Makalah Praktikum Keperawatan Kesehatan Reproduksi
Makalah Praktikum Keperawatan Kesehatan Reproduksi
Makalah Praktikum Keperawatan Kesehatan Reproduksi
Dosen Fasilitator :
(221101062)
MEDAN, 2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
yang tela melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas praktikum saya dalam mata
kuliah Kesehatan reproduksi dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Kanker Serviks”.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak sumber. Makalah ini disusun dan dibuat berdasarkan materi-
materi yang telah disampaikan yang bertujuan untuk menambah wawasan serta
pengetahuan para pembaca.
Penulis sadar bahwa dalam penyelesaian makalah ini masih jauh dari kata
sempurna karena terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang di miliki
penulis . Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta
masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Saya berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
Pendidikan terutama untuk mahasiswa keperawatan.
Medan, 15 April 2024
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
BAB II. PENDAHULUAN
A. Definisi Kanker Serviks
B. Etiologi
C. Pathogenesis
D. Patofisiologi
E. Manifestasi Klinik (Tanda dan Gejala)
F. Klasifikasi Kanker Serviks
G. Pencegahan Kanker Serviks
H. Diagnosis Kanker Serviks
I. Pemeriksaan Diagnostik Kanker Serviks
J. Penatalaksanaan Penyakit Kanker Serviks
K. Penatalaksanaan Keperawatan
L. Konsep Asuhan Keperawatan Kanker Serviks
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini kanker serviks menduduki urutan kedua dari penyakit
kanker yang menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama di negara
yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan 500.000 kasus
baru kanker serviks terjadi setiap tahunnya di dunia, 80% dari kasus
tersebut terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang (Aziz, 2006).
Menurut data WHO diketahui terdapat 493.243 jiwa pertahun penderita
kanker serviks baru di dunia. Dengan angka kematian karena kanker
serviks ini sebanyak 273.505 jiwa pertahun (Emilia, 2010).
Terdapat beberapa faktor risiko yang berpengaruh terhadap
terjadinya kanker serviks. Beberapa faktor yang diduga meningkatkan
kejadian kanker serviks yaitu faktor sosiodemografis yang meliputi usia,
status sosial ekonomi, dan faktor aktifitas seksual yang meliputi usia
pertama kali melakukan hubungan seks, pasangan seks yang berganti-
ganti, paritas, kurang menjaga kebersihan genital, merokok, riwayat
penyakit kelamin, trauma kronis pada serviks, serta penggunaan
kontrasepsi oral dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun (Diananda,
2007).
Di Indonesia Kanker serviks merupakan kanker kedua terbanyak
ditemukan pada wanita setelah kanker payudara dan merupakan penyebab
kematian utama pada wanita (Aziz, 2006). Kasus baru kanker serviks
ditemukan 40-45 kasus perhari dan setiap satu jam seorang perempuan
meninggal karena kanker serviks. Ada 15.000 kasus baru per tahun dengan
kematian 8000 orang pertahun (Nurwijaya, 2010).
Peningkatan insidensi penyakit ini menjadi salah satu penyebab
utama kematian sehingga perlu penanganan yang tepat oleh World Health
(WHO) dan Organisasi Penanggulangan Kanker Dunia (Union
Internationale Contre le Cancer, UICC), juga menyebutkan bahwa
peningkatan infeksi bisa dianggap inisiator dan promotor kejadian kanker
serviks peranan proses seluler dan molekuler pada metaplasia dan displasia
epitel serviks sebenarnya bisa dideteksi baik dengan pemeriksaan sitologi
dengan pap smear maupun dengan pemeriksaan histopatologis dari bahan
biopsi serviks. Upaya pencegahan juga dilakukan dengan pengembangan
vaksin HPV yang merupakan salah satu hal penting dalam bidang
onkologi ginekologi. Kanker serviks menjadi penyebab utama terjadinya
kematian pada wanita hingga 70% sejak tahun 1979. Sehingga dibentuk
program deteksi dini sejak tahun 1988. Program ini dilanjutkan oleh
National Health Service (NHS) pada tahun 2008 berkaitan vaksin HPV
program untuk melindungi wanita dari infeksi HPV tipe 16 dan 18,
4
sehingga perlu diberikan vaksin HPV pada usia 14-19. Penemuan vaksin
ini merupakan salah satu hal penting dalam bidang onkologi ginekologi.
Sehingga angka kematian bisa ditekan di negara berkembang seperti
Indonesia (Novalia, 2023).
Kanker serviks menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh
dunia dan di negara berkembang seperti Indonesia disebabkan angka
kematian tinggi setiap tahunnya, 500.000 kasus baru kanker serviks
didiagnosis di seluruh dunia dan lebih dari 250.000 berakibat fatal. Di
indonesia yang berpenduduk sekitar 200 juta jiwa, terdapat 52 juta
perempuan terkena kanker serviks. Penyebab utama diduga adanya infeksi
oleh HPV serta keterlambatan diagnosa pada stadium lanjut, stasus sosial
ekonomi yang rendah dan keterbatasan sumberdaya alam. pada saat yang
sama, kejadian kanker serviks mulai menurun di seluruh dunia. Hal ini
dikarenakan kesadaran dalam melakukan deteksi dini seperti pap smear,
sehingga jika mengetahui adanya kanker bisa menentukan pilihan
pengobatan yang tepat sehingga bisa mengurangi angka kematian. Selain
itu dapat dicegah dengan pemberian vaksin pada usia 12-13 tahun. Karena
kanker biasanya terjadi pada usia 30-39 tahun (Novalia, 2023).
Kejadian kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup dari
penderitanya dan keluarganya serta juga akan sangat mempengaruhi sektor
pembiayaan kesehatan oleh pemerintah. Oleh sebab itu peningkatan upaya
penanganan kanker serviks, terutama dalam bidang pencegahan dan
deteksi dini sangat diperlukan oleh setiap pihak yang terlibat.
Mengingat bahwa seorang perawat kesehatan harus
bertanggungjawab dalam memberikan asuhan keperawatan secara
profesional, maka dalam memberikan pelayanan atau asuhannya harus
selalu memperhatikan manusia sebagai makhluk yang holistik, yaitu
makhluk yang utuh atau menyeluruh yang terdiri atas unsur biologis,
psikologis, sosial, dan spiritual. Seorang perawat juga harus menggunakan
pendekatan pemecahan masalah yang komprehensif melalui proses
keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Asuhan
keperawatan pada pasien kanker serviks juga meliputi pemberian edukasi
dan informasi kepada pasien guna untuk meningkatkan pengetahuan klien
dapat mengurangi kecemasan serta ketakutan klien.
