Kel 1 - Tablet Biasa - Eksipien Sediaan Farmasi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tablet adalah sediaan padat yang dibuat dengan cara kempa-cetak memiliki bentuk rata atau
cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis zat aktif atau lebih dengan atau tanpa
zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan bisa berfungsi sebagai pengisi, pengembang,
pengikat, pelicin, dan pembasah. Tablet digunakan untuk tujuan pengobatan lokal atau sistemik

Dalam dunia farmasi, sediaan tablet biasa merupakan salah satu bentuk sediaan obat yang
paling umum dan banyak digunakan. Sediaan ini memiliki berbagai keunggulan, seperti
kemudahan penggunaan, stabilitas yang baik, serta biaya produksi yang relatif terjangkau.

Tapioka sudah ada sejak lama diproduksi di berbagai daerah di Indonesia, namun produksi
dengan kualitas “pharmaceutical grade” masih sangat sedikit. Tapioka lebih banyak
diaplikasikan dalam industri pengolahan pangan sehingga pemanfaatannya dalam bidang farmasi
terabaikan. Pati termasuk tapioka sebagai sumber hayati potensial untuk dikembangkan dan
digunakan dalam industri farmasi. Diketahui Lampung merupakan daerah penghasil singkong
terbesar ke lima di Indonesia, teknologi produksi tapioka yang dikembangkan petani belum dapat
memenuhi kebutuhan dan persyaratan di industri farmasi (1).
Pada industri farmasi, khususnya dalam pembuatan tablet pati yang digunakan ada dua
macam yaitu pati alami dan pati termodifikasi (2), pati dalam bentuk alami (native starch)adalah
pati yang dihasilkan dari sumber umbi-umbian dan belum mengalami perubahan sifat fisik dan
kimia atau diolah secara kimia-fisika. Pati ini banyak digunakan di industri makanan dan farmasi
sebagai eksipien yaitu bahan pengisi (filler) dan pengikat (binder) dalam pembuatan tablet, pil
dan kapsul. Pati mempunyai dua keterbatasan besar dalam membentuk tablet yang baik, yaitu
tidak mempunyai daya alir dan kompaktibilitas, oleh karena itu pati jenis ini belum banyak
dipakai dalam formula tablet (3).
Tapioka (pati singkong) agar dapat diolah menjadi bahan pembantu formulasi granulasi
basah, salah satu teknologi yang dapat dilakukan adalah modifikasi pati menjadi tapioka

1
terfermentasi dengan menggunakan Saccharo fermentasi (4). Produk tapioka saccharo fermentasi
ini mempunyai kelebihan dibanding tapioka alami yaitu kadar amilosa rendah (24,83 %), dan
tinggi amilopektin (52,543%), lebih mudah larut air sehingga memungkinkan penambahannya
dalam bentuk kering sebagai pengikat tablet, dan mempunyai viskositas yang lebih rendah yang
memungkinkan mempermudah distribusi bahan pengikat tersebut ke dalam masa tablet (5).
Tapioka fermentasi diharapkan mempunyai aliran fluida yang baik, dan kompresibilitas yang
baik agar dapat digunakan sebagai eksipien tablet kempa langsung. Teknologi modifikasi tapioka
untuk tablet yang telah ada yaitu bentuk pati pregelatinisasi. Pada umumnya modifikasi pati
menjadi pati pregelatinisasi dapat dilakukan dengan cara pemanasan suspensi pati dalam air.
(Maria Erna, 2019).

Perkembangan teknologi informasi saat ini sudah sangat pesat. Berbagai disiplin ilmu
sudah tidak bisa dipisahkan dengan teknologi. Karena banyak pekerjaan yang dipermudah
dengan adanya teknologi. Salah satunya dalam bidang kefarmasian. Berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang farmasi mendorong farmasis membuat suatu formulasi
yang tepat dengan membuat suatu strategi dan desain bentuk sediaan yang acceptable sesuai
dengan efek yang diharapkan dan reproducible dari batch ke batch (Junaedi dan Diana, 2018).
1.2 Rumusan Masalah
1) Eksipien apa dan konsentrasi berapa yang digunakan dalam pembuatan tablet?
2) Apa fungsi dari eksipien tersebut?
3) Bagaimana mekanisme kerja dari eksipien biotapioka?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui eksipien yang digunakan dan berapa konsentrasi yang digunakan
dalam pembuatan tablet.
2) Untuk mengetahui fungsi dari eksipien yang digunakan pada formulasi tersebut.
3) Untuk mengetahui bagaimana cara kerja atau mekanisme dari eksipien yang digunakan.
1.4 Manfaat
1) Dapat menambah pengetahuan dan wawasan tentang bagaimana cara penggunaan bahan
alami sebagai eksipien pada tablet.
2) Dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi para pembaca tentang manfaat dari
biotapioka dalam bidang farmasi.

2
1.5 Metode

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode studi pustaka, metode
deskriptif dalam menganalisis data, dan metode informal (naratif) dalam penyajian hasil analisis.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tablet
Menurut FI edisi IV, tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi. Tablet berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet. Bolus adalah tablet
besar yang digunakan untuk obat hewan besar. Bentuk tablet umumnya berbentuk cakram
pipih, gepeng, bundar, segitiga, lonjong dan sebagainya. Bentuk khusus ini dimaksudkan
untuk menghindari atau mencegah menyulitkan pemalsuan dan agar mudah dikenal orang.
Warna tablet umumnya putih. Tablet yang beewarna kemungkinan karena zat aktifnya
berwarna, tetapi ada tablet yang sengaja diberikan warna dengan maksud agar tablet lebih
menarik, mencegah pemalsuan, membedakan dengan tablet yang satu dengan tablet yang
lain. Etiket pada tablet harus mencantumkan nama tablet atau zat aktif yang terkandung.

2.1.1 Keuntungan dan keterbatasan tablet

Tablet merupakan sediaan farmasi yang paling popular digunakan sampai saaat ini yang
disebabkan banyak memberikan keuntungan meskipun ada beberapa keterbatasan dari
sediaan ini.

Keuntungan dari sediaan tablet adalah :

1) Tablet lebih nyaman digunakan dengan bentuk yang lebih menarik


2) Tersedia dalam banyak bentuk memfasilitasi kecepatan pelepasan obat dan durasi efek
klinik tablet dapat diformulasi untuk pelepasa obat secara cepat dan juga pelepasa yang
terkontrol sehingga mengurangi frekuensi pemberian obat.
3) Tablet dapat diformulasi untuk pelepasan zat aktif pada lokasi tertentu di saluran cerna
untuk mengurangi efek samping, meningkatkan absorpsi pada lokasinya dan
memeberikan aksi local (misalnya radang pada usus besar). Kondisi ini dapat dengan
mudah jika obat diberikan secara oral.
4) Tablet dapat diformulasi jika zat aktif lebih dari satu selain itu. Pelepasan masing-masing
zat aktif dimungkinkan dikontrol secara efektif oleh formulasi desain sediaan tablet.

