Academia.eduAcademia.edu

RADIKALISME MENURUT PANCASILA

2023, RADIKALISME MENURUT PANCASILA

RADIKALISME MENURUT PANCASILA Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Manajemen Yang diampu oleh Moh. Kamilus Zaman,M.P.d.I Disusun oleh : MOH. Salman Al Farisi 230605110085 Kelas C UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA Oktober 2023 DAFTAR ISI DAFTAR ISI.......................................................................................................................... I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 1 C. Tujuan Makalah ......................................................................................................... 2 BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah Radikalisme ................................................................................................. 3 B. Implementasi nilai-nilai Pancasila.. ........................................................................... 6 C. Cara membentengi diri dari radikalisme .................................................................... 7 BAB III PENUTUPAN A. Kesimpulan ............................................................................................................... 10 B. Daftar Pustaka ........................................................................................................... 10 I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia saat ini menghadapi permasalahan dan ancaman ekstrimisme, terorisme, dan separatisme yang semua nya bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Radikalisme mengancam ketahanan ideologi. Jika ideologi negara tidak kuat lagi maka akan mempengaruhi kemampuan pemulihan bangsa. Radikalisme dapat diartikan sebagai suatu sikap atau paham yang ekstrim. revolusioner dan aktivis untuk memperjuangkan perubahan dalam arus utama masyarakat. Radikalisme tidak harus berbentuk kekerasan fisik. Ide-ide ideologis, kampanye massa dan ekspresi sikap oposisi serta keinginan untuk mengubah arus utama dapat digolongkan sebagai sikap ekstremis. Melalui peristiwa kemanusiaan yang saat ini dihadapi semua orang. kelas sosial Indonesia. Bangkitnya ekstremisme agama di Indonesia adalah sebuah fenomena dan buktinya tidak bisa diabaikan atau diabaikan begitu saja. Ekstremisme agama yang berkembang di Indonesia ditandai dengan banyaknya aksi kekerasan dan terorisme. Tindakan ini telah menyerap banyak potensi dan energi manusia serta merampas hak hidup banyak orang, termasuk mereka yang sama sekali tidak memahami persoalan ini. Meskipun banyak lokakarya dan dialog yang berbeda telah diselenggarakan untuk memahami masalah ini, mulai dari menemukan penyebabnya hingga menyelesaikannya. solusi yang diusulkan tetapi tidak pernah menunjukkan poin positif. Fenomena perilaku keagamaan ekstremis dapat dipahami dengan berbagai cara. Namun pada hakikatnya, ekstremisme agama seringkali selalu dikaitkan dengan pertentangan tajam antara nilai-nilai yang dianut suatu kelompok agama tertentu dengan tatanan nilai yang diterapkan atau dipersepsikan mapan pada saat itu. Dengan demikian, adanya konflik, gesekan atau ketegangan membuat konsep radikalisme selalu dikaitkan dengan kekerasan fisik. Lebih lanjut, realitas kehidupan masyarakat Indonesia saat ini semakin mendukung dan menguatkan munculnya pemahaman tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut : 1. Bagaimana sejarah radikalisme ? 2. Apa aja bentuk implementasi nilai-nilai pancasila dalam menghadapi radikalisme? 3. Bagaimana cara membentengi diri dari radikalisme ? 