E KTP
E KTP
E KTP
Penduduk elektronik (e-KTP) untuk tahun 2011 dan 2012 yang terjadi sejak 2010-an. Kasus
ini diawali dengan berbagai kejanggalan yang terjadi sejak proses lelang tender proyek
e-KTP sehingga membuat berbagai pihak seperti Komisi Pengawas Persaingan Usaha
(KPPU), Government Watch, pihak kepolisian, Konsorsium Lintas Peruri dan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menaruh kecurigaan akan terjadinya korupsi.Sejak itu KPK
melakukan berbagai penyelidikan dan investigasi.
Melalui bukti-bukti yang ditemukan dan keterangan para saksi, KPK menemukan fakta
bahwa negara harus menanggung kerugian sebesar Rp 2,314 triliun. Setelah melakukan
berbagai penyelidikan sejak 2012, KPK akhirnya menetapkan sejumlah orang sebagai
tersangka korupsi, beberapa di antaranya pejabat Kementerian Dalam Negeri dan petinggi
Dewan Perwakilan DPR. Mereka adalah Sugiharto, Irman, Andi Narogong, Markus Nari,
Anang Sugiana dan Setya Novanto.Selain itu, KPK juga menetapkan Miryam S. Haryani
sebagai pembuat keterangan palsu saat sidang keempat atas nama Sugiharto dan Irman
dilaksanakan.Penetapan tersangka oleh KPK dalam kasus ini pertama kali dilakukan pada
22 April 2014 atas nama Sugiharto sementara sidang perdana atas tersangka pada kasus
ini digelar pada 9 Maret 2017.
Dalam perjalanannya, para pihak berwenang dibuat harus berusaha lebih giat dalam
menciptakan keadilan atas tersangka Setya Novanto. Berbagai lika-liku dihadapi, mulai dari
ditetapkannya Setya Novanto sebagai tersangka, sidang praperadilan, dibatalkannya status
tersangka Novanto oleh hakim, kecelakaan yang dialami Novanto bahkan hingga
ditetapkannya ia lagi sebagai tersangka.Perkara ini juga diselingi oleh kematian Johannes
Marliem di Amerika Serikat yang dianggap sebagai saksi kunci dari tindakan korupsi.Untuk
kepentingan pengembangan kasus atas tewasnya Marliem, KPK pun melakukan kerja sama
dengan FBI.
Perkembangan kasus e-KTP yang terjadi di era digital membuat kasus ini mendapatkan
sorotan dari para warganet. Dalam beberapa kesempatan, para warganet meluapkan
ekspresi mereka terkait kasus korupsi e-KTP dengan menciptakan trending topic tertentu di
Twitter dan membuat meme di media sosial dengan sasaran ditujukan kepada Setya
Novanto.[16] Tak hanya media nasional, media asing seperti AFP dan ABC juga turut
memberitakan perkara ini, terutama terkait keterlibatan Setya Novanto.
Kendati perkara proyek e-KTP telah berjalan selama beberapa tahun, kasus ini belum
mencapai penyelesaian. Baru dua orang, yakni Irman dan Sugiharto yang telah divonis
hukuman penjara sementara yang lain masih harus menghadapi proses hukum yang
berlaku.Oleh karena itu, para pihak berwenang masih harus ekstra kerja keras lagi untuk
menutup buku atas perkara ini.
Kronologi Awal
Kasus korupsi e-KTP bermula dari rencana Kementerian Dalam Negeri RI dalam pembuatan
e-KTP. Sejak 2006 Kemendagri telah menyiapkan dana sekitar Rp 6 triliun yang digunakan
untuk proyek e-KTP dan program Nomor Induk Kependudukan (NIK) nasional dan dana
senilai Rp 258 miliar untuk biaya pemutakhiran data kependudukan untuk pembuatan e-KTP
berbasis NIK pada 2010 untuk seluruh kabupaten/kota se-Indonesia. Pada 2011 pengadaan
e-KTP ditargetkan untuk 6,7 juta penduduk sedangkan pada 2012 ditargetkan untuk sekitar
200 juta penduduk Indonesia.
Sebelum proses perekaman e-KTP dilaksanakan, Gamawan Fauzi yang saat itu menjabat
sebagai Menteri Dalam Negeri sempat menemui pimpinan KPK di gedung KPK pada 24
Januari 2011. Di sana ia meminta KPK untuk mengawasi proyek e-KTP sembari
menjelaskan tentang langkah-langkah pelaksanaan proyek e-KTP. Namun KPK bukan
satu-satunya institusi yang ia datangi. Sebelumnya ia juga telah meminta Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk terlibat
dalam pengawasan proyek ini. Dengan adanya keterlibatan institusi-institusi tersebut ia
berharap megaproyek e-KTP dapat bersih dan terhindar dari praktek korupsi. M Jasin yang
saat itu menjabat sebagai wakil ketua KPK juga menegaskan bahwa KPK memantau proses
proyek e-KTP.
Mulanya proses perekaman e-KTP ditargetkan akan dilaksanakan secara serentak pada 1
Agustus 2011. Namun karena terlambatnya pengiriman perangkat peralatan e-KTP, maka
jadwal perekaman berubah menjadi 18 Agustus 2011 untuk 197 kabupaten/kota di seluruh
Indonesia.
Kecurigaan Korupsi
Belum sampai perekaman dilakukan di berbagai kabupaten dan kota, pihak kepolisian
mengabarkan bahwa mereka mencurigai terjadinya korupsi pada proyek e-KTP. Kecurigaan
itu berangkat dari laporan konsorsium yang kalah tender yang menyatakan bahwa terjadinya
ketidaksesuaian prosedur yang dilakukan oleh panitia saat lelang tender
berlangsung.Kecurigaan bahwa adanya praktek korupsi pada proyek e-KTP juga dirasakan
oleh Government Watch (GOWA) yang berbuntut pada laporan kepada KPK pada 23
Agustus 2011. Mereka berspekulasi bahwa telah terjadi upaya pemenangan terhadap satu
konsorsium perusahaan dalam proses lelang tender berdasarkan investigasi yang telah
dilakukan sejak Maret hingga Agustus 2011. Dari hasil investigasi tersebut mereka
mendapatkan petunjuk berupa dugaan terjadinya kolusi pada proses lelang oleh Direktorat
Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil dan menemukan fakta bahwa telah terjadi 11
penyimpangan, pelanggaran dan kejanggalan kasatmata dalam pengadaan lelang.
KPK turut mencium kejanggalan dari proses proyek e-KTP. Pada awal September 2011 KPK
menuding bahwa Kemendagri tidak menjalankan 6 rekomendasi dalam pelaksanaan proyek
e-KTP. Keenam rekomendasi tersebut adalah: 1) penyempurnaan desain.; 2)
menyempurnakan aplikasi SIAK dan mendorong penggunaan SIAK di seluruh wilayah
Indonesia dengan melakukan percepatan migrasi non SIAK ke SIAK; 3) memastikan
tersedianya jaringan pendukung komunikasi data online/semi online antara Kabupaten/kota
dengan MDC di pusat agar proses konsolidasi dapat dilakukan secara efisien; 4)
Pembersihan data kependudukan dan penggunaan biometrik sebagai media verifikasi untuk
menghasilkan NIK yang tunggal; 5) Pelaksanakan e-KTP setelah basis database
kependudukan bersih/NIK tunggal, tetapi sekarang belum tunggal sudah melaksanakan
e-KTP; dan 6) Pengadaan e-KTP harus dilakukan secara elektronik dan sebaiknya dikawal
ketat oleh LKPP.Menanggapi tudingan KPK, Kemendagri kemudian memberikan bantahan.
Reydonnyzar Moenek, juru bicara Kemendagri menjelaskan bahwa Kemendagri telah
menjalankan 5 rekomendasi. Kemendagri tidak bisa melaksanakan satu rekomendasi
lainnya, yakni tentang permintaan NIK tunggal saat proses e-KTP dilaksanakan karena bisa
mengubah waktu dan pembiayaan e-KTP.
Tak lama setelah itu, Konsorsium Lintas Peruri Solusi melaporkan Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) dan Ketua Panitia lelang dalam proses pengadaan e-KTP, Sugiharto dan
Drajat Wisnu Setiawan ke Polda Metro Jaya dengan barang bukti berupa surat kontrak pada
1 Juli 2011, surat jaminan penerimaan uang Rp 50 juta dan tiga orang saksi. Konsorsium
Lintas Peruri Solusi menduga bahwa telah terjadinya penyalahgunaan wewenang sehingga
dana untuk e-KTP membesar hingga Rp4 triliun lebih dalam proses tender. Kenyataannya,
penawaran yang diajukan oleh Konsorsium Lintas Peruri Solusi lebih rendah, yakni sebesar
Rp4,75 triliun namun yang memenangkan tender justru konsorsium PNRI yang mengajukan
penawaran lebih tinggi, yakni sebesar Rp5,84 triliun dari anggaran senilai 5,9 triliun. Mereka
juga menuding bahwa panitia lelang telah menerima uang sebesar Rp50 juta pada 5 Juli
2011 dari konsorsium pemenang tender.
