Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 92

Bahaya Ilmu Kalam

dan Filsafat dalam


Islam Jilid 1
Penyusun :

Zainudin

Ukuran Buku :

21.0 cm x 14.8cm (A5) 92 Halaman

Cetakan ke-1

Tahun 1445H/2023M

Diperbolehkan bahkan memperbanyak sebagian atau


seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun dengan
atau tanpa izin penerbit selama bukan untuk tujuan
komersil. Mohon koreksi jika ditemukan kesalahan
dalam karya kami. Koreksi dan saran atas karya kami
dapat dilayangkan ke [email protected]

Semoga Allah ‫ ﷻ‬menjadikannya bermanfaat bagi


umat Islam -terutama bagi penulis sendiri-. Semoga
Allah ‫ ﷻ‬mengampuni dosa-dosa dan mengangkat
derajat seluruh kaum muslimin di dunia dan di
akhirat. Amin, Ya Rabbal ‘alamin.
Saran dan kritik konstruiktif para pembaca selalu
ditunggu dan dinanti oleh penulis. Diperbolehkan
memperbanyak buku ini dengan syarat: tidak
dikomersilkan dan tidak mengubah isi buku.

Jazaakumullahu khairan

Website :
https://assunahsalafushshalih.wordpress.com/

Youtube Channel (Islam The Religion of Truth)

https://bit.ly/3KzrSc3

https://shorturl.at/gzKX7

https://s.id/1As9b

https://m.youtube.com/c/@IslamTheReligionOfTrut
h

English Website

https://whyislamisthetruereligion.wordpress.com/bl
og/

https://bit.ly/42xRLzD

https://s.id/1DuKm

https://rebrand.ly/utae58z

https://rb.gy/phd7n6
Daftar Isi
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1

ILMU FILSAFAT, PERUSAK AKIDAH ISLAM ... Hal. 7

Imam Asy Syafi’i dan Ilmu Filsafat ... Hal. 14

Belajar Ilmu Filsafat Di Kampus... Hal. 17

HARAMNYA ILMU FILSAFAT... Hal. 22

HUKUM BELAJAR FILSAFAT DAN ILMU KALAM... Hal.


37

FILSAFAT dan ILMU KALAM Dalam Sorotan Ulama


Syafi’iyyah... Hal. 41

Bahaya FILSAFAT... Hal. 56

Pembawa Bendera FILSAFAT “ISLAM”... Hal. 67


1

bismillāhir-raḥmānir-raḥīm

ِ‫ٱلرحِ ِيم‬
َ ‫ن‬ ِِ ‫ٱلرحْ َٰم‬
َ ‫ٱّلل‬
َِِ ‫ِبس ِِْم‬

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha


Penyayang

*MUQADDIMAH*

ِ‫ت‬ ِ ‫ور أنْفُسِنا ومِ نِْ سيِئا‬ َِِ ِ‫ّلل نحْم ُدهُِ ونسْتعِينُهُِ ونسْتغْف ُِرهُِ ونعُوذُِ ب‬
ِِ ‫اّلل مِ نِْ ش ُُر‬ َِِ ِ ِ‫إنَِ الْح ْمد‬
َُِ ‫ض ِل ِْل فلِ هادِيِ لهُِ وأشْه ُِد أنِْ لِ ِإلهِ ِإ َِل‬
‫ّللا‬ ْ ُ‫ّللا فلِ ُم ِض َِل لهُِ ومنِْ ي‬
َُِ ‫أعْمالِنا منِْ ي ْه ِد ِِه‬
ُِ‫سولُه‬
ُ ‫وحْ د ُِه لِ ش ِريكِ لهُِ وِ أشْه ُِد أنَِ ُمح َمدًا عبْ ُد ُِه ور‬
‫ون‬
ِ ‫س ِل ُم‬ َِ ‫يا أيُّها الَذِينِ آمنُواِْ اتَقُواِْ ّللاِ ح‬
ْ ‫ق تُقا ِت ِِه ولِ ت ُموتُنَِ ِإ ِلَ وأنتُم ُّم‬

‫ث مِ نْهُما‬ َِ ‫ق مِ نْها زوْ جها وب‬ ِ ‫اس اتَقُوِاْ ربَكُ ُِم الَذِي خلقكُم ِمن نَفْسِ واحِ دةِ وخل‬
ُِ َ‫يا أيُّها الن‬
َ ُ
ِ‫ِيرا ونِساء واتَقواِْ ّللاِ الذِي تساءلُونِ بِ ِِه واأل ْرحامِ إِنَِ ّللاِ كانِ عليْكُ ْمِ رقِيبًا‬ً ‫ِرجا ِلً كث‬
ْ ُ‫ي‬-- ‫ّللا وقُولُوا قوْ لًِ سدِيدًا‬
ِ‫صلِحِْ لكُ ِْم أعْمالكُ ِْم ويغْف ِِْر لكُ ْم‬ َِ ‫يا أيُّها الَذِينِ آمنُوا اتَقُوا‬
‫ّللا ورسُولهُِ فق ِْد فازِ فوْ زً ا عظِ ي ًما‬ َِ ِْ‫ذُنُوبكُ ِْم ومن يُطِ ع‬

‫ور ُمحْ دثاتُها‬ِِ ‫ وش َِر األ ُ ُم‬,ِ‫ْي ُمح َمد‬ ِ ‫ وخيْرِ الْه ْد‬,‫ّللا‬
ُِ ‫ي ِ هد‬ َِِ ‫اب‬ ِِ ‫ف ِإنَِ خيْرِ الْحدِي‬:‫أ َما بعْ ُِد‬,
ُِ ‫ث كِت‬
َ
ِ‫ وكُ ُِّل ضللةِ فِي الن ِار‬,ِ‫ وكُ َِل بِدْعةِ ضللة‬,ِ‫وكُ َِل ُمحْ دثةِ بِدْعة‬

Sesungguhnya, segala puji bagi-Allah, kami memuji-Nya dan kami-


memohon pertolongan dan ampunan-Nya, Kami berlindung
kepada Allah-dari kejahatan diri-diri kami dan dari kejahatan amal
perbuatan kami *

*Barangsiapa yang Allah berikan-petunjuk, maka tidak ada yang


dapat-menyesatkannya, dan-barangsiapa yang Allah-sesatkan,
maka tidak ada yang-dapat memberikan petunjuk kepadanya *

Aku bersaksi bahwa tidak ada-Tuhan yang berhak-disembah


kecuali Allah Maha Esa Dia dan tidak ada-sekutu bagi-Nya, dan
aku-bersaksi bahwa Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam
adalah hamba dan Rasul-Nya*

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


2

*Allah berfirman, yang artinya: (Wahai orang-orang yang beriman


kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya! takutlah kalian kepada
Rabb kalian dengan sebenar-benarnya takut, yaitu dengan
mengikuti perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-
Nya dan mensyukuri nikmat-nikmat-Nya Dan berpegang-teguhlah
kalian pada agama kalian sampai maut menjemput ketika kalian
dalam keadaan seperti itu) (QS Al-Imran : 102)

*Dan juga berfirman, yang artinya (Wahai manusia! Bertakwalah


kalian kepada Rabb kalian Karena Dia lah yang telah menciptakan
kalian dari satu jiwa, yaitu bapak kalian, Adam Dan dari Adam Dia
menciptakan istrinya, Hawa, ibu kalian Dan dari keduanya Dia
menyebarkan banyak manusia laki-laki dan wanita ke berbagai
penjuru bumi

Dan bertakwalah kalian kepada Allah, Żat yang nama-Nya kalian


gunakan sebagai sarana untuk meminta sesuatu kepada sesama
kalian Yaitu dengan mengatakan, “Aku memintamu dengan nama
Allah agar kamu sudi melakukan hal ini " Dan takutlah kalian
terhadap memutus tali persaudaraan yang mengikat kalian
dengan saudara kalian Sesungguhnya Allah Maha Mengawasi
kalian Maka tidak ada satu pun amal perbuatan kalian yang luput
dari pengawasan-Nya Dia senantiasa menghitungnya dan akan
memberi kalian balasan yang setimpal dengannya) (QS An-Nisa:
1) *

*Dan juga berfirman, yang-artinya (Wahai orang-orang yang


beriman kepada Allah dan melaksanakan syariat-Nya,
bertakwalah kepada Allah dengan mengerjakan segala perintah-
Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta ucapkanlah ucapan
yang benar dan jujur Sesungguhnya jika kalian bertakwa kepada
Allah dan mengucapkan ucapan yang benar, niscaya Allah akan
memperbaiki bagi kalian amal perbuatan kalian dan menerimanya
dari kalian serta menghapus dari kalian dosa-dosa kalian sehingga
Dia tidak menyiksa kalian karena dosa itu

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


3

Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya maka dia telah


mendapatkan kemenangan yang besar, tidak ada kemenangan
yang setara dengannya, yaitu kemenangan dengan mendapatkan
keridaan Allah dan masuk ke dalam Surga ) (QS Al-Ahzab: 70-71)*

*Amma ba'du,

Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kalamullah,sebaik-baik


petunjuk adalah tuntunan Muhammad, seburuk-buruk perkara
adalah sesuatu yang diada-adakan dalam agama,setiap yang
diada-adakan dalam agama adalah bid'ah,setiap bid'ah adalah
sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka

Allah mengutus beliau dengan membawa hidayah Dan agama


kebenaran, Maka beliau menyampaikan risalah, menunaikan
amanat, menasehati umat, berjihad di jalan Allah dengan jihad
yang sebenarnya, meninggalkan umat di atas jalan putih yang
malamnya seperti siangnya, tidak ada yang menyimpang darinya
kecuali akan binasa

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam Dan shalawat serta
salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para
sahabatnya, serta para pengikutnya hingga akhir zaman

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

‫السلم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬

‫ والصلة والسلم على نبيا المصطفى وعلى آله وصحبه ومن اهتدى‬،‫الحمد هلل وكفى‬
‫بهداه أما بع ِد‬

*Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa


Ta'āla Saudara-saudariku seiman, semoga Allāh senantiasa
memberikan taufik-Nya kepada kita semua *

*Alhamdulillāh, puji syukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla,


senantiasa kita haturkan, senantiasa kita panjatkan dan tidak
bosan-bosannya kita puji Tuhan kita *

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


4

*Dzat Yang Maha Memberi Rezeki, memberikan kehidupan


kepada kita, dan memberikan (tentunya) berbagai ragam (macam)
karunia, kenikmatan, yang salah satunya adalah kenikmatan
diberikan kita kesempatan dan keistiqamahan belajar agama *

Pada kesempatan ini, kita akan membahas tema yang berkenaan


dengan Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1

Semoga Allah Ta'ala menjadikan amalan sederhana ini menjadi


amalan yang ikhlas mengharap wajah Allah semata dan menjadi
pemberat timbangan kebaikan di Yaumul Mizan

Inilah, hanya kepada Allah aku memohon agar Dia menjadikan


amalku ini murni mengharap wajah-Nya Yang Mulia, dan agar ia
bermanfaat bagi kaum muslimin, serta menjadi tabungan untuk
hari akhir

Semoga Allah berkenan menjadikan kita termasuk orang-orang


yang membela agama-Nya, Rasul-Nya, serta para shahabat Dan
semoga pula Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang
memberikan nasihat untuk Allah, untuk agama-Nya, untuk Rasul-
Nya, untuk para pemimpin Islam, dan untuk kaum Muslimin
kebanyakan

Sesungguhnya Allah menguasai hal itu Dan akhir seruan kami


ialah bahwa sesungguhnya segala puji kepunyaan Allah, Rabb seru
semesta alam

ِ‫اللَ ُه َِم ص ِِل وس ِل ِْم على ن ِب ِينا ُمح َمدِ وعلى آ ِل ِِه وصحْ ِب ِِه أجْم ِعيْن‬

Semoga Allah menerima amalan-amalan kita dan membuat


dakwah tauhid menjadi tegak dan semarak di bumi nusantara
yang kita cintai ini

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


5

Kita memohon kepada Allah agar menambahkan bagi kita ilmu


yang bermanfaat dan menjadikan buku ini bermanfaat bagi kami
pribadi dan umat secara umum Kritik dan saran sangat kami
harapkan dari semua pihak

_*Ya Allah, saksikanlah bahwa kami telah menjelaskan dalil


kepada umat manusia, mengharapkan manusia mendapatkan-
hidayah, melepaskan tanggung jawab dihadapan Allah Ta’ala,
menyampaikan dan menunaikan kewajiban kami Selanjutnya,
kepadaMu kami berdoa agar menampakkan kebenaran kepada
kami dan memudahkan kami untuk mengikutinya*_

_*Itu saja yang dapat Ana sampaikan Jika benar itu datang dari
Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Kalau ada yang salah itu dari Ana
pribadi, Allah dan RasulNya terbebaskan dari kesalahan itu *_

Hanya kepada Allah saya memohon agar Dia menjadikan tulisan


ini murni mengharap Wajah-Nya Yang Mulia, dan agar ia
bermanfaat bagi kaum muslimin dan menjadi tabungan bagi hari
akhir

Saya memohon kepada AllahTa’ala Agar menjadikan Tulisan ini


amal soleh saat hidup dan juga setelah mati untuk saya, kedua
orangtua, keluarga saya dan semua kaum muslimin dihari di mana
semua amal baik dipaparkan

Sebarkan, Sampaikan, Bagikan ebook ini jika dirasa bermanfaat


kepada orang-orang terdekat Anda/Grup Sosmed, dll, Semoga
Menjadi Pahala, Kebaikan, Amal Shalih Pemberat Timbangan Di
Akhirat Kelak

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala membalas kebaikan Anda Wa


akhiru da’wanā ‘anilhamdulillāhi rabbil ālamīn Wallāhu-a’lam,
Wabillāhittaufiq

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


6

_*“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya


ada pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya
dan tidak dikurangi sedikitpun juga dari pahala-pahala mereka ”*
(HR Muslim no 2674)_

Kita meminta kepada Allah agar Dia selalu membimbing kita ke


jalan yang diridhai-Nya dan memberikan kita taufiq untuk dapat
menempuhnya, aamin

ِ َ‫ إِن‬،‫ كما صلَيْتِ على إِبْرا ِهيْمِ وعلى آ ِِل إِبْرا ِهيْم‬،‫اللَ ُه َِم ص ِِل على ُمح َمدِ وعلى آ ِِل ُمح َمد‬
‫ك‬
‫ كما باركْتِ على إِبْرا ِهيْمِ وعلى‬،‫ اللَ ُه َِم ب ِاركِْ على ُمح َمدِ وعلى آ ِِل ُمح َمد‬،‫حمِ يْدِ م ِجيْد‬
‫ إِنَكِ حمِ يْدِ م ِجيْد‬،‫آ ِِل إِبْرا ِهيْم‬

ًِ ‫ان ولِ تجْع ِْل فِي قُلُو ِبنا غ‬


‫ِل ِللَذِينِ آم ُنوا‬ ِ ْ ‫ربَنا ا ْغف ِِْر لنا و ِ ِِل ْخوانِنا الَذِينِ سبقُونا ِب‬
ِِ ‫اِليم‬
ِ‫ربَنا ِإنَكِ رؤُوفِ َرحِ يم‬

ِ‫ربَنا آتِنا فِي ال ُّدنْيا حسنةًِ وفِي اآلخِ ر ِِة حسنةًِ وقِنا عذابِ ال َن ِار‬

Penyusun,

Kota Besi, Senin 22 Rabiul Akhir 1445H / 6 November 2023 M

Zainudin

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


7

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1

ILMU FILSAFAT, PERUSAK AKIDAH ISLAM

Ustadz Abu Minhal

Sebagian ahlul ahwa wal bida’ (orang-orang yang dikendalikan


oleh hawa nafsu dan pelaku bid’ah, golongan menyimpang dalam
Islam) mengklaim bahwa ilmu-ilmu ilahi (akidah) itu masih
ghâmidhah (kabur dan tak terpahami) Menurut mereka, tidak
mungkin dimengerti kecuali melalui jalan ilmu manthiq dan
filsafat Bertolak dari sinilah kemudian mereka (kaum Mu’tazilah
dan yang sepaham dengan mereka sampai era sekarang)
mengadopsi ilmu filsafat untuk dijadikan sebagai perangkat
pendukung untuk mendalami akidah Islam [1]

ASAL MUASAL KATA FILSAFAT

Jelas-jelas kata filsafat bukan asli dari bahasa Arab Apalagi dalam
kamus syariat Islam Ia berasal dari Yunani, negeri ‘para dewa’
yang disembah oleh manusia Terbentuk dari dua susunan, filo
yang bermakna cinta dan penggalan kedua sofia yang bermakna
hikmah Pengertian yang terbentuk dari paduan dua kata itu
memang cukup menarik

Sebagian mendefinisikan sebagai upaya pencarian tabiat


(karakter) segala sesuatu dan hakekat maujûdât (hal-hal yang ada
di dunia ini) Filsafat fokus pada pengerahan usaha dalam
mengenali sesuatu dengan pengenalan yang murni Apapun
obyeknya, baik perkara ilmiah, agama, ilmu hitung atau
lainnya [2]

Akan tetapi, perkara terpenting yang tidak boleh dilupakan,


bahwa tempat asal lahirnya kata itu adalah negeri Yunani dan
keyakinan kufur generasi pertama ahli filsafat yang menjadi
rujukan filsafat dunia, sudah cukup bagi kaum Muslimin untuk
berhati-hati dan mengesampingkannya dari tengah umat, karena

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


8

berasal dari negeri dan kaum yang tidak beriman kepada Allâh
Azza wa Jalla, kaum yang menyembah para dewa Kecurigaan
terhadap output filsafat mesti dikedepankan Doktor ‘Afâf binti
Hasan bin Muhammad Mukhtâr penulis disertasi berjudul
Tanâquzhu Ahlil Ahwâ wal Bida’ fil ‘Aqîdah’ menyatakan, dari sini
menjadi jelas bahwa filsafat merupakan pemikiran asing yang
bersumber dari luar Islam dan kaum Muslimin, sebab sumbernya
berasal dari Yunani[3]

ILMU FILSAFAT TIDAK ADA DALAM GENERASI SALAFUL UMMAH

Al-Hâfizh Ibnu Hajar rahimahullah menceritakan, “Orang-orang


yang muncul setelah tiga masa yang utama terlalu berlebihan
dalam kebanyakan perkara yang diingkari oleh tokoh-tokoh
generasi Tabi’in dan generasi Tabi’it Tabi’in Orang-orang itu tidak
merasa cukup dengan apa yang sudah dipegangi generasi
sebelumnya sehingga mencampuradukkan perkara-perkara agama
dengan teori-teori Yunani dan menjadikan pernyataan-pernyataan
kaum filosof sebagai sumber pijakan untuk me’luruskan’ atsar
yang berseberangan dengan filsafat melalui cara penakwilan,
meskipun itu tercela Mereka tidak berhenti sampai di sini,
bahkan mengklaim ilmu yang telah mereka susun adalah ilmu
yang paling mulia dan sebaiknya dimengerti” [4]

Karena itulah, kaum Mu’tazilah dan golongan yang sepemikiran


dengan mereka tidak bertumpu pada kitab tafsir ma’tsur, hadits
dan perkataan Salaf Perkataan al-Hâfizh merupakan seruan yang
tegas untuk berpegang teguh dengan petunjuk Salaf dan
menjauhi perkara baru yang diluncurkan oleh generasi Khalaf
yang bertentangan dengan petunjuk generasi Salaf [5]

Syaikhul Islam rahimahullah mendudukkan, bahwa penggunaan


ilmu filsafat sebagai salah satu dasar pengambilan hukum adalah
karakter orang-orang mulhid dan ahli bid’ah

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


9

Karena itu, terdapat pernyataan Ulama Salaf yang menghimbau


umat agar iltizam dengan al-Qur`ân dan Sunnah dan
memperingatkan umat dari bid’ah dan ilmu filsafat (ilmu
kalam) [6]

ULAMA BICARA TENTANG BAHAYA ILMU FILSAFAT

Melalui ilmu filsafatlah, intervensi pemikiran asing masuk dalam


Islam Tidaklah muncul ideologi filsafat dan pemikiran yang
serupa dengannya kecuali setelah umat Islam mengadopsi dan
menerjemahkan ilmu-ilmu yang berasal dari Yunani melalui
kebijakan pemerintahan di bawah kendali al-Makmûn masa itu

Ibnul Jauzi rahimahullah mengatakan, “Adapun sumber intervensi


pemikiran dalam ilmu dan akidah adalah berasal dari filsafat Ada
sejumlah orang dari kalangan ulama kita belum merasa puas
dengan apa yang telah dipegangi oleh Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam, yaitu merasa cukup dengan al-Qur`ân dan
Sunnah Mereka pun sibuk dengan mempelajari pemikiran-
pemikiran kaum filsafat Dan selanjutnya menyelami ilmu kalam
yang menyeret mereka kepada pemikiran yang buruk yang pada
gilirannya merusak akidah” [7]

