11zon - SUMBER BELAJAR DAN MANFAATNYA

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah SWT

kepada Nabi Muhammad SAW untuk dijadikan sebagai pedoman hidup bagi

umat manusia. Keistimewaan yang dimiliki Al-Qur’an tidak dapat diukur

dengan perhitungan manusia. Sebagai kitab hidayah sepanjang zaman, Al-

Qur’an memuat informasi-informasi dasar tentang berbagai masalah, baik

informasi berkenaan dengan teknologi, etika, hukum, ekonomi, biologi,

kedokteran, dan sebagainya.

Meskipun demikian, kitab suci itu bukan buku pelajaran pada umumnya.

Sebab Al-Qur’an hanya menyatakan bagian-bagian yang sangat penting saja

dari ilmu-ilmu yang dimaksud. Ayat-ayat yang menuntun manusia ke arah

kebahagiaan ukhrowi maupun yang membimbingnya menuju kesejahteraan

duniawi, sebenarnya memberikan garis-garis besar saja yang harus kita cari

kelengkapannya agar kita dapat memahaminya secara utuh.1

Al-Qur’an selalu mendorong manusia untuk belajar, berfikir, dan

meneliti alam semesta. Ia mendorong manusia mengkaji berbagai ilmu

pengetahuan termasuk diri manusia itu sendiri. Dorongan ini tidak semata-

mata untuk kepentingan penambahan ilmu saja, tetapi yang terpenting adalah

membangun kesadaran individu sebagai makhluk Allah SWT.

1
Achmad Baiquni, Al-Qur’an Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Jakarta, Dana Bakti
Wakaf, 1994, hlm. 2.

1
2

Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk menjadikan Al-

Qur’an dan As-Sunnah sebagai sumber belajar yang paling utama, hal ini

dijelaskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an surah An-Nahl ayat 64 dan surah

Shad ayat 29, yang berbunyi:

ִ
#$ %&' !"
3456 2 "&0"1 * +,- / "֠)
B"D ?@+ " = A :;<+= "> 7 8+ 9
Artinya : “Dan kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an)
ini, melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka
apa yang mereka perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang beriman”.
ִ = & G3 E "F
*- JLMN4 "> HI J K
J)F⌧ ! 0" O"&" A P
BVWD T K !U * +P R S
Artinya : “Ini adalah sebuah Kitab yang kami turunkan kepadamu
penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-
ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai fikiran”.

Kedua ayat di atas menjelaskan bahwa sumber belajar yang paling utama

yang dijadikan sebagai rujukan pendidikan hanyalah Al-Qur’an. Namun masih

banyak lagi sumber lain yang bisa dijadikan sebagai rujukan selain sumber

pokok yang dijelaskan di atas.2

2
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2002, hlm. 214.
3

Maka dalam hal ini Allah SWT mendorong manusia agar mempelajari

semua ciptaan-Nya, sesuai dengan aturan-aturan yang telah ditetapkan-Nya.

Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang berbicara kepada setiap orang

sesuai dengan tingkat kecerdasan dan penalarannya dan memberikan

pandangan hidup menyeluruh baik yang mencakup dunia kebendaan maupun

dunia spiritual.

Secara umum sumber pokok pendidikan adalah Al-Qur’an dan As-

Sunnah. Namun selain sumber belajar pokok di atas masih ada beberapa

sumber belajar lainnya yang digunakan dalam proses pembelajaran seperti

guru, buku/perpustakaan, lingkungan dan lain sebagainya. Dari fenomena

tersebut maka, penulis ingin melihat Sumber Belajar menurut Perspektif Al-

Qur’an.

B. Defenisi Istilah

Untuk menghindari kesalahfahaman istilah yang terdapat dalam judul

ini, penulis menjelaskan sebagai berikut:

1. Sumber adalah tempat asal dari mana sesuatu itu datang,

2. Belajar adalah aktifitas yang dilakukan seseorang di mana aktifitas

itu sendiri mendapatkan ilmu atau kepandaian,3

3. Jadi, Sumber Belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipergunakan

sebagai tempat atau asal untuk belajar seseorang,4

3
W. J. S. Poerdaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2002,
hlm. 108.
4
Roestiyah, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Jakarta, Bina Aksara, 1998, hlm.53.
4

4. Perspektif, pandangan, sesuatu yang harus diperhatikan dalam

membuat gambar, sehingga gambar itu tampak seperti yang

sebenarnya, atau cara melukiskan suatu benda dan sebagainya, pada

permukaan yang mendatar sebagimana yang terlihat oleh mata

dengan 3 dimensi (panjang, lebar, tinggi). 5

5. Al-Qur’an, kitab Allah SWT yang diwahyukan kepada Rasulullah

SAW melalui Malaikat Jibril dengan cara berangsur-angsur, yang

tidak dapat ditandingi oleh manusia baik dari segi bahasa maupun

isinya di mana pun dan pada waktu kapanpun, dihukum kafir orang

yang mengingkarinya, mendapat pahala orang yang membacanya.

C. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Masalah pokok penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut:

a. Sumber belajar menurut perspektif Al-Qur’an,

b. Jenis sumber belajar menurut perspektif Al-Qur’an,

c. Manfaat sumber belajar menurut perspektif Al-Qur’an.

2. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah pada “Sumber Belajar

dan Manfaatnya menurut Perspektif Al-Qur’an”.

3. Rumusan Masalah

5
Lukman Ali, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,1991, hlm. 760.
5

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apa saja yang

menjadi Sumber Belajar menurut Perspektif Al-Qur’an.

D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja sumber belajar menurut

Perspektif Al-Qur’an.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah wawasan

pengetahuan penulis tentang sumber belajar khususnya

dalam Al-Qur’an, dan secara umum penelitian ini dapat

memberikan sumbangan pemikiran serta pengetahuan

dalam dunia pendidikan Islam.

E. Tinjauan Pustaka

Banyak ahli yang telah melakukan penelitian tentang sumber belajar,

antara lain:

1. Ilmu Pendidikan Islam yang ditulis oleh Ramayulis, di dalam buku

tersebut menyatakan bahwa sumber pokok pengajaran agama Islam

adalah Al-Qur’an dan Hadits. Pada masa awal pertumbuhan Islam,


6

Nabi Muhammad SAW telah menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber

belajar pendidikan Agama Islam di samping Sunnah beliau sendiri.

2. Belajar dan Pembelajaran yang ditulis oleh Dimyati dan Mujiono di

dalamnya dijelaskan bahwa sumber belajar dapat ditemukan dengan

mudah, seperti buku-buku pelajaran, buku bacaan, dan laboratorium,

dan tugas guru adalah bagaimana memanfaatkan sumber belajar

tersebut.

3. Mukjizat Al-Qur’an dan As-sunnah tentang Iptek, yang ditulis oleh

Abdul Majid Bin Aziz Al-Zindani dkk, dikatakan bahwa mu’jizat

ilmiah adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Pengungkapan isi Al-

Qur’an yang mengandung mu’jizat secara konseptual sebagai sumber

sains dan teknologi melibatkan suatu proses pemahaman dan

penjelasan kebenaran dengan cara ilmiah yang kilas baliknya akan

berpengaruh secara mendalam terhadap proses tranformasi budaya

baru, yaitu budaya Islami. Selanjutnya, sebagaimana setiap orang

menyadari, Allah Yang Maha Kuasa melanjutkan ciptaaan-Nya

melalui proses perkembangan yang memberikan penjelasan tentang

alam semesta dan segala isinya.6

4. Mengenali Al-Qur’an karangan Kadar M. Yusuf mengungkapkan

bahwa secara umum sumber belajar bagi manusia ada dua yaitu

wahyu dan alam. Artinya Allah SWT menurunkan wahyu dan

menciptakan alam sebagai sumber atau objek yang dipelajari,

6
Abdul Majid Bin Aziz Al-Zindani, dkk, Mukjizat AlQur’an dan As-Sunnah tentang
IPTEK, Jakarta, Gema Insani Press, 1997, hlm. 74.
7

manusia didorong agar mempelajarinya. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an

yang mendorong manusia membicarakan tentang hal itu. Ia dipelajari

guna menangkap atau memahami pesan-pesan moral yang

terkandung di dalamnya kemudian mengamalkan pesan-pesan

tersebut. Kitab suci ini juga memerintahkan manusia agar

mempelajari alam dan menjadikannya sebagai sumber belajar.

Penjelasan Al-Qur’an, bahwa Ia sebagai sumber belajar dapat dilihat

dari salah satu surah, yaitu Q. S. Taha : 113, yang berbunyi:

X P<J5֠ & G3 ִ " X⌧ ⌧F


/\" "& "1 G3 1YZ [ MJ
 a+, L A <]^_` ִ5= "4 " +
BffgD ☯J F"e <] %&' ^b"4 Pc
Artinya : “Dan demikianlah kami menurunkan Al-Qur’an dalam bahasa
Arab, dan kami Telah menerangkan dengan berulang kali, di
dalamnya sebahagian dari ancaman, agar mereka bertakwa
atau (agar) Al-Qur’an itu menimbulkan pengajaran bagi
mereka”. 7

Dari beberapa karya ilmiah yang telah dijelaskan di atas, karya-karya

tersebut memiliki perbedaan dengan kajian yang penulis teliti. Perbedaan

tersebut adalah kalau para ahli tersebut hanya mengemukakan sumber belajar

baik dari sudut pandang agama maupun bersifat umum. Maka, dalam kajian

ini penulis ingin melihat sumber belajar dan manfaatnya menurut Al-Qur’an

7
Kadar M Yusuf, Mengenali Al-Qur’an, 2007, hlm. 7.
8

dengan lebih mengedepankan ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan

langsung dengan sumber belajar.

F. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah:

BAB I : Menjelaskan tentang pendahuluan skripsi, yang mana

terdapat latar belakang masalah, defenisi istilah,

perumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,

tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II : Menjelaskan tinjauan umum tentang sumber belajar yang

berkaitan erat dengan penelitian yang penulis lakukan,

terdiri dari pengertian, komponen, jenis, faktor,

perkembangan, peranan, fungsi, pemanfaatan, kriteria dan

cara mengembangkan sumber belajar.

BAB III : Menjelaskan tentang metode penelitian, yang terdiri dari,

sumber data, teknik pengumpulan data.

BAB IV : Dibagian ini, menjelaskan tentang sumber belajar dan

manfaatnya menurut perspektif Al-Qur’an .

