Skripsi Tanpa Bab Pembahasan
Skripsi Tanpa Bab Pembahasan
Skripsi Tanpa Bab Pembahasan
(Skripsi)
Oleh
Oleh
Made Ayu Wardina
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA FARMASI
Pada
Made Ayu Wardina lahir di Lampung Timur pada tanggal 12 Januari 2001. Penulis
lahir dari pasangan Bapak Made Suwardana dan Ibu Putu Darmi dan merupakan
anak kedua dari tiga bersaudara yakni, I Wayan Angga Wardika, S.Tr.P dan Ni
Komang Putri Ayu. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SDN 3
Segalamider sejak tahun 2007 kemudian melanjutkan pendidikan menengah
pertama di SMPN 7 Bandar Lampung pada tahun 2013, dan menempuh pendidikan
di SMAN 7 Bandar Lampung pada tahun 2016 hinga 2019.
Segala puja puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan yang maha Esa atas
rahmat, nikmat, dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Pengaruh Pemberian Formulasi Salep Ekstrak Daun Bakau (Rhizophora
apiculata) terhadap Penyembuhan Luka Sayat pada Tikus Putih Galur
Sprague dawley”. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan
dukungan, bimbingan, masukan, bantuan, dorongan, saran, dan kritik dari berbagai
pihak. Dengan ini penulis ingin menyampaikan ucapan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., I.P.M. selaku Rektor Universitas
Lampung.
2. Prof. Dr. Dyah Wulan Sumekar Rengganis Wardani, SKM., M.Kes selaku
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
3. dr. Oktafany, S.Ked., M.Pd.Ked selaku Kepala Jurusan Farmasi Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
4. Dr. Si. dr. Syazili Mustofa, M.Biomed selaku pembimbing utama yang
terhormat dan inspiratif yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan
pikiran dalam memberikan arahan, masukan, saran, dan motivasi kepada
penulis. Terima kasih atas arahan, kesabaran, bimbingan, bantuan, dan ilmu
yang telah diberikan dalam proses penyusunan skripsi ini serta selama
penulis menempuh Pendidikan Farmasi di Universitas Lampung.
5. Ibu Andi Nafisah Tendri Adjeng M, M.Sc selaku pembimbing kedua yang
terhormat dan inspiratif yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan
pikiran serta memberikan arahan, masukan, saran, dorongan, semangat,
optimism, dan motivasi kepada penulis. Terima kasih atas keceriaan,
perhatian, empati, kesabaran, arahan, bimbingan dan ilmu yang telah
diberikan dalam proses penyusunan skripsi ini serta selama penulis
menempuh pendidikan Farmasi di Universitas Lampung.
6. Guru besar yang terhormat dan inspiratif, Prof. Dr. dr. Asep Sukohar,
M.Kes., Sp.KKLP selaku pembahas yang telah bersedia meluangkan
waktu, tenaga, dan pikiran dalam memberikan arahan, masukan, saran, dan
motivasi kepada penulis. Terima kasih atas ilmu berharga yang telah
diberikan selama penulis menjadi mahasiswi Farmasi Unila serta pada
proses penyusunan skripsi ini.
7. Dosen Pembimbing Akademik, Bapak apt. Muhammad Iqbal, S.Farm.,
M.Sc. Terima kasih telah membantu dan membimbing dengan sepenuh hati
selama proses penulis menempuh Pendidikan S1 Farmasi di Universitas
Lampung
8. Para dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang tidak bisa
disebutkan satu persatu. Terima kasih atas ilmu yang telah diberikan baik
didalam kelas maupun diluar kelas.
9. Para dosen dan praktisi Farmasi Universitas Lampung. Terima kasih atas
keceriaan, motivasi, semangat, dan saran yang diberikan. Terima kasih atas
ilmu yang telah diberikan baik didalam kelas maupun diluar kelas. Terima
kasih atas pengalaman dan pembelajaran yang diberikan baik yang
didengar, dilihat, maupun yang dialami penulis pribadi. Terima kasih
kepada para dosen yang telah memberikan ‘warna’ terhadap kehidupan dan
proses pendewasaan penulis selama menjadi mahasiswi angkatan pertama
di Farmasi Unila.
10. Bunda dan Ayah yang tiada henti-hentinya mendukung penuh baik secara
materil maupun moril serta mendoakan apapun hal terbaik yang ayu pilih.
Memberikan motivasi, semangat, pantang menyerah, kesabaran, dan segala
nilai-nilai kehidupan yang tak ternilai. Menunjukkan cinta kasih sayang
dengan caranya yang tidak pernah ditemui yang serupa dipenjuru manapun.
Terima kasih ayah dan bunda telah menjadi panutan yang sangat baik.
Terima kasih juga telah mendukung penuh atas penyelesaian skripsi ini
dalam membantu selama proses penelitian. Bunda yang tidak pernah lelah
mengingatkan dan ayah yang ikut langsung membantu dalam merawat dan
dalam pengambilan dokumentasi luka sayat pada tikus putih untuk
penelitian skripsi ini.
11. Kakak Angga, kakak laki-laki kebanggaan yang telah membantu,
mendukung, mendoakan, serta menjaga dengan caranya. Semoga selalu
bahagia, sukses, dan selalu didekatkan dengan orang-orang baik.
12. Uti adik kebanggaan yang dengan sabar ikut membantu dalam hal apapun
termasuk selama proses penelitian skripsi serta memberikan semangat
dengan keceriaannya. Semoga sukses dan bahagia kedepannya.
13. Mba gusti the one and only kakak ipar sekaligus mba terbaik sepanjang
masa. Terima kasih telah menjadi tempat cerita, curhat, dan keluh kesah
yang sangat baik. Terima kasih untuk selalu mendukung, mengerti, serta
membantu dengan sabar kepada peneliti dalam berbagai hal termasuk pada
proses penelitian dan penyelesaian skripsi. Semoga segera diberikan
momongan dan bahagia selalu.
14. Lelaki yang bertemu di tahun 2019, satu almamater, satu fakultas, Dzakwan
Cedri Ketierteu. Terima kasih yang sebesar-besarnya telah menemani dan
memberikan dukungan terbaiknya, mengerahkan tenaga, pikiran, dan
waktunya untuk membantu banyak hal. Terima kasih untuk selalu menjadi
pendengar yang baik. Terima kasih atas kesabaran, inisiatif, keceriaan dan
kerendahan hatinya. Meskipun berharap berakhir bahagia, tapi
bagaimanapun ujung cerita ini, terima kasih telah berada disisi, menemani,
berdiskusi, bertukar pikiran dan memberikan warna dalam kehidupan dan
dalam proses pendewasaan yang berarti.
15. Putu Ari adik sepupu baik yang pengertian dan telah ikut membantu dengan
senang hati pada saat proses anastesi tikus untuk penyelesaian penelitian
skripsi ini.
16. Keluarga besar yang turut serta memberikan doa yang terbaik dan
memberikan semangat
17. Teman-teman terbaik “kalbe” yaitu era, cici acol, kak nanda, cindy, nauli,
farras, lyan, dan fredison. Terima kasih atas kebersamaan, keceriaan,
pengalaman, cerita, dan ‘warna-warni’nya selama di Farmasi Unila. Terima
kasih atas kesabaran, pengertian, dan selalu menerima kepada penulis
selama ini. Terima kasih telah menemani proses pendewasaan dan
pembelajaran selama menempuh Pendidikan S1.