4
5) Kecuali untuk protein, semua zat aktif bisa diberikan secara per oral dalam bentuk sediaan
tablet.
6) Sediaan tablet mampu menutupi rasa yang tidak enak dari obat dibandingkan sediaan
sirup.
7) Tablet secara umum harganya tidak mahal.
8) Tablet dapat dengan mudah dimanufaktur untuk menunjukkan identifikasi produk seperti
memperlihatkan tanda yang dibutuhkan pada permukaan tablet.
9) Tablet memiliki stabilitas kimia, fisik dan mikrobiologi lebih baik dibandingkan bentuk
sediaan lain.

Keterbatasan sediaan tablet diantaranya adalah :

1) Manufaktur tablet membutuhkan suatu seri unit operasi dengan demikian dimungkinkan
terjadi kehilangan produk pada masing-masing tahap pada proses manufaktur.
2) Absorpsi zat aktif dari tablet tergantung pada faktor fisiologi seperti kecepatan
pengosongan lembung dan adanya variasi antar pasien.
3) Tidak bagusnya sifat-sifat kompresi dari beberapa zat aktif merupakan suatu problem dalam
formulasi dan manufaktur sediaan tablet.
4) Pemberian tablet pada kelompok tertentu seperti anak-anak dan orang tua merupakan
suatu permasalahan karena kesulitan untuk menelan tablet. Permasalahan ini dapat diatasi
dengan menggunakan tablet effervescent.
2.2 Eksipien
Eksipien adalah bahan farmasi inert yang digunakan dalam formulasi produk. Eksipien
dapat melakukan berbagai peran fungsional dalam produk farmasi. Berikut ini adalah jenis
dan fungsi eksipien dalam tablet :
Tabel 2.1 jenis dan fungsi eksipien dalam sediaan tablet

Eksipien Fungsi
Pengisi (Diluent) Sebagai bahan pengisi dan mencukupkan jumlah
bobot tablet
Bahan pengikat (Binders and Sebagai bahan untuk mengikat serbuk menjadi
adhesives) granul untuk tablet
Bahan penghancur (Desintegrans) Untuk membantu tablet pecah dalam saluran cerna

5
Glidan Untuk meningkatkan aliran granul dari hopper
menuju lobang cetakan tablet.
Lubrikan Untuk mengurangi gesekan antara granul dan
dinding lobang cetakan selama pencetakkan dan
memudahkan proses pentabletan
Antiadheran Untuk meminimalkan permasalahan tablet lengket
pada permukaan pnch selama proses pentabletan
Pewarna Untuk menambah daya tarik
Pemberi rasa dan manis Untuk memperbaiki rasa dari tablet kunyah

2.2.1 Pengisi tablet

Bahan pengisi ditambahkan bila jumlah bahan aktif sedikit dan tidak mencukupi bobot
total tablet. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pengisi adalah sebaga berikut :

a. Kompresibilitas
b. Sifat alir
c. Ukuran dan distribusi partikel
d. Kadar lembab
e. Bulk density
f. Kompaktibilitas zat aktif
g. Kelarutan
h. Stabilitas dari bahan dan tablet jadi
i. Inert secara fisiologis
j. Biaya dan ketersediannya
k. Dapat diterima pasien

Jika bahan higroskopis maka perlu diperhatikan sebagai berikut :

a. Sorpsi atau desorpsi air oleh obat atau eksipien tidak selalu reversible. Kelembaban yang
diabsorpsi mungkin tidak mudah dihilangkan selama proses pemanasan

6
b. Kelembaban dapat mempengaruhi sistem penerimaan larutan granulasi dengan pembasah
air
c. Kandungan lembab dan laju up-take kelembaban merupakan fungsi temperaur dan
lembabKandungan lembab dalam granulasi mempengaruhi karakteristik tablet yang
digranulasi
d. Data higroskopisitas dapat membantu perencanaan proses pembuatan tablet
e. Obat-obat yang peka terhadap lembab jangan dikombinasi dengan eksipien yang
higroskopis. Rentang lembab 1,7 – 5,6 % masih memungkinkan untuk formula tablet cetak
langsung (tergantung pada eksipien yang digunakan) Contoh pengisi yang mengadsorpsi
lembab dalam jumlah :
a. Sedikit : dikalsium fosfat, laktosa anhidrat
b. Sedang : manitol, dekstrosa, dan monokalsium fosfat
c. Banyak : sorbitol dan laktosa

Bahan pengisi berfungsi dalam formulasi tablet untuk mennigkatkan masa dari tablet yang
mengandung zat aktif dalam jumlah yang sedikit dengan demikian proses manufaktur lebih
diandalkan dan reprodusibel. Bahan pengisi harus memiliki sifat kompresi yang baik dan tidak
mahal. Contoh dari bahan pengisi adalah : (1) laktosa anhidrat; (2) laktosa mohohidrat; (3)
laktosa spray-dried; (4) amilum; (5) kalsium fosfat dibasic; (6) mikrokristalin selulosa; dan (7)
manitol.

a. Laktosa anhidrat

Laktosa anhidrat merupakan β laktosa anhidrat murni atau campuran β-laktosa-anhidrat


(70-80%) dan 20-30% α-laktosaanhidrat. Laktosa anhidrat tersedia dalam suatu rentang
ukuran partikel dan secara umum digunakan sebagai bahan pengisi dalam proses ganulasi basah
dan granulasi kering. Bahan ini berupa kristal

b. Laktosa monohidrat

Laktosa momohidrat terdiri dari monohidrat dari α-laktosa monohidrat dan sementara
sifatnya kristalin, mungkin ada proporsi yang bervariasi bentuk amorf. Laktosa monohidrat
tersedia dalam berbagai kualitas (grade) yang memberikan sifat fisik yang berbeda seperti
distribusi ukuran partikel dan densitas (bulk dan tapped).

