan muara. Sextant adalah alat pengukur sudut dari dua titik bidik terhadap posisi alat tersebut, posisi titik ukur perum adalah titik-titik yang mempunyai koordinat berdasarkan hasil pengukuran. 1.5 Pengukuran titik-titik detail Untuk keperluan pengukuran dan pemetaan selain pengukuran Kerangka Dasar Vertikal yang menghasilkan tinggi 19 1 Pengantar Survei dan Pemetaan titik-titik ikat dan pengukuran Kerangka Dasar Horizontal yang menghasilkan koordinat titik-titik ikat juga perlu dilakukan pengukuran titik-titik detail untuk menghasilkan yang tersebar di permukaan bumi yang menggambarkan situasi daerah pengukuran. Dalam pengukuran titik-titik detail Gambar 18. Alat pembuat sudut siku cermin prinsipnya adalah menentukan koordinat dan tinggi titik-titik detail dari titik-titik ikat. Metode yang digunakan dalam pengukuran titik-titik detail adalah metode offset dan metode tachymetri. Namun metode yang sering digunakan adalah metode Tachymetri karena Metode tachymetri ini relatif cepat dan mudah karena yang Gambar 19. Prisma bauernfiend diperoleh dari lapangan adalah pembacaan rambu, sudut magnetis), inklinasi) sudut dan diperoleh adalah horizontal dari posisi vertikal tinggi (azimuth (zenith atau Hasil yang alat. pengukuran planimetris tachymetri X, Y dan ketinggian Z. Gambar 20. Jalon 1.5.1. Metode pengukuran offset Metode offset adalah pengukuran titik-titik menggunakan alat alat sederhana yaitu pita ukur, dan yalon. Pengukuran untuk pembuatan peta cara offset menggunakan alat utama pita ukur, sehingga cara ini juga biasa disebut cara rantai (chain surveying). Alat bantu lainnya adalah : Gambar 21. Pita ukur 20 1 Pengantar Survei dan Pemetaan Dari jenis peralatan yang digunakan ini, cara lurus dan jarak miring "direduksi" menjadi offset biasa digunakan untuk daerah yang jarak horizontal dan jarak vertikal. relatif datar dan tidak luas, sehingga kerangka dasar untuk pemetaanyapun juga dibuat dengan cara offset. Peta yang diperoleh dengan cara offset tidak akan menyajikan informasi ketinggian rupa bumi Pada gambar, sebuah transit dipasang pada suatu titik dan rambu dipegang pada titik tertentu. Dengan benang silang tengah dibidikkan pada rambu ukur sehingga tinggi t sama dengan tinggi theodolite ke tanah. yang dipetakan. Sudut vertikalnya (sudut kemiringan) terbaca Cara pengukuran titik detil dengan cara offset ada tiga cara: • • • sebesar Cara mengikat (cara interpolasi), bahwa dalam tinggi garis bidik diukur dari titik yang diduduki (bukan TI, tinggi di atas datum Cara gabungan keduanya. seperti dalam sipat datar). Metode tachymetri itu paling bermanfaat dalam penentuan lokasi 1.5.2 Metode pengukuran tachymetri sejumlah tachymetri Perhatikan pekerjaan tachymetri tinggi instrumen adalah Cara siku-siku (cara garis tegak lurus), Metode a. adalah besar detail topografik, baik pengukuran horizontal maupun vetikal, dengan transit menggunakan alat-alat optis, elektronis, dan atau planset. Di wilayah-wilayah perkotaan, digital. Pengukuran detail cara tachymetri pembacaan sudut dan jarak dapat dikerjakan dimulai dengan penyiapan alat ukur di atas lebih cepat dari pada pencatatan pengukuran titik ikat dan penempatan rambu di titik bidik. dan pembuatan sketsa oleh pencatat. Setelah alat siap untuk pengukuran, dimulai dengan perekaman data di tempat alat berdiri, pembidikan ke rambu ukur, pengamatan azimuth dan pencatatan data di rambu BT, BA, BB serta sudut miring . Metode tachymetri didasarkan pada prinsip bahwa pada segitiga-segitiga sebangun, sisi yang sepihak adalah sebanding. Tachymetri "diagram' lainnya pada dasarnya bekerja atas bekerja atas prinsip yang, sama sudut vertikal secara otomatis dipapas oleh pisahan garis stadia yang beragam. Sebuah tachymetri swa-reduksi memakai sebuah garis horizontal tetap pada sebuah diafragma dan garis horizontal lainnya pada diafragma keduanya dapat bergerak, yang bekerja atas Kebanyakan pengukuran tachymetri adalah dasar perubahan sudut vertikal. Kebanyakan dengan garis bidik miring karena adanya alidade keragaman topografi, tetapi perpotongan prosedur reduksi tachymetri. benang stadia dibaca pada rambu tegak planset memakai suatu jenis 21 1 Pengantar Survei dan Pemetaan 1 BA i Z Z BT i Z Z BB dA B O' i O Ta A Titik Nadir Gambar 22. Pengukuran titik detail tachymetri dABX B ? HAB 22 1 Pengantar Survei dan Pemetaan Model Diagram Alir Ilmu Ukur Tanah Pertemuan ke-01 Model Diagram Alir Perkenalan Ilmu Ukur Tanah Pengantar Survei dan Pemetaan Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT Bentuk Jeruk Bumi Bentuk Bola Bentuk Ellipsoida (Ellips putar dengan sumbu putar kutub ke kutub) Rotasi Bumi Pemepatan (Radius Kutub < Radius Ekuator) Geodetic Surveying Plan Surveying (Ilmu Ukur Tanah) Ilmu, seni dan teknologi untuk menyajikan informasi bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun buatan manusia di bidang datar (luas < 55 km x 55 km) atau (< 0,5 derajat x 0,5 derajat) Ilmu, seni dan teknologi untuk menyajikan informasi bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun buatan manusia di bidang lengkung (luas > 55 km x 55 km) atau (> 0,5 derajat x 0,5 derajat) (1.1) Pengukuran Sipat Datar KDV (1) Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal (1.2) Pengukuran Trigonometris (1.3) Pengukuran Barometris (2.1) Pengukuran Titik Tunggal (2) Pengukuran Kerangka Dasar Horisontal (2.2) Pengukuran Titik Jamak Poligon (3) Pengukuran Titik-Titik Detail Kuadrilateral Pengikatan ke Muka Pengikatan ke Belakang (Collins & Cassini) Triangulasi, Trilaterasi, Triangulaterasi (3.1) Pengukuran Tachymetri (3.2) Pengukuran Offset Gambar 23. Diagram alir pengantar survei dan pemetaan 23 1 Pengantar Survei dan Pemetaan Rangkuman Berdasarkan uraian materi bab 1 mengenai pengantar survei dan pemetaan, maka dapat disimpulkan sebagi berikut: 1. Pengukuran dan pemetaan pada dasarnya dapat dibagi 2, yaitu : a. Geodetic Surveying b. Plan Surveying 2. Geodetic surveying merupakan ilmu seni dan teknologi untuk menyajikan informasi bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun buatan manusia di bidang lengkung (luas > 55 km x 55 km) atau (>0,5 derajat x 0,5 derajat) 3. Plan Surveying merupakan ilmu seni dan teknologi untuk menyajikan informasi bentuk permukaan bumi baik unsur alam maupun buatan manusia di bidang lengkung (luas < 55 km x 55 km) atau (<0,5 derajat x 0,5 derajat) 4. Ilmu ukur tanah pada dasarnya terdiri dari tiga bagian besar yaitu : a. Pengukuran kerangka dasar Vertikal (KDV) b. Pengukuran kerangka dasar Horizontal (KDH) c. Pengukuran Titik-titik Detail 5. Kerangka dasar vertikal merupakan teknik dan cara pengukuran kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap bidang rujukan ketinggian tertentu. 6. Pengukuran kerangka Dasar vertical pada dasarnya ada 3 metode, yaitu : a. Metode pengukuran kerangka dasar sipat datar optis; b. Metode pengukuran Trigonometris; dan c. Metode pengukuran Barometris. 7. Pengukuran kerangka dasar horizontal adalah untuk mendapatkan hubungan mendatar titik-titik yang diukur di atas permukaan bumi maka perlu dilakukan pengukuran mendatar. 8. Bagian-bagian dari pengukuran kerangka dasar horizontal adalah : a. Metode Poligon b. Metode Triangulasi c. Metode Trilaterasi d. Metode kuadrilateral e. Metode Pengikatan ke muka f. Metode pengikatan ke belakang cara Collins dan cassini 24 1 Pengantar Survei dan Pemetaan Soal Latihan Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini ! 1. Sebutkan bagian-bagian pengukuran dari ilmu ukur tanah! Jelaskan 2. Mengapa bumi dianggap bulat? 3. Jelaskan pengertian dari pengukuran kerangka dasar vertikal ! sebutkan metodemetode yang digunakan dalam pengukuran kerangka dasar vertikal! 4. Jika kita akan mengukur beda tinggi suatu wilayah, pengukuran apa yang tepat untuk dilakukan ? Jelaskan! 5. Mengapa pengukuran titik-titik detail metode tachymetri sering digunakan ? Jelaskan! 25 2. Teori Kesalahan 2.1 Adapun sumber–sumber kesalahan yang Kesalahan-kesalahan pada survei dan pemetaan menjadi penyebab kesalahan pengukuran adalah sebagai berikut: Pengukuran merupakan proses yang 1. Alam; perubahan angin, suhu, mencakup tiga hal atau bagian yaitu benda kelembaban udara, pembiasan cahaya, ukur, gaya berat dan deklinasi magnetik. alat pengamat. ukur dan karena pengukur ketidak atau sempurnaan masing-masing bagian ini ditambah dengan pengaruh lingkungan maka bisa dikatakan bahwa tidak ada satu pun pengukuran yang memberikan ketelitian yang absolut. Ketelitian bersifat relatif yaitu kesamaan atau perbedaan antara harga hasil pengukuran dengan harga yang dianggap benar, karena yang absolut benar tidak diketahui. Setiap pengukuran, dengan kecermatan yang memadai, mempunyai ketidaktelitian yaitu adanya kesalahan yang berbeda-beda, tergantung pada kondisi alat 2. Alat; ketidak sempurnaan konstruksi atau penyetelan instrumen. 3. Pengukur; keterbatasan kemampuan pengukur dalam merasa, melihat dan meraba. Kondisi alam walaupun pada dasarnya merupakan suatu fungsi yang berlanjut, akan tetapi mempunyai karakteristik yang dinamis. Hal inilah yang menyebabkan banyak aplikasi pada bidang pengukuran dan pemetaan. Pengukuran dan pemetaan banyak tergantung dari alam. ukur, benda ukur, metoda pengukuran dan Pelaksanaan pekerjaan dan pengukuran kecakapan si pengukur. jarak, sudut, dan koordinat titik pada foto Kesalahan dalam pengukuran–pengukuran yang dinyatakan dalam persyaratan bahwa: udara juga diperlukan suatu instrumen pengukuran yang prosedurnya untuk 1. Pengukuran tidak selalu tepat, mengupayakan kesalahan yang kecil. Dan 2. Setiap pengukuran mengandung galat, jika diantara kesalahan itu 3. Harga pengukuran dan pengumpulan data harus di sebenarnya dari suatu ulang. pengukuran tidak pernah diketahui, 4. Kesalahan diketahui yang tepat selalu terjadi maka tidak Kesalahan terjadi karena salah mengerti permarsalahan, kelalaian, atau pertimbangan yang buruk. Kesalahan dapat 26 diketemukan dengan sistemetis seluruh dihilangkan dengan mengecek secara pekerjaan jalan dan mengulang Bila garis bidik datar (horizontal), pembacaan pada rambu A = Pa dan rambu B = Pb. Perbedaan tinggi ∆H = sebagian atau bahkan seluruh pekerjaan. Pa – Pb, bila garis bidik tidak horizontal Dalam melaksanakan ukuran datar akan (membuat selalu terdapat “Kesalahan”. Kesalahan– horizontal) maka pembacaan pada sudut α dengan garis karena rambu A = Pa’ dan pada rambu ∆ = kekhilapan maupun karena kita manusia Pb’. Perbedaan tinggi adalah Pa’ – Pb’, memang dalam hal ini Pa’ – Pb’ akan sama kesalahan ini disebabkan tidak baik sempurna dalam dengan Pa–Pb. Bila ukuran dilakukan menciptakan alat–alat. dari tengah – tengah AB (PA = PB =1) Kesalahan ini dapat kita golongkan dalam : 1. Kesalahan karena Pa’Pa = Pb’Pb = ∆. Tapi kalau ukuran tidak dilakukan dari tengah AB instrumental/ kesalahan missal dari Q, maka hasil ukuran adalah qa – qb dan qa – qb ≠ Pa – Pb 2. Kesalahan karena pengaruh luar/ alam karena qa – Pa = ∆1 dan qb – Pb = ∆2. 3. Kesalahan pengukur Dengan karena alat demikian ukuran mungkin dilakukan dari tengah. A. Kesalahan karena alat Dalam kesalahan karena alat termasuk : a) Karena kurang datarnya garis bidik Gambar 24. Kesalahan pembacaan rambu sedapat 27 b) Bila Tidak samanya titik O dari rambu Titik O dari rambu mungkin tidak sama karena mungkin salah satu rambu sudah aus. Titik O dari rambu B misalnya telah bergeser 1 mm. Dengan demikian, rambu A dibaca 1.000 mm ukuran dilaksanakan meletakkan rambu A selalu di belakang dan rambu B selalu di depan, maka kesalahan A–B mempunyai tanda yang sama–tiap sipatan kesalahannya +1 mm. Kalau 100 sipatan berarti 100 mm. maka di rambu B dibaca 999 mm. II I II b4 I b2 b1 m2 b3 m1 m3 B A A B A +1mm B +1mm +1mm Gambar 25. Pengukuran sipat datar II I II b4 I b2 b1 m2 b3 m1 m3 A A A - B = +1 mm B - A = -1 mm Gambar 26. Prosedur Pemindahan Rambu dengan A - B = +1 mm B 28 Untuk mengatasi kesalahan–kesalahan B. Kesalahan karena pengaruh luar/ alam tersebut, dalam pelaksanaan ukuran tiap tiap kali sipatan rambu belakang Pengaruh harus ditukar dengan rambu depan. dalam melaksanakan ukuran datar adalah: (gambar 26) Dengan luar demikian kesalahannya a. Cuaca adalah A – B = +1 mm; B – A = +1 mm. Panas matahari sangat mempengaruhi Dan seterusnya. pelaksanaan ukuran datar. Apabila matahari sudah tinggi antara jam 11.00 – c) Kurang tegak lurusnya rambu jam 14.00, panas matahari pada waktu Syarat pokok dalam melaksanakan itu ukur datar ialah bahwa garis bidik Bila rambu menimbulkan adanya gelombang udara yang dapat terlihat harus horizontal dan rambu harus vertikal. akan melalui vertikal, teropong. Dengan demikian, gelombang udara didepan rambu akan pembacaan rambu = Pa akan tetapi terlihat sehingga angka pada rambu ikut bila rambu tidak vertikal pembacaan bergelombang dan sukar dibaca. pada rambu adalah Pa’. pa pa' Gambar 27. Kesalahan Kemiringan Rambu Jarak APa ≠APa’; APa’ > APa. Dengan demikian waktu melaksanakan ukuran datar, rambu harus benar–benar vertikal. Membuat vertikal rambu dilaksanakan dengan nivo. ini dapat b. Lengkungan bumi Permukaan bumi itu melengkung, sedangkan jalannya sinar itu lurus. 29 Gambar 28. Pengaruh kelengkungan bumi Karena itu oleh alat ukur datar dibaca titik A pada rambu sedangkan perbedaan tinggi mengikuti lengkungan bumi, jadi seharusnya dibaca B. Dengan demikian, maka tiap kali pengukuran dibuat kesalahan ∆. Besar ∆ ini dapat c. Kesalahan karena pengukur Kesalahan pengukur ini ada 2 macam : a) Kesalahan kasar kehilapan 1. Keslahan kasar dapat diatasi dengan mengukur 2 kali dengan tinggi teropong yang berbeda. dihitung Pertama dengan tinggi teropong R2 + a2 = (R +∆)2; R2 + a2 = R2 + 2R∆ +∆2 ∆ kecil sekali jadi kalau dikuadratkan dapat dihapus sehingga kita dapat R2 + h1 didapat perbedaan tinggi ∆h 1 = Pa – Pb. Pada pengukuran kedua dengan tinggi teropong h2 didapat perbedaan tinggi ∆h 2 = qa – qb. a2 = F + 2R . Bilangan ini kecil sekali ∆h 1 harus sama dengan ∆h 2, bila tapi kalau tiap kali dibuat kesalahan akan terdapat menumpuk menjadi besar. Kesalahan ini besar maka harus diulang. bisa diatasi dengan tiap kali mengukur dari tengah. kesalahan/ perbedaan 30 qb qa pb pa h2 h1 Gambar 29. Kesalahan kasar sipat datar 2. Dapat diatasi pula dengan selain c. Kesalahan yang tak teratur, disebabkan membaca benang tengah dibaca karena kurang sempurnanya panca pula benang atas dan benang indera bawah sebab: kesalahan ini sulit dihindari karena benang atas + benang bawah / 2 = memang merupakan sifat pengamatan\ benang tengah. ukuran. Sifat Kesalahan 2.1.1 a. Kesalahan kasar, adalah kesalahan yang besarnya satuan pembacaannya. Miasalnya mengukur jarak yang dapat dibaca sampai 1 dm, namun terjadi perbedaan pengukuran sampai 1 m. Ini berarti ada kesalahan pembacaan ukuran dan harus diulang. maupun peralatan dan Kesalahan pada pengukuran KDV Kesalahan yang terjadi akibat berhimpitnya sumbu vertikal theodolite dengan garis arah vertikal. Sumbu vertikal theodolite x miring dan membentuk sudut v terhadap garis vertikal x. AB adalah arah kemiringan maksimum dengan sasaran s pada sudut elevasi h dalam keadaan dimana sumbu b. Kesalahan teratur, terjadi secara teratur vertikal theodolite berhimpit dengan arah setiap kali melakukan pengukuran dan garis vertikal yang menghasilkan posisi umumnya terjadi karena kesalahan alat. lintasan teleskop csd dalam arah u dari 31 kemiringan maksimum. Sedangkan dalam diperoleh beda tinggi pada jalur sama keadaan dimana sumbu vertikal theodolite menghasilkan angka nol. miring sebesar v terhadap garis vertikal menghasilkan lintasan c’sd’ dalam arah u’ dari kemiringan yang maksimum. Dari dua lintasan ini akan diperoleh segitiga bola scc’ yang sumbu vertikal β dinyatakan dalam persamaan berikut : Jarak belakang dan muka setiap slag menjadi suatu variabel yang menentukan bobot kesalahan dan Semakin panjang suatu slag pengukuran maka bobot kesalahannya menjadi lebih β = v sin u’ ctgn (90 – h) β = v sin u’ tgn h C C' u u' C' S dihilangkan dengan membagi rata dari A B O S observasi dengan teleskop dalam posisi kebalikan, C B' A' dalam r u u' r Karena kesalahan sumbu vertikal tak dapat dan koreksi. besar, dan sebaliknya β = u’ – u normal pemberi D D' maka Kesalahan sumbu vertikal pengukuran untuk sasaran dengan elevasi Gambar 30. Kesalahan Sumbu Vertikal cukup besar. Salah satu pengaplikasian pada pengukuran Koreksi kesalahan pada pengukuran dasar kerangka dasar vertikal dapat dilihat dari vertikal menggunakan alat sipat datar optis. pengukuran sipat datar. Koreksi kesalahan didapat dari pengukuran yang menggunakan dua rambu, yaitu rambu depan dan rambu belakang yang berdiri 2 stand. Pada pengukuran kerangka dasar vertikal menggunakan sipat datar optis, koreksi kesalahan sistematis berupa koreksi garis bidik yang diperoleh melalui pengukuran Koreksi kesalahan acak pada pengukuran sipat datar dengan menggunakan 2 rambu kerangka dasar vertikal dilakukan untuk yaitu belakang dan muka dalam posisi 2 memperoleh beda tinggi dan titik tinggi ikat stand (2 kali berdiri dan diatur dalam bidang definit. Sebelum pengelohan data sipat nivo). datar kerangka dasar vertikal dilakukan, kerangka dasar horizontal menggunakan koreksi harus alat theodolite, koreksi kesalahan sistematis dilakukan terlebih dahulu dalam pembacaan berupa nilai rata-rata sudut horizontal yang benang tengah. Kontrol tinggi dilakukan diperoleh melalui pengukuran target (berupa melalui suatu jalur tertutup yang diharapkan benang dan unting-unting) pada posisi kesalahan sistematis Sedangkan pada pengukuran 32 teropong biasa (vizier teropong pembidik Apabila teleskop dipasang dalam keadaan berasal diatas teropong) dan pada posisi terbalik, tanda kesalahan menjadi negatip teropong dan apabila sudut yang dicari dengan luas biasa (vizier teropong pembidik berasal di bawah teropong) Sebelum pengolahan data teleskop dalam posisi normal dan kebalikan sipat datar kerangka dasar vertikal dilakukan, koreksi dirata–rata maka kesalahan sumbu horizontal dapat hilang. sistematis perlu dilakukan terlebih dahulu Sedang koreksi pengukuran kerangka dasar kedalam pembacaan benang tengah setiap horizontal menggunakan theodolite, koreksi slang. Kontrol tinggi dilakukan melalui suatu kesalahan sistematis berupa nilai rata–rata alur tertutup sedemikian rupa sehingga sudut horizontal yang diperoleh melalui diharapkan diperoleh beda tinggi pada jalur pengukuran target. Pada posisi teropong tertutup sama dengan nol, jarak belakang biasa dan luar biasa. dan muka setiap slang menjadi variabel Kesalahan acak pada pengukuran kerangka yang menentukan bobot kesalahan dan dasar bobot pemberian koreksi. Semakin panjang memperoleh jarak Sebelum pada suatu slang maka bobot horizontal harga pengolahan dilakukan untuk koordinat definitip. poligon kerangka dilakukan, koreksi kesalahan dan koreksinya lebih kecil. dasar 2.1.2 sistematis harus dilakukan terlebih dahulu Kesalahan pada pengukuran KDH horizontal dalam pembacaan sudut horizontal. Kontrol Kesalahan yang terjadi sumbu koordinat dilakukan melalui 4 atau 2 buah horizontal tidak tegak lurus sumbu vertikal titik ikat bergantung pada kontrol sempurna disebut atau sebagian kesalahan akibat sumbu horizontal. Kedudukan garis kolimasi dengan teleskop mengarah pada s berputar mengelilingi sumbu horizontal adalah csd. Apabila sumbu horizontal miring sebesar i menjadi a’b’, tempat kedudukan adalah c’sd’. Dalam segitiga bola sdd’, dd’ = α . Merupakan kesalahan sumbu horizontal, dan apabila sumbu horizontal miring sebear i maka, Jarak datar dan sudut poligon setiap titik poligon merupakan variabel yang menentukan untuk memperoleh koordinat definitip tersebut. Syarat yang ditetapkan dan harus diperhatikan adalah syarat sudut lalu syarat absis dan ordinat. Bobot koreksi sudut tidak diperhitungkan atau dilakukan Sin α = tgn h / tgn ( 90 – i ). Tgn h. tgn i secara sama rata tanpa memperhatikan Karena a dan I biasanya sangat kecil, dan ordinat diperhitungkan melalui dua persamaan dapat terjadi α = I tan h faktor lain. Sedangkan bobot koreksi absis metode : 33 a. Metode Bowditch Metode ini kedalam bobot koreksinya berdasarkan jarak datar langsung. pembacaan sudut horizontal. Kontrol koordinat dilakukan melalui 4 atau 2 buah titik ikat tergantung pada ikat kontrol sempurna atau sebagian saja. Jarak datar b. Metode Transit dan sudut poligon setiap poligon merupakan Metode ini bobot koreksinya dihitung suatu variabel yang menentukan untuk berdasarkan proyeksi jarak langsung memperoleh tehadap sumbu x dan pada sumbu y. Syarat yang ditetapakan dan harus dipenuhi Semakin langsung terlebih dahulu adalah syarat sudut baru koreksi bobot absis dan ordinat maka kemudian absis dan ordinat. Bobot koreksi semakin besar nilainya. sudut tidak diperhitungkan atau dilakuan besar jarak koordinat definitif tersebut. secara sama rata tanpa memperhitungkan Kesalahan acak pada pengukuran kerangka dasar horizontal dilakukan untuk memperoleh beda tinggi dan tinggi titik ikat relatif. Sebelum pengolahan data sipat datar kerangka dasar vertikal dilakukan, koreksi sistematis perlu dilakukan terlebih dahulu kedalam pembacaan benang tengah setiap slang. Kontrol tinggi dilakukan melalui suatu alur tertutup sedemikian rupa sehingga diharapkan diperoleh beda tinggi pada jalur faktor-faktor lain. Sedangkan bobot koreksi absis dan ordinat diperhitungkan melalui 2 metode, yaitu metode bowditch dan transit. Metode bowditch bobot koreksinya dihitung berdasarkan jarak datar langsung, sedangkan terhadap sumbu x (untuk absis) dan sumbu y (untuk sumbu ordinat). Semakin besar jarak datar langsung, koreksi bobot absis dan ordinat semakin besar, demikian pula sebaliknya. tertutup sama dengan nol, jarak belakang dan muka setiap slang menjadi variabel Di yang menentukan bobot kesalahan dan kesalahan yang mungkin terjadi pada waktu bobot pemberian koreksi. Semakin panjang melakukan jarak kesalahan pengukuran dapat di sebabkan pada suatu slang maka bobot atas telah dijelaskan bentuk-bentuk pengukuran, kesalahan oleh ; kesalahan dan koreksinya lebih kecil. Koreksi kesalahan acak pada pengukuran a. Karena kesalahan pada alat yang kerangka dasar horizontal dilakukan untuk digunakan (seperti yang telah di memperoleh koordinat (absis dan ordinat) jelaskan di atas) definitif. Sebelum pengolahan data poligon b. Karena keadaan alam, dan kerangka c. dasar horizontal, koreksi sistematis harus dilakukan terlebih dahulu Karena pengukur sendiri 34 waktu a. Kesalahan pada alat yang dugunakan masuk akan di tinjau kesalahan pada alat ukur nivo. Kesalahan ini sering kita jumpai pada saat melakukan pekerjaan pengukuran beda tinggi. nivo lengkungnya permukaan karena Karena alat ukur penyipat datar terjadi tegangan pada bagian- bagian yang terpenting yaitu pada bagian nivo. c. Karena pengukur sendiri pula dan beda tinggi antara dua titik Kesalahan pada mata, kebanyakan orang adalah antara jarak dua didang nivo pada waktu mengukur menggunkan satu yang melalui dua titik itu. mata saja. Yang secara tidak langsung akan Karena lengkungnya sinar cahaya, akan dijelaskan pada bagian mengakibatkan getaran pembacaan. Apalagi bila nivo harus dilihat tersendiri, sehingga Karena kasarnya karena tidak terlihat dalam medan teropong, koreksi boussole udara, karena adanya pemindahan hawa panas dari permukaan bumi ke atas, maka bayangan dari mistar yang dilihat dengan teropong akan bergetar, sehingga pembacaan dari mistar • Karena perubahan arah garis nivo. melengkungnya permukaan bumi akan melengkung • • bagian alat ukur, terutama pada Karena bumi, pada umumnya bidang-bidang • ditempati oleh mistar-mistar itu. kena panas sinar matahari, maka b. Kesalahan karena keadaan alam • maka beda tinggi antara dua titik yang utama. Kesalahan ini adalah: Garis bidik arah tanah, salah bila digunakan untuk mencari adakah yang berhubungan dengan syarat garis kedalam pembacaan pada mistar kedua akan penyipat datar. Kesalahan yang didapat dengan satu kaki tiga maupun mistar ke dua penyipat datar dan mistar. Lebih dahulu sejajar pengukuran mistar dengan mistar lainnya, baik Alat-alat yang digunakan adalah alat ukur tidak antara kurang tepatnya meletakan gelembung nivo di tengah-tengah. Kesalahan pada pembacaan, karena kerap kali harus melakukan pembacaan dengan cara menaksir, maka bila mata telah lelah, nilai taksirannya menjadi kurang. tidak dapat dilakukan dengan teliti Kesalahan yang kasar, Karena masuknya lagi tiga kaki dan pahamnya pembacaan pada mistar. Mistar- mistar ke dalam tanah. Bila dalam mistar mempunyai tata cara tersendiri dalam karena belum pembuatan skalanya. Kesalahan ini banyak 35 sekali dibuat dalam menentukan banyaknya Kesalahan arah sejajar garis ukur = l sin α meter dan desimeter angka pembacaan. Kesalahan arah tegak lurus garis ukur = l - l pengukuran cos α ini adalah Bila skala peta adalah 1 : S, maka akan pengukuran tachymetri dengan bantuan alat terjadi salah plot sebesar 1/S x kesalahan. theodolite. Bila kesalahan pengukuran jarak garis ofset Salah satu kerangka Kesalahan pengaplikasian dasar horisontal pengukuran cara tachymetri δ l, maka gabungan pengaruh kesalahan pengukuran jarak dan sudut menjadi: {(l sin dengan theodolite α ) 2 + δ l 2}1/2. Kesalahan alat, misalnya ; a. Jarum kompas tidak benar-benar lurus. b. Jarum kompas tidak dapat bergerak d. Garis bidik tidak tegak lurus sumbu ketelitian hasil ukur 1. Titik-titik kerangka dasar dipilih atau mendatar (salah kolimasi). dibuat mendekati bentuk segitiga sama Garis skala 0° - 180° atau 180° - 0° sisi. 2. Garis ukur: tidak sejajar garis bidik. • Jumlah e. Letak teropong eksentris. f. Poros penyangga magnet tidak sepusat dengan skala lingkaran mendatar. Pengaturan alat tidak garis ukur sesedikit mungkin. • Garis tegak lurus garis ukur sependek mungkin. Kesalahan pengukuran, misalnya; a. upaya meningkatkan cara offset bisa dilakukan dengan : bebas pada porosnya. c. Ketelitian pengukuran cara offset dalam sempurna • Garis ukur pada bagian yang datar. (temporaryadjustment) b. Salah taksir dalam pembacaan c. Salah catat. 