Academia.eduAcademia.edu

PENENTUAN DOSIS RADIASI PADA IRRADIASI

PENENTUAN DOSIS RADIASI PADA IRRADIASI MAKANAN PASCA PENYIMPANAN DUL Artikel Ilmiah disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Fisika oleh MOH. SHOFI NUR UTAMI 4211412065 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016 HALAMAN PENGESAHAN Artikel Ilmiah yang berjudul Penentuan Dosis Radiasi Pada Irradiasi Makanan Pasca Penyimpanan disusun oleh Moh. Shofi Nur Utami 421142065 Berdasarkan skripsi yang telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal ................... Pembimbing I Pembimbing II Sunarno, S.Si., M.Si. NIP. 197201121999031003 Dra. Dwi Yulianti, M.Si. NIP. 196007221984032001 PENENTUAN DOSIS RADIASI PADA IRRADIASI MAKANAN PASCA PENYIMPANAN Moh. Shofi Nur Utami*, Sunarno, dan Dwi Yulianti Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang, Jl. Raya Sekaran Gunungpati 50229 Indonesia *[email protected] Abstrak. Irradiasi makanan dilakukan untuk meningkatkan daya awet atau pengawetan bahan pangan. Pengawetan buah dapat dilakukan dengan menembakan radiasi pengion ke buah. Radiasi pengion dengan dosis tertentu dapat mengurangi atau bahkan membunuh seluruh bakteri yang terkandung dalam buah tersebut. Oleh sebab itu, dilakukan variasi dosis radiasi dari 2,5 kGy; 5 kGy; 7,5 kGy; dan 10 kGy. Proses irradiasi makanan menggunakan irradiator karet alam (IRKA). Kemudian dilakukan perhitungan jumlah total cemaran bakteri menggunakan metode PCA (Plate Count Agar). Didapatkan hasil bahwa apabila dosis radiasi yang digunakan lebih dari 5 kGy dan atau tanpa radiasi setelah disimpan selama 15 hari sampel buah pisang dan sawo menjadi layu. Begitupula dengan buah apel malang, sampel buah apel malang menjadi layu. Dosis radiasi yang tepat digunakan pada pengawetan buah adalah 2,5 kGy – 5 kGy, karena sampel yang diirradiasi dengan dosis 2,5 kGy – 5 kGy sampel tetap segar selama penyimpanan 15 hari dan dapat mengurangi jumlah total cemaran bakteri tanpa merusak buah tersebut. Kata kunci : Cemaran Bakteri, Irradiasi Makanan, Pengawetan Buah, Plate Count Agar, Radiasi Gamma Abstract. Irradiation food is done to improve the durability or the preservation of foodstuffs. Preserving fruit can be fired with ionizing radiation to the fruit. Ionizing radiation dose could reduce or even kill all the bacteria contained in the fruit. Therefore, variation of radiation dose of 2.5 kGy; 5 kGy; 7.5 kGy; and 10 kGy. The process of irradiation using Latex Irradiator. The calculation of total bacterial contamination using PCA (Plate Count Agar). It was found that when the dose of radiation used more than 5 kGy or without radiation after being stored for 15 days and samples of banana brown sear. Neither the apples malang, apples malang sample to be wither. The radiation dose used in the proper preservation of fruit is 2.5 kGy - 5 kGy, because the samples irradiated with a dose of 2.5 kGy - 5 kGy samples remain fresh during storage of 15 days and can reduce the total number of bacterial contamination without damaging the fruit. Keywords : Bacterial Contamination, Irradiation Food, Preserving Fruit, Plate Count Agar, Gamma Radiation PENDAHULUAN