7
c. Laktosa Spray-dried

Laktosa spray-dried merupakan campuran kristalin α-laktosa monohidrat (80-90%) dan


10-20% laktosa amorf. Laktosa ini dibuat dengan spray-drying suatu suspensi α-laktosa
monohidrat. Suspensi terdiri dari sekitar 80-90% suspensi α-laktosa monohidrat, sisanya
berada dalam larutan (yang kemudian membentuk bagian amorf dari bahan yang di-spray-dried.
Penggunaan spesifik laktosa spray-dried adalah untuk manufaktur tablet dengan teknik kempa
langsung.

d. Amilum
Amilum merupakan polisakharida yang terdiri dari amilosa dan amilopektin yang
digunakan sebagai bahan pengisi (dan juga pengikat dan penghancur) dalam formulasi tablet.
Umumnya untuk bahan pengisi dipilih bahan yang mampu mengalami deformasi yang
irreversible sehingga tablet yang dihasilkan menjadi lebih kompak dan stabil. Sebagai bahan
penghancur dalam digunakan dalam konsentrasi 5 – 10 % dari berat total tablet. Kualitas
(grade) pregelatinasi juga tersedia dalam bentuk granul dengan memodifikasi secara fisik dan
kimia dari amilum untuk menghasilkan serbuk yang mengalir dengan baik (Free-Flowing
powder). Sebagai contoh dipasaran tersedia amilum sebagai contoh pregelatinasi yaitu Starch
1500 LM (yang memiliki kandungan lembab/ air yang rendah).

e. Kalsium fosfat dibasik

Kalsium fosfat dibasik merupakan bahan pengisi yang umum digunakan dalam formulasi
tablet dan tersedia dalam bentuk hidrat yang berbeda dan dalam berbagai rentang ukuran
partikel. Ini merupakan eksipien dasar dan oleh sebab iti dapat berinteraksi secara kimia
dengan komponen asam dengan adanya lembab/uap air. Bahan ini memiliki sifat alir dan
kompresi yang sangat baik.

f. Mikrokristalin selulosa (MCC)

MCC merupakan serbuk kristalin yang dibuat dengan hidrolisis asam yang terkontrol dari
selulosa. Beberapa kualitas/grade MCC tersedia di pasaran yang berbeda sifat fisikokimianya
seperti densitas, sifat alir dan distribusi ukuran partikel. Selain penggunaannya sebagai bahan
pengisi, MCC juga digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi basah dan bahan
penghancur. Ada 2 kualitas/grade MCC yang tersedia yaitu Avicel pH-101 (serbuk) dan pH-102

8
(granul).

g. Manitol USP

Manitol merupakan polyol yang secara umum digunakan sebagai bahan pengisi dalam
tablet, khususnya tablet kunyah, karena rasa manis dan ingin dan dingin yang melekat pada
larutan. Bahan ini menunjukkan sifat alir yang sangat baik.

2.2.2 Pengikat dan adhesiv tablet

Bahan pengikat merupakan sebagian besar komponen polimer yang digunakan dalam
produksi tablet dengan metode manufaktur secara granulasi basah. Dalam hal ini, bahan
pengikat ditambahkan dalam bentuk larutan atau padatan kedalam campuran serbuk (diikuti
dengan cairan penggranul seperti air). Tujuan penambahan pengikat dan adhesif adalah untuk
meningkatkan gaya kohesifitas serbuk, (yang mungkin diperlukan untuk membentuk granul),
sehingga jika dikompresi akan membentuk masa yang kohesif dan kompak sebagai tablet.
Kriteria pemilihan pengikat adalah harus tersatukan dengan komponen tablet yang lain dan
harus memebrikan kohesi yang memadai terhadap serbuk. Konsentrasi dari bahan pengikat
akan berpengaruh terhadap kekerasan dan kerapuhan tablet.

Tabel 2.2 contoh dan sifat bahan pengikat yang umum digunakan

dalam manufaktur tablet dengan granulasi basah

Bahan pengikat Konsentrasi Keterangan

Hiroksipropilmetilselulosa 2-5% w/w Konsentrasi yang dibutuhkan


(HPMC) tergantung pada berat molekul
(grade) yang digunakan.

Polivinilpirolidon (PVP) 0,5-5% w/w konsentrasi yang dibutuhkan


tergantung pada berat molekul
(grade) yang digunakan.

Hidroksipropilselulosa 2-6% w/w konsentrasi yang dibutuhkan


(HPC) tergantung pada berat molekul
(grade) yang digunakan.

Sukrosa 50-67% w/w Ditambahkan sebagai sirup yang


menghasilkan tablet keras dengan

9
dipengaruhi oleh kelembaban

Mikrokristalin selulosa 20-90% w/w Seringkali digunakan sebagai bahan


(MCC) pengikat dan bahan pengisi

Akasia 1-5% w/w Menghasilkan tablet yang keras

2.2.3 Desintegran (penghancur)

Fungsi desintegran dalam formula tablet sangat berlawanan dengan fungsi bahan
pengikat. Makin kuat daya ikat bahan pengikat maka dipilih bahan penghancur dengan daya
hancur yang juga semakin besar. Desintegran bekerja dalam formulasi tablet untuk membantu
pecahnya tablet menjadi granul saat berada dalam saluran cerna. Jika formulasi tablet hidrofobik
dan/atau diformulasi dengan tekanan kompresi yang tinggi, laju pengambilan air ke dalam,
sehingga disintegrasi tablet akan menjadi sangat rendah. Dalam situasi ini disintegran merupakan
komponen formulasi yang penting, yang memungkinkan disintegrasi tablet terjadi dalam batas
spesifikasi farmakope (biasanya desintegrasi tablet untuk tablet konvensional adalah tidak
boleh lebih dari 15 menit).

Tabel 2.3 desintegrad yang digunakan dalam formulasi tablet

Bahan Konsentrasi (%) Keterangan

Amilum 5-10 Bekerja dengan wicking, swelling


minimal pada suhu tubuh

Mikrokristalin selulosa 2-8 Serbuk mudah mengalir yang


mengembang (swell) dengan cepat
apabila kontak dengan air

Natrium starch glikolat 1-5 Mengambang apabila kontak


dengan air

Crosscramellose sodium 1-5 Mengembang apabila kontak


dengan air,

Asam alginat, natrium 4-6 Mengembang seperti gum tetapi


alginat tidak sekental gel

Crospovidone 1-5 Aktifitas wicking yang tinggi

10
Gum-agar, xanthan <5 Mengembang apabila kontak
dengan air, membentuk gel yang
kental yang dapat memperlama
disolusi, dengan demikian
digunakan konsentrasi yang
terbatas

2.2.4 Lubrikan

Kerja lubrikan khususnya dibutuhkan segera setelah kompresi tablet didalam die, yaitu
untuk mereduksi friksi antara bagian dalam dinding die dan tepi tablet pada proses pengeluaran
tablet. Ketiadaan lubrikan akan menyebabkan kesulitan untuk mengeluarkan tablet. Selama
kompresi lubrikan bekerja pada antarmuka antara permukaan lobang cetakan tablet dan
permukaan tablet dan bekerja mengurangi gesekan pada antar muka selama pengeluaran tablet dari
cetakan tablet.

a. Lubrikan tidak larut air

Lubrikan tidak larut air ditambahkan pada tahapan pencampuran akhir sebelum pencetakan
tablet. Contoh lubrikan tidak larut air yang secara umum digunakan adalah:

 Magnesium stearat

Informasi mengenai sifat kimia dan komposisi fisik dari batch magnesium stearat
yang digunakan harus tersedia pada formulator sebelum digunakan sebagai lubrikan
tablet. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, kisaran konsentrasi
magnesium stearat yang digunakan adalah 0,25-0,50% w/w.