Seiring berjalannya waktu, indikasi korupsi pada proyek e-KTP semakin terbuka lebar. Pada
2012 Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah menemukan indikasi korupsi pada
proyek e-KTP lebih awal ketimbang KPK berdasarkan temuan investigator.Indikasi tersebut
tertuang pada keputusan KPPU berupa hukuman pada Konsorsium Percetakan Negara
Republik Indonesia (PNRI) dan PT Astragraphia untuk membayar denda Rp24 miliar ke
negara karena melanggar pasal 22 UU No. 4/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat pada November 2012. Konsorsium PNRI didenda sebesar
Rp20 miliar sedangkan PT Astragraphia didenda Rp4 miliar. Denda tersebut harus dibayar
ke kas negara melalui bank pemerintah dengan kode 423755 dan 423788 (Pendapatan
Pelanggaran di bidang persaingan usaha).
Indikasi korupsi juga dipaparkan oleh Muhammad Nazaruddin pada 31 Juli 2013. Saat
diperiksa oleh KPK terkait kasus Hambalang, ia menyerahkan bukti-bukti terkait korupsi
e-KTP. Pengacaranya, Elza Syarief menuding bahwa telah terjadi penggelembungan dana
pada proyek e-KTP. Dari total proyek sebesar Rp5,9 triliun, 45% di antaranya merupakan
hasil penggelembungan dana. Ia juga mengatakan bahwa Ketua Fraksi Partai Golkar Setya
Novanto dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum terlibat dalam kasus
ini. Mendengar hal itu, Gamawan Fauzi merasa geram. Ia pun melaporkan Nazaruddin ke
Polda Metro Jaya karena menilai bahwa tuduhannya tidak benar. Kendati demikian, saat itu
KPK belum bisa memastikan kebenaran dari kecurigaan-kecurigaan yang ada karena tahap
penyidikan KPK terhadap kasus e-KTP masih pada tahap awal.
Perkembangan Kasus
Setelah menyelidiki kasus lebih lanjut, pada Selasa, 22 April 2014 KPK akhirnya
menetapkan Sugiharto, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Direktorat Jenderal
Kependudukan dan Catatan Sipil pada Kementerian Dalam Negeri sebagai tersangka
pertama dalam kasus korupsi e-KTP.[9] Sugiharto diduga melakukan penyalahgunaan
wewenang dan melakukan suap pada proyek e-KTP di DPR untuk tahun anggaran
2011-2013, melanggar Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Ia juga
diperkaya dengan uang senilai 450.000 dollar AS dan Rp 460 juta.
Untuk mengusut kasus ini lebih dalam KPK kemudian melanjutkan pemenuhan
berkas-berkas dengan memeriksa berbagai saksi terkait kasus e-KTP di Kementerian Dalam
Negeri pada 25 April 2014. Beberapa di antaranya adalah Drajat Wisnu Setyawan, Pringgo
Hadi Tjahyono, Husni Fahmi, dan Suciati.[4] Sugiharto pun tak luput dari pemeriksaan oleh
KPK pada 14 Juli 2014 dan 18 Mei 2015.[34] Pada waktu bersamaan KPK juga memeriksa
para pegawai Kemendagri dan pihak swasta seperti Pamuji Dirgantara, karyawan Misuko
Elektronik dan Andreas Karsono, karyawan PT Solid Arta Global sebagai saksi.
Sugiharto saat ditahan oleh KPK pada 19 Oktober 2016
Sugiharto bukan satu-satunya orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Per 30
September 2016, KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri Irman
sebagai tersangka. Motifnya melakukan korupsi serupa dengan Sugiharto, yakni demi
memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan melakukan penyalahgunaan wewenang.
Berdasarkan surat tuntutan jaksa, Irman diperkaya senilai 573.000 dollar AS, Rp2,9 miliar
dan 6.000 dollar Singapura.
Pada 19 Oktober 2016 KPK melakukan penahanan terhadap Sugiharto setelah melakukan
pemeriksaan selama 4 jam di Gedung KPK. Ia ditahan di Rumah Tahanan Guntur.[36]
Berbeda dengan Sugiharto, Irman justru baru ditahan oleh KPK pada 21 Desember 2016
setelah mengalami pemeriksaan selama 12 jam. Untuk kepentingan penyelidikan, Irman
dijebloskan ke rumah tahanan selama 20 hari ke depan. Walau ditetapkan sebagai
tersangka, Irman mengajukan surat permohonan sebagai justice collaborator untuk
membongkar kejahatan pada proyek e-KTP.
Pada 8 Februari 2017 KPK mengumumkan bahwa mereka telah menemukan bukti terkait
keterlibatan anggota DPR dalam kasus korupsi e-KTP. Mereka kemudian menghimbau
kepada siapa saja yang menerima aliran dana tersebut untuk mengembalikannya ke
negara.[38] Dua hari kemudian, tepatnya pada 10 Februari 2017 KPK menerima uang
sebesar Rp250 miliar dengan rincian Rp220 miliar berasal dari sejumlah korporasi, satu
perusahaan dan satu konsorsium sedangkan Rp30 miliar berasal dari anggota DPR periode
2009-2014 dan beberapa orang lainnya. Penyerahan uang itu dilaksanakan usai
pemeriksaan sejumlah saksi oleh KPK. Mereka yang kooperatif kemudian mengirimkan
uang kepada rekening KPK khusus penyidikan.
Perkembangan kasus e-KTP kemudian bergulir pada terjadinya pelimpahan kasus e-KTP ke
Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi oleh KPK pada 1 Maret 2017. Berkas tersebut
merupakan berkas atas nama Sugiharto sebanyak 13 ribu lembar dan atas nama Irman
sebanyak 11 ribu lembar yang mencakup berita acara pemeriksaan tersangka dan saksi.
Dalam berkas tersebut terdapat keterangan dari 294 saksi atas nama Sugiharto, 173 saksi
atas nama Irman dan keterangan dari lima orang ahli.
Seminggu setelah penangkapan Andi, tepatnya pada 30 Maret 2017 Pengadilan Negeri
menggelar sidang keempat. Sidang kali ini menghadirkan 7 saksi, di antaranya adalah
Miryam S Haryani, Ganjar Pranowo, Agun Gunanjar Sudarta dan mantan Menteri Keuangan
Agus Martowardojo. Pada sidang keempat terjadi pengakuan yang kontradiktif antara
Miryam S Haryani dengan Novel Baswedan. Saat diperiksa di KPK, berdasarkan penuturan
Novel, Miryam mengaku bahwa telah dilakukan pemberian uang kepada anggota DPR RI.
Akan tetapi, saat persidangan Miryam justru membantah berita acara persidangan yang
dituturkan Novel sebelumnya. Miryam menjelaskan bahwa ia merasa ditekan oleh penyidik
saat itu sehingga ia mengarang isi berita acara persidangan. KPK terus melakukan
konfrontasi tapi Miryam tetap menyanggah. Menurut Novel, Miryam melakukan sanggahan
karena adanya ancaman beberapa anggota DPR RI periode 2009-2014. Temuan lainnya
dalam sidang kali ini adalah adanya pengakuan dari Sugiharto tentang pemberian uang
darinya kepada Miryam sebanyak empat kali dengan total 1,2 juta dollar AS yang pada
akhirnya disangkal pula oleh Miryam. Setya Novanto mengatakan Gubernur Jawa Tengah
Ganjar Pranowo menerima aliran dana proyek e-KTP. Setya Novanto mengungkap hal
tersebut saat Ganjar Pranowo bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tipikor.
Miryam S Haryani
Pengadilan kembali menggelar sidang lanjutan pada Senin, 3 April 2017. Kali ini 9 orang
saksi hadir untuk memberikan petunjuk-petunjuk baru terhadap kasus ini, salah satunya
adalah Nazaruddin. Terdapat beberapa temuan baru pada sidang ini. Menurut penuturan
Nazar, Anas Urbaningrum terlibat dalam menikmati uang untuk proyek e-KTP, seperti biaya
pemenangan Anas dalam Kongres Pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat 2010. Nazar
juga menjelaskan bahwa Anas telah menerima uang sebesar Rp 20 miliar dari Andi
Narogong. Masih menurut pengakuan Nazar, Jafar Hafsah juga telah menerima uang
sebesar 100.000 dollar AS dari Andi Narogong dan Khatibul Umam Wiranu telah menerima
uang sebesar 400.000 dollar AS.
Tidak kooperatifnya Miryam S Hani pada sidang sebelumnya membuat per 5 April 2017 KPK
menetapkan Miryam S Hani sebagai tersangka. Ia tidak ditetapkan sebagai sebagai
koruptor, melainkan sebagai pemberi keterangan palsu saat menjadi saksi pada sidang
keempat. Ia pun disangkakan pada Pasal 22 jo Pasal 35 Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Setya Novanto saat datang pada sidang perdana atas terdakwa Irman dan Sugiharto pada 6
April 2017.
