Shalawat-Shalawat Bidah

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 141

Shalawat-Shalawat

Bid’ah
Penyusun :

Zainudin

Ukuran Buku :

21.0 cm x 14.8cm (A5) 140 Halaman

Cetakan ke-1

Tahun 1444H/2023M

Diperbolehkan bahkan dianjurkan memperbanyak


sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk
apapun dengan atau tanpa izin penerbit selama
bukan untuk tujuan komersil. Mohon koreksi jika
ditemukan kesalahan dalam karya kami. Koreksi dan
saran atas karya kami dapat dilayangkan ke
[email protected]

Jazaakumullahu khairan
Website :
https://assunahsalafushshalih.wordpress.com/

Youtube Channel (Islam The Religion of Truth)

https://bit.ly/3KzrSc3

https://shorturl.at/gzKX7

https://s.id/1As9b

https://m.youtube.com/c/@IslamTheReligionOfTrut
h

English Website

https://whyislamisthetruereligion.wordpress.com/bl
og/

https://bit.ly/42xRLzD

https://s.id/1DuKm

https://rebrand.ly/utae58z

https://rb.gy/phd7n6
Daftar Isi
Muqadimmah ... Hal. 1

DAFTAR SHOLAWAT BIDAH YANG TIDAK ADA DALIL


TUNTUNAN NABI DAN ZAMAN SAHABAT... Hal. 7

Shalawat-Shalawat Bid’ah... Hal. 9

Shalawat-Shalawat Bid’ah Buatan Kaum Sufi... Hal.


18

Ada Apa Di balik Shalawat Al-Fatih? ... Hal. 26

Waspadalah…. Bid’ah Tersebar, Reduplah Sunnah...


Hal. 30

Bagaimana Cara Shalawat yang Sesuai Sunnah?...


Hal. 40

Shalawat Nariyah Dalam Timbangan... Hal. 50

Membaca Shalawat Nariyah, Mendatangkan


Ketenangan ?... Hal. 73

SHALAWAT DIIRINGI Rebana?... Hal. 87

Cara Shalawat yang Benar... Hal. 97

Selawat Jibril... Hal. 101

Hukum Membaca Sholawat Asyghil... Hal. 104

Bid’ah Dalam Perkara Duniawi... Hal. 107


Shalawat Munjiyat... Hal. 109

Bid’ah Maulidan Yasinan Dan Shalawat Burdah... Hal.


113

Bantahan Telak Bagi Pelaku Bid’ah... Hal. 120

Hadits Palsu Membaca 80 Kali Shalawat Ini Di Hari


Jum’at Dapat Menghapus Dosa Selama 80 Tahun
???... Hal. 125
1

bismillāhir-raḥmānir-raḥīm

ِ‫ٱلرحِ ِيم‬
َ ‫ن‬ ِِ ‫ٱلرحْ َٰم‬
َ ‫ٱّلل‬
َِِ ‫ِبس ِِْم‬

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha


Penyayang

*MUQADDIMAH*

ِ‫ت‬ ِ ‫ور أنْفُسِنا ومِ نِْ سيِئا‬ َِِ ِ‫ّلل نحْم ُدهُِ ونسْتعِينُهُِ ونسْتغْف ُِرهُِ ونعُوذُِ ب‬
ِِ ‫اّلل مِ نِْ ش ُُر‬ َِِ ِ ِ‫إنَِ الْح ْمد‬
َُِ ‫ض ِل ِْل فلِ هادِيِ لهُِ وأشْه ُِد أنِْ لِ ِإلهِ ِإ َِل‬
‫ّللا‬ ْ ُ‫ّللا فلِ ُم ِض َِل لهُِ ومنِْ ي‬
َُِ ‫أعْمالِنا منِْ ي ْه ِد ِِه‬
ُِ‫سولُه‬
ُ ‫وحْ د ُِه لِ ش ِريكِ لهُِ وِ أشْه ُِد أنَِ ُمح َمدًا عبْ ُد ُِه ور‬
‫ون‬
ِ ‫س ِل ُم‬ َِ ‫يا أيُّها الَذِينِ آمنُواِْ اتَقُواِْ ّللاِ ح‬
ْ ‫ق تُقا ِت ِِه ولِ ت ُموتُنَِ ِإ ِلَ وأنتُم ُّم‬

‫ث مِ نْهُما‬ َِ ‫ق مِ نْها زوْ جها وب‬ ِ ‫اس اتَقُوِاْ ربَكُ ُِم الَذِي خلقكُم ِمن نَفْسِ واحِ دةِ وخل‬
ُِ َ‫يا أيُّها الن‬
َ ُ
ِ‫ِيرا ونِِساء واتَقواِْ ّللاِ الذِي تساءلُونِ بِ ِِه واأل ْرحامِ إِنَِ ّللاِ كانِ عليْكُ ْمِ رقِيبًا‬
ً ‫ِرجا ِلً كث‬
ْ ُ‫ي‬-- ‫ّللا وقُولُوا قوْ لًِ سدِيدًا‬
ِ‫صلِحِْ لكُ ِْم أعْمالكُ ِْم ويغْف ِِْر لكُ ْم‬ َِ ‫يا أيُّها الَذِينِ آمنُوا اتَقُوا‬
‫ّللا ورسُولهُِ فق ِْد فازِ فوْ زً ا عظِ ي ًما‬ َِ ِْ‫ذُنُوبكُ ِْم ومن يُطِ ع‬

‫ور ُمحْ دثاتُها‬ِِ ‫ وش َِر األ ُ ُم‬,ِ‫ْي ُمح َمد‬ ِ ‫ وخيْرِ الْه ْد‬,‫ّللا‬
ُِ ‫ي ِ هد‬ َِِ ‫اب‬ ِِ ‫ف ِإنَِ خيْرِ الْحدِي‬:‫أ َما بعْ ُِد‬,
ُِ ‫ث كِت‬
َ
ِ‫ وكُ ُِّل ضللةِ فِي الن ِار‬,ِ‫ وكُ َِل بِدْعةِ ضللة‬,ِ‫وكُ َِل ُمحْ دثةِ بِدْعة‬

Sesungguhnya, segala puji bagi-Allah, kami memuji-Nya dan kami-


memohon pertolongan dan ampunan-Nya, Kami berlindung
kepada Allah-dari kejahatan diri-diri kami dan dari kejahatan amal
perbuatan kami *

*Barangsiapa yang Allah berikan-petunjuk, maka tidak ada yang


dapat-menyesatkannya, dan-barangsiapa yang Allah-sesatkan,
maka tidak ada yang-dapat memberikan petunjuk kepadanya *

Aku bersaksi bahwa tidak ada-Tuhan yang berhak-disembah


kecuali Allah Maha Esa Dia dan tidak ada-sekutu bagi-Nya, dan
aku-bersaksi bahwa Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam
adalah hamba dan Rasul-Nya*

Shalawat-Shalawat Bid’ah
2

*Allah berfirman, yang artinya: (Wahai orang-orang yang beriman


kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya! takutlah kalian kepada
Rabb kalian dengan sebenar-benarnya takut, yaitu dengan
mengikuti perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-
Nya dan mensyukuri nikmat-nikmat-Nya Dan berpegang-teguhlah
kalian pada agama kalian sampai maut menjemput ketika kalian
dalam keadaan seperti itu) (QS Al-Imran : 102)

*Dan juga berfirman, yang artinya (Wahai manusia! Bertakwalah


kalian kepada Rabb kalian Karena Dia lah yang telah menciptakan
kalian dari satu jiwa, yaitu bapak kalian, Adam Dan dari Adam Dia
menciptakan istrinya, Hawa, ibu kalian Dan dari keduanya Dia
menyebarkan banyak manusia laki-laki dan wanita ke berbagai
penjuru bumi

Dan bertakwalah kalian kepada Allah, Żat yang nama-Nya kalian


gunakan sebagai sarana untuk meminta sesuatu kepada sesama
kalian Yaitu dengan mengatakan, “Aku memintamu dengan nama
Allah agar kamu sudi melakukan hal ini " Dan takutlah kalian
terhadap memutus tali persaudaraan yang mengikat kalian
dengan saudara kalian Sesungguhnya Allah Maha Mengawasi
kalian Maka tidak ada satu pun amal perbuatan kalian yang luput
dari pengawasan-Nya Dia senantiasa menghitungnya dan akan
memberi kalian balasan yang setimpal dengannya) (QS An-Nisa:
1) *

*Dan juga berfirman, yang-artinya (Wahai orang-orang yang


beriman kepada Allah dan melaksanakan syariat-Nya,
bertakwalah kepada Allah dengan mengerjakan segala perintah-
Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta ucapkanlah ucapan
yang benar dan jujur Sesungguhnya jika kalian bertakwa kepada
Allah dan mengucapkan ucapan yang benar, niscaya Allah akan
memperbaiki bagi kalian amal perbuatan kalian dan menerimanya
dari kalian serta menghapus dari kalian dosa-dosa kalian sehingga
Dia tidak menyiksa kalian karena dosa itu

Shalawat-Shalawat Bid’ah
3

Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya maka dia telah


mendapatkan kemenangan yang besar, tidak ada kemenangan
yang setara dengannya, yaitu kemenangan dengan mendapatkan
keridaan Allah dan masuk ke dalam Surga ) (QS Al-Ahzab: 70-71)*

*Amma ba'du,

Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kalamullah,sebaik-baik


petunjuk adalah tuntunan Muhammad, seburuk-buruk perkara
adalah sesuatu yang diada-adakan dalam agama,setiap yang
diada-adakan dalam agama adalah bid'ah,setiap bid'ah adalah
sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka

Allah mengutus beliau dengan membawa hidayah Dan agama


kebenaran, Maka beliau menyampaikan risalah, menunaikan
amanat, menasehati umat, berjihad di jalan Allah dengan jihad
yang sebenarnya, meninggalkan umat di atas jalan putih yang
malamnya seperti siangnya, tidak ada yang menyimpang darinya
kecuali akan binasa

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam Dan shalawat serta
salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para
sahabatnya, serta para pengikutnya hingga akhir zaman

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

‫السلم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬

‫ والصلة والسلم على نبيا المصطفى وعلى آله وصحبه ومن اهتدى‬،‫الحمد هلل وكفى‬
‫بهداه أما بع ِد‬

*Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa


Ta'āla Saudara-saudariku seiman, semoga Allāh senantiasa
memberikan taufik-Nya kepada kita semua *

*Alhamdulillāh, puji syukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla,


senantiasa kita haturkan, senantiasa kita panjatkan dan tidak
bosan-bosannya kita puji Tuhan kita *

Shalawat-Shalawat Bid’ah
4

*Dzat Yang Maha Memberi Rezeki, memberikan kehidupan


kepada kita, dan memberikan (tentunya) berbagai ragam (macam)
karunia, kenikmatan, yang salah satunya adalah kenikmatan
diberikan kita kesempatan dan keistiqamahan belajar agama *

Pada kesempatan ini, kita akan membahas tema yang berkenaan


dengan Shalawat-Shalawat Bid’ah

Semoga Allah ta'ala menjadikan amalan sederhana ini menjadi


amalan yang ikhlas mengharap wajah Allah semata dan menjadi
pemberat timbangan kebaikan di Yaumul Mizan

Inilah, hanya kepada Allah aku memohon agar Dia menjadikan


amalku ini murni mengharap wajah-Nya Yang Mulia, dan agar ia
bermanfaat bagi kaum muslimin, serta menjadi tabungan untuk
hari akhir

Semoga Allah berkenan menjadikan kita termasuk orang-orang


yang membela agama-Nya, Rasul-Nya, serta para shahabat Dan
semoga pula Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang
memberikan nasihat untuk Allah, untuk agama-Nya, untuk Rasul-
Nya, untuk para pemimpin Islam, dan untuk kaum Muslimin
kebanyakan

Sesungguhnya Allah menguasai hal itu Dan akhir seruan kami


ialah bahwa sesungguhnya segala puji kepunyaan Allah, Rabb seru
semesta alam

ِ‫اللَ ُه َِم ص ِِل وس ِل ِْم على ن ِب ِينا ُمح َمدِ وعلى آِِل ِِه وصحْ ِب ِِه أجْم ِعيْن‬

Semoga Allah menerima amalan-amalan kita dan membuat


dakwah tauhid menjadi tegak dan semarak di bumi nusantara
yang kita cintai ini

Shalawat-Shalawat Bid’ah
5

Kita memohon kepada Allah agar menambahkan bagi kita ilmu


yang bermanfaat dan menjadikan buku ini bermanfaat bagi kami
pribadi dan umat secara umum Kritik dan saran sangat kami
harapkan dari semua pihak

_*Ya Allah, saksikanlah bahwa kami telah menjelaskan dalil


kepada umat manusia, mengharapkan manusia mendapatkan-
hidayah, melepaskan tanggung jawab dihadapan Allah Ta’ala,
menyampaikan dan menunaikan kewajiban kami Selanjutnya,
kepadaMu kami berdoa agar menampakkan kebenaran kepada
kami dan memudahkan kami untuk mengikutinya*_

_*Itu saja yang dapat Ana sampaikan Jika benar itu datang dari
Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Kalau ada yang salah itu dari Ana
pribadi, Allah dan RasulNya terbebaskan dari kesalahan itu *_

Hanya kepada Allah saya memohon agar Dia menjadikan tulisan


ini murni mengharap Wajah-Nya Yang Mulia, dan agar ia
bermanfaat bagi kaum muslimin dan menjadi tabungan bagi hari
akhir

Saya memohon kepada AllahTa’ala Agar menjadikan Tulisan ini


amal soleh saat hidup dan juga setelah mati untuk saya, kedua
orangtua, keluarga saya dan semua kaum muslimin dihari di mana
semua amal baik dipaparkan

Sebarkan, Sampaikan, Bagikan ebook ini jika dirasa bermanfaat


kepada orang-orang terdekat Anda/Grup Sosmed, dll, Semoga
Menjadi Pahala, Kebaikan, Amal Shalih Pemberat Timbangan Di
Akhirat Kelak

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala membalas kebaikan Anda Wa


akhiru da’wanā ‘anilhamdulillāhi rabbil ālamīn Wallāhu-a’lam,
Wabillāhittaufiq

Shalawat-Shalawat Bid’ah
6

_*“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya


ada pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya
dan tidak dikurangi sedikitpun juga dari pahala-pahala mereka ”*
(HR Muslim no 2674)_

Kita meminta kepada Allah agar Dia selalu membimbing kita ke


jalan yang diridhai-Nya dan memberikan kita taufiq untuk dapat
menempuhnya, aamin

ِ َ‫ إِن‬،‫ كما صلَيْتِ على إِبِْرا ِهيْمِ وعلى آ ِِل إِبْرا ِهيْم‬،‫اللَ ُه َِم ص ِِل على ُمح َمدِ وعلى آ ِِل ُمح َمد‬
‫ك‬
‫ كما باركْتِ على إِبْرا ِهيْمِ وعلى‬،‫ اللَ ُه َِم ب ِاركِْ على ُمح َمدِ وعلى آ ِِل ُمح َمد‬،‫حمِ يْدِ م ِجيْد‬
‫ إِنَكِ حمِ يْدِ م ِجيْد‬،‫آ ِِل إِبْرا ِهيْم‬

ًِ ‫ان ولِ تجْع ِْل فِي قُلُو ِبنا غ‬


‫ِل ِللَذِينِ آم ُنوا‬ ِ ْ ‫ربَنا ا ْغف ِِْر لنا و ِ ِِل ْخوانِنا الَذِينِ سبقُونا ِب‬
ِِ ‫اِليم‬
ِ‫ربَنا ِإنَكِ رؤُوفِ َرحِ يم‬

ِ‫ربَنا آتِنا فِي ال ُّدنْيا حسنةًِ وفِي اآلخِ ر ِِة حسنةًِ وقِنا عذابِ ال َن ِار‬

Penyusun,

Kota Besi Jum'at , 11 Dzulhijjah 1444H / 27 Juni 2023 M

Zainudin

Shalawat-Shalawat Bid’ah
7

Shalawat-Shalawat Bid’ah

DAFTAR SHOLAWAT BIDAH YANG TIDAK ADA DALIL TUNTUNAN


NABI DAN ZAMAN SAHABAT

1 Sholawat Nariyah

2 Sholawat Badawiyah

3 Sholawat Badar

4 Sholawat Basyarul Khairat 5 Sholawat Syifa (obat)

6 Sholawat Kubro

7 Sholawat Asnawiyah

8 Sholawat Munijat

9 Sholawat Burdatul Bushiri

10 Sholawat Tibbil Qullub

11 Sholawat Rokais

12 Sholawat Kamaliyah

13,Sholawat Nuridzati

14 Sholawat Nurul Anwar

15 Sholawat Quthul Aqthab

16 Sholawat Al-Fatih

17 Sholawat Buriyyah

18 Sholawat Al-In'am

19 Sholawat Fillah

20 Sholawat Sa'adah

Shalawat-Shalawat Bid’ah
8

21 Sholawat Mohon Rozaki Banyak

22 Sholawat Pembuka Pintu Ilmu

23 Sholawat Untuk Menyembuhkan penyakit

Shalawat-Shalawat Bid’ah
9

Shalawat-Shalawat Bid’ah

Penulis: Al-Ustadz Abu Karimah Askari Al-Bugisi

Sudah bukan rahasia lagi kalau di tengah-tengah kaum muslimin,


banyak tersebar berbagai jenis shalawat yang sama sekali tidak
berdasarkan dalil dari sunnah Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam Shalawat-shalawat itu biasanya dibuat oleh pemimpin
tarekat sufi tertentu yang dianggap baik oleh sebagian umat Islam
kemudian disebarkan hingga diamalkan secara turun temurun
Padahal jika shalawat-shalawat semacam itu diperhatikan secara
cermat, akan nampak berbagai penyimpangan berupa kesyirikan,
bid’ah, ghuluw terhadap Rasulullah shallallahu alaihi wasallam,
dan sebagainya

A Shalawat Nariyah

Shalawat jenis ini banyak tersebar dan diamalkan di kalangan


kaum muslimin Bahkan ada yang menuliskan lafadznya di
sebagian dinding masjid Mereka berkeyakinan, siapa yang
membacanya 4444 kali, hajatnya akan terpenuhi atau akan
dihilangkan kesulitan yang dialaminya Berikut nash shalawatnya:

ِْ ‫اللَ ُه َِم ص ِِل صلةًِ كامِلةًِ وس ِل ِْم سل ًما تا ًما علىِ سيِدِنا ُمح َمدِ الَذ‬
ِ‫ِي تُنْح ُِل بِهِ الْعُق ُد‬
‫ِب و ُحسْنُِ الْخواتِي ِِْم ويُسْتسْقى‬ ُِ ‫الرغائ‬
َ ‫ج وتُنا ُِل ِب ِِه‬ ُِ ِ‫ب وتُقْضى ِب ِِه الْحوائ‬
ُِ ‫ج ِب ِِه الْكُر‬
ُِ ‫وتنْف ِر‬
ِ‫جْه ِِه الْك ِري ِْمِ وعلىِ آ ِل ِِه وصحْ ِب ِِه عددِ ك ُِِل معْلُوِْمِ لك‬
ِ ِ ُ ‫و‬‫ب‬ ِ
‫م‬ ‫ا‬‫م‬ ‫غ‬ ْ ‫ل‬‫ا‬

“Ya Allah, berikanlah shalawat yang sempurna dan salam yang


sempurna kepada Baginda kami Muhammad yang dengannya
terlepas dari ikatan (kesusahan) dan dibebaskan dari kesulitan
Dan dengannya pula ditunaikan hajat dan diperoleh segala
keinginan dan kematian yang baik, dan memberi siraman
(kebahagiaan) kepada orang yang sedih dengan wajahnya yang
mulia, dan kepada keluarganya, para shahabatnya, dengan
seluruh ilmu yang engkau miliki ”

Shalawat-Shalawat Bid’ah
10

Ada beberapa hal yang perlu dijadikan catatan kaitannya dengan


shalawat ini:

1- Sesungguhnya aqidah tauhid yang diseru oleh Al Qur’anul


Karim dan yang diajarkan kepada kita dari Rasulullah shallallahu
laiahi wasallam, mengharuskan setiap muslim untuk berkeyakinan
bahwa Allah-lah satu-satunya yang melepaskan ikatan
(kesusahan), membebaskan dari kesulitan, yang menunaikan
hajat, dan memberikan manusia apa yang mereka minta Tidak
diperbolehkan bagi seorang muslim berdo’a kepada selain Allah
untuk menghilangkan kesedihannya atau menyembuhkan
penyakitnya, walaupun yang diminta itu seorang malaikat yang
dekat ataukah nabi yang diutus Telah disebutkan dalam berbagai
ayat dalam Al Qur’an yang menjelaskan haramnya meminta
pertolongan, berdo’a, dan semacamnya dari berbagai jenis ibadah
kepada selain Allah Azza wajalla Firman Allah:

ًِ‫قُ ِِل ا ْدعُوا الَ ِذيْنِ زع ْمتُ ِْم مِنِْ دُوْ نِ ِِه فلِ ي ْم ِلكُوْ نِ كشْفِ الض ُِِّر عنْكُ ِْم ولِ تحْ ِِويْل‬

“Katakanlah: ‘Panggillah mereka yang kamu anggap (sebagai


tuhan) selain Allah Maka mereka tidak akan mempunyai
kekuasaan untuk menghilangkan bahaya darimu dan tidak pula
memindahkannya ” (Al-Isra: 56)

Para ahli tafsir menjelaskan bahwa ayat ini turun berkenaan


dengan segolongan kaum yang berdo’a kepada Al Masih ‘Isa, atau
malaikat, ataukah sosok-sosok yang shalih dari kalangan jin (Lihat
Tafsir Ibnu Katsir 3/47-48)

2- Bagaimana mungkin Rasulullah shallallahu alaihi wasallam rela


dikatakan bahwa dirinya mampu melepaskan ikatan (kesulitan),
menghilangkan kesusahan, dsb, sedangkan Al Qur’an menyuruh
beliau untuk berkata:

ِ‫قُ ِْل لِ أ ِْملِكُِ لِنفْسِي نفْعِا ً ولِ ض ًرا إِ ِلَ ما شاءِ هللاُِ ولوِْ كُنْتُِ أعْل ُِم الْغيْبِ لسْتكْث ْرتُِ مِ نِ الْخي ِْر‬
ِ‫شيْرِ لِقوْ مِ يُؤْ مِ نُوْ ن‬
ِ ‫وما مسَنِيِ السُّوْ ُِء إِنِْ أنا إِ ِلَ ن ِذيْرِ وب‬

Shalawat-Shalawat Bid’ah
11

“Katakanlah: ‘Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi


diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang
dikehendaki Allah Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib,
tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku
tidak akan ditimpa kemudharatan Aku tidak lain hanyalah
pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-
orang yang beriman’ ” (Al-A’raf: 188)

Seorang laki-laki datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam,


lalu mengatakan, “Berdasarkan kehendak Allah dan
kehendakmu” Maka beliau bersabda:

ُِ‫هلل نِدًا؟ قُ ِْل ما شاءِ هللاُِ وحْ ده‬


ِِ ‫ي‬ِْ ِ‫أجعلْتن‬

“Apakah engkau hendak menjadikan bagi Allah sekutu?


Ucapkanlah: Berdasarkan kehendak Allah semata ” (HR An-Nasai
dengan sanad yang hasan)

(Lihat Minhaj Al-Firqatin Najiyah 227-228, Muhammad Jamil Zainu

B Shalawat Al-Fatih (Pembuka)

Lafadznya adalah sebagai berikut:

ِِ ‫ق بِالْح‬
‫ق‬ ِِ ‫اص ِِر الْح‬
ِ ‫ ن‬,ِ‫ق والْخات ِِِم لِما سبق‬ ِ ‫اللَ ُه َِم ص ِِل علىِ سيِدِنا ُمح َمدِ الْفاتِحِِ لِما أ ْغل‬
‫ارهُِ عظِ ي ِْم‬ُ ‫ق قد ِْر ِِه ومِ قْد‬
َِ ‫الْهادِي إِلى ِصراطِ كِ الْمسْت ِقي ِِْم وعلىِ آ ِل ِِه ح‬

“Ya Allah berikanlah shalawat kepada Baginda kami Muhammad


yang membuka apa yang tertutup dan yang menutupi apa-apa
yang terdahulu, penolong kebenaran dengan kebenaran yang
memberi petunjuk ke arah jalan yang lurus Dan kepada
keluarganya, sebenar-benar pengagungan padanya dan
kedudukan yang agung ”

Berkata At-Tijani tentang shalawat ini -dan dia pendusta dengan


perkataannya-:

Shalawat-Shalawat Bid’ah
12

“… Kemudian (Nabi shallallahu alaihi wasallam) memerintah aku


untuk kembali kepada shalawat Al-Fatih ini Maka ketika beliau
memerintahkan aku dengan hal tersebut, akupun bertanya
kepadanya tentang keutamaannya Maka beliau mengabariku
pertama kalinya bahwa satu kali membacanya menyamai
membaca Al Qur’an enam kali Kemudian beliau mengabarkan
kepadaku untuk kedua kalinya bahwa satu kali membacanya
menyamai setiap tasbih yang terdapat di alam ini dari setiap
dzikir, dari setiap do’a yang kecil maupun besar, dan dari Al Qur’an
6 000 kali, karena ini termasuk dzikir ”

Dan ini merupakan kekafiran yang nyata karena mengganggap


perkataan manusia lebih afdhal daripada firman Allah Azza
Wajalla Sungguh merupakan suatu kebodohan apabila seorang
yang berakal apalagi dia seorang muslim berkeyakinan seperti
perkataan ahli bid’ah yang sangat bodoh ini (Minhaj Al-Firqah An-
Najiyah 225 dan Mahabbatur Rasul 285, Abdur Rauf Muhammad
Utsman)

Telah bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

ُ‫خي ُْركُ ِْم منِْ تعلَمِ الْقُ ْرآنِ وعلَم ِه‬

“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al Qur’an dan


mengajarkannya ” (HR Bukhari dan Tirmidzi dari Ali bin Abi
Thalib Dan datang dari hadits’Utsman bin ‘Affan riwayat Ahmad,
Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Dan juga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

ِ ‫ { ألم } ح ْر‬: ‫هللا فلهُِ بِ ِِه حسنةِ وِالْحسن ِةُ بِعش ِِْر أ ْمثالِها لِ أقُوْ ُِل‬
‫ف‬ ِِ ‫ب‬ ِِ ‫منِْ قرأِ ح ْرفًا مِ نِْ كِتا‬،
ِ‫ولكِنِْ ألِفِ ح ْرفِ ولمِ ح ْرفِ ومِ يْمِ ح ْرف‬

“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka


baginya satu kebaikan Dan satu kebaikan menjadi sepuluh kali
semisal (kebaikan) itu Aku tidak mengatakan: alif lam mim itu

Shalawat-Shalawat Bid’ah
13

satu huruf, namun alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim itu
satu huruf ” (HR Tirmidzi dan yang lainnya dari Abdullah bin
Mas’ud dan dishahihkan oleh Al-Albani rahimahullah)

C Shalawat yang disebutkan salah seorang sufi dari Libanon


dalam kitabnya yang membahas tentang keutamaan shalawat,
lafadznya sebagai berikut:

‫اللَ ُه َِم ص ِِل علىِ ُمح َمدِ حتَى تجْعلِ مِ نْهُِ اْألح ِديَةِ الْقيُّوْ مِ ي َِة‬

“Ya Allah berikanlah shalawat kepada Muhammad sehingga


engkau menjadikan darinya keesaan dan qoyyumiyyah (maha
berdiri sendiri dan yang mengurusi makhluknya) ”

Padahal sifat Al-Ahadiyyah dan Al-Qayyumiyyah, keduanya


termasuk sifat-sifat Allah Azza wajalla Maka, bagaimana mungkin
kedua sifat Allah ini diberikan kepada salah seorang dari makhluk-
Nya padahal Allah Ta’ala berfirman:

ْ ‫ليْسِ كمِ ثْ ِل ِِه ش‬


ِ‫يءِ وهُوِ السَمِ يْ ُِع الْبِ ِصي ُْر‬

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Melihat ” (Asy-Syura: 11)

D Shalawat Sa’adah (Kebahagiaan)

Lafadznya sebagai berikut:

‫هللا‬ ِِ ‫هللا صلةًِ دائِمةًِ بِدو‬


ِِ ِِ‫ام ُملْك‬ ِِ ‫اللَ ُه َِم ص ِِل علىِ سيِدِنا ُمح َمدِ عددِ ما فِي ِعلْ ِِم‬

“Ya Allah, berikanlah shalawat kepada baginda kami Muhammad


sejumlah apa yang ada dalam ilmu Allah, shalawat yang kekal
seperti kekalnya kerajaan Allah ”

Berkata An-Nabhani As-Sufi setelah menukilkannya dari Asy-


Syaikh Ahmad Dahlan: “Bahwa pahalanya seperti 600 000 kali
shalat Dan siapa yang rutin membacanya setiap hari Jum’at 1 000

Shalawat-Shalawat Bid’ah
14

kali, maka dia termasuk orang yang berbahagia dunia akhirat ”


(Lihat Mahabbatur Rasul 287-288)

Cukuplah keutamaan palsu yang disebutkannya, yang


menunjukkan kedustaan dan kebatilan shalawat ini

E Shalawat Al-In’am

Lafadznya sebagai berikut:

ِ‫هللا وإِفْضا ِل ِه‬


ِِ ‫ام‬ِِ ‫اللَ ُه َِم ص ِِل وس ِل ِْم وب ِاركِْ علىِ سيِدِنا ُمح َمدِ وعلىِ آ ِل ِِه عددِ إِنْع‬

“Ya Allah berikanlah shalawat, salam dan berkah kepada baginda


kami Muhammad dan kepada keluarganya, sejumlah kenikmatan
Allah dan keutamaan-Nya ”

Berkata An-Nabhani menukil dari Syaikh Ahmad Ash-Shawi:

“Ini adalah shalawat Al-In’am Dan ini termasuk pintu-pintu


kenikmatan dunia dan akhirat, dan pahalanya tidak terhitung ”
(Mahabbatur Rasul 288)

F Shalawat Badar

Lafadz shalawat ini sebagai berikut:

shalatullah salamullah ‘ala thoha rosulillah

shalatullah salamullah ‘ala yaasiin habibillah

tawasalnaa bibismillah wa bil hadi rosulillah

wa kulli majahid fillah

bi ahlil badri ya Allah

Shalawat Allah dan salam-Nya semoga tercurah kepada Thaha


Rasulullah

Shalawat-Shalawat Bid’ah
15

Shalawat Allah dan salam-Nya semoga tercurah kepada Yasin


Habibillah

Kami bertawassul dengan nama Allah dan dengan pemberi


petunjuk, Rasulullah

Dan dengan seluruh orang yang berjihad di jalan Allah, serta


dengan ahli Badr, ya Allah

Dalam ucapan shalawat ini terkandung beberapa hal:

1 Penyebutan Nabi dengan habibillah

2 Bertawassul dengan Nabi

3 Bertawassul dengan para mujahidin dan ahli Badr

Point pertama telah diterangkan kesalahannya secara jelas pada


rubrik Tafsir

Pada point kedua, tidak terdapat satu dalilpun yang shahih yang
membolehkannya Allah Idan Rasul-Nya tidak pernah
mensyariatkan Demikian pula para shahabat (tidak pernah
mengerjakan) Seandainya disyariatkan, tentu Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam telah menerangkannya dan para shahabat
melakukannya Adapun hadits: “Bertawassullah kalian dengan
kedudukanku karena sesungguhnya kedudukan ini besar di
hadapan Allah”, maka hadits ini termasuk hadits maudhu’ (palsu)
sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Taimiyyah dan Asy-Syaikh Al-
Albani

Adapun point ketiga, tentunya lebih tidak boleh lagi karena


bertawassul dengan Nabi shallallhu ‘alaihi wa sallam saja tidak
diperbolehkan Yang dibolehkan adalah bertawassul dengan nama
Allah di mana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِ‫هلل األسْمآ ُِء الْ ُحسْنِ فا ْدعُوْ هُِ بِها‬


ِِ ِ‫و‬

Shalawat-Shalawat Bid’ah
16

“Dan hanya milik Allah-lah asmaul husna, maka bermohonlah


kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu ” (Al-A’raf: 180)

Demikian pula di antara doa Nabi: “Ya Allah, aku mohon kepada-
Mu dengan segala nama yang Engkau miliki yang Engkau namai
diri-Mu dengannya Atau Engkau ajarkan kepada salah seorang
hamba-Mu, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau
simpan di sisi-Mu dalam ilmu yang ghaib ” (HR Ahmad, Abu Ya’la
dan lainnya, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Ash-
Shahihah no 199)