1 C. Tujuan Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui sejarah radikalisme. 2. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai pancasila. 3. Untuk memperkuat membentengi diri dari dari radikalisme. 2 BAB II PEMBAHASAN A. Sejarah radikalisme a. Definisi radikalisme Kata radikalisme ditinjau dari segi terminologis berasal dari kata dasar radix yang artinya akar (pohon). Makna kata akar (pohon), dapat diperluas kembali sehingga memiliki arti pegangan yang kuat, keyakinan, pencipta perdamaian dan ketenteraman. Kemudian kata tersebut dapat dikembangkan menjadi kata radikal, yang berarti lebih adjektif1. Radikalisme menurut Agus Surya Bakti terbagi menjadi dua bentuk yang pertama pemikiran, dan yan kedua adalah tindakan. Dalam hal pemikiran, radikalisme ialah ide yang bersifat abstrak dan menghalalkan kekerasan untuk mencapai suatu tujuan. Adapun dalam bentuk tindakan, radikalisme berupa pada aksi yang dilakukan dengan cara kekerasan dan anarkis untuk mencapai tujuan2.dari pendapat ini radikalisme selama tidak mengarah pada gerakan, maka tidak dianggap suatu yang berbahaya. Orang bisa saja berpikiran radikal, tapi belum tentu melakukan aksi kekerasan dalam mencapai suatu tujuan yang mereka inginkan. Sumber atau akar radikalisme yang mengarah pada terorisme lebih didominasi oleh prinsip agama yang dipahami secara sempit oleh mereka yang menganutnya. Sebab, doktrin kitab agama, khususnya agama Islam, dijelaskan secara tekstualis untuk mendorong gerakan radikal yang mengarah pada terorisme. Berikut ini adalah beberapa contoh ayat al-Qur'an yang dapat memicu revolusi. Pertama, instruksi tekstual untuk memancung orang kafir ketika bertemu. “Apabila kamu bertemu dengan orang orang kafir (dimedan perang), maka pukullah batang leher mereka. Selanjutnya apabila kamu telah mengalahkan mereka, tawanlah mereka dan setelah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang selesai. Demikianlah dan sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia membinasakan mereka, tetapi Dia hendak menguji kamu satu sama lainnya. Dan, orang-orang yang gugur di jalan Allah, Allah tidak menyia-nyiakan amal mereka.” (Q.S. Muhammad [47]: 4). Kedua, perang harus dimulai sampai tidak ada fitnah di dunia. “Dan, perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti, maka tidak ada lagi permusuhan kecu ali terhadap orang-orang zalim.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 193). Ketiga, perintah untuk memerangi orang-orang yang tidak beriman. “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan rasulNya, dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah) yang telah diberikan kitab, hingga mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh, sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (Q.S. at-Taubah [9]: 29). 1 Dosenpendidikan, pengertian radikalisme, dosenpendidikan.co.id, 2023 (diakses pada tanggal 9-11-23) Agus Surya Bakti, Darurat Terorisme : Kebijakan Pencegahanm, Perlindungan dan Deradikalisasi, (Jakarta : Daulat Press, 2014), hal. 155 2 3 Secara tekstual, contoh ketiga ayat tersebut dapat memicu pemikiran radikal yang dapat mengarah pada gerakan terorisme. Sebab, seolah-olah agama memungkinkan pembunuhan orang kafir dan memungkinkan memerangi orangorang yang dianggap tidak percaya atau tidak beragama. Ada kemungkinan bahwa perspektif atau wawasan agama yang sempit adalah faktor yang mendorong munculnya radikalisme. Pola pikir hitam putih dan normatif merupakan faktor utama dalam pembentukan terorisme dan radikalisme. Sejarah Islam mencatat bahwa Abdurrahman bin Mulzam, seorang ulama besar yang hafal Al-Qur'an, rajin