Indonesia memiliki komoditas hortikultura untuk diekspor ke luar negeri, misalnya sawo, apel, dan pisang. Produksi komoditas hortikultura selama kurun waktu 2010 – 2014 menunjukkan pola yang fluktuatif. Hal ini terjadi tidak hanya pada komoditas sayuran, tetapi juga pada kelompok komoditas buah dan florikultura. Produksi pisang di Indonesia cukup besar. Pada tahun 2014 produksinya sebanyak 7.070.489 ton. Begitu pula untuk komoditas hortikultura lainnya diantaranya adalah sawo dan apel malang menunjukan rata-rata pertumbuhan diatas 2% (Kementrian Pertanian, 2015). Distribusi komoditas hortikultura ke tempat yang jauh terutama untuk ekspor memerlukan waktu yang cukup lama, sedangkan daya simpan komoditas hortikultura seperti pisang dan sawo relatif singkat. Untuk itu diperlukan teknologi yang tepat untuk meningkatkan daya simpan buah pisang dan sawo. Irradiasi makanan (Food Irradiation) merupakan salah satu cara untuk mempertahankan kesegaran komoditas hortikultura (Irawati, 2006). Irradiasi adalah teknik penggunaan energi radiasi untuk penyinaran bahan secara sengaja, terarah dan periodik. Irradiasi bahan pangan merupakan aplikasi dari teknologi nuklir dengan tujuan pengawetan, sterilisasi dan karantina dengan memanfaatkan radiasi pengion (sinar gamma dan sinar-X). Selama proses irradiasi, bahan pangan terpapar sumber energi ionisasi dengan dosis serap tertentu (Stefanova et al., 2010). Terdapat tiga proses radiasi dalam industri pangan yang diklasifikasikan berdasarkan dosis (Cahyani et al., 2015), yaitu: a) Radapertisasi (dosis tinggi). Dosis ini biasanya digunakan untuk sterilisasi. Dosis yang digunakan berkisar antara 30 sampai 50 kGy sehingga dapat membunuh semua mikroorganisme yang ada dalam makanan; b) Radisidasi (dosis sedang). Dosis ini biasanya digunakan untuk membunuh seluruh bakteri patogen non spora termasuk Salmonella dan Lysteria. Dosis ini berkisar antara 1 sampai 10 kGy. Penggunaan dosis ini sama dengan prosess pasteurisasi termal (thermal pasteurization); dan c) Radurisasi (dosis rendah). Penggunaan dosis ini sama dengan proses pasteurisasi panas (heat pasteurization). Dosis ini berkisar antara 0,40 sampai dengan 2,50 kGy dan digunakan untuk mengurangi jumlah bakteri yang ada pada produk pangan serta menunda pematangan. Jika sumber radiasi yang digunakan adalah Co-60 dengan energi gamma sebesar 1,17 MeV dan 1,33 MeV maka interaksi yang mungkin terjadi adalah produksi pasangan (Akrom et al., 2014). Namun, tidak menutup kemungkinan untuk terjadi efek compton dan efek fotolistrik yang mengakibatkan eksitasi dan ionisasi. Pengaruh radiasi pada bakteri terutama yang terkait dengan perubahan kimia, bergantung pada pada faktor fisika dan fisiologis. Parameter fisika yaitu, laju dosis, distribusi radiasi, dan kualitas radiasi, sedangkan parameter fisiologis yaitu, suhu, kadar air, dan konsentrasi oksigen. Dalam proses irradiasi pangan menggunakan radiasi pengion (sinar gamma) menimbulkan eksitasi (elektron terpental dari kulit dalam ke kulit luar), ionisasi (pelepasan sebuah elektron), dan perubahan kimia. Eksitasi terjadi apabila energi eksitasi melebihi energi ikat atom. Ionisasi adalah proses