Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat 4

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 125

Bahaya Ilmu Kalam

dan Filsafat dalam


Islam Jilid 4
Penyusun :

Zainudin

Ukuran Buku :

21.0 cm x 14.8cm (A5) 125 Halaman

Cetakan ke-1

Tahun 1445H/2023M

Diperbolehkan bahkan memperbanyak sebagian atau


seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun dengan
atau tanpa izin penerbit selama bukan untuk tujuan
komersil. Mohon koreksi jika ditemukan kesalahan
dalam karya kami. Koreksi dan saran atas karya kami
dapat dilayangkan ke [email protected]

Semoga Allah ‫ ﷻ‬menjadikannya bermanfaat bagi


umat Islam -terutama bagi penulis sendiri-. Semoga
Allah ‫ ﷻ‬mengampuni dosa-dosa dan mengangkat
derajat seluruh kaum muslimin di dunia dan di
akhirat. Amin, Ya Rabbal ‘alamin.
Saran dan kritik konstruiktif para pembaca selalu
ditunggu dan dinanti oleh penulis. Diperbolehkan
memperbanyak buku ini dengan syarat: tidak
dikomersilkan dan tidak mengubah isi buku.

Jazaakumullahu khairan

Website :
https://assunahsalafushshalih.wordpress.com/

Youtube Channel (Islam The Religion of Truth)

https://bit.ly/3KzrSc3

https://shorturl.at/gzKX7

https://s.id/1As9b

https://m.youtube.com/c/@IslamTheReligionOfTrut
h

English Website

https://whyislamisthetruereligion.wordpress.com/bl
og/

https://bit.ly/42xRLzD

https://s.id/1DuKm

https://rebrand.ly/utae58z

https://rb.gy/phd7n6
Daftar Isi
Penyesalan Para Ulama Terhadap Ilmu Kalam
(Filsafat) Yang Dipelajarinya... Hal. 7

Asal Muasal Ilmu Kalam (Filsafat) Tersebar Ditengah


Kaum Muslimin... Hal. 14

Menyoal Ilmu Kalam (Filsafat)... Hal. 17

RUJUKNYA AL-IMAM ABU HAMID AL-GHOZALI KE


MANHAJ SALAF... Hal. 19

ABU MANSHHUR AL-MATURIDI DAN ALIRAN


Maturidiyyah... Hal. 23

Meninggalkan Ilmu Kalam dan Takwil... Hal. 27

Pengaruh Ilmu Kalam Di Dalam Ushul Fiqih... Hal. 53

Dalil ‘Aqli (Akal) Yang Benar Akan Sesuai Dengan


Dalil Naqli/Nash Yang Shahih... Hal. 67

SAHABAT RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA


SALLAM MEMILIKI MANHAJ Ilmiyah... Hal. 80

Pandangan imam yang empat mengenai ilmu kalam...


Hal. 85

Mewaspadai Penyeru Kebinasaan... Hal. 93


Landasan Beragama Ulama Syafi’iyyah... Hal. 100
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

bismillāhir-raḥmānir-raḥīm

ِ‫ٱلرحِ ِيم‬
َ ‫ن‬ ِِ ‫ٱلرحْ َٰم‬
َ ‫ٱّلل‬
َِِ ‫ِبس ِِْم‬

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha


Penyayang

*MUQADDIMAH*

ِ‫ت‬ ِ ‫ور أنْفُسِنا ومِ نِْ سيِئا‬ َِِ ِ‫ّلل نحْم ُدهُِ ونسْتعِينُهُِ ونسْتغْف ُِرهُِ ونعُوذُِ ب‬
ِِ ‫اّلل مِ نِْ ش ُُر‬ َِِ ِ ِ‫إنَِ الْح ْمد‬
َُِ ‫ض ِل ِْل فلِ هادِيِ لهُِ وأشْه ُِد أنِْ لِ ِإلهِ ِإ َِل‬
‫ّللا‬ ْ ُ‫ّللا فلِ ُم ِض َِل لهُِ ومنِْ ي‬
َُِ ‫أعْمالِنا منِْ ي ْه ِد ِِه‬
ُِ‫سولُه‬
ُ ‫وحْ د ُِه لِ ش ِريكِ لهُِ وِ أشْه ُِد أنَِ ُمح َمدًا عبْ ُد ُِه ور‬
‫ون‬
ِ ‫س ِل ُم‬ َِ ‫يا أيُّها الَذِينِ آمنُواِْ اتَقُواِْ ّللاِ ح‬
ْ ‫ق تُقا ِت ِِه ولِ ت ُموتُنَِ ِإ ِلَ وأنتُم ُّم‬

‫ث مِ نْهُما‬ َِ ‫ق مِ نْها زوْ جها وب‬ ِ ‫اس اتَقُوِاْ ربَكُ ُِم الَذِي خلقكُم ِمن نَفْسِ واحِ دةِ وخل‬
ُِ َ‫يا أيُّها الن‬
َ ُ
ِ‫ِيرا ونِساء واتَقواِْ ّللاِ الذِي تساءلُونِ بِ ِِه واأل ْرحامِ إِنَِ ّللاِ كانِ عليْكُ ْمِ رقِيبًا‬ً ‫ِرجا ِلً كث‬
ْ ُ‫ي‬-- ‫ّللا وقُولُوا قوْ لًِ سدِيدًا‬
ِ‫صلِحِْ لكُ ِْم أعْمالكُ ِْم ويغْف ِِْر لكُ ْم‬ َِ ‫يا أيُّها الَذِينِ آمنُوا اتَقُوا‬
‫ّللا ورسُولهُِ فق ِْد فازِ فوْ زً ا عظِ ي ًما‬ َِ ِْ‫ذُنُوبكُ ِْم ومن يُطِ ع‬

‫ور ُمحْ دثاتُها‬ِِ ‫ وش َِر األ ُ ُم‬,ِ‫ْي ُمح َمد‬ ِ ‫ وخيْرِ الْه ْد‬,‫ّللا‬
ُِ ‫ي ِ هد‬ َِِ ‫اب‬ ِِ ‫ف ِإنَِ خيْرِ الْحدِي‬:‫أ َما بعْ ُِد‬,
ُِ ‫ث كِت‬
َ
ِ‫ وكُ ُِّل ضللةِ فِي الن ِار‬,ِ‫ وكُ َِل بِدْعةِ ضللة‬,ِ‫وكُ َِل ُمحْ دثةِ بِدْعة‬

Sesungguhnya, segala puji bagi-Allah, kami memuji-Nya dan kami-


memohon pertolongan dan ampunan-Nya, Kami berlindung
kepada Allah-dari kejahatan diri-diri kami dan dari kejahatan amal
perbuatan kami *

*Barangsiapa yang Allah berikan-petunjuk, maka tidak ada yang


dapat-menyesatkannya, dan-barangsiapa yang Allah-sesatkan,
maka tidak ada yang-dapat memberikan petunjuk kepadanya *

Aku bersaksi bahwa tidak ada-Tuhan yang berhak-disembah


kecuali Allah Maha Esa Dia dan tidak ada-sekutu bagi-Nya, dan
aku-bersaksi bahwa Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam
adalah hamba dan Rasul-Nya*

1
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

*Allah berfirman, yang artinya: (Wahai orang-orang yang beriman


kepada Allah dan mengikuti Rasul-Nya! takutlah kalian kepada
Rabb kalian dengan sebenar-benarnya takut, yaitu dengan
mengikuti perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-
Nya dan mensyukuri nikmat-nikmat-Nya Dan berpegang-teguhlah
kalian pada agama kalian sampai maut menjemput ketika kalian
dalam keadaan seperti itu) (QS Al-Imran : 102)

*Dan juga berfirman, yang artinya (Wahai manusia! Bertakwalah


kalian kepada Rabb kalian Karena Dia lah yang telah menciptakan
kalian dari satu jiwa, yaitu bapak kalian, Adam Dan dari Adam Dia
menciptakan istrinya, Hawa, ibu kalian Dan dari keduanya Dia
menyebarkan banyak manusia laki-laki dan wanita ke berbagai
penjuru bumi

Dan bertakwalah kalian kepada Allah, Żat yang nama-Nya kalian


gunakan sebagai sarana untuk meminta sesuatu kepada sesama
kalian Yaitu dengan mengatakan, “Aku memintamu dengan nama
Allah agar kamu sudi melakukan hal ini " Dan takutlah kalian
terhadap memutus tali persaudaraan yang mengikat kalian
dengan saudara kalian Sesungguhnya Allah Maha Mengawasi
kalian Maka tidak ada satu pun amal perbuatan kalian yang luput
dari pengawasan-Nya Dia senantiasa menghitungnya dan akan
memberi kalian balasan yang setimpal dengannya) (QS An-Nisa:
1) *

*Dan juga berfirman, yang-artinya (Wahai orang-orang yang


beriman kepada Allah dan melaksanakan syariat-Nya,
bertakwalah kepada Allah dengan mengerjakan segala perintah-
Nya dan menjauhi segala larangan-Nya serta ucapkanlah ucapan
yang benar dan jujur Sesungguhnya jika kalian bertakwa kepada
Allah dan mengucapkan ucapan yang benar, niscaya Allah akan
memperbaiki bagi kalian amal perbuatan kalian dan menerimanya
dari kalian serta menghapus dari kalian dosa-dosa kalian sehingga
Dia tidak menyiksa kalian karena dosa itu

2
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya maka dia telah


mendapatkan kemenangan yang besar, tidak ada kemenangan
yang setara dengannya, yaitu kemenangan dengan mendapatkan
keridaan Allah dan masuk ke dalam Surga ) (QS Al-Ahzab: 70-71)*

*Amma ba'du,

Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah Kalamullah,sebaik-baik


petunjuk adalah tuntunan Muhammad, seburuk-buruk perkara
adalah sesuatu yang diada-adakan dalam agama,setiap yang
diada-adakan dalam agama adalah bid'ah,setiap bid'ah adalah
sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di Neraka

Allah mengutus beliau dengan membawa hidayah Dan agama


kebenaran, Maka beliau menyampaikan risalah, menunaikan
amanat, menasehati umat, berjihad di jalan Allah dengan jihad
yang sebenarnya, meninggalkan umat di atas jalan putih yang
malamnya seperti siangnya, tidak ada yang menyimpang darinya
kecuali akan binasa

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam Dan shalawat serta
salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah, keluarganya, para
sahabatnya, serta para pengikutnya hingga akhir zaman

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

‫السلم عليكم ورحمة هللا وبركاته‬

‫ والصلة والسلم على نبيا المصطفى وعلى آله وصحبه ومن اهتدى‬،‫الحمد هلل وكفى‬
‫بهداه أما بع ِد‬

*Kaum muslimin yang dimuliakan oleh Allāh Subhānahu wa


Ta'āla Saudara-saudariku seiman, semoga Allāh senantiasa
memberikan taufik-Nya kepada kita semua *

*Alhamdulillāh, puji syukur kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla,


senantiasa kita haturkan, senantiasa kita panjatkan dan tidak
bosan-bosannya kita puji Tuhan kita *

3
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

*Dzat Yang Maha Memberi Rezeki, memberikan kehidupan


kepada kita, dan memberikan (tentunya) berbagai ragam (macam)
karunia, kenikmatan, yang salah satunya adalah kenikmatan
diberikan kita kesempatan dan keistiqamahan belajar agama *

Pada kesempatan ini, kita akan membahas tema yang berkenaan


dengan Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Semoga Allah Ta'ala menjadikan amalan sederhana ini menjadi


amalan yang ikhlas mengharap wajah Allah semata dan menjadi
pemberat timbangan kebaikan di Yaumul Mizan

Inilah, hanya kepada Allah aku memohon agar Dia menjadikan


amalku ini murni mengharap wajah-Nya Yang Mulia, dan agar ia
bermanfaat bagi kaum muslimin, serta menjadi tabungan untuk
hari akhir

Semoga Allah berkenan menjadikan kita termasuk orang-orang


yang membela agama-Nya, Rasul-Nya, serta para shahabat Dan
semoga pula Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang
memberikan nasihat untuk Allah, untuk agama-Nya, untuk Rasul-
Nya, untuk para pemimpin Islam, dan untuk kaum Muslimin
kebanyakan

Sesungguhnya Allah menguasai hal itu Dan akhir seruan kami


ialah bahwa sesungguhnya segala puji kepunyaan Allah, Rabb seru
semesta alam

ِ‫اللَ ُه َِم ص ِِل وس ِل ِْم على ن ِب ِينا ُمح َمدِ وعلى آ ِل ِِه وصحْ ِب ِِه أجْم ِعيْن‬

Semoga Allah menerima amalan-amalan kita dan membuat


dakwah tauhid menjadi tegak dan semarak di bumi nusantara
yang kita cintai ini

4
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Kita memohon kepada Allah agar menambahkan bagi kita ilmu


yang bermanfaat dan menjadikan buku ini bermanfaat bagi kami
pribadi dan umat secara umum Kritik dan saran sangat kami
harapkan dari semua pihak

_*Ya Allah, saksikanlah bahwa kami telah menjelaskan dalil


kepada umat manusia, mengharapkan manusia mendapatkan-
hidayah, melepaskan tanggung jawab dihadapan Allah Ta’ala,
menyampaikan dan menunaikan kewajiban kami Selanjutnya,
kepadaMu kami berdoa agar menampakkan kebenaran kepada
kami dan memudahkan kami untuk mengikutinya*_

_*Itu saja yang dapat Ana sampaikan Jika benar itu datang dari
Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Kalau ada yang salah itu dari Ana
pribadi, Allah dan RasulNya terbebaskan dari kesalahan itu *_

Hanya kepada Allah saya memohon agar Dia menjadikan tulisan


ini murni mengharap Wajah-Nya Yang Mulia, dan agar ia
bermanfaat bagi kaum muslimin dan menjadi tabungan bagi hari
akhir

Saya memohon kepada AllahTa’ala Agar menjadikan Tulisan ini


amal soleh saat hidup dan juga setelah mati untuk saya, kedua
orangtua, keluarga saya dan semua kaum muslimin dihari di mana
semua amal baik dipaparkan

Sebarkan, Sampaikan, Bagikan ebook ini jika dirasa bermanfaat


kepada orang-orang terdekat Anda/Grup Sosmed, dll, Semoga
Menjadi Pahala, Kebaikan, Amal Shalih Pemberat Timbangan Di
Akhirat Kelak

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala membalas kebaikan Anda Wa


akhiru da’wanā ‘anilhamdulillāhi rabbil ālamīn Wallāhu-a’lam,
Wabillāhittaufiq

5
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

_*“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, maka baginya


ada pahala yang sama dengan pahala orang yang mengikutinya
dan tidak dikurangi sedikitpun juga dari pahala-pahala mereka ”*
(HR Muslim no 2674)_

Kita meminta kepada Allah agar Dia selalu membimbing kita ke


jalan yang diridhai-Nya dan memberikan kita taufiq untuk dapat
menempuhnya, aamin

ِ َ‫ إِن‬،‫ كما صلَيْتِ على إِبْرا ِهيْمِ وعلى آ ِِل إِبْرا ِهيْم‬،‫اللَ ُه َِم ص ِِل على ُمح َمدِ وعلى آ ِِل ُمح َمد‬
‫ك‬
‫ كما باركْتِ على إِبْرا ِهيْمِ وعلى‬،‫ اللَ ُه َِم ب ِاركِْ على ُمح َمدِ وعلى آ ِِل ُمح َمد‬،‫حمِ يْدِ م ِجيْد‬
‫ إِنَكِ حمِ يْدِ م ِجيْد‬،‫آ ِِل إِبْرا ِهيْم‬

ًِ ‫ان ولِ تجْع ِْل فِي قُلُو ِبنا غ‬


‫ِل ِللَذِينِ آم ُنوا‬ ِ ْ ‫ربَنا ا ْغف ِِْر لنا و ِ ِِل ْخوانِنا الَذِينِ سبقُونا ِب‬
ِِ ‫اِليم‬
ِ‫ربَنا ِإنَكِ رؤُوفِ َرحِ يم‬

ِ‫ربَنا آتِنا فِي ال ُّدنْيا حسنةًِ وفِي اآلخِ ر ِِة حسنةًِ وقِنا عذابِ ال َن ِار‬

Penyusun,

Kota Besi, Senin 22 Rabiul Akhir 1445H / 6 November 2023 M

Zainudin

6
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Penyesalan Para Ulama Terhadap Ilmu Kalam (Filsafat) Yang


Dipelajarinya

Aqidah Ahlus Sunnah dibangun di atas dalil Al-Qur’an dan As-


Sunnah dan prinsip yang dipegang oleh para shohabat yang mulia,
semoga Allah meridhai mereka semua Aqidah yang bersih dan
sangat jelas, tidak susah dipahami dan rumit

Beda dengan lainnya yang bersandar kepada logika akal dan


menakwil dalil-dalil naql (wahyu) Dimana mereka membangun
aqidah keyakinan mereka di atas ilmu kalam Itupun akhirnya para
ahli kalam menjelaskan bahaya yang ada dalam ilmu kalam
Mereka menyesal karena habis waktu mereka dengan ilmu kalam,
namun tidak sampai kepada kebenaran Ujung kesudahan mereka
adalah kebingungan dan penyesalan Di antara mereka ada yang
diberi taufik untuk meninggalkan ilmu kalam dan mengikuti jalan
salaf Mereka juga mencela ilmu kalam

Abu Hamid Al-Ghozali rahimahullah termasuk dari orang-orang


yang mapan menguasai ilmu kalam Namun bersamaan dengan
itu dia mencela ilmu kalam, bahkan sangat keras celaannya Dia
menjelaskan bahaya ilmu kalam, dia mengatakan dalam kitabnya
Ihya’ Ulumuddin hal 91-92:

“‫ فذلك مِ َما‬،‫ وإزالتها عن الجزم والتصميم‬،‫ فإثارةُِ الشبهات وتحريك العقائد‬،‫مضرته‬


َ ‫أ َما‬
‫ضرره‬
ُ ‫ فهذا‬،‫ ويختلف فيه األشخاص‬،‫ ورجوعُها بالدليل مشكوك فيه‬،‫يحصل في البتداء‬
‫ وتثبيته في‬،‫ وله ضررِ آخر في تأكيد اعتقاد المبتدعة للبدعة‬،‫الحق‬
ِ ‫في العتقاد‬
‫ ولكن هذا الضرر‬،‫ ويشت ُِّد حرصُهم على اِلصرار عليه‬،‫ بحيث تنبعث دواعيهم‬،‫صدورهم‬
‫”بواسطة التعصُّب الذي يثور من الجدل‬

“Adapun bahaya ilmu kalam manthiq, yaitu akan memberikan


kerancuan dan menggoyangkan aqidah, dan menghilangkan
penetapan aqidah Itulah diantara bahaya pada permulaannya
Dan kembalinya dengan dalil diragukan Dalam hal ini orang
berbeda-beda Ini bahayanya dalam keyakinan yang benar

7
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Dan ilmu kalam mantiq punya bahaya yang lain dalam


mengokohkan keyakinan ahli bid’ah pada bid’ah dan
mengokohkan keyakinan itu dalam dada-dada mereka, dimana
faktor-faktor pendorongnya akan bangkit dan bertambah kuat
semangat mereka di atas ilmu kalam Namun bahaya ini dengan
perantaraan fanatik yang muncul dari jidal (debat) ”

Sampai dia mengatakan:

‫ وهيهات؛‬،‫ق ومعرفتُها على ما هي عليه‬ ِ ‫كشف الحقائ‬ُِ ‫ فقد يُظنُِّ أنَِ فائدته‬،‫وأ َما منفعتُه‬
‫ ولع َِل التخبيط والتضليل فيه أكثر من الكشف‬،‫فليس في الكلم وفاء بهذا المطلب الشريف‬
‫ وهذا إذا سمعته من محدِث أو حشوي ربَما خطر ببالك أنَِ الناسِ أعدا ُِء ما‬،‫والتعريف‬
‫ فاسمع هذا مِ َمن خبر الكلمِ ثم قله بعد حقيقة الخبرة وبعد التغلغل فيه إلى‬،‫جهلوا‬
‫ق‬
ِ ‫ وتحق‬،‫تناسب نوع الكلم‬ ُِ ‫ق في علوم أخر‬ِ ‫ وجاوز ذلك إلى التع ُّم‬،‫منتهى درجة المتكلِمين‬
‫ ولعمري ل ينفكُِّ الكلم عن كشف‬،‫ق المعرفة من هذا الوجه مسدود‬ ِ ‫الطريق إلى حقائ‬
ِ َِ‫أن‬
‫ق‬
ِ ‫ ولكن على الندور في أمور جليَة تكاد تفهم قبل التع ُّم‬،‫وتعريف وإيضاح لبعض األمور‬
‫”في صنعة الكلم‬

“Adapun manfaat ilmu kalam, disangka bahwa faedahnya adalah


menyingkap dan mengetahui hakekat sebenar-benarnya Jauh,
jauh sekali persangkaan itu Dalam ilmu kalam tidak ada yang
memenuhi tujuan yang mulia ini Bahkan pengacauan dan
penyesatan dalam ilmu kalam itu lebih banyak daripada
penyingkapan dan pengenalan hakekat Ini jika engkau
mendengarnya dari seorang muhaddits atau hasyawi Kadang
terbetik di benakmu bahwa manusia adalah musuh selama
mereka tidak mengetahui Dengarkan ini dari orang yang telah
mendalami ilmu kalam, kemudian membencinya setelah
mengetahui dengan sebenarnya dan sampai dengan susah payah
kepada puncak derajat ahli kalam, lalu melewati hal itu menuju
ilmu-ilmu yang lain yang sesuai dengan jenis ilmu kalam,
kemudian yakin bahwa jalan menuju hakekat ma’rifat
(pengenalan) dari sisi ini tertutup Sungguh, ilmu kalam itu tidak
memberi manfaat kepadamu untuk menyingkap, mengenalkan
dan memperjelas sebagian perkara

8
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Namun kadang-kadang dalam perkara yang jelas, hampir engkau


paham sebelum engkau mendalami ilmu kalam”

Ibnu Rusyd Al-Hafid -beliau juga termasuk orang yang paling tahu
dengan madzhab dan pendapat ahli filsafat, di kitabnya Tahafut
At-Tahafut berkata:

ِ‫ومن الذي قال في اِللهيات شيئِا ً يعت ُِّد به؟‬

“Siapakah orangnya yang berkata sesuatu tentang ilahiyah,


kemudian dianggap pendapatnya?”

Demikian juga Al Amidi -orang termulia di masanya- dia diam


berhenti bingung dalam permasalahan yang besar

Demikian juga Abu ‘Abdillah Muhammad bin Umar Ar-Rozi


berkata dalam kitabnya tentang macam-macam dzat:

‫نِهايةُِ إقدام العقول عِقا ُِل … وغايةُِ سعي العالمين ضل ُِل وأرواحنا في وحشة من جسومنا‬
… ‫ قيل‬:‫وحاص ُِل دنيانا أذى ووبا ُِل ولم نستفد من بحثنا طول عمرنا … سوى أن جمعنا فيه‬
‫وقالوا فكم قد رأينا من رجال ودولةِ … فبادوا جميعِا ً مسرعين وزالوا وكم من جبال قد‬
ِ‫علت ش ُُرفاتِها … رجالِ فزالوا والجبا ُِل جبا ُل‬

‫ ول تُروي‬،ً‫ فما رأيتُها تشفي عليل‬،‫ق الكلمية والمناهج الفلسفية‬ ِ ‫لقد تأ َملتُِ تلك الطر‬
ْ
ِ ِ ‫الرحْ منُِ على الع ْر‬
‫ش‬ َ { ‫ اقرأ في اِلثبات‬،‫ق القرآن‬ ِ ‫ق طري‬
ِ ‫ ورأيتُِ أقربِ الطر‬،ً‫غليل‬
ِ‫ {ول يُحِ يطُون‬،}ِ‫يء‬ ْ ‫ واقرأ في النفي {ليْسِ كمِ ثْ ِل ِِه ش‬،}‫ب‬
ُِ ِ‫ {إِليْ ِِه يصْع ُِد الْك ِل ُِم الطَي‬،}‫اسْتوى‬
‫ عرف مثل معرفتِي‬،‫جرب مثلِ تجربتِي‬ َ ‫ “ومن‬:‫ ثم قال‬،}ً ‫”بِ ِِه ِعلْمِا‬

“Akhir dari mendahuluan akal adalah belenggu, Dan puncak usaha


orang-orang yang tahu adalah kesesatan, Ruh-ruh kita liar dalam
jasad-jasad kita, Dan hasil dunia kita adalah kesusahan dan
bencana, Kita tak memperoleh dari pembahasan kita sepanjang
umur kita, Selain kita mengumpulkan: katanya dan katanya,
Betapa banyak kita melihat para tokoh dan negara, Kemudian
mereka semua binasa dan musnah, Betapa banyak gunung (ilmu
kalam) yang telah didaki puncaknya, Oleh orang-orang, kemudian
mereka binasa, sedang gunung itu tetap gunung”

9
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

“Aku telah memperhatikan berbagai metode ilmu kalam dan


manhaj-manhaj ahli filsafat, namun aku memandang ia tidak bisa
menyebuhkan dan memuaskan Aku memandang jalan yang
paling dekat adalah metode Al-Qur’an Dan bacalah dalam
penetapan sifat mulia untuk Allah: “Allah Yang Maha Penyayang
istiwa di atas ‘Arsy”, “Dan kepada-Nya lah naik ucapan-ucapan
yang baik” Dan bacalah dalam peniadaan: “Tiada sesuatupun
yang semisal dengan-Nya”, “Dan ilmu mereka tidak dapat meliputi
ilmu-Nya ” … Barangsiapa yang mengalami seperti aku, dia akan
tahu seperti aku ” (Lihat Tobaqot Asy-Syafiiyah 8/96 karya As-
Subki)

Demikian Asy-Syaikh Abu Abdillah bin Abdil Karim Asy-Syihristani,


dia tidak mendapati di sisi ahli filsafat dan ahli kalam selain
kebingungan dan penyesalan Dia berkata:

َ ً ‫لعمري لقد طُفت المعاهد كلها … وسيَرتُِ طرفي بين تلك المعالم فلم أر إ ِلَ واضعِا‬
ِ‫كف‬
ِ‫حائر … على ذقن أو قارعاًِ سنَِ نادم‬

“Demi umurku, sungguh aku telah mendatangi ma’had-ma’had


semua dan aku jalankan kedua mataku antara petunjuk-petunjuk
itu, Namun aku tak melihat kecuali dengan meletakkan tangan
orang yang bingung, Di dagu, atau menggertakkan gigi orang yang
menyesal ”

Demikian juga Abul Ma’ali Al-Juwaini rahimahullah dia berkata:

ِ‫يا أصْحابنا لِ تشْت ِغلُوا ِبالْكل ِِم فلوِْ عرفْت أنَِ الْكلمِ يبْلُ ُِغ ِبي إلى ما بلغِ ما اشْتغلْت ِب ِه‬

“Wahai para shababat kami, janganlah kalian sibuk dengan ilmu


kalam Kalau aku dulu tahu bahwa ilmu kalam itu akan
menyampaikan kepada batas yang telah aku sampai sekarang,
tentu aku tidak akan menyibukkan dengannya ”

Beliau juga berkata ketika mau meninggalnya:

10
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

‫ ودخلتُِ في الذي نهونِي عنه‬،‫ وخلَيتُِ أهل اِلسلم وعلومهم‬،‫لقد خضتُِ البحرِ الخِ ض َم‬،
‫ وها أنا ذا أموت على عقيدة‬،‫ فالويل لبن الجوينِي‬،‫واآلن فإن لم يتداركنِي ربِي برحمته‬
ِ‫ على عقيدة عجائز نيسابور‬:‫ أو قال‬،‫أمِي‬

“Aku telah menyelami lautan besar (ilmu kalam) Aku juga


meninggalkan kaum muslimin dan ilmu-ilmu mereka Aku masuk
dalam perkara yang mereka larang Dan sekarang … jika Rabbku
tidak memberikan rohmat-Nya kepadaku, maka celakalah Ibnul
Juwaini… Inilah aku yang meninggal di atas keyakinan (aqidah)
ibuku, atau dia berkata: di atas aqidah orang tua-orang tua
Naisabur ”

Demikian juga banyak lagi para tokoh ahli kalam yang bingung
dan menyesal dengan ilmu kalam Seperti Syamsuddin Al-
Khosrusyahi –salah satu murid Fakhrur Rozi, Al-Khounji, dan
lainnya

Engkau dapati sebagian mereka ketika meninggalnya kembali


kepada aqidah orang-orang tua biasa, dan menetapkan apa yang
mereka tetapkan Di antara ahli kalam tadi ada yang bingung dan
goncang dalam masalah sifat Allah, kemudian kembali ke
madzhab salaf

Seperti Abu Hamid Al-Ghozali yang mempunyai i’tiqod menurut


jalan para ahli kalam (mutakallimin) Sebagian ulama telah
menukilkan perkataannya yang menunjukkan bahwa dia rujuk Ini
sebagaimana yang disebutkan Ibnu Abi Al-Izzi Al-Hanafi pensyarah
Al-Aqidah Ath-Thahawiyyah ketika membicarakan sekumpulan
para ahli kalam dan kebingungan mereka:

ِ‫ ث َم‬،‫أمره إلى الوقف والحيرة في المسائل الكلميَة‬


ِ ‫آخر‬
ُِ ‫وكذلك الغزالي رحمه هللا انتهى‬
‫ فمات‬، ‫الرسول صلى هللا عليه وسلم‬ َ ‫ وأقبل على أحاديث‬،‫أعرضِ عن تلك الطُّ ُرق‬
‫و)البخاري( على صدره‬

