Korupsi E-Ktp Di Indonesia - Kelompok 6

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

KORUPSI E-KTP DI INDONESIA

KELOMPOK 6
PRAJNADYA MAHATVA PUTRI (19150055) HANIFAH IRDINA (19150097)
RUSDI KHOLID (19150107) AGUNG SOFYAN (19150004)
ARIEF SUHARTONO (19150179) YOLANDA ASMITA (19150117)
BIMA FEBRIANSYAH (19150090)
LATAR BELAKANG

• Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dijelaskan di dalam Undang-Undang Dasar


Tahun 1945. Setiap tindakan warga negara diatur dengan hukum, setiap aspek memiliki aturan,
ketentuan dan peraturannya masing-masing.

• Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan, apa yang boleh dilakukan serta apa yang
dilarang. Salah satu bidang dalam hukum adalah hukum pidana yaitu mengatur tentang aturan
perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang. Tindak pidana, merupakan perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum yang mana disertai ancaman (sanksi).

• Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan identitas resmi penduduk serta bukti diri yang berlaku
di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. KTP konvensional yang telah bertahun-
tahun diberlakukan memiliki beberapa kekurangan-kekurangan seperti tidak efektif untuk
memberikan data karena KTP konvensional memungkinkan satu penduduk Indonesia memiliki
beberapa KTP.
LATAR BELAKANG

• Selain itu, KTP konvensional juga memberi peluang kepada penduduk yang ingin berbuat
curang pada negara dengan menduplikasi KTP nya supaya dapat melakukan hal-hal
seperti, menghindari pajak dan memudahkan pembuatan paspor yang tidak dapat
dibuat di seluruh kota dan mengamankan korupsi.

• Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang


Administrasi Kependudukan dimana dalam pasal 1 disebutkan bahwa penduduk hanya
diperbolehkan memiliki 1 KTP.

• Pemerintah berusaha berinovasi dengan menerapkan teknologi informasi dalam sistem


KTP dan menjadikan KTP konvensional menjadi KTP elektronik (e-KTP) yang
menggunakan pengamanan berbasis biometrik.
LATAR BELAKANG
• Pembuatan kartu identitas penduduk berbasis teknologi informasi yang akurat,
multifungsi serta mencegah adanya duplikasi kartu identitas tersebut
disalahgunakan. Proyek e-KTP tersebut dikorupsi oleh stakeholder yang terlibat
seperti politisi, birokrat dan juga pengusaha.
• Salah satu tindak pidana yang selalu menjadi sorotan di Indonesia adalah masalah
korupsi. Korupsi di Indonesia bahkan sudah tergolong extra-ordinary crime atau
kejahatan luar biasa karena telah merusak, tidak saja keuangan Negara dan potensi
ekonomi Negara, tetapi juga telah meluluhkan pilar-pilar sosio budaya, moral, politik,
dan tatanan hukum keamanan nasional.
• Indonesia sebenarnya telah memiliki peraturan mengenai pemberantasan tindak
pidana korupsi sejak tahun 1971, yaitu Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun karena peraturan ini dianggap sudah
tidak mampu lagi mengikuti perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat
maka terbitlah UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, yang kemudian direvisi melalui UU Nomor 20 Tahun 2001 pada beberapa
pasalnya
STUDI KASUS KORUPSI E-KTP DI INDONESIA
• Semua orang mungkin setuju jika korupsi itu tindakan yang merugikan berbagai
kalangan dan tentunya menghambat tercapainya suatu tujuan. Begitu juga korupsi
yang dilakukan para koruptor dalam pelaksanaan program e-KTP. Dari beberapa
sumber yang kami dapatkan, anggaran pelaksanaan program e-KTP adalah sebesar
Rp. 5,9 triliun. Pihak pemenang tender dalam proyek e-KTP ini adalah Konsorsium
Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Konsorium proyek ini terdiri dari
PNRI serta lima perusahaan BUMN dan swasta, yakni Perum PNRI, PT Sucofindo, PT
LEN Industri, PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Artha Putra.