Babak baru dari kasus e-KTP kemudian berlanjut pada sidang keenam yang diadakan pada
6 April 2017. Sidang keenam menghadirkan delapan saksi, di antaranya adalah Anas
Urbaningrum, Markus Nari dan Setya Novanto. Pada sidang kali ini Novanto membantah
terlibat dalam proyek e-KTP, terlebih dalam menerima uang sebesar Rp 547,2 miliar. Pun
dengan Anas dan Markus yang membantah bahwa mereka telah menerima uang dari
proyek e-KTP.[47] Sementara hasil dari sidang ketujuh yang digelar pada 10 April 2017
adalah terdapat pengakuan dari anggota tim teknis Kementerian Dalam Negeri tentang
pembagian uang. Namun mereka menyebutnya sebagai uang transportasi dan uang lembur.
Di samping itu mereka juga mengaku bahwa mereka tidak menjalankan rekomendasi yang
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) sarankan berupa
sembilan lingkup pekerjaan dalam proyek e-KTP yang tidak digabungkan.
Memasuki sidang kedelapan yang berlangsung pada Kamis, 13 April 2017 yang dihadiri 10
saksi, KPK menemukan fakta bahwa tim teknis e-KTP sempat dikirim ke AS lalu diberikan
uang sebesar 20.000 dollar AS pada 2012 dan terjadi pemberian uang oleh kakak Andi
Narogong yakni Dedi Prijanto kepada tim teknis e-KTP. Dalam sidang tersebut juga terkuak
tentang keanehan pada proses lelang tender karena dalam proses lelang konsorsium tidak
melampirkan sertifikat ISO 9001 dan ISO 14001 sesuai persyaratan. Sementara itu hasil
yang didapatkan pada sidang kesembilan yang digelar pada 17 April 2017 adalah adanya
temuan bahwa tim teknis e-KTP mengaku diperintah untuk meloloskan konsorsium dalam
proses lelang padahal sebenarnya tidak memenuhi syarat. Sugiharto dan Irman menjadi dua
nama yang bertanggung jawab atas hal ini.
Pada sidang kesepuluh yang dihadiri oleh 6 saksi pada Kamis, 20 April 2017, KPK
menemukan fakta-fakta baru terkait kasus e-KTP. Nama Setya Novanto disebut telah
mendapat bagian sebesar 7 persen dari proyek e-KTP berdasarkan penuturan tim IT proyek
e-KTP, Johanes Richard Tanjaya yang saat itu menjadi saksi. Hal itu juga diakui oleh Irvanto
Hendra Pambudi yang tak lain adalah keponakan dari Setya Novanto. Sementara itu
menurut penuturan Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby, Andi Narogong memang
sengaja dalam membuat tiga konsorsium dalam proyek e-KTP. Dari ketiga konsorsium
tersebut, Andi telah mempersiapkan satu konsorsium pemenang lelang, yakni Konsorsium
PNRI sedangkan konsorsium Astragraphia dan Murakabi hanya sebagai pendamping.
Nama Setya Novanto kembali disebut pada sidang kesebelas yang berlangsung pada 27
April 2017. Selain adanya keterlibatan Irvan Pambudi, keponakan Setya Novanto, dalam
sidang itu terungkap bahwa salah satu saksi, yakni Presiden Direktur PT Avidisc Crestec
Interindo, Wirawan Tanzil menolak bergabung dalam konsorsium untuk proyek e-KTP
karena ada nama Setya Novanto. Sementara itu mantan anggota Badan Anggaran DPR,
Olly Dondokambey bersaksi bahwa proyek e-KTP dipenuhi oleh para calo dari Badan
Anggaran DPR dan menyanggah tentang terjadinya penerimaan uang sebesar 1,2 juta
dollar AS dalam proyek e-KTP. Fakta lain yang ditemukan adalah terjadinya kecurangan
karena konsorsium E-KTP memilih perangkat lunak yang tak lolos uji kompetensi. Adapun
pada sidang keduabelas yang digelar pada 4 Mei 2017 ditemukan fakta bahwa Andi
Narogong memegang andil terhadap pengaturan proyek e-KTP.
Jumlah tersangka korupsi pada proyek e-KTP tidak berhenti pada Sugiharto, Irman, Andi
Narogong dan Setya Novanto saja. Markus Nari dan Anang Sugiana Sudiharjo menambah
daftar panjang otak di balik kasus korupsi ini. Per 19 Juli 2017, KPK telah menetapkan
anggota DPR periode 2009-2014 sekaligus politisi Partai Golkar, Markus Nari sebagai salah
satu tersangka berdasarkan Pasal 3 atau 2 ayat 1 UU Nomor 31 1999 Tentang Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1
ke-1 KUHP.
Dua bulan setelah penetapan Markus, barulah pada 27 September 2017 KPK menetapkan
Anang Sugiana Sudiharjo, direktur utama PT Quadra Solutions sebagai tersangka keenam
pada kasus megakorupsi e-KTP. Penetapan tersebut dilakukan berdasarkan dua bukti yang
ditemukan oleh penyidik KPK beserta fakta-fakta yang dibeberkan oleh Irman, Sugiharto dan
Andi Narogong dalam persidangan. Anang terbukti terlibat dalam penyerahan sejumlah
uang kepada Setya Novanto dan anggota DPR lainnya dari Andi Narogong. Hal itu
membuatnya melanggar Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang tentang
pemberantasan Tipikor Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, Junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Pada 9 November 2017 KPK melakukan penahanan terhadap Anang. Anang kemudian
dimasukkan ke dalam Rumah Tahanan Guntur selama 20 hari ke depan.
Keesokkan harinya, yakni pada Selasa, 18 Juli 2017 Setya Novanto mekakukan jumpa pers
di Gedung Kompleks Parlemen Senayan dengan didampingi empat petinggi DPR lainnya,
yakni Fadli Zon, Fahri Hamzah, Agus Hermanto dan Taufik Kurniawan. Dalam kesempatan
itu ia mengatakan kepada para media bahwa ia menghargai proses hukum yang berlaku
dan menjelaskan bahwa ia telah meminta surat resmi dari KPK terkait penetapannya
sebagai tersangka. Di sisi lain ia juga mengatakan bahwa ia merasa didzalimi.
Pada 22 Juli 2017 telah terjadi pertemuan antara Setya Novanto dengan Hatta Ali selaku
Ketua Mahkamah Agung dalam sidang terbuka disertasi politisi Partai Golkar Adies Kadir di
Surabaya, Jawa Timur. Ahmad Doli Kurnia, Ketua Generasi Muda Partai Golkar (GMPG)
kemudian melaporkan peristiwa itu kepada Komisi Yudisial (KY) pada 21 Agustus 2017.
Mereka curiga bahwa Setya Novanto telah melakukan upaya kepada Mahkamah Agung
agar ia bisa terbebas dari hukum, terutama lewat sidang praperadilan. Laporan GMPG
ditanggapi dengan positif oleh Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari namun dibantah oleh Setya
Novanto dan Mahkamah Agung.[65][66] Mahkamah Agung mengklarifikasi bahwa
keberadaan Hatta Ali di Surabaya adalah murni sebagai penguji disertasi Adies Kadier dan
tidak ada kaitannya dengan kasus e-KTP. Menanggapi pelaporan Doli, Golkar kemudian
memecatnya sebagai politisi di Partai Golkar.
Selagi KPK sedang menyelidiki kasus Novanto dengan memeriksa para saksi, Setya
Novanto mendaftarkan gugatan praperadilan melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan pada Senin, 4 September 2017.[69] Dalam sidang praperadilan, hakim tunggal yang
akan bertugas adalah Hakim Chepi Iskandar.
Sidang Praperadilan
Sebagai tindak lanjut, KPK lalu memanggil Setya Novanto untuk diperiksa sebagai
tersangka pada 11 September 2017. Akan tetapi, Novanto tidak datang dengan alasan sakit
karena sedang mengalami perawatan di Rumah Sakit Siloam Jakarta. Novanto dikabarkan
mengalami kenaikan gula darah setelah berolahraga. Hal itu disampaikan oleh Sekretaris
Jenderal Partai Golkar Idrus Marham dan pengacara Setya Novanto di Gedung KPK
sembari menyerahkan surat keterangan dokter kepada KPK.
Hakim Cepi Iskandar saat memimpin sidang praperadilan perdana di Pengadilan Tipikor
pada 20 September 2017.
Pada Senin, 18 September 2017 KPK melakukan pemanggilan kembali kepada Setya
Novanto ke Gedung KPK untuk diperiksa sebagai tersangka. Namun seperti pada panggilan
pertama, Novanto tidak dapat hadir lagi dikarenakan ia sedang dirawat di Rumah Sakit
Premier Jakarta untuk menjalani kateterisasi jantung. Untuk mengetahui tentang kesehatan
Novanto lebih lanjut, KPK kemudian mengirimkan dokter ke RS Premier Jakarta dan bekerja
sama dengan dokter yang menangani Novanto.