11
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

“Demikian juga Al-Ghozali rahimahullah, akhir hidupnya berakhir


pada sikap diam dan kebingungan dari permasalahan-
permasalahan ilmu kalam Kemudian dia berpaling dari jalan-jalan
ilmu kalam itu dan menghadap kepada hadits-hasits Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian meninggal dalam keadaan
Shahih Al-Bukhari ada di dadanya”

Dan di dalam kitabnya Iljam Al-‘Awam ‘An ‘Ilm Al-Kalam, Al-


Ghozali memperingatkan agar tidak sibuk dengan ilmu kalam dan
mendorong untuk sibuk dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan
jalan yang ditempuh para salaf sholeh (Ar-Rodd ‘Ala Ar-Rifai hal
99)

Di dalam Lisan Al-Mizan (4/427) dibawakan biografi Ar-Rozi –dia


termasuk tokoh ahli kalam-:

“ِ‫ من التزم دينِ العجائز فهو الفائز‬:‫وكان مع تبحُّره في األصول يقول‬

“Dia bersamaan dengan luasnya cakrawala /wawasan


pengetahuan dia dalam ilmu ushul, dia mengatakan: ‘Barangsiapa
yang memegang teguh agamanya orang-orang tua, maka dia
beruntung ”

Ja’far bin Burqon, dia berkata: seseorang datang kepada Umar bin
Abdil Aziz, kemudian menanyainya tentang sesuatu dari pemikiran
bid’ah, maka dia menjawab :

‫ والْهُِ ع َما سوى ذلك‬،ِ‫ي ِ في الكُتَاب واألعرابي‬


ِ ‫الزم دينِ الص ِب‬

“Pegangilah agama anak-anak kecil dalam madrasah dan orang-


orang pedusunan Dan abaikan yang selain itu ” (HR Ibnu Sa’ad
dalam Ath-Thobaqot 5/374 dengan sanad shohih menurut imam
Muslim, sebagaimana dikatakan Imam An-Nawawi dalam Tahdzib
Al-Asma wal Lughot 2/22)

12
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Bagaimana sekarang dengan para mahasiswa IAIN – UIN – STAIN


dan lainnya, yang mereka sibuk dengan ilmu kalam mengikuti
pemahaman mu’tazilah (rasionalis) yang asal pemikiran mereka
berasal dari filsafat Al-Yunan Mereka nantinya juga akan bingung,
atau na’udzu billah ada yang ragu tidak meyakini aqidah
(keyakinan) kaum muslimin Hendaknya mereka sadar bahwa ilmu
kalam tidak akan memberi manfaat sedikitpun, bahkan akan
membawa dirinya kepada kebinasaan

Wallahu a’lam

(Sumber Al-Adab Asy-Syar’iyyah, Ar-Rodd ‘Ala Ar-Rifai hal 99, dan


Qothf Al-Jani hal 25-26, 30-31)

Selengkapnya dalam sumber :


http://fatwasyafiiyah blogspot com/2009/10/kebingungan-dan-
penyesalan-para-tokoh html/

13
‫‪Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4‬‬

‫‪Asal Muasal Ilmu Kalam (Filsafat) Tersebar Ditengah Kaum‬‬


‫‪Muslimin‬‬

‫‪Ilmu kalam yang mengandalkan logika daripada Al-Qur’an dan As-‬‬


‫‪Sunnah itu berasal dari luar Islam Kemudian masuk tersebar ke‬‬
‫‪kalangan kaum muslimin dengan perantaraan masuknya‬‬
‫‪terjemahan buku-buku filsafat Yunani pada masa Al-Ma’mun dari‬‬
‫‪Pulau Ciprus yang berada di bawah kekuasaan Romawi Timur‬‬
‫‪waktu itu‬‬

‫‪Sehingga dari itu tersebarlah ilmu kalam, apalagi ilmu kalam‬‬


‫‪dipegang sebagai madzhab negara sejak masa Kholifah Al-Ma’mun‬‬
‫‪sampai Al-Watsiq, bahkan orang-orang dipaksa dengan hal itu‬‬
‫‪Bila tidak mereka dibunuh atau dipenjara atau dihukum dengan‬‬
‫‪hukuman lainnya‬‬

‫‪Imam Adz-Dzahabi Asy-Syafii tentang Penyebaran Ilmu Kalam :‬‬

‫‪Beliau berkata di dalam As-Siyar (11/236):‬‬

‫كان الناس أمة واحدة‪ ،‬ودينهم قائما في خلفة أبي بكر وعمر فلما استشهد قفل باب‬
‫الفتنة عمر رضي هللا عنه‪ ،‬وانكسر الباب‪ ،‬قام رؤوس الشر على الشهيد عثمان حتى ذبح‬
‫صبرا وتفرقت الكلمة وتمت وقعة الجمل‪ ،‬ثم وقعة صفين فظهرت الخوارج‪ ،‬وكفرت‬
‫سادة الصحابة‪ ،‬ثم ظهرت الروافض والنواصب‬

‫وفي آخر زمن الصحابة ظهرت القدرية‪ ،‬ثم ظهرت المعتزلة بالبصرة‪ ،‬والجهمية‬
‫‪،‬والمجسمة بخراسان في أثناء عصر التابعين مع ظهور السنة وأهلها إلى بعد المئتين‬
‫‪،‬فظهر المأمون الخليفة – وكان ذكيا متكلما‪ ،‬له نظر في المعقول – فاستجلب كتب الوائل‬
‫وعرب حكمة اليونان‪ ،‬وقام في ذلك وقعد‪ ،‬وخب ووضع‪ ،‬ورفعت الجهمية والمعتزلة‬
‫رؤوسها‪ ،‬بل والشيعة‪ ،‬فإنه كان كذلك‬

‫ق القرآن‪ ،‬وامتحن العلماء‪ ،‬فلم يمهل‬‫وآل به الحال إلى أن حمل المة على القول بخل ِ‬
‫وهلك لعامه‪ ،‬وخلى بعده شرا وبلء في الدين فإن المة ما زالت على أن القرآن العظيم‬
‫كلم هللا تعالى ووحيه وتنزيله‪ ،‬ل يعرفون غير ذلك‪ ،‬حتى نبغ لهم القول بأنه كلم هللا‬
‫ق مجعول‪ ،‬وأنه إنما يضاف إلى هللا تعالى إضافة تشريف‪ ،‬كبيت هللا‪ ،‬وناقة هللا‬
‫مخلو ِ‬
‫فأنكر ذلك العلماء ولم تكن الجمهية يظهرون في دولة المهدي والرشيد والمين فلما ولي‬
‫المأمون‪ ،‬كان منهم‪ ،‬وأظهر المقالة‬

‫‪14‬‬
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

‫ بلغني أن بشرِ بن‬:‫ قال‬،‫ أن الرشيد‬:‫ عن محمد بن نوح‬،‫روى أحمد بن إبراهيم الدورقي‬
‫ لقتلنه قال الدورقي‬،‫ هللف علي إن أظفرني به‬،‫ القرآن مخلوق‬:‫ يقول‬،‫غياث المريسي‬:
‫ ودعا إلى الضللة‬،‫ ظهر‬،‫وكان متواريا أيام الرشيد فلما مات الرشيد‬

“Dulu kaum muslimin satu padu, agama mereka tegak di masa


kekhalifahan Abu Bakr dan Umar Namun ketika Umar meninggal
secara syahid (karena dibunuh), terbukalah pintu fitnah
setelahnya Bangkitlah para tokoh kejelekan yang memberontak
kepada Utsman bin Affan sampai membunuh beliau tanpa
perlawanan Kemudian terpecah-belah persatuan kaum muslimin,
dan terjadi Perang Al-Jamal dan Perang Shiffin Muncullah
Khowarij yang mengkafirkan para tokoh shohabat Kemudian
muncullah Syiah Rofidhoh dan Nashibah

Pada akhir masa shohabat muncullah Al-Qodariyyah, kemudian


muncullah Al-Mu’tazilah di Bashroh, dan Al-Jahmiyyah serta Al-
Mujassimah di Khurosan pada pertengahan masa tabiin
Meskipun begitu, sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan orang yang memegangnya tetap nampak jelas sampai setelah
tahun 200-an

Kemudian muncul Kholifah Al-Makmun Dia dulunya adalah orang


yang cerdas dan ahli kalam Dia mempunyai perhatian dengan
masalah logika Kemudian dia mendatangkan buku-buku orang-
orang dulu dan menerjemahkan filsafat manthiq Yunani Dia
semakin tenggelam dan larut dalam hal itu sehingga Al-
Jahmiyyah dan Al-Mu’tazilah menampakkan kepalanya, bahkan
syiah juga demikian

Bahkan keadaannya berubah, sampai Al-Makmun memaksa


ummat Islam untuk berpendapat bahwa Al-Qur’an itu makhluk
Dia juga menguji para ulama dan tidak memberi tenggang

Kemudian Al-Makmun meninggal pada tahun itu, tetapi dia


meninggalkan kepada orang yang setelahnya kejelekan dan
musibah dalam perkara agama

15
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Karena dulunya ummat Islam senantiasa di atas prinsip bahwa Al-


Qur’an adalah kalamullah, wahyu-Nya dan diturunkan oleh Allah
Mereka tidak mengetahui selain hal itu, hingga Al-Makmun
menyebarkan kepada mereka pendapat bahwa Al-Qur’an adalah
makhluk yang dibuat dan mengatakan bahwa penisbatan Al-
Qur’an sebagai kalam (ucapan) Allah itu hanyalah sebagai bentuk
pemuliaan makhluk, seperti baitullah (Rumah Allah) dan untanya
Allah (unta mukjizat Nabi Sholih ‘alaihis salam) Kemudian para
ulama mengingkari hal itu

Padahal sebelumnya firqoh Al-Jahmiyyah tidak nampak di masa


kekuasaan Al-Mahdi, Harun Ar-Rosyid dan Al-Amin Namun ketika
Al-Makmun berkuasa, dia menjadi golongan mereka dan
menampakkan pendapat Al-Jahmiyyah

Bahkan Ahmad bin Ibrohim Ad-Dauroqi meriwayatkan dari


Muhammad bin Nuh: bahwa Harun Ar-Rosyid berkata: “Telah
sampai berita kepadaku bahwa Bisyr bin Ghoyats Al-Marisi (tokoh
jahmiyyah) berkata bahwa Al-Qur’an adalah makhluk Demi Allah,
wajib aku jika bisa menangkapnya untuk membunuhnya” Ad-
Dauroqi berkata : Bisyr Al-Marisi ini sembunyi-sembunyi pada
masa kekuasaan Harun Ar-Rosyid, ketika Harun Ar-Rosyid
meninggal, dia muncul dan menyerukan kesesatannya”

Selesai nukilan dari Al-Imam Adz-Dzahabi rohimahulloh

16
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Menyoal Ilmu Kalam (Filsafat)

Assalamu’alaikum, apa yang dimaksud dengan ilmu kalam atau


ilmu filsafat? Dan bagaimana hukum mempelajarinya?
Jazakumullohu khairan [tiarxxxxxx@yahoo com]

Jawab :

Wa’alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh Ilmu kalam


adalah suatu ilmu yang membahas perkara tauhid dengan
metodologi filsafat Hukum mempelajari ilmu kalam ini haram
karena berimplikasi kepada superioritas akal dan kesombongan
intelektual Dengan kata lain akal lebih dikedepankan daripada Al-
Qur’an dan As-Sunnah dalam memahami keberadaan Allah,
perbuatan-Nya, nama-nama-Nya serta sifat-sifat-Nya yang
Mahasempurna dan tidak serupa dengan-Nya sesuatupun

Allah ta’ala berfirman:

‫يا أيها الذين آمنوا ل تقدموا بين يدي هللا ورسوله واتقوا هللا إن هللا سميع عليم‬

“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendahului


Allah dan Rasul-Nya, bertaqwalah kalian kepada Allah, karena
sesungguhnya Dia Mahamendengar lagi Mahamengetahui ” [Al-
Hujurat: 1]

Dalam konteks spesifikasi, ilmu kalam ataupun ilmu filsafat tidak


mungkin diintegrasikan dengan ilmu agama, apalagi sampai
dijadikan acuan dalam beragama Berhubung metodologinya
berbeda antara satu dengan yang lainnya Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa alihi wasallam meletakkan satu prinsip dalam
metodologi pemikiran ilmu-ilmu agama, sebagaimana sabda
beliau:

‫و ما امرتكم به فأتوا منه مااستطعتم‬

17
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

“Apa yang aku perintahkan kepada kalian tentang suatu perkara,


maka tunaikanlah dengan semampu kalian ” [HR Al-Bukhari dan
Muslim]

‫من عمل عملًِ ليس عليه أمرنا فهو رد‬

Beliau juga bersabda, “Barangsiapa yang beramal dengan satu


amalan yang bukan dari ajaran kami, maka tertolak ” [Muttafaqun
‘alaihi – Al-Bukhari 2697 dan Muslim 3243]

Maka segala sesuatu yang tidak diajarkan oleh Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam dalam perkara agama ini
hukumnya tertolak, sesat dan batil Lebih tegas lagi sabda beliau
shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam: “Barangsiapa yang
menafsrikan Al-Qur’an dengan akal pikirannya semata, meskipun
hasilnya kebetulan mencocoki kebenaran, maka dia tetap
dikatakan salah (berdosa) ” [HR At-Tirmidzi]

Dikatakan berdosa karena metodologi atau cara pemahamannya


yang salah, meskipun secara kebetulan hasilnya mencocoki
kebenaran Namun tidak berarti Islam datang untuk
mengkarantinakan akal, akan tetapi meletakkan akal pada
tempatnya sehingga dapat berfungsi secara proporsional

Maka pantas jika para Ulama Salaf melarang kaum Muslimin


mempelajari ilmu kalam karena dapat merusakkan akal dan
agama seseorang Di antaranya adalah Al-Imam As-Syaafi’i
rahimahullah, beliau menyatakan: “Sungguh seandainya salah
seorang itu ditimpa dengan berbagai amalan yang dilarang oleh
Allah selain dosa syirik, lebih baik baginya daripada ia
mempelajari ilmu kalam ” [HR Abu Nu’aim Al-Asfahaani dalam
Hilyatul Awliyaa’ 9/111]

Beliau juga menyatakan, ‘Seandainya manusia itu mengerti


bahaya yang ada pada Ilmu Kalam dan hawa nafsu, niscaya ia
akan lari daripadanya seperti lari dari singa”

18
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

RUJUKNYA AL-IMAM ABU HAMID AL-GHOZALI KE MANHAJ SALAF

Ibnu Abil ‘Izz al-Hanafiy rahimahullah menyatakan dalam syarh al-


‘Aqiidah atThohawiyyah:

ِ‫ ث َم‬،‫أمره إلى الوقف والحيرة في المسائل الكلميَة‬


ِ ‫آخر‬
ُِ ‫وكذلك الغزالي رحمه هللا انتهى‬
‫ فمات‬،‫الرسول صلى هللا عليه وسلم‬ َ ‫ وأقبل على أحاديث‬،‫أعرضِ عن تلك الطُّ ُرق‬
‫و)البخاري( على صدره‬

Demikian juga al-Ghozali semoga Allah merahmatinya, akhir


urusannya adalah berhenti dan kebingungan terhadap masalah-
masalah Kalamiyyah (filsafat) Kemudian beliau berpaling dari
jalan-jalan itu (filsafat dan ilmu kalam) Beliau menghadapkan
dirinya kepada hadits-hadits Rasul shollallahu alaihi wasallam,
kemudian beliau meninggal dunia dalam keadaan kitab Shahih al-
Bukhari berada di atas dadanya (Syarh al-Aqiidah al-Thohawiyyah
karya Ibnu Abil ‘Izz al-Hanafiy halaman 169 penerbit Daarul
Aqiidah –bersama syarh Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Syaikh
Sholih al-Fauzan)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyatakan:

ِِ ‫“وأبُو حامِ دِ إنَما ذ َِم التَأْ ِويلِ فِي آخِ ِِر ع ُْم ِر ِِه وصنَفِ ”إلْجامِ الْعو‬
ِ‫ام عنِْ ِعلْ ِِم الْكل ِم‬

Abu Hamid (al-Ghozaliy) mencela takwil di akhir usianya dan


menyusun karya: Iljaamul ‘Awwaam ‘an ‘Ilmil Kalaam (Majmu’
Fataawa Ibn Taimiyyah (17/357))

ِ‫ي معِ ف ْرطِِ ذكائِ ِِه وتألُّ ِه ِِه ومع ِْرفتِ ِِه بِالْكل ِِم والْفلْسف ِِة وسُلُو ِك ِه‬
ُِّ ‫وهذا أبُو حامِدِ الْغزا ِل‬
‫الرياض ِِة والتَص ُّوفِِ ينْت ِهي فِي ه ِذ ِِه الْمسائِ ِِل إلى الْوقْفِِ والْحيْر ِِة‬ ِ ‫يق الزُّ ْه ِِد و‬
ِ ‫ط ِر‬
‫ويُحِ ي ُِل فِي آخِ ِِر أ ْم ِر ِِه على ط ِريق ِِة أ ْه ِِل الْكشْفِِ وإِنِْ كانِ بعْدِ ذلِكِ رجعِ إلى ط ِريق ِِة أ ْه ِِل‬
‫ام عنِْ ِعلْ ِِم الْكل ِِم‬
ِِ ‫ث وصنَفِ ”إلْجامِ الْعو‬ ِِ ‫”الْحدِي‬

Inilah Abu Hamid al-Ghozali yang dengan kecerdasannya yang luar


biasa dan sikap pengagungan dan pengenalan terhadap ilmu
Kalam dan filsafat, metode untuk menempuhnya, dan jalan
zuhud, riyadhoh, dan tasawwuf, berakhir pada permasalahan-

19
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

permasalahan ini kepada sikap berhenti dan kebingungan dan


memindahkan akhir perkaranya pada jalannya Ahlul Kasyf
Meskipun kemudian setelah itu beliau kembali kepada jalan yang
ditempuh Ahlul Hadits dan menyusun karya “Iljaamul ‘Awwaam
‘an ‘Ilmil Kalaam” (Majmu’ Fataawa Ibn Taimiyyah (4/72)

Al-Imam anNawawiy rahimahullah menyatakan dalam kitab al-


Majmu’ Syarhul Muhadzdzab:

‫وقد بالغ امامنا الشافعي رحمه هللا تعالى في تحريم اِلشتغال بعلم الكلم اشد مبالغة‬
‫واطنب في تحريمه وتغليظ العقوبة لمتعاطيه وتقبيح فعله وتعظيم الثم فيه فقال ألنِ يلقي‬
‫ والفاظه بهذا المعنى‬:‫هللا العبد بكل ذنب ما خل الشرك خير من أن يلقاه بشئ من الكلم‬
‫ وقد صنف الغزالي رحمه هللا في آخر أمره كتابه المشهور الذى سماة‬:‫كثيرة مشهورة‬
ِ‫الجام العوام عن علم الكلم‬

Imam kami asy-Syafi’i -semoga Allah Ta’ala merahmatinya- benar-


benar menekankan haramnya menyibukkan diri dengan ilmu
Kalam, beliau sangat mengharamkannya, dan menekankan
siksaan yang berat bagi orang yang mempelajarinya Beliau juga
sangat mencela pelakunya dan menganggap dosanya sangat
besar Beliau (al-Imam asySyafii) berkata: Kalau seandainya
seorang hamba bertemu dengan Allah dengan membawa seluruh
dosa selain kesyirikan, itu lebih baik baginya dibandingkan
bertemu Allah dengan membawa (dosa karena mempelajari) ilmu
Kalam (filsafat) Lafadz-lafadz ucapan beliau yang semakna
dengan ini sangat banyak dan masyhur Al-Ghozali –semoga Allah
merahmatinya- telah menyusun kitab di akhir fase kehidupannya
(meninggalkan Ilmu Kalam/ Filsafat) yang berjudul: Iljaamul
‘Awwaam ‘an Ilmil Kalaam (al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab
(1/25))

Al-Imam Badruddiin az-Zarkasyi –salah seorang Ulama Syafiiyyah-


menyatakan:

20
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

ِ‫ِي ِ ُم ْطلقًا أو آخِ ُِر تصانِي ِف ِه‬


ِ ‫ام الْعوامِ عن ِعلْ ِِم الْكل ِِم وهو آخِ ُِر تصانِيفِِ الْغزال‬
ِِ ‫اب إلْج‬
ُِ ‫وهو كِت‬
‫ب السَلفِِ ومنِْ تبِع ُه ِْم‬ِِ ‫ث فيه على م ْذه‬ ِِ ‫في أُصُو ِِل الد‬
َِ ‫ِين ح‬

Itu adalah kitab: Iljaamul Awwaam ‘an Ilmil Kalaam yang


merupakan karya tulis terakhir al-Ghozali secara mutlak, atau
karya tulis terakhir dalam Ushuluddin yang di dalamnya beliau
menganjurkan untuk berpegang dengan madzhab Salaf dan orang-
orang yang mengikuti para Salaf tersebut (al-Bahrul Muhiith fii
Ushuulil Fiqh (3/29))

Syaikh Muhammad Amaan al-Jaamiy rahimahullah menyatakan:

‫ ومما يتصل ببحثنا هذا من مؤلفاته‬،‫ولإلمام الغزالي مؤلفات كثيرة في مختلف العلوم‬
‫ق[ بمذهب السلف‬ ِ ‫كتاب اللطيف )إلجامِ العوام عن علم الكلمِ( الذي أشاد فيه ]كما سب‬
‫ب‬
ِ ‫ق وأن من خالف السلف فهو مبتدع ألنه مذه‬ ِ ‫وتحدث عن حقيقته مبينِا ً أنه هو الح‬
‫ فكل خير في‬،‫ وقد أُخِ ذِ من الرسول عليه الصلة والسلم مباشرة‬،‫الصحابة والتابعين‬
‫ وقد تحدث فيه بإسهاب عن مذهب السلف وحقيقة‬،‫إتباعهم وكل شر في البتداع بعدهم‬
‫مذهب السلف هو اِلتباع دون البتداع وللغزالي رسالة سماها )بغية المريد في رسائل‬
‫التوحيد( وهي جملة رسائل مفيدة وجليلة ومشتملة على الكثير من المعاني اللطيف ِة وما‬
‫ق جل شأنه وعلى ما يجب معرفته على كل إنسان من علم‬ ِ ‫ق للخال‬ ِ ‫يجب على المخلو‬
ً
‫ق وأنه ل يشبهه شيء ول يشبه شيئِا وكل ما‬ ِ ‫التوحيد وقد تحدث فيها عن تنزيه الخال‬
‫ك‬
ِ ‫خطر بالبال والوهمِ والخيال من التكييف والتمثيل فإنه سبحانه منزه عن ذل‬

Al-Imam al-Ghozali memiliki karya tulis yang banyak pada


berbagai bidang ilmu Salah satu di antara karya tulis beliau yang
sampai pada pembahasan kita ini adalah kitab Iljaamul ‘Awwaam
‘an Ilmil Kalaam yang di dalamnya beliau menyanjung madzhab
Salaf dan menceritakan tentang hakikatnya serta menjelaskan
bahwa itulah yang haq (benar), dan barangsiapa yang menyelisihi
Salaf maka ia adalah mubtadi’ karena itu adalah madzhab para
Sahabat dan Tabi’in yang diambil dari Rasulullah shollallahu alaihi
wasallam secara langsung, dan setiap kebaikan adalah dengan
mengikuti mereka (para Salaf) dan setiap keburukan adalah
karena kebid’ahan yang dilakukan orang-orang setelahnya

21
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Di dalamnya beliau menjelaskan secara panjang lebar tentang


madzhab Salaf dan hakikat madzhab Salaf adalah Ittiba’
(mengikuti Nabi) bukan ibtida’ (mengadakan hal-hal baru)

Dan al-Ghozali juga memiliki risalah yang dinamakan: Bughyatul


Muriid fii Rosaa-ilit Tauhiid, yang itu termasuk risalah yang
bermanfaat, mulya, dan mengandung kebanyakan makna yang
halus tentang kewajiban makhluk terhadap al-Kholiq (Sang
Pencipta) –Yang Maha Mulya- dan hal yang wajib diketahui oleh
setiap manusia dari ilmu Tauhid Di dalam risalah itu beliau
menceritakan tentang pensucian terhadap al-Kholiq dan
bahwasanya Dia tidaklah ada sesuatu apapun yang
menyerupainya, dan segala yang terbetik dalam hati,
pikiran/persangkaan, dan khayalan berupa takyiif (mencari tahu
seperti apa kafiyatnya) dan penyerupaan, maka sesungguhnya
Allah Subhaanah tersucikan dari itu

(as-Shifaatul Ilahiyyah fil Kitaabi was Sunnah anNabawiyyah fii


Dhou-il Itsbaat wat Tanziih halaman 166)

Penulis:

Abu Utsman Kharisman

22
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

ABU MANSHHUR AL-MATURIDI DAN ALIRAN MATURIDIYAH

Ustadz Muhammad Ashim Musthofa

Di antara rahmat yang dicurahkan kepada kaum muslimin, Allah


memberikan bukti-bukti yang nyata lagi jelas yang menunjukkan
keberadaan Allah Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman

ُِّ‫اق وفِي أنفُس ِِه ِْم حتَى يتبيَنِ ل ُه ِْم أنَهُِ الْحق‬
ِِ ‫يه ِْم ءاياتِنا فِي اْألف‬
ِ ‫سنُ ِر‬
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri,
sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur`an itu adalah
benar……” [Fushshilat/41: 53]

Seorang penyair berkata:

ِِ ‫ي ك ُِِل شيْئِ لهُِ أية ت ُد ُِّل على أنَهُِ واحد‬


ِ ِْ ِ‫وف‬

Dan pada setiap sesuatu, Dia mempunyai tanda

Yang menunjukkan bahwa Dia adalah Dzat Yang Esa

Setiap segala sesuatu yang ada di dunia ini, seluruhnya mengakui


keberadaan Sang Pencipta, Al Khaliq dan kekuasaanNya

Untuk mengenal dan mengetahui keberadaan Allah, manusia


sama sekali tidak membutuhkan kaidah-kaidah yang diramu oleh
para ulama ahli kalam Juga tidak membutuhkan produk orang
kafir Yunani Yakni, dengan apa yang disebut sebagai ilmu filsafat

Hanya saja, ada sebagian manusia yang berasumsi, tidak mungkin


seseorang bisa mengenal Allah (ma’rifatullah), kecuali dengan
melalui ilmu filsafat dan ilmu kalam Mereka tunduk mengikuti
doktrin filsafat Yunani

Satu dari sekian aliran kalamiyah yang masih eksis saat ini ialah
Maturidiyah Sebuah golongan yang berafiliasi pada firqah
kalamiyyah

23
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Nama kelompok ini dinisbatkan kepada nama pendirinya, yaitu


Abu Manshur Al Maturidi Nama lengkapnya Muhammad bin
Muhammad bin Mahmud Al Maturidi As Samarqandi Maturid
adalah daerah dekat dengan Samarqand Tidak diketahui dengan
pasti tahun kelahirannya, juga guru-guru yang sempat ia singgahi
majlisnya

Ada Tiga Tahapan yang Dilalui Firqah ini

Tahapan pertama, tahapan pendirian (ta`sis) dengan tokohnya


Abu Manshur al Maturidi Dia sempat menulis beberapa kitab
Yang paling terkenal ialah Kitabut Tauhid

Dalam kitab ini, ia menetapkan aqidah tauhid melalui teori-teori


ilmu kalam (baca: filsafat) Yang ia maksud dengan tauhid adalah
tauhid rububiyyah, tauhid khaliqiyyah, dan sedikit tentang asma
wa shifat Hanya saja, manhaj yang ia pegangi adalah manhaj
Jahmiyyah Sehingga, ada sekian banyak sifat yang ia mentahkan
dengan dalih ingin menghindarkan diri dari tasybih (penyerupaan)
Allah dengan makhlukNya

Tahapan Kedua, tahapan pembentukan (takwin) Yaitu ditandai


dengan tersebarnya paham ini di Samarqand melalui tulisan-
tulisan yang disisipkan dalam kitab-kitab fiqih madzhab Hanafi
Sehingga aqidah Maturidiyah ini menjadi diterima dan dominan di
tengah masyarakat Tokohnya yang terkenal pada saat itu ialah
Abul Qasim al Hakim

Tahapan berikutnya merupakan perpanjangan dari fase


sebelumnya, dengan tokohnya yaitu Abul Yusr Muhammad bin
Muhammad bin al Husain bin ‘Abdil Karim (421-493 H) Dia
mendapatkan tempaan ilmu filsafat dari sang ayah yang
merupakan murid Abu Manshur al Maturidi Disamping itu, ia
banyak menelaah buku-buku karya al Kindi, al Juba-i, an
Nazhzham dan lainnya Buku-buku karya tokoh-tokoh ini sarat
dengan ajaran filsafat

24
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Tahapan berikutnya, yaitu fase penulisan dan pembukuan aqidah


Maturidiyyah (500-700 H) Tahapan ini banyak dipenuhi dengan
penulisan karya tulis yang berisi berbagai dalil untuk memberikan
justifikasi atas aqidah Maturidiyyah Panutan dalam marhalah ini
adalah Najmuddin an Nasafi Seratus kitab telah ia tulis Ia adalah
penulis kitab Aqidah an Nasfiyyah, sebuah kitab ringkasan yang
merangkum aqidah Maturidiyah

