Kelompok 10 - Kanker Serviks

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH KELOMPOK 10

INTERRETASI DIAGNOSTIK KLINIK


PENYAKIT KANKER
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester
Dosen Pengampu: Dr. Delina Hasan, Apt., M.Kes.

Disusun Oleh:
1. Indah Ayu Pratiwi (11181020000009)
2. Puspa Rustiana Ningtias (11181020000053)
3. Achmad Majid Muslich (11181020000055)
4. Aji Wahyu Sejati (11181020000095)
5. Afifah Nurnishrina Azzahra (11181020000104)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
APRIL/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan yang Maha Esa, yang telah memberikan
karunia-Nya sehingga kami dapat hidup hingga saat ini. Tak lupa kami panjatkan
salawat serta salam kepada Nabi besar kita, Muhammad SAW, yang telah
membawa kita dari zaman kebodohan hingga zaman yang penuh ilmu seperti
sekarang ini. Dengan banyaknya ilmu, kami dapat menyelesaikan tugas makalah
mengenai “INTERPRETASI DIAGNOSTIK KLINIK PENYAKIT KANKER”
untuk memenuhi tugas Pengganti Ujian Tengan Semester Genap.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Kami memohon maaf apabila terdapat kesalahan di dalam makalah ini
karena kami selaku manusia biasa yang tak luput dari kata sempurna. Semoga
dengan adanya pembelajaran ini, kami dapat memperbaiki setiap kesalahan yang
ada. Sekian dari kami, terima kasih.

Tangerang , April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penulisan 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Pengetian Kanker dan Kanker Servik 3
2.2 Patofisiologi Kanker Servik 3
2.3 Etiologi Kanker Servik 4
2.4 Epidemiologi Kanker Servik 5
2.5 Manisfestasi Klinik Kanker Servik 6
2.6 Penatalaksanaan Pengobatan Kanker Servik 6
2.6.1 Diagnosa Kanker Servik 6
BAB III PEMBAHASAN 19
3.1 Hasil Lab 19
BAB IV PENUTUP 32

DAFTAR PUSTAKA 34

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker leher rahim (serviks) merupakan ancaman penyakit yang
menakutkan bagi wanita. Penyakit ini disebabkan oleh Human Papilloma
Virus (HPV) yang ditularkan melalui hubungan seksual, dan faktor resiko lain
seperti perilaku seksual, kontrasepsi, nutrisi, dan rokok.
Sampai saat ini, kanker mulut rahim masih merupakan masalah kesehatan
perempuan di Indonesia sehubungan dengan angka kejadian dan angka
kematiannya yang tinggi. Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut,
keadaan umum yang lemah, status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan
sumber daya, keterbatasan sarana dan prasarana, jenis histopatologi, dan
derajat pendidikan ikut serta dalam menentukan prognosis penderita. Kanker
mulut rahim adalah kanker terbanyak kelima pada wanita di seluruh dunia.
Penyakit ini banyak terdapat pada wanita Amerika Latin, Afrika, dan negara-
negara berkembang lainnya di Asia, termasuk Indonesia. Pada wanita-wanita
Suriname keturanan Jawa, terdapat insidensi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan keturunan etnis lainnya. Kanker mulut rahim di negara-negara maju
menempati urutan keempat setelah kanker payudara, kolorektum, dan
endometrium. Sedangkan di negara-negara sedang berkembang menempati
urutan pertama. Di negara Amerika Serikat, kanker mulut rahim memiliki Age
Specific Incidence Rate (ASR) yang khas, kurang lebih 20 kasus per 100.000
penduduk wanita per tahun.
Kanker serviks merupakan suatu keganasan yang disebabkan oleh adanya
pertumbuhan sel-sel epitel serviks yang tidak terkontrol. Berdasarkan data dari
World Health Organization (WHO) pada tahun 2012, kanker serviks
merupakan jenis kanker keempat yang paling sering ditemukan pada wanita.
Sebanyak 528.000 kasus baru dan 266.000 kematian ditemukan di seluruh
dunia dan lebih dari 85% berasal dari negara berkembang termasuk Indonesia
(WHO, 2013)

1
1.2 Tujuan
1. Untuk memenuhi nilai UTS pada mata kuliah Interpretasi Diagnostik
Klinik
2. Untuk mengetahui lebih dalam tentang penyakit kanker serviks

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penyakit Kanker

Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel


jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Dalam perkembangannya,
sel-sel kanker ini dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga dapat
menyebabkan kematian. Sel-sel abnormal ini terus bertumbuh dengan tidak
terkendali yang membawa resiko tinggi.

Kanker serviks merupakan kanker yang letaknya itu di serviks. Serviks


merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan
berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum. Kanker leher
rahim adalah tumor ganas/karsinoma yang tumbuh di dalam leher
rahim/serviks, yaitu suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang
merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak antara rahim (uterus)
dengan liang senggama (vagina). Salah satu penyebab utama kanker serviks
adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV).

2.2 Patofisiologi Penyakit Kanker

Jaringan pada alat kelamin wanita terkhusus leher rahim memiliki


jaringan yang mengandung sel-sel yang aktif terus membelah, dengan
karakteristik besar dan bentuk yang sama. Mitosis adalah pembelahan satu
sel menjadi dua sel, pada kondisi normal pembelahan terjadi teratur dan
terjaga. Akan tetapi, jika terdapat kejanggalan (abnormalitas) pembelahan
dan pertumbuhan sel akan memicu timbulnya sel kanker. Jaringan pada
lapisan epitel serviks akan mengalami pembelahan sel yang abnormal
sehingga munculah sel kanker.

Sel kanker tersebut akan melewati tiga langkah perkembangan, yaitu


insisi, promosi, dan progresi. Insisi (tahap awal) dimulai dengan sel- sel yang
normal lalu mengadakan kontak dengan karsinogen yaitu radiasi, bahan

3
kimia, obat, dan virus (human papilloma virus). Karsinogen tersebut
menyebabkan kerusakan genetik yang ireversibel dan proses ini disebut
mutasi atau perubahan.

Promosi (tahap kedua) dapat berlangsung selama beberapa tahun.


Faktor- faktor promotor yaitu rokok, penyalahgunaan alkohol, dan komponen
makanan secara terus menerus memengaruhi sel- sel yang sudah mengadakan
mutasi atau perubahan. Faktor- faktor promotor tersebut menambah
perubahan struktur sel, sehingga kecepatan mutasi spontan juga bertambah
menyebabkan jumlah peningkatan sel- sel tidak normal. Pada progresi (tahap
akhir), terjadi pertumbuhan yang tidak terkendali dari tumor malignan yang
dapat bermetastasis.

Perkembangan kanker serviks ini berawal dari terjadinya lesi


neoplastik pada lapisan epitel serviks, dimulai dari Neoplasia Intraepitel
Serviks (NIS) 1, NIS 2, NIS 3 atau karsinoma in situ (KIS). Selanjutnya
setelah menembus membrana basalis akan berkembang menjadi karsinoma
mikroinvasif dan invasive, yang biasa kita kenal dengan istilah kanker
serviks.

Berikut bagan patofisiologi Kanker Serviks

2.3 Etiologi Penyakit Kanker

Terdapat beberapa tahapan penyakit karsinoma serviks, dimulai dengan


karsinogenesis awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga menjadi
kanker invasif. Teori epidemiologi mengatakan lebih dari 90% kanker

4
serviks berkaitan dengan human papiloma virus (HPV) (Rini, 2009). Menurut
kementerian kesehatan, virus HPV ini merupakan penyebab kanker serviks,
walaupun terdapat beberapa bukti bahwa ditemukan wanita yang lebih tua
terkena dengan kanker serviks dengan HPV negatif. HPV diketahui menjadi
faktor inisiator kanker serviks. Penyebab terjadi keganasan ialah onkoprotein
E6 dan E7 yang berasal dari HPV. Onkoprotein E6 mengikat p53 sehingga
TSG (Tumor Supressor Gene) p53 tidak berfungsi. Sedangkan Onkoprotein
E7 mengikat TSG Rb yang akan menyebabkan terlepasnya E2F yang menjadi
faktor transkripsi sehingga siklus sel berjalan tanpa kontrol ( (Rini, 2009).