Bertawassul dengan nama Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti ini


merupakan salah satu dari bentuk tawassul yang diperbolehkan
Tawassul lain yang juga diperbolehkan adalah dengan amal shalih
dan dengan doa orang shalih yang masih hidup (yakni meminta
orang shalih agar mendoakannya) Selain itu yang tidak
berdasarkan dalil, termasuk tawassul terlarang

Jenis-jenis shalawat di atas banyak dijumpai di kalangan sufiyah


Bahkan dijadikan sebagai materi yang dilombakan di antara para
tarekat sufi Karena setiap tarekat mengklaim bahwa mereka
memiliki do’a, dzikir, dan shalawat-shalawat yang menurut
mereka mempunyai sekian pahala Atau mempunyai keutamaan
bagi yang membacanya yang akan menjadikan mereka dengan
cepat kepada derajat para wali yang shaleh Atau menyatakan
bahwa termasuk keutamaan wirid ini karena syaikh tarekatnya
telah mengambilnya dari Nabi shallallahu alaihi wasallam secara
langsung dalam keadaan sadar atau mimpi Di mana, katanya,
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah menjanjikan bagi yang
membacanya kedekatan dari beliau, masuk jannah (surga) ,dan
yang lainnya dari sekian propaganda yang tidak bernilai
sedikitpun dalam timbangan syariat Sebab, syariat ini tidaklah
diambil dari mimpi-mimpi Dan karena Rasul tidak
memerintahkan kita dengan perkara-perkara tersebut sewaktu
beliau masih hidup

Shalawat-Shalawat Bid’ah
17

Jika sekiranya ada kebaikan untuk kita, niscaya beliau telah


menganjurkannya kepada kita Apalagi apabila model shalawat
tersebut sangat bertentangan dengan apa yang beliau bawa, yakni
menyimpang dari agama dan sunnahnya Dan yang semakin
menunjukkan kebatilannya, dengan adanya wirid-wirid bid’ah ini
menyebabkan terhalangnya mayoritas kaum muslimin untuk
mendekatkan diri kepada Allah dengan ibadah-ibadah yang justru
disyari’atkan yang telah Allah jadikan sebagai jalan mendekatkan
diri kepada-Nya dan memperoleh keridhaannya

Berapa banyak orang yang berpaling dari Al Qur’an dan


mentadabburinya disebabkan tenggelam dan ‘asyik’ dengan wirid
bid’ah ini? Dan berapa banyak dari mereka yang sudah tidak
peduli lagi untuk menghidupkan sunnah-sunnah Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam karena tergiur dengan pahala ‘instant’
yang berlipat ganda Berapa banyak yang lebih mengutamakan
majelis-majelis dzikir bid’ah semacam buatan Arifin Ilham
daripada halaqah yang di dalamnya membahas Kitabullah dan
Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam? Laa haula walaa
quwwata illaa billah

Shalawat-Shalawat Bid’ah
18

Shalawat-Shalawat Bid’ah Buatan Kaum Sufi

Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu

Kita banyak mendengar lafazh-lafazh bacaan shalawat untuk Nabi


Shallallaahu ‘alaihi wa Salam yang diada-adakan (bid’ah) yang
tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Salam , para sahabat, tabi’in, juga tidak oleh para imam mujtahid
Tetapi semua itu hanyalah buatan sebagian masyayikh (para tuan
guru) di kurun belakangan ini Lafazh-lafazh shalawat itu
kemudian menjadi terkenal dikalangan orang awam dan ahli ilmu,
sehingga mereka membacanya lebih banyak daripada membaca
shalawat tuntunan Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam
Bahkan mungki n mereka malah meninggalkan lafazh shalawat
yang benar, lalu menyebarluaskan lafazh shalawat ajaran para
syaikh mereka

Jika kita renungkan mendalam makna shalawat-shalawat


tersebut, niscaya kita akan menemukan di dalamnya pelanggaran
terhadap petunjuk Rasul, orang yang kita shalawati Di antara
shalawat-shalawat bid’ah tersebut adalah:

Shalawat yang berbunyi:

‫ وعافية األبدان وشفاءها ونور األبصار‬,‫اللهم صل على محمد طب القلوب ودواءها‬


ِ‫وضياءها وعلى آله وسلم‬

"Ya Allah, curahkanlah keberkahan dan keselamatan atas


Muhammad, penawar hati dan obatnya, penyehat badan dan
penyembuhnya, cahaya mata dan sinarnya, juga atas
keluarganya "

Sesungguhnya yang menyembuhkan, menyehatkan badan, hati


dan mata hanyalah Allah semata Dan Rasulullah Shallallaahu

Shalawat-Shalawat Bid’ah
19

‘alaihi wa Salam tidak memiliki manfaat untuk dirinya, juga tidak


untuk orang lain Lafazh shalawat di atas menyelisihi firman Allah,

ُ ِ‫قُ ِْل لِ أ ْملِكُِ لِنفْسِي نفْعِا ً ولِ ض ًرا ِإ ِلَ ما شاء‬


ِ‫هللا‬

"Katakanlah, ‘Aku tidak berkuasa menank kemanfa’atan bagi


diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang
dikehendaki Allah " (AI-A’raaf: 188)

Juga menyelisihi sabda Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam:

ِِ ‫ فقُوْ لُوا عبْ ُِد‬، ِ‫ إِنَما أنا عبْد‬، ِ‫مِريم‬


ُ‫هللا ورسُوْ لُ ِه‬ ِِ ‫ي كما أ ْطر‬
ْ ِ‫ت النَصارى ابْن‬ ِْ ِ‫لِ تُ ْطرُوْ ن‬

"Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku sebagaimana


orang-orang Nasrani berlebih-lebihan dalam memuji Isa bin
Maryam Aku hanyalah seorang hamba Maka katakanlah
Abdullah (hamba Allah) dan RasulNya " (HR Al-Bukhari)

Makna "ithra" yaitu melampaui batas dan berlebih-lebihan dalam


memuji, (ini hukumnya haram)

Penulis pernah membaca kitab tentang keutamaan shalawat,


karya seorang syaikh shufi besar dari Libanon Di dalamnya
terdapat lafazh shalawat berikut:

‫اللَ ُه َِم ص ِِل علىِ ُمح َمدِ حتَى تجْعلِ مِ نْ ِهُ اْألح ِديَةِ الْقيُّوْ مِ ي َِة‬

"Ya Allah limpahkanlah keberkahan untuk Muhammad, sehingga


Engkau menjadikan daripadanya (sifat) keesaan dan (sifat) terus
menerus mengurus (makhluk) "

Sifat Al-Ahadiyyah dan Al-Qayyumiyyah adalah bagian dan sifat-


sifat Allah, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an Kemudian
oleh syaikh tersebut, keduanya dijadikan sebagai sifat Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Salam

Penulis melihat dalam kitab Ad’iyatush Shabaahi wal Masaa’i,


karya seorang syaikh besar dari Suriah Ia mengatakan,

Shalawat-Shalawat Bid’ah
20

‫اللهم صل على محمد الذي خلقت من نوره كل شيء‬

"Ya Allah, limpahkanlah keberkahan untuk Muhammad, yang dari


cahayanya Engkau ciptakan segala sesuatu "

"Segala sesuatu", berarti termasuk di dalamnya Adam, lblis, kera,


babi, lalat, nyamuk dan sebagainya Adakah seorang yang berakal
akan mengatakan bahwa semua itu diciptakan dari cahaya
Muhammad?

Bahkan setan sendiri mengetahui dari apa ia diciptakan, juga


mengetahui dari apa Adam diciptakan, sebagaimana dikisahkan
dalam AI-Qur’an,

ِ ِ‫قالِ أنا خيْرِ مِ نْهُِ خلقْتنِي مِ نِْ نارِ وخلقْتهُِ مِ نِْ ط‬


‫ين‬

"Iblis berkata, ‘Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau cip-


takan aku dari api, sedangkan dia engkau ciptakan dari tanah "
(Shaad: 76)

Ayat di atas mendustakan dan membatalkan ucapan syaikh


tersebut

Termasuk lafazh shalawat bid’ah adalah ucapan mereka,

ِ‫ ضاقت حيلتي فأدركني يا حبيب هللا‬, ‫الصلة والسلم عليك يا رسول هللا‬

"Semoga keberkahan dan keselamatan dilimpahkan untukmu


wahai Rasulullah Telah sempit tipu dayaku maka perkenankanlah
(hajatku) wahai kekasih Allah "

Bagian pertama dari shalawat ini adalah benar, tetapi yang


berbahaya dan merupakan syirik adalah pada bagian kedua Yakni
dari ucapannya:

‫أدركني يا حبيب هللا‬

"Selamatkanlah aku wahai kekasih Allah"

Shalawat-Shalawat Bid’ah
21

Hal ini bertentangan dengan firman Allah,

ُ‫يب الْ ُمضْط َِر ِإذا دعا ِه‬


ُِ ‫أ َمنِْ ي ُِج‬

"Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam


kesulitan apabila ia berdo’a kepadaNya?" (An-Naml: 62)

Dan firman Allah,

ِ‫ّللا بِضُرِ فل كاشِفِ لهُِ إِل هُو‬


َُِ ِ‫وإِنِْ ي ْمسسْك‬

"Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka


tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri " (Al-
An’am: 17)

Sedangkan Rasulullah sendiri, manakala beliau ditimpa suatu


kedukaan atau kesusahan, beliau berdo’a,

ِ‫يا حي يا قيوم برحمتك أستغيث‬

"Wahai Dzat Yang Maha Hidup, yang terus menerus mengurus


(makhlukNya), dengan rahmatMu aku Memohon pertolongan-
Mu " (HR At-Tirmidzi, hadits hasan)

Jika demikian halnya, bagaimana mungkin kita diperbolehkan


mengatakan kepada beliau, "Perkenankanlah hajat kami, dan
tolonglah kami?"

Lafazh ini bertentangan dengan sabda Rasulullah Shallallaahu


‘alaihi wa Salam:

ِ ‫ِإذا سألْتِ فاسْأ ِِل هللاِ و ِإذا اسْتعنْتِ فاسْتعِنِْ ِبا‬


ِ‫هلل‬

"Jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah, dan jika


engkau memohon pertolongan maka mohonlah pertolongan
kepada Allah " (HR At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih)

Shalawat AI-Fatih, lafazhnya:

Shalawat-Shalawat Bid’ah
22

ِِ ‫ق بِالْح‬
‫ق‬ ِِ ‫اص ِِر الْح‬
ِ ‫ ن‬,ِ‫ق والْخات ِِِم لِما سبق‬ ِ ‫ِح لِما أ ْغل‬
ِِ ‫اللَ ُه َِم ص ِِل علىِ سيِدِنا ُمح َمدِ الْفات‬
‫ارهُِ عظِ ي ِْم‬ُ ‫ق قد ِْر ِِه ومِ قْد‬
َِ ‫الْهادِي ِإلى ِصراطِ كِ الْمسْت ِقي ِِْم وعلىِ آ ِل ِِه ح‬

"Ya Allah berikanlah shalawat kepada Baginda kami Muhammad


yang membuka apa yang tertutup dan yang menutupi apa-apa
yang terdahulu, penolong kebenaran dengan kebenaran yang
memberi petunjuk ke arah jalan yang lurus Dan kepada
keluarganya, sebenar-benar pengagungan padanya dan
kedudukan yang agung ”

Orang yang mengucapkan shalawat ini menyangka, bahwa


barangsiapa membacanya maka baginya lebih utama daripada
membaca khatam Al-Qur’an sebanyak enam ribu kali Demikian,
seperti dinukil oleh Syaikh Ahmad Tijani, pemimpin thariqah
Tijaniyah

Sungguh amat bodoh jika terdapat orang yang berakal


mempercayai hal tersebut, apatah lagi jika ia seorang muslim
Sungguh amat tidak mungkin, bahwa membaca shalawat bid’ah
tersebut lebih utama daripada membaca Al-Qur’an sekali, apatah
lagi hingga enam ribu kali Suatu ucapan yang tak mungkin
diucapkan oleh seorang muslim

Adapun menyifati Rasulullah dengan "Sang Pembuka terhadap


apa yang tertutup" secara muthlak, tanpa membatasinya dengan
kehendak Allah, maka adalah suatu kesalahan Karena Rasulullah
Shallallaahu ‘alaihi wa Salam tidak membuka kota Makkah kecuali
dengan kehendak Allah Beliau juga tidak mampu membuka hati
pamannya sehingga beriman kepada Allah, bahkan ia mati dalam
keadaan menyekutukan Allah Bahkan dengan tegas Al-Qur’an
menyeru kepada Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam,

َِ َِ‫إِنَكِ ل ت ْهدِي منِْ أحْ ببْتِ ولكِن‬


‫ّللا ي ْهدِي منِْ يشا ُِء‬

Shalawat-Shalawat Bid’ah
23

"Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada


orang yang kamu kasihi,tetapi Allah memberi petunjuk kepada
orang yang dikehendakiNya, …" (Al-Qashash: 56)

‫إِنَا فتحْ نا لكِ فتْحًا ُمبِينًا‬

"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan


yang nyata " (AI-Fath: 1)

Pengarang kitab Dalaa ‘ilul Khairaat, pada bagian ke tujuh dari


kitabnya mengatakan,

ِ‫ ونفعت التمائم‬,‫اللهم صل على محمد ما سجعت الحمائم‬

"Ya Allah, limpahkanlah keberkahan untuk Muhammad selama


burung-burung merpati berdengkur dan jimat-jimat bermanfaat "

Tamimah yaitu tulang, benang atau lainnya yang dikalungkan di


leher anak-anak atau lainnya untuk menangkal atau menolak ‘ain
(kena mata) Perbuatan tersebut tidak memberi manfaat kepada
orang yang mengalungkannya, juga tidak terhadap orang yang
dikalungi, bahkan ia adalah di antara perbuatan orang-orang
musyrik

Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Salam bersabda:

‫ق تميمة فقد أشرك صحيح رواه أحم ِد‬


ِ ‫ من عل‬: ‫قال‬

"Barangsiapa mengalungkan jimat maka dia telah berbuat syirik"


(HR Ahmad, hadits shahih)

Lafazh bacaan shalawat di atas, dengan demikian, secara jelas


bertentangan dengan kandungan hadits, karena lafazh tersebut
menjadikan syirik dan tamimah sebagai bentuk ibadah untuk
mendekatkan diri kepada Allah

Dalam kitab Dalaa ‘ilul Khairaat, terdapat lafazh bacaan shalawat


sebagai berikut:

Shalawat-Shalawat Bid’ah
24

‫ن‬
ِ ‫ وارحم محمدا حتى ل يبقى م‬,‫اللهم صل على محمد حتى ل يبقى من الصلة شيء‬
‫الرحمة شيء‬

"Ya Allah limpahkanlah keberkahan atas Muhammad, sehingga


tak tersisa lagi sedikit pun dari keberkahan, dan rahmatilah
Muhammad, sehingga tak tersisa sedikit pun dari rahmat "

Lafazh bacaan shalawat di atas, menjadikan keberkahan dan


rahmat, yang keduanya merupakan bagian dari sifat-sifat Allah,
bisa habis dan binasa Allah membantah ucapan mereka dengan
firman-Nya,

‫حْر قبْلِ أنِْ تنْفدِ كلِماتُِ ر ِبي ولوِْ ِجئْنا‬


ُِ ‫ت ر ِبي لن ِِفدِ الْب‬ ُِ ‫قُ ِْل لوِْ كانِ الْب‬
ِِ ‫حْر مِ دادًا لِكلِما‬
‫ِبمِ ثْ ِل ِِه مد ًدِا‬

"Katakanlah, ‘Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk


(menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu
sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami
datangkan tambahan sebanyak itu (pula) " (AI-Kahfi: 109)

Shalawat Basyisyiyah lbnu Basyisy berkata,

‫ وزج بي في األحدية‬,‫ وأغرقني في عين بحر الوحدة‬,‫اللهم انشلني من أوحال التوحيد‬


ِ‫حتى ل أرى ول أسمع ول أحس إل بها‬

"Ya Allah, keluarkanlah aku dari lumpur tauhid Dan


tenggelamkanlah aku dalam mata air lautan keesaan Dan
lemparkanlah aku dalam sifat keesaan sehingga aku tidak melihat,
mendengar atau merasakan kecuali dengannya "

Ini adalah ucapan orang-orang yang menganut paham Wahdatul


Wujud Yaitu suatu paham yang mendakwakan bahwa Tuhan dan
makhIukNya bisa menjadi satu kesatuan

Mereka menyangka bahwa tauhid itu penuh dengan lumpur dan


kotoran, sehingga mereka berdo’a agar dikeluarkan daripadanya
Selanjutnya, agar ditenggelamkan dalam lautan Wahdatul Wujud

Shalawat-Shalawat Bid’ah
25

sehingga bisa melihat Tuhannya dalam segala sesuatu Bahkan


hingga seorang pemimpin mereka berkata,

"Dan tiadalah anjing dan babi itu, melainkan keduanya adalah


tuhan kita Dan tiadalah Allah itu, melainkan pendeta di gereja "

Orang-orang Nasrani menyekutukan Allah (musyrik) ketika


mereka mengatakan bahwa Isa bin Maryam adalah anak Allah
Adapun mereka, menjadikan segenap makhluk secara
keseluruhan sebagai sekutu-sekutu Allah! Mahatinggi Allah dan
apa yang diucapkan oleh orang-orang musyrik

Oleh karena itu, wahai saudaraku sesama muslim, berhati-hatilah


terhadap lafazh-lafazh bacaan shalawat bid’ah, karena akan
menjerumuskanmu dalam perbuatan syirik Berpegangteguhlah
dengan apa yang datang dari Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa
Salam, seorang yang tidak mengatakan sesuatu menurut
kehendak hawa nafsunya Dan janganlah engkau menyelisihi
petunjuknya,

ِ‫لً ليْسِ عليْ ِِه أ ْم ُرنا فهُوِ رد‬


ِ ‫منِْ عمِلِ عم‬

"Barangsiapa melakukan suatu amalan (dalam agama) yang tidak


ada perintah dari kami, maka ia tertolak " (HR Muslim)

[Diambil dari kitab Al Firqatun Najiyah, Edisi Indonesia Jalan


Golongan Yang Selamat, Penulis Syaikh Muhammad bin Jamil
Zainu, Judul asli Shalawat-Shalawat Bid’ah]

Shalawat-Shalawat Bid’ah
26

Ada Apa Di balik Shalawat Al-Fatih?

Shalawat Al-Fatih adalah shalawat yang sangat popular dan dibaca


serta diamalkan oleh banyak kalangan kaum muslimin Bagaimana
awal kemunculan shalawat ini, dan apa saja keutamaan yang
diklaim dikandung oleh shalawat ini? Mari kita simak fatwa yang
disampaikan oleh Syaikh Muhammad Farkus Al-Jaziri sebagai
berikut semoga bermanfaat!

Pertanyaan:

Apa hukum mengamalkan shalawat Fatih yang sering dilakukan


oleh kelompok Thariqah Tijaniyah setiap kali selesai shalat, yang
mana pelaksanaannya sesuai dengan metode kaum sufi?

Jawaban:

Di antara kritikan yang layak untuk diperhatikan dari pengamalan


“Shalawat Al-Fatih Lima Ughliq” yang sering dilakukan oleh
kelompok Tijaniyah adalah apa yang disebutkan di dalam kitab
Jawahirul Ma’ani yang ditulis oleh Ali bin Harazim,

“Sesungguhnya membaca shalawat Fatih sekali saja itu setara


(pahalanya-pent) dengan setiap tasbih yang ada di seluruh dunia
ini, setara dengan setiap dzikir, setiap doa yang besar maupun
yang kecil yang ada di dunia ini Dan shalawat Fatih sekali saja
setara dengan membaca Al-Qur’an sebanyak enam ribu kali ”

Tidak diragukan lagi akan kesesatan ucapan ini, Ia menjadikan


shalawat Fatih lebih utama dari pada dzikir yang diajarkan oleh
Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam Apalagi sampai diklaim lebih
utama dari seluruh dzikir yang ada di jagad raya ini Bahkan
pahala shalawat Fatih ini diklaim mengalahkan pahala membaca
Al-Qur’an Dan telah shahih hadits dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa
sallam beliau bersabda,

Shalawat-Shalawat Bid’ah
27

ِ‫ لهُِ ال ُملْكُِ ولهُِ الح ْم ُد‬،ُ‫ لِ إِلهِ إِ َِل هللاُِ وحْ دهُِ لِ ش ِريكِ له‬:‫خي ُِْر ما قُلْتُِ أنا والنَِبِيُّونِ مِ نِْ قبْلِي‬
ِ‫يءِ قدِير‬ ْ ‫وهُوِ على كُ ِِل ش‬
“Sebaik-baik perkataan yang aku ucapkan dan juga para nabi
sebelum aku adalah: Laa ilaha illallah wahdahu la syarika lahu
lahul mulku walahul hamdu wahuwa ala kulli syai’in qadir ” (HR
Tirmidzi : 3585, dari hadits Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari
kakeknya, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Silsilah
Ahadits Ash-Shahihah : 1503)

Di antara aqidah yang rusak juga adalah ucapan mereka,

“Barangsiapa tidak meyakini bahwa shalawat Al-Fatih ini


merupakan bagian dari Al-Qur’an maka ia tidak akan
mendapatkan pahalanya ”

Disebutkan pula di dalam kitab Ad-Duratul Kharidah Syarah Al-


Yaqutatil Faridah tulisan As-Susi,

“Bahwa shalawat Fatih ini bagian dari kalam Allah kedudukannya


sama seperti hadits Qudsi ” Disebutkan pula, “Bahwa barangsiapa
yang membaca shalawat Fatih ini maka akan diampukan dosa-
dosanya, dan diberikan pahala kepadanya sebanyak enam ribu
dari setiap tasbih, doa dan dzikir yang ada di seluruh jagad raya ”

Disebutkan pula, “Bahwa barangsiapa membaca shalawat Fatih ini


sepuluh kali maka ia diberikan pahala yang lebih banyak dari
pahala yang didapat oleh seorang wali yang arif yang hidup satu
juta tahun lamanya ”

Disebutkan di dalam kitab Jawahirul Ma’ani,

“Sesungguhnya wirid ini disimpan oleh Rasulullah shalallahu


‘alaihi wa sallam khusus untuk aku (Ahmad At-Tijani) dan tidak
diajarkan kepada satupun sahabat beliau Karena beliau (nabi)
tahu bahwa shalawat Fatih ini ditunda waktunya dan saat itu
belum ada orang yang Allah takdirkan untuk menyebarkannya

Shalawat-Shalawat Bid’ah
28

Dan nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang Ahmad At


Tijani untuk mengamalkan asmaul husna namun memerintahkan
dia untuk mengamalkan shalawat Fatih ini ”

Seorang yang berakal akan mengetahui bahwa di dalam ucapan


ini terdapat tuduhan terhadap Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam
bahwa beliau menyembunyikan ilmu serta mengkhianati amanah
Dan itu satu hal yang mustahil terjadi pada diri para nabi dan
rasul Allah ta’ala berfirman,

“Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari


Tuhanmu Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan
itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya ” (QS Al-
Maidah : 67)

Kemudian lagi perintah beliau kepada Ahmad Tijani agar tidak


mengamalkan Asma’ul Husna bertentangan dengan firman Allah
Ta’ala,

“Dan Allah memiliki Asma’ul-husna (nama-nama yang terbaik),


maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebutnya Asma’ul-
husna itu ” (QS Al-A’raf: 180)

Ini adalah sebagian dari kesesatan kelompok Thariqah Tijaniyah


berkenaan dengan keyakikan mereka terhadap shalawat Fatih ini
Belum lagi dzikir-dzikir yang bid’ah serta keyakikan syirik yang
diyakini oleh kelompok ini seperti keimanan mereka terhadap
aqidah Wahdatul Wujud (manunggaling kawula Gusti) Keimanan
mereka terhadap Al-Fana’ yang mereka beri nama Wihdatusy
Syuhud

Pembagian keghaiban menurut mereka menjadi Ghaib Mutlaq


yang hanya diketahui oleh Allah Ta’ala, dan Ghaib Muqayyad yaitu
keghaiban yang tidak bisa diketahui oleh sebagian manusia
namun diketahui oleh para Syaikh yang mukasyafat yang mampu
mengabarkan hal-hal tersembunyi, kabar-kabar ghaib, ilmu

Shalawat-Shalawat Bid’ah
29

tentang akibat dari kebutuhan, dan resiko yang ada di baliknya


berupa kebaikan ataupun keburukan dan lainnya berupa ramalan-
ramalan, Allah ta’ala berfirman,

“Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran ” (QS Al-


Hasyr: 2)

Dan ilmu itu ada di sisi Allah, akhir dari seruan kami adalah segala
puji hanya milik Allah Sang Penguasa alam semesta Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada nabi kita
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, sahabat serta
saudara beliau sampai hari kiamat

Al-Jazair, 02 Shafar 1428 H/ 20 Februari 2007M

Syaikh Muhammad Ali Farkus Al-Jazairi

wallahu a’lam

Disusun oleh :

Ustadz Abul Aswad Al Bayati ‫حفظه هللا‬

Shalawat-Shalawat Bid’ah
30

Waspadalah… Bid’ah Tersebar, Reduplah Sunnah

Tak ada seorang mukmin pun yang tidak mengharapkan


kembalinya kejayaan Islam, sebagaimana Islam dahulu pernah
berada pada masa emas kejayaannya di zaman Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam Akan tetapi cita-cita bukanlah angan-
angan dan mimpi indah di kala terjaga Bagaimana kita bisa
meraih kejayaan Islam seperti dahulu sedangkan saat ini banyak
diantara kaum muslimin sendiri yang meninggalkan ajaran Nabi
shallallahu’alaihi wa sallam dan mengamalkan bid’ah Kebid’ahan
inilah yang menjadi pengeruh sunnah Nabi (syariat Islam) yang
sebenarnya

Dari Hudzaifah bin Al Yaman radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

ِ‫ن الش ِر‬ ِِ ‫ن ا ْلخي ِِْر وكُنْتُِ أسْألُهُِ ع‬


ِِ ‫هللا صلى هللا عليه وسلم ع‬ ِِ ِ‫سول‬ُ ‫اس يسْألُونِ ر‬ ُِ ‫كانِ الن‬
‫ِِ إنا كُنا فِيِ جا ِهلِيةِ وشرِ فجاءنا هللاُِ بِهذا‬ ْ ُ
ِِ ‫ يِا رسُولِ هللا‬:ُِ‫مخافةِ أنِْ يُد ِْركنِي فقلت‬
‫ “نع ِْم” فقُلْتُِ ه ِْل بعْدِ ذلِكِ الش ِِر مِ نِْ خيْر؟ قالِ “نع ِْم‬:ِ‫الْخي ِِْر فه ِْل بعْدِ هذا الْخي ِِْر شر؟ قال‬
: :
‫ وي ْهدُونِ بِغي ِِْر ه ْديِي‬،‫ “قوْ مِ يسْتنُّونِ بِغي ِِْر سُنَتِي‬:ِ‫ وما دخنُهُ؟ قال‬:ُِ‫ن” قُلْت‬
ِ ‫وفِي ِِه دخ‬
‫ “نع ْمِ دُعاةِ على‬:ِ‫ ه ِْل بعْدِ ذلِكِ الْخي ِِْر مِ نِْ شر؟ قال‬:ُِ‫ف مِ نْ ُه ِْم وتُنْك ُِِر” فقُلْت‬
ُِ ‫تع ِْر‬
ِ ِ‫ يا رسُول‬:ُِ‫ب جهنَمِ منِْ أجاب ُه ِْم إليْها قذفُوهُِ فِيها” فقُلْت‬
ِ‫ “نع ْم‬:ِ‫هللاِ ِصفْ ُه ِْم لنا قال‬ ِِ ‫أبْوا‬
ِِ ِ‫ يا رسُول‬:ُِ‫قوْ مِ مِ نِْ ِجلْدتِنا ويتكلَ ُمونِ بِألْسِنتِنا” قُلْت‬:
ِ‫هللا فما ترى إنِْ أدْركنِي ذلِك؟ قال‬
“‫ “فا عْت ِز ِْل‬:ِ‫ فإنِْ ل ِْم تكُنِْ ل ُه ِْم جماعةِ ولِ ِإمام؟ قال‬:ُِ‫سلِمِ ينِ وإمام ُه ِْم” فقُلْت‬
ْ ‫تلْز ُِم جماعةِ الْ ُم‬
ِ‫ وأنْتِ على ذلِك‬، ُ‫ حتىِ يُد ِْرككِ الْموْ ت‬،‫ص ِِل شجرة‬ ِ ‫”تِلْكِ الْفِر‬
ْ ‫ق كُلَها ولوِْ أنِْ تعضَِ على أ‬

Orang-orang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam tentang kebaikan sedangkan aku bertanya tentang
keburukan, karena khawatir hal tersebut akan menimpaku Aku
bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya dulu kami berada
pada masa jahiliyah dan keburukan, lalu Allah mendatangkan
kebaikan ini kepada kami Apakah setelah kebaikan ini ada
keburukan?’ Beliau menjawab, ‘Ya‘ Aku bertanya lagi, ‘Apakah

Shalawat-Shalawat Bid’ah
31

setelah keburukan itu akan datang kebaikan lagi?’ Beliau


menjawab,‘Ya, namun ada kerusakan‘

Aku bertanya lagi, ‘Apa bentuk kerusakan itu?’ Beliau menjawab,


‘Suatu kaum yang berjalan bukan di atas sunnahku dan mengikuti
petunjuk selain petunjukku Engkau mengenali mereka dan
mengingkarinya’ Aku bertanya lagi, ‘Apakah setelah kebaikan itu
ada keburukan?’ Beliau menjawab, ‘Ya, (yaitu) para da’i yang
mengajak kepada pintu neraka jahanam Barangsiapa yang
menerima ajakan mereka, niscaya mereka akan
menjerumuskannya ke dalam neraka’ Aku bertanya lagi, ‘Wahai
Rasulullah, beritahukanlah kepada kami sifat-sifat mereka!’ Beliau
menjawab, ‘Ya Mereka berasal dari kaum kita dan berbicara
dengan bahasa kita‘ Aku bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, apa
yang kau perintahkan jika aku bertemu mereka?’ Beliau
menjawab, ‘Berpegangteguhlah dengan jamaah kaum muslimin
dan imam mereka‘ Aku bertanya lagi, ‘Bagaimana jika kami tidak
mendapati adanya jamaah kaum muslimin dan imam mereka?’
Beliau menjawab,‘Tinggalkanlah semua kelompok-kelompok itu
meskipun dengan menggigit pokok pohon hingga kematian datang
menjemputmu sedang engkau masih dalam keadaan seperti itu‘”
(HR Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


menjelaskan makna kerusakan yang memperkeruh kebaikan,
yaitu ‘suatu kaum yang berjalan bukan di atas sunnahku dan
mengikuti petunjuk selain petunjukku‘ Artinya kaum tersebut
melakukan amalan ibadah yang tidak ada contohnya dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam (baca: bid’ah) Oleh karena itu,
hendaknya kita senantiasa waspada terhadap amalan-amalan
bid’ah yang banyak sekali tersebar saat ini, sebagaimana shahabat
Hudzaifah bin Al Yaman radhiyallahu ‘anhu merasa khawatir akan
terjerumus dalam keburukan tersebut

Shalawat-Shalawat Bid’ah
32

Sesungguhnya syariat Islam ini sudah sempurna, tidak


membutuhkan lagi penambahan maupun pengurangan dalam
urusan ibadah, sebagaimana hal ini ditegaskan Allah dalam
firman-Nya :

ِ ‫الْيوْ مِ أكْملْتُِ لكُ ِْم دِينكُ ِْم وأتْم ْمتُِ عليْكُ ِْم نِعْمتِي ور ِضيتُِ لكُ ُِم‬
ًِ‫اِلسْلمِ دِينا‬

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan


telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam
itu jadi agama bagimu” (QS Al Maidah : 3)

Bahaya Bid’ah

Di antara bahaya bid’ah adalah perbuatan ini akan menghilangkan


sunnah yang semisal Hal ini sebagaimana pernyataan salah
seorang tabi’in, Hasan bin ‘Athiyah,

‫ما ابتدع قوم بدعة في دينهم إل نزع هللا من سنتهم مثلها ول يعيدها إليهم إلى يوم القيامة‬

“Tidaklah suatu kaum melakukan suatu perkara yang diada-


adakan dalam urusan agama mereka (bid’ah) melainkan Allah
akan mencabut suatu sunnah yang semisal dari lingkungan
mereka Allah tidak akan mengembalikan sunnah itu kepada
mereka sampai kiamat” (Lammud Durril Mantsur, hal 21)