3. Garis offset pada cara siku-siku harus benar-benar tegak lurus garis ukur. 4. Pita ukur harus benar-benar mendatar Kesalahan akibat faktor alam misalnya; a. Deklinasi magnet. b. atraksi lokal. dan diukur seteliti mungkin. 5. Gunakan kertas gambar yang stabil untuk penggambaran. Kesalahan pengukuran cara offset Pada Kesalahan menggunakan arah garis offset α dengan perhitungan dari metode survei closed yang traverse panjang l yang tidak benar-benar tegak lurus selalu terjadi kesalahan (penyimpangan). berakibat: yaitu adanya dua stasiun yang meskipun 36 pada kenyataannya dilapangan, stasiun Pada survei yang menggunakan theodolite, tersebut hanya satu. Kesalahan tersebut kesalahan yang terjadi adalah akumulatif, meliputi kesalahan koodinat dan elevasi dalam kesalahan dalam salah satu stasiun, stasiun terakhir yang seharusnya adalah akan pempengaruhi bagi posisi stasiun sama dengan stasiun awal. Hal ini terjadi berikutnya. karena kesalahan pada ketidak-sempurnaan terhadap : Sedangkan survei menggunakan kompas, kesalahan yang terjadi pada salah satu 1. Alat (Tidak ada alat yang sempurna) stasiun, tidak mempengaruhi bagi stasiun 2. Pembacaan (tidak ada penglihatan yang berikutnya. Distribusi kesalahan pada Survei sempurna) magnetik, dengan cara yang sederhana Sewaktu survei dilakukan dan tidak mungkin kesalahan itu tidak dapat dihindarkan sebab tidak ada alat dan manusia yang ideal untuk yaitu jumlah total kesalahan dibagi dengan jumlah lengan survai, kemudian di distribusikan ke setiap stasiun tersebut. menghasilkan pengukuran yang ideal pula. Gambar 31. Pengaruh kesalahan kompas t0 Theodolite Untuk mengatasi hal itu, angka kesalahan Dibawah ini merupakan distribusi untuk yang terjadi harus di distribusikan ke setiap survei non magnetic stasiun. Kesalahan yang terjadi karena survei magnetic (dengan menggunakan kompas dan survay grade x) menggunakan theodolithe, memiliki jenis yang berbeda. Perataan penyimpangan elevasi Berikut ini gambar sket perjalanan tampak samping memanjang 37 Koreksi bousole Dari ilmu alam diketahui, bahwa jarum magnet diganggu oleh benda-benda dari logam yang terletak di sekitar jarum magnet itu. Bila tidak ada gangguan, jarum magnet akan Gambar 32. Sket perjalanan terletak didalam bidang meridian magnetis, ialah dua bidang yang melalui dua Setelah perhitungan dilakukan, ternyata elevasi titik akhir yang seharusnya sama dengan titik 1 terdapat penyimpangan sebesar: Karena untuk keperluan pembuatan peta diperlukan meridian geografis yang melalui dua kutub bumi dan tempat jarum itu, dan Elevasi koreksi = elevasi titik + koreksi perhitungan dilakuan, karena meridian magnetis tidak berhimpit dengan meridian geografis yang disebabkan Perataan penyimpangan koordinat Setelah kutub magnetis dan bidang magnetios itu. oleh tidak samanya kutub-kutub magnetis hasilnya dan kutub-kutub geografis, maka azimuth stasiun terakhir tidak kembali ke stasiun magnetis awal, ada selisih jarak sel (d).d2=f(y)2+f(x)2 dahulu, supaya didapat besaran-besaran harus diberi koreksi terlebih geografis: ingat pada sudut jurusan yang sebetulnya sama dengan azimuth utaratimur. Untuk menentukan koreksi boussole ada dua cara. Ingatlah lebih dahulu apa yang diartikan dengan koreksi. Koreksi adalah besaran yang harus ditambahkan pada pembacaan atau pengukuran, supaya Gambar 33. Gambar Kesalahan Hasil Survei didapat besaran yang betul. Kesalahan Penyimpangan yang terjadi adalah adalah besaran yang harus dikurangkan dari penyimpangan absis f(x) dan ordinat f(y) pembacaan koreksi terhadap penyimpangan absis: didapat besaran yang betul. Absis terkoreksi = absis lama + koreksi. a. Mengukur azimuth suatu garis yang atau pengukuran, supaya Koreksi terhadap penyimpangan ordinat, tertentu; Seperti telah diketahui garis analog dengan perhitungan diatas yang tertentu adalah garis yang menghubungkan dua titik P(Xp;Yp) dan Q(Xq;Yq) yang telah diketahui koordinat- 38 koordinatnya. Alat ukut BTM punggungnya ke arah matahari yang ditempatkan pada salah satu titik itu, diukur dan keadaan tepi-tepi matahari misalnya di titik P, dengan sumbu dilihat dari ujung objektif pada kertas kesatuan tegak lurus diatas titik P. putih yang di pasang pada lensa okuler. Arahkan garis bidik tepat pada titik Q, Besarnya refraksi Misalkan mempunyai tanda pembacaan pada skala yang minus selalu tergantung lingkaran mendatar dengan ujung utara pada tinggi h yang di dapat dari jarum magnet ada A. Hitunglah sudut jurusan αab garis PQ dengan tg αab = pengukuran. (xq-xp) : (yp-yp) yang setelah sudut hasil pengukuran koreksi refraksi dengan jurusan αpq ini di sesuaikan dengan Untuk harga koreksi berlaku tabel. Tinggi h yang didapat dari tanda minus. macam sudut azimuth yang ditunjuk oleh Tinggi h yang telah diberi koreksi refraksi maka karena α adalah besaran yang ini adalah tinggi sebenarnya dari pada betul, dapatlah ditulis: Karena yang diperlukan sekarang adalah jarum magnet alat ukur BTM ada α, α=A+C Dalam rumus C adalah rumus boussole, sehingga C = α-A tepi atas atau tepi bawah matahari. tinggi titik pusat matahari dan sudut lihat kedua tepi atas dan tepi bawah matahari ada D = 32’, maka tinggi sebenarnya tadi b. Mengukur tinggi matahari; Dasar cara harus dikurangi dengan ½ D = 16’, bila di kedua ini adalah mengukur tinggi suatu ukur bintang deklinasinya mendapatkan tinggi sebenarnya dari bintang pada titik pusat matahari. yang pada saat dan lintang diketahui pengukuran itu. Dengan tinggi h, deklinasi δ bintang itu ϕ tempat pengukuran dapatlah di hitung azimuth astronomis yang sama dengan azimuth geografis bintang itu. Bila azimnuth astronomis itu dibandingkan dengan azimuth yang ditunjuk oleh jarum magnet pada saat pengukuran, dapatlah ditentukan koreksi selalu, bahwa pada saat pengukuran si pengukur berdiri dengan bawah mata hari untuk Kesalahan Pengukuran Banyak faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran sipat datar teliti, mulai dari faktor-faktor yang dihilangkan sampai pengaruhnya hanya pengaruhnya dapat faktor-faktor yang dapat diperkecil. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain: ƒ boussole. Ingatlah 2.1.3 tepi ƒ Keadaan tanah jalur pengukuran Keadaan/ kondisi atmosfir (getaran udara) 39 ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ Refraksi atmosfir. a. Keadaan jalur pengukuran Kelengkungan bumi. Pengukuran sipat datar pada umumnya Kesalahan letak skala nol rambu. harus menggunakan jalur pengukuran Kesalahan panjang rambu (bukan yang keras, seperti jalan diperkeras, rambu standar). jalan raya, jalan baja. Kesalahan pembagian skala (scale graduation) rambu. Dengan demikian turunya alat dan Kesalahan pemasangan nivo rambu rambu dalam pelaksanaan pengukuran Kesalahan garis bidik. dapat diperkecil, karena apabila terjadi penurunan Dari faktor-faktor tersebut dapat ditarik pengukuran pelajaran bahwa sudah seharusnya seorang kesalahan dan rambu akan maka mengalami kesalahan. Besarnya kesalahan akibat juru ukur mengetahui hal-hal yang akan mengakibatkan alat penuruanan alat-alat tersebut dijelaskan pada dibawah ini: pengukuran. I II 1 δ1 λ1 δ2 2 I b2 m2 b1 m1 A turun B turun turun Gambar 34. Kesalahan karena penurunan alat Pada salag 1 selama waktu pembacaan rambu belakang dan memutar alat kerambu muka, alat ukur turun δ1. Pada 40 waktu alat pindah ke slag 2, rambu turun Di bawah ini adalah usaha yang bisa λ1 dan selama pengukuran berlangsung dilakukan untuk memperkecil pengaruh alat turun δ2. Rumus yang turunnya alat dan rambu: digunakan ƒ untuk Pada perpindahan slag, pembacaan menentukan beda tinggi (∆h) akibat dimulai pada rambu yang sama penurunan alat antara A dan B yaitu: seperti Slag 1: ∆h1 = (b1 − ( m1 + δ 1 ) ƒ Slag 2: ∆h2 = (b2 − λ1 ) − ( m 2 + δ 2 ) + Pada setiap slag pembacaan diterangkan sbb: ƒ ∆h u AB = beda tinggi hasil ukuran = ( δ 1 + δ 2 + λ1 ) = kesalahan Pembacaan dimulai pada rambu no I. Dari slag 1 : ∆h1 = (b1 – m1) + δ1 Dari slag 2 : ∆h2 = (b2 – m2)+ δ2 - λ1 karena turunya alat dan rambu diatas sebelumnya, Untuk kedua usaha di atas dapat Dimana: penjelasan ∆hAB = ∆hAB – (λ1 - δ1 - δ2 ) dapat u ∆hAB = ∆h AB − K2 disimpulkan, bahwa apabila pengukuran antara dua titik (pilar) terdiri dari banyak Dimana K2 < K1 slag pengaruh turunnya alat dan rambu akan menjadi lebih besar (akumulasi). I 1 δ1 λ1 II δ2 I 2 m2 b2 b1 m1 A Gambar 35. Pembacaan pada rambu I slag rambu. u ∆h AB = ∆h AB − (δ 1 + δ 2 + λ1 ) = ∆h AB − K 1 Dari pada dilakukan dua kali untuk setiap ∆h AB = (b1 − m1 ) + (b2 − m 2 ) − (δ 1 + δ 2 + λ1 ) K1 pembacaan B 41 ƒ Pembacaan diulang 2x I II δ1 1 b1 b'1 m1 m2 δ2 Gambar 36. Pembacaan pada rambu II Dari slag 1 : Bacaan pertama : ∆h1 = (b1 – m1)-δ1 Bacaan kedua : ∆h1 = (b1 – m1) + δ2 Rata-rata ∆h1 = ∆h1u − 12 (δ 1 − δ 2 ) Dengan cara yang sama dari slag dua diperoleh: Rata-rata ∆h2 = ∆h2u − 12 (δ 2 − δ1 ) Secara sistematis dapat dirumuskan sbb: Misal rambu I mempunyai kesalahan δ1, Dan rambu II mempunyai kesalahan δ2, δ2 ≠ δ1, maka: Slag 1: Maka ∆h AB = ∆h AB b. Kesalahan letak skala nol rambu Slag 2: Kesalahan letak skala nol rambu dapat terjadi karena kesalahan pembuatan (pabrik) atau rambu digunakan sudah sehingga permukaan sering yang dipakai bawahnya menjadi aus. Pengaruh ini diterangkan dengan gambar 37. dapat ∆h1 = (b2 + δ 2 ) − (m2 + δ 1 ) = (b2 − m 2 ) + (δ 2 − δ 1 ) Kesalahannya: (δ2 - δ1) Jumlah kesalahan dari dua slag adalah (δ1 - δ2) + (δ2 - δ1) = 0 Artinya: kesalahan = (b1 − m1 ) + (δ 1 − δ 2 ) Kesalahannya: (δ1 - δ2) u alat ∆h1 = (b1 + δ 1 ) − (m1 + δ 2 ) u ∆h AB = ∆h AB 42 I II I II b4 I b2 m4 m2 b1 b3 m1 m3 C 2 B 1 A 4 4 3 3 2 2 1 1 0 δ δ 0 Gambar 37. Kesalahan Skala Nol Rambu Jadi dapat disimpulkan bahwa beda Hal tinggi hasil ukuran antara dua titik tidak pengukuran mengalami kesalahan. mengandung kesalahan akibat kesalahan letak skala nol rambu, bila pengukuran mengakibatkan data hasil Besarnya pengaruh dijelaskan dalam gambar 38. dengan prosedure sbb: Secara sistematis dapat dirumuskan ƒ sebagai berikit: ƒ c. dilakukan ini Jumlah slag antara titik-titik yang diukur harus genap. Misal rambu I muai sebesar δ1m dan Posisi rambu harus diatur selang- rambu II muai δ2m; panjangnya rambu seling (I – II – I – II .... dst .... I) standar adalah L m, umumnya 3m; maka dalam satu slag: Kesalahan panjang rambu Panjang rambu akan berubah karena perubahan temperatur udara. Misalnya panjang rambu rambu tersebut invar tepat 3m, 3m panjang pada temperatur standar t0. Bila pada waktu pengukuran temperatur udara adalah t (lebih besar atau lebih kecil dari t0) maka rambu tidak lagi 3m, tetapi 3m ± α(t - t0) dimana α adalah angka muai invar. Beda tinggi ukuran = ∆hu = b1 – m1 Beda tinggi yng beanr = ∆h = b – m Karena b1 = ⎛⎜ L + δ 1 ⎞⎟ ⋅ b1 = ⎛⎜1 + δ 1 ⎞⎟ ⋅ b L⎠ ⎝ L ⎠ ⎝ m1 = ⎛⎜ L + δ 2 ⎞⎟ ⋅ m1 = ⎛⎜1 + δ 2 ⎞⎟ ⋅ m L⎠ ⎝ L ⎠ ⎝ Maka ∆h = b – m = ∆hu + ⎛ δ 1 δ ⎞ b1 + 2 m 1 ⎟ ⎜ L ⎠ ⎝ L 43 I δ1 II δ2 1 m b Gambar 38. Bukan rambu standar Artinya, data pengukuran mengandung kesalahan sebesar: ⎛⎜ δ 1 b 1 + δ 2 m 1 ⎞⎟ Dengan cara ⎝ L L yang sama ⎠ dapat diterangkan kesalahan untuk rambu yang mengkerut. Penaksiran bacaan pada interval skala yang kecil akan berbeda dengan bacaan pada interval skala yang lebih besar, artinya ketelitian bacaan akan berbeda, hal ini tidak dikehendaki. Cara pencegahannya yaitu apabila Cara pencegahan agar rambu tidak terdapat mengalami pemuaian, yaitu jika pada meratanya saat pengukuran udara panas atau rambu, sebaiknya rambu tersebut tidak hujan maka rambu ukur harus dilindungi digunakan dan dalam pemilihan rambu dengan payung sehingga rambu ukur sebaiknya harus teliti agar memperoleh dapat terlindungi. rambu yang sama dalam pembagian d. Kesalahan pembagian skala rambu Kesalahan pembagian skala rambu kesalahan pembagian akibat skala tidak pada skalanya. e. Kesalahan pemasangan nivo rambu terjadi pada waktu pembuatan (pabrik). Pada Misalkan panjang rambu 3m, maka seharusnya gelembung nivo berada apabila ada satu bagian skala dibuat ditengah. Akan tetapi karena kesalahan terlalu kecil, pasti dibagian yang lain pemasangan, keadaan di atas tidak ada yang lebih besar. dipenuhi, artinya gelembung nivo sudah rambu keadaan tegak, 44 berada ditengah rambu dalam keadaan yang melalui alat sipat datar bila miring. baik bidang-bidang nivo dianggap saling kesamping, sejajar. Dengan garis bidik mendatar, maka bacaan rambu akan terlalu besar. karena kelengkungan bumi tersebut Apabila kedepan, rambu miring kebelakang, Secara sistematis dapat dirumuskan tidak memberikan beda. Permasalahan di atas dijelaskan dalam gambar 41. sebagai berikut: Bacaan rambu dalam keadaan miring adalah b1, bacaan seharusnya adalah b. Bila kemiringan rambu adalah sudut α, maka: Dari bacaan garis bidik mendatar menghasilkan selisih bacaan (b - m) yang tidak sama dengan selisih (tA - tB). Kesalahn karena kelengkungan bumi pada beda tinggi adalah dh b = b Cos α 1 Dh = (b - tA) – (m - tB) karena umumnya α kecil: Sedangkan pada pembacaan rambu b = b (1 – ½ α + ....) 1 masing-masing adalah: b = b1 – ½ α b1 + .... Rambu belakang : Xb = (b - tA) Besarnya kesalahan pembacaan adalah ½ α b . Karena α konstan, besarnya Rambu muka : Xm = (m - tB) 1 kesalahan tergantung tingginya bacaan b1. Makin tinggi b1 maka makin besar kesalahannya. Besarnya X adalah (lihat gambar 42): (R + h)2 + D2 = {(R + h) + X}2 (R + h)2+ D2 = (R + h)2 + 2 (R + h)X + X2 D2 = 2 (R + h)X + X2 Cara pencegahannya yaitu pada saat pengukuran periksalah pemasangan nivo dan pada waktu pengukuran garis bidik tidak terlalu tinggi dari Dianggap: (R + h) ≈ R dan X2 ≈ 0, maka D2 = 2R.X atas permukaan tanah. f. Karena h <<< R dan X <<< R dapat 2 X = D 2R Atau Kelengkungan bumi Jarak antara bidang-bidang nivo melalui masing-masing titik yang bersangkutan disebut beda tinggi antara dua titik. Beda tinggi antara dua titik dapat ditentukan dari ketinggian bidang nivo Dengan demikian: Xb = Xm = Db2 2R Dm2 2R 45 Dan dh = pengukuran sipat datar dijelaskan pada Db2 Dm2 1 − = ⋅ ( Db2 − Dm2 ) 2R 2R 2R gambar 43. Secara sistematis besarnya pengaruh Berikut contoh besarnya X dan dh. refraksi atmosfir pada pengukuran sipat Bila D = 40 m, R = 6000 km, datar adalah sebagai berikut: Mak X = Bila Maka 40 2 = 0.13mm 2(6000000) Skala dh = 1 (40 - 30 ) 2(6000000) di t1, D2 2R Dimana K = koefisien refraksi atmosfir = R ≈ 0.14 R1 Usahakan agar didalam setiap slag Db seimbang dengan Dm agar dh=0 Contoh: Karena kelengkungan bumi bacaan Bila D = 40 m, K = 0.14, maka: rambu ƒ = K⋅ Y Cara pencegahaannya adalah: ƒ nampak Besarnya Y adalah : 2 = 0.06 mm ƒ akan kesalahannya adalah Y = t1 – t. Db = 40 m, Dm = 30 m, 2 t terlalu besar, sehingga Y = 0.14 ⋅ koreksi X bertanda negatif 40 2 = 0.02 mm 2(6000000) Bila Db > Dm koreksi dh adalah Catatan: negatif Koreksi Bila Db < Dm koreksi dh adalah kelengkungan bumi biasanya digabung positif menjadi refraksi satu atmosfir karena refraksi dan dan kelengkungan bumi terjadi bersama- g. Refraksi atmosfir sama pada saat pengukuran dilakukan. Karena lapisan atmosfir mempunyai kerapatan yang tidak sama (makin Rumusnya : r = k − 1 D 2 2R r= kebawah, makin rapat) jalannya sinar/ cahaya (matahari) adalah mengalami pembiasan (melengkung). Sehingga benda-benda Dimana: akan lebih tinggi dari posisi seharusnya. Besarnya pengaruh refraksi k −1 2 ( Db − Dm2 ) 2R atmosfir pada r = adalah koreksi terhadap bacaan r = adalah koreksi terhadap beda tinggi (satu slag) 46 h. Getaran udara Biasanya, Cara pencegahannya yaitu sebelum bayangan rambu teropong nampak bergetar adanya pemindahan pada karena panas yaitu karena pembacaan rambu tidak dapat dilakukan dengan teliti, maka sebaiknya pengukuran dihentikan. pastikan dulu garis jurusan nivo. k. Dengan demikian cara pencegahannya dimulai, bahwa garis bidik sudah sejajar dengan dari permukaan tanah ke atas. i. pengukuran Paralak Dalam pengukuran pembacaan, tepat pada saat nivo harus gelembung ditengah. Untuk mengetahu dengan tepat bahwa gelembung nivo Perubahan arah garis jurusan nivo berada ditengah, yaitu dengan cara Pada alat ukur akan terjadi tegangan menempatkan mata tegak diatas nivo pada bagian-bagian alat ukur terutama langsung atau bayangan (lewat cermin sekali atau prisma). nivo apabila terkena panas matahari langsung. Montur nivo Bila dari samping, karena paralak, mendapat tegangan gelembung nivo akan nampak sudah nivo tepat ditengah. Sehingga megakibatkan mengalami perubahan dan tidak sejajar kedudukan garis bidik belum mendatar lagi maka pembacaan akan mengandung sehingga arah dengan garis garis mengakibatkan jurusan bidik. Sehingga bacaan rambu kesalahan. mengandung kesalahan. Cara pencegahannya yaitu pada saat Cara pencegahannya yaitu agar hal ini akan tidak gelembung nivo diatur dulu hingga terjadi, pengukuran maka berlangsung pada saat hendaknya memulai pengukuran maka benar-benar sesuai dengan aturan. alat ukur di lindungi oleh payung. j. 2.2 Kesalahan garis bidik Kesalahan sistematis Garis bidik harus sejajar dengan garis jurusan nivo hal ini merupakan syarat Kesalahan utama alat sipat datar. Apabila tidak yang sejajar, pada kedudukan gelembung kesalahan pada suatu sistem. Kesalahan nivo sistem dapat diakibatkan oleh peralatan dan ditengah mendatar. garis bidik tidak sistematis mungkin kondisi alam. adalah terjadi akibat kesalahan adanya 47 Peralatan yang dibuat manusia walaupun Apabila penyebab suatu kesalahan telah di dibuat dengan canggihnya, akan tetapi ketahui sebelumnya dan apabila pada saat masih diperlukan suatu prosedur guna pengukuran kondisinya telah pula di ketahui mengetahui munculnya maka dapat di lakukan koreksi terhadap baik kesalahan-kesalahan kesalahan kemungkinan pada pengukuran alat, maupun data. yang timbul dan kesalahan semacam ini di sebut kesalahan sistematis. Rambu belakang Rambu muka BTm BTb 1 A 2 Arah Pengukuran Gambar 39. Sipat Datar di Suatu Slag Apabila penyebab suatu kesalahan telah Sebagai contoh, diketahui sebelumnya dan apabila pada saat adanya kesalahan-kesalahan pengukuran kondisinya telah pula diketahui, bahwa pada pita ukur baja biasanya untuk. maka Harga-harga ukurnya terdapat konstanta- dapat dilakukan koreksi pada sehubungan dengan tersebut, kesalahan yang ada. Contohnya, pita ukur konstanta koreksi skala atau kloreksi suhu. baja yang terdapat koreksi skala atau Selanjutnya, koreksi suhu. Selanjutnya, seperti pada petugas yang timbul pada pengukuran kesalahan yang besarnya hampir sama dan elevasi dengan instrumen ploting, terdapat jika dilakukan koreksi dengan suatu nilai semacam kesalahan yang besarnya hampir tertentu terhadap harga ukurnya, maka akan sama dan jika di lakukan koreksi dengan mendekati harga benar walaupun tidak suatu nilai tertentu terhadap harga ukurnya, dapat diketahui dengan pasti penyebab maka kesalahan tersebut. Kesalahan seperti ini walaupun tidak dapat di ketahui dengan dapat pasti pula diklasifikasikan kesalahan sistematis. sebagai akan seperti halnya mendekati penyebab kesalahan harga kesalahan benar tersebut 48 Kesalahan seperti ini dapat pula di BTb1 dan BTm2 yang akan di dapat bila klasifikasikan sebagai kesalahan sisitematis. garis bidik mendatar jadi telah sejajar Kesalah sistematis dapat terjadi karena dengan garis arah nivo, maka koreksi garis kesalahan alat yang kita gunakan. bidik untuk diatas sama dengan: Alat-alat yang di gunakan adalah alat ukur penyipat datar dan mistar. Lebih dahulu kita = ( BTb1 − BTm1) − ( BTb 2 − BTm2) (db1 − dm1) − (db2 − dm2) akan tinjau kesalahan yang ada pada alat Kesalahan sistematis dapat juga disebabkan ukur penyipat datar. Kesalahan yang di oleh karena keadaan alam yang dapat di dapat adalah yang berhubungan dengan sebabkan oleh: syarat utama. Kesalahan itu adalah garis bidik tidak sejajar dengan dengan garis arah nivo. Dapat diketahui bahwa untuk mendapatkan beda tinggi antara dua titik mistar yang diletakan di atas dua titik harus di bidik dengan garis bidik yang mendatar. 1. Karena bumi. lengkungan Pada permukaan umumnya karena bidang-bidang nivo karena pula dan beda tinggi antara dua tititk adalah jarak antara dua bidang nivo yang melalui dua titik itu. Semua pembacan yang di lakukan dengan garis bidik yang mendatar diberi tanda 2. Karena melengkungnya sinar dengan angka 1. pembacaan dengan garis cahaya (refraksi). Sinar cahaya yang bidik yang mendatar adalah BTb1-BTm1, datang dari benda yang di teropong sedang pembacaan yang di lakukan dengan harus melalui lapisan-lapisan udara garis bidik miring dinyatakan dengan angka yang tidak sama padatnya, karena 2. bila gelembung di tengah-tengah, jadi suhu dan tekannya tidak sama. garis arah nivo mendatar dan garis bidik 3. Karena getaran udara. akibat tidak sejajar dengan garis arah nivo, maka adanya pemindahan hawa panas garis bidik akan miring dan membuat sudut dari permukaan bumi keatas, maka α bayangan dari mistar yang di lihat dengan pembacaan garis pada arah nivo, kedua sehingga mistar akan dengan teropong akan menjadi BTm dan BTb. sehingga Beda tinggi antara titik A dan titik B sama tidak dapat di lakukan. pembacan bergetar ada mistar dengan t = BTb1-BTm1. Sekarang akan 4. Karena masuknya lagi kaki tiga dan dicari hubungan antara selisih pembacaan mistar kedalam tanah. Bila dalam BTb2 dan BTm2 yang di dapatkan garis waktu bidik miring dengan selisih pembacaan mistar dengan mistar lainya baik antara pengukuran satu 49 kaki tiga maupun mistar kedua 2.2.2 Pengaruh kesalahan nol skala dan satu satuan skala mistar ukur masuk lagi kedalam tanah maka pembacan pada mistar kedua akan salah bila di gunakan untuk mencari beda tinggi antara dua titik yang ditempati oleh mistar-mistar itu. Akibat hal–hal tertentu artinya dasar/ ujung bawah mistar ukur bahwa mistar ukur dan tidak samanya satu satuan skala dari masing–masing 5. Karena perubahan garis arah nivo, karena alat ukur penyipat datar ukur yang di gunakan timbul hal – hal sebagai berikut : σ = Kesalahan yang timbul akibat salah nol terkena napas sinar matahari maka akan terjadi tegangan pada bagian- mistar skala. ∆ = Kesaahan yangtimbul akibat satu– bagian alat ukur, terutama pada satuan skala. bagian penting seperti nivo. Hasil ukuran : 2.2.1 Pengaruh kesalahan garis bidik ∆h1 = (b10 + δ0 + ∆0) – (m10 + δ1 + ∆1) = (b10 + m10) + (δ0 + ∆0 – δ1 – ∆1 Bila garis bidik sejajar dengan garis arah ∆h2 = (b20 + m20) + (δ0∆0 + δ1∆1) nivo, maka hasil pembacaan tidak benar, dan akibatnya, beda tinggi tidak benar. ∆h1 + ∆h2 = (b10 + m10) + (b20 + m20) Mengatasi kesalahan garis bidik ada dua Σ∆h = Σb0 - Σm0 cara : ƒ ƒ Dasar/ dihitung kemiringan garis bidik, Dari hal-hal diatas dapat dilihat bahwa, dan selanjutnya dikoreksikan terhadap akibat dari dua kesalahan yang timbul, hasil hasil ukuran. ukuran menjadi tidak benar, tetapi dalam hal ini dapat di eliminasi dua cara : Eleminasi, yaitu dengan mengatur penempatan alat sehingga kesalahan tersebut ƒ hilang dengan sendirinya ƒ ƒ Di jumlah slag genap. Pengaturan perpindahan mistar ukur. (tereliminir). Bila pada slag sebelumnya mistar ukur Mencari kesalahan garis bidik merupakan mistar belakang, slag selanjutnya harus menjadi mistar muka dan sebaliknya. 50 2.3 Kesalahan acak 2.4 Kesalahan besar Adalah suatu kesalahan yang objektif yang Kesalahan besar dapat mungkin terjadi akibat dari keterbatasan operator atau surveyor panca indera manusia. Keterbatasan itu kesalahan yang seharusnya tidak terjadi dapat berupa kekeliruan, kurang hati-hati, akibat kesalahan pembacaan dan penulisan kelalaian, ketidakmengertian pada alat, atau nilai yang diambil dari data pengukuran. belum menguasai sepenuhnya alat. Dengan demikian, jika terjadi kesalahan Walaupun demikian, pengukur yang berpengalaman tidak mutlak pengukurannya terjadi apabila melakukan yang besar maka pengukuran harus diulang dengan rute yang berbeda. itu benar. Karena itu dalam mempersiapkan dan merencanakan pekerjaan pengukuran harus diperhatikan hal–hal sebagai berikut: • • Menggunakan metode yang berbeda, Mengupayakan rute pengukuran yang berbeda. 2.4.1 Koreksi kesalahan Seluruh pengukuran untuk kepentingan dari pemetaan maupun dasarnya aplikasi lain, memperhatikan pada kesalahan sistematis dan acak yang sering terjadi. Khusus untuk pengukuran kerangka dasar Kesalahan ini lebih mudah dikoreksi dengan horizontal, koreksi kesalahan sistemtik dan pendekatan ilmu statistik. Pada fenomena acak mutlak dilakukan. Maka dari itu, kita pengukuran dan pemetaan suatu syarat mengenal geometrik menjadi kontrol kesalahan garis bidik) Kesalahan ini bersifat subjektif yang mungkin terjadi akibat terjadi perbedaan keterbatasan panca Kesalahan acak dieleminir atau indra relatif lebih dikoreksi KGB = dengan rumus KGB (koreksi (BTm1 – BTb1) – (BTm2 – BTb2) (dm1 – db1) – (dm2 – db2) manusia. mudah adnya 2.4.2 Kesalahan pengukuran sipat datar pendekatan-pendekatan ilmu statistik. Pada fenomena pengukuran dan pemetaan suatu Kesalahan pengukuran sipat datar dapat syarat dikelompokan dalam : geometrik menjadi kontrol dan pengikat data yang tercakup pada titik-titik kontrol pengukuran. 1. Kesalahan pengukur Kesalahan pengukur mempunyai panca indra (mata) tidak sempurna dan pengukur kurang hati-hati, lalai, tidak 51 paham menggunakan alat ukur, dan dari persamaan (1) dan (2) dapat tidak paham menggunakan pembacaan dimengerti rambu. kesalahan garis bidik sama dengan bahwa pengaruh nol haruslah diusahakan agar : 2. Kesalahan alat ukur Db Kesalahan yang diakibatkan oleh alat = Dm atau n ∑ Db1 ( n ∑ Dm)….(3) 1 ukur antara lain : Dijelaskan dalam gambar 24. Persamaan (1) dapat dijelaskan a) Garis bidik tidak sejajar dengan garis jurusan nivo. mengakibatkan sebagai berikut: Sehingga h yang benar adalah : h = a – b kesalahan dari ukuran diperoleh: h1=a1-b1 pembacaan pada rambu. Apabila h1 garis jurusan nivo mendatar garis agar bidik tidak mendatar. Alat sipat datar haruslah a1 dan b1 dikoreksi demikian h = (a1-a a1) – (b1-b b1) dikatakan kesalahan pengaruh garis mempunyai bidik. kesalahan garis Besar menjadi betul, maka h = (a1- b1) – (a a1- b b1) bidik terhadap hasil beda tingi adalah: karena a a1 = tan α (Db-Dm) ∆h = tan α (Db-Dm) = α (Db h1-h = ∆h = tan α (Db-Dm) Dm)….