Tokoh Maturidiyah yang terkenal pada abad ini ialah Muhammad


bin Zahid al Kautsari al Maturidi Ia sangat mendiskreditkan para
imam kaum muslimin dan mencerca mereka yang tidak sehaluan
dengan aqidah Maturidiyah Kitab-kitab tauhid, seperti al Ibanah,
asy Syariah, al ‘Uluw, Asma wa Shifat karya al Baihaqi, dan kitab-
kitab aqidah karya ulama Ahli Sunnah dianggap sebagai kitab-
kitab watsaniyyah (paganisme), tajsim dan tasybih Padahal, tak
syak lagi, aliran Maturidiyah justru dipenuhi dengan bid’ah yang
mewarnai ajarannya Misalnya, mereka mengagungkan kuburan
dan penghuninya dengan dalih bertawasul

Sebagian Pemikiran dan Aqidah Maturidiyah

Ditinjau dari aspek masdar talaqqi (sumber pengambilan ilmu),


Maturidiyah membagi ushuluddin menjadi dua Pertama Ilahiyyat
(‘aqliyyat), yaitu perkara-perkara yang mampu ditetapkan oleh
daya nalar dengan sendirinya Sementara dalil naqli hanya
berperan sebagai kekuatan sekunder Dimensi ini mencakup
dimensi tauhid dan sifat-sifat Allah Kedua Syar’iyyat (sam’iyyat),
yaitu perkara-perkara yang akal tidak mempunyai akses untuk
menentukannya, misalnya siksa kubur, peristiwa-peristiwa di
akherat kelak

Dengan ini, perbedaan Maturidiyah dengan manhaj Ahli Sunnah


Wal Jamaah sangat signifikan Al Quran, As Sunnah dan Ijma’ para
sahabat merupakan sumber hukum bagi Ahli Sunnah

25
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Sebagai aliran yang kental nuansa filsafatnya, mereka mengatakan


bahwa bahasa Arab, al Qur`an dan hadits mengandung kata-kata
yang berbentuk majaz (kiasan) Berdasarkan pandangan seperti
ini, kemudian mereka mentakwil nash-nash tentang sifat Allah,
dengan argumentasi ingin menghindarkan diri dari tajsim
(pembendaan) terhadap Allah

Maturidiyah hanya menetapkan delapan sifat saja bagi Allah


Ta’ala, dengan versi yang berbeda-beda, yaitu : al hayah (hidup),
qudrah (kekuasaan), al ilmu, iradah (kehendak), as sam’u
(mendengar), al basharu (melihat), al kalam (berbicara) dan at
takwin (pembentukan)

Menurut mereka, seluruh sifat yang muta’adiyyah (tindakan-


tindakan) kembali kepada sifat at takwin Sedangkan sifat-sifat
khabariyah (berita tentang dzat Allah), tidak termasuk yang bisa
dijangkau oleh akal, sehingga perlu ditiadakan

Iman hanya sekedar pembenaran hati saja Iman tidak dapat naik
ataupun turun Dalam hal ini, Abu Manshur al Maturidi
menghimpun lebih dari satu bid’ah Dia menjadi seorang Murji’ah
dalam masalah iman, dan sebagai seorang mu’aththil dalam bab
sifat-sifat Allah Dia juga terpengaruh dengan pemikiran Ibnu
Kullab, meskipun ia sendiri belum pernah berjumpa dengan Ibnu
Kullab

Sebagai penutup, kami nukil pernyataan Ibnu Abil ‘Izz dalam kitab
Syarah Aqidah Ath Thahawiyah, yang berbunyi: “Setiap orang
yang berbicara dengan logika, perasaan dan akal pikirannya -
padahal ia berhadapan dengan nash- atau ia mempertentangkan
nash dengan logika, (maka) sejatinya ia menyerupai iblis, yang
enggan berserah diri kepada Rabbnya Allah berfirman Subhanahu
wa Ta’ala tentangnya:

ِ ‫سجُدِ ِإ ْذأم ْرتُكِ قالِ أناخيْرِ ِمنْهُِ خلقْتنِي مِ ن نَارِ وخلقْتهُِ مِ ن‬


‫طِين‬ ْ ‫قالِ مامنعكِ ألَت‬

26
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

“Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud


(kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis:
“Saya lebih baik daripadanya Engkau ciptakan saya dari api,
sedangkan dia, Engkau ciptakan dari tanah“ [al A’raf/7 : 12]

Diringkas dari :

Al Mausu’ah al Muyassarah fil Adyani wal Madzahibi wal Ahzabi al


Mu’ashirah, Darun Nadwah Al ‘Alamiyyah, Cet III, Th 1418 H

Ta`ammulat wa Nazharati fi Ba’dhi al Madzahibi wal Firaqi al


Mu’ashirah, Dr Muhammad bin Abdurrahman Al Khumayyis,
Maktabah Ash Shahabah, Imarat Sharjah, Cet I, Th
1998M/1419H

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun IX/1426H/2005M


Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl Solo –
Purwodadi Km 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp 0271-
858197 Fax 0271-858196 Kontak Pemasaran 085290093792,
08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]

27
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Meninggalkan Ilmu Kalam dan Takwil

MENINGGALKAN ILMU KALAM DAN TA’WIL[1]

Berpaling dari Al-Qur’an dan menta’wil dengan dasar ilmu kalam


adalah penyebab terbesar terjadinya kesesatan, terutama dalam
masalah akidah

A BERPALING DARI AL-QUR’AN

Maksudnya enggan mentadabburi Al-Qur’an dan As-Sunnah


Rasulullah, dan menyibukkan diri dengan filsafat orang-orang
Yunani dan logika yang bermacam-macam Dalam hal ini Allah
berfirman:

ُ‫ق وق ِْد آتيْناكِ مِ ن َل ُد َنا ِذكْرِاً منِْ أعْرضِ عنْهُِ ف ِإنَ ِه‬ ِ ‫كذلِكِ نقُصُِّ عليْكِ مِنِْ أنباء ما ق ِْد سب‬
ًِ‫يحْ ِم ُِل يوْ مِ الْقِيام ِِة ِو ْزرِاً خا ِلدِينِ فِي ِِه وساء ل ُه ِْم يوْ مِ الْقِيام ِِة حِ ْمل‬

“Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian


kisah umat yang Telah lalu, dan Sesungguhnya telah kami berikan
kepadamu dari sisi kami suatu peringatan (Al-Quran) Barangsiapa
berpaling dari pada Al-Qur’an Maka Sesungguhnya ia akan
memikul dosa yang besar di hari kiamat Mereka kekal di dalam
keadaan itu dan amat buruklah dosa itu sebagai beban bagi
mereka di hari kiamat” (Q S Thaa Haa: 99-101)

Al-Qur’an yang berisikan berita-berita yang terdahulu dan yang


akan datang, peringatan tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah
yang sempurna dan peringatan tentang hukum-hukum perintah
dan larangan serta balasan

Yang harus disikapi dengan penerimaan, penyerahan diri,


ketundukan dan pengagungan, cahanya dijadikan petunjuk
menuju jalan yang lurus dan harus dipelajari dan diajarkan
dengan antusias

28
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Adapun tidak mau mengikuti perintah dan tuntutannya, atau


mencari petunjuk dari yang lain adalah kufur terhadap nikmat
diturunkannya Al-Qur’an Orang yang melakukannya pantas
menerima azab Allah

“‫”من أعرض عن ذكري‬

maksudnya tidak beriman kepada Al-Qur’an, atau meremehkan


perintah dan larangannya, atau tidak mempelajari makna-
maknanya yang wajib, maka

‫فإنه يحمل يوم القيامة وزرا‬

(Sesungguhnya ia akan memikul dosa yang besar di hari kiama)


yaitu dosa yang disebabkan berpaling dari Al-Qur’an, mengingkari
dan menjauhinya

‫خالدين فيه‬

(Mereka kekal di dalam keadaan itu) maksudnya kekal dalam dosa


mereka, karena keburukan yang dilakukan seseorang akan
berubah menjadi siksa atas dirinya, kecil maupun besar Ini adalah
umum bagi setiap orang yang sampai kepadanya Al-Qur’an, baik
orang Arab maupun bukan Arab, ahli kitab dan yang lainnya

Allah berfirman:

ِِ ‫ومنِْ أعْرضِ عن ِذك ِْري ف ِإنَِ ل ُهِ معِيش ًةِ ضنكِا ً ونحْ ش ُُرهُِ يوْ مِ ا ْلقِيام ِِة أعْمى قالِ ر‬
‫ب ل ِِم‬
ِ‫حش ْرتنِي أعْمى وق ِْد كُنتُِ ب ِصيرِاً قالِ كذلِكِ أتتْكِ آياتُنا فنسِيتها وكذلِكِ الْيوْ مِ تُنسى وكذلِك‬
‫ى‬ِ ‫اب ْاآلخِ ر ِِة أش ُِّد وأبْق‬ ِِ ‫جْزي منِْ أسْرفِ ول ِْم يُؤْ مِ ن بِآيا‬
ُِ ‫ت ربِ ِِه ولعذ‬ ِ ‫ن‬
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka
Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan
menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”
Berkatalah ia: “Ya Tuhanku, Mengapa Engkau menghimpunkan
Aku dalam keadaan buta, padahal Aku dahulunya adalah seorang
yang melihat?”

29
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat


kami, Maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari Ini
kamupun dilupakan” Dan Demikianlah kami membalas orang
yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat
Tuhannya dan Sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan
lebih kekal” (Q S Thaa Haa: 124-127)

Allah mengabarkan bahwasannya Dia memerintahkan Iblis dan


Adam untuk turun ke bumi, dan Dia akan menurunkan kitab-kitab
dan mengutus rasul-rasul yang menjelaskan tentang jalan lurus
untuk sampai kepada-Nya dan surga-Nya Dia juga menjelaskan
sikap yang wajib terhadap kitab yang diturunkan, siapa yang
mengikuti perintahnya dan menjauhi larangannya pasti tidak akan
tersesat dan sengsara di dunia dan akhirat, di tunjukkan ke jalan
yang lurus di dunia dan akhirat, serta mendapatkan kebahagiaan
dan ketentraman di akhirat

“‫”ومن أعرض عن ذكري‬

maksudnya kitab-Ku yang memperingatkan seluruh tujuan mulia,


yang meninggalkannya dengan sikap berpaling, atau lebih dari itu
dengan cara mengingkari atau kufur kepadanya

“‫” فإن له معيشة ضنكا‬

artinya,bahwa balasannya adalah kehidupannya menjadi sempit


dan sulit yang merupakan siksaan tersendiri bagi mereka

Ada ahli tafsir yang menafsirkan “‫ ”معيشة ضنكا‬dengan azab kubur,


artinya kuburannya menyempit, dia dikurung dan disiksa di
dalamnya, sebagai balasan atas pengingakarannnya Ini adalah
salah satu ayat yang menunjukkan adanya azab kubur

30
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Ahli tafsir yang lain menafsirkan “‫ ”معيشة ضنك‬bermakna umum,


mencakup segala penderitaan yang menimpa kita di dunia,
berupa kegalauan, kesedihan, dan penyakit

Tidak ada ketenangan dan kelapangan dada, karena dadanya


sempit dan sesak akibat kesesatannya, walaupun ia nampak
besenang-senang, memakai pakaian apa saja yang disukainya,
menikmati makanan apa saja yang diinginkannya dan tinggal di
mana saja sesuka hatinya, tetapi sebenarnya ia sengsara hatinya,
karena tidak mempunyai keyakinan dan mendapat petunjuk

Allah berfirman:

‫ون‬
ِ ‫جْرمِ ينِ ُمنت ِق ُم‬ ِِ ‫ومنِْ أ ْظل ُِم مِ َمن ذُكِرِ بِآيا‬
ِ ‫ت ربِ ِِه ثُ َِم أعْرضِ عنْها إِنَا مِ نِ الْ ُم‬
“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah
diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, Kemudian ia berpaling
daripadanya? Sesungguhnya kami akan memberikan pembalasan
kepada orang-orang yang berdosa” (Q S As-Sajdah: 22)

Artinya tidak ada yang lebih zalim daripada orang yang diberi
peringatan dan mendapatkan penjelasan tentang ayat-ayat-Nya,
tapi dia meninggalkannya, mengingkari dan berpaling darinya
serta berpura-pura melupakannya seakan tidak pernah
mengetahuinya

B TA’WIL

Makna Ta’wil Secara Etimologis

Materi Ta’wil (‫ )التأويل‬adalah Aala (‫ )آل‬yang memiliki beberapa arti,


di antaranya:

1 Tempat kembali, sumber dan akhir sesuatu [2]

31
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

2 Tafsir Ath-Thabari berkata: “Adapun makna ta’wil dalam


bahasa Arab adalah tafsir dan tempat kembali [3]Al-Laits berkata:
“Ta’wil adalah penafsiran kalimat yang berbeda-beda artinya [4]

3 Melaksanakan perintah Seperti perkataan ‘Aisyah: “Adalah


Rasulullah r dalam sujudnya membaca: “‫”سبحان ربي األعلى‬, beliau
menta’wil Al-Qur’an, maksudnya melaksanakan perintah Allah

ِ‫ّللا أفْواجِا ً فسبِحِْ بِح ْم ِد‬ ُِ ْ‫ّللا والْفت‬


ِِ ‫ح ورأيْتِ النَاسِ ي ْد ُخلُونِ فِي د‬
َِِ ‫ِين‬ َِِ ‫إِذا جاء نص ُِْر‬
ً ‫ربِكِ واسْتغْف ِْرهُِ إِنَهُِ كانِ ت َوابِا‬

“Apabila Telah datang pertolongan Allah dan kemenangan Dan


kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-
bondong, Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan
mohonlah ampun kepada-Nya Sesungguhnya dia adalah Maha
Penerima taubat” (Q S An-Nahsr: 1-3)

Makna Ta’wil Menurut Salaf

Dalam pandangan Salaf, ta’wil mempunyai dua arti:

1 Akhir dan kenyataan akhir sebuah urusan Makna ini yang


umumnya dipergunakan dalam Al-Qur’an, seperti dalam
perkataan Yusuf:

ًِ‫ت هـذا تأْ ِوي ُِل ُرؤْ يايِ مِ ن قبْ ُِل ق ِْد جعلها ر ِبي حقا‬
ِِ ‫وقالِ يا أب‬

“Wahai ayahku inilah ta’bir mimpiku yang dahulu itu;


Sesungguhnya Tuhanku Telah menjadikannya suatu kenyataan”
(Q S Yuusuf 100)

2 Tafsir dan penjelasan pembicaraan Seperti dalam do’a Nabi


untuk Ibnu ‘Abbas

“ِ‫ِين وعل ِْمهُِ التَأْ ِويل‬


ِِ ‫”اللَ ُه َِم ف ِق ْههُِ فِي الد‬

“Ya Allah! Pahamkanlah dia dalam agama dan ajarkan kepadanya


tafsir” [5]

32
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Ta’wil Menurut Para Ahli Ushul Fiqh

Adalah mengalihkan lafazh dari kemungkinan makna yang lebih


kuat ke makna yang lemah karena tuntutan akal [6]

Ta’wil yang benar[7] adalah yang sesuai dengan makna nash-nash


Al-Qur’an dan As-Sunnah, bila tidak demikian, berarti ta’wil
tersebut salah [8]

Beberapa Peringatan[9]:

1 Yang membedakan antara ta’wil yang benar dan yang salah


adalah, bahwa yang benar pasti sesuai dengan Al-Qur’an dan As-
Sunnah, sedangkan yang salah adalah yang bertentangan dengan
keduanya [10]

2 Wajib memaknai lafaz-lafaz Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan


makna yang lebih kuat, kecuali ada dalil yang mengalihkannya ke
makna yang lemah

3 Dalil yang memindahkan lafaz dari makna yang kuat ke makna


yang lemah bertingkat-tingkat:

a Bila kemungkinan itu dekat, maka cukup dengan dalil yang


tidak terlalu kuat

b Bila kemungkinan itu jauh, maka dibutuhkan dalil yang kuat

c Bila kemungkinan itu tidak jauh dan tidak dekat (pertengahan),


maka dibutuhkan dalil yang pertengahan

d Bila tidak ada dalil yang shahih untuk mengalihkan lafaz ke


makna yang lemah itu, maka ta’wil harus ditolak

Sejarah Munculnya Istilah Ta’wil di Kalangan Ahli Ushul Fiqh

Ta’wil dengan makna yang dimaksud oleh para ahli ushul fiqh
muncul pada generasi setelah Salaf, tidak dikenal di kalangan

33
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Sahabat dan Tabi’in makna ta’wil, juga pada masa para ahli
bahasa terdahulu[11]

Ta’wil muncul di kalangan ahli Kalam dan filsafat, setelah


terjadinya pertikaian dan perpecahan di kalangan umat Islam
Orang yang palinh pertama memunculkan istilah ini adalah ar-Razi
yang hidup pada abad ketujuh[12]

Kesalahan Para Pendukung Ta’wil

1 Bisa dikatakan bahwa apa yang diyakini oleh Salaf dalam


masalah akidah adalah benar dari Allah, karena telah ada dan
terbutkti dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Sedangkan para
pendukung ta’wil tidak mampu membuktikan dakwaan mereka
dalam menafikan makna nash atau menta’wilnya dengan makna
yang jauh

2 Bila kebenaran berada di pihak para pendukung ta’wil yang


menafikan makna-makna nash yang telah terbukti dalam Al-
Qur’an dan As-Sunnah, maka bagaimana mungkin Allah dan
Rasul-Nya serta umat terbaik dari Sahabat dan Tabi’in -yang
memaknai nash tanpa ta’wil- menentang kebenaran?[13]

3 Menerima ta’wil menuntut ditempatkannya Salaf di antara dua


hal yang keduanya salah[14]:

a Bahwa Salaf, baik Sahabat maupun Tabi’in, tidak mengetahui


kebenaran, dan bahwa makna-makna yang terkandung dalam
nash-nash itu salah

b Bahwa mereka mengetahui dan memahami kebenaran tetapi


mereka menyembunyikannya dan tidak menyampaikannya
kepada kaum Muslimin

4 Para penta’wil berusaha mengetahui makna yang terkandung


dalam nash secara rinci dan menundukkannya kepada akal dan

34
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

perasaan, sehingga mereka tidak memiliki sifat orang-orang yang


beriman kepada hal-hal yang gaib

5 Anda tidak akan menemukan pada para penta’wil pemilahan


yang benar antara yang mungkin dita’wil dan yang tidak mungkin
dita’wil Karena apa yang mereka katakan tidak bisa dita’wil sama
dengan yang mereka ta’wil, dan sebaliknya, apa yang mereka
katakan bisa dita’wil sama dengan yang tidak bisa dita’wil Dari itu
mereka dituntut untuk memilih salah satu dari tiga hal
berikut[15]:

a Beriman kepada semua nash dan meyakini makna yang


ditunjukannya, agar sesuai dengan kebenaran secara lafaz dan
makna

b Mengingkari semua makna yang ditunjukkan oleh nash, agar


keluar dari pertentangan, tetapi dengan demikian mereka
bergabung dengan orang-orang kafir yang jelas kekufurannya

c Membedakan hal-hal tidak boleh dibedakan, lalu mengimani


sebagian dan mengingkari sebagian lainnya Inilah inti
pertentangan dan ketidakpastian yang biasa dialami oleh
kebanyakan ahli Kalam

6 Tidak satu pun kelompok yang mendukung ta’wil mempunyai


timbangan untuk menolak makna nash, kecuali apa yang telah
mereka jadikan prinsip dan yakini sebagai madzhab, sehingga
mereka menolak semua yang bertentangan dengannya walaupun
jelas dan kuat dalilnya:

a Orang-orang Syi’ah telah menjadikan permusuhan kepada para


Sahabat sebagai prinsip mereka, lalu mereka menolak semua nash
yang menunjukkan keutamaan para Sahabat dan keridaan Allah
kepada mereka

b Orang-orang Jahmiyyah menjadikan penafian tasybiih


(persamaan Allah dengan makhluk) dan tajsiim (penjelmaan

35
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Allah) sebagai prinsip, lalu mereka menolak semua nash yang


menetapkan sifat-sifat Allah yang sempurna

c Orang-orang Qadariyyah menjadikan keadilan sebagai prinsip


mereka, lalu menolak semua nash yang menunjukkan ketentuan
dan kehendak Allah Sebaliknya orang-orang Jabariyyah
menjadikan ketentuan dan kehendak Allah sebagai prinsip, lalu
mereka menolak semua nash yang menunjukkan kemampuan
makhluk untuk berikhtiar, hikmah dan keadilan Allah

d Orang-orang Wa’iidiyyah menjadikan prinsip mereka kepastian


dilaksanakannnya ancaman Allah dan orang yang masuk nereka
tidak akan keluar lagi, lalu mereka mereka menolak semua nash
tentang janji Allah, pemberian maaf, syafa’at dan lain-lain

7 Termasuk kerancuan ta’wil adalah, bahwa anda dapatkan setiap


penta’wil menuntut orang yang memungkirinya sebagaimana
tuntutan orang yang memungkirinya dari mereka

8 Cara al-Ghazali dalam menguatkan madzhab Salaf tentang


meninggalkan ta’wil, dalam bukunya Iljaamul ‘Awaam ‘an ‘Ilmil
Kalaam, yang mungkin termasuk karyanya yang terakhir

Dalam bukunya itu ia berkata: “Adapun bukti yang menyeluruh


akan kebenaran pada madzhab Salaf, dengan cara menerima
empat prinsip yang bisa diterima oleh setiap orang yang berakal,
yaitu:

a Bahwasannya Nabi adalah orang yang paling tahu tentang


kebaikan manusia di dunia dan akhirat

b Bahwasannya beliau telah menyampaikan semua yang


diwahyukan kepadanya untuk kebaikan manusia di dunia dan
akhirat, tidak ada yang disembunyikan Dan bahwasannya beliau
adalah orang yang gigih berjuang memperbaiki manusia dan
menunjukkan mereka kepada kebaikan dunia dan akhirat

36
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

c Bahwasannya orang yang paling tahu makna, hakikat dan


rahasia perkataan Rasulullah, adalah orang-orang yang selalu
bersamanya, menyaksikan turunnya Al-Qur’an dan mengetahui
tafsirnya Mereka itu adalah para Sahabat Rasulullah

d Bahwasannya para sahabat dengan rentang masa yang lama


sampai akhir generasi tersebut, tidak pernah mengajak orang
untuk menta’wil Seandainya ta’wil itu bagian dari agama, niscaya
mereka antusias kepadanya siang dan malam, dan pasti mereka
mengajarkannya kepada anak istri mereka ”

Kemudian ia berkata: “Dari keempat prinsip ini kita ketahui


dengan yakin bahwa kebenaran itu ada pada perkataan dan
pendapat Salaf”[16]

9 Para penta’wil berkata: “Makna yang langsung dipahami dari


nash-nash tentang sifat-sifat Allah adalah penjelmaan dan
penyerupaan Allah dengan makhluk”[17] Padahal kebenaran
yang tidak diragukan dalam hal ini adalah, bahwa yang langsung
dipahami dari setiap sifat Allah yang disebutkan dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah, tidak ada keserupaan Allah dengan seluruh
makhluk-Nya

10 Bencana yang ditimbulkan oleh ta’wil adalah tercabik-


cabiknya umat Islam, berselisih dalam dasar-dasar agama mereka,
saling melaknat, saling mengkafirkan, pertumpahan darah dan
penganiayaan terhadap jiwa, harta dan kehormatan

Pemberontakan orang-orang Khawarij, penyempalan orang-orang


Mu’tazilah dan penolakan orang-orang Syi’ah adalah akibat ta’wil
Begitu pula terjadinya peperangan yang dikobarkan orang-orang
murtad, terbunuhnya Utsman bin ‘Affan, perang Shiffin, perang
Jamal, penyerangan Ka’bah pada masa Abdullah bin Zubair dan
yang dilakukan oleh orang-orang Qaramithah, semuanya tidak
terjadi kecuali karena ta’wil Demikian pula dengan hukuman
yang diderita oleh Imam Malik dan Imam Ahmad dan usaha

37
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

pembunuhan terhadap mereka, tidak terjadi kecuali karena ta’wil


Juga musibah yang dialami oleh Imam Bukhari sampai dirinya
diusir dari negerinya, tidak terjadi kecuali karena ta’wil Artinya,
betapa banyak kejahatan yang dilakukan oleh ta’wil terhadap
Islam dan umatnya

Sikap Salaf terhadap Ta’wil

1 Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata: “Sesungguhnya


hadits-hadits tentang sifat-sifat Allah sesuai dengan Al-Qur’an,
dinukil dari generasi ke generasi, dari sejak Sahabat dan Tabi’in
sampai zaman kita sekarang Menetapkan sifat-sifat itu dengan
pengetahuan dan keimanan, serta menerima secara bulat semua
yang dikabarkan Allah dalam wahyu yang ditiurunkan-Nya dan
Rasulullah dari kitab-Nya, dengan menjauhi ta’wil dan
pengingkaran, dan meninggalkan tamtsiil (penyerupaan sifat-sifat
Allah dengan sifat makhluk) dan takyiif (mempertanyakan
bagaimana sifat-sifat Allah)”[18]

2 Ibnu Taimiyah berkata: “Sesungguhnya semua ayat tentang sifat


Allah yang ada dalam Al-Qur’an, tidak pernah ditemukan para
Sahabat berbeda pendapat dalam ta’wilnya Dan aku telah
membaca tafsir-tafsir yang dinukil dari para Sahabat dan yang
hadits-hadits yang mereka riwayatkan, dan aku tahu banyak kitab
tafsir baik yang besar maupun yang kecil lebih dari seratus tafsir,
tetapi sampai saat ini aku belum menemukan seorang Sahabat
pun yang menta’wil ayat atau hadits tentang sifat-sifat Allah
Bahkan mereka mengakui dan meyakini serta menjelaskan bahwa
itu semua adalah sifat-sifat Allah, bertentangan dengan pendapat
para penta’wil…”[19]

3 Al-Auza’i berkata: “Kami dan para Tabi’in mengatakan bahwa


Allah di atas ‘arsy, dan beriman kepada sifat-sifat Allah yang
disebutkan dalam As-Sunnah”[20]

38
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Perkataan-perkataan di atas dan banyak lainnya, jelas sekali


menunjukkan perhatian para Sahabat dan orang-orang yang
mengikutinya dalam akidah yang tetap bersih sebagaimana saat
diturunkan ke dalam hati Nabi Muhammad Begitu pula cara
mereka dalam membantah orang-orang yang menyelisihinya,
karena ketika menjelaskan kebenaran harus pula membantah ahli
bid’ah, agar kebenaran tidak tercampur dengan kebatilan Dan ini
tidak berarti sibuk dengan polemik atau debat historis,
sebagaimana banyak ditudingkan oleh orang-orang yang
membenci Salaf

4 Setelah meriwayatkan hadits tentang sedekah, yang di


dalamnya disebut Tangan Kanan Allah, Abu ‘Isa at-Tirmidzi
berkata: “Sungguh banyak komentar ulama tentang hadits ini dan
hadits-hadits lain tentang sifat-sifat Allah, serta turunnya Allah
setiap malam ke langit dunia, mereka mengatakan: “Banyak
riwayat shahih dalam masalah ini, maka harus diimani, tidak
diangan-angan dan tidak dipertanyakan bagaimana Begitulah
yang diriwayatkan dari Malik bin Anas, Sufyan bin ‘Uyainah dan
Abdullah ibnul-Mubarak, semuanya mengatakan: “Pahamilah apa
adanya, tanpa mengatakan “bagaimana?” Begitulah pendapat
ulama Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah…”[21]

5 Ibnu Abdil-Barr berkata: “Ahlus-Sunnah sepakat mengakui


semua sifat Allah yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah,
mengimaninya dan memahaminya dalam makna yang
sebenarnya, bukan majaz (kiasan) Tetapi mereka tidak
mempertanyakan bagaimana bentuknya dan tidak pula
menjadikannya sifat yang terbatas Sedangkan ahli bid’ah:
Mu’tazilah; Jahmiyyah; dan Khawarij meingingkarinya dan tidak
memaknainya dengan makna sebenarnya, dan menganggap orang
yang mengimaninya telah menyamakan Allah dengan makhluk
Mereka adalah orang-orang yang menafikan keberadaan Allah
Yang benar adalah orang-orang yang mengatakan sebagaimana

39
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

yang dikatakan Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah, yaitu para


ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah”[22]

6 Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata: “Madzhab kami


dan semua ulama kami dari Hijaz, Tuhamah, Yaman, Iraq, Syam
dan Mesir adalah menetapkan sifat-sifat Allah yang ditetapkan
oleh-Nya Kita mengakui dengan lidah kita, meyakini dengan hati
kita, tanpa menyamakan wajah Allah dengan wajah makhluk,
Maha Agung Allah kalau kita menyamakan-Nya dengan makhluk
Maha Suci Allah dari perkataan orang-orang yang menafikan sifat-
sifat-Nya, Maha Suci Allah dari ketidakadaan sebagaimana
perkataan orang-orang yang mengingkari sifat-sifat-Nya, karena
yang tidak mempunyai sifat berarti tidak wujudnya Maha Suci
Allah dari perkataan orang-orang Jahmiyyah yang mengingkari
sifat-sifat Allah, padahal Allah sendiri yang menyebutkan dalam
Al-Qur’an yang sempurna dan melalui lisan Nabi Muhammad
r”[23]

7 Imam Abu Hanifah berkata: “Apa yang disebutkan oleh Allah


dalam Al-Qur’an tentang wajah, tangan dan jiwa, adalah sifat-sifat
yang dimiliki-Nya, tidak diketahui bagaimana bentuknya Juga
tidak boleh dikatakan bahwa tangan-Nya berarti kekuasaan-Nya
atau ni’mat-Nya, karena itu sama dengan menghilangkan sifat
Allah, yang merupakan pendapat orang-orang Qadariyyah dan
Mu’tazilah Yang benar adalah bahwa tangan-Nya adalah sifat
yang tidak diketahui bagaimana bentuknya Begitu pula marah
dan rida adalah dua sifat yang dimiliki-Nya tetapi tidak diketahui
bagaimana caranya”[24]

8 Abu Muhammad al-Juwaini –ayah Imam Haramain al-Juwaini–


berkata: “Kita menetapkan ketinggian Allah dan keberadaan-Nya
di atas segala sesuatu serta bersemayam-Nya di atas ‘arsy sesuai
dengan keagungan-Nya Kebenaran terlihat jelas padanya, dengan
dada lapang kita menerimanya Dan penyimpangan makna tidak

40
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

bisa diterima akal sehat, seperti halnya penyimpangan kata ‫استواء‬


(bersemayam) menjadi ‫( استيلء‬menguasai) dan sebagainya”[25]

9 Qadhi Abu Ya’la berkata: “Tidak boleh menolak hadits-hadits


(tentang sifat-sifat Allah) seperti yang dilakukan oleh orang-orang
Mu’tazilah, juga tidak boleh bersusah payah menta’wilnya seperti
yang dilakukan oleh orang-orang Asy’ariyyah Seharusnya hadits-
hadits itu dipahami dengan makna yang sebenarnya, bahwa sifat-
sifat Allah tidak menyerupai sifat makhluk dan tidak meyakini
adanya kesamaan Kita mengikuti apa yang diriwayatkan dari guru
dan imam kita, Ahmad bin Hanbal dan ulama ahli hadits
lainnya”[26]

10 Abdul-Qadir al-Jailaini berkata: “Seharusnya meyakini sifat


istiwa’ (bersemayam) secara mutlak tanpa harus menta’wil Dan
bahwa yang dimaksud dengan bersemayam adalah
bersemayamnya zat Allah I di atas arsy, tapi tidak boleh diartikan
duduk dan adanya sentuhan seperti keyakinan orang-orang
Mujassimah dan Karamiyyah Tidak pula diartikan tinggi seperti
pendapat Asy’ariyyah, tidak pula diartikan penguasaan dan
kemenangan, seperti pendapat Mu’tazilah, karena syari’at tidak
menginginkan demikian Di samping itu, tidak dikabarkan dari
Sahabat dan Tabi’in dan penerus mereka dari kalangan ahli hadits
Yang dinukil dari mereka adalah mengartikannya secara
mutlak”[27]

Siapakah Ahli Kalam itu?