Perawat perlu mengkaji bagaimana pasien dengan pasangannya
memandang kemampuan reproduksi wanita dan memaknai setiap hal yang
berhubungan dengan kemampuan reproduksinya. Bagi sebagian wanita
masalah harga diri dan citra tubuh sering muncul saat mereka tidak bisa
mempunyai anak lagi. Intervensi keperawatan berfokus dalam upaya
membantu pasien dan pasangannya untuk menerima perubahan fisik dan
5
psikologi dan menemukan kualitas lain dalam diri wanita sehingga ia
dapat dihargai. Selain itu perawat juga berperan dalam membantu pasien
mengekspresikan rasa takut, dukungan spriritual dan menemukan kekuatan
diri untuk menghadapi masalah (Reeder, 2013).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan pada latar
belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penulisan makalah ini
adalah “Bagaimanakah Proses Asuhan Keperawatan pada Pasien
Kanker?”.
C. Tujuan Penulisan
Adapun beberapa tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai
berikut:
a. Penulis mampu memberikan dan menerapkan Asuhan Keperawatan
pada Pasien Kanker Serviks khususnya pasien secara komprehensif.
b. Mahasiswa mampu menjelakan dan memberikan asuhan keperawatan
pada pasien dengan Kanker Serviks.
c. Sebagai penambah wawasan ilmu pengetahuan serta kemampuan
penulis dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan
kanker serviks.
d. Untuk memberikan sumbangan pemikiran atau referensi dalam
menerapkan asuhan keperawatan dan untuk meningkatkan mutu
pelayanan yang lebih baik, khususnya pada pasien dengan kanker
serviks.
e. Sebagai penambah pengetahuan dan wawasan bagi Profesi
Keperawatan khususnya dalam penerapan asuhan keperawatan pasien
dengan kanker serviks.
6
BAB II. PEMBAHASAN
A. Definisi Kanker Serviks
Serviks merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk
silindris, menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri
eksternum. Serviks berhubungan dengan jaringan parametrium
ligamentum cardinale ke arah lateral, ligamentum sakrouterina ke arah
posterior, menuju iliaka interna, iliaka eksterna, presakral, iliaka
kommunis, hingga paraaorta. Sepanjang pembuluh darah iliaka sampai
dengan paraaorta, terdapat pembuluh-pembuluh dan kelenjar limfe yang
berhubungan ke atas hingga medastinum dan kelenjar getah bening
supraklavikular (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
Kanker serviks merupakan kanker yang menyerang area serviks
atau leher rahim, yaitu area bawah pada rahim yang menghubungkan
rahim dan vagina (Rozi, 2013). Kanker leher rahim atau kanker serviks
(cervical cancer) merupakan kanker yang terjadi pada serviks uterus, suatu
daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah
rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina)
(Purwoastuti, 2015).
Kanker serviks merupakan pertumbuhan dan perkembangan sel
abnormal pada organ serviks sehingga menyebabkan kelainan fungsi organ
serviks. Penyebab terbanyak kanker serviks adalah Human Papilloma
Virus atau HPV (Rasjidi, 2010). Kanker serviks adalah tumor ganas primer
yang berasal dari sel epitel skuamosa. Kanker serviks merupakan kanker
yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah pada organ
reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya
antara rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina (Notodiharjo, 2002).
Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks.
Serviks merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris,
menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum
(Kementerian Kesehatan RI, 2018).
B. Etiologi
Penyebab kanker serviks diketahui adalah virus HPV (Human
Papilloma Virus) sub tipe onkogenik, terutama sub tipe 16 dan 18. Adapun
faktor risiko terjadinya kanker serviks antara lain: aktivitas seksual pada
usia muda, berhubungan seksual dengan multipartner, merokok,
mempunyai anak banyak, sosial ekonomi rendah, pemakaian pil KB,
7
penyakit menular seksual, dan gangguan imunitas (Kementerian
Kesehatan RI, 2018).
Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak diketahui
secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh
terhadap terjadinya kanker serviks yaitu:
1. HPV (Human papilloma virus)
HPV adalah virus penyebab kutil genetalis (Kandiloma akuminata)
yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat
berbahaya adalah HPV tipe 16, 18, 45, dan 56.
2. Merokok
Tembakau merusak sistem kekebalan dan mempengaruhi kemampuan
tubuh untuk melawan infeksi HPV pada serviks.
3. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini.
4. Berganti-ganti pasangan seksual.
5. Suami/pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama
pada usia di bawah 18 tahun, berganti - berganti pasangan dan pernah
menikah dengan wanita yang menderita kanker serviks.
6. Pemakaian DES (Diethilstilbestrol) pada wanita hamil untuk
mencegah keguguran (banyak digunakan pada tahun 1940-1970).
7. Gangguan sistem kekebalan.
8. Pemakaian Pil KB.
9. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun.
10. Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan pap smear
secara rutin) (Nurarif, 2016).
C. Patogenesis
1) Struktur Genom Virus
Human Papillomavirus (HPV) termasuk dalam famili
Papovaviridae yang terdiri dari dua genus yaitu Polyomavirus dan
Papillomavirus. Human Papilloma virus memiliki diameter kecil 45-55 nm
dan genom sirkular, double stranded DNA dengan kapsid berbentuk
icosahedral dan tidak memiliki envelop. DNA HPV terdapat lebih kurang
8000 pasangan basa (base pair; bp). Genom HPV terdiri dari 3 bagian
yaitu : Long Control Region (LCR), Early Region (E=Early) dan Late
Region (L=Late) (Novalia, 2023).
2) Molekul Biologi Kanker Berkaitan dengan HPV
Kanker serviksterjadi karena adanya infeksi yaitu berkaitan adanya
molekul protein onkogen HPV yaitu E6 dan E7. Ongkoprotein E6 akan
menon-aktifkan protein p53. P53 berfungsi sebagai tumor suppressor gene.
Dengan jalur memicu apoptosis bila sel tidak dapat mengatasi mengatasi
stres intraselular. Protein E7 berkaitan dengan Rb yang merupakan gen
untuk mengontrol proliferasi sehingga ikatan Rb dengan E2F terlepas
8
memicu proliferasi terus-menerus sehingga terjadi kanker dengan jalur
memicu apoptosis bila sel tidak dapat mengatasi mengatasi stres
intraselular. Protein E7 berkaitan dengan Rb yang merupakan gen untuk
mengontrol proliferasi sehingga ikatan Rb dengan E2F terlepas memicu
proliferasi terus-menerus sehingga terjadi kanker (Novalia, 2023).
9
Proses terjadinya kanker serviks terdiri dari virus yang pertama
kali menempel pada permukaan sel, Virus kemudian penetrasi ke membran
plasma sel serta memasukkan DNA ke dalam sel dan melakukan uncoating
(pelepasan kapsid). DNA virus yang masuk ke dalam sel dan kemudian
menyisipkan proto-onkogen DNA yang telah mengalami mutasi disebut
onkogen. Sel normal kode proto-onkogen untuk produksi peptida yang
merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel, tetapi tidak menyebabkan
kanker. Sebaliknya, proto-onkogen lewat konversi ke onkogen yang
mengkode produksi peptida penyebab kanker. Onkogen tersebut
menyebabkan mutasi pada gen penekan-tumor (tumor suppressor gene)
TP53 (mengakibatkan terjadi degradasi protein p53 dengan cara berikatan
dengan E6) dan RB (pengikatan dan penginaktivasian protein Rb oleh E7)
menyebabkan sel mengalami resistensi terhadap apoptosis, sehingga
terjadi pertumbuhan sel yang tidak terkendali sehingga terjadinya
kerusakan DNA. Akhirnya, inilah yang menyebabkan terjadinya kanker
(Novalia, 2023).
