LP Tipoid
LP Tipoid
LP Tipoid
Disusun Oleh:
Ahmad Budiman
NIM. 201133004
VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Ners yang Bermutu dan Unggul dalam
Bidang Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif di
Tingkat Regional Tahun 2020"
MISI
1. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang
Berbasis Kompetensi.
2. Meningkatkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
Penelitian.
3. Mengembangkan Upaya Pengabdian Masyarakat yang Unggul dalam
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Berbasis
IPTEK dan Teknologi Tepat Guna.
4. Mengembangkan Program Pendidikan Ners yang Unggul dalam Bidang
Keperawatan Gawat Darurat dan Keperawatan Perioperatif yang Mandiri,
Transparan dan Akuntabel.
5. Mengembangkan Kerjasama Baik Lokal maupun Regional.
i
LEMBAR PENGESAHAN
Mahasiswa,
Ahmad Budiman
NIM. 201133004
Mengetahui,
ii
DAFTAR ISI
Halaman
VISI DAN MISI............................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................iii
A. Definisi...............................................................................................................1
B. Etiologi...............................................................................................................2
C. Manifestasi Klinis...............................................................................................2
D. Patofisiologi........................................................................................................3
E. Komplikasi..........................................................................................................4
F. Pemeriksaan penunjang......................................................................................5
G. Penatalaksanaan..................................................................................................6
BAB II WEB OF COUTION (WOC)........................................................................8
BAB III PROSES KEPERAWATAN......................................................................10
A. Pengkajian........................................................................................................10
B. Diagnosa keperawatan......................................................................................12
C. Intervensi keperawatan.....................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................17
iii
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi
Demam tifoid abdominalis adalah suatu penyakit infeksi yang
ditularkan melalui makanan dan minuman yang terkontraminasi kuman
salmonella typhoid.penyakit tifoid abdominalis biasanya menyerang saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari satu minggu , gangguan
pencernaan, dan padat pula disertai dengan gangguan kesadaran. Penderita
demam tifoid abdomonalis mengalami kenaikan suhu pada minggu pertama,
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari dan malam hari
( Sodikin, 2011).
Demam tifoid adalah suatu sindrom yang terutama disebabkan oleh
salmonella typhoid. Demam tifoidmerupakan jenis terbanyak dari
salmonellosis. Jenis lain dari demam tifoid entrik adalah demam paratiroid
yang di sebabkan oleh S. Paratyphi A, S. Achoomuelleri ( Semula S.
Paratyphi B ), dan S Hirschfeldii ( semula S, paratyphi C ). Demam tifoid
melihatkan gejala lebih berat di banding demam entrik lain. ( Widagdo,
2012).
1
B. Etiologi
Penyakit demam tifoid disebabkan oleh infeksi salmonella typhi yang
merupakan kuman negative, motil, dan tidak menghasilkan spora, hidup baik
sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit serta
mati pada suhu 700C dan atiseptik ( Wijayaningsih, 2013). Salmonella typhi
mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
1. Antigen O : Ohne Hauch, yaitu somatic antigen ( tidak menyebar )
2. Antigen H : Hauch ( menyebar ), terdapat pada flagella dan bersifat
termolabil.
3. Antigen V : kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan
melindungi O antigen terhadap fagositosis. ( Wijaya & Putri, 2013).
Salmonella typhi terdiri dari 3 jenis yaitu A, B , dan C. ada dua
sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam tifoid dan
pasien dengan carrier. Carrier adalah orang yang sembuh dari demam
tifoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air
kemih selama lebih dari satu tahun ( Padila, 2013).
C. Manifestasi Klinis
Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika
dibandungkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10-20 hari.
Masa tunas singkat adalah empat hari, jika infeksi terjadi melalui makanan.
Sedangkan, jika infeksi terjadi melalui minuman masa tunas terlama
berlansgung 30 hari. Selama sama inkubasi, mungkin di temukan gejala
prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan
tidak semangat, yang kemudian disusul dengan gejala- gejala klinis sebagai
berikut :
1. Demam
Demam khas ( membentuk pelana kuda) berlangsung 3 minggu, sifat
febris remitten dan suhu tidak seberapa tinggi. Minggu pertama suhu
meningkat setiap hari, menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada
sore hari maupun malam hari. Minggu kedua pasien terus berada dalam
2
keadaan demam. Minggu ke tiga suhu tubuh berangsur turun dan normal
pada akhir minggu ketiga.
