Kasus Korupsi E-KTP
Kasus Korupsi E-KTP
Kasus Korupsi E-KTP
Kelompok V :
Fanny Avianuari (09)
Jaka Wahyu Hidayat (14)
Puad Hasyim (27)
Raden Bagus Aji. (29)
Risnanda Bayu S. (32)
Pendidikan Anti-Korupsi
Program Diploma III Akuntansi Alih Program
Kelas 5-4
Politeknik Keuangan Negara STAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
dimana dalam pasal 1 disebutkan bahwa penduduk memiliki 1 KTP. Untuk dapat mengelola
penerbitan KTP yang bersifat tunggal dan terwujudnya basis data kependudukan yang lengkap
dan akurat diperlukan dukungan teknologi yang dapat menjamin dengan tingkat akurasi tinggi
untuk mencegah pemalsuan dan penggandaan. Pemerintah berusaha berinovasi dengan
menerapkan teknologi informasi dalam sistem KTP dan menjadikan KTP konvensional menjadi
KTP elektronik (e-KTP) yang menggunakan pengamanan berbasis biometrik. Harapannya adalah
tidak ada lagi duplikasi KTP dan dapat menciptakan kartu identitas multifungsi.
Namun, inovasi baik untuk membuat kartu identitas penduduk berbasis teknologi
informasi yang akurat, multifungsi serta mencegah adanya duplikasi kartu identitas tersebut
disalahgunakan oleh oknum oknum yang juga merupakan bagian dari stakeholder pelaksanaan
program e-KTP. Proyek e-KTP tersebut dikorupsi oleh stakeholder yang terlibat seperti politisi,
birokrat dan juga pengusaha. Dan hingga saat paper ini disusun, kasus ini belum sepenuhnya
selesai, masih dalam tahap tahap penyelidikan untuk mencari tersangka-tersangka lain yang -
diduga ikut menikmati uang haram atas pengadaan e-KTP.
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah dipaparkan, berikut rumusan masalah yang disusun dalam
bentuk pertanyaan untuk menentukan pembahasan dan tinjauan kami dalam membahas korupsi
e-KTP tersebut.
1. Bagaimana kasus korupsi e-KTP terjadi ?
2. Bagaimana perkembangan kasus korupsi e-KTP dan apakah penyebabnya secara garis
besar ?
C. TUJUAN
Penyusunan Paper ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana kasus korupsi e-KTP
terjadi, serta memberikan penjelasan bagaimana perkembangan kasus tersebut hingga saat ini dan
memaparkan sebab kasus korupsi tersebut dari tinjauan akademis secara garis besar.
BAB II
PEMBAHASAN MEGA KORUPSI E-KTP
Juni 2010
Berlokasi di Ruko Fatmawati
Beberapa kali pertemuan digelar di Ruko milik Andi Narogong. Pertemuan Tim Fatmawati
ini membahas pembentukan beberapa konsorsium untuk ikut dalam tender proyek e-KTP.
Bahkan pada sejumlah pertemuan juga membahas pengaturan untuk memenangkan tender
hingga mendaftar penggelembungan harga sejumlah barang yang akan dibeli terkait proyek.
Pengaturan ini juga melibatkan pihak panitia lelang yang berasal dari Kemendagri.
Juli 2010
Berlokasi di Gedung DPR, Jakarta.
DPR mulai melakukan pembahasan R-APBN Tahun Anggaran 2011 yang di antaranya
termasuk anggaran untuk proyek e-KTP. Terkait hal tersebut, Andi Narogong beberapa kali
bertemu Setya Novanto, Anas Urbaningrum (Ketua Fraksi Demokrat DPR), dan Muhammad
Nazaruddin (Bendum Demokrat), yang dinilai sebagai representasi Partai Golkar dan Partai
Demokrat untuk mendorong Komisi II menyetujui anggaran. Akhirnya dicapai kesepakatan
anggaran proyek sebesar Rp 5,9 triliun dengan 49 persen di antaranya atau sebesar Rp 2,5
triliun (setelah dipotong pajak) akan dibagi-bagi ke sejumlah orang, termasuk DPR.
September-Oktober 2010
Berlokasi di Gedung DPR, Jakarta.