2.4 Epidemiolgi Penyakit Kanker


Menurut WHO pada tahun 2012, diperkirakan terdapat 530.000 kasus baru
di seluruh dunia. 270.000 lebih perempuan meninggal dunia tiap tahunnya
akibat penyakit ini, dan angka kematian penyakit ini lebih dari 85% terjadi di
negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah termasuk Indonesia (Rio,
2017). Sedangkan di wilayah ASEAN, kasus penyakit kanker serviks di
singapura 25,0 pada ras cina: 17,8 pada ras melayu dan thailand 23,7 per
100.000 penduduk (Rasjidi, 2009).
Berdasarkan GLOBOCAN 2012, kanker serviks berada pada urutan ke-7
secara global dalam segi angka kejadian dan urutan ke-8 penyebab kematian
sebanyak 3,2%. Kanker serviks menempati peringkat tertinggi di negara
berkembang dan urutan ke 10 di negara maju dan urutan ke 5 secara global. Di
Indonesia kanker serviks menempati urutan kedua dari 10 kanker terbanyak
menurut hasil data patologi anatomi tahun 2010 dengan insiden sebesar 12,7%
(Kemkes, T.T)
Departemen Kesehatan RI memperkirakan 90-100 kasus wanita baru
penderita kanker per 100.000 penduduk dan 40 ribu kasus kanker serviks baru
tiap tahunnya. Penyakit ini sangat membebani pasien penderita kanker karena
disamping proses penyembuhan yang tergolong sulit, iaya yang dibutuhkan
sangat besar. Sehingga perlu upaya penanganan penyakit kanker serviks
secara serius, seperti pencegahan dan pendeteksian dini merupakan hal yang
sangat diperlukan bagi setiap pihak yang terlibat (Kemkes, T.T).

5
2.5 Manifestasi Klinik Penyakit Kanker
Pada tahap permulaan kanker, sudah menimbulkan perdarahan melalui
vagina, misalnya:
1) Setelah melakukan koitus atau perdarahan menstruasi lebih banyak
atau timbul perdarahan menstruasi lebih sering.
2) Timbul perdarahan diantara siklus menstruasi
3) Apabila kanker sudah berada pada stadium lanjut bias terjadi
perdarahan spontan dan nyeri pada rongga panggul.
4) Keluhan dan gejala akibat bendungan kanker penderita mengalami
halangan air.
5) Sembab anggota tengah karena penekanan pembuluh darah balik.
6) Nyeri pada pinggang bagian bawah.
7) Keluar keputihan atau cairan encer dari kelamin wanita
8) Perdarahan sesudah menopause

2.6 Penatalaksanaan Penyakit Kanker


2.6.1 Diagnosa
Diagnosis ditegakkan atas atas dasar anamnesis, pemeriksaan
klinik.

A. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik (penjelasan dan tata


laksana)
(1) Pap smear
Pemeriksaan Pap Smear adalah salah satu metode pemeriksaan
skrining kanker serviks yaitu dengan pengambilan apusan sel epitel
serviks yang akan diperiksa .memakai mikroskop untuk
mendeteksi lesi prakanker dan kanker serviks.
Tata Laksana Pap Smear :
 Berbaring dengan kaki terbuka lebar
 Pemeriksaan bagian luar vagina, petugas akan melakukan
pemeriksaan pada bagian luar vagina, yang mencakup bagian luar

6
vulva dan labia. Pengecekan bagian labia dilakukan untuk
pemeriksaan tahap selanjutnya.
 Memasukkan speculum untuk membuka dinding vagina
 Pengambilan jaringan, setelah speculum telah terpasang dengan
benar, langkah selanjutnya yang dilakukan petugas medis adalah
mengambil sampel jaringan. Dimulai dari mulut rahim bagian luar
(ektoserviks). Pengambilan sampel dilakukan dengan
menggunakan alat sejenis spatula khusus.
 Lalu pengambilan sampel dilanjutkan ke bagian yang lebih dalam,
yaitu bagian saluran mulut rahim dan bagian dalam rahim. Untuk
proses ini, digunakan alat yang bernama Cytobrush, alat yang
berbentuk seperti sikat yang menyerupai sapu kecil.

(2) Inspeksi visual asam asetat


Kelainan serviks yaitu lesi prakanker masih dapat diobati
secara langsung tanpa harus menunggu hasil laboratorium yaitu
dengan metode Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA).
Pengobatan dilakukan melihat keadaan mulut rahim dengan mata
telanjang kemudian lakukan pengolesan serviks dengan asam asetat
5%, tunggu sekitar sepuluh detik. Amati perubahan yang terjadi
dengan perubahan warna menjadi putih pada serviks yang
menandakan adanya lesi prakanker serviks. Metode IVA ini
memiliki keuntungan yaitu cepat, mudah dilakukan, biaya yang
murah, sederhana, tidak menimbulkan nyeri yang berlebihan, dan
tidak perlu menunggu hasil dalam waktu yang lama.

(3) Inspeksi visual lugoliodin


Inspeksi visual lugol iodin (VILI): Jenis pemeriksaan ini
menggunakan iodine dan gambaran hasil hampir sama dengan
pemeriksaan IVA, namun saat ini belum cukup sering digunakan.
 Prosedur : Pemulasan leher rahim dapat dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang terlatih (bidan, dokter dan perawat)

7
 Kelebihan : · Mudah dan murah · Hasil didapat dengan
segera · Sarana yang dibutuhkan sederhana · Dapat
dikombinasi dengan tatalaksana segera lainnya yang cukup
dengan pendekatan sekali kunjungan (single visit approach)
 Kekurangan : · Spesifitas rendah, sehingga berisiko
overtreatment · Tidak ada dokumentasi hasil pemeriksaan ·
Tidak cocok untuk skrining pada perempuan pasca
menopause · Belum ada standarisasi · Seringkali perlu
training ulang untuk tenaga kesehatan
 Status : · Belum cukup data dan penelitian yang
mendukung, terutama sehubungan dengan efeknya terhadap
penurunan angka kejadian dan kematian kanker leher
Rahim. Saat ini hanya direkomendasikan pada daerah
proyek

(4) Test DNA HPV (genotyping / hybrid capture)


Tes HPV DNA merupakan suatu metode skrining dengan
menggunakan alat khusus untuk mengambil spesimen cairan di
sekitar ostium serviks. Indikasi pemeriksaan ini adalah kelompok
risiko tinggi paparan terhadap infeksi HPV. Teknik pemeriksaan
HPV DNA adalah dengan mengambil sampel dari bagian atas
vagina dan ostium serviks. Selanjutnya memasukkan sampel
tersebut ke dalam wadah khusus yang telah berisi cairan pengawet.
Proses berikutnya adalah melakukan pemeriksaan non amplifikasi
dengan metode hibridisasi in situ atau pemeriksaan amplifikasi
dengan polymerase chain reaction(PCR), ligase chain reaction
(LCR) dan hybrid capture (HC). Telah dikembangkan pula suatu
program yang mengkombinasikan pemeriksaan LBC dan HPV
DNA (program co-testing) untuk skrining kanker serviks pada
wanita umur di atas 30 tahun.Terdapat banyak bukti yang
menunjukkan bahwa skrining dengan sitologi dan HPV DNA
meningkatkan sensitivitas deteksi prevalensi CIN 3 atau kanker