BAB V : Terakhir dalam kajian ini memuat kesimpulan dan saran.


9
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG SUMBER BELAJAR

A. Pengertian Sumber Belajar

1. Sumber (Source)

Belajar-mengajar sebagai suatu proses merupakan suatu sistem yang tidak

terlepas dari komponen-komponen lain yang saling berinteraksi di dalamnya.

Salah satu komponen dalam proses tersebut adalah sumber belajar. Sumber

adalah dasar yang digunakan dalam penyampaian pesan dan digunakan dalam

rangka memperkuat pesan itu sendiri.

2. Belajar (Learning)

Istilah belajar sudah terlalu akrab dengan kehidupan kita sehari-hari.

Mungkin kita sering menjumpai penggunaan istilah belajar seperti: belajar

membaca, belajar bernyanyi, belajar berbicara, belajar matematika. Masih

banyak lagi penggunaan istilah, bahkan termasuk kegiatan belajar yang

sifatnya lebih umum dan tak mudah diamati, seperti: belajar hidup mandiri,

belajar menghargai waktu, belajar berumah tangga, belajar bermasyarakat,

belajar mengendalikan diri, dan sejenisnya.

Paling tidak ada dua istilah yang digunakan Al-Qur’an yang berkonotasi

belajar, yaitu ta’allama dan darasa, di mana secara harfiah ta’allama dapat

diartikan kepada “menerima ilmu sebagai akibat atau bekas suatu pelajaran”,

sedangkan kata darasa secara harfiah bermakna mempelajari.

Melihat dari dua konsep di atas, pada hakikatnya belajar itu adalah

pencarian dan perolehan ilmu di mana ia mendatangkan pengaruh atau

9
10

perubahan kepada sipelajar. Kemudian secara umum belajar merupakan suatu

proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan

sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk

seperti berubah pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, keterampilan,

kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada

individu yang belajar. Dengan demikian, belajar pada dasarnya adalah proses

perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman.1

Sementara itu, menurut pendapat tradisional belajar adalah menambah dan

mengumpulkan sejumlah pengetahuan, di sini yang dipentingkan adalah

pendidikan intelektual. Lain lagi dengan pendapat para ahli pendidikan

modern yang merumuskan perbuatan belajar sebagai berikut:

Belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri

seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat

pengalaman dan latihan.2

Gagne dalam buku The Condition of Learning menyatakan bahwa: belajar

terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama-sama dengan isi ingatan

mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari

waktu sebelum ia mengalami situasi ke waktu sesudah ia mengalami situasi

tadi.

Jadi, perubahan sebagai hasil kegiatan belajar dapat berupa aspek kognitif,

psikomotor maupun afektif. Kegiatan belajar, sering dikaitkan dengan

1
Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 1989, hlm.
5.
2
Abdul Rahman Shaleh, Psikologi dalam Perspektif Islam, Jakarta, Kencana, 2004, hlm.
209.
11

kegiatan mengajar. Begitu eratnya kaitan itu, sehingga keduanya sulit

dipisahkan, sehingga tanpa belajar tak pernah ada pendidikan.

Dari pendapat-pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan belajar adalah proses perubahan tingkah laku ke arah yang

lebih sempurna sesuai dengan tujuan tertentu yang telah dirumuskan

sebelumnya.

Sedangkan yang dimaksud dengan sumber belajar adalah mencakup apa

saja yang dapat digunakan untuk membantu tiap orang untuk belajar dan

menampilkan kompetensinya. Bila diklasifikasikan, secara umum sumber

belajar meliputi, antara lain:

1. Person: Kepala Sekolah, Tokoh-tokoh Masyarakat dan lain-lain.

2. Pesan: Berisikan tentang ajaran dan informasi.

3. Bahan (Materials). Biasa pula jenis ini disebut dengan istilah

perangkat lunak atau Sofware. Di dalamnya terkandung pesan-pesan

yang perlu disajikan baik dengan bantuan alat penyaji maupun tanpa

alat penyaji. Contohnya buku, majalah dan lain sebagainya.

4. Teknik adalah acuan yang disiapkan untuk menggunakan alat, bahan

orang, dan lingkungan, contoh: Demonstrasi, Ceramah, Tanya

Jawab.

5. Lingkungan/Setting: Gedung Sekolah, laboratorium.


12

6. Alat (device), bisa disebut dengan istilah Hardware atau perangkat

keras, digunakan untuk menyajikan pesan. Contohnya adalah

proyektor film, video, tape, pesawat radio dan televisi. 3

B. Jenis dan faktor yang mempengaruhi Sumber Belajar

Dari pengertian sumber belajar tadi melahirkan beberapa pembagian

jenis sumber belajar. Ada yang membagi menjadi enam jenis dengan rincian

pertama, sumber berupa pesan, kedua, manusia, ketiga peralatan, keempat,

bahan kelima, teknik/metode dan keenam lingkungan/setting.

Sebagian lain membaginya menjadi dua jenis, pertama sumber belajar

yang dirancang (by designed) yaitu sumber belajar yang sengaja dibuat dan

dipergunakan dalam suatu proses pembelajaran dengan tujuan tertentu.

Contohnya buku, slide, ensiklopedi dan film (VCD), kedua, sumber belajar

yang ada di lingkungan sekitar yaitu sumber belajar yang dapat

dimanfaatkan/digunakan (by utilization) berada di masyarakat dan tidak

dirancang secara khusus. Contohnya pasar, tokoh masyarakat, museum,

lembaga pemerintahan dan sebagainya.

Berbagai jenis sumber belajar tersebut, pada dasarnya tidak boleh dilihat

secara parsial. Hendaknya dipandang sebagai satu kesatuan yang utuh dalam

sebuah proses pembelajaran. Semua jenis sumber belajar yang memang sesuai,

perlu dipertimbangkan demi tercapainya pembelajaran lebih baik. Dengan

demikian, diharapkan akan berdampak positif terhadap hasil pembelajaran.

Perkembangan teknologi yang pesat dewasa ini sangat mempengaruhi sumber

3
Arief. S. Sadiman, Media Pendidikan, Jakarta, PT, Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 5.
13

belajar yang digunakan. Pengaruh teknologi bukan hanya terhadap bentuk dan

jenis sumber belajar, melainkan juga terhadap komponen-komponen sumber

belajar dan nilai-nilai budaya setempat.

Sering ditemukan bahan yang diperlukan sebagai sumber belajar

dipengaruhi oleh faktor budaya setempat, misalnya nilai-nilai budaya yang

dipegang teguh masyarakat, terutama pada jenis sumber belajar seperti tempat

bekas peninggalan upacara ritual pada masa lampau yang masih dianggap tabu

oleh masyarakat setempat untuk dikunjungi akan sulit dipelajari atau diteliti
4
sebagai sumber belajar.

C. Perkembangan Sumber Belajar

1. Sumber Belajar Praguru

Pada zaman praguru, sumber belajar utamanya adalah orang dalam

lingkungan keluarga atau kelompok karena, sumber belajar lainnya dianggap

belum ada atau masih sangat langka. Bentuk benda yang digunakan sebagai

sumber belajar antara lain adalah:

Batu-batu, debu, daun-daunan, kulit pohon, kulit binatang dan kulit

karang. Isi pesan itu sendiri ada yang disajikan dengan isyarat verbal dan ada

yang menggunakan tulisan. Perbedaan ini terletak pada tingkat kemajuan

peradaban masing-masing suku bangsa itu sendiri. Sumber belajar jumlahnya

4
http://www.blogger.com/feeds/posts/default. Oleh: Purwiro Harjati.
14

langka, sedangkan pencari pengetahuan jumlahnya lebih banyak, maka

pengetahuan diperoleh dengan coba-coba sendiri.

2. Lahirnya Guru sebagai Sumber Belajar Utama

Pendidikan pada zaman praguru tahap demi tahap berubah. Akibat

perubahan itu terjadi pula perubahan pada sistem pendidikan dan pada kondisi

sumber belajar komponen lainnya dari sistem tersebut. Dengan demikian,

terjadi perubahan pada cara pengelolaan, isi ajaran, peranan orang, teknik

yang digunakan, desain pemilihan bahan, namun demikian sumber belajar

masih sangat terbatas, sehingga kedudukan orang merupakan belajar utama.

Proses belajar tidak lagi ditangani oleh anggota keluarga, tetapi sudah

diserahkan kepada orang tertentu. Orang yang menangani secara khusus

tentang pendidikan disebut guru dibantu dengan sumber belajar penunjang

yang berbentuk masih sederhana dan jumlahnya terbatas sekali.

3. Sumber Belajar dalam Bentuk Cetak

Adanya perkembangan industri yang cepat, pada akhirnya dapat

diproduksi peralatan dan bahan yang jumlahnya besar. Dengan

diketemukannya alat cetak, maka lahirlah sumber belajar baru yang berbentuk

cetak lainnya yang belum pernah ada sebelumnya.

Konsekuensi ditemukannya sumber belajar tersebut adalah terjadinya

perubahan tugas dan peranan guru dalam pembelajaran. Semula guru


15

merupakan sumber belajar utama yang mempunyai tugas sangat berat, dengan

lahirnya sumber belajar cetak maka tugas guru menjadi ringan.

4. Sumber Belajar yang didesain dan dimanfaatkan.

Sumber belajar yang didesain untuk keperluan belajar telah banyak dikenal

orang. Namun demikan tidak semua sumber yang didesain untuk keperluan

pendidikan. Sebagaimana dinyatakan oleh AECT bahwa ada kesangsian

apakah fasilitas yang ada dalam masyarakat, misalnya museum semuanya itu

didesain khusus terutama untuk pembelajaran. Kenyataan bahwa sumber-

sumber ini dimanfaatkan untuk membantu belajar manusia, membuat

semuanya itu menjadi sumber belajar. Kelompok yang kedua, sumber yang

dimanfaatkan, sama pentingnya dengan sumber belajar yang didesain.5

D. Peranan Sumber Belajar dalam Proses Pembelajaran

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa sumber belajar dalam

proses pembelajaran adalah guru, buku/perpustakaan, lingkungan dan lain

sebagainya.