Andi Narogong memberikan uang kepada sejumlah anggota DPR di ruang kerja Mustoko
Weni (Golkar). Total uang yang diberikan Andi sebesar 3.450.000 dolar AS kepada
sembilan orang anggota DPR, di antaranya Anas Urbaningrum, Ganjar Pranowo (PDIP),
Teguh Juwarno (PAN), hingga Agun Gunandjar Sudarsa (Golkar).
September-Oktober 2010
Berlokasi di Gedung DPR, Jakarta.
Bagi-bagi uang kembali dilakukan Andi, namun kali ini di ruangan Setya Novanto dan
Mustoko Weni. Uang sebesar 3.300.000 dolar AS kepada para pimpinan Banggar, yakni
Melchias Marcus Mekeng (Golkar), Mirwan Amir (Demokrat), Olly Dondokambey (PDIP),
dan Tamsil Linrung (PKS). Andi pun memberikan uang sebesar 500.000 dolar AS kepada
Arif Wibowo untuk dibagikan kepada seluruh anggota Komisi II. Rinciannya, Ketua
mendapat 30.000 dolar AS, tiga Wakil Ketua masing-masing mendapat 20.000 dolar AS,
sembilan Ketua Kelompok Fraksi masing-masing mendapat 15.000 dolar AS, serta 37
anggota masing-masing mendapat 10.000 dolar AS.
Oktober 2010
Berlokasi di Restoran Peacock, Hotel Sultan, Jakarta.
Pertemuan dilakukan antara Irman, Sugiharto, Diah Anggriani, Andi Narogong, Husni
Fahmi (pegawai Kemendagri), Chairuman Harahap (Golkar), dan Johannes Marliem
(swasta). Pada pertemuan itu, Chairuman sebagai Ketua Komisi II diminta segera
menyetujui anggaran proyek sebesar Rp 5.952.083.009.000 secara multiyears.
22 November 2010
Berlokasi di Gedung DPR, Jakarta.
Rapat Kerja antara Komisi II dan Kemendagri akhirnya menyepakati anggaran proyek e-
KTP untuk tahun 2011 sebesar Rp 2.468.020.000 yang bersumber dari APBN tahun
anggaran 2011.
Desember 2010
Berlokasi di Rumah Dinas Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri.
Andi Narogong memberikan uang sejumlah 1.000.000 dolar AS kepada Diah Anggraini
sebagai kompensasi telah membantu pembahasan anggaran hingga akhirnya disetujui DPR.
Februari 2011
Kantor Kementerian Dalam Negeri.
Andi Narogong menemui Sugiharto di ruang kerjanya. Andi mengatakan akan memberikan
uang sebesar Rp 520.000.000.000 untuk memperlancar urusan penganggaran proyek. Uang
akan diberikan kepada Partai Golkar Rp 150 miliar, Partai Demokrat Rp 150 miliar, PDI
Perjuangan Rp 80 miliar, Marzuki Alie (Demokrat) Rp 20 miliar, Chairuman Harahap Rp 20
miliar, serta pada sejumlah partai lain sejumlah Rp 80 miliar. Rincian uang tersebut atas
persetujuan Irman.
21 Juni 2011
Gamawan Fauzi (Mendagri) menetapkan konsorsium PNRI sebagai pemenang tender
proyek e-KTP. Pemenangan tender sudah diatur sejak awal. Konsorsium PNRI tetap
dimenangkan meskipun sejumlah syarat belum dipenuhi. Konsorsium Perum Percetakan
Negara Republik Indonesia (PNRI) terdiri dari PNRI serta lima perusahaan BUMN dan
swasta, yakni Perum PNRI, PT Sucofindo, PT LEN Industri, PT Sucofindo, PT Quadra
Solution, dan PT Sandipala Artha Putra.
Juni 2011
Penetapan pemenang lelang digugat, namun Sugiharto tetap menunjuk konsorsium PNRI
sebagai pemenang lelang.