8
invasif dalam hal frekuensi jarak skrining dibandingkan
pemeriksaan sitologi tunggal. Mengacu pada bukti ilmiah tersebut,
terdapat peningkatan sensitivitas dengan metode kombinasi ini dan
interval skrining yang lebih lama dibandingkan pemeriksaan
sitologi tunggal Pemeriksaan HPV DNA adalah prosedur
pemeriksaan yang dilakukan pada wanita untuk mendeteksi infeksi
HPV (human papilloma virus) tipe risiko tinggi. Infeksi HPV tipe
risiko tinggi dapat memicu perubahan dalam sel serviks dan dapat
berubah menjadi kanker serviks atau jenis kanker lainnya, seperti
vagina dan anus.
Pemeriksaan HPV DNA dilakukan dengan memeriksa
materi genetik (DNA) HPV pada sel serviks. Prosedur pemeriksaan
ini hanya untuk mendeteksi tipe HPV yang berisiko tinggi dan
tidak digunakan untuk mendiagnosis gangguan kesehatan yang
disebabkan tipe HPV berisiko rendah.
Pemeriksaan HPV DNA memiliki tujuan yang sama dengan
prosedur pap smear, yaitu mendeteksi adanya kanker serviks secara
dini. Pemeriksaan HPV DNA dapat dilakukan bersama pap smear
sebagai pemeriksaan penyaring kanker serviks. Pemeriksaan HPV
DNA sebaiknya dilakukan secara rutin setiap 3-5 tahun sekali.
Pemeriksaan HPV DNA ini memiliki beberapa tujuan :
1) Mendeteksi kelainan sel serviks dan infeksi HPV pada wanita usia
30 tahun ke atas. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan bersamaan
dengan prosedur pap smear.
2) Mendeteksi lebih lanjut keberadaan HPV tipe berisiko tinggi pada
pasien dengan hasil pap smear yang menunjukkan sel serviks
abnormal. Jika pemeriksaan HPV menunjukkan adanya HPV tipe
berisiko tinggi, maka dokter mungkin akan menganjurkan
pemeriksaan lebih lanjut.
3) Membantu memeriksa sel-sel serviks abnormal setelah
pengobatan terhadap infeksi HPV berisiko tinggi.
Tata laksana HVA :

9
1. Pasien akan berbaring secara terlentang diatas meja pemeriksaan
dengan posisi lutut tertekuk serta tungkai terangkat dan disangga
dengan penyangga. Posisi ini memungkinkan dokter untuk
memeriksa vagina dan daerah genital pasien.
2. Secara perlahan dokter akan memasukkan alat yang disebut
spekulum kedalam vagina. Spekulum akan membuka dinding
vagina, sehingga memungkinkan dokter memeriksa bagian dalam
vagina dan leher rahim. Pasien akan merasakan sedikit tekanan di
daerah panggul ketika spekulum dimasukkan.
3. Dengan menggunakan peyeka kapas atau sikat lembut, dokter akan
mengambil sampel sel dari leher rahim dan sampel sel dari bagian
dalam saluran endoserviks (bagian pembukaan serviks).
4. Sampel tersebut akan ditempatkan didalam tabung, kemudian
dikirim ke laboratorium dan dianalisa, untuk melihat apakah sel
mengandung materi genetik dari tipe HPV yang dapat
menyebabkan kanker serviks

B. Pemeriksaan Penunjang (penjelasan dan tata laksana)

Pemeriksaan klinik ini meliputi inspeksi, kolposkopi, biopsi


serviks, sistoskopi, rektoskopi, USG, BNO -IVP, foto toraks dan bone
scan , CT scan atau MRI, PET scan. Stadium kanker serviks
didasarkan atas pemeriksaan klinik oleh karena itu pemeriksaan harus
cermat kalau perlu dilakukan dalam narkose. Stadium klinik ini tidak
berubah bila kemudian ada penemuan baru. Kalau ada keraguan dalam
penentuan maka dipilih stadium yang lebih rendah.

(1) Kalposkopi
Kolposkopi merupakan alat untuk memeriksa vagina dan serviks
dengan menggunakan mikroskop binokuler. Kata kalposkopi diambil
dari bahasa Yunani, yaitu kolpos yang berarti lipatan atau cekungan dan
skope yang berarti memeriksa. Kolposkop merupakan instrument
endoskopik yang digunakan untuk memeriksa epitel serviks dan vagina
secara in Vivo dengan menggunakan pencahayaan dan pembesaran

10
yang cukup. Objek pemeriksaan kolposkopi yang utama adalah serviks,
tetapi dapat diperluas sampai vulva dan vagina. Tujuan awal
pemeriksaan kolposkopi adalah mendeteksi secara dini kanker serviks,
karena perubahan permukaan epitel dan pola vaskularisasi serviks akan
lebih jelas terlihat pada pemeriksaan kolposkopi. Fungsi kolposkopi
tidak hanya untuk mendeteksi dini kanker serviks, tetapi berkembang
untuk mendeteksi lesi pra kanker dan beberapa lesi inflamasi akibat
infeksi menular seksual di traktus genitalis wanita bagian bawah.

Adapun untuk Indikasi pemeriksaan kolposkopi secara umum adalah :

1) Evaluasi wanita dengan abnormalitas pada pemeriksaan pap


smear, tanpa lesi yang tampak pada vagina atau serviks.
2) Adanya sel radang yang persisten walaupun dengan pengobatan
yang adekuat.
3) Adanya sel yang mengalami keratinisasi pada epitel serviks.
4) Wanita dengan pendarahan pasca coitus, metrorhagia dan
pendarahan pasca menopause.
5) Pemeriksaan dengan tanpa alat menunjukkan serviks dan vagina
yang tidak sehat, dicurigai adanya keganasan, khususnya setelah
hasil pengolesan asam asetat yang positif.
6) Evaluasi pada wanita squamous intraepithelial lesion (SIL)
7) Wanita dengan lesi pada serviks, vulva dan vagina berupa
kondilomata akuminata, polip, dan ulkus
8) Evaluasi pre operatif wanita yang didiagnosa kanker serviks
stadium I A atau B
9) Evaluasi wanita yang terpapar diethylstilbestrol (DES).
 Penatalaksanaan kolposkopi :

Pemeriksaan kolposkopi diawali dengan memberikan penjelasan


kepada pasien. Penjelasan yang lengkap mengenai pemeriksaan
kolposkopi merupakan bagian yang penting dari pemeriksaan
kolposkopi seperti mendapatkan informasi yang cukup mengenai
prosedur pemeriksaan, tujuan pemeriksaan, kemungkinan hasil
pemeriksaan dan kemungkinan adanya penyulit yang ditemukan saat

11
pemeriksaan dilakukan. Perlu juga dijelaskan, bahwa apabila
ditemukannya adanya indikasi, beberapa tindakan yang menyertai
pemeriksaan kolposkopi seperti pengambilan sekret vagina, sekret
serviks, biopsi, kuret endoservik dan pengambilan foto dapat
dilakukan. Penderita kemudian diminta mendatangani surat
persetujuan tindakan medis.

Sebelum pemeriksaan kolposkopi, perlu dilakukan pemeriksaan


genetalia eksterna, kulit perianal dan vestibulum. Pemeriksaan dapat
dilakukan tanpa alat bantu, tetapi dapat juga dilihat dengan
menggunakan kolposkopi pembesaran 6 kali (4-10 kali).