Ketika orang sudah memasuki dimensi filsafat, tidak ada kebaikan


sedikit pun yang dapat ia raih Ibnu Rajab rahimahullah
mengatakan, “Jarang sekali orang mempelajarinya (ilmu kalam
dan filsafat) kecuali akan terkena bahaya dari mereka (kaum
filosof)” [8]

Karena itu, tidak heran bila Ibnu Shalâh rahimahullah memvonis


ilmu filsafat sebagai biang ketololan, rusaknya akidah, kesesatan,
sumber kebingungan, kesesatan dan membangkitkan
penyimpangan dan zandaqah (kekufuran)[9]

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


10

Begitu banyak ungkapan Ulama Salaf yang berisi celaan terhadap


ilmu warisan bangsa Yunani ini dan selanjutnya mereka mengajak
untuk berpegang teguh dengan wahyu

AL-QUR’AN DAN SUNNAH SUMBER PENGAMBILAN AQIDAH

Kebenaran dengan segala perangkatnya telah dibawa oleh


Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam Selanjutnya, tanggung
jawab penyampaian kebenaran dari Allâh Azza wa Jalla itu
diemban oleh insan-insan pilihan sepeninggal beliau, generasi
Sahabat Radhiyallahu anhum

Ibnu Abil ‘Izzi rahimahullah berkata, “Sebab munculnya kesesatan


ialah berpaling dari merenungi kalâmullâh Azza wa Jalla dan
Rasul-Nya dan menyibukkan diri dengan teori-teori Yunani dan
pemikiran-pemikiran yang macam-macam” (hal 176, tahqiq
Ahmad Syâkir rahimahullah)

Allâh Azza wa Jalla mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan


agama yang haq Tidak ada petunjuk yang benar kecuali dalam
risalah yang beliau bawa Akal manusia mustahil sanggup berdiri
sendiri untuk mengenal nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-
perbuatan Rabbnya, Dzat yang ia ibadahi Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam didelegasikan kepada umat manusia untuk
memperkenalkan mereka kepada Allâh Azza wa Jalladan menyeru
mereka beribadah kepada-Nya Karenanya, kebanyakan orang
yang terjerumus dalam kesesatan dalam memahami akidah yang
benar adalah orang yang melakukan tafrith[10] dalam mengikuti
risalah yang dibawa oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam [11]

Dengan demikian, siapa saja menginginkan hidayah, utamanya


dalam masalah keyakinan, hendaknya menempatkan al-Qur`ân
dan petunjuk Nabi n di depan mata, sehingga menjadi obor yang
menerangi jalan hidupnya

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


11

Syaikhul Islam rahimahullah telah menyampaikan pintu menuju


hidayah dengan berkata, “Jika seorang hamba merasa butuh
kepada Allâh Azza wa Jalla, kemudian senantiasa merenungi
firman Allâh Azza wa Jalladan sabda Rasul-Nya, perkataan para
Sahabat, Tâbi’în dan imam kaum Muslimin, maka akan terbuka
jalan petunjuk baginya ”[12]

Orang yang menghantam nash al-Qur`ân dan Sunnah dengan akal,


ia belum mengamalkan firman Allâh Ta’ala berikut ini:

Baca Juga Mencaci-maki Agama Dalam Kondisi Emosi

‫َى يُح ِك ُموكِ فِيما شجرِ بيْن ُه ِْم ثُ َِم لِ ي ِجدُوا فِي أنْفُس ِِه ِْم حرجًا مِ َما‬
َِٰ ‫فلِ وربِكِ لِ يُؤْ مِ نُونِ حت‬
‫سلِي ًما‬
ْ ‫قضيْتِ ويُس ِل ُموا ت‬

Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman


hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang
mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan
dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan
mereka menerima dengan sepenuhnya [an-Nisâ/4:65]

PENUTUP

Tampak dengan jelas betapa bahaya ilmu filsafat di mata Ulama


sehingga mereka memperingatkan umat agar menjauh darinya
Anehnya, ilmu yang telah mengintervensi akidah Islam ini menjadi
bagian yang tak terpisahkan dalam lembaga-lembaga pendidikan
tinggi Islam dan kajian-kajian Islam kontemporer, bahkan menjadi
mata kuliah yang wajib dipelajari Seolah-olah seorang Muslim
belum dapat memahami al-Qur`ân dan Sunnah (terutama
masalah akidah) kecuali dengan ilmu filsafat Jelas hal ini
bertentangan dengan firman Allâh Azza wa Jalla:

ِ‫إِنَِ َٰهذا الْقُ ْرآنِ ي ْهدِي ِللَتِي هِيِ أقْو ُم‬

Sesungguhnya al-Qur`ân ini memberikan petunjuk kepada jalan


yang lebih lurus [al-Isra/17:9]

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


12

Mari simak pernyataan Syaikh as-Sa’di rahimahullah dalam


menerangkan ayat di atas, “Dalam masalah akidah, sesungguhnya
akidah yang bersumberkan al-Qur`ân merupakan keyakinan-
keyakinan yang bermanfaat yang memuat kebaikan, nutrisi dan
kesempurnaan bagi kalbu Dengan keyakinan tersebut, hati akan
sarat dengan kecintaan, pengagungan dan penyembahan serta
keterkaitan dengan Allâh Azza wa Jalla“[13]

Sementara Syaikh asy-Syinqîthi rahimahullah menyimpulkan


kandungan ayat di atas dengan menyatakan bahwa pada ayat
yang mulia ini, Allah Azza wa Jalla menyampaikan secara global
mengenai kandungan al-Qur`ân yang memuat petunjuk menuju
jalan yang terbaik, paling lurus dan paling tepat kepada kebaikan
dunia dan akherat [14]

Semoga Allâh Azza wa Jallamengembalikan umat Islam kepada


hidayah-Nya Wallâhu a’lam

Footnote

[1] Tahâful Falâsifah 84 Nukilan dari Tanâquzhu Ahlil Ahwâ wal


Bida’ fil ‘Aqîdah’ 1/103 Penulis menyertakan ilmu filsafat sebagai
sumber pengambilan hukum kedelapan oleh kalangan ahli bid’ah

[2] Asbâbul Khatha` fit Tafsîr , DR Thâhir Mahmûd Muhammad


Ya’qûb 1/260

[3] At-Tanâquzh 1/103

[4] Fathul Bâri (13/253)

[5] Manhaj al-Hâfizh Ibni Hajar fil ‘Aqîdah, Muhammad Ishâq


Kandu 3/1446

[6] Majmû Fatâwa 7/119

[7] Shaidul Khâthir hlm 226

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


13

[8] Fadh ‘Ilmis Salaf ‘ala ‘Ilmil Khalaf hlm 105

[9] Fatâwa wa Rasâil Ibni ash Shalâh 1/209-212 Nukilan dari


Asbâbul Khatha` fit Tafsîr 1/266

[10] Pengertian tafrîth atau taqshîr, kurang memberikan


perhatian yang layak panduan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan petunjuknya baik dengan tidak mempelajarinya atau
menganggap petunjuk yang lain lebih baik

[11] Imam Ibnu Abil ‘Izzi t dalam mukadimah Syarh ‘Aqîdah


Thahâwiyah telah menyinggung perkara ini

[12] Majmû Fatâwa 5/118

[13] Al-Qawâidul Hisân al-Muta`alliqah bi Tafsîril Qur`ân, hlm 122

[14] Adhwâul Bayân 3/372

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


14

Imam Asy Syafi’i dan Ilmu Filsafat

Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i rahimahullah atau imam


Asy Syafi’i adalah seorang imam dan ulama besar Ahlussunnah
wal Jama’ah, yang mendakwahkan dan membela akidah
Ahlussunnah Bahkan beliau dijuluki sebagai nashirus sunnah
(pembela sunnah) Maka sikap beliau tegas dalam berakidah
Bahkan beliau membantah akidah-akidah menyimpang,
diantaranya ilmu kalam

Namun sebagian orang mengatakan: “Imam Asy Syafi’i tidak


mencela ilmu filsafat, yang dicela beliau adalah ilmu kalam” Ini
perkataan yang kurang tepat

Pertama, kita perlu pahami dulu apa itu ilmu filsafat dan apa itu
ilmu kalam?

Disebutkan dalam kamus Mu’jam Al Wasith, definisi filsafat


adalah:

ِ‫تفسيرا عقل ًيا‬


ً ‫دراسةُِ المبادئ األُولى وتفسير المعرفة‬

“Ilmu yang mempelajari prinsip dasar dalam menggunakan akal


dan menjelaskan pengetahuan dengan akal”

Adapun ilmu kalam, dijelaskan dengan ringkas dan padat oleh


Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin :

‫أن أهل الكلم هم الذين اعتمدوا في إثبات العقيدة على العقل‬

“Ahlul kalam (orang yang belajar ilmu kalam) adalah orang-orang


yang bersandar pada akal dalam menetapkan perkara-perkara
akidah” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, rekaman nomor 276)

Ahlul kalam memang menggunakan dalil, namun ketika dalil


nampak bertentangan dengan akal menurut mereka, maka akal
lebih dikedepankan daripada dalil

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


15

Maka, memang secara definitif ada perbedaan, filsafat itu ilmu


cara berpikir secara umum, sedangkan ilmu kalam itu dalam ranah
akidah atau ranah agama

Namun dalam hal ini berlaku umum dan khusus Dan bisa dari dua
sisi pandang:

Ilmu filsafat sifatnya umum, jika secara khusus digunakan untuk


membahas agama, maka jadilah ilmu kalam

Ilmu kalam bersifat umum, jika metode yang digunakan dalam


menetapkan masalah akidah adalah metode filsafat, maka ketika
itu ilmu filsafat termasuk ilmu kalam

Oleh karena itu, tidak keliru jika dikatakan ilmu filsafat itu
termasuk ilmu kalam atau sebaliknya

Kedua, sikap imam Asy Syafi’i terhadap ilmu kalam sangat jelas
dan tegas Beliau berkata kepada ar Rabi’ bin Sulaiman
rahimahullah:

ِ‫ل تشتغل بالكلم فإني اطلعتُِ من أهل الكلم على التعطيل‬

“Janganlah engkau menyibukkan diri dengan ilmu kalam, karena


aku telah mengamati ahlul kalam, dan mereka cenderung
melakukan ta’thil (menolak sifat-sifat Allah)” (Siyar A’lamin
Nubala, 10/28)

Lebih tegas lagi, beliau berkata:

‫حكمي في أهل الكلم أن يُضربوا بالجريد ويحملوا على اِلبل ويطاف بهم في العشائر‬
ِ‫ هذا جزاء من ترك الكتاب والسنة وأقبل على الكلم‬:‫والقبائل ويُنادى عليهم‬

“Sikapku terhadap ahlul kalam adalah menurutku hendaknya


mereka dipukul dengan pelepah kurma, kemudian ditaruh di atas
unta, lalu diarak keliling kampung dan kabilah-kabilah Kemudian
diserukan kepada orang-orang: inilah akibat bagi orang yang

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


16

meninggalkan Al Qur’an dan As Sunnah serta mengikuti ilmu


kalam” (Siyar A’lamin Nubala, 10/28)

Dan sebagaimana telah kita bahas di poin pertama, maka


perkataan beliau ini juga berlaku bagi ilmu filsafat Sehingga tidak
keliru jika dikatakan imam Asy Syafi’i mencela ilmu filsafat

Ketiga, para ulama mengatakan bahwa adanya ilmu kalam dan


adanya ahlul kalam itu karena pengaruh masuknya ilmu filsafat
Yunani ke tengah masyarakat Islam dahulu Sehingga ilmu filsafat
ini punya peran besar terhadap munculnya ilmu kalam Maka,
tidak salah sama sekali jika ilmu kalam diidentikkan dengan ilmu
filsafat

Oleh karena itulah imam Asy Syafi’i sampai berkata :

ِ‫ان أ ْرسطاطا ِليْس‬


ِِ ‫ ومِ يل ِِه ِْم ِإلى لِس‬،‫ب‬ َِ ‫اختلفُوا‬
ِ ‫إل لِت ْرك ِِهم لِسانِ العر‬ ْ ِ‫ ول‬،‫اس‬
ُ َ‫ما ج ِهلِ الن‬

“Tidaklah manusia itu menjadi jahil (dalam masalah agama),


kecuali karena mereka meninggalkan bahasa Arab dan lebih
condong pada perkataan Aristoteles” (Siyar A’lamin Nubala,
8/268)

Karena ahlul kalam tidak mau meyakini ayat-ayat tentang sifat


Allah dengan kaidah bahasa Arab, namun malah memaknainya
dengan filsafat Aristoteles sehingga mereka terjerumus dalam
ta’thil, tahrif dan ta’wil

Bahkan dalam perkataan ini, sangat jelas sekali imam Asy Syafi’i
mencela ilmu filsafat karena kita tahu bersama Aristoteles adalah
tokoh filsafat

Ditambah lagi perkataan-perkataan ulama yang lain yang secara


tegas maupun secara isyarat mencela ilmu filsafat yang perkataan-
perkataan ini sudah tidak asing lagi bagi orang yang membaca
kitab-kitab para ulama

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


17

Belajar Ilmu Filsafat Di Kampus

Pertanyaan :

‫السلم عليكم ورحمة ّللاِ وبركاته‬

Ustadz, mohon dijelaskan tentang bagaimana hukum mempelajari


ilmu filsafat di kuliah padahal jurusannya bukan filsafat? Ketika
kita ingin meninggalkan kuliah setelah mengetahui bahwa filsafat
itu haram, lantas bagaimana pertimbangan kita dengan biaya,
tenaga, dan waktu yang telah dikeluarkan? Apakah hal tersebut
tetap berdosa karena tersistem? Lalu bagaimana hukumnya jika
kita mempelajari filsafat untuk mengetahui keburukan agar kita
bisa membantah mereka dengan dalil syar’i?

Jazakumulloh Khoiron

Jawaban :

‫وعليكم السلم ورحمة هللا وبر كاته‬

Wa antum jazakumullahu khairan, semoga Allah menunjukkan


kepada kita jalan kebenaran dan kita diberikan kekuatan untuk
mengikutinya Dan semoga Allah menunjukkan kepada kita
kebatilan serta memberikan kekuatan pada kita untuk
menjauhinya

Hukum mempelajari ilmu filasafat/ilmu kalam adalah HARAM Al-


Imam Asy-Syafi’i berkata tentang ilmu filsafat ini :

ِ‫ ويطاف بهمِ في العشائر والقبائل‬، ‫ حكمي في أهل الكلم أن يضربوا بالجريد والنعال‬،
ِ‫ويقال هذا جزاء من ترك الكتاب والسنة وأقبل على الكلم‬

“Menurutku hukuman untuk orang yang mempelajari ilmu kalam


mereka hendaknya dipukuli dengan sendal dan pelepah kurma
Kemudian diarak keliling kepada suku-suku dan qabilah-qabilah
sembari dikatakan ; inilah balasan bagi orang yang meninggalkan

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


18

Al-Qur’an dan As-Sunnah lalu menerima dan mempelajari ilmu


kalam” (Lihat Majmu’ Fatawa : 1/468)

Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata juga tentang filsafat :

‫ ول نكاد نرى أحدِاً نظر في الكلم إل وفي قلبه دغ ِل‬،ً‫ل يفلح صاحب كلم أبدا‬

“Tidak akan beruntung pemilik ilmu kalam selama-lamanya, dan


hampir tidak kita dapati ada orang yang mempelajari ilmu kalam
kecuali di hatinya mesti ada kesesatan” (Lihat Al-I’tishom : 3/237)

Diantara sebab utama diharamkannya ilmu filsafat ini ialah


seringkali filsafat lebih suka mendahulukan kesimpulan akalnya
dari pada tunduk kepada keputusan Al-Qur’an dan As-Sunnah
Dan kesudahan dari orang-orang yang mengedepankan akalnya
adalah kebingungan Ini dia Abu Abdillah Muhammad bin Umar
Ar-Razi salah satu tokoh ilmu filsafat yang sudah mencapai drajat
tinggi di dalam ilmu kalam, Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani
berkomentar tentang dia :

‫ وكان يورد شبه الخصم بدقة ثم‬،‫له تشكيكات علىِ مسائل من دعائم الدين تورث الحيرة‬
‫يورد مذهب أهل السنة على غاية من الوها ِء‬

“Dia ini (Ar-Razi) memiliki keragu-raguan dalam banyak


permasalahan pokok-pokok agama sehingga mengakibatkan
munculnya kebingungan Dia biasa menyebutkan syubhat dengan
sangat rinci, kemudian di sisi lain dia menyebutkan madzhab ahlis
sunnah dengan sangat buruk” (Lisanul Mizan : 4/426)

Apa kesudahan yang didapat oleh master ilmu filsafat ini Kita
simak pengakuan Ar-Razi sendiri tentang hasil yang ia dapatkan
setelah mati-matian mempelajari ilmu filsafat yang identik dengan
aktivitas mengedepankan akal dalam banyak masalah Hingga
akhirnya ia bertaubat dan menuliskan bait syair setelah
pertaubatannya :

ِ ْ‫ام الْعُقُو ِِل عِقا ُِل … وغاي ِةُ سع‬


ِ‫ي ِ الْعالمِ ينِ ضل ُل‬ ِِ ‫نِهاي ِةُ إِقْد‬

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


19

ِ‫اص ُِل ُدنْيانا أذى ووبا ُل‬


ِ ‫وأ ْرواحُنا فِي وحْشةِ مِ نِْ ُجسُومِ نا … وح‬

ِ‫ قِيلِ وقالُوا‬:‫ول ِْم نسْت ِف ِْد مِ نِْ بحْ ثِنا طُولِ ع ُْم ِرنا … سِوى أنِْ جمعْنا فِي ِِه‬

“Kesudahan dari mengedepankan akal adalah iqal/kebingungan


*** Dan hasil dari semua usaha yang dikerahkan adalah
kesesatan

Dan jiwa-jiwa kita terasa liar di dalam jasad kita *** Kesudahan
dari dunia kita adalah gangguan serta musibah

Dan kami tidak mengambil manfaat dari semua pembahasan kami


sepanjang hayat kami *** kecuali hanya mengumpulkan
“katanya” dan “katanya” (Lihat Syarah Aqidah Thahawiyah :
1/244)

Adapun jika kita diharuskan mempelajarinya di dalam kampus,


maka masing-masing kita menjadi timbangan bagi diri kita Allah
ta’ala berfirman :

ُِ‫س ِِه ب ِصيرةِ ولوِْ ألْقى معاذِيره‬


ِ ْ‫األنْسانُِ على نف‬
ِ ْ ‫ب ِِل‬
“Bahkan manusia menjadi saksi atas dirinya sendiri, (14)
meskipun dia mengemukakan alasan-alasannya (15) (Al-
Qiyaamah : 14-15)

Jika sekiranya kita tidak memiliki latar belakang ilmu agama yang
kuat serta aqidah yang kokoh, sehingga kita mengkhawatirkan diri
kita akan terpengaruh buruknya filsafat ini, maka haram
hukumnya

Beban biaya, tenaga, waktu fikiran yang telah dikerahkan tidak


ada artinya sama-sekali jika dibandingkan dengan keselamatan
agama kita Karena agama adalah nikmat terbesar dalam hidup
kita Semua kenikmatan dunia tidak ada kebaikannya sama sekali
jika agama kita rusak

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


20

Hanya diperlukan tekat yang kuat, do’a serta keikhlasan untuk


meninggalkan hal-hal yang mengundang murka Allah dengan
menanggung segala resikonya Namun semua resiko ini yakin
Allah pasti akan menggantinya dengan ganti yang lebih baik, nabi
shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ُ‫هللا ِب ِِه ما هُوِ خيْرِ لكِ مِ نْ ِه‬ ِِ ‫ِإنَكِ لنِْ تدع شيْئًا‬
ُِ ِ‫هلل إ ِلَ أبْدلك‬

“Sesungguhnya engkau tidak akan pernah meninggalkan sesuatu


karena mengharap ridha Allah melainkan pasti Allah akan
mengganti untukmu ganti yang jauh lebih baik” (HR Ahmad :
5/363 dishahihkan oleh Al-Imam Al-Albani dalam Silsilah Ahadits
Ash-Shahihah : 1/62)

Adapun jika seseorang mempelajari filsafat karena dipaksa atau


merupakan keharusan di kampus di sisi lain ia memiliki latar
belakang ilmu agama yang kuat yang akan melindunginya Atau ia
mempelajarinya karena ingin membantahnya, maka hal ini
diperkecualikan dari hukum asli akan haramnya ilmu filsafat ini
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid :

‫ وينبغي أن يستثنى من التحريم دراستها ألهل الختصاص ؛ لبيان ما فيها من النحراف‬،


‫ فينبغي أن تحذر من‬، ‫والرد على ما تثيره من الباطل إذا كانت دراسة الفلسفة إلزامية‬
‫ِ ل‬، ‫ وأن تجدِ في طلب العلم الشرعي‬، ‫ أو الفتتان برجالتها‬، ‫اعتقاد شيء من باطلها‬
‫ حتى يكون لديك حصانة ومنعة من الشبهات نسأل هللاِ لك‬، ‫سيما ما يتصل بعلم العقيدة‬
‫ق والسداد‬ ِ ‫التوفي‬

“Dan selayaknya diperkecualikan dari hukum haramnya


mempelajari ilmu filsafat ini untuk para pakar ilmu agama, dalam
rangka untuk menjelaskan penyimpangan yang ada di dalamnya
Serta membantah syubhat yang ditebarkan oleh ahli batil

Apabila pelajaran filsafat ini menjadi sesuatu yang diharuskan,


maka wajib bagi engkau untuk waspada terhadap keyakinan-
keyakinan batil di dalamnya, serta waspada dari terpesona
dengan para ahli filsafat

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


21

Dan engkau harus mengimbanginya dengan mempelajari ilmu


syar’i secara tekun, terutama yang berkaitan dengan ilmu aqidah
Dengan begitu engkau memiliki benteng kuat yang akan
menghalau syubhat-syubhat filsafat Dan hanya kepada Allah kami
memohonkan taufik serta kebaikan untuk dirimu” (Fatwa Islam
No 11884)

Wallahu a’lam

Referensi :

Majmu’ Fatawa oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah

Al-I’tisham oleh Al-Imam Asy-Syatibi

Lisanul Mizan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani

Syarah Aqidah Thawiyah oleh Al-Imam Ibnu Abil Izz Al-Hanafi

Silsilah Ahadits Ash-Shahihah oleh Al-Imam Al-Albani

Fatwa Islam no 11884

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


22

HARAMNYA ILMU FILSAFAT

Ilmu kalam (ilmu filsafat) adalah ilmu yang sangat dibenci oleh
para ulama, bahkan sebagian ulama menulis buku khusus tentang
pencelaan terhadap ilmu ini Seperti kitab ‫( ذ ُِّم الْكل ِِم وأ ْه ِل ِِه‬Pencelaan
terhadap ilmu kalaam dan pemiliknya) karya Syaikhul Islam Abu
Isma’il Al-Harowi rahimahullah (wafat 481 H)

Adz-Dzahabi rahimahullah berkata

‫قل من أمعن النظر في علم الكلم إل وأداه اجتهاده إلى القول بما يخالف محض السنة‬،
‫ فإن علم الكلم مولد من علم الحكماء‬،‫ولهذا ذم علماء السلف النظر في علم الوائل‬
‫ فمن رام الجمع بين علم النبياء عليهم السلم وبين علم الفلسفة بذكائه لبد‬،‫الدهرية‬
‫وأن يخالف هؤلء وهؤلء‬

“Hampir tidak ada orang-orang yang memperdalam ilmu filsafat


kecuali ijtihadnya akan mengantarkannya kepada pendapat yang
menyelisihi kemurnian sunnah Karenanya para ulama salaf
mencela mempelajari ilmu orang-orang kuno (seperti orang-orang
Yunani-pen) karena ilmu filsafat lahir dari para filosof yang
berpemikiran dahriyah (atheis) Barang siapa yang dengan
kecerdasannya berkeinginan untuk mengkompromikan antara
ilmu para Nabi dengan ilmu para filosof, maka pasti ia akan
menyelishi para Nabi dan juga menyelisihi para filosof” (Mizaanul
I’tidaal 3/144)

Ibnu Abdil Barr berkata :

‫ن عند‬
ِ ‫ ول يعدو‬،‫أجمع أهل الفقه واآلثار من جميع األمصار أن أهل الكلم أهل بدع وزيغ‬
‫ وإنما العلماء أهل األثر والتفقه فيه‬،‫الجميع في جميع األمصار في طبقات العلماء‬

“Telah ijmak para ahli fikih dan hadits dari seluruh negeri
bahwasanya ahlul kalam adalah ahlu bid’ah dan ahlu kesesatan,
dan mereka seluruhnya tidak dianggap dalam jejeran para ulama
Para ulama hanyalah para ahli hadits dan fikih” (Jaami’ Bayaan al-
‘Ilmi wa Fadlihi 2/195)

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


23

Ilmu filsafat diambil dari para tokoh Yunani seperti Aristoteles dan
yang lainnya, yang notabene mereka adalah orang-orang yang
tidak beragama Mereka tidak dibimbing oleh wahyu Jika
pembicaraan para tokoh Yunani tersebut berkaitan dengan fisika
dan kimia (materi yang ditangkap oleh panca indra) maka
permasalahannya mudah Akan tetapi yang menjadi
permasalahan besar tatkala mereka membicarakan tentang ilmu
ghoib apalagi yang berkaitan dengan Tuhan !!! Tentunya
merupakan kesalahan yang sangat fatal adalah menganalogikan
sesuatu yang ghaib dengan sesuatu yang nyata dilihat !!!

Orang-orang yang berbicara tentang agama dengan berlandaskan


ilmu kalam (filsafat) telah terjerumus dalam dua kesalahan besar :

Pertama : Menjadikan akal lebih didahulukan dari pada nash-nash


wahyu

Kedua : Menjadikan akalnya para tokoh Yunani sebagai barometer


kebenaran !!!

Kerasnya celaan para ulama terhadap ilmu kalam tidak lain karena
akibat yang sangat buruk dari mempelajari ilmu tersebut
Sebagaimana yang kita lihat sekarang ini yang dialami oleh para
pengikut paham liberal, yang mereka sangat merendahkan al-
Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata :

ُِ‫ب كلمِ أبدًا عُلما ُِء الْكل ِِم زنادِقة‬ ُِ ‫لِ يُفْ ِل‬
ُِ ِ‫ح صاح‬

“Pemilik ilmu filsafat tidak akan beruntung selamanya Para ulama


filsafat adalah para zindiq” (Talbiis Ibliis 1/75)

Sungguh benar perkataan Al-Imam Ahmad ini, semakin seseorang


memperdalam ilmu filsafat dan mengamalkannya maka akan
semakin zindiq Bukti nyata para pakar filsafat dari kaum liberal !!!

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


24

Sikap Keras Al-Imam Asy-Syafi’i Terhadap Ilmu Filsafat

Al-Imam Al-Baihaqi dalam Manaqibnya membawakan sebuah bab


:

‫ ما جاء عن الشافعي رحمه هللا في مجانبة أهل األهواء وبغضه إياهم وذمه كلمهم‬: ‫باب‬
‫وإزرائه بهم ودقه عليهم ومناظرته إياهم‬

“Bab tentang hal-hal yang diriwayatkan dari Asy-Syafi’i


rahimahullah tentang sikap beliau dalam menjauhi ahlul ahwaa’
dan kebencian beliau kepada mereka, celaan beliau terhadap
perkataan mereka, perendahan/penghinaan beliau kepada
mereka, kerasnya beliau terhadap mereka, dan perdebatan beliau
dengan mereka” (Manaaqib Asy-Syaafi’i li Al-Baihaqi 1/452)

Lalu Al-Imam Al-Baihaqi membawakan banyak riwayat yang


menunjukan sikap keras Al-Asy-Syafi’i terhadap bid’ah dan
pelakunya, diantaranya :

Ar-Robii’ berkata, “Aku melihat Asy-Syafi’i turun dari tangga


sementara sebagian orang di majelis sedang berbicara tentang
sedikit ilmu filsafat, maka Asy-Syafi’i pun berteriak seraya berkata
: “Hendaknya mereka berdekatan dengan kita dengan kebaikan
atau hendaknya mereka pergi meninggalkan kita” (Manaaqib Asy-
Syaafi’i 1/459)

“Hukumanku bagi para ahli filsafat agar mereka dipukul dengan


pelepah kurma lalu di diangkut di atas unta lalu di arak
(dikelilingkan) di kampung-kampung dan kabilah-kabilah, lalu
diserukan atas mereka : “Inilah balasan orang yang meninggalkan
al-Qur’an dan Hadits lalu menuju ilmu filsafat” (Manaaqib Asy-
Syaafi’i 1/462)

Al-Imam Asy-Syaafi’i juga berkata :

“Tidak ada sesuatu yang lebih aku benci daripada ilmu filsafat dan
ahli filsafat” (Taariikh Al-Islaam li Adz-Dzahabi 14/332)

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


25

Yang sangat menyedihkan adalah mulai banyak pemuda yang


mengaku bermadzhab Syafi’i yang tertarik dengan ilmu filsafat,
sehingga akhirnya terjebaklah mereka dalam pemahaman liberal
!!!

Sikap keras para ulama terhadap ilmu filsafat memang sangat


beralasan, mengingat ilmu filsafat inilah yang menimbulkan
banyak malapetaka dan bid’ah dalam aqidah

Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah digelari dengan “‫اص ُِر السُّنَة‬


ِ ‫”ن‬
(Penolong sunnah/hadits) tatkala beliau di Baghdad karena saat
itu di Baghdad berkembang madzhab Jahmiyah dan Mu’tazilah
Yang tentunya mereka telah menolak hadits-hadits Nabi atau
mentakwil hadits-hadits tersebut dengan akal mereka yang telah
teracuni dengan ilmu filsafat

Diantara tokoh Mu’tazilah di Baghdad tatkala itu adalah Bisyr Al-


Mirrisy Abu Bakar Al-Junaid berkata, “Bisyr Al-Mirrisy berhaji lalu
kembali (ke Baghdad), lalu ia berkata kepada para sahabatnya :

ُ‫اف على م ْذهبِنا إِ ِلَ مِ نْ ِه‬


ُِ ‫رأيْتُِ شابًا مِ نِْ قُريْشِ بِمكَةِ ما أخ‬

“Aku melihat seorang pemuda dari Quraisy di Mekah, aku tidak


mengkhawatirkan madzhab kita kecuali dari pemuda tersebut”

Maksudnya adalah Al-Imam Asy-Syafi’i” (Taariikh Baghdaad 2/65)

ALQUR’AN KALAMULLAH BUKAN MAKHLUK

(ASYA’IROH=MU’TAZILAH=LIBERAL)

Diantara bid’ah-bid’ah yang muncul akibat mempelajari ilmu


filasafat adalah bid’ah yang merupakan kekufuran, yaitu meyakini
bahwa Al-Qur’an adalah makhluk

Al-Imam Asy-Syafi’i sangat keras mengingkari hal ini, bahkan


barang siapa yang berkeyakinan demikian dan telah ditegakan

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


26

hujjah atasnya namun dia masih tetap bersikeras mempertahakan


aqidah kufur ini, maka orang tersebut dipandang kafir oleh Al-
Imam Asy-Syafi’i rahimahullah

Ibnul Jaaruud berkata :

“Hafs Al-Fard masuk menemui Asy-Syafi’i, lalu iapun berbicara


(berdebat) dengan Asy-Syafi’i Lalu Asy-Syafi’i keluar menemui
kami dan berkata, “Seorang hamba bertemu dengan Allah sambil
membawa dosa-dosa sebesar pegunungah Tihaamah lebih baik
baginya daripada ia bertemu dengan Allah dengan meyakini satu
hurufpun yang diyakini oleh lelaki ini (Hafs Al-Fard) dan para
sahabatnya”

Hafs Al-Fard berpendapat bahwa Al-Qur’an adalah makhluk”


(Manaaqib Asy-Syafi’i 1/454)

Dalam riwayat yang lain dari Yunus bin Abdil A’la, bahwasanya
Asy-Syafi’i rahimahullah berkata :

“Aku telah mendapati dari perkataan para ahli filasafat perkara


yang demi Allah tidak pernah aku duga sebelumnya Seseorang
melakukan seluruh perkara yang dilarang oleh Allah -selain
kesyirikan kepada Allah- lebih baik baginya daripada ia diberi
musibah oleh Allah dengan ilmu filsafat” (Manaaqib Asy-Syaafi’i
453-454)

Bahkan dalam beberapa riwayat disebutkan setelah Al-Imam Asy-


Syafi’i lama berdebat dengan Hafs Al-Fard yang menyatakan Al-
Qur’an adalah makhluk maka perdebatan tersebut berakhir
dengan sikap Asy-Syafi’i yang mengkafirkan Hafs Al-Fard (lihat
Manaaqib Asy-Syafi’i 1/454 – 456)

Demikian juga Al-Baihaqi meriwayatkan dalam kitabnya Al-


Asmaa’ wa Ash-Shifaat :

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


27

Ar-Robii’ berkata : “Tatkala Al-Imam Asy-Syafi’i radhiallahu ‘anhu


berbicara (berdebat) dengan Hafsh Al-Fard maka Hafsh berkata,
“Al-Qur’an makhluq”, maka Asy-Syafi’i berkata kepadanya,
“Engkau telah kafir kepada Allah yang Maha Agung” (Al-Asmaa’
wa Ash-Shifaat tahqiq Al-Kautasri hal 244)

Bid’ah kholqul Qur’an (al-qur’an adalah makhluk) pada dasarnya


adalah bid’ah yang disohorkan dan dicetuskan oleh Mu’tazilah
Akan tetapi bid’ah ini ternyata juga diadopsi oleh kaum Asya’iroh
Karena orang-orang Asyaa’iroh meskipun mereka menyatakan
bahwa Allah memiliki sifat kalaam (berbicara) akan tetapi
menurut mereka bahwa Allah berbicara tanpa huruf dan tanpa
suara serta tidak terbagi-bagi akan tetapi merupakan satu
kesatuan Sehingga mereka menamakan firman Allah dengan
“Kalaam Nafsi” Adapun Al-Qur’an yang kita baca adalah
ibarat/ungkapan/hikayat dari firman Allah, dan bukan ibarat dan
bahasa Allah, karena menurut mereka Allah tidak berbicara tanpa
huruf dan tanpa suara Dengan demikian maka kaum Asya’iroh
telah mengadopsi aqidah Mu’tazilah bahwa Al-Qur’an adalah
Makhluk

Pernyataan Imam-Imam Aysa’iroh bahwa Al-Qur’an Makhluk

(1) Al-Juwaini berkata :

“Ketahuilah setelah ini…bahwasanya pembicaraan bersama


Mu’tazilah dan para penyelisih yang lainnya dalam permasalahan
ini berkaitan dengan penafian dan penetapan Karena
sesungguhnya apa yang mereka tetapkan dan mereka anggap
sebagai kalaam (sifat berbicara Allah) maka sifat tersebut secara
dzatnya ada…

Sesungguhnya maka perkataan mereka (Mu’tazilah) : “Ibarat-


ibarat ini (lafal-lafal Al-Qur’an-pen) adalah firman Allah” yaitu
adalah makhluk Allah Dan kami (Asyaa’iroh-pen) tidaklah
mengingkari bahwasanya ibarat-ibarat tersebut adalah makhluk

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


28

Allah, akan tetapi kami tidak mau menamakan Pencipta Al-Kalam


berbicara dengan kalam tersebut Maka kita telah sepakat dalam
makna dan kita berselisih –setelah kesepakatan kita- dalam hal
penamaan” (Al-Irsyaad Ilaa Qowaathi’il Adillah fi Ushuul Al-
I’tiqood 116-117)

(2) Asy-Syahristani berkata

“Kalau seandainya musuh-musuh kami (yaitu Mu’tazilah-pen)


sepakat dengan kami tentang bahwasanya al-kalaam (perkataan)
yang nampak adalah makna di Dzat selain ibarat-ibarat yang
diungkapkan lisan, dan bahwasanya al-kalam (perkataan) yang
ada di alam ghaib tegak di Dzat Allah selain ibarat-ibarat yang kita
baca dengan lisan kita dan yang kita tulis di mushaf-mushaf, maka
tentunya mereka akan bersepakat dengan kita pada kesatuan
makna

Akan tetapi al-kalam adalah lafal yang musytarok (mengandung


makna berbilang-pen) dan tidak datang pada satu makna saja,
maka apa yang ditetapkan oleh musuh (Mu’tazilah) (yaitu Al-
Qur’an-pen) sebagai sifat kalam maka Asya’iroh juga
menetapkannya dan sepakat bahwasanya kalam tersebut banyak
dan muhdats (baru) serta makhluk

Dan apa yang ditetapkan oleh Asya’iroh sebagai kalam (sifat


kalam nafsi-pen) maka musuh (Mu’tazilah) mengingkarinya”
(Nihaayatul Iqdaam 289)

(3) Al-Baajuri berkata

“Dan madzhab Ahlus Sunnah bahwasanya Al-Qur’an Al-Kariim –


maksudnya yaitu kalam nafsi- bukanlah makhluq Adapun al-
Qur’an –yaitu lafal yang kita baca- maka adalah makhluk Akan
tetapi tidak boleh dikatakan bahwasanya al-Qur’an makhluk dan
dimaksudkan adalah lafal yang kita baca kecuali dalam
pengajaran

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


29

Karena bisa jadi bisa disangka bahwasanya al-Qur’an –yaitu kalam


nafsi- adalah makhluk” (Syarh Jauharat At-Tauhiid 173)

(4) Al-Buuthy berkata :

“Adapun mayoritas kaum mulsimin Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah


(yaitu Asya’iroh-pen) maka mereka berkata : Kami tidak
mengingkari apa yang dikatakan oleh Mu’tazilah, bahkan kamipun
sependapat, dan kami menamakannya dengan kalam secara lafal
Dan kami semua sepakat bahwa kalam lafal tersebut (yaitu al-
Qur’an-pen) adalah sesuatu yang baru, dan ia tidak berdiri di Dzat
Allah karena ia adalah hadits (baru) Akan tetapi kami
menetapkan suatu perkara dibalik ini semua, yaitu kalam adalah
sifat yang berdiri di Dzat Allah yang diungkapkan dengan lafal-
lafal” (Kubro Al-Yaqiniyaat Al-Kauniyah 125)

SANGGAHAN

Kaum Asya’iroh (yang banyak diantara mereka mengaku


bermadzhab Syafi’iyyah) ternyata telah melanggar ajaran Al-Imam
Asy-Syafi’i rahimahullah

Sangat jelas dari Al-Imam Asy-Syafi’i bahwa beliau berkata ُِ‫الْقُ ْرآن‬
ِ ْ‫هللا غي ُِْر م ْخلُو‬
‫ق‬ ِِ ‫“ كل ُِم‬Al-Qur’an kalamullah (firman Allah) bukan
makhluq” (lihat Al-Asmaa’ wa As-Shifaat li Al-Baihqi tahqiq ; Al-
Kautsari hal 244)

Dan sangat dipahami bahwa yang dimaksud dengan Al-Qur’an


adalah firman Allah yang tertulis di lembaran-lembaran mushaf
yang kita baca Itulah keyakinan mayoritas kaum muslimin di
dunia ini Berbeda kelakar bid’ah yang diada-adakan oleh kaum
Asya’iroh yang memelintir perkataan para ulama salaf
(diantaranya Imam Syafi’i) bahwa “Al-Qur’an firman Allah bukan
makhluk” dipelintiri maknanya menjadi Al-Qur’an kalam nafsi,
bukan al-Qur’an yang tertulis di lembaran-lembaran mushaf Hal
ini –sebagaimana telah lalu- karena kaum Asya’iroh meyakini

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


30

bahwa firman Allah adalah kalam nafsi (yaitu sifat bicara yang
kembali kepada dzat Allah), satu kesatuan, tidak mungkin
terdengar, dan tidak mungkin tersusun dari huruf-huruf Ini jelas
merupakan pemelintiran terhadap perkataan para ulama salaf

Perhatikan perkataan Al-Imam Asy-Syafi’i berikut ini

“Dari Ibnu Sahl Ar-Romli berkata, “Aku bertanya kepada Asy-


Syafi’i tentang al-Qur’an, maka Asy-Syafi’i berkata, “Firman Allah
yang Diturunkan bukan makhluk” Aku berkata, “Lantas barang
siapa yang berkata al-Qur’an adalah makhluk maka bagaimana
hukumnya di sisimu?” Beliau berkata kepadaku : “Kafir“ Dan Asy-
Syafi’i berkata, “Tidaklah aku bertemu dengan seorangpun dari
guru-guruku kecuali berkata, “Barang siapa yang menyatakan
bahwa Al-Qur’an makhluk maka dia telah kafir” (Al-Asmaa’ wa As-
Shifaat li Al-Baihaqi, tahqiq : Al-Kautsary hal 244)

Pernyataan Asy-Syafi’i tentang al-Qur’an “Firman Allah Yang


Diturunkan…” ini tentu tidak bisa dipelintiri lagi oleh kaum
Asya’iroh dengan kalam nafsi !!!