Disebut ahli Kalam, karena mereka tidak membawa ilmu baru,


hanya menambah perkataan yang kadang tidak bermanfaat, yaitu
mereka membuat qiyas (analogi) untuk menjelaskan apa-apa yang
telah diketahui perasaan Akan tetapi qiyas dan sejenisnya bisa
dimanfaatkan di tempat lain

Setiap orang yang berkata dengan akalnya, perasaannya dan


kekuasaannya padahal ada nash, atau menentang nash dengan

41
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

akal, berarti ia menyamani iblis, di mana dia tidak menerima


perintah Allah, bahkan ia mengatakan: “Aku lebih baik dari dia
Engkau ciptakan aku dengan Api dan Engkau ciptakan dia dari
tanah… ” Dengan demikian Iblis masuk dalam kelompok ahli
Kalam Dan ta’wil termasuk kemunkaran yang paling menonjol
setelah penuhanan akal

Prinsip-prinsip Terpenting Ahli Kalam dalam Menerima Agama

Ahli Kalam mempunyai banyak prinsip dalam akidah dan hukum


Di antaranya:

1 Masalah akidah tidak boleh dibangun kecuali di atas dalil-dalil


yang pasti Kepastian itu didapatkan dari akal, bukan dari dalil
naqli, karena di antara dalil naqli ada yang tidak memberikan
keyakinan

Dengan demikian, mereka telah meletakkan dasar akidah dan


permasalahn mereka di atas akal”[28]

2 Dimungkinkan terjadinya pertentangan antara akal yang benar


dengan dalil naqli shahih

3 Wajib mendahulukan akal secara mutlak

4 Dalil naqli tidak menghasilkan ilmu yang meyakinkan [29]

5 Yang menjadi patokan dalam memaknai lafaz dengan makna


yang lemah (jauh) adalah kebenaran maknanya secara bahasa,
tanpa mempertimbangkan susunannya[30], atau istilah syar’i,
atau mengikuti manhaj Salaf dalam memahami nash-nash dan
memaknainya dengan makna yang lebih tepat

6 Sesungguhnya dalil yang mengalihkan kata dari maknanya yang


kuat adalah akal, yaitu makna yang bisa dijangkau oleh akal

Sikap Ahli Kalam terhada Nash Al-Qur’an dan As-Sunnah yang


Bertentangan dengan Prinsip Mereka

42
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Pertama, mengingkarinya dengan cara meragukan keshahihannya,


apalagi bila dalil itu hadits Ahaad

Kedua, berpaling dari maknanya, walau dalil itu sudah pasti


kebenarannya, seperti ayat Al-Qur’an atau hadits mutawaatir Ada
dua jalan yang mereka tempuh dalam hal ini:

1 Berpaling secara total dengan hati dan akal mereka dan


menyerahkan maknanya kepada Allah I, dengan tetap meyakini
bahwa makna yang sebenarnya tidak dimaksud Inilah yang
mereka sebut dengan metode Salaf

2 Merubah kata-kata dari tempatnya dengan mempergunakan


bahasa-bahasa yang tidak populer dan macam-macam gaya Inilah
yang mereka sebut dengan ta’wil

Dengan demikian hakikat madzhab para penta’wil adalah tuduhan


bahwa Rasulullah belum menjelaskan kebenaran kepada
umatnya, padahal beliau memerintahkan umatnya untuk
mengetahui dan meyakini kebenaran, tetapi beliau tidak
menjelaskannya kepada mereka, bahkan menunjukkan mereka
kepada apa-apa yang berlawanan dengan kebenaran, dan bahwa
nash-nash Al-Qur’an dan As-Sunnah mengatakan kekufuran yang
nyata, penyerupaan Allah dengan makhluk dan pengingkaran
terhadap Allah I” [31]

Sikap Salaf terhadap Ahli Kalam

1 ‘Abdur- Rahman bin Mahdi berkata: “Aku masuk rumah Malik


bin Anas, saat itu ada seorang laki-laki yang sedang bertanya
kepadanya tentang Al-Qur’an dan taqdir Lalu Malik berkata:
“Mungkin kamu pengikut ‘Amr bin ‘Ubaid[32] Semoga Allah
melaknat ‘Amr, karena dia yang membuat bid’ah Kalam ini
Seandainya ilmu Kalam itu benar-benar ilmu, pasti akan
dibicarakan oleh para Sahabat dan Tabi’in, sebagaimana mereka

43
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

berbicara tentang hukum dan syari’at Akan tetapi Kalam adalah


kebatilan yang mengantarkan kepada kebatilan”[33]

2 Asy- Syafi’i berkata: “Aku tidak melihat orang yang


menggunakan ilmu Kalam beruntung Seandainya seseorang diuji
dengan semua dosa yang dilarang oleh Allah selain syirik, maka
itu lebih baik baginya daripada diuji dengan ilmu Kalam”[34]

3 Ishaq bin ‘Isa mengatakan bahwa ia mendengar Malik bin Anas


mencela debat dalam agama seraya berkata: “Setiap kali datang
kepada kita seorang yang lebih hebat dalam berdebat, pasti dia
menginginkan kita menolak apa yang disampaikan oleh Jibril
kepada Nabi”[35]

4 Syaikh Nashr berkata: “Ini adalah kaidah para pendukung ilmu


Kalam, pilar agama mereka adalah debat dan perselisihan, yang
tidak pernah ada dalam syara’ dan tidak ada ulama yang
mendahului mereka, sehingga dipastikan kesalahan dan
kerusakannya”

5 Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Di antara isi surat yang aku
kirimkan kepada al- Mutawakkil, aku katakan bahwa aku
bukanlah ahli Kalam dan aku tidak setuju dengan ilmu Kalam
dalam masalah ini, kecuali yang ada dalam Kitabullah, atau dalam
hadits, atau perkataan Tabi’in Adapun selain itu maka
menggunakan ilmu Kalam adalah perbuatan tidak terpuji”[36]

Dengan perkataan ini terlihat jelas pentingnya menetapi manhaj


Salaf dalam memahami nash, sebagaimana kita mengetahui
pentingnya membatasi diri dengan lafaz-lafaz yang ada, terutama
dalam masalah akidah, dan tidak serampangan menetapkan
sesuatu tanpa melihat perkataan para Sahabat dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik, karena yang demikian itu
gerbang menuju kesesatan dan penyesatan

44
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

6 Ketika disebut ahli bid’ah di hadapan Imam Ahmad, ia berkata:


“Aku tidak suka seseorang bergaul, berbicara dan berteman
dengan mereka, karena semua yang menyukai ilmu Kalam pasti
berakhir dalam bid’ah, karena ilmu Kalam tidak pernah menyeru
kepada kebaikan Maka aku tidak suka ilmu Kalam dan
membicarakannya serta berdebat dengannya Ambillah As-
Sunnah dan fiqih yang bermanfaat bagi kalian, tinggalkan
perdebatan dan perkataan orang-orang yang menyeleweng dan
suka berdebat Kami dapatkan orang-orang sebelum kami tidak
menyukai debat dan menjauhi ahli Kalam Barang siapa mencintai
ahli Kalam, niscaya tidak akan beruntung nantinya Ilmu Kalam
tidak akan mengantarkan kepada kebaikan

Semoga Allah melindungi kami dan kalian dari segala bencana dan
menyelamatkan kami dan kalian dari kehancuran dengan rahmat-
Nya”[37]

7 Imam Ahmad juga mengatakan bahwa ia mendengar ‘Ali bin al-


Madini berkata: “Di antara sunnah yang wajib yang bila tidak
diimani oleh seseorang, ia tidak termasuk ahlinya: Sesungguhnya
Al-Qur’an adalah pembicaraan Allah bukan makhluk Jangan takut
untuk mengatakan bahwa Al-Qur’an bukan makhluk, karena
pembicaraan Allah adalah bagian dari Diri-Nya yang bukan
makhluk Jangan berselisih dan berdebat dan janganlah
mempelajari ilmu Kalam, karena itu dibenci, orang yang
mempelajarinya tidak termasuk Ahlus Sunnah –walaupun dengan
ilmu Kalamnya menepati As-Sunnah– sampai ia meninggalkan
ilmu Kalam dan beriman kepada As-Sunnah”[38]

8 Asy-Syafi’i berkata: “Saya menetapkan hukum untuk ahli Kalam:


dipukul dengan pelepah kurma, dibawa di atas unta, dikelilingkan
ke kabilah-kabilah dan diserukan: Ini adalah balasan bagi orang
yang meninggalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan mengambil ilmu
Kalam”[39]

45
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

9 Nafi’ berkata: “Ketika kita duduk bersama ‘Abdullah bin ‘Umar,


tiba-tiba seorang laki-laki datang dan berkata: “Fulan[40]
mengucapkan salam untukmu” ‘Abdullah menjawab: “Telah
sampai berita kepadaku bahwa dia telah berbuat sesuatu yang
menyimpang Bila benar demikian, maka jangan ucapkan salam
dariku untuknya Aku telah mendengar Rasulullah bersabda:
“Sungguh akan terjadi pada umatku perubahan bentuk badan ke
badan yang lain dan fitnah (tuduhan tanpa bukti), yaitu pada
orang-orang zindiq dan Qadariyyah“[41]

Abu Sahl berkata: “Aku pernah berjalan dengan ‘Umar bin Abdul
Aziz, ia berkata kepadaku: “Bagaimana pendapatmu tentang
orang-orang Qadariyyah?”

Aku jawab: “Menurutku sebaiknya Anda meminta mereka untuk


bertaubat, bila tidak mau maka mereka harus dibunuh”

“Pendapat saya pun demikian” Kata Umar[42]

10 Abu Ghalib berkata: “Aku pernah berjalan bersama Abu


Umamah, saat itu ia berada di atas keledainya Ketika sampai di
pagar mesjid Damaskus, terlihat kepala-kepala yang ditancapkan
Orang-orang mengatakan bahwa itu adalah kepala orang-orang
Khawarij yang dibawa dari Irak Maka Abu Umamah berkata:
“Anjing-anjing neraka, anjing-anjing neraka, anjing-anjing neraka,
mayat terburuk di dunia Berbahagialah orang yang membunuh
mereka atau yang mereka bunuh (Ia mengatakannya tiga kali),
kemudian menangis”

“Kenapa anda menangis?” tanyaku

“Karena sayang kepada mereka Mereka dulu adalah orang-orang


Islam, tapi kemudian keluar” Kata Abu Umamah seraya
membaca:

ِ ‫ب وأُخ ُِر ُمتشابِهاتِ فأ َما الَ ذ‬


‫ِين‬ ِِ ‫هُوِ الَذِيِ أنزلِ عليْكِ الْكِتابِ مِ نْهُِ آياتِ ُّمحْكماتِ هُنَِ أُ ُِّم الْكِتا‬
ُِ‫في قُلُو ِب ِه ِْم زيْغِ فيتَ ِبعُونِ ما تشابهِ مِ نْهُِ ابْتِغاء الْ ِفتْن ِِة وابْتِغاء تأْ ِوي ِل ِِه وما يعْل ُِم تأْ ِويله‬

46
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

ِ ‫س ُخونِ فِي الْ ِعلْ ِِم يقُولُونِ آمنَا بِ ِِه كُلِ ِمنِْ عِن ِِد ربِنا وما يذَك َُِر إِ ِلَ أُوْ لُواِْ األلْبا‬
ِ‫ب‬ َ ‫إِ ِلَ ّللاُِ و‬
ِ ‫الرا‬

“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu di


antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-
pokok isi Al qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat
adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada
kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang
mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk
mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui
ta’wilnya melainkan Allah dan orang-orang yang mendalam
ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami ” dan tidak
dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang
yang berakal (Q S Ali- ‘Imran: 7)

ِ‫اختلفُوِاْ مِ ن بعْ ِِد ما جاءهُ ُِم الْبيِناتُِ وأُوْ لـئِكِ ل ُه ِْم عذابِ عظِيم‬
ْ ‫ولِ تكُونُوِاْ كالَذِينِ تف َرقُوِاْ و‬

“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-


berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada
mereka mereka Itulah orang-orang yang mendapat siksa yang
berat” (Q S Ali- ‘Imaran: 105)

“Wahai Abu Umamah! Apakah yang dimaksud itu mereka?”

“Ya”

“Apakah ini pendapatmu atau anda dengar dari Rasulullah?”

“Sungguh aku lancang, sungguh aku lancang, sungguh aku lancang


(bila ini pendapatku) Aku mendengarnya dari Rasulullah, bukan
sekali, atau dua kali, atau tiga kali, atau empat kali, atau lima kali,
atau enam kali”

Abu Umamah meletakkan dua jarinya di kedua telinganya Lalu


berkata: “Bila aku tidak mendengar dari Rasulullah, maka lebih
baik aku diam” Ia mengatakan itu tiga kali Kemudian ia
membacakan hadits tentang perpecahan Bani Israil menjadi 71

47
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

kelompok, satu kelompok di Surga, sisanya di neraka Dan umat


Muhammad akan berpecah lebih banyak lagi, satu kelompok
masuk surga, sisanya masuk neraka

“Wahai Abu Umamah! Apa yang anda perintahkan kepada kami?”

“Kamu harus bersama kelompok mayoritas”

“Tapi yang mayoritas itu seperti yang anda lihat”

“Patuh dan taat adalah lebih baik daripada perpecahan dan


kemaksiatan”[43]

Dalam Qashidah Nuuniyyah Ibnu Qayyim berkata:

Pangkal musibah dalam Islam

Adalah ta’wil yang menyeleweng dan kelam

Dialah yang memecah umat menjadi tujuh puluh

Bahkan lebih tiga menurut pendapat yang tak kan luluh

Karenanya diingkari sifat-sifat Allah yang sempurna

Dan mereka lepaskan ‘arsy dari Maha Penyayang Yang Sempurna

Karenanya orang berfatwa tentang surga dan neraka

Tapi fatwa itu bohong dan menyebar malapetaka

Karenanya mereka mengatakan Allah tidak mempunyai sifat

Sejak zaman azali tanpa batas dan saat

Karenanya ada yang berkata bahwa perbuatan-Nya

tanpa tujuan, padahal itu sesuai dengan kebijaksanaan-Nya

48
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

[1] Makalah ini merupakan terjemahan bebas dari kitab al-


Mukhtashar al-Hatsîts, karya Syaikh ‘Îsâ Mâlullâh Faraj, (Kuwait:
Gheras, 1428 H), hal 109-126

[2] An-Nihaayah fii Ghariibil Hadiits, Ibnul Atsir: I/80, lihat pula
Taajul ‘Aruus, az-Zubaidi: VII/215

[3] Tafsiiruth Thabari: III/184

[4] Lisaanul ‘Arab: XI/33

[5] H R Ahmad dalam al-Musnad: IV/127, sanadnya dishahihkan


oleh Ahmad Syakir

[6] Raudhatun Naazhir: II/30-31 dan Majmu’ Fataawaa: XVII/401

[7] Ta’wil yang benar harus memenuhi emapat syarat: 1) makna


lafaz yang dita’wil itu dimungkinkan dalam bahasa Arab; 2)
adanya dalil yang menunjukkan makna yang dimaksud; 3)
Dibuktikan keshahihan dalil tersebut; 4) dalil shahih tersebut tidak
ada yang menentang

[8] Contoh ta’wil yang salah adalah ta’wil pada hadits:

ِِ ‫امرأةِ نكحتِْ ِبغي ِِْر ِإ ْذ‬


“ِ‫ن ول ِِيها فنِكاحُها باطِل‬ ْ ‫”أيُّما‬

“Perempuan mana saja yang menikah tanpa izin walinya, maka


pernikahannya batal (tidak sah)”

Perempuan di dalam hadits ini dita’wilkan dengan perempuan


yang masih kecil (belum balig)

[9] Lihat Ma’aalim Ushuulil Fiqh ‘inda Ahlis-Sunnah wal-Jama’ah,


DR Muhammad bin Husain al-Jizani

[10] Lihat Majmu’ Fataawaa: III/67 dan Ash-Shawaa’iqul


Mursalah: I/187

[11] Lihat kembali pengertian ta’wil menurut ahli bahasa

49
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

[12] Lihat Asaasut- Taqdiis: 211-222

[13] Lihat Majmu’ Fataawaa: V/15-16

[14] Lihat Iitsaarul- Haq: 138-139 dan Dzammut- Ta’wiil: Ibnu


Quddamah: 11-12

[15] Lihat Ash-Shawaaiqul Mursalah: I/228-230

[16] Iljaamul ‘Awaam ‘an ‘Ilmil Kalaam: 23-25 Kemungkinan al-


Ghazali kembali ke manhaj Salaf dan di akhir masa hidupnya
menyibukkan diri dengan ilmu hadits Saat ia meninggal kitab
Shahiihul Bukhari dalam pelukannya

[17] Seakan-akan Allah I telah kehabisan kata, sehingga


menurunkan kata-kata yang maknanya mengandung kekufuran

[18] Dinukil oleh Ibnu Quddamah dalam Dzammut- Ta’wiil, hal


18, no 20

[19] Majmuu’ Fataawaa: VI/394

[20] Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-Asma’ wash-Shifaat,


hal 408 dan dishahihkan oleh Ibnu Qayyim dalam Ijtimaa’ul-
Juyuusy, hal 43

[21] Sunanut Tirmidzi: III/24, hadits no 662

[22] At-Tamhiid, Ibnu Abdil Barr: VII/145

[23] Kitaabut- Tauhiid wa Itsbaati Shifaatir- Rabbi ‘Azza wa Jalla,


Ibnu Khuzaimah, hal 10-11

[24] Kitaabul Fiqhi al-Akbar, hal 185

[25] Risaalatun fii Itsbaatil- Istiwaa wal- Fauqiyyah, Abu


Muhammad al-Juwaini: I/18

[26] Ibthaalut Ta’wiilaat, hal 4

50
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

[27] Al-Ghaniyyah: I/50

[28] Lihat Majmu’ Fataawaa: XVI/440 dan Dar-u Ta’aarudhil- ‘Aqli


wan- Naqli: I/12

[29] Satu dalil termasuk qath’i (pasti kebenarannya) atau zhanni


(kebenarannya hanya dalam perkiraan kuat) adalah relatif, sangat
tergantung kepada siapa yang berdalil, bukan sifat yang melekat
pada dalil tersebut, setiap orang yang berakal pasti
mengetahuinya Mungkin terjadi satu dalil dianggap qath’i oleh
Zaid tapi zhanni menurut ‘Amr Dinukil dari Ibnu Qayyim dalam
Mukhtasharush- Shawaa’iq, hal 501

[30] Suatu kata mungkin saja bisa dimaknai dengan makna yang
jauh dan benar secara bahasa, tetapi bukan pada susunan yang
khusus

[31] Lihat Dar-u Ta’aarudhil ‘Aqli wan- Naqli: I/202-203 dan


Majmu’ Fataawaa: V/17

[32] ‘Amr bin ‘Ubaid bin Bab, Abu ‘Utsman al-Bashri, tokoh
Mu’tazilah Qadariyyah Ibnu ‘Ulayyah berkata: “Yang paling
pertama mencetuskan ide Mu’tazilah adalah Washil al-Ghazzal, ia
didukung oleh ”Amr bin ‘Ubaid, yang meninggal pada tahun 143 H
atau 144 H Miizaanul- I’tidaal: III/279

[33] Mukhtasharul- Hujjah ‘ala Taarikil- Mahajjah: I/220

[34] Dinukil oleh Ibnu Abi Hatim dalam Manaaqibusy-Syafi’i, hal


182 Diriwayatkan pula oleh Ibnu Baththah dalam al-Ibaanah:
I/150/A Muhammad Ibrahim Harun mengatakan dalam
Mukhtasharul- Hujjah ‘ala Taarikil- Mahajjah: I/222-223 bahwa
sanadnya shahih

[35] Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-Madkhal ilas-Sunan,


hal 201 dan al-Lalikai dalam as-Sunnah: I/144 Muhammad

51
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Ibrahim Harun mengatakan dalam Mukhtasharul-Hujjah ‘ala


Taarikil-Mahajjah: I/224-225 bahwa sanadnya shahih

[36] Diriwayatkan oleh al-Ashbahani dalam Bayaanul-Hujjah:


39/B dan Ibnul- Jauzi dalam Manaaqibul- Imaam Ahmad: I/208,
tahqiq Syaikh Muhammad bin Rabi’ al-Madkhali

[37] Mukhtasharul-Hujjah ‘ala Taarikil-Mahajjah: I/228 dan


Muhammad bin Ibrahim mengatakan bahwa sanadnya shahih As-
Safarini meriwayatkan pula dalam Lawaami’ul-Anwaar al-
Bahiyyah: I/109

[38] Diriwayatkan oleh al- Lalika-i dalam as-Sunnah: I/165-166


dan sanadnya yang sampai kepada Ibnul-Madini shahih Namun ia
meriwayatkan pula dengan sanad yang sampai kepada Imam
Ahmad saja: I/157

[39] Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Adabusy-Syafi’i wa


Manaaqibuh: I/462 dan Muhammad Ibrahim Harun mengatakan
sanadnya shahih sampai ke Imam asy-Syafi’i, Mukhtasharul-Hujjah
‘ala Taarikil-Mahajjah: I/238 Al-Baghawi meriwayatkan pula
dalam Syarhus Sunnah: I/218

[40] Seorang laki-laki penduduk Syam

[41] Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad: II/137, no


6207 dan Abu Daud, no 4613 Hadits ini dishahihkan oleh al-
Hakim, adz-Dzahabi dan al-Haitsami

[42] Diriwayatkan oleh Malik dalam al-Muwaththa’: III/93,


diriwayatkan pula oleh ad-Darimi dalam “Ar-Radd ‘ala Bisyr al-
Marisyi, hal 567

[43] Diriwayatkan oleh Ibnu Zamnin dalam Ushuulus-Sunnah,


hal 222 dan Abdullah bin Ahmad dalam as-Sunnah, hal 283

52
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Pengaruh Ilmu Kalam Di Dalam Ushul Fiqih

Pertanyaan

ِ‫الرحِ ْيم‬
َ ‫من‬ِِ ْ‫الرح‬
َ ‫ّللا‬
ِِ ‫ْـم‬
ِِ ‫ِبس‬

ِِ ُ‫السَل ُِم عليْكُ ِْم ورحْ م ِة‬


ُ‫ّللا وبركاتُ ِه‬

Semoga Ustadz dan keluarga selalu dalam kebaikan dan lindungan


Allah Subhanahu Wa Ta’ala

ustadz Afwan ana ingin bertanya

Mengapa ilmu filsafat disebut sebagai ilmu kalam ustadz?

dan apakah boleh dipelajari, dan apakah ilmu kalam ini banyak
masuk ke dalam ilmu ushul fiqih?

Mohon pencerahannya ustadz

Jawaban :

ِِ ُ‫وعليْكُ ُِم السَل ُِم ورحْ م ِة‬


ُِ‫ّللا وبركاتُه‬

ِ‫ّللا‬
ِ ‫ْـم‬ِِ ‫بِس‬

Alhamdulillāh

Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash


shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du

Selamat datang di Media Sosial Bimbingan Islam kepada


@aditya***, semoga Allah selalu membimbing kita di dalam jalan
keridhoan-Nya

Untuk menjawab pertanyaan saudara, maka perlu diketahui


tentang istilah-istilah di atas sehingga kita bisa memahaminya
dengan baik

MAKNA FILSAFAT

53
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia, kata


majemuk dari philos yang berarti suka atau cinta, dan sophia yang
berarti kebijaksaan Sehingga secara bahasa berarti mencintai
kebijaksanaan

Adapun secara istilah banyak definisi yang dikemukakan oleh


orang-orang yang menggelutinya Yang ringkasnya adalah: Ilmu
yang menyelidiki hakekat ketuhanan, alam semesta dan manusia,
berdasarkan akal semata-mata, dan bagaimana sikap manusia
setelah mencapai pengetahuan itu” (Lihat Sistimatik Filsafat, hal:
11, Drs Hasbullah Bakri)

Intinya, bahwa filsafat adalah ilmu yang bertujuan untuk


mengetahui hakekat segala perkara berdasarkan pemikiran akal
semata

MAKNA ILMU KALAM

Ilmu kalam secara bahasa dari ilmu dan kalam Ilmu artinya
pengetahuan, sedangkan kalam artinya perkataan atau
pembicaraan

Adapun ta’rif ilmu kalam adalah sebagaimana dikatakan oleh Ibnu


Khaldun rohimahulloh (wafat th 1406 M): “Ilmu yang memuat
argumen-argumen aqidah (keyakinan-keyakinan) keimanan
berdasarkan dalil-dalil akal, dan bantahan terhadap para ahli
bid’ah yang menyimpang di dalam aqidah dari pendapat Salaf dan
Ahli Sunnah”

(Muqoddimah Ibni Kholdun, 1/580)

Adapun sebab penamaan ilmu kalam dengan ilmu kalam ada


beberapa sebab, antara lain:

A) Bahwa dengan ilmu ini, seseorang mampu “kalam” (berbicara)


dalam masalah keyakinan keimanan

54
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

B) Bahwa masalah keyakinan keimanan adalah masalah yang


banyak “kalam” (pembicaraan) dan perdebatan dengan orang-
orang yang menyelisihinya

C) Bahwa Ahli Kalam banyak “kalam” (berbicara) dalam masalah


keyakinan keimanan, yang seharusnya diam dan tidak
membicarakannya

D) Bahwa masalah “Al-Qur’an adalah kalam (perkataan) Allah”


adalah masalah yang banyak dibicarakan di dalamnya Wallohu
a’lam

PERBEDAAN FILSAFAT DENGAN ILMU KALAM

Filsafat dan Ilmu Kalam memiliki persamaan di dalam


menggunakan muqaddimah-muqaddimah (pengantar-pengantar;
premis-premis) berdasarkan akal untuk menegakkan penjelasan

Namun terdapat perbedaan-perbedaan antara keduanya, sebagai


berikut:

1-Tema Pembahasan

Tema Pembahasan filsafat lebih luas daripada ilmu kalam Filsafat


membahas masalah Ketuhanan (Teologi), Alam (Fisika),
Matematika, dan Pembahasan Mantiq (Logika) Sedangkan ilmu
kalam hanya membahas tentang aqidah (keyakinan-keyakinan)
keimanan

2-Metodologi Pembahasan

Ahli kalam membela aqidah (keyakinan-keyakinan) keimanan,


seperti keberadaan Allah, keesaan Allah, kenabian, dan lainnya,
berpegang dengan dalil-dalil akal Sedangkan Ahli Filsafat juga
berpegang dengan dalil-dalil akal, namun memiliki keyakinan yang
kontra dengan Ahli Kalam

3-Sisi Kemunculan dan Perkembangan

55
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Kemunculan filsafat lebih dahulu dari ilmu kalam Filsafat muncul


bukan dari satu bangsa tertentu, namun dibangun oleh berbagai
bangsa Sehingga di dapatkan filsafat India Kuno, filsafat Cina,
filsafat Yunani, filsafat Barat Modern, dan filsafat Arab Sedangkan
ilmu kalam hanya muncul di kalangan kamu muslimin, karena
tujuan kemunculannya adalah untuk membantah orang-orang
ateis atau ahli bid’ah yang menyimpang, menurut anggapannya

PERCAMPURAN ILMU KALAM DENGAN FILSAFAT

Pada asalnya ada beberapa perbedaan antara filsafat dengan ilmu


kalam sebagaimana di atas, namun di dalam prakteknya keduanya
bercampur menjadi satu

Ibnu Khaldun (wafat th 1406 H): “Dua metode itu (filsafat dan
Ilmu kalam) telah bercampur di kalangan Muta-akhirin Masalah-
masalah kalam telah bercampur dengan masalah-masalah filsafat,
yang mana kedua cabang ilmu itu tidak terpisahkan dari yang
lain” (Muqoddimah Ibni Kholdun, 1/591)

Adapun penyebabnya adalah karena Abu Hamid Al-Ghazali


memasukkan ilmu mantiq (logika) ke dalam ilmu-ilmu kaum
muslimin, kemudian diikuti oleh banyak orang lainnya

(Lihat Muqoddimah Ibni Kholdun, 1/590)

BOLEHKAH MEMPELAJARI ILMU FILSAFAT?