Selanjutnya, spekulum dimasukkan ke dalam vagina dan


diletakkan di depan serviks. Spekulum dibuka dengan hati-hati
sehingga serviks terlihat ditengah, diantara sisi anterior dan posterior
spekulum. Pemeriksa menilai adanya sekret serviks-vaginal, dan
kelainan lain yang tampak. Apabila sekret terlalu banyak, sehingga
menutupi lapangan pandang, sekret dapat dibersihkan. Jika diperlukan,
pengambilan hapusan sekret untuk penapisan atau penegakan
diagnosis dilakukan pada tahap ini.

Langkah berikutnya adalah aplikasi cairan normal salin pada


servik, hal ini berguna untuk memeriksa ketidak normalan pada
permukaan servik dan memperjelas detail kapiler di permukaan servik.
Selanjutnya dilakukan aplikasi asam asetat dengan menggunakan
larutan berkonsentrasi 3-5%. Tetapi yang lebih sering digunakan
adalah larutan berkonsentrasi 5%. Asam asetat diaplikasikan sampai
menutupi seluruh permukaan servik, termasuk ostium eksternum.
Epitel yang atipikal akan menghasilkan warna putih, yang disebut efek
acetowhitening sehingga dapat dibedakan dengan epitel normal yang
berwarna merah muda. Munculnya warna putih karena aplikasi asam
asetat pada area yang tidak normal merupakan salah satu dasar
pemeriksaan kolposkopi

(2) Biopsi serviks

Apabila hasil tes pap smear yang telah dikonfirmasi dengan


pemeriksaan kolposkopi menunjukkan adanya sel abnormal dan lesi,
maka tahapan selanjutnya ialah biopsi. Biopsi merupakan pengambilan
sedikit jaringan serviks untuk dilakukan penelitian oleh ahli patolog.
Biopsi dilakukan di daerah yang abnormal jika sambungan skumosa-

12
kolumnar (SKK) yang terlihat seluruhnya oleh pemeriksaan
kolposkopi (Ekasari, Y 2015).

Dilakukannya biopsi bertujuan untuk melengkapi hasil pap smear.


Adapun teknik yang dilakukan pada biopsi ialah punch biopsy yang
tidak memerlukan anastesi dan teknik cone biopsy yang memerlukan
anastesi. Biopsi dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada pada
kanker serviks. Adapun jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal
servikal. Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi
merupakan kanker invasif atau hanya tumor (Darmawati, D 2010).

 Tata Laksana Biopsi:


1) Pasien diminta untuk berbaring di tempta tidur khusus
dengan posisi kaki berada di atas penyangga.
2) Dokter memberikan bius lokal. Diberikan bius total jika
menjalani biopsi keurucut
3) Alat bernama spekulum dimasukkan ke dalam vagina,
tujuannya agar vagina terbuka lebar saat biopsi dilakukan
4) Dokter membersihkan leher rahim dengan larutan cuka dan
air
5) Serviks dioleskan dengan yodium, atau disebut tes schiller,
yang bertujuan untuk menentukan jaringan serviks yang
abnormal
6) Bebrapa kasus, biopsi dilakukan bersamaan dengan
kolposkopi jika hasil pap smear menunjukkan adanya
ketidaknormalan.

(3) Sistoskopi

Sistoskopi merupakan salah satu tes medis dengan memeriksa


bagian dalam kandung kemih dan uretra menggunakan alat tabung
tipis berlensa atau disebut sistoskop. Dengan memasukkan alat
tersebut secara perlahan melalui uretra ke dalam kandung kemih, maka
alat tersebut dapat memperlihatkan daerah uretra dan kandung kemih

13
yang tidak dapat terlihat saat pemindaian x-ray. Penggunaan uji ini
dapat membantu dokter untuk mengambil sampel jaringan atau sampel
urine yang diperlukan (Samiadi, L t.t).

 Tata Laksana Sistoskopi:

Adapun sistoskopi merupakan tes yang dilakukan saat pasien


tersadar, umumnya diberikan obat penenang untuk relaksasi. Adapun
prosesnya ialah, pasien akan diminta untuk menggunakan pasien
operasi, kemudian bukaan uretra dan area kulit disterilkan. Kemudian
ujung uretra diberikan jel yang berfungsi sebagai anastesi lokal.
Kemudian dokter akan mendorong sistoskop perlahan ke dalam
kandung kemih. Prosedur ini akan berlangsung singkat antara 5-10
menit apabila dokter hanya ingin melihat bagian dalam kandung
kemih. Apabila dilakukan biopsi dari dinding kandung kemih, maka
akan berlangsung lama (Samiadi, L t.t). Adapun pemeriksaan
sistoskopi digunakan bagi penderita kanker serviks dengan stadium
IB2 atau lebih (Kemkes, t.t)

(4) Rektoskopi

Rektoskopi merupakan metode endoskopi yang ditujukan pada


pemeriksaan diagnostik epitel rektum, dan terkadang bagian kolon
sigmoid. Alat yang digunakan yaitu rektoskop. Kemungkinan diagnosa
dengan bantuan rectoscopy memungkinkan untuk melakukan survei
terhadap intestin langsung pada kedalaman tiga puluh sampai tiga
puluh lima sentimeter dari anus. Metode ini sering digunakan karena
memiliki keakuratan yang tinggi dan tidak menyakitkan pasien.
Adapun pemeriksaan rektoskopi dapat digunakan bagi penderita
kanker serviks denan stadium IB2 atau lebih (Kemkes, t.t).

(5) USG

USG atau ultrasonografi adalah sebuah tes pemeriksaan yang


menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi untuk

14
menggambarkan kondisi organ-organ dalam tubuh. USG dapat
digunakan untuk mendeteksi perubahan organ, jaringan dan pembuluh
darah, sekaligus untuk mendeteksi massa abnormal, seperti tumor.
osis. USG transvaginal dapat menjangkau rahim, indung telur, vagina,
dan sekitarnya.

 Tata laksana USG transvaginal:


1) Dilakukan melalui vagian sehingga perlu dilakukan
pengosongan kandung kemih.
2) Pasien diarahkan untuk duduk di tempat yang telah disiapkan
3) Dokter akan memasukan alat bernama transduser ke dalam
vagina, yang sebelumnya telah dioleskan gel pelumas
4) Transduser dalam rahim akan menggambarkan keadaan
organ reproduksi.

(6) BNO IVP

BNO IVP adalah pemeriksaan radigrafi dari Tractus Urinarius


dengan pemberian zat kontras yang dimasukkan melalui vena sehingga
dapat menunjukkan fungsi ginjal dan dapat mengetahui apabila
terdapat kelainan - kelainan secara radiologis. Indikasi Pemeriksaan
BNO IVP diantaranya sebagai berikut :

 Keluhan nyeri dan panas pinggang ( Colic )


 Nefrolithiasis
 Nefritis
 Kingking atau kelainan kongenital
 Penurunan fungsi ginjal dan keganasan
 Tumor

 Tata laksana BNO IVP :

15
Pemeriksaan BNO-IVP (Buick Nier Over Zick Intravena
Pyelografi) dilakukan secara radiologis terhadap tractus
urinarius dengan menggunakan kontras media positif yang
disuntikkan melalui intravena. Untuk pemeriksaan BNO-IVP
dengan computer radiografi jenis pesawat rotgen yang
digunakan adalah jenis pesawat general X-ray unit dengan
kapasitas relatif besar, sehingga bisa mendapatkan faktor
exposi yang tepat dan gambaran radiografi yang optimal.