18. Teman-teman L19AND lainnya, afna, neysha, winda, kak rila, luhut,
nungky, regi, arini, kak zay, nana, eka, zeta, khalim, vira, denia, sekar, ergi,
vadi, nara, dan tasya. Terima kasih atas kebersamaan, keceriaan, sinisme,
penolakan, bantuan, semangat dan segala ups and down serta pembelajaran
dan pengalaman dalam bersosial di S1 Farmasi Unila. Angkatan pertama
Farmasi ‘LIGAND is LEGEND’.
19. Para civitas, admin prodi Farmasi, bagian akademik, bagian keuangan,
pranata laboratorium, bagian umum, dan penjaga gedung FK Unila yang
telah membantu, mendengarkan, dan berusaha memberikan yang terbaik.
20. Teman-teman Himafarsi Unila khususnya PSDM Himafarsi Unila. Terima
kasih atas pengalaman, kebersamaan, dan pembelajarannya.
21. Teman-teman BEM FK Unila kabinet Dhinakara. Terima kasih atas
pengalaman, cerita, dan pembelajarannya serta kebersamaan semu-nya.
22. Adik-adik DPA PULMO, fityah, shafira, amira, elmira, karelin, nindi,
nindia, alief, sulthan, maulana.
23. Teman-teman PSPD 2019 “L19AMENTUM” yang tidak bisa disebutkan
satu persatu. Terima kasih atas pengalaman, cerita, dan pembelajarannya
serta kebersamaan semu-nya.
24. Teman-teman Farmasi Angkatan 2020, 2021, dan 2022.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak sekali kekurangan dan jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi perbaikan penulis kedepannya. Terakhir, penulis
berharap skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Oleh
By
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1.1.Latar Belakang
Luka pada kulit sering terjadi pada aktivitas sehari-hari (Febriana dkk, 2016).
Luka merupakan sebuah cedera yang disebabkan oleh suatu keadaan dimana
kontinuitas jaringan terputus dalam bentuk dan kedalaman yang bervariasi
sesuai dengan benda yang mengenainya (Kartika, 2015; Febriana dkk, 2016).
Luka dapat menyebabkan gangguan pada fungsi dan struktur anatomi tubuh
akibat dari kerusakan jaringan pada kulit manusia yang disebabkan oleh
perubahan kondisi fisiologis, hasil tindakan medis, ataupun kontak dengan
sumber panas seperti bahan kimia, radiasi, air panas, api, dan listrik (Purnama
dkk, 2017).
cacat, sepsis, kehilangan fungsi, atau amputasi. Secara alami, luka tanpa
komplikasi memiliki proses penyembuhan segera setelah kerusakan jaringan
terjadi oleh keratinosit, fibroblas, sel endotel vaskular, dan sel imun (Grubbs
& Manna 2021). Untuk mencegah komplikasi maka perlu dilakukan
perawatan luka yang baik, selain mencegah komplikasi, perawatan luka yang
baik juga dapat meningkatkan percepatan proses penyembuhan luka (Purnama
dkk, 2017).
Perawatan luka dapat menggunakan obat sintetis dan obat tradisional herbal.
Obat sintetis cenderung memiliki harga yang cukup tinggi dan memiliki efek
samping yang biasanya lebih tinggi daripada obat tradisional herbal (Hakim
dkk 2021; Baehaki dkk, 2019). Obat tradisional dengan bahan alami yang
memiliki kandungan dengan khasiat dalam penyembuhan luka juga dapat
digunakan sebagai perawatan luka. Pengobatan menggunakan tanaman obat
memiliki kelebihan yaitu efek samping yang tidak terlalu tinggi dibandingkan
dengan obat-obatan sintetis atau obat medis (Hakim dkk, 2021). Selain itu,
Obat-obatan jenis ini dapat meminimalisir efek samping, bahkan relatif mudah
didapat dan lebih murah. Oleh karena itu, pengembangan obat-obatan
berbahan dasar alami atau herbal perlu dikembangkan (Baehaki dkk, 2019).
Salah satu yang sedang diteliti di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
bagian Biokimia dan Biologi Molekuler adalah tanaman Rhizophora
apiculata.
Salah satu sediaan topikal farmasi yang dapat digunakan pada penyembuhan
luka sayat yaitu sediaan salep. Salep sebagai sediaan topikal memiliki
kelebihan yaitu sediaan salep dapat digunakan sebagai pelindung dalam
pencegahan kontak antar permukaan kulit dengan rangsang kulit, memiliki
kestabilan yang baik dalam penggunaan dan penyimpanan, mudah
diaplikasikan pada kulit, memiliki daya sebar yang baik sehingga terdistribusi
merata, memiliki daya lekat yang baik pada kulit sehingga penyerapan obat
baik, sebagai efek antiinflamasi yang dapat memberikan kesan menyejukkan
dan sebagai vasokonstriksi, serta memiliki efek proteksi terhadap iritasi
mekanik, panas dan kimia, (Isrofah dkk, 2015; Usha dkk, 2015). Selain itu,
sediaan salep memiliki pengaruh terhadap bioavailabilitas obat topikal karena
memiliki sifat oklusif dari stratum korneum yang dapat meningkatkan
penyerapan obat dikulit dan mempengaruhi distribusi dan partisi obat dari
salep ke kulit (Garg dkk, 2015). Hal tersebut tentu mendukung sediaan salep
sebagai sediaan formulasi dalam penyembuhan luka.
4
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kulit
Salah satu ogan terbesar dari tubuh manusia dan merupakan bagian dari sistem
integumen adalah kulit. Kulit pada manusia tersusun dari tiga lapisan utama
yaitu epidermis, dermis, dan hipodermis (Agarwal & Krishnamurthy, 2022).
Kulit juga tersusun dari empat jaringan dasar yaitu epitel, jaringan ikat,
jaringan otot, dan jaringan saraf (Kalangi, 2013). Selain itu, kulit juga
memiliki kelenjar keringat, folikel rambut, dan sebaseus pada bagian lainnya
dari kulit sebagai pelengkap (Agarwal & Krishnamurthy, 2022).
Kulit tersusun dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan hipodermis
(Kalangi, 2013). Struktur kulit pada manusia ditunjukkan oleh gambar
1.
2.1.1.1. Epidermis
2. Stratum spinosum
Sebagian besar lapisan pada epidermis adalah lapisan
stratum spinosum. Lapisan terdiri dari beberapa lapisan
sel berukuran besar yang berbentuk poligonal dengan inti
lonjong. Lapisan sel ini juga memiliki sitoplasma dengan
warna kebiruan. Sel-sel pada lapisan ini dihubungkan
dengan desmosom, dimana desmosom yang berbentuk
menyerupai duri ini akan membuat sel-sel saling berikatan
atau melekat satu sama lain (Suriadi, 2015; Agarwal &
Krishnamurthy, 2022).
3. Stratum granulosum
Pada lapisan ini, terdapat 3 – 5 lapisan keratinosit dan
mengandung butiran lapisan-membran. Sitoplasma pada
keratinosit terkandung basofilik keratoyalin berukuran
besar, kasar, bentuk tidak beratur, tidak terikat oleh
membran, dan dikelilingi ribosom yang bisa disebut
dengan granula keratohialin (Suriadi, 2015; Kalangi,
2013). Pada lapisan ini terkandung lapisan-lapisan sel
yang mengandung lipid yang memiliki peran sebagai
penghalang tahan air, dimana hal tersebut merupakan
salah satu dari fungsi kulit. (Agarwal & Krishnamurthy,
2022; Suriadi, 2015). Lapisan sel yang mengandung lipid
ini berperan dalam mempercepat kematian sel
dikarenakan kehilangan intinya yang disebabkan sifat
11
4. Stratum lusidum
Lapisan ini memiliki fungsi untuk menahan gesekan dan
tekanan dari luar dan hanya ada pada bagian tubuh yang
banyak menahan beban dan bersentuhan seperti telapak
kaki, telapak tangan, tumit, serta pangkal kaki untuk
menahan gesekan dan tekanan dari luar (Suriadi, 2015).