Proses praperadilan Setya Novanto berlanjut pada 20 September 2017 saat sidang perdana
digelar. Dalam sidang tersebut Agus Trianto yang saat itu berperan sebagai pengacara
mengajukan keberatan karena ia menilai ada keanehan atas penetapan status tersangka
pada Novanto yang dilakukan oleh KPK. Novanto ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Juli
2017 namun Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) baru diterima Novanto pada 18
Juli 2017. Ia menilai bahwa KPK telah melanggar KUHAP dan Undang-Undang Nomor 30
tahun 2002 tentang KPK dan seharusnya KPK menetapkan tersangka setelah keluarnya
SPDP. Ia juga beranggapan bahwa tuduhan terhadap Novanto atas kasus e-KTP tidak
berdasar karena nama Novanto tidak disebutkan dalam putusan sidang Irman dan
Sugiharto.
Pada 22 September 2017 Cepi Iskandar, hakim tunggal yang bertugas di sidang
praperadilan menolak eksepsi yang diajukan oleh KPK dan menyatakan berwenang
mengadili perkara tersebut. Sebelumnya pihak Novanto mempermasalahkan soal status
penyelidik dan penyidik KPK. Namun KPK menilai jika pihak Novanto keberatan, seharusnya
mereka mengajukannya lewat Pengadilan Tata Usaha Negara dan bukan praperadilan. KPK
pun menerima dan menghargai keputusan hakim. Pada sidang yang digelar pada 27
September 2017 KPK meminta untuk memutar rekaman terkait keterlibatan Novanti di
sidang. Namun hakim Cepi malah menolaknya.
Setelah 2 bulan menyandang status sebagai tersangka, status Novanto sebagai tersangka
kemudian dibatalkan oleh Hakim Cepi pada sidang praperadilan lanjutan yang
diselenggarakan pada 29 September 2017. Menurut Hakim Cepi, penetapan Novanto
sebagai tersangka tidak sah karena diputuskan di awal penyidikan, bukan di akhir. Selain itu
ia juga tidak bisa menerima alat bukti yang digunakan KPK untuk menangkap Novanto
karena telah digunakan sebelumnya dalam penyidikan Irman dan Sugiharto.
KPK memberikan keterangan terkait penetapan Setya Novanto sebagai tersangka untuk
kedua kalinya pada 10 November 2017.
Sebulan setelah pembatalan status tersangka oleh Hakim Cepi, tepatnya pada 31 Oktober
2017 KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas nama Setya Novanto.
Setya Novanto disangkakan pada Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001
juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Keputusan ini dibuat oleh
KPK setelah melakukan penyelidikan lebih dalam dengan mengumpulkan berbagai bukti
dan minta keterangan dari para saksi. Pada 13 dan 18 Oktober 2017 KPK pernah meminta
Novanto untuk dimintai keterangan, tetapi ia absen dengan alasan tugas kedinasan.
Sebagai tindak lanjut, KPK lalu mengantarkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan
(SPDP) ke kediamannya di Kebayoran Baru per 3 November 2017.
Pada 10 November 2017 KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka untuk kedua
kalinya setelah sempat dibatalkan oleh Hakim Cepi. Pada 15 November 2017 KPK
memangggil Novanto untuk melakukan proses pemeriksaan sebagai tersangka. Namun
karena ia tidak hadir, maka penyidik KPK memutuskan untuk mendatangi rumahnya.
Setibanya di sana penyidik KPK tidak menemukan Novanto sama sekali. Keesokkan
harinya, KPK mendatangi rumah Novanto kembali. Kali ini mereka melakukan
penggeledahan dan menyita CCTV.
Pada malam harinya pada hari yang sama, Friedrich Yunadi memberitahukan bahwa
Novanto tengah dirawat di Rumah Sakit Medika Permata Hijau karena mengalami
kecelakaan di kawasan Permata Hijau hingga tak sadarkan diri. Setelah sempat dipindahkan
di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat Novanto akhirnya dibawa ke gedung KPK
dengan menggunakan kursi roda pada 19 November 2017 untuk dilakukan pemeriksaan
dan penahanan. Berdasarkan keterangan tim dokter, Novanto tak perlu dirawat lagi di
Rumah Sakit. Pemeriksaan pun diadakan keesokan harinya di gedung KPK pada 20
November 2017.
Kondisi Setya Novanto saat ditahan paksa oleh KPK di RSCM pada 19 November 2017.
Pada 5 Desember KPK menyatakan bahwa berkas-berkas Novanto telah P21 atau lengkap.
Oleh karena itu KPK melimpahkan berkas-berkas tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi pada 6 Desember 2017. Sehari setelahnya, yakni pada 7 Desember 2017
Pengadilan Negeri Jakarta menggelar sidang praperadilan perdana. Seharusnya sidang
perdana praperadilan diadakan pada 30 November 2017. Namun berhubung KPK tidak
hadir, maka sidang ditunda selama 7 hari. Setelah itu sidang praperadilan dilanjutkan lagi
pada 8 dan 11 Desember 2017. Sidang praperadilan dilakukan karena Novanto sempat
mengajukan gugatan praperadilan ke pengadilan pada 15 Desember 2017.
Berdasarkan aturan yang mengacu pada Pasal 82 ayat 1 huruf c, putusan praperadilan
harus diselesaikan maksimal 7 hari setelah sidang diadakan. Itu artinya, putusan maksimal
dibacakan pada 14 Desember 2017 mengingat sidang diselenggarakan pada 7 Desember
2017. Namun berhubung sidang pokok perkara akan diselenggarakan pada 13 Desember
2017 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, maka secara otomatis praperadilan Novanto pun
gugur. Hal itu dinyatakan oleh hakim tunggal praperadilan Setya.
Pada 13 Desember 2017 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mengadakan sidang pokok
perkara dengan agenda pembacaan dakwaan. Dalam sidang tersebut terdapat beberapa hal
yang terjadi pada Setya Novanto, mulai dari tak menjawab saat ditanya hakim, mengaku
sakit diare dan telah 20 kali bolak-balik ke WC bahkan hingga mengatakan bahwa ia lahir di
Jawa Timur padahal sebenarnya Bandung. Atas tindakan yang Novanto lakukan, hakim
sidang sempat melakukan skors lalu meminta dokter untuk memeriksakan kesehatannya.
Hukuman tersangka
Setelah melalui serangkaian proses, majelis hakim kemudian memberikan vonis kepada
para tersangka atas keterlibatan mereka dalam tindakan korupsi dalam proyek pengadaan
e-KTP. Setiap tersangka mendapatkan vonis yang berbeda tergantung sejauh mana
keterlibatan mereka. Berikut adalah hukuman yang harus diterima oleh para tersangka:
Sugiharto
Atas tindakannya dalam merugikan negara sebesar Rp 2,314 triliun dan terbukti menerima
uang sebesar USD 200 ribu dari Andi Narogong, Sugiharto dijatuhi hukuman oleh majelis
hakim berupa kurungan penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 400 juta subsider 6
bulan kurungan penjara. Selain itu, Sugiharto juga wajib membayar uang pengganti senilai
USD 50 ribu dikurangi USD 30 ribu serta mobil honda jazz senilai Rp 150 juta dalam rentang
waktu satu bulan setelah berkekuatan hukum tetap. Harta benda Sugiharto akan disita jika
ia tidak membayarnya. Jika tidak cukup, harta benda tersebut diganti dengan kurungan
penjara selama 1 tahun. Keputusan ini diputuskan oleh Majelis Hakim pada sidang dengan
agenda pembacaan vonis pada 20 Juli 2017. Vonis ini sesuai dengan tuntutan Jaksa
Penuntut Umum pada sidang dengan agenda pembacaan tuntutan pada 22 Juni 2017.
Irman
Berdasarkan penyelidikan KPK dan hasil sidang, Irman terbukti menerima uang sebesar
USD 300 ribu dari Andi Narogong dan USD 200 ribu dari Sugiharto. Oleh karena itu per 20
Juli 2017 majelis hakim lewat sidang dengan agenda pembacaan vonis memberikannya
hukuman berupa kurungan penjara selama 7 tahun dan membayar denda Rp 500 juta
subsider 6 bulan kurungan. Di samping itu Irman juga wajib membayar uang pengganti
senilai USD 500 ribu dikurangi USD 300 ribu dan Rp 50 juta dalam rentang waktu 1 bulan
setelah berkekuatan hukum tetap. Jika tidak dipenuhi, harta benda Irman akan disita. Jika
masih tak cukup, Irman wajib menggantinya dengan pidana 2 tahun penjara.Vonis ini sesuai
dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK pada sidang dengan agenda pembacaan
tuntutan pada 22 Juni 2017.
Andi Narogong
Andi dijuluki 'Narogong' karena memiliki usaha konveksi di Jalan Narogong, Bekasi. Andi
dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum KPK pada sidang dengan agenda pembacaan tuntutan
pada 7 Desember 2017 berupa hukuman penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp 1
miliar subsider 6 bulan penjara serta wajib membayar uang pengganti senilai USD 2,1 juta.