 Asam stearat

Tersedia banyak kualitas/grade yang berbeda sifat fisika dan kimianya seperti
jarak lebur, nilai asam, iodin dan saponifikasi. Konsentrasi asam stearat yang
digunakan sebagai lubrikan adalah 1-3% w/w.

 Glyceryl behenate
Digunakan sebagai lubrikan tablet dengan konsentrasi 1-3 % w/w.

 Glyceryl palmitostearate

11
Digunakan sebagai lubrikan dalam manufaktur tablet dengan konsentrasi 1-3 %
w/w

b. Lubrikan larut air

Lubrikan tidak larut air pada dasarnya untuk mengatasi kemungkinan pengaruh yang
tidak baik dari lubrikan tidak larut air seperti pada waktu hancur dan disolusi tablet.
Contoh lubrikan larut air adalah :

 Polietilen glikol (PEG)

Khususnya PEG 4000, 6000 dan 8000 dengan berat molekul yang besar,
digunakan sebagai lubrikan dalam manufaktur tablet. Kemampuannya sebagai
lubrikan tidak sebaik magnesium stearat. Digunakan sebagai lubrikan dengan
konsentrasi 1-2% w/w.

 Polioksietilen stearat

Digunakan sebagai lubrikan dengan konsentrasi 1-2% w/w

 Garam lauril sulfat


Garam lauril sulfat (misalnya natrium dan magnesium) merupakan surfaktan anionik
yang bekerja sebagai lubrikan dengan konsentrasi 1-2% w/w. Selain berfungsi
sebagai lubrikan, juga mampu meningkatkan disolusi obat yang sukar larut dalam
air dalam tablet karena merupakan senyawa aktif permukaan.

2.2.5 Glidan

Glidan berfungsi untuk meningkatkan sifat alir dari serbuk dalam penampungan serbuk/granul
pada mesin cetak (hopper) menuju lobang percetakan (die) pada proses pencetakan tablet. Glidan
bekerja dengan mengurangi gesekan antara serbuk/granul dengan permukaan hopper dan die yang
disebabkan kemampuan partikel glidan menempat antara ruangan antara partikel/granul.
Glidan juga bekerja mengrangi kecendrungan granul untuk memisah atau mengalami
segrerasi akibat vibrasi yang berlebihan. Contoh glidan yang digunakan pada manufaktur
tablet adalah

a. Talkum

Secara kimia talkum merupakan magnesium silikat hidrat dan merupakan suatu material
kristalin dengan ukuran partikel yang kecil. Biasanya digunakan sebagai glidan dalam

12
formulasi tablet dengan konsentrasi antara 5-50% w/w.

b. Colloidal silicon dioxide

Colloidal silicon dioxide secara umum digunakan dalam formulasi tablet sebagai glidan (0,1-
0,5% w/w) karena merupakan suatu kombinasi sifat hidrofobik dan ukuran partikel yang kecil
(koloidal), biasanya kurang dari 15 nm.

2.2.6 Eksipien tambahan

Bahan tambahan/eksipien termasuk golongan ini adalah:

a. Absorben

Adsorben digunakan apabila diperlukan untuk memasukkan komponen cair atau


semipadat, misalnya obat atau pemberi rasa, di dalam formulasi tablet. Contoh adsorben
adalah :

 Magnesium oksida/karbonat

Magnesium oksida adalah adsorben padat yang tersedia secara komersial dalam
dua bentuk yang disebut cahaya/light dan berat/heavy. Magnesium karbonat
terdiri dari beberapa bentuk (hidrat, bentuk dasar dan anhidrat). Kedua gram
digunakan adsorben dalam tablet dalam kisaran konsentrasi 0,5-1,0% w/w.

 Kaolin/bentonit
Bentonit/kaolin adalah bahan alami yang tersusun dari aluminium silikat hidrat.
Tidak seperti kaolin, bentonit adalah bahan koloid dan oleh karena itu ukuran
partikel eksipien ini lebih rendah daripada kaolin. Eksipien ini digunakan sebagai
adsorben dalam kisaran konsentrasi 1,0-2,0% w/w.

b. Bahan pemanis/pemberi rasa

Bahan pemanis dan pemberi rasa digunakan untuk mengendalikan rasa sehingga tablet
dapat diterima konsumen. Bahan ini sangat penting jika tablet konvensional mengandung
obat dengan rasa pahit atau, yang lebih penting, jika tablet itu adalah tablet kunyah. Eksipien
digunakan untuk meningkatkan rasa manis dan memperbaiki rasa tablet.

c. Pewarna

Tablet berwarna umumnya diformulasikan untuk memperbaiki penampilan atau untuk


mengidentifikasi keunikan produk akhir.

13
d. Surfaktan

Surfaktan dapat dimasukkan ke dalam formulasi tablet untuk memperbaiki sifat


pembasahan dari tablet hidrofobik sehingga meningkatkan laju disintegrasi tablet. Surfaktan
juga dapat meningkatkan kelarutan obat yang sukar larut dalam air di saluran pencernaan
sehingga laju disolusi zat aktif akan meningkat. Salah satu surfaktan paling populer untuk tujuan
ini adalah natrium lauril sulfat.

2.3 Metode pembuatan sediaan tablet

Berdasarkan prinsip pembuatannya, dapat dibedakan 2 metode pembuatan tablet, yaitu


metode cetak langsung dan granulasi.

2.3.1 Metode cetak langsung

Metode ini sangat sederhana yang diawali dengan pencampuran berikut langsung dicetak
menjadi tablet. Metode ini cocok untuk obat-obat yang memiliki kemampuan dicetak sangat baik
atau dicampurkan terlebih dahulu dengan bahan pengisi yang memiliki kemampuan dicetak
yang baik. Jika zat aktif tidak memiliki kemampuan dicetak yang baik serta sifat alir yang baik
perlu dilakukan upaya untuk perbaikan kemampuan cetak dan sifat alir tersebut dengan
memilih bahan pengisi yang mampu memperbaiki kemampuan cetak dan sifat alirnya.

a. Formula umum tablet kempa langsung

Tabel 2.4 formula tablet kempa langsung

Bahan Jumlah

Zat aktif 1 bagian

Bahan pengisi-pengikat 2-3 bagian

Bahan penghancur

Super desintegran 2-5 %

Glidan

Silika koloidal 0,5-1%

Lubrikan

Magnesium stearat 0,5-1%

14
Tabel 2.5 bahan pengisi yang sering digunakan dalam tablet kempa langsung

Bahan pengisi Nama dagang Sifat

Mikrokristalin selulosa Avicel PH Kemampuan cetak sangat baik


(compresible

Mikrofin selulosa Elcema

Laktosa ; spray dried Zeparox Sangat kompresible ; sifat alir


baik ; bulk density tinggi

Amilum dimodifikasi Starch 1500 Lebih banyak digunakan


(modified starch) sebagai desintegran
Sukrosa-Dekstrin Dipac Sifat alir baik ; sensitif
copresipitat terhadap lembab

Dekstrosa-maltosa Emdex

Dikalsium fosfat Emcompress Tadka larut dalam air ; sifat


alir baik

b. Proses pembuatan tablet secara kempa langsung

Metode cetak langsung sangat cocok untuk zat aktif yang memiliki sifat alir dan
kekompakan yang baik. Metode ini merupakan proses dimana tablet dicetak langsung dari
campuran serbuk zat aktif dan eksipien. Eksipien yang umum adalah pengisi, desintegran dan
lubrikan.