(1) bila sudut α kecil : dimana : ∆h = α (radial) x (Db-Dm) ∆h = kesalahn pada ukuran beda b) tinggi Bila rambu baik skala Db = jarak kerambu belakang rambu dengan Dm = jarak kerambu muka maka garis nol harus alas berhimpit rambu. Karena kesalahan pembuatan garis nol α = kesalahan garis bidik dapat terletak diatas alas rambu. apabila jarak antara dua titik yang Karena seringnya rambu dipakai diukur dalam maka ada kemungkinan alas rambu beberapa seksi, maka pengaruhnya menjadi aus. Ini berarti bahwa adalah : angka skala nol terletak di bawah jauh dan dibagi n n ∆h = tan α ( ∑ Db-∑ Dm) 1 1 alas n n = α ( ∑ Db-∑ Dm)….(2) 1 1 didapat dari pembacaan yang rambu. Beda tinggi yang pembacaansalah karena 52 c) adanya kesalahan garis nol skala Bila ∆Lb dan ∆Lm adalah kesalahan rambu akan betul, apabila jumlah panjang rambu belakang dan muka seksi antara dua titik dibuat genap Lb dan Lm panjang rambu belakang dan dan pemindahan rambu ukur muka a dan b adalah selama pengukuran harus selang pembacaan pada rambu belakang seling, dan Untuk menegakan digunakan diletakan nivo pada gelembung rambu ukur kotak rambu. nivo yang Apabila muka mempunyai kesalahan maka beda tinggi yang betul adalah : h=h1+{∆Lba - ∆Lm b} Lb ditempatkan ditengah, rambu harus tegak. Akan yang Lm 3. Kesalahan karena faktor alam tetapi bila gelembung nivo sudah ditengah tetapi rambu miring, dikatakan terdapat kesalahan nivo a) Karena bumi. lengkungan Pada permukaan umumnya bidang- bidang nivo karena pula dan beda kotak karena salah mengaturnya. tinggi antara dua tititk adalah jarak d) Kesalahan pembagian skala rambu. Seharusnya pembagian skala rambu adalah sama. Apabila ada interval yang tidak sama sekali terlalu besar sekali lagi terlalu kecil maka dikatakan bahwa rambu mempunyai kesalahan pembagian skala. Kesalahan ini tidak dapat dihilangkan. Oleh sebab antara dua bidang nivo yang melalui dua titik itu. b) Karena melengkungnya sinar cahaya (refraksi). Sinar cahaya yang datang dari benda yang di teropong harus melalui lapisan-lapisan udara yang tidak sama padatnya, karena suhu dan tekannya tidak sama. itu gunakan rambu dengan baik. c) Karena getaran udara . karena adanya pemindahan hawa panas e) Kesalahan panjang rambu. dari permukaan bumi keatas, maka Seharusnya panjang rambu yang bayangan dari mistar yang di lihat digunakan adalah standard. Artinya dengan teropong akan bergetar apabila angka rambu mulai dari 0 – sehingga pembacan ada mistar 3m panjang rambu harus tepat 3m. tidak dapar di lakukan. Bila dikatakan bahwa rambunya mempunyai kesalahan panjang. 53 d) Karena masuknya lagi kaki tiga dan Yang mistar kedalam tanah. Bila dalam waktu antara pengukuran satu - sudut haruslah tepat kalau tidak pembacan pada mistar kedua akan gunakan Sudut diukur pada satu titik, kedua tersebut. Penempatan alat pada titik masuk lagi kedalam tanah maka di serta titik sebelum dan sesudah titik sudut kaki tiga maupun mistar kedua bila sudut pengukuran: mistar dengan mistar lainya baik salah mempengaruhi demikian untuk maka akan terdapat kesalahan sudut. Untuk membantu mencari beda tinggi antara dua titik dalam sentrering alat–alat pengukur yang di tempati oleh mistar-mistar sudut yang baru dilengkapi dengan itu. alat e) Karena perubahan garis arah nivo, sentering sentrering optis. yang Karena menggunakan karena alat ukur penyipat datar unting–unting sangat menyusahkan kena napas sinar matahari maka dilapangan akan terjadi tegangan pada bagian- sangat mudah bergoyang bila tertiup bagian alat ukur, terutama pada angin. bagian penting seperti nivo. penting karena Selain titik lainnya unting–unting sudut, adalah yang titik–titik arah. 2.4.3 Kesalahan pada ukuran Disini akan dibicarakan sedikit mengenai ƒ Kesalahan jarak kesalahan pada sudut dan kesalahan pada Kesalahan jarak yang sering dilakukan jarak: ialah disebabkan para pengukur jarak ƒ merentangkan Kesalahan sudut pita ukurnya kurang tegang, sehingga terdapat kesalahan Sudut yang diukur merupakan suatu pengukuran jarak. Satu hal yang sangat data untuk perhitungan poligon dan penting dan yang kadang – kadang dengan dilupakan orang ialah mengecek alat sendirinya pula ketelitian poligon sebagaian tergantung dari pada pengukur jarak. Karena bila pengukuran sudutnya dengan demikian demikian akan terdapat kesalahan salah satu cara untuk meninggikan sistematis. ketelitian poligon pengukuran harus diukur dengan teliti. sudut tidak 54 2.4.4 Mencari kesalahan–kesalahan 2.4.5 Mencari kesalahan besar pada sudut besar pada jarak Yang dimaksud dengan kesalahan besar Kemungkinan kesalahan besar pada sudut disini ialah kesalahan sudut atau kesalahan terbagi 2 macam cara : jarak yang biasanya disebabkan oleh karena ƒ kekeliruan, baik karena kekeliruan membaca digambar ukuran sudut suatu poligon sudah dapat jauh toleransi. lebih besar dari dapat secara grafis muka dan itu menunjukkan titik poligon dimana besar. Kesalahan besar dalam ukuran jarak yang sudut, belakang. Perpotongan kedua poligon terlihat pada salah penutup yang terlalu koordinat besar ditemukan bila poligon itu dihitung atau maupun menulis. Kesalahan besar dalam suatu poligon terlihat pada salah penutup Kesalahan terdapat kesalahan besar. ƒ Kesalahan besar sudut, dapat dicari tempatnya dengan tidak perlu menghitung atau menggambar poligon tetapi m e n d a ta r cukup menghitung b α Gambar 40. Rambu miring satu b' kali. 55 mendatar b m Xb Xm tb Bidang nivo Alat tA tA - tB A B Bidang nivo B Bidang nivo A Gambar 41. Kelengkungan Bumi D mendatar t bidang nivo melalui alat h Bumi R R Pusat Bumi Gambar 42. Kelengkungan bumi 56 t' Garis pandangan Y t Lengkung cahaya h Bumi R R = jari-jari bumi R' = jari-jari lengkung cahaya Pusat Bumi Gambar 43. Refraksi atmosfir 57 Model DiagramModel Alir Ilmu Ukur Tanah Pertemuan ke-02 Diagram Alir Teori Kesalahan Teori Kesalahan Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT Koreksi dengan Metode Pengukuran Kesalahan Sistematis (Systemathical Error) Koreksi Garis Bidik (Sipat Datar KDV) Pembacaan Teropong Biasa & Luar Biasa (Theodolite KDH) Jumlah Slag Genap (Sipat Datar KDV) Jumlah Jarak Belakang ~ Jarak Muka (Sipat Datar KDV) Kesalahan yang disebabkan oleh sistem peralatan dan kondisi alam Kesalahan yang mungkin terjadi pada pengukuran dan pemetaan Kesalahan Acak (Random Error) Koreksi dengan Hitung Perataan dan Ilmu Statistik Kesalahan yang disebabkan oleh keterbatasan panca indera manusia Titik Kontrol Tinggi (H atau Z) Titik Kontrol Planimetris (X dan Y) Kontrol Sudut Horisontal (Azimuth) Kesalahan Besar (Blunder) Kesalahan yang disebabkan oleh kesalahan membaca/melihat angka-angka Gambar 44. Model diagram alir teori kesalahan Komponen-Komponen Koreksi Sistem Pembobotan Koreksi Pengukuran harus diulangi 58 Rangkuman Berdasarkan uraian materi bab 2 mengenai teori kesalahan, maka dapat disimpulkan sebagi berikut: 1. Bagian yang harus ada saat pengukuran yaitu benda ukur, alat ukur, dan pengukur/pengamat. 2. Persyaratan kesalahan saat pengukuran yaitu: a. Pengukuran tidak selalu tepat b. Setiap pengukuran mengandung galat c. Harga sebenarnya dari suatu pengukuran tidak pernah diketahui d. Kesalahan yang tepat selalu tidak diketahui 3. Penyebab kesalahan pengukuran yaitu : alam, alat dan pengukur 4. Factor- factor yang mempengaruhi hasil pengukuran yaitu : keadaan tanah jalur pengukuran, keadaan/kondisi atmosfer (getaran udara), refraksi atmosfer, kelengkungan bumi, kesalahan letak skala nol rambu, kesalahan panjang rambu (bukan rambu standar), kesalahan pembagian skala (scale graduation) rambu, kesalahan pemasangan nivo rambu, kesalahan garis bidik. 5. Macam-macam kesalahan yaitu : kesalahan sistematis, kesalahan acak, kesalahan besar. 6. Kesalahan pada ukuran dibagi dua, yaitu : kesalahan sudut dan kesalahan jarak. 59 Soal Latihan Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini ! 1. Jelaskan secara singkat definisi dari koreksi dan kesalahan? 2. Bagaimana cara mengkoreksi kesalahan sistematis pada pengukuran kerangka dasar vertical dan kerangka dasar horizontal? 3. Jelaskan secara singkat faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran? 4. Bagaimana cara mengatasi kesalahan garis bidik? 5. Gambarkan model diagram alir teori kesalahan! 61 3. Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal perbedaan tinggi hasil pengukuran sipat 3.1 Pengertian datar pergi dan pulang. Pada tabel 2 ditunjukkan contoh ketentuan ketelitian sipat Kerangka dasar vertikal merupakan kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau ditentukan posisi ketinggiannya ketinggian vertikalnya terhadap tertentu. berupa bidang Bidang rujukan ketinggian rujukan ini bisa berupa ketinggian muka air laut rata-rata (mean sea level - MSL) atau teliti untuk pengadaan kerangka dasar vertikal. Untuk keperluan pengikatan ketinggian, bila pada suatu wilayah tidak ditemukan TTG, maka bisa menggunakan ketinggian titik triangulasi sebagai ikatan yang mendekati harga ketinggian teliti terhadap MSL. ditentukan lokal. Umumnya titik kerangka dasar vertikal dibuat menyatu pada satu Tabel 2. Tingkat Ketelitian Pengukuran Sipat Datar pilar dengan titik kerangka dasar horizontal. Tingkat/ Orde K Pengadaan jaring kerangka dasar vertikal I ± 3mm dimulai oleh Belanda dengan menetapkan MSL di beberapa tempat dan diteruskan dengan pengukuran sipat datar teliti. Bakosurtanal, mulai akhir tahun 1970-an memulai upaya penyatuan sistem tinggi nasional dengan melakukan pengukuran sipat datar teliti yang melewati titik-titik II III ± 6mm ± 8mm Pengukuran tinggi adalah menentukan beda tinggi antara dua titik. Beda tinggi antara 2 titik dapat ditentukan dengan : kerangka dasar yang telah ada maupun 1. Metode pengukuran penyipat datar pembuatan titik-titik baru pada kerapatan 2. Metode trigonometris tertentu. Jejaring titik kerangka dasar vertikal 3. Metode barometri ini disebut sebagai Titik Tinggi Geodesi (TTG). 3.2 Pengukuran sipat datar Hingga saat ini, pengukuran beda tinggi sipat datar masih merupakan cara Metode sipat datar optis adalah proses pengukuran beda tinggi yang paling teliti. penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau Sehingga ketelitian kerangka dasar vertikal pengukuran perbedaan elevasi. Perbedaan (K) dinyatakan sebagai batas harga terbesar yang dimaksud adalah perbedaan tinggi di 62 atas air laut ke suatu titik tertentu sepanjang tabung harus di tengah setiap kali akan garis vertikal. Perbedaan tinggi antara titik- membaca skala rambu. titik akan dapat ditentukan dengan garis sumbu pada pesawat yang ditunjukan pada rambu yang vertikal. Karena interval skala rambu umumnya 1 cm, maka agar kita dapat menaksir bacaan skala dalam 1 cm dengan teliti, jarak antara Tujuan dari pengukuran penyipat datar alat sipat datar dengan rambu tidak lebih adalah mencari beda tinggi antara dua titik dari 60 meter. Artinya jarak antara dua titik yang bumi yang akan diukur beda tingginya tidak boleh mempunyai permukaan ketinggian yang lebih dari 120 meter dengan alat sipat datar tidak sama atau mempunyai selisih tinggi. ditempatkan Apabila selisih tinggi dari dua buah titik tersebut dan paling dekat 3,00 m. diukur. Misalnya bumi, dapat diketahui maka tinggi titik kedua dan seterusnya dapat dihitung setelah titik di tengah antar dua titik Beberapa istilah yang digunakan dalam pengukuran alat sipat datar, diantaranya: pertama diketahui tingginya. Rambu belakang Rambu muka BTm BTb 1 A 2 Arah Pengukuran ∆H1.2 = BTb - BTm Gambar 45. Pengukuran sipat datar optis Sebelum digunakan alat sipat datar a. Stasion mempunyai syarat yaitu: garis bidik harus Stasion adalah titik dimana rambu ukur sejajar dengan garis jurusan nivo. Dalam ditegakan; bukan tempat alat sipat datar keadaan di atas, apabila gelembung nivo ditempatkan. Tetapi pada pengukuran tabung berada di tengah garis bidik akan horizontal, stasion adalah titik tempat mendatar. Oleh sebab itu, gelembung nivo berdiri alat. 63 b. Tinggi alat untuk menentukan ketinggian stasion Tinggi alat adalah tinggi garis bidik di atas tanah dimana alat sipat datar tersebut. h. Seksi didirikan. Seksi adalah jarak antara dua stasion c. Tinggi garis bidik yang Tinggi garis bidik adalah tinggi garis bidik di atas bidang referensi berdekatan, yang sering pula disebut slag. ketinggian Istilah-istilah di atas dijelaskan pada gambar (permukaan air laut rata-rata) 46. d. Pengukuran ke belakang Pengukuran ke belakang adalah pengukuran ke rambu yang ditegakan di stasion yang diketahui ketinggiannya, maksudnya untuk mengetahui tingginya garis bidik. Rambunya disebut rambu Keterangan Gambar 46: ƒ ƒ A, B, dan C = stasion: X = stasion antara Andaikan stasion A diketahui tingginya, maka: a. Disebut pengukuran ke belakang, b = rambu belakang; belakang. b. Disebut pengukuran ke muka, m = e. Pengukuran ke muka Pengukuran ke rambu muka. muka adalah pengukuran ke rambu yang ditegakan di stasion yang diketahui ketinggiannya, f. Dari pengukuran 1 dan 2, tinggi stasion B diketahui, maka: maksudnya untuk mengetahui tingginya c. Disebut pengukuran ke belakang; garis bidik. Rambunya disebut rambu d. Disebut pengukuran ke muka, stasion B muka. disebut titik putar Titik putar (turning point) ƒ Titik putar (turning point) adalah stasion dimana pengukuran ke belakang dan ke muka dilakukan pada rambu yang ditegakan di stasion tersebut. g. Stasion antara (intermediate stasion) ƒ Jarak AB, BC dst masing-masing disebut seksi atau slag. Ti = tinggi alat; Tgb= tinggi garis bidik. Pengertian lain dari beda tinggi antara dua titik adalah selisih pengukuran ke belakang Stasion antara (intermediate stasion) dan pengukuran ke muka. Dengan demikian adalah titik antara dua titik putar, dimana akan diperoleh beda tinggi sesuai dengan hanya dilakukan pengukuran ke muka ketinggian titik yang diukur. 64 m m=b b m 4 3 2 t2 m2 Ta Tb t1 1 A X C B bidang referensi Gambar 46. Keterangan pengukuran sipat datar garis bidik mendatar ta b hAB = ta - b HA hAB T A HB B bidang referensi Gambar 47. Cara tinggi garis bidik Berikut adalah cara-cara pengukuran dengan sipat datar, diantaranya: a. Cara kesatu Alat sipat datar ditempatkan di stasion yang diketahui ketinggiannya. Dengan demikian dengan mengukur tinggi alat, tinggi garis bidik dapat dihitung. Apabila pembacaan rambu di stasion lain diketahui, maka tinggi stasion ini dapat pula dihitung. Seperti pada gambar 47. 65 Keterangan gambar 47: b. Cara kedua ta = tinggi alat di A Alat sipat datar ditempatkan diantara T = tinggi garis bidik dua stasion (tidak perlu segaris). HA = tinggi stasion A b Perhatikan gambar 48: = bacaan rambu di B HB = tinggi stasion B hAB = a – b hAB = beda tinggi dari A ke B = ta – b hBA = b – a untuk Bila tinggi stasion A adalah HA, maka menghitung tinggi stasion B digunakan rumus sbb: tinggi stasion B adalah: HB = T – b HB = HA + hAB = HA + a – b = T – b HB = HA + ta – b Bila tinggi stasion B adalah HB, maka HB = HA + hAB tinggi stasion A adalah: Cara tersebut dinamakan cara tinggi garis bidik. HA = HB + hBA = HB + b – a = T – a Catatan: c. Alat belakang, karena stasion A diketahui diantara atau pada stasion. tingginya. Dengan demikian beda tinggi dari A ke B yaitu hAB = ta – b. Hasil ini menunjukan bahwa hAB adalah negatif (karena ta < b) sesuai dengan keadaan ƒ sipat datar tidak ditempatkan Perhatikan gambar 49: hAB = a – b hBA = b – a dimana stasion B lebih rendah dari bila tinggi stasion C diketahui HC, maka: stasion A. HB = HC + tc – b = T – b beda tinggi dari B ke A yaitu hBA = b – HA = HC + tc – a = T – a t. Hasilnya adalah positif. Jadi apabila Bila tinggi stasion A diketahui, maka: HB dihitung dengan rumus HB = HA + HB = HA + hAB = HA + a - b hAB hasilnya tidak sesuai dengan keadaan dimana B harus lebih rendah dari A. ƒ Cara ketiga ta dapat dianggap hasil pengukuran ke Dari catatan poin 1 dan 2 dapat disimpulkan bahwa hBA = -hAB agar diperoleh hasil sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Bila tinggi stasion B diketahui, maka: HA = HB + hAB = HB + b – a 66 garis bidik mendatar a T b hAB = a - b B hBA = b - a A HA HB bidang referensi Gambar 48. Cara kedua pesawat di tengah-tengah garis bidik mendatar a b C B T h tc 0 A HA HB HC Gambar 49. Keterangan cara ketiga Dari ketiga cara di atas, cara yang datar tepat di tengah-tengah antara paling teliti adalah cara kedua, karena stasion A dan B (jarak pandang ke A pembacaan a dan b dapat diusahakan sama dengan jarak pandang ke B). sama teliti yaitu menempatkan alat sipat 67 Pada cara pertama pengukuran ta Yaitu semua titik yang ditempati oleh kurang rambu ukur tersebut. teliti dibandingkan dengan pengukuran b, dan pada cara ketiga pembacaan a kurang teliti dibandingkan dengan pembacaan b. Selain itu, dengan cara kedua hasil pengukuran akan bebas dari pengaruh kesalahankesalahan garis bidik, refraksi udara Sipat 3.2.1 Jenis-Jenis Pengukuran Sipat Datar Ada beberapa macam pengukuran sipat datar di antaranya: memanjang dibedakan menjadi: ƒ ƒ ƒ ƒ serta kelengkungan bumi. datar ƒ Memanjang terbuka, Memanjang keliling (tertutup), Memanjang terbuka terikat sempurna, Memanjang pergi pulang, Memanjang double stand. 5. Sipat datar resiprokal Kelainan pada sipat datar ini adalah pemanfaatan konstruksi serta tugas 4. Sipat datar memanjang. nivo yang dilengkapi dengan skala Digunakan apabila jarak antara dua pembaca bagi stasion yang akan ditentukan beda dilakukan terhadap tingginya sangat berjauhan (di luar Sehingga dapat dilakukan pengukuran jangkauan jarak pandang). Jarak antara beda tinggi antara dua titik yang tidak kedua stasion tersebut dibagi dalam dapat dilewati pengukur. Seperti halnya jarak-jarak pendek yang disebut seksi sipat datar memanjang, maka hasil atau slag. akhirnya adalah data ketinggian dari Jumlah aljabar beda tinggi tiap slag kedua akan menghasilkan beda tinggi antara gambar 50 : kedua stasion tersebut. Perbedaan tinggi antara A ke B adalah Tujuan pengukuran ini umumnya untuk hAB = ½ {(a - b) + (a’ + b’)}. Titik-titk C, mengetahui A, B, dan D tidak harus berada pada yang ketinggian dilewatinya dari dan titik-titik biasanya titik pengungkitan tersebut. nivo yang tersebut. Seperti pada satu garis lurus. diperlukan sebagai kerangka vertikal Apabila jarak antara A dan B jauh, salah bagi suatu daerah pemetaan. Hasil satu rambu (rambu jauh) diganti dengan akhir daripada pekerjaan ini adalah data target dan sipat datar yang digunkan ketinggian dari pilar-pilar sepanjang adalah tipe jungkit. jalur pengukuran yang bersangkutan. 68 b' a' b a B D A C Gambar 50. Contoh pengukuran resiprokal Apabila sekrup pengungkit dilengkapi n1 = bacaan skala pengungkit pada skala untuk menentukan banyaknya saat garis bidik mengarah ke putaran seperti nampak pada gambar target atas. 51, yang dicatat bukan kedudukan n2 = bacaan skala pengungkit pada gelombang nivo akan tetapi banyaknya saat garis bidik mengarah ke putaran target bawah ditentukan sekrup oleh pengungkit perbedaan yang bacaan skala yang diperoleh. Rumus yang digunakan untuk menghitung b adalah: n − n2 ⋅i B = b0 + b1 = b0 + 0 n1 − n 2 Indek bacaan Sekrup pengungkit berskala Dimana: n0 = bacaan skala pengungkit pada saat gelombung nivo berada di tengah. Gambar 51. sipat datar tipe jungkit 69 Catatan: ƒ Untuk selanjutnya memperoleh lakukanlah ketelitian pengukuran ke dapat diperhitungkan banyaknya galian dan timbunan yang tinggi, perlu masing- dilakukan pada pekerjaan konstruksi. masing target berulang-ulang, misalkan 20x. C x D x A B Gambar 52. Contoh pengukuran resiprokal ƒ ƒ Pengukuran sebaiknya dilakukan pada Pelaksanaan pekerjaan ini dilakukan keadaan cuaca yang berbeda, misalnya dalam dua bagian yang disebut sebagai ukuran pertama pagi hari dan ukuran sipat kedua sore hari. Hal ini dimaksudkan melintang. Hasil akhir dari pengukuran untuk memperkecil pengaruh refraksi ini adalah gambaran (profil) dari pada udara. kedua jenis pengukuran tersebut dalam Untuk memperkecil kesalahan refraksi udara dan profil memanjang dan arah potongan tegaknya. ƒ Profil memanjang bumi, pengukuran Maksud dan tujuan pengukuran profil dilakukan bolak-balik. memanjang adalah untuk menentukan Maksudnya, pertama kali alat ukur ketinggian titik-titik sepanjang suatu garis dipasang sekitar A kemudian dipindah rencana ke tempat sekitar B seperti nampak digambarkan pada gambar berikut ini: lapangan kelengkungan sebaiknya 6. pengaruh datar ini bertujuan untuk mengetahui profil dari suatu trace baik jalan ataupun irisan sepanjang sehingga dapat tegak keadaan garis rencana proyek tersebut. Gambar irisan tegak Sipat datar profil. Pengukuran proyek saluran, sehingga keadaan lapangan sepanjang garis rencana proyek disebut profil memanjang. 70 Di lapangan, sepanjang garis rencana menghubungkan proyek dipasang patok-patok dari kayu mempunyai ketinggian sama. Garis ini atau beton yang menyatakan sumbu dinamakan kontur. proyek. Patok-patok ini digunakan untuk pengukuran profil memanjang. ƒ Profil yang Pada jenis pengukuran sipat datar ini yang Profil melintang titik-titik paling diperlukan adalah penggambaran profil dari suatu daerah melintang diperlukan untuk pemetaan yang dilakukan dengan mengetahui profil lapangan pada arah mengambil ketinggian dari titik-titik detail tegak lurus garis rencana atau untuk di mengetahui profil lapangan ke arah yang sebagai wakil daripada ketinggiannya, membagi sudut sama besar antara dua sehingga dengan melakukan interpolasi garis rencana yang berpotongan. diantara ketinggian yang ada, maka Apabila profil melintang yang dibuat mempunyai jarak pendek (± 120 m), daerah tersebut dan dinyatakan dapat ditarik garis-garis konturnya di atas peta daerah pengukuran tersebut. maka pengukurannya dapat dilakukan Cara pengukurannya adalah dengan dengan cara tinggi garis bidik. Apabila cara tinggi garis bidik. Agar pekerjaan panjang, pengukuran berjalan lancar maka pilihlah dilakukan seperti profil tempat memanjang. alat ukur sedemikian rupa, hingga dari tempat ini dapat dibidik 7. Sipat datar luas Untuk sebanyak mungkin titik-titik di sekitarnya. merencanakan bangunan- bangunan, ada kalanya ingin diketahui keadaan tinggi rendahnya permukaan tanah. Oleh sebab itu dilakukan pengukuran sipat datar luas dengan mengukur sebanyak mungkin titik detail. 3.2.2 Ketelitian pengukuran sipat datar Dalam pengukuran sipat datar akan pasti mengalami kesalahan-kesalahan yang pada garis besarnya dapat digolongkan ke dalam kesalahan yang sifatnya sistimatis Kerapatan dan letak titik detail diatur (Systematic errors) dan kesalahan yang sesuai dengan kebutuhannya. Apabila sifatnya kebetulan (accidental errors). makin rapat titik detail pengukurannya Kesalahan-kesalahan maka sistematis akan permukaan Bentuk dilukiskan mendaptkan tanah adalah tergolong kesalahan-kesalahan baik. yang telah diketahui penyebabnya dan tanah akan dapat garis-garis yang matematika maupun fisika tertentu. yang permukaan oleh gambaran yang lebih diformulasikan ke dalarn rumus 71 Misalnya, kesalahan - kesalahan yang Untuk mengetahui apakah pengukuran terdapat pada alat ukur yang digunakan harus diulangi atau tidak antara lain kesalahan garis bidik, kesalahan mengetahui baik tidaknya pengukuran sipat garis nol skala rambu; kesalahan karena datar (memanjang), maka ditentukan batas faktor alam antara lain refraksi udara dan harga kesalahan terbesar yang masih dapat kelengkungan bumi. diterima Kesalahan - kesalahan yang tergolong yang dan untuk dinamakan toleransi pengukuran. kebetulan adalah kesalahan-kesalahan yang Angka toleransi dihitung dengan rumus: tidak dapat dihindarkan dan pengaruhnya T=±K tidak dapat ditentukan, akan tetapi orde besarnya biasanya kecil-kecil saja serta kemungkinan positif dan negatifnya sama D Dimana : T = toleransi dalam satuan milimeter K = konstanta yang menunjukan tingkat besar. ketelitian pengukuran dalam satuan Misalnya, kesalahan menaksir bacaan pada skala rambu, menaksir letak gelembung nivo milimeter D = Jarak antara dua titik yang diukur di tengah. Karena kesalahan sistimatik dalam satuan kilometer bersifat menumpuk (akumulasi), maka hasil pengukuran harus dibebaskan dari kesalahan sistematis tersebut. Cara yang dapat ditempuh yaitu dengan memberikan koreksi terhadap hasilnya atau dengan caracara pengukuran tertentu. Misalnya, untuk menghilangkan pengaruh kesalahan garis bidik, refraksi udara dan kelengkungan bumi, alat sipat datar harus ditempatkan tepat di tengah antara dua rambu (jarak ke rambu belakang dan ke rambu muka harus Dengan demikian hasil pengukuran hanya kebetulan. kesalahan Syarat-syarat alat sipat datar Pengukuran sipat datar memerlukan dua alat utama yaitu sipat datar dan rambu ukur alat sipat datar. Biasanya alat ini dilengkapi dengan nivo mendapatkan yang sipatan berfungsi mendatar untuk dari kedudukan alat dan unting-unting untuk mendapatkan kedudukan alat tersebut di atas titik yang bersangkutan. a. Pesawat Sipat Datar dibuat sama besar). dipengaruhi 3.2.3 yang sifatnya Pesawat sipat datar yang kita gunakan dapat ditemukan pada beberapa alat berikut. 72 1. Dumpy Level Teropong Kelebihan dari alat sipat datar ini yaitu teleskopnya hanya bergerak pada suatu bidang yang menyudut 90° terhadap sumbu rotasinya. Alat ini adalah alat yang paling sederhana. Landasan alat ini terletak di atas dari (statif) dan merupakan landasan datar tempat alat ukur tersebut diletakan dan diatur sebelum melakukan pengukuran. ƒ bayangan, reticule dengan benang diafragma, serta peralatan penyetel lainnya. alat ukur sipat datar ini umumnya terdapat dua buah nivo. Dari jenis kotak yang terletak pada tribach dan jenis tabung yang terletak di atas teropong. Nivo kotak tersebut digunakan untuk mendatarkan bidang nivo dari alat tersebut, yaitu agar tegak lurus pada Sekrup penyetel berfungsi untuk garis grafvitasi dan nivo tabung mendatarkan digunakan alat ukur di atas mendatarkan sebuah bidang nivo yaitu bidang yang tegak lurus terhadap garis gaya gravitasi. Tribach Tribach adalah platform ataupun penghubung statip dan alat sipat datar. ƒ peralatan untuk dapat memperbesar Sekrup penyetel landasan alat tersebut, juga untuk ƒ dengan sekumpulan peralatan optis dan Pada Landasan alat tripod dilengkapi ƒ Nivo Bagian dari alat ini meliputi: ƒ ini Teropong Teropong ini duduk di atas tribach dan kedudukan mendatarnya diatur oleh ketiga sekrup penyetel yang terdapat pada tribach diatas. untuk mendatarkan teropong pada jurusan bidikan. 