Demikianlah gambaran masyarakat kita sekarang yang tidak lagi


mengenal perbedaan sunnah dan bid’ah Ajaran Nabi yang benar,
dianggap sebagai bid’ah atau aliran menyimpang, sedangkan
suatu amalan bid’ah justru dianggap sebagai sunnah Nabi yang
perlu dilestarikan Hal ini sudah jauh hari disinyalir keberadaannya
oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Dari Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

ِِ‫اِلسْلمِ بدأِ غ ِريْبًا وِ سيعُوْ ُِد غ ِريْبًا كما بدأِ فطُوبى ِللْغُرباء‬
ِ ْ َِ‫إِن‬

Shalawat-Shalawat Bid’ah
33

“Sesungguhnya Islam dimulai dengan keterasingan dan akan


kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah orang-
orang yang asing (Al Ghuroba’)” (HR Muslim 2/175-176)

Terdapat beberapa penafsiran ulama mengenai kata al ghuroba’,


namun penafsiran yang marfu’ (berdasarkan riwayat yang sampai
kepada Nabi), adalah:

Orang-orang yang berbuat kebajikan ketika manusia rusak

Orang-orang shalih di antara banyaknya orang-orang buruk Orang


yang menyelisihinya lebih banyak daripada yang mentaatinya

(Mengapa Memilih Manhaj Salaf, hal 70)

Contoh Amalan Bid’ah yang Menghilangkan Amalan Sunnah

Ada banyak amalan bid’ah yang tersebar di masyarakat, akibatnya


amalan sunnah Nabi yang seharusnya dikerjakan justru
ditinggalkan Di antaranya:

ِِ َ‫ اللَ ُه َِم ب ِاركِْ لنا فِيْما رزقْتنا وِ قِنا عذابِ الن‬ketika akan
1 Membaca doa ‫ار‬
makan

Doa ini merupakan bacaan yang sering diajarkan para guru


sekolah, pesantren, maupun TPA ketika membahas tentang adab
makan Padahal hadits yang dijadikan sandaran doa ini adalah
hadits yang lemah sekali Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani
dalam Ad Du’a: 888, Ibnu Sunni: 457, Ibnu Adi 6/2212 dari
beberapa jalan dari Hisyam bin Ammar telah menceritakan
kepadaku Muhammad bin ‘Isa bin Sami’, telah menceritakan
kepadaku Muhammad bin Abi Zu’aiza’ah dari ‘Amr bin Syu’aib dari
bapaknya dari kakeknya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bahwa beliau apabila akan makan makanan berdoa
… (dengan doa di atas)…

Shalawat-Shalawat Bid’ah
34

Sisi cacat hadits ini adalah Hisyam bin Ammar dan Ibnu Sami’
diperbincangkan oleh para ulama, namun yang lebih parah adalah
Ibnu Abi Zu’aiza’ah, dia seorang yang tertuduh berdusta dan
haditsnya sangat munkar Hadits ini dianggap munkar oleh Ibnu
Adi, Adz Dzahabi, dan Ibnu Hajar (Hadits Lemah dan Palsu yang
Populer di Indonesia, hal 220-221 dari Takhrij Al Adzkar hal 424)

Adapun bacaan yang diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam ketika akan makan justru kurang dikenal oleh masyarakat
kita Beliau mengajarkan sebelum makan hendaknya membaca
:‫هللا‬
ِِ ‫ بِس ِِْم‬atau ‫الرحِ ي ِِْم‬
َ ‫ن‬ ِِ ‫الرحْ م‬
َ ‫هللا‬
ِِ ‫ بِس ِِْم‬Dan apabila lupa membacanya,
hendaknya kita membaca : ‫هللا فِي أ َو ِل ِِه وآخِ ِر ِِه‬ ِِ ‫ بِس ِِْم‬atau ُِ‫هللا أ َولهُِ وآخِ ره‬
ِِ ‫بِس ِِْم‬
Hal ini berdasarkan hadits dari Aisyah radhiyallahu ‘anha
bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِِ ِ‫هللا تعالى ف ِإنِْ نسِىِ أنِْ ي ْذكُرِ اسْم‬


ِ‫هللا تعالى فِي أ َو ِل ِِه فلْي ُق ْل‬ ِِ ِ‫إِذا أكلِ أح ُدكُ ِْم فلْي ْذك ُِِر اسْم‬:
ُِ‫هللا أ َولهُِ وآخِ ره‬ ِِ ‫ِبس ِِْم‬

“Apabila salah seorang dari kalian akan makan maka sebutlah


nama Allah Ta’ala Jika lupa menyebutnya di awal makannya,
hendaknya mengucapkan : ‘Dengan menyebut nama Allah di
awalnya dan di akhirnya’” (HR Abu Daud dan Tirmidzi, dan ia
(Tirmidzi) berkata : ‘hadits hasan shahih’)

Begitu juga hal ini disebutkan dalam hadits dari ‘Umar bin Abi
Salamah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

ِ‫س ِِم هللاِ وكُ ِْل بِيمِ يْنِكِ وكُ ِْل مِ َما ي ِليْك‬

“Sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan


makanlah makanan yang dekat denganmu” (Muttafaqun ‘alaihi)

Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa sebelum makan


hendaknya kita menyebut nama Allah yakni dengan membaca ‫بِس ِِْم‬

Shalawat-Shalawat Bid’ah
35

‫ هللا‬Tidaklah mengapa apabila seseorang menambahkan kata


‫الرحِ ي ِِْم‬
َ ‫ن‬ ِِ ‫الرحْ م‬
َ karena Allah menggunakan kedua nama ini untuk
memuji diri-Nya sendiri pada bacaan basmalah, ‫ن‬ ِِ ‫الرحْ م‬
َ ‫هللا‬
ِِ ‫ِبس ِِْم‬
‫الرحِ ي ِِْم‬
َ , dalam Al Qur’an Al Karim Oleh karena itu, tidaklah
mengapa membaca ‫الرحِ ي ِِْم‬ َ ‫ن‬
ِِ ‫الرحْ م‬
َ ‫هللا‬
ِِ ‫ بِس ِِْم‬atau cukup meringkasnya
dengan membaca ‫ ِبس ِِْم هللا‬saja (Syarh Riyadhus Sholihin: Kitab Adab
Ath Tho’am)

2 Mengucap istighfar (“Astaghfirullah“) atau ta’awudz (“A’udzu


billahi minasy syaithanirrajim“) ketika menguap

Tatkala menguap, beberapa orang mengucapkan kalimat istighfar


atau ta’awudz Hal ini merupakan salah satu bentuk dzikir yang
tidak ada tuntunannya dan menyelisihi apa yang dituntunkan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Ketika menguap, hendaknya
kita menahannya dengan sekuat tenaga, boleh jadi menahan
mulut agar tidak terbuka yaitu dengan mengatupkan gigi pada
bibir atau menutup mulut dengan tangan, kain, atau benda
semisalnya (Kitabul Adab, hal 322-323)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ْ ‫ كانِ حقًا على ك ُِِل ُم‬،‫ ف ِإذا عطسِ أح ُدكُ ِْم وحمِ دِ هللا‬،‫ب الْ ُعطاسِ ويكْر ُِه التَثاؤُب‬
‫سل ِِم‬ ُِّ ِ‫ِإنَِ هللاِ يُح‬
ِ‫ ف ِإذا تثاءب‬،‫ان‬ َ
ِ ‫ُب ف ِإنما هُوِ مِ نِ الشَيْط‬
: ُ ُ ُ
ُِ ‫ وأ َما التَثاؤ‬،ُ‫سمِع ِه أنِْ يقوْ لِ ل ِه ي ْرح ُمكِ هللا‬
:
ُِ ‫ ف ِإنَِ أحدكُ ِْم إِذا تثاءبِ ضحِ كِ مِ نْهُِ الشَيْط‬،‫أح ُدكُ ِْم فلْي ُر َدهُِ ما اسْتطاع‬
‫ان‬

“Sesungguhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap


Jika salah seorang di antara kalian bersin lalu mengucapkan
hamdalah (‫ّلل‬
َِِ ِ ‫) الح ْم ُِد‬, maka menjadi kewajiban bagi setiap muslim
yang mendengarnya untuk mengucapkan : ُِ‫( ي ْرح ُمكِ هللا‬Semoga Allah
merahmatimu) Adapun menguap, maka itu datangnya dari setan
Jika salah seorang di antara kalian menguap, hendaknya ia
menahannya sekuat tenaga karena sesungguhnya jika salah
seorang di antara kalian menguap maka setan akan tertawa
karenanya” (HR Bukhari)

Shalawat-Shalawat Bid’ah
36

Sebagian orang berargumen dengan ayat di bawah ini mengenai


alasan mereka berta’awudz ketika menguap Allah Ta’ala
berfirman :

ِِ ِ‫ان ن ْزغِ فاسْتع ِِْذ ب‬


ِ‫اّلل إِنَهُِ سمِ يعِ علِيم‬ ِِ ‫وإِ َما ينْزِغنَكِ مِنِ الشَيْط‬

“Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka


berlindunglah kepada Allah Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui ” (QS Al A’raf : 200)

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menjelaskan bahwasanya godaan setan


tersebut maknanya adalah perintah setan untuk melakukan
kemaksiatan dan meninggalkan kewajiban-kewajiban Oleh
karena itu, jika kita merasa bahwa setan mengajak pada hal
tersebut, hendaknya kita berta’awudz memohon perlidungan
pada Allah (Syarh Riyadhush Sholihin: Kitab As Salam)

3 Membaca surat Yasin (Jawa: Yasinan) pada malam Jum’at

Di sebagian masjid, pada malam Jumat, setelah shalat Maghrib


sering diadakan pembacaan surat Yasin Menurut mereka, hal ini
berdasar hadits :

ُِ‫ي ليْل ِِة الْ ُج ُمع ِِة ؛ غُفِرِ له‬


ِْ ِ‫منِْ قرأِ سُوْ رةِ )يس( ف‬

“Barangsiapa membaca surat Yasin pada malam Jum’at, maka


(dosanya) akan diampuni”

Teks hadits tersebut disebutkan oleh Al Ashfahani dalam At


Targhib wat Tarhib dari jalan Zaid bin Al Harisy, mengabarkan
pada kami Al Aghlab bin Tamim, mengabarkan kepada kami Ayyub
dan Yunus dari Al Hasan dari Abu Hurairah secara marfu’

Syaikh Al Albani menilai hadits ini dho’if jiddan (lemah sekali)


karena ada perawi bernama Al Aghlab bin Tamim yang dinilai oleh
Ibnu Hibban sebagai perawi yang haditsnya munkar serta perawi
bernama Zaid bin Al Harisy yang dinilai oleh Ibnu Hibban sebagai

Shalawat-Shalawat Bid’ah
37

perawi yang seringkali salah (dalam meriwayatkan hadits) (Lihat


Silsilah Al Ahadits Adh Dhoifah 11/191)

Pada hari Jumat (yaitu dimulai ketika matahari sudah


tenggelam/malam Jum’at sampai sebelum matahari tenggelam
keesokan harinya) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam justru
mengajarkan umatnya untuk membaca surat Al Kahfi Sayangnya,
sunnah ini banyak ditinggalkan masyarakat karena kekurang-
tahuan mereka akan ilmu yang benar

Dari Abu Sa’id Al Khudry radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu


‘alaihi wa sallam bersabda,

ِِ ‫منِْ قرأِ سُوْ رةِ الْكهْفِِ يوْ مِ الْ ُج ُمع ِِة أضاءِ لهُِ مِ نِ النُّوْ ِِر ما بيْنِ الْ ُج ُِمعتي‬
‫ْن‬

“Barangsiapa membaca surat Al Kahfi pada hari Ju’mat, akan


diberikan cahaya baginya di antara dua Jum’at” (HR Al Hakim
2/368 dan Al Baihaqi 3/249, dinilai shahih oleh Syaikh Al Albani
dalam Irwa’ul Ghalil no 626)

Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Aku juga menyukai surat Al


Kahfi dibaca pada malam Jum’at” (Shahih Al Adzkar 1/449)

Semua keterangan di atas menunjukkan disunnahkan untuk


membaca surat Al Kahfi pada malam dan hari Jum’at (Doa dan
Wirid, hal 304)

Semoga tulisan yang ringkas ini dapat menjadi pemicu semangat


bagi kaum muslimin untuk lebih mendalami agama Islam dengan
sebenarnya sehingga kita dapat mengenali mana yang haq dan
mana yang bathil Pada akhirnya, kita tidaklah beramal kecuali di
atas dasar ilmu yang benar yaitu yang bersumber dari Al Qur’an

Shalawat-Shalawat Bid’ah
38

dan As Sunnah yang shahih sesuai dengan pemahaman salafush


shalih

Selanjutnya, kita mendakwahkannya kepada orang lain dengan


penuh hikmah dan kesabaran, sehingga lambat laun masyarakat
kita akan kembali menemukan kesejukan sunnah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yang murni dan terwujudlah kejayaan Islam yang
sebenarnya

Sungguh indah perkataan Imam Malik bin Anas rahimahullah yang


selayaknya digoreskan dengan tinta emas:

‫ح آخِ رِ ه ِذ ِِه ْاأل ُ َم ِِة إِ ِلَ ما أصْلحِ أ َولها‬


ُِ ‫ص ِل‬
ْ ُ‫لِ ي‬

“Tidak akan menjadikan baik generasi akhir umat ini kecuali


dengan sesuatu yang telah menjadikan baik generasi awalnya”

‫وهللا ال ُموفِق‬
ُِ

ُِ‫هلل الذي ِبنِعْمتِ ِِه تتِ ُِّم الصَالِحات‬


ِِ ‫والح ْم ُِد‬

Penyusun: Ummu Nabiilah Siwi Nur Danayanti

Muraja’ah: Ust Ammi Nur Baits

Rujukan:

Abu Abdillah Jamal bin Farihan Al Haritsi, Muroja’ah Syaikh Shalih


bin Fauzan Al Fauzan, Lammud Durril Mantsur minal Qoulil
Ma’tsur, Darus Salaf

Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Hadits Lemah dan Palsu
yang Populer di Indonesia, Pustaka Al Furqon, Gresik

Fuad bin Abdul ‘Azis Asy Syalhub, Kitabul Adab, Darul Qosim,
Riyadh

Shalawat-Shalawat Bid’ah
39

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, Syarh Riyadhush


Sholihin, Maktabah Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al
‘Utsaimin, www islamspirit com

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Silsilah Al Ahadits Adh


Dhoifah, Al Jami’ li Muallafat Asy Syaikh Al Albani,
www islamspirit com

Syaikh Salim bin ‘Id Al Hilaly, Mengapa Memilih Manhaj Salaf


(Terj Limadza Ikhtartu li Manhaj Salaf), Pustaka Imam Bukhari,
Solo

Yazid bin Abdul Qodir Jawwaz, Doa dan Wirid Mengobati Guna-
Guna dan Sihir Menurut Al Qur’an dan As Sunnah, Pustaka Imam
Asy Syafi’i, Bogor

Shalawat-Shalawat Bid’ah
40

Bagaimana Cara Shalawat yang Sesuai Sunnah?

SHALAWAT DIIRINGI REBANA?

Pertanyaan

Ana ingin menanyakan masalah amaliyah yang membingungkan,


yaitu masalah shalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam

Apakah shalawat ini banyak macamnya?

Bagaimana cara mengamalkan shalawat yang benar berdasarkan


sunnah Rasulullah? Apakah dilakukan sendiri atau berjama’ah,
dengan suara keras atau sirr (pelan)?

Bolehkah sambil diiringi rebana (alat musik)?

Jawaban

Alhamdulillah, sebelum menjawab pertanyaan saudara Abdullah


S Aga, kami ingin menyampaikan, bahwa amal ibadah akan
diterima oleh Allah jika memenuhi syarat-syarat diterimanya
ibadah Yaitu ibadah itu dilakukan oleh orang yang beriman,
dengan ikhlas dan sesuai Sunnah (ajaran) Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Akan tetapi pada zaman ini, alangkah banyaknya orang yang tidak
memperdulikan syarat-syarat di atas Maka pertanyaan yang
saudara ajukan ini merupakan suatu langkah kepedulian terhadap
Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Semoga Allah
Subhanahu wa Ta’ala selalu memberi taufiq kepada kita di atas
jalan yang lurus

Perlu kami sampaikan, bahwasannya shalawat kepada Nabi


merupakan salah satu bentuk ibadah yang agung

Shalawat-Shalawat Bid’ah
41

Tetapi banyak sekali penyimpangan dan bid’ah yang dilakukan


banyak orang seputar shalawat Nabi Berikut ini jawaban kami
terhadap pertanyaan saudara

1 Shalawat Nabi memang banyak macamnya Namun secara


global dapat dibagi menjadi dua

a Shalawat Yang Disyari’atkan

Yaitu shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi


wa sallam kepada para sahabatnya Bentuk shalawat ini ada
beberapa macam Syaikh Al Albani rahimahullah dalam kitab
Shifat Shalat Nabi menyebutkan ada tujuh bentuk shalawat dari
hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Ustadz
Abdul Hakim bin Amir bin Abdat hafizhahullah di dalam kitab
beliau, Sifat Shalawat & Salam, membawakan delapan riwayat
tentang sifat shalawat Nabi

Di antara bentuk shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah


Shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah :

ِ َ‫اللَ ُه َِم ص ِِل على ُمح َمدِ وعلى آ ِِل ُمح َمدِ كما صلَيْتِ على )إِبْراهِيمِ وعلى( آ ِِل إِبْراهِيمِ إِن‬
‫ك‬
‫ وِ ب ِاركِْ( على ُمح َمدِ وعلى آ ِِل ُمح َمدِ كما باركْتِ على‬:ِ‫حمِ يدِ م ِجيدِ اللَ ُه َِم ب ِاركِْ )فِي ِرواية‬
‫)إِبْراهِيمِ وعلى( آ ِِل إِبْراهِيمِ إِنَكِ حمِ يدِ م ِجيد‬

Ya, Allah Berilah (yakni, tambahkanlah) shalawat (sanjungan)


kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad,
sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim dan
kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji
(lagi) Maha Mulia Ya, Allah Berilah berkah (tambahan kebaikan)
kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad,
sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan
kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji
(lagi) Maha Mulia [HR Bukhari, Muslim, dan lainnya Lihat Shifat
Shalat Nabi, hlm 165-166, karya Al Albani, Maktabah Al Ma’arif]

Shalawat-Shalawat Bid’ah
42

Dan termasuk shalawat yang disyari’atkan, yaitu shalawat yang


biasa diucapkan dan ditulis oleh Salafush Shalih

Syaikh Abdul Muhshin bin Hamd Al ‘Abbad hafizhahullah berkata,


”Salafush Shalih, termasuk para ahli hadits, telah biasa menyebut
shalawat dan salam kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika menyebut (nama) beliau, dengan dua bentuk yang ringkas,
yaitu:

ِ‫( صلَي هللاُِ عليْ ِِه وِ سلَم‬shalallahu ‘alaihi wa sallam) dan

ِ‫‘( عليْ ِِه الصلةُِ والسَل ُم‬alaihish shalaatu was salaam)

Alhamdulillah, kedua bentuk ini memenuhi kitab-kitab hadits


Bahkan mereka menulis wasiat-wasiat di dalam karya-karya
mereka untuk menjaga hal tersebut dengan bentuk yang
sempurna Yaitu menggabungkan antara shalawat dan
permohonan salam atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ” [Fadh-
lush Shalah ‘Alan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, hlm 15, karya
Syaikh Abdul Muhshin bin Hamd Al ‘Abbad]

b Shalawat Yang Tidak Disyari’atkan

Yaitu shalawat yang datang dari hadits-hadits dha’if (lemah),


sangat dha’if, maudhu’ (palsu), atau tidak ada asalnya Demikian
juga shalawat yang dibuat-buat (umumnya oleh Ahli Bid’ah),
kemudian mereka tetapkan dengan nama shalawat ini atau
shalawat itu Shalawat seperti ini banyak sekali jumlahnya,
bahkan sampai ratusan Contohnya, berbagai shalawat yang ada
dalam kitab Dalailul Khairat Wa Syawariqul Anwar Fi Dzikrish
Shalah ‘Ala Nabiyil Mukhtar, karya Al Jazuli (wafat th 854H) Di
antara shalawat bid’ah ini ialah shalawat Basyisyiyah, shalawat
Nariyah, shalawat Fatih, dan lain-lain Termasuk musibah, bahwa
sebagian shalawat bid’ah itu mengandung kesyirikan [1]

2 Cara mengamalkan shalawat yang benar berdasarkan Sunnah


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut:

Shalawat-Shalawat Bid’ah
43

a Shalawat yang dibaca adalah shalawat yang disyari’atkan,


karena shalawat termasuk dzikir, dan dzikir termasuk ibadah
Bukan shalawat bid’ah, karena seluruh bid’ah adalah kesesatan

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,”Dzikir-dzikir


dan do’a-do’a termasuk ibadah-ibadah yang paling utama
Sedangkan ibadah dibangun di atas ittiba’ (mengikuti Sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) Tidak seorangpun
berhak men-sunnah-kan dari dzikir-dzikir dan do’a-do’a yang tidak
disunnahkan (oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam), lalu
menjadikannya sebagai kebiasaan yang rutin, dan orang-orang
selalu melaksanakannya Semacam itu termasuk membuat-buat
perkara baru dalam agama yang tidak diizinkan Allah Berbeda
dengan do’a, yang kadang-kadang seseorang berdo’a dengannya
dan tidak menjadikannya sebagai sunnah (kebiasaan) ” [Dinukil
dari Fiqhul Ad’iyah Wal Adzkar, 2/49, karya Syaikh Abdur Razaq
bin Abdul Muhshin Al Badr]

b Memperbanyak membaca shalawat di setiap waktu dan


tempat, terlebih-lebih pada hari jum’ah, atau pada saat disebut
nama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan lain-lain
tempat yang disebutkan di dalam hadits-hadits yang shahih

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َُِ ‫ي واحِ دةًِ صلَى‬


‫ّللا عليْ ِِه عش ًْرِا‬ َِ ‫منِْ صلَى عل‬

Barangsiapa memohonkan shalawat atasku sekali, Allah


bershalawat atasnya sepuluh kali [HR Muslim, no 408, dari Abu
Hurairah]

c Tidak menentukan jumlah, waktu, tempat, atau cara, yang tidak


ditentukan oleh syari’at

Seperti menentukan waktu sebelum beradzan, saat khathib


Jum’at duduk antara dua khutbah, dan lain-lain

Shalawat-Shalawat Bid’ah
44

d Dilakukan sendiri-sendiri, tidak secara berjama’ah

Karena membaca shalawat termasuk dzikir dan termasuk ibadah,


sehingga harus mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam Dan sepanjang pengetahuan kami, tidak ada dalil yang
membenarkan bershalawat dengan berjama’ah Karena, jika
dilakukan berjama’ah, tentu dibaca dengan keras, dan ini
bertentangan dengan adab dzikir yang diperintahkan Allah, yaitu
dengan pelan

e Dengan suara sirr (pelan), tidak keras

Karena membaca shalawat termasuk dzikir Sedangkan di antara


adab berdzikir, yaitu dengan suara pelan, kecuali ada dalil yang
menunjukkan (harus) diucapkan dengan keras Allah berfirman,

ِ ‫اذكُر َربَكِ فِي نفْسِكِ تض ُّرعًا وخِ فْيةًِ ودُونِ الْجه ِِْر مِ نِ الْقوْ ِِل ِبالْغُد ُِِو واْألصا ِِل ولتكُنِ ِم‬
‫ن‬ ْ ِ‫و‬
ْ
ِ‫الغافِلِين‬

Dan dzikirlah (ingatlah, sebutlah nama) Rabb-mu dalam hatimu


dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak
mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang lalai [Al A’raf/7 : 205]

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,”Oleh karena itulah Allah


berfirman:

ِ‫( ودُونِ الْجه ِِْر مِ نِ الْقوْ ِل‬dan dengan tidak mengeraskan suara),
demikianlah, dzikir itu disukai tidak dengan seruan yang keras
berlebihan ” [Tafsir Ibnu Katsir]

Al Qurthubi rahimahullah berkata,”Ini menunjukkan, bahwa


meninggikan suara dalam berdzikir (adalah) terlarang ” [Tafsir Al
Qurthubi, 7/355]

Shalawat-Shalawat Bid’ah
45

Muhammad Ahmad Lauh berkata,”Di antara sifat-sifat dzikir dan


shalawat yang disyari’atkan, yaitu tidak dengan keras, tidak
mengganggu orang lain, atau mengesankan bahwa (Dzat) yang
dituju oleh orang yang berdzikir dengan dzikirnya (berada di
tempat) jauh, sehingga untuk sampainya membutuhkan dengan
mengeraskan suara ” [Taqdisul Asy-khas Fi Fikrish Shufi, 1/276,
karya Muhammad Ahmad Lauh]

Abu Musa Al Asy’ari berkata

ُ َ ‫ّللا صلَى‬
ِ‫ّللا‬ َِِ ‫ّللا عليْ ِِه وسلَمِ خيْبرِ أوِْ قالِ ل َما تِوجَهِ رسُو ُِل‬ َُِ ‫ّللا صلَى‬َِِ ‫ل َما غزا رسُو ُِل‬
َُِ ‫ّللا أكْب ُِر لِ ِإلهِ ِإ َِل‬
‫ّللا‬ َُِ ‫ّللا أكْب ُِر‬
َُِ ‫ير‬ ِِ ‫اس على وادِ فرف ُعوا أصْوات ُه ِْم ِبالتَ ْك ِب‬ ُِ َ‫عليْ ِِه وسلَمِ أشْرفِ الن‬
ِ‫سكُ ِْم ِإنَكُ ِْم لِ ت ْدعُونِ أص َِم ول‬ ِ ُ ‫ف‬ ْ ‫ن‬ ‫أ‬ ‫ى‬ ‫ل‬‫ع‬ ‫وا‬ ‫ع‬
ُ ْ‫ب‬ ‫ار‬ ‫م‬
ِ َ ‫ل‬‫س‬‫و‬ ِ
‫ه‬ ‫ي‬ ‫ل‬
ِ ْ َُ‫ع‬ ِ
‫ّللا‬ ‫ى‬َ ‫ل‬‫ص‬ ِ‫ّللا‬
ِ َ ‫سو ُِل‬
ُ ‫فقالِ ر‬
‫ّللاِ عليْ ِِه‬
ُ َ ‫ّللا صلى‬ َ ْ
َِِ ‫غائِبًا إِنَكُ ِْم ت ْدعُونِ س ِميعًا ق ِريبًا وهُوِ معكُ ْمِ وأنا خلفِ دابَ ِِة رسُو ِِل‬
ْ ُ
ُِ‫ّللا بْنِ قيْسِ قلت‬ َِِ ‫اّلل فقالِ ِليِ يا عبْد‬ َِِ ِ‫وسلَمِ فسمِعنِي وأنا أقُو ُِل لِ حوْ لِ ولِ قُ َوةِ إِ َِل ب‬
ِ‫وز الجنَ ِِة قلتُِ بلى يا رسُول‬ْ ُ ْ ِِ ُ‫ّللا قالِ ألِ أ ُدلُّكِ على كلِمةِ مِ نِْ كنْزِ مِ نِْ كُن‬ َِِ ِ‫لبَيْكِ يا رسُول‬
ِ َ ِ‫ّللا فداكِ أبِي وأُمِي قالِ لِ حوْ لِ ولِ ق َوةِ إِ َِل ب‬
ِ‫اّلل‬ ُ َِِ

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi atau


menuju Khaibar, orang-orang menaiki lembah, lalu mereka
meninggikan suara dengan takbir: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa
ilaaha illa Allah Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,”Pelanlah, sesungguhnya kamu tidaklah menyeru
kepada yang tuli dan yang tidak ada Sesungguhnya kamu
menyeru (Allah) Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat, dan Dia
bersama kamu (dengan ilmuNya, pendengaranNya,
penglihatanNya, dan pengawasanNya, Pen ) ” Dan saya (Abu
Musa) di belakang hewan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Beliau mendengar aku mengatakan: Laa haula wa laa quwwata illa
billah Kemudian beliau bersabda kepadaku,”Wahai, Abdullah bin
Qais (Abu Musa) ” Aku berkata,”Aku sambut panggilanmu, wahai
Rasulullah ” Beliau bersabda,”Maukah aku tunjukkan kepadamu
terhadap satu kalimat, yang merupakan simpanan di antara
simpanan-simpanan surga?” Aku menjawab,”Tentu, wahai
Rasulullah Bapakku dan ibuku sebagai tebusanmu ”

Shalawat-Shalawat Bid’ah
46

Beliau bersabda,”Laa haula wa laa quwwata illa billah ” [HR


Bukhari, no 4205; Muslim, no 2704]

3 Membaca shalawat tidak boleh sambil diiringi rebana (alat


musik), karena hal ini termasuk bid’ah Perbuatan ini mirip dengan
kebiasaan yang sering dilakukan oleh orang-orang Shufi Mereka
membaca qasidah-qasidah atau sya’ir-sya’ir yang dinyanyikan dan
diringi dengan pukulan stik, rebana, atau semacamnya Mereka
menyebutnya dengan istilah sama’ atau taghbiir

Berikut ini di antara perkataan ulama Ahlus Sunnah yang


mengingkari hal tersebut

Imam Asy Syafi’i berkata,”Di Iraq, aku meninggalkan sesuatu yang


dinamakan taghbiir [2] (Yaitu) perkara baru yang diada-adakan
oleh Zanadiqah (orang-orang zindiq ; menyimpang), mereka
menghalangi manusia dari Al Qur’an ” [3]

Imam Ahmad ditanya tentang taghbiir, beliau menjawab,”Bid’ah ”


[Riwayat Al Khallal Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm
163]

Imam Ath Thurthusi, tokoh ulama Malikiyah dari kota Qurthubah


(wafat 520 H); beliau ditanya tentang sekelompok orang (yaitu
orang-orang Shufi) di suatu tempat yang membaca Al Qur’an, lalu
seseorang di antara mereka menyanyikan sya’ir, kemudian mereka
menari dan bergoyang Mereka memukul rebana dan memainkan
seruling Apakah menghadiri mereka itu halal atau tidak? (Ditanya
seperti itu) beliau menjawab,”Jalan orang-orang Shufi adalah batil
dan sesat Islam itu hanyalah kitab Allah dan Sunnah RasulNya
Adapun menari dan pura-pura menampakkan cinta (kepada
Allah), maka yang pertama kali mengada-adakan adalah kawan-
kawan Samiri (pada zaman Nabi Musa) Yaitu ketika Samiri
membuatkan patung anak sapi yang bisa bersuara untuk mereka,
lalu mereka datang menari di sekitarnya dan berpura-pura
menampakkan cinta (kepada Allah)

Shalawat-Shalawat Bid’ah
47

Tarian itu adalah agama orang-orang kafir dan para penyembah


anak sapi Adapun majelis Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para sahabatnya penuh ketenangan, seolah-olah di atas
kepala mereka dihinggapi burung Maka seharusnya penguasa
dan wakil-wakilnya melarang mereka menghadiri masjid-masjid
dan lainnya (untuk menyanyi dan menari, Pen) Dan bagi seorang
yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tidaklah halal
menghadiri mereka Tidak halal membantu mereka melakukan
kebatilan Demikian ini jalan yang ditempuh (Imam) Malik, Asy
Syafi’i, Abu Hanifah, Ahmad dan lainnya dari kalangan imam-
imam kaum muslimin ” [Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb,
hlm 168-169]

Imam Al Hafizh Ibnu Ash Shalaah, imam terkenal penulis kitab


Muqaddimah ‘Ulumil Hadits (wafat th 643 H); beliau ditanya
tentang orang-orang yang menghalalkan nyanyian dengan rebana
dan seruling, dengan tarian dan tepuk-tangan Dan mereka
menganggapnya sebagai perkara halal dan qurbah (perkara yang
mendekatkan diri kepada Allah), bahkan (katanya sebagai) ibadah
yang paling utama Maka beliau menjawab: Mereka telah
berdusta atas nama Allah Ta’ala Dengan pendapat tersebut,
mereka telah mengiringi orang-orang kebatinan yang
menyimpang Mereka juga menyelisihi ijma’ Barangsiapa yang
menyelisihi ijma’, (ia) terkena ancaman firman Allah:

‫الرسُولِ مِ ن بعْ ِِد ماتبيَنِ لهُِ الْهُدى ويتَبِعِْ غيْرِ سبِي ِِل الْ ُمؤْ مِ نِينِ نُو ِل ِِه ماتولَى‬
َ ‫ِق‬ِِ ‫ومن يُشاق‬
ً ‫ص ِل ِِه جهنَمِ وسِآءتِْ م ِص‬
‫يرا‬ ْ ُ‫ون‬

Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran


baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang
mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan
Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali [An Nisa/4:115]
[4]