(7) CT Scan

Diagnosa penyakit kanker serviks dilakukan oleh para radiolog dan


dokter ahli. Peralatan radiologi untuk mendeteksi penyakit kanker
salah satunya adalah CT-Scan. CT-Scan memafaatkan kerja sinar X
untuk menghasilkan citra (image) tubuh manusia. CT-Scan ini hanya
berfungsi men-scanning bagian tubuh dengan irisan melintang maka
dari itu, teknologi komputer dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan
beberapa bentuk gambaran hasil CT-Scan seperti, gambaran
sagital,blok, diagonal dan juga bentuk 3 dimensi. Gambaran citra
kanker serviks hasil rekaman CT-Scan ini memerlukan ketelitian dan
ketepatan yang tinggi dalam membacanya, karena leher rahim (serviks
uteri) merupakan organ tubuh yang letaknya tersembunyi sehingga
sulit dideteksi dengan mata telanjang.

 Tata laksana CT-Scan :


1) Melepas benda-benda yag berbau logam yang melekat pada
tubuh
2) Pasien diberikan suntikan kontras untk mendapatkan citra
yang lebih baik
3) Pasien akan diminta untuk menahan nafas hingga 20 detik.
4) Menggunakan pakaian pemeriksaan CT-Scan dari Rumah
sakit.

16
5) Pasien dibaringkan dengan memfokuskan pemeriksaan CT-
Scan pada bagian yang dituju.
6) Pemeriksaan CT-Scan ini biasanya membutuhkan waktu 15-
45 menit tergantung pada bagian tubuh yang sedang dipindai.

(8) PET Scan

Positron emission tomography scan (PET scan) merupakan


metode visualisasi metabolisme tubuh menggunakan radioisotop
pemancar positron. Pencitraan dengan PET merupakan bentuk
pencitraan metabolik atau fungsional yang dapat memberi gambaran
serta mempelajari berbagai fungsi metabolik dalam tubuh pada tingkat
seluler. Alat ini berbeda dengan MRI atau CT Scan yang
mengidentifikasi patologi dan penyakit melalui pendeteksian dari
perubahan struktur ataupun anatomi di dalam tubuh. Pada PET-Scan,
aspek anatomi dan metabolik sekaligus masuk radar deteksi.
kemampuan deteksi alat ini mencakup semua aspek penting tentang
kanker seperti jenis, tingkat keganasan (stadium), lokasi, serta cara
rambat penyakit mematikan ini. Pencitraan pada PET scan dilakukan
dengan menggunakan zat kontras atau zat warna khusus yang dapat
dilacak keberadaannya di dalam tubuh (tracers) dan diserap oleh
beberapa jaringan atau organ.

Pada penatalaksanaan PET-Scan ini umumnya digunakan untuk


mendeteksi kanker stadium lanjut dan PET-Scan ini merupakan
pemeriksaan pencitraan pilihan yang perlu dilakukan sebelum memilih
tindakan operasi radikal. Metode ini dapat mendeteksi lokasi rekurensi
fokal bahkan jika tidak terlihat pada pencitraan konvensional, dapat
melihat rekurensi penyakit dari luka bekas operasi.

Meskipun informasi fisiologis yang diberikan oleh pencitraan PET


sangat berharga, terkadang kualitas data yang diperoleh buruk dan
resolusi spasial pencitraan dibatasi. Untuk itu, pemindaian PET sering
dikombinasikan dengan pencitraan CT, yang memungkinkan korelasi

17
antara pencitraan fungsional dan anatomi (" pencitraan hibrid "). Baru-
baru ini scanner PET-MRI telah tersedia meskipun penggunaannya
masih terbatas dan umumnya hanya ditemukan di pusat-pusat
akademik yang lebih besar, sering kali dalam pengaturan penelitian.

 Tata laksana PET-scan :

1. Pasien diberikan suntikan FDG (suatu radionuklida glukosa-based)


melalui jarum suntik
2. Perjalanan FDG melalui tubuh pasien memancarkan radiasi gamma
yang terdeteksi oleh kamera gamma, Setiap aktivitas kimia
abnormal mungkin merupakan tanda keberadaan tumor.
3. Sinar Gamma yang dihasilkan ketika sebuah positron dipancarkan
dari bahan radioaktif bertabrakan dengan elektron dalam jaringan.
Tubrukan yang dihasilkan tersebut menghasilkan sepasang foton
sinar gamma yang berasal dari situs tabrakan di arah yang
berlawanan dan terdeteksi oleh detektor sinar gamma yang berada
di sekitar pasien.
4. Detektor PET terdiri dari sebuah array dari ribuan kilau kristal dan
ratusan tabung photomultiplier (PMTS) diatur dalam pola
melingkar di sekitar pasien. Kilau kristal mengkonversi radiasi
gamma ke dalam cahaya yang dideteksi dan diperkuat oleh PMTS.

C. Diagnosis Banding
 Adenokarsinoma Endometrial
 Polip Endoservikal
 Chlamydia trachomatis atau Infeksi menular seksual lainnya
pada wanita dengan: Keluhan perdarahan vagina, duh vagina
serosanguinosa, nyeri pelvis Serviks yang meradang dan
rapuh (mudah berdarah, terutama setelah berhubungan
seksual)

18
BAB III

PEMBAHASAN

Penyakit kanker Serviks termasuk kedalam penyakit yang dapat dicegah


sejak dini karena memiliki fase prakanker yang cukup panjang. Pertumbuhannya
membutuhkan proses 3-20 tahun diawali dengan infeksi HPV (Human
papillomavirus) sampai menjadi kanker. Gejala dari kanker serviks ini tidak
terlihat sejak tahap awal (pra kanker) maupun kanker, oleh karenanya dibutuhkan
skrining rutin untuk mendeteksi adanya penyakit kanker serviks ini. Skrining rutin
yang biasa dilakukan berupa skrining sitologi serviks, pemeriksaan dilakukan
dengan metode Papanicolau (pap) smear. Pap smear ini tidak hanya berguna untuk
mendeteksi kanker serviks stadium rendah namun juga untuk mendeteksi lesi
prakanker yang dapat berkembang menjadi kanker yang mematikan.

Hasil pemeriksaan

(1) Pap smear

Metode skrining sitologi serviks dengan pemeriksaan Pap smear dilakukan


untuk memeriksa data kelainan sitologi serviks yang meliputi data normal smear,
proses keradangan, low grade intraepithelial lesion (LSIL), high grade
intraepithelial lesion (HSIL), carcinoma insitu, dan carcinoma invasive.

Salah satu penelitian yang dilakukan digunakan sampel dari 140 wanita
berusia antara 20-70 tahun yang mengikuti kegiatan pengabdian kepada
masyarakat. Peserta penelitian datang ke lokasi tanpa keluhan dan ingin
mengetahui status kesehatan organ kelamin mereka. Kriteria yang harus dipenuhi
adalah tidak sedang hamil, tidak sedang menstruasi, tidak melakukan hubungan
seksual 24 jam sebelum pengambilan pemeriksaan, dan bebas obat-obatan untuk
vagina selama 7 hari. Kemudian dilakukan pengambilan spesimen sitologi
serviks dan pemeriksaaan IVA. Spesimen sitologi serviks diperiksa dengan
metode Pap smear di Departemen Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas. Data yang terkumpul dianalisis berdasarkan presentase kejadian dari
hasil pemeriksaan Pap smear dan IVA.

19
Hasil pemeriksaan Pap-smear pada penelitian ini diantaranya :

1. Mendapat gambaran

a) Normal smear, yaitu tampak sebaran dan kelompok epitel squamous


superficial dan intermediate, sel berbentuk poligonal, inti kecil,
sitoplasma luas kemerah
b) Normal atropic smear, yaitu tampak sebaran sel epitel quamous basal
dan parabasal, sel berbentuk bulat dengan inti bulat
c) Negative intraepithelial lesion of malignancy (NILM), yaitu tampak
sebaran dan kelompok epitel squamous superficial dan intermediate di
antara sebaran luas sel radang Polymorphonuclear (PMN) dan
Mononuclear (MN), sel epitel superficial berbentuk poligonal, inti
kecil, sitoplasma luas kemerahan.