shalat malam, dan rajin puasa Senin-Kamis, tega membunuh Sayidina Ali bin Abi Thalib karena dia dianggap kafir atau tidak beragama hanya karena melakukan perundingan damai dengan Muawiyah. b. Faktor penyebab munculnya radikalisme Gerakan radikalisme sesungguhnya bukan sebuah gerakan yang muncul begitu saja tetapi memiliki latar belakang yang sekaligus menjadi faktor pendorong munculnya gerakan radikalisme. Diantaranya faktor-faktor tersebut adalah : 1. Faktor sosial politik Gejala kekerasan “agama” lebih tepat dilihat sebagai gejala sosial politik daripada gejala keagamaan. gerakan yang secara salah kaprah oleh Barat disebut sebagai radikalisme Islam itu lebih tepat dilihat akar permasalahannya sudut konteks sosial politik dalam kerangka historisitas manusia yang ada di masyarakat. Sebagaimana diungkapkan Azyumardi Azra bahwa memburuknya posisi negara-negara muslim dalam konflik Utara Selatan menjadi penopang utama munculnya radikalisme. Secara historis kita dapat melihat bahwa konflik-konflik yang ditimbulkan oleh kalangan radikal dengan seperangkat alat kekerasannya dalam menentang dan membenturkan diri dengan kelompok lain ternyata lebih berakar pada masalah sosial politik. Dalam hal ini kaum radikalisme memandang fakta historis bahwa umat Islam tidak diuntungkan oleh peradaban global sehingga menimbulkan perlawanan terhadap kekuatan yang mendominasi. Dengan membawa bahasa dan simbol serta slogan-slogan agama kaum radikalis mencoba menyentuh emosi keagamaan dan menggalang kekuatan untuk mencapai tujuan “mulia” dari politiknya. Tentu saja hal yang demikian ini tidak selamanya dapat disebut memanipulasi agama karena sebagian perilaku mereka berakar pada interpretasi agama dalam melihat fenomena historis. Dilihatnya terjadi banyak Islam dan wacana…[Syamsul Bakri] 7 penyimpanan dan ketimpangan sosial yang merugikan komunitas muslim maka terjadi gerakan radikalisme yang ditopang oleh sentimen dan emosi keagamaan. 2. Faktor emosi keagamaan Salah satu penyebab gerakan radikalisme adalah faktor sentimen keagamaan, termasuk termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebagai faktor emosi keagamaannya, dan bukan agama (wahyu suci yang absolut) walaupun gerakan radikalisme selalu mengibarkan bendera dan simbol agama seperti dalil membela agama, jihad dan mati syahid. Dalam 4 konteks ini yang dimaksud dengan emosi keagamaan adalah agama sebagai pemahaman realitas yang sifatnya interpretatif. jadi sifatnya nisbi dan subjektif. 3. Faktor kultural Faktor ini juga cukup besar yang melatarbelakangi munculnya radikalisme. hal ini wajar karena memang secara kultural, sebagaimana diungkapkan Musa Asy'ari 12 bahwa di dalam masyarakat selalu ditemukan usaha untuk melepaskan diri dari jeratan jaringan kebudayaan tertentu yang dianggap tidak sesuai. sedangkan yang dimaksud faktor kultural di sini adalah sebagai antitesis terhadap budaya sekularisme. budaya barat merupakan sumber sekularisme yang dianggap sebagai musuh yang harus dihilangkan dari bumi, sedangkan fakta sejarah memperlihatkan adanya dominasi barat dari berbagai aspek atas negeri dan budaya muslim. Peradaban Barat sekarang ini merupakan ekspresi dominan dan universal umat manusia yang telah dengan sengaja melakukan proses marginalisasi seluruh sendi-sendi kehidupan muslim sehingga umat Islam menjadi terbelakang dan tertindas. 4. Faktor ideologis anti westernisme Westernisme merupakan suatu pemikiran yang membahayakan muslim dalam mengaplikasikan syariat Islam. sehingga simbol barat harus dihancurkan demi penegakan syariat Islam. walaupun motivasi dan gerakan anti barat tidak bisa disalahkan dengan alasan keyakinan keagamaan tetapi Jalan kekerasan yang ditempuh kaum radikalisme justru menunjukkan ketidakmampuan mereka dalam memposisikan diri sebagai pesaing dalam budaya dan peradaban. 