Lapisan ini tersusun dari keratinosit mati (Agarwal &
Krishnamurthy, 2022). Sel pada lapisan ini berbentuk
kubus dan poligonal gepeng dengan inti pada bagian
tengahnya dan bersifat tembus cahaya dan agak
eosinofilik (Kalangi, 2013; Suriadi, 2015). Pada lapisan
ini tidak terdapat organel namun terdapat sedikit
desmosom yang bertautan dengan berkas-berkas serat
pada sitoplasmanya (Kalangi, 2013; Suriadi, 2015).
Melalui serat-serat tersebutlah seluruh permukaan sel
saling menempel erat (Suriadi, 2015).
5. Stratum korneum
Lapisan ini merupakan lapisan terluar dari epidermis yang
befungsi sebagai pelindung (Agarwal & Krishnamurthy,
2022). Sitoplasma pada lapisan ini digantikan oleh keratin
(Kalangi, 2013). Lapisan ini terdiri atas 10 – 30 lapisan
tipis yang melepaskan sel keratinosit mati, berbentuk
pipih, dan tidak memiliki inti (Suriadi, 2015; Kalangi,
2013). Pergantian sel biasanya terjadi setiap 28 – 30 hari
pada remaja hingga dewasa dan 45 – 50 hari pada dewasa
yang hingga lanjut usia (Suriadi, 2015). Pada permukaan
lapisan ini terdapat sel yang berbentuk seperti tanduk yang
terdehidrasi dan selalu terkelupas akibat kehilangan
12
2.1.1.2. Dermis
2.1.1.3. Hipodermis
b. Perlindungan
Kulit berperan sebagai pelindung dan penghalang dari sinar UV,
pathogen, stress kimia, dan stress termal (Agarwal &
Krishnamurthy, 2022; Suriadi, 2015). Mekanisme perlindungan ini
adalah lapisan epidermis mengandung keratinosit mati yang
tangguh dan berlapis-lapis sehingga pathogen tidak dapat
memasuki tubuh melalui kulit yang utuh dan normal. Hal inilah
yang menjelaskan bahwa apabila kulit mengalami cedera luka perlu
dibersihkan dan menutupi luka dengan perban untuk mencegah
infeksi (Suriadi, 2015).
c. Termoregulasi
Kelenjar keringat pada kulit berperan dalam membantu
mempertahankan homeostasis suhu tubuh (Agarwal &
Krishnamurthy, 2022). Kelenjar menghasilkan keringat yang
mengeluarkan air kepermukaan tubuh yang mudah menguap.
Penguapan keringat yang mengandung panas ini akan
mendinginkan permukaan tubuh. Panas dapat terpancar keluar dari
tubuh karena darah mengangkut panas melalui tubuh kemudian
menarik panas dari inti tubuh dan membawanya ke kulit (Suriadi,
2015).
d. Metabolisme
Pada lapisan hipodermis, jaringan adiposa memiliki peran penting
dalam sintesis vitamin D dan penyimpanan lipid (Agarwal &
Krishnamurthy, 2022). Menurut Suriadi (2015), lapisan stratum
basal dan stratum spinosum mengandung 7-dehydrocholesterol
yang akan bertransformasi menjadi vitamin D3 dengan bantuan
sinar UV, yang kemudian diubah oleh ginjal menjadi bentuk aktif
dari vitamin D yaitu calcitrol (Suriadi, 2015)..
15
e. Keratinisasi
Keratinisasi merupakan proses akumulasi keratin dalam keratinosit
yang tujuan akhirnya keratinosit mati akan membentuk lapisan
yang datar, keras, dan saling terikat erat dan membentuk
penghalang untuk melindungi jaringan yang berada dibawahnya
(Suriadi, 2015).
f. Warna kulit
Warna kulit dihasilkan dari tiga pigmen yaitu melanin, karoten, dan
hemoglobin. Melanin merupakan pigmen coklat yang dihasilkan
oleh melanosit sebagai pelindung dari radiasi sinar UV. Karoten
merupakan pigmen yang menghasilkan warna kuning pada kulit.
Hemoglobin merupakan pigmen merah yang akan terlihat
mencolok pada manusia dengan sedikit melanin (Suriadi, 2015).
g. Ekskresi
Keringat yang dikeluarkan oleh kelenjar ekrin sudoriferous selain
sebagai pengatur homeostasis suhu untuk mendinginkan tubuh,
juga mengeluarkan produk-produk sampah dari tubuh. Keringat
biasanya mengandung Sebagian besar air dengan banyak elektrolit,
dan sejumlah kecil prosuk sisa metabolism seperti asam laktat,
asam urat, amonia, dan urea (Suriadi, 2015).
2.2. Luka
Luka adalah sebuah peristiwa hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh
yang disebabkan oleh kontak fisika, hasil dari tindakan medis, maupun
perubahan kondisi fisiologis (Febriana dkk, 2016; Purnama dkk, 2017). Pada
umumnya, tubuh secara alami akan melakukan proses penyembuhan luka
melalui kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi secara
berkesinambungan (Purnama dkk, 2017).
2.2.1. Epidemiologi
Pada tahun 2014, luka akut mengakibatkan 17,2 juta kunjungan rumah
sakit. Sebagian besar (57,8%) dari kunjungan ini terjadi di lingkungan
rawat jalan dan 42,2% terjadi di lingkungan rawat inap. Data
pemulangan rumah sakit yang diperoleh dari Proyek Biaya dan
Pemanfaatan Kesehatan dari rawat inap rumah sakit dan kunjungan
gawat darurat mengidentifikasi bahwa hampir setengah juta pasien
dirawat karena luka bakar pada tahun 2011. Luka lecet merupakan jenis
luka tertinggi yang dialami penduduk Indonesia yaitu sebanyak 70,9%
dan diikuti oleh luka robek sebesar 23,2%. Sebanyak 40,9% luka
diketahui penyebabnya yaitu akibat dari terjatuh dan 40,6% disebabkan
oleh kecelakaan motor. Penyebab lain yaitu dapat berupa benda tajam
atau tumpul (7,3%), transportasi darat lain (7,1%), dan kejatuhan
(2,5%). Serangkaian tindakan untuk mencegah terjadinya trauma atau
injury pada kulit dan membran mukosa jaringan lain akibat adanya
trauma, fraktur, dan luka operasi yang dapat merusak permukaan kulit
adalah tindakan perawatan luka. Secara umum, perawatan luka masih
dilakukan secara sederhana dan harus menyesuaikan kondisi luka yang
terjadi serta pada setiap diagnosis luka tidak selalu sama. Perawatan
luka yang optimal berperan penting dalam proses penyembuhan luka
untuk penyembuhan luka yang lebih singkat, menghindari gangguan
maupun masalah yang ditimbulkan akibat luka yang dapat
17
Secara umum, luka diklasifikasikan menjadi dua yaitu luka akut dan
luka kronis. Jenis-jenis luka dapat dilihat pada gambar 3.