2. Adanya infeksi dari bakteri dan jamur yang menyebabkan keradangan


(NILM).

a) Infeksi bakteri vagina yaitu tampak sel squamous yang tertutup


oleh selapis bakt eri (clue-cells) yang mengabur- kan membran sel.
b) Infeksi Trichomonas vaginalis, tampak Trichomonas vaginalis
(dalam sitoplasma epitel superficialis), organisme berbentuk buah
seperti buah pear dengan inti terletak eksentrik, sitoplasma
eosinofilik bergranular.

20
c) Infeksi jamur, tampak spora jamur berbentuk bulat, berukuran kecil
dikelilingi oleh hallo yang jernih pada pewarnaan Papaniculaou,
tampak hifa berbentuk seperti batang, warna abu-abu.

3. Karakteristik lesi prakanker serviks low grade squamous intraepithelial


lession (LSIL) atau CIN I (displasia ringan) berdasarkan sistem bethesda.
Dinamakan (low grade squamous intraepithelial lession) karena
penanganannya hanya dengan melakukan pengamatan. Sedangkan untuk
CIN II (displasia sedang) dan CN III (displasia berat) digabungkan dalam
kategori high grade squamous intraepithelial lesion (HSIL) karena
penanganan lesi prakanker dilakukan dengan pembedahan.

Keterangan :

a. Spesimen servik normal

b. Spesimen CIN I

c. Spesimen CIN IISpesimen CIN III.

21
Kriteria klasifikasi Pap-smear dibagi menjadi 5 kelas :

Kelas Kategori Keterangan

I Normal Tidak ada sel atipic atau


abnormal

II NILM / sifat keradangan Gambaran sitologi


atipical, tetapi tidak ada
bukti keganasan

III LSIL Gambaran sitologi


dicurigai keganasan,
displasia ringan sampai
sedang

IV HSIL Gambaran sitoloogi


keganasan dijumpai
diplasia berat

V Carcinoma (ganas) Gambaran sitologi


keganasan

Metode Pap-smear dapat digantikan dengan IVA sebagai pendeteksi dini


seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Apabial sel dengan lesi prakanker
menghasilkan protein dalam jumlah yang banyak, ketika dioleskan dengan asam
asetat akan menimbulkan warna putih, sedangkan pada serviks normal tanpa lesi
prakanker warnanya tidak berubah. Pemeriksaaan Pap smear membutuhkan dokter
ahli patologi dan untuk mengetahui hasil pemeriksaan, pasien harus datang lagi 1-
2 minggu kemudian. Sedangkan, pemeriksaan IVA bisa dilakukan oleh dokter
umum, perawat atau bidan yang terlatih, dan tidak membutuhkan ahli
patologi.oleh karena itu, metode IVA sangat bermanfaat jika digunakan di daerah
terpencil karena bisa langsung mengetahui hasilnya.

22
(2) Inspeksi visual asam asetat

IVA adalah deteksi dini kanker serviks alternatif selain pap smear untuk
memeriksa daerah yang tidak bisa dijangkau oleh pap smear. IVA dilakukan dg
cara mengolesi serviks dg asam asetat untuk melihat tanda2 lesi pra kanker
(tahapan sel2 berubah menjadi sel2 buruk yang berpotensi menjadi sel2 kanker).
Hasil IVA dapat dilihat langsung saat itu juga shg dpt diambil keputusan cepat
mengenai penatalksanan nya. IVA memiliki akurasi yang sangat tinggi (90%)
dalam mendeteksi lesi pra kanker. Skrining seharusnya dilakaukan pada setiap
wanita minimal 1x pada usia 35-40 th, dan tiap 5th pada usia 35-55 th. Ideal dan
optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 th pd wanita usia 25-60 th.

Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila: hasil positif (+) adalah 1
th, dan bila hasil negatif(-) adalah 5 th. Kelebihan dari test yang menggunakan
asam asetat adalah test tersebut menggunakan teknik yang mudah, berbiaya
rendah dan tingkat sensitivitas tinggi.

HASIL IVA DAN PENATALAKSANAANYA

Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum untuk melihat langsung leher


rahim yang telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%. Jika ada perubahan
warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan
NEGATIVE, Sebaliknya jika leher rahim berubah warna menjadi merah atau
timbul flek putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan POSITIVE lesi atau
kelainan pra kanker.

23
Hasil Inspkesi VIA

(3) Inspeksi visual lugoliodin

Inspeksi visual lugol iodin (VILI): Jenis pemeriksaan ini menggunakan


iodine dan gambaran hasil hampir sama dengan pemeriksaan IVA, namun saat
ini belum cukup sering digunakan.

Prosedur : Pemulasan leher rahim dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan


yang terlatih (bidan, dokter dan perawat)

Kelebihan : · Mudah dan murah · Hasil didapat dengan segera · Sarana


yang dibutuhkan sederhana · Dapat dikombinasi dengan tatalaksana segera
lainnya yang cukup dengan pendekatan sekali kunjungan (single visit
approach)

Kekurangan : · Spesifitas rendah, sehingga berisiko overtreatment ·


Tidak ada dokumentasi hasil pemeriksaan · Tidak cocok untuk skrining
pada perempuan pasca menopause · Belum ada standarisasi · Seringkali
perlu training ulang untuk tenaga kesehatan

Status : · Belum cukup data dan penelitian yang mendukung, terutama


sehubungan dengan efeknya terhadap penurunan angka kejadian dan
kematian kanker leher rahim · Saat ini hanya direkomendasikan pada
daerah proyek

(4) Test DNA HPV (genotyping / hybrid capture) Inspeksi

Hasil pemeriksaan HPV DNA umumnya selesai 1-2 Minggu setelah


pemeriksaan. Ada dua jenis hasil pemeriksaan HPV DNA, yaitu negatif dan
positif.

1) Normal/negatif. Hasil pemeriksaan HPV DNA negatif menunjukkan


bahwa pasien tidak memiliki jenis HPV yang dapat menyebabkan
kanker.

24
2) Abnormal/positif. Hasil pemeriksaan HPV positif menunjukkan
bahwa pasien memiliki HPV tipe berisiko tinggi, yang berikatan
dengan kanker serviks. Hal ini bukan berarti bahwa pasien saat ini
sedang menderita kanker, namun hasil pemeriksaan dapat dijadikan
sebagai peringatan bahwa kanker serviks dapat muncul dikemudian
hari.

Ada beberapa tipe HPV yang sering dikaitkan dengan kanker serviks
antara lain : HPV 16, 18, ,31, 33, 35, 45, 52, dan 58.

(5) Kalposkopi
Pada pemeriksaan kolposkopi, pemeriksaan selayaknya dapat
membedakan temuan normal dan temuan abnormal yang didapatkan pada
pemeriksaan kolposkopi. Menurut Internasional Federation for Cervical
Pathology and Colposcopic Classification, temuan kolposkopik dapat
dibedakan menjadi :
1) Temuan kolposkopi normal. Untuk memahami temuan kolposkopi
yang normal, pengetahuan mengenai anatomi dan fisiologi serviks
penting untuk diketahui. Gambaran normal epitel skuamus
menunjukkan permukaan serviks dan vagina yang berwarna merah
muda dan halus. Epitel normal tidak berwarna putih pada pemeriksaan
asam asetat dan akan berwarna coklat setelah aplikasi Lugol kodim.
Dua gambaran pola pembuluh darah yang tampak pada epitel skuamus
asli adalah kapiler yang berbentuk retikuler/network-cappilaries atau
kapiler yang berbentuk jepit rambut/hair cappilaries.
2) Temuan kolposkopi abnormal. Temuan kolposkopi dikatakan
abnormal apabila epitel berwarna putih setelah aplikasi asam asetat,
adanya gambaran mozaic dan punctat, pada aplikasi iodin memberikan
hasil negatif, dan adanya gambaran pembuluh darah yang tidak teratur.
3) Gambaran kolposkopi mengarah ke kanker invasif. Tanda-tanda
kanker invasif pada pemeriksaan kolposkopi adalah permukaan tidak
teratur, terdapat ulserasi ataupun erosi, adanya perubahan

25
acetowhitening yang pekat, gambaran punctat dan mozaic yang luas
dan tidak teratur, pola pembuluh darah tidak teratur.