1. Peranan Guru sebagai Sumber Belajar

a. Pengajar

Dalam hal ini guru bertugas memberikan pengajaran di dalam sekolah

(kelas). Ia menyampaikan pelajaran agar peserta didik memahami dengan

baik semua pengetahuan yang telah disampaikan. Selain itu juga berusaha

5
Seminar Sumber Belajar, dikutip http:// Www. Google.Com. Oleh: Karwono.
16

agar terjadi perubahan sikap, keterampilan, kebiasaan, hubungan sosial,

apresiasi, dan sebagainya melalui pengajaran yang diberikannya.

b. Pembimbing

Dalam hal ini guru berkewajiban memberikan bantuan kepada peserta

didik agar mereka mampu menemukan masalahnya sendiri, memecahkan

masalahnya sendiri, mengenal diri sendiri, dan menyesuaikan diri dengan

lingkungannya. Para peserta didik membutuhkan bantuan guru dalam hal

mengatasi kesulitan-kesulitan pribadi, kesulitan pendidikan, dan

interpersonal.

c. Pemimpin

Sekolah dan kelas adalah suatu organisasi, di mana peserta didik

adalah sebagai pemimpinnya. Guru berkewajiban mengadakan supervisi

atas kegiatan belajar peserta didik, membuat rencana pengajaran bagi

kelasnya, mengadakan manajemen belajar sebaik-baiknya. Dengan

kegiatan manajemen ini guru ingin menciptakan lingkungan belajar yang

serasi, menyenangkan, dan merangsang dorongan belajar para anggota

kelas. Selain dari itu, guru harus punya jiwa kepemimpinan yang baik,

seperti: hubungan sosial, kemampuan berkomunikasi, ketenangan dan

bijaksana.

d. Ilmuan
17

Dalam hal ini guru dipandang sebagai orang yang paling

berpengetahuan. Dia bukan saja berkewajiban menyampaikan pengetahuan

yang dimilikinya kepada peserta didik, tetapi juga berkewajiban

mengembangkan pengetahuan itu dan terus menerus pengetahuan yang

telah dimilikinya.

e. Pribadi

Sebagai pribadi setiap guru harus memiliki sifat-sifat yang disenangi

oleh para peserta didiknya, orang tua, dan oleh masyarakat. Sifat-sifat itu

sangat diperlukan agar ia dapat melaksanakan pengajaran secara efektif.

Karena itu, guru wajib berusaha memupuk sifat-sifat pribadinya sendiri

dan mengembangkan sifat-sifat pribadi yang disenangi oleh pihak luar.

Tegasnya bahwa setiap guru perlu sekali memiliki sifat-sifat pribadi, baik

untuk kepentingan jabatannya maupun untuk kepentingan dirinya sendiri

sebagai warga Negara masyarakat.

f. Penghubung

Sekolah berdiri di antara dua lapangan, yakni di satu pihak

mengemban tugas menyampaikan dan mewariskan ilmu, teknologi, dan

kebudayaan yang terus menerus berkembang dengan lajunya, dan di lain

pihak dia bertugas menampung aspirasi, masalah, kebutuhan, minat, dan

tuntutan masyarakat. Di antara kedua lapangan inilah sekolah memegang

peranannya sebagai penghubung di mana guru berfungsi sebagai

pelaksana. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk

menghubungkan sekolah dan masyarakat, antara lain dengan public


18

relation, buletin, pameran, pertemuan-pertemuan dan sebagainya. Karena

itu, keterampilan guru dalam tugas-tugas ini senantiasa perlu

dikembangkan.

g. Pembaharu

Pembaharuan di dalam masyarakat terjadi berkat masuknya pengaruh-

pengaruh dari ilmu dan teknologi modern, yang datang dari negara-negara

yang sudah berkembang. Masuknya pengaruh-pengaruh itu, ada yang

secara langsung ke dalam masyarakat dan ada yang melalui lembaga

pendidikan. Guru memegang peranan sebagai pembaharu, oleh karena

melalui kegiatan guru penyampaian ilmu dan teknologi, contoh-contoh

yang baik dan lain-lain, maka akan menanamkan jiwa pembaharuan di

kalangan peserta didik.

h. Pembangunan

Sekolah turut serta memperbaiki masyarakat dengan jalan

memecahkan maslah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan dengan

turut melakukan kegiatan-kegiatan pembangunan yang sedang

dilaksanakan oleh masyarakat itu. Guru baik sebagai pribadi maupun

sebagai guru profesional dapat menggunakan setiap kesempatan yang ada

untuk membantu berhasilnya rencana pembangunan masyarakat, seperti:

koperasi, pembangunan jalan-jalan, dan sebagainya. Di pihak lain akan

lebih mengembangkan kualifikasinya sebagai guru.6

2. Buku/Perpustakaan sebagai Sumber Belajar

6
Departemen Agama RI, Wawasan Guru dan Tenaga Kependidikan, Jakrta, 2005, hlm
72-75.
19

Buku/perpustakaan merupakan sumber yang sangat penting dalam

menunjang proses pembelajaran, karena di dalamnya terdapat berbagai koleksi

buku-buku keagamaan, atau bahan bacaan lain yang erat hubungannya dengan

pendidikan.

3. Lingkungan sebagai Sumber Belajar

Lingkungan sebagai sumber belajar berperan penting bagi anak didik,

karena yang terjadi di dalam lingkungan di mana anak didik ini berada, ia

akan mendapat pengaruh ynag bermacam-macam. Dengan sendirinya

pengaruh dari lingkungan ini belum tentu baik. Oleh karena itu harus selektif.

Anak akan menjadi dewasa juga akan ditentukan oleh pengaruh

lingkungannya, karena itu pengaruh lingkungan sangat berperan sebagai

sumber belajar yang mana tidak lepas dari adanya tiga lingkungan pendidikan

yaitu: lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. 7

E. Fungsi Sumber Belajar

Agar sumber belajar yang ada dapat berfungsi dalam pembelajaran harus

dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Fungsi sumber belajar antara lain

adalah:

1. Meningkatkan produktifitas pendidikan, yaitu dengan jalan

memepercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan

waktu secara lebih baik dan mengurangi beban guru dalam

7
Roestiyah, Op Cit., hlm. 54.
20

menyajikan informasi, sehingga dapat lebih banyak membina dan

mengembangkan gairah peserta didik.

2. Memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual

dengan jalan: mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional

dan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar

sesuai dengan kemampuannya.8

F. Pemanfaatan Sumber Belajar

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Dalam proses

komunikasi selalu melibatkan tiga komponen kelompok, yaitu kelompok

pengirim pesan (guru), komponen penerima pesan (siswa), dan komponen

pesan itu sendiri yang biasanya berupa materi pelajaran.

Kadang-kadang dalam proses pembelajaran terjadi kegagalan

komunikasi. Artinya, materi pelajaran atau pesan yang disampaikan guru tidak

dapat diterima oleh siswa dengan optimal, artinya tidak seluruh materi

pelajaran dapat dipahami dengan baik oleh siswa. Lebih parah lagi siswa

sebagai penerima pesan salah menangkap isi pesan disampaikan. Untuk

menghindari semua itu maka guru dapat menyusun strategi pembelajaran

dengan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar. 9

G. Kriteria dan cara mengembangkan Sumber Belajar

Dalam proses belajar-mengajar, terdapat berbagai macam komponen

yang saling berinteraksi untuk mewujudkan tujuan pembelajaran. Salah satu

komponen yang berpengaruh dalam mewujudkan tujuan pembelajaran adalah

8
Ramayulis, Loc Cit., hlm. 217.
9
Wina Sanjaya, Op Cit., hlm. 162.
21

sumber belajar. Dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang

dirumuskan maka, guru perlu mengetahui kriteria dan cara mengembangkan

sumber belajar tersebut. Beberapa kriteria penggunaan sumber belajar antara

lain sebagai berikut:

1. Analisis karakteristik peserta didik, dalam pengertian sumber

belajar yang digunakan harus sesuai dengan karakteristik peserta

didik dan isi materi pengajaran serta penyajiannya,

2. Sesuai dengan tujuan pembelajaran, artinya penggunaan sumber

belajar perlu mengacu pada tujuan pembelajaran yang dirumuskan,

baik Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) maupun Tujuan

Pembelajaran Khusus (TPK),

3. Sesuai dengan materi pelajaran, artinya sumber belajar yang

digunakan hendaknya disesuaikan dengan materi pelajaran,

4. Pemanfaatan sumber belajar bagi peserta didik dalam mencapai

tujuan pembelajaran, dan dalam penggunaan hendaknya

disesuaikan dengan kemampuan guru,

Kemudian, pengembangan sumber belajar sangat diperlukan guru untuk

menambah wawasan dan pengetahuan guru dalam mengelola proses belajar-

mengajar agar lebih bermakna. Cara mengembangkan sumber belajar perlu

mengacu pada materi pelajaran yang hendak dikembangkan. Depdikbud

TH/1990/1991 Nomor 329, menguraikan beberapa cara yang harus dilakukan

oleh guru dalam mengembangkan sumber belajar yaitu:

1. Mempelajari Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP),


22

2. Identifikasikan kemampuan-kemampuan yang hendak

dikembangkan dalam menunjang pencapaian Tujuan Pembelajaran

Umum (TPU),

3. Menentukan kedalaman dan keluasan pokok bahasan/sub pokok

bahasan yang akan dijabarkan dalam mencapai Tujuan

Pembelajaran Khusus (TPK),

4. Menentukan strategi belajar-mengajar yang paling efektif untuk

mencapai Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK),

5. Menentukan perlu tidaknya sumber belajar dalam kegiatan belajar-

mengajar,

6. Memeriksa apakah sumber belajar yang diperlukan tersedia di

sekolah atau di lingkungan,

7. Jika sumber belajar yang diperlukan tidak tersedia, usahakanlah

pengadaannya. Jika tersedia periksa apakah masih berfungsi, jika

tidak berfungsi usahakan pengembangannya agar berfungsi lagi,

8. Laksanakan kegiatan belajar-mengajar dengan menggunakan

sumber belajar secara tepat, sehingga mengoptimalkan pencapaian

tujuan. 10

10
Pengertian Sumber Belajar, dikutip http://Www. Google. Com. Oleh: Trimo.
BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat Library Research, yaitu suatu riset kepustakaan

atau penelitian murni yang ada kaitannya dengan tema yang diteliti. Adapun

langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

A. Sumber Data

Di dalam penelitian ini, penulis menggunakan Al-Qur’an sebagai data

primer. Sedangkan data sekundernya penulis menggunakan karya-karya

ilmiah, seperti buku-buku Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al-Maraghi, Tafsir fi

Zhilal Al-Qur’an, serta tafsir-tafsir lain yang berhubungan dengan penelitian

yang penulis lakukan.

B. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan Metode Tafsir Tematik.

Metode tafsir tematik adalah metode tafsir yang berusaha mencari jawaban

dari Al-Qur’an dengan cara mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang

mempunyai satu tujuan yang bersama-sama membahas topik atau judul

tertentu. Untuk itu, langkah-langkah atau cara kerja metode tafsir tematik ini

antara lain :

1. Menetapkan tema masalah yang akan dibahas,1

2. Menentukan kata kunci mengenai permasalahan itu dan padanannya

dalam Al-Qur’an,

3. Mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan tema,

1
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung, Mizan, 1994, hlm. 115.

23
24

4. Menyusun ayat-ayat berdasarkan kronologis turunnya (jika

memungkinkan),

5. Menjelaskan maksud ayat-ayat tersebut berdasarkan penjelasan ayat

yang lain, dan melengkapi uraian dengan hadits bila dipandang perlu,2

6. Membuat suatu kesimpulan tentang jawaban permasalahan yang

terkandung dalam topik yang dibahas.3

2
Al-Hayy Abd Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’iy, Jakarta, Raja Grafindo, 1996,
hlm.46.
3
Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur’an, cet. 1, Jakarta, Amzah, 2009, hlm. 146.
BAB IV
PENYAJIAN DAN ANALISA DATA

A. Deskripsi Al-Qur’an mengenai Sumber Belajar

Banyak surah-surah dari Al-Qur’an yang membahas tentang sumber

belajar, di antaranya Al-Baqarah ayat 31, Al-Baqarah ayat 164, Ali-Imran

ayat 190, An-Nahl ayat 43, Fushilat ayat 53, Az-Zariyat ayat 20-21, Al-

Ghasiyyah ayat 17-20, Al-‘Alaq ayat 1, dan masih banyak lagi surah-surah

yang membahas tentang sumber belajar.

Dari paparan ayat-ayat di atas maka, penulis menjelaskan beberapa surah

yang erat kaitannya dengan sumber belajar menurut Al-Qur’an, yaitu surah

Al-Baqarah ayat 31, Ali-Imran ayat 190, Al-Ghasiyyah ayat 17-20, Al-‘Alaq

ayat 1.

Selanjutnya penulis akan menjelaskan maksud dari surah Al-Baqarah

ayat 31 terkait dengan sumber belajar menurut Al-Qur’an, yaitu :

ִ
!"   ִ ִ
12 3 456 7 . &/&0 $%&') *! ִ,-
A ?/ $ ;<=& *ִ> $ ִ9 : 5
HIJK BC$֠$E*FG
Artinya : “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-

benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada

para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku

nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang

yang benar”.

25
26

Menurut tafsir Al-Maraghi dikatakan bahwa al-asma’ di sini bisa berarti

nama-nama benda. Sengaja digunakan istilah al-asma’, karena hubungannya

kuat antara yang menamakan dan yang dinamai, di samping cepat dipahami.

Sebab, sebagaimana pun ilmu yang hakiki itu adalah pemahaman terhadap

pengetahuan.

Kemudian, mengenai bahasa yang digunakan, tentunya berbeda-beda

menurut perbedaan bahasa yang tunduk terhadap peraturan bahasa itu sendiri.

Allah SWT telah mengajari Nabi Adam a.s berbagai nama makhluk yang telah

diciptakan-Nya. Kemudian, Allah SWT memberinya ilham untuk mengetahui

eksistensi nama-nama tersebut. Juga keistimewaan-keistimewaan, ciri-ciri

khas dan istilah yang dipakai.

Di dalam memberikan ilmu ini, tidak ada bedanya antara diberikan

sekaligus dengan diberikan secara bertahap. Hal ini karena Allah Maha Kuasa

untuk berbuat segalanya. Artinya, kemudian Adam a.s mengajarkan kepada

para malaikat beberapa nama tersebut secara ijmal dengan penyampaian

berdasarkan ilham atau yang sesuai, menurut kondisi malaikat atau Adam a.s

menampakkan nama-nama tersebut kepada mereka dengan menyebut contoh-

contohnya saja.

Dengan mengetahui contoh-contoh tersebut, dapat diketahui perincian

tiap-tiap nama, baik yang berhubungan dengan ciri-ciri khasnya atau

wataknya. Di dalam pengajaran dan penuturan Adam a.s kepada para malaikat

terkandung tujuan memuliakan kedudukan Adam dan terpilihnya Adam

sebagai khalifah.
27

Dengan demikian, para malaikat tidak lagi merasa tinggi diri. Sekaligus

merupakan penunjukkan ilmu Allah SWT yang hanya dianugerahkan kepada

siapa saja yang dikehendaki-Nya. Para malaikat dituntut menyebutkan nama-

nama tersebut, tetapi mereka tidak akan mungkin mampu mengatakannya. Hal

ini karena mereka sama sekali belum pernah mengetahuinya.

Dalam ayat ini terkandung isyarat bahwa memegang tampuk khalifah,

mengatur kehidupannya, menata peraturan-peraturannya dan menegakkan

keadilan selama di dunia ini diperlukan pengetahuan khususnya yang

membidangi masalah kekhalifahan, di samping adanya bakat untuk terjun

dibidang ini. Artinya, apabila ada sesuatu hal yang membuat kalian heran

mengenai khalifah yang diserahkan kepada manusia, dan kalian pun

mempunyai dugaan kuat yang disertai dengan bukti maka, silahkan kalian

menyebut nama-nama yang Aku sebutkan di hadapan kalian.

Berdasarkan ayat tersebut penulis mendapat suatu pelajaran bahwa

seseorang yang menuduh kepada orang lain dituntut menunjukkan bukti

sebagai hujjah atas tuduhannya. Di sini para malaikat bermaksud

mengungkapkan rahasia-rahasia ghaib, tetapi ternyata dugaan mereka itu

meleset. Jadi, pengertian ayat tersebut seolah-olah mengatakan kepada para

malaikat, “Kalian tidak mengetahui rahasia-rahasia apa yang kalian

maksudkan. Jadi, bagaimana kalian berani mengatakan sesuatu yang belum

kalian ketahui”.

Jadi, kata dari ayat di atas terkait dengan sumber belajar menurut Al-

Qur’an terdapat pada kata “ ”.


28

Kemudian penjelasan surah Ali-Imran ayat 190 adalah sebagai berikut:

$ O 2*ִPP- KN0 ִ B LM /

KU, V- S *! $ T HQ R

]: 1☯ YZ* [\ִ R % WX-

HJ_SK S * 4,-

Artinya : “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih


bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal”.

Kata akal yang sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata arab al-

‘aql yang dalam bentuk kata benda. Al-Qur’an sebagaimana dikatakan Harun

Nasution hanya membawa bentuk kata kerjanya aqaluh dalam 1 ayat, ta’qilun

dalam 24 ayat, na’qil dalam 1 ayat, ya’qiluha dalam 1 ayat dan ya’qilun dalam

22 ayat. Kata-kata itu datang dalam arti paham dan mengerti. Selain itu di

dalam Al-Qur’an terkadang kata akal diidentikkan dengan kata lub jamaknya

al-albab. Sehingga kata Ulu al-Albab dapat diartikan orang-orang yang

berakal.

Pada ayat tersebut terlihat bahwa orang yang berakal (Ulu al-Albab)

adalah orang yang melakukan dua hal yaitu tazakkur yakni mengingat Allah

SWT dan tafakkur yaitu yang memikirkan ciptaan Allah SWT. Dengan

melakukan dua hal tersebut ia sampai kepada hikmah yang berada di balik

fenomena alam dan segala sesuatu yang ada di dalamnya menunjukkan adanya

Allah SWT.
29

Selanjutnya melalui pemahaman yang dilakukan para mufasir terhadap

ayat tersebut di atas akan dapat dijumpai peran dan fungsi akal tersebut secara

lebih luas lagi. Objek-objek yang difikirkan akal dalam ayat tersebut adalah

al-khalq yang berarti batasan dan ketentuan yang menunjukkan adanya

keteraturan dan ketelitian, al-samawat yaitu segala sesuatu yang ada di atas

kita dan terlihat dengan mata kepala, al-ardl, yaitu tempat di mana kehidupan

berlangsung di atasnya, ikhtilaf al-lail wa al-nahar artinya pergantian siang

dan malam secara beraturan, al-ayat artinya dalil-dalil yang menunjukkan

adanya Allah SWT dan kekuasaan-Nya. 1

Semua itu menjadi objek atau sasaran di mana akal memikirkan dan

mengingatnya. Tegasnya bahwa di dalam penciptaan langit dan bumi serta

keindahan dan keistimewaan penciptaannya, serta adanya pergantian siang dan

malam serta berjalannya waktu detik per-detik sepanjang tahun, yang

pengaruhnya tampak pada perubahan fisik dan kecerdasan yang disebabkan

pengaruh panasnya matahari dan dinginnya malam, serta pengeruhnya pada

binatang dan tumbuhan-tumbuhan dan sebagainya adalah menunjukkan bukti

keesaan Allah SWT dan kesempurnaan ilmu dan kekuasaan-Nya.

Dengan kata lain ketika akal melakukan fungsinya sebagai alat untuk

memahami apa yang tersirat di balik yang tersurat, dan dari padanya ia

menemukan rahasia kekuasaan Allah SWT, lalu ia tunduk dan patuh kepada

Allah SWT.

1
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Jilid I,cet kedua, Semarang, CV. Toha
Putra, 1992, hlm. 58, 139-141.
30

Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa dalam ajaran Islam

akal mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai, bukan dalam

perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja, tetapi juga dalam

perkembangan ajaran-ajaran keagamaan Islam sendiri.

Pemakaian akal dalam Islam diperintahkan oleh Al-Qur’an, karena Al-

Qur’an itu sendiri baru dapat dipahami, dihayati dan dipraktekkan oleh orang-

orang yang berakal. Dengan demikian pemahaman yang tepat terhadap fungsi

dan peran akal ini amat penting dilakukan, dan dijadikan pertimbangan dalam

merumuskan masalah-masalah pendidikan, terutama masalah tujuan dan

kurikulum pendidikan.2

Jadi, kesimpulan yang dapat penulis ambil dari surah di atas adalah

Allah menunjukkan seluruh benda-benda yang ada di dalam alam sebagai

“tanda-tanda” pencipta-Nya, dan sistem alam sebagai rekaman perancang dan

pemogram Yang Mahatahu. Studi tentang alam dan apa-apa yang ada di

dalamnya merupakan alat-alat yang sangat penting untuk mengetahui Allah

SWT dan mengenal keagungan penciptaan-Nya.3 Jadi, kata yang terkait

dengan sumber belajar menurut Al-Qur’an terdapat pada kata “Z* [\ִ”.