Adapun dalil bahwa firman Allah dengan suara yang terdengar


dan terangkai dari kata dan huruf, maka sangatlah banyak
Diantaranya :

Firman Allah

َُِ ِ‫وكلَم‬
(١٦٤) ‫ّللا ُموسى ت ْكلِي ًما‬

“Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung” (QS


An-Nisaa : 164)

ُ ْ‫ِن ان‬
ِ‫ظ ْر‬ ِِ ‫ب أ ِرنِي أنْظُ ِْر إِليْكِ قالِ لنِْ ترانِي ولك‬ ِِ ‫ول َما جاءِ ُموسى لِمِ يقاتِنا وكلَمهُِ ربُّهُِ قالِ ر‬
(١٤٣) ‫ن اسْتق َِر مكانهُِ فسوْ فِ ترانِي‬ ِِ ‫إِلى الْجب ِِل ف ِإ‬

Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada


waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


31

(langsung) kepadanya, berkatalah Musa: “Ya Tuhanku,


nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat
kepada Engkau” Tuhan berfirman: “Kamu sekali-kali tidak
sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, Maka jika ia tetap di
tempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”
(QS Al-A’raf : 143)

Lihatlah sangatlah jelas bahwa Allah berbicara dengan Nabi Musa


yang didengar oleh Nabi busa dan bahkan terjadi timbal balik
pembicaraan antara Musa dengan Allah

Bahkan dalam ayat yang lain menjelaskan bahwa suara Allah yang
didengar oleh Musa dengan seruan

(١٠) ِ‫ت الْقوْ مِ الظَالِمِ ين‬ ِِ ‫وإِ ِْذ نادى ربُّكِ ُموسى أ‬
ِِ ْ‫ن ائ‬

“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan firman-


Nya): “Datangilah kaum yang zalim itu” (Asy-Syu’aroo : 10)

َُِ ‫(إِنَنِي أنا‬١٣) ‫اخت ْرتُكِ فاسْتمِ عِْ لِما يُوحى‬


ِ ‫ّللا ل إِلهِ إِل أنا فا ْعبُ ْدنِي وأق ِِِم الص‬
‫َلة‬ ْ ‫وأنا‬
(١٤) ‫ِل ِذك ِْري‬

“Dan aku telah memilih kamu, Maka dengarkanlah apa yang akan
diwahyukan (kepadamu) Sesungguhnya aku ini adalah Allah,
tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan
dirikanlah shalat untuk mengingat aku” (QS Toohaa : 13-14)

Ini menunjukkan bahwa Musa mendengar langsung firman/kalam


Allah Kalau beliau hanya mendapatkan wahyu hanya melaui
ilham maka Allah tidak akan mengatakan “Dengarlah“, dan tidak
akan ada bedanya antara Musa dengan nabi-nabi yang lain,
padahal Nabi Musa dijuluki dengan Kaliimullah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫يقُوْ ُِل هللاُِ يا آد ُِم فيقُوْ ُِل لبَيْكِ وسعْديْكِ فيُنادِي بِصوْ تِ إِنَِ هللاِ يأْ ُم ُركِ أن ت ُْخ ِرجِ مِ نِْ ذُ ِريَتِكِ بعْثًا‬
ِ‫إِلى النَ ِار‬

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


32

“Allah berkata, “Wahai Adam”, maka Adam berkata, “Aku penuhi


panggilanMu” Maka Allah menyeru dengan suara :
“Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk mengeluarkan
dari keturunanmu orang-orang yang akan masuk neraka” (HR Al-
Bukhari no 7483)

Jika Allah berbicara tanpa suara maka Adam tidak akan menjawab
ِ‫“ لبَيْك‬Aku penuhi panggilanMu”

Al-Hafiz Ibnu Hajar menjelaskan bahwa mayoritas riwayat dengan


mengkasroh huruf dal (‫)فينادِي‬, yaitu maknanya : “Allah menyeru
dengan suara”

Rasulullah juga bersabda :

ِ ‫يءِ ثُ َِم يُناد‬


ِ‫ِيه ْم‬ ْ ‫اس يوْ مِ الْقِيام ِِة أوِْ قالِ الْعِبا ُِد عُراةًِ غُ ْرلًِ بُ ْه ًما ليْسِ مع ُه ِْم ش‬
ُِ َ‫يُحْش ُِر الن‬
ُِ‫ِبصوْ تِ يسْمعُهُِ منِْ بعُدِ كما يسْمعُهُِ منِْ ق ُربِ أنا الْملِك‬

“Manusia atau para hamba dikumpulkan pada hari kiamat dalam


kondisi telanjang, belum disunat dan dalam keadaan tidak
membawa sesuatu apapun Lalu Allah menyeru mereka dengan
suara yang didengar oleh orang yang jauh sebagaimana didengar
oleh orang yang dekat : “Akulah Penguasa…” (HR Ahmad 16042,
Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrod no 970)

Dan terlalu banyak dalil dari hadits di mana Allah akan berbicara
dengan manusia di hari persidangan kelak

Al-Imam Al-Bukhari berkata :

“Dan sesungguhnya Allah menyeru dengan suara yang didengar


orang orang yang jauh sama sebagaimana didengar oleh orang
yang dekat Dan seperti ini tidak bisa untuk selain Allah Dan ini
adalah dalil bahwasanya suara Allah tidak seperti suara-suara
makhluk Karena suara Allah didengar oleh orang yang jauh
sebagaimana pendengaran orang yang dekat Jika para malaikat
mendengar suara Allah maka mereka pingsan, dan jika para

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


33

malaikat –diantara mereka- saling memanggil maka mereka tidak


pingsan Dan Allah telah berfirman

‫ّلل أنْدا ًدِا‬


َِِ ِ ‫فل تجْعلُوا‬

“Karena itu janganlah kamu Mengadakan tandingan-tandingan


bagi Allah” (QS Al-Baqoroh : 22)

Maka tidak ada tandingan bagi sifat Allah, dan juga tidak ada yang
menyamai, dan tidak ada satu sifat Allah pun yang ada pada para
makhluk” (Kholqu Af’aalil ‘Ibaad 91-92)

Al-Imam Al-Bukhari mengisyaratkan kepada sebuah hadits di


mana para malaikat pingsan tatkala mendengar suara Allah

‫سلْسِلةِ على‬ ِ ُِ‫ت الْملئِك ِةُ بِأجْ نِحتِها ُخضْعانًا لِقوْ ِل ِِه كأنَه‬
ِِ ‫ّللا ْاأل ْمرِ فِي السَماءِِ ضرب‬
َُِ ‫إِذا قضى‬
‫ ماذا قالِ ربُّكُ ْم؟ قالُوْ ا} ِللَذِي قالِ {الحقَِ وهُوِ السَمِ ي ُِع‬:‫صفْوانِ ف ِإذِ {فُ ِزع عنِْ قُلُوبِ ِه ِْم قالُوا‬
ْ
‫{الكبِير‬

“Jika Allah menetapkan keputusan di langit maka para malaikat


memukul-mukulkan sayapnya karena tunduk kepada firmanNya,
seakan-akan rantai yang di atas batu yang licin Sehingga apabila
telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka (para malaikat),
mereka berkata “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan-mu?”
mereka menjawab: (perkataan) yang benar”, dan Dia-lah yang
Maha Tinggi lagi Maha Besar” (HR Al-Bukhari no 4800)

Perkataan Al-Imam Al-Bukhari ini juga sebagaimana disebutkan


oleh Ibnu Hajar Beliau berkata :

“Adapun suara maka barang siapa yang melarang (sifat suara bagi
Allah) beralasan bahwa suara adalah aliran nafas yang terhenti
yang terdengar dan keluar dari kerongkongan Maka oarng yang
menetapkan sifat suara menjawab dengan dalih bahwasanya
suara yang sifatnya demikian adalah suara yang dikenal dari para
manusia Sebagaimana pendengaran dan penglihatan Dan sifat-
sifat Ar-Robb berbeda dengan itu semua dan tidaklah melazimkan

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


34

adanya perkara yang disebutkan yang dilarang tersebut jika


disertai keyakinan tanzih (pensucian sifat Allah dari kekurangan-
pen) dan tidak adanya tasybih (menyamakan dengan makhluk-
pen) Dan suara bisa keluar tanpa kerongkongan

Abdullah bin Ahmad bin Hambal dalam kitabnya “As-Sunnah”


berkata, “Aku bertanya kepada ayahku tentang suatu kaum yang
mereka berkata bahwasanya tatkala Allah berbicara dengan
Musa, Allah berbicara dengannya tanpa suara Maka ayahku
(Imam Ahmad bin Hanbal) berkata kepadaku, “Justru Allah
berbicara dengan suara Hadits-hadits ini diriwayatkan
sebagaimana datang” (Fathul Baari 13/460)

Kaum Liberal Mengadopsi Aqidah Asya’iroh

Adapun kaum liberal dari JIL maka mereka meyakini apa yang
diyakini oleh kaum Asya’iroh, bahwasanya apa yang tertera dalam
al-Qur’an bukanlah firman Allah, akan tetapi ibarat/ungkapan dari
firman Allah

Dalam buku “Memahami Bahasa Agama, sebuah kajian


Hermeneutika” yang dikarang oleh DR Komarudin Hidayat (Rektor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) dan diberi pengantar oleh DR
Nurkholis Majid (pendiri Universitas Para Madinah), disebutkan :

“Bisa juga kita menduga kemungkinan yang lain bahwa apa yang
disebut kitab suci, seperti Al-Qur’an, sesungguhnya bukan kalam
Tuhan in toto verbatim Kitab tersebut sudah merupakan “produk
bersama” yang di dalamnya terdapat gagasan Tuhan yang
kemudian dipahami dan diterjemahkan oleh Muhammad ke
dalam lisan Arab” (hal 163)

“Keterlibatan Muhammad dalam penafsiran Al-Qur’an


berlangsung dalam dua level Pertama, proses pengungkapannya
dalam bahasa Arab; kedua, penafsiran atas Al-Qur’an yang
kemudian disebut hadits” (hal 81)

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


35

“Karena gaya penuturannya yang bersifat sangat manusiawi,


sangat masuk akal bahwa klaim Al-Qur’an baik lafal maupun isi
adalah firman Tuhan kemudian melahirkan perdebatan filosofis
Bagaimana akal harus menerima bahwa Al-Qur’an firman Tuhan,
sedangkan bahasa yang digunakan adalah bahasa Arab yang
bersifat cultural dan ungkapan-ungkapannya pun sangat
manusiawi? Bukankah Tuhan bersifat nonmaterial dan absolute,
sementara Al-Qur’an adalah himpunan informasi dan pesan-pesan
Ilahi yang tersimpan dalam bahasa manusia yang kemudian
terabadikan dalam teks?” (hal 70)

“Apakah berbagai hukum yang selama ini dianggap sakral dan


merupakan perintah Tuhan benar-benar isi dan formatnya juga
merupakan kehendak Tuhan? Atau apakah semua itu lebih
merupakan gubahan dan terjemahan Nabi Muhammad atas
wahyu dalam konteks ruang dan waktu tertentu yang sewaktu-
waktu bisa diubah?” (hal 270)

Apa yang diungkapkan oleh DR Komarudin Hidayat tersebut


sangat menunjukkan kesamaan beraqidah antara kaum Liberal
dan kaum Asya’iroh tentang al-Qur’an adalah “produk
manusia/makhluk”

Tentunya adanya kesamaan tersebut sangatlah tidak


mengherankan, karena kedua kaum tersebut (Liberal dan
Asya’iroh) sama-sama mengambil kerangka aqidah mereka dari
sumber yang sama, yaitu dari ahli filsafat Yunani

Aqidah tekstual Al-Qur’an merupakan produk manusia akhirnya


mengantarkan kaum Liberal kepada metode penafsiran sesat yang
mereka namakan “Hermeneutika”, yang intinya adalah kebebasan
dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, karena toh ayat-ayat
tersebut bukanlah bahasa Allah, akan tetapi bahasa Muhammad
yang hendak mengungkapkan gagasan Allah

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


36

Kota Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, 01-11-1434 H / 07


September 2013 M

Abu Abdil Muhsin Firanda

www firanda com

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


37

HUKUM BELAJAR FILSAFAT DAN ILMU KALAM

Assalamu’alaikum, apa yang dimaksud dengan ilmu kalam atau


ilmu filsafat? Bagaimana hukum mempelajarinya? Jazakumullahu
khair

Jawab: Wa’alaikumussalam warohmatullah wabarokatuh Ilmu


kalam adalah ilmu yang membahas perkara tauhid dengan
metodologi filsafat Mempelajari ilmu kalam hukumnya harom
karena membimbing orang kepada superioritas akal dalam
beragama Al-Qur’an was Sunnah diterjemahkan menurut akal
dalam memahami keberadaan Allah, perbuatan-Nya, nama-nama-
Nya serta sifat-sifat-Nya yang Mahasempurna Inilah hakikat
mendahulukan akal pikiran daripada dalil Allah berfirman:

‫يا أيها الذين آمنوا ل تقدموا بين يدي هللا ورسوله واتقوا هللا إن هللا سميع عليم‬

“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendahului


Allah dan Rosul-Nya, bertaqwalah kalian kepada Allah, karena
sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui ” (Al-
Hujurot: 1)

Terkait hal spesifikasi, ilmu kalam dan ilmu filsafat sangat tidak
mungkin diintegrasikan dengan ilmu syariat Apalagi sampai
dijadikan acuan dalam beragama lantaran metodologinya berbeda
antara satu dengan yang lainnya Sebab itu Rosulullah shollallahu
‘alaihi wasallam telah menggariskan satu prinsip dalam
metodologi berpikir seperti yang disebutkan oleh beliau dalam
sabdanya:

‫وما أمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم‬

“Apa yang aku perintahkan kepada kalian tentang suatu perkara,


maka tunaikanlah semampu kalian ” (HR Al-Bukhori dan Muslim)

Beliau shollallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:

‫من عمل عمل ليس عليه أمرنا فهو رد‬

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


38

“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak


bersumber dari ajaran kami, maka amalan itu tertolak ” (HR Al-
Bukhori dan Muslim)

Maka segala sesuatu yang tidak diajarkan oleh Rosulullah


shollallahu 'alaihi wasallam dalam perkara agama ini hukumnya
tertolak, sesat, batil Disebutkan dalam sebuah hadits:

‫من قال في القرآن برأيه فأصاب فقد أخطأ‬

“Barangsiapa yang menafsirkan Al-Qur’an dengan akal pikirannya


semata meski hasilnya mencocoki kebenaran, maka dia telah
salah (berdosa) ” (Riwayat Ath-Thobari dalam "Jami'ul Bayan"
1/27)

Dikatakan berdosa karena metodologinya yang salah, sekalipun


hasilnya ternyata mencocoki kebenaran Kendati demikian, Islam
tidak pula mengkarantina akal Islam memposisikan akal pada
tempatnya sehingga dapat berfungsi secara proporsional

Para Ulama Salaf maupun para Ulama generasi setelahnya


senantiasa mewanti-wanti kaum Muslimin dari mempelajari ilmu
kalam karena bahayanya yang besar, yaitu merusak akal dan
menghancurkan aqidah seseorang

Al-Imam Asy-Syafii berkata, “Sungguh andaikata salah seorang


ditimpa dengan berbagai amalan yang dilarang oleh Allah selain
dosa syirik, maka itu lebih baik baginya daripada dia mempelajari
ilmu kalam ” (Riwayat Abu Nu’aim Al-Asfahani dalam "Hilyatul
Auliya’" 9/111)

Beliau juga berkata, "Andaisaja manusia menyadari bahaya yang


ada pada ilmu kalam, niscaya dia akan lari darinya seperti larinya
dia dari ancaman singa ”

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


39

Dan para Ulama telah berijma' (sepakat) bahwa ahli ilmu kalam
tidak tergolong Ulama yang menjadi rujukan Al-Hafidzh Ibnu
Abdil Barr Al-Maliki berkata, "Para Ulama ahli fiqh dan ahli hadits
dari seluruh negeri telah berijma' bahwa ahli ilmu kalam adalah
ahli bid'ah yang menyimpang Tidaklah mereka semua dianggap
masuk deretan Ulama yang menjadi rujukan Hanyalah para
Ulama itu dari kalangan ahli fiqh dan ahli hadits " (Jami' Bayanil
'Ilmi wa Fadhlih 2/942)

Demikian nasehat para Ulama agar menjauhi ilmu filsafat dan


ilmu kalam, karena melalui pintu keduanya muncul bid'ah-bid'ah
dalam beraqidah yang menyelisihi jalannya Salafussholih seperti
yang dianut oleh kalangan Syiah, Thoriqot Shufiyyah, Mu'tazilah,
Asy'ariyyah, Maturidiyyah dan kelompok-kelompok yang
mengikuti jalan mereka, nas'alulloohas salaamah wal 'aafiyah

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


40

FILSAFAT dan ILMU KALAM Dalam Sorotan Ulama Syafi’iyyah

MUQODDIMAH

Pada edisi sebelumnya telah dijelaskan landasan ulama


Syafi’iyyah dalam beragama, yaitu al-Qur’an dan Sunnah sesuai
dengan pemahaman as-salaf ash-sholih Inilah manhaj Ahlus
Sunnah wal Jama’ah, mereka tidak menjadikan akal dan logika
sebagai landasan dalam beragama, sebagaimana yang dilakukan
orang-orang filsafat dan ahlul kalam

Ulama Syafi’iyyah sangat mencela dan mengecam keras filsafat


dan ilmu kalam, sebagaimana yang akan dijelaskan pada makalah
yang sederhana ini Sebelumnya perlu dijelaskan asal-usul dan
makna kalimat filsafat serta maksud dari ilmu kalam

MAKSUD FILSAFAT DAN ILMU KALAM

Makna filsafat secara etimologis adalah mencintai hikmah


Hikmah terbagi dua: pertama, “perkataan” yaitu perkataan yang
haq; dan kedua: “perbuatan” yaitu perbuatan yang benar

Setiap umat mempunyai hikmah yang mereka ikuti dan amalkan,


dan umat atau manusia yang paling benar hikmahnya adalah
mereka yang paling dekat hikmahnya kepada hikmah (perkataan
dan amalan) yang dibawa oleh para Rosul ‘alaihimussalam [1]

Kesimpulannya, pada asalnya istilah filsafat atau filosof adalah


istilah yang diberikan kepada orang yang mencintai dan mencari
hikmah

Kemudian istilah tersebut dikenal di kalangan mayoritas manusia


dan ulama penamaan yang khusus bagi orang orang keluar dari
agama yang diba-wa oleh para nabi dan hanya berpegang dengan
akal atau logika semata (para pengkultus akal)

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


41

Dan lebih khusus lagi istilah ini di kalangan orang-orang


belakangan dikenal sebagai penamaan yang diberikan kepada
pengikut Aristoteles yang dikenal dengan nama (al-
Masysya’un)[2]

Teori mereka inilah yang disederhanakan, dijelaskan,


dikembangkan, dan diperjuangkan oleh Ibnu Sina dalam banyak
karya tulisnya Kemudian dari kitab-kitab filsafat Ibnu Sina inilah
para ahlul kalam yang datang sepeninggalnya mengadopsi dan
mengambil teori-teori dan dasar-dasar keilmuan mereka [3]

Adapun ilmu kalam—menurut ahlinya— adalah ilmu yang


membahas masalah-masalah agarna berlandaskan dalil-dalil akal
semata yang bertujuan untuk membela aqidah dan membantah
teori-teori dan kebatilan orang-orang filsafat(!) Akan tetapi,
merupakan kenyataan yang tidak bisa diingkari bahwa ilmu kalam
lahir dari rahim filsafat dan tumbuh dan berkembang dalam
pangkuan orang-orang filsafat dan karya tulis mereka Artinya,
mereka membantah bid’ah dan kebatilan dengan metode yang
bid’ah dan batil juga, sehingga menimbulkan kebatilan dan bid’ah
yang lain

Sekalipun ahlul kalam menyelisihi orang orang filsafat dalam


banyak teori dan keilmuannya, namun mereka semuanya sepakat
dalam hal mengkultuskan akal dan menjadikannya sebagai
landasan utama dalam beragama Oleh karenanya, ahlul kalam
dengan metode tersebut pada hakikatnya —sebagaimana yang
dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah— tidak berhasil
memperjuangkan agama/sunnah dan membela aqidah dan tidak
pula mampu menepis kebatilan-kebatilan filsafat dan menghujat
argumentasi-argumentasi mereka [4]

Nah, bagaimana kedudukan akal menurut ulama Syafi’iyyah dan


sikap mereka terhadap filsafat, ilmu kalam, dan para pengkultus
akal? Berikut penjelasannya:

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


42

AKAL DAN KEDUDUKANNYA MENURUT AHLUS SUNNAH

Akal merupakan nikmat yang mulia yang Alloh berikan kepada


manusia, yang membedakan me-reka dari segala makhluk
ciptaan-Nya, yang berfungsi sebagai alat untuk berpikir dan
memahami Akan tetapi, ia memiliki keterbatasan sebagaimana
pandangan memiliki keterbatasan, sebagaimana yang
diungkapkan oleh al-Imam asy-Syafi’i –rahimahullah-
:“Sesungguhnya akal itu memiliki batas sebagaimana pandangan
mata juga memiliki batas “[5]