Shalawat-Shalawat Bid’ah
48

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,”Dan telah


diketahui secara pasti dari agama Islam, bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak mensyari’atkan kepada orang-orang shalih
dan para ahli ibadah dari umat beliau, agar mereka berkumpul
dan mendengarkan bait-bait yang dilagukan dengan tepuk tapak-
tangan, atau pukulan dengan kayu (stik), atau rebana
Sebagaimana beliau tidak membolehkan bagi seorangpun untuk
tidak mengikuti beliau, atau tidak mengikuti apa yang ada pada Al
Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah) Beliau tidak membolehkan, baik
dalam perkara batin, perkara lahir, untuk orang awam, atau untuk
orang tertentu ” [5]

Demikianlah penjelasan kami, semoga menghilangkan


kebingungan saudara Alhamdulillah Rabbil ‘alamin, washalatu
wassalaamu ‘ala Muhammad wa ‘ala ahlihi wa shahbihi ajma’in

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VII/1420H/1999M


Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl Solo –
Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp 0271-
858197 Fax 0271-858196 Kontak Pemasaran 085290093792,
08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

_______

Footnote

[1] Lihat Mu’jamul Bida’, hlm 345-346, karya Syaikh Raid bin
Shabri bin Abi ‘Ulfah; Fadh-lush Shalah ‘Alan Nabi n , hlm 20-24,
karya Syaikh Abdul Muhshin bin Hamd Al ‘Abbad; Minhaj Al Firqah
An Najiyah, hlm 116-122, karya Syaikh Muhammad Jamil Zainu;
Sifat Shalawat & Salam Kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
hlm 72-73, karya Ustadz Abdul Hakim bin Amir bin Abdat

Shalawat-Shalawat Bid’ah
49

[2] Sejenis sya’ir berisi anjuran untuk zuhud di dunia yang


dinyanyikan oleh orang-orang Shufi, dan sebagian hadirin
memukul-mukulkan kayu pada bantal atau kulit sesuai dengan
irama lagunya

[3] Riwayat Ibnul Jauzi, dalam Talbis Iblis; Al Khallal dalam Amar
Ma’ruf, hlm 36; dan Abu Nu’aim dalam Al Hilyah, 9/146 Dinukil
dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm 163

[4] Fatawa Ibnu Ash Shalah, 300-301 Dinukil dari kitab Tahrim
Alat Ath-Tharb, hlm 169

[5] Majmu’ Fatawa, 11/565 Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-
Tharb, hlm 165

Shalawat-Shalawat Bid’ah
50

SHALAWAT NARIYAH DALAM TIMBANGAN

Oleh

Ustadz Abdullah Zaen, Lc, MA

Keutamaan Membaca Shalawat

Salah satu amalan istimewa dalam ajaran Islam yang dijanjikan


pahala berlipat ganda adalah membaca shalawat kepada
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam Banyak nash (dalil) dari
al-Qur’ân maupun hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
memotivasi untuk memperbanyak amalan mulia ini Di antaranya
:

Firman Allâh Azza wa Jalla :


ٰۤ
‫س ِليْ ًما‬ ِ ِ‫ّللا وم َٰلىِٕكتهِ يُصلُّوْ نِ على النَب‬
ْ ‫ي ِ َٰ ٰٓيايُّها الَ ِذيْنِ َٰامنُوْ ا صلُّوْ ا عليْ ِِه وس ِلمُوْ ا ت‬ ِٰ َِ‫اِن‬

Sesungguhnya Allâh dan para malaikat-Nya bershalawat untuk


Nabi Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian
untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya [al-
Ahzâb/33:56]

Imam Ibnu Katsir mengatakan dalam Tafsirnya[1], “Allâh Azza wa


Jalla memberitahukan kepada para hamba-Nya kedudukan
Rasûlullâh di sisi-Nya di hadapan para malaikat Allâh Azza wa
Jalla memuji beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di hadapan
mereka, begitu pula mereka bershalawat kepada beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam Lalu Allâh Azza wa Jalla
memerintahkan para penghuni bumi untuk bershalawat dan
mengucapkan salam bagi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar
berpadu pujian para penghuni langit dengan para penghuni bumi
semuanya untuk beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”

Dalam hadits, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

َُِ ‫ي صل ِةً صلَى‬


‫ّللا عليْ ِِه بِها عش ًْرِا‬ َِ ‫ي؛ ف ِإنَهُِ منِْ صلَى عل‬
َ ‫صلُّوا عل‬

Shalawat-Shalawat Bid’ah
51

Bershalawatlah kalian untukku Sesungguhnya barang siapa


bershalawat untukku satu kali, niscaya Allâh akan bershalawat
untuknya sepuluh kali [HR Muslim 1/288-289 no 384]

Dalam Tuhfah al-Ahwadzi, al-Mubârakfûri rahimahullah


menjelaskan bahwa maksud dari shalawat Allâh Azza wa Jalla
untuk para hamba-Nya adalah Allâh merahmati mereka dan
melipatgandakan pahalanya

Dan masih banyak dalil lain yang menunjukkan keutamaan


membaca shalawat untuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Karena itulah, tidak mengherankan jika dari dulu, para ulama
Islam berlomba-lomba menulis buku khusus guna memaparkan
keutamaan membaca shalawat Contohnya, Fadhlush Shalât ‘alâ
an-Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam karya Imam Ismâ’il bin Ishâq
al-Qâdhi (199-282 H), Jalâ’ul Afhâm fî Fadhlish Shalât wa as-Salâm
‘alâ Muhammadin Khairil Anâm karya Imam Ibn Qayyim al-
Jauziyyah (691-751 H) dan lain-lain [2]

Ikhlas dan Meneladani Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam Dalam


Bershalawat

Dari keterangan di atas, nampak begitu jelas bahwa membaca


shalawat merupakan ibadah yang disyariatkan dalam Islam Dan
sebagaimana telah diketahui bersama, berdasarkan dalil al-Qur’ân
dan Sunnah serta keterangan para Ulama, bahwa setiap ibadah
akan diterima di sisi Allâh Azza wa Jalla kalau memenuhi dua
syarat Yakni dijalankan secara ikhlas karena Allâh dan sesuai
dengan tuntunan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Fakhruddîn ar-Râzy (544-606 H) menyimpulkan dua syarat sah


ibadah tersebut dari firman Allâh Azza wa Jalla :
َٰٰۤ َٰ ْ ِ‫ومنِْ اراد‬
ِ‫شكُوْ ًرا‬
ْ ‫ُولىِٕكِ كانِ سعْيُ ُه ِْم َم‬ ‫الخِ رةِ وس َٰعى لها سعْيها وهُوِ ُمؤْ مِ نِ فا‬

Barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha


melakukan amalan yang mengantarkan kepadanya, sementara ia

Shalawat-Shalawat Bid’ah
52

juga seorang mukmin; maka mereka itu adalah orang-orang-orang


yang usahanya dibalasi dengan baik [al-Isrâ’/17:19]

Kata beliau rahimahullah, “Syarat pertama, mengharapkan pahala


akhirat dari amalannya Jika niat ini tidak ada maka dia tidak akan
memetik manfaat dari amalannya … Sebab Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

ِِ ‫إِنَما ْاألعْما ُِل بِالنِيَا‬


‫ت‬

Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya [HR Bukhari, 1/9


no 1 – al-Fath]

Juga karena tujuan beramal adalah untuk menerangi hati dengan


mengenal Allâh serta mencintai-Nya Ini tidak akan tercapai
kecuali jika seseorang meniatkan amalannya guna beribadah
kepada Allâh dan meraih ketaatan pada-Nya

Syarat kedua, ada dalam firman Allâh Azza wa Jalla , yang artinya,
“berusaha melakukan amalan yang mengantarkan kepadanya”
maksudnya adalah hendaknya amalan yang diharapkan bisa
mengantarkan pada akhirat itu adalah amalan yang memang bisa
mewujudkan tujuan tersebut Dan suatu amalan tidak akan
dianggap demikian, kecuali jika termasuk amal ibadah dan
ketaatan Banyak orang yang mendekatkan diri kepada Allâh Azza
wa Jalla dengan melakukan amalan-amalan yang batil!” [3]

Imam Ibn Katsîr (700-774 H) mempertegas, “Agar amalan


diterima, maka harus memenuhi dua syarat Pertama, ikhlas
karena Allâh semata dan kedua, benar sesuai syariat Manakala
suatu amalan dikerjakan secara ikhlas, namun tidak benar (sesuai
syariat), maka amalan tersebut tidak diterima Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ًِ ‫منِْ عمِلِ عم‬


ِ‫ل ليْسِ عليْ ِِه أ ْم ُرنا فهُوِ رد‬

Shalawat-Shalawat Bid’ah
53

Barang siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada


perintahnya dari kami maka amalan itu akan tertolak [HR Muslim
3/1343 no 1718 dari Aisyah Radhiyallahu anha])

Begitu pula jika suatu amalan sesuai dengan syariat secara


lahiriyah, namun pelakunya tidak mengikhlaskan niat untuk Allâh;
amalannya pun juga akan tertolak ”[4]

Karena membaca shalawat merupakan ibadah dan amal shalih,


maka supaya amalan tersebut diterima oleh Allâh Azza wa
Jalla harus pula terpenuhi dua syarat tersebut di atas, yakni ikhlas
dan sesuai dengan tuntunan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Ikhlas dalam bershalawat berarti:

Hanya mengharapkan ridha Allâh Azza wa Jalla dan pahala dari-


Nya

Teks shalawat yang dibaca tidak mengandung unsur-unsur yang


bertentangan dengan prinsip ikhlas Atau dengan kata lain, tidak
bermuatan syirik dan kekufuran, semisal istighâtsah kepada selain
Allâh Azza wa Jalla, menisbatkan sesuatu yang merupakan hak
khusus Allâh kepada selain-Nya dan yang semisal Aturan kedua
ini tentunya diterapkan pada teks-teks shalawat produk manusia,
bukan berasal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Sebab, jika
teks shalawat itu bersumber dari sosok yang ma’shûm , Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , maka ini di luar konteks
pembicaraan kita, lantaran tidak mungkin Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengajarkan sesuatu yang berisi kesyirikan dan
kekufuran

Meneladani Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam


bershalawat, maksdunya:

Mencontoh shalawat yang diajarkan beliau dan tidak melampaui


batas sehingga memasuki ranah ghuluw (sikap berlebihan) dan
lafaz syirik

Shalawat-Shalawat Bid’ah
54

Bershalawat untuk beliau pada momen-momen yang beliau


syariatkan [5]

Memperbanyak membaca shalawat semampunya, dalam rangka


mengamalkan firman Allâh Azza wa Jalla dalam al-Ahzâb/33:56
dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut di atas

Setelah pemaparan mukadimah yang berisi beberapa kaidah


penting, saatnya kita memasuki inti pembahasan

Shalawat Nâriyyah dalam Timbangan

Di kalangan kaum Muslimin Indonesia, amat banyak teks shalawat


yang tersebar Seperti, shalawat Fâtih, shalawat Munjiyât,
shalawat Thibbul Qulûb, shalawat Wahidiyyah, dan -tidak lupa
sorotan kita- shalawat Nâriyyah Tidak hanya mencukupkan diri
dengan teks shalawat yang dikarang kalangan klasik, mereka juga
mengandalkan redaksi-redaksi yang diciptakan kalangan
kontemporer Contohnya, shalawat Wahidiyyah yang dibuat pada
tahun 1963 oleh salah satu penduduk Kedunglo Bandar Lor Kediri,
KH Abdul Majid Ma’rûf [6]

Selain itu, mereka juga sangat ‘kreatif’ dalam membuat aturan-


aturan baca berbagai jenis shalawat tersebut, dari sisi jumlah
bacaan, waktu pembacaan, hingga fadhilah (keutamaan) yang
akan diraih oleh pembacanya Seakan-akan itu semua ada
landasannya dari syariat

Teks Shalawat Nariyyah

Shalawat Nâriyyah merupakan salah satu shalawat yang paling


masyhur di antara shalawat-shalawat bentukan manusia Orang-
orang berlomba untuk mengamalkannya, baik dengan mengetahui
maknanya, maupun tidak memahami kandungannya Bahkan
justru barangkali orang jenis kedua ini yang lebih dominan
Banyak orang serta merta mengamalkannya hanya karena
diperintah tokoh panutannya, kerabat dan teman, atau tergiur

Shalawat-Shalawat Bid’ah
55

dengan “fadhilah” tanpa merasa perlu untuk meneliti keabsahan


shalawat tersebut, juga kandungan makna yang terkandung di
dalamnya

Sebelum mengupas lebih jauh tentang shalawat ini, yang juga


terkadang dinamakan dengan Shalawat Tafrîjiyah Qurthubiyah,
ada baiknya dibawakan dahulu teks lengkapnya : [7]

ِ‫ج‬ ِْ ‫اللَ ُه َِم ص ِِل صل ِةً كامِل ِةً وس ِل ِْم سلمِا ً تامِا ً على سيِدِنا ُمح َمدِ الَذ‬
ُ ‫ وتنْف ِر‬،ُ‫ِي تنْح ُِّل بِ ِِه الْعُقد‬
ْ
‫ ويُسْتسْقى‬،‫ِب و ُحسْنُِ الخوات ِِم‬ ُِ ‫الرغائ‬ َ ‫ وتُنا ُِل بِ ِِه‬،ُ‫ وتُقْضى بِ ِِه الْحوائِج‬،‫ب‬ ُ ‫بِ ِِه الْكُر‬
ِ‫ي ك ُِِل ل ْمحةِ ونفسِ بِعد ِِد ك ُِِل معْلُوْ مِ لك‬ ِْ ِ‫ ف‬،ِ‫ وعلىِ آ ِل ِِه وصحْ بِه‬،‫جْه ِِه الْك ِري ِْم‬
ِ ‫الْغما ُِم بِو‬
Ya Allâh, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah
salam kesejahteraan yang penuh kepada junjungan kami Nabi
Muhammad, yang dengan sebab beliau semua kesulitan dapat
terpecahkan, semua kesusahan dapat dilenyapkan, semua
keperluan dapat terpenuhi, dan semua yang didambakan serta
husnul khatimah dapat diraih, serta berkat dirinya yang mulia
hujan pun turun Semoga terlimpahkan kepada keluarganya serta
para sahabatnya, di setiap detik dan hembusan nafas sebanyak
bilangan semua yang diketahui oleh Engkau

Siapakah Pencipta Shalawat Nâriyyah?

Berdasarkan referensi yang ada, kami baru bisa menemukan


isyarat yang menunjukkan bahwa pencipta shalawat ini adalah
seorang yang bernama as-Sanusy [8] Namun hingga saat ini kami
belum bisa memastikan siapakah nama lengkapnya, sebab yang
menggunakan julukan ini amat banyak dan kami belum
mendapatkan keterangan yang menunjukkan as-Sanusi manakah
yang menciptakan shalawat tersebut Hanya saja, yang pasti
sebutan as-Sanusi ini merupakan bentuk penisbattan kepada
tarekat sufi yang banyak tersebar di daerah Maroko, tarekat as-
Sanusiyyah

Shalawat-Shalawat Bid’ah
56

Benarkah Pengarangnya adalah Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi


wa sallam ?

Di sebuah situs internet tertulis:

“Sholawat Nariyah adalah sebuah sholawat yang disusun oleh


Syeikh Nariyah Syekh yang satu ini hidup pada jaman Nabi
Muhammad sehingga termasuk salah satu sahabat nabi Beliau
lebih menekuni bidang ketauhidan Syekh Nariyah selalu melihat
kerja keras Nabi dalam menyampaikan wahyu Allâh, mengajarkan
tentang Islam, amal saleh dan akhlaqul karimah sehingga Syekh
selalu berdoa kepada Allâh memohon keselamatan dan
kesejahteraan untuk Nabi Doa-doa yang menyertakan nabi biasa
disebut sholawat dan Syekh Nariyah adalah salah satu penyusun
sholawat nabi yang disebut Sholawat Nariyah

Suatu malam, Syekh Nariyah membaca sholawatnya sebanyak


4444 kali Setelah membacanya, beliau mendapat karomah dari
Allâh Maka dalam suatu majelis beliau mendekati Nabi
Muhammad dan minta dimasukan surga pertama kali bersama
Nabi Dan Nabi pun mengiyakan Ada seseorang sahabat yang
cemburu dan lantas minta didoakan yang sama seperti Syekh
Nariyah Namun Nabi mengatakan tidak bisa karena Syekh
Nariyah sudah minta terlebih dahulu

Mengapa sahabat itu ditolak Nabi? Dan justru Syekh Nariyah yang
bisa? Para sahabat itu tidak mengetahui mengenai amalan yang
setiap malam diamalkan oleh Syekh Nariyah yaitu mendoakan
keselamatan dan kesejahteraan Nabinya Orang yang mendoakan
Nabi Muhammad pada hakekatnya adalah mendoakan untuk
dirinya sendiri karena Allâh sudah menjamin nabi-nabiNya
sehingga doa itu akan berbalik kepada si pengamalnya dengan
keberkahan yang sangat kuat” [9]

Shalawat-Shalawat Bid’ah
57

Kesimpulan, pengarang Shalawat Nariyah konon seorang bernama


Syekh Nariyah, dan dia termasuk Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam yang telah dijamin masuk surga oleh beliau

Sebagai seorang Muslim mestinya tidak begitu saja menerima apa


yang disampaikan padanya, tanpa klarifikasi dan penelitian,
apalagi jika berkenaan dengan permasalahan agama

Sekurang-kurangnya ada dua poin yang perlu dicermati dari cerita


di atas :

Benarkah ada Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang


bernama Syekh Nâriyah ?

Dimanakah sumber kisah tentang Sahabat’ tersebut? Dan adakah


sanad (mata rantai periwayatan) nya?

Adapun berkenaan dengan poin pertama, perlu diketahui bahwa


biografi para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mendapatkan perhatian ekstra dari para Ulama Islam Begitu
banyak kitab yang mereka tulis untuk mengupas biografi para
sahabat Ada referensi yang ditulis untuk memaparkan biografi
para shahabat beserta para Ulama sesudah mereka hingga zaman
penulis, adapula referensi yang ditulis khusus untuk menceritakan
biografi para sahabat saja Diantara contoh model pertama:
Hilyatul Auliyâ’ karya al-Hâfizh Abu Nu’aim al-Asfahâni (336-430
H) dan Tahdzîbul Kamâl karya al-Hâfizh Abul Hajjâj al-Mizzi (654-
742 H) Adapun contoh model kedua, seperti: al-Istî’âb fî
Ma’rifatil Ash-hâb karya al-Hâfizh Ibn ‘Abdil Bar (368-463 H) dan
al-Ishâbatu fî Tamyîzish Shahâbah karya al-Hâfizh Ibn Hajar al-
‘Asqalâni (773-852 H)

Setelah meneliti berbagai kitab di atas dan juga referensi biografi


lainnya, yang biasa diistilahkan para Ulama dengan kutubut
tarâjim wa ath-thabaqât, ternyata tidak dijumpai seorang pun di
antara Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama

Shalawat-Shalawat Bid’ah
58

Nâriyah Bahkan sepengetahuan kami, tidak ada seorang pun


Ulama klasik yang memiliki nama tersebut Lalu, dari manakah
orang tersebut berasal??

Sebenarnya, orang yang sedikit terbiasa membaca kitab Ulama,


hanya dengan melihat nama tersebut beserta ‘gelar’ syaikh di
depannya, akan langsung ragu bahwa orang tersebut benar-benar
Sahabat Nabi Karena penyematan ‘gelar’ syaikh di depan nama
Sahabat -sepengetahuan kami- bukanlah kebiasaan para Ulama
dan juga bukan istilah yang lazim mereka pakai, sehingga terasa
begitu janggal di telinga

Kesimpulannya: berdasarkan penelaahan kami, tidak ada sahabat


Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Syekh Nariyah
Jadi penisbatan shalawat tersebut terhadap Sahabat sangat perlu
untuk dipertanyakan dan amat diragukan keabsahannya

Adapun poin kedua, amat disayangkan penulis makalah di


internet tersebut tidak menyebutkan sanad (mata rantai
periwayatan) kisah yang ia bawakan, atau minimal
mengisyaratkan rujukannya dalam menukil kisah tersebut
Andaikan ia mau menyebutkan salah satu dari dua hal di atas
niscaya kita akan berusaha melacak keabsahan kisah tersebut,
dengan meneliti para perawinya, atau merujuk kepada kitab
aslinya Atau barangkali kisah di atas merupakan dongeng buah
pena penulis tersebut ? Jika, ya, maka kisah tersebut tidak ada
nilainya; karena kisah fiksi, alias kisah yang tidak pernah terjadi !

Amat disayangkan, dalam hal yang berkaitan dengan agama, tidak


sedikit kaum Muslimin sering menelan mentah-mentah suatu
kisah yang ia temukan di sembarang buku dan internet, atau kisah
yang diceritakan oleh tetangga, teman, guru dan kenalan, tanpa
merasa perlu untuk mengcrosscek keabsahannya Seakan-akan
kisah itu mutlak benar terjadi! Padahal kenyataannya seringkali
tidak demikian

Shalawat-Shalawat Bid’ah
59

Untuk memfilter kisah-kisah palsu dan yang lainnya, Islam


memiliki sebuah keistimewaan yang tidak dimiliki agama lain,
yaitu: Islam memiliki sanad (mata rantai periwayatan) Demikian
keterangan yang disampaikan Ibn Hazm (384-456 H)[10] dalam al-
Fishâl dan Ibnu Taimiyyah (661-728 H) [11]

Imam ‘Abdullâh bin al-Mubârak (118-181 H) pernah berkata,


“Isnâd adalah bagian dari agama Jika tidak ada isnâd, seseorang
akan bebas mengatakan apa yang dikehendakinya ”[12]

Kandungan Makna Shalawat Nâriyyah

“Ya Allâh, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah


salam kesejahteraan yang penuh kepada junjungan kami Nabi
Muhammad, yang dengan sebab beliau semua kesulitan dapat
terpecahkan, semua kesusahan dapat dilenyapkan, semua
keperluan dapat terpenuhi, dan semua hajat yang didambakan
serta husnul khatimah dapat diraih, serta berkat dirinya yang
mulia hujanpun turun Semoga terlimpahkan kepada keluarganya
serta para Sahabatnya, di setiap detik dan hembusan nafas
sebanyak bilangan semua yang diketahui oleh Engkau ”

Bagian dari Shalawat Nâriyyah yang kami cetak tebal itulah yang
akan dicermati dalam tulisan singkat ini Kalimat-kalimat tersebut
mengandung penisbatan terpecahkannya semua kesulitan,
dilenyapkannya segala kesusahan, ditunaikannya segala macam
hajat, tercapainya segala keinginan dan husnul khatimah, kepada
selain Allâh Azza wa Jalla Dalam hal ini yang mereka maksudkan
yang melakukan itu semua adalah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi
wa sallam Penisbatan ini merupakan sebuah kekeliruan fatal,
sebab bertolak-belakang dengan al-Qur’ân dan Sunnah, serta bisa
mengantarkan pelakunya kepada kekufuran Pasalnya, semua
perbuatan tersebut, hanya Allâh Azza wa Jalla yang berkuasa
melakukannya

Mari kita cermati nash-nash berikut :

Shalawat-Shalawat Bid’ah
60

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman

ِ‫ّللا‬ ِ ِ ‫ِف الس ُّٰۤوْ ءِ ويجْعلُكُ ِْم ُخلف ٰۤاءِ ْال ْر‬
ِ ٰ ِ‫ض ءا َِٰلهِ َمع‬ ُِ ‫ْب الْ ُمضْط َِر اِذا دعاهُِ وي ْكش‬
ُِ ‫ا َمنِْ ي ُِّجي‬
ِِِ‫ْل َما تذكَرُوْ ن‬ ًِ ‫ق ِلي‬

Siapakah yang mengabulkan (doa) orang yang dalam kesulitan


apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang melenyapkan kesusahan
serta yang menjadikan kalian (manusia) sebagai khalifah di bumi?
Adakah tuhan selain Allâh ? Amat sedikit kalian mengingat-Nya !
[an-Naml/27:62]

Dalam ayat ini, Allâh Azza wa Jalla mengingatkan bahwa hanya


Dia-lah yang diseru saat terjadi kesusahan, dan Dia pula yang
diharapkan pertolongan-Nya saat musibah melanda Demikian
keterangan yang disampaikan Imam Ibnu Katsir [13]

Karena itulah, setelahnya Allâh Azza wa Jalla melontarkan


pertanyaan dalam konteks pengingkaran, “Adakah tuhan selain
Allâh ?” Hal ini mengisyaratkan, wallahu a’lam, bahwa orang yang
tertimpa kesulitan dan kesusahan lalu memohon pertolongan
kepada selain Allâh Azza wa Jalla , seakan ia telah menjadikan
dzat yang diserunya itu sebagai tuhan ‘saingan’ Allâh Azza wa Jalla
Sebab tidak ada yang sanggup mengabulkan permohonan
tersebut melainkan hanya Allâh Azza wa Jalla

Senada dengan ayat di atas, firman Allâh Azza wa Jalla berikut :

‫حْر ت ْدعُوْ نهِ تض ُّرعًا َو ُخفْي ِةً ِِ لىِٕنِْ انْ َٰجىنا مِ نِْ َٰهذ ِِه‬ ِِ َٰ‫قُ ِْل منِْ يُّن ِجيْكُ ِْم ِمنِْ ظُلُم‬
ِِ ‫ت الْب ِِر والْب‬
ْ ُ ْ
ِ‫ّللا يُن ِجيْكُ ِْم ِمِنها ومِ نِْ ك ُِِل ك ْربِ ث َِم انتُ ِْم تُش ِْركُوْ ن‬ ُ
ُِٰ ‫لنكُوْ ننَِ مِ نِ الشٰك ِِريْنِ –ق ِِل‬

Katakanlah, “Siapakah yang dapat menyelamatkan kalian dari


bencana di darat dan di laut, yang kalian berdoa kepada-Nya
dengan berendah diri dan suara yang lembut (dengan
mengatakan), ‘Sesungguhnya jika Dia menyelamatkan kami dari
(bencana) ini, tentulah kami akan menjadi orang-orang yang
bersyukur’

Shalawat-Shalawat Bid’ah
61

Katakan, “Allâhlah yang menyelamatkan kalian dari bencana itu


dan dari segala macam kesusahan Lantas mengapa kalian kembali
mempersekutukan-Nya?!” [al-An’âm/6: 63-64]

ِ‫ّللا ثُ َِم اِذا مسَكُ ُِم الض ُُِّّر فاِليْ ِِه تجْ ـَٔرُوْ ن‬
ِِٰ ِ‫وما بِكُ ِْم ِمنِْ نِعْمةِ فمِ ن‬

Apapun nikmat yang ada dalam diri kalian, maka dari Allâh-lah
(datangnya) Dan bila kalian ditimpa marabahaya, maka hanya
kepada-Nya-lah (seharusnya) kalian meminta pertolongan [an-
Nahl/16:53]

Dan masih banyak lagi firman Allâh yang semakna dengan ayat-
ayat di atas, yang menegaskan bahwa segala bentuk kebaikan di
dunia maupun akhirat, hanya Allâh Azza wa Jalla sajalah yang
mendatangkannya Sebagaimana pula segala bentuk keburukan di
dunia ataupun akhirat, hanyalah Allâh Azza wa Jalla yang
menghindarkannya dari diri kita

Karena itulah, kita dapatkan qudwah kita, Rasûlullâh Shallallahu


‘alaihi wa sallam pun mencontohkan untuk selalu kembali kepada
Allâh Azza wa Jalla dalam segala urusan

Mari kita cermati sebagian dari doa yang beliau baca :

ِِ ‫ي ِ ال ُّدنْيا وعذا‬
‫ب ْاآلخِ ر ِِة‬ ِِ ‫اللَ ُه َِم أحْ سِنِْ عاقِبتنا فِي ْاأل ُ ُم‬
ِ ‫ وأ ِج ْرنا مِ نِْ خِ ْز‬،‫ور كُلِها‬

Ya Allâh, jadikanlah akhir dari seluruh urusan kami baik, dan


selamatkanlah kami dari kehinaan dunia dan siksaan akhirat [HR
Ibnu Hibbân 3/230 no 949]

ِ‫ي ط ْرفةِ عيْن‬ ِ ْ‫ي إِلى نف‬


ِْ ‫س‬ ِْ ِ‫ي شأْن‬
ِْ ِ‫ ولِ ت ِكلْن‬،ُ‫ي كُلَه‬ ِْ ‫صلِحِْ ِل‬ ُ ‫ي يا قيُّوْ ُِم بِرحْ متِكِ أسْت ِغي‬
ْ ‫ أ‬،‫ْث‬ ُِّ ‫يا ح‬

Wahai Yang Maha hidup dan Yang terus menerus mengurus


makhluk-Nya, dengan rahmat-Mu-lah aku memohon pertolongan
Perbaikilah seluruh keadaanku, dan janganlah Engkau jadikanku
bergantung kepada diriku sendiri, walaupun itu hanya sekejap
mata [HR al-Hâkim 1/739 no 2051]

Shalawat-Shalawat Bid’ah
62

ِ‫صلِحِْ لِي شأْنِي كُلَهُِ لِ إِلهِ إِ َِل أنْت‬


ْ ‫اللَ ُه َِم رحْ متكِ أ ْرجُو فلِ ت ِكلْنِي إِلى نفْسِي ط ْرفةِ عيْنِ وأ‬

Ya Allâh, rahmat-Mu-lah yang kuharapkan Maka janganlah


Engkau jadikan aku bergantung kepada diriku sendiri, walaupun
itu hanya sekejap mata Dan perbaikilah seluruh keadaanku Tidak
ada yang berhak diibadahi melainkan Engkau [HR Abu Dâwud,
5/204 no 5090 dari Abu Bakrah Radhiyallahu anhu, dan dinilai
sahîh oleh Ibn Hibbân (III/250 no 970]

Lihatlah bagaimana Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam


menisbatkan seluruh urusan kepada Allâh Azza wa Jalla , dan
memberi kita teladan agar senantiasa mengembalikan segala
sesuatu hanya kepada Allâh Azza wa Jalla ! Pernahkah beliau -
walaupun hanya sekali- mengajarkan kepada umatnya agar
bergantung kepada beliau?! Mustahil beliau mengarahkan
demikian, sebab beliau sendirilah yang berkata, “Janganlah
Engkau (Ya Allâh) jadikan aku bergantung kepada diriku sendiri,
walaupun itu hanya sekejap mata” Beliau mencontohkan praktek
tawakkal yang begitu tinggi, dimana beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak ingin bergantung pada diri sendiri, walaupun itu
hanya sesaat, sekedipan mata! Mengapa kita tidak
meneladaninya dalam hal ini dan yang lainnya?

Cermati pula doa terakhir! Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam


menutup doanya dengan kalimat thayyibah LA ILÂHA ILLALLÂH,
yang menunjukkan –wallahua’lam- bahwa seluruh permintaan di
atas adalah bentuk ibadah yang hanya boleh dipersembahkan
kepada Allâh Azza wa Jalla

Membaca Shalawat Nâriyah Berarti Mengagungkan Rasûlullâh


Shallallahu ‘alaihi wa sallam ?