D. Patofisiologi
Perkembangan kanker invasif berawal dari terjadinya lesi
neoplastik pada lapisan epitel serviks, dimulai dari Neoplasia Intraepitel
Serviks (NIS) 1, NIS 2, NIS 3 atau karsinoma in situ (KIS). Selanjutnya
setelah menembus membrana basalis akan berkembang menjadi karsinoma
mikroinvasif dan invasif. Pemeriksaan sitologi papsmear digunakan
sebagai skrining, sedangkan pemeriksaan histopatologik sebagai
konfirmasi diagnostic (Kementerian Kesehatan RI, 2018).
10
Puncak insedensi karsinoma insitu adalah usia 20 hingga usia 30
tahun. Faktor resiko mayor untuk kanker serviks adalah infeksi Human
Paipilloma Virus (HPV) yang ditularkan secara seksual. Faktor resiko lain
perkembangan kanker serviks adalah aktivitas seksual pada usia muda,
paritas tinggi, jumlah pasangan seksual yang meningkat, status sosial
ekonomi yang rendah dan merokok (Price, 2012).
Karsinoma sel skuamosa biasanya muncul pada taut epitel
skuamosa dan epitel kubus mukosa endoserviks (persambungan
skuamokolumnar atau zona tranformasi). Pada zona transformasi serviks
memperlihatkan tidak normalnya sel progresif yang berakhir sebagai
karsinoma servikal invasif. Displasia servikal dan karsinoma in situ atau
High-grade Squamous Intraepithelial Lesion (HSIL) mendahului
karsinoma invasif. Karsinoma serviks terjadi bila tumor menginvasi
epitelium masuk ke dalam stroma serviks. Kanker servikal menyebar luas
secara langsung kedalam jaringan para servikal. Pertumbuhan yang
berlangsung mengakibatkan lesi yang dapat dilihat dan terlibat lebih
progresif pada jaringan servikal. Karsinoma servikal invasif dapat
menginvasi atau meluas ke dinding vagina, ligamentum kardinale dan
rongga endometrium. Invasi ke kelenjar getah bening dan pembuluh darah
mengakibatkan metastase ke bagian tubuh yang jauh (Price, 2012).
11
Kanker serviks secara umum menyerang wanita berusia 30-39
tahun. Gejala terjadinya kanker serviks adalah pendarahan pasca koitus,
keputihan berbau, vagina mengeluarkan darah secara terus-menerus tanpa
berhenti, nyeri pada kemaluan dilaporkan sebagai gejala awal terjadi
kanker serviks. Faktor resiko terjadinya kanker antara lain infeksi
Papilloma Virus (HPV) dengan onkogen E6 dan E7 serta faktor lainnya
seperti paparan zat mutagen adalah faktor hormonal, merokok, berganti-
ganti pasangan seksual, konstrasepsi, infeksi Human Papilloma Virus, diet,
riwayat dan terapi obat-obatan (Novalia, 2023).
Menurut (Purwoastuti, 2015), gejala kanker leher rahim adalah
sebagai berikut:
1) Keputihan, makin lama makin berbau busuk.
2) Perdarahan setelah senggama yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan abnormal, terjadi secara spontan walaupun tidak
melakukan hubungan seksual.
3) Hilangnya nafsu makan dan berat badan yang terus menurun.
4) Nyeri tulang panggul dan tulang belakang.
5) Nyeri disekitar vagina.
6) Nyeri abdomen atau nyeri pada punggung bawah.
7) Nyeri pada anggota gerak (kaki).
8) Terjadi pembengkakan pada area kaki.
9) Sakit waktu hubungan seks.
10) Pada fase invasif dapat keluar cairan kekuning-kuningan, berbau dan
bercampur dengan darah.
11) Anemia (kurang darah) karena perdarahan yang sering timbul.
12) Siklus menstruasi yang tidak teratur atau terjadi pendarahan diantara
siklus haid.
13) Sering pusing dan sinkope.
14) Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi,
edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar
bagian bawah (rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau
rectovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
12
Stadium 0 Karsinoma in situ (karsinoma preinvasif)
Stadium I Karsinoma serviks terbatas di uterus (ekstensi ke
korpus uterus dapat diabaikan)
Stadium IA Karsinoma invasif didiagnosis hanya dengan
mikroskop. Semua lesi yang terlihat secara
makroskopik, meskipun invasi hanya superfisial,
dimasukkan ke dalam stadium IB
Stadium I A1 Apabila invasi stroma tidak lebih dari 3,0 mm
kedalamannya dan 7,0 mm atau kurang pada ukuran
secara horizontal.
Stadium I A2 Apabila invasi stroma lebih dari 3,0 mm dan tidaklebih
dari 5,0mm dengan penyebaran horizontal 7,0 mm
atau kurang.
Stadium I B Apabila lesi terlihat secara klinik dan terbatas di
serviks atau secara mikroskopik lesi lebih besar dari
IA2.
Stadium I B1 Apabila lesi terlihat secara klinik berukuran dengan
diameter terbesar 4,0 cm atau kurang.
Stadium I B2 Apabila lesi terlihat secara klinik berukuran dengan
diameter terbesar lebih dari 4,0 cm
Stadium II Invasi tumor keluar dari uterus tetapi tidak sampai ke
dinding panggul atau mencapai 1/3 bawah vagina.
Stadium II A Tanpa invansi ke parametrium
Stadium II A1 Apabila lesi terlihat secara klinik berukuran dengan
diameter terbesar 4,0 cm atau kurang.
Stadium II A2 Apabila lesi terlihat secara klinik berukuran dengan
diameter terbesar lebih dari 4,0 cm.
Stadium II B Tumor dengan invansi ke parametrium
Stadium III Tumor meluas ke dinding panggul atau mencapai 1/3
bawah vagina dan/atau menimbulkan hidronefrosis
atau afungsi ginjal.
Stadium III A Tumor mengenai 1/3 bawah vagina tetapi tidak
mencapai dinding panggul.
Stadium III B Tumor meluas sampai ke dinding panggul dan/atau
menimbulkan hidronefrosis atau afungsi ginjal.
Stadium IV A Tumor menginvasi mukosa kandung kemih atau
rektum dan/atau meluas keluar panggul kecil (true
pelvis).
Stadium IV B Metastasis jauh (termasuk penyebaran pada peritoneal,
keterlibatan dari kelenjar getah bening supraklavikula,
mediastinal, atau para aorta, paru, hati, atau tulang).