Sebagaimana penjelasan di atas, bahwa ilmu filsafat memiliki


cabang-cabang filsafat yang sesuai dengan bidang-bidang yang
dikajinya

Abu Hamid Al-Ghazali (wafat th 505 H)menyebutkan bahwa


filsafat mencakup 4 pembahasan: Ketuhanan (Teologi), Alam
(Fisika), Matematika, dan Pembahasan Mantiq (Logika)

(Ihya’ Ulumuddin, 1/22)

56
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Kemudian bolehkah kaum muslimin mempelajari filsafat?

Sebelum menjawab pertanyaan ini, perlu kami sampaikan bahwa


penggunaan dalil-dalil akal tidaklah mutlak dilarang oleh Ulama
Karena di dalam Al-Qur’an banyak menggunakan dalil-dalil akal
untuk mengajak manusia beriman dan untuk membantah
kemusyrikan dan kekafiran

Para Fuqoha (Ahli hukum Islam) menggunakan qiyas fiqih, dan ini
termasuk penggunaan dalil-dalil akal Demikian juga imam-imam
Salaf menggunakan dalil-dalil akal di dalam bantahan mereka
kepada para Ahli Bid’ah, seperti Jahmiyah, Mu’tazilah, dan
lainnya

Tetapi Ulama melarang menggunakan akal bukan pada


tempatnya Penggunaan akal di dalam pembahasan Alam (Fisika),
Matematika, dan Pembahasan Mantiq (Logika), secara umum
tidak disalahkan Sebab pembahasan itu ada di dalam jangkauan
akal

Namun penggunaan akal di dalam pembahasan Ketuhanan


(Teologi) atau kepercayaan, inilah yang dilarang oleh ulama Sebab
ini adalah pembahasan dalam perkara ghaib Ini adalah bidang
wahyu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rohimahulloh (wafat th 728
H) berkata:

‫والخطأ فيما تقوله المتفلسفة في اِللهيات والنبوات والمعاد والشرائع أعظم من خطأ‬
‫المتكلمين وأما فيما يقولونه في العلوم الطبيعية والرياضية فقد يكون صواب المتفلسفة‬
‫أكثر من صواب من رد عليهم من أهل الكلم فإن أكثر كلم أهل الكلم في هذه األمور بل‬
ِ‫علم ول عقل ول شرع‬

‫ونحن لم نقدح فيما علم من األمور الطبيعية والرياضية‬

“Kesalahan yang diucapkan oleh Ahli Filsafat tentang ketuhanan


(teologi), kenabian, akhirat, dan syari’at-syari’at, lebih besar dari
kesalahan Ahli Kalam

57
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Namun apa yang diucapkan oleh Ahli Filsafat tentang ilmu-ilmu


alam dan matematika, terkadang kebenaran Ahli Filsafat lebih
banyak daripada Ahli Kalam yang membantah mereka Karena
kebanyakan perkataan Ahli Kalam di dalam perkara-perkara ini
tanpa ilmu, tanpa akal, dan tanpa syari’at Dan kami tidak
menyalahkan perkara-perkara (ilmu) alam dan matematika yang
telah diketahui (kebenarannya)”

(Ar-Rodd ‘alal Mantiqiyyin, hlm 311)

BOLEHKAH MEMPELAJARI ILMU KALAM?

Perlu diketahui bahwa semenjak awal masuknya ilmu filsafat ke


dalam ilmu-ilmu kaum muslimin, sudah terjadi perselisihan
Sebagian orang menganggapnya sebagai kebaikan, sebagian yang
yang lain menganggapnya sebagai bid’ah dan keburukan Dan itu
terus berlanjut sampai sekarang Bahkan terjadi kesalahan banyak
orang sekarang, yaitu menyamakan ilmu kalam dengan ilmu
tauhid, ilmu aqidah, ilmu fiqih akbar

Maka untuk mengetahui kebenaran dari hal-hal yang


diperselisihkan kaum muslimin, harus dikembalikan kepada Al-
Qur’an dan As-Sunnah

Alloh Ta’ala berfirman:

‫الرسُولِ وأُوْ لِى اْأل ْم ِِر مِ نكُ ِْم ف ِإن تناز ْعتُ ِْم فِي‬َ ‫ياأيُّها الَذِينِ ءامنُوا أطِ يعُوا هللاِ وأطِيعُوا‬
ُِ‫هلل والْيوْ ِِم اْألخِ ِِر ذلِكِ خيْرِ وأحْسن‬ ِِ ‫الرسُو ِلِ إِن كُنتُ ِْم تُؤْ مِ نُونِ بِا‬
َ ‫هللا و‬
ِِ ‫ش ْىءِ ف ُردُّوهُِ إِلى‬
ًِ‫تأْ ِويل‬

“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Alloh dan ta’atilah Rosul


(Nya), dan ulil amri (ulama dan umaro’) di antara kamu Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunnahnya),
jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian
Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya ”

58
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

(QS An-Nisa’/4: 59)

Dan kita harus meyakini bahwa agama Islam sudah sempurna, Al-
Qur’an dan As-Sunnah sudah mencukupi kaum muslimin di dalam
meniti jalan kebenaran Tanpa ilmu filsafat dan ilmu kalam, agama
Islam sudah cukup dan sempurna

Alloh Ta’ala berfirman:

ِ‫الْيوْ مِ أكْملْتُِ لكُ ِْم دِينكُ ِْم وأتْم ْمتُِ عليْكُ ِْم نِعْمتِي ور ِضيتُِ لكُ ُِم اْ ِِلسْلمِ دِينًا‬

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan


telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai
Islam itu menjadi agamamu ”

(QS Al-Maidah/5: 3)

Kita juga wajib menjadikan generasi awal umat ini sebagai teladan
di dalam beragama, sebab mereka adalah sebaik-baik manusia
Dan mereka tidak mengenal ilmu filsafat dan ilmu kalam

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ِ‫اس ق ْرنِي ثُ َِم الَذِينِ يلُون ُه ِْم ثُ َمِ الَذِينِ يلُون ُه ْم‬
ِ ِ َ‫خي ُِْر الن‬

“Sebaik-baik manusia adalah generasiku (yaitu generasi sahabat),


kemudian orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’in),
kemudian orang-orang yang mengiringinya (yaitu generasi tabi’ut
tabi’in) ”

(Hadits Mutawatir, riwayat Bukhari, dan lainnya)

Imam Ibnul Qoyyim rohimahulloh (wafat th 751 H) berkata: “Nabi


shallallahu ‘alaihi wasallam memberitakan bahwa sebaik-baik
generasi adalah generasi beliau secara mutlak Itu mengharuskan
mendahulukan mereka di dalam seluruh masalah dari masalah-
masalah kebaikan”

59
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

(I’lamul Muwaqqi’in 2/398), penerbit: Darul Hadits, Kairo, th:


1422 H / 2002 H)

Dan ketika terjadi perselisihan umat Islam, Nabi shallallahu ‘alaihi


wasallam sudah memberikan wasiatnya:

‫ِش مِ نْكُ ِْم بعْدِي‬ ِ ‫ّللا والس َْم ِِع والطَاع ِِة وإِنِْ عبْدًا حب‬
ِْ ‫شيًا ف ِإنَهُِ منِْ يع‬ ِ ُ‫أ‬
َِِ ‫وصيكُ ِْم بِتقْوى‬
‫شدِينِ تمسَكُوا بِها‬ َ ِ‫ت وسُنَ ِِة الْ ُخلفاءِِ الْم ْهدِيِين‬
ِ ‫الرا‬ ِِ َ‫ِيرا فعليْكُ ِْم بِسُن‬ً ‫اختِلفًا كث‬ْ ‫فسيرى‬
ِ‫ور ف ِإنَِ كُ َِل ُمحْ دثةِ ِبدْعةِ وكُ َِل ِبدْعةِ ضللة‬ِِ ‫ت ْاأل ُ ُم‬ ِ ‫وعضُّوا عليْها ِبالنَو‬
ِِ ‫اج ِِذ و ِإيَاكُ ِْم و ُمحْ دثا‬

“Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertaqwa kepada Allah;


mendengar dan taat (kepada penguasa kaum muslimin),
walaupun seorang budak Habsyi Karena sesungguhnya
barangsiapa hidup setelahku, dia akan melihat perselishan yang
banyak Maka wajib kamu berpegang kepada Sunnahku dan
Sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus
Peganglah dan giggitlah dengan gigi geraham Jauhilah semua
perkara baru (dalam agama), karena semua perkara baru (dalam
agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat ”

(HR Abu Dawud no: 4607; Tirmidzi 2676; Ad-Darimi; Ahmad; dan
lainnya dari Al-‘Irbadh bin Sariyah)

Dan kenyataan, bahwa ilmu filsafat dan ilmu kalam tidak ada di
dalam sunah Nabi dan sunah Khulafaur Rosyidin

SIKAP IMAM EMPAT

Salafus Sholih dari kalangan sahabat dan tabi’in tidak mengenal


ilmu filsafat dan ilmu kalam Dan ketika ilmu filsafat merasuki
sebagian kaum muslimin, para ulama menentangnya Kami
bawakan perkataan imam empat, imam-imam yang diakui di
seluruh dunia kaum muslimin

Imam Abu Hanifah rohimahulloh (wafat th 150 H)

60
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

ُِ َ‫ ما تقُو ُِل فِيما أحْ دثِ الن‬:ِ‫ قُلْتُِ ِألبِي حنِيفة‬:ِ‫عنِْ نُوحِ الْجامِ ِِع قال‬
‫اس مِ نِ الْكل ِِم فِي‬
ِ‫ و ِإيَاك‬، ِ‫ عليْكِ ِب ْاألث ِِر وط ِريق ِِة السَلف‬،ِ‫ )مقالتُِ الْفلسِفة‬:ِ‫اض و ْاألجْس ِام؟ فقال‬ ِ ِ ‫ْاألعْر‬
ِ‫ ف ِإنَها ِبدْعة‬،‫)وكُ َِل ُمحْ دثة‬

Dari Nuh Al-Jami’, dia berkata: Aku bertanya kepada Abu Hanifah,
“Bagaimana pendapatmu mengenai perkara yang diada-adakan
oleh orang-orang, yaitu kalam (pembicaraan) tentang sifat dan
jisim?”

Maka beliau menjawab: “Itu adalah perkataan-perkataan Ahli


Filsafat! Hendaklah engkau mengikuti riwayat dan jalan Salaf!
Jauhilah semua perkara baru (dalam agama), sesungguhnya itu
adalah bid’ah!”

(Ahadits fii Dzammil Kalam wa Ahlihi, hlm 86)

Imam Malik rohimahulloh (wafat th 179 H)

ِ‫ْن أنسِ و ِعنْدهُِ رجُلِ يسْألُهُِ ع ِن‬ ِِ ‫ دخلْتُِ على مالِكِِ ب‬:‫ْن م ْهدِيِ يقُو ُِل‬ ِِ ‫ن ب‬
ِِ ‫الرحْ م‬
َ ‫عنِْ عبْ ِِد‬
‫ ف ِإنَهُِ ابْتدع ه ِذ ِِه‬،‫ّللا ع ْم ًرا‬
َُِ ِ‫ لعن‬،‫ْن عُبيْد‬ِِ ‫ب ع ْم ِرو ب‬ِِ ‫ لعلَكِ مِ نِْ أصْحا‬:ِ‫ فقال‬،‫آن‬ِ ‫الْقُ ْر‬
‫ ولوِْ كانِ الْكل ُِم ِعلْ ًما لتكلَمِ فِي ِِه الصَحابةُِ والتَا ِبعُونِ كما تكلَ ُموا‬،‫الْ ِبدع مِ نِ الْكل ِم‬
ِ‫ ي ُد ُِّل على باطِل‬،‫ ول ِكنَهُِ باطِل‬،‫ام والشَرائ ِِع‬ ِِ ‫فِي ْاألحْك‬

Dari Abdurrahman bin Mahdiy, dia berkata: “Aku masuk menemui


(imam) Malik bin Anas, dan di dekatnya ada seorang laki-laki yang
bertanya tentang Al-Qur’an, maka beliau berkata, “Mungkin
engkau termasuk murid-murid ‘Amr bin ‘Ubaid Semoga Allah
melaknat ‘Amr (bin ‘Ubaid), dia telah membuat bid’ah (ilmu)
kalam, jika kalam merupakan ilmu, niscaya para sahabat dan para
tabi’in telah berbicara (dengan ilmu kalam) tentang hokum-
hukum dan syari’at-syai’at Tetapi itu (ilmu kalam) adalah
kebatilan dan menunjukkan kepada kebatilan”

(Ahadits fii Dzammil Kalam wa Ahlihi, hlm 96-97)

Imam Syafi’iy rohimahulloh (wafat th 204 H)

61
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

ِ‫ُب الْكل ِمِ ل ِْم ي ْد ُخ ِْل فِي الْو ِصيَ ِة‬


ُِ ‫ وكانِ فِيها كُت‬،‫ُل أوصى بكتبه من الْ ِعلْ ِِم ِألحد‬
ًِ ‫لوِْ أنَِ رج‬،
ِ‫ألنَهُِ ليْسِ مِ نِ الْ ِعلْ ِم‬

“Jika seseorang mewasiatkan kitab-kitab ilmunya untuk orang


lain, dan di dalam kitab-kitabnya itu ada kitab-kitab ilmu kalam,
maka kitab-kitab ilmu kalam itu tidak masuk di dalam wasiat,
sebab ilmu kalam itu bukan ilmu!”

(Ahadits fii Dzammil Kalam wa Ahlihi, hlm 90)

Imam Ahmad bin Hanbal rohimahulloh (wafat th 241 H)

Imam Ahmad menyatakan di dalam suratnya yang beliau tulis


kepada Kholifah Al-Mutawakkil dalam masalah Al-Qur’an:

‫ إل ما كان في كتاب هللا – عزِ وجل‬،‫ولست بصاحب كلم ول أرى الكلم في شيء من هذا‬
– ‫أو في حديث عن النبي صلى هللا عليه وسلم أو عن أصحابه أو عن التابعين فأما غير‬
‫ذلك فإن الكلم فيه غير محمو ِد‬

“Aku bukan ahli kalam, dan aku tidak berpandangan untuk ‘kalam’
(berbicara) di dalam sesuatupun tentang ini, kecuali apa yang ada
di dalam Kitab Alloh ‘Azza wa Jalla, atau yang ada di dalam hadits
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam , atau dari sahabat-sahabatnya,
atau dari tabi’in Adapun selain itu, maka ‘kalam’ (pembicaraan
tentang agama) tidak terpuji”

(Al-Masail war Rosail, 2/398, dinukil dari Mausu’atul Firoq al-


Muntasibah lil Islam, hlm 208)

Ini adalah sebagian kecil perkataan Imam Empat tentang ilmu


kalam Masih banyak sekali perkataan mereka dan para ulama
lainnya tentang keburukan ilmu kalam

Yang aneh adalah para ulama ilmu kalam yang menjadi pengikut
Madzhab Empat Mereka meninggalkan perkataan imam-imam
mereka yang mengharamkan dan mencela ilmu kalam, yang ini
adalah masalah ushuluddin

62
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Namun mereka mengajak untuk bertaqlid kepada imam-imam


mereka itu di dalam masalah furu’ (hukum-hukum fiqih)

KEBENARAN NASEHAT SALAF

Para ulama Salaf, termasuk Imam Empat, telah memberikan


nasehat yang benar, ketika mereka melarang kaum muslimin dari
mempelajari ilmu kalam Karena ternyata ilmu kalam tidak
membawa kepada keyakinan beragama, bahkan mengakibatkan
kebingungan dan keraguan Padahal niat para Ahli Kalam
sebenarnya untuk meraih keyakinan di dalam beragama Banyak
tokoh-tokoh ilmu kalam berakhir dengan penyesalan setelah
menggeluti ilmu kalam, kemudian mereka kembali kepada aqidah
Salaf, berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah

Di antara mereka adalah Al-Fakhrur Razi rohimahulloh (wafat th


606 H)

Beliau adalah Abu Abdullah Muhammad bin Umar Fakhrud din Ar-
Razi, penyusun kitab tafsir Mafatihul Ghaib Beliau berkata:

ِِ ‫نِهاي ِةُ إِقْد‬


ِ‫ام الْعُقُوْ ِِل عِقا ُل‬

ِ ْ‫وغاي ِةُ سع‬


‫ي ِ الْعالمِ يْنِ ضل ُِل‬

‫وأ ْرواحُنا فِي وحْشةِ مِ نِْ ُجسُوْ مِ نا‬

ِ‫اص ُِل ُدنْيانا أذي ووبا ُل‬


ِ ‫وح‬
‫ول ِْم نسْت ِف ِْد مِ نِْ بحْ ثِنا طُوْ لِ ع ُْم ِرنا‬

‫ قِيْلِ وِ قالُوْ ا‬: ‫سِوي أنِْ جمعْنا فِيْ ِِه‬

ْ ‫ فما رأيْتُها ت‬,ِ‫ق الْكلمِ يَةِ وِ الْمناهِجِ الْفلْس ِفيَة‬


ًِ‫ ولِ ت ُْر ِوي غ ِليْل‬,ًِ‫شفِي ع ِليْل‬ ِ ‫لق ِْد تأ َملْتُِ الطُّ ُر‬,

ِِ ‫اِلثْبا‬
‫ت‬ ِْ ِ‫ أقْرِأُ ف‬,‫آن‬
ِْ ‫ي‬ ِِ ‫ وِ رأيْتُِ أقْربِ الطُّ ُر‬:
ِِ ‫ق ط ِريْقةِ الْقُ ْر‬

ِ ِ ‫الرحْ منُِ على اْلع ْر‬


(‫ش اسْتوى‬ َ )

ُِ ‫ب والْعم ُِل الصَا ِل‬


(ُِ‫ح ي ْرفعُه‬ ُِ ‫) ِإليْ ِِه يصْع ُِد الْك ِل ُِم الطَ ِي‬

63
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

(‫ )ليْسِ كمِ ثْ ِل ِِه ش ْىءِ( )ولِ يُحِ يطُونِ بِ ِِه ِعلْ ًما‬:ِ ‫ي‬ ِْ ِ‫وأقْرِأُ ف‬
ِ ْ‫ي النَف‬

ِ ‫جْربتِي عرفِ مِ ثْلِ مع ِْرف ِت‬


‫ي‬ ِ ‫ومنِْ ج َربِ مِ ثْلِ ت‬
Akhir mendahulukan akal adalah keruwetan

Kebanyakan usaha manusia adalah kesesatan

Ruh-ruh kami di dalam kedukaan terhadap jasad kami

Akibat dunia kami adalah penderitaan dan kebinasaan

Kami tidak mendapatkan faedah dari pembahasan kami


sepanjang umur kami

Kecuali apa yang telah kami kumpulkan berupa “katanya” dan


“mereka telah berkata”

Sesungguhnya aku telah memikirkan metode-metode ilmu kalam


(mantik, logika), dan kaedah-kaedah filsafat, maka aku tidaklah
melihatnya akan menyembuhkan orang yang sakit dan tidak
melegakan orang yang dahaga

Dan aku telah melihat metode yang paling praktis adalah metode
Al-Qur’an Aku membaca di dalam penetapan (sifat Allah):

ِ ِ ‫الرحْ منُِ على اْلع ْر‬


(‫ش اسْتوى‬ َ )

(Yaitu) Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas ‘Arsy (QS


Thoha/20: 5)

ُِ ‫ب والْعم ُِل الصَا ِل‬


(ُِ‫ح ي ْرفعُه‬ ُِ ‫) ِإليْ ِِه يصْع ُِد الْك ِل ُِم الطَ ِي‬

Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal


yang saleh dinaikkan-Nya (QS Fathir/35: 10)

Dan aku membaca di dalam peniadaan (sifat Allah):

(ِ‫)ليْسِ كمِ ثْ ِل ِِه ش ْىء‬

64
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia (QS Asy-Syura/42:


11)

(‫)ولِ يُحِ يطُونِ ِب ِِه ِعلْ ًما‬

Sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya (QS


Thoha/20: 110)

Barangsiapa telah memiliki pengalaman sebagaimana


pengalamanku, niscaya dia mengetahui seperti pengetahuanku”

(Ighotsatul Lahfan, 1/72, karya Ibnul Qoyyim, penerbit: Dar ‘Alam


Fawaid, cet: 1, th: 1432)

APAKAH ILMU KALAM MASUK KE DALAM USHUL FIQIH

Penulisan ilmu Ushul fiqih di kalangan kaum muslimin dipelopori


oleh imam Asy-Syafi’i rohimahulloh (wafat th 204 H) dengan kitab
beliau Ar-Risalah Kemudian dilanjutkan oleh imam Ibnu Abdil
Barr rohimahulloh (wafat th 463 H) dengan kitab beliau Jami’ fi
Bayanil ilmi wa Fadhlihi

Kemudian di dalam perkembangan ilmu ushul fiqih, ada sebagian


ulama berusaha memasukkan ilmu mantiq (logika) dari cabang
ilmu filsafat ke dalam ilmu ushul fiqih Seperti yang dilakukan oleh
Ibnu Hazm Al-Andalusi rohimahulloh (wafat th 456 H) di dalam
kitab Ihkamul Ahkam dan Abu Hamid Al-Ghazali rohimahulloh
(wafat th 505 H) di dalam Al-Mus-tashfa

Namun para ulama berusaha membersihkan penyimpangan-


penyimpangan tersebut Seperti yang dilakukan oleh imam Ibnu
Qudamah Al-Maqdisi rohimahulloh (wafat th 620 H) dengan kitab
beliau Roudhotun Nazhir

65
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Ringkasnya, kalau ingin mempelajari ilmu ushul fiqih, maka


hendaklah menggunakan kitab ushul fiqih yang disusun oleh para
ulama Ahlus Sunnah yang sudah dikenal ilmu dan amanahnya,
sehingga selamat dari berbagai penyimpangan yang ada

Di antara kitab tersebut ada yang ringkas, seperti kitab Al-ushul


min ilmil Ushul, karya Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin
rohimahulloh (wafat th 1421 H)

Ada juga kitab yang agak tebal, seperti kitab Ma’alim Ushul Fiqih
‘inda Ahlis Sunnah, karya Syaikh DR Muhammad bin Husain bin
Hasan Al-Jizani hafizhohulloh

Demikian sedikit jawaban dari pertanyan saudara, semoga


bermanfaat

Wallahu a’lam

Disusun oleh:

Ustadz Muslim Al-Atsari ‫هللا‬


ِ ‫حفظه‬

66
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Dalil ‘Aqli (Akal) Yang Benar Akan Sesuai Dengan Dalil Naqli/Nash
Yang Shahih

PENJELASAN SEBAGIAN KAIDAH DALAM MENGAMBIL DAN


MENGGUNAKAN DALIL

Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Kata ‘Aql dalam bahasa Arab (etimologi) mempunyai beberapa


arti[1], di antaranya : Ad-diyah (denda), al-hikmah (kebijakan),
husnut tasharruf (tindakan yang baik atau tepat) Secara istilah
(terminologi): ‘aql (selanjutnya ditulis akal) digunakan untuk dua
pengertian:

Aksioma-aksioma rasional dan pengetahuan-pengetahuan dasar


yang ada pada setiap manusia

Kesiapan bawaan yang bersifat instinktif dan kemampuan yang


matang

Akal merupakan ‘ardh atau bagian dari indera yang ada dalam diri
manusia yang bisa ada dan bisa hilang Sifat ini dijelaskan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam salah satu
sabdanya:

ِِ ْ‫ن الْمجْ نُو‬


ِ‫ن حتَى يعْقِل‬ ِِ ‫وع‬

“…Dan termasuk orang gila sampai ia kembali berakal ”[2]

Akal adalah daya pikir yang diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala


(untuk manusia) kemudian diberi muatan tertentu berupa
kesiapan dan kemampuan yang dapat melahirkan sejumlah
aktivitas pemikiran yang berguna bagi kehidupan manusia yang
telah dimuliakan oleh Allah Azza wa Jalla

Firman-Nya:

ِ ‫ولق ِْد ك َر ْمنا بنِي آدمِ وحملْناهُ ِْم فِي الْب ِِر والْب‬
ِ‫حْر‬

67
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami


angkat mereka di daratan dan di lautan… ” [Al-Israa/17: 70]

Syari’at Islam memberikan nilai dan urgensi yang amat tinggi


terhadap akal manusia Hal itu dapat dilihat pada beberapa point
berikut:

Pertama Allah hanya menyampaikan kalam-Nya kepada orang


yang berakal, karena hanya mereka yang dapat memahami agama
dan syari’at-Nya

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِ ‫ى ِألُولِي ْاأللْبا‬
ِ‫ب‬ َِٰ ‫و ِذكْر‬

“…Dan merupakan peringatan bagi orang-orang yang mempunyai


akal ” [Shaad/38: 43]

Kedua Akal merupakan syarat yang harus ada dalam diri manusia
untuk dapat menerima taklif (beban hukum) dari Allah Azza wa
Jalla Hukum-hukum syari’at tidak berlaku bagi mereka yang tidak
menerima taklif Di antara yang tidak menerima taklif itu adalah
orang gila karena kehilangan akalnya [3]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ‫ وع ِن‬،‫ي ِ حتَى يحْ تلِم‬ ِ ‫ص ِب‬


َ ‫ن ال‬ ِِ ‫ ع‬:ِ‫ُرفِعِ الْقل ُِم عنِْ ثلثة‬
ِِ ‫ وع‬،‫ن النَائ ِِِم حتَى يسْتيْقِظ‬
ِ‫ن حتَى يعْقِل‬ ُ ْ
ِِ ْ‫المجْ نو‬

“Pena (catatan pahala dan dosa) diangkat (dibebaskan) dari tiga


golongan: orang yang tidur sampai bangun, anak kecil sampai
bermimpi (baligh), orang gila sampai ia kembali sadar
(berakal) ”[4]

Ketiga[5] Allah Azza wa Jalla mencela orang yang tidak


menggunakan akalnya Misalnya celaan Allah terhadap ahli
Neraka yang tidak menggunakan akalnya

68
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

ِ‫ِير‬ ِِ ‫وقالُوا لوِْ كُنَا نسْم ُِع أوِْ نعْ ِق ُِل ما كُنَا فِي أصْحا‬
ِ ‫ب السَع‬
“Dan mereka berkata: ‘Sekiranya kami mendengarkan atau
memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk
penghuni-penghuni Neraka yang menyala-nyala ” [Al-Mulk/67: 10]

Keempat[6] Penyebutan begitu banyak proses dan anjuran


berfikir dalam Al-Qur-an, seperti tadabbur, tafakkur, ta-aqqul dan
lainnya Maka kalimat seperti “la’allakum tatafakkaruun” (mudah-
mudahan kamu berfikir), atau “afalaa ta’qiluun” (apakah kamu
tidak berakal), atau “afalaa yatadabbaruuna Al-Qur-ana” (apakah
mereka tidak mentadabburi/merenungi isi kandungan Al-Qur-an)
dan lainnya

Kelima Islam mencela taqlid yang membatasi dan melumpuhkan


fungsi dan kerja akal

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

‫ّللا قالُوا ب ِْل نتَبِ ُِع ما ألْفيْنا عليْ ِِه آباءنا ِِ أولوِْ كانِ آبا ُؤهُ ِْم ِل‬
َُِ ِ‫وإِذا قِيلِ ل ُه ُِم اتَبِعُوا ما أنْزل‬
ِ‫يعْ ِقلُونِ شيْئًا ولِ يهْتدُون‬

“Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah apa yang telah


diturunkan Allah, mereka menjawab: ‘Tidak! Tetapi kami hanya
mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek
moyang kami (Apakah mereka akan mengikutinya juga) walaupun
nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan
tidak mendapat petunjuk?” [Al-Baqarah/2: 170]

Perbedaan antara taqlid dan ittiba’ adalah sebagaimana telah


dikatakan oleh Imam Ahmad bin Hanbal: “Ittiba’ adalah seseorang
mengikuti apa-apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam ”[7]

69
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Ibnu ‘Abdil Barr (wafat th 463 H) dalam kitabnya, Jaami’u


Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi[8] menerangkan perbedaan antara
ittiba’ (mengikuti) dan taqlid yaitu terletak pada adanya dalil-dalil
qath’i yang jelas Bahwa ittiba’ yaitu penerimaan riwayat
berdasarkan diterimanya hujjah sedangkan taqlid adalah
penerimaan yang berdasarkan pemikiran logika semata