Barangkali inilah argumen terakhir mereka untuk melegalkan


pembacaan shalawat Nâriyah dan shalawat semisal lainnya
Dengan dalih pengagungan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , mereka mempertahankan shalawat yang menyimpang

Shalawat-Shalawat Bid’ah
63

dari ajaran Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut


Bahkan yang lebih parah, ada sebagian mereka yang berusaha
mengesankan pada orang awam, bahwa pihak yang mengkritisi
shalawat Nâriyah tidak mengagungkan Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam ! Ini merupakan tindak pemutarbalikan fakta dan
harus diluruskan

Masalah pokok yang perlu diketahui pertama kali yaitu


mengagungkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam hukumnya
wajib Dan ini merupakan salah satu cabang keimanan yang besar
Cabang keimanan ini berbeda dengan cabang keimanan cinta
kepada beliau[14], bahkan pengagungan lebih tinggi derajatnya
dibanding cinta Sebab tidak setiap yang mencintai sesuatu ia
pasti mengagungkannya Contohnya, orang tua mencintai
anaknya, namun kecintaannya hanya akan mengantarkan untuk
memuliakannya dan tidak mengantarkan untuk
mengagungkannya Beda dengan kecintaan anak kepada orang
tuanya, yang akan mengantarkan untuk memuliakan dan
mengagungkan mereka berdua [15]

Di antara hak Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang harus


ditunaikan oleh umatnya adalah pemuliaan, pengagungan dan
penghormatan terhadap beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Pengagungan, pemuliaan dan penghormatan harus melebihi
pemuliaan, pengagungan dan penghormatan seorang anak
terhadap orang tuanya atau budak terhadap majikannya Allâh
Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
َٰٰۤ
ِ‫ُولىِٕكِ هُ ُِم الْ ُمفْ ِلحُوْ ن‬ ِْٰٓ ‫فالَ ِذيْنِ َٰامنُوْ ا ِبهِ وعزَ رُوْ هُِ ونصرُوْ هُِ واتَبعُوا النُّوْ رِ الَذ‬
‫ِي اُنْ ِزلِ مِعه ِا‬

Orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya,


menolongnya dan mengikuti cahaya terang yang diturunkan
kepadanya (al-Qur’an); mereka itulah orang-orang yang
beruntung [al-A’râf/7:157]

Shalawat-Shalawat Bid’ah
64

Tidak ada perbedaan pendapat di antara para Ulama, bahwa yang


dimaksud dengan “pemuliaan” dalam ayat di atas adalah
pengagungan [16]

Pengagungan Terhadap Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam


Bertempat di Hati, Lisan dan Anggota Tubuh[17]

Pengagungan terhadap beliau dengan hati maksudnya adalah


meyakini bahwa beliau adalah hamba dan utusan Allâh
Keyakinan ini menyebabkan seseorang mengedepanan
kecintaannya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dariapda kecintaannya terhadap diri sendiri, anak, orang tua dan
seluruh manusia

Keyakinan ini juga menumbuhkan rasa betapa agung dan wibawa


beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , serta meresapi
kemuliaannya, kedudukannya dan derajatnya yang tinggi

Hati merupakan raja dari tubuh, manakala pengagungan


Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghujam kuat dalam
hati, niscaya dampaknya secara lahiriah akan nampak jelas Lisan
akan senantiasa basah dengan pujian kepada beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan menyebutkan kemuliaan-kemuliaannya
Begitu pula anggota tubuh akan tunduk menjalankan segala
tuntunan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , taat kepada syariat
dan ajaran beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , serta menunaikan
segala haknya

Adapun pengagungan terhadap beliau dengan lisan, maksudnya


adalah memuji beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pujian
yang berhak untuk dimilikinya, yaitu pujian yang Allâh dan Rasul-
Nya n lantunkan untuk beliau, tanpa mengandung unsur
berlebihan atau sebaliknya Dan di antara pujian yang paling
agung adalah membaca shalawat untuk beliau [18]

Shalawat-Shalawat Bid’ah
65

Kata al-Halîmy (338-403 H), shalawat kepada Rasûlullâh


Shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti pengagungan terhadap beliau
di dunia, dengan mengangkat namanya, menampakkan agamanya
dan mengabadikan syariatnya Sedangkan di akhirat, maksudnya
adalah permohonan agar limpahan pahala mengalir padanya,
syafaat beliau tercurah untuk umatnya dan kemuliaan beliau
dengan al-maqâm al-mahmûd terlihat jelas [19]

Termasuk bentuk pengagungan dengan lisan yaitu beradab saat


menyebut beliau dengan lisan kita Caranya adalah dengan
menggandengkan nama beliau dengan sebutan Nabi atau
Rasûlullâh, lalu diakhiri dengan shalawat kepada beliau Allâh
Azza wa Jalla berfirman :

ِ‫الرسُوْ ِِل بيْنكُ ِْم كدُع ٰۤاءِِ بع ِْضكُ ِْم بعْضًا‬


َ ِ‫لِ تجْعلُوْ ا دُع ٰۤاء‬
Janganlah engkau jadikan panggilan Rasûlullâh di antara kalian
seperti panggilan sebagian kalian kepada sebagian yang lain [an-
Nûr/24:63]

Karena itulah para sahabat selalu memanggil Nabi Shallallahu


‘alaihi wa sallam dengan panggilan, “Wahai Rasûlullâh!” atau
“Wahai Nabiyullâh!”

Juga hendaknya penyebutan nama beliau ditutup dengan


shalawat; “shallallahu’alaihiwasallam” bukan hanya dengan
singkatan SAW atau yang semisal Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :

َ ‫الْبخِ ي ُِل الَذِي منِْ ذُك ِْرتُِ ِعنِْد ُِه فل ِْم يُص ِِل عل‬
ِ‫ي‬

Orang yang pelit adalah orang yang tatkala namaku disebut di


hadapannya, ia tidak bershalawat padaku [HR Tirmidzi, no 3546
dari Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anh At-Tirmidzi rahimahullah
menyatakan hadits ini “Hasan sahih gharib”]

Shalawat-Shalawat Bid’ah
66

Termasuk bentuk pengagungan dengan lisan pula yaitu


menyebutkan keutamaan-keutamaan beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , keistimewaan dan mukjizatnya Shallallahu ‘alaihi wa
sallam Mengenalkan sunnah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
kepada masyarakat, mengingatkan mereka terhadap kedudukan
serta hak beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam , mengajarkan pada
mereka akhlak dan sifat mulia beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Menceritakan sejarah hidup beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
serta menjadikannya sebagai pujian, baik dengan bait-bait syair
maupun bukan, namun dengan syarat tidak melampaui batas
ketentuan syariat, semisal pengagungan yang berlebihan dan yang
semisal

Sedangkan pengagungan dengan anggota tubuh, berarti


mengamalkan syariat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,
meneladani sunnahnya, mengikuti perintahnya secara lahir
maupun batin dan berpegang kuat dengannya Ridha dan ikhlas
dengan aturan yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bawa,
berusaha menebarkan tuntunannya, membela sunnahnya,
melawan mereka yang menentangnya serta membangun
kecintaan dan kebencian di atasnya

Menjauhi segala yang dilarang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam


, tidak menyelisihi perintahnya dan bertaubat serta beristighfar
manakala terjerumus ke dalam penyimpangan

“Taat kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan


konsekwensi keimanan kepada beliau dan keyakinan akan
kebenaran yang dibawanya dari Allâh Sebab beliau tidaklah
memerintahkan atau melarang dari sesuatu, melainkan dengan
seizin dari Allâh Sebagaimana dalam firman-Nya :

ِ‫ّللا‬
ِٰ ‫ن‬ ِِ ‫ومِآٰ ا ْرسلْنا مِ نِْ َرسُوْ لِ ا َِِل ِليُطاع بِا ِْذ‬

Kami tidak mengutus seorang rasul, melainkan untuk ditaati


dengan seizin Allâh [an-Nisâ’/4:64]

Shalawat-Shalawat Bid’ah
67

Dan makna ketaatan kepada Rasûlullâh adalah menjalankan


perintah-perintahnya serta menjauhi larangan-larangannya ”[20]

Kesimpulannya adalah pengagungan yang hakiki terhadap


Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tersimpulkan dalam
empat kalimat yaitu mempercayai berita yang bersumber dari
beliau, mentaati perintahnya, menjauhi larangannya dan
beribadah dengan tata cara yang disyariatkannya [21]

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam Melarang Kita untuk


Berlebihan Dalam Mengagungkannya

Secara garis besar, Allâh Azza wa Jalla telah melarang kita dari
sikap berlebihan dalam beragama, baik itu dalam keyakinan,
ucapan maupun amalan Sebagaimana dalam an-Nisâ’/4:171

Dan Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang secara


khusus dari sikap berlebihan dalam memujinya Sebagaimana
dalam sabdanya,

َِِ ‫ ف ِإنَما أنا عبْ ُدهُِ فقُولُوا عبْ ُِد‬،‫لِ تُ ْط ُرونِي كما أ ْطرتِْ النَصارى ابْنِ م ْريم‬
ُِ‫ّللا ورسُولُه‬

Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku sebagaimana kaum


Nasrani berlebihan dalam memuji Isa bin Maryam Sesungguhnya
aku hanyalah hamba-Nya, maka ucapkanlah, “(Muhammad
adalah) hamba Allâh dan Rasul-Nya” [HR Bukhâri (6/478 no 3445
–al-Fath) dari Umar bin Khatthab Radhiyallahu anhu]

Dan Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengingkari para


sahabatnya yang berlebihan dalam memuji beliau Shallallahu
‘alaihi wa sallam , karena khawatir mereka akan melampaui batas,
sehingga terjerumus dalam hal yang terlarang Juga demi menjaga
kemurnian tauhid, agar tidak ternodai dengan kotoran syirik dan
bid’ah Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat berhati-hati
dalam mengantisipasi hal tersebut, bahkan sampaipun dari hal-
hal yang barangkali tidak dikategorikan syirik atau bid’ah

Shalawat-Shalawat Bid’ah
68

Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu bercerita,

ِ‫ّللا‬
ِ َ ‫ وابْنِ خي ِْرنا!” فقالِ رسُو ُِل‬،‫ وخيْرنا‬،‫ وابْنِ س ِيدِنا‬،‫ يا سِِيدنا‬،ُ‫ “يا ُمح َمد‬:ِ‫ُل قال‬ ًِ ‫أنَِ رج‬
‫ أنا‬، ُ‫ ولِ يسْت ْه ِوينَكُ ِْم الشَيْطان‬،‫اس عل ْيكُ ِْم ِبتقْواكُ ْم‬
ُِ َ‫ “يا أيُّها الن‬:ِ‫ّللا عل ْي ِِه وسلَم‬
َُِ ‫صلَى‬
‫ق منْ ِزلتِي الَتِي‬ِ ْ‫ب أنِْ ت ْرفعُونِي فو‬ ُِّ ِ‫ّللا ما أُح‬
َِِ ‫ و‬،ُ‫ُّللا ورسُولُه‬
َِِ ‫ّللا عبْد‬
َِِ ‫ُمح َم ُِد بْنُِ عبْ ِِد‬
َِ ‫”أنزلنِي‬
‫ّللاُ عزَِ وج َِل‬ ْ

(Suatu hari) ada seseorang yang berkata, “Wahai Muhammad,


wahai sayyiduna (pemimpin kami), putra sayyidina, wahai orang
yang terbaik di antara kami, putra orang terbaik di antara kami!”

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, “Wahai


para manusia, bertakwalah kalian! Jangan biarkan setan
menyesatkan kalian Aku adalah Muhammad bin Abdullah;
hamba Allâh dan Rasul-Nya Demi Allâh, aku tidak suka kalian
mengangkatku melebihi kedudukan yang telah Allâh tentukan
untukku” (HR Ahmad (20/23 no 12551) dan dinilai sahih oleh
adh-Dhiyâ’ al-Maqdisy (5/25 no 1627) dan Ibn Hibbân (14/133
no 6240)

Dengan keterangan di atas, insyaAllâh telah terlihat jelas, mana


bentuk pengagungan yang terpuji dan mana bentuk pengagungan
yang tercela

Penulis tutup makalah ini dengan nasehat yang disampaikan Ibn


Hajar al-Haitamy (909-974 H), manakala beliau menjelaskan
bahwa pengagungan terhadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
hendaknya dengan sesuatu yang ada dalilnya dan yang
diperbolehkan, jangan sampai melampaui batas tersebut

Beliau berkata, “Wajib bagi setiap orang untuk tidak


mengagungkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali dengan
sesuatu yang Allâh izinkan bagi umatnya, yaitu sesuatu yang layak
untuk jenis manusia Sesungguhnya melampaui batas tersebut
akan menjerumuskan kepada kekafiran, na’udzubillahi min dzalik

Shalawat-Shalawat Bid’ah
69

Bahkan melampaui batas sesuatu yang telah disyariatkan, pada


asalnya akan mengakibatkan penyimpangan Maka hendaknya
kita mencukupkan diri dengan sesuatu yang ada dalilnya ”[22]

Beliau rahimahullah menambahkan, “Ada dua kewajiban yang


harus dipenuhi:

Pertama, kewajiban untuk mengagungkan Nabi Shallallahu ‘alaihi


wa sallam dan mengangkat derajatnya di atas seluruh makhluk

Kedua, mentauhidkan Allâh Azza wa Jalla dan meyakini bahwa


Allâh Maha Esa dalam dzat dan perbuatan-Nya atas seluruh
makhluk-Nya Barang siapa meyakini bahwa sesosok makhluk
menyertai Allâh dalam hal tersebut; maka ia telah berbuat syirik
Dan barang siapa merendahkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam di bawah derajat (yang seharus)nya maka ia telah berbuat
maksiat atau kafir

Namun barang siapa yang mengagungkan beliau dengan berbagai


jenis pengagungan dan tidak sampai menyamai sesuatu yang
merupakan kekhususan Allâh, maka ia telah menggapai
kebenaran, dan berhasil menjaga dimensi ketuhanan serta
kerasulan Inilah ideologi yang tidak mengandung unsur ekstrim
atau sebaliknya” [23]

Wallahu a’lam

@ Makkah al-Mukarramah, 25 Sya’ban 1431 H / 6 Agustus 2010

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun


XIV/1431H/2010M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo Solo
57183 Telp 0271-858197 Fax 0271-858196 Kontak Pemasaran
085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi
08122589079]

_______

Shalawat-Shalawat Bid’ah
70

Footnote

[1] Tafsir al-Qur’ânil ‘Azhîm, 6/457)

[2] Judul buku-buku lainnya bisa dilihat, antara lain, di


mukadimah Syaikh Masyhûr bin Hasan Salmân
hafzhahullah dalam tahqîq Jalâ’ul Afhâm hlm 8-29

[3] Tafsîr ar-Râzy (20/180) Setelah menyebutkan dua syarat di


atas, ar-Râzy t menyebutkan syarat ketiga, yaitu iman Sebab iman
merupakan syarat utama agar amalan membuahkan pahala
Selain Mukmin tidak akan diterima amalannya, baik dia ikhlas
maupun tidak, entah sesuai syariat maupun tidak Karena ia
belum mau memeluk agama, yang segala amalan tidak akan
diterima melainkan dari pemeluk agama tersebut Sebagaimana
firman Allah l yang artinya, “Barangsiapa mencari agama selain
Islam; maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya,
dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi” (QS Ali
Imrân/3:85) Karena begitu gamblangnya permasalahan ini,
banyak di antara para ulama yang tidak menyebutkan syarat iman
ini, sebab hal itu sudah sangat jelas dan tidak samar

[4] Tafsîr Ibn Katsîr (1/385)

[5] Dalam kitabnya Jalâ’ul Afhâm (hlm 380-520), Ibnul Qayyim t


menyebutkan ada empat puluh satu momen disyariatkannya
membaca shalawat kepada Rasul n

[6] Lihat: Âtsâr ash-Shalawât al-Wâhidiyyah fî Akhlâq Thullâb


Ma’had at-Tahdîb Ngoro Jombang ‘Âm: 2004, skripsi Institut Studi
Islam Darussalam Gontor, yang disusun oleh Ahmad Luthfi Ridha
(hlm a)

[7] Tuntunan Ziarah Wali Songo karya Abdul Muhaimin (hlm 144)

Shalawat-Shalawat Bid’ah
71

[8] Rahasia Keutamaan dan Keistimewaan Sholawat karya Nur


Muhammad Khadafi, dinukil dari Âtsâr ash-Shalawât al-
Wâhidiyyah hlm 21

[9] www indospritual com

[10] Lihat, al-Fishâl fî al-Milal wa al-Ahwâ’ wa an-Nihal (2/221)

[11] Lihat, Majmû’ al-Fatâwâ (1/9)

[12] Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam mukadimah


Shahihnya (1/15)

[13] Lihat Tafsîr Ibn Katsîr (6/203)

[14] Lihat, al-Minhâj fî Syu’ab al-Îmân karya al-Halîmy (II/124) dan


al-Jâmi’ li Syu’ab al-Îmân karya al-Baihaqy (III/95)

[15] Lihat, al-Minhâj fî Syu’ab al-Îmân (II/124)

[16] Lihat, Ibid (II/125)

[17] Diringkas dari Huqûqun Nabi shallallahu’alaihiwasallam ‘alâ


Ummatih fî Dhau’i al-Kitâb wa as-Sunnah, karya Dr Muhammad
bin Khalifah at-Tamimy (II/466-478)

[18] Di awal tulisan ini, kami telah bawakan beberapa dalil dari al-
Qur’an dan Sunnah tentang disyariatkannya membaca shalawat

[19] Lihat, al-Minhâj fî Syu’ab al-Îmân (2/134)

[20] An-Nûr al-Mubîn fî Mahabbah Sayyid al-Mursalîn karya KH


Muhammad Hasyim Asy’ari (hlm 5-6)

[21] Lihat: Ar-Radd ‘alâ al-Akhnâ’iy karya Syaikhul Islam Ibn


Taimiyyah (hlm 18) dan al-Ushûl ats-Tsalâtsah wa Adillatuhâ
karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab (hlm 23)

Shalawat-Shalawat Bid’ah
72

[22] Al-Jauhar al-Munazham fî Ziarah Qabr an-Nabi


shallallahu’alaihiwasallam wa Karram (hlm 64) dinukil dari Ârâ’
Ibn Hajar al-Haitamy al-I’tiqâdiyyah ‘Ardh wa Taqwîm fî Dhau’I
‘Aqîdah as-Salaf karya Muhammad bin Abdul Aziz asy-Syayi’ (hlm
450)

[23] Al-Jauhar al-Munazham (hlm 13) dinukil dari Ârâ’ Ibn Hajar
al-Haitamy al-I’tiqâdiyyah

Shalawat-Shalawat Bid’ah
73

MEMBACA SHALAWAT NARIYAH, MENDATANGKAN


KETENANGAN?

Oleh

Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni MA

Kebiasaan membaca shalawat Nariyâh sudah sangat populer,


tidak terkecuali masyarakat Muslim di tanah air Hal ini tiada lain –
diantaranya- disebabkan iming-iming janji keutamaan dan pahala
besar yang disebutkan bagi orang yang membaca shalawat
tersebut Bahkan banyak dari mereka yang meyakini bahwa
membaca shalawat ini merupakan perwujudan cinta dan
pengagungan besar kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wa sallam

Di antara keterangan yang mereka sebutkan tentang shalawat ini,


barangsiapa yang membaca shalawat ini sebanyak 4444 kali,
dengan niat menghilangkan kesusahan atau memenuhi hajat
(kebutuhan), maka semua itu akan terpenuhi[1] (??!!) Ada juga
yang mengatakan bahwa dengan membaca shalawat ini hati
menjadi tenang dan dada menjadi lapang (??!!) Benarkah semua
itu dapat dicapai dengan membaca shalawat tersebut?

Sumber Ketenangan dan Penghilang Kesusahan yang Hakiki

Setiap orang yang beriman kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala


wajib meyakini bahwa sumber ketenangan jiwa dan ketentraman
hati yang hakiki adalah dengan berdzikir kepada kepada Allâh
Subhanahu wa Ta’ala, membaca al-Qur’ân, berdoa kepada-Nya
dengan menyebut nama-nama-Nya yang maha Indah, dan sibuk
dalam ketaatan kepada-Nya

Allâh Jallaluhu berfirman:

ُ ‫ّللا ت ْطمئِنُِّ الْقُ ُل‬


ِ‫وب‬ َِِ ‫الَذِينِ آمنُوا وت ْطمئِنُِّ قُلُوبُ ُه ِْم بِ ِذك ِِْر‬
َِِ ‫ّللا أل بِ ِذك ِِْر‬

Shalawat-Shalawat Bid’ah
74

Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram


dengan berdzikir (mengingat) Allâh Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allâh hati menjadi tenteram [ar-Ra’du/13:28]

Maksudnya, dengan mengingat Allâh Subhanahu wa Ta’ala


(berdzikir), segala kegalauan dan kegundahan dalam hati mereka
akan hilang dan berganti dengan kegembiraan dan keceriaan[2]
Bahkan tidak ada sesuatu pun yang lebih mendatangkan
ketenteraman dan kebahagiaan bagi hati manusia melebihi
berdzikir untuk mengingat Allâh Jallaluhu[3]

Salah seorang ulama Salaf berkata, “Sungguh kasihan orang-orang


yang cinta dunia, mereka (pada akhirnya) akan meninggalkan
dunia ini, padahal mereka belum merasakan kenikmatan yang
paling besar di dunia ini” Kemudian ada yang bertanya, “Apakah
kenikmatan yang paling besar di dunia ini?” Ulama ini menjawab,
“Cinta kepada Allâh Azza wa Jalla , merasa tenang ketika
mendekatkan diri kepada-Nya, rindu untuk bertemu dengan-Nya,
dan merasa bahagia ketika berdzikir serta melakukan amal
ketaatan kepada-Nya”[4]

Inilah makna ucapan yang masyhur dari Syaikhul Islam Ibnu


Taimiyyah rahimahullah, “Sesungguhnya di dunia ini ada jannnah
(surga), barangsiapa yang belum memasuki surga di dunia ini,
maka dia tidak akan masuk ke dalam surga di akhirat nanti”[5]

Makna “surga di dunia” dalam ucapan beliau ini adalah kecintaan


(yang utuh) dan ma’rifah (pengetahuan yang sempurna) kepada
Allâh Subhanahu wa Ta’ala (dengan memahami nama-nama dan
sifat-sifat-Nya dengan cara baik dan benar) serta selalu berdzikir
kepada-Nya, yang dibarengi dengan perasaan tenang dan damai
(ketika mendekatkan diri) kepada-Nya, serta selalu mentauhidkan
(mengesakan)-Nya dalam kecintaan, rasa takut, berharap,
bertawakkal (berserah diri) dan bermuamalah, dengan
menjadikan (kecintaan dan keridhaan) Allâh Subhanahu wa Ta’ala

Shalawat-Shalawat Bid’ah
75

satu-satunya yang mengisi dan menguasai pikiran, tekad dan


kehendak seorang hamba Inilah kenikmatan di dunia yang tiada
bandingannya, yang sekaligus merupakan qurratul ‘ain (penyejuk
dan penyenang hati) bagi orang-orang yang mencintai dan
mengenal Allâh Subhanahu wa Ta’ala [6]

Demikian pula jalan keluar dan penyelesaian terbaik dari semua


masalah yang dihadapi seorang manusia adalah dengan bertakwa
kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana dalam firman-
Nya:

ِ‫ِب‬ ُِ ‫ّللا يجْع ِْل ل ِهُ م ْخرجِا ً وي ْرزُقْ ِهُ مِ نِْ حي‬
ُ ‫ْث ل يحْ تس‬ َِ ‫َق‬ِِ ‫ومنِْ يت‬

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allâh, niscaya Dia akan


memberikan baginya jalan keluar (dalam semua masalah yang
dihadapinya), dan memberinya rezeki dari arah yang tidak
disangka-sangkanya [ ath-Thalâq/65:2-3]

Ketakwaan yang sempurna kepada Allâh tidak mungkin dicapai


kecuali dengan menegakkan semua amal ibadah dan menjauhi
semua perbuatan yang diharamkan dan dibenci oleh Allâh
Jallaluhu[7]

Dalam ayat berikutnya, Allâh Azza wa Jalla berfirman:

ً‫ّللا يجْع ِْل لهُِ مِ نِْ أ ْم ِر ِِه ُيسْرِا‬


َِ ‫َق‬ِِ ‫ومنِْ يت‬

Barangsiapa yang bertakwa kepada Allâh niscaya Dia akan


menjadikan baginya kemudahan dalam (semua) urusannya [ath-
Thalâq/65:4]

Artinya, Allâh Azza wa Jalla akan meringankan dan memudahkan


(semua) urusannya, dan menyediakan jalan keluar dan solusi yang
segera baginya (menyelesaikan masalah yang dihadapinya)[8]

Benarkah shalawat Nariyâh Merupakan Sumber Ketenangan Jiwa


dan Penghilang Kesusahan?

Shalawat-Shalawat Bid’ah
76

Berdasarkan keterangan di atas, kita bisa menilai dengan benar,


apakah membaca shalawat Nariyâh termasuk bentuk dzikir dan
amal ketaatan kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala sehingga
dikatakan sebagai sumber ketenangan jiwa dan penghilang
kesusahan?

Kalau kita merujuk literatur yang menyebutkan shalawat ini, kita


dapati bahwa shalawat ini sama sekali tidak bersumber dari al-
Qur’an dan hadits Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
maupun keterangan Sahabat Bahkan tidak juga dijumpai dari
keterangan salah seorang Ulama Ahlus Sunnah yang terkenal,
seperti Imam Abu Hanîfah, Imam Mâlik bin Anas, Imam Syâfi’i,
Imam Ahmad bin Hambal, dan imam-imam lainnya

Salah satu situs di internet menyebutkan bahwa shalawat ini


disusun oleh salah seorang Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, yang bernama Syaikh Nâriyah, dia selalu membaca
shalawat ini, dan suatu malam dia membacanya sebanyak 4444
kali sehingga dia mendapat kemuliaan dan keutamaan besar dari
Allâh Subhanahu wa Ta’ala[9] Akan tetapi, kisah yang lebih
pantas disebut dongeng ini terlalu jelas bukti kebohongannya
seperti jelasnya matahari di siang bolong! Pertama, karena kisah
ini tidak disertai penyebutan sanad (mata rantai periwayatan)nya,
juga tidak disebutkan kitab hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam atau riwayat para Sahabat Radhiyallahu anhum yang
menukilnya, sehingga bisa diteliti keabsahannya Kedua, dalam
kitab-kitab para ulama yang memuat nama-nama dan biografi
para Sahabat Radhiyallahu anhum , tidak ada satu keterangan pun
yang menyebutkan adanya seorang Sahabat Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam yang bernama Nâriyah

Kalau demikian, berarti shalawat ini –tidak diragukan lagi-


termasuk perkara bid’ah [10] yang jelas-jelas telah diperingatkan
keburukannya oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
hadits, “Sesungguhnya semua perkara yang diada-adakan adalah

Shalawat-Shalawat Bid’ah
77

bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat, dan semua yang sesat
(tempatnya) dalam neraka”[11]

Atas dasar itu, tidak mungkin shalawat bid’ah seperti ini akan
mendatangkan ketenangan jiwa bagi orang yang membacanya,
apalagi sampai menjadi sumber penghilang kesulitan baginya
Sebab, hanya amalan ibadah yang bersumber dari petunjuk al-
Qur’ân dan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bisa
membersihkan hati dan mensucikan jiwa manusia dari noda dosa
dan maksiat yang mengotorinya, yang dengan itulah hati dan jiwa
manusia akan merasakan ketenangan dan ketantraman

Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِ‫يه ْم‬ ِ ‫ّللا على الْ ُمؤْ مِ نِينِ إِ ِْذ بعثِ ف‬


ِ ‫ِيه ِْم رسُو ِلً مِ نِْ أنْفُس ِِه ِْم يتْلُو علي ِْه ِْم آياتِ ِِه ويُز ِِك‬ َُِ َِ‫لق ِْد من‬
ِ ‫ويُع ِل ُم ُه ُِم الْكِتابِ والْحِ كْمةِ و ِإنِْ كانُوا مِ نِْ قبْ ُِل لفِي ضللِ ُم ِب‬
‫ين‬

Sungguh Allâh telah memberi karunia (yang besar) kepada orang-


orang yang beriman ketika Allâh mengutus kepada mereka
seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan
kepada mereka ayat-ayat Allâh, mensucikan (jiwa) mereka, dan
mengajarkan kepada mereka al-Kitâb (al-Qu`ân) dan al Hikmah
(Sunnah) Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan rasul) itu,
mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata [Ali
‘Imrân/3:164]

Makna firman-Nya “mensucikan (jiwa) mereka” adalah


membersihkan mereka dari keburukan akhlak, kotoran jiwa dan
perbuatan-perbuatan jahiliyyah, serta mengeluarkan mereka dari
kegelapan-kegelapan menuju cahaya (hidayah Allâh Subhanahu
wa Ta’ala)[12]

Dalam ayat lain, Allâh Jallaluhu berfirman:

‫ُور وهُدًى ورحْ م ِة‬


ِِ ‫صد‬ ُِ َ‫يا أيُّها الن‬
ُّ ‫اس ق ِْد جاءتْكُ ِْم موْ عِظةِ مِ نِْ ر ِبكُ ِْم وشِفاءِ لِما فِي ال‬
‫ِين‬ ْ‫ؤ‬ ْ
ِ ‫ِلل ُم مِ ن‬

Shalawat-Shalawat Bid’ah
78

Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari


Rabbmu (al-Qur`ân) dan penyembuh bagi penyakit-penyakit
dalam dada (hati manusia), dan petunjuk serta rahmat bagi orang-
orang yang beriman [Yûnus/10:57]

Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan


perumpaan petunjuk dari Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang beliau
bawa seperti hujan baik yang Allâh Subhanahu wa Ta’ala turunkan
dari langit, karena air hujan yang turun akan menghidupkan dan
menyegarkan tanah yang kering, sebagaimana petunjuk Allâh
Subhanahu wa Ta’ala akan menghidupkan dan menentramkan
hati manusia Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya perumpaan bagi petunjuk dan ilmu yang Allâh
wahyukan kepadaku adalah seperti air hujan (yang baik) yang
Allâh turunkan ke bumi…”[13]

Bahkan bukti terbesar yang menunjukkan kebatilan dan


kerusakan shalawat ini adalah isinya yang mengandung kesyirikan
Perhatikan teks shalawat tersebut di bawah ini:

Ya Allâh, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah


salam kesejahteraan yang utuh kepada junjungan kami (Nabi)
Muhammad, yang dengan sebab beliau semua kesulitan dapat
teratasi, semua kesusahan dapat dihilangkan, semua hajat dapat
terpenuhi, dan semua harapan yang diinginkan serta husnul
khatimah (kematian yang baik) dapat diraih, serta hujanpun turun
dari awan berkat wajahnya yang mulia Semoga terlimpahkan
kepada keluarganya serta para sahabatnya, di setiap detik dan
hembusan nafas sebanyak bilangan semua yang diketahui oleh
Engkau

Kalimat-kalimat di atas jelas sekali mengandung kesyirikan yang


nyata, dengan menyandarkan pemenuhan (penyelesaian) hajat,
penghilang kesulitan dan pencapaian husnul khatimah (kematian
yang baik) kepada selain Allâh Subhanahu wa Ta’ala, dalam hal ini

Shalawat-Shalawat Bid’ah
79

kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal semua perkara


tersebut merupakan kekhususan bagi Allâh Subhanahu wa Ta’ala
yang tidak mampu dilakukan oleh seorang makhlukpun

Syaikh Muhammad bin Jamîl Zainu ketika menyanggah kandungan


shalawat yang rusak ini, beliau berkata: “Kandungan shalawat ini
adalah kebatilan dan tidak berlandaskan dalil sama sekali Karena
tauhid yang diserukan oleh al-Qur`ân yang mulia dan diajarkan
oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya,
mewajibkan bagi setiap Muslim untuk meyakini bahwa Allâh satu-
satunya Dzat yang berkuasa mengatasi semua kesulitan,
menghilangkan semua kesusahan, memenuhi semua kebutuhan,
dan mengabulkan permohonan orang yang berdoa kepada-Nya

Tidak diperkenankan bagi seorang Muslim menyeru kepada


selain-Nya untuk menghilangkan kegundahannya atau
menyembuhkan penyakitnya, meskipun yang diseru itu malaikat
atau nabi yang mulia (Dalam) al-Qur`ân, (Allâh) mengingkari
(perbuatan) menyeru kepada para nabi dan wali selain Allah
Allâh berfirman:

ِ ‫ُق ِِل ا ْدعُوا ا َلذِينِ زع ْمتُ ِْم مِنِْ دُونِ ِِه فل ي ْم ِلكُونِ كشْفِ الض ُِِّر ع ْنكُ ِْم ول تحْ ِويل أُولئ‬
‫ِك‬
َِ‫ب وي ْرجُونِ رحْ متهُِ ويخافُونِ عذاب ِهُ ِإن‬ُِ ‫الَذِينِ ي ْدعُونِ يبْتغُونِ ِإلى ر ِب ِه ُِم الْوسِيلةِ أ ُّي ُه ِْم أقْر‬
‫ورِا‬ ُ
ً ‫عذابِ ربِكِ كانِ محْ ذ‬
Katakanlah: “Panggillah mereka yang kamu anggap selain Allâh,
maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk
menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula
memindahkannya” Orang-orang yang mereka seru itu, mereka
sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka siapa di antara mereka
yang lebih dekat (kepada Allâh) dan mengharapkan rahmat-Nya
dan takut akan aDzab-Nya sesungguhnya aDzab Rabbmu adalah
sesuatu yang (harus) ditakuti [Al-Isrâ/17:57]

Shalawat-Shalawat Bid’ah
80

Bagaimana mungkin Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ridha


jika dikatakan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penuntas
kesulitan dan penghilang kesusahan, padahal (Allâh Subhanahu
wa Ta’ala dalam) al-Qur`ân berfirman dan memerintahkan kepada
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

َُِ ِ‫قُ ِْل ل أ ْملِكُِ لِنفْسِي نفْ ًعا ول ض ًرا ِإل ما شاء‬
ِ ِ‫ّللا ولوِْ كُنْتُِ أعْل ُِم الْغيْبِ لسْتكْث ْرتُِ م‬
‫ن‬
َ ‫الْخي ِِْر وما م‬
ِ‫سنِيِ السُّو ُِء ِإنِْ أنا ِإل نذِيرِ وبشِيرِ لِقوْ مِ ُيؤْ مِ نُون‬

Katakanlah: ”Aku tidak berkuasa menarik kemanfa’atan bagi diriku


dan tidak (pula) menolak kemudharatan, kecuali yang dikehendaki
Allah Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku
membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan
ditimpa kemudharatan Aku tidak lain hanyalah pemberi
peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang
beriman” [al-A’râf/7:188]

Seorang lelaki pernah datang kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi


wa sallam dan berkata kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“(Tergantung) apa yang Allâh Azza wa Jallaehendaki dan yang
engkau kehendaki” Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda: “Apakah kamu (ingin) menjadikan aku tandingan
(sekutu) bagi Allâh? Katakanlah, (Tergantung) apa yang Allâh
kehendaki semata-mata!”[14] Hadits hasan riwayat an-Nasâ’i[15]

Ketenangan Batin yang Palsu

Kalau ada yang berkata, “Fakta menyatakan, di lapangan banyak


kita dapati orang-orang yang mengaku merasakan ketenangan dan
ketentraman batin setelah membaca shalawat ini maupun dzikir-
dzikir (wirid-wirid) bid’ah (yang tidak diajarkan oleh Nabi n )
lainnya”

Jawabannya, kenyataan tersebut di atas tidak semua bisa


diingkari, meskipun tidak semua juga bisa dibenarkan, karena
tidak sedikit kebohongan yang dilakukan oleh para penggemar

Shalawat-Shalawat Bid’ah
81

dzikir-dzikir (wirid-wirid) bid’ah tersebut untuk melariskan


dagangan bid’ah mereka

Kalaupun pada kenyataannya ada yang benar-benar merasakan


hal tersebut di atas, maka dapat dipastikan bahwa itu adalah
ketenangan batin yang palsu dan semu, karena berasal dari tipu
daya setan dan tidak bersumber dari petunjuk Allâh Subhanahu
wa Ta’ala Bahkan ini termasuk perangkap setan dengan
menghiasi amalan buruk agar terlihat indah di mata manusia

Allâh Jallaluhu berfirman:

َِ َِ‫أفمنِْ زُ يِنِ ل ِهُ سُو ُِء عم ِل ِِه فرآهُِ حسنًا ف ِإن‬


ِ‫ّللا ي ُِض ُِّل منِْ يشا ُِء وي ْهدِي منِْ يشا ُء‬

Apakah orang yang dihiasi perbuatannya yang buruk (oleh setan)


lalu ia menganggap perbuatannya itu baik, (sama dengan dengan
orang yang tidak diperdaya setan?), maka sesungguhnya Allâh
menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk
kepada siapa yang dikehendaki-Nya [Fâthir/35:8]

Maksudnya, setan menghiasi perbuatan mereka yang buruk dan


rusak, serta mengesankannya baik dalam pandangan mata
mereka[16]

Dalam ayat lain, Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِ ‫ض ُه ِْم ِإلى بعْضِ زُ ْخ ُر‬


‫ف‬ ِِ ‫س والْ ِج‬
ُ ْ‫ن يُوحِ ي بع‬ ِ ِ ْ‫وكذلِكِ جعلْنا ِلك ُِِل ن ِبيِ عد ًُوا شياطِ ينِ اِلن‬
‫ورا‬ ‫ر‬ ُ
ً ُ ِ ْ‫و‬‫غ‬ ِ
‫ل‬ ‫ق‬ ْ ‫ل‬‫ا‬

Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
setan-setan (dari kalangan) manusia dan (dari kalangan) jin, yang
mereka satu sama lain saling membisikkan perkataan-perkataan
yang indah untuk menipu (manusia) [al-An’âm/6:112]

Artinya, para setan menghiasi amalan-amalan buruk bagi manusia


untuk menipu dan memperdaya mereka[17]

Shalawat-Shalawat Bid’ah
82

Demikianlah gambaran ketenangan batin palsu yang dirasakan


oleh orang-orang yang mengamalkan dzikir-zikir (wirid-wirid)
bid’ah, yang pada hakekatnya bukan ketenangan batin, tapi
merupakan tipu daya setan untuk menyesatkan manusia dari
jalan Allâh Jallaluhu, dengan mengesankan pada mereka bahwa
perbuatan-perbuatan tersebut baik dan mendatangkan
ketentraman batin

Bahkan anehnya, sebagian mereka mengaku merasakan


kekhusyuan hati yang mendalam ketika membaca dzikir-dzikir
(wirid-wirid) bid’ah tersebut melebihi apa yang mereka rasakan
ketika membaca dan mengamalkan dzikir-dzikir (wirid-wirid) yang
bersumber dari wahyu Allâh Subhanahu wa Ta’ala

Semua ini justru merupakan bukti nyata kuatnya kedudukan dan


tipu daya setan bersarang dalam diri mereka Karena bagaimana
mungkin setan akan membiarkan manusia merasakan ketenangan
iman dan tidak membisikkan was-was dalam hatinya?