5. Faktor kebijakan pemerintah Ketidakmampuan Pemerintah di negara-negara Islam untuk bertindak memperbaiki situasi atas perkembangannya frustasi dan kemarahan sebagai umat Islam disebabkan dominasi ideologi, militer merupakan ekonomi dari negera- negara besar. dalam hal ini pemerintah di negeri Muslim belum atau kurang dapat mencari akar yang menjadi penyebab munculnya tindak kekerasan (radikalisme) sehingga tidak dapat mengatasi problematika sosial yang dihadapi umat. Di samping itu, faktor media massa (pers) barat selalu memojokkan umat Islam juga menjadi faktor munculnya reaksi dengan kekerasan yang dilakukan oleh umat Islam. propaganda lewat pers memang memiliki kekuatan dahsyat dan sangat sulit untuk di tangkis sehingga sebagian “ekstrim” yaitu perilaku radikal sebagai reaksi atas apa yang ditimpakan kepada komunitas muslim. c. Asal kemunculan radikalisme Radikal dan fundamentalisme memiliki sebuah keterkaitan, keduanya memiliki arti yang sama-sama bermakna inti. Kelompok radikalisme muncul dengan dilandasi paham fundamentalisme. Istilah radikalisme muncul pada abad ke-18 sebagai pendukung gerakan radikal. Fenomena radikalisme di dunia Islam diyakini munvul pada abad ke-20, di Timur Tengah sebagai hasil dari krisis 5 identitas yang berujung pada reaksi dan resistensi terhadap bangsa barat yang melebarkan kolonialisme dan imperialisme ke dunia Islam. Terpecahnya dunia Islam ke dalam berbagai negara dan proyek modersnisasi yang dilaksanakan oleh pemerintah baru berhaluan Barat, menyebabkan munculnya gerakan radikal dalam islam. Tidak hanya itu, gerakan ini melakukan perlawanan terhadap rezim yang dianggap secular dan menyimpang dari ajaran agama yang murni. Di Indonesia sendiri, gerakan radikalisme ini muncul pada masa kemerdekaan Indonesia. Seperti DI (Darul Islam) atau TII (Tentara Islam Indonesia) dan Negara Islam Indonesia (NII) yang muncul pada ahun 1950. Gerakan ini disatukan oleh visi dan misi untuk menjadikan syariat sebagai dasar negara Indonesia. Gerakan DI ini berhenti setelah pemimpinnya terbunuh pada awal 1960-an Kemudian, pada awal 1970-an dan 1980-an muncul kembali gerakan islam garis keras, seperti Komando Jihad, ali Imron, Kasus Talangsari oleh Warsidi dan Teror Warman di Lampung untuk mendirikan negara Islam dan sebagainya. Gerakan radikalisme ini awalnya muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap komunisme di Indonesia serta penerapan pancasila sebagai asas tunggal dalam polituk. Bagi golongan radikal, sistem demokrasi pancasila itu dianggap haram hukumnya dan pemerintah di dalamnya adalah kafir taghut (istilah bahasa arab yang merujuk pada setan), begitu pula masyarakat sipil yang bukan termasuk golongan mereka. Oleh karena itu bersama kelompoknya, golongan ini menerapkan formalisasi syariah sebagai solusi kehidupan bernegara. B. Implementasi nilai-nilai pancasila 1. Ketuhanan yang maha esa Sila pertama ini mengandung nilai luhur yang berkaitan dengan ketuhanan. Contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, yaitu: • Tertib melakukan ibadah sesuai dengan agama yang dianut, • Menghormati setiap perbedaan terutama perbedaaan keyakinan, • Tidak memaksakan suatu keyakinan kepada orang lain, • Tidak mengganggu ketika ada orang lain yang sedang beribadah, • Membina kerukunan dengan orang lain walaupun berbeda keyakinan. 