Dengan harapan dapat meringankan vonis (sidang dengan agenda pembacaan vonis belum
dilakukan) yang akan diputuskan nanti, ia pun berperan sebagai justice collaborator.
Markus Nari
(belum dijatuhi hukuman)
Setya Novanto
dijatuhi hukuman 16 tahun penjara, sedikit lebih ringan dari tuntutan yang diajukan jpu. dan
membayar uang pengganti US$7,3 juta dalam kurs terbaru setara dengan lebih dari 101
miliar. Serta pencabutan hak politik selama 5 tahun. Dan dipenjara di penjara sangat mewah
seperti hotel berbintang lima yang tepat di Lembaga Permasyarakatan (LP) Sukamiskin
Bandung.
Untuk menguak siapa dalang di balik korupsi megaproyek e-KTP, KPK membutuhkan
berbagai bukti kuat. Salah satu yang memilikinya adalah Johannes Marliem. Marliem sendiri
merupakan direktur PT Biomorf Lone LLC yang terlibat dalam proyek e-KTP dalam hal
pengadaan produk Automated Finger Print Identification Sistem (AFIS) merek L-1. Seperti
yang diberitakan berbagai media, ia menjadi saksi kunci atas kasus ini karena melalui
sebuah wawancara dengan media Tempo ia mengaku memiliki rekaman berukuran 500 GB
berisikan percakapan antara para pelaku proyek e-KTP. Setya Novanto termasuk salah satu
di antaranya. Beberapa waktu setelah melakukan wawancara, ia kemudian menghubungi
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk mendapat perlindungan.
Berdasarkan surat dakwaan Irman dan Sugiharto, perkenalan Marliem dengan proyek
e-KTP bermula dari pertemuannya dengan Diah Anggraini, Andi Narogong, Husni Fahmi
dan Chaeruman Harahap pada Oktober 2010 di Hotel Sultan, Jakarta.[104] Ia juga sempat
bertemu dengan tim Fatmawati dan Setya Novanto. Masih berdasarkan surat dakwaan, ia
disebut telah memberikan uang sebesar 200 ribu dollar Amerika kepada Sugiharto di Mal
Grand Indonesia yang kemudian dianggap sebagai uang keuntungan dari proyek e-KTP
oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK.
Namun belum sampai terungkap seperti apa dan bagaimana isi dari bukti rekaman yang
Marliem miliki, sebuah kabar duka datang. Marliem dinyatakan meninggal dunia di
kediamannya di Amerika Serikat. Kabar itu pertama kali muncul dari media sosial pada
Jumat, 12 Agustus 2017, seperti yang pertama kali dituliskan oleh akun instagram bernama
@mir_at_lgc dalam foto yang diunggahnya bersama Johannes Marliem dan CEO
Lamborghini. Kematian Johannes kemudian dihubungkan oleh beberapa media dengan
penyekapan yang dilakukan oleh seorang pria bersenjata di kawasan elite Beverly Grove,
Edinburgh Avenue, West Hollywood, Los Angeles, tempat Marliem tinggal. Itu dikarenakan
peristiwa tersebut terjadi pada beberapa hari sebelum Johannes meninggal, tepatnya dari
Rabu, 10 Agustus 2017 pada pukul 17.00 WIB hingga Kamis, 11 Agustus 2017 dini hari
waktu Amerika yang kemudian diakhiri dengan tindakan bunuh diri si penyekap dengan cara
menembakkan senjata ke dirinya sendiri.
Setelah sempat simpang siur akan apa penyebab kematian Johannes Marliem, pada 15
Agustus 2017 otoritas Los Angeles menyatakan bahwa Marliem tewas karena bunuh diri. Ia
mengakhiri nyawanya dengan cara menembakkan pistol ke arah kepalanya sendiri.
Informasi tersebut disampaikan melalui laman resmi Department of Medical
Examiner-Coroner Los Angeles County. Asisten Kepala Investigasi dari Kantor Koroner Los
Angeles County juga membenarkan hal tersebut.
Mengenai status Johannes Marliem sebagai saksi kunci, terdapat dua versi berbeda dari
KPK. KPK melalui Wakil Ketua KPK Saut Situmorang dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah
menegaskan bahwa KPK tidak pernah menganggap Marliem sebagai saksi kunci karena
tidak pernah hadir di persidangan. Saut bahkan menduga bahwa kematian Johannes
dikarenakan ia mendapatkan tekanan sehingga mengakhirinya dengan melakukan bunuh
diri. Namun Novel Baswedan justru menganggapnya sebagai salah satu saksi kunci dari
beberapa saksi kunci yang ada.
Fahri Hamzah, salah satu tokoh yang berkomentar tentang kematian Johannes Marliem
Tanggapan Tokoh
Kepergian Johannes Marliem menimbulkan berbagai respon dari berbagai pihak. Wakil
ketua DPR RI, Fahri Hamzah menyarankan kepada KPK untuk menghentikan pengusutan
kasus korupsi e-KTP. Ia berpendapat bahwa KPK terganggu sejak kabar duka itu terjadi.
Alasan lainnya adalah ia beranggapan bahwa Johannes Marliem tidak bisa disebut sebagai
saksi kunci karena KPK belum pernah memeriksanya sejak kasus e-KTP bermula. Ia juga
menilai tidak ada dasarnya menjadikan Johannes Marliem sebagai saksi kunci karena
sebagai orang yang bekerja di bidang digital, adalah hal yang wajar jika Marliem
bersinggungan dengan data-data. Sementara itu menurut Indonesian Corruption Watch,
kematian Marliem dapat menghambat KPK dalam menyelesaikan kasus ini karena menduga
para pelaku melakukan usaha sistematis yang dilakukan untuk menyerang KPK. Ketua
Komisi III DPR Bambang Soesatyo turut memberikan tanggapan terkait kematian Marliem.
Baginya, KPK bertanggung jawab besar atas kematian Marliem karena gagal dalam
memberikan perlindungan.
Meskipun Marliem telah meninggal dunia sebelum menyerahkan rekaman, KPK tetap
melanjutkan pengusutan kasus ini. Berhubung Marliem telah menjadi Warga Negara
Amerika Serikat sejak 2014[111] dan kematiannya terjadi di Amerika Serikat, KPK pun
bekerja sama dengan FBI untuk menguak kasus ini. Ini adalah kali kesekian KPK melakukan
kerja sama dengan FBI.
Lewat kerja sama tersebut FBI berhasil menguak aset yang dimiliki oleh Johannes Marliem
pada akhir September 2017. FBI mendapatkan fakta bahwa selain Biomorf telah menerima
lebih dari 50 juta dollar Amerika untuk pembayaran subkontrak proyek e-KTP, terjadi
transaksi sebesar 13 juta dolar atau setara dengan 175 miliar rupiah ke rekening pribadi
Marliem. Laporan FBI menyebutkan bahwa uang itu digunakan untuk membeli rumah, mobil
dan bahkan jam tangan mewah. Setelah ditelusuri lebih lanjut di Konsulat Indonesia di Los
Angeles pada Juli 2017, Marliem mengaku bahwa ia pernah membeli jam tangan seharga
Rp 1,8 miliar. Diduga Setya Novanto menjadi orang yang menerimanya.[15] Jonathan
Holden, agen khusus FBI seperti dikutip startribune.com, juga menyatakan bahwa Marliem
pernah membeli jam tangan senilai 135.000 dollar AS dari sebuah butik di Beverly Hills.[112]
Fakta lainnya adalah Marliem menyatakan bahwa ia telah mengirimkan uang senilai USD
700.000 ke Chairuman Harahap.
Reaksi warganet
Terjadinya kasus korupsi e-KTP di era digital tidak hanya menimbulkan reaksi dari warga
biasa, tetapi juga dari warganet selaku pengguna media digital. Oleh karena itu mereka
meluapkan respon di jejaring sosial mereka masing-masing dengan beragam cara. Tak
sekadar membuat kreasi meme kemudian mengunggahnya di jejaring sosial seperti
instagram, sebagian besar warganet juga memanfaatkan fitur tagar tertentu pada twitter. Hal
itu dikarenakan semakin banyak warganet yang menuliskan tagar tertentu secara serempak
dalam waktu bersamaan, maka akan tercipta trending topic sehingga reaksi mereka atas
kasus korupsi semakin tersebar luas. Tercatat ada beberapa nama yang ditetapkan sebagai
tersangka pada kasus korupsi e-KTP di Indonesia. Namun sejak perjalanan kasus korupsi
e-KTP tersebut bergulir, mayoritas reaksi warganet hanya ditumpahkan kepada Setya
Novanto.