73 Gambar 53. Dumpy level Tipe kekar terdiri dari: 1) Teropong, 2) Nivo tabung, 3) Skrup koreksi/pengatur nivo, 4) Skrup koreksi/pengatur diafragma (4 buah), 5) Skrup pengunci gerakan horizontal, 6) Skrup kiap (umumnya 3 buah), 7) Tribrach, penyangga sumbu kesatu dan teropong, 8) Trivet, dapat dikuncikan pada statip 9) Kiap (leveling head), terdiri dari tribrach dan trivet, 10) Sumbu kesatu (sumbu tegak) , 11) Tombol focus 2. Tipe Reversi ( Reversible level ) Kelebihan dari sipat datar ini yaitu pada teropong terdapat nivo reversi dan teropong mempunyai sumbu mekanis. Pada type ini teropong dapat diputar sepanjang sumbu mekanis sehingga nivo tabung letak dibawah teropong. Karena nivo tabung mempunyai dua permukaan maka dalam posisi demikian gelembung nivo akan nampak. Disamping itu teropong dapat diungkit sehingga garis bidik bisa mengarah keatas, kebawah maupun mendatar. 74 Tipe Reversi terdiri dari: 1) Teropong, 2) Nivo reversi (mempunyai dua permukaan), 3) Skrup koreksi/pengatur nivo 4) Skrup koreksi/pengatur diafragma, 5) Skrup pengunci gerakan horizontal, Gambar 54. Tipe reversi 6) Skrup kiap, 75 ƒ 7) Tribrach, Teropong 8) Trivet, Teropong yang terdapat pada alat 9) Kiap, ukur ini sama dengan pada alat ukur 10) Sumbu kesatu (sumbu tegak), dumpy level ataupun teropong pada 11) Tombol focus, umumnya. ƒ 12) Pegas, 13) Skrup pengungkit teropong, Nivo Demikian pula nivo yang terletak di 14) Skrup pemutar, atas teropong tersebut mempunyai 15) Sumbu mekanis, fungsi yang sama dengan yang terdapat pada alat-alat lainnya. 3. Tilting Level Perbedaan tilting level dan dumpy level adalah teleskopnya tidak dapat dipaksa bergerak sejajar dengan plat paralel di atas. Penyetelan pesawat ungkit ini lebih mudah dibandingkan dengan dumpy level. Kelebihan dari pesawat tilting level yaitu teropongnya dapat diungkit naik turun terhadap sendinya, dan mempunyai dua nivo yaitu nivo kotak dan nivo tabung. Dalam tilting level terdapat sekrup pengungkit teropong dan hanya terdiri dari tiga bagian saja. Bagian dari alat ini, diantaranya: ƒ Dudukan alat Pada bagian alat ini dapat berputar terhadap sumbu vertikal alat, yaitu dengan tersedianya bola dan soket diantara landasan statif dan tribach Gambar 55. Dua macam tilting level tersebut. Berbeda dengan tipe reversi, pada tipe ini teropong dapat diungkit dengan skrup pengungkit. 76 Gambar 56. Bagin-bagian dari tilting level Keterangan : 4. Automatic Level 1. Teropong, Pada alat ini yang otomatis adalah 2. Nivo tabung, sistem pengaturan garis bidik yang tidak 3. Skrup koreksi/pengatur nivo, lagi bergantung pada nivo yang terletak 4. Skrup koreksi/pengatur diagram, di 5. Skrup pengunci gerakan horizontal, mendatarkan bidang nivo kotak melalui 6. Skrup kiap, tiga 7. Tribrach, otomatis sebuah bandul menggantikan 8. Trivet, fungsi nivo tabung dalam mendatarkan 9. Kiap (leveling head), garis nivo ke target yang dikehendaki. 10. Sumbu kesatu (sumbu tegak), 11. Tombol focus, 12. Pegas, 13. Skrup pengungkit teropong, atas teropong. sekrup Alat penyetel ini dan hanya secara Bagian-bagian dari alat sipat datar otomatis diantaranya: kip bagian bawah (sebagai landasan pesawat yang menumpu pada kepala statif), sekrup 77 penyetel kedataran (untuk menyetel nivo), teropong, nivo kotak (sebagai pedoman yang penyetelan tegak lurus rambu nivo), kesatu lingkaran mendatar (skala sudut), dan tombol pengatur fokus (menyetel ketajaman gambar objek). Keistimewaan utama dari penyipat datar otomatis adalah garis bidiknya yang melalui perpotongan benang tengah selalu horizontal sumbu optik alat silang meskipun tersebut tidak horizontal. Gambar 57. Instrumen sipat datar otomatis Gambar 58. Bagian-bagian dari sipat datar otomatis 78 Keterangan : bidik 1. Teropong, Rambu ukur terbuat dari kayu atau 2. Kompensator, campuran 3. Skrup koreksi/ pengatur diafragma, Ukurannya, tebal 3 cm – 4 cm, dengan permukaan logam tanah. alumunium. 4. Skrup pengunci gerakan horizontal, lebarnya ±10 cm dan panjang 2 m, 3 5. Skrup kiap, m, 4 m, dan 5 m. Pada bagian 6. Tribrach, bawah diberi sepatu, agar tidak aus 7. Trivet, karena sering dipakai. 8. Kiap (leveling head/base plate), dan 9. Tombol focus. Rambu ukur dibagi dalam skala, angka-angka menunjukan ukuran Ketepatan penggunaan dari keempat dalam desimeter. Ukuran desimeter alat sipat datar diatas yaitu sama-sama dibagi dalam sentimeter oleh E dan digunakan untuk pengukuran kerangka oleh kedua garis. Oleh karena itu, dasar vertikal, dimana kegunaan dari kadang disebut rambu E. Ukuran keempat alat di atas yaitu hanya untuk meter yang dalam rambu ditulis memperoleh informasi beda tinggi yang dalam angka romawi. Angka pada relatif akurat pada pengukuran di suatu rambu lapangan. terbalik. Pada bidang lebarnya ada ukur tertulis tegak atau lukisan milimeter dan diberi cat b. Rambu Ukur merah dan hitam dengan cat dasar Rambu untuk pengukuran sipat datar putih agar saat dilihat dari jauh tidak (leveling) diklasifikasikan ke dalam 2 menjadi silau. Meter teratas dan tipe, yaitu: meter terbawah berwarna hitam, 1. Rambu sipat datar dengan dan meter di tengah dibuat pembacaan sendiri berwarna merah. a) Jalon Fungsi rambu ukur adalah sebagai b) Rambu sipat datar sopwith alat bantu dalam menentukan beda c) Rambu sipat datar bersendi tinggi dan mengukur jarak dengan d) Rambu sipat datar invar menggunakan ukur diperlukan Rambu ukur biasanya dibaca langsung oleh 2. Rambu sipat datar sasaran Rambu pesawat. untuk mempermudah/membantu mengukur beda tinggi antara garis pembidik. 79 Pada pengukuran tinggi dengan cara trigonometris ini, beda tinggi didapatkan secara tidak langsung, karena yang diukur di sini adalah sudut miringnya atau sudut zenith. Bila jarak mendatar atau jarak miring diketahaui memakai atau diukur, maka hubungan-hubungan dihitunglah beda tinggi dengan geometris yang hendak ditentukan itu. Bila jarak antara kedua titik yang hendak ditentukan beda tingginya tidak jauh, maka kita masih dapat menganggap bidang nivo Gambar 59. Rambu ukur sebagai bidang datar. Akan tetapi bila jarak yang dimaksudkan itu jauh, maka kita tidak boleh lagi memisahkan 3.3 Pengukuran trigonometris atau mengambil bidang nivo itu sebagai Metode trigonometris adalah bidang datar, tetapi haruslah bidang nivo itu mengukur jarak langsung (jarak miring), dipandang sebagai bidang lengkung, Di tinggi alat, tinggi benang tengah rambu dan samping itu kita harus pula menyadari sudut vertikal (zenith atau inklinasi) yang bahwa jalan sinarpun bukan merupakan kemudian direduksi menjadi informasi beda garis tinggi menggunakan alat theodolite. lengkung. Jadi jika jarak antara kedua titik Seperti telah dibahas sebelumnya, beda yang akan ditentukan beda tingginya itu tinggi antara dua titik dihitung dari besaran jauh, maka bidang nivo dan jalan sinar tidak sudut dapat dipandang sebagai bidang datar dan tegak dan prinsipnya jarak. Sudut tegak lurus, diperoleh dari pengukuran dengan alat garis lurus, theodolite sedangkan jarak diperoleh atau sebagai terkadang diambil jarak dari peta. lengkung. tetapi tetapi bidang merupakan haruslah lengkung garis dipandang dan garis 80 BT dm i ta H A AB B dAB Gambar 60. Contoh pengukuran trigonometris i : Inklinasi (sudut miring) dab : dm . cos i ∆HAB HAB = (TB + TB’) + B’B’’ – TB = D tan m + t – 1 ⇒cot z + t-1 : dm . sin I + ta – BT HAB = Dm sin m + t – 1 = Dm cos z + t – 1 Titik A dan B akan ditentukan beda tingginya dengan cara trigonometris. Prosedur Sudut tegak ukuran perlu mendapat koreksi pengukuran dan perhitungannya adalah sudut sebagai berikut: melalui A dan B harus diperhitungkan ƒ ƒ ƒ ƒ ƒ refraksi dan bidang-bidang Tegakkan theodolite di A, ukur sebagai tingginya sumbu mendatar dari A. apabila beda tinggi dan jarak AB besar dan Misalkan t, beda tinggi akan ditentukan lebih teliti. Tegakkan target di B, ukur tingginya Lapisan udara dari B ke A akan berbeda target dari B, misalkan l, kepadatannya karena sinar cahaya yang Ukur sudut tegak m (sudut miring) datang dari target B ke teropong theodolite atau z (sudut zenith), akan melalui garis melengkung. Makin dekat Ukur jarak mendatar D atau Dm ke (dengan EDM), dan kesalahan karena faktor alam tersebut di Dari besaran-besaran yang diukur, atas hitungan beda tinggi perlu mendapat maka: koreksi. A permukaan makin padat. yang nivo melengkung Dengan adanya 81 Gambar 61. Gambar koreksi trigonometris h AB = D cot z '+t − 1 + Keterangan: z’ = sudut zenith ukuran z = sudut zenith yang betul m’ = sudut miring ukuran m = sudut miring yang betul r = sudut refraksi udara 0 = pusat bumi 1− k ⋅ D2 2R Dimana: ƒ ƒ ƒ k = koefisien refraksi udara = 0.14 R = jari-jari bumi 6370 km Besarnya sudut refraksi udara r dapat dihitung dengan rumus: D = jarak (mendatar) R = rm . Cp . Ct Dari gambar 61: rm = sudut refraksi normal pada tekanan udara 760 mmHg, hAB = (TB + BB’) + B’B’’ + B’’B’’’ – TB temperatur udara 100C dan 2 hAB = D tan m + D + t – 1 2R atau h AB = D tan(m'−r ) + hAB = D tan(m'−r ) + atau D2 + t −1 2R D2 + t −1 2R h AB = D tan m'+t − 1 + 1− k ⋅ D2 2R kelembaban nisbi 60% Cp = P ; P = tekanan udara di A 760 dalam mmHg Ct = 283 ; t = temperatur udara 273 + t di A dalm mmHg 0C 82 Agar beda tinggi yang didaptkan lebih baik, maka pengukuran harus dilakukan bolakbalik. Kemudian hasilnya dirata-ratakan, dapat pula beda tinggi dihitung secara serentak dengan rumus: Pada prinsipnya menghitung beda tinggi pada suatu wilayah yang relatif sulit dicapai karena kondisi alamnya dengan bantuan pembacaan tekanan udara atau atmosfer menggunakan alat barometer ⎛ H + HB ⎞ h AB = D⎜1 + A ⎟ tan 12 (m' 2 − m'1 ) 2 R ⎠ ⎝ dimana: ƒ ƒ ƒ HA dan HB tinggi pendekatan A dan B (dari peta topografi) m1’, m2’ sudut miring ukuran di A dan B t dan 1 dibuat sama tinggi. 3.4 Pengukuran barometris Gambar 62. Bagian-bagian barometer Metode barometris prinsipnya adalah mengukur beda tekanan atmosfer suatu ketinggian menggunakan alat barometer yang kemudian direduksi menjadi beda Dari ketiga metode di atas yang keuntungannya lebih besar ialah alat sipat datar, karena setiap ketinggian berbedabeda dan tekanan berbeda-beda maka hasil tinggi. pengukurannya pun berbeda-beda. Pengukuran mudah dengan dilakukan, ketelitian barometer tetapi pembacaan relatif membutuhkan yang lebih dibandingkan dua metode lainnya, yaitu metode alat sipat datar dan metode Pengukuran sipat datar KDV maksudnya adalah pembuatan serangkaian titik-titik di lapangan yang diukur ketinggiannya melalui pengukuran beda tinggi untuk pengikatan ketinggian titik-titik lain yang lebih detail dan trigonometris banyak. Tujuan pengukuran sipat datar KDV Hasil dari pengukuran barometer ini adalah untuk memperoleh informasi tinggi bergantung pada ketinggian permukaan yang tanah juga bergantung pada temperatur sedemikian rupa sehingga informasi tinggi udara, pada daerah yang tercakup layak untuk kelembapan, cuaca lainnya. dan kondisi-kondisi diolah relatif akurat sebagai di lapangan informasi yang yang lebih 83 kompleks. Referensi informasi ketinggian Menurut hukum Boyle dan Charles: diperoleh melalui suatu pengamatan di tepi P . V = R . T..........................................1 pantai Dimana: yang pengamatan dikenal pasut. dengan nama Pengamatan P= ini tekanan gas (udara) persatuan masa, dalam satuan Newton/m2 dilakukan dengan menggunakan alat-alat V= sederhana yang bekerja secara mekanis, volume gas (udara) persatuan masa, dalam satuan m3 manual, dan elektronis. Pengukuran sipat datar KDV diawali dengan mengidentifikasi kesalahan sistematis dalam R= konstanta gas (udara) T= temperatur gas (udara) dalam satuan kelvin (00C = 2730K). hal ini kesalahan bidik alat sipat datar optis melalui suatu pengukuran sipat datar dalam Disamping itu, karena antara massa m posisi 2 stand. dengan volume V dan kepadatan δ mempunyai hubungan: M=V.δ Maka untuk satu satuan masa, V = 1/δ. Dengan demikian rumus di atas akan menjadi: P = δ . R . T....................2 Bila perubahan tekanan udara adalah dp untuk satu satuan luas sesuai dengan perubahan tinggi dh, maka: Dp = - g . δ . dh..............3 Dimana g = percepatan gaya berat, δ = Gambar 63. Barometer Peristiwa alam menunjukan bahwa semakin kepadatan udara. Kombinasi rumus 2 dan 3 tinggi suatu tempat maka semakin kecil akan memberikan: tekanannya. Hubungan antara tekanan dan Dh = - ketinggian bergantung pada temperatur, kelembaban dan percepatan gaya gravitasi. Bila P1 adalah RT dp ............4 ⋅ g p tekanan udara pada Secara sederhana kita dapat menentukan ketinggian H1 dan P2 adalah tekanan pada hubungan ketinggian H2, maka dengan menggunakan antara perubahan dengan perubahan tinggi. tekanan rumus 4 84 RT dp h = ∫ dh = H 2 − H 1 = − ∫ ⋅ g p H1 P1 H2 δs = 1.2928 kg/m3 pada temperatur P2 R ⋅T akan g Karena merupakan 00C dan tekanan 760 mmHg gs = 9.80665 N/kg dimuka laut pada lintang 450 suatu Ts = 00C = 2730K konstanta, maka: h=− h=− RT g Maka : ∫ h = −(18402.6)m P2 dp p P1 Dimana: RT g{ln P2 − ln P1 } P2 = tekanan udara pada ketinggian H2 P RT log( 2 ) , M = modulus log. h=− M ⋅g P1 dalam mmHg P1 = tekanan udara pada ketinggian H1 dalam mmHg Brigg = 0.4342945.......................................5 Harga konstanta p T log( 2 ) ..................8 Ts p1 R dapat T = temperatur udara rata-rata pada ketinggian H1 dan H2 dalam 0K ditentukan Ts = temperatur udara standar = 2730K besarnya, apabila kita menentukan harga standar untuk p = ps , δ = δs dan T = Ts. Dari Prosedur pengukuran: rumus 2: Ada beberapa metode pengukuran yang R= dapat dilakukan, namun disini kita akan ps ...................................................6 δ s Ts Subtitusikan harga R persamaan 6 kedalam persamaan 5: ⎛ ps h = −⎜⎜ ⎝ M ⋅δ s ⋅ gs ⎞ ⎛p ⎞ T ⎟⎟ ⋅ log⎜⎜ 2 ⎟⎟ ⋅ ..................7 ⎝ p1 ⎠ Ts ⎠ Ps = 101325 N/m2 yang sesuai dengan 760 0 mmHg pada temperatur 0 C dan g = 9.80665 N/kg ƒ ƒ metode pengukuran tunggal (single observation) metode pengukuran simultan (simultaneous observation) 1. Pengukuran tunggal Misalkan titik-titik A, B, C, D akan Bila diambil harga standar sbb: tekanan bahas dua metode, yaitu: ditentukan beda-beda tingginya. Alat ukur yang digunakan satu alat barometer dan satu alat thermometer. 85 D B C A Gambar 64. Pengukuran tunggal 2. Pengukuran simultan Misal titik A telah diketahui tingginya. ƒ ƒ Pertama sekali catat tekanan dan temperatur udara di A. Pada metode simultan, pencatatan tekanan dan temperatur udara di dua Kemudian kita berjalan menuju titik B, C, D dan kemudian kembali ke C, titik yang ditentukan beda tingginya dilakukan pada saat bersamaan. B, dan A. Pada titik-titik yang dilalui ƒ ƒ tadi (B, C, D, C, B, A) kita catat pula Maksudnya tekanan dan temperatur udaranya. kesalahan karena perubahan kondisi Dengan atmosfir. pencatatan besaran- untuk mengeliminir besaran tekanan dan temperatur di Alat barometer dan thermometer yang setiap titik, dengan rumus 8 dapat digunakan adalah dua buah. Barometer dihitung beda-beda tingginya. dan thermometer pertama ditempatkan Dan dari ketinggian A dapat dihitung di ketinggian B, C, dan D. sedangkan yang lain dibawa ke titik-titik titik yang diketahui Dalam keadaan atmosfir yang sama yang akan diukur. idealnya Prosedur pengukuran: pencatatan di setiap titik dilakukan, namun pada pengukuran tunggal hal ini tidak mungkin dilakukan. Sehingga pencatatan mengandung kesalahan akibat perubahan kondisi atmosfir. ƒ tingginya Buat jadwal waktu penacatatan. Misalkan t0, t1, t2, t3, t4, t5, t6. ƒ Alat-alat pertama (I) ditempatkan di A, dan alat-alat kedua (II) berjalan dari A-B-C-D-C-B-A. 86 t4 t6 D t3 t5 B t7 t1 C A t2 Gambar 65. Pengukuran Simultan Pada pukul t0, catat tekanan dan temperatur di A (I) dan A (II) Catatan: 1. Rumus 8 dapat ditulis lain: Pada pukul t1, catat tekanan dan temperatur di A (I) dan B (II) h = −(18402.6)(1 + αt ) log( Pada pukul t2, catat tekanan dan Dimana: temperatur di A (I) dan C (II) T dinyatakan dalam satuan 0C Pada pukul t3, catat tekanan dan α= temperatur di A (I) dan D (II) Pada pukul t4, catat tekanan dan temperatur di A (I) dan D (II) 1 = 0.003663 273 2. Apabila dimisalkan untuk tinggi H = 0, Pada pukul t5, catat tekanan dan temperatur di A (I) dan C (II) tekanannya adalah p = 739 mmHg maka rumus umum untuk menghitung Pada pukul t6, catat tekanan dan temperatur di A (I) dan B (II) tinggi adalah: Hi = (18402.6) (1 + 0.003663 t) log Pada pukul t7, catat tekanan dan ƒ p2 ) ....9 p1 739 ) pi temperatur di A (I) dan A (II) ( Dari pencatatan di A dan titik-titik Tinggi lain dapat ditentukan beda tinggi disebut tinggi hitungan dan digunakan terhadap A. Dengan demikian beda untuk menghitung beda tinggi. tinggi antara dua titik berdekatan dapat diketahui. dihitung dengan rumus 10 yang 3. Rumus berikut ini, akan memberikan hasil h yang lebih baik, karena harga g yang digunakan disesuaikan dengan 87 ketinggian dan lintang tempat pengamatan. Sedangkan pada rumus 8 harga g yang digunakan adalah harga g pada ketinggian nol dan lintang 450 H = - [18402.6] (1 + αt) (1 + (1 + β cos 2ϕ log ( 2H ) R p2 ).......................11 p1 Dimana: 2H = H1+H2 (harga pendekatan) R = jari-jari bumi (≈ 6370 km) ϕ = lintang tempat pengamatan β rata-rata = ½ (ϕ1 +ϕ2 ) = 2.64399 x 10-3 88 Model DiagramModel Alir IlmuDiagram Ukur TanahAlir Pertemuan ke-03 Penjelasan Metode-Metode Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT Orde - 1 Benang Tengah Rambu Belakang Daerah Datar ( 0 - 15 %) Metode Sipat Datar Benang Tengah Rambu Muka Tinggi Alat Orde - 2 Jarak langsung Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal Daerah Bukit (15 - 45 %) Metode Trigonometris Benang Tengah Sudut Vertikal (Inklinasi/ Zenith) Orde - 3 Daerah Gunung ( > 45 %) Metode Barometris Tekanan Udara di Titik i Tekanan Udara di Titik j Gravitasi di Titik i Massa Jenis Cairan Gambar 66. Model diagram alir pengukuran kerangka dasar vertikal Gravitasi di Titik j 89 Rangkuman Berdasarkan uraian materi bab 3 mengenai pengukuran kerangka dasar vertikal, maka dapat disimpulkan sebagi berikut: 1. Kerangka dasar vertikal merupakan kumpulan titik-titik yang telah diketahui atau ditentukan posisi vertikalnya berupa ketinggiannya terhadap bidang rujukan ketinggian tertentu. 2. Pengukuran tinggi merupakan penentuan beda tinggi antara dua titik. Pengukuran beda tinggi dapat ditentukan dengan tiga metode, yaitu: • • • Metode pengkuran penyipat datar Metode trigonometris Metode barometris. 3. Pengukran beda tinggi metode sipat datar optis adalah proses penentuan ketinggian dari sejumlah titik atau pengukuran perbedaan elevasi. Tujuan dari pengukuran penyipat datar adalah mencari beda tinggi antara dua titik yang diukur. Pengkuran sipat datar terdiri dari beberapa macam, yaitu: • • Sipat datar memanjang • Sipat datar profil • Sipat datar resiprokal Sipat datar luas 4. Pengukuran beda tinggi metode trigonometris prinsipnya yaitu mengukur jarak langsung (jarak miring), tinggi alat, tinggi benang tengah rambu dan sudut vertikal (zenith atau inklinasi) yang kemudian direduksi menjadi informasi beda tinggi menggunakan alat theodolite. 5. Pengukuran beda tinggi metode barometris prinsipnya adalah mengukur beda tekanan atmosfer suatu ketinggian menggunakan alat barometer yang kemudian direduksi menjadi beda tinggi. 6. Tingkat ketelitian yang paling tinggi dari ketiga metode tersebut adalah sipat datar kemudian trigonometris dan terakhir adalah barometris. Pada prinsipnya ketiga metode tersebut layak dipakai bergantung pada situasi dan kondisi lapangan. 90 Soal Latihan Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini ! 1. Apa yang dimaksud dengan kerangka dasar vertikal ? 2. Jelaskan apa yang anda ketahui tentang pengukuran beda tinggi metode sipat datar optis ! 3. Apa yang dimaksud dengan pengukuran tinggi dan bagaimana cara mencari beda tingginya ? 4. Sebutkan dan jelaskan macam-macam pengukuran sipat datar ? 5. Sebutkan macam-macam sipat datar memanjang ! 6. Sebutkan bagian-bagian pesawat sipat datar tipe dumpy level lengkap beserta gambarnya ! 7. Jelaskan prinsip pengukuran beda tinggi metode trigonometris dan metode barometris yang anda ketahui ! 8. Sebutkan prosedur pengukuran dan penurunan rumus beda tinggi metode trigonometris lengkap dengan gambarnya ! 9. Dari ketiga metode pengukuran beda tinggi, manakah yang mempunyai tingkat ketelitian paling tinggi dan jelaskan alasannya ! 10. Jelaskan kelebihan dari alat sipat datar tipe dumpy level, automatic level, tilting level, dan tipe reversi ? 91 4. Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal 4.1 diketahui/diukur Tujuan dan sasaran pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal dengan menggunakan prinsip sipat datar. Pengukuran menggunakan sipat datar optis Ilmu Ukur Tanah adalah ilmu yang mempelajari pengukuran-pengukuran yang diperlukan untuk menentukan letak relatife titik-titik diatas, pada atau dibawah permukaan tanah, atau sebaliknya, ialah memasang titik-titik dilapangan. Letak titiktitik yang ditentukan adalah berguna pada kompliming peta atau untuk menentukan garis-garis atau jalur-jalur dan kemiringankemiringan konstruksi pada pekerjaan teknik adalah pengukuran tinggi garis bidik alat sipat datar di lapangan melalui rambu ukur. Rambu ukur ini berjumlah 2 buah masingmasing didirikan di atas dua patok/titik yang merupakan jalur pengukuran. Alat sipat datar optis kemudian diletakan di tengahtengah antara rambu belakang dan muka. Alat sipat datar diatur sedemikian rupa sehingga teropong sejajar dengan nivo yaitu dengan mengetengahkan gelembung nivo. Setelah gelembung nivo di ketengahkan sipil. (garis arah nivo harus tegak lurus pada Pengukuran-pengukuran ini dilakukan pada daerah yang relatife sempit, dimana tidak perlu dilibatkan adanya faktor kelengkungan bumi diperhitungkan, termasuk dalam Ilmu Geodesi Tinggi. Sebagaimana sumbu kesatu) barulah di baca rambu belakang dan rambu muka yang terdiri dari bacaan benang tengah, atas dan bawah. Beda tinggi slag tersebut pada dasarnya adalah telah kita tahu bahwa permukaan bumi ini tidak tentu, artinya tidak pengurangan Benang Tengah belakang (BTb) dengan Benang Tengah muka (BTm). mempunyai pemukaan yang sama tinggi, maka tinggi titik kedua tersebut dapat di hitung, yaitu apabila titik pertama telah diketahui tingginya. Pengukuran beda tinggi dengan cara sipat datar dapat memberikan hasil lebih baik dibandingkan dengan cara-cara trigonometris dan barometris, maka titik-titik Tinggi titik pertama (h1) dapat di definisikan, sebagai koordinat lokal ataupun terikat kerangka dasar vertikal diukur dengan sipat datar. dengan titik yang lain yang telah diketahui tingginya, Sedangkan selisih tinggi atau Pengukuran sipat datar kerangka dasar lebih dikenal dengan beda tinggi (h) dapat vertikal maksudnya serangkaian titik-titik adalah pembuatan di lapangan yang 92 diukur ketinggiannya melalui pengukuran beda tinggi untuk pengikatan ketinggian titik–titik lain yang lebih detail dan banyak. Tujuan pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal adalah untuk memperoleh informasi tinggi lapangan yang relatif sedemikian rupa akurat di sehingga Gambar 67. Proses pengukuran informasi tinggi pada daerah yang tercakup layak untuk diolah sebagai informasi yang layak kompleks. Referensi informasi ketinggian diperoleh Rambu Belakang Rambu Muka melalui suatu pengamatan di tepi pantai yang dikenal dengan nama pengamatan Pasut. Pengamatan menggunakan bekerja pasut alat-alat secara dilakukan sederhana mekanis, manual Arah Pengukuran Gambar 68. Arah pengukuran yang dan elektronis. Tinggi permukaan air laut direkam pada 4.2 Peralatan, bahan, dan formulir pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal interval waktu tertentu dengan bantuan pelampung baik dalam kondisi air laut 4.2.1 Peralatan yang digunakan : 1. Alat sipat datar optis pasang maupun surut. Pada dasarnya alat sipat datar Pengamatan permukaan air laut pada interval tertentu kemudian diolah dengan terdiri dari bagian utama sebagai berikut: bantuan ilmu statistik sehingga diperoleh a. Teropong berfungsi untuk membidik informasi mengenai tinggi muka air laut rata- rambu (menggunakan garis bidik) dan rata atau sering dikenal dengan istilah Mean memperbesar bayangan rambu. Sea Level (MSL). b. Nivo tabung diletakan pada teropong MSL ini berdimensi meter dan merupakan berfungsi mengatur agar garis bidik referensi ketinggian bagi titik-titik lain di mendatar. Terdiri dari kotak gelas darat. yang diisi alkohol. Bagian kecil kotak tidak berisi zat cair sehingga kelihatan ada gelembung. Nivo akan terletak 93 tegak lurus pada garis tengah vertikal bidang singgung di titik tengah bidang lengkung atas dalam nivo mendatar. c. Kiap (leveling terdapat head/base sekrup-sekrup plate), kiap (umumnya tiga buah) dan nivo kotak (nivo tabung) yang semuanya digunakan untuk menegakkan sumbu kesatu (sumbu tegak) teropong. d. Sekrup pengunci (untuk mengunci Gambar 69. Alat sipat datar gerakan teropong kekanan/ kiri). 