2. Kemanusiaan yang adil beradab Sila kedua ini mengandung nilai penghormatan kepada orang lain walaupun banyak perbedaan. Contoh penerapannya dalam kehidupan seharihari, yaitu: • Membantu teman yang membutuhkan bantuan atau pertolongan, • Tidak membeda-bedakan teman, • Menerapkan sikap toleransi, • Menghargai perbedaan yang ada, • Bersikap adil tanpa membeda-bedakan. 3. Persatuan Indonesia Sila ketiga ini mengandung nilai persatuan diantara banyaknya perbedaan yang ada di masyarakat. Contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, yaitu: • Tidak menyombongkan diri sendiri, • Bergotong royong membersihkan lingkungan, 6 • • • 4. Memakai produk-produk dalam negeri, Menghargai dan menghormati semua teman, Saling membantu satu sama lain Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan Sila keempat ini mengandung nilai demokrasi, musyawarah untuk mencapai mufakat. Contoh penerapan dalam kehidupan sehari-hari, yaitu: • Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi, • Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, • Mengambil keputusan secara musyawarah, • Memberikan suara saat pemilihan umum, • Menerima dan melaksanakan keputusan yang diperoleh dari musyawarah dengan ikhlas dan tanggung jawab. 5. Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia Sila kelima ini menyadarkan masyarakat bahwa semua rakyat Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama dimata hukum. Contoh penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, yaitu: • Bersikap adil kepada siapapun, • Menjaga hak dan kewajiban orang lain. C. Cara membentengi diri dari radikalisme Dalam hal ini tentunya tidak hanya pemerintah yang harus ikut serta dalam mencegah dan melawan fenomena tersebut, namun semua pihak juga harus ikut serta dalam upaya tersebut, khususnya generasi muda. Sesungguhnya generasi mudalah yang akan menjadi generasi penerus bangsa ini dan juga akan menjadi ujung tombak dalam mencegah dan menghilangkan dua permasalahan yaitu ekstrimisme dan terorisme, agar tidak menjadi penyebab penyalahgunaan izin. Hal paling menonjol yang dapat berkontribusi dalam mengatasi permasalahan ini adalah generasi muda, seperti mahasiswa, yang merupakan agen perubahan di negeri ini. Selain itu, anak-anak masih dalam tahap pembinaan pribadi sehingga memerlukan pengawasan khusus orang tua agar di kemudian hari tidak terseret ke dalam ekstremisme dan aksi terorisme. 1. Menyajikan ilmu pengetahuan secara akurat dan benar Hal pertama yang harus dilakukan untuk mencegah ekstremisme dan aksi teroris adalah dengan memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan cara yang tepat dan benar. Pengenalan ilmu ini harus ditekankan kepada semua orang terutama generasi muda. Hal ini dikarenakan pikiran generasi muda masih mengembara dan penasaran, terutama terhadap hal-hal baru seperti pemahaman suatu isu dan dampak globalisasi. Dalam hal ini pengenalan ilmu tidak hanya terbatas pada ilmu umum saja, tetapi juga ilmu agama, ilmu yang menjadi landasan penting dalam tingkah laku, sikap, dan keimanan kepada Tuhan. Kedua ilmu ini harus diperkenalkan dengan baik dan benar, dalam artian harus ada keseimbangan 7 2. 3. 4. 