Oleh karenanya, Alloh Ta’ala dan Rosul-Nya tidak menjadikannya


sebagai pedoman dan landasan hukum dalam beragama, tetapi
Alloh turunkan wahyu (syari’at) untuk menuntun dan menerangi
akal dalam memahami syari’at Maka Ahlus Sunnah wal Jama’ah
sepakat bahwa akal bukanlah landasan beragama dan sumber
pengambilan hukum Akan tetapi, yang menjadi dalil dan
landasan adalah wahyu (al-Qur’an dan Sunnah) Inilah yang
ditegaskan oleh ulama Syafi’iyyah Berikut sebagian nukilan dari
mereka:

Al-Imam Abu Muzhoffar as-Sam’ani (wafat 489 H) berkata:


“Perkataan Ahlus Sunnah adalah sesungguhnya jalan (landasan)
agama adalah as-sam’u (al-Qur’an dan Sunnah) dan atsar, dan
metode akal dan kembali kepadanya (kembali kepada akal dan
menjadikannya hakim bagi al-Qur’an dan as-Sunnah, –admin)
serta membangun dalil di atasnya adalah tercela dan dilarang
dalam syari’at ”[6]

Beliau juga berkata: “Dan adapun berbicara tentang urusan agama


dan aqidah dengan metode akal maka tidak pernah dinukil dari
salah seorang mereka (as-salaf ash-sholih), bahkan mereka
menggolongkannya ke dalam perkara bid’ah dan yang baru, dan
mereka sangat mencegah dan melarang dari hal itu ”[7]

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


43

Al-Imam al-Ajurri (wafat 387 H) menjelaskan kebatilan madzhab


Mu’tazilah yang menolak dalil-dalil al-Qur’an dan Sunnah dengan
akal semata, seraya berkata: “Dan ini—berdalil dengan akal—
bukanlah jalan (metode) kaum muslimin, ini hanyalah jalan
(metode) orang yang menyimpang dari kebenaran yang telah
dipermainkan oleh setan, dan sungguh Alloh telah
memperingatkan kita dari orang yang sifatnya seperti ini, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam (juga) telah memperingatkan kita dari
mereka dan para imam kaum muslimin dahulu dan sekarang
(juga) telah memperingatkan kita dari mereka ”[8]

Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: “Madzhab kami dan


madzhab seluruh Ahlus Sunnah adalah bahwa hukum itu tidak
ditetapkan kecuali dengan syari’at dan bahwa akal tidaklah
menetapkan se-suatu pun ”[9]

Masalah ini merupakan salah satu pembeda antara Ahli Sunnah


wal Jama’ah dengan kelompok-kelompok sesat lainnya Abul
Muzhoffar as-Sam’ani berkata, “Perbedaan mendasar antara kita
(ahli sunnah) dengan ahli bid’ah adalah dalam masalah akal,
mereka membangun agama mereka di atas akal dan menjadikan
dalil mengikut kepada akal Adapun Ahlus Sunnah berkata, ‘Asal
dalam agama adalah ittiba’ (mengikuti dalil), akal hanya-lah
mengikut ’ Seandainya asas agama ini adalah akal, tentunya
makhluk tidak memerlukan wahyu dan nabi, tidak ada artinya
perintah dan larangan, dan dia akan berbicara sesukanya
Seandainya agama dibangun di atas akal maka konsekuensinya
adalah boleh bagi kaum mukminin untuk ti-dak menerima sesuatu
sehingga menimbang dengan akal mereka terlebih dahulu ”[10]

Al-Imam Sa’ad az-Zanjani—salah seorang ulama Syafi’iyyah—


(wafat 471 H) rahimahullah menjelaskan bahwa akal itu terbagi
dua macam: Pertama: Akal yang diberi taufiq, yaitu akal yang
mengajak dan membimbing pemiliknya untuk menyetujui dan
menerima perintah agama, tunduk, dan pasrah terhadap

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


44

keputusannya serta meninggalkan larangan agama Kedua: Akal


yang dikekang dan dibelenggu oleh hawa nafsu dan kehinaan,
yaitu akal yang berusaha untuk menggapai sesuatu yang ia tidak
mampu untuk mengetahui dan memahaminya, se-hingga
membawa pemiliknya kepada kebingungan, kesesatan, dan
kesengsaraan ”[11]

Ahlus Sunnah wal Jama’ah-lah yang mempunyai akal yang sehat


yang dibimbing oleh Alloh Ta’ala sehingga mereka pergunakan
akal tersebut untuk memahami dalil dan menaati perintah agama
Adapun akal ahlul bid’ah adalah akal yang sakit karena telah
dikekang dan dibelenggu oleh hawa nafsu sehingga mereka
terjerumus ke dalam jurang kebatilan, kesesatan, dan keraguan
Wal ‘iyadzu billah

ULAMA ISLAM SEPAKAT MENGECAM ILMU KALAM

Mempelajari ilmu kalam adalah suatu kebodohan, karena ia


adalah sumber bermacam kesesatan dan kebatilan, merusak
pemikiran dan menyebabkan erosi keimanan Oleh karenanya
ulama islam seluruhnya sepakat dalam mengecam dan
mencelanya

Al-Imam Abul Qosim Sa’ad az-Zanjani berkata: “Senantiasa ahli


agama dan ulama dari dahulu sampai akhir zaman mengingkari
ilmu kalam, ia hanya kebodohan yang nyata dan keluar dari
agama, mereka semuanya sepakat dalam mence-lanya dan
berlepas diri dari ahlinya, dan menghajr (meninggalkan) orang
yang mereka kenal meyakini bahwa itu sebagai agama Alloh dan
mendekatkan diri (ketaatan) kepada-Nya ”[12]

Di antara imam Ahlus Sunnah yang sangat keras dalam mencela


ilmu kalarr/dan memperingatkan umat dari bahayanya serta
melarang duduk bersama ahlinya adalah al-Imam asy-Syafi’i
rahimahullah[13]

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


45

Bahkan merupakan sifat mulia yang dimiliki beliau adalah tidak


pernah sama sekali suka kepada ilmu kalam, tetapi perhatiannya
hanya tercurah kepada ilmu dan fiqih [14]

Al-Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Telah mutawatir dari


al-Imam asy-Syafi’i bahwa beliau mencela ilmu kalam dan ahli
kalam Beliau adalah seorang yang semangat dalam mengikuti
atsar (sunnah) baik dalam masalah aqidah atau hukum fiqih,”[15]

Perkataan al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah dalam hal ini begitu


banyak, di antaranya:

“Mempelajari ilmu kalam adalah kejahilan (kebo-dohan) “[16]

Beliau juga berkata:

“Hukumanku bagi ahli kalam adalah dipukul dengan pelepah


kurma, dan dinaikkan di atas unta, kemudian dia dikelilingkan
(diarak) ke kampung seraya dikatakan kepada khalayak, ‘Inilah
hukuman bagi orang yang berpaling dari al-Qur’an dan Sunnah
lalu menuju ilmu kalam/ filsafat ’”[17]

Demikian selayang pandang tentang sikap al-Imam asy-Syafi’i


terhadap ilmu kalam/filsafat dan ahlinya, dan ini pula yang
merupakan sikap seluruh ulama Syafi’iyyah yang berjalan di atas
Sunnah Perkataan mereka dalam mengingkari ilmu kalam dan
filsafat banyak sekali, bahkan kitab-kitab yang mereka tulis
tentang sunnah/aqidah sarat (penuh, –adm) dengan
pengingkaran, kecaman, dan celaan terhadap ilmu kalam dan
ahlinya

Di antara ulama Syafi’iyyah yang mencela ilmu kalam: al-Imam


Abul Path Nashr al-Maqdisi (wafat 490 H) pengarang kitab ‫الحجة‬
‫ على تارك المحجة‬Dalam kitab ini beliau memuat beberapa bab yang
menghujat dan mencela ilmu kalam dan ahlinya, di antaranya:
Bab: Para Imam yang Mencela Kalam dan Melarang Darinya dan
Tidak Menjadikannya Sebagai Bagian Dari llmu‘ [18] Dan Bab:

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


46

Hukuman Ahlul kalam‘ ,[19] Dan Bab: Pujian (bagi) Orang Yang
Meninggalkan Kalam Dan Tidak Berbicara Dengannya‘[20]

Kemudian beliau rahimahullah menukil dalam bab-bab di atas


riwayat yang banyak dari ulama salaf — terkhusus al-Imam asy-
Syafi’i— dalam mencela ilmu kalam dan menjelaskan hukuman
bagi orang yang mempelajarinya dan keutamaan orang yang
me-ninggalkan kalam dan tidak menyibukkan diri dengannya

Di antara mereka: al-Imam Abu Muzhoffar as-Sarn’ani (wafat 489


H) pengarang kitab ‫ اِلنتصار لصحاب الحديث‬, beliau memuat dalam
kitab tersebut beberapa pasal tentang celaan terhadap ilmu
kalam dan para pengkultus akal dan menjelaskan kebatilan
metode ahlul kalam yang menjadikan akal sebagai sumber
beragama[21], di antaranya: Pasal ‘Apa Yang Datang Dari Para
Imam Dalam Mencela Kalam‘[22]

Kemudian beliau membawakan sebagian perkataan para imam


Ahlus Sunnah dalam hal ini, seperti al-Imam asy-Syafi’i, Ahmad,
dan yang lain, kemudian berkata, “Inilah ucapan al-Imam asy-
Syafi’i tentang cela ilmu kalam dan anjuran untuk mengikuti
Sunnah Dialah imam yang tidak diperdebatkan dan tidak
terkalahkan ”[23] Beliau juga berkata, “Maka jelaslah bagi kita
bahwa jalan (yang diikuti dalam beragama) menurut para imam
yang mendapat petunjuk adalah: mengikuti (mazhab) salaf dan
meneladani mereka tanpa kembali kepada pemikiran/akal ”[24]

Al-Imam Abul Qosim Ismail at-Taimi rahimahullah (wafat 535 H)


pengarang kitab ‫ الحجة في بيان المحجة وشرح عقيدة أهل السنه‬beliau
memuat dalam kitabnya beberapa pasal yang mencela ilmu kalam
dan ahlinya, diantaranya: ‘Pasal: Para Imam yang Mencela Dan
Membenci Kalam‘ ,[25] Dan ‘Pasal: Celaan Para Imam Terhadap
Ilmu Kalam‘[26] Beliau menyebutkan dalam kedua pasal tersebut
dengan sanadnya riwayat yang banyak dari para imam Ahlus
Sun-nah yang mencela ilmu kalam, seperti al-Imam Abu Hanifah,

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


47

al-Imam Malik, dan al-Imam asy-Syafi’i serta imam-imam yang


lain

Di antara ulama Syafi’iyyah al-Imam Ibnu Sholah rahimahullah


beliau pernah ditanya tentang orang yang menyibukkan diri
dengan mempelajari dan mengajarkan ilmu mantiq dan filsafat,
berikut redaksi pertanyaannya:

~ Apakah syari’at membolehkan mempelajari dan mengajarkan


mantiq dan filsafat?

~ Apakah para sahabat, tabi’in, ulama-ulama mujtahidin dan as-


salaf ash-sholih membolehkan mempelajarinya?

~ Apakah dibolehkan menggunakan istilah-istilah mantiq/filsafat


dalam menetapkan hukum-hukum syari’at? Dan apakah hukum-
hukum agama memerlukan mantiq/filsafat dalam
menetapkannya?

~ Apa yang wajib atas orang yang mengajarkannya dan


mempelajarinya? Dan apa yang harus dilakukan oleh penguasa
setempat dalam hal itu?

~ Jika didapatkan di sebagian daerah seorang dari ahli filsafat yang


dikenal mengajarkan filsafat, membacakannya, dan menulis
tentang filsa-fat, sedang ia adalah salah seorang pengajar di
sekolah, maka apakah wajib atas penguasa dae-rah tersebut
untuk menyingkirkannya demi keselamatan manusia?

Beliau menjawab dengan fatwa berikut:

“Filsafat adalah puncak kebodohan dan penyimpangan, faktor


kebingungan dan kesesatan, sebab penyelewengan dan
kezindikan, barang siapa yang mempelajari filsafat maka akan
buta mata hatinya dari (melihat) keindahan syari’at yang
diperkuat oleh dalil dalil yang nyata dan argumentasi argumentasi
yang kuat, barang sia-pa yang mengajarkan dan mempelajarinya

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


48

maka ia akan (selalu) disertai kehinaan dan kemalangan, dan


digoda/dipermainkan setan, dan disiplin ilmu apakah yang paling
hina dari keilmuan yang membutakan mata yang mempelajarinya,
yang menutup hatinya dari (cahaya) kenabian/ risalah Nabi kita
shallallahu ‘alaihi wa sallam …

Dan adapun mantiq ia adalah pintu masuk ke dalam filsafat, dan


tempat masuk kejahatan adalah kejahatan, dan menyibukkan diri
de-ngan mempelajari dan mengajarkannya bukanlah perkara yang
dibolehkan oleh syari’at Dan tidak pula diperbolehkan oleh
seorang pun dari sahabat, tabi’in, para imam mujtahidin, as-salaf
ash-sholih, seluruh yang menjadi panutan dari kalangan ulama
yang terkemuka, dan tokoh-tokoh umat dan para pemimpinnya
Alloh sungguh telah menyelamatkan mereka seluruhnya dari
bahaya tersebut dan noda-nodanya dan membersihkan mereka
dari kejahatan-kejahatannya

Dan adapun menggunakan istilah-istilah man-tiq dalam


membahas hukum-hukum syari’at maka merupakan kemungkaran
yang besar dan kejahilan yang dibuat-buat, dan ia bukanlah
hukum syari’at— alhamdulillah— maka pada dasarnya kebutuhan
kepada mantiq dan apa yang dikataan oleh ahli mantiq tentang
perkara had (definisi dan batasan sesuatu) dan argu-mentasi
maka adalah kebodohan yang tidak berguna, Alloh sungguh telah
mencukupkan darinya dengan metode yang lebih baik dan ja-lan
yang lebih selamat dan bersih, setiap yang j memiliki akal
(pemikiran) sehat terlebih lagi ! orang yang telah mengkaji teori-
teori (kaidah- kaidah) ilmu agama, dan sungguh syari’at dan
seluruh keilmuannya telah sempurna, dan para ulama syari’at
telah menggali hakikat hakikat keilmuan yang dalam tanpa
memerlukan ilmu mantiq dan filsafat dan tanpa ada para filosof,
dan barangsiapa yang menduga bahwa ia menyibukkan diri
dengan mantiq dan filsafat untuk mendapatkan faedah yang ia
duga maka sungguh ia telah ditipu oleh setan dan disesatkannya

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


49

Maka merupakan kewajiban penguasa … untuk menolak dari


kaum muslimin kejahatan mereka (ahli kalam dan filsafat) dan
mengeluarkan dan menjauhkan mereka dari instansi instansi
pendidikan, menghukumi (orang) yang menyibukkan diri dengan
ilmu mereka, dan menghadapkan orang yang meyakini aqidah
orang filsafat kepada pedang atau (hukum) Islam agar padam api
(kejahatan) mereka dan sirna bekas-bekasnya dan pengaruh
mereka — semoga Alloh memudahkan dan menyegerakan hal itu
Dan di antara tugas yang paling wajib adalah menyingkirkan guru
sekolah dari kalangan ahli filsafat dan yang menulis tentangnya
dan membacakan (kitab-kitab) filsafat, kemudian
memenjarakannya dan mewajibkannya menetap di rumah, dan
barangsiapa yang mengatakan bahwa ia tidak meyakini aqidah
mereka maka perihalnya mendustakannya, dan cara untuk
menghilangkan kejahatan adalah menghilangkan sumbernya, dan
mengangkat guru sepertinya adalah termasuk dosa besar… ”[27]

Itulah sebagian dari usaha, perkataan dan fatwa ulama Syafi’iyyah


dalam mencela ilmu kalam/ filsafat, tidak sekadar itu saja, bahkan
diantara me-reka ada yang menulis kitab khusus yang mencela
ilmu kalam dan melarang dari mempelajarinya serta membantah
syubuhat syubuhat ahlinya, di antaranya:

~ Imam Abu Sulaiman al-Khoththobi (waf at 288 H) menulis kitab


‫الغنية عن الكلم وأهل ِه‬

~ Abu Hamid al-Ghozali menulis kitab ‫إلجام العوام عن علم‬


‫“ الكلم‬Mengekang Orang Awam dari Ilmu Kalam”

~ Al-Hafizh as-Suyuthi menulis kitab ‫ق‬


ِ ‫ق الكلم عن فن المنط‬
ِ ‫صون المنطو‬
‫ والكلم‬, “Menjaga Perkataan dari Ilmu Mantiq dan Kalam“

ALASAN DIHARAMKAN ILMU KALAM DAN FILSAFAT

Al-Hafizh as-Suyuthi rahimahullah menyebutkan tiga alasan di


balik larangan ulama salaf dalam mempelajari ilmu kalam, ketiga

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


50

alasan tersebut beliau simpulkan dari perkataan al-Imam as-Syafi’i


rahimahullah

Pertama: Ilmu kalam merupakan faktor penyebab kebid’ahan dan


menyelisihi Sunnah dan menyelisihi maksud Alloh dan Rosul-Nya
Oleh karena itu, seorang yang ingin memahami al-Qur’an dan
Sunnah berdasarkan kaidah-kaidah mantiq maka tidak akan
menemukan selama-lamanya maksud syari’at Oleh karenanya al-
Imam asy-Syafi’i rahimahullahberkata, “Tidaklah manusia berada
dalam kebodohan dan berselisih kecuali tatkala mereka
meninggalkan bahasa Arab dan cenderung (mempelajari) bahasa
Aristoletes (filsafat) ”

Kedua: Ilmu ini tidak pernah diajarkan oleh al-Qur’an dan hadits
serta ulama salaf, berbeda dengan bahasa Arab maka sungguh
telah terdapat perintah mempelajarinya dan telah ada dari ulama
salaf yang membahasnya, dan inilah alasan yang dipegang oleh al-
Imam Ibnu Sholah dalam memfatwakan haramnya mempelajari
mantiq, sebagaimana yang beliau katakan, “Dan tidaklah
kesibukan dalam mempelajari dan mengajarkannya sesuatu yang
diperbolehkan agama dan diperbolehkan oleh salah seorang
sahabat, tabi’in, dan para imam mujtahidin ” Dan kemungkinan
Ibnu Sholah menarik alasan ini dari perkataan al-Imam asy-Syafi’i
kepada Bisyr al-Marrisi, “Jelaskan kepadaku tentang apa yang
kamu dakwakan? Apakah ada al-Qur’an menjelaskan merupakan
suatu kewajiban, apakah ada sunnah yang memerintahkan, dan
terdapat di kalangan salaf yang membahas dan menanyakannya?”
Dia menjawab, “Tidak ada, tetapi kami tidak boleh
menyelisihinya ” Lalu al-Imam asy-Syafi’i menjawab— “Berarti
kamu mengakui kesalahan untuk dirimu ”

Ketiga: Merupakan sebab meninggalkan al-Qur’an dan Sunnah, al-


Imam asy-Syafi’i telah mengisyaratkan kepada alasan ini dengan
perkataannya, “Hukumanku bagi ahli kalam adalah dipukul
dengan pelepah kurma, dan dinaikkan di atas unta, kemudian dia

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


51

dikelilingkan (diarak) ke kampung seraya dikatakan pada khalayak,


‘Inilah hukuman bagi orang yang berpaling dari al-Qur’an dan
Sunnah lalu menuju ilmu kalam/ filsafat '”[28]

ILMU KALAM FAKTOR KESESATAN DAN KERAGUAN

Abu Hamid al-Ghozali rahimahullah menjelaskan dampak buruk


ilmu kalam secara jelas seraya berkata: “Dan adapun manfaat
ilmu kalam kemungkinan diduga bahwa f aedahnya adalah
menyingkap hakikat (permasalahan) dan mengetahuinya
sebagai-mana adanya, jauh sekali (dari kebenaran) tidaklah ada
dalam ilmu kalam yang bisa memenuhi keinginan yang mulia ini,
bahkan penyimpangan dan kesesatan lebih banyak di dalamnya
dari pada menyingkap (hakikat) dan mengenalnya Mungkin
nasihat seperti ini kalau seandainya engkau mendengarnya dari
seorang ahli hadits atau ahli sunnah tentu terbetik dalam hatimu
bahwa ‘manusia adalah musuh apa yang tidak mereka ketahui’
Namun, dengarkanlah hal ini dari seorang yang menyelami ilmu
kalam dan berkelana panjang sehingga sampai kepada puncaknya
ahli kalam, dan telah meyakini (secara pasti) bahwa jalan untuk
(menying-kap) hakikat keilmuan dari arah ini adalah buntu
(tertutup) ”[29]