Selanjutnya dalam surah Al-Ghasiyyah ayat 17-20, yang berbunyi :


KU 5Ze !] / ? bc=d [ `⌧&0 7
!] / HJhK Z&/ ִ ,f`g
HJkK Zִ $0jR ִ ,f`g $ iPP-
Z 4ln6 ִ ,f⌧ S. 4l ,m !] /

2
Abuddin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2002,
hlm. 140.
3
Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains menurut Al-Qur’an, Bandung, Mizan, 1998, hlm. 51.
31

ִ ,f⌧ HQ R !] / HJ_K
HqSK Zִ&$op9
Artinya : “Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana
dia diciptakan, Dan langit, bagaimana ia ditinggikan, Dan
gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan, Dan bumi
bagaimana ia dihamparkan”.
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa ayat ini merangkum sisi-sisi

lingkungan bangsa Arab yang dibicarai Al-Qur’an pertama kali, sebagaimana

ia juga merangkum sisi-sisi makhluk yang menonjol di alam semesta yaitu,

ketika ia membicarakan langit, bumi, gunung-gunung dan unta (sebagai salah

satu contoh yang mewakili semua binatang) karena kekhasan unta dalam

penciptaannya pada umumnya, dan nilainya bagi bangsa Arab secara khusus.

Pemandangan-pemandangan ini dihamparkan untuk dipandangi manusia

di manapun mereka berada. Di manapun manusia mengkaji ilmu pengetahuan

dan kebudayaan maka, pemandangan-pemandangan ini tentu masuk di dalam

dunianya dan objek pengetahuannya. Pemandangan-pemandangan ini yang

mengisyaratkan kepadanya tentang apa yang ada dibelakangnya. Yakni, ketika

mereka mengarahkan pandangan dan hatinya kepada petunjuk-petunjuk yang

dikandungnya. Kemukjizatan tersimpan di dalamnya, dan penciptaan Yanag

Maha Pencipta terhadapnya sangat jelas tiada bandingnya.

Hal ini saja kiranya sudah cukup mengisyaratkan hakikat akidah yang

pertama dan utama. Oleh karena itulah, Al-Qur’an mengarahkan perhatian

semua manusia kepadanya. “Apakah mereka tidak memperhatikan unta

bagaimana ia diciptakan?”.
32

Unta adalah binatang yang utama bagi bangsa Arab. Mereka bisa

berpergian dengan menaikinya dan membawa muatan di atasnya. Darinya

mereka bisa minum dan makan, dan dari bulu dan kulitnya mereka buat

pakaian dan tenda-tenda. Maka, unta adalah sumber penghidupan yang

pertama bagi mereka (waktu itu).

Kemudian, unta juga memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan

binatang-binatang lainnya. Ia dengan kekuatannya yang besar dan tubuhnya

yang besar, tetap tunduk dan penurut dituntun dan dikendalikan oleh anak

kecil sekalipun. Ia yang besar manfaat dan pelayanannya terhadap manusia,

tetapi tidak sulit pemeliharaannya. Ia mudah digembalakan, ia adalah binatang

yang paling sabar dan tabah menghadapi lapar, haus, kerja berat, dan kondisi-

kondisi yang jelek.

Karena itu, Al-Qur’an mengarahkan perhatian orang-orang yang

dibicarakannya untuk merenungkan penciptaan unta. Yang ada di depan

mereka. Unta yang tidak perlu didatangkannya dari negeri yang jauh dan tidak

memerlukan pengetahuan baru untuk mengetahuinya.

Sesungguhnya mereka tidak menciptakan unta-unta itu, dan unta-unta itu

pun tidak menciptakan dirinya sendiri, yang punya kemampuan untuk

menciptakannya. Keberadaan unta itu menunjukkan hal itu, dan memastikan

keberadaan Yang Maha Pencipta, yang sekaligus merencanakan dan

mengaturnya.

“Dan langit bagaimana ia ditinggikan?”.


33

Dari potongan ayat ini yang dapat dipahami adalah mengarahkan hati

untuk memperhatikan langit ini terjadi berulang-ulang di dalam Al-Qur’an.

Orang yang lebih utama mengarahkan perhatiannya ke langit ialah para

penghuni padang sahara.

Sehingga, mereka dapat merasakan, mendapatkan kesan dan isyarat-

isyaratnya, seakan-akan langit itu hanya ada di atas padang saja. Langit

dengan siangnya yang terang-benderang, langit dengan dasarnya yang

mengagumkan dan mengherankan, langit dengan maghribnya yang indah,

unik dan mengesankan, langit dengan malamnya yang mengembang, bintang-

gemintangnya yang brekelap-kelip dan peristiwa-peristiwanya yang tenang,

dan langit dengan paginya yang indah, hidup dan penuh semangat.

Itulah langit dipadang yang luas membentang. Apakah mereka tidak

memperhatikan kepadanya? apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana

ia ditinggikan? siapakah gerangan yang meninggikannya tanpa tiang?

siapakah gerangan yang menebarkan bintang-bintang yang tak terhitung

jumlahnya? siapakah gerangan yang menciptakan keindahan padanya yang

mengesankan? mereka tidak pernah meninggikannya, dan langit itupun tidak

meninggikan dirinya sendiri.

Karena itu, sudah tentu ada yang meninggikan dan menciptakannya.

Untuk mengetahui hal ini, tidak perlu kepada ilmu pengetahuan yang tinggi

dan tidak perlu usaha-usaha yang berat, bahkan memperhatikannya dengan

merenungkannya saja sudah cukup.

“Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?”.


34

Penjelasan yang dapat kita pahami adalah bahwa gunung-gunung bagi

bangsa Arab merupakan tempat berlindung, teman, dan sahabat.

Pemandangannya mengisyaratkan kebesaran dan keagungan di dalam hati

manusia secara umum. Karena, berada di sisinya, manusia tampak kecil dan

kerdil, tunduk merendah kepada keagungan yang tinggi dan teguh. Jiwa

manusia di puncak gunung lebih tertuju perhatiannya kepada Allah SWT. Ia

merasakan bahwa ia lebih dekat kepada-Nya, dan jauh dari hiruk pikuk bumi

dan segala sesuatunya yang remeh dan kecil. Tidaklah sia-sia dan tidak

kontroversial jika Nabi Muhammad SAW bertahanuts di Gua Hira’ di Jabal

Nur. Pasalnya orang-orang yang hendak berdialog dengan dirinya pada suatu

waktu mengarahkan pandangannya ke gunung.

“Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?”.

Maksudnya adalah bumi terhampar di depan mata dan digelar untuk

kehidupan, berjalan, dan beraktivitas. Sedangkan, manusia tidak pernah

menghamparkan dan menggelar bumi itu.

Ia sudah dihamparkan sejak sebelum adanya manusia itu sendiri. Nah,

apakah mereka tidak memperhatikan kepadanya dan memikirkan apa yang ada

di balik itu seraya bertanya, “Siapakah gerangan yang menghamparkan dan

membentangkannya sedemikian rupa bagi kehidupan?”.

Sungguh pemandangan-pemandangan ini dapat menimbulkan kesan

tertentu di dalam hati manusia, hanya semata-mata dengan memperhatikan

dan merenungkannya. Hal ini pun sudah cukup untuk membangkitkan


35

perasaan dan menghidupkan hati, juga menggerakkan ruh untuk menyadari

adanya Yang Maha Pencipta yang menciptakan semua makhluk ini.

Kalau kita mau berhenti sebentar di depan keindahan dan keteraturan

pemandangan alam ini, niscaya kita akan melihat bagaimana Al-Qur’an

berbicara terhadap rasa keagamaan manusia dengan menggunakan bahasa

keindahan yang artistik. Juga bagaimana keduanya bertemu dalam perasaan

seorang mukmin yang merasakan keindahan semesta.

Pemandangan umum yang meliputi pemandangan langit yang tinggi dan

bumi yang terhampar, dalam jangkauan yang amat jauh dengan gunung-

gunung yang menonjol dan ditegakkan urat-uratnya hingga tidak sirna dan

terlempar, dan unta-unta yang menonjol ciri khasnya, adalah dua garis yang

serasi dan dua garis yang terdapat dalam pemandangan yang besar dan

hamparan yang luas membentang. Akan tetapi, ia merupakan isyarat yang

indah jangkauan dan arahnya.

Semuanya dipaparkan oleh Al-Qur’an dengan metodenya sendiri di

dalam membeberkan pemandangan, dan di dalam ungkapan-ungkapannya

dalam melukiskan cara yang ringkas. Jadi, kata yang terkait dengan sumber

belajar dari ayat di atas terdapat pada kata “` K U 5Ze ”.

Kemudian, penulis menjelaskan surah yang terkait dengan sumber

belajar yaitu surah Al-‘Alaq ayat 1, yang berbunyi :

ִr !5 R S 9 5 07 b,֠

HJK N! ִ s$֠V

Artinya :“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang


Menciptakan”.
36

Menurut Quraish Shihab, kata Iqra’ yang terambil dari kata Qara’a pada

mulanya berarti “menghimpun”. Pada ayat di atas mengajarkan bahwa

membaca sebagai salah satu aktivitas belajar mesti berangkat dari nama Tuhan

yang telah menciptakan segala sesuatu. Iqra’, merupakan perintah pertama

yang ditujukan kepada Nabi.

Perintah membaca, menelaah, meneliti dan sebagainya dikaitkan dengan

nama Tuhanmu. Pengaitan ini merupakan syarat sehingga menuntut dari si

pembaca. Bukan saja sekedar melakukan bacaan dengan ikhlas, tetapi juga

antara lain memilih bahan-bahan bacaan yang tidak mengantarnya kepada hal-

hal yang bertentangan dengan nama Allah SWT.