peruraian senyawa kompleks atau makromolekul menjadi fraksi atau ion radikal bebas. Perubahan kimia timbul sebagai akibat dari eksitasi, ionisasi dan reaksi kimia yang terjadi dalam sel hidup, sehingga dapat menghambat sintesis DNA yang menyebabkan proses pembelahan sel atau proses kehidupan normal sel terganggu dan terjadi efek biologis (Putri et al., 2015). Efek radiasi terhadap sistem biologi dapat berupa efek langsung dan efek tidak langsung. Efek langsung terjadi saat foton mengenai inti atom pada molekul DNA maupun komponen-komponen penting lain dan diserap sehingga menghasilkan elektron, kemudian elektron tersebut menyebabkan terputusnya ikatan rantai pada DNA dan mempengaruhi kemampuan sel untuk bereproduksi dan bertahan, sedangkan efek tidak langsung terjadi saat foton mengenai molekul air yang merupakan komponen utama dalam sel sehingga terjadi ionisasi: H2O  H2O+ + e(1) H2O+ adalah ion radikal bebas dalam sebuah atom atau molekul yang bermuatan positif karena kehilangan elektron. H2O+ memiliki sebuah elektron yang tidak berpasangan di kulit terluarnya, sehingga sangat reaktif. Ion H2O+ dalam sel dapat terdisosiasi dan bereaksi dengan molekul air yang lain. Ion H 2O+ segera mengalami disosiasi sesuai dengan persamaan H2O+  H+ + OH* (2) sedangkan elektron ditangkap oleh molekul air e- + H2O  H2O(3) + seperti ion positif H2O juga segera mengalami disosiasi menjadi H2O-  H* + OH(4) + ion H2O bereaksi dengan air menghasilkan hidroksil (OH-) H2O+ + H2O  H3O+ + OH(5) karena dalam sel sudah banyak mengandung ion H + dan OH-, kedua ion ini tidak berpengaruh pada sel. Sebaliknya radikal H* dan OH* dan bergabung dengan radikal sejenisnya, atau bereaksi dengan molekul lain dalam sel. Probabilitas terjadinya penggabungan bergantung kepada radiasi pengion yang menyinarinya. Radikal bebas OH* berinteraksi dengan OH karena posisi mereka sangat berdekatan dan bereaksi menimbulkan hidrogen peroksida sesuai dengan persamaan OH* + OH  H2O2 (6) * dan radikal H bergabung dengan sesamanya membentuk gas hidrogen. Berbeda dengan hasil reaksi dalam persamaan (1) sampai dengan persamaan (4) yang rata-rata berumur sangat pendek (dalam orde mikrodetik), hidrogen peroksida yang terbentuk sangat stabil dan berumur panjang. Senyawa H 2O2 adalah zat pengoksida yang sangat kuat, sehingga dapat merusak sel (Ghosal et al., 2005). Setiap mikroorganisme memiliki sensitivitas yang berbeda terhadap radiasi gamma. Beberapa mikroorganisme sangat sulit untuk dihambat atau bahkan dibunuh dengan radiasi gamma, namun sebagian mikroorganisme juga mudah mati dengan pemberian radiasi gamma (Aquino, 2012). Tingkat kerusakan sel bakteri berkaitan erat dengan resistensi bakteri terhadap radiasi yang dinyatakan dengan nilai D10 (Cahyani et al., 2015). Nilai D10 adalah besarnya dosis radiasi yang dibutuhkan untuk menurunkan jumlah bakteri sebanyak 90% dari jumlah total bakteri sehingga mengakibatkan inaktivasi populasi bakteri sebanyak satu log (Molins, 2001). Pengawetan bahan pangan dengan irradiasi perlu memperhatikan dosis irradiasi yang digunakan, agar sampel tetap dalam keadaan baik dan tujuan dari pengawetan tercapai. Dari hal tersebut maka dilakukan