Bahkan Abu Hamid al-Ghozali rahimahullah sendiri di akhir


kehidupannya dirundung keraguan dan kebingungan dalam
perkara-perkara ilmu kalam, lalu ia tinggalkan metode tersebut
(ilmu kalam dan filsafat) dan mulai mempelajari hadits-hadits
Rosululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan ia meninggal sedang
Shohih al-Bukhori di atas dadanya [30]

Beliau juga berkata:

“Manusia yang banyak keraguannya tatkala datang kematian


adalah ahlul kalam “[31]

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


52

Berikut sebagian dari perkataan pakar ilmu kalam dari kalangan


ulama Syafi’iyyah yang mengungkapkan keraguan dan penyesalan
mereka dari mempelajari ilmu kalam/filsafat:

Imamul Haramain al-Juwaini berkata:”

“Wahai sahabat-sahabatku, janganlah kantu sibuk dengan ilmu


kalam Seandainya saya tahu bahwa hasil ilmu kalam adalah
seperti yang menimpa diriku, niscaya saya tidak akan
menyibukkan diri dengan ilmu kalam “[32]

Demikian juga Fakhruddin ar-Rozi, pakar ahli kalam, beliau pernah


mengatakan di akhir hayatnya:

Akhir dari mengedepankan akal hanyalah kemandekan

Kebanyakan usaha manusia adalah kesesatan

Roh yang ada di badan kami selalu dalam kegunda-han

Ujung dari dunia kami adalah kemurkaan

Kami tidak memetik hasil apa pun sepanjang umur Selain hanya
mengumpulkan kabar burung

Sungguh aku telah memperhatikan metode-metode ilmu kalam


dan teori teori filsafat maka saya tidak mendapatkannya sebagai
penyembuh rasa sakit dan pelepas dahaga, dan saya
mendapatkan bahwa metode yang paling dekat (benar) adalah
metode al-Qur’an … Barang siapa mencoba seperti
pengalamanku maka ia akan tahu seperti pengetahuanku ”[33]

Demikian pernyataan sebagian pakar ilmu ka-lam/filsafat yang


menjelaskan akan bahaya, kese-satan, kebatilan, dan keraguan
yang disebabkan oleh mempelajari ilmu kalam Maka renungilah
dan ambillah pelajaran dan ibroh wahai orang orang yang berakal
Semoga Alloh merahmati al-Imam asy-Syafi’i yang mengatakan:

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


53

“Saya tidak mendapatkan seseorang yang menggunakan (ilmu)


kalam yang beruntung, dan sekiranya seseorang diberi cobaan
dengan (melakukan) seluruh dosa selain syirik tentu lebih baik
baginya daripada diuji dengan (mempelajari) ilmu kalam“[34]

Demikian, semoga Alloh Ta’ala membimbing kita semua untuk


selalu berpegang teguh kepada al-Qur’an dan Sunnah serta pasrah
kepada keputusan Alloh dan Rosul-Nya, dan diberi akal yang sehat
dan jernih untuk memahami syari’at yang sempurna, dan
diselamatkan dari kesesatan dan kebatilan ahlul kalam dan filsafat
yang mengkultuskan akal/logika semata Aamiin

Sumber: AL FURQON no 113, Jumada Ula 1432 H, hal 50-55

[1] Lihat Ighotsatul Lahfan Ibnu Qoyyim him 755 cet Dar Thoibah

[2] Diambil dari kata al-masyyu yang artinya berjalan, dinamakan


demikian karena dahulunya mereka belajar filsafat kepada
Aristoteles sambil berjalan

[3] Lihat Ighotsatul Lahfan him 756

[4] Lihat al-Fatwa al-Hamawiyyah him 282

[5] Adab Syafi’i him 271 dan Tawali Ta’sis him 134

[6] Al-Intishorfi Ashhabil Hadits him 41-42

[7] Ibid him 68-69

[8] Asy-Syari’ah: 1/719 cet Dar al-Fadhilah

[9] Al-Majmu‘: 1/263

[10] Al-Intishorfi Ashhabil Hadits him 116-117 cet Maktabah

Dar al-Minhaj

[11] Lihat Syarh al-Manzhumah ar-Ro’iyyah him 127-128 karya

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


54

al-Imam az-Zanjani asy-Syafi’i, dan al-Hujjahfi Bayanil Ma-

hajjah: 2/315

[12] Syarh al-Manzhumah ar-Ro’iyyah fis Sunnah him 92

[13] Ibid him 93

[14] Sebagaimana yang dikatakan oleh al-Imam Ahmad bin


Hambal, lihat al-Hujjah ‘ala Tarikil Mahajjah: 1/246

[15] Mukhtashor al-Uluw him 177

[16] Hilyatul Auliya‘: 9/111 Perkataan yang senada diungkapkan


juga oleh al-Qodhi Abu Yusuf, murid senior al-Imam Abu Hanifah
Lihat al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah: 1/116

[17] Manaqib Syafi’i al-Baihaqi: 1/462, Tawali Ta’sis Ibnu Hajar


him III, Syarof Ashhabil Hadits al-Khothib al-Baghdadi him 143
Al-Imam adz-Dzahabi rahimahullah berkata dalam Siyar A’latn
Nubala‘ (3/3283), “Ucapan ini mungkin mutawatir dari al-Imam
asy-Syafi’i ”

[18] Al-Hujjah ‘ala Tarikil Mahajjah: 1/219-237

[19] Ibid 1/238-244

[20] Ibid 1/246

[21] Al-Intishor li Ashhabil Hadits hlm 95-109

[22] Ibid him 44-51

[23] Ibid him 45

[24] Ibid him 47

[25]Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah: 1/113-117

[26] Ibid : 1/224-226

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


55

[27] Fatawa Ibnu Sholah bagian ketiga him 211-212 no fatwa: 55

[28] Lihat Shonul Manthuq al-Kalam ‘an Fannil Manthiq wal


Ka-lam him 15-33

[29] Ihya’ Ulumuddin: 1/97 dan lihat Syarh ath-Thohawiyyah him


205

[30] Lihat Syarh al-Aqidah ath-Thohawiyyah him 208

[31] Dinukil oleh Syaikhul Islam dalam Majmu’ Fatawa: 4/28

[32] Al-Mantsur minal Hikayat was Su ‘alat him 51 oleh al-Hafizh


Muhammad bin ThoHir al-Maqdisi Dan lihat Syarh ath-
Thohawiyyah hlm 209

[33] Lihat Dar’u Ta’arudh al-‘Aql wan Naql: 1/159-160 oleh Ibnu
Taimiyyah, Thobaqot asy-Syafi’iyyah: 2/82 oleh Ibnu Qodhi
Syuhbah dan Syarh ath-Thohawiyyah him 208-209

[34] Mukhtashor al-Hujjah ‘ala Tarikil Mahajjah: 1/222 no 215

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


56

Bahaya FILSAFAT

Sementara (sebagian) intelektual memandang bahwa terserapnya


filsafat Yunani ke dalam khazanah ilmiah Islam merupakan babak
aufklarung (zaman pencerahan di Eropa dari dominasi gereja dan
kemandekan berpikir) dalam pemikiran Islam Namun, ternyata
akibat yang ditimbulkan tidak secerah namanya, malah
sebaliknya, umat terjerat ke dalam jaring-jaring filsafat yang
merusak Lahirlah kelompok rasionalis yang mengharubiru
pemikiran mereka Berikut (ini) nukilan seputar masalah tersebut
yang diambil dari kitab Muaqif Ahlu Sunnah min al-Manahij al-
Mukhalifah Lahum, karya Syaikh Utsman Ali Hasan, alih bahasa
Abdul Aziz bin Salim al Atsari

DEFINISI ILMU KALAM

Menurut mereka, ilmu Logika itu ada dua: lahir dan batin Lahir
adalah kata-kata, kalimat dan pembetulannya dengan ilmu nahwu
dalam prosa dan ilmu arudh dalam syair Sedang batin adalah olah
akal dan pikir Secara terminologi adalah aturan yang menjaga
akal dari kesalahan atau kekeliruan berpikir Mereka beranggapan
bahwa sarana fikir ini telah tersedia melimpah di akal Lantaran
itu, aplikasi ilmu ini lebih awal ketimbang kodifikasinya Adapun
jasa Aristoteles dalam ilmu ini tidak lebih dari sekedar dialektika,
sistematika masalah dan fasal-fasalnya Sama seperti posisi
Sibawaih dan Kholil bin Ahmad (dalam ilmu nahwu, -pen)

Materi ilmu logika berikisar pada dua masalah pokok: tashowwur


(deskripsi) yaitu menggambarkan sesuatu tanpa harus
menetapkan wujud dan tiadanya Cara menuju ke sana adalah
dengan menetapkan definisi, yakni suatu ungkapan yang
menunjukkan hakekat sesuatu Yang termasuk garapannya ini
adalah kata-kata, dilalah (indikasi kata-kata tersebut, -pen) dan
semacamnya

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


57

Kedua: Tashdiqot (pembenaran) yakni menetapkan hukum bagi


hakekat sesuatu yang telah dideskripsikan tadi Cara yang
ditempuh adalah analogi Termasuk bab ini adalah hukum dan
macam-macamnya, seluk beluk analogi dan macam-macamnya,
hukum analogi dan semacamnya Ilmu logika adalah ilmu yang
membahas sesuatu yang tak berwujud Tujuan ilmu ini adalah
membenturkan suatu pemikiran dengan pemikiran itu sendiri,
terlepas dari kontradiksi, dan inilah tujuan dari dialektika Yunani

MASUKNYA KE DALAM NEGARA ISLAM

Pendapat yang masyhur mengatakan ilmu ini masuk ke negara


Islam pada zaman Dinasti Abbasiyah Karena menyatu dengan
filsafat dan bahasa Yunani Adalah Yahya bin Khalid bin Barmark,
seorang menteri Harun ar-Rosyid, meminta buku-buku Yunani
kepada Kaisar Romawi Orang-orang Nasrani tidak mengacuhkan
buku-buku tersebut, khawatir terfitnah Oleh karena itu, sang
kaisar mengirimkannya (ke Baghdad) dengan harapan terbebas
dari kejelekean buku-buku tersebut dan tersebarnya kejelekan itu
di tengah kaum muslimin Sehingga seorang pendeta
mengatakan: “Tidaklah ilmu ini masuk ke suatu negara kecuali
akan merusak negara tersebut, dan membahayakan para
ulama’nya ” Langkah Barmarki ini disetujui oleh semua orang
zindiq (kafir) dan para filsuf

PERCAMPURAN DENGAN ILMU SYAR’I

Menurut para peneliti bahwa kaum muslimin telah


terkontaminasi dengan ilmu ini terutama dalam ilmu ushul fiqih
Sebabnya mereka memandang ada kesamaan antara ilmu ushul
fiqih dengan ilmu logika Lantaran tujuan akhir keduanya adalah
mengetahui jalan menuju kebenaran Namun, pendapat yang
benar bahwa ilmu ushul fiqih ini awal kemunculannya adalah
sejak zaman sahabat Mereka telah memperbincangkan kias
)analogi), ilat (sebab-sebab hukum), khas, ‘am dan sebagainya

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


58

Tetapi pembicaraan mereka belum melebar karena dekatnya


dengan masa kenabian dan nash-nash syar’i masih melimpah,
sedang peristiwa baru jarang terjadi Demikian pula pada zaman
tabi’in dan sesudahnya Mereka tidak pernah membicarakan ilmu
ini Tidak dipungkiri bahwa ilmu logika telah ada ketika itu, namun
yang dipungkiri adalah tercampurnya ilmu ini dengan ilmu syar’i

Sampai masa Imam Syafi’i, beliau membuat kodifikasi ilmu ushul


fiqih, mensistemasikan masalah, dan menambah keterangan,
tetapi dalil-dalilnya diambil dari al-Qur’an dan Sunnah Itulah
kitab ar-Risalah, kitabnya sama sekali tidak terpengaruh oleh ilmu
logika tersebut, bahkan beliau sangat mencelanya Kata beliau:
“Manusia tidak akan menjadi bodoh dan berselisih kecuali mereka
mencampakkan bahasa Arab dan cenderung kepada logika
Aristoteles ” As-Suyuthi mengomentari: “tidaklah al-Qur’an
diturunkan dan as-Sunnah datang kecuali dengan istilah orang
Arab, dan dengan madzhab mereka dalam berdialog, ceramah,
berhujjah dan beristidlal, bukan menurut istilah Yunani, karena
setiap bangsa itu memiliki bahasa dan istilah sendiri-sendiri ”
(Shunul Mantiq, hal 15) Barulah setelah kelompok ahlu kalam
Mu’tazilah dan Asya’iroh- menuasai pemikiran, berubahlah
metode penyusun kitab ushul fiqih Mereka memakai metode
ilmu kalam dan memasukkan begitu banyak pembahasan ilmu
kalam Namun demikian, ilmu fiqih belum terimbas bahaya ilmu
logika

Percampuran secara sempurna antara ilmu logika dengan ilmu


ushul fiqih terjadi pada zaman Abu Hamid al-Ghozali Karena
beliau memandang wajib belajar ilmu tersebut Bahkan
merupakan syarat dalam mencapai keilmuan Baliau menganggap
ilmu logika adalah poros dan mizan ilmu Oleh karena itu beliau
mengarang banyak kitab: Mi’yarul Ilmi, Mahku Nadhari, al-
Qishthasul Mustaqim, dan Maqashidul Falasifah Dalam
muqoddimah kitabnya al-Mustashfa, beliau mengatakan:
“Barangsiapa tidak menguasai ilmu logika, maka ilmunya sama

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


59

sekali tidak bisa dipercaya ” Ucapan al-Ghozali ini telah


menggugah orang-orang muta’akhirin, yaitu para penulis kitab
ushul fiqih dan selainnya

Bersegeralah mereka mempelajari ilmu logika, sehingga syarat


ijtihad terpenuhi, jadilah mereka orang yang mahir menulis dan
berfatwa Ibnu Taimiyah berkata: “Dikarenakan apa yang terjadi
pada al-Ghozali di masa hidupnya, maka banyak sekali para
peneliti yang memasukkan ilmu Yunani ini ke dalam keilmuan
mereka Sampai-sampai orang-orang yang meneliti jalan mereka
mempunyai anggapan bahwa tidak ada jalan lain kecuali jalan
ini… mereka tidak mengetahui bahwa orang-orang yang mulia,
para intelektual muslim dan selain mereka mencela ilmu ini
Bahkan mereka telah banyak menelurkan berbagai tulisan ” (ar-
Raddu ‘alal Mantiqiyyin, hal 198)

Pada akhirnya, al-Ghozali sendiri di umur senjanya mencela ilmu


logika dan penganutnya, dia menerangkan bahwa jalan mereka
tidak akan mencapai keyakinan, terutama yang berkaitan dengan
ketuhanan Dia banyak sekali mencela melebihi celaannya kepada
orang-orang mutakalimin Dia juga menerangkan bahwa jalan
yang mereka tempuh memiliki kandungan kebodohan dan
kekufuran yang memang layak untuk dicela Beliau meninggal
ketika sibuk mempelajari kitab shahih Bukhari dan Muslim (al-
Munqidzu minal Dholal hal 63-64, ar-Raddu ‘alal Mantiqiyyin,
195-198)

Faktor lain yang menjadikan ilmu logika dan filsafat berkembang


di kalangan orang-orang belakangan adalah didirikannya Darul
Hikmah (semacam institut) oleh Nashiruddin at-Thusi pada masa
pendudukan Tartar Dia memberi pesangon tiga dirham setiap hari
bagi orang (yang) menyibukkan diri dengan ilmu filsafat di Darul
Hikmah Dia juga mendirikan Daru Thibb (sekolah kedokteran) dan
memberi pesangon dua dirham bagi yang ikut mempelajari ilmu
kedoteran

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


60

Juga Daru Hadits dan orang yang menyibukkan dengan ilmu hadits
diberi pesangon setengah dirham setiap hari Sejak itu ilmu
filsafat berkembang padahal sebelumnya yang mempelajari hanya
segelintir orang (Lihat al-Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir,
13/268)

SEBAB-SEBAB PENOLAKAN KAUM MUSLIMIN TERHADAP ILMU


LOGIKA

1) Karena generasi pertama dari para sahabat dan tabi’in tidak


pernah membicarakannya Bisa jadi karena ilmu ini belum ada
pada zaman mereka atau sudah ada namun mereka
menyingkirkannya Sebab syariat Islam itu sama sekali tidak
dipelajari dari ilmu orang non muslim, meskipun metodenya
benar Lalu bagaimana jika metodenya rusak atau mengandung
kerusakan, bahkan mengandung kekufuran?

2) Ilmu logika tumbuh di lingkungan filsafat, pemeluknya


adalah orang-orang musyrik dan kafir Bahkan kekufuran dan
kesyirikan orang Arab lebih baik dibanding kekufuran dan
kesyirikan mereka Ibnu Taimiyah berkata: “Bagi mayoritas orang,
kesesatan mereka dalam masalah ketuhanan nampak jelas Oleh
karena itu, semua ulama kaum muslimin mengkafirkannya ” (ar-
Raddu ‘alal Mantiqiyyin, hal 200) Sebab itu pula kaum muslimin
tidak mengambil ilmu logika Aristoteles karena tercampur dengan
filsafat yang sangat berseberangan dengan akidah yang benar
(Lihat Muqodimah Ibnu Kholdun, 483)

3) Kekhawatiran terpedayanya sebagian muslimin, karena


meliha sebagian anasir ilmu ini adalah benar, lantas menganggap
semuanya benar Sesungguhnya hal-hal yang berkaitan dengan
keyakinan dibenarkan dengan adanya bukti-bukti Al-Ghozali
berkata: “Kadangkala ada orang yang berprasangka baik terhadap
ilmu logika ini dan menganggapnya jelas, lantas menyangka
bahwa apa-apa yang dicomot dari kekufuran dikuatkan oleh bukti-

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


61

bukti tadi Segera saja dia tercebur dalam kekufuran sebelum


sampai kepada ilmu-ilmu ketuhanan ” (al-Munqidz, hal 83) Ibnu
Taimiyah berkata pula: “Saya pernah menyangka bahwa anasir
ilmu ini benar, karena kebanyakannya memang benar Tetapi
kemudian jelas bagiku bahwa sebagiannya salah, dan jelas pula
bagiku bahwa ilmu dasar ketuhanan dan ilmu logika yang mereka
tuturkan kepadaku berasal dari ushul mereka yang rusak dalam
masalah ketuhanan (ar-Raddu ‘alal Mantiqiyyin, hal 3 dan 4)

4) Kadangkala bukti-bukti filsafat untuk mengantarkan manusia


kepada keyakinan Yaitu ketika diaplikasikan dalam masalah
ketuhanan Al-Ghozali berkata: “Dalam ilmu ini, mereka
mempunyai sisi gelap yaitu mereka mengumpulkan syarat-syarat
guna mendukung bukti-bukti, yang diyakini secara pasti bahwa itu
akan memberikan keyakinan Namun ketika sampai pada tujuan-
tujuan syari’at, mereka tidak mampu memenuhi syarat tersebut,
bahkan mereka benar-benar menyepelekannya (al-Munqidz, hal
93)

5) Ilmu ini mewariskan perpecahan dan perselisihan, sebab


orang-orang yang menyibukkan dan tenggelam dalam ilmu ini
selalu demikian Hampir-hampir tidak didapati ada dua orang
bersepakat dalam satu masalah saja, bahkan dalam masalah yang
mereka sendiri menamakannya keyakinan Telah disebutkan di
muka perkataan, “Tidaklah ilmu ini masuk ke suatu negara kecuali
akan merusak negara tersebut, dan membahayakan para
ulama’nya ”

RASIO MENOLAK ILMU INI

1) Ilmu logika adalah ilmu yang kering tidak ada relevansinya


dengan realita Ilmu ini membahas tentang alam semesta (makro),
namun alam ini tidak berwujud, dia hanya berada di alam pikiran
Ilmu ini menyepelekan untuk membahas hal-hal parsial dan
sesuatu yang sudah nyata

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


62

2) Ibnu Taimiyah mengatakan: “Kita tidak mendapati ada


penduduk bumi ini yang mendalami suatu ilmu , baik ilmu agama
atau selainnya lalu menjadi seorang imam dalam ilmu itu gara-
gara mengutamakan ilmu logika Para dokter, insinyur dan
selainnya, mereka mengaplikasikan ilmu mereka namun tidak
sedikitpun dicampuri ilmu logika Dalam khazanah Islam telah
banyak ditulis buku-buku dalam ilmu nahwu, arudh, fiqih, ushul
fiqih dan selainnya, namun para imam dalam ilmu-ilmu ini tidak
pernah dulunya berkecimpung dalam ilmu logika Bahkan
mayoritas mereka menjadi imam sebelum ilmu logika dikenal ”
(Naqdul Manthiq, hal 168)