Jenis-Jenis Luka
Jenis-jenis luka yaitu terdiri dari luka kronis dan luka akut. Luka kronis
terbagi menjadi empat kategori yaitu ulkus vena, ulkus diabetikum,
ulkus dekubitus, dan luka iskemik. Luka akut terbagi menjadi lima
kategori yaitu lecet atau goresan, avulsi atau kontusio, luka sayat atau
luka terpotong, laserasi, dan luka radiasi atau bisul (Maqsood, 2018).
Berikut merupakan penjelasan mengenai jenis-jenis luka.
1. Luka Kronis
Luka kronis merupakan luka dengan gangguan metabolism
sebagai penyebabnya. Luka jenis ini memerlukan banyak waktu
untuk sembuh berbeda dengan luka akut yang mampu sembuh
dalam waktu yang seimbang dan lebih singkat. Luka kronis
mengalami kekurangan keseimbangan dalam produksi dan
18
degradasi sel dan ECM, misalnya kolagen. Secara umum, luka ini
diklasifikasikan menjadi empat jenis yaitu sebagai berikut
(Maqsood, 2018).
b. Ulkus diabetikum
Ulkus diabetikum merupakan bentuk luka kronis yang
disebabkan karena kondisi diabetes. Kondisi diabetes
berpengaruh terhadap terganggunya sistem kekebalan dan
menyebabkan kondisi neuropati terjadi. Pada kondisi ini, tubuh
gagal untuk mencegah infeksi dan luka kecilpun dapat menjadi
luka kronis (Maqsood, 2018).
c. Ulkus dekubitus
Ulkus dekubitus atau bisa juga disebut luka tekan merupakan
bentuk lain dari luka kronis yang biasanya terjadi pada orang
yang memiliki kondisi lumpuh. Kondisi imobilitas tubuh
dalam kelumpuhan menyebabkan jaringan menjadi iskemik
karena tekanan pada jaringan menjadi lebih besar daripada di
kapiler dan aliran darah menjadi terbatas pada jaringan tertentu
terutama pada otot (Maqsood, 2018).
d. Luka iskemik
Luka iskemik merupakan luka kronis yang disebabkan oleh
pembatasan suplai darah ke jaringan yang mengakibatkan
19
2. Luka Akut
Luka akut merupakan luka yang disebabkan oleh faktor
lingkungan yang melibatkan cedera traumatis. Luka akut memiliki
keseimbangan produksi dan degradasi sel dan ECM yang tepat dan
akurat sehingga luka jenis ini dapat sembuh secara alamiah dan
tersistematis. Luka jenis ini juga cenderung sembuh lebih cepat
dibandingkan luka kronis. Klasifikasi dari luka akut berdasarkan
jenis faktor lingkungan yang terlibat dalam cedera adalah sebagai
berikut (Maqsood, 2018).
a. Lecet atau goresan
Luka jenis ini merupakan luka yang disebabkan oleh faktor
lingkungan yaitu gesekan kulit dengan permukaan yang kasar
seperti luka bakar akibat tali dan lutut yang terkilir.
b. Avulsi atau kontusio
Avulsi atau kontusio merupakan luka yang disebabkan oleh
pukulan paksa pada tubuh atau penarikan pada bagian tubuh.
Contoh dari luka ini yaitu patah tulang karena menendang bola,
kehilangan gigi permanen, dan lain lain.
c. Luka terpotong atau luka sayat
Luka jenis ini merupakan luka yang disebabkan oleh benda
berat yang menimpa seseorang sehingga menjepit bagian tubuh
atau pada bagian tubuh teriris oleh benda tajam. Jenis luka ini
mungkin superfisial atau merusak epidermis atau struktur
internal seperti dermi dan bagian hypodermis pada kulit
masing-masing. Contoh dari luka ini yaitu kulit teriris pisau,
kulit tertusuk paku, dan lain lain.
d. Laserasi
Luka jenis ini merupakan luka yang terjadi akibat adanya
faktor internal atau eksternal dengan kekuatan yang luar biasa
20
2. Tahap inflamasi
Tahap ini biasanya berlangsung sampai 4 hari pasca cedera dan
ditandai dengan munculnya eritema, pembengkakan, dan panas
serta sering dikaitkan dengan nyeri (Suriadi, 2015). Pada tahap ini
yang bertindak sebagai garis pertahanan pertama adalah neutrofil
dimana neutrofil dibantu dengan sel mast akan memfagositosis
debris dan mikroorganisme. Pada tahap ini fibrin kemudian akan
pecah dan menarik sel berikutnya yang akan terlibat pada proses
inflamasi. Kemudian, sel monosit akan berubah menjadi makrofag
sebagai garis pertahanan kedua dan akan memfagositosis patogen
dan membersihkan sisa-sisa sel yang telah terpecah. Makrofag juga
akan mengeluarkan berbagai sitokin inflamasi seperti TNFβ,
TRAF6, dan IL-1 Kinase serta faktor pertumbuhan untuk
mengarahkan kepada tahap berikutnya. (Suriadi, 2015; Grubbs &
Manna, 2021; Palmieri dkk, 2017).
c. Malnutrisi
Vitamin A, vitamin C, zat besi, dan zink merupakan nutrisi penting
untuk proses penyembuhan luka. Pasien dengan kondisi malnutrisi
dapat mempengaruhi proses waktu penyembuhan luka
d. Diabetes
Pasien dengan penyakit diabetes memiliki penyembuhan yang
lambat akibat dari kadar gula darah dalam tubuh.
e. Radiasi
Luka pada area yang terkena radiasi akan memerlukan waktu yang
panjang untuk proses penyembuhan.
a. Primary Intention
Jenis penutupan luka ini biasanya terjadi pada luka dengan
kedalaman hingga lapisan epidermis, dermis, dan fasia namun tidak
mengenai otot (Maryunani, 2015).
Hecting
Epidermis
Dermis
Fasia
Gambar 4. Jenis Penyembuhan Luka Primary Intention yang dilakukan
dengan Tindakan menjahit, staples, dan perekat (Maryunani, 2015)
b. Secondary Intention
Jenis penyembuhan luka ini biasanya terjadi pada luka dengan
kedalaman epidermis atau bagian atas dari dermis. Jenis
penyembuhan luka ini dapat ditunjukkan pada gambar 5
(Maryunani, 2015).
Jaringan Granulasi
Epidermis
Dermis
Fasia
c. Tertiary Intention
Jenis penyembuhan luka ini biasanya pada luka dengan kedalaman
hingga lapisan epidermis, dermis, dan fasia namun tidak mengenai
otot. Jenis penyembuhan luka ini ditunjukkan pada gambar 6
(Maryunani, 2015).
26
Jaringan Granulasi
Epidermis
Dermis
Fasia
2. Dressing primer
Dressing primer terdiri dari hidrogel, kalsium alginat, foam,
hidrokoloid, hidroselulosa dan obat-obatan lainnya yang berperan
sebagai pengobatan topikal pada luka. Contoh dari dressing primer
yaitu sebagai berikut (Maryunani, 2015).
a. Hidrogel
Hidrogel dapat membantu proses peluruhan jaringan yang telah
mati pada pasien. Secara umum hidrogel terdiri dari dua jenis
yaitu hidrogel dressing dan amorphous gel yang biasa
digunakan untuk luka nekrotik permukaan dan luka bakar
derajat II.
28
b. Kalsium alginat
Kalsium alginat memiliki daya larut yang tinggi serta dapat
menggantikan ion-ion yang hilang pada luka serta mampu
menyerap jumlah cairan yang cukup banyak pada luka. Balutan
dengan jenis ini biasa digunakan pada luka decubitus, luka
superfisial dan luka bakar derajat I dan II.
c. Hidroselulosa
Balutan yang terbuat dari selulosa ini memiliki daya serap
cairan yang tinggi, mampu mengikat bakteri kedalam seratnya
dan mempertahankan cairan luka yang sedang atau banyak.