Gambar 2.1 proses pembuatan tablet secara kempa langsung

2.3.2 Metode granulasi

15
Metode granulasi digunakan karena metode kempa langsung tidak dapat
dikembangkan dengan alasan dosis zat aktif besar, kurang kompatibel dan sifat alir zat aktif
tidak baik. Granulasi merupakan proses untuk meningkatkan ukuran partikel sehingga
meningkatkan sifat alir dari bahan obat. Penamabahan pengikat menyebabkan bahan terikat
pada granul sehingga membantu peningkatan kekompakan tablet.
Tujuan dari proses granulasi basah adalah :
a. Untuk memperbaiki sifat aliran material
b. Untuk karakteristik kompresi
c. Untuk mencegah terjadinya segrerasi dari campuran serbuk dan granul
Mekanisme proses granulasi adalah sebagai berikut :
1. Mekanisme ikatan partikel
Untuk membentuk granul, harus dibentuk ikatan antara partikel serbuk sehingga
partikel akan berikatan dan ikatan ini harus memiliki kekuatan yang cukup untuk
mencegah granul pecah menjadi serbuk pada saat penanganan. Ada lima mekanisme
ikatan antar partikel :
a. Gaya adhesi dan kohesi dalam lapisan cairan yang tidak bergerak antara partikel
utama masing-masing serbuk
b. Gaya antarmuka dalam lapisan cairan yang bergerak dengan granul
c. Pembentukkan jembatan padat setelah pelarut menguap
d. Gaya tarik antara partikel padat
e. Penyatuan antar partikel secara mekanik (mechanical interlocking)
2. Mekanisme pembentukkan granul
a. Pembentukkan dasar/inti (nucleation)
b. Transisi
c. Pertumbuhan bola (bola growth)

Metode granul ini dibagi 2 berdasarkan kestabilan zat aktifnya terhadap air dan pemanasan.

a. Metode granulasi basah


Cocok untuk zat aktif yang tahan terhadap air dan pemanasan. Tablet yang
dihasilkan dari cara granulasi basah pada umumnya lebih kompak dan lebih keras
dibandingkan dengan tablet hasil pencetakan secara langsung ataupun cara slugging.

16
Gambar 2.2 proses pembuatan tablet dengan metode granul basah

Tahap-tahap pengerjaan dalam proses granulasi basah ini adalah :


a. Penimbangan
b. Pencampuran
c. Granulasi
Campuran serbuk yang telah melalui tahap pencampuran dibasahi dengan larutan bahan
pengikat yang cocok sampai diperoleh distribusi bahan pengikat yang homogen. Dalam
skala besar digunakan glen mixer atau hobart mixer. Pada alat ini larutan bahan pengikat
ditambahkan sedikit demi sedikit kedalam campuran serbuk yang dibiarkan berputar sampai
larutan bahan pengikat terdistribusi merata, membentuk adonan yang diinginkan
d. Pengayakan massa basah

Pengayakan dimaksudkan untuk menghasilkan granul dengan ukuran yang sama di


samping untuk membentuk massa granul yang lebih kompak. Dalam proses pengayakan
perlu diperhatikan logam yang digunakan pada ayakan tersebut ada zat khasiat tertentu
seperti Vitamin C yang mengalami penurunan potensi akibat pengaruh logam tembaga.
Dalam skala besar, massa basah yang dihasilkan dilewatkan kedalam stokes oscillator/colton
rotary granulator granulator/ firtzpatrich comminulting mill/ stokes tornato mill yang masing-
17
masing dilengkapi dengan ayakan yang berbeda-beda ukurannya sesuai dengan ukuran
granul yang diharapkan. Granul yang terbentuk langsung ditampung dalam nampan yang
beralaskan kawat dilapisi kertas perkamen yang bersih.
e. Pengeringan
Dalam skala lab dilakukan dalam lemari pengering dengan suhu 50-60o C. Di industri
dilakukan pada fluidized bed driver, lemari pengering dilengkapi dengan lampu
inframerah. Selama proses pengeringan berlangsung dilakukan kontrol terhadap suhu
pengeringan dan lamanya waktu pengeringan. Suhu dan waktu pengeringan berpengaruh
dalam menentukan kadar air yang masih terdapat didalam granul yang kering. Kadar air
sisa untuk setiap granul zat khasiat tidak sama. Air sisa berguna untuk mengaktifkan
kembali fungsi bahan pengikat di samping untuk menekan kemungkinan timbulnya
muatan elektrostatika sewaktu pencetakan. Pemilihan alat pengering sebaiknya
didasarkan atas kemampuan pengering tersebut untuk memberikan harga kadar air yang
dapat dipercaya ketepatannya. Pengukuran kadar air secara otomatis dapat dilakukan
dengan menggunakan alat Moisture Balance yang pada umumnya dilengkapi dengan
lampu IR untuk mengeringkan granul- granul yang akan ditentukan kadar airnya. Alat ini
terbatas penggunaannya hanya untuk granul yang mengandung zat khasiat yang tidak
mudah menguap
f. Pengayakan massa kering
Granul yang telah dikeringkan kembali diayak dengan menggunakan cara yang sama
seperti halnya sewaktu pengayakan massa basah, bedanya disini hanya pada ukuran mesh
ayakan yang digunakan. Untuk pengayakan massa kering digunakan ayakan dengan mesh
lebih besar daripada mesh sewaktu pengayakan massa basah. Misal sewaktu pengayakan
massa basah menggunakan ayakan 12 mesh maka pada pengayakan massa kering
digunakan ayakan 14 mesh. Pada saat ini biasanya dihasilkan fines.
g. Lubrikasi
Granul kering yang telah melewati tahap pengayakan kembali dicampurkan dengan bahan
lubrikan tablet. Bahan lubrikan ini berbentuk halus yang fungsinya sinergis dengan fungsi
fines yakni membantu memperbaiki aliran massa cetak.

b. Metode granulasi kering

Pada metode ini partikel serbuk dijadikan agregat dengan tekanan yang tinggi. Metode ini

18
khususnya cocok untuk senyawa aktif yang peka terhadap panas dan lembab. Ada dua metode
proses yang digunakan dalam granulasi kering, yaitu;

1) Slugging, yang ditujukan untuk menghasilkan tablet dengan ukuran yang besar
(slug) tanpa mempertimbangkan ukuran, kekerasan dan ketebalan tablet.