Berkata Ibnu Khuwaiz Mindad al-Maliki (namanya adalah


Muhammad bin Ahmad bin ‘Abdillah, wafat th 390 H): “Makna
taqlid secara syar’i adalah merujuk kepada perkataan yang tidak
ada hujjah (dalil) atas orang yang mengatakannya Dan makna
ittiba’ yaitu mengikuti apa-apa yang berdasarkan atas hujjah
(dalil) yang tetap Ittiba’ diperkenankan dalam agama, namun
taqlid dilarang ”[9]

Jadi definisi taqlid adalah menerima pendapat orang lain tanpa


dilandasi dalil [10]

Keenam[11], Islam memuji orang-orang yang menggunakan


akalnya dalam memahami dan mengikuti kebenaran

Allah Azza wa Jalla berfirman:


َٰ
ُ َ ‫ِِ فبش ِِْر عِبا ِِد الَذِينِ يسْتمِ عُونِ الْقوْ لِ فيتَبِعُونِ أحْسنهُِ ِِ أُولئِكِ الَذِينِ هداهُ ُِم‬
ِ‫ّللا‬
َٰ
ِ ‫وأُولئِكِ هُ ِْم أُولُو ْاأللْبا‬
ِ‫ب‬

“…Sebab itu sampaikanlah berita (gembira) itu kepada hamba-


hamba-Ku yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang
paling baik di antaranya Mereka itulah orang-orang yang
mempunyai akal ” [Az-Zumar/39: 17-18]

Ketujuh, pembatasan wilayah kerja akal dan pikiran manusia,


sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:

ً ‫ح مِ نِْ أ ْم ِِر ر ِبي وما أُوتِيتُ ِْم مِ نِ الْ ِعلْ ِِم ِإ َِل قل‬
ِ‫ِيل‬ ُّ ‫وح ِِ قُ ِِل‬
ُِ ‫الرو‬ ِِ ‫الر‬
ُّ ‫ن‬ِِ ‫ويسْألُونكِ ع‬

70
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

“Mereka bertanya kepadamu tentang ruh Katakanlah: “Ruh itu


adalah urusan Rabb-ku Dan tiadalah kalian diberi ilmu melainkan
sedikit ” [Al-Israa/17: 85]

Firman Allah Azza wa Jalla :

‫ِيه ِْم وما خلْف ُه ِْم ولِ يُحِ يطُونِ بِ ِِه ِعلْ ًمِا‬
ِ ‫يعْل ُِم ما بيْنِ أيْد‬
“Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang
di belakang mereka, sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi
ilmu-Nya ” [Thaahaa/20: 110]

Ulama Salaf (Ahlus Sunnah) senantiasa mendahulukan naql


(wahyu) atas ‘aql (akal) Naql adalah dalil-dalil syar’i yang
tertuang dalam Al-Qur-an dan As-Sunnah Sedangkan yang
dimaksud dengan akal menurut Mu’tazilah adalah, dalil-dalil ‘aqli
yang dibuat oleh para ulama ilmu kalam dan mereka jadikan
sebagai agama yang menundukkan (mengalahkan) dalil-dalil
syar’i

Mendahulukan dalil naqli atas dalil akal bukan berarti Ahlus


Sunnah tidak menggunakan akal Tetapi maksudnya adalah dalam
menetapkan ‘aqidah mereka tidak menempuh cara seperti yang
ditempuh para ahli kalam yang menggunakan akal semata untuk
memahami masalah-masalah yang sebenarnya tidak dapat
dijangkau oleh akal dan menolak dalil naqli (dalil syar’i) yang
bertentangan dengan akal mereka atau rasio mereka

Imam Abul Muzhaffar as-Sam’ani rahimahullah (wafat th 489


H)[12] berkata: “Ketahuilah, bahwa madzhab Ahlus Sunnah
mengata-kan bahwa akal tidak mewajibkan sesuatu bagi
seseorang dan tidak melarang sesuatu darinya, serta tidak ada
hak baginya untuk menghalalkan atau mengharamkan sesuatu,
sebagaimana juga tidak ada wewenang baginya untuk menilai ini
baik atau buruk

71
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Seandainya tidak datang kepada kita wahyu, maka tidak ada bagi
seseorang suatu kewajiban agama pun dan tidak ada pula yang
namanya pahala dan dosa ”

Secara ringkas pandangan Ahlus Sunnah tentang penggunaan


akal, di antaranya sebagai berikut:[13]

Syari’at didahulukan atas akal, karena syari’at itu ma’shum sedang


akal tidak ma’shum

Akal mempunyai kemampuan mengenal dan memahami yang


bersifat global, tidak bersifat detail

Apa yang benar dari hukum-hukum akal pasti tidak bertentangan


dengan syari’at

Apa yang salah dari pemikiran akal adalah apa yang bertentangan
dengan syari’at

Penentuan hukum-hukum tafshiliyah (terinci seperti wajib, haram


dan seterusnya) adalah hak prerogatif syari’at

Akal tidak dapat menentukan hukum tertentu atas sesuatu


sebelum datangnya wahyu, walaupun secara umum ia dapat
mengenal dan memahami yang baik dan buruk

Balasan atas pahala dan dosa ditentukan oleh syari’at

Allah Azza wa Jalla berfirman:

َِٰ ‫وما كُنَا ُمع ِذبِينِ حت‬


ًِ‫َى نبْعثِ رسُول‬

“Kami tidak akan mengadzab sehingga Kami mengutus seorang


Rasul ” [Al-Israa/17: 15]

Janji Surga dan ancaman Neraka sepenuhnya ditentukan oleh


syari’at

72
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Tidak ada kewajiban tertentu terhadap Allah Azza wa Jalla yang


ditentukan oleh akal kita kepada-Nya Karena Allah mengatakan
tentang Diri-Nya:

‫فعَالِ لِما ي ُِري ُِد‬

“Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya ” [Al-Buruuj/85:


16]

Dari sini dapat dikatakan bahwa keyakinan Ahlus Sunnah adalah


yang benar dalam masalah penggunaan akal sebagai dalil Jadi,
akal dapat dijadikan dalil jika sesuai dengan Al-Qur-an dan As-
Sunnah atau tidak bertentangan dengan keduanya Jika ia
bertentangan dengan keduanya, maka ia dianggap bertentangan
dengan sumber dan dasarnya Keruntuhan pondasi berarti juga
keruntuhan bangunan yang ada di atasnya Sehingga akal tidak
lagi menjadi hujjah (argumen, alasan) namun berubah menjadi
dalil yang bathil [14]

Penjelasan Sikap Ahlus Sunnah wal Jama’ah Terhadap Ilmu Kalam

Imam Abu Hanifah (wafat th 150 H) rahimahullah berkata: “Aku


telah menjumpai para ahli Ilmu Kalam Hati mereka keras, jiwanya
kasar, tidak peduli jika mereka bertentangan dengan Al-Qur-an
dan As-Sunnah Mereka tidak memiliki sifat wara’ dan tidak juga
taqwa ”[15]

Imam Abu Hanifah rahimahullah juga berkata ketika ditanya


tentang pembahasan dalam ilmu kalam dari sosok dan bentuk, ia
berkata: “Hendaklah engkau berpegang kepada As-Sunnah dan
jalan yang telah ditempuh oleh Salafus Shalih Jauhi olehmu
setiap hal baru, karena ia adalah bid’ah ”[16]

Al-Qadhi Abu Yusuf (wafat th 182 H) rahimahullah[17], murid dari


Abu Hanifah rahimahullah, berkata kepada Bisyr bin Ghiyats al-
Marisi[18] : “Ilmu kalam adalah suatu kebodohan dan bodoh
tentang ilmu kalam adalah suatu ilmu

73
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Seseorang, manakala menjadi pemuka agama atau tokoh ilmu


kalam, maka ia adalah zindiq atau dicurigai sebagai zindiq (orang
yang menampakkan permusuhan terhadap Islam) ” Dan juga
perkataan beliau: “Barangsiapa yang belajar ilmu kalam, ia akan
menjadi zindiq…”[19]

Imam Ahmad (wafat th 241 H) rahimahullah berkata: “Pemilik


ilmu kalam tidak akan beruntung selamanya Para ulama kalam
itu adalah orang-orang zindiq (orang yang menampakkan
permusuhan terhadap Islam) ”[20]

Imam Ibnul Jauzi (wafat th 597 H) rahimahullah berkata: “Para


ulama dan fuqaha (ahli fiqih) ummat ini dahulu mendiamkan
(mengabaikan) ilmu kalam bukan karena mereka tidak mampu,
tetapi karena mereka menganggap ilmu kalam itu tidak mampu
menyembuhkan seorang yang haus, bahkan dapat menjadikan
seorang yang sehat menjadi sakit Oleh karena itu, mereka tidak
memberi perhatian kepadanya dan melarang untuk terlibat di
dalamnya ”[21]

Ibnu ‘Abdil Barr (wafat th 463 H) rahimahullah berkata: “Para ahli


fiqih dan ahli hadits yang berada di seluruh kota kaum Muslimin
telah sepakat bahwa ahli ilmu kalam adalah ahli bid’ah dan
penyeleweng dari kebenaran Sebagaimana kesepakatan mereka
bahwa ahli kalam tidak dianggap tergabung dalam tingkatan para
ulama Yang dikategorikan ulama adalah ahli hadits dan orang-
orang yang memahaminya dan mereka bertingkat-tingkat sesuai
dengan keahlian masing-masing dalam mencermati, memisahkan
(yang shahih dari yang dha’if) dan memahami hadits ”[22]

Imam Malik bin Anas (wafat th 179 H) rahimahullah berkata:

ِِ ‫لوِْ كانِ الْكل ُِم ِعلْ ًما لتكلَمِ فِيْ ِِه الصَحاب ِةُ والتَابِعُوْ نِ كما تكلَمُوْ ا فِي اْألحْك‬
ُ‫ام والشَرائ ِِِع ول ِكنَ ِه‬
ِ‫باطِلِ ي ُد ُِّل على باطِل‬

74
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

“Seandainya ilmu kalam adalah ilmu, niscaya para Sahabat dan


Tabi’in akan membicarakannya sebagaimana pembicaraan mereka
terhadap ilmu-ilmu syari’at, akan tetapi ilmu kalam adalah sebuah
kebathilan yang menunjukkan kepada kebathilan ”[23]

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Barangsiapa yang


memiliki ilmu kalam, ia tidak akan beruntung ” Beliau juga
mengucapkan: “Hukum untuk Ahli Kalam menurutku adalah
mereka harus dicambuk dengan pelepah kurma dan sandal
(sepatu) dan dinaikkan ke unta, lalu diiring keliling kampung Dan
dikatakan: ‘Inilah balasan orang yang meninggalkan Al-Kitab dan
As-Sunnah serta mengambil ilmu Kalam ’”[24]

Beliau rahimahullah juga menyatakan:[25]

ِِ ‫كُ ُِّل الْ ُعلُوْ ِِم سِوى الْقُ ْر‬


ِ‫آن مشْغلة‬

ِِ ‫إِ ِلَ الْح ِديْثِ وإِ ِلَ الْ ِفقْهِ فِي ال ِدي‬
‫ْن‬

ِ‫الْ ِعلْ ُِم ما كانِ فِيْ ِِه قالِ حدَثنا‬

ِ‫اس الشَياطِ ي ِْن‬


ُِ ‫وما سِوى ذاكِ وسْو‬

Segala ilmu selain Al-Qur-an hanyalah menyibukkan,

terkecuali ilmu hadits dan fiqh untuk mendalami agama

Ilmu adalah yang tercantum di dalamnya: “Qoola Haddatsana


(telah menyampaikan hadits kepada kami) ”

Selainnya itu adalah ‘bisikan syaithan’ belaka

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah,


Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-
Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga
1427H/Juni 2006M]

_______

75
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Footnote

[1] Lihat al-Madkhal li Diraasatil ‘Aqiidah al-Islaamiyyah ‘alaa


Madzhab Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal 40)

[2] HR Abu Dawud (no 4403), Shahiih Abi Dawud (no 3703) dan
Irwaa-ul Ghaliil (II/5-6)

[3] Lihat al-Madkhal li Diraasatil ‘Aqiidah al-Islaamiyyah ‘alaa


Madzhab Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal 40)

[4] HR Abu Dawud (no 4403), Shahiih Sunan Abi Dawud (III/832
no 3703)

[5] Lihat al-Madkhal li Diraasatil ‘Aqiidah al-Islaamiyyah ‘alaa


Madzhab Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal 41)

[6] Lihat al-Madkhal li Diraasatil ‘Aqiidah al-Islaamiyyah ‘alaa


Madzhab Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal 41)

[7] Lihat Taariikh Ahlil Hadiits Ta’yiinul Firqah an-Naajiyah wa


Annahaa Thaa-ifah Ahlil Hadiits oleh Syaikh Ahmad bin
Muhammad ad-Dahlawi al-Madani, tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan
al-Halabi (hal 116)

[8] Lihat Taariikh Ahlil Hadiits Ta’yiinul Firqah an-Naajiyah wa


Annahaa Thaa-ifah Ahlil Hadiits oleh Syaikh Ahmad bin
Muhammad ad-Dahlawi al-Madani, tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan
al-Halabi (hal 116)

[9] Lihat Taariikh Ahlil Hadiits Ta’yiinul Firqah an-Naajiyah wa


Annahaa Thaa-ifah Ahlil Hadiits oleh Syaikh Ahmad bin
Muhammad ad-Dahlawi al-Madani, tahqiq Syaikh ‘Ali bin Hasan
al-Halabi (hal 117) dan Jaami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, tahqiq
Abu Asybal az-Zuhairi (II/993)

[10] Lihat Manhaj Imaam asy-Syafi’i fii Itsbaatil ‘Aqiidah (I/121)


karya Dr Muham-mad bin ‘Abdul Wahhab al-‘Aqil

76
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

[11] Lihat al-Madkhal (hal 41)

[12] Beliau adalah Abu Muzhaffar Manshur bin Muhammad bin


‘Abdil Jabbar bin Ahmad at-Taimi as-Sam’ani al-Maruzi (lahir th
426-489 H), seorang ahli fiqih, imam yang masyhur, mufti
Khurasan, seorang Syaikh dari madzhab Syafi’iyyah, dan beliau
memiliki kitab-kitab tentang fikih dan ushul fikih serta hadits
Lihat al-Hujjah fii Bayaanil Mahajjah (I/314) oleh Imam al-
Ashbahani, tahqiq Muhammad bin Rabi’ bin Hadi ‘Amir al-
Madkhaly, cet Daar ar-Raayah, th 1411 H, lihat juga Siyar
A’laamin Nubalaa’ (XIX/114-119, no 62)

[13] Lihat al-Madkhal li Diraasatil ‘Aqiidah al-Islaamiyyah ‘alaa


Madzhab Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal 45)

[14] Lihat al-Madkhal li Diraasatil ‘Aqiidah al-Islaamiyyah ‘alaa


Madzhab Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah, hal 46

Catatan: Lebih dari 30 hadits yang berkaitan dengan akal yang


biasa digunakan oleh mutakallimin (pengagung akal), namun
semuanya palsu Seperti lafazh:

ُِ‫ لِ عقْلِ له‬،ُ‫ ومنِْ لِ ِديْنِ له‬،ُ‫ال ِديْنُِ هُوِ الْعقْل‬

“Agama adalah akal, dan tidak ada agama bagi orang yang tidak
memiliki akal ”

Hadits ini bathil!! Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani


rahimahullah mengawali kitab Silsilatul Ahaadiits adh-Dha’iifah
wal Maudhuu’ah dengan lafazh ini Bahkan Imam Ibnu Qayyim al-
Jauziyyah, dalam kitab Manaarul Muniif fii Shahiih wadh Dha’iif
(pada hal 66, no 120, tahqiq ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah)
mengatakan, “Seluruh hadits tentang akal adalah dusta!!”

[15] Lihat Manhaj Imaam asy-Syafi’i fii Itsbaatil ‘Aqiidah (I/74)


oleh Dr Muhammad bin ‘Abdul Wahhab al-‘Aqil

77
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

[16] Lihat Manhaj Imaam asy-Syafi’i fii Itsbaatil ‘Aqiidah (I/75)


oleh Dr Muhammad bin ‘Abdul Wahhab al-‘Aqil

[17] Beliau adalah murid Abu Hanifah yang paling pintar, seorang
ahli hadits dan termasuk Qadhi yang masyhur Lihat Siyar A’laamin
Nubalaa’ (VIII/535-539)

[18] Ia adalah seorang tokoh ahlul Bid’ah yang sesat, ayahnya


seorang Yahudi Ia mengambil pendapat-pendapat Jahm bin
Shafwan dan berhujjah dengannya Ia termasuk orang yang
menguasai ilmu Kalam

Qutaibah bin Sa’id berkata: “Bisyr al-Marisi adalah kafir ” Dan Abu
Zur’ah ar-Razi berkata: “Bisyr al-Marisi adalah zindiq ” Bisyr mati
pada tahun 218 H

Lihat Miizaanul I’tidaal karya Imam adz-Dzahabi (I/322-323 no


1214)

[19] Syarhul ‘Aqiidah ath-Thahaawiyyah (hal 17), tahqiq Syu’aib


al-Arnauth dan ‘Ab-dullah bin ‘Abdul Muhsin at-Turki

[20] Lihat kitab Talbiis Ibliis (hal 112)

[21] Lihat Manhaj Imaam asy-Syafi’i fii Itsbaatil ‘Aqiidah (I/75)


oleh Dr Muhammad bin ‘Abdul Wahhab al-‘Aqil

[22] Lihat Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlih (II/942)

[23] Dinukil dari kitab Syarhus Sunnah (I/217) oleh Imam al-
Baghawy dan al-Amru bil Ittibaa’ wan Nahyu ‘anil Ibtidaa’ (hal 70)
oleh Imam as-Suyuthi

[24] Lihat Ahaadiits fii Dzammil Kalaam wa Ahlih (hal 99) karya
Imam Abul Fadhl al-Maqri’ (wafat th 454 H), tahqiq Dr Nashir bin
‘Abdirrahman bin Muhammad al-Juda‘i; Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa
Fadhlih karya Ibnu ‘Abdil Barr (II/941), dan Syarhul ‘Aqiidah ath-

78
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Thahaawiyyah (hal 17-18), takhrij dan ta’liq oleh Syu’aib al-


Arnauth dan ‘Abdullah bin ‘Abdul Muhsin at-Turki

[25] Lihat Diiwaan Imaam asy-Syafi’i (hal 388 no 206), kumpulan


dan syarah Muhammad ‘Abdurrahim, cet Darul Fikr, th 1415 H

79
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

SAHABAT RASULULLAH SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM


MEMILIKI MANHAJ ILMIYAH

Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-Hilaaly

Kedua : Hujjah-hujjah Al-Qur’an dan Mantiq Yunani

Ibnul Qayyim berkata dalam Miftah Daaris Saadah 1/145-146 :


Dan ada dalam anggapan salah sebagian orang-orang bodoh
bahwa Syariat tidak memiliki hujjah dan Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak pernah berargumentasi (mengemukakan
hujjah) dan tidak pernah berdebat

Sedang orang bodoh dari kalangan ahlil mantiq dan pengekor


Yunani menganggap syari’ah itu hanyalah doktrin yang tidak ada
hujjahnya kepada mayoritas orang dan para Nabi mengajak
mereka dengan cara doktrin sedangkan hujjah (argumen) hanya
milik orang-orang khusus yaitu ahli burhan yang mereka
maksudkan adalah mereka sendiri dan yang mengikuti mereka
Semua ini berasal dari kebodohan mereka terhadap syariat dan
Al-Qur’an, karena Al-Qur’an penuh dengan hujjah dan dalil-dalil
serta bukti-bukti nyata (burhan) dalam masalah Tauhid, eksistensi
sang pencipta, tempat kembali (alma’ad), pengutusan para Rasul
dan penciptaan alam semesta, sehingga tidaklah para ahli kalam
(mutakalimin) dan yang lainnya menjelaskan satu dalil yang benar
atas hal tersebut kecuali hal itu telah ada di dalam Al-Qur’an
dalam ibarat yang lebih fasih, keterangan yang lebih jelas dan
makna yang lebih sempurna serta jauh dari kritik dan tanda tanya
Hal ini telah diakui oleh para pakar ahli kalam dari kalangan
mutaqadimin dan mutaakhirin

Abu Hamidz Al-Ghozali berkata di awal kitabnya Al-Ihya : “Jika


kamu bertanya : ‘Mengapa dalam pembagian ilmu tidak
disebutkan ilmu kalam dan filsafat dan mohon dijelaskan apakah
keduanya itu tercela atau terpuji ?’ maka ketahuilah hasil yang
dimiliki ilmu kalam dalam pembatasan dalil-dalil yang

80
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

bermanfaat, telah dimiliki oleh Al-Qur’an dan Hadits (Al-Akhbaar)


dan semua yang keluar darinya adakalanya perdebatan yang
tercela dan ini termasuk kebid’ahan dan adakalanya kekacauan
karena kontradiksi kelompok-kelompok dan berpanjang lebar
menukil pendapat-pendapat yang kebanyakan adalah perkataan
sia-sia dan ingauan yang dicela oleh tabiat manusia dan ditolak
oleh pendengaran dan sebagiannya pembahasan yang sama sekali
tidak berhubungan dengan agama dan tidak ada sedikitpun
terjadi di zaman pertama Akan tetapi sekarang hukumnya
berubah jika timbul satu kebid’ahan yang menyimpang dari
kandungan Al-Qur’an dan Sunnah maka dibungkus dengan
syubhat-syubhat dan dihiasi dengan perkataan-perkataan indah
sehingga hal yang dilarang dengan hukum yang pasti tersebut
menjadi diperbolehkan

Ar-Roziy berkata dalam kitab Aqsaamul Ladzdzat : Saya telah


menelaah buku-buku ilmu kalam dan manhaj filsafat, tidaklah
saya mendapatkan kepuasan padanya lalu saya memandang
manhaj yang paling benar adalah manhaj Al-Qur’an, saya
membaca tentang penetapan (sifat Allah) firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala

ُ ِ‫إِليْ ِِه يصْع ُِد الْك ِل ُِم الطَي‬


ِ‫ب‬

“Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik” [Faathir/35


: 10]

Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

ِ ِ ‫الرحْ َٰمنُِ على الْع ْر‬


ِ‫ش اسْتو َٰى‬ َ
“Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas ‘Arsy”
[Thaaha/20 : 5]

Dan saya baca tentang penafian (dalam sifat Allah Subhanahu wa


Ta’ala) firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

81
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

ْ ‫ليْسِ كمِ ثْ ِل ِِه ش‬


ُ ‫يءِ ِِ وهُوِ السَمِ ي ُِع الْب ِص‬
ِ‫ير‬

“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang
Maha Mendengar lagi Maha Melihat” [Asy-Syuura/42 : 11]

Barangsiapa yang telah mencoba seperti pengalamana saya


niscaya mengerti seperti pengetahuan saya

Isyarat beliau ini sesuai dengan apa yang telah didapatkannya dari
dalil-dalil Al-Qur’an dengan jalan khobar (dalil-dalil sam’iyah)
kalau tidak maka penunjukkan Al-Qur’an secara bukti-bukti akal
juga menunjukkan dan mengarah kepada hal itu sehingga ia
merupakan dalil sam’i dan aqli, inilah keistimewaan Al-Qur’an
sehingga orang yang alim terhadap Al-Qur’an adalah orang-orang
yang kokoh dalam ilmu (Rosikhun fil ilmi), Al-Qur’an adalah ilmu
yang menenangkan hati dan jiwa, menjernihkan akal pikiran,
memerangi pola pandang/pikir dan menjadikan hujjah kuat
sehingga tidak seorangpun yang mampu mematahkan orang yang
berhujjah dengannya bahkan orang yang menyelisihinya akan
hancur hujjah dan syhubhatnya, dengan Al-Qur’an terbuka hati-
hati dan menerima panggilan Allah dan RasulNya akan tetapi ahli
ilmu ini sedikit sekali Dalil-dalil Al-Qur’an logis, pasti dan kuat
tidak akan di masukkan syubhat dan tidak relatif (absolut) serta
hati tidak akan berpaling darinya setelah memahaminya

Sebagian ahli kalam berkata : “Saya habiskan umur saya dalam


ilmu kalam untuk mencari dalil (kebenaran) dan saya malah
bertambah jauh dari dalil (kebenaran) itu, lalu saya melihat Al-
Qur’an, saya telaah dan teliti dan ketika itu saya dapatkan dalil
(kebenaran) betul-betul ada bersama saya dalam keadaan saya
tidak menyadarinya Lalu saya berkata : Demi Allah Subhanahu wa
Ta’ala saya ini seperti orang yang dikatakan penyair :

Merupakan satu keanehan dan keanehan itu banyak

Dekat kepada kekasih dan tidak pernah sampai padanya

82
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Seperti onta dipadang pasir mati kehausan

Sedangkan air dia membawa air dipunggungnya

Lalu berkata : Ketika saya meneliti Al-Qur’an ternyata dia adalah


hukum dan dalil (kebenaran) dan saya telah melihat padanya
dalil-dalil, hujjah-hujjah, bukti-bukti (kebenaran) dan keterangan
jelas Allah Subhanahu wa Ta’ala yang seandainya dikumpulkan
semua kebenaran yang disampaikan para ulama kalam
(Mutakalimin) dam buku-buku mereka sungguh kandungan surat
dari Al-Qur’an cukup untuknya dengan keindahan penjelasannya,
kefasihan lafadznya, kesesuaian waqaf (pemberhentian ayat)
penjelasan tempat-tempat syubhat dan jawabannya dan ternyata
Al-Qur’an itu seperti yang dikatakan bahkan lebih dari itu :

Sempurna dan mengobati apa yang ada dihati sehingga tidak


meninggalkannya

Seorang cerdik dalam berpendapat baik sungguh-sungguh


maupun mainan

Mulailah setelah itu serdadu ilmu kalam menyerang saya seperti


dahulu dan masuk berbondong-bondong ke dadaku akan tetapi
hati saya tidak mengizinkan mereka masuk dan tidak
menerimanya sama sekali lalu mereka kembali mundur

Maksudnya, Al-Qur’an itu penuh dengan hujjah-hujjah dan berisi


seluruh jenis dalil dan analogi (qiyas) yang benar

Allah subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan RasulNya


Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menegakkan hujjah dan
perdebatan sebagaimana firmanNya;

ِ‫والْموْ عِظ ِِة الْحسن ِة‬

“Dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik” [An-Nahl/16


: 125]

83
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Dan firmanNya:

ِِ ‫ولِ تُجا ِدلُوا أ ْهلِ الْكِتا‬


ُِ‫ب ِإ َِل ِبالَتِي هِيِ أحْسن‬

“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan


dengan cara yang paling baik” [Al-Ankabut/29 : 46]

Perdebatan Al-Qur’an dengan kaum kafir ada dalam Al-Qur’an


demikian juga perdebatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para sahabatnya dengan para musuhnya dan penegakan
hujjah atas mereka adalah sesuatu yang tidak akan diingikari
kecuali orang yang betul-betul sangat bodoh

(Barangsiapa yang ingin keterangan lanjut dan mengerti manhaj


salaf dalam perdebatan hendaklah membaca buku saya
Munaadzaarat Ma’a Hizbi Iblis Wa Afrakh Al-Kholaf dirsatan wa
Tahlilan diterbitkan oleh Dar Ibnil Jauziy Ad-Damaam)

[Disalin dari Kitab Limadza Ikhtartu Al-Manhaj As-Salafy, edisi


Indonesia Mengapa Memilih Manhaj Salaf (Studi Kritis Solusi
Problematika Umat) oleh Syaikh Abu Usamah Salim bin ‘Ied Al-
Hilaly, terbitan Pustaka Imam Bukhari, penerjemah Kholid
Syamhudi]

84
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Pandangan imam yang empat mengenai ilmu kalam

Istilah Ilmu Kalam mengacu pada ulama yang membahas masalah-


masalah “kalam” Allah “Kalam Allah” memiliki dua acuan

Pertama, mengacu pada perkataan Allah yang diucapkan-Nya


Disebut ilmu kalam karena ilmu ini membahas masalah kalam
Allah

Kedua, mengacu pada para Mutakallimin (ahli kalam) yang


berdebat atau bertukar pikiran (kalam) mengenai masalah-
masalah ketuhanan

Tujuan utama dari ilmu kalam adalah untuk menjelaskan landasan


keimanan umat Islam dalam tatanan yang filosofis dan logis Bagi
orang yang beriman yang mengikuti sunnah dengan benar, bukti
mengenai eksistensi dan segala hal yang menyangkut dengan
Allah itu telah dijelaskan secara menyeluruh dan tercukupi
dengan adanya al-Qur’an, Hadits, ucapan sahabat yang
mendengar langsung perkataan Nabi dan lain sebagainya

Sayangnya, banyak da’i-da’i yang justru merasa dan mengaku


intelek, terlebih lagi berbahagia dengan ilmu filsafatnya,
terkecuali mereka-mereka yang mengetahui jeleknya ilmu ini
yangdiberi petunjuk oleh Allah Ta’ala untuk kembali kepada ilmu
yang benar

Ilmu kalam adalah lawan dari ilmu agama khususnya Ilmu Hadits
Dan para ahli hadits sepakat bahwa tidak ada manfaatnya belajar
ilmu kalamkecuali hanya mendatangkan syubhat dan keraguan
terhadap ilmu agama,karena untuk membantah para ahli kalam
cukup dengan mempelajari ilmu hadits tersebut

Perhatikanlah pendapat IMAM yang EMPAT mengenai ilmu


tersebut:

Imam Abu Hanifah Tentang Ilmu Kalam

85
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Imam Abu Hanifah berkata:

“Di kota Bashrah orang-orang yang mengikuti hawa nafsu (selera)


sangat banyak Saya datang di Bashrah lebih dari dua puluh kali
Terkadang saya tinggal di Bashrah lebih dari satu tahun, terkadang
satu tahun, dan terkadang kurang dari satu tahun Hal itu karena
saya mengira bahwa Ilmu Kalam itu adalah ilmu yang paling
mulia”

(Al-Kurdi, Manaqib Abi Hanifah, hal 137)

Beliau menuturkan:

Saya pernah mendalami Ilmu Kalam, sampai saya tergolong


manusia langka dalam Ilmu Kalam Suatu saat saya tinggal dekat
pengajian Hammad bin Abu Sulaiman Lalu ada seorang wanita
datang kepadaku;

ia berkata: “Ada seorang lelaki mempunyai seorang istri wanita


sahaya Lelaki itu ingin menalaknya dengan talak yang sesuai
sunnah Berapakah dia harus menalaknya?”