13
G. Pencegahan
Upaya pencegahan terjadinya penyekit kanker serviks dapat
dilakukan dengan pengembangan vaksin HPV yang merupakan salah satu
hal penting dalam bidang onkologi ginekologi. Dengan adanya berbagai
upaya pencegahan dan diagnosis dini, angka kematian bisa ditekan.
Tingginya kejadian kanker serviks disebabkan kurangnya pencegahan
pada wanita usia subur dan kurangnya minat deteksi dini, karena deteksi
dini kanker serviks masih tabu di masyarakat. Akibatnya, kanker serviks
baru terdeteksi pada stadium lanjut, karena ini sering disebut silent killer
(Novalia, 2023).
H. Diagnosis
Diagnosis Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan
klinik. Pemeriksaan klinik ini meliputi inspeksi, kolposkopi, biopsi
serviks, sistoskopi, rektoskopi, USG, BNO-IVP, foto toraks dan bone scan,
CT scan atau MRI, serta PET scan. Kecurigaan metastasis ke kandung
kemih atau rektum harus dikonfirmasi dengan biopsi dan histologik.
Konisasi dan amputasi serviks dianggap sebagai pemeriksaan klinik.
Khusus pemeriksaan sistoskopi dan rektoskopi dilakukan hanya pada
kasus dengan stadium IB2 atau lebih. Stadium kanker serviks didasarkan
atas pemeriksaan klinik. Oleh karena itu, pemeriksaan harus cermat dan
bila diperlukan dapat dilakukan dalam narkose. Stadium klinik ini tidak
berubah bila kemudian ada penemuan baru. Kalau ada keraguan dalam
penentuan maka dipilih stadium yang lebih rendah.
14
ada infeksi pada serviks (Wijaya, 2010). Laporan hasil konsultasi
WHO menyebutkan bahwa IVA dapat mendeteksi lesi tingkat atas
prakanker (High-Grade Precancerous Lesions) dengan sensitivitas
sekitar 66-96% dan spesifitas 64-98%. Sedangkan nilai prediksi positif
(positive predictive value) dan nilai prediksi negatif (negative
predictive value) masing-masing antara 10-20% dan 92-97% (Wijaya,
2010). Secara umum, berbagai penelitian menunjukkan bahwa
sensitivitas IVA sejajar dengan pemeriksaan secara sitologi, akan tetapi
spesifitasnya lebih rendah. Keunggulan secara skrinning ini ialah
cukup sederhana, murah, cepat, hasil segera diketahui, dan pelatihan
kepada tenaga kesehatan lebih mudah dilakukan. (Wijaya, 2010).
2. Tes Pap Smear
Tes Pap Smear merupakan cara atau metode untuk mendeteksi
sejak dini munculnya lesi prakanker serviks. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan cepat, tidak sakit, dan dengan biaya yang relatif
terjangkau serta hasil yang akurat (Wijaya, 2010). Pemeriksaan Pap
smear dilakukan ketika wanita tidak sedang masa menstruasi. Waktu
yang terbaik untuk skrining adalah antara 10 dan 20 hari setelah hari
pertama masa menstruasi. Selama kirakira dua hari sebelum
pemeriksaan, seorang wanita sebaiknya menghindari douching atau
penggunaan pembersih vagina, karena bahan-bahan ini dapat
menghilangkan atau menyembunyikan sel-sel abnormal (Wijaya,
2010). Pemeriksaan Pap Smear dilakukan di atas kursi periksa
kandungan oleh dokter atau bidan yang sudah ahli dengan
menggunakan alat untuk membantu membuka kelamin wanita. Ujung
leher rahim diusap dengan spatula untuk mengambil cairan yang
mengandung sel-sel dinding leher rahim. Usapan ini kemudian
diperiksa jenis sel-selnya di bawah mikroskop (Wijaya, 2010).
Hasil pemeriksaan Pap smear biasanya akan keluar setelah dua
atau tiga minggu. Pada akhir pemeriksaan Pap smear, setiap wanita
hendaknya menanyakan kapan dia bisa menerima hasil pemeriksaan
pap smear-nya dan apa yang harus dipelajari darinya (Wijaya, 2010).
Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker
serviks. Jadi, apabila hasil pemeriksaan positif yang berarti terdapat
sel-sel abnormal, maka harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dan
pengobatan oleh dokter ahli kandungan. Pemeriksaan tersebut berupa
kalposkopi, yaitu pemeriksaan dengan pembesaran (seperti mikroskop)
yang digunakan untuk mengamati secara langsung permukaan serviks
dan bagian serviks yang abnormal. Dengan kalposkopi, akan tampak
jelas lesi-lesi pada permukaan serviks. Setelah itu, dilakukan biopsi
pada lesi-lesi tersebut (Wijaya, 2010).
15
J. Penatalaksanaan Penyakit Kanker Serviks
1) Penatalaksanaan Medis
Menurut (Wijaya, 2010) ada berbagai tindakan klinis yang bisa dipilih
untuk mengobati kanker serviks sesuai dengan tahap
perkembangannya masing-masing, yaitu:
a. Stadium 0 (Carsinoma in Situ)
Pilihan metode pengobatan kanker serviks untuk stadium 0 antara
lain:
1) Loop Electrosurgical Excision Procedure (LEEP) yaitu
presedur eksisi dengan menggunakan arus listrik
bertegangan rendah untuk menghilangkan jaringan
abnormal serviks.
2) Pembedahan Laser.
3) Konisasi yaitu mengangkat jaringan yang mengandung
selaput lendir serviks dan epitel serta kelenjarnya.
4) Cryosurgery yaitu penggunaan suhu ekstrem (sangat
dingin) untuk menghancurkan sel abnormal atau mengalami
kelainan.
5) Total histerektomi ( untuk wanita yang tidak bisa atau tidak
menginginkan anak lagi).
6) Radiasi internal (untuk wanita yang tidak bisa dengan
pembedahan).
b. Stadium I A
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IA meliputi:
1) Total histerektomi dengan atau tanpa bilateral
salpingoophorectomy.
2) Konisasi yaitu mengangkat jaringan yang mengandung
selaput lendir serviks dan epitel serta kelenjarnya.
3) Histerektomi radikal yang dimodifikasi dan penghilangan
kelenjar getah bening.
4) Terapi radiasi internal.
c. Stadium I B
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IB meliputi:
1) Kombinasi terapi radiasi internal dan eksternal.
2) Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah
bening.
3) Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah
bening diikuti terapi radiasi dan kemoterapi.
4) Terapi radiasi dan kemoterapi.
d. Stadium II
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium II meliputi:
16
1) Kombinasi terapi radiasi internal dan eksternal serta
kemoterapi.
2) Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah
bening.
3) Radikal histerektomi dan pengangkatan kelenjar getah
bening diikuti terapi radiasi dan kemoterapi
e. Stadium II B
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium II B meliputi terapi
radiasi internal dan eksternal yang diikuti dengan kemoterapi.
f. Stadium III
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium III meliputi terapi
radiasi internal dan eksternal yang dikombinasikan dengan
kemoterapi.
g. Stadium IV A
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IV A meliputi terapi
radiasi internal dan eksternal yang dikombinasikan dengan
kemoterapi.
h. Stadium IV B
Alternatif pengobatan kanker serviks stadium IVB meliputi:
1) Terapi radiasi sebagai terapi paliatif untuk mengatasi
gejala-gejala yang disebabkan oleh kanker dan untuk
meningkatkan kualitas hidup.