Maret 2012
Konsorsium PNRI belum dapat menyelesaikan pengadaan blangko e-KTP sebanyak
65.340.367 keping dengan nilai Rp 1.045.445.868.749. Namun tidak diberikan teguran
maupun sanksi kepada konsorsium, bahkan dibuat laporan seolah-olah pekerjaan sudah
sesuai target sebagaimana kontrak. Sehingga pembayaran kepada pihak PNRI tetap bisa
dilakukan. Gamawan meminta penambahan anggaran dalam APBN-P tahun 2012. Anggota
DPR Markus Nari (Golkar) lantas meminta uang Rp 5 miliar kepada Irman guna
memperlancar pembahasan anggaran itu. Namun usai diberikan uang Rp 4 miliar, DPR tidak
memasukan penambahan anggaran itu.
November-Desember 2012
Bagi bagi uang juga dilakukan Andi Narogong kepada staf Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan, Sekretariat Komisi II DPR, dan
Bappenas terkait pengusulan dan pembahasan anggaran proyek e-KTP.
Desember 2012
DPR menyetujui APBN tahun 2013 yang di dalamnya turut memuat anggaran untuk proyek
e-KTP sebesar 1.492.624.798.000.
Agustus 2013
Anggaran kemudian masuk ke dalam APBN Tahun Anggaran 2013. Atas hal tersebut,
Miryam Haryani (Hanura) meminta uang Rp 5 miliar untuk diberikan kepada pimpinan dan
anggota Komisi II, di antaranya Chairuman Harahap, Ganjar Pranowo, dan Teguh Jurwano.
2013
KPK membuka penyelidikan kasus e-KTP.
22 April 2014
KPK menetapkan kasus ini naik ke tahap penyidikan dengan menetapkan Sugiharto sebagai
tersangka.
11 Mei 2016
BPKP mengeluarkan hasil laporan bahwa kerugian keuangan negara akibat kasus ini sebesar
Rp 2.314.904.234.275,39.
30 September 2016
KPK menetapkan Irman sebagai tersangka.
9 Maret 2017
Irman dan Sugiharto mulai menjalani proses persidangan.
17 Juli 2017
Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP setelah empat kali
diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lain dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.
10 Agustus 2017
Johannes Marliem yang dinyatakan oleh KPK sebagai saksi kunci kasus e-KTP tewas di Los
Angeles dini hari waktu setempat.
September 2017
Pemeriksaan dan penyelidikan Setya Novanto berdasarkan alat bukti dan pelaksanaan
sidang pra-peradilan.
29 September 2017
Ketua DPR Setya Novanto memenangkan gugatan praperadilan dalam kasus penetapan
tersangka dugaan korupsi pengadaan e-KTP. Sehingga status tersangka Setya Novanto
dalam kasus itu telah dibatalkan oleh putusan praperadilan. Menurut Hakim sidang pra-
peradilan, Cepi Iskandar, penetapan yang dilakukan oleh termohon untuk menetapkan
pemohon sebagai tersangka tidak didasarkan pada prosedur dan tata cara
ketentuan perundang-undangan nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Sebelumnya Setya Novanto diduga telah menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan pada
kasus E-KTP sewaktu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR, ia diduga ikut mengatur
agar anggaran proyek E-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui anggota DPR. Novanto juga
diduga telah mengondisikan pemenang lelang dalam proyek E-KTP. Bersama pengusaha
Andi Agustinus alias Andi Narogong
Daftar Pustaka
Laman : http://analisis.kontan.co.id/news/korupsi-megaproyek-e-ktp
Laman : https://kumparan.com/taufik-rahadian/kronologi-persekongkolan-jahat-megakorupsi-e-
ktp#Al5OCpqCZDY6x7vw.99
Laman : https://nasional.tempo.co/read/813787/kasus-e-ktp-kpk-korupsi-paling-serius
https://news.detik.com/berita/d-3661310/tolak-bukti-rekaman-kpk-ini-alasan-hakim-praperadilan-
novanto
Laman : http://nasional.kompas.com/read/2017/09/30/06335061/kpk-beberkan-kejanggalan-putusan-
praperadilan-setya-novanto
Basyaib, H., Holloway R., dan Makarim NA. (ed.) 2002, Mencuri Uang Rakyat : 16 kajian Korupsi di
Indonesia, Buku 3, Yayasan aksara dan Patnership for Good Governance Reform, Jakarta