3) Upaya menjadikan ilmu ini sebagai muqodimah dari semua


ilmu baik aqliyah (akal), manthiqiyah (logika) bahkan ilmu syar’i
dan dijadikan sebagai syarat untuk mempelajari ilmu-ilmu
tersebut adalah omong kosong, bahkan logika yang semata-mata
penalaran telah berlalu masanya, dan sangat bisa jadi dia
mencocoki pemikiran Yunani pada rentang sejarah yang terbatas
(Lihat at-Tafkir al-Manthiqi lil ‘Abdi)

4) Metode mereka menghasilkan kerusakan yang besar,


ditengok dari sisi tujuan dan sarana Dari sisi tujuan: ilmu ini tidak
bisa diperoleh kecuali dengan susah payah padahal hasilnya
adalah kebaikan yang sangat sedikit Persis seperti ungkapan:
“Seperti daging jelek di atas gunung, susah dijangkau dan tidak
pula bagus sehingga dapat dibawa pulang ” (Muslim 2448) Dari
sisi sarana; karena iilmu ini terlalu banyak muqodimah (prolog),
rentang waktu mempelajarinya lama, banyak dimuati ungkapan-
ungkapan yang aneh dan metode yang sulit, faedah tidak
diperoleh namun hanya menyia-nyiakan waktu, pikiran capai,
banyak hayalan dan klaim adanya penelitian dengan kedustaan ”
(Majmu’ Fatawa, Ibnu Taimiyah, 2/22)

BANTAHAN

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


63

Ada dua sisi bantahan:

Pertama, Penukilan dari mayoritas kaum muslimin

Semua kelompok muslimin menolak ilmu logika, mereka


mengharamkan menengok dan menyibukkan diri dengan ilmu ini
Memang tidak pernah dinukil dari mereka bantahan terperinci
atau pernah dinukil tetapi sampai ke tangan para peneliti
Penjelasannya sebagai berikut:

1) Tidak pernah dinukil dari para sahabat bahwa mereka


membicarakan ilmu ini Imam as-Suyuthi menjelaskan bahwa ilmu
ini belum ada pada masa mereka, namun muncul pada abad
kedua Para sahabat dan tabi’in ketika itu mencela sikap berlebih-
lebihan dalam agama, seandainya mereka mengetahui ilmu ini
niscaya mereka akan mengkategorikan sebagai sikap
memberatkan diri Oleh karena itu, as-Suyuthi berpendapat
haram apabila dianalogikan dengan ilmu kalam

2) Perkataan yang dinukil dari para ulama fiqih, dimana mereka


mencela ilmu ini dan dikategorikan sebagai perkara baru (bid’ah)
dan penyebab perpecahan dan perselisihan Di antaranya:

Abu Hanifah ketika ditanya tentang jiwa beliau, mengatakan: “Ini


adalah ungkapan filsafat Kalian wajib memegangi atsar dan jalan
para salaf, jauhi setiap perkara baru,karena perkara baru itu
adalah bid’ah ”

As-Syafi’i mengatakan: “Manusia tidak akan menjadi bodoh dan


berselisih kecuali mereka mencampakkan bahasa Arab dan
cenderung kepada logika Aristoteles ”

3) Para imam pakar bahasa Arab menolak ilmu ini, seperti


Imam Ibnu Qutaibah dalam kitabnya Adabul Katib dan Ibnu Atsir
dalam kitab al-Matsalul Tsair Ulama lainnya adalah Abu Sa’id as-
Sirofi seorang pakar nahwu

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


64

Beliau mendebat Abu Basyr Matta bin Yunus seorang filsuf


Nasrani di hadapan orang banyak termasuk para ulama Masalah
yang didebat adalah dijadikannya ilmu logika sebagai patokan
ilmu-ilmu yang lain dan sebagai mizan hakekat sesuatu Beliau
mendebat dengan bukti yang gamblang, dalil-dalil yang jelas
sehingga orang-orang kagum kepada beliau

4) Pengingkaran kalangan ahlu sunnah yang terpopuler adalah


dikarangnya banyak kitab yang mencela ilmu ini Namun dari
kalangan mereka sendiri ternyata juga mencelanya terutama
ulama mereka angkatan awal dengan menuangkan dalam tulisan
seperti ad-Daqo’iq karya al-Baqilani, al-Ara’wad Diyanat karya
Ibnu Nukhbati seorang syi’ah, juga al-Juba’i, al-Qodhi Abdul
Jabbar dan Abu Hasyim dari kalangan mu’tazilah juga ikut
mencelanya

Kedua, kritikan secara terperinci

Kritikan yang komprehensif terhadap ilmu ini dan seluk-beluknya


diwakili oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam berbagai
karangan beliau, seperti ar-Raddu ‘alal Manthiqiyyin dan Naqdhul
Manthiq Doktor al-Abdu berkata: “Kritikan Ibnu Taimiyah ini
merupakan kritikan paling awal terhadap logika Aristoteles yang
dikenal dunia pemikiran, dimana dia mengkritik dengan sangat
sistematis dan cukup berlandaskan pada akal semata…” (at-Tafkir
al-Manthiqi hal 43)

Namun beliau tidak sekedar meluluhlantakkan ilmu ini tetapi


menyodorkan alternatif lain yaitu pemikiran Islami Inilah yang
diadopsi oleh orang-orang Barat yang kemudian dikenal dengan
metode eksperimen

HUKUM MENYIBUKKAN DIRI DENGAN ILMU LOGIKA

Suatu masalah terkadang tidak mudah untuk langsung divonis


benar dan salahnya, lantaran antara yang benar dan yang salah

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


65

sudah menyatu Maka memvonis sebagai baik atau rusak,


diterima atau ditolak, dibolehkan atau tidak, wajib atau haram
hanyalah tergantung kepada unsur mana yang lebih dominan,
yang baik atau yang jelek, yang benar atau yang salah Bila baik
lebih dominan dihukumi baik, demikian sebaliknya

Ilmu logika, meskipun mengandung sisi kebenaran, terutama yang


berkaitan dengan deskripsi nyata, namun tidak berarti serta merta
dibolehkan menggelutinya Karena ternyata kebatilan ilmu ini
lebih dominan ketimbang kebenarannya Ibnu Taimiyah berkata:
“Jika memang ada kebenaran yang terkandung di dalamnya, maka
setiap penulis juga harus mengatakan demikian, tetapi
terkandung pula kebatilan yang apabila semua ilmu ditimbang
dengannya maka ilmu logika akan merusaknya ” (ar-Raddu ‘alal
Mantiqiyyin, hal 180)

Mensikapi ilmu ini, manusia terbagi menjadi tiga kelompok:

Pertama: Mewajibkan untuk mempelajarinya, tokoh kelompok ini


biasa disebut filsuf Islam seperti al-Kindi, al-Farobi, Ibnu Sina dan
lainnya Menurut mereka, tidak ada perbedaan antara ilmu logika
dan Islam Mereka mengatakan, “Ilmu ini diperlukan untuk
membela akidah Islam setelah lama terkontaminasi dengan
filsafat ”

Pengaruh mereka di tengah umat tidak signifikan (berarti), sebab


mereka sudah dikenal memiliki pemikiran zindiq dan ilhad (kufur)
Sampai muncul al-Ghozali dan mengarang buku dalam masalah ini
sehingga banyak orang terpedaya karenanya dengan memasukkan
ilmu ini dalam kitab-kitab ushul mereka

Kedua: Membolehkan bagi orang yang mumpuni Kelompok ini


diwakili oleh Abdul Wahhab as-Subki, dimana dia membolehkan
mempelajari ilmu ini bagi orang yang sudah memiliki
pengetahuan tentang al-Qur’an dan hadits secara sempurna, dan
mumpuni dalam ilmu cabang-cabang fiqih sehingga disebut faqih

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


66

Siapa yang sudah mencapai kemampuan tersebut dipersilakan


mempelajarinya, tetapi tidak boleh dicampur dengan ilmu Islam,
karena pasti akan terjadi madharat (kerusakan)

Saya katakan (Utsman Ali Hasan): “Lalu apa manfaat


mempelajarinya? Mengapa harus menceburkan diri ke dalam
bahaya ini? Kalian telah tahu bahwa ilmu ini sedikit sekali
manfaatnya kalau tidak boleh dikatakan nihil, dan hasil akhirnya
tidak bisa dijamin kebaikannya

Ketiga: mengharamkan Inilah pendapat yang benar dan pendapat


mayoritas salaf, ahli hadits dan para ulama peneliti generasi awal
Ibnu Taimiyah berkata: “Ulama kaum muslimin dan para imam
agama senantiasa mencela ilmu ini dan para penganutnya,
mereka melarangnya dan melarang berinteraksi dengan
penganutnya, sampai aku lihat fatwa tertulis dari sekelompok
ulama Syafi’iyyah, Hanafiyyah dan selain mereka
mengharamkannya dan menetapkan hukuman bagi orang yang
menggelutinya ” (Naqdhul Manthiq hal 156)

Ibnu Sholah juga memfatwakan demikian, katanya: “Adapun ilmu


logika adalah pintu filsafat dan pintu kejelekan, menggeluti dan
mengajarkannya tidak dibolehkan oleh Rasulullah, tidak ada
seorang pun dari para sahabat, tabi’in, ulama mujtahid, saalaf
shalih dan ulama terkemuka yang menjadi panutan umat
membolehkannya ” (Fatawa Ibnu Sholah, hal 34-35)

Setelah kita mengetahui hal ini, pantaskah dikatakan “Dibolehkan


mempelajarinya bagi orang yang sudah mumpuni dalam ilmu
syar’i, apalagi sampai membolehkan tanpa syarat, terlebih lagi
mewajibkan bagi setiap orang atau sebagiannya? Jelas ini
kedustaan yang nyata Namun ada pendapat yang mengatakan
dibolehkan memaparkan ilmu ini guna menjelaskan kejelekannya,
menyatakan kerusakannya, kosongnya dari manfaat, dianalogikan
dengan penjelasan hadits palsu

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


67

Pembawa Bendera FILSAFAT “ISLAM”

Oleh Ustadz Armen Halim Naro

rahimahullah

Jelaslah sudah bahwa filsafat adalah induk kebodohan, sumber


kebingungan dan kesesatan, penghalalan terhadap semua yang
diharomkan, pembuat penyelewengan dan kezindikan

Adapun manthiq adalah pintu menuju filsafat Pintu kejahatan


adalah kejahatan Filsafat dan manthiq telah mencemari agama
yang yang bersih dan lurus ini Merupakan sebuah kebodohan jika
kita menjerumuskan diri kita dan kaum muslimin ke lembah
kesesatan dengan mengadopsi virus filsafat Apalagi jika hal ini
dilakukan oleh sebuah lembaga pendidikan yang berlabelkan
Islam Masyarakat awam yang haus bimbingan akan menerima
dan membenarkan kesesatan ini karena disampaikan oleh orang
yang “berpendidikan islami”

Ironis memang, tapi demikianlah kenyataannya Jika kita


menghendaki masyarakat kita selamat dari racun filsafat maka
pihak yang bersangkutan harus segera mengambil sikap yang
nyata

Berikut ini kami sampaikan beberapa filosof yang dinisbatkan


kepada Islam Waspadailah (red )

Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi[1]

Nisbat kepada kabilah Kindah salah satu kabilah di Jazirah Arab la


dilahirkan di Kufah tahun 185 H di saat kebanyakan dari individu
kabilah ini berpindah pada waktu yang sudah cukup lama ke Iraq
dan bertempat tinggal di sana [2] Ayahnya Ishaq bin ash-
Shobah[3], menjadi gubernur di Kufah pada masa pemerintahan
Mahdi, Hadi, dan Rosyid

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


68

Al-Kindi lebih dikenal dengan sebutan “Filosof Arab” lantaran


kabilahnya dari bangsa Arab Dia mengambil ilmu di Bashroh dan
Kufah, ahli sejarah tidak menyebutkan siapa saja gurunya Dia
meninggal ta-hun 260 H dan dikatakan 258 H

Dia banyak sekali meninggalkan karangan tentang filsafat,


dihitung oleh pengarang al-Fahrosat sampai delapan halaman!
Dan Muhammad Luthfi menyebut di antaranya sebanyak 231
kitab[4] Sebenarnya al-Kindi besar oleh pengajaran filsafat
Dialah filosof pertama yang dinisbatkan kepada Islam Dia telah
mencapai dalam pengetahuannya tentang filsafat kepada suatu
tingkat yang paling tinggi, hingga dia memperoleh kedudukan di
sisi dua khalifah Abbasiyyah yaitu al-Makmun dan al-Mu’tashim
Al-Makmun termasuk orang yang memberi dorongan kepadanya
dan orang-orang yang semisalnya untuk menerjemahkan
karangan Aristoteles dan yang lainnya dari para filosof Yunani Dia
sangat menguasai bahasa Siryani dan Yunani [5]

Untuk menjalankan tugas ini dia memperkerjakan orang-orang


yang kebanyakan mereka dari orang-orang Nasrani dari
penerjemah yang membantunya Dia juga yang mengawasi
mereka, dan ti-dak jarang menyunting (editing), mentash’hih hasil
terjemahan pada sebagian kata-kata yang menjadi penghalang
dalam jalannya penerjemahan [6]

Kedudukan penting yang diperoleh al-Kindi dalam bidang filsafat


di bawah naungan negara tersebut tidak lain lantaran sangat
besar perhatiannya terhadap peninggalan Yunani dan
pengagungan terhadapnya, dan dia mempunyai perhatian khusus
terhadap Aristoteles beserta peninggalannya baik dalam perihal
penerjemahan, penyusunan, dan pengaturan, hingga dalam
menghitung jumlah kitab-kitabnya

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


69

Penghormatannya kepada para filosof Islam telah sampai pada


tingkatan keyakinannya bahwa kakeknya yang teratas mempunyai
hubungan dengan bangsa Ighriq secara nasab Berkata Diburt:
“Dan dari sini al-Kindi telah berhasil mengangkat kebudayaan
Persia dan hikmah Yunani lebih tinggi dari agama Arab dan
keutamaannya Bahkan dia berpendapat -tentu mengikut
pendapat yang lain- bahwa Qahthan silsilah yang teringgi bagi
Arab selatan saudara Yunani yang turun besama keturunan
Ighriq ”‘[7]

Kesimpulan Bahwasanya laki-laki ini seorang filosof dengan


semua arti yang dimaksud, semua karangannya tidak keluar dari
permasalahan filsafat, falak, nujum, musik, hisab, geometrika, dan
dia sangat mengagumi para filosof; hingga mereka berkata:
“Sesungguhnya perumpamaan yang agung menurut al-Kindi
adalah Socrates Syahid berhala di Athena, dan dia telah
mengarang kitab yang sangat banyak sekali seputar Socrates,
buku-buku dan pendapat-pendapatnya, dan dia berusaha untuk
meleburkan antara Socrates dengan Aristoteles dengan metode
madzhab Neo-Platoisme ”[8]

Adapun tentang kepandaiannya dalam ilmu syar’i, maka kitab-


kitabnya tidak banyak bercerita ke-pada kita tentang hal itu, dan
para penulis biografinya tidak pula pernah menetapkan hal ini
sedikitpun Sedangkan mengenai sejauh mana pengamalan
agamanya dan iltizamnya dengan ajaran-ajaran Is-lam, maka kita
biarkan cerita ini kepada pakar sejarah Ahlus Sunnah, al-Hafidh
adz-Dzahabi rahimahullah dalam perkataan beliau: “Dia adalah
pimpinan para hukama pemula dan manthiq Yunani, ilmu bentuk
dan nujum, kedokteran, dan yang lainnya Tidak ada yang dapat
menyamainya dalam ilmu yang telah lama ditinggalkan ini Dia
mempunyai keahlian yang mendalam dalam ilmu geometrika dan
musik … dan dia tertuduh dalam agamanya, bakhil, tidak
mempunyai muru’ah (wibawa) …

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


70

Hendak menandingi al-Qur’an setelah beberapa hari, akhirnya dia


mengakui bahwa dia tidak sanggup menyainginya![9]

Inilah dia al-Kindi yang diagung-agungkan oleh para rasionalis


seakan-akan dia adalah seorang imam dari imam kaum muslimin,
kiranya dia tidak lain hanyalah sebagai pewaris ilmu Per-sia dan
Yunani, dan dialah orang yang pertama kali mengambil madzhab
Masysya’un10] dalam Islam, dan dialah yang merintis usaha
peleburan yang terkenal setelahnya [11]

Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Thorkhon al-


Farobi[12]

Nisbat ke persimpangan Farob, suatu daerah di Turki di Khurasan


(Turkistan) Dia dilahirkan di kampung Wasij tahun 259 H atau 260
H [13]

AI-Farobi tiba di Baghdad dalam usia muda be-liau dan dia


mengambil ilmu di sana, kemudian dia menuju Halab tahun 330 H
yang mana dia tinggal di bawah asuhan Hamdaniyyin dari sekte
Syi’ah, dan dia memperoleh kemuliaan dari Saifud Daulah al-
Hamdani Kemudian dia berangkat ke Mesir, kemudian Damaskus,
dan meninggal di sana 339 H, dia berumur delapan puluh tahun

Adapun perkembangan dan pengetahuannya, dia telah berjibaku


diBaghdad mempelajari manthiq, filsafat, musik, dan matematika
Dia lama berguru ke-pada Matta bin Yunus[14], filosof Nasrani
yang terke-nal; dia mengambil darinya filsafat, manthiq Dan para
ahli sejarah sepakat bahwa dia juga mempunyai guru satu lagi
bernama Yuhanna bin Milan, dia juga filosof Nasrani, dan
dikatakan bahwa al-Farobi menguasai tujuh puluh bahasa [15]

Dari keahliannya memainkan musik, gitar, dan seruling, suatu hari


dia masuk ke majelis Saifud Daulah dan dia berdebat dengan para
ulama pada beberapa bidang ilmu, kemudian dia mengeluarkan
seruling dan dia memainkannya sehingga gembira dan tertawalah

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


71

orang-orang yang hadir; kemudian dia mengubah nada seruling,


maka tidurlah semua yang ada di sana termasuk para penjaga,
kemudian dia berdiri dan berlalu![16]

Ketika dia telah sampai beberapa jenjang, mulailah dia


memfokuskan diri kepada karangan Aritoteles, dan memberikan
perhatian kepadanya yang belum pernah ada seperti dia
sebelumnya, oleh sebab itu dikenallah dia oleh penduduk timur
sebagai “Guru Kedua” dalam pengertian bahwa Aristoteles ialah
“Guru Pertama” dan di antara bukti perhatiannya kepada
peninggalan Aristoteles bahwa dia pernah membaca kitab
Thabi’ah empat puluh kali, dan kitab an-Nafsu dua ratus
kali [17]“Jasanya” terhadap filsafat Aristoteles sangatlah besar,
dimulai dari menulis dan menentukan buku-buku Aristoteles serta
meringkasnya dari yang lainnya sebelum menerjemahkan dan
mensyarahkannya, dan orang-orang setelahnya mengikuti metode
dan kiatnya, hingga buku-buku Aristoteles tidaklah diterjemahkan
ke dalam bahasa-bahasa Eropa lama dan baru kecuali sesuai
dengan metode penulisan yang dipilih oleh al-Farobi [18]

Ditanyakan kepadanya: “Apakah engkau lebih mengetahui atau


Aritoteles?” Dia menjawab: “Jika aku bertemu dengannya niscaya
aku adalah murid terbesarnya ”[19] Dari ucapannya terkungkap
bahwa dia begitu mengkultuskan Aristoteles secara berlebihan,
dia berkata: “Kalaulah bukan karena dua filosof yaitu Plato dan
Aristoteles serta orang-orang yang me-ngikuti jejak mereka,
niscaya Alloh tidak akan menyelamatkan orang-orang yang
berakal … dan niscaya orang tinggal dalam kebingungan dan
keraguan ”[20]

Karangan al-Farobi sangat banyak dan sangat berbahaya Tentang


banyaknya, Muhammad Luthfi menghitungnya berjumlah 102
kitab, dan disebutkan oleh pentahqiq kitabnya Fushushul Hukam
jumlahnya sebanyak 129 kitab

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


72

Dari sisi bahayanya, ialah bahwa semua karangannya menyimpan


semua bahaya yang dibawa oleh buku-buku filsafat ketuhanan,
dan dia mengalahkan mereka dengan keluasan telaahnya dan
kefanatikannya kepada filsafat hingga dia mencoba untuk
mengkombinasikan antara agama dan filsafat dengan sebuah
metode yang khas yang dia bangun di atas penggabungan filsafat
dengan berbagai macam bentuk pendapat mereka, sehingga jika
telah menyatu dia melangkah kepada langkah berikutnya yaitu
kombinasi antar syari’at dan filsafat; maka dia mengarang
beberapa kitab di antaranya: at–Tawassuth baina Aristhu wa
Jalianius, al-Jam’u baina Ra’yil Hakimain Aflathun wa Aristhu,
Ittifaq baina Ara ‘i Abqrot wa Aflathun

