Tugas Khusus 8
Tugas Khusus 8
Tugas Khusus 8
Preseptor :
Disusun Oleh :
Penulis
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1 Definisi
Demam tifoid adalah penyakit yang bersifat akut tetapi tetap berpotensi untuk
mengancam keselamatan jiwa seseorang. Demam tifoid adalah penyakit yang
disebabkan adanya infeksi dari bakteri Salmonella Enterica Serotype Typhi yang bisa
masuk ke tubuh manusia lalu menginfeksi melalui jalur Penyakit ini hampir sulit
dibedakan dengan demam lainnya, akan tetapi biasanya demam pada penyakit ini
diikuti oleh sakit kepala dan sakit perut juga demam yang terjadi biasanya naik dan
turun bergantian pada waktu-waktu tertentu (seperti tinggi saat malam hari)
(Bhandari et al., 2020).
2.2.2. Epidemiologi
Dari data WHO (World Health Organisation), pada tahun 2018 diperkirakan
bahwa setiap tahun diseluruh dunia terjadi antara 11 - 21 juta kasus demam tifoid
dengan insiden kematian sebanyak 128.000 hingga 161.000 (WHO, 2018).
2.2.3. Etiologi
b. Higiene makanan dan minuman yang rendah. Faktor ini paling berperan
dalam penularan tifoid.
c. Sanitasi lingkungan yang kumuh, dimana pengelolaan air limbah, kotoran
dan sampah yang tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan.
d. Penyediaan air bersih untuk warga yang tidak memadai.
(4) kadar cAMP yang ada dalam kripta usus akan meningkat akibat dari
produksi enterotoksin sehingga keluar elektrolit dan air kedalam lumen intestinal
(Soedarmo et al., 2008).
Demam Tifoid adalah salah satu penyakit menular yang memiliki gejala
nonspesifik (Bhandari et al., 2020), mulai dari gejala ringan (yang kadang terjadi
misdiagnosis), gejala khas hingga gejala berat yang disertai dengan komplikasi.
a. Demam
Demam atau panas adalah gejala utama Tifoid (sekitar 96% kasus). Demam
tifoid dimulai 7-14 hari setelah menelan organisme.
b. Gangguan saluran pencernaan
Penderita awalnya datang dengan mual dan muntah yang jika terus berlanjut
akan mengeluh nyeri perut difus. Sering juga terjadi meteorismus (kembung),
anoreksia, ataupun diare (dengan kasus sekitar 66%) yang bisa bervariasi mulai dari
diare ringan hingga diare berat dengan atau tanpa darah.
c. Hepatosplenomegali Saat dilakukan palpasi, bisa didapatkan pembesaran dari
hatidan limfa. Hati terasa kenyal dan ada nyeri tekan.
2.2.7. Diagnosis
Anamnesis
- Demam naik secara bertahap tiap hari , mencapai suhu tertinggi pada
akhir minggu pertama , minggu kedua demam terus menerus tinggi
- delirium, malaise, letargi , anoreksia , nyeri kepala , nyeri perut . diare
ataukonstipasi , muntah . perut kembung
- Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran , kejang , dan
ikterus
Pemeriksaan fisis
Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi .
Kesadaran menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid
yaitu di bagian tengah kotor dan bagian pinggir hiperemis, meteorismus,
hepatomegali lebih sering dijumpai daripada splenomegali . Kadang - kadang
terdengar ronki pada pemeriksaan paru.
Pemeriksaan radiologik :
- airfluid level
2.2.8. Tatalaksana
Antibiotik
- Tirah baring
STUDI KASUS
BANGSAL DEMAM TIFOID “INTERNE”
No. RM 74xxxx
Agama Islam
2.2 Subyektif
1. Keluhan Utama
Demam sejak 1 minggu yang lalu
Nyeri ulu hati menyesak kedada
Tidak mau makan sejak 1 minggu yang lalu
Dada terada sesak
Batuk (-)
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Napas terasa sesak
Nyeri ulu hati
Demam 1 minggu yang lalu
4. Riwayat pengobatan
-
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
6. Riwayat Pekerjaan dan social
Tidak ada
2.3 Obyektif
a. Pemeriksaan Umum
Kulit kemerahan,
b. Monitoring Vital Sign/Tanda Vital
Parameter Tanggal
26/11 27/11 28/11 29/11 30/11
d. Penatalaksanaan
No Nama Obat Dosis 26/11 27/11 28/11 29/11 30/11
4. Paracetamol 3x500 mg √ √ √ √ √
6. Sucralfat 3x 1tab √ √ √ √
1. IVFD RL
2. Ceftriaxone
Indikaksi: untuk mengatasi infeksi bakteri gram negatif maupun gram positif
Dosis : Dosis ceftriaxone yang diberikan biasanya berkisar antara 1–2 gram per 12
atau 24 jam, tergantung pada penyakit dan tingkat keparahan infeksi.
3. Ranitidine
Indikasi : ukak lambung dan tukak duodenum, refluks esofagitis, dispepsia episodik
kronis, tukak akibat AINS, tukak duodenum karena H.pylori, sindrom Zollinger-
Ellison, kondisi lain dimana pengurangan asam lambung akan bermanfaat.