variasi dosis irradiasi untuk mendapatkan dosis irradiasi yang tepat dan mengidentifikasi faktor jumlah total cemaran bakteri terhadap proses pembusukan. METODE Irradiasi menggunakan Irradiator Karet Alam (IRKA)/Latex Irradiator dengan sumber radiasi gamma Co-60, dengan aktivitas 81,867 kCi dan laju dosis 6,16 kGy/jam pada daerah rak barat bagian tengah. Kalibrasi irradiator menggunakan dosimeter perspex kuning dan dosimeter Fricke sebagai pembanding. Pemilihan sampel berdasarkan umur, ukuran dan tingkat kematangan yang hampir sama. Sampel yang digunakan adalah buah pisang, sawo, dan apel malang. Buah-buahan tersebut merupakan buah klimaterik. Sampel dimasukan dalam box berukuran 25 x 15 x 10 cm3 kemudian diletakan pada rak barat bagian tengah untuk diirradiasi dengan dosis 2,5 kGy; 5 kGy; 7,5 kGy; dan 10 kGy. Penyimpanan pasca irradiasi dilakukan dengan menyimpan sampel didalam lemari pendingin dengan suhu 10 oC. Sampel disimpan selama 21 hari. Pengujian jumlah total cemaran bakteri menggunakan metode PCA (Plate Count Agar). PCA merupakan media penumbuhan mikroorganisme, setelah agar muncul dan dingin kemudian dihitung menggunakan colony counter. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil kalibrasi didapatkan besar laju dosis yang berbeda-beda pada jarak R dari sumber radiasi. Hasil pengukuran dengan menggunakan dosimeter perspex kuning didapatkan laju dosis sebesar 6,16 kGy/jam pada rak barat – center. Pada posisi ini sampel diradiasi pada laju dosis 5,64 kGy/jam. Laju dosis didapatkan dari perhitungan besarnya Dmax dan Dmin. Untuk mendapatkan dosis serap yang diinginkan, sampel diradiasi selama waktu tertentu sesuai dengan teori tentang dosis serap, laju dosis, dan lama penyinaran. Lama penyinaran, dosis serap, dan laju dosis ditunjukkan pada Tabel 1. Laju dosis yang disajikan pada Tabel 1 merupakan laju dosis yang didapatkan dari kalibrasi dosimeter perspex kuning dengan hambatan. Hambatan adalah nilai densitas yang dimiliki oleh rak tempat sampel diletakkan dan box pembungkus dari sampel. Rak menggunakan bahan yang memiliki densitas yang dapat mengurangi laju dosis yang diterima oleh sampel. Selain itu, box yang digunakan untuk membungkus sampel juga mempengaruhi laju dosis karena densitas yang dimiliki oleh box tersebut. Oleh sebab itu, laju dosis yang disajikan pada Tabel 1 adalah sebesar 5,64 kGy/jam. Dosis serap terukur tidak sama dengan dosis serap yang dikehendaki karena pada proses irradiasi sampel lama penyinaran melebihi batas waktu yang telah ditentukan untuk dosis yang dikehendaki. Pengujian jumlah total cemaran bakteri menggunakan metode PCA (Plate Count Agar). Hasil pengujian didapatkan bahwa setiap sampel memiliki jumlah total cemaran bakteri yang berbeda. Umumnya, setiap sampel mengalami penurunan jumlah total cemaran bakteri seiring dengan bertambahnya dosis radiasi, karena semakin tinggi dosis menghasilkan tingkat kerusakan sel yang lebih tinggi pula. Jumlah total cemaran bakteri mempengaruhi bentuk fisik sampel buah pasca irradiasi. Untuk itu, dilakukan pengamatan dengan cara melihat bentuk bentuk fisik sampel. Tabel 2 menyajikan hasil pengamatan sampel buah pisang selama