2) Kemoterapi.
3) Tindakan klinis dengan obat-obatan anti kanker baru atau
obat kombinasi
K. Penatalaksaan Keperawatan
Penatalaksanaan Keperawatan Asuhan keperawatan pada pasien
dengan kanker serviks meliputi pemberian edukasi dan informasi untuk
meningkatkan pengetahuan klien dan mengurangi kecemasan serta
ketakutan klien. Perawat mendukung kemampuan klien dalam perawatan
diri untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah komplikasi (Reeder,
2013).
Perawat perlu mengidentifikasi bagaimana klien dan pasangannya
memandang kemampuan reproduksi wanita dan memaknai setiap hal yang
berhubungan dengan kemampuan reproduksinya. Apabila terdiagnosis
kanker, banyak wanita merasa hidupnya lebih terancam. Perasaan ini jauh
lebih penting dibandingkan kehilangan kemampuan reproduksi. Intervensi
keperawatan kemudian difokuskan untuk membantu klien
mengekspresikan rasa takut, membuat parameter harapan yang realistis,
memperjelas nilai dan dukungan spiritual, meningkatkan kualitas sumber
17
daya keluarga dan komunitas, dan menemukan kekuatan diri untuk
menghadapi masalah (Reeder, 2013).
A. Pengkajian Keperawatan
Diagnosis ditegakkan atas atas dasar anamnesis (pengkajian)
dengan pemeriksaan klinik.
a. Anamnesis (Pengkajian)
Pada umumnya, lesi prakanker belum memberikan gejala. Bila
telah menjadi kanker invasif, gejalan yang paling umum adalah
perdarahan (contact bleeding, perdarahan saat berhubungan intim) dan
keputihan. Pada stadium lanjut, gejala dapat berkembang mejladi nyeri
pinggang atau perut bagian bawah karena desakan tumor di daerah
pelvik ke arah lateral sampai obstruksi ureter, bahkan sampai oligo
atau anuria. Gejala lanjutan bisa terjadi sesuai dengan infiltrasi tumor
ke organ yang terkena, misalnya: fistula vesikovaginal, fistula
rektovaginal, edema tungkai.
Berikut pengkajian secara umu yang akan dilakukan pada
pasien kanker serviks :
1) Identitas Pasien
Meliputi nama pasien, tempat tanggal lahir, usia, status
perkawinan, pekerjaan, jumlah anak, agama, alamat, jenis
kelamin, pendidikan terakhir, asal suku bangsa, tanggal masuk
rumah sakit, nomor rekam medik, nama orangtua dan pekerjaan
orangtua.
2) Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, alamat, pekerjaan, hubungan dengan pasien.
3) Riwayat Kesehatan
Keluhan utama
Biasanya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan seperti
pendarahan intra servikal dan disertai keputihan yang
menyerupai air dan berbau (Padila, 2015). Pada pasien kanker
serviks post kemoterapi biasanya datang dengan keluhan mual
muntah yang berlebihan, tidak nafsu makan, dan anemia.
Riwayat kesehatan sekarang
18
Menurut (Diananda, 2008) biasanya pasien pada stadium awal
tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada
stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti
keputihan yang berbau busuk, perdarahan setelah melakukan
hubungan seksual, rasa nyeri disekitar vagina, nyeri pada
panggul. Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya
mengalami keluhan mual muntah berlebihan, tidak nafsu
makan dan anemia.
Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pada pasien kanker serviks memiliki riwayat
kesehatan dahulu seperti riwayat penyakit keputihan, riwayat
penyakit HIV/AIDS (Ariani, 2015).
Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya riwayat keluarga adalah salah satu faktor yang
paling mempengaruhi karena kanker bisa dipengaruhi oleh
kelainan genetika. Keluarga yang memiliki riwayat kanker
didalam keluarganya lebih berisiko tinggi terkena kanker dari
pada keluarga yang tidak ada riwayat di dalam keluarganya
(Diananda, 2008).
4) Keadaan psikososial
Biasanya tentang penerimaan pasien terhadap penyakitnya serta
harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani, hubungan
dengan suami/keluarga terhadap pasien dari sumber keuangan.
Konsep diri pasien meliputi gambaran diri peran dan identitas.
Kaji juga ekspresi wajah pasien yang murung atau sedih serta
keluhan pasien yang merasa tidak berguna atau menyusahkan
orang lain (Reeder, 2013).
5) Data khusus
a. Riwayat Obstetri dan Ginekologi
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien dengan kanker
serviks yang perlu diketahui adalah:
Keluhan haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab
kanker serviks tidak pernah ditemukan sebelum menarche
dan mengalami atropi pada masa menopose. Siklus
menstruasi yang tidak teratur atau terjadi pendarahan
diantara siklus haid adalah salah satu tanda gejala kanker
serviks.
Riwayat kehamilan dan persalinan
Jumlah kehamilan dan anak yang hidup karna kanker
serviks terbanyak pada wanita yang sering partus, semakin
19
sering partus semakin besar resiko mendapatkan karsinoma
serviks (Aspiani, 2017).
b. Aktivitas dan Istirahat
Gejala :
Kelemahan atau keletihan akibat anemia.
Perubahan pada pola istirahat dan kebiasaan tidur pada malam
hari.
Adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri,
ansietas dan keringat malam.
Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen
lingkungan dan tingkat stress yang tinggi (Mitayani, 2009).
c. Integritas ego
Gejala: faktor stress, menolak diri atau menunda mencari
pengobatan, keyakinan religious atau spiritual, masalah
tentang lesi cacat, pembedahan, menyangkal atau tidak
mempercayai diagnosis dan perasaan putus asa (Mitayani,
2009).
d. Eliminasi
Perubahan pada pola defekasi, perubahan eliminasi, urinalis,
misalnya nyeri (Mitayani, 2009).
e. Makan dan minum
Kebiasaan diet yang buruk, misalnya rendah serat, tinggi
lemak, adiktif, bahan pengawet (Mitayani, 2009).
f. Neurosensori
Gejala : pusing, sinkope (Mitayani, 2009).
g. Nyeri dan kenyamanan
Gejala : adanya nyeri dengan derajat bervariasi, misalnya
ketidaknyamanan ringan sampai nyeri hebat sesuai dengan
proses penyakit (Mitayani, 2009).
h. Keamanan
Gejala : pemajanan zat kimia toksik, karsinogen.