Baluan jenis ini biasa digunakan pada luka kaki, luka tekan
stadium I, II, luka DM, luka bedah, luka traumatik, dan
penyerapan cairan pada luka kanker.
d. Hidrokoloid
Balutan ini terdiri dari sodium karboksimetilselulosa, pectin,
gelatin, elastomer, dan poliuretan film. Balutan ini umumnya
digunakan untuk luka lembab dengan tujuan melindungi luka
dari kontaminasi lingkungan yang dapat menyebabkan infeksi.
Namun balutan ini kurang efektif pada luka dengan banyak
cairan.
e. Foam
Balutan ini tersusun dari polymer yang mengandung sel-sel
berlubang kecil dan mampu menahan cairan serta menariknya
dari dasar luka sehingga balutan ini sering digunakan pada luka
berair atau basah
f. Balutan hidrofobik
Balutan ini sering digunakan karena mampu secara cepat
membersihkan cairan luka, pus, debris serta mampu
mengangkat bakteri dan jamur. Umumnya balutan ini
digunakan pada luka post operasi, luka berongga, luka trauma,
dan berbagai luka kronik (Maryunani, 2015).
29
susunan tunggal dan bersilangan pada daunnya serta bentuk daunnya elips
menyempit dengan panjang kisaran 9 – 18 cm. Bunga pada tanaman bakau
minyak selalu kembar dan memiliki panjang kelopak hingga 12 – 14 mm,
lebar kelopaknya 9 – 10 mm dan memiliki warna jingga kekuningan, buah
bakau minyak memiliki panjang 25 – 30 cm, tanaman ini berwarna coklat,
kulit dari tanaman ini kasar, dan tanaman ini biasanya berbunga pada bulan
April – Oktober (Syahrial, 2018). Menurut Rahayu dkk (2019), Spesies
Rhizophora termasuk mangrove sejati yang berada pada zona lebih kearah
darat atau zona tengah yang akar atau batangnya tergenang oleh air payau.
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnolophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora apiculata
Ekstraksi secara sederhana meliputi tahapan yaitu sebagai berikut (Zhang dkk,
2018).
1. Pelarut menembus ke dalam matriks padat
2. Zat kemudian terlarut dalam pelarut
3. Zat terlarut kemudian keluar dari matriks padat
38
Jenis jenis metode ektsraksi yang dapat digunakan adalah sebagai berikut.
1. Maserasi
Maserasi merupakan metode ekstraksi yang paling sederhana namun
memiliki kekurangan yaitu memerlukan waktu yang cukup lama dan
efisiensi ekstraksi rendah (Zheng dkk, 2018). Metode ini dilakukan
dengan memasukkan bagian tanaman yang sudah dihaluskan untuk
meningkatkan luas permukaan yang tepat dan kemudian dicampurkan
dengan pelarut yang sesuai ke dalam wadah inert atau bejana yang
tertutup rapat pada suhu kamar. Kemudian setelah proses selesai,
pelarut dipisahkan dari sampel dengan dilakukan penyaringan.
3. Perkolasi
Perkolasi merupakan metode ekstraksi yang lebih efisien
dibandingkan maserasi karena merupakan proses yang berkelanjutan
dimana pelarut jenuh digantikan oleh pelarut baru secara terus-
menerus (Zhang, 2018). Pada metode ini, serbuk sampel dibasahi
secara perlahan kedalam sebuah perkolator dan pelarut ditambahkan
dari bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan menetes perlahan ke
bagian bawah (Mukhriani, 2014). Proses ini diulang dua hingga tiga
kali untuk mendapatkan senyawa metabolit yang optimal dari tanaman
(Srivastava, 2021). Metode ini memiliki kekurangan yaitu apabila
sampel dalam perkolator tidak homogen maka pelarut sulit
menjangkau seluruh area dan metode ini membutuhkan banyak pelarut
dan membutuhkan waktu yang cukup lama (Mukhriani, 2014).
5. Sokletasi
Pada metode ini, serbuk sampel ditempatkan dalam sarung selulosa
atau kertas saring dalam klonsong yang ditempatkan diatas labu dan
dibawah kondensor. Kemudian pelarut yang sesuai dimasukkan
kedalam labu dengan suhu penangas diatur dibawah suhu refluks.
Kelebihan dari metode ini adalah tidak membutuhkan banyak pelarut
dan tidak memerlukan waktu yang cukup lama serta proses ekstraksi
kontinyu. Namun metode ini kurang cocok pada senyawa yang besifat
termolabil karena dapat terdegradasi akibat dari ekstrak yang diperoleh
terus-menerus berada pada titik didihnya (Mukhriani, 2014; Zhang
dkk, 2018).
2.5. Salep
4. Cerata
Adalah salep berlemak yang mengandung persentase tinggi lilin
(wax) yang tinggi sehingga memiliki konsistensi yang lebih keras
(ceratum labiale).
5. Jelly
Adalah salep yang lebih halus, umumnya cair, dan sedikit
mengandung sedikit atau tidak mengandung lilin yang digunakan
terutama pada membrane mukosa sebagai pelicin atau basis. Biasanya
terdiri dari minyak dan lemak dengan titik lebur rendah.
2. Salep endodermik
Dimaksudkan untuk bekerja pada lapisan jaringan kulit yang lebih
dalam (Usha dkk, 2015). Dimana bahan obat pada salep jenis ini
dimaksudkan untuk menembus kedalam namun tidak melalui kulit
dan terabsorbsi sebagian. Salep jenis ini biasanya digunakan untuk
melunakkan kulit atau selaput lendir diberikan lokal iritan. Dasar
salep yang cocok untuk salep jenis ini adalah minyak lemak (Murtini,
2016).
3. Salep diadermik
Dimaksudkan untuk menembus dalam dan melepaskan obat-obatan
dalam cairan tubuh (sirkulasi sistemik) (Usha dkk, 2015). Salep jenis
ini diabsorbsi seluruhnya. Dasar salep yang baik pada jenis salep ini
43
adalah adeps lanae dan oleum cacao. Contoh salep jenis seperti salep
dengan kandungan senyawa merkuri, iodida, Belaladonae (Murtini,
2016).
Kerugian dari sediaan salep adalah sediaan ini dapat menimbulkan noda
dan kurang secara estetika pada kosmetik karena berminyak, akurasi
dosis pada sediaan ini ditentukan pada keseragaman jumlah yang akan
diterapkan, tidak dapat diformulasikan tanpa pengawet dikarenakan basis
emulsi dapat terkontaminasi dengan jamur sehingga terkadang dapat
mengalami perubahan warna secara bertahap (Usha dkk, 2015). Kerugian
lainnya dari sediaan salep adalah dapat menimbulkan dosis yang lebih
bervariasi (Aulton, 2018).
2. Absorbsi Trans-Appendageal
Pada absorbsi ini, jalur masuknya obat melalui folikel rambut dan
kelenjar keringat karena adanya pori-pori sehingga obat berpenitrasi.
Faktor utama yang dapat mempengaruhi absorbsi perkutan dari suatu
obat adalah sifat fisiko-kimia obat, kondisi fisiologis kulit, adanya
uap air, dan sifat pembawa (Murtini, 2016).
45
Evaluasi sediaan salep menurut Mahato & Narang (2018) adalah sebagai
berikut.