2) Roller compaction, yaitu proses dimana serbuk dilewatkan pada 2 penggiling (roll)
untuk menghasilkan lembaran material yang lebih besar.

Proses granulasi kering dapat dilihat pada gambar berikut ini

Gambar 2.3 proses pembuatan tablet dengan tekhnik granulasi kering proses sluging

Tabel 2.6 keuntungan dan keterbatasan masing-masing metode pembuatan tablet

Metode Keuntungan keterbatasan

Kempa langsung Sederhana, prosesnya murah. Tidak cocok untuk semua


Tidak ada panas dan lembab, obat, terbatas umumnya pada
untuk bahan yang tidak obat dengan dosis rendah.
stabil. Disolusi langsung Potensial terjadi segrerasi.
menjadi partikel Bahannya mahal

Granulasi basah (pelarut air) Metode yang handal dan Mahal : proses lama dan
cocok untuk hampir semua membutuhkan banyak energi.
zat aktif. mamp Dibutuhkan alat yang khusus.

19
Mempengaruhi stabilitas obat
yang tidak stabil dengan
lembab dan panas jika
menggunakan cairan
penggranul air

Granulasi basah (pelarut Cocok untuk obat yang Peralatan mahal; mudah
selain air) sensitif dengan lembab. meledak;susah daur ulang
Teknik pengeringan vakum pelarut
bisa mengurangi penggunaan
panas.
Granulasi kering (slugging) Mengurangi terpapar dengan Prosedur berdebu. Tidak
panas dan lembab cocok untuk semua zat aktif.
Prosesnya lama

Granulasi kering (roller Mengurangi terpapar dengan Prosesnya lama


compactor) panas dan lembab

2.4 Kontrol kualitas sediaan tablet

Kontrol kualitas untuk sifat-sifat kimia, fisika dan ketersediaan hayati tablet meliputi:

1. penampilan secara umum

Penampilan yang menarik dari suatu tablet sangat penting untuk daya tarik pasien. Penampilan ini
meliputi bentuk ukuran, warna, rasa, baud an tekstur permukaan. Uji organoleptik

a. Ukuran dan bentuk tablet


Ukuran dan bentuk tablet dapat dievaluasi dan dikontrol dengan mengukur dimensi dari
tablet.
b. Identifikasi tanda
Selain warna ukuran dan bentuk prodyk obat dapat diidentifikasi dari tablet menggunakan
penandaan yang unik/khusus.
c. Uji organolepti

20
Organoleptik dapat didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berkaitan dengan
persepsi dari organ sonsorik. Uji organoleptik ini meliputi penampilan (mengkilap
atau kusam), warna (keseragaman), rasa (penamabahan pemberi rasa), Dan bau
(misalnya aspirin) dari produk. Pemeriksaan visual dari sifat-sifat ini sangat
memungkinkan tetapi dapat memberikan nilai subjektifitas yang besar.
2. Uji kekerasan dan kerapuhan
Tablet harus memiliki kekerasan yang cukup untuk menahan goncangan mekanik selama
proses manufaktur/produksi, pengemasan, distribusi dan penyerahan pada pasien
(dispensing). Kerapuhan didefinisikan sebagai mudahnya tablet pecah atau mudahnya
tablet menjadi serbuk kembali.
3. Keseragaman sediaan
Keseragaman sediaan sebagaimana tercantum pada Farmakope Indonesia edisi V betujuan
untuk menjamin konsistensi satuan sediaan.
a. Keseragaman kandungan
b. Keseragaman bobot
4. Uji waktu hancur
Desintegrasi merupakan pecahnya tablet menjadi partikel-partikel kecil atau granus. Waktu
desntegrasi merupakan waktu yang dibutuhkan oleh tablet untuk pecah secara lengkap dan
melewati ayakan mesh dalam keranjang uji waktu hancur. Uji waktu hancur dilakukan dengan
cara memasukkan 1 buah tablet ke dalam masing-masing 6 tabung pada alat waktu hancur.
5. Uji disolusi
Disolusi tablet merupakan metode terstandar untuk mengukur kecepatan pelepasan obat
dari bentuk sediaan.
2.5 Peformulasi
2.5.1 Paracetamol

Pemerian : serbuk hablur, putih, tidak bebrabu, rasa sedikit pahit.

21
Kelarutan : larut dalam air mendidih dan dalam natrium 1 N; mudah larut dalam
etanol
2.5.2 HPMC

Pemerian : serbuk serat atau granul ; putih hingga hamper putih


Kelarutan : mengambang dalam air dan menghasilkan campuran koloidal yang jernih
hingga keruh ; tidak larut dalam etanol mutlak , dalam eter dan dalam kloroform.
2.5.3 Colloidal silicon dioxide

Pemerian : serbuk amorf putih yang ringan, halus, memiliki partikel sekitar 15 nm
Kelarutan : praktis tidak larut dalam air dan asam mineral kecuali asam fluoride.
Larutan dalam larutan alkali hidroksida panas ketika 1g dikocok kuat-kuat dengan 20
mlkarbon tetraklorida selama 3 menit, dihasilkan gel transpara.
2.5.4 Mg stearate

Pemerian : serbuk halus, putih dan volumeinus, bau lemah khas; mudah melekat di
kulit; bebasdari butiran
Kelarutan : tidak larut dalam air, dalam etanol, dan dalam eter.