Berkata adz-Dzahabi rahimahullah: “Dia mempunyai karangan-


karangan yang masyhur, barangsiapa mencari kebenaran
dengannya niscaya akan sesat dan bingung ”[21]

Maksudnya, bahwasanya laki-laki ini (al-Farobi) telah


meninggalkan bagi umat pengaruh filsafat sebagai penanam
saham besar dalam menambah wabah yang ditimpakan kepada
umat ini akibat menyibukkan diri dengan peninggalan asing yang
telah lama ditinggalkan oleh pemiliknya, dan dia tidak dikenal
mempunyai murid selain dari orang-orang Nasrani [22]

Kenyataan ini menggambarkan kepada kita suatu hal yang sangat


mengkhawatirkan, seorang muslim menjadi murid dari orang-
orang Nasrani,dan tidak ada yang berguru kepadanya kecuali
orang-orang Nasrani; mungkin saja percampuran yang meragukan
ini dengan mereka di samping karangan-karangannya itulah yang
membuat dia tertuduh seba-gai orang zindik[23] sehingga Te bor
berkata: “Adapun para ulama Islam yang hakiki telah menuduhnya
zin-dik, maka terkenallah dia dengan tuduhan tersebut, dan
pendapat mereka ini jelas mempunyai sandaran yang kuat [24]

Abu Ali al-Husain bin Abdulloh bin Hasan bin Ali bin Sina[25]

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


73

Digelari “Syaikhar-Ra’is” (GuruKetua), tabib yang masyhur pada


zamannya, filosof dan ahli manthiq la dilahirkan di Ansyinah -kota
kecil dekat Bukhoro-tahun 370 H Aslinya orang Persia, dibesarkan
di negeri belakang sungai (yaitu daerah Khurosan,pen ), ayahnya
berasal dari suku Balakh, sang ayah lebih senang tinggal di
Bukhoro pada masa pemerintahan Nuh bin Manshur tempat dia
bekerja sebagai pegawai kerajaan la meninggal tahun 428 H

Mengenai pertumbuhan dan perkembangan wawasannya,


keluarganya mengambil kebiasaan dan gaya hidup Persia yang
sangat kokoh, dan sepakat semua sumber bahwa ayah dan
saudaranya merupakan para juru dakwah Isma’iliyyah Bathiniyyah
(salah satu sekte Syi’ah yang sangat berbahaya,pen ) Maka
tumbuhlah Ibnu Sina di atas filsafat kebatinan, dan dia tidak
memperoleh ilmu syar’i kecuali apa yang dia peroleh dari ayahnya
yang menganut sekte Bathiniyyah, dan juga dia mengambil
sebagian ilmu dengan Abu Bakr al-Khawarizmi, kemudian dia ber-
nulazamah dengan salah satu guru Nasrani yaitu Isa bin Yahya,
kemudian dia belajar ilmu kedokteran dan beberapa ilmu
filsafat [26] Sedangkan kebanyakan imunya dia ambil dari
menelaah buku secara otodidak

Ketika dia berumur tujuh belas tahun dengan izin Alloh ‘Azza wa
Jalla dia berhasil mengobati Amir Nuh bin Manshur yang tertimpa
penyakit sangat parah yang tidak bisa diobati oleh para tabib
Maka Nuh merasa gembira dengannya dan dia dekatkan Setelah
kejadian yang mengangkat namanya di sisi gubernur, dia meminta
izin agar diperbolehkan masuk di perpustakaan pribadinya, dia
berkata: “Kemudian aku masuk, kiranya aku temukan buku-buku
yang tidak terbilang banyaknya dari segala bidang, maka aku
memperoleh banyak faedah … Ketika umurku telah mencapai
delapan belas tahun aku telah menyelesaikan semua ilmu yang
ada di dalamnya ”[27] Artinya, dia memfokuskan diri setahun
penuh untuk menelaah hingga dia menguasainya atau menghafal
dari ilmu-ilmu akal yang membuatnya duduk teratas di antara

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


74

pewaris Aristoteles dalam filsafat Dan Ibnu Sina tetap berpegang


dengan filsafat Aristotelesnya sampai akhir kehidupannya [28]

Di antara perhatiannya terhadap buku-buku iristoteles, dia pernah


berkata: “Suatu hari aku membaca kitab Ma Ba’da Thobi’ah maka
saya tidak dapat memahaminya, maka aku ulang sebanyak empat
puluh kali, sampai aku hafal akan tetapi tetap saja aku tidak
paham, sehingga membuatku putus asa Kemudian jatuh ke
tanganku satu jilid karangan Abu Nashr al-Farobi menerangkan
kuci-kunci kitab sehingga aku dapat memahami maknanya yang
membuat aku bahagia sekali, karenanya aku bersedekah harta
yang sangat banyak [29]

Oleh sebab itu, berkata adz-Dzahabi rahimahullah tentang


karangan-karangan al-Ghozali: “Barangsiapa yang mencari
petunjuk dengannya akan sesat dan bingung ” Kemudian beliau
menambahkan: “… dan darinya lahirlah Ibnu Sina ”[30]

Adapun karangannya sangatlah banyak, dan kitabnya as-Syifa’


bahkan dicantumkan oleh buku ensiklopedi dunia [31]

Abul Walid Muhammad bin Ahmad Ibnu Rusyd

Dikenal dengan al-Hafid untuk membedakannya dengan Ibnu


Rusyd kakeknya[32], filosof pada zamannya, pemilik peninggalan
filsafat yang sangat luas di Barat,dilahirkan di Cordova Andalus
tahun 520 H, setelah meninggal kakeknya sebulan, Ibnu Rusyd
hidup yang dapat membuat perdebatan; ia mening-gal 595 H,
umurnya 75 tahun

Pertumbuhannya Ibnu Rusyd -berbeda de-ngan tokoh-tokoh yang


sebelumnya- berada di rumah ahli fiqih dan para qodli, yang mana
ayah-ayahnya dari pemimpin madzhab Maliki; dia, ayahnya,dan
kakeknya adalah qodli Cordova, dan kelihatan bahwa belajarnya
semenjak kecil terbatas pada ilmu syari’at, Arab, dan kedokteran,
hanya menyebarnya buku-buku filsafat yang telah diterjemahkan

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


75

di An-dalus penyebab langsung dari berkiblatnya Ibnu Rusyd


kepada filsafat dan kepada penguasaan ter-hadap ilmu tersebut
Berkata adz-Dzahabi rahimahullah:”Dia mengambil dari Abu
Marwan bin Masarroh dan yang lainnya sehingga menjadi ahli
dalam fiqih, dia juga mengambil ilmu kedokteran dari Abu
Marwan bin Khozbul, kemudian dia memfokuskan diri pada ilmu
orang-orang terdahulu dan mendalami bala’ filsafat sehingga dia
menjadi percontohan dalam ilmu terse-but [33]

Adapun karangan Ibnu Rusyd telah disebutkan oleh pentahqiq


kitab al-Hidayah fi Takhriji Ahaditsil Bidayah sebanyak 92 kitab
Dari jumlah ini bagian ilmu syari’at tidak mencapai jumlahnya jika
dihitung de-ngan jari tangan sebelah, selain itu semuanya tentang
filsafat dan ilmu-ilmu yang berhubungan dengannya

Perhatiannya kepada Aristoteles Yang membuat berbeda Ibnu


Rusyd dengan para filosof lainnya adalah jasanya dalam
mensyarah filsafat Aristoteles, syarah yang menjadikannya berada
di peringkat para filosof besar terdahulu Merupakan kebenaran
pahit yang harus disebutkan, para filosof yang menisbatkan diri
mereka kepada Islam pada kenyataannya sangat mengkultuskan
para filosof Yunani dan mengangkat mereka pada derajat yang
tertinggi Para filosof Yunani menjadi panduan dan imam mereka
untuk setiap urusan, hingga berkata Muhammad Luthfi –salah
seorang filosof modern yang mempunyai perhatian khusus
terhadap Ibnu Rusyd dan filsafat-nya-: “Sedangkan penghormatan
Ibnu Rusyd terha-dap Aristoteles tidak mempunyai batas, hampir
saja dia menganggapnya tuhan, dan dia telah meletakkan
untuknya sifat-sifat yang berada di atas kesempurnaan manusia
baik dalam segi akal dan kemuliaan Jika seandainya Ibnu Rusyd
mengatakan tuhan itu banyak, niscaya dia akan menjadikan
Aristoteles adalah tuhan dituhan ”[34]

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


76

Berkata Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam menyifati Ibnu Rusyd:


“Dia orang yang sangat fanatik kepada perkataan masysya^un
Aristoteles dan para pengikutnya, dan dari orang yang paling
banyak perhatian kepadanya, dan kesepakatan dengannya, dan
menerangkan apa yang telah diselisihi oleh Ibnu Sina dan yang
semisalnya ”[35]

Kedudukannya di mata filosof Barat Barat mempunyai perhatian


terhadap Ibnu Rusyd dan filsafatnya sebagai hasil dari
perhatiannya kepada Aristoteles dan kelebihannya dalam
mensyarah dan merinci maksud-maksud filsafatnya, dan
disifatilah dia termasuk dari “orang bijaksana” yang besar pada
abad pertengahan secara umum, dialah pendiri madzhab
pemikiran yang beraliran bebas Dia menempati kedudukan tinggi
di mata orang-orang Eropa hingga mereka menjadikan dia sejajar
dengan para filosof mereka yang menentang aqidah-aqidah
agama[36]; salah seorang penulis Inggris menulis tentangnya:
“Ibnu Rusyd merupakan pemikir Islam yang sangat masyhur,
karena dia pemikir terbesar yang memberi pengaruh sangat jauh
dalam pemikiran orang-orang Eropa Metodenya dalam dalam
mensyarah Aristo-teles menjadi teladan pada abad-abad
pertengahan, dan kelihatan jasanya ketika dia mensyarah
madzhab Siyanitzam (ketuhanan alam) yang mendukung tentang
abadinya alam materi … maka sejarah telah menetapkan bahwa
Ibnu Rusyd adalah filosof yang paling sedikit terpengaruh dengan
tasawuf, dan orang yang sangat kuat mendukung akal Dia sering
menentang sudut pandang syari’at pada setiap pendapat yang
sangat mendasar, maka dia mengingkari tentang dibangkitkannya
kembali jasad, dan dia mengatakan pendapat jasad akan
dibangkitkan kembali merupakan khurofat belaka, sikapnya dalam
hal ini sama dengan orang-orang sebelumnya dari
mu’aththilah [37]

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


77

Muhammad Luthfi menilai sikap Ibnu Rusyd tentang aqidah


agama, dalam perkataannya: “Dan Ibnu Rusyd telah keluar dari
aqidah agama karena tiga alasan Pertama: Perkataannya tentang
azalinya alam dan azalinya ruh yang menggerakkannya Kedua:
Wajib adanya sebab dari terjadinya sesuatu, maka tidak ada
campur tangan Tuhan, dan tidak juga mukjizat nabawiyyah, serta
karomah para wali; karena mempercayainya berarti membatalkan
teori adanya se-bab dan akibat Ketiga: Binasanya sesuatu tidak
akan menjadi hidup kekal kembali (yaitu pengingkarannya akan
hari akhirot,pen )[38]

Maka tidak diragukan lagi keyakinan-keyakinan seperti ini yang


membuatnya kehilangan kepercayaan yang telah dia peroleh dari
masyarakat dan negaranya Maka Gubernur Ya’qub bin Yusuf bin
Abdul Mu’min 595 H mengasingkannya ke Alisanah, kota kecil
yang dipenuhi oleh orang-orang Yahudi, dan telah keluar surat
perintahnya ditempelkan ke seluruh daerah di Andalus di
dalamnya keterangan tentang perihal Ibnu Rusyd dan murid-
muridnya, di antaranya perkataannya: “… Sesungguhnya mereka
sama dengan umat secara dhohir, pakaian dan bahasa; dan
bertentangan dengan mereka secara batin, kesesatan dan
tuduhan mereka Ketika kami mendapatkan mereka bagaikan duri
di pelupuk agama dan titik hitam di lembaran yang mengkilap,
kami buang mereka kare-na Alloh ‘Azza wa Jalla sebagaimana
seseorang membuang biji, dan kami jauhkan mereka sebagaimana
layak dilakukan terhadap orang-orang yang bodoh dan bersalah
… Berhati-hatilah -semoga kalian diberi taufiq oleh Alloh ‘Azza wa
Jalla dari sekelompok kecil ini sebagaimana kalian berhati-hati
dari racun yang mengalir di badan Barangsiapa yang
mendapatkan buku dari buku-buku mereka maka hendaklah
dibakar… semoga Alloh ‘Azza wa Jalla menyucikan tanah kalian
dari orang-orang mulhidin, dan semoga Dia menulis di shohifah
kebaikan kalian karena bantuan kalian terhadap kebenaran dan

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


78

kebersamaan kalian di atasnya, sesungguhnya Dialah Pemberi


nikmat dan yang Maha Mulia [39]

Dan cobaan yang dirasakan oleh Ibnu Rusyd dan murid-muridnya


yang semasa dengannya tidak hanya sebatas itu Pada akhir abad
ke-12 Masehi muncul di persimpangan kota Britania di Perancis
seorang pemikir yang terpengaruh oleh filsafat Ibnu Rusyd,
namanya Amuri al-Binyawi, maka dia dan pengikutnya
‘menyerang” ajaran-ajaran gereja secara terang-terangan,
sehingga terjadilah kerusuhan Mereka dihukum dengan cara
dibakar hidup-hidup Pemimpin mereka berhasil melepaskan diri
Kemudian tahulah orang-orang ge-reja bahwa sebab bala tersebut
adalah filsafat Aristoteles sebagaimana yang telah disyarah Ibnu
Rusyd, maka diadakanlah kongres agama di Paris tahun 1209 M,
keputusannya adalah dilarangnya buku-buku Aristoteles dan
syarah lbnu Rusyd Dan pelarangan ini berlangsung selama tiga
puluh tahun

Sebenarnya metode Ibnu Rusyd berbeda jauh dari dua filosof yang
mendahuluinya yaitu al-Farobi dan Ibnu Sina, ditambah lagi
dengan dikenalnya dia di kalangan Maghrib (Marokko) karena
filsafat di sana tidak begitu dikenal sebagaimana di timur Islam,
bersamaan dengan itu Ibnu Rusyd tidaklah mengemukakan
pemikiran dan pendapatnya secara terang-terangan dan
pemikirannya tidak diketahui kecuali setelah masa yang cukup
panjang, dia berpura-pura di hadapan ahli syari’at dengan
menyibukkan dirinya dengan fiqih dan qodlo Berkata Muhammad
Luthfi: “Ibnu Rusyd telah mengetahui perseteruan antara
madzhabnya dengan aqidah yang tersebar sehingga dia harus
berpura-pura agar tidak dikenal pemikiran-nya Maka dia
berusaha untuk mendapatkan keridloan orang-orang syari’at
dengan sebagian kitab yang ia karang [40]

Di antara kitab-kitab tersebut tanpa diragukan lagi adalah


kitabnyayang masyhur “Bidayatul Mujtahid”

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


79

Mereka berempat: al-Kindi, al-Farobi, Ibnu Sina, dan Ibnu Rusyd;


merekalah quthub pemikiran filsafat di dunia Islam dan
simbolnya, dan kepada merekalah kembali “jasa” penyempurnaan
kombinasi antara filsa-fat dengan Islam Sekali lagi kami berpesan,
berhati-hatilah dari mereka sebagaimana kalian berhati-hati dari
racun yang mengalir di badan Barangsiapa yang mendapatkan
buku dari buku-buku mereka maka hendaknya
dimusnahkan (red)

Dinukilkan dan diringkas dari kitab

Jinayatut Ta’wil ‘alal Aqidah Islamiyyah

oleh DR Ahmad Louh

[1] Lihat biografinya di al-Fahrosat hal 357-365, Siyar A’lamin


Nubala 12/337, Ikhbarul Ulama bi Akhbaril Hukama hal 240-247
Qufthi, Lisanul Mizan 6/305, dan Sarhul Uyun hal 123 Ibnu
Nabatah

[2] Tarikh Falasifatil Islam hal 177

[3] “Maqbul” (peringkat dia dalam periwayatan hadits) dari rowi


Abu Dawud Lihat Siyar 12/337 dan Taqrib no 360

[4] Tarikh Falasifatil Islam hal 12

[5] Tarikh Falasifatil Islam hal 1

[6] Lihat Tarikhul Falasifatil Islamiyyah oleh Kurbin hal 236 cet III
(Beirut, 1983) diterjemahkan oleh Nashir Marwah dkk

[7] Tarikhui Falsafah fil Islam hal 177-178 dan Mas’udi


menisbatkan di Murujuz Zahab 2/243-244 pendapat ini kepada
sebagian ahli sejarah, dan dia menyebutkan bahwa al-Kindi
mengikuti pendapat ini

[8] Tarikh Falasifatil Islam hal 188

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


80

[9] SiyarA’laminNubala 12/337

[10] al-Masvsya’un: Mereka adalah Aristoteles dengan para


pengikutnya, disebut dengan itu karena mereka mendapat
pengajaran filsafat darinya sambil berjalan (Lihat Dar’u Ta’arudhil
Aql wan Naql 6/210,10/93 dan Ikhbarul Ulama bin Ahkamil
Hukama oleh Qufthi hal 14, Tarikhul Falasifatil Islamiyyah oleh
Kurbin hal 2268 dan dia menyebutkan faedah dari penyampaian
dengan lisan menurut mereka

[11] Lihat Tarikhul Falsafah fil Islam hal 176 dan Tarikhul Falsafah
Islamiyyah hal 240

[12] Lihat biografinya di al-Fahrosat hal 367, Wafayatul A ‘yan


5/153-157 dan Siyar 15/416

[13] Lihat Tarikh Falasifatil Islam hal 13, Tarikhul Falsafah fil Islam
hal 169, dan Tarikhul Falsafah Islamiyyah hal 242

[14] Yang berakhir kepemimpinan filosof kepadanya pada zaman


tersebut, dia beragama Nasrani, meninggal di Baghdad tahun 328
H,dan dia dikenal juga dengan: Yunus bin Yunan

[15] Lihat Siyar 15/417

[16] Lihat Wafayatul A’yan 5/1 55-1 56 dan Siyar 15/41 7

[17] Lihat Qishshotul Hadloroh 13/1 04

[18] Lihat Tarikh Falasifatil Islam hal 1 6

[19] Siyar A’lamin Nubala 1 5/418

[20] al-Jam’u bainal Hakimain hal 29-30 (Kairo, 1907)

[21] Siyar A’lamin Nubala 1 5/417

[22] Lihat Tarikhul Falsafah fil Islam hal 226, Tarikh Falasifatil
Islam hal 36, dan Tarikhul Falsafah Islamiyyah hal 25 1

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


81

[23] Lafadh “zindik” bermula dari orang yang mangatakan alam


adalah azali,dan disebut juga orang yang mengikuti sebagian sekte
filsafat dengannya, kemudian berlaku umum pada seseorang yang
sesat, ragu,dan mulhid Lihat Qamus al-Wasith huruf “zai”[J]
(pen )

[24] Tarikhul Falsafah fil Islam hal 226

[25] Lihat biografinya di Wafayatul A’yan 2/157-152, Mizan 1/539,


Siyar 17/531-537

[26] Lihat Tarikhul Falsafah al-lslamiyyah hal 255, dan Tarikh


Falasifatil Islam hal 53

[27] Siyar A’lamin Nubala 17/532

[28] Qishshotul Hadloroh 1 3/208

[29] Siyar A’lamin Nubala 17/532

[30] Siyar A’lamin Nubala 15/417

[31] Tarikh Falasifatil Islam hal 55

[32] Lihat biografinya di Wafayatul A’yan 2/114, SiyarA’lamin


Nubala 12/30-310, Syazarotuz Zahab Ibnul Ammad 4/420

[33] Siyar 12/308; adz-Dzahabi berkata (12/310): “Tidak layak


meriwayatkan (hadits) darinya ”

[34] Tarikh Falasifatil Islam hal 155

[35] Dar‘ u Ta’arudhil Aql wan Naql 6/210

[36] Tarikh Falasifatil Islam hal 112

[37] Tarikh Wajiz lil Fikril Hurr John Robertson hal 112

[38] Tarikh Falasifatil Islam hal 172

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


82

[39] Lihat nash di atas di Tarikh Falasifatil Islam hal 144-145 Ada
sembilan bait syair tentang pujian terhadap tindakan tegas dari
Gubernur Ya’qub yang sengaja penerjemah tinggalkan

[40] Lihat Tarikh Falasifatil Islam hal 222

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


83

Catatan

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


84

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1


85

Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 1

Anda mungkin juga menyukai