1. Stabilitas fisik seperti homogenitas dan penampilan warna
2. Identitas obat, kemurnian, kandungan, dan keseragaman kandungan
3. Laju pelepasan obat menggunakan uji in vitro
4. Viskositas formulasi
5. Isi minimum dalam wadah dan volume atau dosis yang dapat
diterima.
7. Kadar air
Ditentukan menggunakan metode titrimetri menggunakan pereaksi
Karl Fischer
Tes berikut ditentukan untuk evaluasi salep menurut (Usha dkk, 2015):
1. Uji variasi berat
Pilih sampel dari 10 wadah yang diisi dan hilangkan label yang dapat
mengubah berat selama pengeluaran isi dari wadah. Bersihkan dan
keringkan bagian luar wadah dengan cara yang sesuai dan timbang
satu per satu. Keluarkan isi dari setiap wadah dengan memotong
bukaan dan cuci dengan pelarut yang sesuai, berhati-hatilah untuk
mempertahankan penutup dan bagian lain dari setiap wadah.
Keringkan dan timbang kembali setiap wadah kosong bersama
dengan bagian-bagiannya yang sesuai. Selisih berat adalah berat
bersih isi masing-masing wadah. Rata-rata berat bersih isi 10 wadah
tidak kurang dari jumlah yang tertera pada etiket dan berat bersih isi
setiap wadah tidak kurang dari 90% dari jumlah berlabel, bila jumlah
etiket lebih dari 60 gram tetapi tidak lebih dari 150 gram. Jika
persyaratan tidak terpenuhi, tentukan berat bersih isi 20 kontainer
tambahan. Berat rata-rata isi dari 30 wadah tidak kurang dari jumlah
yang tertera pada etiket dan berat bersih isi tidak lebih dari satu wadah
dari 30 wadah tidak kurang dari 90% dari jumlah yang tertera pada
etiket, dimana jumlah yang tertera pada etiket adalah 191gram atau
kurang dan tidak kurang dari 95% dari jumlah yang tertera pada label,
dimana jumlah yang tertera pada label lebih dari 60 gram tetapi tidak
lebih dari 150 gram.
2. Konsistensi
Harus halus, tidak ada partikel padat.
3. Identifikasi kandungan aktif
Hangatkan larutan jenuh dalam air dengan larutan Silver Amonium
Nitrat dalam tabung reaksi. Logam Perak diendapkan sebagai cermin
di sisi tabung.
48
Pada penelitian kesehatan yang memerlukan uji kelayakan atau keamanan pada
suatu bahan obat dan penelitian mengenai suatu penyakit biasanya
menggunakan hewan percobaan sebagai objek dari penelitian tersebut
(Tolistiawati dkk, 2014). Hewan coba merupakan hewan yang dipilih
berdasarkan standar yang diperlukan dan digunakan pada penelitian biologis
dan biomedis yang biasanya digunakan untuk memahami mekanisme dasar
dari suatu penyakit dan menemukan metode untuk mencegah, mengobati suatu
penyakit, dan mendiagnosis (Nugroho dkk, 2018; Rosidah dkk, 2020). Tikus
sebagai hewan coba biasanya digunakan pada penelitian karena memiliki siklus
hidup yang pendek, perawatan serta pemeliharaannya relatif murah dan mudah,
dan terdapat database dalam menginterpretasikan data yang relevan pada
manusia (Rosidah dkk, 2020).
Menurut Rosidah dkk (2020), Tikus sebagai hewan model pada suatu
penelitian harus memenuhi persyaratan tertentu yaitu berat badan merata, jenis
kelamin tertentu, rentang usia yang tidak jauh berbeda, fisik yang sehat
dicirikan dengan mata yang cerah, aktivitias motorik normal, galur yang sama,
49
bulu tidak berdiri dan harus disesuaikan dengan tujuan penelitian sebagai
contoh jika peneliti ingin meneliti obat-obatan hormonal wanita maka jenis
kelamin tikus yang digunakan betina. Tikus putih (Rattus novergicus) memiliki
beberapa galur laboratorium yang pada umumnya digunakan sebagai hewan
coba penelitian yaitu galur Sprague-dawley, wistar, biobreeding, long-evans,
zucker, shaking rat Kawasaki, hairless, dan Royal College of Surgeons.
LUKA
Jenis-Jenis Komplikasi
Luka Luka Tanaman
Herbal
Luka Luka Infeksi Hematoma
Kronis Akut
• Flavonoid
Ulkus Lecet atau Perdarahan Seroma • Steroid
Ulkus Vena Diabetikum Avulsi • Alkaloid
Goresan
• Saponin
Eviscerasi Dehiscence • Tanin
Rudal Laserasi
Ulkus Luka • Terpenoid
Dekubitus Iskemik
Luka
Luka Jaringan
Terpotong Keloid Parut
Radiasi atau Luka
atau Bisul Hipotrofik
sayat
• Antimikroba
• Antiinflamasi
• Antioksidan
• Astringen
Faktor yang Jenis Mekanisme
Perawatan Luka Mempengaruhi
dengan dressing Penyembuhan Penyembuhan
Penyembuhan Luka Luka
Luka
Dressing Hemostasis
Sekunder Primary
Perawatan
yang kurang Intention
Dressing baik Inflamasi
Primer
Secondary
Malnutrisi Intention Proliferasi
Tertiary Remodelling
Diabetes Invention
Radiasi
: terdiri dari
: aktivitas
Luka merupakan peristiwa hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang
disebabkan oleh kontak fisika, hasil dari tindakan medis, maupun perubahan
51
kondisi fisiologis (Febriana dkk, 2016; Purnama dkk, 2017). Jenis-jenis luka
terdiri dari luka akut dan luka kronis. Luka kronis merupakan merupakan luka
dengan gangguan metabolisme sebagai penyebabnya serta memerlukan waktu
yang lama untuk proses penyembuhan. Kategori luka kronis yaitu terdiri dari
ulkus vena, ulkus diabetikum, ulkus dekubitus, dan luka iskemik (Maqsood,
2018). Luka akut merupakan luka yang disebabkan oleh faktor lingkungan
yang melibatkan cedera traumatis dan memiliki keseimbangan produksi dan
degradasi sel yang dapat sembuh secara alamiah dan tersistematis sehingga
memiliki proses penyembuhan yang lebih cepat dibanding luka kronis
(Maqsood, 2018). Komplikasi yang dapat timbul pada luka apabila tidak
mendapati perawatan luka yang tepat yaitu infeksi, hematoma, perdarahan,
seroma, dehiscence, eviscerasi, keloid, dan jaringan parut hipotrofik (Febriana
dkk, 2016). Mekanisme penyembuhan luka secara berurutan yaitu tahap
hemostasis, tahap inflamasi, tahap proliferasi, dan Remodelling (Suriadi,
2015; Grubbs & Manna, 2021). Jenis-jenis penyembuhan luka terdiri dari tiga
kategori yaitu Primary intention, secondary intention, dan tertiary intention
(Semer, 2013). Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka
yaitu perawatan yang kurang baik, malnutrisi, diabetes, dan radiasi
(Maryunani, 2015). Perawatan luka dapat dilakukan dengan pembalutan atau
dressing yang terbagi menjadi dressing sekunder seperti film dan kassa serta
dressing primer seperti hidrofobik, hidrogel, hidroselulosa, hidrokoloid, foam,
kalsium alginat, dan obat-obatan luka (Maryunani, 2015). Tanaman herbal
yang dalam penelitian ini digunakan Rhizophora apiculata merupakan
tanaman mangrove yang tumbuh di Indonesia. Daun pada tanaman ini
mengandung senyawa metabolik yang terdiri dari flavonoid, tanin, saponin,
steroid, alkaloid, dan terpenoid dimana senyawa tersebut memiliki aktivitas
antimikroba, astringen, antiinflamasi, dan antioksidan yang secara efek
farmakologisnya memiliki aktivitas dalam mekanisme proses penyembuhan
luka (Pambudi & Haryoto, 2022; Dewi & Wicaksono, 2020). Diagram
kerangka teori dapat ditunjukkan pada gambar 12.
