Typoid

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PATOFISIOLOGI

TYPOID

Dosen Pengampu : Cahyo Nugroho, S.Kep., Ns., M.Kep

Disusun Oleh :

Pandu Rafi Pradana (220106185)

Putri Dwi Minanty (220106188)

Ratu Islami Meiana Putri (220106197)

Revalina Aulia Rahma (220106200)

PROGRAM STUDI D4 KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS HARAPAN BANGSA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
penulisan Makalah " TYPOID" ini dapat diselesaikan. Dan tak lupa, penulis
berterima kasih kepada bapak Cahyo Nugroho, S.Kep., Ns., M.Kep selaku
Dosen mata kuliah Patofisiologi di Universitas Harapan Bangsa yang telah
memberikan penyusun tugas membuat makalah yang sangat bermanfaat ini untuk
kelengkapan tugas kelompok Mata Kuliah Patofisiologi.

Dalam makalah ini penyusun membahas TYPOID. Penyusun berharap


agar makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta ilmu
pengetahuan pembaca. Penyusun menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu masukan berupa kritikan dan saran sangat
penyusun harapkan demi penyempurnaan makalah ini

Akhir kata, sekiranya makalah ini dapat berguna dan bisa menjadi
pedoman bagi mahasiswa untuk dapat mempelajari serta memahami tentang
TYPOID. Sekian dan terima kasih.

Purwokerto, 4 Desember 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Tujuan penyusunan Makalah.........................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi...........................................................................................................2

2.2 Etiologi...........................................................................................................2

2.3 Tanda Gejala..................................................................................................2

2.5 Patofisiologi...................................................................................................4

2.6 Pathway..........................................................................................................6

2.7 Pemeriksaan Penunjang................................................................................7

2.8 Penatalaksanaan............................................................................................9

iii
BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN.........................................................................................11

B. SARAN.....................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................12

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Demam tifoid atau typhoid fever merupakan penyakit infeksi akut pada
saluran pencernaan tepatnya pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella
typhi (Zulkoni, 2011). Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di
Indonesia dengan angka kejadian yang masih tinggi serta merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan dan
sanitasi yang buruk.
Demam tifoid sendiri akan sangat berbahaya jika tidak segara di tangani
secara baik dan benar, bahkan menyebabkan kematian. Menurut data WHO
(World Health Organisation) memperkirakan angka insidensi di seluruh dunia
sekitar 17 juta jiwa per tahun, angka kematian akibat demam tifoid mencapai
600.000 dan 70% nya terjadi di Asia. Di Indonesia sendiri, penyakit tifoid
bersifat endemik, menurut WHO angka penderita demam tifoid di Indonesia
mencapai 81% per 100.000 (Depkes RI, 2013).

1.2 TUJUAN PENYUSUNAN MAKALAH


1. Mengetahui Definisi Typoid
2. Mengetahui Etiologi Typoid
3. Mengetahui tanda Gejala Typoid
4. Mengetahui Patofisiologi Typoid
5. Mengetahui Pathway Typoid
6. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Typoid
7. Mengetahui Penatalaksanaan Typoid

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI

Demam thypoid atau enteric fever adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu
minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan keasadaran. Demam thypoid
disebabkan oleh infeksi salmonella typhi. (Lestari Titik, 2016). Thypoid fever atau
demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam
satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan
gangguan kesadaran. (Wijayaningsih kartika sari, 2013).

2.2 ETIOLOGI

Penyebab utama demam thypoid ini adalah bakteri samonella typhi. Bakteri
salmonella typhi adalah berupa basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar,
tidakberspora, dan mempunyai tiga macam antigen yaitu antigen O (somatik yang
terdiri atas zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flegella), dan antigen VI.
Dalam serum penderita, terdapatzat (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen
tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15-
41 derajat celsius (optimum 37 derajat celsius) dan pH pertumbuhan 6-8. Faktor
pencetus lainnya adalah lingkungan, sistem imun yang rendah, feses, urin,
makanan/minuman yang terkontaminasi, formalitas dan lain sebagainya. (Lestari
Titik, 2016).