Tanda : demam, ruam kulit, ulserasi. (Mitayani, 2009).
i. Seksualitas
Perubahan pola seksual, keputihan(jumlah, karakteristik, bau),
perdarahan sehabis senggama (Mitayani, 2009).
j. Integritas sosial
Ketidaknyamanan dalam bersosialisasi, perasaan malu dengan
lingkungan, perasaan acuh (Mitayani, 2009).
b. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan klinik ini meliputi inspeksi, kolposkopi, biopsi
serviks, sistoskopi, rektoskopi, USG, BNO -IVP, foto toraks dan bone
20
scan , CT scan atau MRI, PET scan. Kecurigaan metastasis ke kandung
kemih atau rektum harus dikonfirmasi dengan biopsi dan histologik.
Konisasi dan amputasi serviks dianggap sebagai pemeriksaan klinik.
Khusus pemeriksaan sistoskopi dan rektoskopi dilakukan hanya pada
kasus dengan stadium IB2 atau lebih.
Stadium kanker serviks didasarkan atas pemeriksaan klinik
oleh karena tu pemeriksaan harus cermat kalau perlu dilakukan dalam
narkose. Stadium klinik ini tidak berubah bila kemudian ada penemuan
baru. Kalau ada keraguan dalam penentuan maka dipilih stadium yang
lebih rendah.
Sitologi dengan cara pemeriksaan pap smear, koloskopi,
servikografi, pemeriksaan visual langsung, gineskopi (Padila, 2015).
Selain itu bisa juga dilakukan pemeriksaan hematologi karna biasanya
pada pasien kanker serviks post kemoterapi mengalami anemia karna
penurunan hemaglobin. Nilai normalnya hemoglobin wanita 12-16
gr/dl (Brunner, 2013).
c. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi mengalami
rambut rontok dan mudah tercabut
2. Wajah
Konjungtiva anemis akibat perdarahan.
3. Leher
Adanya pembesaran kelenjar getah bening pada stadium lanjut.
4. Abdomen
Adanya nyeri abdomen atau nyeri pada punggung bawah akibat
tumor menekan saraf lumbosakralis (Padila, 2015).
5. Ekstermitas
Nyeri dan terjadi pembengkakan pada anggota gerak (kaki).
6. Genitalia
Biasanya pada pasien kanker serviks mengalami sekret berlebihan,
keputihan, peradangan, pendarahan dan lesi (Brunner, 2013). Pada
pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami
perdarahan pervaginam.
B. Diagnosa
Diagnosis Banding Kanker Serviks :
a. Adenokarsinoma Endometrial
b. Polip Endoservikal
c. Chlamydia trachomatis atau Infeksi menular seksual lainnya pada
wanita dengan:
21
Keluhan perdarahan vagina, duh vagina serosanguinosa, nyeri
pelvis
Serviks yang meradang dan rapuh (mudah berdarah, terutama
setelah berhubungan seksual).
Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul menurut SDKI,
kemungkinan masalah yang muncul adalah sebagai berikut : (PPNI, 2017)
:
1) D.0078 Nyeri kronis berhubungan dengan penekanan saraf.
2) D.0019 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan.
3) D.0009 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hemoglobin.
4) D.0069 Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur
tubuh.
5) D.0111 Difisit Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar
informasi.
6) D.0087 Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan pada citra
tubuh.
7) D.0012 Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi
(trombositopenia).
8) D.0142 Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan
pertahanan tubuh sekunder (imunosupresi)
C. Perencanaan
Penyusunan perencanaan keperawatan diawali dengan melakukan
pembuatan tujuan dari asuhan keperawatan. Tujuan yang dibuat dari tujuan
jangka panjang dan jangka pendek. Perencanaan juga memuat kriteria
hasil. Pedoman dalam penulisan tujuan kriteria hasil keperawatan
berdasarkan SMART, yaitu:
S : Spesific (tidak menimbulkan arti ganda).
M : Measurable (dapat diukur, dilihat, didengar, diraba, dirasakan
ataupun dibau).
A : Achievable (dapat dicapai).
R : Reasonable (dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah).
T : Time (punya batasan waktu yang jelas).
Karakteristik rencana asuhan keperawatan adalah:
1. Berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah (rasional).
2. Berdasarkan kondisi klien.
3. Digunakan untuk menciptakan situasi yang aman dan terapeutik.
4. Menciptakan situasi pengajaran.
22
5. Menggunakan sarana prasarana yang sesuai.
Diagnosa
Tujuan dan kriteria Intervensi
No Keperawatan
hasil (NOC) (SIKI)
(SDKI)
D.0078 Setelah dilakukan Manajemen nyeri
Nyeri kronis b.d asuhan keperawatan (I.08238)
penekanan saraf selama 6x24 jam 1. Identifikasi lokasi,
diharapkan pasien karakteristik, durasi,
mampu untuk frekuensi, kualitas,
mengontrol dan dan intensitas nyeri.
menunjukkan tingkat 2. Identifikasi skala
nyeri dengan kriteria nyeri.
hasil : 3. Identifikasi respons
a. Mengenal factor- nyeri nonverbal.
faktor penyebab 4. Kontrol lingkungan
nyeri. yang memperberat
b. Melakukan rasa nyeri.
tindakan 5. Fasilitasi istirahat
manajemen nyeri dan tidur.
dengan teknik 6. Jelaskan penyebab,
1 nonfarmakologis. periode, pemicu
c. Melaporkan nyeri.
nyeri, frekuensi, 7. Ajarkan teknik
dan lamanya. nonfarmakologis
d. Tanda-tanda vital untuk mengurangi
dalam rentang nyeri.
normal. 8. Kolaborasi
e. Klien pemberian analgetik
melaporkan nyeri
berkurang
dengan skala 1-2
dari 10 atau nyeri
ringan.
f. Ekspresi wajah
tenang 8. Klien
dapat istirahat
dan tidur
2 D.0019 Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
Defisit nutrisi asuhan keperawatan (I.03119)
berhubungan selama 6x24 jam 1. Identifikasi status
dengan diharapkan nutrisi.
23
ketidakmampuan kebutuhan nutrisi 2. Identifikasi adanya
menelan makanan terpenuhi dengan alergi atau adanya
kriteria hasil : intoleransi makanan.
a. Tidak ada 3. Monitor asupan
penurunan berat makanan.
badan. 4. Monitor berat badan.
b. Mampu 5. Monitor hasil dari
mengidentifikasi pemeriksaan
kebutuhan laboratorium.
nutrisi. 6. Berikan makanan
c. Tidak ada tanda- tinggi protein dan
tanda malnutrisi tinggi kalori.