52
Aquadest Kelompok 1
(Kontrol Normal)
Lama
Basis Kelompok 2 penyembuh-
Salep (Plasebo) an luka sayat
pada tikus
Oxoferin Kelompok 3
(Kontrol Positif)
Panjang luka
Dosis II Kelompok 4 sayat pada
20% tikus
Dosis III
Kelompok 6
40%
2.8. Hipotesis
METODOLOGI PENELITIAN
Federer. (n – 1)(k – 1) ≥ 15
1. Kriteria Inklusi
Karakteristik umum dari subjek penelitian pada
penelitian ini adalah sebagai berikut.
a) Tikus putih (Rattus norvegicus) dengan galur
Sprague dawley
b) Jenis kelamin tikus putih jantan
c) Usia tikus putih dua bulan
d) Tikus putih sehat atau normal ditandai dengan
gerak-gerakan tikus putih seperti makan, minum,
tidak terdapat luka atau cacat tubuh
e) Bobot badan tikus putih 230-270 gram.
2. Kriteria Eksklusi
Sebagian dari subjek yang tidak memenuhi kriteria
inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
a) Tikus putih sakit yang ditandai dengan peningkatan
porfirin (pewarnaan merah di sekitar mata dan
hidung), peningkatan bersin dan lendir dari hidung,
bernafas lebih cepat dan lebih keras, makan lebih
sedikit dari biasanya, terdapat benjolan di tubuh,
58
3.4.1. Alat
3.4.2. Bahan
Prosedur penelitian ini terdiri dari adaptasi tikus, pembuatan ekstrak daun
Rhizophora apiculata, uji skrining fitokimia, formulasi salep ekstrak daun
Rhizophora apiculata, evaluasi salep ekstrak daun Rhizophora apiculata,
pembuatan luka sayat, dan perawatan luka sayat.
2. Identifikasi Tanin
Ekstrak sebanyak 1 gram dimasukkan kedalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan 10 ml air panas lalu didihkan selama 5
menit. Kemudian filtratnya ditambahkan FeCl3 sebanyak 3-4 tetes.
Positif adanya tanin katekol ditandai dengan perubahan warna
hijau biru (hijau-hitam) dan positif adanya tanin pirogalol ditandai
dengan perubahan warna menjadi biru hitam (Muthmainnah,
2017).
3. Identifikasi Alkaloid
Ekstrak sebanyak 2 gram dimasukkan kedalam tabung reaksi dan
ditetesi HCl 2 N sebanyak 5 ml lalu dipanaskan. Kemudian
didinginkan lalu dibagi menjadi 3 tabung reaksi yang masing-
masing tabung reaksi sebanyak 1 ml. ditambahkan pereaksi pada
tiap tabung. Positif mengandung alkaloid apabila membentuk
endapan putih atau kuning pada tabung dengan pereaksi Mayer.
Positif mengandung alkaloid jika terbentuk endapan jingga pada
tabung dengan pereaksi Dragendrof (Muthmainnah, 2017).
4. Identifikasi Saponin
Ekstrak sebanyak 1 gram dimasukkan kedalam tabung reaksi dan
ditambahkan air panas sebanyak 10 ml, kemudian didinginkan lalu
61
Pada penelitian ini salep dibuat ke dalam empat formula dengan variasi
dosis ekstrak ethanol daun Rhizophora apiculata dengan konsentrasi
20%, 30%, 40%, dan basis salep. Formula dari salep ekstrak daun
Rhizophora apiculata ditunjukkan pada tabel 1.
Uji stabilitas fisik salep ini dilakukan dengan beberapa pengujian dan
pengamatan yaitu sebagai berikut (Sari dan Maulidya, 2016).
1. Pemeriksaan organoleptis
Pengamatan dilakukan secara visual terhadap bentuk, bau, dan
warna (Sari dan Maulidya, 2016).
2. Pemeriksaan pH
Dilakukan dengan menggunakan alat pH meter yang dicelupkan
kedalam 0,5 gram salep yang diencerkan dengan aquadest
sebanyak 5 ml (Sari dan Maulidya, 2016).
3. Pemeriksaan homogenitas
Salep ditimbang 0,1 gram kemudian diletakkan diatas kaca objek
lalu digoreskan dengan coverglass sehingga membentuk
permukaan yang rata kemudian ditutup dengan coverglass. Salep
yang homogen ditandai dengan tidak terdapat gumpalan, struktur
yang rata, dan warna yang seragam (Sari dan Maulidya, 2016).
63
4. Uji Viskositas
Viskositas salep diukur menggunakan viskometer rotasi dengan
memasukkan 10 gram salep ke dalam pot, kemudian dipasang
spindle no.64 dan dijalankan. Hasil viskositas dicatat setelahnya
jarum viskometer menunjukkan angka yang stabil setelah lima
putaran (Maesaroh dkk, 2020).
Observasi luka sayat dilakukan dengan cara yaitu mencuci tangan dan
memakai sarung tangan sebelum melakukan observasi luka sayat dan
64
Variabel Independen
1. Ekstrak daun Ekstrak etanol Pengukuran 20 gram Kategorik
bakau daun bakau ekstrak daun ekstrak daun
(Rhizophora (Rhizophora bakau bakau
apiculata) apiculata) yang Rhizophora (Rhizophora
telah diolah apiculata apiculata)
dengan metode disesuaikan
maserasi dengan dengan
konsentrasi yang konsentrasi dan
telah ditentukan. jumlah yang
dibutuhkan.
2. Salep Ekstrak Ekstrak daun Pengukuran 25 gram salep Kategorik
daun bakau bakau salep ekstrak ekstrak daun
(Rhizophora (Rhizophora daun bakau bakau
apiculata) apiculata) (Rhizophora (Rhizophora
sebagai bahan apiculata) apiculata) pada
aktif yang disesuaikan masing-masing
diformulasikan dengan konsentrasi
menjadi sediaan konsentrasi dan
salep dengan jumlah yang
konsentrasi 20%, dibutuhkan.
30%, dan 40%
Variabel Dependen
1. Proses Luka dinyatakan Setiap tikus Hasil Numerik
penyembuhan sembuh jika akan dilakukan pengamatan
luka sayat hilangnya eritema, pengukuran dinilai dengan
edema, pus, dan menggunakan penyusutan
tepi luka menutup alat ukur panjang luka
sempurna panjang yaitu yang diukur
(Ramadhan dkk, jangka sorong. dengan satuan
2019) mm.
2. Skoring Penilaian Pengukuran Rata-rata nilai Numerik
Nagaoka menggunakan skor mengguna-kan skor 3-9
makroskopis tabel
Nagaoka modifikasi
berdasarkan lama Nagaoka yang
penyembuhan dapat menilai
(hari), tanda-tanda apakah terdapat
infeksi, dan tanda- infeksi dari
tanda reaksi lokal luka dan ada
(Suarni & Badri, tidaknya reaksi
2016) alergi
Data yang sudah diperoleh akan dianalisis secara statistik dengan uji
normalitas data Shapiro Wilk-Test karena jumlah sampel ≤ 50 (p>0,05)
yang dilanjutkan dengan uji homogenitas yaitu uji Levene, jika varians
data terdistribusi normal dan homogen akan dilanjutkan dengan uji
parametrik One Way ANOVA. Namun jika didapatkan distribusi data
tidak normal maka akan digunakan uji nonparametrik Kruskal-Wallis.