2.3 TANDA GEJALA

Tanda dan gejala klinis penyakit typhoid sangat bervariasi, dari gejala
yang ringan sekali (sehingga tidak terdiagnosis), dan dengan gejala yang khas
(sindrom typhoid) sampai dengan gejala klinis berat yang sisertai komplikasi.
Berdasarkan daerah atau negara serta menurut watu di negara berkembang dapat
berbeda dengan negara yang maju, tanda dan gejala klinis yang timbul.

2
Tanda dan Gejala Klinis yang sering muncul pada typhoid meliputi:

1. Demam (peningkatan suhu tubuh)

Demam atau peningkatan suhu tubuh adalah gejala utama pada typhoid. Apa
awalnya penerita mengalami demam ringan, selanjutnya suhu tubuh sering naik
turun. Pada pagi hari suhu tubuh lebih rendang atau normal dari pada sore hari
dan malam hari suhu tubuh lebih tinggi (demam intermitten). dari hari ke hari
intensitas demam pada penderita semakin tinggi disertai juga dengan gejala klinis
lainnya seperti sakit kepala (pusing) yang sering dirasakan pada area frontal, nyeri
pada otot, pegal-pegal, insomnia, anoreksia, mual dan muntah. Pada minggu ke-2
intensitas demam pada penderita semakin tinggi, kadang pula terus menerus
(demam kontinue). ketika kondisi pasien mulai membaik pada minggu ke-3 suhu
badan berangsur menurun dan padat normal kembali pada minggu ke-3 akhir.
Demam yang khas pada typhoid tersebut tidak selalu ada, tipe demam menjadi
tidak beraturan, hal ini dikarenakan intervensi pengobatan atau komplikasi yang
dapat terjadi lebih awal. Pada anak khususnya balita, saat demam tinggi sangat
rentang terjadi kejang. Pada pasien typhoid sering ditemukan bau mulut yang
tidak sedap

2. Gangguan Saluran Pencernaan

karena adanya demam yang terlalu lama. Mukosa bibir kering, kadang pecah-
pecah, dan lidah terlihat kotor pucat. Ujung dan tepi pada lidah kemerahan dan
tremor (coated tongue/selaput putih). Pada anak jarang ditemukan, dan pada
umumnya pasien sering mengeluh nyeri perut. terutama pada regio epigastrik
(nyeri ulu hati), desertai dengan mual dan juga muntah. Pada awalnya pasiena
sering mengalami konstipasi. Pada minggu berikutnya pasien terkadang
mengalami diare.

3. Gangguan Kesadaran

Pada umumnya terdapat gangguan kesadaran, kebanyakan berupa penurunan


kesadaran yang ringan. Sering didapatkan penurunan kesadaran apatis dengan
kesadaran seperti berkabut. Apabila gejala klinis yang timbul sangat berat tidak

3
jarang pasien sampai somnolen dan koma atau dengan gejala-gejala klinis seperti
psychosis (Organic Brain Syndrome). Pada pasien dengan toksik gejala delirium
lebih menonjol.

4. Hepatosplenomegali

Gejala klinis pada hati atau limpa ditemukan adanya pembesaran, dan adanya
nyeri tekan.

5. Bradikardia Relatif

Pada pasien typhoid, bradikardi relatif tidak sering ditemukan, mungkin kerana
teknis pemeriksaan yang sulit dilakukan. Bradikardi relatif yaitu peningkatan suhu
tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi. Bahwa setiap
peningkatan suhu 1°C tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1
menit. Gejala lain yang timbul dapt ditemukan pada typhoid yaitu rose spot
(bintik merah) yang biasanya ditemukan diregio abdomen atas, serta sudamina,
serta gejala-gejala klinis yang berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Rose
spot pada anak sangatlah jarang ditemukan, yang lebih sering yaitu epitaksis
(gangguan rongga hidung yang ditandai dengan keluarnya darah dari lubang
hidung).