Imam Ibnul Qayyim membuat perumpaan hal ini[18] dengan


seorang pencuri yang ingin mengambil harta orang Manakah
yang akan selalu diintai dan didatangi oleh pencuri tersebut:
rumah yang berisi harta dan perhiasan yang melimpah atau
rumah yang kosong melompong dan telah rusak?

Jawabnya, jelas rumah pertama yang akan ditujunya, karena


rumah itulah yang bisa dicuri harta bendanya Adapun rumah
yang pertama, maka akan “aman” dari gangguannya karena tidak
ada hartanya, bahkan mungkin rumah tersebut merupakan lokasi
yang strategis untuk dijadikan tempat tinggal dan sarangnya

Demikinlah keadaan hati manusia, hati yang dipenuhi tauhid dan


keimanan yang kokoh kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala, karena
selalu mengamalkan petunjuk-Nya, akan selalu diintai dan digoda
setan untuk dicuri keimanannya, sebagaiamana rumah yang berisi
harta akan selalu diintai dan didatangi pencuri

Shalawat-Shalawat Bid’ah
83

Oleh karena itu, dalam sebuah hadits shahih, ketika salah seorang
Sahabat Radhiyallahu anhu bertanya kepada Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasûlullâh, sesungguhnya
aku membisikkan (dalam) diriku dengan sesuatu (yang buruk dari
godaan setan), yang sungguh jika aku jatuh dari langit (ke bumi)
lebih aku sukai dari pada mengucapkan (melakukan) keburukan
tersebut” Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar Segala puji bagi Allâh
yang telah menolak tipu daya setan menjadi was-was (bisikan
dalam jiwa)”[19]

Dalam riwayat lain yang semakna, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi


wa sallam bersabda: “Itulah (tanda) kemurnian iman”[20]

Dalam memahami hadits yang mulia ini ada dua pendapat dari
para ulama:

Penolakan dan kebencian orang tersebut terhadap keburukan


yang dibisikkan oleh setan, itulah tanda kemurnian iman dalam
hatinya

Adanya godaan dan bisikkan setan dalam jiwa manusia


merupakan tanda kemurnian iman, karena setan ingin merusak
iman orang tersebut dengan godaannya[21]

Adapun hati yang rusak dan kosong dari keimanan karena jauh
dari petunjuk Allâh Subhanahu wa Ta’ala, maka hati yang gelap ini
terkesan “tenang” dan “aman” dari godaan setan, karena hati ini
telah dikuasai oleh setan, dan tidak mungkin “pencuri akan
mengganggu dan merampok di sarangnya sendiri”

Inilah makna ucapan Sahabat yang mulia, ‘Abdullâh bin ‘Abbâs


Radhiyallahu anhu, ketika ada yang mengatakan kepada beliau:
“Sesungguhnya orang-orang Yahudi menyangka bahwa mereka
tidak diganggu bisikan-bisikan (setan) dalam shalat mereka”
Maka ‘Abdullâh bin ‘Abbâs Radhiyallahu anhu menjawab: “Apa

Shalawat-Shalawat Bid’ah
84

yang dapat dikerjakan oleh setan pada hati yang telah hancur
berantakan?”[22]

Nasehat dan Penutup

Sebagai penutup, akan kami kutip nasehat seputar masalah ini


dari Syaikh Muhammad bin Jamîl Zainu yang berbunyi: “Wahai
saudaraku sesama muslim, waspada dan hindarilah (semua)
bentuk dzikir dan wirid bid’ah, yang akan menjerumuskanmu ke
dalam (jurang) syirik (menyekutukan Allâh Subhanahu wa Ta’ala)
Berkomitmenlah dengan dzikir (wirid) yang bersumber dari
(petunjuk) Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seorang insan
yang berbicara bukan dengan landasan hawa nafsu (melainkan
dari wahyu Allâh Jallaluhu) Dengan mengikuti (petunjuk) beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , (kita akan meraih) hidayah Allâh
Azza wa Jalla dan keselamatan (di dunia dan akhirat) (Sebaliknya)
dengan menyelisihi (petunjuk) beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
, menjadikan amal perbuatan kita tertolak (tidak diterima oleh
Allâh Subhanahu wa Ta’ala) Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan
(dalam agama Islam) yang tidak sesuai dengan petunjuk kami,
maka amalan tersebut tertolak” [HR Muslim]”[23] Wallâhu a’lam

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun


XIV/1431H/2010M Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah
Surakarta, Jl Solo – Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo Solo
57183 Telp 0271-858197 Fax 0271-858196 Kontak Pemasaran
085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi
08122589079]

_______

Footnote

[1] Lihat keterangan Syaikh Muhammad bin Jamîl Zainu dalam


Fadhâ-ilush Shalâti was Salâm hlm 48

Shalawat-Shalawat Bid’ah
85

[2] Lihat Taisîrul Karîmir Rahmân hlm 417

[3] Ibid

[4] Dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam Ighâtsatul Lahfân 1/72

[5] Dinukil oleh murid beliau, Ibnul Qayyim dalam al-Wâbilush


Shayyib hlm 69

[6] Lihat al-Wâbilush Shayyib hlm 69

[7] Lihat penjelasan Ibnu Rajab al-Hambali dalam Jâmi’ul Ulûmi


wal Hikam hlm 197

[8] Tafsir Ibnu Katsir 4/489

[9] www indospiritual com

[10] Semua perbuatan yang diada-adakan dengan tujuan untuk


mendekatkan diri kepada Allah, yang tidak dicontohkan oleh
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam

[11] HR Muslim no 867, an-Nasâ-i no 1578 dan Ibnu Mâjah no


45

[12] Lihat Tafsir Ibnu Katsir 1/267

[13] HR al-Bukhâri no 79 dan Muslim no 2282

[14] HR Ahmad 1/347 dan al-Bukhâri dalam al-Adabul Mufrad no


783 Syaikh al-Albâni menilainya shahih

[15] Fadhâilush Shalâti was Salâm hlm 48-49

[16] Lihat Taisîrul Karîmir Rahmân hlm 685

[17] Ma’âlimut Tanzîl 3/180

[18] al-Wâbilush Shayyib hlm 40-41

[19] HR Ahmad (1/235) dan Abu Dâwud no 5112

Shalawat-Shalawat Bid’ah
86

[20] HR Muslim no 132

[21] Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim dalam al-Fawâid hlm


174

[22] Dinukil Imam Ibnul Qayyim dalam al-Wâilush Shayyib hlm 41

[23] Fadhâilush Shalâti was Salâm hlm 49

Shalawat-Shalawat Bid’ah
87

Bagaimana Cara Shalawat yang Sesuai Sunnah?

SHALAWAT DIIRINGI REBANA?

Pertanyaan

Ana ingin menanyakan masalah amaliyah yang membingungkan,


yaitu masalah shalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam

Apakah shalawat ini banyak macamnya?

Bagaimana cara mengamalkan shalawat yang benar berdasarkan


sunnah Rasulullah? Apakah dilakukan sendiri atau berjama’ah,
dengan suara keras atau sirr (pelan)?

Bolehkah sambil diiringi rebana (alat musik)?

Jawaban

Alhamdulillah, sebelum menjawab pertanyaan saudara Abdullah


S Aga, kami ingin menyampaikan, bahwa amal ibadah akan
diterima oleh Allah jika memenuhi syarat-syarat diterimanya
ibadah Yaitu ibadah itu dilakukan oleh orang yang beriman,
dengan ikhlas dan sesuai Sunnah (ajaran) Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam

Akan tetapi pada zaman ini, alangkah banyaknya orang yang tidak
memperdulikan syarat-syarat di atas Maka pertanyaan yang
saudara ajukan ini merupakan suatu langkah kepedulian terhadap
Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Semoga Allah
Subhanahu wa Ta’ala selalu memberi taufiq kepada kita di atas
jalan yang lurus

Shalawat-Shalawat Bid’ah
88

Perlu kami sampaikan, bahwasannya shalawat kepada Nabi


merupakan salah satu bentuk ibadah yang agung Tetapi banyak
sekali penyimpangan dan bid’ah yang dilakukan banyak orang
seputar shalawat Nabi Berikut ini jawaban kami terhadap
pertanyaan saudara

1 Shalawat Nabi memang banyak macamnya Namun secara


global dapat dibagi menjadi dua

a Shalawat Yang Disyari’atkan

Yaitu shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi


wa sallam kepada para sahabatnya Bentuk shalawat ini ada
beberapa macam Syaikh Al Albani rahimahullah dalam kitab
Shifat Shalat Nabi menyebutkan ada tujuh bentuk shalawat dari
hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam Ustadz
Abdul Hakim bin Amir bin Abdat hafizhahullah di dalam kitab
beliau, Sifat Shalawat & Salam, membawakan delapan riwayat
tentang sifat shalawat Nabi

Di antara bentuk shalawat yang diajarkan oleh Rasulullah


Shallallahu ‘alaihi wa sallam ialah :

ِ َ‫اللَ ُه َِم ص ِِل على ُمح َمدِ وعلى آ ِِل ُمح َمدِ كما صلَيْتِ على )إِبْراهِيمِ وعلى( آ ِِل إِبْراهِيمِ إِن‬
‫ك‬
‫ وِ ب ِاركِْ( على ُمح َمدِ وعلى آ ِِل ُمح َمدِ كما باركْتِ على‬:ِ‫حمِ يدِ م ِجيدِ اللَ ُه َِم ب ِاركِْ )فِي ِرواية‬
‫)إِبْراهِيمِ وعلى( آ ِِل إِبْراهِيمِ إِنَكِ حمِ يدِ م ِجيد‬

Ya, Allah Berilah (yakni, tambahkanlah) shalawat (sanjungan)


kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad,
sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim dan
kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji
(lagi) Maha Mulia Ya, Allah Berilah berkah (tambahan kebaikan)
kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad,
sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan
kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji

Shalawat-Shalawat Bid’ah
89

(lagi) Maha Mulia [HR Bukhari, Muslim, dan lainnya Lihat Shifat
Shalat Nabi, hlm 165-166, karya Al Albani, Maktabah Al Ma’arif]

Dan termasuk shalawat yang disyari’atkan, yaitu shalawat yang


biasa diucapkan dan ditulis oleh Salafush Shalih

Syaikh Abdul Muhshin bin Hamd Al ‘Abbad hafizhahullah berkata,


”Salafush Shalih, termasuk para ahli hadits, telah biasa menyebut
shalawat dan salam kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
ketika menyebut (nama) beliau, dengan dua bentuk yang ringkas,
yaitu:

‫( صلَي هللاُِ عليْ ِِه وِ سلَ ِم‬shalallahu ‘alaihi wa sallam) dan

ِ‫‘( عليْ ِِه الصلةُِ والسَل ُم‬alaihish shalaatu was salaam)

Alhamdulillah, kedua bentuk ini memenuhi kitab-kitab hadits


Bahkan mereka menulis wasiat-wasiat di dalam karya-karya
mereka untuk menjaga hal tersebut dengan bentuk yang
sempurna Yaitu menggabungkan antara shalawat dan
permohonan salam atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ” [Fadh-
lush Shalah ‘Alan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, hlm 15, karya
Syaikh Abdul Muhshin bin Hamd Al ‘Abbad]

b Shalawat Yang Tidak Disyari’atkan

Yaitu shalawat yang datang dari hadits-hadits dha’if (lemah),


sangat dha’if, maudhu’ (palsu), atau tidak ada asalnya Demikian
juga shalawat yang dibuat-buat (umumnya oleh Ahli Bid’ah),
kemudian mereka tetapkan dengan nama shalawat ini atau
shalawat itu Shalawat seperti ini banyak sekali jumlahnya,
bahkan sampai ratusan Contohnya, berbagai shalawat yang ada
dalam kitab Dalailul Khairat Wa Syawariqul Anwar Fi Dzikrish
Shalah ‘Ala Nabiyil Mukhtar, karya Al Jazuli (wafat th 854H) Di
antara shalawat bid’ah ini ialah shalawat Basyisyiyah, shalawat
Nariyah, shalawat Fatih, dan lain-lain Termasuk musibah, bahwa
sebagian shalawat bid’ah itu mengandung kesyirikan [1]

Shalawat-Shalawat Bid’ah
90

2 Cara mengamalkan shalawat yang benar berdasarkan Sunnah


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagai berikut:

a Shalawat yang dibaca adalah shalawat yang disyari’atkan,


karena shalawat termasuk dzikir, dan dzikir termasuk ibadah
Bukan shalawat bid’ah, karena seluruh bid’ah adalah kesesatan

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,”Dzikir-dzikir


dan do’a-do’a termasuk ibadah-ibadah yang paling utama
Sedangkan ibadah dibangun di atas ittiba’ (mengikuti Sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ) Tidak seorangpun
berhak men-sunnah-kan dari dzikir-dzikir dan do’a-do’a yang tidak
disunnahkan (oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam), lalu
menjadikannya sebagai kebiasaan yang rutin, dan orang-orang
selalu melaksanakannya Semacam itu termasuk membuat-buat
perkara baru dalam agama yang tidak diizinkan Allah Berbeda
dengan do’a, yang kadang-kadang seseorang berdo’a dengannya
dan tidak menjadikannya sebagai sunnah (kebiasaan) ” [Dinukil
dari Fiqhul Ad’iyah Wal Adzkar, 2/49, karya Syaikh Abdur Razaq
bin Abdul Muhshin Al Badr]

b Memperbanyak membaca shalawat di setiap waktu dan


tempat, terlebih-lebih pada hari jum’ah, atau pada saat disebut
nama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan lain-lain
tempat yang disebutkan di dalam hadits-hadits yang shahih

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َُِ ‫ي واحِ د ِةً صلَى‬


‫ّللا عليْ ِِه عش ًْرِا‬ َِ ‫مِنِْ صلَى عل‬

Barangsiapa memohonkan shalawat atasku sekali, Allah


bershalawat atasnya sepuluh kali [HR Muslim, no 408, dari Abu
Hurairah]

c Tidak menentukan jumlah, waktu, tempat, atau cara, yang tidak


ditentukan oleh syari’at

Shalawat-Shalawat Bid’ah
91

Seperti menentukan waktu sebelum beradzan, saat khathib


Jum’at duduk antara dua khutbah, dan lain-lain

d Dilakukan sendiri-sendiri, tidak secara berjama’ah

Karena membaca shalawat termasuk dzikir dan termasuk ibadah,


sehingga harus mengikuti Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam Dan sepanjang pengetahuan kami, tidak ada dalil yang
membenarkan bershalawat dengan berjama’ah Karena, jika
dilakukan berjama’ah, tentu dibaca dengan keras, dan ini
bertentangan dengan adab dzikir yang diperintahkan Allah, yaitu
dengan pelan

e Dengan suara sirr (pelan), tidak keras

Karena membaca shalawat termasuk dzikir Sedangkan di antara


adab berdzikir, yaitu dengan suara pelan, kecuali ada dalil yang
menunjukkan (harus) diucapkan dengan keras Allah berfirman,

ِ ‫اذكُر َربَكِ فِي نفْسِكِ تض ُّرعًا وخِ فْيةًِ ودُونِ الْجه ِِْر مِ نِ الْقوْ ِِل بِالْغُد ُِِو واْألصا ِِل ولتكُنِ ِم‬
‫ن‬ ْ ‫و‬
ِ‫الْغافِلِين‬

Dan dzikirlah (ingatlah, sebutlah nama) Rabb-mu dalam hatimu


dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak
mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang lalai [Al A’raf/7 : 205]

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,”Oleh karena itulah Allah


berfirman:

ِ‫( ودُونِ الْجه ِِْر مِ نِ الْقوْ ِل‬dan dengan tidak mengeraskan suara),
demikianlah, dzikir itu disukai tidak dengan seruan yang keras
berlebihan ” [Tafsir Ibnu Katsir]

Al Qurthubi rahimahullah berkata,”Ini menunjukkan, bahwa


meninggikan suara dalam berdzikir (adalah) terlarang ” [Tafsir Al
Qurthubi, 7/355]

Shalawat-Shalawat Bid’ah
92

Muhammad Ahmad Lauh berkata,”Di antara sifat-sifat dzikir dan


shalawat yang disyari’atkan, yaitu tidak dengan keras, tidak
mengganggu orang lain, atau mengesankan bahwa (Dzat) yang
dituju oleh orang yang berdzikir dengan dzikirnya (berada di
tempat) jauh, sehingga untuk sampainya membutuhkan dengan
mengeraskan suara ” [Taqdisul Asy-khas Fi Fikrish Shufi, 1/276,
karya Muhammad Ahmad Lauh]

Abu Musa Al Asy’ari berkata

ُ َ ‫ّللا صلَى‬
ِ‫ّللا‬ َِِ ‫ّللا عليْ ِِه وسلَِمِ خيْبرِ أوِْ قالِ ل َما توجَهِ رسُو ُِل‬ َُِ ‫ّللا صلَى‬َِِ ‫ل َما غزا رسُو ُِل‬
َُِ ‫ّللا أكْب ُِر لِ ِإلهِ ِإ َِل‬
‫ّللا‬ َُِ ‫ّللا أكْب ُِر‬
َُِ ‫ير‬ ِِ ‫اس على وادِ فرف ُعوا أصْوات ُه ِْم ِبالتَ ْك ِب‬ ُِ َ‫عليْ ِِه وسلَمِ أشْرفِ الن‬
ِ‫سكُ ِْم ِإنَكُ ِْم لِ ت ْدعُونِ أص َِم ول‬ ِ ُ ‫ف‬ ْ ‫ن‬ ‫أ‬ ‫ى‬ ‫ل‬‫ع‬ ‫وا‬ ‫ع‬
ُ ْ‫ب‬ ‫ار‬ ‫م‬
ِ َ ‫ل‬‫س‬‫و‬ ِ
‫ه‬ ‫ي‬ ‫ل‬
ِ ْ َُ‫ع‬ ِ
‫ّللا‬ ‫ى‬َ ‫ل‬‫ص‬ ِ‫ّللا‬
ِ َ ‫سو ُِل‬
ُ ‫فقالِ ر‬
‫ّللاِ عليْ ِِه‬
ُ َ ‫ّللا صلى‬ َ ْ
َِِ ‫غائِبًا إِنَكُ ِْم ت ْدعُونِ س ِميعًا ق ِريبًا وهُوِ معكُ ْمِ وأنا خلفِ دابَ ِِة رسُو ِِل‬
ْ ُ
ُِ‫ّللا بْنِ قيْسِ قلت‬ َِِ ‫اّلل فقالِ ِليِ يا عبْد‬ َِِ ِ‫وسلَمِ فسمِعنِي وأنا أقُو ُِل لِ حوْ لِ ولِ قُ َوةِ إِ َِل ب‬
ِ‫وز الجنَ ِِة قلتُِ بلى يا رسُول‬ْ ُ ْ ِِ ُ‫ّللا قالِ ألِ أ ُدلُّكِ على كلِمةِ مِ نِْ كنْزِ مِ نِْ كُن‬ َِِ ِ‫لبَيْكِ يا رسُول‬
ِ َ ِ‫ّللا فداكِ أبِي وأُمِي قالِ لِ حوْ لِ ولِ ق َوةِ إِ َِل ب‬
ِ‫اّلل‬ ُ َِِ

Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerangi atau


menuju Khaibar, orang-orang menaiki lembah, lalu mereka
meninggikan suara dengan takbir: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa
ilaaha illa Allah Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,”Pelanlah, sesungguhnya kamu tidaklah menyeru
kepada yang tuli dan yang tidak ada Sesungguhnya kamu
menyeru (Allah) Yang Maha Mendengar dan Maha Dekat, dan Dia
bersama kamu (dengan ilmuNya, pendengaranNya,
penglihatanNya, dan pengawasanNya, Pen ) ” Dan saya (Abu
Musa) di belakang hewan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Beliau mendengar aku mengatakan: Laa haula wa laa quwwata illa
billah Kemudian beliau bersabda kepadaku,”Wahai, Abdullah bin
Qais (Abu Musa) ” Aku berkata,”Aku sambut panggilanmu, wahai
Rasulullah ” Beliau bersabda,”Maukah aku tunjukkan kepadamu
terhadap satu kalimat, yang merupakan simpanan di antara
simpanan-simpanan surga?” Aku menjawab,”Tentu, wahai
Rasulullah Bapakku dan ibuku sebagai tebusanmu ”

Shalawat-Shalawat Bid’ah
93

Beliau bersabda,”Laa haula wa laa quwwata illa billah ” [HR


Bukhari, no 4205; Muslim, no 2704]

3 Membaca shalawat tidak boleh sambil diiringi rebana (alat


musik), karena hal ini termasuk bid’ah Perbuatan ini mirip dengan
kebiasaan yang sering dilakukan oleh orang-orang Shufi Mereka
membaca qasidah-qasidah atau sya’ir-sya’ir yang dinyanyikan dan
diringi dengan pukulan stik, rebana, atau semacamnya Mereka
menyebutnya dengan istilah sama’ atau taghbiir

Berikut ini di antara perkataan ulama Ahlus Sunnah yang


mengingkari hal tersebut

Imam Asy Syafi’i berkata,”Di Iraq, aku meninggalkan sesuatu yang


dinamakan taghbiir [2] (Yaitu) perkara baru yang diada-adakan
oleh Zanadiqah (orang-orang zindiq ; menyimpang), mereka
menghalangi manusia dari Al Qur’an ” [3]

Baca Juga Shalawat Para Malaikat Bagi Orang yang Berada Di


Shaff Sebelah Kanan

Imam Ahmad ditanya tentang taghbiir, beliau menjawab,”Bid’ah ”


[Riwayat Al Khallal Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm
163]

Imam Ath Thurthusi, tokoh ulama Malikiyah dari kota Qurthubah


(wafat 520 H); beliau ditanya tentang sekelompok orang (yaitu
orang-orang Shufi) di suatu tempat yang membaca Al Qur’an, lalu
seseorang di antara mereka menyanyikan sya’ir, kemudian mereka
menari dan bergoyang Mereka memukul rebana dan memainkan
seruling Apakah menghadiri mereka itu halal atau tidak? (Ditanya
seperti itu) beliau menjawab,”Jalan orang-orang Shufi adalah batil
dan sesat Islam itu hanyalah kitab Allah dan Sunnah RasulNya
Adapun menari dan pura-pura menampakkan cinta (kepada
Allah), maka yang pertama kali mengada-adakan adalah kawan-

Shalawat-Shalawat Bid’ah
94

kawan Samiri (pada zaman Nabi Musa) Yaitu ketika Samiri


membuatkan patung anak sapi yang bisa bersuara untuk mereka,
lalu mereka datang menari di sekitarnya dan berpura-pura
menampakkan cinta (kepada Allah) Tarian itu adalah agama
orang-orang kafir dan para penyembah anak sapi Adapun majelis
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya
penuh ketenangan, seolah-olah di atas kepala mereka dihinggapi
burung Maka seharusnya penguasa dan wakil-wakilnya melarang
mereka menghadiri masjid-masjid dan lainnya (untuk menyanyi
dan menari, Pen) Dan bagi seorang yang beriman kepada Allah
dan hari akhir, tidaklah halal menghadiri mereka Tidak halal
membantu mereka melakukan kebatilan Demikian ini jalan yang
ditempuh (Imam) Malik, Asy Syafi’i, Abu Hanifah, Ahmad dan
lainnya dari kalangan imam-imam kaum muslimin ” [Dinukil dari
kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm 168-169]

Imam Al Hafizh Ibnu Ash Shalaah, imam terkenal penulis kitab


Muqaddimah ‘Ulumil Hadits (wafat th 643 H); beliau ditanya
tentang orang-orang yang menghalalkan nyanyian dengan rebana
dan seruling, dengan tarian dan tepuk-tangan Dan mereka
menganggapnya sebagai perkara halal dan qurbah (perkara yang
mendekatkan diri kepada Allah), bahkan (katanya sebagai) ibadah
yang paling utama Maka beliau menjawab: Mereka telah
berdusta atas nama Allah Ta’ala Dengan pendapat tersebut,
mereka telah mengiringi orang-orang kebatinan yang
menyimpang Mereka juga menyelisihi ijma’ Barangsiapa yang
menyelisihi ijma’, (ia) terkena ancaman firman Allah:

‫الرسُولِ مِ ن بعْ ِِد ماتبيَنِ ل ِهُ الْهُدى ويتَبِعِْ غيْرِ سبِي ِِل الْ ُمؤْ مِ نِينِ نُو ِل ِِه ماتولَى‬
َ ‫ِق‬ِِ ‫ومن يُشاق‬
ً ‫ص ِل ِِه جهنَمِ وسآءتِْ م ِص‬
‫يرا‬ ْ ُ‫ون‬

Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran


baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang
mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia kedalam Jahannam, dan

Shalawat-Shalawat Bid’ah
95

Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali [An Nisa/4:115]


[4]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,”Dan telah


diketahui secara pasti dari agama Islam, bahwa Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak mensyari’atkan kepada orang-orang shalih
dan para ahli ibadah dari umat beliau, agar mereka berkumpul
dan mendengarkan bait-bait yang dilagukan dengan tepuk tapak-
tangan, atau pukulan dengan kayu (stik), atau rebana
Sebagaimana beliau tidak membolehkan bagi seorangpun untuk
tidak mengikuti beliau, atau tidak mengikuti apa yang ada pada Al
Kitab dan Al Hikmah (As Sunnah) Beliau tidak membolehkan, baik
dalam perkara batin, perkara lahir, untuk orang awam, atau untuk
orang tertentu ” [5]

Demikianlah penjelasan kami, semoga menghilangkan


kebingungan saudara Alhamdulillah Rabbil ‘alamin, washalatu
wassalaamu ‘ala Muhammad wa ‘ala ahlihi wa shahbihi ajma’in

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VII/1420H/1999M


Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl Solo –
Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp 0271-
858197 Fax 0271-858196 Kontak Pemasaran 085290093792,
08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

_______

Footnote

[1] Lihat Mu’jamul Bida’, hlm 345-346, karya Syaikh Raid bin
Shabri bin Abi ‘Ulfah; Fadh-lush Shalah ‘Alan Nabi n , hlm 20-24,
karya Syaikh Abdul Muhshin bin Hamd Al ‘Abbad; Minhaj Al Firqah
An Najiyah, hlm 116-122, karya Syaikh Muhammad Jamil Zainu;
Sifat Shalawat & Salam Kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
hlm 72-73, karya Ustadz Abdul Hakim bin Amir bin Abdat

Shalawat-Shalawat Bid’ah
96

[2] Sejenis sya’ir berisi anjuran untuk zuhud di dunia yang


dinyanyikan oleh orang-orang Shufi, dan sebagian hadirin
memukul-mukulkan kayu pada bantal atau kulit sesuai dengan
irama lagunya

[3] Riwayat Ibnul Jauzi, dalam Talbis Iblis; Al Khallal dalam Amar
Ma’ruf, hlm 36; dan Abu Nu’aim dalam Al Hilyah, 9/146 Dinukil
dari kitab Tahrim Alat Ath-Tharb, hlm 163

[4] Fatawa Ibnu Ash Shalah, 300-301 Dinukil dari kitab Tahrim
Alat Ath-Tharb, hlm 169

[5] Majmu’ Fatawa, 11/565 Dinukil dari kitab Tahrim Alat Ath-
Tharb, hlm 165

Shalawat-Shalawat Bid’ah
97

Cara Shalawat yang Benar

Tanya:

Assalamu’alaikum Ustadz, Semoga Allah memberkahimu

Bagaimana lafazh, cara dan waktu bershalawat yang sesuai


dengan sunnah?