Pada saat itu saya tidak tahu apa yang harus saya jawab Saya
hanya menyarankan agar dia datang ke Hammad untuk
menanyakan hal itu, kemudian kembali lagi ke saya, dan apa
jawaban Hammad

Ternyata Hammad menjawab: “Lelaki itu dapat menalaknya ketika


istrinya dalam keadaan suci dari haid dan juga tidak dilakukan
hubungan jima’, dengan satu kali talak saja Kemudian istrinya
dibiarkan sampai haid dua kali Apabila istri itu sudah suci lagi,
maka ia halal untuk dinikahi ”

Begitulah, wanita itu kemudian datang lagi kepada saya dan


memberitahukan jawaban Hammad tadi Akhirnya saya
berkesimpulan, “saya tidak perlu lagi mempelajari Ilmu Kalam
Saya ambil sandalku dan pergi untuk berguru kepada Hammad”

86
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

(Tarikh Baghdad XIII/333)

Beliau berkata lagi:

“Semoga Allah melaknati Amr bin Ubaid, karena telah merintis


jalan untuk orang-orang yang mempelajari Ilmu Kalam, padahal
ilmu ini tidak ada gunanya bagi mereka”

(Al-Harawi, Dzamm ’Ilm Al-Kalam, hal 28-31)

Beliau juga pernah ditanya seseorang,

“Apakah pendapat anda tentang masalah baru yang dibicarakan


orang-orang dalam Ilmu Kalam, yaitu masalah sifat-sifat dan
jism?”

Beliau menjawab,

“itu adalah ucapan-ucapan para ahli filsafat Kamu harus


mengikuti hadits Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam dan metode
para ulama salaf Jauhilah setiap hal yang baru karena hal itu
adalah bid’ah”

(Al-Harawi, Dzamm ’Ilm Al-Kalam, lembar 194-B)

Putra Imam Abu Hanifah, yang namanya Hammad, menuturkan,

“Pada suatu hari ayah datang ke rumahku Waktu itu di rumah


ada orang-orang yang sedang menekuni Ilmu Kalam, dan kita
sedang berdiskusi tentang suatu masalah Tentu saja suara kami
keras, sehingga tampaknya ayah terganggu

Kemudian saya menemui beliau, ‘Hai Hammad, siapa saja orang-


orang itu?’, Tanya beliau Saya menjawab dengan menyebutkan
nama mereka satu persatu ‘Apa yang sedang kalian bicarakan?’,
Tanya beliau lagi Saya menjawab, ‘Ada suatu masalah ini dan itu’

87
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Kemudian beliau berkata: “Hai Hammad, tinggalkanlah Ilmu


Kalam” Kata Hammad selanjutnya: “Padahal setahu saya, ayah
tidak pernah berubah pendapat, tidak pernah pula menyuruh
sesuatu kemudian melarangnya ‘

Hammad kemudian berkata kepada beliau , ’wahai Ayahanda,


bukankah ayahanda pernah menyuruhku untuk mempelajari Ilmu
Kalam?’ “Ya, memang pernah” Jawab beliau, “Tetapi itu dahulu
Sekarang saya melarangmu, jangan mempelajari Ilmu Kalam”,
tambah beliau “Kenapa, wahai ayahanda?”, Tanya Hammad lagi

Beliau menjawab, “Wahai anakku, mereka yang berdebat dalam


Ilmu Kalam, pada mulanya adalah bersatu pendapat dan agama
mereka satu Nemun syaitan mengganggu mereka sehingga
mereka bermusuhan dan berbeda pendapat”

(Al-Makki, Manaqib Abu Hanifah, hal 183-184)

Sumber: http://www almanhaj or id/content/1191/slash/0

Imam Malik tentang Ilmu Kalam

Imam Ibn ‘Abdil Bar meriwayatkan dari Mush’ab bin Abdullah bin
az-Zubairi, katanya, Imam Malik pernah berkata:

“Saya tidak menyukai Ilmu Kalam dalam masalah agama, warga


negeri ini juga tidak menyukainya, dan melarangnya, seperti
membicarakan pendapat Jahm bin Shafwan, masalah qadar dan
sebagainya Mereka tidak menyukai Kalam kecuali di dalam
terkandung amal Adapun Kalam di dalam agama, bagi saya lebih
baik diam saja”

(Jami’ Bayan al-’Ilm wa Al-Fadhilah, hal 415)

Imam Abu Nu’aim juga meriwayatkan dari Abdullah bin Nafi,


katanya, saya mendengar Imam Malik berkata:

88
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

“Seandainya ada orang melakukan dosa besar seluruhnya kecuali


menjadi musyrik kemudian dia melepaskan diri dari bid’ah-bid’ah
Ilmu Kalam ini, dia akan masuk surga ”

(Al-Hilyah, VI/325)

Imam al-Harawi meriwayatkan dari Ishaq bin Isa, katanya, Imam


Malik berkata,

“Barangsiapa yang mencari agama lewat Ilmu Kalam ia akan


menjadi kafir zindiq, siapa yang mencari harta lewat Kimia, ia
akan bangkrut, dan siapa yang mencari bahasa-bahasa yang
langka dalam Hadits (gharib al-Hadits) ia akan berdusta ”

(Dzamm Al-Kalam, lembar 173-B)

Imam al-Katib al-Baghdadi meriwayatkan dari Ishaq bin Isa,


katanya, saya mende-ngar Imam Malik berkata:

“Berdebat dalam agama itu aib (cacat) ”

Beliau juga berkata:

“Setiap ada orang datang kepada kita, ia ingin berdebat Apakah


ia bermaksud agar kita ini menolak apa yang telah dibawa oleh
Malaikat Jibril kepada Nabi Shallallahu ’alaihi wa sallam?”

(Syaraf Ash-hab Al-Hadits, hal 5)

Imam al-Harawi meriwayatkan dari Abdur Rahman bin Mahdi,


katanya, saya masuk ke rumah Imam Malik, dan di situ ada
seorang yang sedang ditanya oleh Imam Malik:

“Barangkali kamu murid dari ’Amir bin ’Ubaid Mudah-mudahan


Allah melaknat ‘Amr bin ‘Ubaid karena dialah yang membuat
bid’ah Ilmu Kalam Seandainya kalam itu merupakan Ilmu,
tentulah para Sahabat dan Tabi’in sudah membicarakannya,

89
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

sebagaimana mereka juga berbicara masalah hukum (fiqih) dan


syari’ah ”

(Dzan Al-Kalam, lembar 173-B)

Imam al-Harawi meriwayatkan dari ‘Aisyah bin Abdul Aziz,


katanya, saya mendengar Imam Malaik berkata:

“Hindarilah bid’ah”

Kemudian ada orang yang bertanya,

“Apakah bid’ah itu, wahai Abu Abdillah?”

Imam Malik menjawab:

“Penganut bid’ah itu adalah orang-orang yang membicarakan


masalah nama-nama Allah, sifat-sifat Allah, kalam Allah, ilmu
Allah, dan qudrah Allah Mereka tidak mau bersikap diam (tidak
memperdebatkan) hal-hal yang justru para Sahabat dan Tabi’in
tidak membicarakannya ”

(Dzan Al-Kalam, lembar 173)

Imam Abu Nu’aim meriwayatkan dari Imam Syafi’i, katanya, Imam


Malik bin Anas, apabila kedatangan orang yang dalam agama
mengikuti seleranya saja, beliau berkata:

“Tentang diri saya sendiri, saya sudah mendapatkan kejelasan


tentang agama dari Rabbku Sementara anda memilih ragu-ragu
Pergilah saja kepada orang-orang yang masih ragu-ragu, dan
debatlah dia ”

(Al-Hilyah, VI/324)

Imam Ibn ‘Abdil Bar meriwayatkan dari Muhammad bin Ahmad al-
Mishri al-Maliki, di mana ia berkata dalam bab al-Ijarat dalam
kitab al-Khilaf, Imam Malik berkata:

90
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

“Tidak boleh menyebarkan kitab-kitab yang ditulis oleh orang-


orang yang dalam beragama hanya mengikuti hawa nafsu, bid’ah
dan klenik; dan kitab-kitab itu adalah kitab-kitab penganut kalam,
seperti kelompok Mu’tazilah dan sebagainya ”

(Jami’ Bayan al-’Ilm wa Al-Fadhilah, hal 416-417)

Sumber: http://www almanhaj or id/content/1885/slash/0

Imam Asy-Syafi’i Tentang Ilmu Kalam

Al-Imam Ahmad berkata,

“Adalah Al-Imam Asy-Syafi’i apabila telah mantap sebuah hadits di


sisinya, ia menjadikannya sebagai pendapatnya Sebaik-baik
sifatnya adalah bahwa beliau tidak menyukai ilmu kalam, akan
tetapi semangatnya hanya fiqih ”

(Tawali At-Ta’sis hal 108)

Abu Tsaur dan Husain bin ‘Ali Al-Karabisiy, keduanya berkata:


Kami pernah mendengar Asy-Syafi’i berkata,

“Menurutku hukuman yang pantas untuk ahli ilmu kalam adalah


dipukuli dengan pelepah kurma, dinaikkan di atas unta, dan
dibawa keliling ke tengah-tengah khalayak ramai, lalu diserukan
[kepada mereka]: Inilah balasan bagi orang-orang yang
meninggalkan al-kitab dan as-sunnah dan memilih ilmu kalam ”

(Tawali At-Ta’sis hal 111)

Abu Nu’aim Al-Jurjaniy, ia berkata: Ar-Rabi’ pernah berkata


kepadaku:

Seorang laki-laki pernah bertukar pandangan dengan Asy-Syafi’i


dalam suatu masalah hingga mendalam Asy-Syafi’i dengan
tenang menjawab dan selalu unggul Lalu laki-laki itu beralih
kepada ilmu kalam dalam pembicarannya, maka Asy-Syafi’i

91
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

berkata kepadaku, “Ini bukan golongan kita Ini menyangkut ilmu


kalam, saya bukan pemilik ilmu kalam, dan masalahnya sudah
tidak berhubungan ”

(Tawali At-Ta’sis hal 112)

Sumber: http://ibnabid wordpress com/2007/06/03/al-imam-asy-


syafii-dan-ilmu-kalam/

[lihat: Tawali At-Ta’sis li Ma’ali Muhammad bin Idris oleh Al-Hafizh


ibnu Hajar Al-’Asqalani (dapat didownload di
http://www waqfeya com/open php?cat=17&book=618) Edisi
terjemahan kitab ini oleh penerbit Cendikia dengan judul
Manaqib Imam Syafi’i]

Imam Ahmad Tentang Ilmu Kalam

Berkata Imam Ahmad:

“Janganlah kalian bermajelis dengan ahlul kalam, walaupun ia


membela sunnah Karena urusannya tidak akan membawa
kebaikan!”

(Al-Ibanah, juz 2/540 melalui nukilan Lamu ad-Duur Minal Qaulil


Ma’tsur, Syaikh Jamal Ibnu Furaihan, hal 40)

Berkata Abdul Harits:

“Aku mendengar Abu Abdillah berkata: “Jika engkau melihat


seseorang menyukai ilmu kalam, maka berhati-hatilah kalian
dengannya”

(Idem)

Sumber: http://www assalafi net/print php?id_artikel=737

92
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Mewaspadai Penyeru Kebinasaan

Jalan-jalan kesesatan jumlahnya sangat banyak dan bentuknya


pun bermacam-macam Demikian banyaknya sampai masyarakat
sulit membedakan mana yang benar dan mana yang salah Salah
satunya adalah ilmu filsafat

Pada pembahasan sebelumnya telah disebutkan beberapa point


yang menunjukkan keharusan berhati hati dalam mengambil ilmu
sebagaimana tersebut dalam ayat:

“Adapun yang dalam hatinya terdapat penyelewengan (dari


kebenaran) maka mereka mengikuti apa yang belum jelas dari
ayat-ayat itu, (mereka) inginkan dengannya fitnah dan ingin
mentakwilkannya Padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya
kecuali Allah ” (Ali ‘Imran: 7)

“Aisyah mengatakan: Ketika Nabi membaca ayat ini, beliau


bersabda: “Jika kalian melihat orang-orang yang mengikuti ayat-
ayat mutasyabihat (yang tidak jelas maksudnya) maka merekalah
yang disebut oleh Allah, maka hati-hatilah ” (Shahih, HR Al-
Bukhari dan Muslim)

Jelaslah, bahwa akan ada dari umat ini orang-orang mengikuti


ayat-ayat yang mutasyabihat saja dengan tujuan agar mereka bisa
menyelewengkan semau mereka, dan mereka sebarkan di
kalangan umat untuk menyesatkan mereka dari jalan yang lurus,
baik mereka sadari ataupun tidak Padahal semestinya ayat-ayat
yang semacam itu kita fahami maknanya sesuai dengan ayat yang
muhkamat (yang sudah jelas maknanya) sehingga tidak terkesan
ada pertentangan antara ayat Al Qur`an

Inilah cara yang benar dalam memahami ayat Dalam hadits,


ketika Nabi menyebutkan adanya kebaikan lalu adanya kaum yang
menjalani selain Sunnah Nabi dan mengambil selain petunjuknya,

93
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

ditanya oleh Hudzaifah katanya: “Apakah setelah kebaikan ini ada


kejelekan lagi?” Beliau menjawab:

“Ya, para da’i yang berada di pintu-pintu jahannam Barangsiapa


menyambut mereka, akan dilemparkan ke dalamnya ”

Hudzaifah berkata: “Wahai Rasulullah, berikan sifatnya kepada


kami ” Jawabnya: “Ya, sebuah kaum dari kulit kita dan berbicara
dengan bahasa kita…” (Shahih, HR Al-Bukhari dan Muslim)

Demikian Nabi memberitakan akan adanya para da’i yang


mengajak ke neraka jahannam, sehingga dalam hadits lainpun
beliau mengatakan:

“Sesunggguhnya yang aku takutkan atas umatku adalah para


pemimpin yang menyesatkan ” (Shahih, HR At-Tirmidzi dan yang
lain dari Tsauban z dishahihkan As-Syaikh Al-Albani dalam Silsilah
Ash-Shahihah no 1582)

Hadits-hadits tersebut menunjukkan perhatian Nabi kepada kita


di mana beliau sangat mengkhawatirkan kesesatan umatnya
dengan sebab mengikuti para da’i yang membawa pemikiran atau
ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran Nabi Karena inilah
penyebab hancurnya agama

Abdullah bin Al-Mubarak mengatakan: “Tidak merusak agama ini


kecuali raja-raja, ulama yang jelek dan ahli ibadah yang jelek ”
(Syarh Al-’Aqidah Ath-Thahawiyah hal 204)

Oleh karenanya, perlu dijelaskan jenis-jenis manusia yang harus


diwaspadai ketika kita mengambil ilmu sebagaimana disebutkan
para ulama Di antara mereka adalah:

Ashabur Ra`yi, yaitu orang-orang yang memahami agama dengan


rasio mereka Termasuk di sini adalah orang-orang yang
menafsirkan ayat atau hadits dari akal mereka sendiri tanpa
merujuk kepada tafsir para ulama

94
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

“Umar bin Al-Khaththab mengatakan: “Jauhi oleh kalian Ashabur


Ra‘yi, mereka adalah para musuh As-Sunnah Hadits-hadits Nabi
tidak mampu mereka hafalkan, akhirnya mereka mengatakan
dengan akal sehingga sesat dan menyesatkan ” (Al-Intishar Li Ahlil
Hadits no 21)

Al-Ashaghir, yaitu orang-orang kecil Nabi bersabda:

“Di antara tanda hari kiamat ada tiga, salah satuya adalah
dituntutnya ilmu dari Al-Ashaghir ” (Shahih atau hasan, HR Ibnu
Abdil Bar dalam Jami’ Bayanil ‘Ilm hal 612 tahqiq Abul Asybal dan
dihasankannya, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Salim Al-Hilali dalam
Bashair Dzawisy Syaraf hal 41)

Abdullah bin Mas’ud mengatakan, jika ilmu datang dari Al-


Ashaghir maka mereka akan binasa (Jami’ Bayanil ‘Ilm hal 616)
Abdullah bin Al-Mubarak ditanya tentang makna Al-Ashaghir,
katanya, yaitu orang yang berpendapat (dalam masalah agama)
dengan pendapat mereka sendiri… yakni ahlul bid’ah (Jami’
Bayanil ‘Ilm hal 612) Karena memang ahlul bid’ah kecil dalam hal
ilmu

Sebagian ulama yang lain mengatakan yang dimaksud adalah yang


tidak punya ilmu (Jami’ Bayanil ‘Ilm hal 617) Yang lain lagi
mengatakan: “Bisa jadi yang dimaksud adalah orang yang tidak
terhormat, dan hal itu tidak terjadi kecuali karena ia membuang
agama dan kehormatannya Adapun yang selalu menjaga
keduanya pasti dia akan terhormat ” (Al-I’tisham, 2/682)

Ahlul Bid’ah, seseorang bisa dikatakan sebagai ahlul bid’ah jika ia


menyelisihi hal-hal yang telah disepakati oleh Ahlussunah wal
Jamaah (Al-Farqu Bainal Firaq hal 14-15) Ibnu Taimiyyah
menjelaskan, bid’ah yang dengannya seseorang bisa dianggap
sebagai ahlul ahwa` (ahlul bid’ah) adalah sebuah bid’ah yang telah
masyhur di kalangan ahlul ilmi dan Ahlussunnah bahwa hal itu
menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah seperti bid’ah Khawarij,

95
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Syi’ah, Qadariyyah dan Murji‘ah (Majmu’ Fatawa, 35/414 dari


Mauqif Ahlissunnah, 1/119) Maka jika kita ketahui bahwa
seseorang memiliki sebuah paham atau keyakinan yang masyhur
dan jelas menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah menurut pandangan
ulama Ahlussunnah atau menyelisihi sesuatu yang telah
disepakati oleh Ahlussunnah, maka ia tergolong ahlul bid’ah

Contoh yang paling jelas dalam hal ini seperti pribadi/ kelompok
yang memiliki pemahaman mengkafirkan mayoritas kaum
muslimin, menolak hadits-hadits ahad (bukan mutawatir) dalam
hal akidah, mencela sebagian shahabat Nabi, meremehkan
masalah tauhid, menolak sifat-sifat Allah, mengatakan Al Qur‘an
bukan Kalamullah, dan menafikan takdir

Seseorang yang mencari ilmu agama harus hati-hati dari orang


yang semacam ini Allah berfirman:

“Dan janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain ” (Al-An’am:


153)

Seorang tabi’in bernama Mujahid menafsirkan ayat ini, katanya:


“(Yang dimaksud adalah) bid’ah dan syubhat-syubhat ” (Al-Bid’ah,
Dhowabituha … hal 12)

Al-Imam Malik mengatakan: “Ilmu tidak boleh diambil dari empat


orang –di antaranya– : seorang ahli bid’ah yang mengajak kepada
bid’ahnya” (Jami’ Bayanil ‘Ilm hal 821) Dan banyak lagi dalil atau
ucapan salaf di dalam hal ini

Ahli filsafat Yang dimaksud di sini adalah orang-orang yang


berusaha memahami perkara-perkara agama melalui teori-teori
filsafat yang berasal dari Yunani yang mereka namakan dengan
‘Ushuluddin’

Masalah penimbangan amal di akhirat kelak, misalnya Menurut


mereka –dengan teori filsafat–, amal bukanlah dzat yang berujud
sehingga tidak bisa ditimbang

96
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Walhasil dengan pemahaman ini, mereka mengingkari nash-nash


tentang timbangan amal Padahal menurut pemahaman yang
benar, kita wajib meyakininya karena Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu

Memahami agama melalui teori atau kaidah filsafat jika kebetulan


sesuai dengan kebenaran maka tidak akan menyampaikan kepada
kemantapan dalam berakidah, karena akan selalu tergoyahkan
dengan teori lainnya yang menurut orang lain atau menurut dia
sendiri di waktu lain lebih kuat

Sampai-sampai salah seorang dari mereka mengatakan: “Aku


berbaring di atas tempat tidurku dan aku tutupkan selimut di atas
wajahku lalu aku adu antara dalil-dalil mereka (ahli filsafat),
sampai terbit fajar dan aku tidak mendapatkan mana yang lebih
kuat ” (Syarah Al-’Aqidah Ath-Thahawiyah hal 209)

Oleh karenanya para ulama Ahlussunnah dari dulu sampai


sekarang sangat keras melarang ‘ilmu’ ini dan mewaspadai orang-
orangnya Sampai-sampai, hampir tidak satu kitab pun dari kitab-
kitab Ahlussunnah yang membahas akidah kecuali mencela
filsafat Bahkan tidak sedikit mereka yang menulis buku secara
khusus mengingatkan umat tentang bahayanya filsafat

Abu Yusuf, murid Abu Hanifah mengatakan: “Barangsiapa yang


mencari ilmu agama dengan ‘ilmu’ kalam (filsafat), ia akan
menjadi zindiq (orang yang menyembunyikan kekafiran) ” (Syarh
Al-’Aqidah Ath-Thahawiyah hal 209)

Adz-Dzahabi mengatakan: “Barangsiapa ingin menggabungkan


antara ilmu para Nabi r dan ‘ilmu’ para filosof dengan
kepandaiannya, maka ia pasti menyelisihi mereka semua ”
(Mizanul I’tidal, 3/144 dari Al-Intishar, hal 97)

97
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Oleh karenanya para tokoh filsafat dari muslimin menyesali


tenggelamnya mereka ke dalam ‘ilmu’ filsafat seperti Al-Ghazali,
Ar-Razi, Asy-Syihristani, Al-Juwaini dan yang lain Sebetulnya
penyesalan mereka itu cukup sebagai pelajaran bagi yang
menginginkan keselamatan akidahnya, dan –demi Allah– cukup
baginya merenungi dan mentadabburi firman Allah:

“Apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya kami telah


menurunkan kepadamu Al-Qur`an yang dibacakan kepada
mereka, sesungguhnya di dalamnya terdapat rahmat yang besar
dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman ” (Al-’Ankabut: 51)

“Katakanlah wahai Nabi: ‘Sesungguhnya aku hanya


memperingatkan kalian dengan wahyu’ ” (Al-Anbiya: 45)

Jalan para rasul adalah wahyu, bukan filsafat

Orang-orang yang memiliki sifat-sifat berikut: tidak ikhlas dalam


berilmu tapi mengharapkan harta duniawi, kedudukan atau
jabatan dengan ilmunya, yang mencampur antara kebenaran dan
kebatilan, dan yang tidak mengamalkan ilmunya Karena ini
adalah sifat-sifat ulama Yahudi sehingga jika ada ulama muslim
yang semacam itu berarti ia menyerupai Yahudi dan termasuk
ulama yang jelek (Syarh Ushulus Sittah, Al-Ubailan hal 16) Ibnu
Qudamah berkata: “Ulama yang jelek adalah yang punya maksud
dengan ilmunya untuk bernikmat-nikmat dengan dunia dan
mencapai kedudukan di sisi ahli dunia ” (Mukhtashar Minhajil
Qashidin hal 35)

Para pengikut aliran tarekat sufi yang meyakini bahwa Allah tidak
di atas langit tapi di mana-mana, atau bersatu dengan para wali
Mereka memiliki amalan-amalan dzikir yang tata caranya mereka
buat sendiri dan bukan berasal dari ajaran Nabi Ini sesungguhnya
termasuk ahlul bid’ah

98
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Orang-orang yang mengaku muslim tapi terpengaruh paham-


paham sosialis, sekularis, materialis atau sejenisnya Atau orang-
orang kafir orientalis misalnya

Semua itu mesti kita hindari, dan hal ini sebetulnya jelas Namun
kita sebutkan karena adanya sebagian muslimin yang lengah
dalam masalah ini atau menyepelekannya sehingga belajar ilmu
agama Islam dari mereka Bahkan yang sangat disayangkan ada
pula yang berbangga dengan guru-guru yang semacam itu
Padahal dalam pepatah Arab disebutkan “orang yang tidak punya
tidak bisa memberi ”

Akibat buruk yang nyata dari perbuatan ini adalah munculnya


orang-orang yang phobi terhadap Islam seperti gerakan JIL
(Jaringan Islam Liberal) misalnya Mereka sesungguhnya tidak
menyebarkan Islam tapi justru meruntuhkan Islam dan membikin
keraguan terhadap agama Islam dan ajaran-ajarannya

Semoga Allah memusnahkan atau mempersedikit orang-orang


semacam ini, dan sebaliknya memperbanyak ahlul haq dan
melindungi kaum muslimin dari fitnah-fitnah yang menyesatkan

Wallahu a’lam

99
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Landasan Beragama Ulama Syafi’iyyah

Oleh: Ustadz Dr Muhammad Nur Ihsan, MA ِ‫خفظه هللا‬

MUQODDIMAH

[ Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa


dilimpahlkan kepada Nabi Muhammad ِ‫صلي هللا عليه وسلم‬, keluarga
dan sahabatnya ‫] رضي هللا عنهم‬

Mengenal landasan beragama atau sumber ber-agama (mashdar


talaqqi) merupakan perkara yang sangat urgen, karena lurusnya
sumber beragama dan benarnya mashdar talaqqi sangat
menentukan keberadaan seseorang atau suatu jama’ah dalam
memahami permasalahan-permasalahan agama dan
mengamalkannya Mashdar talaqqi sangat berpengaruh dalam
menentukan alur pemikiran mereka dalam mencari kebenaran

Oleh karena itu, merupakan keistimewaan ahlussunnah wal


jama’ah, bahwa sumber ber-agama mereka dalam seluruh
permasalahan agama sangatlah lurus dan benar sehingga me-reka
selamat dari bermacam-macam kebatilan dan pertentangan yang
menimpa ahlulbid’ah wal ahwa’ Sebabnya tiada lain adalah
ahlussun-nah menjadikan al-Qur’an dan Sunnah landasan utama
dan sumber pengambilan dalil (rujukan) dalam segala
permasalahan agama baik aqidah, ibadah, maupun akhlak
Mereka selalu berputar bersama keduanya Mereka tidak
membuat cara baru dan sumber yang bid’ah dalam beragama dari
diri mereka sendiri, seperti mimpi-mimpi, akal/logika, ilmu kalam,
filsafat, dan lain-lain dari sumber yang bid’ah Al-Imam al-Auza’i
‫ رحمه هللا‬berkata:

ُِ ‫ُور معِ السُّنَ ِِة حي‬


ِْ‫ْث دارت‬ ُِ ‫نُد‬

“Kami (ahlussunnah) berputar bersama Sunnah ke mana pun ia


berputar ”[1]

100
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Kemudian mereka dalam memahami al-Qur’an dan Sunnah selalu


kembali kepada pemahaman salaf sholih, sehingga hal ini menjadi
syi’ar me-reka dalam beragama Nah, sumber (landasan) ini
pulalah (al-Qur’an dan Sunnah sesuai de-ngan pemahaman salaf)
yang dijadikan oleh ula-ma syafi’iyyah yang setia berjalan di atas
manhaj al-Imam asy-Syafi’i sebagai landasan dalam se-luruh
perkara agama

DALIL YANG MEWAJIBKAN KEMBALI KEPADA

AL-QUR’AN DAN SUNNAH

Banyak sekali dalil dari al-Qur’an dan hadits yang mewajibkan


berpegang teguh kepada al-Qur’an dan Sunnah serta kembali
kepada ke-duanya dalam segala permasalahan agama, di
antaranya sebagai berikut:

‫الرسُولِ وأُوْ لِي األ ْم ِِر مِ نكُ ِْم ف ِإن تناز ْعتُ ِْم فِي‬
َ ِْ‫يا أيُّها الَذِينِ آمنُواِْ أطِ يعُواِْ ّللاِ وأطِ يعُوا‬
ْ
ًِ‫اّلل والْيوْ ِِم اآلخِ ِِر ذلِكِ خيْرِ وأحْسنُِ تأ ِويل‬ ِِ ِ‫الرسُو ِِل إِن كُنتُ ِْم تُؤْ مِ نُونِ ب‬
َ ‫ّللا و‬
ِِ ‫يءِ ف ُردُّوهُِ إِلى‬
ْ ‫ش‬
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh dan taatilah
Rosul(Nya), dan ulil amri di antara kamu Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Alloh (al-Qur’an) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-
benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian Yang demikian
itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik aki-batnya ” (QS an-Nisa’
[4]: 59)