22
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Preformulasi
Tabel 3.1preformulasi sediaan tablet

Bahan Kadar
Fase dalam Paracetamol 6.5 g
Tapioka Tapioka terfermentasi 26 g
Pragelatinisasi HPMC
Fase luar Colloidal silicon dioxide 0,06 g
Mg stearate 0,33 g

Tabel 3.2 formulasi tablet paracetamol

dengan pengisi Tapioka terfermentasi Saccaharomyces cerevisia

Bahan Fungsi P1 (g) P2(g) P3(g) P4 (g) P5(g)


Paracetamol Zat aktif 6,5 6,5 6,5 6,5 6,5
Tapioka Pengisi 26 25,35 24,7 24,05 23,4
terfermentasi
HPMC Penghancur 0 0,65 1.3 1,95 2,6
Colloidal Lubrikan 0,066 0,066 0,066 0,0066 0,006
silicon
dioxide
Mg stearate Glidan 0,33 0,33 0,33 0,33 0,33

Keterangan :

P1 = Tapioka terfermentasi : HPMC (100% : 0%)

23
P2 = Tapioka terfermentasi : HPMC (97,5% : 2,5%)

P3 = Tapioka terfermentasi : HPMC (95% : 5%)

P4 = Tapioka terfermentasi : HPMC (92,5% : 7,5%)

P5 = Tapioka terfermentasi : HPMC (90% : 10%)

3.2 Eksipien

3.2.1 Fungsi eksipien preformulasi

Tabel 3.3 Fungsi eksipien preformulasi

Eksipien Fungsi
Paracetamol Zat aktif
Tapioka terfermentasi Pengisi
HPMC Pengikat
Colloidal silicon dioxide Glidan
Mg stearate Lubrikan

3.3 Biotapioka

3.3.1 Pembuatan tapioka terfermentasi

Fermentasi tapioka basah dilakukan dengan metode kultur terendam dan penambahan
inoculum S.cerevisae 10% dalam larutan gula. Fermentasi pada suhu ruang (28±20C) selama
24 jam dalam wadah tertutup secara mikroaerofilik selanjutnya endapan tapioka
terfermentasi dikeringkan kedalam oven blower pada suhu 600C selama 24 jam. Tapioka
terfermentasi kering dihaluskan dan dilakukan pengayakan 80 mesh sehingga sidapatkan
tepung tapioka terfermentasi. Tapioka terfementasi selanjutnya digunakan sebagai bahan
eksipien dalam formulasi tablet.

3.3.2 Pembuatan pregelatinasi tapioka terfermentasi

24
Pembuatan tapioka terfermentasi adalah campuran antara larutan HPMC dan larutan
tapioka terfermentasi. Konsentrasi HPMC 2,5:5 , 7,5:10 gram masing-masing ditambahkan
dengan 100 ml aquades, dihomogenkan menggunakan mixer dan didiamkan hingga
mengembang sempurna. Sebanyak 42 gram tapioka terfermentasi disipakan dan dilarutkan
dengan air yang telah dipanaskan sebanyak 100 ml. larutan HPMC dan larutan tapioka
terfermentasi kemudian dicampurkan kedalam satu wadah dan dihomogenkan menggunakan
mixer. Hasil campuran kedua larutan tersebut dipindahkan kedalam wadah dan dikeringkan
di oven dengan suhu tidak lebih dari 450C hingga membentuk massa basa. Massa basah
diayak dengan ayakan mesh 20,30,40,50 dan 60, kemudian dikeringkan kembali hingga
kadar air menjadi 5%

3.3.3 Pembuatan tablet paracetamol

Penyiapan fase dalam dan fase luar dilakukan lebih dahulu. Pembuatan fase dalam
dilakukan 6.5 g paracetamol dan 26 gr pati pregelatinisai, dicampurkan dan diaduk hingga
homogeny. Selanjutnya pada campuran yang telah homogeny ditambahkan air 5-10 ml
hingga dapat dikepal. Bahan campuran yang telah dikepalkan diayak dengan ayakan 10
mesh, sehingga terbentuk glanula basah. Selanjutnya granulasi basah dipanaskan dalam oven
dengan suhu 400C selama ± 1 jam. Granula yang telah kering dilakukan pengayakan dengan
ukuran 16 mesh. Pembuatan fase luar diawali dengan menimbang Mg-stearat sebanyak 0,33
g dan Colloidal silicon dioxide sebanyak 0,066 g. kedua bahan dicampur dan dilakukan
pengadukan hingga homogeny. Tahap berikutnya adalah pembuatatn tablet paracetamol
yaitu dengan mencampurkan fase dalam dan fase luar. Bahan yang dicampur dihogenkan
disebut sebagai serbuk granul yang selanjutnya dicetak menjadi tablet menggunakan cetak
tablet “Hand Hold Press”

3.3.4 Hasil evaluasi

1) Evaluasi serbuk
a. Uji waktu alir dan sudut diam
Uji ini dilakukan untuk mengukur kecepatan alir serbuk melalui corong, sebanyak
25 gram serbuk granul dimasukkan ke dalam corong alat uji waktu alir yang
bagian bawahnya dalam keadaan tertutup. Waktu alir adalah waktu yang

25
diperlukan oleh serbuk granul untuk mengalir mulai dari dibukanya penutup
bawah corong sampai habis. Sudut diam diukur dari keucut yang dibentuk oleh
massa granul, dengan rumus sebagai berikut :
h
tan α =
r
keterangan :
α = sudut diam, h=tinggi
kerucut (cm); r = jari-jari kerucut (cm)
kecepatan alir granul yang baik jika lebih kecil dari 10 g/dt, dengan sudut diam
antara < 250- 400.
b. Kompresibilitas
Uji kompresibilitas dilakukan dengan alat jouling volumeter dengan cara
menimbang serbuk granul 29,5 g, dimasukkan ke dalam gelas ukur dari alat
jouling volumeter volume awal dihitung, dengan diketk hingga 100 ketukan.
Volumneya dicatat sampai volume konstan (tidak bergerak lagi). Perhitungan
mengikuti rumus sebagai berikut :
Kp = ((Vo –Vn) x 100% / Vo
Dimana : Kp = persen pemampatan/ kpmpresibilitas; Vo = Volume awal; Vn =
volume pada jumlah tiap ketukan
Serbuk granul yang memenuhi syarat adalah jika % pamampatan kurang dari
20%, keteraturan fabrikasi akan tercapai.
c. Kadar lembab
Kadar lembab mengikuti prosedur Deoke RI. Perhitungan kadar lembab dilakukan
dengan menimbang 5 g serbuk granul, dipanaskan dalam lemari pengering hingga
bobot konstan (1050C) selama 2 jam. Kadar lembab dihitung mengikuti rumus
sebagai berikut :
KL = ((Wo – W1 ) X 100%) / W0
Dimana : KL = Kadar lembab; WO = bobot granul awal ; W1 = bobot setelah
pengeringan.
Persyaratan tercapai bila kadar lembab granula berkisar antara 2-4%

26
Tabel 3.4 evaluasi waktu alir, kecepatan alir, sudut diam, kompresibilitas dan
kadar lembab serbuk dengan bahan pengisi pati pregelatinisai

Formulasi Waktu Kecepatan Sudut Kompresibilitas Kadar


alir alir diam (0) (%) lembab
(detik) (g/dtk) (%)
P1 3.05±0.002 8.19±0.05 28.11±1.19 16.93±1.78 3.2
P2 2.85±0.01 8.75±0.03 29.41±0.20 18.47±0.50 3.5
P3 2.46±0.01 10.12±0.03 27.96±0.01 19.53±0.45 3.1
P4 2.59±0.02 9.64±0.08 27.01±1.23 19.78±0.25 3.2
P5 2.47±0.01 10.14±0.03 29.69±0.09 19.96±o.o3 3
Nilai - >10 g/detik <300 16-20 % 2-4 %
standar