Dikarenakan banyak sekali shalawat-shalawat diucapkan sampai-


sampai dinyanyikan dengan irama? Jazakallahu Khair

(Abu Hanun)

Jawab:

Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh Wa fiikum


barakallahu

Kita diperintah untuk memperbanyak shalawat kepada Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana firman Allah:

ْ ‫ي ِ يا أيُّها الَذِينِ آمنُوا صلُّوا عليْ ِِه وس ِل ُموا ت‬


(ً ‫سلِيمِا‬ ِ ِ‫ّللا وملئِكتهُِ يُصلُّونِ على النَب‬
َِ َِ‫)إِن‬
(56:‫)األحزاب‬

“Sesungguhnya Allah dan malaikatnya bershalawat kepada nabi,


wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kalian
kepadanya dan juga ucapkanlah salam ” (Qs Al- Ahzab: 56)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

((ًِ‫ي صلة‬
َِ ‫أكثرهم عل‬
ُ ‫ي يوم القيامة‬
ِْ ‫الناس ِب‬
ِِ ‫))أولى‬

“Orang yang paling dekat dariku pada hari kiamat adalah yang
paling banyak bershalawat kepadaku ” (HR At-Tirmidzy, dan
dihasankan Syeikh Al-Albany)

Maka hendaknya seorang muslim memperbanyak shalawat atas


beliau Dan disana ada waktu khusus yang disyariatkan

Shalawat-Shalawat Bid’ah
98

bershalawat seperti ketika hari jum’at, ketika disebutkan nama


beliau, ketika tasyahhud akhir, setelah takbir kedua pada shalat
jenazah, ketika mau berdoa, ketika masuk masjid, ketika keluar
masjid, setelah menjawab muadzdzin, dll

Sebaik-baik lafadz shalawat adalah shalawat Ibrahimiyyah (di


dalamnya ada penyebutan nabi Ibrahim)

Dari Ibnu Abi Laila beliau berkata:

“Aku bertemu dengan Ka’b bin ‘Ujrah kemudian beliau berkata:


“Maukah kamu aku berikan hadiah yang aku dengar dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?”Aku berkata: “Iya,
hadiahkanlah itu kepadaku ” Maka beliau berkata:

‫ فإن هللا قد علَمنا كيف‬،‫ يا رسول هللا كيف الصلةُِ عليكم أهلِ البيت‬:‫سألْنا رسول هللا فقلنا‬
‫ قولوا اللَهُّم ص ِِل على محمدِ وعلى آل محمد كما صلَيْتِ على إبراهيم وعلى آل‬:‫نس ِلم؟ قال‬
‫باركِْ على محمدِ وعلى آل محمد كما باركتِ على إبراهيم‬ ِ ‫ اللَهُّم‬،‫إبراهيم إنك حميد مجيد‬
‫وعلى آل إبراهيم إنك حميدِ مجي ِد‬

“Kami bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:


“Wahai Rasulullah, bagaimana cara bershalawat kepada antum,
wahai ahlul bait?” Karena Allah sudah mengajari kami bagaimana
cara mengucapkan salam?” Maka beliau bersabda: Katakanlah:

‫اللَهُّم ص ِِل على محمدِ وعلى آل محمد كما صلَيْتِ على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد‬
ِ ‫ اللَهُّم‬،‫مجيد‬
‫باركِْ على محمدِ وعلى آل محمد كما باركتِ على إبراهيم وعلى آل إبراهيم‬
‫إنك حميدِ مجيِد‬

“Ya Allah, bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarganya


sebagaimana engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan
keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Luas,
Ya Allah, berkahilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana
Engkau telah memberkahi ibrahim dan keluarganya,
sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Luas ” (Muttafaqun
‘alaihi)

Shalawat-Shalawat Bid’ah
99

Berkata As-Sakhawy (wafat tahun 902 H ):

‫استدل بتعليمه صلى هللا عليه وسلم ألصحابه كيفية الصلة عليه بعد سؤالهم عنها أنها‬
ِ‫أفضل الكيفيات؛ ألنه ل يختار لنفسه إل األشرف واألفضل‬

“Pengajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para


sahabatnya tentang cara bershalawat kepada beliau setelah
ditanya menunjukkan bahwa shalawat tersebut adalah shalawat
yang palaing afdhal caranya, karena beliau tidak memilih untuk
diri beliau kecuali yang paling mulia dan yang paling afdhal ” (Al-
Qaulul Badi’ fish shalah ‘alal Habib Asy-Syafi’, As-Sakhawy hal: 47)

Ibnul Qayyim juga berkata:

‫وأكمل ما يصلى عليه به ويصل إليه هي الصلة اِلبراهيمية كما علمه أمته أن يصلوا‬
‫ن‬
ِ ‫ق المتحذلقو‬
ِ ‫عليه فل صلة عليه أكمل منها وإن تحذل‬

“Dan shalawat yang paling sempurna, yang sampai kepada beliau


adalah shalawat Ibrahimiyyah, sebagaimana yang beliau ajarkan
kepada ummatnya, maka tidak ada shalawat yang lebih sempurna
darinya, meski sebagian orang merasa lebih pintar (untuk
membuat lafadz shalawat) ” (Zadul Ma’ad 2/356)

Berkata Syeikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin:

‫وخير صيغة يقولها اِلنسان في الصلة على النبي صلى هللا عليه وسلم ما اختاره النبي‬
‫صلى هللا عليه وسلم للصلة عليه بها‬

“Dan sebaik-baik lafadz bershalawat kepada nabi shallallahu


‘alaihi wa sallam adalah apa yang beliau pilih ” (Majmu’ Fatawa
wa rasail Syeikh Muhammad Al-Utsaimin 13/230)

Meskipun demikian boleh mengucapkan shalawat dengan lafadz


yang lain jika lafadznya fasih, seperti mengucapkan:

ِ‫صلى هللا عليه وسلم‬

atau

Shalawat-Shalawat Bid’ah
100

ِ‫الصلة والسلم على رسول هللا‬

Dan hendaknya menjauhi lafadz-lafadz terlarang seperti ghuluw


(berlebih-lebihan dalam memuji beliau) sebagaimana ini ada pada
kebanyakan shalawat-shalawat buatan manusia

Demikian pula menjauhi cara bershalawat yang tidak ada dalilnya


seperti bershalawat dengan dinyanyikan, karena ini tidak pernah
dicontohkan oleh para pendahulu kita dari kalangan sahabat,
tabi’in, dan tabi’it tabi’in

Wallahu a’lam

Ustadz Abdullah Roy, Lc

Shalawat-Shalawat Bid’ah
101

Selawat Jibril

Di antara bukti kecintaan seorang muslim kepada Nabi


Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama adalah banyak-banyak
berselawat Suatu ketika, ‘Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu
pernah berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama,
“Wahai Rasulullah, aku ini ingin memperbanyak berselawat
kepadamu Kira-kira harus berapa banyak?”

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallama menjawab, “Terserah engkau ”

“Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu pun menimpali, “Bagaimana


kalau seperempat?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallama menjawab, “Seandainya


engkau tambah, niscaya lebih baik bagimu ”

Kemudian dijawab, “Bagaimana jika setengah?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallama kembali mengatakan,


“Terserah, tapi jika engkau tambah, itu lebih baik bagimu ”

“Bagaimana jika 2/3?”, ujar ‘Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallama pun menjawab, “Terserah, tapi


jika kau tambah, itu lebih baik bagimu ”

“Jika demikian, aku jadikan seluruhnya untuk berselawat


untukmu’, pungkas ‘Ubay bin Ka’ab

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallama pun bersabda,


“Jika demikian, kesedihanmu akan sirna dan dosa-dosamu akan
terampuni ” (HR At-Tirmidzi no 2457)

Begitu pun, Allah ‘Azza Wajalla berfirman,


ٰۤ
‫س ِليْ ًما‬ ِ ِ‫ّللا وم َٰلىِٕكتهِ يُصلُّوْ نِ على النَب‬
ْ ‫ي ِ َٰيٰٓايُّها الَ ِذيْنِ َٰامنُوْ ا صلُّوْ ا عليْ ِِه وس ِلمُوْ ا ت‬ ِٰ َِ‫اِن‬

Shalawat-Shalawat Bid’ah
102

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk


Nabi Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu
untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan
kepadanya ” (QS Al Ahzab: 56)

Sehingga, tidaklah layak seorang muslim mengaku begitu cinta


kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama, akan tetapi
lisannya jarang sekali berselawat kepada beliau shallallahu ‘alaihi
wasallama Namun, bukan hanya itu Tanda cinta seorang muslim
kepada nabinya adalah mengikuti perintah dan menjauhi
larangannya Dan hanya mempercayai bahwa janji pahala dari
ibadah yang kita kerjakan haruslah bersumber dari Al-Qur’an dan
Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallama Termasuk ketika
seseorang berselawat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallama

Sholawat Jibril dan riwayat palsu tentangnya

Di antara yang ramai beredar di tengah kaum muslimin adalah


sholawat jibril, yakni yang (menurut mereka) sebagai selawat
yang pertama kali diucapkan Jibril ‘alaihissalam, yaitu:

ِ‫ّللا ع َٰلى ُمح َمد‬


ُِٰ ‫صلَى‬

“Semoga Allah limpahkan rahmat kepada Nabi Muhammad


shallallahu ‘alaihi wasallama ”

Secara lafaz, selawat ini sama sekali tidak ada masalah Al-
Munawi rahimahullahu dalam Faidhul Qadiir ketika menjelaskan
hadis,

‫من صلى على حين يصبح عشرا وحين يمسي عشرا أدركته شفاعتي يوم القيامة‬

“Barangsiapa berselawat kepadaku 10 kali di pagi dan sore hari,


maka ia mendapat syafaatku di hari kiamat ” (HR Ath-Thabrani
dan dinilai lemah oleh para ulama seperti Syekh Al-Albani
rahimahullahu)

Shalawat-Shalawat Bid’ah
103

Beliau rahimahullahu menukil ucapan,

‫وقضية اللفظ حصول الصلة بأي لفظ كان وإن كان الراجح الصفة الورادة في التشهد‬

“Poinnya adalah yang penting maksud selawat atau kandungan


doa dalam selawat tersampaikan dengan lafaz apapun Meskipun
yang tepat adalah dengan lafaz sebagaimana ketika seorang
duduk tasyahhud ”

Namun, ketika mendasarkan keutamaan membacanya dengan


hadis-hadis yang palsu seperti yang menceritakan bahwa selawat
ini diucapkan Jibril ‘alaihissalam ketika Adam ‘alaihissalam dan
ibunda Hawwa bertemu Atau mengharuskan orang lain untuk
membacanya dengan hitungan atau tatacara yang tidak diajarkan
oleh Rasulullah sendiri, maka hal tersebut tidaklah dibenarkan

Wallahu a’lam

Penulis: Muhammad Nur Faqih, S Ag

Shalawat-Shalawat Bid’ah
104

Hukum Membaca Sholawat Asyghil

Pertanyaan :

ِ‫الرحِ ْيم‬
َ ‫من‬ِِ ْ‫الرح‬
َ ‫ّللا‬
ِِ ‫ْـم‬
ِِ ‫ِبس‬

ِِ ُ‫السَل ُِم عليْكُ ِْم ورحْ م ِة‬


ُ‫ّللا وبركاتُ ِه‬

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa menjaga ustadz

Afwan izin bertanya ustadz tentang sholawat asyghil, apakah ada


dalilnya dan bisa diamalkan?

Syukron wa jazaakallah khayran

(Penanya: Sahabat BiAS T07 G60)

Jawaban :

ِِ ُِ‫وعل ْيكُ ُِم السَل ُِم ورحْ مة‬


ُِ‫ّللا وبركاتُه‬

ِ‫ّللا‬
ِ ‫ْـم‬ِِ ‫بِس‬

Alhamdulillāh

Washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillāh, wa ‘alā ālihi wa ash hābihi


ajma’in

Hukum Membaca Sholawat Asyghil

Kalau yang dimaksud dengan sholawat asyghil adalah:

ِ‫ش ِغ ِِل الظَالِمِ يْنِ بِالظَِالِمِ يْنِ وأ ْخ ِرجْ نا مِ نِْ بيْن ِِه ِْم سالِمِ يْن‬
ْ ‫اللَ ُه َِم ص ِِل علي سيِدِنا ُمح َمدِ وأ‬
‫ْن‬
ِ ‫وعلي ا ِل ِِه وصحْ ِب ِِه أجْم ِعي‬

“Ya Allah, berikanlah sholawat kepada penghulu kami Nabi


Muhammad, dan sibukkanlah orang-orang zalim dengan orang
zalim lainnya Selamatkanlah kami dari kejahatan mereka Dan
limpahkanlah sholawat kepada seluruh keluarga dan para sahabat
beliau ”

Shalawat-Shalawat Bid’ah
105

Ana belum menemukan dalil dari al-qur’an maupun as-sunnah


yang berkenaan dengan lafazh sholawat tersebut

Jika dilihat dari sisi lafazh, ana tidak menemukan lafazh yang
terlarang

Namun berbeda halnya jikalau ada keyakinan lain tentang


sholawat ini, seperti memiliki keutamaan-keutamaan khusus, jika
dibaca pada waktu-waktu tertentu maka akan mendapatkan ini
itu, maka berubah hukumnya menjadi terlarang, karena hal
tersebut butuh kepada dalil

Sholawat yang Rasulullah Ajarkan

Adapun lafazh yang terbaik untuk bersholawat kepada nabi


shallallahu ‘alaihi wasallam, adalah lafazh yang diajarkan oleh
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri, seperti:

ِ َ‫اللَ ُه َِم ص ِِل علِى ُمح َمدِ وعلى آ ِِل ُمح َمدِ كما صلَيْتِ على إِبْراهِيمِ وعلى آ ِِل إِبْراهِيمِ إِن‬
‫ك‬
‫حمِ يدِ م ِجيد‬

ِ‫اللَ ُه َِم ب ِاركِْ على ُمح َمدِ وعلى آ ِِل ُمح َمدِ كما باركْتِ على إِبْراهِيمِ وعلى آ ِِل إِبْراهِيمِ إِنَك‬
‫حمِ يدِ م ِجيد‬

Allahumma shalli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad


kamaa shollaita ‘alaa Ibrahiim wa ‘alaa aali Ibrahim innaka
hamiidun majid

Allahumma baarik ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad


kamaa baarakta ‘alaa Ibrahiim wa ‘alaa aali Ibrahim innaka
hamiidun majiid”

Artinya : (Ya Allah berilah sholawat kepada Muhammad dan


kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi
sholawat kepada Ibrahiim dan kepada keluarga Ibrahim,
sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Maha Mulia

Shalawat-Shalawat Bid’ah
106

Ya Allah berilah barakah kepada Muhammad dan keluarga


Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi barakah kepada
Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkah
Maha Terpuji dan Maha Mulia)

(HR Bukhari : 3119)

Atau lafadz lain yang berbunyi :

ِ‫اج ِِه وذُ ِريَتِ ِِه كما صلَيْتِ على آ ِِل إِبْراهِيم‬
ِ ‫اللَ ُه َِم ص ِِل على ُمح َِمدِ وأ ْزو‬
‫اج ِِه وذُ ِريَتِ ِِه كما باركْتِ على آ ِِل إِبْراهِيمِ إِنَكِ حمِ يدِ م ِجيد‬
ِ ‫وب ِاركِْ على ُمح َمدِ وأ ْزو‬
Allahumma shalli ‘alaa Muhammadin wa azwaajihi wa
dzurriyyatihii kamaa shollaita ‘alaa aali Ibrahim

Wa baarik ‘alaa Muhammadin wa azwaajihi wa dzurriyyatihii


kamaa baarakta ‘alaa aali Ibrahim innaka hamiidun majiid”

(Ya Allah berilah sholawat kepada Muhammad, istri-istrinya dan


anak keturunannya sebagaimana Engkau telah memberi sholawat
kepada keluarga Ibrahim

Dan berilah barakah kepada Muhammad, istri-istrinya dan anak


keturunannya sebagaimana Engkau telah memberi barakah
kepada keluarga Ibrahim Sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan
Maha Mulia) “

(HR Bukhari : 3118)

Wallahu a’lam,

Wabillahit taufiq

Dijawab dengan ringkas oleh :

Ustadz Muhammad Ihsan ‫حفظه هللا‬

Shalawat-Shalawat Bid’ah
107

Bid’ah Dalam Perkara Duniawi

Pertanyaan:

Wahai Sahamatus Syaikh, saya tahu adanya batasan yang rinci


dalam membedakan antara sunnah dan bid’ah, namun tolong
jelaskan kepada kami apa batasan antara bid’ah dalam agama
dengan bid’ah dalam masalah duniawi

Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz rahimahullah menjawab:

Dalam masalah duniawi, tidak ada bid’ah, walaupun dinamakan


bid’ah (secara bahasa) Manusia membuat mobil, pesawat,
komputer, telepon, kabel, atau benda-benda buatan manusia
yang lain semua ini tidak dikatakan bid’ah walaupun memang
disebut bid’ah dari segi bahasa, namun tidak termasuk bid’ah
dalam istilah agama Karena bid’ah secara bahasa artinya segala
sesuatu yang belum pernah dibuat sebelumnya, itu semua disebut
bid’ah Sebagaimana dalam ayat:

ِ ِ ‫ت و ْاأل ْر‬
‫ض‬ ِِ ‫بدِي ُِع السَماوا‬

“Allah adalah Pencipta langit dan bumi” (QS Al Baqarah: 117)

maksud ayat ini yaitu Allah Ta’ala membuat mereka (langit dan
bumi) yang sebelumnya tidak ada

Demikian, secara bahasa memang istilah bid’ah secara mutlak


dimaknai sebagai segala sesuatu yang belum ada sebelumnya
Andai perkara-perkara duniawi yang demikian biasanya tidak
disebut sebagai bid’ah, semua itu tidak tercela walau
dikategorikan sebagai bid’ah secara bahasa Bahkan tidak
diingkari, karena bukan perkara agama dan bukan perkara ibadah
Misalnya, jika kita katakan dibuatnya mobil, komputer, pesawat
atau semisalnya adalah bid’ah, maka bid’ah di sini dari segi
bahasa Dan semua itu bukanlah kemungkaran dan tidak boleh
diingkari

Shalawat-Shalawat Bid’ah
108

Yang diingkari adalah perkara-perkara baru dalam hal agama


semisal shalawat-shalawat bid’ah, atau ibadah bid’ah lain yang
Inilah yang diingkari

Karena syariat Islam harus dibersihkan dari bid’ah Yang menjadi


syari’at Islam adalah apa yang telah disyariatkan oleh Allah dan
Rasul-Nya, bukan apa yang diada-adakan oleh manusia baik
berupa shalawat, puasa, atau ibadah lain yang tidak disyariatkan
oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala Karena agama ini telah
sempurna, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

ِ ْ ‫الْيوْ مِ أكْملْتُِ لكُ ِْم دِينكُ ِْم وأتْم ْمتُِ عليْكُ ِْم نِعْمتِي ور ِضيتُِ لكُ ُِم‬
ِ‫اِلسْلمِ دِينًا‬

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan


telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam
itu jadi agama bagimu” (QS Al Ma’idah: 3)

Sumber: Fatawa Nuurun ‘Ala Ad Darb juz 3 halaman 21

http://www alifta net/Fatawa/FatawaChapters aspx?View=Page&


PageID=275&PageNo=1&BookID=5

Penerjemah: Yulian Purnama

Shalawat-Shalawat Bid’ah
109

Shalawat Munjiyat

Apa itu shalawat munjiyat Katanya kalo dibaca 1000 kali akan
menyelamatkan orang dari musibah

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,

Teks shalawat Munjiyat sbb,

‫ت وتقْ ِضي لنا‬ِِ ‫الل ُه َِم ص ِِل علي سيِدِنا ُمحمدِ صلةِ تُنْجيْنا بِها مِ نِ جمِ يْعِ األهوْ ا ِِل واألفا‬
ِِ ‫ت وت ْرفعُنا بِها ِعنْدكِ أعْلي الدرجا‬
‫ت‬ ِِ ‫ت وتُط ِه ُرنا بِها مِ نِْ جمِ ي ِِْع السيئا‬
ِِ ‫بها جمِ يعِ الحاجا‬
‫ت برحمتك يا‬ ِِ ‫ت فِي الحيا ِِة وبعْدِ المما‬ ِِ ‫وتُبلغُنا بِها أقْصي الغايا‬
ِِ ‫ت مِ نِْ جمِ ي ِِْع الخيرا‬
‫ن‬
ِ ‫أرحم الراحمي‬

Ya Allah limpahkanlah rahmat kepada junjungan kita Nabi


Muhammad SAW, yang dengan shalawat itu, Engkau akan
menyelamatkan kita dari semua keadaan yang menakutkan dan
dari semua cobaan Dan dengan shalawat itu, Engkau akan
mengabulkan hajat kami Dan dengan shalawat itu, Engkau akan
membersihkan kita dari semua keburukan/kesalahan Dan dengan
shalawat itu, Engkau akan mengangkat kami ke derajat paling
tinggi Dan dengan shalawat itu pula, Engkau akan menyampaikan
kami kepada tujuan yang paling sempurna dalam semua kebaikan,
ketika hidup dan setelah mati Dengan rahmat-Mu, wahai Sang
Pemberi Rahmat

Seluruh kaum muslimin sepakat bahwa shalawat ini tidak ada


dalilnya Tidak pernah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, para sahabat, tabi’in, maupun tabi’ tabi’in Bahkan tidak
pernah disinggung oleh para imam madzhab, seperti Abu Hanifah,
Malik, as-Syafii, dan Ahmad rahimahumullah

Shalawat-Shalawat Bid’ah
110

Kami tidak tahu dengan pasti, bagaimana sejarah munculnya


shalawat ini Hanya saja, ada sebagian orang yang mengatakan
bahwa shalawat ini pertama kali dibuat oleh seorang tokoh sufi
Thariqat Syadziliyah, yang bernama as-Sholeh Musa ad-Dharir

Dan kita bisa menilai, Tariqat Syadziliyah termasuk tariqat yang


menyimpang dari islam Mereka berkeyakinan bahwa tokohnya
bisa mengetahui yang ghaib

Pendiri thariqah ini, Abul Hasan Ali bin Abdillah as-Syadzili


mengklaim bahwa dirinya memiliki 10 lautan ilmu, 5 dari kalangan
manusia dan 5 dari kalangan ruh Lima lautan ilmu manusia
adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakr, Umar,
Utsman, dan Ali Sedangkan lima dari kalangan ruh: Jibril, Mikail,
Israfil, Izrail, dan ar-Ruh al-Akbar

(Lathaif al-Minan, al-Askandari, hlm 146)

Karena itu, bagi penganut tariqat Syadziliyah, tokoh mereka


dikultuskan melebihi layaknya manusia Bahkan mereka
berkeyakinan, bahwa imamnya telah diberi tahu oleh Allah, siapa
saja pengikutnya sampai hari kiamat yang akan dijamin masuk
surga

Pertanyaan selanjutnya, layakkah shalawat semacam ini


dilestarikan Sementara sumber shalawat ini dari orang yang
memiliki aqidah menyimpang dari ajaran islam?

Terbukti Berhasil

Salah satu di antara alasan sebagian orang yang mengamalkan


shalawat ini, mereka mengatakan bahwa coba-coba membaca
shalawat ini, terbukti berhasil dan selamat dari mara bahaya
Karena itulah, shalawat ini disebut shalawat munjiyat
(penyelamat) Yang menyelamatkan orang dari musibah yang
mengancamnya

Shalawat-Shalawat Bid’ah
111

Alasan ini bisa kita jawab,

1 Bahwa Allah telah menyempurnakan agama islam, karena itu


tidak butuh coba-coba

Allah berfirman,

ِ ْ ‫الْيوْ مِ أكْملْتُِ لكُ ِْم دِينكُ ِْم وأتْم ْمتُِ عليْكُ ِْم نِعْمتِي ور ِضيتُِ لكُ ُِم‬
ِ‫اِلسْلمِ دِي ًنا‬

Pada hari di mana Aku sempurnakan agama kalian dan


Kusempurnakan nikmat kalian Dan Aku Ridha islam sebagai
agama kalian

Oleh karena itu, tidak selayaknya amalan syariah dilakukan


dengan coba-coba

2 Andai yang mereka lakukan itu baik, tentu Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mengajarkannya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ِِ َ‫ب مِ نِ الْجنَ ِِة ويُبا ِع ُِد مِ نِ الن‬


ِ‫ار إِل وق ِْد بُيِنِ لكُ ْم‬ ُِ ‫يءِ يُق ِر‬
ْ ‫ما بقِيِ ش‬
Tidak ada satupun amal yang mendekatkan ke surga dan
menjauhkan dari neraka, kecuali telah dijelaskan untuk kalian
(HR At-Thabrani dalam al-Kabir 1623 dan statusnya shahih)

Keadaan yang mengancam keselamatan Nabi shallallahu ‘alaihi


wa sallam dan para pengikutnya terjadi berkali-kali Bahwa beliau
sendiri pernah terkena tombak di pipinya Ada juga sahabat yang
terkena panah Dan banyak di antara mereka yang meninggal
dunia ketika perang

Andai shalawat ini disyariatkan, tentu Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam akan mengajarkannya sebagai modal bagi para
sahabat, untuk menjaga keselamatan diri mereka

Shalawat Terbaik

Shalawat-Shalawat Bid’ah
112

Shalawat adalah ibadah dan ibadah yang benar, adalah ibadah


yang sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah mengajarkan kepada umatnya bagaimana cara bershalawat
yang benar

Dari Ka’ab bin Ujrah radhiallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

Para sahabat pernah bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kami telah


memahami tata cara memberi salam kepada Anda, lalu
bagaimana cara memberi salawat kepada Anda?’

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Ucapkanlah,

ِ ‫ إِنَكِ حمِ يدِ م ِج‬، ِ‫ كما صلَيْتِ على آ ِِل إِبْراهِيم‬، ِ‫ وعلِى آ ِِل ُمح َمد‬، ِ‫ اللَ ُه َِم ص ِِل على ُمح َمد‬،
‫يد‬
ِ‫ إِنَكِ حمِ يدِ م ِجيد‬، ِ‫ كما باركْتِ على آ ِِل إِبْراهِيم‬، ِ‫ وعلى آ ِِل ُمح َمد‬، ِ‫اللَ ُه َِم ب ِاركِْ على ُمح َمد‬

Inilah shalawat yang diajarkan langsung oleh Nabi shallallahu


‘alaihi wa sallam dan semua pelajaran dari beliau, tentu atas
wahyu dari Allah Sebagai penganut Rasulullah yang baik,
selayaknya kita mencukupkan diri dengan shalawat yang beliau
ajarkan

Allahu a’lam

Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits

Shalawat-Shalawat Bid’ah
113

Bid’ah Maulidan Yasinan Dan Shalawat Burdah

Pertanyaan :

‫السلم عليكم ورحمة ّللاِ وبركاته‬

Ustadz saya hendak bertanya terkait perayaan-perayaan hari


besar agama islam, seperti : Perayaan Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj,
dan juga kegiatan yasinan (membaca surat yasin secara rutin di
malam jum’at setiap pekannya)

Apakah kegiatan-kegiatan tersebut termasuk bid’ah yang dilarang


dalam islam?

Mohon penjelasan

‫جزاك هللاُِ خي ًْرِا‬

(Dari Hamba Alloh Anggota Grup WA Bimbingan Islam)

Jawaban :

‫وعليكم السلم ورحمة هللا وبر كاته‬

Jazakilah Khoir kepada penanya yang bertanya tentang kegiatan


perayaan hari besar agama islam, seperti : Perayaan Maulid Nabi,
Isra’ Mi’raj, dan juga kegiatan yasinan (membaca surat yasin
secara rutin di malam jum’at setiap pekannya)

Kesimpulan: Acara Yasinan, Isra Mi’raj dan Maulid Nabi termasuk


perbuatan yang MENYELISIHI SUNAH NABI atau disebut BID’AH

Hukum Merayakan Maulid Nabi

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah


menjawab:

Pertama, malam kelahiran Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak


diketahui secara pasti kapan Bahkan sebagian ulama masa kini
menyimpulkan hasil penelitian mereka bahwa sesungguhnya

Shalawat-Shalawat Bid’ah
114

malam kelahiran beliau adalah pada tanggal 9 Robi’ul Awwal dan


bukan malam 12 Robi’ul Awwal Oleh sebab itu maka menjadikan
perayaan pada malam 12 Robi’ul Awwal tidak ada dasarnya dari
sisi latar belakang historis

Kedua, dari sisi tinjauan syariat maka merayakannya pun tidak


ada dasarnya Karena apabila hal itu memang termasuk bagian
syariat Allah maka tentunya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melakukannya atau beliau sampaikan kepada umatnya Dan jika
beliau pernah melakukannya atau menyampaikannya maka
mestinya ajaran itu terus terjaga, sebab Allah ta’ala berfirman
yang artinya, “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Quran
dan Kami lah yang menjaganya” (QS Al-Hijr: 9)

Sehingga tatkala ternyata sedikit pun dari kemungkinan tersebut


tidak ada yang terbukti maka dapat dimengerti bahwasanya hal
itu memang bukan bagian dari ajaran agama Allah Sebab kita
tidaklah diperbolehkan beribadah kepada Allah ‘azza wa jalla dan
mendekatkan diri kepada-Nya dengan cara-cara seperti itu
Apabila Allah ta’ala telah menetapkan jalan untuk menuju
kepada-Nya melalui jalan tertentu yaitu ajaran yang dibawa oleh
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bagaimana mungkin kita
diperbolehkan dalam status kita sebagai hamba yang biasa-biasa
saja kemudian kita berani menggariskan suatu jalan sendiri
menurut kemauan kita sendiri demi mengantarkan kita menuju
Allah?

Hal ini termasuk tindakan jahat dan pelecehan terhadap hak Allah
‘azza wa jalla tatkala kita berani membuat syariat di dalam agama-
Nya dengan sesuatu ajaran yang bukan bagian darinya
Sebagaimana pula tindakan ini tergolong pendustaan terhadap
firman Allah ‘azza wa jalla yang artinya,

‫الْيوْ مِ أكْملْتُِ لكُ ِْم دِينكُ ِْم وأتْم ْمتُِ عليْكُ ِْم نِعْمتِي‬

Shalawat-Shalawat Bid’ah
115

“Pada hari ini Aku telah sempurnakan bagi kalian agama kalian
dan Aku telah cukupkan nikmat-Ku kepada kalian” (QS Al-
Maa’idah: 3)

Oleh sebab itu kami katakan bahwasanya apabila perayaan ini


termasuk dari kesempurnaan agama maka pastilah dia ada dan
diajarkan sebelum wafatnya Rasul ‘alaihish shalatu wa salam Dan
jika dia bukan bagian dari kesempurnaan agama ini maka
tentunya dia bukan termasuk ajaran agama

Barang siapa yang mengklaim acara maulid ini termasuk


kesempurnaan agama dan ternyata ia terjadi setelah wafatnya
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam maka sesungguhnya ucapannya
itu mengandung pendustaan terhadap ayat yang mulia ini Dan
tidaklah diragukan lagi kalau orang-orang yang merayakan
kelahiran Rasul ‘alaihis shalatu was salam hanya bermaksud
mengagungkan Rasul ‘alaihis shalaatu was salaam Mereka ingin
menampakkan kecintaan kepada beliau serta memompa
semangat agar tumbuh perasaan cinta kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam melalui diadakannya perayaan ini Dan itu semua
termasuk perkara ibadah Kecintaan kepada Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah ibadah

Bahkan tidaklah sempurna keimanan seseorang hingga dia


menjadikan Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai orang yang
lebih dicintainya daripada dirinya sendiri, anaknya, orang tuanya
dan bahkan seluruh umat manusia Demikian pula pengagungan
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam termasuk perkara ibadah
Begitu pula membangkitkan perasaan cinta kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga termasuk bagian dari agama
karena di dalamnya terkandung kecenderungan kepada
syariatnya Apabila demikian maka merayakan maulid Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah serta untuk mengagungkan Rasul shallallahu ‘alaihi
wa sallam adalah suatu bentuk ibadah

Shalawat-Shalawat Bid’ah
116

Dan apabila hal itu termasuk perkara ibadah maka sesungguhnya


tidak diperbolehkan sampai kapan pun menciptakan ajaran baru
yang tidak ada sumbernya dari agama Allah Oleh sebab itu
merayakan maulid Nabi adalah bid’ah dan diharamkan

Kemudian kami juga pernah mendengar bahwa di dalam perayaan


ini ada kemungkaran-kemungkaran yang parah dan tidak
dilegalkan oleh syariat, tidak juga oleh indera maupun akal sehat
Mereka bernyanyi-nyanyi dengan mendendangkan qasidah-
qasidah yang di dalamnya terdapat ungkapan yang berlebih-
lebihan (ghuluw) terhadap Rasul ‘alaihish sholaatu was salaam
sampai-sampai mereka mengangkat beliau lebih agung daripada
Allah –wal ‘iyaadzu billaah- Dan kami juga pernah mendengar
kebodohan sebagian orang yang ikut serta merayakan maulid ini
yang apabila si pembaca kisah Nabi sudah mencapai kata-kata
“telah lahir Al-Mushthafa” maka mereka pun serentak berdiri dan
mereka mengatakan bahwa sesungguhnya ruh Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam hadir ketika itu maka kita berdiri demi
mengagungkan ruh beliau

Ini adalah tindakan yang bodoh Dan juga bukanlah termasuk tata
krama yang baik berdiri ketika menyambut orang karena beliau
tidak senang ada orang yang berdiri demi menyambutnya Dan
para sahabat beliau pun adalah orang-orang yang paling dalam
cintanya kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam serta kaum
yang lebih hebat dalam mengagungkan beliau daripada kita
Mereka itu tidaklah berdiri tatkala menyambut beliau karena
mereka tahu beliau membenci hal itu sementara beliau dalam
keadaan benar-benar hidup Lantas bagaimanakah lagi dengan
sesuatu yang hanya sekedar khayalan semacam ini?