penyimpanan pasca irradiasi. Gambar 1 menunjukkan jumlah total cemaran bakteri pada buah pisang selama penyimpanan, bakteri terus bertumbuh walaupun sampel disimpan dalam suhu rendah. Buah pisang merupakan buah klimaterik (cepat rusak/layu), normalnya buah pisang akan mencapai respirasi puncaknya setelah 3 – 4 hari sejak dipetik dari tangkainya (Tursika, 2007). Gambar 1 Jumlah Total Cemaran Bakteri Buah Pisang Selama Penyimpanan Tabel 1 Perhitungan Dosis Serap Terukur Dosis serap dikehendaki (kGy) 2,5 5 7,5 10 Laju dosis (kGy/jam) 5,64 Lama penyinaran (jam) 0,4667 0,9167 1,3333 1,8333 Dosis serap terukur (kGy) 2,632 5,17 7,52 10,34 Tabel 2 Bentuk Fisik Pisang Pasca Irradiasi Dosis (kGy) 0 2,5 5 7,5 10 Lama Penyimpanan (Hari) 7 15 21 7 15 21 7 15 21 7 15 21 7 15 21 Jumlah Total Cemaran Bakteri (CFU/ml) 0,345 2,66 60,5 0,0047 1,47 8,45 0,0031 0,285 108 0,0108 4,55 5 0,346 1,09 9,6 Bentuk Fisik Layu Layu Layu Segar Segar Layu Segar Layu Layu Layu Layu Layu Layu Layu Layu Tabel 3 menyajikan hasil pengamatan sampel buah apel malang selama penyimpanan pasca irradiasi. Buah apel lebih tahan lama, buah apel malang yang disimpan di dalam kamar pendingin dapat tetap segar selama 4 – 7 bulan pada suhu 32oF – 33oF. Gambar 2 menunjukkan jumlah total cemaran pada buah apel malang selama penyimpanan, bakteri terus bertumbuh walaupun sampel disimpan dalam suhu rendah. Gambar 2 Jumlah Total Cemaran Bakteri Buah Apel Malang Selama Penyimpanan Tabel 4 menyajikan hasil pengamatan sampel buah sawo selama penyimpanan pasca irradiasi. Gambar 3 menunjukkan jumlah total cemaran bakteri pada buah sawo selama penyimpanan, bakteri terus bertumbuh walaupun sampel disimpan dalam suhu rendah. Buah sawo juga merupakan buah klimaterik, pada kondisi udara tropis umur simpan buah sawo matang hanya 3 – 5 hari saja (Agustianingrum et al., 2014). Namun pasca irradiasi dengan dosis 2,5 kGy buah sawo masih terlihat segar pada lama penyimpanan 7 hari. Tabel 3 Bentuk Fisik Buah Apel Malang Pasca Irradiasi Dosis (kGy) 0 2,5 5 7,5 10 Lama Penyimpanan (Hari) 7 15 21 7 15 21 7 15 21 7 15 21 7 15 21 Jumlah Total Cemaran Bakteri (CFU/ml) 1,8 6,35 13,4 0,000165 0,108 12,3 0,0185 0,53 4,05 0,0384 3 5,25 0,0023 0,15 2,9 Bentuk Fisik Segar Segar Segar Segar Segar Segar Segar Segar Layu Layu Layu Layu Layu Layu Layu Tabel 4 Bentuk Fisik Buah Sawo Pasca Irradiasi Lama Jumlah Total Cemaran Bentuk Penyimpanan Bakteri (CFU/ml) Fisik (Hari) 0 7 Layu 0,0045 15 Layu 0,5 21 Layu 5,15 2,5 7 0,0018 Segar 15 0,4 Segar 21 7 Layu 5 7 0,001 Segar 15 0,095 Layu 21 62 Layu 7,5 7 0,006 Layu 15 0,045 Layu 21 5,75 Layu 10 7 0,0003 Layu 15 2,7 Layu 21 14,9 Layu Dosis (kGy) Suhu dapat mempengaruhi mikroorganisme dalam dua cara yaitu apabila suhu naik, kecepatan metabolisme naik dan pertumbuhan dipercepat, dan sebaliknya apabila suhu turun kecepatan metabolisme juga turun dan pertumbuhan diperlambat. Berdasarkan hubungan antara suhu dan pertumbuhan, mikroorganisme dapat dikelompokan sebagai 1) psikrofil, bakteri yang dapat tumbuh pada suhu antara 0 – 20 o C; 2) mesofil, bakteri yang dapat tumbuh pada suhu antara 25 – 40 oC; dan 3; termofil, bakteri yang dapat tumbuh pada suhu diatas 50 