P1 = Tapioka terfermentasi : HPMC (100% : 0%)


P2 = Tapioka terfermentasi : HPMC (97,5% : 2,5%)
P3 = Tapioka terfermentasi : HPMC (95% : 5%)
P4 = Tapioka terfermentasi : HPMC (92,5% : 7,5%)
P5 = Tapioka terfermentasi : HPMC (90% : 10%)
2) Evaluasi tablet
a. Keseragaman ukuran
Uji kesergaman ukuran bertujuan untuk menjamin penampilan tablet yang baik.
Prinsip dari uji adalah bahwa selama proses percetakan, kemungkinan terjadi
perubahan ketebalan, dimana hal ini merupakan indikasi adanya masalah pada
aliran massa cetak atau pada pengisian granul ke dalam “die”. Pengukuran
dilakukan terhadap diameter dan tebal tablet menggunakan alat jangka sorong.
Sebanyak 20 tablet diambl secara acak, dan dilakukan pengkuran diameter serta
ketebalan tablet. Keseragaman yang memenuhi syarat adalah diameter tablet tidak
lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 11/3 kali tebal tablet.
b. Keseragaman bobot
Uji kesergaman bobot bertujuan untuk menjamin keseragaman kandungan zat
aktif di dalam tablet. Prinsip untuk tablet bersalut yaitu sebanyak 20 tablet

27
diambil secra acak lalu dilakukan penimbangan terhadap setiap tablet. Rata-rata
bobot kemudian dihitung bersama penyimpangan terhadap bobot rata-rata. Tidak
boleh ada 2 tablet yang maisng-masing menyimpang dari bobot rata-rata lebih
besar dari 5% dan tidak boleg ada satupun tablet yang menyimpang dari bobot
rata-rata lebih dari 10%.
Tabel 3.5 evaluasi sifat fisik tablet paracetamol dengan pengisi pati
pragelatinnisai

Formul Bobot rata- Keseragaman Ukuran kekrasan Waktu


a rata (mg) (mm) hancur
Diameter Tebal (kg/cm2) (menit)
P1 315±0.12 0.98±0.03 0.466±0.04 1.17±0.29 4.45±0.75
P2 290±0.11 0.911±0.01 0.409±0.03 2.27±0.15 7.98±1.40
P3 295±0.08 0.948±0.03 0.451±0.03 3.0±0.10 9.26±1.58
P4 300±0.00 0.931±0.04 0.414±0.02 3.17±0.06 18.07±0.82
P5 310±0.14 0.959±0.02 0.465±0.03 3.70±0.20 22.70±1.76
Nilai 3-5 ≤15
standar

P1 = Tapioka terfermentasi : HPMC (100% : 0%)


P2 = Tapioka terfermentasi : HPMC (97,5% : 2,5%)
P3 = Tapioka terfermentasi : HPMC (95% : 5%)
P4 = Tapioka terfermentasi : HPMC (92,5% : 7,5%)

28
P5 = Tapioka terfermentasi : HPMC (90% : 10%)
c. Kekerasan tablet
Pengukuran kekerasan tablet menggunakan alat “tablet Hardness tester”
(EErweka TBH 220) sesuai dengan diameter tablet dan jumlah tablet yang diuji.
Saat tablet pecah, pada alat akan tertera kekerasan tablet yang dinyatakan dalam
satuan kg.
Table 3.6 hasil uji formulasi tablet terhadap tingkat kekerasadengan uji lanjut
DMRT dengan tingkat kepercayaan 95 %

Perlakuan Hasil uji nilai tengah kekerasan dengan DMRT


Kontrol 4,03 A
P5 3,70 A
P4 3,17 A
P3 3,00 A
P2 2,27 B
P1 1,17 B
Nilai DMRT (α=0,05) 1,56

P1 = Tapioka terfermentasi : HPMC (100% : 0%)


P2 = Tapioka terfermentasi : HPMC (97,5% : 2,5%)
P3 = Tapioka terfermentasi : HPMC (95% : 5%)
P4 = Tapioka terfermentasi : HPMC (92,5% : 7,5%)
P5 = Tapioka terfermentasi : HPMC (90% : 10%)
d. Pengukuran waktu hancur
Pengukuran waktu hancur menggunakan alat Erweka disintegrator type ZT 501
dengan cara memasukkan tablet yang diukur satu persatu kedalam tabung basket
disusul dengan cakra penuntun. Selanjutnya nasket dimasukkan, kedalam gelas
beker 1 liter yang berisi air suling dengan suhu 37±20C sebagai media. Alat
dihentikan setelah tablet hancur semua. Waktu yang diperlukan untuk tablet
hancur semua tertera pada alat. Persyaratan untuk waaktu hancur yang dibuthkan
tidak lebih dari 15 menit.

29
Table 3.7 hasil uji formulasi tablet terhadap waktu hancur dengan uji lanjut
DMRT dengan tingkat kepercayaan 95%

Perlakuan Hasil uji nilai tengah waktu hancur dengan DMRT


P5 22.70a
P4 18.07 a
Kontrol 10,63 b
P3 9,26 b
P2 7,98 c
P1 4,45 c
Nilai DMRT (α= 0,05) 6.78

BAB IV
PENUTUP

4.1Kesimpulan
Berdasarkan jurnal penelitian yang dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu
variasi ko-proses antara konsentrasi HPMC dan pati terfermentasi sebagai bahan eksipien
dapat berpengaruh terhadap sifat fisik tablet paracetamol, formula P3, dengan konsentrasi
pati terfermentasi 95% dan HPMC 5% merupakan formulasi terbaik karena menghasilkan
sifat fisik tablet paracetamol yang paling baik. Berdasarkan jurnal penelitian tersebut pati
terfermentasi dapat digunakan sebagai alternative pengisi tablet granulasi basah, walaupun
masih harus dikombinasikan dengan bahan eksipien lainnya
4.2 Saran
Diharapkan agar peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian kembali menggunakan pati
terfermentasi.

30
DAFTAR PUSTAKA

Dr.Yandi Syukri, M.Si.,Apt, 2018. Tekhnologi sediaan obat dalam bentuk


solid.Universitas Islam Indonesia

Mariana Erna Kustyawati, Kukuh Setiawan, Donny Lesmana, dkk. 2019.Pengembangan


biotapioka-Hidroksipropil metil selulosa untuk eksipien tablet metode granulasi basah. Vol.
01, No. 01, Juli 2019

Kemenkes, 2014, Farmakope Indonesia edisi v, Kementrian kesehatan RI

31
32

Anda mungkin juga menyukai