2. Gangguan saluran pencernaan
Nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah, lidah tertutup
selaput putih kotor, ujung tepi kemerahan, jarang disertai tremor,
anoreksia, mual, dan perasaan tidak enak diperut. Abdomen kembung,
hepatomegaly, splenomegaly, kadang terjadi diare, kadang tidak terjadi
diare.
3. Gangguan kesadaran
Kesadaran menurun yaitu apatis sampai samnolen. Jarang terjadi spoor,
komo,atau gelisah ( ardiansyah, 2012). Masa tunas tifoid adalah sekitar
10-14 hari dengan rincian sebagai berikut :
a. Minggu I Pada umumnya demam berangsur nail, pada sore hari dan
malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, eptistaksis, obstipasi
atau diare, perasaan tidak enak diperut.
b. Minggu II Pada minggu ke 2 gejala sudah jelas dapat berupa bradikardi,
lidah yang khas ( pyih, kotor) hepatomegaly, metworismus, penurunan
kesadaran ( Padila, 2013 ).
D. Patofisiologi
Penularan salmonella typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara,
yang di kenal dengan 5F yaitu : food ( makanan ), fingers ( jari tangan/ kuku),
fomitus( muntah ), fly ( lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada
penderita tifoid dapat menularkan kuman salmonella typhi kepada orang lain.
Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan
hinggap dimakanan yang akan di konsumsi oleh orang sehat. Apabila orang
tersebut kurang mempehatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makan yang tercemar kuman Salmonella Typhi masuk ke tubuh orang yang
sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung dan
sebagian lagi masuk kedalam usus halus kebagian distal dan mencapai
jaringan limpoid. Didalam jaringan limpoid kuman berkembang biak, lalu
3
masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloedotelial ini kemudian
melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bekterimia,
kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksimua pada tifoid disebabkan
oleh enditiksemia. Akan tetapi berdasarkan penelitian eksperimental
disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama pada
demam tifoid. Endotoksemia berperan pada pathogenesis tifoid, karena
membantu proses inflamasi local pada usu halus. Demam disebabkan karena
Salmonella Typhi dan endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zan
pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang ( Padila, 2013) .
Pathogenesis ( tata cara masuk nya kuman tifoid ke dalam tubuh) pada
penyakit tifoid dibagi atas dua bagian, yaitu :
1. Menembus dinding usus masuk kedalam darah kemudian dipatogenesis
oleh kuman RES ( Reticulo Endothelial System ) dalam hepar dan lien.
Disini kuman berkembangan biak dan masuk kedalam darah lagi dan
menimbulkan infeksi diusus.
2. Basil melalui tonsil secara lymphogen dan Heamophogen masuk ke dalam
hepar dan lien kecil, basil mengeluarkan toksin. Toksin inilah yang
menimbulkan gejala klinis ( Wijaya & Putri, 2013).
E. Komplikasi
Menurut Dewi Wulandari & Ns Meira Ekawati (2016) komplikasi
demam tifoid dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
1. Komplikasi internal
a. Perdarahan Usus : diletahui dengan pemeriksaan tinja dengan
benzidin. Dapat terjadi melena, disertai nyeri perut dengan tanda
renjatan.
b. Perporasi usus: Perporasi usus biasanya bisa terjadi pada minggu ke-3
nagian distal ileum. Perforasi usus yang tidak disertai peritonitis terjadi
bila ada udara dihati dan diagfragma pada foto RO abdomen posisi
tegak.
4
c. Peritonitis : gejala akut abdomen yang ditemui nyeri perut hebat,
dinding abdomen tegang, nyeri makan.