5. antara ilmu populer dan ilmu agama. Dengan cara ini, keadaan pikiran yang seimbang dapat tercipta dalam diri sendiri. Memahami ilmu pengetahuan dengan baik dan akurat Hal kedua yang bisa dilakukan untuk mencegah paham ekstremisme dan aksi terorisme adalah dengan menggunakan ilmu pengetahuan yang benar. Setelah menyajikan ilmu dengan benar dan akurat, langkah selanjutnya adalah memahami ilmu tersebut. Karena tentu saja, ini bukan sekedar mengetahui, tetapi juga memahami apa yang diketahui. Dengan demikian, jika pemahaman terhadap ilmu pengetahuan, baik ilmu umum maupun ilmu agama tercapai, maka daya pikir yang dimiliki seseorang menjadi semakin kuat. Dengan begitu, tidak mudah terombang-ambing dan terpengaruh paham radikalisme dan aksi terorisme serta tidak menjadi penyebab terkikisnya persatuan dalam keberagaman yang menjadi semboyan Indonesia. Minimalkan jarak social Munculnya kesenjangan sosial juga dapat menyebabkan munculnya ekstremisme dan aksi terorisme. Agar kedua hal tersebut tidak terjadi, kesenjangan sosial harus diminimalisir. Jika tingkat pemahaman ekstremisme dan aksi terorisme seperti ini tidak terjadi di negara mana pun, termasuk Indonesia, maka kesenjangan antara pemerintah dan masyarakat harus diminimalkan. Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah harus mampu menjadikan media sebagai perantara dengan masyarakat, sekaligus mengambil tindakan nyata secara langsung dengan masyarakat. Seperti halnya rakyat, mereka harus selalu mendukung dan mempercayai pemerintah sehingga pemerintah dapat menjalankan tugasnya melindungi rakyat dan mengendalikan pemerintahan negara. Jagalah persatuan dan kesatuan Menjaga persatuan dan aliansi juga dapat menjadi sarana untuk mencegah penyebaran ekstremisme dan aksi terorisme di masyarakat, termasuk di tingkat negara. Seperti kita ketahui, dalam suatu masyarakat pasti terdapat keberagaman atau pluralisme, apalagi di negara yang merupakan gabungan dari banyak masyarakat yang berbeda. Oleh karena itu, menjaga persatuan dan kesatuan dalam menghadapi keberagaman tersebut sangat penting untuk mencegah permasalahan ekstremisme dan terorisme. Salah satu yang bisa dilakukan dalam kasus Indonesia adalah memahami dan mengamalkan nilainilai yang terkandung dalam Pancasila, karena semboyan di sana adalah Bhinneka Tunggal Ika. Mendukung tindakan untuk perdamaian Tindakan damai dapat dilakukan khususnya untuk mencegah terjadinya aksi teroris. Kalaupun sudah terjadi, tindakan ini tetap dilakukan untuk memastikan aksi tersebut tidak meluas dan dapat dihentikan. Namun jika dicermati, munculnya aksi teroris bisa jadi diawali dengan munculnya pemahaman baru yang berbeda dan berbeda mengenai radikalisme sehingga menimbulkan konflik dan konflik. Maka, salah satu cara untuk mencegah terjadinya hal tersebut (ekstremisme dan aksi terorisme) adalah dengan mendukung tindakan damai yang dilakukan baik oleh negara (pemerintah), organisasi/organisasi hak-hak sipil maupun individu. 8 6. Berperan aktif dalam pemberitaan ekstremisme dan terorisme Perannya di sini adalah untuk menekankan tindakan melaporkan kepada pihak berwenang apakah terdapat pengetahuan tentang ekstremisme dan aksi terorisme, baik kecil maupun besar. Misalnya, jika muncul pemahaman baru tentang agama di masyarakat dan menimbulkan keresahan, hal pertama yang harus dilakukan agar pemahaman tentang radikalisme berkembang hingga menimbulkan aksi teroris terkait kekerasan dan konflik adalah dengan melaporkan atau berkonsultasi dengan tokoh agama dan masyarakat. tokoh di daerah tersebut. Oleh karena itu, individu melakukan tindakan pencegahan awal, seperti mengadakan diskusi dengan pemangku kepentingan mengenai wawasan baru yang muncul di masyarakat. 