(6) Biopsi serviks

Jika di dalam serviks terlihat daerah abnormal, tindakan selanjutnya ialah


biopsi. Karena biopsi merupakan tindakan lanjutan dengan mengambil
sepotong kecil sampel jaringan dari daerah abnormal. Sampel tersebut dikirim
kepada ahli patologi untuk diteliti apakah daerah terebut merupakan pra-
kanker, kanker atau bukan keduanya (RS AWAL BROS, t.t).

Dokter menyebut hasil biopsi ialah pra-kanker sebelum menyebutnya


sebagai kanker. Istilah pra-kanker terdapat 3 variasi, yaitu CIN (cervical
intraepithelial neoplasia) yang memiliki 3 skala yang menunjukkan seberapa
jauh jaringan serviks terlihat abnormal. CIN 1 artinya hanya sebagian kecil
jaringan yang tidak berfungsi sehingga dianggap sebagai pra-kanker serviks
kurang serius. CIN 2 diartikan lebih banyak jaringan yang tidak berfungsi
yang dianggap sebagai pra-kanker serviks sedang. Sedangkan CIN 3 diartikan
bahwa seluruh jaringan tampak tidak berfungsi atau disebut pra-kanker serius
dan meliputi karsinoma insitu (RS AWAL BROS, t.t).

(7) Sistoskopi

Normal: uretra, kandung kemih, dan ureter terlihat normal. Tidak terdapat
polip atau jaringan abnormal lain, pembengkakan, pendarahan, penyempitan
atau masalah struktur lainnya (Samiadi, L t.t).

Abnormal: terdapat pembengkakan dan penyempitan pada uretra yang


diakibatkan oleh infeksi sebelumnya atau pembesaran prostat. Terdeteksi
adanya tumor dalam kandung kemih yang beresiko menjadi kanker, polip,
bisul, bebatuan, atau peradangan kandung kemih. Terlihat adanya
abnormalitas struktur saluran urinasi sejak lahir. Pada wanita terdeteksi
adanya keruntuhan organ panggul (Samiadi, L t.t).

(8) Rektoskopi

26
Untuk hasil pemeriksaan kanker serviks melalui rektoskopi yang hanya
dapat dilakukan pada penderita kanker serviks dengan stadium IB2 atau lebih
belum dapat kami temukan.

(9) USG

Untuk hasil pemeriksaan kanker serviks melalui USG Transvaginal akan


terlihat terjadi penebalan atau gumpalan pada leher rahim yang ditandai
dengan adanya warna hitam tebal pada hasil USG. untuk ukuran ketebalan
atau gumpalaan tersebut tergantungan pada sebesar apa sel kanker yang
terdapat dalam leher rahim.

(10) BNO-IVP

Untuk hasil dari pemeriksaan BNO IVP yang menggambarkan terjadinya


kanker serviks belum dapat kami temukan, karena tes ini lebih bertujuang
untuk mengetahui kelainan pada sistem perkemihan.

(11) CT- Scan

● CT-Scan Citra

27
● Stadium 1

Pada stadium 1 disebut sebagai stadium prakanker. Kanker


telah tumbuh lebih dalam ke leher rahim, namun belum menyebar
dan tidak terlalu nampak, kalaupun ada hanya berupa keputihan
berwarna merah muda. Pada stadium prakanker dapat diobati
dengan histeroktomi bahkan apabila pasien ingin memiliki anak
dapat dilakukan dengan metode cone biopsy. Dokter jarang sekali
menemukan stadium prakanker ini kecuali pada wanita yang sering
melakukan pemeriksaan dan pencegahan sehingga sel kanker tidak
menyebar secara lebih luas dan dapat membahayakan kesehatan.

● Stadium 2

28
Pada stadium 2, kanker telah tumbuh sampai ke leher rahim
dan rahim, tetapi belum mencapai dinding panggul atau bagian
bawah vagina. Gejala kanker mulai nampak, terutama pendarahan
ketika berhubungan seksual serta keluar keputihan yang tidak
biasa. Pada tahap ini, kanker belum menyebar ke kelenjar getah
bening atau tempat yang jauh. Ukuran kanker kurang dari 4 cm
yang dilakukan dengan radikal histerektomi atau dengan
melakukan radioterapi. Sedangkan untuk ukuran kanker yang
sudah melebihi 4 cm, dilakukan kemoterapi dan radioterapi yang
berbasis histerektomi, cisplatin atau juga yang berbasis cisplatin
dan histeroktomi. Dari beberapa kasus yang terjadi bahwa umur,
stadium, jenis histopatologi, serta kedalaman stroma yang diinvasi
sel kanker adalah faktor risiko yang berpengaruh terhadap
metastasis ke ovarium. Sehingga, pada penderita wanita berusia
muda yang menerima pengobatan histerektomi radikal masih bisa
untuk mempertahankan ovarium normal. Selain itu juga dengan
bedah kanker serviks akan meningkatkan kualitas hidup penderita
dan menyelamatkan mereka dari pemberian terapi pengganti
hormon.

● Stadium 3

29
Pada stadium 3, kanker telah menyebar ke bagian bawah
vagina atau dinding panggul, tetapi tidak ke kelenjar getah bening
di panggul. Tampak lesi inhomogen yang meliputi organ genitalia
interna terutama proyeksi serviks. Lesi tersebut tampak berbatasan
dengan dinding posterior bladder.

● Stadium 4

Pada stadium 4 kanker telah menyebar ke organ terdekat


atau bagian tubuh lainnya Tampak lesi inhomogen yang meliputi
organ genitalia interna terutama proyeksi serviks, tampak lesi
inhomogen pada parenkimal uteri.

Pada stadium 3 dan 4 merupakan stadium lanjut dimana dapat


diobati dengan menggunakan kemoterapi dan radioterapi yang berbasis
cisplatin. Bahkan pada stadium lanjut, dokter akan mempertimbangkan
dengan menggunakan kombinasi pengobatan dengan kemoterapi dan obat
oral. Sedangkan pada kesembuhan yang tidak memungkinkan adalah

30
dengan mengangkat atau menghancurkan sel kanker. Hal ini umum
dilakukan apabila pengobatan yang bersifat paliatif untuk mengurangi
gejala.

(12) PET-Scan

Hasil pemeriksaan kanker serviks dengan metode PET-Scan ini belum


dapat diketahui dengan jelas karena tidak terdapat jurnal yang meneliti tentang
metode ini dan scanner PET-MRI ini memang telah tersedia tetapi
penggunaannya masih terbatas dan umumnya hanya ditemukan di pusat-pusat
akademik yang lebih besar.