2.4 PATOFISIOLOGI

Proses perjalanan penyakit kuman masuk ke dalam mulut melalui


makanan dan minuman yang tercemar oleh salmonella (biasanya ˃10.000 basil
kuman). Sebagian kuman dapat dimusnahkan oleh asam hcl lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus. Jika respon imunitas humoral mukosa (igA)
usus kurang baik, maka basil salmonella akan menembus selsel epitel (sel m) dan
selanjutnya menuju lamina propia dan berkembang biak di jaringan limfoid plak
peyeri di ileum distal dan kelenjar getah bening mesenterika. (Lestari Titik, 2016).
Jaringan limfoid plak peyeri dan kelenjar getah bening mesenterika mengalami
hiperplasia. Basil tersebut masuk ke aliran darah (bakterimia) melalui duktus

4
thoracicus dan menyebar ke seluruh organ retikulo endotalial tubuh, terutama hati,
sumsum tulang, dan limfa melalui sirkulasi portal dari usus. (Lestari Titik, 2016).
Hati membesar (hepatomegali) dengan infiltasi limfosit, zat plasma, dan sel
mononuclear. Terdapat juga nekrosis fokal dan pembesaran limfa (splenomegali).
Di organ ini, kuman salmonella thhypi berkembang biak dan masuk sirkulasi
darah lagi, sehingga mengakibatkan bakterimia ke dua yang disertai tanda dan
gejala infeksi sistemik (demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut,
instabilitas vaskuler dan gangguan mental koagulasi). (Lestari Titik, 2016).

Perdarahan saluran cerna terjadi akibat erosi pembuluh darah di sekitar


plak peyeriyang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia. Proses patologis ini
dapat berlangsung hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan mengakibatkan
perforasi. Endotoksin basil menempel di reseptor sel endotel kapiler dan dapat
mengakibatkan komplikasi, seperti gangguan neuropsikiatrik kardiovaskuler,
pernafasan, dan gangguan organ lainnya. Pada minggu pertama timbulnya
penyakit, terjadi hiperplasia plak peyeri, di susul kembali, terjadi nekrosis pada
minggu ke dua dan ulserasi plak peyeri pada mingu ke tiga. selanjutnya, dalam
minggu ke empat akan terjadi proses penyembuhan ulkus dengan meninggalkan
sikatriks (jaringan parut). Sedangkan penularan salmonella thypi dapat di tularkan
melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers
(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat) dan melalui Feses. (Lestari Titik,
2016).

2.5 PATHWAY

5
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

6
Pemeriksaan penunjang pada anak dengan dengan typoid antara lain:

Pemeriksaan leukosit

Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat


leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada
sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-kadang terdapat
leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu,
pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.

Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali
normal setelah sembuhnya typhoid.

Biakan darah

Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan
darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini
dikarenakan hasil biakan darahtergantung dai beberapa faktor :

1) Tehnik pemeriksaan laboratorium Hasil pemeriksaan satu laboratorium


berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan tehnik
dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah
pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit Biakan darah terhadap


salmonella typhi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada
minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif
kembali.

3) Vaksinasi di masa lampau

7
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi
dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah
negatif.

4) Pengobatan dengan obat anti mikroba

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin
negatif.

5) Uji widal

Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi. Aglutinin
yang spesifik terhadap salmonella typhi terdapat dalam serum klien dengan
demam typhoid juga terdapat pada orang pernah divaksinasikan. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh
salmonella typhi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu:

1) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan anti-gen O (berasal dari tubuh


kuman).

2) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan anti-gen H (berasal dari flagel


kuman).

3) Aglutinin VI, yang dibuat karena rangsangan anti-gen VI (berasal dari simpai
kuman). Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan
titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita
typhoid.