Ini menunjukkan betapa tingginya motivasi yang diberikan Al-Qur’an

agar setiap orang membaca apa saja selama bacaan itu didasarkan atas Bissmi

Robbika, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Tapi yang jelas dalam Al-

Qur’an bahwa Dia memperlihatkan ayat-ayat-Nya kepada manusia baik yang

ada dalam alam jagad raya dalam diri manusia itu sendiri maupun ayat-ayat-

Nya berupa wahyu dalam Al-Qur’an, kesemuanya itu didorong oleh Al-

Qur’an agar manusia membacanya dalam usaha memahami dan mengetahui

hukum-hukum Allah SWT yang akan membawa manusia tunduk dan taat

kepada-Nya.

Ini juga sekaligus memberikan peluang yang luas kepada siapa saja

untuk melakukan pengkajian, penelitian dan penyelidikan yang mendalam

terhadap ayat-ayat qauniyyah dan ayat-ayat quraniyyah dengan cara dan

metode yang seakurat mungkin, tetapi yang harus didasarkan atas niat dan
37

tujuan tunduk dan patuh kepada Sang Pencipta, yakni Allah SWT, dan dengan

demikian Islam sangat mendorong penelitian-penelitian ilmiah yang

berorientasi tauhid Islami.4

Mengulang-ulang membaca ayat Al-Qur’an menimbulkan penafsiran

baru, pengembangan gagasan, dan menambah kesucian jiwa serta

kesejahteraan batin. Berulang-ulang “membaca” alam raya, membuka tabir

rahasianya dan memperluas wawasan serta menambah kesejahteraan lahir.

Ayat Al-Qur’an yang kita baca dewasa ini tak sedikit pun berbeda dengan ayat

Al-Qur’an yang dibaca Rasul dan generasi terdahulu. Alam raya pun

demikian, namun pemahaman, penemuan rahasianya, serta limpahan

kesejahteraan-Nya terus berkembang, dan itulah pesan yang dikandung dalam

Iqra’ wa Rabbukal akram (Bacalah dan Tuhanmulah yang paling Pemurah).

Atas kemurahan-Nyalah kesejahteraan demi kesejahteraan tercapai.

Sungguh, perintah membaca merupakan sesuatu yang paling berharga

yang pernah dan dapat diberikan kepada umat manusia. “Membaca” dalam

aneka maknanya adalah syarat pertama dan utama pengembangan ilmu dan

teknologi, serta syarat utama membangun peradaban. Semua peradaban yang

berhasil bertahan lama, justru dimulai dari satu kitab (bacaan).

Berdasarkan prinsip ini maka, dapat ditegaskan bahwa mempelajari

segala macam ilmu merupakan usaha menguatkan aqidah tauhid,

bertambahnya ilmu sebagai efek dari belajar maka, bertambah pula keyakinan

4
Muhammad Nazir, Membangun dengan Paradigma Islam, Pekanbaru, Susqa Press, hlm.
213-214.
38

kepada Sang Pencipta atau Pemberi Ilmu. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-

Qur’an surah Ali-Imran ayat 190, yang berbunyi:

$ O 2*ִPP- KN0 ִ B LM /
KU, V- S *! $ T HQ R
]: 1☯ YZ* [\ִ R % WX-
HJ_SK S * 4,-
Artinya :“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi
orang-orang yang berakal”.

Pengetahuan dan peradaban yang dirancang oleh Al-Qur’an adalah

pengetahuan terpadu yang melibatkan akal dan kalbu dalam perolehannya.

Sekali lagi terlihat betapa Al-Qu’ran sejak dini memadukan usaha dan

pertolongan Allah, akal dan kalbu, pikir dan zikir, iman dan ilmu. Akal tanpa

kalbu menjadikan manusia seperti robot, pikir tanpa zikir menjadikan manusia

seperti setan. Iman tanpa ilmu sama dengan pelita ditangan bayi, sedangkan

ilmu tanpa iman bagaikan pelita ditangan pencuri.

Al-Qur’an sebagai kitab terpadu, menghadapi, dan memperlakukan

peserta didiknya dengan memperhatikan keseluruhan unsur manusiawi, jiwa,

akal, dan jasmaninya. Ketika Nabi Musa a.s menerima wahyu Ilahi, yang

menjadikan beliau tenggelam dalam situasi spiritual, Allah menyentaknya

dengan pertanyaan yang berkaitan dengan kondisi material: “Apakah itu yang

di tangan kananmu, hai Musa?” (Q. S. Thaha : 17).


39

Nabi Musa a.s sadar sambil menjawab, “Ini adalah tongkatku, aku

bertelekan padanya dan memukul (daun) dengannya untuk kambingku,

disamping keperluan-keperluan lain” (Q.S. Thaha : 18).

Di sisi lain, agar peserta didiknya tidak larut dalam alam material, Al-

Qur’an menggunakan benda-benda alam, sebagai tali penghubung untuk

mengingatkan manusia akan kehadiran Allah SWT, dan bahwa segala sesuatu

yang terjadi, sekecil apa pun adalah di bawah kekuasaan, pengetahuan, dan

pengaturan Tuhan Yang Mahakuasa. “Tidak sehelai daun pun yang gugur

kecuali Dia mengetahuinya, dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan

bumi, tidak juga sesuatu yang basah atau kering kecuali tertulis dalam kitab

yang nyata (dalam jangkauan pengetahuannya)”. (Q. S. Al-An’am: 59).

“Bukan kamu yang melempar ketika kau melempar, tetapi Allah-lah

(yang menganugerahkan kemampuan sehingga) kamu mampu melempar”

(Q.S. Al- Anfal: 17).

Sungguh, ayat-ayat Al-Qur’an merupakan serat yang membentuk

tenunan kehidupan muslim, serta benang yang menjadi rajutan jiwanya.

Karena itu seringkali pada saat Al-Qur’an berbicara tentang satu persoalan

menyangkut satu dimensi atau aspek tertentu, tiba-tiba ayat lain muncul

berbicara tentang aspek atau dimensi lain yang secara sepintas terkesan tidak

saling berkaitan.

Tetapi bagi orang yang tekun mempelajarinya akan menemukan

keserasian hubungan yang amat mengagumkan, sama dengan keserasian

hubungan yang memadukan gejolak dan bisikan-bisikan hati manusia,


40

sehingga pada akhirnya dimensi atau aspek yang tadinya terkesan kacau,

menjadi terangkai dan terpadu indah, bagai kalung mutiara yang tidak

diketahui di mana ujung pangkalnya. Salah satu tujuan Al-Qur’an memilih

sistematika demikian, adalah untuk mengingatkan manusia, khususnya kaum

muslimin bahwa ajaran-ajaran Al-Qur’an adalah satu kesatuan terpadu yang

tidak dapat dipisah-pisahkan.

Kesimpulannya adalah segala urusan baik gerak, langkah dan perbuatan

dengan menyebut nama Allah SWT dan atas nama Allah SWT. Dengan nama

Allah SWT segala sesuatu dimulai dan berjalan. Kepada Allah SWT segala

sesuatu menuju dan kembali.5

Kemudian, surah terakhir yang penulis jelaskan adalah surah Al-Hajj:

18, yang berbunyi:

pE=tP u V LM 7 b&"  &- 7


B xy $ O 2*ִPP- B xy vw&-
bִ&/,- p ☺z{- HQ R
. rl ,m  2=tRA-
•b$€`g |} z bִtz{-
WNִw „•b$…⌧ ƒ W WA- x$•y
Hx E xy ' o} ⌧fִ ,- $w,f! 
W? / Š y‡Ib'‰y x$y vw&- ִ&0 †
HJkK j {u y Uִ , [ V
Artinya : “Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah
bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan,
bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang
melata dan sebagian besar daripada manusia? dan banyak di
antara manusia yang Telah ditetapkan azab atasnya. dan

5
Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilal Al-Qur’an, Jilid 4, Jakarta, Gema Insani, 2001, hlm. 184.
41

barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun


yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang
dia kehendaki”.

Pada hakikatnya alam adalah segala sesuatu yang ada di dunia ini dan

juga di luar angkasa. Adapun pengertian yang dapat kita ambil dari surah Al-

Hajj ayat 18 sebagai sumber belajar berupa alam adalah semua yang ada di

langit dan di bumi bersujud kepada Allah SWT. Sujud di sini adalah

mengikuti aturan-aturan dari Allah SWT.

Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan bahwa:

pE=tP u V LM 7 b&"  &- 7


B xy $ O 2*ִPP- B xy vw&-
bִ&/,- p ☺z{- HQ R
. rl ,m  2=tRA-
•b$€`g |} z bִtz{-
ƒ W WA- x$•y
Yaitu tidakkah kamu mengetahui, wahai orang yang diajak bicara,

seluruh makhluk ini tunduk kepada kekuasaan dan kebesaran pecipta-Nya,

serta patuh terhadap kehendak-Nya, baik secara sukarela maupun terpaksa,

karena semuanya dalam soal ada dan kekalnya butuh kepada-Nya. Dialah

yang telah menciptakan dan mengaturnya, serta menyempurnakan wujud

sesuai dengan kehendak-Nya dan menurut hikmah yang telah ditetapkan bagi

kekekalannya.6

Sedangkan di dalam Tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa:

6
Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Op Cit., hlm. 170.
42

pE=tP u V LM 7 b&"  &- 7


B xy $ O 2*ִPP- B xy vw&-
bִ&/,- p ☺z{- HQ R
. rl ,m  2=tRA-
•b$€`g |} z bִtz{-
ƒ W WA- x$•y
Mengandung makna bahwa Allah SWT memberitahukan bahwa Dialah

Yang Esa, tiada sekutu bagi-Nya yang berhak disembah. Maka, segala perkara

bersujud, karena keagungan-Nya, baik secara patuh maupun secara terpaksa.

Bersujudnya segala perkara sesuai dengan caranya masing-masing. Maka,

Allah SWT berfirman: “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa kepada Allah

bersujud siapa yang ada di langit dan di bumi”, yaitu para malaikat yang

berada diberbagai wilayah langit dan binatang yang berada di seluruh daerah,

baik jin, manusia dan lain-lainnya, sebagaimana dalam firman-Nya Q. S. Az-

Zariyat : 56, yang berbunyi:

L< / e6Ze ‹xl ,m =Z,/! ִ y


H $K K? pErT f$-
Artiany : “ Dan Aku menciptakan Jin dan Manuisa melainkan supaya
mereka menyembah kepada-Ku”. 7

Kemudian, dalam Tafsir fi zhilal Al-Qur’an dijelaskan bahwa kumpulan

makhluk yang dikenal oleh manusia maupun yang tidak dikenalnya, kumpulan

dari planet dan bintang yang diketahui oleh manusia maupun yang tidak

diketahuinya, kumpulan dari gunung, pohon, binatang di bumi ini yang di

atasnya manusia hidup semua kumpulan itu sujud di hadapan Allah SWT.