2. Rambu ukur 2 buah e. Lensa okuler (untuk memperjelas benang). f. Lensa campuran alumunium yang diberi skala objektif/ diafragma (untuk penggerak halus pembacaan. Ukuran lebarnya ± 4 cm, panjang memperjelas benda/ objek). g. Sekrup Rambu ukur dapat terbuat dari kayu, (untuk antara 3m-5m pembacaan dilengkapi dengan angka dari meter, desimeter, sentimeter, dan milimeter. membidik sasaran). h. Vizir (untuk mencari/ membidik kasar objek). i. Statif (tripod) berfungsi untuk menyangga ketiga bagian tersebut di atas. Gambar 70. Rambu ukur 94 4. Unting-Unting Unting-unting terbuat dari besi atau kuningan yang berbentuk kerucut dengan ujung bawah lancip dan di ujung atas digantungkan pada seutas tali. Unting-unting berguna untuk memproyeksikan suatu titik pada pita ukur di permukaan tanah atau sebaliknya. Gambar 71. Cara menggunakan rambu ukur di lapangan 3. Statif Gambar 73. Unting-unting Statif merupakan tempat dudukan alat dan untuk menstabilkan alat seperti 5. Patok Sipat datar. Alat ini mempunyai 3 kaki Patok dalam ukur tanah berfungsi yang sama panjang dan bisa dirubah untuk memberi tanda batas jalon, ukuran saat dimana titik setelah diukur dan akan didirikan harus rata karena jika tidak diperlukan lagi pada waktu lain. Patok rata dapat mengakibatkan kesalahan biasanya ditanam didalam tanah dan saat pengukuran. yang menonjol antara 5 cm - 10 cm, ketinggiannya. Statif dengan maksud agar tidak lepas dan tidak mudah dicabut. Patok terbuat dari dua macam bahan yaitu kayu dan besi atau beton. • Patok Kayu Patok kayu yang terbuat dari kayu, berpenampang bujur sangkar dengan ukuran ± 50mm x 50mm, dan bagian Gambar 72. Statif atasnya diberi cat. 95 • 7. Payung Patok Beton atau Besi Patok yang terbuat dari beton atau Payung ini digunakan atau memiliki besi biasanya merupakan patok tetap fungsi sebagai pelindung dari panas yang akan masih dipakai diwaktu lain. dan hujan untuk alat ukur itu sendiri. Karena bila alat ukur sering kepanasan atau kehujanan, lambat laun alat tersebut pasti mudah rusak (seperti; jamuran, dll). Gambar 74. Patok kayu dan beton/ besi 6. Pita ukur (meteran) Gambar 76. Payung Pita ukur linen bisa berlapis plastik atau tidak, dan kadang-kadang diperkuat dengan benang serat. Pita 4.2.2 Bahan Yang Digunakan : 1. Peta wilayah study ini tersedia dalam ukuran panjang Peta digunakan agar mengetahui di 10m, 15m, 20m, 25m atau 30m. daerah Kelebihan dari alat ini bisa digulung pengukuran dan ditarik kembali, dan mana akan melakukan 2. Cat dan kuas kekurangannya adalah kalau ditarik Alat ini murah dan sederhana akan akan memanjang, lekas rusak dan tetapi peranannya sangat penting mudah putus, tidak tahan air. sekali ketika di lapangan, yaitu digunakan untuk menandai dimana kita mengukur dan dimana pula kita meletakan rambu ukur. Tanda ini tidak boleh hilang sebelum perhitungan selesai karena akan mempengaruhi perhitungan dalam pengukuran. Gambar 75. Pita ukur 96 d. Perbedaan hasil ukuran pergi dan pulang tidak melebihi angka toleransi yang ditetapkan. Khusus mengenai angka toleransi pengukuran sipat datar, dapat dijelaskan sebagai berikut : T=±K Dimana : Gambar 77. Cat dan kuas 3. Alat tulis Alat tulis T = toleransi digunakan untuk mencatat hasil pengkuran di satuan K = konstanta yang menunjukan tingkat ketelitian pengukuran dalam satuan milimeter Formulir Pengukuran Formulir dalam milimeter lapangan. 4.2.3 D pengukuran digunakan D = Jarak antara dua titik yang diukur dalam satuan kilometer untuk mencatat kondisi di lapangan dan hasil perhitungan-perhitungan/ Berikut ini diberikan contoh harga K untuk pengukuran di lapangan (terlampir). bermacam tingkat pengukuran sipat datar : Pengukuran Tabel 3. Tingkat Ketelitian Pengukuran Sipat Datar berdasarkan harus dilaksanakan ketentuan-ketentuan Tingkat K I 3 mm II 6 mm III 8 mm yang ditetapkan sebelumnya. 4.3. Prosedur pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal Contoh : Ketentuan-ketentuan pengukuran Kerangka Dasar Vertikal adalah sebagai berikut : a. Pengukuran dilakukan dengan Dari A ke B sejauh 2 km, harus diukur dengan ketelitian tingkat III. Ini berarti cara perbedaan ukuran beda tinggi pergi dan sipat datar. b. Panjang satu slag pengukuran. c. pulang tidak boleh melebihi 8 2 = 11 mm. Pengukuran antara dua titik, sekurang- Apabila beda tinggi ukuran pergi dan pulang kurangnya diukur 2 kali (pergi dan ≤ 11 mm, ukuran tersebut diterima sebagai pulang). ukuran tingkat III, Bila > 11 mm ukuran harus diulangi. 97 Dari pengalaman menunjukkan bahwa titik- 6. Setelah selesai merencanakan lokasi- titik kerangka dasar vertikal yang akan lokasi patok (menggunakan Cat) lalu digunakan harus diukur lebih teliti. menandainya di lapangan. Pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal harus diawali dengan mengidentifikasi kesalahan sistematis dalam hal ini kesalahan garis bidik alat sipat datar optis melalui suatu pengukuran sipat datar dalam posisi 2 stand (2 kali berdiri alat). Kesalahan garis bidik adalah kemungkinan terungkitnya garis bidik teropong ke arah atas atau bawah diakibatkan oleh keterbatasan pabrik membuat alat ini betul- 7. Melakukan pengukuran kesalahan garis bidik. Hal ini dilakukan dengan cara mendirikan rambu diantara 2 titik (patok) dan dirikan statif serta alat sipat datar optis kira-kira di tengah antara 2 titik tersebut. Yang perlu diperhatikan pengukuran itu tidak harus dilaksanakan jauh dari laboratorium. 8. Sebelum digunakan, alat sipat datar harus terlebih dahulu diatur sedemikian rupa sehingga garis bidiknya (sumbu II) betul presisi. sejajar dengan bidang nivo melalui Langkah-langkah dalam pengukuran sipat upaya datar nivo yang terdapat pada nivo kotak. kerangka dasar vertikal adalah mengetengahkan gelembung sebagai berikut : Bidang nivo sendiri merupakan bidang 1. Siswa akan menerima peta dan batas- equipotensial batas daerah pengukuran. yaitu bidang yang mempunyai energi potensial yang sama. 2. Ketua tim menandai semua peralatan 9. Sebelum pembacaan dilakukan adalah yang dibutuhkan serta mengambil peta mengatur agar sumbu I (sumbu yang dan di tegak lurus garis bidik) benar-benar menyerahkannya tegak lurus dengan sumbu II melalui batas-batas laboratorium. Lalu pengukuran pada laboran. upaya 3. Ketua tim memeriksa kelengkapan alat, lalu anggota tim membawanya ke lapangan. gelembung nivo tabung. Setelah sama, langkah selanjutnya kedua nivo yaitu nivo kotak dan nivo tabung diatur, barulah kita 4. Survei ke daerah yang akan dipetakan pada jalur batas pemetaan. lokasi-lokasi sehingga jumlah slag itu genap. melakukan pembacaan rambu. Rambu yang dibaca harus benar-benar tegak 5. Menentukan lokasi-lokasi patok atau merencanakan mengetengahkan patok lurus terhadap permukaan tanah. 10. Ketengahkan gelembung nivo dengan prinsip perputaran 2 sekrup kaki kiap dan 1 sekrup kaki kiap. Setelah 98 gelembung nivo di tengah, lalu Kesalahan sistematis berupa kesalahan garis bidik kita konversikan ke dalam memasang unting-unting. 11. Untuk memperjelas benang diafragma pembacaan benang tengah mentah yang dengan memutar sekrup pada teropong. akan menghasilkan benang tengah setiap 12. Sedangkan untuk memperjelas objek slag yang telah dikoreksi dan merupakan rambu ukur dengan memutar sekrup fungsi dari jarak muka atau belakang fokus diatas teropong. dikalikan dengan koreksi garis bidik. 13. Setelah itu, membaca benang atas, benang tengah, dan benang bawah 4.2.2 Penentuan beda tinggi antara dua titik rambu belakang. Kemudian membaca kembali benang atas, benang tengah, Penentuan beda tinggi anatara dua titik dan benang bawah rambu muka. Hasil dapat pembacaan di tulis pada formulir yang penempatan telah disiapkan. Kemudian mengukur tergantung pada keadaan lapangan. dilakukan alat dengan ukur tiga cara penyipat datar, jarak dengan menggunakan pita ukur dari rambu belakang ke alat dan dari alat ke rambu belakang (hasilnya di rata-ratakan) serta mengukur juga jarak rambu muka ke alat dan dari alat ke rambu muka (hasilnya dirata-ratakan). Kemudian alat digeser sedikit (slag 2) lakukan hal yang sama sampai slag kembali pengukuran ke datar di atas titik B. Tinggi a garis bidik (titik tengah teropong) di atas titik B diukur dengan mistar. Dengan gelembung ditengah–tengah, garis bidik diarahkan ke mistar yang diletakkan di atas titik lainnya, ialah titik A. Pembacaan pada mistar dimisalkan b, maka angka b ini menyatakan akhir pengukuran selesai. 14. Setelah Dengan menempatkan alat ukur penyipat selesai, laboratorium lalu untuk mengembalikan alat. jarak angka b itu dengan alas mistar. Maka beda tinggi antara titik A dan titik B adalah t = b –a. 15. Setelah itu melakukan pengolahan data. Alat ukur penyipat datar diletakkan antara Pengolahan data yang dilakukan adalah titik A dan titik B, sedang di titik–titik A dan B pengolahan data untuk mengeliminir ditempatkan dua mistar. Jarak dari alat ukur kesalahan acak atau sistematis dengan penyipat datar ke kedua mistar ambillah dilengkapi instrumen tabel kesalahan kira–kira sama, sedang alat ukur penyipat garis bidik dan sistematis. datar tidaklah perlu diletakkan digaris lurus yang menghubungkan dua titik A dan B. Arahkan garis bidik dengan gelembung di 99 tengah–tengah ke mistar A (belakang) dan ke mistar B (muka), dan 4.2.3 datar misalkan pembacaaan pada dua mistar berturut-turut ada b (belakang) dan m (muka). Bila selalu diingat, bahwa angka – angka pada rambu selalu menyatakan jarak antara angka dan alas mistar, maka dengan mudahlah dapat dimengerti, bahwa beda tinggi antara titik–titik A dan B ada t = b – m. Alat ukur penyipat datar ditempatkan tidak diantara titik A dan B, tidak pula di atas salah satu titik A atau titik B, tetapi di sebelah kiri titik A atau disebelah kanan titik B, jadi diluar garis AB. Pembacaan yang Kesalahan–kesalahan pada sipat a. Kesalahan petugas. • • Disebabkan oleh observer. Disebabkan oleh rambu. b. Kesalahan Instrumen. • • Disebabkan oleh petugas. Disebabkan oleh rambu. c. Kesalahan Alami. • Disebabkan pengaruh • matahari langsung. • Pengaruh lengkung bumi. • sinar Pengaruh refraksi cahaya. Disebabkan pengaruh posisi dilakukan pada mistar yang diletakkan di instrument sifat datar dan rambu- atas titik A dan B sekarang adalah berrturut- rambu. turut b dan m lagi, sehingga digambar didapat dengan mudah, bahwa beda tinggi t = b –a m. Gambar 78. Pengukuran sipat datar 4.2.4 Pengukuran Sipat Datar 100 ⎛ ( BTbI − BTm I ) − ( BTbII − BTm II ) ⎞ ⎟⎟ kgb = ⎜⎜ ⎝ (dbI + dm I ) − (db"II + dmII ) ⎠ Eliminasi kesalahan sistematis alat sipat datar dengan cara ,mengoreksi KGB (kesalahan garis bidik). Metode pengukuran rambu muka dan belakang dengan dua Koreksi Kgb = -Kgb. stand (dua kali alat berdiri). a Eliminasi kesalahan sistematis karena kondisi alam. Eliminasi kesalahan sistematis karena kondisi alam dapat dikoreksi dengan membuat jarak belakang dan jarak muka hampir sama. b. Jumlah slag pengukuran harus genap. Peluang untuk meng-koreksi kesalahan di slag ganjil dan genap lebih besar. Keterangan : Pembagian kesalahan setiap slag lebih ∧ BT = benang tengah yang dianggap benar BT = benang tengah yang dibaca dari Koreksi = - kesalahan ⎛ ∧ ⎞ ⎜ ⎟ BT − BT ⎟ ⎜ tan kgb = lim kgb→0 ⎜ ⎟ d ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ c. Cara meng-koreksi kesalahan acak (random error): teropong I = Kgb = sudut rata. ∧ ⎛ ⎞ ⇒ kgb = ⎜ BT − BT ⎟ ⎜⎜ ⎟⎟ d ⎝ ⎠ • Dilapangan kita peroleh bacaan BA, BT, BB pada setiap slag (misalnya) • n = genap. • belakang Gambar 79. Pengukuran sipat datar rambu ganda Dari lapangan kita peroleh jarak x jarak muka. 101 Gambar 80. Pengukuran sipat datar di luar slag rambu Gambar 80. Pengukuran sipat datar di luar slag rambu 102 Gambar 81. Pengukuran sipat datar dua rambu Gambar 82. Pengukuran sipat datar menurun 103 Gambar 83. Pengukuran sipat datar menaik Gambar 84. Pengukuran sipat datar tinggi bangunan 104 setiap slag harus memenuhi syarat beda 4.4 Pengolahan data sifat datar kerangka dasar vertikal tinggi sama dengan nol jika jalur pengukur berawal dan berakhir pada titik yang sama. Penjumlahan beda tinggi Hasil yang diperoleh dari praktek pengukuran sipat datar dan pengolahan data lapangan adalah tinggi pada titik-titik (patok-patok) yang diukur untuk keperluan awal setiap slag merupakan kesalahan acak beda tinggi yang harus dikoreksikan kepada setiap slag berdasarkan bobot tertentu. penggambaran dalam pemetaan. 5. Menghitung jarak (∑d) setiap slag dengan Perhitungan meliputi : ƒ ƒ menjumlahkan jarak belakang dan jarak Mengoreksi hasil ukuran Mereduksi hasil muka. ukuran, misalnya mereduksi jarak miring menjadi jarak ƒ ƒ pengukuran mendatar dan lain-lain Menghitung azimuth 6. Menghitung total jarak (∑ (∑d)) jalur pengamatan matahari dengan menjumlahkan semua jarak slag. 7. Menghitung bobot koreksi setiap slag Menghitung koordinat dan ketinggian dengan membagi jarak slag dengan total setiap titik. jarak pengukuran. Langkah-langkah dalam pengolahan data Sebagai bobot koreksi kita menggunakan adalah sebagai berikut: jarak 1. Menuliskan nilai BA, BT, BB, jarak penjumlahan jarak muka dan belakang. belakang dan jarak muka. setiap slag yang merupakan Total bobot adalah jumlah jarak semua 2. Mencari nilai kesalahan garis bidik. slag. Koreksi tinggi setiap slag dengan demikian 3. Menghitung BT koreksi (BTk) di setiap slag. diperoleh melalui negatif kesalahan acak beda tinggi dikalikan dengan jarak slag tersebut dan dibagi 4. Menghitung beda tinggi (∆H) di setiap slag dari bacaan benang tengah koreksi belakang dan muka. dengan total jarak seluruh slag. 8. Menghitung tinggi titik-titik pengukuran (Ti) dengan cara menjumlahkan tinggi titik Beda tinggi awal suatu slag diperoleh sebelumnya dengan tinggi titik koreksi melalui pengurangan benang tengah yang hasilnya akan sama dengan nol. belakang koreksi dengan benang tengah muka koreksi. Beda tinggi 105 9. Jika tidak sama dengan nol maka pengolahan data harus diulangi dan diidentifikasi kembali 4.5 Penggambaran sipat datar kerangka dasar vertikal letak kesalahannya. Jika tinggi titik awal diketahui, maka tinggi titik-titik koreksif diperoleh dengan cara menjumlahkan tinggi titik awal terhadap beda tinggi koreksi slag secara berurutan. Rumus-rumus dalam pengukuran kerangka dasar vertikal : BTbk = BTb – (Kgb.db) BTmk = BTm – (Kgb.dm) ∆H = BTbk – BTmk ∑d = db + dm Σd Bobot = Σ ( Σd ) Penggambaran (pemetaan) dapat dilakukan dalam bentuk konvensional (manual) dan digital. Dengan penggambaran konvensional (manual), harus terlebih dahulu menentukan luas cakupan daerah yang akan dipetakan, kemudian dibandingkan dengan luas lembaran yang tersedia. Apakah itu A0, A1, A2 dan sebagainya. Dalam hal ini untuk tugas praktikum Ilmu Ukur Tanah, direferensikan kertas yang digunakan adalah berukuran A2, A1 dan A0. perbandingan Setelah luas diperoleh cakupan berupa wilayah di ∆Hk = ∆H – (∑∆H . bobot) lapangan dengan di ukuran kertas yang ada, Ti = Ti awal + ∆H kemudian tentukan skala dari peta yang akan Dimana : digambarkan. BTb = Benang Tengah Belakang Dengan penggambaran digital, skala bukan BTm = Benang Tengah Muka menjadi masalah tetapi yang dipentingkan BTbk = Benang Tengah Belakang adalah masalah koordinat BTmk = Benang Tengah Muka penggunaan ∆H = Beda Tinggi mengintegrasikan ∆Hk = Beda tinggi koreksi gambar yang akan ditetapkan. ∑d = Total jarak per-slag ∑ (∑d) = Total Jarak dari penjumlahan ∑d dm = Jarak muka db = Jarak belakang Bobot = Koreksi slag dengan membagi jarak slag dengan total jarak pengukuran Ti = Tinggi titik-titik pengukuran. koordinat berbagai titik-titik itu macam dan untuk peta/ Penggambaran digital lebih menguntungkan karena pada skala berapa pun peta/gambar digital dapat dikeluarkan tidak bergantung pada skala serta revisi data dari peta/ gambar digital lebih mudah dibandingkan dengan peta/ gambar konvensional. Konsep yang pertama kali mendekati untuk penyajian peta/ 106 CAD mengenai isi gambar. Legenda memiliki (Computer Aided Design) atau suatu ruang di luar muka peta dan dibatasi oleh database garis yang membentuk kotak-kotak. gambar digital adalah grafis konsep yang koordinat-koordinat menyimpan kemudian disajikan dalam bentuk grafis, kemudian dikenal pula istilah GIS (Geographical Information System) yaitu suatu sistem yang mampu mengaitkan database dengan database atributnya yang sesuai. Tanda-tanda atau simbol-simbol yang digunakan adalah untuk menyatakan bangunan-bangunan yang ada di atas bumi seperti jalan raya, kereta api, sungai, selokan, rawa atau kampung. Juga untuk bermacam-macam keadaan Peta-peta/ gambar dalam bentuk digital dan tanam-tanaman misalnya ladang, dapat disajikan dalam bentuk hard copy padang atau cetakan print out dari hasil-hasil file perkebunan seperti: karet, kopi, kelapa, komputer, soft copy atau dalam bentuk untuk tiap macam pohon diberi tanda file serta dalam bentuk penyajian peta/ khusus. gambar digital di layar komputer. Untuk rumput, dapat atau alang-alang, membayangkan Keuntungan-keuntungan dari penyajian rendahnya gambar dalam bentuk digital adalah: digunakan garis-garis tinggi atau tranches 1. Proses pembuatannya relatif cepat. atau kontur yang menghubungkan titik- 2. Murah dan akurasinya tinggi. titik 3. Tidak dibatasi skala dalam penyajiannya. dan tidak perlu mengeluarkan banyak biaya. 5. Dapat melakukan analisis yang penggambaran sama di maka atas permukaan bumi. harus hasil ada Yaitu ruang yang digunakan untuk menyajikan informasi bentuk permukaan bumi baik informasi vertikal maupun spasial (keruangan) secara mudah. Unsur-unsur tingginya bumi, Muka peta 4. Jika perlu melakukan revisi mudah dilakukan yang permukaan tinggi horizontal. Muka peta sebaiknya memiliki ukuran dalam pengukuran dan pemetaan adalah : panjang proporsional dan agar lebar yang memenuhi unsur estetik. Skala peta Legenda Yaitu Yaitu suatu informasi berupa huruf, perbandingan jarak di atas peta dengan simbol dan gambar yang menjelaskan jarak sesungguhnya di lapangan. Skala simbol yang menggambarkan 107 peta terdiri dari: skala numeris, skala pembesaran dan perkecilan peta serta perbandingan, dan skala grafis. muai susut bahan peta. Skala numeris yaitu skala yang menyatakan perbandingan perkecilan Untuk yang ditulis dengan angka, misalnya: proses dan prosedur pembuatan peta. skala 1 : 25.000 atau skala 1 : 50.000. Sumber peta akan memberikan tingkat Skala grafis yaitu skala yang mengetahui secara terperinci akurasi dan kualitas peta yang dibuat. digunakan untuk menyatakan panjang Tim pengukuran yang membuat peta garis Untuk mengetahui penanggung jawab di peta diwakilinya di dan jarak lapangan yang melalui 0.5 yang 0 1 2 3 4 grafis di lapangan dan disajikan akan memberikan informasi mengenai kualifikasi personel yang terlibat. Kilometer Skala pengukuran penyajiannya di atas kertas. Personel informasi grafis. 1 Sumber gambar yang dipetakan memiliki kelebihan Instalasi dan simbol dibandingkan dengan skala numeris Instalasi dan simbol yang memberikan dan skala perbandingan karena tidak pekerjaan dan melaksanakan pekerjaan dipengaruhi oleh muai kerut bahan pengukuran dan Instalasi dan simbol instalasi ini akan perubahan ukuran penyajian dan pembuatan peta. memberikan Orientasi arah utara karakteristik tema yang Yaitu simbol berupa panah yang diperlukan bagi instalasi biasanya mengarah ke arah sumbu Y bersangkutan. positif muka peta dan menunjukkan orientasi arah utara. Orientasi arah utara ini dapat terdiri dari: arah utara geodetik, arah utara magnetis, dan arah utara grid koordinat proyeksi. Skala peta grafis biasanya selalu disajikan untuk melengkapi numeris atau skala untuk mengantisipasi skala perbandingan adanya informasi peta. mengenai biasanya yang 108 Ukuran kertas untuk penggambaran hasil Penggambaran sipat datar kerangka dasar pengukuran dan pemetaan terdiri dari : vertikal akan menyajikan unsur unsur: jarak Tabel 4. Ukuran kertas untuk penggambaran mendatar antara titik-titik penggambaran, tinggi titik-titik dan garis hubung antara satu hasil pengukuran dan pemetaan titik ikat dengan titik ikat yang lain. Ukuran Panjang Lebar Kertas (milimeter) (milimeter) A0 1189 841 A1 841 594 A2 594 420 karakteristik, yaitu : skala jarak mendatar A3 420 297 kurang dari skala tinggi, karena jangkauan A4 297 210 jarak A5 210 148 Ukuran kertas yang digunakan untuk Penggambaran secara manual pada sipat datar kerangka dasar mendatar signifikan vertikal memiliki berbeda memiliki ukuran dengan yang jangkauan tingginya. pencetakkan peta biasanya Seri A. Dasar Peralatan ukuran adalah A0 yang luasnya setara menggambar sipat datar kerangka dasar dengan 1 meter persegi. Setiap angka vertikal meliputi : setelah huruf A menyatakan setengah 1. Lembaran ukuran dari angka sebelumnya. Jadi, A1 adalah setengah A0, A2 adalah yang kertas disiapkan milimeter untuk dengan ukuran tertentu. 2. Penggaris 2 buah (segitiga atau lurus). seperempat dari A0 dan A3 adalah 3. Pensil. seperdelapan dari A0. Perhitungan yang 4. Penghapus. lebih besar dari SA0 adalah 2A0 atau dua 5. Tinta. kali ukuran A0. harus Prosedur penggambaran untuk sipat datar kerangka dasar vertikal secara manual, A1 sebagai berikut : 1. Menghitung kumulatif jarak horizontal pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal. A3 A2 2. Menghitung range beda tinggi pengukuran sipat datar kerangka dasar A4 vertikal. 3. Menentukan ukuran kertas yang akan dipakai. Gambar 85. Pembagian kertas seri A 109 4. Membuat tata letak peta, meliputi muka peta dan ruang legenda. 10. Membuat keterangan- keterangan nilai tinggi dan jarak di dalam muka peta serta 5. Menghitung panjang dan lebar muka. melengkapi informasi legenda, membuat 6. Menetapkan skala jarak horizontal skala, orientasi pengukuran, sumber peta, dengan membuat perbandingan panjang muka peta dengan kumulatif jarak horizontal dalam satuan yang tim pengukuran, nama instansi dan simbolnya, menggunakan pensil. 11. Menjiplak draft penggambaran ke atas sama. Jika hasil perbandingan tidak bahan yang transparan menggunakan menghasilkan nilai yang bulat, maka tinta. nilai skala dibulatkan ke atas dan memiliki nilai kelipatan tertentu. dasar 7. membuat skala beda tinggi dengan membuat perbandingan lebar muka peta dengan range beda tinggi dalam satuan yang sama. Jika hasil perbandingan tidak menghasilkan nilai yang bulat, maka nilai skala dibulatkan ke atas dan memiliki nilai kelipatan tertentu. yang titik pusatnya memiliki jarak tertentu terhadap batas muka peta, menggunakan pensil. merupakan pengukuran vertikal secara digital dapat menggunakan perangkat lunak lotus, excell atau AutoCad. masing-masing Penggambaran perangkat lunak dengan yang berbeda akan memberikan hasil keluaran yang berbeda pula. Untuk penggambaran menggunakan lotus atau excell yang harus diperhatikan adalah penggambaran grafik dengan metode 8. Membuat sumbu mendatar dan tegak 9. Menggambarkan Untuk penggambaran sipat datar kerangka scatter, agar gambar yang diperoleh pada arah tertentu (terutama sumbu horizontal) memiliki interval sesuai dengan yang diinginkan, tidak memiliki interval yang sama. titik-titik posisi dengan tinggi yang hasil jarak-jarak tertentu serta menghubungkan titiktitik tersebut, menggunakan pensil. Penggambaran dengan AutoCad walaupun lebih sulit akan menghasilkan keluaran yang lebih sempurna dan sesuai dengan format yang diinginkan. 110 Contoh Hasil Pengukuran Sipat Datar Kerangka Vertikal : Dari lapangan didapat ; HASIL PENGOLAHAN DATA Diketahui, sipat datar Kerangka Dasar Vertikal (KDV) tertutup dengan 8 slag, titik 1 merupakan titik awal dengan ketinggian +905 meter MSL. • • Titik 1 : BTb = 0,891 ; BTm = 1,675 ; db = 11 ; dm = 14 • Titik 3 : BTb = 1,406 ; BTm = 1,438 ; db = 12 ; dm = 12 • Titik 5 : BTb = 2,275 ; BTm = 1,387 ; db = 29 ; dm = 26 • Titik 7 : BTb = 0,863 ; BTm = 1,801 ; db = 8 ; dm = 7 • Titik 2 : BTb = 1,417 ; BTm = 1,385 ; db = 13 ; dm = 13 • Titik 4 : BTb = 1,491 ; BTm = 0,625 ; db = 15 ; dm = 31 • Titik 6 : BTb = 1,795 ; BTm = 0,418 ; db = 13 ; dm = 14 Titik 8 : BTb = 0,753 ; BTm = 2,155 ; db = 8 ; dm = 12 4. ∑d TITIK 1 Diketahui : = db+dm BTb = 0,891 = 14+11 BTm = 1,675 = 25 db = 11 , dm = 14 Kgb = -0,00116 5. Bobot = ∑(∑d) = 238 = ∑∆H = 0,02380 Jawab : 1. BTbk 25 238 = 0,10504 = BTb - (Kgb . db) 6. ∆Hk = 0,891 -(-0,00116.11) 0,10504) 2. BTmk = BTm-(Kgb.dm) = 1,675-(-0,00116.14) = 1,69124 = BTbk-BTmk = 0.90376 - 1,69124 = - 0,78748 = ∆H-(∑∆H.bobot) = -0,78748-(0,02380. = 0.90376 3. ∆H Σd Σ ( Σd ) = -0,78998 7. Ti = 905 111 TITIK 2 TITIK 3 Diketahui : BTb=1,147 Diketahui : BTb=1,406 BTm=1,385 BTm=1,438 ; db=13 , dm=13 db=12 , dm=12 Kgb=-0,00116 Kgb=-0,00116 ∑(∑d)= 238 ∑(∑d)= 238 ∑∆H=0,02380 ∑∆H=0,02380 Jawab : Jawab : 8. BTbk = BTb-(Kgb.db) 15. BTbk = BTb-(Kgb.db) = 1,147 -(-0,00116.13) = 1,406 -(-0,00116.12) = 1,43208 = 1,41992 9. BTmk = BTm-(Kgb.dm) 10. ∆H 11. ∑d 16. BTmk = BTm-(Kgb.dm) = 1,385 -(-0,00116.13) = 1,438 -(-0,00116.12) = 1,69124 = 1,45192 = BTbk-BTmk 17. ∆H = 1,43208 - 1,69124 = 1,41992 -1,45192 = -0,78748 = - 0,03200 = db+dm 18. ∑d = db+dm = 13+13 = 12+12 = 26 = 24 12. Bobot = = Σd Σ ( Σd ) 19. Bobot = 26 238 Σd Σ ( Σd ) = = 0,10924 13. ∆Hk = BTbk-BTmk 24 238 = 0,10084 = ∆H - (∑∆H.bobot) = -0,78748- (0,02380. 0,10924) 20. ∆Hk = 0,02940 = ∆H-(∑∆H.bobot) = - 0,03200-(0,02380. 0,10084) 14. Ti = Ti1 + ∆Hk1 = 905 - 0,02940 = 904,21002 = -0,03440 21. T i = Ti2+∆Hk2 = 904,21002-0,03440 = 904,23942 112 TITIK 4 TITIK 5 Diketahui : BTb=1,491 23. BTmk 24. ∆H BTm=1,387 db=15 , dm=31 db=29 , dm=26 Kgb=-0,00116 Kgb=-0,00116 ∑(∑d)= 238 ∑(∑d)= 238 ∑∆H=0,02380 ∑∆H=0,02380 Jawab : = BTb-(Kgb.db) 29. BTbk = 2,275-(-0,00116.29) = 1,50840 = 2,30864 = BTm-(Kgb.dm) 30. BTmk = 1,387-(-0,00116.26) = 0,66096 = 1,41716 = BTbk-BTmk 31. ∆H = 2,30864-1,41716 = db+dm = 0,89148 = Σd Σ ( Σd ) = 32. ∑d = 55 33. Bobot 46 238 = ∆H-(∑∆H.bobot) Σd Σ ( Σd ) 55 238 = 0,23109 34. ∆Hk = ∆H-(∑∆H.bobot) = 0,89148-(0,02380. = 0,84284 0,23109) = Ti3+∆Hk4 = 904,20502 = = = 0,84744-(0,02380 .0,19328) = 904,23942+0,84284 = db+dm = 29+26 = 0,19328 28. Ti = BTbk-BTmk = 0,84744 = 46 27. ∆Hk = BTm-(Kgb.dm) = 0,625-(-0,00116.31) = 15 +31 26. Bobot = BTb-(Kgb.db) = 1,491-(-0,00116.15) = 1,50840-0,66096 25. ∑d BTb=2,275 BTm=0,625 Jawab : 22. BTbk Diketahui : = 0,88598 35. Ti = Ti4+∆Hk5 = 904,20502+0,88598 = 905,04786 113 TITIK 7 TITIK 6 Diketahui : BTb=1,795 37. BTmk 38. ∆H 39. ∑d BTb = 0,863 BTm=0,418 BTm=1,801 db=13 , dm=14 db=8 , dm=7 Kgb=-0,00116 Kgb=-0,00116 ∑(∑d)= 238 ∑(∑d)= 238 ∑∆H=0,02380 ∑∆H = 0,02380 Jawab : 36. BTbk Diketahui : Jawab : = BTb-(Kgb.db) 43. BTbk = BTb-(Kgb.db) = 1,795 - (-0,00116.13) = 0,863 -(-0,00116.8) = 1,81008 = 0,87228 = BTm-(Kgb.dm) 44. BTmk = BTm-(Kgb.dm) = 0,418 -(-0,00116.14) = 1,801 -(-0,00116.7) = 0,43424 = 1,80912 = BTbk-BTmk 45. ∆H = BTbk-BTmk = 1,81008-0,43424 = 0,87228- 1,80912 = 1,37584 = -0,93684 = db+dm 46. ∑d = 13+14 = db+dm = 8+7 =27 40. Bobot Σd Σ ( Σd ) = = = 15 47. Bobot 27 238 = ∆H - (∑∆H.bobot) 48. ∆Hk 0,06303) = 1,37314 = 905,04786+1,37314 = 905,93384 = ∆H-(∑∆H.bobot) = -0,93684-(0,02380. 