Kultur

8
Kultur urin bisa positif pada minggu pertama, kultur urin bisa positif pada akhir
minggu kedua, dan kultur feses bisa positif pada minggu kedua hingga minggu
ketiga.

Anti Salmonella typhi IgM

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi secara dini infeksi akut Salmonella
Typhi, karena antibodi IgM muncul pada hari ke-3 dan 4 terjadinya demam.

2.7 PENATALAKSANAAN

Berdasarkan Lestari Titik, 2016, penatalaksanaan pada demam typhoid yaitu:

Perawatan

1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai 14 hari untuk mencegah komplikasi


perdarahan usus.

2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi
bila ada komplikasi perdarahan.

Diet

1) Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein.

2) Pada penderita yang akut dapat diberikan bubur saring.

3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.

4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama
7 hari.

Obat-obatan

9
Antibiotika umum digunakan untuk mengatasi penyakit typhoid. Waktu
penyembuhanbisa makan waktu 2 minggu hingga satu bulan. Antibiotika,
seperti ampicilin, kloramfenikol, trimethoprim sulfamethoxazole dan
ciproloxacin sering digunakan untuk merawat demam typhoid di negara-
negara barat. Obat-obatan antibiotik adalah:

1) Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4


kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.

2) Bilamana terdapat kontra indikasi pemberian kloramfenikol, diberikan


ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam3- 4 kali. Pemberian
intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari.

3) Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/ hari, terbagi dalam3-4 kali.


Pemberian oral/intravena selama 21 hari.

4) Kotrimoksasol dengan dosis 8 mg/kgBB/hari terbagi dalam 2-3 kali


pemberian, oral, selama 14 hari.

5) Pada kasus berat, dapat diberi ceftriakson dengan dosis 50 m/kgBB/hari dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kgBB/hari, sehari sekali, intravena selama
5-7 hari.

6) Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika adalah
meropenem, azithromisin, dan fluoroquinolon. Bila tak terawat, demam
typhoid dapat berlangsung selama tiga minggu sampai sebulan. Kematian
terjadi antara 10% dan 30 % dari kasus yang tidak terawat. Pengobatan
penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan manifestasi
nerologik menonjol, diberi deksamethason dosis tinggi dengan dosis awal 3
mg/kgBB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul pemberian
dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 sampai 7 kali pemberian.
Tatalaksanaan bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit perforasi
usus.

BAB III

10
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Demam tifoid adalah penyakit yang penyebarannya melalui saluran cerna


(mulut,esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar, dstnya). S typhi
masuk ke tubuhmanusia bersama bahan makanan atau minuman yang
tercemar

HCL (asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat


masuknyaSalmonella spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp
masuk bersama-samacairan, maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi
daya hambat terhadapmikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya
hambat HCL ini akan menurun pada waktu terjadi pengosongan lamung,
sehingga Salmonella spp dapat masuk ke dalarmusus penderita dengan lebih
senang. Salmonella spp seterusnya memasuki folikel-folikellimfe yang
terdapat di dalanı lapisan mukosa atau submukosa usus, bereplikasi
dengancepat untuk menghasilkan lebih banyak Salmonella spp.

B. SARAN
Demam tifoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada
iklim Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit
ini meskipun lingkungan hidupumumnya adalah baik Dengan kasus
demam typoid, semoga bisa menjadi acuan pemahaman mengenai bagian
bagian yang terkait dengan demam typoid, dan dapat mengetahui cara
pencegahan yang benar.

DAFTAR PUSTAKA

11
Zulkoni., 2011. Parasitologi. Yogyakarta : Nuha Medika.

Depkes RI., 2013. Sistematika Pedoman Pengendalian Penyakit Demam Tifoid. Jakarta:
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan.Departemen
Kesehatan RI, Jakarta.

Wijayaningsih K.S., (2013). Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: Tim.

Titik, L., (2016). Asuhan Keperawatan Anak Yogjakarta: Nuha Medika..

12

Anda mungkin juga menyukai