Respon warganet juga ditunjukkan saat Friedrich Yunadi, pengacara Setya Novanto
menjelaskan kepada para media pada 16 November 2017 bahwa Setya Novanto mengalami
benjol di kepala dengan ukuran sebesar bakpao setelah mengalami kecelakaan karena
menabrak tiang listrik. Alih-alih memberikan simpati, sebagian besar dari mereka justru
memberikan komentar satir dan guyonan di akun media sosial dan sebagian lainnya
membuat meme. Meme yang dibuat beragam. Salah satunya adalah meme berupa foto
Setya Novanto tengah berbaring dengan sebuah bakpao yang menutupi seluruh muka
Setya Novanto seperti yang diunggah oleh akun twitter @RatuNyi2r pada 17 November
2017.
Dalam waktu bersamaan, para warganet juga membuat trending topic Indonesia di twitter
dengan tagar #SaveTiangListrik dan pada 17 November 2017. Respon lainnya juga
ditunjukkan dengan diunggahnya meme-meme tentang tiang listrik ke media sosial. Hal itu
dikarenakan banyak warganet yang menilai bahwa kecelakaan tunggal yang dialami Setya
Novanto dengan menabrak tiang listrik di kawasan Permata Hijau, Kebayoran Lama, Jakarta
Selatan bersifat janggal.
Bergulirnya kasus e-KTP tak hanya menjadi perhatian bagi media nasional, melainkan juga
media asing. Di antara berbagai rangkaian peristiwa yang terjadi pada kasus korupsi e-KTP,
keterlibatan Setya Novanto dominan menjadi fokus berita. Saat Setya Novanto hilang dari
KPK, sejumlah media asing memberitakannya. Washington Post dan The New York Times,
dua media asal Amerika Serikat memuat berita berjudul "Top Indonesia Official Escapes
Arrest by Anti-Graft Police" yang dikutip dari Associated Press. Sementara itu media
Australia, ABC memberitakannya dalam judul "Indonesian Speaker Setya Novanto wanted
for questioning over corruption scandal, but unable to be found". Lebih lanjut, ABC menulis
bahwa kasus tersebut adalah ujian bagi Joko Widodo.
Selain hilangnya Novanto, media asing juga mewartakan tentang jalannya sidang pokok
perkara yang perdana. Media AFP yang berbasis di Prancis menulis berita dengan judul
"Indonesian Speaker Setya Novanto's corruption trial delayed by his 'diarrhoea'". Media
tersebut menyatakan bahwa sidang kasus Novanto yang merupakan sidang korupsi
terbesar di Indonesia dalam beberapa tahun yang tertunda setelah Novanto mengklaim
mengalami diare. The Washington Post dan ABC News juga turut memberitakan kasus ini
dengan mengutip pemberitaan dari The Associated Press.
Referensi
^Lompat ke: a b Kurniawati, Endri (2017-03-18). Kurniawati, Endri, ed. "KPPU: Kami
Temukan Indikasi Korupsi E-KTP Lebih Dulu dari KPK". Tempo.co. Diakses tanggal
2017-12-01.
^ Lompat ke: a b antaranews.com (2011-08-23). Suryanto, ed. "Dugaan korupsi e-KTP
dilaporkan ke KPK". ANTARA News. Diakses tanggal 2017-12-01.
^ Lompat ke: a b "Polisi Selidiki Dugaan Kecurangan Dalam Tender e-KTP | Republika
Online". Republika Online. 2011-08-08. Diakses tanggal 2017-12-01.
^ Lompat ke: a b Rastika, Icha (2014-04-25). Kistyarini, ed. "KPK Mulai Periksa Saksi Kasus
E-KTP". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Kuwado, Fabian Januarius (2017-07-15). Damanik, Caroline, ed. "Negara Rugi Rp 2,3
Triliun di Proyek E-KTP, KPK Yakin Hanya Kembali Setengahnya". Kompas.com (dalam
bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-15.
^ Lompat ke: a b c Belarminus, Robertus (2017-07-19). Asril, Sabrina, ed. "5 Tersangka
Kasus E-KTP Ditetapkan KPK, Ini Dugaan Peran Mereka". Kompas.com. Diakses tanggal
2017-11-28.
^ Lompat ke: a b Ihsanuddin (2017-09-27). Wedhaswary, Inggried Dwi, ed. "KPK Tetapkan
Dirut PT Quadra Solution sebagai Tersangka ke-6 Kasus E-KTP". Kompas.com (dalam
bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-28.
^ Lompat ke: a b Putra, Lutfy Mairizal (2017-04-05). Krisiandi, ed. "KPK Tertapkan Miryam S
Haryani Tersangka Keterangan Palsu Kasus E-KTP". Kompas.com (dalam bahasa Inggris).
Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Lompat ke: a b Riadi, Slamet. "KPK tetapkan tersangka kasus korupsi e-KTP".
Sindonews.com. Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Movanita, Ambaranie Nadia Kemala (2017-03-09). Wedhaswary, Inggried Dwi, ed. "Kamis
Pagi, Pengadilan Tipikor Gelar Sidang Perdana Korupsi E-KTP". Kompas.com (dalam
bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Ihsanuddin (2017-09-30). Patnistik, Egidius, ed. "Kronologi Novanto Tersangka hingga
Status Tersangkanya Dibatalkan". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal
2017-12-15.
^ Lompat ke: a b Gatra, Sandro, ed. (2017-11-16). "Pengacara: Novanto Kecelakaan,
Dirawat di RS Permata Hijau". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal
2017-12-15.
^ Lompat ke: a b Belarminus, Robertus (2017-11-11). Gatra, Sandro, ed. "Setya Novanto
Jadi "Pasien" Baru KPK..." Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal
2017-12-15.
^ Lompat ke: a b c Asril, Sabrina (2017-08-12). Asril, Sabrina, ed. "Misteri Kematian
Johannes Marliem, Saksi Kunci Korupsi E-KTP". Kompas.com (dalam bahasa Inggris).
Diakses tanggal 2017-11-30.
^ Lompat ke: a b c Wardah, Fathiyah. "KPK Kerja Sama dengan FBI Kumpulkan Bukti
Korupsi E-KTP". VOA Indonesia. Diakses tanggal 2017-11-30.
^ Lompat ke: a b Muslimah, Salmah. "4 Tagar Drama Setya Novanto yang Jadi Trending
Topic Twitter". Kumparan. Diakses tanggal 2017-11-28.
^ Lompat ke: a b Hutapea, Rita Uli (2017-12-13). "Media Asing Soroti Sidang Perdana Setya
Novanto dan Keluhan Diare". detikcom. Diakses tanggal 2017-12-15.
^ Lompat ke: a b c Arjanto, Dwi (2017-07-20). Arjanto, Dwi, ed. "Sidang E-KTP, Irman
Divonis 7 Tahun dan Sugiharto Divonis 5 Tahun". Tempo.co. Diakses tanggal 2017-12-13.
^ Lompat ke: a b "Mendagri Minta KPK Awasi Proyek KTP". JPNN.com. 2011-01-25.
Diakses tanggal 2017-11-29.
^ Lompat ke: a b "Gamawan Minta KPK Awasi Proyek KTP Elektronik". Tempo.co.
2011-01-24. Diakses tanggal 2017-11-29.
^ "Lelang Pengadaan E-KTP Dilakukan Pertengahan Februari | Republika Online".
Republika Online. 2011-02-07. Diakses tanggal 2017-12-01.
^ Lompat ke: a b
www.e-ktp.com/2011/05/kpk-pantau-proses-tender-proyek-e-ktp-di-kemendagri/
^ Dabu, Petrus (2011-03-29). Kartini, Dupla, ed. "Pelayanan e-KTP mulai Agustus 2011".
Kontan.co.id. Diakses tanggal 2017-12-01.
^ Atriana, Rina; Fadhil, Haris (2017-03-09). "Begini Alur Lelang dan Pelaksanaan e-KTP".
detikcom. Diakses tanggal 2017-12-01.
^ "Ditjen Dukcapil Kemendagri | Melayani Sepenuh Hati". www.dukcapil.kemendagri.go.id.
Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-12-01. Diakses tanggal 2017-12-01.
^ Priatmojo, Dedy (2011-09-13). "6 Rekomendasi KPK Soal e-KTP yang Diabaikan".
VIVA.co.id. Diakses tanggal 2017-12-01.
^ Antique (2011-09-13). "Kemendagri Cuma Jalankan 5 Rekomendasi KPK". VIVA.co.id.
Diakses tanggal 2017-12-01.
^ "PPK & Panitia Tender e-KTP Dilaporkan ke Polda Metro Jaya". detikcom. 2011-09-13.
Diakses tanggal 2017-12-01.
^ "KPPU Vonis Peserta Tender e-KTP Rp 24 Miliar karena 'Main Mata'". detikcom.
2012-11-13. Diakses tanggal 2017-12-01.
^ Litbang Kompas (2014). Buku Pintar Kompas 2013. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. hlm.
262–263. ISBN 978-979-709-823-0.
^ Maharani, Dian (2013-07-31). Liauw, Hindra, ed. "Nazaruddin Tuding Setya Novanto
Terlibat Proyek E-KTP". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-01.