Menunjukkan 7. Anjurkan pasien
peningkatan makan sedikit tapi
fungsi sering.
pengecapan dari 8. Anjurkan posisi
menelan. duduk saat makan,
d. Asupan cairan jika mampu.
secara 9. Kolaborasi dengan
oral/intravena/pe ahli gizi untuk
renteral menentukan jumlah
sepenuhnya kalori dan jenis
adekuat nutrien yang
dibutuhkan, jika
perlu
3 D.0009 Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi
Perfusi perifer asuhan keperawatan (I.02079)
tidak efektif selama 6x24 jam 1. Periksa sirkulasi
berhubungan diharapkan perfusi perifer.
dengan penurunan perifer efektif 2. Identifikasi faktor
konsentrasi dengan kriteria resiko gangguan
hemoglobin hasil : pada sirkulasi.
a. Tekanan systole 3. Monitor adanya
dan diastole panas, kemerahan
dalam rentang nyeri atau bengkak
normal. ekstermitas.
b. Tidak ada 4. Catat hasil lab Hb
ortostatik dan Ht.
hipertensi 5. Lakukan hidrasi.
c. Kapilarirefil < 2 6. Jelaskan kepada
detik pasien dan keluarga
tentang tindakan
24
pemberian tranfusi
darah.
7. Kolaborasi
pemberian tranfusi
darah
4 D.0069 Setelah dilakukan Konseling Seksualitas
Disfungsi seksual asuhan keperawatan (I.07214)
berhubungan selama 6x24 jam 1. Identifikasi tingkat
dengan perubahan diharapkan pengetahuan,
struktur tubuh gangguan disfungsi masalah sistem
seksual teratasi reproduksi, masalah
dengan kriteria seksualitas, dan
hasil : penyakit menular
a. Pengenalan dan seksual.
penerimaan 2. Identifikasi waktu
identitas seksual disfungsi seksual dan
pribadi. kemungkinan
b. Mengetahui penyebab.
masalah 3. Monitor stress,
reproduksi. kecemasan, depresi,
c. Fungsi seksual : dan penyebab
integrasi aspek disfungsi seksual.
fisik, sosio emosi 4. Fasilitasi komunikasi
dan intelektual antara pasien dan
ekspresi dan pasangan.
performa 5. Berikan kesempatan
seksual. kepada pasangan
d. Mampu untuk menceritakan
mengontrol permasalahan
kecemasan. seksual.
e. Menunjukkan 6. Berikan pujian
keinginan untuk terhadap perilaku
mendiskusikan yang benar.
perubahan fungsi 7. Berikan saran yang
seksual. sesuai kebutuhan
f. Mengungkapkan pasangan dengan
pemahaman menggunakan bahasa
tentang yang mudah
perubahan fungsi diterima, dipahami
seksual. dan tidak
g. Pengenalan dan menghakimi.
penerimaan 8. Jelaskan efek
25
identitas seksual pengobatan,
pribadi. kesehatan, dan
h. Mengetahui penyakit terhadap
masalah disfungsi seksual.
reproduksi. 9. Informasikanpent
i. Fungsi seksual : ingnya modifikasi
integrasi aspek pada aktivitas
fisik, sosio emosi seksual.
dan intelektual 10. Kolaborasi dengan
ekspresi dan spesialis seksologi,
performa jika perlu
seksual.
j. Mampu
mengontrol
kecemasan.
k. Menunjukkan
keinginan untuk
mendiskusikan
perubahan fungsi
seksual
l. Mengungkapkan
pemahaman
tentang
perubahan fungsi
seksual
5 D.0111 Setelah dilakukan Edukasi Proses
Difisit asuhan keperawatan Penyakit (I.12444)
Pengetahuan selama 6x24 jam 1. Identifikasi kesiapan
berhubungan diharapkan pasien dan kemampuan
dengan kurang menunjukkan menerima informasi.
terpapar informasi peningkatan 2. Sediakan materi dan
pengetahuan dengan media pendidikan
kriteria hasil : Kesehatan.
a. Pasien dan 3. Jadwalkan
keluarganya pendidikan kesehatan
menyatakan sesuai kesepakatan.
pemahan tentang 4. Beri kesempatan
penyakit, untuk bertanya.
kondisi, 5. Jelaskan penyebab
prognosis dan dan faktor risiko
program penyakit.
pengobatan. 6. Jelaskan proses
26
b. Pasien dan patofisiologi
keluarga mampu munculnya penyakit.
melaksanakan 7. Jelaskan tanda dan
prosedur yang gejala yang
dijelaskan secara ditimbulkan oleh
benar. penyakit.
c. Pasien dan 8. Jelaskan
keluarga mampu kemungkinan
menjelaskan terjadinya
kembali apa komplikasi.
yang dijelaskan 9. Ajarkan cara
perawat meredakan atau
mengatasi gejala
yang dirasakan.
10. Ajarkan cara
meminimalkan efek
samping dari
intervensi atau
pengobatan.
11. Informasikan kondisi
pasien saat ini.
12. Anjurkan melapor
jika merasakan tanda
dan gejala memberat
atau tidak biasa
6 D.0087 Setelah dilakukan Promosi Koping
Harga diri rendah asuhan keperawatan I.09312
berhubungan selama 6x24 jam 1. Identifikasi
dengan perubahan diharapkan masalah kemampuan yang
pada citra tubuh harga diri rendah dimiliki.
tertasi dengan 2. Identifikasi
kriteria hasil : pemahaman proses
a. Menunjukkan penyakit.
penilaian pribadi 3. Identifikasi dampak
tentang harga situasi terhadap
diri. peran dan hubungan.
b. Mengungkapkan 4. Identifikasi metode
penerimaan diri. penyelesaian
c. Komunikasi masalah.
terbuka. 5. Identifikasi
d. Mengatakan kebutuhan dan
optimisme keinginan terhadap
27
terhadap masa dukungan sosial.
depan 6. Diskusikan
Menggunakan perubahan peran
strategi koping yang dialami.
efektif 7. Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan.
8. Diskusikan alasan
mengkritik diri
sendiri.
9. Diskusikan
konsekuensinya tidak
menggunakan rasa
bersalah dan rasa
malu.
10. Fasilitasi dalam
memperoleh
informasi yang
dibutuhkan.
11. Motivasi untuk
menentukan harapan
yang realistis.
12. Dampingi saat
beduka.
13. Anjurkan
penggunaan sistem
spiritual, jika perlu.
14. Ajarkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi.
15. Anjurkan keluarga
terlibat.
16. Ajarkan cara
memecahkan
masalah secara
konstruktif.
17. Latih penggunaan
teknik elaksasi
7 D.0012 Setelah dilakukan Pencegahan Perdaahan
Resiko perdarahan asuhan keperawatan (I.02067)
berhubungan selama 6x24 jam 1. Monitor tanda dan
28
dengan gangguan diharapkan tidak gejala perdarahan.
koagulasi terjadi perdarahan 2. Monitor nilai
(trombositopenia) dengan kriteria hematokrit/
hasil : hemoglobin sebelum
a. Tekanan darah dan setelah
dalam batas kehilangan darah.
normal. 3. Monitor tanda-tanda
b. Tidak ada vital ortostatik.
perdarahan 4. Monitor koagulasi.
pervagina. 5. Pertahankan bedest
c. Hemoglobin dan selama perdarahan.
hematokrit dalam 6. Jelaskan tanda dan
batas normal gejala perdarahan.
7. Anjurkan
menghindari aspirin
atau antikoagulan.
8. Anjurkan
meningkatkan asupan
makanan dan vitamin
K.