Dosis : Injeksi intramuskuler: 50 mg setiap 6-8 jam. Injeksi intravena lambat: 50 mg
diencerkan sampai 20 mL dan diberikan selama tidak kurang dari 2 menit; dapat
diulang setiap 6-8 jam.
4. Paracetamol
Indikaksi : nyeri ringan sampai sedang, nyeri sesudah operasi cabut gigi,
pireksia.
Dosis : oral 0,5–1 gram setiap 4–6 jam hingga maksimum 4 gram per hari; anak–
anak umur 2 bulan 60 mg untuk pasca imunisasi pireksia, sebaliknya di bawah umur
3 bulan (hanya dengan saran dokter) 10 mg/kg bb (5 mg/kg bb jika jaundice), 3
bulan–1 tahun 60 mg–120 mg, 1-5 tahun 120–250 mg, 6–12 tahun 250– 500 mg,
dosis ini dapat diulangi setiap 4–6 jam jika diperlukan (maksimum 4 kali dosisdalam
24 jam), infus intravena lebih dari 15 menit, dewasa dan anak–anak dengan berat
badan lebih dari 50 kg, 1 gram setiap 4–6 jam, maksimum 4 gram per hari, dewasa
dan anak–anak dengan berat badan 10 -50 kg, 15 mg/kg bb setiap 4–6 jam,
maksimum 60 mg/kg bb per hari.
5. Curcuma
Indikasi : membantu menambah atau meningkatkan nafsu makan, membantu
menjaga daya tahan tubuh serta membantu memelihara fungsi hati
Tanggal S O A P
Asetilsistein 3 x 200 g
2.4 ANALISIS KASUS
JENIS
NO. ANALISA MASALAH ASSESMENT PLAN KOMENTAR
PERMASALAHAN
1. Korelasi antara 1. Adakah obat tanpa indikasi Tidak Tidak Ada Tidak Ada
terapi obat-dengan medis? Ada
penyakit 2. Adakah pengobatan yang tidak Tidak Tidak Ada Tidak Ada
dikenal? Ada
3. Adakah kondisi klinis yang
tidak diterapi?
dan apakah kondisi tersebut Tidak Tidak Ada Tidak Ada
membutuhkan terapi obat ? Ada
Pemilihan obat yang 1. Bagaimana pemilihan obat?
2.
sesuai Apakah sudah efektif dan
Sudah Efektif Tidak Ada Tidak Ada
merupakan obat terpilih pada
kasus ini?
2. Apakah pemilihan obat tersebut Aman Tidak Ada Tidak Ada
relative aman?
3. Apakah terapi obat dapat Tidak Tidak Ada Tidak Ada
ditoleransi oleh pasien?
3. Regimen dosis 1. Apakah dosis, frekwensi dan
cara pemberian sudah
Tidak Tidak Ada
mempertimbangkan efektifitas
Sudah Ada
keamanan dan kenyamanan
serta sesuai dengan kondisi
pasien?
2. Apakah jadwal pemberian dosis
bisa memasikmalkan efek
Tidak Ada Tidak Ada
terapi, kepatuhan , Bisa
meminimaIkan efek
samping,interaksi obat, dan
regimen yang komplek?
3. Apakah lama terapi sesuai Tidak Tidak Ada
Sesuai
dengan indikasi ? Ada
4. Duplikasi terapi 1. Apakah ada duplikasi terapi Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada
5. Alergi obat atau 1. Apakah pasien alergi atau
intoleran intoleran terhadap salah satu obat
Tidak Ada Tidak Ada
(atau bahan kimia yang Tidak Ada
berhubungan dengan
pengobatanya)?
2. Apakah pasien telah tahu Tidak Ada Tidak Ada
yang harus dilakukan jika terjadi Tidak Tau
alergi serius?
6. Efek merugikan obat 1. Apakah ada gejala / Tidak Ada Tidak Ada
permasaalahan medis yang Tidak Ada
diinduksi obat?
7. Interaksi dan 1. Apakah ada interaksi obat Tidak Ada Tidak Ada
Kontraindikasi dengan obat? Apakah signifikan Tidak Ada
secara kilnik?
2. Apakah ada interaksi obat Tidak Ada Tidak Ada
dengan makanan? Apakah Tidak Ada
bermakna secara klinis?
3. Apakah ada interaksi obat
dengan data laboratorium?Apakah
Tidak Ada Tidak Ada Tidak Ada
ber-makna secara klinis?
4. Apakah ada pemberian obat Tidak Tidak Ada
yang kontra indikasi dengan Tidak Ada Ada
keaadaan pasien?
DAFTAR PUSTAKA
Dipiro, J. T., Dipiro, C.V., Wells, B.G., & Scwinghammer, T.L. 2008.
Pharmacoteraphy Handbook Seventh Edition. USA : McGraw-Hill
Company.
Dipiro, J.T et al. Pharmacotherapy Handbook. sixth edit. USA: The Mc., Graw
Hill Company.; 2005.
Ditjen PPM dan PL