7
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah: Ringkasan “Tafsir Ibn Katsir”,
Jilid 3, Jakarta, Gema Insani, 2000, hlm. 348.
43

Mereka semua menghadap kepada-Nya semata-mata dan tidak kepada

selain diri-Nya. Mereka semua menghadap kepada-Nya dalam kesatuan dan

keserasian. Kecuali, hanya manusia yang berpecah-pecah.

Maka, dari penjelasan ayat yang berbunyi:

pE=tP u V LM 7 b&"  &- 7


B xy $ O 2*ִPP- B xy vw&-
bִ&/,- p ☺z{- HQ R
. rl ,m  2=tRA-
•b$€`g |} z bִtz{-
ƒ W WA- x$•y
Dapat disimpulkan bahwa tidak ada kemuliaan selain kemuliaan dari

Allah SWT, dan tidak ada kejayaan melainkan dengan kejayaan dari Allah

SWT. Maka, telah ditetapkan kehinaan dan kerendahan bagi orang-orang yang

tunduk kepada selain Allah SWT.

Jadi, yang dapat penulis pahami dari Q. S. Al-Hajj ayat 18 ini adalah

bahwa Allah SWT menciptakan segala sesuatu baik yang ada di langit maupun

yang ada di bumi untuk hamba-Nya, bertujuan agar semua makhluk-Nya

bersujud dan patuh terhadap aturan yang telah ditetapkan-Nya agar mereka

mendapatkan kemuliaan baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Kemudian, yang paling terpenting adalah dengan kita mengetahui (suatu

aktifitas yang dapat menambah ilmu tidak saja dengan melihat tetapi juga

dengan memikirkan apa-apa yang telah diciptakan-Nya) yang ada pada alam

bertujuan untuk mengembangkan wawasan bagi pengenalan Allah SWT dan

memungkinkannya untuk dapat lebih baik dari apa-apa yang telah Allah

berikan demi kebahagiaan dan kesejahteraan manusia.


44

Karena, manusia adalah makhluk yang sempurna yang diciptakan Allah

SWT dari yang lainnya, dan menjadikannya sebagai khalifah di muka bumi

bertujuan agar mereka bisa memanfaatkan serta memakmurkan bumi.

Sebagimana firman-Nya Q. S. Al-Baqarah: 30, yang berbunyi:

•Ž‰5 R . &֠ ,Œ /
B U$x 1/ $%&') *! ִ0 $-
ƒ •2 - &֠ ƒ A%⌧ f ִ HQ R
% •$0 pElP, [ xy % •$0 Uִ , y7
px, <\ y$• =r$ P u
ִr&- jW$>E&/6 ⌧‘$E ☺% ’g p⌧ wrFP6
`< y ! 7 • 1/ . &֠ ƒ
HISK ?2p☺! T &"
Artinya : “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui”.

Dengan demikian, dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan

bahwa alam adalah segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT dapat

menambah ilmu serta pengalaman belajar bagi siapa yang mau melihat dan

memikirkan apa yang telah Ia ciptakan dan pada akhirnya meningkatkan

kepatuhan dan ketundukan yang sebenarnya kepada Allah SWT. Karena,

sesungguhnya segala yang kita perbuat akan mendapat pertanggung


45

jawabannya, sebagaimana dalam Firman-Nya Q. S. Al-Zalzalah: 7-8, yang

berbunyi:

} R&Œ . &/T…$y UִT [ xִ&0


UִT [ xy HhK v! b [ “b,fִ
HkK v! b [ ”b⌧V Y R&Œ . &/T…$y
Artinya :“Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat
dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan
barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar
dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”.

Jadi, untuk menganalisa lebih jauh tentang sumber belajar menurut Al-

Qur’an kita harus mengetahui kata kunci yang mempunyai kaitan erat dengan

tema yang dibahas. Maka, dalam penelitian ini penulis melacak kata kunci dari

kata ‘alama. Berdasarkan hasil penelusuran dari kitab al-Mu’jam al-Mufaras

karangan Muhammad Fuad Abdul Baqi, ternyata ditemukan 656 kata dalam

Al-Qur’an yang terkait dengan kata kunci ‫م ل ع‬. Sedangkan ada 8surah yang

mempunyai kaitan erat dengan tema yaitu:

No Surat Ayat Urutan dalam Al-Qur’an Jenis Ayat

1 Al-Baqarah 31, 164 2 Makkiyyah

2 Ali-Imran 190 3 Madaniyyah

3 An-Nahl 43 16 Makkiyyah

4 Al-Hajj 18 22 Madaniyyah

5 Fhusilat 53 41 Makkiyyah

6 Az-Zariyat 20-21 51 Makkiyyah


46

7 Al-Ghasiyyah 17-20 88 Makkiyyah

8 Al-‘Alaq 1 96 Makkiyyah

Kemudian setelah penulis teliti lagi dengan lebih cermat ayat yang

berhubungan erat dengan tema sumber belajar menurut perspektif Al-Qur’an

terdapat pada surah Al-Baqarah ayat 31, yaitu pada kata

“ ”.

Menurut tafsir Ibn Katsir bahwa Allah SWT berfirman "Dan Dia

mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda seluruhnya)”.

Maksudnya nama-nama seluruh makhluk, baik yang besar maupun yang

kecil. Hal inipun ditegaskan oleh hadits tentang “syafa-atul uzhma”. Nabi

SAW bersabda:

“Lalu mereka datang kepada Adam seraya berkata, Engkau adalah

bapak manusia, Allah telah menciptakanmu dengan tangan kekuasaan-Nya,

Dia membuat para malaikat bersujud kepadamu, dan Dia mengajarimu nama-

nama seluruh perkara”. (HR. Bukhari).

Hadits ini menunjukkan bahwa Allah SWT telah mengajari Adam nama-

nama makhluk. Oleh karena itu, Dia berfirman, “Kemudian Dia

mengemukakan nama-nama itu kepada para malaikat”.

‘Aradhahum menggunakan bentuk untuk yang berakal. Hal ini

dimaksudkan untuk menyatakan universalitas sehingga termasuk ke dalamnya

makhluk yang tidak berakal. Allah Ta'ala berfirman, “Dan Allah telah

menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian dari hewan itu ada
47

yang berjalan di atas perutnya, dan sebagian berjalan dengan dua kakinya”.

(An-Nur: 45).

Menurut Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah bagi ulama-ulama yang

memahami pengajaran nama-nama kepada Adam as, dalam arti mengajarkan

kata-kata, di antara mereka ada yang berpendapat bahwa kepada beliau

dipaparkan benda-benda itu, dan pada saat yang sama beliau mendengar suara

yang menyebut nama benda yang dipaparkan itu.

Ada juga yang berpendapat bahwa Allah mengilhamkan kepada Adam

nama benda itu pada saat dipaparkannya sehingga beliau memiliki

kemampuan untuk memberi kepada masing-masing benda nama-nama yang

membedakannya dari benda-benda yang lain. Pendapat ini lebih baik dari

pendapat pertama. Ia pun tercakup oleh kata mengajar karena mengajar tidak

selalu dalam bentuk mendiktekan sesuatu atau menyampaikan suatu kata atau

idea, tetapi dapat juga dalam arti mengasah potensi yang dimiliki peserta didik

sehingga pada akhirnya potensi itu terarah dan dapat melahirkan aneka

pengetahuan.

Di sini kita dengan mata hati kita di dalam cahaya kemuliaan melihat apa

yang dilihat para malaikat di kalangan makhluk yang tinggi. Kita menyaksikan

serumpun kecil dari rahasia Ilahi yang besar yang dititipkan-Nya pada

makhluk yang bernama manusia ini, ketika Dia menyerahkan kepadanya

kunci-kunci kekhalifahan. Rahasia kekuasaan itu diisyaratkan pada nama dan

benda-benda yang berupa lafal-lafal yang terucapkan hingga menjadikannya

isyarat-isyarat bagi orang-orang dan benda-benda yang diinderanya.


48

Setelah pengajaran Allah dicerna oleh Adam a.s kemudian, Allah

mengemukakannya benda-benda itu kepada para malaikat lalu berfirman,

“Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu, jika kamu benar”, dalam

dugaan kamu bahwa kalian lebih wajar menjadi khalifah. Sebenarnya perintah

ini bukan bertujuan penugasan menjawab, tetapi bertujuan membuktikan

kekeliruan mereka.

Mereka para malaikat yang ditanya itu secara tulus menjawab sambil

mensucikan Allah “Maha suci Engkau, tidak ada pengetahuan bagi kami

selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya

Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. Maksud mereka,

apa yang Engkau tanyakan itu tidak pernah Engkau ajarkan kepada kami.

Engkau tidak ajarkan itu kepada kami bukan karena Engkau tidak tahu, tetapi

karena ada hikmah di balik itu. Demikian jawaban malaikat yang bukan hanya

mengaku tidak mengetahui jawaban pertanyaan, tetapi sekaligus mengakui

kelemahan mereka dan kesucian Allah SWT dari segala macam kekurangan

atau ketidakadilan, sebagaimana dipahami dari penutup ayat ini.

Kemudian menurut tafsir Al-Maraghi dikatakan bahwa al-asma’ di sini

bisa berarti nama-nama benda. Sengaja digunakan istilah al-asma’, karena

hubungannya kuat antara yang menamakan dan yang dinamai, di samping

cepat dipahami. Sebab, sebagaimana pun ilmu yang hakiki itu adalah

pemahaman terhadap pengetahuan. Kemudian, mengenai bahasa yang

digunakan, tentunya berbeda-beda menurut perbedaan bahasa yang tunduk

terhadap peraturan bahasa itu sendiri.


49

Allah SWT telah mengajari Nabi Adam a.s berbagai nama makhluk yang

telah diciptakan-Nya. Kemudian, Allah SWT memberinya ilham untuk

mengetahui eksistensi nama-nama tersebut. Juga keistimewaan-keistimewaan,

ciri-ciri khas dan istilah yang dipakai.