^ Natalia, Desca Lidya (2016-02-18). Sari, Heppy Ratna, ed. "KPK kembali panggil
Sugiharto sebagai tersangka kasus e-KTP". ANTARA News. Diakses tanggal 2017-11-28.
^ Rastika, Icha (2014-04-22). Wiwoho, Laksono Hari, ed. "KPK Tetapkan Pejabat
Kemendagri sebagai Tersangka Kasus E-KTP". Kompas.com (dalam bahasa Inggris).
Diakses tanggal 2017-11-28.
^ Lompat ke: a b Movanita, Ambaranie Nadia Kemala (2015-05-18). Galih, Bayu, ed. "KPK
Periksa Sugiharto Sebagai Tersangka Kasus e-KTP". Kompas.com (dalam bahasa Inggris).
Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Akhmadi, Yudono Yanuar (2016-12-21). Akhmadi, Yudono Yanuar, ed. "Irman Ditahan
KPK, Siap Bongkar Mega-Korupsi E-KTP". Tempo.co. Diakses tanggal 2017-11-28.
^ Putra, Lutfy Mairizal (2016-10-19). Gatra, Sandro, ed. "Kasus E-KTP, Mantan Pejabat
Kemendagri Ditahan KPK". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal
2017-12-03.
^ Akhmadi, Yudono Yanuar (2016-12-21). Akhmadi, Yudono Yanuar, ed. "Irman Ditahan
KPK, Siap Bongkar Mega-Korupsi E-KTP". Tempo.co. Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Rahayu, Cici Marlina (2017-02-08). "KPK: Kami Ada Bukti Anggota DPR Terima Uang
Terkait e-KTP". detikcom. Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Gabrillin, Abba (2017-02-10). Galih, Bayu, ed. "Korporasi dan Konsorsium E-KTP
Serahkan Uang Rp 220 Miliar ke KPK". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses
tanggal 2017-12-03.
^ Natalia, Desca Lidya (2017-03-01). Maryati, ed. "KPK limpahkan berkas kasus e-KTP ke
pengadilan". ANTARA News. Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Pratama, Fajar (2017-03-24). "Andi Narogong Sudah Jadi Tersangka, Selanjutnya Siapa?".
detikcom. Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Gabrillin, Abba (2017-08-14). Asril, Sabrina, ed. "Mengenal Andi Narogong, Pelaku Utama
di Balik Skandal Korupsi E-KTP". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal
2017-11-28.
^ Kurniasari, Puji. "Alasan KPK Tetapkan Andi Narogong Tersangka Kasus E-KTP".
Sindonews.com. Diakses tanggal 2017-11-28.
^ Movanita, Ambaranie Nadia Kemala (2017-03-31). Wedhaswary, Inggried Dwi, ed. "8 Hal
Menarik yang Muncul dalam Sidang Keempat Kasus E-KTP". Kompas.com (dalam bahasa
Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03.
^ "NOVANTO SEBUT GANJAR PRANOWO TERIMA UANG E-KTP 500 RIBU DOLLAR"".
Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-02-22. Diakses tanggal 2018-02-21.
^ Gabrillin, Abba (2017-04-04). Wedhaswary, Inggried Dwi, ed. "Rangkuman 8 Fakta
Menarik dari Sidang Kelima Kasus E-KTP". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses
tanggal 2017-12-03.
^ Movanita, Ambaranie Nadia Kemala (2017-04-07). Krisiandi, ed. "Fakta-fakta Menarik dari
Sidang Keenam E-KTP Halaman 2 - Kompas.com". Kompas.com (dalam bahasa Inggris).
Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Gabrillin, Abba (2017-04-11). Galih, Bayu, ed. "Enam Fakta Menarik dalam Sidang Ketujuh
Kasus E-KTP". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Gabrillin, Abba (2017-04-14). Galih, Bayu, ed. "Dibiayai ke AS hingga Rekayasa Lelang,
Hal Menarik Sidang ke-8 E-KTP". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal
2017-12-03.
^ Gabrillin, Abba (2017-04-18). Asril, Sabrina, ed. "Konflik Gamawan hingga Rekayasa
Lelang, Ini 5 Fakta Menarik Sidang Kasus E-KTP". Kompas.com (dalam bahasa Inggris).
Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Gabrillin, Abba (2017-04-21). Asril, Sabrina, ed. "6 Fakta Sidang E-KTP, Cerita Perjalanan
Suap ke Setya Novanto sampai Auditor Halaman 2 - Kompas.com". Kompas.com (dalam
bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-06.
^ Gabrillin, Abba (2017-04-28). Krisiandi, ed. "7 Fakta Menarik dalam Sidang Kesebelas
Kasus Korupsi E-KTP". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-13.
^ Gabrillin, Abba (2017-04-27). Krisiandi, ed. "Olly Dondokambey hingga Keponakan
Novanto Jadi Saksi Sidang Kesebelas E-KTP". Kompas.com (dalam bahasa Inggris).
Diakses tanggal 2017-12-13.
^ Gabrillin, Abba (2017-05-05). Wedhaswary, Inggried Dwi, ed. "7 Fakta Menarik dalam
Sidang ke-12 Kasus Korupsi E-KTP". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal
2017-12-13.
^ Setyawan, Feri Agus (2017-07-19). "KPK Tetapkan Markus Nari Tersangka Korupsi
e-KTP". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-28.
^ Belarminus, Robertus (2017-07-19). Asril, Sabrina, ed. "Jadi Tersangka Baru Kasus e-KTP,
Ini Peran Markus Nari". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-28.
^ Belarminus, Robertus (2017-07-19). Asril, Sabrina, ed. "KPK Telusuri Uang Rp 4 Miliar
yang Mengalir ke Markus Nari". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal
2017-11-28.
^ Satrio, Arie Dwi (2017-09-27). "Resmi, KPK Tetapkan Dirut PT Quadra Solutions
Tersangka Baru Korupsi E-KTP". Okezone.com. Diakses tanggal 2017-11-28.
^ Agus, Feri (2017-09-27). "KPK Tetapkan Tersangka Baru Korupsi e-KTP". CNN Indonesia
(dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-28.
^ Anggraeni, Kartika (2017-11-09). Hantoro, Juli, ed. "Korupsi e-KTP, KPK Tahan Bos
Quadra Solution Anang Sugiana". Tempo.co. Diakses tanggal 2017-12-15.
^ (www.dw.com), Deutsche Welle. "Setya Novanto Ditetapkan Sebagai Tersangka |
indonesia | DW | 17.07.2017". DW.COM. Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Akhmadi, Yudono Yanuar (2017-07-18). Akhmadi, Yudono Yanuar, ed. "Setya Novanto
Tersangka E-KTP, KPK: Tak Berhubungan dengan Pansus". Tempo.co. Diakses tanggal
2017-12-03.
^ Suryowati, Estu (2017-07-18). Gatra, Sandro, ed. "Setya Novanto: Saya Akan Taat Proses
Hukum KPK". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Suryowati, Estu (2017-07-18). Gatra, Sandro, ed. "Setya Novanto Merasa Dizalimi Terkait
Kasus E-KTP". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Tashandra, Nabilla (2017-08-22). Galih, Bayu, ed. "Adukan Pertemuan Novanto-Ketua MA,
GMPG Apresiasi Respons Positif KY". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses
tanggal 2017-12-03.
^ "GMPG Laporkan Pertemuan Khusus Setnov dan Ketua MA | Republika Online".
Republika Online. 2017-08-22. Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Iqbal, Muhammad (2017-09-08). Iqbal, Muhammad, ed. "MA Bantah Hatta Ali Pernah
Bertemu Setya Novanto". Tempo.co. Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Sarwanto, Abi (2017-08-30). "Golkar Pecat Ahmad Doli Kurnia". CNN Indonesia (dalam
bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Gabrillin, Abba (2017-09-05). Gatra, Sandro, ed. "Setya Novanto Daftarkan Gugatan
Praperadilan Melawan KPK". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal
2017-12-03.
^ Satrio, Arie Dwi (2017-09-05). "Resmi! Setya Novanto Ajukan Gugatan Praperadilan
terhadap KPK ke PN Jaksel". Okezone.com. Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Rahadian, Taufik. "KPK Akan Periksa Setya Novanto pada Senin 11 September 2017".
Kumparan. Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Belarminus, Robertus (2017-09-11). Gatra, Sandro, ed. "Alasan Sakit, Setya Novanto Tak
Penuhi Pemeriksaan di KPK". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal
2017-12-03.
^ Belarminus, Robertus (2017-09-12). Galih, Bayu, ed. "Selasa, Sidang Perdana
Praperadilan Setya Novanto Melawan KPK Digelar". Kompas.com (dalam bahasa Inggris).
Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Rochimawati (2017-09-12). "KPK Tidak Akan Tunda Penyidikan Setya Novanto".
VIVA.co.id. Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Mardiastuti, Aditya (2017-09-18). "Kateterisasi Jantung, Novanto Tak Penuhi Panggilan
KPK". detikcom. Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Domina, Teodosius (2017-09-18). Kartini, Dupla, ed. "Hari ini, KPK kembali panggil Setya
Novanto". Kontan.co.id. Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Agus, Feri (2017-09-18). "KPK Kirim Dokter Periksa Setnov di RS Premier Jatinegara".
CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Movanita, Ambaranie Nadia Kemala (2017-09-20). Wedhaswary, Inggried Dwi, ed. "Pihak
Setya Novanto Anggap Penetapan Tersangka oleh KPK Tak Punya Dasar Hukum".
Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-03.
^ Movanita, Ambaranie Nadia Kemala (2017-09-22). Galih, Bayu, ed. "Hakim Tolak Eksepsi
KPK dalam Praperadilan Setya Novanto". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses
tanggal 2017-12-06.
^ Belarminus, Robertus (2017-09-22). Gatra, Sandro, ed. "Eksepsi Ditolak Hakim
Praperadilan Kasus Novanto, Ini Komentar KPK". Kompas.com (dalam bahasa Inggris).
Diakses tanggal 2017-12-06.
^ Medistiara, Yulida (2017-09-27). "Tolak Bukti Rekaman KPK, Ini Alasan Hakim
Praperadilan Novanto". detikcom. Diakses tanggal 2017-12-13.
^ Ihsanuddin (2017-09-29). Galih, Bayu, ed. "Ini Pertimbangan Hakim Cepi Batalkan Status
Tersangka Setya Novanto". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal
2017-12-13.
^ Belarminus, Robertus (2017-11-10). Wedhaswary, Inggried Dwi, ed. "KPK Kirim SPDP
untuk Setya Novanto pada 3 November". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses
tanggal 2017-12-15.
^ Belarminus, Robertus (2017-11-10). Wedhaswary, Inggried Dwi, ed. "Kembali Tetapkan
Novanto sebagai Tersangka, KPK Bersiap Hadapi Perlawanan". Kompas.com (dalam
bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-15.
^ Amelia, Zara (2017-11-15). Setiawan, Kodrat, ed. "Setya Novanto Dijemput Paksa Penyidik
KPK?". Tempo.co. Diakses tanggal 2017-12-15.
^ Hakim, Rakhmat Nur (2017-11-16). Galih, Bayu, ed. "KPK Geledah Rumah Novanto,
Pengacara Sebut Hanya Sita Terkait CCTV". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses
tanggal 2017-12-15.
^ Belarminus, Robertus (2017-11-19). Sodikin, Amir, ed. "Melihat Ekspresi Novanto dan
Bekas Benjolan "Bakpao" Saat Tiba di KPK". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses
tanggal 2017-12-15.
^ Putri, Zunita Amalia (2017-11-19). "Pakai Kursi Roda, Setya Novanto Dibawa ke Rutan
KPK". detikcom. Diakses tanggal 2017-12-15.
^ Belarminus, Robertus (2017-11-19). Akuntono, Indra, ed. "Tiba di KPK, Setya Novanto
Langsung Diperiksa". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-15.
^ Belarminus, Robertus (2017-12-06). Wedhaswary, Inggried Dwi, ed. "Ketua KPK Benarkan
Berkas Perkara Novanto Sudah Dilimpahkan ke Pengadilan". Kompas.com (dalam bahasa
Inggris). Diakses tanggal 2017-12-15.
^ Belarminus, Robertus (2017-11-30). Wedhaswary, Inggried Dwi, ed. "KPK Tidak Hadir,
Hakim Tunda Sidang Praperadilan Novanto hingga 7 Desember". Kompas.com (dalam
bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-15.
^ Wijaya, Lani Diana (2017-12-08). Widiastuti, Rina, ed. "Praperadilan Setya Novanto Hari
Ini Mendengarkan Jawaban KPK". Tempo.co. Diakses tanggal 2017-12-15.
^ Ayuningtyas, Rita. Linawati, Mevi; Ayuningtyas, Rita, ed. "Sidang Praperadilan Setya
Novanto Dilanjut Hari Ini". Liputan6.com. Diakses tanggal 2017-12-15.
^ Medistiara, Yulida (2017-11-16). "Setya Novanto Sempat Ajukan Praperadilan Lagi
Sebelum 'Hilang'". detikcom. Diakses tanggal 2017-12-15.
^ Atriana, Rina (2017-12-08). "Dakwaan Novanto Dibacakan 13 Desember, Praperadilan
Pasti Gugur". detikcom. Diakses tanggal 2017-12-15.
^ Irawan, Dhani (2017-12-14). "Praperadilan Novanto: Menang di Tangan Cepi, tapi Gugur
oleh Kusno". detikcom. Diakses tanggal 2017-12-15.
^ Triyogo, Arkhelaus Wisnu (2017-12-13). Chairunnisa, Ninis, ed. "Sidang Setya Novanto,
Hakim: Saya Lihat Terdakwa Bisa Bisik-bisik". Tempo.co. Diakses tanggal 2017-12-15.
^ Bintang, Tabloid (2017-12-15). Shaidra, Aisha, ed. "Najwa Shihab Komentari Drama Bisu
Setya Novanto". Tempo.co. Diakses tanggal 2017-12-15.
^ Lompat ke: a b Gabrillin, Abba (2017-06-22). Asril, Sabrina, ed. "Dua Terdakwa Kasus
E-KTP Dituntut 7 Tahun dan 5 Tahun Penjara". Kompas.com (dalam bahasa Inggris).
Diakses tanggal 2017-12-13.
^ Widisatuti, Rina (2017-03-25). Widisatuti, Rina, ed. "Jadi Tersangka Kasus E-KTP, Ini Profil
Andi Narogong". Tempo.co. Diakses tanggal 2017-11-28.
^ Gabrillin, Abba (2017-12-07). Galih, Bayu, ed. "Andi Narogong Dituntut Bayar 2,1 Juta
Dollar AS dan Rp 1,1 Miliar". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal
2017-12-13.
^ Manurung, M Yusuf (2017-12-08). Chairunnisa, Ninis, ed. "Jadi Justice Collaborator, Andi
Narogong Berharap Divonis Ringan". Tempo.co. Diakses tanggal 2017-12-13.
^ Lompat ke: a b Ferry, Oscar (2017-08-16). "Novel: Saksi Kunci e-KTP Bukan Hanya
Johannes Marliem". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-30.
^ Lompat ke: a b c Ayuningtyas, Rita; Egeham, Lizsa. Rimadi, Luqman; Ayuningtyas, Rita,
ed. "Misteri Kematian Saksi Kunci Kasus E-KTP". Liputan6.com. Diakses tanggal
2017-11-30.
^ Setyawan, Feri Agus (2017-08-16). "Misteri Kematian Johannes Marliem dan Jelimet
Kasus e-KTP". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-30.
^ Kertopati, Lesthia (2017-08-15). "Otoritas LA Tutup Kasus Johannes Marliem, Nyatakan
Bunuh Diri". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-30.
^ Gabrillin, Abba (2017-08-17). Akuntono, Indra, ed. "KPK Tegaskan Tak Pernah Sebut
Johannes Marliem Saksi Kunci Kasus E-KTP". Kompas.com (dalam bahasa Inggris).
Diakses tanggal 2017-11-30.
^ developer, metrotvnews. "KPK Sebut Johannes tak Pernah Masuk Daftar Saksi".
Metrotvnews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-12-01. Diakses tanggal
2017-11-30.
^ Sasongko, Joko Panji (2017-08-14). "Johannes Marliem Tewas, Fahri Minta KPK Setop
Kasus e-KTP". CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-30.
^ Djm (2017-08-14). "Bamsoet: KPK Bertanggung Jawab Johannes Marliem Tewas". CNN
Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-30.
^ Arjanto, Dwi (2017-08-20). Arjanto, Dwi, ed. "Kemenlu Pastikan Johannes Marliem Warga
Negara Amerika Serikat". Tempo.co. Diakses tanggal 2017-11-30.
^ Belarminus, Robertus (2017-10-05). Wedhaswary, Inggried Dwi, ed. "Agen FBI Ungkap
Johannes Marliem Beri Jam Tangan untuk Ketua DPR, Apa Kata KPK?". Kompas.com
(dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-30.
^ Tashandra, Nabilla (2017-11-16). Meiliana, Diamanty, ed. "Setelah "Tangkap Novanto",
Tagar "Indonesia Mencari Papah" Jadi Trending Topic Twitter". Kompas.com (dalam bahasa
Inggris). Diakses tanggal 2017-12-06.
^ "'Dimana benjolnya?' Reaksi warganet terhadap 'drama Setnov': dari bakpao sampai tiang
listrik". BBC Indonesia (dalam bahasa Inggris). 2017-11-17. Diakses tanggal 2017-11-28.
^ Taylor, Gloria Safira (2017-11-18). "Fakta dan Kejanggalan Kecelakaan Setya Novanto".
CNN Indonesia (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-11-28.
^ Antoni (2017-11-16). "Setya Novanto is Missing, Ini Kata Media Asing". JPNN.com.
Diakses tanggal 2017-12-15.