oC (Abrar, 2013). Bakteri mengalami inaktivasi pasca irradiasi, setelahnya bakteri yang tidak terinaktivasi kembali bereproduksi kembali. Untuk menjaga agar bakteri tetap dalam keadaan tidak aktif dilakukan penyimpanan dalam suhu rendah 10 oC. Pada temperatur ini bakteri E. Coli tetap dalam keadaan istirahat. Selain itu, sampel juga dibungkus dengan aluminium foil, karena aluminium foil dapat mencegah sampel berinteraksi langsung dengan udara bebas. Ketika bakteri aerob tidak mendapatkan oksigen yang cukup, maka bakteri aerob tidak aktif, tetapi bakteri anaerob masih aktif, karena bakteri anaerob bisa aktif tanpa adanya oksigen yang cukup (Sari, 2010). Gambar 3 Jumlah Total Cemaran Bakteri Buah Sawo Selama Penyimpanan Pada Gambar 1; 2; dan 3 menunjukkan bakteri mengalami pertumbuhan, seharusnya pada penyimpanan suhu rendah 10 oC bakteri dalam keadaan istirahat. Kemungkinan bakteri yang terdapat dalam sampel termasuk golongan bakteri psikrofil, yaitu bakteri yang dapat tumbuh pada suhu 0 – 20 oC. Anomali terjadi pada dosis 5 kGy lama penyimpanan 21 hari pada sampel buah sawo dan pisang dan dosis 7 kGy lama penyimpanan 21 hari pada buah apel malang. Ini disebabkan oleh faktor D10 (resistensi bakteri terhadap radiasi) yang dimiliki bakteri dan faktor lain, seperti temperatur saat proses irradiasi (Thayer et al., 1995). Penurunan jumlah total cemaran bakteri akibat radiasi berhubungan dengan tingkat resistensi bakteri terhadap radiasi. Bakteri cenderung lebih resisten terhadap radiasi selama dalam keadaan belum aktif (fase lag) dan menjadi sensitif terhadap radiasi ketika bakteri berada pada fase pertumbuhan (Irmanita et al., 2016). Sesaat setelah di irradiasi bakteri mengalami pengurangan jumlah bakteri, dalam hal ini beberapa bakteri dalam fase kematian. Namun, setelah beberapa hari bakteri yang masih aktif tetap bertahan dan dapat memperbaiki enzimnya sehingga kembali memasuki fase lag (penyesuaian) dan seterusnya ke fase berikutnya. Dari bentuk fisik dan jumlah total cemaran bakteri sampel memberikan informasi bahwa dosis yang tepat digunakan untuk irradiasi pangan adalah pada dosis 2,5 kGy – 5 kGy. Sampel yang diirradiasi memiliki sedikit jumlah total cemaran bakteri jika dibandingan dengan sampel yang tidak diirradiasi, karena radiasi dapat membunuh sebagian dari bakteri. Dosis radisidasi yang melebihi 5 kGy digunakan untuk membunuh seluruh patogen, karena prinsip radiasi adalah seperti pengawetan secara thermal maka dosis yang melebihi 5 kGy membuat buah menjadi layu. Buah yang diiradiasi dengan energi 1,33 MeV dan dengan dosis maksimal 10 kGy tidak menjadikan buah tersebut menjadi radioaktif. KESIMPULAN Dosis yang tepat digunakan untuk irradiasi makanan sehingga dapat mengurangi bakteri yang ada pada buah, yaitu 2,5 – 5 kGy. Pada rentang dosis ini sudah dapat mengurangi sebagian bakteri yang terkandung dalam buah dan tidak menjadikan buah tersebut rusak atau menjadi radioaktif. Faktor pembusukan buah salah satunya disebabkan oleh jumlah total cemaran bakteri yang ada padanya. Pada sampel buah pisang dan sawo yang termasuk buah klimaterik setelah penyimpanan hari ke-15 buah terlihat layu/tidak segar lagi. Jumlah