ِ‫قُ ِْل إِن كُنتُ ِْم تُحِ بُّونِ ّللاِ فاتَبِعُونِي يُحْ بِبْكُ ُِم ّللاُِ ويغْف ِِْر لكُ ِْم ُذنُوبكُ ِْم وّللاُِ غفُورِ َرحِ يمِ ُق ْل‬
ِ‫ب الْكاف ِِرين‬ُِّ ِ‫الرسُولِ ف ِإن تولَوْ اِْ ف ِإنَِ ّللاِ لِ يُح‬
َ ‫أطِ يعُواِْ ّللاِ و‬
Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Alloh, ikutilah
aku, niscaya Alloh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu,
Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ” Katakanlah,
“Taatilah oleh kamu Alloh dan Rosul, jika kamu berpaling (dari
ketaatan kepada Alloh dan Rosul-Nya) maka sesung-guhnya Alloh
tidak mencintai orang-orang yang ka-fir ” (QS Ali Imron [3]: 31-32)

101
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Rosululloh ‫ صلي هللا عليه وسلم‬bersabda:

ِِ ‫ وش َِر األ ُ ُم‬,ِ‫ْي ُمح َمد‬


‫ وكُ َِل‬,‫ور ُمحْ دثاتُها‬ ِ ‫ وخيْرِ الْه ْد‬,‫ّللا‬
ُِ ‫ي ِ هد‬ َِِ ‫اب‬ ِِ ‫ف ِإنَِ خيْرِ الْحدِي‬
ُِ ‫ث كِت‬
‫ِبدْعةِ ضلل ِة‬

“Maka sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kalamulloh


(al-Qur’an) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad
(Sunnah), sejelek-jelek perkara adalah yang baru (bid’ah) dan
setiap bid’ah adalah sesat “[2]

Dan sabda Rosululloh ‫صلي هللا عليه وسلم‬:

(‫ّللا…)الحديث‬ ُِ ‫وق ِْد تركْتُِ فِيكُ ْمِ ما لنِْ ت ِضلُّوا بعْدهُِ إِنِْ اعْتص ْمتُ ِْم بِ ِِه كِت‬
َِِ ‫اب‬

“Sungguh telah kutinggalkan kepadamu sesuatu yang kamu tidak


akan tersesat selamanya selagi kamu berpegang teguh kepadanya,
yaitu Kitabulloh (al-Qur’an)… ”[3]

Dalam riwayat lain:

ِ‫ي‬ َِِ ِ‫ كِتاب‬:‫ْن لنِْ ت ِضلُّوا بعْدهُما‬


ْ ‫ّللا وسُنتِـ‬ ِِ ‫ي ق ِْد تركْتُِ فِيكُ ِْم شيْئي‬
ِْ ِ‫إِن‬

“Sesungguhnya aku telah me-ninggalkan kepadamu dua perkara


yang kamu tidak akan tersesat selamanya setelah keduanya:
Kitabulloh dan sunnahku “[4]

Itulah sebagian dari ayat dan hadits yang me-wajibkan kita


mengikuti al-Qur’an dan Sun-nah Bahkan jika kita membaca al-
Qur’an dan Sunnah niscaya akan didapatkan puluhan dalil yang
menjelaskan hal ini Sebab itu, al-Imam al-Lalika’i (wafat 418 H)—
salah seorang ulama syafi’iyyah—mengatakan, “Kami tidak
mendapatkan di dalam Kitabulloh dan sunnah Rosululloh ‫صليِ هللا‬
‫ عليه وسلم‬serta perkataan para sahabat ke-cuali perintah untuk
ittiba’ (mengikuti al-Qur’an dan Sunnah) dan celaan/larangan
memaksakan diri dan melakukan bid’ah ”[5]

102
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Perintah dan seruan dalam dalil-dalil di atas untuk mengikuti al-


Qur’an dan Sunnah, sung-guh telah diterima dan diamalkan oleh
ulama Islam dari seluruh madzhab, di antara mereka adalah para
ulama syafi’iyyah sehingga me-reka selalu menjadikan al-Qur’an
dan Sunnah sebagai landasan beragama dan sumber
pen-gambilan hukum, berikut sebagian perkataan mereka yang
menjelaskan hal ini:

Imam Ibnu Khuzaimah(wafat 311 H) berkata:

ُ‫الديْنِ التِباع‬
ِ َِ‫ِإن‬

“Sesungguhnya agama (asasnya) adalah ittiba’ (mengikuti al-


Qur’an dan Sunnah, Pen ) ”[6]

Al-Imam al-Ajurri (wafat 360 H) di dalam kitab-nya al-Syari’ah


menulis sebuah bab yang ber-judul: “Bab: perintah untuk
berpegang teguh kepada Kitabulloh dan sunnah Rosululloh ‫صلي هللا‬
‫ عليه وسلم‬dan sunnah para sahabat beliau, serta mening-galkan
bid’ah, logika, dan perdebatan dalam hal yang menyelisihi al-
Qur’an dan Sunnah serta perkataan para sahabat ”

Kemudian beliau menyebutkan hadits-hadits dan atsar-atsar yang


menjelaskan hal itu [7]

Al-Imam al-Lalika’I‫ رحمه هللا‬berkata dalam muqoddimah kitabnya


Syarh Ushul I’tiqod Ahl al-Sunnah: “Perkataan yang paling agung
serta hujjah yang paling jelas dan masuk akal adalah: Kitabulloh
yang benar lagi nyata, kemudian perkataan (sunnah) Rosululloh
‫ صلي هللا عليه وسلم‬dan (perkataan) para sa-habat beliau yang baik
lagi bertakwa, kemudian apa yang disepakati oleh salaf sholih,
kemudian berpegang teguh kepada seluruhnya dan tegak
(istiqomah) di atasnya sampai hari kiamat, ke-mudian
meninggalkan bid’ah dan mendengar-kannya dari apa apa yang
diada-adakan oleh orang-orang yang sesat… ”[8]

103
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Al-Imam Abu Muzhoffar as-Sam’ani (wa-fat 489 H)—setelah


menyebutkan sebagian dalil yang memerintahkan untuk
mengikuti al-Qur’an dan Sunnah—berkata: “Apabila telah tetap
bahwa kita diperintahkan untuk ittiba’ (mengikuti) dan berpegang
teguh kepada atsar (sunnah) Nabi dan mengikuti apa yang
disyari’atkan kepada kita dari agama dan sun-nah, maka tidak ada
cara (jalan) untuk sampai kepada ini kecuali dengan nukilan dan
hadits dengan mengikuti hadits-hadits yang diriwayat-kan oleh
para perawi yang terpercaya dan adil dari kalangan umat ini dari
Rosululloh ‫ صلي هللا عليه وسلم‬dan para sahabatnya dan orang yang
datang sepen-inggalnya Maka sekarang kami akan jelaskan
perkataan ahlussunnah, ‘Sesungguhnya jalan (untuk mengenal)
agama adalah as-sam’u (da-lil) dan atsar (perkataan sahabat),
adapun jalan logika dan kembali kepadanya serta memban-gun
dalil-dalil di atasnya adalah tercela dalam syari’at (agama) dan
terlarang '”[9]

Beliau juga berkata: “Sesungguhnya Alloh me-negakkan dan


membangun agama-Nya di atas ittiba’, dan menjadikannya
diketahui dan diteri-ma dengan akal, maka di antara agama ada
yang bisa dicerna akal dan ada tidak bisa dicerna akal, dan ittiba’
(mengikuti) adalah wajib dalam se-muanya ”[10]

Itulah sebagian perkataan ulama syafi’iyyah yang menjelaskan


bahwa landasan beragama adalah al-Qur’an dan Sunnah, bukan
logika, ilmu kalam, filsafat, mimpi-mimpi, dan lain-lain Ini-lah
rahasia keselamatan dan kesatuan ahlussun-nah wal jama’ah
dalam beragama Karena itu, tidak ditemukan dalam aqidah
mereka pertentangan (kontroversi), bahkan apa yang mereka
katakan dan tuliskan dalam karya ilmiah mere-ka—sekalipun
redaksinya berbeda—maknanya sama seolah-olah keluar dari
lisan yang satu

104
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Betapa bagusnya ungkapan al-Imam Abu Muzhoffar as-Sam’ani


‫— رحمه هللا‬beliau adalah salah seorang ulama syafi’iyyah—yang
mengatakan, “Jika kamu memperhatikan (membaca) semua kitab
karya mereka (ahlussunnah) dari pertama sampai terakhir, yang
klasik dan kontemporer, sedang zaman mereka berbeda dan
tempat ting-galnya berjauhan, masing-masing tinggal di tem-pat
yang terpisah, niscaya kamu dapati mereka menjelaskan aqidah
(prinsip-prinsip agama) dengan metode yang sama dan cara yang
tidak berbeda Mereka mengikuti sebuah metode yang tidak akan
melenceng dan condong darinya Per-kataan mereka dalam hal
tersebut satu Kamu tidak mendapati kontradiksi dan perbedaan
di antara mereka dalam suatu perkara sedikit pun, bahkan jika
kamu kumpulkan apa yang keluar dari mulut mereka dan apa
yang mereka nukil-kan dari salaf (pendahulu) mereka, niscaya
kamu dapati seolah-olah hal (perkataan) itu keluar dari satu hati
dan muncul dari satu lisan ”[11]

Adakah bukti yang lebih nyata yang men-jelaskan akan kebenaran


daripada hal ini? Nah, apakah rahasia dan penyebab yang
menjadikan mereka bersatu dalam aqidah dan prinsip-prin-sip
beragama? Tiada lain adalah karena mereka semuanya
mengambil agama dari sumber yang sama, yaitu al-Qur’an dan
Sunnah Adapun orang-orang yang mengambil aqidah dan
aga-manya dari selain al-Qur’an dan Sunnah, seperti akal, logika,
mimpi dan lain-lain, maka mereka selalu berada dalam
perselisihan yang tajam dan kontradiksi yang dahsyat Sekalipun
hingga habis umur mereka tidak pernah bersatu dalam aqidah
dan prinsip-prinsip beragama Kamu menyangka mereka bersatu
padahal hati mereka bercerai-berai dan bermusuhan Tentu ini
adalah bukti kebatilan yang nyata dan kesesatan yang jauh Alloh
Ta’ala berfirman:

ْ ‫ّللا لوجدُواِْ فِي ِِه‬


ً‫اختِلفِا ً كثِيرِا‬ ِِ ‫ولوِْ كانِ مِ نِْ عِن ِِد غي ِِْر‬

105
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

“Kalau kiranya al-Qur’an itu bukan dari sisi Alloh, tentulah mereka
mendapat pertentangan yang ba-nyak di dalamnya ” (QS an-
Nisa’ [4]: 82)

Al-Imam Abu Muzhoffar as-Sam’ani menjelaskan lebih lanjut


seraya berkata: “Dan penyebab kesepakatan ahlulhadits
(ahlussun-nah) adalah bahwa mereka mengambil agama dari al-
Kitab dan Sunnah serta naql (riwayat), sehingga mewariskan
kepada mereka kesepaka-tan dan kesatuan, sedangkan
ahlulbid’ah men-gambil agama dari akal/logika dan pemikiran,
maka (logika tersebut) menimbulkan bagi me-reka perpecahan
dan perselisihan, karena naql (dalil) dan riwayat dari para perawi
yang terpecaya dan ternama jarang berbeda, jika terdapat
berbedaan dalam lafal dan kalimat maka perbedaan tersebut
tidak membahayakan agama dan merusaknya, adapun dalil dalil
akal/logika maka jarang sepakat/bersatu, bahkan akal/logi-ka
setiap manusia menilai apa yang tidak dinilai oleh yang lain ”[12]

MEMAHAMI AL-QUR’AN DAN SUNNAH Berdasarkan MANHAJ


SALAF

Dari beberapa nukilan di atas kita simpulkan juga bahwa


ahlussunnah dalam kembali kepa-da al-Qur’an dan Sunnah selalu
berjalan di atas manhaj salaf sholih yaitu para sahabat, tabi’in,
dan tabi’ tabi’in, inilah metode yang benar dan jalan yang lurus
dalam memahami al-Qur’an dan Sunnah Berikut sebagian dalil
dari al-Qur’an dan Sunnah yang menjelaskan kebenaran man-haj
yang mulia ini:

ِ‫ّللا عنْ ُه ْم‬


ُِ ِ‫ار والَذِينِ اتَبعُوهُم ِب ِإحْسانِ َر ِضي‬ ِ ‫والسَا ِبقُونِ األ َولُونِ مِ نِ الْ ُمه‬
ِِ ‫اج ِرينِ واألنص‬
‫ار خا ِلدِينِ فِيها أبدِاً ذلِكِ الْفوْ زُِ الْعظِ ي ُِم‬
ُِ ‫جْري تحْ تها األنْه‬
ِ ‫ت‬ ‫ات‬
ِ َ‫ورضُواِْ عنْهُِ وأع َِد ل ُه ِْم جن‬

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk


Islam) dari golongan muhajirin dan anshor dan orang-orang yang
mengikuti mereka dengan baik, Alloh ridho kepada mereka dan
mereka pun ridho kepada Alloh dan Alloh menyediakan bagi

106
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya


selama-lamanya Mereka kekal di dalam-nya Itulah kemenangan
yang besar ” (QS at-Taubah [9]: 100)

Dalam ayat ini Alloh Ta’ala mensyaratkan bagi orang-orang yang


datang setelah sahabat, untuk mendapatkan ridho Alloh dan
surga-Nya dengan mengikuti para sahabat dengan baik Maka ini
menjelaskan kewajiban untuk mengi-kuti jalan para sahabat

‫الرسُولِ مِ ن بعْ ِِد ما تبيَنِ لهُِ الْهُدى ويتَبِعِْ غيْرِ سبِي ِِل الْ ُمؤْ مِ نِينِ نُو ِل ِِه ما‬
َ ‫ِق‬ِِ ‫ومن يُشاق‬
ً‫ص ِل ِِه جهنَمِ وساءتِْ م ِصيرِا‬ ْ ُ‫تولَى ون‬

“Dan barang siapa yang menentang Rosul sesudah jelas


kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-
orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang
telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam,
dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali ” (QS an-Nisa’
[4]: 115)

Nah, orang yang pertama dan utama yang di-maksud dengan


orang-orang mukmin dalam ayat ini adalah para sahabat
Rosululloh ‫ صلي هللا عليه وسلم‬dan orang-orang yang mengikuti jalan
mereka de-ngan baik sampai hari kiamat Di antara hadits yang
menjelaskan kemuliaan manhaj salaf dan kewajiban mengikutinya
ialah sebagai berikut:

ِ‫اس ق ْرنِي ثُ َِم الَذِينِ يلُون ُه ِْم ثُ َمِ الَذِينِ يلُون ُه ْم‬
ِ ِ َ‫خي ُِْر الن‬

“Sebaik baik manusia adalah kurunku (generasiku), kemudian


orang yang datang setelah mereka, kemu-dian orang yang datang
setalah mereka“ [13]

Hadits ini menjelaskan bahwa mereka (salaf sholih) adalah


generasi yang terbaik secara mut-lak dalam seluruh perkara
agama, karena kalau kebaikkan itu hanya pada sebagian perkara
saja tentu mereka bukanlah generasi yang terbaik [14]

107
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Dan dalam hadits perpecahan umat menjadi 73 golongan yang


semuanya celaka kecuali satu golongan, Rosululloh ‫صلي هللا عليه وسلم‬
menjelaskan sifat mere-ka (satu golongan yang selamat tersebut,
Red ):

ِْ ِ‫) ماأنا عليْ ِِه وِ أصْحاب‬:‫)وهِيِ الْجماعةُِ( وفي روايه‬


(‫ي‬

“Yaitu ‘jama’ah‘ ”[15] Dalam riwayat lain: “Apa yang diikuti olehku
dan para sahabatku ”[16]

Yang dimaksud dengan “jama’ah” dalam hadits ini adalah yang


mengikuti kebenaran sekalipun jumlahnya minoritas dan
mayoritas manusia menyelisihinya, sebagaimana yang dijelaskan
oleh Abdulloh bin Mas’ud ‫ رضي هللا عنه‬dalam perkataan-nya,
“Jama’ah adalah yang sesuai dengan kebe-naran sekalipun Anda
sendirian ”

Dalam hadits di atas Rosululloh ‫ صلي هللا عليه وسلم‬men-jelaskan


bahwa golongan yang selamat adalah golongan yang mengikuti
kebenaran dan sunnah beliau serta jalan para sahabatnya, hal ini
menjelaskan bahwa dalam memahami Islam dan
mengamalkannya wajib kembali kepada sunnah Rosululloh ‫صلي هللا‬
‫ عليه وسلم‬dan sunnah para sa-habatnya, itulah manhaj salafi yang
sejati

Inilah manhaj yang dijadikan oleh al-Imam asy-Syafi’I ‫ رحمه هللا‬dan


ulama syafi’iyyah sebagai landasan dalam beragama dan metode
yang di-ikuti dalam memahami al-Qur’an dan Sunnah Berikut ini
sebagian perkataan mereka yang mempertegas dan memperkuat
makna di atas: Imam Abu Muzhoffar as-Sam’ani ‫ رحمه هللا‬berkata:

ِ ‫ارِ أ ْه ِِل السُّنَ ِِة اتِباعُ ُه ِْم السَلفِ الصَالِحِ وت ْركُ ُه ِْم كُ َِل ماهُوِ ُمبْتدع ُمحْد‬
‫ث‬ ُ ‫وشِع‬
“Syi’ar ahlussunnah adalah mengikuti salaf sholih dan
meninggalkan hal-hal yang bid’ah (dalam agama) “ [17]

108
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Sebaliknya, syi’ar seluruh ahlulbid’ah adalah meninggalkan


madzhab salaf, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah ‫رحمه هللا‬:

ِِ ‫ع هُوِ ت ْركُِ انْتِحا ِِل اتِب‬


ِ‫اع السَلف‬ ِِ ‫ار أ ْه ِِل الْبِد‬
ُِ ‫إِنَِ شِع‬

“Sesungguhnya syi’ar ahlulbid’ah adalah meninggal-kan ittiba’


kepada (manhaj) salaf ”[18]

Imam Abu Utsman ad-Darimi (wafat 282 H) —menjelaskan


kedudukan tabi’in dan menyeru untuk mengikuti perkataan
mereka setelah perkataan para sahabat ‫— رضي هللا عنهم‬seraya
ber-kata: “Perkataan mereka (tabi’in) lebih pantas (baik) bagi
manusia daripada perkataan Abu Yusuf (murid senior al-Imam
Abu Hanifah) dan para sahabatnya, karena Alloh telah memuji
para tabi’in dalam al-Qur’an sebagaimana firman-Nya, Orang-
orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari
golon-gan muhajirin dan anshor dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Alloh ridho kepada mereka ’ Maka Alloh
telah ber-saksi (bagi mereka) dengan mengikuti para sahabat, dan
mendap-atkan keridhoan Alloh dengan mengikuti para sahabat
Muhammad ‫ صلي هللا عليه وسلم‬dan perkataan seluruh kaum
muslimin telah sepakat menamakan mereka sebagai tabi’in, dan
mereka senantiasa meriwayatkan dari mereka (tabi’in) dengan sa-
nad sebagaimana mereka meriwayatkan dari sahabat, mereka
berhujjah (berdalil) dengan mereka dalam perkara agama, mereka
meyaki­ni bahwa pendapat mereka lebih pantas (baik) dari
pendapat orang belakangan, disebabkan oleh nama yang mereka
dapatkan dari Alloh dan dari kaum muslimin yang menamakan
mereka sebagai ‘tabi’in (pengikut) sahabat Mu-hammad ‫صلي هللا‬
‫عليه وسلم‬, sampai Abu Salamah bin Abdur-rahman berkata kepada
Hasan al-Basri, ‘Jangan kamu berfatwa kepada manusia dengan
pendapatmu ’ Hasan menjawab, ‘Pendapat kami (tabi’in) lebih
baik bagi mereka daripada pen-dapat mereka terhadap diri
mereka sendiri '” [19]

109
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Al-Imam Abul Fath Nashr al-Maqdisi (wafat 490 H) berkata dalam


kitabnya yang ba-gus, al-Hujjah ‘Ala Tarik al-Mahajjah (1/125-126):
“Alloh sungguh telah mengabarkan tentang para sahabat dalam
banyak ayat al-Qur’an dan menjelaskan kredibilitas mereka serta
menepis seluruh syubhat (keraguan) tentang mereka, begitu juga
Rosul telah mengabarkan dan memerintahkan untuk kembali
kepada mereka, mengambil dari mereka, serta mengamalkan
perkataan mereka, sedang ia mengetahui apa yang akan terjadi
pada zaman ini dari berma-cam-macam bid’ah dan perbedaan
hawa nafsu Beliau tidak memerintahkan untuk berpegang teguh
kepada selain al-Qur’an dan sunnahnya serta sunnah para
sahabatnya —semoga Alloh meridhoi mereka —dan beliau
melarang kita dari bid’ah yang keluar dari itu dan apa yang
melampaui (melebihi) apa yang beliau dan para sahabatnya ikuti
Maka wajib atas kita meneri-ma apa yang diperintahkannya dan
meninggal-kan apa yang dilarang dan dicegahnya Di atas perkara
(manhaj) inilah para ulama dan imam yang terdahulu berjalan,
sampai muncul bid’ah yang diada-adakan ”

Dalam kitabnya yang bagus ini beliau menulis beberapa bab yang
menjelaskan keutamaan manhaj salaf dan perintah untuk
mengikutinya, di antaranya, “Bab: Perintah mengikuti para
sahabat dan salaf sholih ‫”رضي هللا عنهم‬, “Bab: Kewajiban mengikuti
sunnah Khulafa’ ar-Rosyidin”, “Bab: Keutamaan orang yang
mengikuti sunnah salaf dan sahabat Kemudian beliau
membawakan dalam setiap bab dalil-dalil yang
menjelaskannya '”[20]

Al-Imam Abu Utsman ash-Shobuni (wafat 449 H) —setelah


menyebutkan sebagian dari nama-nama ulama salaf, seperti
Malik, asy-Syafi’i, Ahmad, dan yang lain—mengatakan: “Dan saya
—berkat kemuliaan dari Alloh — mengikuti mereka, mengambil
penerangan dari cahaya-cahaya (ilmu) mereka

110
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Saya nasihati saudara-saudaraku dan sahabat-sahabatku agar


tidak menyimpang (keluar) dari jalan mereka, dan tidak mengikuti
selain perkataan mereka serta tidak menyibukkan diri dengan
perka-ra-perkara yang baru dan bid’ah yang telah menyebar,
muncul dan menjamur di kalangan kaum muslimin “[21] & [22]

Al-Imam Abui Hasan al-Asy’ari ‫ رحمه هللا‬berkata: “Ijma’


(kesepakatan) keempat puluh sembi-lan: Para ulama bersepakat
bahwa tidak boleh seorang pun keluar dari ucapan salaf dalam
apa yang mereka sepakati atau perselisihkan karena kebenaran
tidak akan keluar dari ucapan me-reka “[23]

Al-Khothib al-Baghdadi ‫ رحمه هللا‬berkata:

‫ْن‬ ْ ‫ِف م ْذهبِ السَلفِِ مِ نِْ أئِ َم ِِة الْـ ُم‬


ِ ‫سلِمِ ي‬ ُِ ‫مِ نِْ أعْظ ِِم الضَر ِِر إِثْباتُِ قولِ يُخال‬

“Termasuk kerusakan yang sangat parah adalah menetapkan


suatu ucapan yang menyelisihi madz-hab salaf dari para imam
kaum muslimin ”[24]

Al-Izzi bin Abdussalam ‫ رحمه هللا‬berkata:

‫ار أصْحا ِب ِِه الَ ِذيْنِ ش ِه ِد‬ ِِ ‫سو ِِل صلي هللا عليه وسلم واقْتِفاءِِ آث‬
ُ ‫الر‬
َ ‫اع‬ِِ ‫السَعادةُِ كُلُّها فِي اتِب‬
ِ‫ون‬ ُ ْ َ
ِ ‫ل ُه ِْم بِأن ُه ِْم خي ُِْر الق ُر‬
“Kebahagiaan yang sesungguhnya adalah dalam mengikuti
Rosululloh ‫ صلي هللا عليه وسلم‬dan mengikuti atsar para sahabat yang
direkomendasi bahwa mereka adalah sebaik-baik generasi ”

Beliau juga berkata

ِِ ‫الِقْتِدا ُِء بِالسَلفِِ أوْ لى مِ نِْ إِحْ دا‬


ِِ ‫ث الْبِد‬
‫ع‬

“Mengikuti salaf lebih utama daripada membuat-buat bid’ah ”[25]

Al-Hafizh as-Suyuthi‫ رحمه هللا‬berkata:

111
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

ً ‫ تكن عبدِاً صالحِا‬،‫ واجتنب المبتدعات المنكرات‬،‫فعليك يا أخي بالتباع لسلفك الصالح‬
‫ق ذلك كان متجره‬ِ ‫ وسلوك المنهاج الرابح؛ فإن من رز‬،‫ والسداد‬،‫واسأل ربك التوفيق‬
ً ‫متجرِاً رابحِا‬

“Maka hendaknya dirimu wahai saudaraku mengi-kuti jalan salaf


sholih dan hindarilah kebid’ahan dan kemungkaran, jadilah
hamba yang sholih dan minta-lah kepada Alloh taufiq dalam
menempuh jalan mu-lia ini, karena barang siapa dikaruniai hal itu
maka berarti diberi karunia yang sangat agung ”[26]

Itulah sebagian perkataan ulama syafi’iyyah yang menjelaskan


landasan mereka dalam be-ragama, yaitu kembali kepada al-
Qur’an dan Sunnah sesuai dengan manhaj salaf sholih Hal ini
menjelaskan bahwa kembali kepada madzhab (manhaj) salaf
dalam memahami agama bukanlah perkara yang bid’ah
sebagai-mana yang didengungkan oleh sebagian orang, bahkan ia
adalah pola hidup yang harus diikuti dan kebenaran yang harus
diterima Maka usaha yang dilakukan oleh Ahlussunnah wal
Jama’ah (Salafiyyun) untuk mengajak umat kembali ke-pada
manhaj salaf dalam beragama, tidak lain adalah bukti pengamalan
terhadap al-Qur’an dan Sunnah serta usaha untuk menelusuri
jejak ulama ahlussunnah dari segala madzhab (Maliki, Syafi’i,
Hanbali, dan Hanafi) yang sepakat dalam mengikuti madzhab
salaf

Demikian, semoga Alloh Ta’ala selalu mem-bimbing kita semua


untuk kembali kepada al-Qur’an dan Sunnah sesuai dengan
pemahaman salaf sholih Amin []

Sumber: Majalah AL FURQON No 111, Ed 08/ Th Ke-10 1432H,


hal 52-57

[1] Syarh Ushul I’tiqod Ahl al-Sunnah kar al-Lalika’i 1/64 no 47

[2] HR Muslim no 867

[3] HR Muslim no 1218

112
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

[4] HR al-Hakim dalam al-Mustadrok: 1/171 beliau


menshohihkannya, begitu juga Syaikh al-Albani dalam Shohih al-
Targhib wa al-Tarhib: 1/10

[5] Syarh Ushul I’tiqod Ahl al-Sunnah 1/23

[6] Lihat al-Faqih wa al-Mutafaqqih kar Al-Khotib al-Baghdadi:


1/388

[7] Al-Syari’ah hal 53

[8] Syarh Ushul I’tiqod Ahl al-Sunnah 1/7

[9] Fushul min Kitab al-Intishor li Ashhab al-Hadits hlm 4-5

[10] Fushul min Kitab al-Intishor li Ashhab al-Hadits hlm 78


Lihat juga al-Hujjah Fi Bayan al-Mahajjah kar al-lmam
Qowamussunnah (salah seorang ulama syafi’iyyah): 1/317

[11] Fushul min Kitab al-Intishor li Ashhab al-Hadits hlm 46 dan


al-Hujjah Fi Bayan al-Mahajjah 2/224-225

[12] Intishar li Ashhab al-Hadits hlm 47

[13] HR Muslim no 6635

[14] Lihat I’lam al-Muwaqqi’in kar Ibnul Qoyyim: 4/136

[15] HR Abu Dawud no 4597, at-Tirmidzi no 264, Ibnu Majah


no 2992, 2993, dan yang lain

[16] HR at-Tirmidzi no 2641, al-Hakim dalam al-Mustadrok no


444, ath-Thobroni dalam al-Kabir 7659, dan al-Ausath no 784
Lihat Nushul Ummah Fi Fahmi Ahadits Iftiroq al-Ummah kar
Syaikh Salim al-Hilali

[17] Intishar li Ashhab al-Hadits hlm 31

[18] Majmu‘ al-Fatawa: 4/155

113
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

[19] An-Naqdhu ‘Ala al-Marrisi hlm 125-126 cet Dar Kutubil


Ilmiyyah Lihat juga hlm 145

[20] Al-Hujjah Ala Tarik al-Mahajjah: 1/157, 164, 178

[21] Aqidah al-Salaf wa Ashhab al-Hadits hlm 316, lihat juga


Thabaqot al-Syafi’iyyah al-Kubro: 4/290

[22] Aqidah al-Salaf wa Ashhab al-Hadits dapat di download


disini ~Ibnu Majjah

[23] Risalah ila Ahli Tsaghor hlm 306-307

[24] Dinukil oleh an-Nawawi dalam al-Majmu’: 6/466

[25] Fatawa al-lzzi ibn Abdissalam hlm 319, 353

[26] Al-Amru Bil Ittiba’ hlm 245

114
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

Catatan

115
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

116
Bahaya Ilmu Kalam dan Filsafat dalam Islam Jilid 4

117

Anda mungkin juga menyukai