Bid’ah ini -yaitu bid’ah Maulid- baru terjadi setelah berlalunya tiga
kurun utama, yaitu sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in Selain itu
di dalamnya muncul berbagai kemungkaran ini yang merusak
fondasi agama seseorang

Shalawat-Shalawat Bid’ah
117

Apalagi jika di dalam acara itu juga terjadi campur baur lelaki dan
perempuan dan kemungkaran-kemungkaran lainnya (1)

Yasinan: Bid’ah yang Dianggap Sunnah

Yasinan, kegiatan yang sudah menjadi tradisi di masyarakat kita


ini biasanya diisi dengan membaca surat Yasin secara bersama-
sama Mereka bermaksud mengirim pahala bacaan tersebut
kepada si mayit untuk meringankan penderitaannya

Dalihnya, daripada berkumpul untuk bermain catur, kartu apalagi


berjudi, kan lebih baik digunakan untuk membaca Al-Qur’an
(khususnya surat Yasin) Memang sepintas jika dipertimbangkan
menurut akal pernyataan itu benar namun kalau dicermati lagi
ternyata ini merupakan kekeliruan

Al-Qur’an untuk Orang Hidup

Al-Qur’an diturunkan Alloh Ta’ala kepada Nabi Muhammad


shollallohu’alaihi wa sallam sebagai petunjuk, rahmat, cahaya,
kabar gembira dan peringatan Maka kewajiban orang-orang yang
beriman untuk membacanya, merenungkannya, memahaminya,
mengimaninya, mengamalkan dan berhukum dengannya Hikmah
ini tidak akan diperoleh seseorang yang sudah mati Bahkan
mendengar saja mereka tidak mampu

Alloh Ta’ala berfirman:

“Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang mati


itu mendengar” (An-Naml: 80)

Alloh Ta’ala juga berfirman di dalam surat Yasin tentang hikmah


tersebut yang artinya,

“Al Qur’an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang
memberi penerangan supaya dia memberi peringatan kepada
orang-orang yang hidup” (Yasin: 69-70)

Shalawat-Shalawat Bid’ah
118

Alloh Ta’ala juga berfirman yang artinya,

“Sesungguhnya seseorang itu tidak akan menanggung dosa


seseorang yang lain dan bahwasanya manusia tidak akan
memperolehi ganjaran melainkan apa yang telah ia kerjakan” (An-
Najm: 38-39) Al-Hafizh Imam Ibnu Katsir rohimahulloh ketika
menafsirkan ayat ini menjelaskan: “Melalui ayat yang mulia ini,
Imam Syafi’i rohimahulloh dan para pengikutnya menetapkan
bahwa pahala bacaan (Al-Qur’an) dan hadiah pahala tidak sampai
kepada orang yang mati, karena bacaan tersebut bukan dari amal
mereka dan bukan usaha mereka Oleh karena itu Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam tidak pernah memerintahkan
umatnya, mendesak mereka untuk melakukan perkara tersebut
dan tidak pula menunjuk hal tersebut (menghadiahkan bacaan
kepada orang yang mati) walaupun hanya dengan sebuah dalil
pun ”

Adapun dalil-dalil yang menunjukkan keutamaan surat Yasin jika


dibaca secara khusus tidak dapat dijadikan hujjah Membaca surat
Yasin pada malam tertentu, saat menjelang atau sesudah
kematian seseorang tidak pernah dituntunkan oleh syari’at Islam
Bahkan seluruh hadits yang menyebutkan tentang keutamaan
membaca Yasin tidak ada yang sahih sebagaimana ditegaskan oleh
Al Imam Ad Daruquthni

Islam telah menunjukkan hal yang dapat dilakukan oleh mereka


yang telah ditinggal mati oleh teman, kerabat atau keluarganya
yaitu dengan mendo’akannya agar segala dosa mereka diampuni
dan ditempatkan di surga Alloh subhanahu wa ta’ala Sedangkan
jika yang meninggal adalah orang tua, maka termasuk amal yang
tidak terputus dari orang tua adalah do’a anak yang sholih karena
anak termasuk hasil usaha seseorang semasa di dunia

Biar Sederhana yang Penting Ada Tuntunannya

Shalawat-Shalawat Bid’ah
119

Jadi, tidak perlu repot-repot mengadakan kenduri, yasinan dan


perbuatan lainnya yang tidak ada tuntunannya dari Rosululloh
shollallohu’alaihi wa sallam

Bukankah lebih baik beribadah sedikit namun ada dalilnya dan


istiqomah mengerjakannya dibanding banyak beribadah tapi sia-
sia? Rosululloh shollallohu’alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang beramal yang tidak ada tuntunannya dari kami,
maka ia tertolak”(HR Muslim)

Semoga Alloh subhanahu wa ta’ala melindungi kita semua dari


hal-hal yang menjerumuskan kita ke dalam kebinasaan Wallohu
a’lam bishshowab

Maroji’:

Diterjemahkan dari Fatawa Arkanil Islam, hal 172-174

Allahu a’lam

Wabillahit taufiq…

Konsultasi Bimbingan Islam

Ustadz Rosyid Abu Rosyidah

Shalawat-Shalawat Bid’ah
120

Bantahan Telak Bagi Pelaku Bid’ah

Ketika ahlul bidah dinasehati agar jangan melakukan bid’ah,


mereka akan mengatakan “ini kan baik, kenapa anda melarang
orang berbuat baik?”

Mengapa Pelaku Bid’ah Sulit Bertaubat?

Orang-orang yang terjerumus dalam kebid’ahan, mereka


menyangka kebid’ahan yang ada pada mereka itu sebagai
kebaikan Sehingga sulit bagi mereka untuk bertaubat dari
kebid’ahan tersebut Dan ketika diingkari oleh Ahlussunnah,
mereka malah menuduh Ahlussunnah mengingkari kebaikan

Misalnya, orang-orang yang melakukan dzikir-dzikir bid’ah, ketika


dinasehati mereka malah mengatakan, “mengapa kalian
mengingkari dzikir? Apakah kalian benci dzikir?”

Orang-orang yang membaca shalawat-shalawat bid’ah, ketika


dinasehati mereka mengatakan, “mengapa kalian mengingkari
shalawat? Apakah kalian benci shalawat?” Dan seterusnya

Nasihat Ulama Tentang Pelaku Bid’ah

Perhatikan nasehat Sa’id bin Musayyab rahimahullah berikut ini

Sa’id bin Musayyab adalah seorang ulama besar di kalangan


tabi’in, yang beliau dijuluki “alim ahlil Madinah” (ulamanya
penduduk Madinah) dan juga “sayyidut tabi’in” (pemimpinnya
para tabi’in) Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Sunan-nya,

‫رأى سعيد بن المسيب رجل يصلي بعد طلوع الفجر أكثر من ركعتين يكثر فيها الركوع‬
‫ ل ولكن يعذبك على‬:‫ يا أبا محمد! أيعذبني هللا على الصلة؟! قال‬:‫والسجود فنهاه فقال‬
‫خلف السنة‬

“Sa’id bin al Musayyab melihat seorang yang shalat setelah terbit


fajar lebih dari dua raka’at, yang ia memperpanjang rukuk dan
sujudnya Lalu Sa’id bin al Musayyab melarangnya

Shalawat-Shalawat Bid’ah
121

Maka orang tadi berkata: Wahai Abu Muhammad, apakah Allah


akan mengazab saya gara-gara saya shalat?

Sa’id bin al Musayyab menjawab: bukan demikian, namun Allah


akan mengazabmu karena menyelisihi sunnah” (Diriwayatkan Al
Baihaqi dalam Sunan Al Kubra, 2/466, Ad Darimi 1/404-405,
dishahihkan Al Albani dalam Irwa’ul Ghalil, 2/236)

Ketika ahlul bidah dinasehati agar jangan melakukan bid’ah,


mereka akan mengatakan “ini kan baik, kenapa anda melarang
orang berbuat baik?” Maka jawaban Sa’id bin Musayyab
rahimahullah adalah jawaban telak Yang dilarang bukan
ibadahnya, namun bagian dari ibadah tersebut, baik
penetapannya, tata caranya, pengkhususan waktu atau
tempatnya, jumlah bilangannya dan semisalnya yang tidak ada
tuntunannya dari sunnah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam

Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah


mengomentari riwayat ini dengan mengatakan:

‫ وهو سلح قوي على‬,- ‫وهذا من بدائع أجوبة سعيد بن المسيب – رحمه الة تعالى‬
‫المبتدعة الذين يستحسنون كثيرا من البدع باسم أنها ذكر وصلة ثم ينكرون على أهل‬
‫السنة إنكار ذلك عليهم ويتهمونهم بأنهم ينكرون الذكر والصلة!! وهم في الحقيقة إنما‬
‫ينكرون خلفهم للسنة في الذكر والصلة ونحو ذلك‬

“Ini merupakan diantara jawaban yang sangat telak dari Sa’id bin
al Musayyab Dan ini juga merupakan senjata bagi para ahlul
bid’ah yang mereka menganggap baik banyak sekali perbuatan
bid’ah, dengan mengatakan bahwa yang mereka lakukan itu dzikir
dan shalat

Kemudian mereka malah mengingkari Ahlussunnah yang


mengingkari bid’ah mereka dengan mengesankan bahwa
Ahlussunnah mengingkari dzikir dan shalat!

Shalawat-Shalawat Bid’ah
122

Padahal yang diingkari oleh Ahlussunnah adalah penentangan


mereka terhadap sunnah dalam dzikir dan shalat serta ibadah
lainnya” (Irwa’ul Ghalil, 2/236)

Para Sahabat Nabi Mengingkari Amalan Bid’ah

Demikian pula para sahabat Nabi ridhwanullah ‘alaihim, mereka


mengingkari orang yang melakukan ibadah jika disertai
kebid’ahan Walaupun niatnya baik dan bentuknya adalah ibadah
Sebagaimana Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu, beliau
mengingkari orang-orang yang berdzikir secara berjama’ah di
masjid Dikisahkan oleh Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu:

‫كل حلْقةِ رجلِ وفي أيديهم‬ ِِ ‫قال رأيتُِ في المسج ِِد قو ًما حِ لقًا جلوسًا ينتظرون الصلةِ في‬
‫مئةً ويقول سبِحوا‬ ِ ‫مئةً فيُه ِللون‬ ِ ‫هللُوا‬ِ ‫مئةً فيقول‬ ِ ِ‫مئةً فيُكبِرون‬ ِ ‫حصًى فيقول كبِ ُروا‬
‫مئةًِ فيُسبِحون مئةًِ قال فماذا قلتِ لهم قال ما قلتُِ لهم شيئًا انتظارِ رأيِك قال أفل أمرتهم أن‬
‫يعُدُّوا سيئاتِهم وضمنتِ لهم أن ل يضيعِ من حسناتهم شيءِ ثم مضى ومضينا معه حتى‬
ِ‫الحلق فوقف عليهم فقال ما هذا الذي أراكم تصنعون قالوا يا أبا عبد‬ ِِ ‫أتى حلقةًِ من تلك‬
‫حمن حصًى ن ُع ُِّد به التكبيرِ والتهليلِ والتَسبيحِ قال ف ُعدُّوا سيئاتِكم فأنا ضامنِ أن ل‬ ِِ ‫الر‬ َ
‫نبيكم صلَى‬ ِ ُ ‫صحابة‬
ِ ِِ‫هؤلء‬ ‫ِكم‬ ‫ت‬ ‫ك‬‫هل‬ ‫أسرع‬ ‫ما‬ ‫محمد‬
ِ ‫ة‬
ِ ‫م‬
َ ‫أ‬ ‫يا‬ ‫ويحكم‬ ‫شيء‬
ِ ‫حسناتكم‬ ‫يضيعِ من‬
‫هللاُِ علي ِِه وسلَمِ ُمتوافرون وهذه ثيابُه لم تبلِ وآنيتُه لم تُكس ِْر والذي نفسي بيده إنكم لعلى‬
‫حمن ما أردْنا‬ِِ ‫الر‬ َ ِ‫مِ لَةِ هي أهدى من مل ِِة محمدِ أو ُمفتتِحو بابِ ضللةِ قالوا وهللا يا أبا عبد‬
‫هللا صلَى هللاُِ علي ِِه وسلَمِ حدَثنا‬ ِِ ِ‫للخير لن يُصيبه إنَِ رسول‬ ِِ ِ‫إل الخيرِ قال وكم من ُمريد‬
ِ‫ق السَه ُِم من‬ ُِ ‫يمر‬ُ ‫اِلسلم كما‬ِِ ‫يمرقونِ من‬ ُ ‫أنَِ قو ًما يقرؤون القرآنِ ل يجاوزُِ تراقيهم‬
ِ‫هللا ما أدري لع َِل أكثرهم منكم ثم تولى عنهم فقال عمرو بنُِ سلمةِ فرأينا‬ ِِ ‫الرمي ِِة وأي ُِم‬
َ
‫الخوارج‬
ِِ ‫هروان مع‬
ِِ َ‫ق يُطاعِنونا يومِ الن‬ِِ ‫عا َمةِ أولئك الحِ ل‬

“Abu Musa Al Asy’ari berkata: aku melihat di masjid ada beberapa


orang yang duduk membuat halaqah sambil menunggu shalat
Setiap halaqah ada seorang (pemimpin) yang memegangi kerikil,
kemudian ia berkata: bertakbirlah 100 kali! Maka para pesertanya
pun bertakbir 100 kali Kemudian pemimpinnya berkata: bertahlil
lah 100 kali! Maka para pesertanya pun bertahlil 100 kali
Kemudian pemimpinnya berkata: bertasbih lah 100 kali! Maka
para pesertanya pun bertasbih 100 kali

Shalawat-Shalawat Bid’ah
123

Ibnu Mas’ud berkata: lalu apa yang engkau katakan kepada


mereka wahai Abu Musa? Abu Musa menjawab: aku tidak
katakan apapun karena menunggu pandanganmu Ibnu Mas’ud
berkata: mengapa tidak engkau katakan saja pada mereka:
hitunglah keburukan-keburukan kalian saja, maka aku jamin
kebaikan-kebaikan kalian tidak akan disia-siakan sama sekali

Kemudian Ibnu Mas’ud pergi dan kami pun pergi bersama beliau
Sampai pada suatu hari Ibnu Mas’ud mendapati sendiri halaqah
tersebut Lalu beliau pun berdiri di hadapan mereka

Ibnu Mas’ud berkata: apa yang kalian lakukan ini? Mereka


menjawab: Wahai Abu Abdirrahman, ini adalah kerikil untuk
menghitung takbir, tahlil dan tasbih! Ibnu Mas’ud berkata:
hitunglah keburukan-keburukan kalian saja, maka aku jamin
kebaikan-kebaikan kalian tidak akan disia-siakan sama sekali
Wahai umat Muhammad, betapa cepatnya kalian binasa! Demi
Allah, yang kalian lakukan ini adalah ajaran agama yang lebih baik
dari ajaran Muhammad atau kalian sedang membuka pintu
kesesatan!

Mereka mengatakan: Wahai Abu Abdirrahman, kami tidak


menginginkan apa-apa kecuali kebaikan! Ibnu Mas’ud menjawab:
betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan namun tidak
mendapatkannya Sesungguhnya Rasulullah mengatakan kepada
kami tentang suatu kaum yang mereka membaca Al-Qur’an akan
tetapi (bacaan mereka) tidak melewati tenggorokan mereka, demi
Allah, saya tidak tahu bisa jadi kebanyakan mereka adalah dari
kalian Kemudian Ibnu Mas’ud meninggalkan mereka”

Amr bin Salamah berkata , ”Kami melihat kebanyakan orang-


orang yang ada di halaqah itu adalah orang-orang yang ikut
melawan kami di barisan khawarij pada perang Nahrawan”
(Diriwayatkan Ad Darimi dalam Sunan-nya no 210, dishahihkan Al
Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah, 5/11)

Shalawat-Shalawat Bid’ah
124

Lihatlah! Abdullah bin Mas’ud radhiallahu’anhu mengingkari


orang-orang yang berdzikir, namun dzikir mereka dengan tata cara
yang bid’ah Apakah kita akan menuduh Ibnu Mas’ud melarang
orang berdzikir?! Tentu tidak, karena yang beliau ingkari bukan
ibadah dzikir namun dzikir yang disertai kebid’ahan

Maka kebid’ahan tetaplah buruk walaupun dinamakan sebagai


ibadah atau dzikir atau shalawat atau doa atau sebutan-sebutan
baik lainnya Abdullah bin Umar radhiallahu’anhuma mengatakan:
ً‫سنة‬ ُِ َ‫ك ُِّل بدع ِِة ضللةِ وإن رآها الن‬
ِ ‫اس ح‬

“Setiap kebid’ahan itu sesat walaupun manusia menganggapnya


baik” (Diriwayatkan Ibnu Bathah dalam Al Ibanah no 175, Al
Lalika-i dalam Syarah Ushul I’tiqad Ahlissunnah no 104,
dishahihkan Al Albani dalam Ishlahul Masajid hal 13)

Semoga Allah memberi taufik

Penulis: Yulian Purnama

Shalawat-Shalawat Bid’ah
125

Hadits Palsu Membaca 80 Kali Shalawat Ini Di Hari Jum’at Dapat


Menghapus Dosa Selama 80 Tahun ???

‫ وكيف‬:‫ فقيل له‬،‫من صلى علي يوم الجمعة ثمانين مرة غفر هللا له ذنوب ثمانين عاما‬
‫الصلة عليك يا رسول هللا ؟‬

‫ وتعقد واحدِا‬، ‫ اللهم صل على محمد عبدك ونبيك ورسولك النبى األمي‬:‫ تقول‬:‫قال‬

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ustadz,

“Afwan saya mau bertanya karena saya dikirimkan artikel dari


seorang teman Isinya sbb:

“Allahumma sholli ‘ala syayidina muhammadin ‘abdika wa


rosulikannabiyyil umiyyi wa ‘ala alihi wa shohbihi wasaliiman
tasliima” Baca ba’da sholat ashar 80x setiap hari jum’at, Allah
akan mengampunkan dosa2 selama 80 thn yang lalu

Keterangan lanjutannya sbb:

Dalam riwayat addara quthni dan dianggap hasan oleh Al Iraqi:


Man sholla alayya yaumal jum’ati tsamaaniina marrotan
ghufirotlahu zunuubu tsamaaniina sanatan qiila yaa Rasulullah
kayfa asholaatu ‘alaika? qoola taquulu : Allahumma sholli
‘ala…………… seperti diatas

Dan ini amalan yang di minta untuk diamalkan oleh kami


(Ahlussunah wal jamaah manhaj shalafus sholih, bukan salafy)
oleh guru kami kami yg mulia Al ‘allamah al arifbillah al musnid al
hafidz Beliau adalah al-Habib ‘Umar putera dari Muhammad
putera dari Salim putera dari Hafiz putera dari Abd-Allah putera
dari Abi Bakr putera dari ‘Aidarous putera dari al-Hussain putera
dari al-Shaikh Abi Bakr putera dari Salim putera dari ‘Abd-Allah
putera dari ‘Abd-al-Rahman putera dari ‘Abd-Allah putera dari al-

Shalawat-Shalawat Bid’ah
126

Shaikh ‘Abd-al-Rahman al-Saqqaf putera dari Muhammad Maula


al-Daweela putera dari ‘Ali putera dari ‘Alawi putera dari al-Faqih
al-Muqaddam Muhammad putera dari ‘Ali putera dari
Muhammad Sahib al-Mirbat putera dari ‘Ali Khali‘ Qasam putera
dari ‘Alawi putera dari Muhammad putera dari ‘Alawi putera dari
‘Ubaidallah putera dari al-Imam al-Muhajir to Allah Ahmad putera
dari ‘Isa putera dari Muhammad putera dari ‘Ali al-‘Uraidi putera
dari Ja’far al-Sadiq putera dari Muhammad al-Baqir putera dari
‘Ali Zain al-‘Abidin putera dari Hussain sang cucu laki-laki, putera
dari pasangan ‘Ali putera dari Abu Talib dan Fatimah al-Zahra
puteri dari Rasul Muhammad s a w

Pertanyaannya, bagaimana dgn derajat hadist tsb Ustadz, dan


apakah jalur periwayatan hadist seperti di atas (melalui silsilah
keluarga Rasulullah SAW) dapat diikuti? Maaf merepotkan

Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh,

ِ‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

‫ أما‬,‫الحمد هلل رب العالمين وصلى هللا وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين‬
‫بعد‬:

Haditsnya secara lengkap berbunyi:

” ‫ وكيف‬:‫ فقيل له‬،‫من صلى علي يوم الجمعة ثمانين مرة غفر هللا له ذنوب ثمانين عاما‬
‫ اللهم صل على محمد عبدك ونبيك ورسولك النبى‬:‫ تقول‬:‫الصلة عليك يا رسول هللا ؟ قال‬
‫ وتعقد واحدا‬، ‫“ األمي‬

Artinya: “Barangsiapa yang bershalawat kepadaku hari Jum’at


sebanyak 80 kali niscaya Allah mengampuninya selama 80 tahun,”
lalu beliau ditanya: “Lalu bagaimanakah bershalawat atasmu,
wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Allahumma shalli ‘ala

Shalawat-Shalawat Bid’ah
127

Muhammadin ‘abdika wa rasulika an nabiyyil ummiy, ini dihitung


sekali ”

Derajat Hadits: Palsu

Hadits ini diriwayatkan oleh Al Khathib (di dalam kitab Tarikh


Baghdad -pent) dari jalan Wahb bin Daud bin Sulaiman Adh
Dharir, dia berkata: “Ismail bin Ibrahim telah meriwayatkan
kepada kami, bahwa Abdul Aziz bin Shuhaib mendapatkan riwayat
dari Anas bin Malik secara marfu’ (tersambung sanadnya sampai
kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam -pent)

Al Khathib menyebutkan di dalam biografi Wahb bin Daud bin


Sulaiman Adh Dharir ini: bahwa dia bukan orang tsiqah As
Sakhawi di dalam kitab Al Qaulul Badi’ berkata: “Disebutkan oleh
Ibnul Jauzy di dalam Al Ahadits Al Wahiyah, no 796

Al Albani mengomentari: “Dan hadits ini disebutkan oleh Ibnul


Jauzi di dalam kitabnya yang lain yaitu Al Ahadits Al Maudhu’ah,
dan ini lebih utama (untuk dijadikan patokan-pent), karena
siratan-siratan kepalsuan terhadap hadits ini jelas, dan di dalam
hadits-hadits yang shahih tentang keutamaan mengucapkan
shalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
sudah sangat cukup dari pada hadits ini, contohnya yaitu sabda
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam:

َُِ ‫ى صلةًِ صلَى‬


‫ّللا عليْ ِِه بِها عش ًْرا‬ َِ ‫منِْ صلَى عل‬

Artinya: “Barangsiapa yang bershalawat atas Nabi Muhammad


shallallahu ‘alaihi wasallam sekali niscaya Allah bershalawat
atasnya sepuluh kali ” Hadits riwayat Muslim dan yang lainnya,
dan juga disebutkan di dalam kitab Shahih Abi Daud, no: 1369

Kemudian hadits ini disebutkan oleh As Sakhawi di tempat lain,


hal: 147 dari riwayat Ad Daruquthni yaitu dari hadits Abu Hurairah
secara marfu’ (tersambung sanadnya sampai Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam -pent), lalu beliau berkata: “Hadits ini

Shalawat-Shalawat Bid’ah
‫‪128‬‬

‫‪dihasankan oleh Al ‘Iraqy dan sebelumnya Abu Abdillah bin An‬‬


‫‪Nu’man, dan penghasanan ini perlu penelitian, dan telah‬‬
‫‪disebutkan sebelum ini seperti riwayat ini yaitu dari riwayat‬‬
‫” ‪Anas‬‬

‫‪Al Albani mengomentari: “Aku mengatakan bahwa hadits yang‬‬


‫‪dimaksudkan (yaitu hadits yang di Ad Daruquthni) dari riwayat‬‬
‫‪Ibnul Musayyab, beliau berkata: “Saya mengira riwayat ini dari‬‬
‫‪Abu Hurairah”, sebagaimana yang disebutkan yang disebutkan di‬‬
‫‪dalam kitab Al Kasyf (maksudnya Kasyful Khafa’ , karya Al ‘Ajluni -‬‬
‫‪pent) (1/167) Selesai jawaban dari Al Muhaddits Muhammad‬‬
‫‪Nashiruddin Al Albani rahimahullah (Kitab Silsilatul Ahadits Adh‬‬
‫)‪Dha’ifah, no: 215‬‬

‫‪Di bawah ini teks berbahasa Arabnya:‬‬

‫ع‬
‫موضو ِ‬

‫ق وهب بن داود بن سليمان الضرير حدثنا‬


‫أخرجه الخطيب )‪ (489 / 13‬من طري ِ‬
‫إسماعيل ابن إبراهيم‪ ،‬حدثنا عبد العزيز بن صهيب عن أنس مرفوعا‬

‫” ذكره في ترجمة الضرير هذا وقال ‪ :‬لم يكن بثقة ‪ ،‬قال السخاوي في ” القول البديع‬
‫)ص ‪ :(145‬وذكره ابن الجوزي في ” األحاديث الواهية ” )رقم ‪(796‬‬

‫قلت‪ :‬وهو بكتابه اآلخر”األحاديث الموضوعات” أولى وأحرى‪ ،‬فإن لوائح الوضع عليه‬
‫ظاهرة‪ ،‬وفي األحاديث الصحيحة في فضل الصلة عليه صلى هللا عليه وسلم غنية عن‬
‫مثل هذا ‪ ،‬من ذلك قوله صلى هللا عليه وسلم‪“ :‬من صلى علي مرة واحدة صلى هللا عليه‬
‫بها عشرا” رواه مسلم وغيره‪ ،‬وهو مخرج في “صحيح أبي داو ِد” )‪ ، ( 1369‬ثم إن‬
‫الحديث ذكره السخاوي في مكان آخر )ص ‪ ( 147‬من رواية الدارقطني يعني عن أبي‬
‫هريرة مرفوعا ‪ ،‬ثم قال ‪ :‬وحسنه العراقي ‪ ،‬ومن قبله أبو عبد هللا بن النعمان ‪ ،‬ويحتاج‬
‫إلى نظر ‪ ،‬وقد تقدم نحوه من حديث أنس قريبا يعني هذا قلت ‪ :‬والحديث عند الدارقطني‬
‫عن ابن المسيب قال ‪ :‬أظنه عن أبي هريرة كما في الكشف )‪(167 / 1‬‬

‫سلسلة األحاديث الضعيفة والموضوعة وأثرها السيئ في األمة ]‪[383/ 1‬‬

‫‪Shalawat-Shalawat Bid’ah‬‬
129

Kemudian, dari pertanyaan bapak di atas, dilihat ada kata-kata


yang tidak disebutkan di dalam hadits yang disebutkan di atas,
seperti kalimat “Sayyidina dan “baca setelah sholat ashar ”

Saya tidak tahu apakah ada riwayat lain di dalam sunan Ad


Daruquthni atau tidak, tetapi sepengetahuan saya di dalam kitab
Sunan Ad Daruquthni tidak ada kalimat “Sayyidina” dan “setelah
sholat ashar,” dan ini juga berarti mengada-ada di dalam riwayat
ini

Adapun silsilah yang dimaksudkan dalam pertanyaan (saya


tuliskan dalam bahasa Arab):

‫العلمة العارف باهلل المسند الحافظ الحبيب عمر بن محمد بن سالم بن حافظ بن عبد هللا‬
‫بن أبي بكر بن العيدروس بن الحسين بن الشيخ أبي بكر بن سالم بن عبد هللا بن عبد‬
‫ي بن‬ ِ ‫الرحمن بن عبد هللا بن الشيخ عبد الرحمن السقاف بن محمد مولى الدويلى بن عل‬
‫علوي بن الفقيه المقدم محمد بن علي محمد صاحب المرباط بن علي الخالي قسم بن‬
‫علوي بن محمد بن علوي بن عبيد هللا بن اِلمام المهاجر إلى هللا أحمد بن عيسى بن‬
‫ق بن محمد الباقر بن علي زين العابدين بن‬ِ ‫محمد بن علي العريدي بن جعفر الصاد‬
‫الحسين حفيد رسول هللا ولد علي بن أبي طالب و طامة الزهراء بنت رسول هللا صلى هللا‬
ِ‫عليه و سلم‬

adalah silsilah yang menerangkan bahwa beliau:

‫العلمة العارف باهلل المسند الحافظ الحبيب عمر بن محم ِد‬

Adalah keturunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tetapi


bukan berarti hadits ini diriwayatkan dari jalur ini Karena yang
kita dapatkan di kitab-kitab hadits sebagaimana yang disebutkan
di dalam jawaban di atas, bukan dari jalur shahabat Husein atau
shahabat Ali bin Abi Thalib atau shahabat Fathimah Az Zahra
radhiyallahu ‘anhum wa ardhahum ajma’in, tetapi dari jalur
shahabat Anas dan shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma
wa ardhahuma

Jadi harus dibedakan antara silsilah keturunan dengan sanad


hadits, semoga bisa dipahami

Shalawat-Shalawat Bid’ah
130

Terakhir, saya nasehatkan kepada diri saya pribadi dan bapak


serta seluruh kaum muslimin untuk memperbanyak shalawat atas
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terutama pada hari Jum’at,
sebanyaknya tanpa batas karena beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam tidak membatasinya, mari perhatikan riwayat berikut:

ِ‫ « ِإنَِ مِ نِْ أفْض ِل‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ى‬ ُِّ ‫ْن أوْ سِ رضي هللا عنه قالِ قالِ النَ ِب‬ ِِ ‫س ب‬ ِ ِ ْ‫عنِْ أو‬
ُ
‫ى» قالِ فقالوا يا‬ َِ ‫ى مِ نِ الصَل ِِة فِي ِِه ف ِإنَِ صلتكُ ِْم مع ُْروضةِ عل‬ ْ
َِ ‫أيَامِ كُ ِْم يوْ مِ ال ُج ُمع ِِة فأ ْكث ُِروا عل‬
َِ َِ‫ّللا وكيْفِ تُعْرضُِ صلتُنا عليْكِ وق ِْد أ ِر ْمتِ قالِ يقُولُونِ بلِيتِ قالِ «إِن‬
‫ّللا‬ َِِ ِ‫رسُول‬
‫ّللا علي ِْه ِْم» رواه أبو داو ِد‬َُِ ‫ض أجْسادِ األنْ ِبياءِِ صلَى‬ ِ ِ ‫تباركِ وتعالى ح َرمِ على األ ْر‬

Artinya: “Aus bin Aus radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, bahwa


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya
termasuk hari yang paling utama bagi kalian adalah hari Jum’at
maka perbanyaklah bershalawat atasku di dalamnya karena
sesungguhnya shalawat kalian diperlihatkan kepadaku”, para
shahabat bertanya: “Bagaimanakah shalawat kami diperlihatkan
kepadamu padahal engkau sudah dimakan tanah?”, beliau
menjawab: “Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala telah
mengharamkan kepada bumi untuk menghabiskan jasad-jasadnya
para nabi shallallahu ‘alaihim wasallam” Hadits shahih riwayat
Abu Daud, Ibnu Majah, Ad Darimy, An Nasai, Ibnu Hibban dan
Ahmad Wallahu a’lam

‫ن‬
ِ ‫وصلى هللا وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعي‬

Saya berdoa dengan nama-nama Allah Yang Husna dan Sifat-sifat-


Nya Yang ‘Ulya, semoga kita menjadi orang yang selalu mencintai
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan seluruh
keluarga dan shahabat beliau radhiyallahu ‘anhum

Ditulis oleh: Ahmad Zainuddin, Ahad 9 Sya’ban 1432H Dammam


KSA

Shalawat-Shalawat Bid’ah
131

Shalawat-Shalawat Bid’ah
132

Shalawat-Shalawat Bid’ah
133

Shalawat-Shalawat Bid’ah

Anda mungkin juga menyukai