total cemaran bakteri pada sampel buah pisang dan sawo berturut-turut pada dosis 2,5 kGy setelah penyimpanan hari ke-15 adalah CFU/ml dan CFU/ml. Pada sampel buah apel dosis radiasi 2,5 kGy setelah penyimpanan hari ke-15 bentuk fisik buah apel masih terlihat baik, karena buah apel bukan termasuk buah klimaterik. DAFTAR PUSTAKA Abrar, M. 2013. Pengembangan Model Untuk Memprediksi Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Pertumbuhan Bakteri Pada Susu Segar. Jurnal Medika Veterinaria 7(2): 109-112. Agustianingrum, D.A.Susilo, B. & Yulianingsih, R. 2014. Studi Pengaruh Konsentrasi Oksigen Pada Penyimpanan Atmosfer Termodifikasi Buah Sawo (Achras Zapota L.). Jurnal Bioproses Komoditas Tropis 2(1): 22 – 34. Akrom, M., Hidayanto, E., Susilo. 2014. Kajian Pengaruh Radiasi Sinar Gamma Terhadap Susut Bobot Pada Buah Jambu Biji Merah Selama Masa Penyimpanan. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 10: 86-91. Aquino, K.A.S. 2012. ‘Sterilization by Gamma Irradiation’. Dalam Adrovic, Feriz (ed.). Gamma Radiation. InTech. Europe. Cahyani, A. F. K., Wiguna, L. C., Putri, R. A., Masduki, V.V., Wardani, A. K., Harsojo. 2015. Aplikasi Teknologi Hurdle Menggunakan Iradias Gamma dan Penyimpanan Beku Untuk Mereduksi Bakteri Patogen pad Bahan Pangan : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agrobisnis 3(1): 73-79. Ghosal. D., Marina. V. O., Elena. K. G., Vera. Y. M., Alexander. V., Amudhan. V., Min. Z., Heather. M. K., Hassan. B., Kira. S. M., Lawrence. P. W., James. K. F., & Michael J. D. 2005. How radiation kill cells: Survival of Deinococcus radiodurans and Shewanella oneidensis under oxidative stress. FEMS Microbiology Reviews, 29: 361 – 375. Irawati, Z. 2006. Aplikasi Mesin Berkas Elektron Pada Industri Pangan. Prosiding Pertemuan dan Presentasi Ilmiah Teknologi Akselerator dan Aplikasinya: BATAN. Irmanita, V., Wardani, A. K., & Harsojo. 2016. Pengaruh Irradiasi Gamma Terhadap Kadar Protein dan Mikrobiologi Daging Ayam Broiler Pasar Tradisional dan Pasar Modern Jakarta Selatan. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 4(1): 428-435. Kementrian Pertanian. 2015. Rencana Strategis (RENSTRA) Kementrian Pertanian Tahun 2015-2019: Jakarta. Molins, R.A. 2001. Food Irradiation: Principle And Applications. New York: Jhon Wiley & Sons, Inc. Putri, F. N. A, Wardani, A. K, dan Harsojo. 2015. Aplikasi Teknologi Irradiasi Gamma dan Penyimpanan Beku Sebagai Upaya Penurunan Bakteri Patogen Pada Seafood : Kajian Pustaka. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(2): 345-352. Sari, N.T. 2010. Pemanfaatan Biosolid. Klaten: Yayasan Humaniora. Stefanova, R. Nikola, V. Spassov. Stefan, L. 2010. Irradiation of Food, Current Legislation Framework, and Detection of Irradited Foods. Springer, Food Anal. Methods, 3:225-252. Thayer D. W., Boyd G., Fox J.B, Lakritz JR., L, and Hampson J.W. 1995. Variations in Radiation Sensitivity of Foodborne Pathogens Associated with the Suspending Meat. Journal of Food Science, 60(1): 63-67. Tursika, S. 2007. Pengaruh Suhu dan Lama Simpan Terhadap Mutu Buah Pisang Raja Bulu (Musa paradisiaca) Setelah Pemeraman. Skripsi. Bogor: FTP Institut Pertanian Bogor.