2. Komplikasi ekternal
a. Komplikasi Kardiovaskular : Kegagalan sirkulasi perifer (renjatan,
sepsis), miokarditis, thrombosis, dam tromboflebitis.
b. Komplikasi Darah : Anemia hemolitik, tromboositopenia atau
loagulasi intravascular diseminata dan sindrom uremia hemolitik.
c. Komplikasi Paru : Pneumonia, empyema, dan pleuritis.
d. Komplikasi Hepar dan kandung kemih : hepatitis dan kolelitiasis.
e. Komplikasi ginjal : glomerulonefritis, pielonefritis, spondilitis dan
perinefritis.
f. Komplikasi tulang : osteomielitis, periostitis, spondilitis, dan arthritis.
F. Pemeriksaan penunjan
Pemeriksaan diagnostic pada klien dengan tifoid menurut padila (2013)
adalah pemeriksaan labpotarorium yang terdiri dari :
1. Pemeriksaan leukosit
Didalam beberapa literature dinyatakan bahwa demam tifoid terdapat
leucopenia dan limpostosis relative tetapi kenyatannya leukopenia tidak
sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam tifoid, jumlah leukosit
pada jumlah sediaan darah tepi berdada pada batas-batas normal bahkan
kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau
infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT pada demam tifoid sering kali meningkat, tetapi akan
kembali normal setelah sembuh nya tifoid
3. Biakan darah
4. Bila biakan darah itu positif hal itu menandakan demam tifoid, tetapi bila
biakan darah itu negative tidak menutup kemungkinan terjadi demam
tifoid.
5. Teknik pemeriksaan laboratorium
5
Hasil pemeriksaan hasil laboratorum berbeda dengan laboratorium yang
lain. Hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang
digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam
tingi, yaitu saat bacteremia berlangsung.
a. Pemeriksaan selama perjalan penyakit Biakan darah terhadap
salmonella typhi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang
pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah
dapat positif kembali
b. Vaksinasi dimasa lampau
Vaksinasi terhadap demam tifoid dimasa lampau dapat menimbulkan
antibody dalam darah klien, anti bodi ini dapat menekan bacteremia
sehingga biakan darah negative.
c. Pengobatan dengan obat antimikroba
Bila klien sebelum bebiakan darah sudah mendapatkan anti mikroba
pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan
mungkin negative.
d. Uji widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody
(agglutinin). Agglutinin yang spesifik tehadap salmonella typhi
terdapat dalam serum klien dengan tifoid juga terdapat pada orang
yang pernah divaksinasikan. Antigen yang sudah dimatikan dan diolah
dilaboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan
adanya aglutini dalam serum kliien yang disangka menderita tifoid.
G. Penatalaksanaan
Menurut buku Dewi Wulandari & Meira Erawati (2016) penatalaksanaan
demam tifoid dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :
1. Istirahat dan perawatan Tirah baring dan perawtan professional bertujuan
untuk mencegah kompikasi. Tirah baring denga perawatan sepenuh nya
dutempat seperti makan, minum, mandi, buang air kecil dan buang air
besar akan membantu dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam
6
perawatan, perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan
perlengkapan yang akan dipakai. Posisi pasien perlu diawasi untuk
mencegah decubitus dan pneumonia ortostatik serta hyguen perorangan
tetap perlu diperhatikan dan dijaga.
2. Diet dan terapi penunjang Diet merupaka hal yang paling penting dalam
proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang
kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin
turun dan proses penyembuhan akan semakin lama. Dimasa lampau
penderota demam tifoid di berikan bubur saring, kemudian ditingkatkan
menjadi bubur kasar, Dan akhir nya diberi nasi, perubahan diet tersebut
disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian bubu sring
tersebut bertujuan untuk menghindari komplikasi oerdarahan saluran
cerna tau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada pendapat bahwa usu
harus diistirahatkan Beberapa peneliti menunjksn bahwa pemberian
makanan padat yaitu nasi dengan lauk rendah selulosa ( menghindari
sementara sayuran yang berserat ) dapat diberikan dengan aman pada
penderita demam tifoid.
a. Pemberian Antibiotik
1) Antimicroba
2) Kloramfenikol 4 x 500mg sehari/IV.
3) Tiamfenikol 4 x 500mg sehari Oral.