9. Anjurkan segera
melapor dokter jika
terjadi perdarahan.
10. Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
perdarahan.
11. Kolaborasi
pemberian produk
darah
8 D.0142 Setelah dilakukan Pencegahan Infeksi
Resiko infeksi asuhan keperawatan (I.14539)
berhubungan selama 6x24 jam Monitor tanda dan gejala
dengan diharapkan tidak infeksi lokal dan
ketidakadekuatan terjadi infeksi sistemik
pertahanan tubuh dengan kriteria 1. Cuci tangan sebelum
sekunder hasil : dan sesudah kontak
(imunosupresi). a. Klien bebas dari dengan pasien dan
infeksi. lingkungan pasien.
b. Menunjukkan 2. Jelaskan tanda dan
kemampuan gejala infeksi.
untuk mencegah 3. Jelaskan cara
29
timbulnya mencuci tangan
infeksi. dengan benar.
c. Jumlah leukosit 4. Anjurkan
dalam batas meningkatkan asupan
normal. nutrisi.
d. Menunjukkan 5. Kolaborasi
prilaku hidup pemberian antibiotik
sehat
D. Implementasi
Implementasi adalah tindakan dari rencana keperawatan yang telah
disusun dengan menggunakan pengetahuan perawat, perawat melakukan
dua intervensi yaitu mandiri/independen dan kolaborasi/interdisipliner
(NANDA, 2015).
Tujuan dari implementasi antara lain adalah: melakukan,
membantu dan mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari-hari,
memberikan asuhan keperawatan untuk mecapai tujuan yang berpusat
pada klien, mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan
dengan perawatan kesehatan yang berkelanjutan dari klien (Asmadi, 2008).
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan sebagai penialian status pasien dari efektivitas
tindakan dan pencapaian hasil yang diidentifikasi terus pada setiap langkah
dalam proses keperawatan, serta rencana perawatan yang telah
dilaksanakan (NANDA, 2015).
Tujuan dari evaluasi adalah untuk melihat dan menilai kemampuan
klien dalam mencapai tujuan, menentukan apakah tujuan keperawatan
telah tercapai atau belum, serta mengkaji penyebab jika tujuan asuhan
keperawatan belum tercapai (Asmadi, 2008).
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien dalam
mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan
dengan pasien :
1. Evaluasi Formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera
pada saat setelah dilakukan tindakan keperawatan serta ditulis pada
catatan perawat.
2. Evaluasi Sumatif
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status
kesehatan sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan
perkembangan
Evaluasi dilakukan dengan pendekatan pada SOAP, yaitu:
30
S : Data subjektif, yaitu data yang diutarakan klien dan
pandangannya terhadap data tersebut.
O : Data objektif, yaitu data yang didapat dari hasil observasi
perawat, termasuk tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan
penyakit pasien (meliputi data fisiologis, dan informasi dan pemeriksaan
tenaga kesehatan).
A : Analisis, yaitu analisa ataupun kesimpulan dari data subjektif dan
data objektif.
P : Perencanaan, yaitu pengembangan rencana segera atau yang akan
datang untuk mencapai status kesehatan klien yang optimal. (Hutahaen,
2010).
Adapun ukuran pencapaian tujuan tahap evaluasi dalam
keperawatan meliputi:
1. Masalah teratasi, jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan
tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
2. Masalah teratasi sebagian, jika klien menunjukkan perubahan sebagian
dari kriteria hasil yang telah ditetapkan.
3. Masalah tidak teratasi, jika klien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil
yang telah ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah/diagnosa
keperawatan baru.
F. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan adalah kegiatan mencatat seluruh
tindakan yang telah dilakukan, dokumentasi keperawatan sangat penting
untuk dilakukan karena berguna untuk menghindari kesalahan,
menghindari kejadian tumpang tindih, memberikan informasi
ketidaklengkapan asuhan keperawatan, dan terbinanya koordinasi antara
teman sejawat atau pihak lain.
31
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Kanker serviks menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh
dunia dan di negara berkembang seperti Indonesia disebabkan angka
kematian tinggi setiap tahunnya. Penyebab utama diduga adanya infeksi
oleh HPV serta keterlambatan diagnosa pada stadium lanjut, stasus sosial
ekonomi yang rendah dan keterbatasan sumberdaya alam. pada saat yang
sama, kejadian kanker serviks mulai menurun di seluruh dunia. Hal ini
dikarenakan kesadaran dalam melakukan deteksi dini seperti pap smear,
sehingga jika mengetahui adanya kanker bisa menentukan pilihan
pengobatan yang tepat sehingga bisa mengurangi angka kematian. Selain
itu dapat dicegah dengan pemberian vaksin pada usia 12-13 tahun. Karena
kanker biasanya terjadi pada usia 30-39 tahun.
Kejadian kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup dari
penderitanya dan keluarganya serta juga akan sangat mempengaruhi sektor
pembiayaan kesehatan oleh pemerintah. Oleh sebab itu peningkatan upaya
penanganan kanker serviks, terutama dalam bidang pencegahan dan
deteksi dini sangat diperlukan oleh setiap pihak yang terlibat.
B. Saran
Seorang perawat kesehatan harus bertanggungjawab dalam
memberikan asuhan keperawatan secara profesional, maka dalam
memberikan pelayanan atau asuhannya harus selalu memperhatikan
manusia sebagai makhluk yang holistik, yaitu makhluk yang utuh atau
menyeluruh yang terdiri atas unsur biologis, psikologis, sosial, dan
spiritual. Seorang perawat juga harus menggunakan pendekatan
pemecahan masalah yang komprehensif melalui proses keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi. Asuhan keperawatan pada pasien
kanker serviks juga meliputi pemberian edukasi dan informasi kepada
pasien guna untuk meningkatkan pengetahuan klien dapat mengurangi
kecemasan serta ketakutan klien.
32
DAFTAR PUSTAKA
DESTRIANI, S. N., MARYANI, D., & HIMALAYA, D. (2022). Faktor-Faktor
Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat
(Iva) Pada Wanita Usia Subur (Wus) Di Puskesmas Kemumu Tahun
2022. Journal Of Midwifery, 10(2), 137-141.
Damayanti, I. P. (2013). Factors Associated with Cervical Cancer Incidence Arifin
Achmad Hospital in Pekanbaru Year 2008-2010. Jurnal Kesehatan
Komunitas, 2(2), 88-93.
Khairunnisa, P., Ronoatmodjo, S., & Prasetyo, S. (2023). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Perempuan Melakukan Pemeriksaan Dini Kanker Serviks: A
Scoping Review. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia, 6(2), 75-80.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.01.07/Menkes/349/2018 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran :
Tata Laksana Kanker Serviks
Novalia, V. (2023). Kanker Serviks. GALENICAL: Jurnal Kedokteran Dan
Kesehatan Mahasiswa Malikussaleh, 2(1), 45-56.
Nasional, K. P. K. (2018). Panduan penatalaksanaan kanker serviks. Kemenkes RI,
1-7.
PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018) Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
33