0,11345) = Ti5+∆Hk6 15 238 = 0,06303 = 1,37584- (0,02380. 42. Ti Σd Σ ( Σd ) = = 0,11345 41. ∆Hk = = -0,93834 49. Ti = Ti6+∆Hk 7 = 905,93384+(-0,93834) = 907,30698 114 TITIK 8 Diketahui : BTb=0,793 BTm=2,155 db=8 , dm=12 Kgb=-0,00116 ∑(∑d)= 238 ∑∆H=0,02380 Jawab : 50. BTbk = BTb-(Kgb.db) = 0,793-(-0,00116.8) = 0,80228 51. BTmk = BTm-(Kgb.dm) = 2,155 -(-0,00116.12) = 2,16892 52. ∆H = BTbk-BTmk = 0,80228 - 2,16892 = -1,36664 53. ∑d = db+dm = 8+12 = 20 54. Bobot = Σd Σ ( Σd ) = 20 238 = 0,08403 55. ∆Hk = ∆H-(∑∆H.bobot) = -1,36664-(0,02380. 0,08403) = -1,36864 56. Ti = Ti7+∆Hk8 = 907,30698+(-1,36864) = 906,3686 115 Tabel 5. Formulir pengukuran sipat datar PENGUKURAN SIPAT DATAR Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan No.Lembar Pengukuran Cuaca Lokasi dari Alat Ukur Diukur Oleh Tanggal Bacaan Benang Belakang Stand Tengah Atas Bawah Instruktur Jarak Muka Tengah Atas Bawah Belakang Muka Beda Tinggi Total + - Tinggi Titik Ket 116 Tabel 6. Formulir pengukuran sipat datar PENGUKURAN SIPAT DATAR Laboratorium Ilmu Ukur Tanah Jurusan Teknik Bangunan No.Lembar Pengukuran Cuaca Lokasi Alat Ukur Diukur Oleh Tanggal Bacaan Benang Belakang Stand Tengah 1 0.891 Atas Bawah 0.946 1.417 1.482 Tengah 1.675 1.406 1.466 1.385 1.491 1.566 1.438 2.275 2.420 0.625 1.795 1.860 1.387 0.863 0.903 0.418 0.793 0.833 0.753 Total 11 14 25 13 13 26 12 12 24 15 31 46 0.84744 904.20502 29 26 55 0.89148 805.04786 13 14 27 1.37584 905.93384 8 7 15 0.93684 907.30698 8 12 20 1.36664 906.36864 0.78748 905 1.450 904.21002 0.03200 1.498 0.03200 904.23942 0.780 1.517 0.488 0.348 1.801 0.823 8 Muka 1.257 1.730 7 1.745 - Belakang 0.470 2.130 6 Bawah + Tinggi Titik 1.378 1.416 5 Atas Beda Tinggi 1.320 1.346 4 Jarak 1.605 1.352 3 Instruktur Muka 0.836 2 dari 1.836 1.766 2.155 2.215 2.095 238 Ket 117 CATATAN U INSTITUSI PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL - S1 FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2007 LEGENDA SI PAT DATAR OPTI S POHON BACAAN BENANG BATAS JALAN DR. I R. DRS. H. I SKANDAR MUDA PURWAAMI JAYA, MT MATA KULI AH TS 241 PRAKTI K I LMU UKUR TANAH JUDUL GAMBAR PENGUKURAN KERANGKA DASAR VERTI KAL PENGUKURAN KERANGKA DASAR VERTI KAL LOKASI GEDUNG OLAH RAGA Gambar 86. Pengukuran kerangka dasar vertikal DOSEN 118 Model DiagramModel Alir IlmuDiagram Ukur Tanah Pertemuan ke-04 Alir Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT Maksud : Pembuatan serangkaian titik-titik di lapangan yang diukur ketinggiannya melalui pengukuran beda tinggi untuk pengikatan ketinggian titik-titik lain yang lebih detail dan banyak Tujuan : Memperoleh informasi tinggi yang akurat untuk menyajikan informasi yang lebih kompleks (garis kontur) Referensi tinggi : diperoleh dengan cara pengamatan pasut pada selang waktu tertentu di tepi pantai untuk memperoleh tinggi muka air laut rata-rata atau mean sea level (MSL) Pengukuran Sipat Datar Kerangka Dasar Vertikal Eliminasi kesalahan sistematis : Melakukan pengukuran sipat datar dalam posisi 2 stand (2 kali berdiri alat) untuk memperoleh nilai kesalahan garis bidik (kemungkinan terungkitnya garis bidik ke atas/bawah akibat keterbatasan pabrik membuat alat betul-betul presisi) Pengaturan awal alat sipat datar : Mengatur garis bidik // sumbu II teropong dengan mengetengahkan gelembung nivo kotak (menggerakkan 2 sekrup kaki kiap ke dalam/ luar dan 1 sekrup kaki kiap ke kanan/kiri) ; Mengatur sumbu I tegak lurus sumbu II teropong dengan mengetengahkan gelembung nivo tabung. Rambu ukur diatur tegak lurus permukaan tanah dan dibaca. Pengukuran di lapangan : Persiapan sketsa/peta jalur pengukuran dan rencana pematokan dengan jumlah slag genap. Persiapan patok-patok pengukuan. Survei awal dan pematokan. Rambu ukur didirikan di atas patok-patok pengukuran. Alat sipat datar didirikan sekitar tengah-tengah slag atau dibuat jumlah jarak belakang ~ jumlah jarak muka. Pembacaan rambu ukur belakang dan muka. Pengukuran jarak belakang & muka. Pengolahan Data : Koreksi bacaan benang tengah dengan hasil kali koreksi garis bidik dan jarak. Perhitungan beda tinggi koreksi kesalahan sistematis. Perhitungan bobot koreksi dari rasio jarak slag terhadap total jarak pengukuran. Perhitungan kesalahan acak. Distribusi kesalahan acak ke setiap slag dengan bobot koreksi. Perhitungan beda tinggi dan tinggi definitif yang telah dikoreksi kesalahan acak. Penggambaran jalur pengukuran dengan skala vertikal > skala horisontal. Gambar 87. Diagram alir pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal 119 Rangkuman Berdasarkan uraian materi bab 4 mengenai pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal, maka dapat disimpulkan sebagi berikut: 1. Pengukuran menggunakan sipat datar optis adalah pengukuran tinggi garis bidik alat sipat datar di lapangan melalui rambu ukur. 2. Pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal maksudnya adalah pembuatan serangkaian titik-titik di lapangan yang diukur ketinggiannya melalui pengukuran beda tinggi untuk pengikatan ketinggian titik–titik lain yang lebih detail dan banyak. 3. Tujuan pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal adalah untuk memperoleh informasi tinggi yang relatif akurat di lapangan sedemikian rupa sehingga informasi tinggi pada daerah yang tercakup layak untuk diolah sebagai informasi yang layak kompleks. 4. Bagian utama pada Alat sipat datar optis adalah a. Teropong untuk membidik rambu (menggunakan garis bidik) dan memperbesar bayangan rambu. b. Nivo tabung berfungsi mengatur agar garis bidik mendatar. c. Kiap (leveling head/base plate), digunakan untuk menegakan sumbu kesatu (sumbu tegak) teropong. d. Sekrup pengunci (untuk mengunci gerakan teropong kekanan/ kiri). e. Lensa okuler (untuk memperjelas benang). f. Lensa objektif/ diafragma (untuk memperjelas benda/ objek). g. Sekrup penggerak halus (untuk membidik sasaran). h. Vizir (untuk mencari/ membidik kasar objek). i. Statif (tripod) berfungsi untuk menyangga ketiga bagian tersebut di atas. 5. Peralatan yang digunakan pada pengukuran sipat datar optis adalah : a. alat sipat datar optis. e. patok. b. rambu ukur 2 buah. f. pita ukur c. g. payung. statif. d. unting-unting. 120 Soal Latihan Jawablah pertanyaan-pertanyaan di abwah ini ! 1. Jelaskan peralatan dan bahan-bahan apa sajakah yang digunakan pada pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal! 2. Jelaskan bagaimana prosedur pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal ! 3. Apa sajakah keuntungan-keuntungan dari penggambaran dalam bentuk digital ! 4. Jelaskan bagaimana prosedur pengolahan data pada pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal ! 5. Diketahui pengukuran sipat datar dengan 4 slag (A, B, C dan D) dan tinggi titik Ti (awal) = + 777 meter HSL. Slag : 1 ( A –B) BTb = 1,568 BTm = 1,658 Slag : 2 ( B –C) BTb = 1,775 BTm = 1,886 Slag : 3 ( C –D) BTb = 1,675 BTm = 1,558 Slag : 4 ( D –A) BTb = 1,890 BTm = 1,780 Slag : 1 db = 25,08 dm = 25,5 Slag : 1 db = 32,5 dm = 34,5 Slag : 1 db = 27,5 dm = 26,95 Slag : 1 db = 26,5 dm = 25,55 121 5. Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat ellipsoid 5.1. Proyeksi peta WGS-84 adalah 6.378.137 m dengan kegepengan 1/298.257, maka rasio penyimpangan terbesar ini adalah Proyeksi peta adalah teknik-teknik yang 1/100.000. Indonesia, seperti halnya negara digunakan untuk menggambarkan sebagian lainnya, menggunakan ukuran ellipsoid ini atau keseluruhan permukaan tiga dimensi untuk yang secara kasaran berbentuk bola ke Indonesia. permukaan dengan sedemikian rupa diperoleh penyimpangan distorsi sesedikit mungkin. Dalam proyeksi terkecil di kawasan Nusantara RI. Titik impit peta diupayakan sistem yang memberikan WGS-84 dengan geoid di Indonesia dikenal hubungan antara posisi titik-titik di muka sebagai datum Padang (datum geodesi bumi dan di peta. relatif) Bentuk bumi bukanlah bola tetapi lebih reference menyerupai ellips 3 dimensi atau ellipsoid. Sebelumnya juga dikenal datum Genuk di Istilah ini sinonim dengan istilah spheroid daerah sekitar Semarang. Untuk pemetaan yang digunakan untuk menyatakan bentuk yang dibuat Belanda, menggunakan ER bumi. Karena bumi tidak uniform, maka yang sama yaitu WGS-84. Sejak 1995 digunakan istilah geoid untuk menyatakan pemetaan bentuk bumi yang menyerupai ellipsoid menggunakan datum geodesi absolut DGN- tetapi dengan bentuk muka yang sangat 95. Dalam sistem datum absolut ini, pusat tidak beraturan. ER berimpit dengan pusat masa bumi. Untuk datar dua menghindari matematik geoid, dimensi kompleksitas maka dipilih yang penyimpangannya dan WGS-84 yang pemetaan "diatur, digunakan dalam sebagai di peta titik nasional. Indonesia Sistem model mereduksi sekecil mungkin distorsi tersebut terkecil proyeksi diimpitkan" pemetaan nasional di model ellipsoid terbaik pada daerah pemetaan, yaitu pengukuran dibuat untuk dengan: • Membagi daerah yang dipetakan terhadap geoid. WGS-84 (World Geodetic menjadi bagian-bagian yang tidak terlalu System) luas, dan dan GRS-1980 (Geodetic Reference System) adalah ellipsoid terbaik • Menggunakan bidang peta berupa untuk keseluruhan geoid. Penyimpangan bidang datar atau bidang yang dapat terbesar antara geoid dengan ellipsoid didatarkan WGS-84 adalah 60 m di atas dan 100 m di seperti bawahnya. Bila ukuran sumbu panjang silinder. tanpa bidang mengalami kerucut dan distorsi bidang 122 Tujuan Sistem Proyeksi Peta dibuat dan dipilih untuk: • Secara garis besar sistem proyeksi peta Menyatakan permukaan Pembagian Sistem Proyeksi Peta posisi bumi ke titik-titik pada dalam sistem koordinat bidang datar yang nantinya bisa dikelompokkan berdasarkan pertimbangan ekstrinsik dan intrinsik. Pertimbangan Ekstrinsik bisa digunakan untuk perhitungan jarak • Bidang proyeksi yang digunakan: dan arah antar titik. Menyajikan secara grafis titik-titik pada permukaan bumi ke dalam sistem koordinat bidang datar yang selanjutnya bisa digunakan untuk membantu studi dan pengambilan keputusan berkaitan • lain-lainnya yang azimutal / zenital: • proyeksi bidang datar. • bidang selimut kerucut. dengan topografi, iklim, vegetasi, hunian dan Proyeksi Proyeksi kerucut: Bidang Bidang proyeksi Proyeksi silinder: Bidang proyeksi bidang selimut silinder. umumnya Persinggungan bidang proyeksi dengan bola berkaitan dengan ruang yang luas. bumi: • Cara proyeksi peta bisa dipilih sebagai: • Proyeksi langsung (direct projection): yaitu dari ellipsoid langsung ke bidang • proyeksi. Proyeksi projection): tidak yaitu langsung (double proyeksi Proyeksi Tangen: Bidang proyeksi • bersinggungan dengan bola bumi. • berpotongan dengan bola bumi. yang Proyeksi Secant: Proyeksi Bidang "Polysuperficial": Proyeksi Banyak bidang proyeksi. dilakukan menggunakan "bidang" antara, ellipsoid ke bola dan dari bola ke bidang proyeksi. Pemilihan sistem proyeksi peta ditentukan Posisi sumbu simetri bidang proyeksi terhadap sumbu bumi: • Proyeksi Normal: Sumbu simetri bidang berdasarkan pada: proyeksi berimpit dengan sumbu bola • bumi. Ciri-ciri tertentu atau asli yang ingin dipertahankan sesuai dengan tujuan • pembuatan / pemakaian peta. • dipetakan. Ukuran dan bentuk daerah yang akan Letak daerah yang akan dipetakan. • Proyeksi Miring: Sumbu simetri bidang proyeksi miring terhadap sumbu bola bumi. 123 • Proyeksi Transversal: Sumbu simetri bidang proyeksi ⊥ terhadap sumbu bola bumi. • • Proyeksi Matematis: Semuanya diperoleh dengan hitungan matematis. Proyeksi Semi Geometris: Sebagian peta diperoleh dengan cara proyeksi dan Pertimbangan Intrinsik sebagian lainnya diperoleh dengan cara Sifat asli yang dipertahankan: • • Proyeksi daerah Pertimbangan dalam pemilihan proyeksi dipertahankan, yaitu luas pada peta peta untuk pembuatan peta skala besar setelah disesuaikan dengan skala peta = adalah: luas di asli pada muka bumi. • Proyeksi Ekuivalen: matematis. Konform: dipertahankan, Luas Bentuk sehingga daerah sudut-sudut pada peta dipertahankan sama dengan • sudut-sudut di muka bumi. Proyeksi Ekuidistan: Jarak antar titik di peta setelah disesuaikan dengan skala peta sama dengan jarak asli di muka bumi. • batas kesalahan grafis. • bisa digabungkan. • sesederhana mungkin. • semudah-mudahnya. Cara penurunan peta: • Distorsi pada peta berada pada batas- Sebanyak mungkin lembar peta yang Perhitungan plotting setiap lembar Plotting manual bisa dibuat dengan cara Menggunakan titik-titik kontrol sehingga posisinya segera bisa diplot. Proyeksi Geometris: Proyeksi perspektif atau proyeksi sentral. Tabel 7. Kelas proyeksi peta KELAS 1. Bid. Proyeksi Bid. Datar Bid. Kerucut Bid. Silinder 2. Persinggungan Tangent Secant Polysuperficial 3. Posisi Normal Oblique/Miring Transversal 4. Sifat Ekuidistan Ekuivalen Konform 5. Generasi Geometris Matematis Semi Geometris Pertimbangan EKSTRINSIK Pertimbangan INTRINSIK 124 Silinder Kerucut Azimut Normal Transversal Miring Tangent Secant Gambar 88. Jenis bidang proyeksi dan kedudukannya terhadap bidang datum Bidang datum dan bidang proyeksi: • • b. Kegepengan ( flattening ) - f = (a - b)/b, Bidang datum adalah bidang yang akan (Gambar dapat dilihat pada Gambar 89). digunakan untuk memproyeksikan titik- c. Garis geodesic adalah kurva terpendek titik yang diketahui koordinatnya (j ,l ). yang menghubungkan dua titik pada Bidang proyeksi adalah bidang yang permukaan elipsoid. akan digunakan untuk memproyeksikan d. Garis Orthodrome adalah proyeksi garis titik-titik yang diketahui koordinatnya geodesic pada bidang proyeksi. (Dapat (X,Y). dilihat pada Gambar 91). e. Garis Loxodrome (Rhumbline) adalah Ellipsoid: a. Sumbu panjang (a) dan sumbu pendek (b). garis (kurva) yang menghubungkan titik- titik dengan azimuth α yang tetap. (Dapat dilihat pada Gambar 90). 125 Gambar 89. Geometri ellipsoid Gambar 90. Rhumbline atau loxodrome menghubungkan titik-titik Gambar 91. Oorthodrome dan loxodrome pada proyeksi gnomonis dan proyeksi mercator 126 Proyeksi Polyeder Sistem proyeksi kerucut, normal, tangent dan konform Gambar 92. Proyeksi kerucut: bidang datum dan bidang proyeksi Gambar 93. Proyeksi polyeder: bidang datum dan bidang proyeksi 127 Proyeksi ini digunakan untuk daerah 20° x Meridian tergambar sebagai garis lurus yang 20° (37 km x 37 km), sehingga bisa konvergen ke arah kutub, ke arah KU untuk memperkecil distorsi. Bumi dibagi dalam daerah di sebelah utara ekuator dan ke arah jalur-jalur yang dibatasi oleh dua garis KS untuk daerah di selatan ekuator. Paralel- paralel dengan lintang sebesar 20° atau tiap paralel jalur selebar 20° diproyeksikan pada kerucut konsentris. Untuk jarak-jarak kurang dari 30 tersendiri. menyinggung km, koreksi jurusan kecil sekali sehingga pada garis paralel tengah yang merupakan bisa diabaikan. Konvergensi meridian di tepi paralel baku - k = 1. bagian Bidang kerucut tergambar derajat di sebagai wilayah maksimum 1,75°. Gambar 94. Lembar proyeksi peta polyeder di bagian lintang utara dan lintang selatan Gambar 95. Konvergensi meridian pada proyeksi polyeder lingkaran Indonesia 128 Secara praktis, pada kawasan 20° x 20°, lurus sumbu X di titik tengah bagian jarak hasil ukuran di muka bumi dan jarak derajatnya. Sehingga titik tengah setiap lurusnya di bidang proyeksi mendekati sama bagian derajat mempunyai koordinat O. atau bisa dianggap sama. Koordinat titik-titik lain seperti titik triangulasi Proyeksi polyeder di Indonesia digunakan dan titik pojok lembar peta dihitung dari titik untuk pemetaan topografi dengan cakupan: pusat bagian derajat masing-masing bagian 94° 40’ BT - 141° BT, yang dibagi sama tiap derajat. Koordinat titik-titik sudut (titik pojok) 20° bagian, geografis lembar peta dihitung berdasarkan 11° LS - 6° LU, yang dibagi tiap 20° atau skala peta, misal 1 : 100.000, 1 : 50.000, 1 : menjadi 51 bagian. Penomoran dari barat ke 25.000 dan 1 : 5.000. timur: 1, 2, 3,..., 139, dan penomoran dari Pada skala 1 : 50.000, satu bagian derajat LU ke LS: I, II, III, ..., LI. proyeksi polyeder (20° x 20°) tergambar Penerapan Proyeksi Polyeder di Indonesia dalam 4 lembar peta dengan penomoran atau menjadi 139 Sistem penomoran bagian derajat proyeksi polyeder lembar A, B, C dan D. Sumbu Y adalah meridian tengah dan sumbu X adalah garis tegak lurus sumbu Y yang melalui Peta dengan proyeksi polyeder dibuat di perpotongan meridian tengah dan paralel Indonesia sejak sebelum perang dunia II, tengah. Setiap lembar peta mempunyai meliputi peta-peta di pulau Jawa, Bali dan sistem sumbu koordinat yang melalui titik Sulawesi. tengah lembar dan sejajar sumbu (X,Y) dari Wilayah Indonesia dengan 94° 40’ BT - 141° sistem koordinat bagian derajat. BT dan 6° LU - 11° LS dibagi dalam 139 x LI Keuntungan dan kerugian sistem proyeksi bagian derajat, masing-masing 20° x 20°. polyeder Tergantung pada skala peta, tiap lembar Keuntungan bisa dibagi lagi dalam bagian yang lebih perubahan jarak dan sudut pada satu kecil. bagian derajat 20° x 20°, sekitar 37 km x 37 Cara menghitung pojok lembar peta proyeksi polyeder Setiap bagian derajat mempunyai sistem koordinat masing-masing. Sumbu X berimpit dengan meridian tengah dan sumbu Y tegak proyeksi polyeder: karena km bisa diabaikan, maka proyeksi ini baik untuk digunakan pada pemetaan teknis skala besar. 129 • Kerugian proyeksi polyeder: a. Untuk pemetaan daerah luas harus sering pindah bagian derajat, memerlukan tranformasi koordinat. pada dua buah meridian yang disebut • b. Grid kurang praktis karena dinyatakan c. Bidang silinder memotong bola bumi meridian standar dengan faktor skala 1. Lebar zone 6° dihitung dari 180° BB dengan nomor zone 1 hingga ke 180° dalam kilometer fiktif. BT dengan nomor zone 60. Tiap zone Tidak praktis untuk peta skala kecil • mempunyai meridian tengah sendiri. • 0,9996. dengan cakupan luas. d. Kesalahan arah maksimum 15 m untuk jarak 15 km. Perbesaran di meridian tengah = Batas paralel tepi atas dan tepi bawah adalah 84° LU dan 80° LS. Proyeksi Universal Traverse Mercator Pada (UTM) UTM merupakan sistem proyeksi silinder, konform, secant, transversal. ketentuan sebagai berikut: Dengan Gambar 96 berikut ditunjukkan perpotongan silinder terhadap bola bumi dan gambar XYZ menujukkan penggambaran proyeksi dari bidang datum ke bidang proyeksi. Gambar 96. Kedudukan bidang proyeksi silinder terhadap bola bumi pada proyeksi UTM 130 Gambar 97. Proyeksi dari bidang datum ke bidang proyeksi Gambar 98. Pembagian zone global pada proyeksi UTM 131 Pada kedua gambar tersebut, ekuator Garis tebal dan garis putus-putus pada tergambar sebagai garis lurus dan meridian- gambar menunjukkan proyeksi lingkaran- meridian tergambar sedikit melengkung. lingkaran melalui I, II, III dan IV yang tidak Karena proyeksi UTM bersifat konform, mengalami distorsi setelah proyeksi. maka paralel-paralel juga tergambar agak melengkung sehingga Konvergensi Meridian perpotongannya dengan meridian membentuk sudut siku. Ukuran lembar peta dan cara menghitung Ekuator tergambar sebagai garis lurus dan titik sudut lembar peta UTM dipotong tegak lurus oleh proyeksi meridian Susunan sistem koordinat tengah yang juga terproyeksi sebagai garis lurus melalui titik V dan VI. Kedua garis ini digunakan sebagai sumbu sistem koordinat (X,Y) proyeksi pada setip zone. Ukuran satu lembar bagian derajat adalah 6° arah meridian 8° arah paralel (6° x 8°) atau sekitar (665 km x 885 km). Pusat koordinat tiap bagian lembar derajat Sistem grid pada proyeksi UTM terdiri dari adalah garis lurus yang sejajar meridian tengah. dengan "paralel" tengah. Absis dan ordinat Lingkaran silinder semu di (0,0) adalah + 500.000 m, dan + 0 dengan bola bumi tergambar sebagai garis m untuk wilayah di sebelah utara ekuator lurus. Pada daerah I, V, II dan III, VI, IV atau +10.000.000 m untuk wilayah di gambar proyeksi mengalami pengecilan, sebelah selatan ekuator. tempat perpotongan sedangkan pada daerah IA, IIB, IIIC dan IVD mengalami perbesaran. Gambar 99. Konvergensi meridian pada proyeksi UTM perpotongan meridian tengah 132 Gambar 99 dan 100 menunjukkan sistem Misalnya, pada tepi zone atau sekitar 300 koordinat dan faktor skala pada setiap km di sebelah barat dan timur meriadian lembar peta. Perhatikan pada absis antara tengah, untuk jarak 1.000 m pada meridian 320.000 m – 500.000 m dan 680.000 m – tengah akan tergambar 1.000.070 x 1.000 m 500.000 m terjadi pengecilan faktor skala = 1.000.070.000 m, atau terjadi distorsi dari 1 ke 0,9996. Sedangkan pada selang sekitar 70 cm / 1 000 m. diluar kedua daerah ini terjadi perbesaran faktor skala. Gambar 100. Sistem koordinat proyeksi peta UTM Gambar 101. Grafik faktor skala proyeksi peta UTM 133 Lembar Peta UTM Global a. Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 100.000 adalah 30° x 30°. Penomoran setiap lembar bujur 6° dari 180° BB – 180° BT menggunakan angka Arab 1 – b. Satu lembar peta skala 1 : 250.000 dibagi menjadi 6 bagian lembar peta 60. skala 1 : 100.000. Penomoran setiap lembar arah paralel 80° c. Angka Arab 1 – 94 untuk penomoran LS – 84° LU menggunakan huruf latin besar bagian lembar setiap 30° pada arah dimulai dengan huruf C dan berakhir huruf X 94° BT – 141° BT. dengan tidak menggunakan huruf I dan O. d. Angka Arab 1 - 36 untuk penomoran Selang seragam setiap 8° mulai 80° LS – bagian lembar setiap 30° pada arah 72° LU atau C – W. 6° LU – 12° LS. Menggunakan cara penomoran seperti itu, Lembar peta UTM skala 1 : 50.000 di secara global pada proyeksi UTM, wilayah Indonesia Indonesia di mulai pada zone 46 dengan meridian sentral 93° BT dan berakhir pada a. Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 50.000 adalah 15° x 15°. zone 54 dengan meridian sentral 141° BT, serta 4 satuan arah lintang, yaitu L, M, N b. Satu lembar peta skala 1 : 100.000 dibagi menjadi 4 bagian lembar peta dan P dimulai dari 15° LS – 10° LU. skala 1 : 50.000. Lembar peta UTM skala 1 : 250.000 di c. Indonesia Penomoran menggunakan angka Romawi I, II, III dan IV dimulai dari pojok a. Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 250.000 kanan atas searah jarum jam. adalah 1½° x 1°. Sehingga untuk satu bagian derajat 6° x 8° terbagi dalam 4 x Lembar peta UTM skala 1 : 25.000 di 8 = 32 lembar. Indonesia b. Angka Arab 1 - 31 untuk penomoran a. Ukuran 1 lembar peta skala 1 : 25.000 bagian lembar setiap 1½° pada arah 94½° BT – 141° BT. c. Angka Romawi adalah 7½° x 7½ °. b. Satu lembar peta skala 1 : 50.000 dibagi I – XVII untuk menjadi 4 bagian lembar peta skala 1 : penomoran bagian lembar setiap 1° pada arah 6° LU – 11° LS. 25.000. c. Penomoran menggunakan huruf latin Lembar peta UTM skala 1 : 100.000 di kecil a, b, c dan d dimulai dari pojok Indonesia kanan atas searah jarum jam. 134 1. Peta–peta khusus Gambar 102. Peta kota Bandung Gambar 103. Peta Geologi 135 Gambar 104. Peta statistik Gambar 105. Peta sungai 136 Gambar 106. Peta jaringan 2. Peta Dunia Peta dunia skalanya lebih kecil dari 1 : 1.000.000 yang berisikan pulau dan benua. Gambar 107. Peta dunia 137 Kebaikan Proyeksi UTM 5.2. Aturan kuadran a. Proyeksi simetris selebar 6° untuk setiap zone. Koordinat proyeksi peta dapat didekati b. Transformasi koordinat dari zone ke dengan aturan diatas atau ditetapkan oleh zone dapat dikerjakan dengan rumus surveyor secara pendekatan lokal jika belum yang sama untuk setiap zone di seluruh tersedia dunia. pengukuran. Distorsi berkisar antara - 40 cm/ 1.000 digunakan pada pengukuran dan pemetaan m dan 70 cm/ 1.000 m. berbeda dengan sistem koordinat matematis c. Bencmark Sistem disekitar lokasi kuadran yang (trigonometri). Sistem kuadran matematis Proyeksi TM-3° bertambah besar ke arah berlawanan jarum Sistem proyeksi peta TM-3° adalah sistem jam. Alasan dari aturan kuadran ilmu ukur proyeksi Mercator tanah yang searah jarum jam adalah karena dengan ketentuan faktor skala di meridian peralatan pengukuran sudut menggunakan sentral = 0,9999 dan lebar zone = 3°. Sistem bantuan proyeksi ini, sejak tahun 1997 digunakan bertambah besar searah jarum jam. Universal Tranverse oleh bekas Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai sistem koordinat nasional menggunakan datum absolut DGN-95. Ketentuan sistem proyeksi peta TM-3° : magnet Sistem kuadran berbeda dengan bumi yang koordinat kuadran nilainya geometrik trigonometrik karena alat-alat Ilmu Ukur Tanah arahnya dari utara dan searah jarum jam. a. Proyeksi: TM dengan lebar zone 3°. Untuk menentukan suatu titik terhadap titik b. Sumbu pertama (Y): Meridian sentral yang lainnya dipergunakan sistem koordinat. c. dari setiap zone. Sistem koordinat yang dipergunakan adalah Sumbu kedua (X) : Ekuator. koordinat siku-siku (kartesien) dan koordinat d. Satuan : Meter. e. Absis semu (T) : 200.000 meter + X. f. Ordinat semu (U) : 1.500.000 meter + Y. g. Faktor skala pada meridian sentral : 0,9999. polar. Menurut teori, sudut jurusan adalah sudut yang dimulai dari arah utara geografis, maka arah utara diambil sebagai suatu salib sumbu. Pada waktu kaki bergerak OP: Berhimpit dengan sb, yang positif α = 90 Berhimpit dengan sb, yang positif α = 180 138 Berhimpit dengan sb, yang positif α = 270 5.3. Sistem koordinat Berhimpit dengan sb, yang positif α = 360 Dengan demikian kaki yang bergerak OP melalui daerah-daerah 0-90, 90-180, 180270, 270-300, dimana daerah-daerah tersebut disebut dengan: Sistem koordinat permukaan bumi keseluruhan menggunakan sistem koordinat geografik (Geodetik) yang diukur dengan menggunakan derajat (degree) garis-garis Kuadran I : 0 – 90 lingkaran yang menghubungkan kutub utara Kuadran II : 90 – 180 ke kutub selatan dikenal dengan nama garis Kuadran III : 180 – 270 bujur (longitude) atau garis-garis meridian. Kuadran IV : 270 – 360 Nilai nol derajat garis meridian melalui kota Dan kuadran berputar dengan jalannya jarum jam. Disamping ini digambar garis AB yang di sebellah kiri AB dan di sebelah αba, kanan Kedua arah BA dan AB mempunyai arah yang berlawanan, dengan memperpanjang AB, maka didapat pula αab dan αba, pada sebelah kanan dapat ditentukan hubungan antar αab dan αba α ba = α ab + 1800 karena terbukti bahwa: Dengan uraian Greenwich di kota inggris. Adalah 0 derajat sampai dengan 180 derajat Bujur Barat. Nilai garis meridian dari Greenwich ke arah timur dikenal dengan nama bujur timur yang besarnya adalah 0 derajat sampai dengan 180 derajat Bujur Timur. Garis-garis lingkaran yang tegak lurus terhadap garis meridian dikenal dengan nama garis lintang (latitude). Nilai nol derajat garis lintang memotong di tengah garis meridian yang menghubungkan kutub utara dengan kutub di sudut selatan dikenal dengan nama garis ekuator jurusan, maka didapat dua sifat yang atau garis katulistiwa. Nilai garis lintang dari penting dari jurusan tersebut: ekuator ke kutub utara dikenal dengan I. 0 ‹ α ‹ 360 II. α ab - α ba = 180 0 atas tentang (sudut jurusan terletak antara 0º - 360º). 