4) Kotrimoksazol 2 x 2 tablet sehari oral ( 1 tablet = sulfametoksazol
400mg + trimetoprin 80mg atau dosis yang sama IV, dilarutkan
dalam 250ml cairan infus).
5) Ampisilin atau amoksilin 100mg/kg BB sehari oral/IV dibagi
dalam 3 atau 4 dosis.
6) Antimikroba diberikan selam 14 hari atau sampai 7 haribebas
demam.
7) Antipieretik seprlunya. 8 Vitamin B kompleks dan vitamin C.
7
BAB II
WEB OF COUTION (WOC)
Masuk ke lambung
Mencapai sel-sel
8
retikuloendotelcul
Melepaskan kuman
keperedaran darah
Masuk ke limfa,
lambung, empedu
Resiko
tinngi
Minggu ke I Minggu ke II Minggu ke III Minggu ke IV splenomegalikomplikasi
terjadi hiperplasi Terjadi nekrosis Terjadi
ulserasi perforasi
tahap
penyemnuhan
Nyeri akut dengan
menimbulkan
sikartik
Nyeri otot
Intoleras
i
aktivitas
9
BAB III
PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Pasien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin,agama, alamat, bangsa,
pendidikan, pekerjaaan tanggal MRS, diagnose medis,nomor
registresi.
b. Identitas Penanggung Jawab
Meliputi : Nama, hubungan dengan klien, alamat, no. hp
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama
Menyatakan keluhan utama klien secara kronologis, yaitu waktu,
pencetus, durasi, managemen keluarga dan penyebab di bawa
kerumah sakit. Menanyakan keluahan utama yang kini dirasakan
klien. Keluhan-keluhan utama yang sering dirasakan oleh klien
yang mengalami demam tifoid yaitu demem lebih dari 1 minggu,
diare, mual muntah, nyeri abdomen.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang merupakan pengembangan dari keluhan
utama yang mencakup PQRST.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan pada klien apakah dahulu pernah mengalami hal yang sama,
kapan terjadinya, bagaimana cara pengobatannya. Apakah memiliki
riwayat penyakit yang dapat menyebabkan hemoroid atau yang dapat
menyebabkan kambuhnya hemoroid.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah keluarga klien memiliki riwayat penyakit menular
(seperti TBC, HIV/AIDS, hepatitis, dll) maupun riwayat penyakit
keturunan (seperti hipertensi, Diabetes, asma, dll).
10
3. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan atau penampilan umum Mengkaji keadaan umu klien
lemah,sakit berat sakit ringan, rewel, gelisah dan cemas. Biasa nya
klien dengan demam tifoid akan mengalami kelemahan,
kemerahan atau pucat.
b. Tingkat Kesadaran Pada fase awal penyakit biasanya tidak
didapatkan adanya perubahan. Pada fase lanjut, secara umum klien
terlihat sakit berat dan sering didapatkan penurunan tingkat
kesadaran yaitu apatis dan delirium (Muttaqin & Sari, 2013).
c. Tanda-tanda vital Pada klien demam tifoid didapatkan suhu tubuh
yang meningkat 39-40 C pada sore menjelang malam, dan akan
menurun pada pagi hari. Menghitung frekuensi pernafasan klien
permenit, menghitung nadi permenit mengkaji BB sebelum dan
sesudah sakit (Muttaqin, 2013).
d. Pemeriksaan fisik secara head to toe :
1. Kepala
Bentuk kepala : (simetris atau tidak), ada ketombe atau tidak,
ada kotoran pada kulit kepala atau tidak,pertumbuhan rambut
merata atau tidak ada lesi atau tidak,ada nyeri tekan atau tidak
2. Leher
Benjolan atau massa (ada atau tidak), ada kekakuan atau tidak,
ada nyeri tekan atau tidak, hiperekstensi atau tidak,
tenggorokan : ovula (simetris atau tidak), kedudukan trakea
(normal atau tidak), gangguan bicara (ada atau tidak)
3. Mata
Bola mata (simetris atau tidak), pergerakan bola mata normal
atau tidak, reflek pupil terhadap cahaya normal atau tidak,
kornea (bening atau tidak), konjungtiva (anemis atau tidak),
sclera ada ikterik/tidak,ketajaman penglihatan normal atau
tidak
11
4. Telinga
Bentuk daun telinga (simetris atau tidak), pendengaran (baik
atau tidak), ada serumen atau tidak, ada cairan atau tidak
5. Hidung
Bentuk (simetris atau tidak), fungsi penciuman (baik atau
tidak), peradangan (ada atau tidak), ada polip atau tidak.