• Anggaran sebesar Rp. 5,9 triliun tersebut dikorupsi sebesar Rp. 2,3 triliun. Anggaran
yang dikembalikan sebesar Rp. 250 miliar. Namun, pihak yang mengembalikan dana
tersebut identitasnya masih di rahasiakan oleh KPK. KPK hanya menginformasikan
dana tersebut : Rp. 220 miliar dari 5 korporasi dan 1 konsorium, Rp. 30 miliar dari
perorangan (14 orang).
KRONOLOGI KASUS KORUPSI E-KTP DI INDONESIA
KRONOLOGI KASUS KORUPSI E-KTP DI INDONESIA
Beberapa pihak yang disebutkan JPU KPK menerima aliran dana korupsi e-KTP membantah.
Mereka mengungkapkan bahwa mereka tidak menerima dana tersebut. Beberapa pihak
tersebut diantaranya adalah :

1. Ganjar Pranowo
Ganjar disebut menerima duit sebesar US$ 520 ribu. Saat bersaksi di sidang lanjutan
korupsi e-KTP pada tanggal 30 Maret di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Ganjar
Pranowo mengaku pernah diberi titipan uang oleh anggota Komisi II DPR Mustoko Weni.
Namun, karena tak tahu dari mana asalnya, Ganjar menolak

2. Gamawan Fauzi
Gamawan mengklarifikasi terkait uang Rp50 juta yang disebut diterimanya dari mantan
Dirjen Dukcapil Irman.Gamawan menegaskan, uang Rp50 juta tersebut adalah honor sebagai
pembicara. Sebagai menteri, Gamawan mengaku mendapatkan uang operasional berupa honor
bicara Rp5 juta per jam. Gamawan membantah menerima aliran korupsi proyek e-KTP, dalam
sidang tersebut .Dalam surat dakwaan yang dibacakan Jaksa KPK, Gamawan disebut menerima
USD4,5 juta dan Rp50 juta terkait proyek e-KTP
ANALISIS TEORI TERHADAP STUDI KASUS
Unsur-unsur tindak pidana korupsi lengkapnya dilihat dari rumusan pasal UU No. 31 Tahun 1999
tentang tindak pidana korupsi jo. UU No. 20 Tahun 2001. Secara umum dari rumusan pasal 2
dan pasal 3 yaitu:

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh ) tahun dan denda paling sedikit Rp.200.000.000
(dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000. (satu miliar rupiah)”.
Unsur-unsur pasal 2 ayat (1) adalah:
• Melawan Hukum.
• Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
• Dapat merugikan keuangan/perekonomian negara.
KESIMPULAN
• KTP merupakan identitas resmi penduduk serta bukti diri yang berlaku di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. program e-KTP ditujukan untuk mewujudkan kepemilikan satu KTP untuk
satu penduduk yang memiliki kode keamanan dan rekaman elektronik data kependudukan yang
berbasis NIK secara nasional. dengan adanya e-KTP diharapkan tidak ada lagi duplikasi KTP dan dapat
menciptakan kartu identitas multifungsi.

• Usaha merealisasikan satu penduduk satu KTP melalui e-KTP terhambat oleh adanya korupsi. Anggaran
proyek e-KTP sebesar Rp. 5,9 triliun, dikorupsi sebesar Rp. 2,3 triliun. Anggaran yang dikembalikan
sebesar Rp. 250 miliar. Anggaran yang dikembalikan tersebut berasal dari Rp. 220 miliar dari 5 korporasi
dan 1 konsorium, Rp. 30 miliar dari perorangan (14 orang). Pihak yang terlibat kasus ini begitu banyak,
mulai dari pejabat pemerintahan, politisi, hingga pengusaha. Pihak pemenang tender proyek e-KTP juga
terlibat. Pihak pemenang tender dalam proyek e-KTP ini adalah Konsorsium Perum Percetakan Negara
Republik Indonesia (PNRI) Konsorium proyek ini terdiri dari PNRI serta lima perusahaan BUMN dan
swasta, yakni Perum PNRI, PT Sucofindo, PT LEN Industri, PT Sucofindo, PT Quadra Solution, dan PT
Sandipala Artha Putra. Semua pihak yang terlibat dalam kasus ini berusaha merancang sedemikian rupa
strategi supaya bisa me mark-up dana proyek e-KTP untuk kemudian dapat mengalir ke kantong mereka
ANY QUESTION ?

Anda mungkin juga menyukai