0 istilah lintang utara yang besarnya dari 0 derajat sampai dengan 90 derajat Lintang (dua sudut jurusan dari Utara. Nilai garis lintang dari ekuator ke dua arah yang berlawanan berselisih kutub Selatan dikenal dengan istilah Lintang 180º). Selatan yang besarnya dari 0 derajat sampai dengan 90 derajat Lintang Selatan. 139 Gambar 108. Sistem koordinat geografis Beberapa ketentuan yang berhubungan dengan pemodelan bumi sebagai spheroid adalah: • • • • Meridian dan meridian utama. Paralel dan paralel NOL atau ekuator. Gambar 109. Bumi sebagai spheroid Bujur (longitude - j), bujur barat (0° 180° BB) dan bujur timur (0° - 180° BT). Lintang ( latitude - l ), lintang utara (0° 90° LU) dan lintang selatan (0° – 90° LS). 140 Pengukuran tempat titik – titik Ilmu Ukur Sudut dari kanan ke kiri dan pada • Ilmu Geodesi dari kiri ke kanan tapi daerah Menggunakan garis lurus Apabila titik – titik tersebut terdapat pada satu garis lurus, dengan titik dasar • kuadran pada dua ilmu itu menyatakan daerah yang sama ialah: 0 dimana sebelah kanan dari titik nol Kuadran I : 00 – 900 bertanda positif dan sebelah kiri dari titik Kuadran II : 900 – 1800 nol bertanda negatif. Kuadran III : 1800 – 2700 Kuadran IV : 2700 – 3600 Menggunakan sumbu koordinat Apabila terdapat dua titik tidak pada Segala suatu yang telah dipelajari pada Ilmu satu garis lurus, dengan titik O sebagai Ukur Sudut mengenai Sinus, Cosinus, dan pusat dari perpotongan garis mendatar Tangen berfungsi dengan penuh pada Ilmu X (Absis) dan garis tegak lurus Y Geodesi. (Ordinat). Dimana pada sumbu Tabel 8. Aturan kuadran trigonometris X kesebelah kanan dari titik O bertanda Kuadran I positif dan sebelah kiri dari titik O bertanda negatif. Pada sumbu Y kearah utara dari titik O negatif. Tan α Untuk menentukan jarak dab dapat ( X b − X a ) 2 + (Y b − Ya ) 2 Untuk menentukan besarnya atau lebih tepat di kuadran manakah sudut jurusan α di letakkan, digunakan rumus: 5.4. Menentukan Sudut Jurusan tg α ab Xb − Xa Yb − Ya = Dasar–dasar Seperti telah dijelaskan sebelumnya sudut jurusan adalah sudut yang dibentuk dari arah utara geografis kemudian IV Cos α kearah selatan dari titik O bertanda dab = III Sin α bertanda positif dan menggunakan Teorema Phytagoras: II Trigonometris geometri analitik α= adalah goniometri- x y x ; Cos α = ; Tgn α = r r y searah jarum jam dan berhenti pada garis Sin yang telah ditentukan. Tgαab = sudut dan pada ilmu geodesi, yaitu pada yaitu ini trigonometri adalah sebagai berikut : diputar Meskipun membagi kuadran pada ilmu ukur perhitungan Xb − X a Yb − Ya 141 B ( X b ,Y b ) α d ab ab C A ( X a ,Y a ) Gambar 110. Sudut jurusan Dari gambar di atas dapat dicari jarak d ab menggunakan aturan sinus dan cosinus : cos α ab = d ab = Yb − Ya cos α ab sin α ab = d ab = Y Yb − Ya = r d ab X Xb − Xa = r d ab Xb − Xa sin α ab Gambar 111. Aturan kuadran geometris Untuk menentukan luas pengukuran dengan menggunakan sistem koordinat : “Metode Sarus” Metode Sarus Apabila terdapat beberapa variabel X dan Y. Misalnya X1, X2, X3,..., Xn dan Y1, Y2, Y3,..., Yn. Maka kedua variabel tersebut dikali silang kemudian dibagi 2. (X1 ⋅Y2 + X2 ⋅Y3 + X3 ⋅Y1 )−(Y1 ⋅ X2 +Y2 ⋅ X3 +Y3 ⋅ X1) 2 Gambar 112. Aturan kuadran trigonometris 142 Model AlirPertemuan ke-05 Model Diagram Alir IlmuDiagram Ukur Tanah Proyeksi Peta, Aturan Kuadran Kordinat Sistem Koordinat, Proyeksi Petadan dan Sistem Aturan Kuadran Dosen Penanggung Jawab : Dr.Ir.Drs.H.Iskandar Muda Purwaamijaya, MT Sistem Koordinat Permukaan Bumi (dalam Degree / Derajat) (Koordinat Geodetik : Longitude dan Latitude) (Bujur dan Lintang) Lingkaran-Lingkaran yang melalui Kutub Utara dan Selatan (Garis Bujur/Meridian/Longitude) Lingkaran-Lingkaran yang tegak lurus Garis Bujur/Meridian/Longitude (Garis Lintang/Paralel/Latitude) Nol Derajat Meridian di Kota Greenwich Inggris Nol Derajat Paralel di Garis Equator/Khatulistiwa Bujur Timur 0 - 180 Bujur Barat 0 - 180 Distorsi (Perubahan Bentuk) Informasi jarak, sudut dan luas) Lintang Selatan 0 - 90 Lintang Utara 0 - 90 Bidang Bola / Ellipsoida Proyeksi Peta : Proses memindahkan informasi dari bidang lengkung ke bidang datar melalui bidang perantara Bidang Perantara Silinder/ Cylindrical Datar/ Zenithal Kerucut/ Conical Posisi Sumbu Putar Bumi terhadap Garis Normal Bidang Perantara Transversal/ Tegak Lurus Jarak (Equidistance) Bina Marga / Jasa Marga Normal/Berhimpit/ Sejajar Oblique/Miring Sudut (Conform) Navigasi Informasi Geometris yang dipertahankan Bidang Datar Luas (Equivalent) BPN Gambar 113. Diagram alir Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat 143 Rangkuman Berdasarkan uraian materi bab 5 mengenai Proyeksi Peta, Aturan Kuadran dan Sistem Kordinat, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Proyeksi peta adalah teknik-teknik yang digunakan untuk menggambarkan sebagian atau keseluruhan permukaan tiga dimensi yang secara kasaran berbentuk bola ke permukaan datar dua dimensi dengan distorsi sesedikit mungkin. 2. Sistem proyeksi peta dibuat untuk mereduksi sekecil mungkin distorsi. Tujuan Sistem Proyeksi Peta dibuat dan dipilih untuk menyatakan dan menyajikan secara grafis posisi titik-titik pada permukaan bumi ke dalam sistem koordinat bidang datar. 3. Cara proyeksi peta dapat dilakukan dengan cara proyeksi langsung (direct projection) dan proyeksi tidak langsung (double projection). Secara garis besar sistem proyeksi peta bisa dikelompokkan berdasarkan pertimbangan ekstrinsik dan intrinsik. 4. Bidang datum adalah bidang yang akan digunakan untuk memproyeksikan titik-titik yang diketahui koordinatnya (j ,l ). Sedangkan bidang proyeksi adalah bidang yang akan digunakan untuk memproyeksikan titik-titik yang diketahui koordinatnya (X,Y). 5. UTM merupakan sistem proyeksi silinder, konform, secant, transversal. 6. Sistem proyeksi peta TM-3° adalah sistem proyeksi Universal Tranverse Mercator dengan ketentuan faktor skala di meridian sentral = 0,9999 dan lebar zone = 3°. 7. Sudut jurusan adalah sudut yang dimulai dari arah utara geografis, maka arah utara diambil sebagai suatu salib sumbu. 8. Meskipun membagi kuadran pada ilmu ukur sudut dan pada ilmu geodesi berjalan berlawanan, ialah pada Ilmu Ukur Sudut dari kanan ke kiri dan pada Ilmu Geodesi dari kiri ke kanan tapi daerah kuadran pada dua ilmu itu menyatakan daerah yang sama. Oleh karena itu, alat-alat Ilmu Ukur Tanah arahnya dari utara dan searah jarum jam. 9. Untuk menentukan luas pengukuran dengan menggunakan sistem koordinat dapat menggunakan metode Sarus. Metode Sarus dapat digunakan apabila terdapat beberapa variabel X dan Y. Misalnya X1, X2, X3,..., Xn dan Y1, Y2, Y3,..., Yn. Maka kedua variabel tersebut dikali silang kemudian dibagi 2. 144 Soal Latihan Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini! 1. Jelaskan pengertian dan tujuan proyeksi peta ? 2. Apa yang dimaksud dengan bidang datum dan bidang proyeksi ? 3. Keuntungan dan kerugian apa saja pada sistem proyeksi polyeder ? 4. Jelaskan apa yang dimaksud dengan sistem proyeksi peta TM-3°, serta ketentuanketentuannya ? 5. Jelaskan mengapa aturan kuadran Ilmu Ukur Tanah searah jarum jam ? 6. Sebutkan ketentuan-ketentuan yang berhubungan dengan permodelan bumi sebagai spheroid ? 7. Apa yang dimaksud dengan sudut jurusan ? LAMPIRAN A. 1 DAFTAR PUSTAKA Anonim. (1983). Ukur Tanah 2. Jurusan Teknik Sipil PEDC. Bandung Barus, B dan U.S. Wiradisastra. 2000. Sistem Informasi dan Geografis. Bogor. Budiono, M. dan kawan-kawan. 1999. Ilmu Ukur Tanah. Angkasa. Bandung. Darmaji, A. 2006. Aplikasi Pemetaan Digital dan Rekayasa Teknik Sipil dengan Autocad Development. ITB. Bandung. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1999. Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan. Depdikbud. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional RI. 2003. Standar Kompetensi Nasional Bidang SURVEYING. Bagian Proyek Sistem Pengembangan. Jakarta. Gayo, Yusuf., dan kawan-kawan. 2005. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. PT. Pradjna Paramita. Jakarta. Gumilar, I. 2003. Penggunaan Computer Aided Design (CAD) pada Biro Arsitek. Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan FPTK UPI. Bandung. Gunarta, I.G.W.S. dan A.B. Sailendra. 2003. Penanganan Masalah Jalan Tembus Hutan secara Terintegrasi : Kajian terhadap Kebutuhan Kelembagaan Stakeholders. Jurnal Litbang Jalan Volume 20 No.3 Oktober. Departemen Pekerjaan Umum. Bandung. Gunarso, P. dan kawan-kawan. 2004. Modul Pelatihan SIG. Pemkab Malinau Hasanudin, M. dan kawan-kawan. 2004. Survai dengan GPS. Pradnya Paramita. Jakarta. Hendriatiningsih, S. 1990. Engineering Survey. Teknik geodesi FPTS ITB. Bandung. Hayati, S. 2003. Aplikasi Geographical Information System untuk Zonasi Kesesuaian Lahan Perumahan di Kabupaten Bandung. Lembaga Penelitian UPI. Bandung. Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan. 2005. Struktur Kurikulum Program Studi Pendidikan Teknik Sipil FPTK UPI. Jurusan Diktekbang FPTK UPI. Bandung. Kusminingrum, N. dan G. Gunawan. 2003. Evaluasi dan Strategi Pengendalian Pencemaran Udara di Kota-Kota Besar di Indonesia. Jurnal Litbang Jalan Volume 20 No.1 Departemen Pekerjaan Umum. Bandung. Lanalyawati. 2004. Pengkajian Pengelolaan Lingkungan Jalan di Kawasan Hutan Lindung (Bedugul Bali). Jurnal Litbang Jalan Volume 21 No.2 Juli. Departemen Pekerjaan Umum. Bandung. Marina, R. 2002. Aplikasi Geographical Information System untuk Evaluasi Kemampuan Lahan di Kabupaten Sumedang. Masri, RM. 2007. Kajian Perubahan Lingkungan Zona Buruk untuk Perumahan. SPS IPB. Bogor. Mira, S. 1988. Poligon. Teknik Geodesi FTSP ITB. Bandung. LAMPIRAN A. 2 Mira, S. R.M. 1988. Ukuran Tinggi Teliti. Teknik Geodesi FTSP ITB. Bandung. Melani, D. 2004. Aplikasi Geographical Information System untuk Zonasi Kesesuaian Lahan Perumahan di Kabupaten Sumedang. Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan FPTK UPI. Bandung. Mulyani, S.Y.R dan Lanalyawati. 2004. Kajian Kebijakan dalam Pengelolaan Lingkungan Jalan di Kawasan Sensitif. Jurnal Litbang Jalan Volume 21 No.1 Maret. Departemen Pekerjaan Umum. Bandung. Parhasta, E. 2002. Tutorial Arcview SIG Informatika. Bandung. Purwaamijaya, I.M. 2006. Ilmu Ukur Tanah untuk Teknik Sipil. FPTK UPI. Bandung. Purwaamijaya, I.M. 2005a. Analisis Kemampuan Lahan di KecamatanKecamatan yang Dilalui Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung Jawa Barat. Jurnal Permukiman ISSN : 02150778 Volume 21 No.3 Desember 2005. Departemen Pekerjaan Umum. Badan Penelitian dan Pengembangan. Bandung. Purwaamijaya, I.M. 2005b. Analisis Kemampuan Lahan sebagai Acuan Penyimpangan Gejala Konversi Lahan Sawah Beririgasi Menjadi Lahan Perumahan di Koridor Jalan SoekarnoHatta Kota Bandung. Jurnal Informasi Teknik ISSN : 0215-1928 No.28 – 2005. Departemen Pekerjaan Umum. Badan Penelitian dan Pengembangan. Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Air. Balai Irigasi. Bekasi. Purwaamijaya, I.M. 2005c. Pola Perubahan Lingkungan yang Disebabkan oleh Prasarana dan Sarana Jalan (Studi Kasus : Jalan Soekarno-Hatta di Kota Bandung Jawa Barat). Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Purworaharjo,U. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri A Pengukuran Tinggi. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung. Purworaharjo,U. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri B Pengukuran Horisontal. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung. Purworaharjo,U. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri C Pemetaan Topografi. Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung. Purworaharjo,U. 1982. Hitung proyeksi Geodesi (Proyeksi Peta). Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung. Staf Ukur Tanah. 1982. Petunjuk Penggunaan Planimeter. Pusat Pengembangan Penataran Guru Teknologi. Bandung. Supratman, A.. 2002. Geometrik Jalan Raya. FPTK IKIP. Bandung. Supratman, A.,dan I.M Purwaamijaya. 1992. Pengukuran Horizontal. Bandung.: FPTK IKIP. Supratman, A.,dan I.M Purwaamijaya. (1992). Modul Ilmu Ukur Tanah. FPTK IKIP. Bandung. Susanto dan kawan-kawan. (1994). Modul : Pemindahan Tanah Mekanis. FPTK IKIP. Bandung. Wongsotjitro. 1980. Ilmu Kanisius .Yogyakarta. Ukur Tanah. Yulianto, W. 2004. Aplikasi AUTOCAD 2002 untuk Pemetaan dan SIG. Gramedia. Jakarta. LAMPIRAN B.1 GLOSARIUM Absis : Analog Astronomis : : Automatic level : Azimuth : Barometri : Benchmark : Bowditch : BPN CAD : : Cassini : Collins : Coordinate Set : Cosinus : Cross hair : Cross Section : Datum : Digital : Posisi titik yang diproyeksikan terhadap sumbu X yang arahnya horizontal pada bidang datar. Sistem penyajian peta secara manual. Ilmu yang mempelajari posisi relatif benda-benda langit terhadap benda-benda langit lainnya. Sipat datar optis yang mirip dengan tipe kekar tetapi dilengkapi dengan alat kompensator untuk membuat garis bidik mendatar dengan sendirinya. Sudut yang dibentuk dari garis arah utara terhadap garis arah suatu titik yang besarnya diukur searah jarum jam. Alat atau metode untuk mengukur tekanan udara yang diaplikasikan untuk menghitung beda tinggi antara beberapa titik di atas permukaan bumi yang berkategori gunung (slope > 40 %). Titik ikat di lapangan yang ditandai oleh patok yang dibuat dari beton dan besi dan telah diketahui koordinatnya hasil pengukuran sebelumnya. Metode koreksi absis dan ordinat pada pengukuran polygon yang bobotnya adalah perbandingan antara jarak resultante terhadap total jarak resultante. Badan Pertanahan Nasional (Kantor Agraria / Pertanahan). Computer Aided Design. Penyajian gambar secara digital menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak komputer. Metode pengikatan ke belakang (alat berdiri di atas titik yang ingin diketahui koordinatnya) yang menggunakan bantuan 2 titik penolong dan dua buah lingkaran. Metode pengikatan ke belakang (alat berdiri di atas titik yang ingin diketahui koordinatnya) yang menggunakan bantuan 1 titik penolong dan satu buah lingkaran. Pengaturan koordinat peta analog agar sesuai dengan koordinat pada sistem koordinat peta digital yang titik-titik ikat acuannya adalah titik-titik di peta analog yang memiliki nilai-nilai koordinat. Besar sudut yang dihitung dari perbandingan sisi datar terhadap sisi miring. Benang silang diafragma yang tampak pada lensa objektif teropong sebagai acuan untuk membaca ketinggian garis bidik pada rambu ukur. Profil melintang. Penampang pada arah lebar yang menggambarkan turun naiknya permukaan suatu bentuk objek. Titik perpotongan antara ellipsoid referensi dengan geoid (datum relatif). Pusat ellipsoid referensi berimpit dengan pusat bumi (datum absolut). Sistem penyajian informasi (grafis atau teks) secara biner elektronis. LAMPIRAN B.2 Digitizer : Distorsi : DGN Dumpy level : : Ellipsoid : Equator : Flattening : Fokus : Fotogrametri : Geodesi : Geodesic : Geoid : Geometri : Gradien : Grafis Greenwich : : Grid : Hexagesimal : Higragirum : Horisontal : Indeks : Alat yang digunakan untuk mengubah peta-peta analog menjadi peta-peta digital dengan menelusuri detail-detail peta satu persatu. Perubahan bentuk atau perubahan informasi geometrik yang disajikan pada bidang lengkung (bola/ellipsoidal) terhadap bentuk atau informasi geometrik yang disajikan pada bidang datar. Datum Geodesi Nasional, datum sistem koordinat nasional. Sipat datar optis tipe kekar, sumbu tegak menjadi satu dengan teropong. Bentuk 3 dimensi dari ellips yang diputar pada sumbu pendeknya dan merupakan bentuk matematis bumi. Spheroid persamaan kata ellipsoid. Garis khatulistiwa yaitu garis yang membagi bumi bagian utara dan bumi bagian selatan sama besar. Kegepengan. Nilai yang diperoleh dari pembagian selisih radius terpendek dengan radius terpanjang ellipsoida terhadap radius terpendek. Ketajaman penampakan objek pada teropong dan dapat diatur dengan tombol fokus. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempelajari mengenai geometris foto-foto udara yang diperoleh dari pemotretan menggunakan pesawat terbang. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang mempelajari dan menyajikan informasi bentuk permukaan bumi dengan memperhatikan kelengkungan bumi. Kurva terpendek yang menghubungkan dua titik pada permukaan ellipsoida. Bentuk tidak beraturan yang mewakili permukaan air laut di bumi dan memiliki energi potensial yang sama. Ilmu yang mempelajari bentuk matematis di atas permukaan bumi. Besarnya nilai perbandingan sisi muka terhadap sisi samping yang membentuk sudut tegak lurus (90o) Penyajian hasil pengukuran dengan gambar. Kota di Inggris yang dilewati oleh garis meridian (longitude/bujur) 0o. Bentuk empat persegi panjang yang merupakan referensi posisi absis dan ordinat yang diletakkan di muka peta yang panjang dan lebarnya bergantung pada unit posisi X dan Y yang ditetapkan oleh pembuat peta berdasarkan kaidah kartografi (pemetaan). Sistem besaran sudut yang menyajikan sudut dengan sebutan derajat, menit, second. Satu putaran = 360o. 1o=60’. 1’=60”. Hg, air raksa yang dipakai sebagai cairan penunjuk nilai tekanan udara pada alat barometer. Garis atau bidang yang tegak lurus terhadap garis atau bidang yang menjauhi pusat bumi. Garis kontur yang penyajiannya lebih tebal atau lebih ditonjolkan dibandingkan garis-garis kontur lain setiap selang ketinggian tertentu. LAMPIRAN B.3 Interpolasi : Intersection : Galat GIS : : GPS : Gravitasi : GRS-1980 : Hardcopy : Hardware : Informasi Inklinasi : : Interpolasi : Jalon : Jurusan : Kalibrasi : Kartesian Kompas : : Kontrol : Kontur : Konvergensi Konversi : : Koordinat : Metode perhitungan ketinggian suatu titik di antara dua titik yang dihubungkan oleh garis lurus. Nama lain dari pengikatan ke muka, yaitu pengukuran titik tunggal dari dua buah titik yang telah diketahui koordinatnya dengan menempatkan alat theodolite di atas titik-titik yang telah diketahui koordinatnya. Selisih antara nilai pengamatan dengan nilai sesungguhnya. Geographical Information System. Suatu sistem informasi yang mampu mengaitkan database grafis dengan data base tekstualnya yang sesuai. Global Positioning System. Sistem penentuan posisi global menggunakan satelit buatan Angkatan Laut Amerika Serikat. Gaya tarik bumi yang mengarah ke pusat bumi dengan nilai + 9,8 m2/detik. GeodeticReference System tahun 1984, adalah ellipsoid terbaik yang memiliki penyimpangan terkecil terhadap geoid (lihat istilah geoid). Dokumentasi peta-peta digital dalam bentuk lembaran-lembaran peta yang dicetak dengan printer atau plotter. Perangkat keras computer yang terdiri CPU (Central Processing Unit), keyboard (papan ketik), printer, mouse. Sesuatu yang memiliki makna atau manfaat. Sudut vertical yang dibentuk dari garis bidik (dinamakan juga sudut miring). Suatu rumusan untuk mencari ketinggian suatu titik yang diapit oleh dua titik lain dengan konsep segitiga sebangun. Batang besi seperti lembing berwarna merah dan putih dengan panjang + 1,5 meter sebagai target bidikan arah horizontal. Sudut yang dihitung dari selisih absis dan ordinat dengan acuan sudut nolnya arah sumbu Y positif searah jarum jam. Suatu prosedur untuk mengeliminasi kesalahan sistematis pada peralatan pengukuran dengan menyetel ulang komponenkomponen dalam peralatan. Sistem koordinar siku-siku. Alat yang digunakan untuk menunjukkan arah suatu garis terhadap utara magnet yang dipengaruhi magnet bumi. Upaya mengendalikan data hasil pengukuran di lapangan agar Memenuhi syarat geometrik tertentu sehingga kesalahan hasil pengukuran di lapangan dapat memenuhi syarat yang ditetapkan dan kesalahan-kesalahan acaknya telah dikoreksi. Garis khayal di permukaan bumi yang menghubungkan titik-titik dengan ketinggian yang sama dari permukaan air laut rata-rata (MSL). Garis di atas peta yang menghubungkan titik-titik dengan ketinggian yang sama dari permukaan air laut rata-rata dan kerapatannya bergantung pada ukuran lembar penyajian (skala peta). Serangkaian garis searah yang menuju suatu titik pertemuan. Proses mengubah suatu besaran (sudut/jarak) dari suatu sistem menjadi sistem yang lain. Posisi titik yang dihitung dari posisi nol sumbu X dan posisi nol sumbu Y. LAMPIRAN B.4 Koreksi : Kuadran : Kuadrilateral : Latitude : Leveling head Logaritma Longitude : : : Long Section : Loxodrome : Mapinfo : MSL : Mistar : Meridian : Nivo : Normal : Oblique : Offset : Ordinat : Orientasi : Orthodrome Overlay : : Nilai yang dijumlahkan terhadap nilai pengamatan sehingga diperoleh nilai yang dianggap benar. Nilai koreksi = - kesalahan. Ruang-ruang yang membagi sudut satu putaran menjadi 4 ruang yang pusat pembagiannya adalah titik 0. Bentuk segiempat dan diagonalnya yang diukur sudut-sudut dan jarak-jaraknya untuk menentukan koordinat titik di lapangan. Nama lain garis parallel. Garis-garis khayal yang tegak lurus garis meridian dan melingkari bumi. Paralel nol berada di equator atau garis khatulistiwa. Bagian yang terdiri dari tribach dan trivet, disebut juga kiap. Nilai yang diperoleh dari kebalikan fungsi pangkat. Nama lain garis meridian. Garis-garis khayal di permukaan bumi yang menghubungkan kutub utara dan kutub selatan bumi. Meridian nol berada di Kota Greenwich, Inggris. Profil memanjang. Penampang pada arah memanjang yang menggambarkan turun naiknya permukaan suatu bentuk objek. Nama lain adalah Rhumbline. Garis (kurva) yang menghubungkan titik-titik dengan azimuth yang tetap. Desktop Mapping Software. Perangkat lunak yang digunakan untuk pembuatan peta digital berinformasi yang dibuat dengan spesifikasi teknis perangkat keras untuk pemakai tunggal dan dibuat oleh perusahaan Mapinfo Corporation yang berdomisili di Kota New York Amerika Serikat. Mean Sea Level (permukaan air laut rata-rata yang diamati selama periode tertentu di pinggir pantai). Sebagai acuan titik nol pengukuran tinggi di darat. Papan penggaris berukuran 3 meter yang dapat dilipat dua sebagai target pembacaan diafragma teropong untuk mengukur tinggi garis bidik (benang atas, benang tengah, benang bawah). Garis-garis khayal di permukaan bumi yang menghubungkan kutub utara dan kutub selatan bumi. Meridian nol berada di Kota Greenwich, Inggris. Gelembung udara dan cairan yang berada pada tempat berbentuk bola atau silinder sebagai penunjuk bahwa teropong sipat datar atau theodolite telah sejajar dengan bidang yang memiliki energi potensial yang sama. Proyeksi peta yang sumbu putar buminya berimpit dengan garis normal bidang perantara (datar, kerucut, silinder). Proyeksi peta yang sumbu putar buminya membentuk sudut tajam (< 90o) dengan garis normal bidang perantara (datar, kerucut, silinder). Metode pengukuran menggunakan alat-alat sederhana (prisma, pita ukur, jalon). Posisi titik yang diproyeksikan terhadap sumbu Y yang arahnya vertical pada bidang datar. Pengukuran untuk mengetahui posisi absolute dan posisi relative Objek-objek di atas permukaan bumi. Proyeksi garis geodesic pada bidang proyeksi. Suatu fungsi pada analisis pemetaan digital dan GIS yang Menumpangtindihkan tema-tema dengan jenis pengelompokkan yang berbeda. LAMPIRAN B.5 Pantograph : Paralel : Pegas : Pesawat Phytagoras : : Planimeter Planimetris Point Set : : : Polar Polyeder : : Polygon : Profil : Proyeksi peta : Radian : RAM : Raster : Remote Sensing : Resiprocal : Reversible level : Rotasi : Alat yang digunakan untuk memperbesar atau memperkecil objek gambar. Garis-garis khayal yang tegak lurus garis meridian dan melingkari bumi. Paralel nol berada di equator atau garis khatulistiwa. Gulungan kawat berbentuk spiral yang dapat memanjang dan memendek karena gaya tekan atau tarik yang digunakan pada alat sipat datar. Istilah untuk alat ukur optis waterpass atau theodolite. Ilmuwan yang menemukan rumusan kuadrat garis terpanjang di suatu segitiga dengan salah satu sudutnya 90o adalah sama dengan perjumlahan kuadrat 2 sisi yang lain. Alat untuk menghitung koordinat secara konvensional. Bidang datar (2 dimensi) yang dinyatakan dalam sumbu X dan Y Pengaturan koordinat peta analog agar sesuai dengan koordinat pada sistem koordinat peta digital yang titik-titik ikat acuannya adalah titik-titik di peta analog yang identik dengan titik-titik di peta digital yang telah ada. Sistem koordinat kutub (sudut dan jarak). Sistem proyeksi dengan bidang perantara kerucut, sumbu putar bumi berimpit dengan garis normal kerucut, informasi geometric yang dipertahankan sama adalah sudut (conform) dan tangent. Serangkaian garis-garis yang membentuk kurva terbuka atau Tertutup untuk menentukan koordinat titik-titik di atas permukaan