31
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel


jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Kanker serviks merupakan
kanker yang letaknya itu di serviks. Serviks merupakan sepertiga bagian bawah
uterus, berbentuk silindris, menonjol dan berhubungan dengan vagina melalui
ostium uteri eksternum. Menurut WHO pada tahun 2012, diperkirakan terdapat
530.000 kasus baru di seluruh dunia. 270.000 lebih perempuan meninggal dunia
tiap tahunnya akibat kanker serviks, dan angka kematian penyakit ini lebih dari
85% terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah termasuk
Indonesia. Departemen Kesehatan RI memperkirakan 90-100 kasus wanita baru
penderita kanker per 100.000 penduduk dan 40 ribu kasus kanker serviks baru tiap
tahunnya.

Salah satu penyebab utama kanker serviks adalah infeksi Human Papilloma
Virus (HPV). leher rahim memiliki jaringan yang mengandung sel-sel yang aktif
terus membelah, dengan karakteristik besar dan bentuk yang sama. pada kondisi
normal pembelahan terjadi teratur dan terjaga. Akan tetapi, jika terdapat
kejanggalan (abnormalitas) pembelahan dan pertumbuhan sel akan memicu
timbulnya sel kanker. Sel kanker tersebut akan melewati tiga langkah
perkembangan, yaitu insisi, promosi, dan progresi. Pada tahap permulaan kanker,
sudah menimbulkan perdarahan melalui vagina. Skrining rutin yang biasa
dilakukan berupa skrining sitologi serviks (pemeriksaan dengan metode pap-
smear) dan dengan metode IVA Inspeksi Visual dengan Asam Asetat. Metode pap
smear dilakukan dengan cara memeriksa data kelainan sitologi serviks yang
meliputi data normal smear, proses keradangan, low grade intraepithelial lesion
(LSIL), high grade intraepithelial lesion (HSIL), carcinoma insitu, dan carcinoma
invasive. Sedangkan metode IVA melihat keadaan mulut rahim dengan mata
telanjang kemudian lakukan pengolesan serviks dengan asam asetat 5%, tunggu

32
sekitar sepuluh detik. Amati perubahan yang terjadi dengan perubahan warna
menjadi putih pada serviks yang menandakan adanya lesi prakanker serviks.

4.2 SARAN
Karena penyakit kanker merupakan penyakit yang mematikan dan
membutuhkan biaya perawatan yang mahal, disarankan agar selalu menjaga
pola hidup terutama, dengan baik, menjaga pola makan dan lakukan
konsultasi dengan dokter jika mengalami gejala awal kanker yaitu
pendarahan. Jika kesulitan mendapatkan rumah sakit besar untuk berobat,
carilah klinik atau puskesmas dan tanyakan perihal skrining sitologi kanker
dengan metode IVA karena metode ini biasa digunakan di tempat layanan
kesehatan yang terpencil dan tidak memerlukan waktu yang lama untuk
menunggu hasil pemeriksaan.

33
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Kanker Leher Rahim (Serviks). Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.


Diakses melalui : https://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/

Anonim. Macam-Macam USG. Diakses melalui : https://www.medicelle.co.id/

Anonim. Tentang Kanker. Yayasan Kanker Indonesia. Diakses melalui


http://yayasankankerindonesia.org/

Darmawati, Darmawati. "Kanker Serviks Wanita Usia Subur." Idea Nursing


Journal 1.1 (2010): 09-13.

Desby, Juanda dan Hadrians, Kesuma. 2015. Pemeriksaan Metode IVA (Inspeksi
Visual Asam Asetat) untuk Pencegahan Kanker Serviks. Diakses dari :
ejournal.unsri.ac.id : Diakses pada : 27 April 2020 [13.39]

Ekasari, Y. (2015). DIAGNOSIS KANKER SERVIKS MENGGUNAKAN


MODELRECURRENT NEURAL NETWORK (RNN) BERBASIS
GRAPHICAL USER INTERFACE (GUI). Laporan. Universitas Negeri
Yogyakarta, diunduh dari http://eprints.uny.ac.id/17962/1/skripsi
%20Yunidhaekasari.pdf.

Indrawati, Lesse Maharsie. 2012. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Kanker


Servix Dengan Keikutsertaan Ibu Melakukan lV Test Di Kelurahan
Jebres Surakarta. Jurnal. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah.
Surakarta.

Kemenkes RI. 2016. Panduan Penatalaksanaan Kanker Serviks. Jakarta :


Kemenkes RI. Diakses melalui : http://kanker.kemkes.go.id/

Madadeta, S Gadis. 2016. Gambaran Dukungan Spiritual Perawat dan Keluarga


terhadap Pemenuhan Kebutuhan Spiritual Pasien Kanker Serviks.
Skripsi. Semarang : Universitas Diponegoro. Diakses melalui :
http://eprints.undip.ac.id/

Mahendra, I Nyoman Bayu. 2017. Obstetrik Ginekologi "Growth &


Development". Diambil dari : http://simdos.unud.ac.id. Diakses pada
25 April 2020 [15.05].

Mastutik, Gondo., dkk.2015. Skrining Kanker Serviks dengan Pemeriksaan Pap


Smear di Puskesmas Tanah Kali Kedinding Surabaya dan Rumah

34
Sakit Mawadah Mojokerto. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga :
Surabaya.

Murphy, Andrew ., Shetty, Aditya., dkk. 2005. Positron emission tomography.


Diakses melalui https://radiopaedia.org/articles/positron-emission
tomography?lang=us pada tanggal 26 April 2020 pukul 11.24 WIB

Primadiarti, Pedia dan Hans Lumintang. Peran Kolposkopi dalam Mendeteksi


InfeksiMenular Seksual. Fakultas kedokteran Universitas
Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo. Surabaya.
Diambil
dari:https://pdfs.semanticscholar.org/c48e/c13e551ac705eb2a11100d924
86e9d59c0 .pdf.Diakses pada 25 April 2020 [21.20].

Rasjidi, I (2009). Epidemiologi Kanker Serviks, Indonesian Journal Of Cancer,


3(7), 104.

Rini, L (2009). Analisa Faktor Penyebab Knker Serviks. Laporan. Universitas


Indonesia, diunduh dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/122893
S09049fk-Analisa%20faktor Literatur.pdf

Rio, S (2017). Persepsi Tentang Kanker Serviks dan Upaya Prevensinya pada
Perempuan yang Memiliki Keluarga dengan Riwayat Kanker, Jurnal
Kesehatan Reproduksi, 4(3), 1559-160.

RS AWAL BROS. (t.t). Pemeriksaan Kolposkopi dan Biopsi untuk


KankerServiks, diunduh dari http://awalbros.com/kebidanan-dan
kandungan/pemeriksaan-kolposkopi-dan biopsi-untuk-kanker-serviks/

Samiadi, L. (t.t). Sistoskopi, diunduh dari https://hellosehat.com/kesehatan/tes


kesehatan/sistoskopi/

Sepryanti, Desi. 2017. Analisa Stadium Kanker Serviks Menggunakan Citra CT


Scan. Diakses melalui http://repositori.usu.ac.id/ pada tanggal 25 April
2020 pukul 14.20 WIB

Suramana, Albert Imanuel Sue. 2018. Analisis Citra BNO IVP (Buickhnier
Overzicht Intra Venous Pyelography) dengan Computer Radiografi
di Rumah Sakit Umum H. Adam Malik Medan. Medan : Universitas
Sumatera Utara. Diakses melalui : http://repositori.usu.ac.id/

World Health Organization (WHO). 2013. Global Cancer Burden Rises TO 14.1
Million New Cases in 2012 : Marked increase in breasts cancers must
be addressed. Switzerland : WHO

35
Y,Mariliana. 2015. pemeriksaan visual berupa inspeksi visual dengan asam
asetat (IVA) serta inspeksivisual dengan lugol iodin (VILI). Diakses
dari : poltekkes mataram.ac.id . Diakses pada : 27 April 2020
[13.15]

36

Anda mungkin juga menyukai