7. Lebih memahami hidup bersama Kita juga harus meningkatkan pemahaman hidup berdampingan untuk mencegah munculnya pemahaman ekstremisme dan aksi terorisme. Meningkatkan pemahaman tersebut berarti terus belajar dan memahami apa arti hidup bersama dalam masyarakat atau bahkan di negara yang penuh keberagaman, termasuk Indonesia sendiri. Oleh karena itu, kita harus memiliki sikap toleransi dan solidaritas, serta menghormati seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku di masyarakat dan negara. Dengan cara ini tentu tidak ada pihak yang merasa dirugikan karena kita telah memahami bagaimana hidup bersama berdasarkan tatanan masyarakat dan negara. 8. Saring informasi yang diperoleh Menyaring informasi yang diperoleh juga merupakan salah satu cara untuk mencegah ekstremisme dan aksi terorisme. Memang informasi yang diperoleh tidak selalu akurat dan harus diikuti, apalagi dengan kemajuan teknologi saat ini dimana informasi bisa datang dari mana saja. Oleh karena itu, penyaringan informasi ini harus dilakukan dengan cara yang tidak menyesatkan, dimana informasi yang benar menjadi salah dan informasi yang salah menjadi benar. Oleh karena itu, kita harus bisa menyaring informasi yang diperoleh agar tidak membenarkan, menyalahkan dan terpengaruh secara lalai untuk segera menindaklanjuti informasi tersebut. 9. Berpartisipasi aktif dalam sosialisasi ekstremisme dan terorisme Sosialisasi di sini bukan berarti kita mengajak masyarakat terangterangan melakukan ekstremisme dan melakukan aksi teroris, namun kita melakukan sosialisasi tentang apa sebenarnya ekstremisme dan terorisme itu. Agar kedepannya banyak masyarakat yang memahami arti sebenarnya dari ekstremisme dan terorisme yang sangat berbahaya bagi kehidupan, terutama bagi kehidupan bersama atas dasar pluralisme atau keberagaman. Ingatlah untuk mempublikasikan bahaya, dampak, dan cara menghindari dampak ekstremisme dan tindakan terorisme. 9 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Kesimpulan dari pembahasan diatas, sebagai berikut: 1. Radikalisme memiliki definisi yang berkaitan dengan pemikiran atau tindakan yang ekstrem, seringkali terkait dengan kekerasan atau anarki dalam mencapai tujuan tertentu. Dalam konteks agama, terdapat ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang bisa dimaknai secara radikal dan memicu pemikiran ekstrem. 2. Faktor-faktor penyebab munculnya radikalisme meliputi ketidakadilan sosial dan ekonomi, ketidakpuasan yang mengarah ke fatalisme, krisis identitas dalam kalangan kaum muda, kejutan moral, serta ketimpangan ekonomi. 3. Radikalisme muncul sebagai reaksi terhadap berbagai perkembangan sosial dan politik, terutama dalam konteks kolonialisme, modernisasi, dan oposisi terhadap sistem demokrasi yang dianggap haram oleh sebagian kelompok radikal. 4. Implementasi nilai-nilai Pancasila adalah salah satu cara untuk membentengi diri dari radikalisme, dengan mengedepankan prinsip-prinsip toleransi, kerukunan, persatuan, dan keadilan dalam kehidupan sehari-hari. 5. Generasi muda, termasuk mahasiswa, memiliki peran penting dalam mencegah dan mengatasi radikalisme dengan menjadi agen perubahan dan mempromosikan nilai-nilai Pancasila serta berperan aktif dalam masyarakat. B. DAFTAR PUSTAKA https://www.researchgate.net/publication/356640777_RADIKALISME _DI_INDONESIA Baker. Chuck. 2015. Shades of Intolerance: The Influence of Terrorism on Discriminatory Attitudes and Behaviors in the United Kingdom and Canada. A Dissertation. Graduate SchoolNewark Rutgers, The State University of New Jersey Fanani Ahmad F.2013. Fenomena Radikalisme di Kalangan Kaum Muda. Jurnal MAARIF. Arus Pemikiran Islam Dan Sosial, Vol. 8 No 1, Juli 2013. Hal 4-12. Febriansyah. R. 2013. Radikalisme Berlatar Belakang Agama Dalam Masyarakat (Studi Kasus Pada Ormas Front Pembela Islam Di Kota Palembang). Skripsi. Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sriwijaya. 10