bumi. Potongan gambaran turun dan naiknya permukaan tanah baik memanjang atau melintang. Proses memindahkan informasi geometrik dari bidang lengkung (bola/ellipsoidal) ke bidang datar melalui bidang perantara (bidang datar, kerucut, silinder). Sistem besaran sudut yang menyajikan sudut satu putaran = 2 π radian. π = 22/7 = 3,14…… Random Acces Memory. Bagian dalam komputer yang digunakan sebagai tempat menyimpan dan memroses fungsifungsi matematis untuk sementara waktu. Penyajian peta atau gambar secara digital menggunakan unit-unit terkecil berbentuk bujur sangkar. Ketelitian unit-unit terkecil dinamakan dengan resolusi. Penginderaan jauh. Pemetaan bentuk permukaan bumi menggunakan satelit buatan dengan ketinggian tertentu yang direkam secara digital dengan ukuran-ukuran kotak tertentu yang dinamakan pixel. Salah satu metode pengukuran beda tinggi dengan menggunakan 2 alat sipat datar dan rambunya yang dipisahkan oleh halangan alam berupa sungai atau lembah dan dilakukan bolak-balik untuk meningkatkan ketelitian hasil pengukuran. Sipat datar optis tipe reversi yang teropongnya dapat diputar pada sumbu mekanis dan disangga oleh bagian tengah yang mempunyai sumbu tegak. Perubahan posisi suatu objek karena diputar pada suatu sumbu putar tertentu. LAMPIRAN B.6 Sarrus : Scanner : Sentisimal : Simetris Sinus : : Skala : Softcopy Software Stadia : : : Statif Tachymetri : : Tangen : Tilting level : TM-3 : Topografi : Total Station : Trace : Transit : Transversal : Triangulasi : Triangulaterasi : Tribach Trigonometri : : Trilaterasi : Orang yang menemukan rumusan perhitungan luas dengan nilainilai koordinat batas kurva. Alat yang mengubah gambar-gambar atau peta-peta analog Menjadi gambar-gambar/peta-peta digital dengan cara mengkilas. Sistem besaran sudut yang menyajikan sudut dengan sebutan grid, centigrid, centicentigrid. Satu putaran = 400g, 1g=100c, 1c=100cc. Bagian yang dibagi sama besar oleh suatu garis diagonal. Besar sudut yang dihitung dari perbandingan sisi muka terhadap sisi miring. Nilai perbandingan besaran jarak atau luas di atas kertas terhadap jarak dan luas di lapangan. Dokumentasi peta-peta digital dalam bentuk file-file digital. Perangkat lunak computer untuk berbagai macam kepentingan. Benang tipis berwarna hitam yang tampak di dalam teropong alat. Kaki tiga untuk menyangga alat waterpass atau theodolite optis. Metode pengukuran titik-titik detail menggunakan alat theodolite yang diikatkan pada pengukuran kerangka dasar vertikal dan horisontal. Besar sudut yang dihitung dari perbandingan sisi muka terhadap sisi miring. Sipat datar optis tipe jungkit yang sumbu tegak dan teropong Dihubungkan dengan engsel dan sekrup pengungkit. Sistem proyeksi Universal Transverse Mercator dengan faktor Skala di meridian sentral adalah 0,9999 dan lebar zone = 3o. Peta yang menyajikan informasi di atas permukaan bumi baik unsur alam maupun unsur buatan manusia dengan skala sedang dan kecil. Alat ukur theodolite yang dilengkapi dengan perangkat elekronis untuk menentukan koordinat dan ketinggian titik detail secara otomatis digital menggunakan gelombang elektromagnetis. Serangkaian garis yang merupakan garis tengah suatu bangunan (jalan, saluran, jalur lintasan). Metode koreksi absis dan ordinat pada pengukuran polygon yang bobotnya adalah perbandingan antara jarak proyeksi pada sumbu X atau Y terhadap total jarak proyeksi pada sumbu X atau Y. Proyeksi peta yang sumbu putar buminya tegak lurus (membentuk sudut 90o) dengan garis normal bidang perantara (datar, kerucut, silinder). Serangkaian segitiga yang diukur sudut-sudutnya untuk Menentukan koordinat titik-titik di lapangan. Serangkaian segitiga yang diukur sudut-sudut dan jarak-jaraknya di lapangan untuk menentukan koordinat titik-titik di lapangan. Penyangga sumbu kesatu dan teropong. Bagian dari ilmu matematika yang diaplikasikan untuk Menghitung beda tinggi antara beberapa titik di atas permukaan bumi yang berkategori bermedan bukit (8%< slope < 40 %). Serangkaian segitiga yang diukur jarak-jaraknya untuk Menentukan koordinat titik-titik di lapangan. LAMPIRAN B.7 Trivet : Unting-unting : UTM : Vektor : Vertikal Visual Waterpass : : : WGS-84 : Zenith Zone : : Bagian terbawah dari alat sipat datar dan theodolite yang dapat dikuncikan pada statif. Bentuk silinder-kerucut terbuat dari kuningan yang digantung di bawah alat waterpass atau theodolite sebagai penunjuk arah titik nadir atau pusat bumi yang mewakili titik patok. Universal Transverse Mercator. Sistem proyeksi peta global yang memiliki lebar zona 6o sehingga jumlah zona UTM seluruh dunia adalah 60 zona. Bidang perantara yang digunakan adalah silinder dengan posisi transversal (sumbu putar bumi tegak lurus terhadap garis normal silinder), informasi geometrik yang dipertahankan sama adalah sudut (konform) dan secant. Penyajian peta atau gambar secara digital menggunakan garis, titik dan kurva. Ketelitian unit-unit terkecil dinamakan dengan resolusi. Garis atau bidang yang menjauhi pusat bumi. Penglihatan kasat mata. Alat atau metode yang digunakan untuk mengukur tinggi garis bidik di atas permukaan bumi yang berkategori bermedan datar (slope < 8 %). World Geodetic System tahun 1984, adalah ellipsoid terbaik yang Memiliki penyimpangan terkecil terhadap geoid (lihat istilah geoid). Titik atau garis yang menjauhi pusat bumi dari permukaan bumi. Kurva yang dibatasi oleh batas-batas dengan kriteria tertentu. LAMPIRAN C.1 DAFTAR TABEL No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Teks Ketelitian posisi horizontal (x,y) titik triangulasi Tingkat Ketelitian Pengukuran Sipat Datar Tingkat Ketelitian Pengukuran Sipat Datar Ukuran kertas untuk penggambaran hasil pengukuran dan pemetaan Formulir pengukuran sipat datar Formulir pengukuran sipat datar Kelas proyeksi peta Aturan kuadran trigonometris Cara Sentisimal ke cara seksagesimal Cara Sentisimal ke cara radian Cara seksagesimal ke cara radian Cara radian ke cara sentisimal Cara seksagesimal ke cara radian Buku lapangan untuk pengukuran sudut dengan repitisi. Metode perhitungan perbedaan sudut ganda dan perbedaan observasi Arti dari perbedaan sudut ganda dan perbedaan observasi. Buku lapangan sudut vertikal. Daftar Logaritma Hitungan dengan cara logaritma Hitungan cara logaritma Ukuran Kertas Seri A Bacaan sudut Jarak Formulir pengukuran poligon 1 Formulir pengukuran poligon 2 Formulir pengukuran poligon 3 Contoh perhitungan garis bujur ganda format daftar planimeter tipe 1 format daftar planimeter tipe 2 Hal No Teks 14 30 31 61 32 96 33 Formulir pengukuran titik detail Formulir pengukuran titik detail posisi 1 Formulir pengukuran titik detail posisi 2 Formulir pengukuran titik detail posisi 3 Formulir pengukuran titik detail posisi 4 Formulir pengukuran titik detail posisi 5 Formulir pengukuran titik detail posisi 6 Formulir pengukuran titik detail posisi 7 Formulir pengukuran titik detail posisi 8 Bentuk muka tanah dan interval kontur. Tabel perhitungan galian dan timbunan Daftar load factor dan procentage swell dan berat dari berbagai bahan Daftar load factor dan procentage swell dan berat dari berbagai bahan Keunggulan dan kekurangan pemetaan digital dengan konvensional Contoh keterangan warna gambar Keterangan koordinat Kelebihan dan kekurangan pekerjaan GIS dengan manual/pemetaan Digital Pendigitasian Konvensional di banding pendigitasian GPS Beberapa fungsi tetangga sederhana Perbandingan Bentuk Data Raster dan Vektor 108 115 116 123 139 148 149 150 151 34 35 36 37 38 39 40 41 152 42 186 43 186 44 187 187 204 45 46 208 230 283 287 287 303 304 305 47 319 326 326 48 49 Hal 374 375 376 377 378 379 380 381 382 391 431 433 434 445 468 468 482 498 509 511 LAMPIRAN D.1 DAFTAR GAMBAR No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 Teks Anggapan bumi Ellipsoidal bumi Aplikasi pekerjaan pemetaan pada bidang teknik sipil Staking out Pengukuran sipat datar optis Alat sipat datar Pita ukur Rambu ukur Statif Barometris Pengukuran Trigonometris Pengukuran poligon Jaring-jaring segitiga Pengukuran pengikatan ke muka Pengukuran collins Pengukuran cassini Macam – macam sextant Alat pembuat sudut siku cermin Prisma bauernfiend Jalon Pita ukur Pengukuran titik detail tachymetri Diagram alir pengantar survei dan pemetaan Kesalahan pembacaan rambu Pengukuran sipat datar Prosedur Pemindahan Rambu Kesalahan Kemiringan Rambu Pengaruh kelengkungan bumi Kesalahan kasar sipat datar Kesalahan Sumbu Vertikal Pengaruh kesalahan kompas theodolite Sket perjalanan Gambar Kesalahan Hasil Survei Kesalahan karena penurunan alat Pembacaan pada rambu I Pembacaan pada rambu II Hal 2 3 6 6 7 9 9 9 9 10 10 12 15 16 17 18 18 19 19 19 19 21 22 26 27 27 28 29 30 31 36 37 37 39 40 41 No Teks Hal 37 38 39 40 41 42 43 44 Kesalahan Skala Nol Rambu Bukan rambu standar Sipat Datar di Suatu Slag Rambu miring Kelengkungan bumi Kelengkungan bumi Refraksi atmosfir Model diagram alir teori kesalahan Pengukuran sipat datar optis Keterangan pengukuran sipat datar Cara tinggi garis bidik Cara kedua pesawat di tengahtengah Keterangan cara ketiga Cotoh pengukuran resiprokal Sipat datar tipe jungkit Contoh pengukuran resiprokal Dumpy level Tipe reversi Dua macam tilting level Bagian-bagian dari tilting level Instrumen sipat datar otomatis Bagian-bagian dari sipat datar otomatis Rambu ukur Contoh pengukuran trigonometris Gambar koreksi trigonometris Bagian-bagian barometer Barometer Pengukuran tunggal Pengukuran simultan Model diagram alir pengukuran kerangka dasar vertikal Proses pengukuran Arah pengukuran Alat sipat datar Rambu ukur Cara menggunakan rambu ukur di lapangan Statif Unting-unting Patok kayu dan beton/ besi Pita ukur Payung 42 43 47 54 55 55 56 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 57 62 64 64 66 66 68 68 69 73 74 75 76 77 77 79 80 81 82 83 85 86 88 92 92 93 93 94 94 94 95 94 94 LAMPIRAN D.2 No Teks Hal 77 78 79 Cat dan kuas Pengukuran sipat datar Pengukuran sipat datar rambu ganda Pengukuran sipat datar di luar slag rambu Pengukuran sipat datar dua rambu Pengukuran sipat datar menurun Pengukuran sipat datar menaik Pengukuran sipat datar tinggi bangunan Pembagian kertas seri A Pengukuran kerangka dasar vertikal Diagram alir pengukuran sipat datar kerangka dasar vertikal Jenis bidang proyeksi dan kedudukannya terhadap bidang datum Geometri elipsoid. Rhumbline atau loxodrome menghubungkan titik-titik Oorthodrome dan loxodrome pada proyeksi gnomonis dan proyeksi mercator. Proyeksi kerucut: bidang datum dan bidang proyeksi. Proyeksi polyeder: bidang datum dan bidang proyeksi. Lembar proyeksi peta polyeder di bagian lintang utara dan lintang selatan Konvergensi meridian pada proyeksi polyeder. Kedudukan bidang proyeksi silinder terhadap bola bumi pada proyeksi UTM Proyeksi dari bidang datum ke bidang proyeksi. Pembagian zone global pada proyeksi UTM. Konvergensi meridian pada proyeksi UTM Sistem koordinat proyeksi peta UTM. Grafik faktor skala proyeksi peta UTM Peta kota Bandung Peta Geologi 96 99 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 100 101 102 102 103 103 108 117 118 124 125 125 125 126 126 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 127 127 129 130 130 131 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 132 138 132 134 134 139 140 141 Peta sungai Peta jaringan Peta dunia Sistem koordinat geografis Bumi sebagai spheroid. Sudut jurusan Aturan kuadran geometris Aturan kuadran trigonometris Model diagram alir sistem koordinat proyeksi peta dan aturan kuadran Pembacan derajat Pembacaan grade Pembacaan menit Pembacaan centigrade Sudut jurusan Sudut miring Cara pembacaan sudut mendatar dan sudut miring Arah sudut zenith (sudut miring). Theodolite T0 Wild Theodolite Metode untuk menentukan arah titik A. Metode untuk menentukan arah titik A dan titik B. Theodolite (tipe sumbu ganda) Theodolite (tipe sumbu tunggal) Sistem lensa teleskop Penyimpangan kromatik Penyimpangan speris Diafragma (benang silang) Tipe benang silang Pembidik Ramsden Teleskop pengfokus dalam Niveau tabung batangan Niveau tabung bundar. Hubungan antara gerakan gelembung dan inklinasi. Berbagai macam lingkaran graduasi. Vernir langsung. Pembacaan vernir langsung Pembacaan vernir mundur 20,7. 135 136 136 139 139 141 141 141 142 158 158 158 158 159 159 159 160 161 162 163 163 165 165 165 167 167 167 167 168 168 169 169 170 171 171 171 171 LAMPIRAN D.3 No Teks 142 Pembacaan berbagai macam vernir. Sistem optis theodolite untuk mikrometer skala. Pembacaan mikrometer skala Sistem optis mikrometer tipe berhimpit. Contoh pembacaan mikrometer tipe berhimpit. Sistem optis theodolite dengan pembacaan tipe berhimpit Alat penyipat datar speris. Alat penyipat datar dengan sentral bulat. Unting-unting Alat penegak optis Kesalahan sumbu kolimasi. Kesalahan sumbu horizontal Kesalahan sumbu vertikal. Kesalahan eksentris. Kesalahan luar. Penyetelan sekrup-sekrup penyipat datar Penyetelan benang silang (Inklinasi). Penyetelan benang silang (Penyetelan garis longitudinal). Penyetelan sumbu horizontal. Pengukuran sudut tunggal. Metode arah Metode sudut. Koreksi otomatis untuk sudut elevasi Metode pengukuran sudut vertikal (1). Metode observasi sudut vertikal (2). Metode observasi sudut vertikal (3). Diagram alir macam sistem besaran sudut Pengukuran Jarak Lokasi Patok Spedometer Pembagian kuadran azimuth Azimuth Matahari Pengikatan Kemuka Pengikatan ke muka 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 Hal 172 172 172 177 178 179 173 173 173 174 174 175 175 175 177 177 178 178 179 180 180 181 182 185 186 186 188 188 188 189 193 194 195 197 200 202 203 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 Pengikatan ke muka Model Diagram Alir Jarak, Azimuth dan Pengikatan Ke Muka Kondisi alam yang dapat dilakukan cara pengikatan ke muka Kondisi alam yang dapat dilakukan cara pengikatan ke belakang Pengikatan ke muka Pengikatan ke belakang Tampak atas permukaan bumi Pengukuran yang terpisah sungai Alat Theodolite Rambu ukur Statif Unting-unting Contoh lokasi pengukuran Penentuan titik A,B,C dan P Pemasangan Theodolite di titik P Penentuan sudut mendatar Pemasangan statif Pengaturan pembidikan theodolite Penentuan titik penolong Collins Besar sudut α dan Garis bantu metode Collins Penentuan koordinat H dari titik A Menentukan sudut αah Menentukan rumus dah Penentuan koordinat H dari titik B Menentukan sudut α bh Menentukan rumus dbh Penentuan koordinat P dari titik A Menentukan sudut αap Menentukan sudut Menentukan rumus dap Penentuan koordinat P dari titik B 207 209 213 213 214 214 215 215 216 217 217 217 217 218 218 218 219 219 220 221 222 222 222 223 223 223 224 224 224 224 225 225 LAMPIRAN D.4 No Teks Hal 209 210 211 Menentukan sudut αbp Menentukan rumus dbp Cara Pengikatan ke belakang metode Collins Menentukan besar sudut α dan 225 225 212 227 234 242 243 244 245 246 247 234 248 234 249 235 239 239 240 250 241 252 241 242 242 242 243 253 233 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 Menentukan koordinat titik penolong Collins Menentukan titik P Menentukan koordinat titik A,B dan C pada kertas grafik Garis yang dibentuk sudut α dan Pemasangan transparansi pada kertas grafik Model diagram alir cara pengikatan ke belakang metode collins Pengukuran di daerah tebing Pengukuran di daerah jurang Pengukuran terpisah jurang Pengikatan ke belakang metode Collins Pengikatan ke belakang metode Cassini Theodolite Rambu ukur Statif Unting-unting Pengukuran sudut α dan di lapangan. Lingkaran yang menghubungkan titik A, B, R dan P. Lingkaran yang menghubungkan titik B, C, S dan P. Cara pengikatan ke belakang metode Cassini Menentukan dar Menentukan αar Menentukan das Menentukan αas Penentuan koordinat titik A, B dan C. Menentukan sudut 900 – α dan 900 Penentuan titik R dan S Penarikan garis dari titik R ke S 241 233 233 251 254 244 255 244 245 245 246 246 247 247 254 254 254 254 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 Model diagram alir cara pengikatan ke belakang metode cassini Poligon terbuka Poligon tertutup Poligon bercabang Poligon kombinasi Poligon terbuka tanpa ikatan Poligon Terbuka Salah Satu Ujung terikat Azimuth Poligon Terbuka Salah Satu Ujung Terikat Koordinat Poligon Terbuka Salah Satu UjungTerikat Azimuth dan Koordinat Poligon Terbuka Kedua Ujung Terikat Azimuth Poligon terbuka, salah satu ujung terikat azimuth sedangkan sudut lainnya terikat koordinat Poligon Terbuka Kedua Ujung Terikat Koordinat Poligon Terbuka Salah Satu Ujung Terikat Koordinat dan Azimutk Sedangkan Yang Lain Hanya Terikat Azimuth Poligon Terbuka Salah Satu Ujung Terikat Azimuth dan Koordinat Sedangkan Ujung Lain Hanya Terikat Koordinat Poligon Terbuka Kedua Ujung Terikat Azimuth dan Koordinat Poligon Tertutup Topcon Total Station-233N Statif Unting-Unting Patok Beton atau Besi Rambu Ukur Payung Pita Ukur Formulir dan alat tulis Benang Nivo Kotak Nivo tabung Nivo tabung Jalon Di Atas Patok 255 262 262 262 263 263 264 264 265 266 266 267 268 269 270 270 272 272 273 273 274 274 274 275 275 276 276 276 278 LAMPIRAN D.5 No Teks Hal No Teks 270 271 272 273 274 Penempatan Rambu Ukur Penempatan Unting-Unting Pembagian Kertas Seri A Skala Grafis Situasi titik-titik KDH poligon tertutup metode transit Situasi titik-titik KDH poligon tertutup metode bowdith Situasi lapangan metode transit Situasi lapangan metode Bowditch Model Diagram Alir kerangka dasar horizontal metode poligon Metode diagonal dan tegak lurus Metode trapesium Offset dengan interval tidak tetap Offset sentral Metoda simpson Metoda 3/8 simpson Garis bujur ganda pada poligon metode koordinat tegak lurus Metode koordinat tegak lurus Metode kisi-kisi Metode lajur Planimeter fixed index model Sliding bar mode dengan skrup penghalus Sliding bar mode tanpa skrup penghalus Pembacaan noneus model 1 dan 2 Bacaan roda pengukur Penempatan planimeter Gambar kerja Gambar pengukuran peta dengan planimeter liding bar model yang tidak dilengkapi zero setting (pole weight/diluar kutub) Hasil bacaan positif Hasil bacaan negatif Pengukuran luas peta pole weight (pemberat kutup) di dalam peta Pengukuran luas peta pole weight dalam peta 278 279 283 284 301 Pembagian luas yang sama dengan garis lurus sejajar salah satu segitiga Pembagian luas yang sama dengan garis lurus melalui sudut puncak segitiga Pembagian dengan perbandingan a : b : c Pembagian dengan perbandingan m : n oleh suatu garis lurus melalui salah satu sudut segiempat Pembagian dengan garis lurus sejajar dengan trapesium Pembagian suatu poligon Penentuan garis batas Perubahan segi empat menjadi trapesium Pengurangan jumlah sisi polygon tanpa merubah luas Perubahan garis batas yang berliku-liku menjadi garis lurus Perubahan garis batas lengkung menjadi garis lurus Posisi start yang harus di klik Start – all Program – autocad 2000 Worksheet autocad 2000 Open file Open file Gambar penampang yang akan dihitung Luasnya Klik poin untuk menghitung luas Klik poin untuik menghitung luas Diagram alir perhitungan luas Prinsip tachymetri Sipat datar optis luas Pengukuran sipat datar luas Tripod pengukuran vertikal Theodolite Topcon Statif Unting-unting Jalon di atas patok Pita ukur Rambu ukur Payung Formulir Ukur 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 302 306 303 307 308 304 309 305 310 314 315 316 316 316 317 318 319 320 320 321 306 307 308 309 310 311 312 313 322 314 315 316 317 323 318 324 325 328 328 319 329 330 331 332 334 320 321 322 323 324 325 326 327 328 329 330 331 332 Hal 334 335 335 335 335 336 337 337 337 338 338 338 338 339 339 339 339 340 340 341 347 349 358 358 361 361 361 362 362 362 362 362 LAMPIRAN D.6 No Teks Hal 333 334 335 336 Cat dan Kuas Benang Segitiga O BT O’ Pengukuran titik detail tachymetri Theodolit T0 wild Siteplan pengukuran titik detail tachymetri Kontur tempat pengukuran titik detail tachymetri Pengukuran titik detail tachymetri dengan garis kontur 1 Pengukuran titik detail tachymetri dengan garis kontur 2 Diagram alir Pengukuran titiktitik detail metode tachymetri Pembentukan garis kontur dengan membuat proyeksi tegak garis perpotongan bidang mendatar dengan permukaan bumi. Penggambaran kontur Kerapatan garis kontur pada daerah curam dan daerah landai Garis kontur pada daerah sangat curam. Garis kontur pada curah dan punggung bukit. Garis kontur pada bukit dan cekungan Kemiringan tanah dan kontur gradient Potongan memanjang dari potongan garis kontur Bentuk, luas dan volume daerah genangan berdasarkan garis kontur. Rute dengan kelandaian tertentu. Titik ketinggian sama berdasarkan garis kontur Garis kontur dan titik ketinggian Pengukuran kontur pola spot level dan pola grid. Pengukuran kontur pola radial. Pengukuran kontur cara langsung Interpolasi kontur cara taksiran 363 363 366 337 338 339 340 341 342 343 344 345 346 347 348 349 350 351 352 353 354 355 356 357 358 367 369 370 371 372 373 383 360 361 362 363 364 365 366 367 368 369 370 371 387 388 372 373 374 389 375 389 390 376 377 390 378 391 379 380 392 392 381 382 383 392 393 393 394 394 395 396 384 385 387 388 389 390 391 Perubahan garis pantai dan garis kontur sesudah kenaikan muka air laut. Garis kontur lembah, punggungan dan perbukitan yang memanjang. Plateau Saddle Pass Menggambar penampang Kotak dialog persiapan Surfer Peta tiga dimensi Peta kontur dalam bentuk dua dimensi. Lembar worksheet. Data XYZ dalam koordinat kartesian Data XYZ dalam koordinat decimal degrees. Jendela editor menampilkan hasil perhitungan volume. Jendela GS scripter Simbolisasi pada peta kontur dalam surfer. Peta kontur dengan kontur interval I. Peta kontur dengan interval 3 Gambar peta kontur dan model 3D. Overlay peta kontur dengan model 3D Base map foto udara. Alur garis besar pekerjaan pada surfer. Lembar plot surfer. Obyek melalui digitasi. Model diagram alir garis kontur, sifat dan interpolasinya Sipat datar melintang Tongkat sounding Potongan tipikal jalan Contoh penampang galian dan timbunan Meteran gulung Pesawat theodolit Jalon 398 399 400 400 400 402 403 404 404 405 405 406 406 407 408 408 409 410 410 411 411 412 413 414 419 419 420 421 422 422 422 LAMPIRAN D.7 No Teks Hal 392 393 394 Rambu ukur Stake out pada bidang datar Stake out pada bidang yang berbeda ketinggian Stake out beberapa titik sekaligus Volume cara potongan melintang rata-rata Volume cara jarak rata-rata Volume cara prisma Volume cara piramida kotak Volume cara dasar sama bujur sangkar Volume cara dasar sama – segitiga volume cara kontur Penampang melintang jalan ragam 1 Penampang melintang jalan ragam 2 Penampang melintang jalan ragam 3 Penampang trapesium Penampang timbunan Koordinat luas penampang Volume trapesium Penampang galian Penampang timbunan Penampang galian dan timbunan Penampang melintang galian dan timbunan Diagram alir perhitungan galian dan timbunan Perangkat keras Perangkat keras Scanner Peta lokasi Beberapa hasil pemetaan digital, yang dilakukan oleh Bakosurtanal Salah satu alat yang dipakai dalam GPS type NJ 13 Hasil Foto Udara yang dilakukan di daerah Nangroe Aceh Darussalam yang dilakukan pasca Tsunami, untuk keperluan Infrastruktur Rehabilitasi dan Konstruksi 422 422 395 396 397 398 399 400 401 402 403 404 405 406 407 408 409 410 411 412 413 414 415 416 417 418 419 420 423 423 424 424 425 425 422 423 424 425 425 425 426 430 430 431 434 435 435 436 437 438 439 426 427 428 429 430 431 432 433 434 435 440 441 446 446 451 436 437 438 439 452 440 453 454 441 442 443 444 445 Contoh Hasil pemetaan Digital Menggunakan AutoCAD Contoh : Hasil pemetaan Digital Menggunakan AutoCAD Hasil pemetaan Digital Menggunakan AutoCAD Hasil pemetaan Digital Menggunakan AutoCAD Tampilan auto cad Current pointing device Grid untuk pengujian digitizer Grid untuk peta skala 1:25.000. Bingkai peta dan grid UTM per 1000 m Digitasi jalan arteri dan jalan lokal, (a) peta asli, (b) hasil digitasi jalan, kotak kecil adalah vertex (tampil saat objek terpilih). Perbesaran dan perkecilan Model Digram Alir Pemetaan Digital Contoh : Penggunaan Komputer dalam Pembuatan Peta Contoh : Penggunaan Komputer dalam Pembuatan Peta Komputer sebagai fasilitas pembuat peta Foto udara suatu kawasan Contoh : Peta udara Daerah Propinsi Aceh Data grafis mempunyai tiga elemen : titik (node), garis (arc) dan luasan (poligon) Peta pemuktahiran pasca bencana tsunami Komponen utama SIG Perangkat keras Perangkat keras keyboard Perangkat keras CPU Perangkat keras Scanner 463 463 464 464 465 466 467 469 470 471 472 476 482 482 483 483 483 484 484 486 486 487 487 487 LAMPIRAN D.8 No Teks Hal 446 447 448 Perangkat keras monitor Perangkat keras mouse Peta arahan pengembangan komoditas pertanian kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat Peta Citra radar Tanjung Perak, Surabaya Peta hasil foto udara daerah Nangroe Aceh Darussalam Pasca Tsunami NPS360 for robotic Total Station NK10 Set Holder dan Prisma Canister NK12 Set Holder dan Prisma NK19 Set GPS type NL 10 GPS type NL 14 fixed adapter GPS type NJ 10 with optical plummet GPS type NK 12 Croth single prism Holder Offset : 0 mm GPS type CPH 1 A Leica Single Prism Holder Offset : 0 mm Peta digitasi kota Bandung tentang perkiraan daerah rawan banjir Peta hasil analisa SPM (Suspended Particular Matter) Peta prakiraan awal musim kemarau tahun 2007 di daerah Jawa Peta kedalaman tanah efektif di daerah jawa barat Bandung Peta Curah hujan di daerah Jawa Barat-Bandung Peta Pemisahan Data vertikal dipakai untuk penunjukan kawasan hutan dan perairan Indonesia 487 487 449 450 451 452 453 454 455 456 457 458 459 460 461 462 463 464 465 467 490 468 490 469 491 491 491 491 491 492 492 492 492 492 493 493 493 502 502 503 470 471 472 473 Peta perubahan penutupan lahan pulau Kalimantan Peta infrastruktur di daerah Nangreo Aceh Darussalam Garis interpolasi hasil program Surfer Garis kontur hasil interpolasi Interpolasi Kontur cara taksiran Mapinfo GIS Model Diagram Alir Sistem Informasi Geografis 504 506 517 517 518 519 520