Hipotesis dianggap bermakna apabila nilai p<0,05, jika pada uji ANOVA
dihasilkan p<0,05 maka akan dilanjutkan dengan melakukan analisis Post
Hoc LSD, dan jika pada uji Kruskal-Wallis dihasilkan nilai p<0,05 maka
akan dilanjutkan dengan analisis Post Hoc Mann-Whitney (Kurniawaty
dkk, 2022).
67
5.1 Simpulan
5.2 Saran
Adjeng ANT, Hairah S, Herman S, Ruslin, Fitrawan LOM, Sartinah A, Ali NFM,
Sabarudin. 2019. Skrining Fitokimia dan Evaluasi Sediaan Sabun Cair
Ekstrak Etanol 96% Kulit Buah Salak Pondoh (Salacca zalacca (Gaertn.)
Voss.) Sebagai Antioksidan. Pharmauho. 5(2): 21-24.
Akasia AI, Putra IDNN, Putra ING. 2021. Skrining Fitokimia Daun Mangrove
Rhizophora mucornata dan Rhizophora apiculata yang Dikoleksi dari
Kawasan Mangrove Desa Tuban, Bali. Journal of Marine Research and
Technology. 4(1):16-22.
Aulton, Michael E, Taylor KMG. 2018. Aulton’s Pharmaseutics: The Design and
Manufacture of Medicines Fifth Edition. Elsevier Ltd. 301-313
Bawotong RA, De Queljoe E, & Mpila DA. 2020. Uji Efektivitas Salep Ekstrak
Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat
Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus). Pharmacon. 9(2):
284.
Baehaki F, & Wahid AA. 2019. Pengaruh Ekstrak Daun Babadotan (Ageratum
conyzoides, L) Terhadap Waktu Pembekuan Darah. Jurnal Kesehatan
Rajawali. 9(2): 14–24.
Binder L, Mazal J, Petz R, Klang V, Valenta C. 2019. The role of viscosity on skin
penetration from cellulose ether‐based hydrogels. Skin Res Technol. 25:725-
734
Destri CH, Sudiana IK, Nugraha J. 2017. Potensi Ekstrak Jatropha multifida
Terhadap Ekspresi VEGF Aphthous Ulcer Rat norvegicus. Jurnal SainHealth.
1(2): 5-12.
Dewi AU, & Wicaksono IA. 2020. Review artikel: tanaman herbal yang memiliki
aktivitas penyembuhan luka. Farmaka. 18(2): 213–221.
Dewi ERO, & Usman U. 2016. Uji Fitokimia dan Uji Antibakteri dari Akar
Mangrove Rhizophora apiculata terhadap Bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus. Proceeding of Mulawarman Pharmaceuticals
Conferences. 3(3): 183–193.
Djati FK, Dewi CK. 2018. Laporan Kasus: Tatalaksana Hematoma Akibat Trauma.
Stomatognatic (J.K.G Unej). 15(2): 26-29.
Hadi AM, & Irawati MH. 2016. Karakteristik Morfo-Anatomi Struktur. 1688–
1692.
Hakim IR, Lestari F, & Priani SE. 2021. Kajian Pustaka Tanaman yang Berpotensi
dalam Penyembuhan Luka Bakar. Prosding Farmasi, 14–20.
Kalangi SJR. 2014. Histofisiologi Kulit. Jurnal Biomedik (Jbm). 5(3): 12–20.
Mahato RI, & Narang AS. 2018. Pharmaceutical Dosage Forms and Drug
Delivery. Edisi 3. CRC Press: USA. 425-427.
Mahmudah BH, Umboro RO, Apriliany F. 2021. Uji Efektivitas Ekstrak Daun
Ciplukan (Physalis angulata L.) terhadap Penyembuhan Luka Sayat Pada
Kelinci Jantan (Oryctolagus cuniculus) Galur Wistar. Cendekia Journal of
Pharmacy. 5(2): 196-205.
Minarno EB. 2015. Skrining Fitokimia dan Kandungan Total Flavonoid pada Buah
Carica pubescens Lenne & K. Koch Di Kawasan Bromo, Cangar, dan Dataran
Tinggi Dieng. EL-Hayah. 5(2): 73-82.
Nugroho SW, Fauziyah KR, Sajuthi D, & Darusman HS. 2018. Profil Tekanan
Darah Normal Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Wistar dan Sprague-
Dawley. Acta Veterinaria Indonesiana. 6(2): 32–37.
Rahayu S, Rozirwan R, & Purwiyanto AIS. 2019. Daya Hambat Senyawa Bioaktif
Pada Mangrove Rhizophora Sp. Sebagai Antibakteri Dari Perairan Tanjung
Api-Api, Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Sains. 21(3): 151.
Rahmadini NR, Gama SI, Rusli R. 2018. Formulassi Sediaan Salep Ekstrak Kulit
Batang Cadamba (Anthocephalus cadamba Miq.) dan Aktivitas
Antibakterinya Terhadap Staphylococcus aureus. Proceeding of the 8th
Mulawarman Pharmaceutical Conferences. 308-313.
Shahbaz HM, Manzoor A, Ijaz M, Mahmood MS, dkk. 2017. Comparative Wound
Healing Efficacy of Neem Oil, Turmeric and Oxoferin On Full Thickness
Cutaneous Wounds in a Rabbit Model. IOSR Journal of Agriculture and
Veterinary Science. 10(2): 66-71.
Srivastava N, Singh A, Kumari P, Nishad JH, Gautam VS, Yadav M, Bharti, R.,
Kumar D, & Kharwar RN. 2021. Advances in extraction technologies:
isolation and purification of bioactive compounds from biological materials.
In Natural Bioactive Compounds. Elsevier Inc. 29-37.
Suarni E, Badri PRA. 2016. Uji Efektivitas Lendir Bekicot (Achatina Fulica)
Dibandingkan dengan Povidone Iodine 10% terhadap Penyembuhan Luka
Sayat (Vulnus Scissum) pada Mencit (Mus musculus). Syifa MEDIKA Jurnal
Kedokteran dan Kesehatan. 7(1): 9-15.
Suriadi 2015. Pengkajian Luka dan Penanganannya. Edisi I. Sagung Seto: Jakarta.
11-34.
Tamuntuan DN, Queljoe ED, Datu OS. 2021. Uji Efektivitas Penyembuhan Luka
Sediaan Salep Ekstrak Rumput Macan (Lantana camara L) Terhadap Luka
Sayat Pada Tikus Putih Jantan (Rattus norvegicus). Pharmacon. 10(3): 1040-
1049.
Yurista SR, Ferdian RA, Sargowo D. 2016. Review Article: Principles of the 3Rs
and ARRIVE Guidelines in Animal Research. Jurnal Kardiologi Indonesia.
37(3): 156-163.
Zhang QW, Lin LG, & Ye WC. 2018. Techniques for extraction and isolation of
natural products: A comprehensive review. Chinese Medicine (United
Kingdom), 13(1): 1–26.
106
Zukhri S, Dewi KMS, Hidayati N. 2018. Uji Sifat Fisik dan Antibakteri Salep
Ekstrak Daun Katuk (sauropus androgynus (l) merr.). Jurnal Ilmiah
Kesehatan (JIK). 11(1): 303-312.