6. Mulut
Bibir (warnanya pucat, cyanosis, atau merah), kering atau
lembab, gigi (bersih atau kotor), tonsil (radang atau tidak),
lidah (tremor atau tidak, kotor atau tidak), fungsi pengecapan
(baik atau tidak), ada stomatitis atau tidak.
7. Thorak (Jantung dan Paru)
Bentuk (simetris atau tidak), bentuk dan pergerakan dining
dada (simetris atau tidak), ada bunyi irama pernafasan seperti :
teratur atau tidak, ada irama kussmaul atau tidak, stridor atau
tidak, whezeeng atau tidak, ronchi atau tidak, pleura friction-
rub atau tidak, ada nyeri tekan pada daerah dada atau tidak, ada
atau tidak bunyi jantung tambahan, seperti : bunyi jantung 1
yaitu bunyi menutupnya katub mitral dan trikuspidalis, BJ II
yaitu bunyi menutupnya katup aorta dan pulmonalis, bising
jantung atau murmur
8. Abdomen
Bentuk (simetris atau tidak), ada nyeri tekan pada epigastrik
atau tidak, ada peningkatan peristaltic usus atau tidak, ada nyeri
tekan pada daerah suprapubik atau tidak, ada oedema atau
tidak.
B. Diagnosa keperawatan
1. Hipertemi berhubungan dengan respons inflamasi sistemik
2. Deficit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan
yangadekuat.
3. Nyeri berhubungan dengan saluran gastrointestinal.
12
C. Intervensi keperawatan
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan (SIKI)
keperawatan Hasil (LKI)
(SDKI)
1. (D.0130) (L.14134) MANAJEMEN HIPERTERMIA
Setelah dilakukan (I.15506)
Hipertemi
tindakan Keperawatan 1. Observasi
berhubungan
diharapkan termoregulasi Identifkasi
dengan respons
membaik penyebab hipertermi
inflamasi sistemik
KH : (mis. dehidrasi terpapar
lingkungan panas
1. Menggigil menurun penggunaan incubator)
2. Suhu tubuh membaik Monitor suhu
3. Suhu kulit membaik tubuh
Monitor kadar
elektrolit
Monitor haluaran
urine
2. Terapeutik
Sediakan
lingkungan yang dingin
Longgarkan atau
lepaskan pakaian
Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
Berikan cairan
oral
Ganti linen setiap
hari atau lebih sering
jika mengalami
hiperhidrosis (keringat
berlebih)
Lakukan
pendinginan eksternal
(mis. selimut
hipotermia atau
kompres dingin pada
dahi, leher, dada,
abdomen,aksila)
Hindari
pemberian antipiretik
atau aspirin
Batasi
oksigen, jika perlu
3. Edukasi
Anjurkan tirah
baring
4. Kolaborasi
13
Kolaborasi cairan
dan elektrolit intravena,
jika perlu
14
nasigastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
3. Edukasi
Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
Ajarkan diet yang
diprogramkan
4. Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan (mis.
Pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika
perlU
15
samping penggunaan
analgetik
2. Terapeutik
Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi
musik, biofeedback,
terapi pijat, aroma
terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi
bermain)
Control
lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
Fasilitasi istirahat
dan tidur
Pertimbangkan
jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan
strategi meredakan
nyeri
3. Edukasi
Jelaskan
penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Anjurkan
memonitor nyri secara
mandiri
Anjurkan
menggunakan analgetik
secara tepat
Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu
16
17
DAFTAR PUSTAKA
Wulandari, D., & Erawati, M. 2016. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Wulandari, D., & Erawati, M. 2016. Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
18