Di dalam memberikan ilmu ini, tidak ada bedanya antara diberikan

sekaligus dengan diberikan secara bertahap. Hal ini karena Allah Maha Kuasa

untuk berbuat segalanya. Artinya, kemudian Adam a.s mengajarkan kepada

para malaikat beberapa nama tersebut secara ijmal dengan penyampaian

berdasarkan ilham atau yang sesuai, menurut kondisi malaikat atau Adam a.s

menampakkan nama-nama tersebut kepada mereka dengan menyebut contoh-

contohnya saja. Dengan mengetahui contoh-contoh tersebut, dapat diketahui

perincian tiap-tiap nama, baik yang berhubungan dengan ciri-ciri khasnya atau

wataknya.

Di dalam pengajaran dan penuturan Adam a.s kepada para malaikat

terkandung tujuan memuliakan kedudukan Adam dan terpilihnya Adam

sebagai khalifah. Dengan demikian, para malaikat tidak lagi merasa tinggi diri.

Sekaligus merupakan penunjukkan ilmu Allah SWT yang hanya

dianugerahkan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.

Para malaikat dituntut menyebutkan nama-nama tersebut, tetapi mereka

tidak akan mungkin mampu mengatakannya. Hal ini karena mereka sama

sekali belum pernah mengetahuinya. Dalam ayat ini terkandung isyarat bahwa

memegang tampuk khalifah, mengatur kehidupannya, menata peraturan-

peraturannya dan menegakkan keadilan selama di dunia ini diperlukan


50

pengetahuan khusunya yang membidangi masalah kekhalifahan, di samping

adanya bakat untuk terjun dibidang ini.

Artinya, apabila ada sesuatu hal yang membuat kalian heran mengenai

khalifah yang diserahkan kepada manusia, dan kalian pun mempunyai dugaan

kuat yang disertai dengan bukti maka, silahkan kalian menyebut nama-nama

yang Aku sebutkan di hadapan kalian.

Sedangkan menurut tafsir fi Zhilal Al-Qur’an dikatakan bahwa Allah

SWT mengajarkan rahasia ini kepada Adam dan mengemukakannya kepada

para malaikat apa yang telah dikemukakannya kepada Adam, mereka tidak

mengetahui nama-nama itu. Mereka tidak mengetahui bagaimana

menempatkan rumus-rumus (isyarat-isyarat) lafal bagi sesuatu dan seseorang.

Mereka menyatakan kelemahannya dengan menyucikan Tuhannya, mengakui

kelemahannya itu, dan mengakui keterbatasan pengetahuannya. Padahal,

semua itu sudah diketahui dan dikenal oleh Adam. 8

8
Tafsir fi zhilal Al-Qur’an, Op Cit., hlm. 97, 166.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, tentang sumber belajar dan manfaatnya menurut

perspektif Al-Qur’an maka, dapat diambil kesimpulan bahwa Allah SWT

memerintahkan kepada hamba-Nya untuk menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah

sebagai sumber belajar utama, selain sumber belajar lain yang bisa dijadikan

rujukan dalam pendidikan.

Maka, dalam analisa yang telah penulis lakukan dapat disimpulkan bahwa

sumber belajar menurut Perspektif Al-Qur’an terdapat pada kata:

1. al-Asma’ yang berarti nama-nama benda. Sengaja digunakan istilah al-

Asma’, karena hubungannya kuat antara yang menamakan dan yang

dinamai, di samping cepat dipahami. Menurut tafsir Ibn Katsir bahwa

Allah SWT berfirman "Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama

(benda)”. Maksudnya nama-nama seluruh makhluk, baik yang besar

maupun yang kecil.

2. al-Ayat yang berarti Allah menunjukkan seluruh benda-benda yang ada

di dalam alam sebagai “tanda-tanda” pencipta-Nya, dan sistem alam

sebagai rekaman perancang dan pemogram Yang Mahatahu. Studi

tentang alam dan apa-apa yang ada di dalamnya merupakan alat-alat

50
51

yang sangat penting untuk mengetahui Allah SWT dan mengenal

keagungan penciptaan-Nya.

3. al-Ibili yang berarti unta adalah binatang yang memliki kekhasan

tersendiri dibandingkan binatang-binatang lainnya. Ia dengan

kekuatannya yang besar dan tubuhnya yang besar, tetap tunduk dan

penurut dituntun dan dikendalikan oleh anak kecil sekalipun. Ia yang

besar manfaat dan pelayanannya terhadap manusia, tetapi tidak sulit

pemeliharaannya. Ia mudah digembalakan, ia adalah binatang yang

paling sabar dan tabah mengahadapi lapar, haus, kerja berat, dan

kondisi-kondisi yang jelek. Karena itu, Al-Qur’an mengarahkan

perhatian orang-orang yang dibicarakannya untuk merenungkan

penciptaan unta.

B. Saran

Demikianlah hasil penelitian tentang sumber belajar dan manfaatnya

menurut perspektif Al-Qur’an, adapun saran yang dapat penulis sampaikan

adalah:

1. Kepada para pembaca dan rekan-rekan seperjuangan agar dapat

memahami Al-Qur’an secara benar sesuai dengan kaedah-kaedah displin

ilmu tafsir, sebab Al-Qur’an adalah kitab suci yang di dalamnya selain

berisi petunjuk tentang berbagai aspek kehidupan manusia yang

mencakup aspek aqidah, penetapan hukum, peribadatan, akhlak, dan

bidang-bidang lainnya.
52

2. Manfaat sumber belajar sudah barang tentu akan menambah wawasan

pengetahuan. Melalui sumber belajar, pemahaman sesorang mengenai

suatu materi pelajaran akan bertambah. Dengan memanfaatkan sumber

belajar maka seseorang bisa menangkap pesan-pesan Allah SWT yang

tersimpan di balik ayat-ayat Al-Qur’an, sehingga aktifitas berfikir

membawa manusia menuju pintu hidayah Allah SWT.

3. Yang terpenting dari kita menggunakan sumber belajar dalam

mendapatkan ilmu baik bersifat umum yang ada di sekeliling kita

maupun yang digambarkan oleh Al-Qur’an adalah meningkatkan

keimanan kita sebagai hamba-Nya, agar tidak menjadi orang yang

dihinakan Allah SWT.

4. Bagi para pendidik khususnya memanfaatkan sumber belajar dari segala

yang ada disekitar kita hendaknya selalu mengaitkan dengan ke-Esaan

Allah SWT, hal ini bertujuan agar siswa mengerti dan memahami bahwa

segala yang mereka rasakan selama ini sesungguhnya semuanya itu

datangnya dari Allah SWT agar mereka nantinya selalu bersyukur atas

apa yang telah mereka dapatkan.


DAFTAR PUSTAKA

Abd. Al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i, Jakarta, Raja Grafindo, 1996.

Achmad Baiquni, Al-Qur’an, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Jakarta, Dana Bakti
Wakaf, 1994.

Afzalur Rahman, Al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan, Jakarta, Rineka Cipta, 1992.

Abdul Majid Bin Aziz Al-Zindani, dkk, Mukjizat AlQur’an dan As-Sunnah tentang
IPTEK, Jakarta, Gema Insani Press, 1997.

Abudin Nata, Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada. 2002.

Arief S. Sadiman,, Media Pendidikan, Jakarta, PT, Raja Grafindo Persada, 2003.

Abdul Wahid, Ulumul Al-Qur’an, Jakarta, Rajawali Press, 1996.

Abdul Rahman Shaleh, Psikologi dalam Perspektif Islam, Jakarta, Kencana, 2004.

Abu Anwar, “Ulumul Qur’an”, Pekanbaru, Amzah, 2005.

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahan, 2006.

Dimyati, Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rineka Cipta, 2003.

Departemen Agama RI, Wawasan Guru dan Tenaga Kependidikan, Jakrta, 2005.

J. S. Badudu, Muhammad Sutan Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta,


Pustaka Sinar Harapan, 1994.

Kadar M. Yusuf, Mengenali Al-Qur’an, 2007.

Lukman Ali, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,1991.

Muhammad Fuad Abdul Baqi, al-Mu’jam al-Mufaras.

Muhammad Nazir, Membangun dengan Paradigma Islam, Pekanbaru, Susqa Press.

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung, Mizan, 1994.

Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains menurut Al-Qur’an, Bandung, Mizan, 1998.


M. M Syarif, Para Filosof Muslim, Bandung, Mizan, 1985.

M, Athiyah Al Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Jakarta, Bulan


Bintang, 1970.

Muhamad Nasib Rifa’I, Kemudahan dari Allah : Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jilid

I, Jakarta, Gema Insani, 1999.

Muhammad Usman Najati, Ilmu Jiwa dalam Al-Qur’an, Jakarta, Pustaka Azzam,

2005.

Muhammad Irfan, “Teologi Pendidikan”, Jakarta, Friska Agung Insani, 2003.

Nana Sudjana, Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung, Sinar Baru Algensindo, 1989.

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Kalam Mulia, 2002.

Roestiyah, Masalah-masalah Ilmu Keguruan, Jakarta, Bina Aksara, 1998.

Sayyid Quthb, Tafsir fi Zhilal Al-Qur’an, Jilid 4, Jakarta, Gema Insani, 2001.

Suwito, Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum, Jakarta, PT, Raja Grafindo Persada,
2005.

tp, th, Ahmad Mustafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Jilid II, Mesir, Dar Al-Fikr.

tt, tp, Muhaimin, Pesan, Kesan, dan Munasabah dari Ayat-ayat yang berbicara
tentang Ulul Albab, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.

W. J. S. Poerdaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 2002.

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi, Jakarta, Kencana Ed I Cet 5,


2008.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Zulfiana Irzawati dilahirkan di sawang pada tanggal 01


Agustus 1987. Lahir sebagai anak terakhir dari 6
bersaudara dari pasangan Bapak Muchtar, AR dan Ibu
Zaurah, K. Penulis telah menamatkan beberapa jenjang
pendidikan yaitu Sekolah Dasar Negeri 043 Layang
Sawang pada tahun 2000, kemudian tahun 2003-2006
penulis menamatkan Sekolah Menengah Tingkat
Pertama dan tingkat Atas pada tempat yang sama yaitu
di MTsN Tanjung Batu Kundur dan Madrasah Aliyah
Al-Huda Tanjung Batu Kundur.
Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Pekanbaru, tepatnya di Universitas

Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau pada tahun 2006-2010 di Fakultas Tarbiyah

dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam Konsentrasi Al-Qur’an Hadits dan

akhirnya pada tanggal 04 Juni 2010 Ia berhasil mendapat gelar sarjana S.Pd.I dalam

Ujian Munaqasyah dengan predikat terakhir Sangat Memuaskan.

Anda mungkin juga menyukai