Makalah 1
Makalah 1
Makalah 1
Lampiran Halaman
1: Deskripsi Kopi Arabika Varietas/Klon Sigarar Utang ...................... 31
2. Bagan Alur Proses Pelaksanaan Penelitian........................................ 33
3. Hasil Pengacakan............................................................................... 34
4. Hasil Analisis Kadar Air Menggunakan Cara Manual......................... 35
5. Hasil Analisis Penentuan Kopi Lolos Ayakan Menggunakan Cara
Manual............................................................................................... …38
6. Hasil Analisis Cacat Biji Menggunakan Cara Manual...................... 41
7. Hasil Analisis Berat Biji/100 g Menggunakan Cara Manual ............ 44
8. Hasil Olah Data Menggunakan SPSS................................................ 47
9. Tabel Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) 5%........................... ….49
10. Dokumentasi Penelitian..................................................................... 50
PENDAHULUAN
Mutu biji kopi berdasarkan nilai cacat yang dihitung dari contoh uji seberat
300 g. Jika satu biji kopi mempunyai lebih dari satu nilai cacat, maka penentuan
nilai cacat tersebut didasarkan pada bobot nilai cacat terbesar. Mutu fisik biji
memiliki peranan yang sangat penting dalam penerapan teknologi pasca panen
yang digunakan. Kriteria utama mutu fisik biji adalah ukuran biji, persentase biji
abnormal seperti biji gajah (elephant bean), biji hampa dan biji bulat (peaberries)
(Eskes & Leroy, 2004). Ukuran biji (bean size) memiliki peranan penting untuk
menghasilkan kopi sangrai yang baik, karena banyak konsumen meyakini bahwa
ukuran biji berkorelasi positif dengan kualitas, walaupun ukuran biji besar tidak
selalu menghasilkan citarasa kopi yang lebih baik daripada kopi yang berukuran
lebih kecil (Wintgens, 2004).
Menurut penelitian Alfina (2013), penilaian cacat biji dan kadar air dengan
menimbang 300 g biji kopi dan suhu 105oC dengan waktu 16 jam yaitu mutu kopi
sudah memenuhi persyaratan mutu umum yaitu bebas dari serangga dan bau
kapang, rata-rata sampel memiliki kadar air 10.73% atau di bawah 12%. Kadar air
maksimum 12.57% dan terendah 8.73%, kadar kotoran di bawah 0.5%.
Menurut Ramadhani (2019), semakin lama pengeringan (12 jam pada suhu
50oC dan 60oC), maka akan semakin baik penurunan kadar air biji kopi, karena
terjadi percepatan proses penurunan kadar air biji kopi. Pengeringan biji kopi
dilakukan dengan suhu antara 45oC–50oC sampai tercapai kadar air biji maksimal
sekitar 12,5%. Suhu pengeringan yang terlalu tinggi dapat merusak citarasa,
terutama pada kopi arabika. Pengeringan kopi robusta bisa diawali suhu yang
agak tinggi (sekitar 90oC) dalam waktu singkat (sekitar 20-24 jam).
2.5. Pengeringan
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air dari suatu bahan dengan
cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas sehingga dapat
memperlambat laju kerusakan produk akibat aktivitas biologi dan kimia. Tujuan
dari pengeringan adalah mengurangi kadar air dari bahan sampai batas dimana
mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan akan
terhenti, bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan lebih lama
(Riansyah, 2013).
Pengeringan merupakan salah satu cara dalam teknologi pangan yang
dilakukan dengan tujuan pengawetan. Manfaat lain dari pengeringan adalah
memperkecil volume dan berat bahan dibanding kondisi awal sebelum
pengeringan, sehingga akan menghemat ruang (Rahman dan Yuyun, 2005).
Pengeringan, keseimbangan kadar air menentukan batas akhir dari proses
pengeringan. Kelembapan udara nisbi serta suhu udara pada bahan kering
biasanya mempengaruhi keseimbangan kadar air. Pada saat kadar air seimbang,
penguapan air pada bahan akan terhenti dan jumlah molekul-molekul air yang
akan diuapkan sama dengan jumlah molekul air yang diserap oleh permukaan
bahan. Laju pengeringan amat bergantung pada perbedaan antara kadar air
bahan dengan kadar air keseimbangan (Siswanto, 2004).
Semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan
pangan semakin cepat pindah panas ke bahan pangan dan semakin cepat pula
penguapan air dari bahan pangan. Pada proses pengeringan, air dikeluarkan dari
bahan pangan dapat berupa uap air. Uap air tersebut harus segera dikeluarkan
dari atmosfer di sekitar bahan pangan yang dikeringkan. Jika tidak segera keluar,
udara di sekitar bahan pangan akan menjadi jenuh oleh uap air sehingga
memperlambat penguapan air dari bahan pangan yang memperlambat proses
pengeringan (Estiasih, 2009).
Pengeringan biji kopi dilakukan dengan suhu antara 45oC dan 50oC sampai
tercapai kadar air biji maksimal sekitar 12,5%. Suhu pengeringan yang terlalu
tinggi dapat merusak citarasa, terutama pada kopi arabika (Syakir, 2010).
Pengeringan kulit buah kopi ini menggunakan suhu pengeringan biji kopi
untuk memperkuat metode pengeringan bahwa pengeringan kopi sebaiknya
dilakukan pada suhu antara 50oC dan 55ºC, karena pada temperatur ini
perpindahan partikel air dan penguapannya berlangsung dengan baik. Suhu
pengeringan terlalu tinggi menyebabkan kerusakan pada permukaan biji kopi,
perpindahan partikel air didalam biji berakibat terhadap penurunan mutu biji
yang dikeringkan (Endri, 2013).
Suhu oven yang terlalu tinggi atau diatas 100oC menyebabkan kopi berubah
warna menjadi hitam dan kelihatan seperti terbakar. Walaupun kadar air
menurun cepat pada suhu oven yang tinggi, aroma kopi menjadi hilang dan
mutunya akan menurun (Sasongko, 2016). Menurut penelitian Santoso (2018),
pengeringan suhu 40oC memerlukan waktu yang lebih lama yaitu sekitar 36 jam
untuk mencapai kadar air keseimbangan dibandingkan dengan sampel pada suhu
50oC dan 60oC. Kopi arabika pada suhu 50oC, sampel mencapai titik konstan atau
kadar air kesetimbangan setelah 10 jam masa pengeringan. Sedangkan Rahman
(2011), menyatakan bahwa sampel biji kopi Arabika pada suhu 47oC dan
kecepatan udara 1m/detik mencapai titik konstan antara 10-20 jam waktu
pengeringan. Perbedaan ini diduga selama proses pengeringan terjadi penguapan
air dari bahan menuju udara yang dapat menurunkan kadar air bahan tersebut.
Menurut Karina (2008), penguapan terjadi karena perbedaan tekanan uap antara
air pada bahan dengan uap air di udara.
Keterangan :
M0 = Berat cawan dan tutup (g)
M1= Berat cawan, tutup dan sampel kopi sebelum pengeringan (g)
M2= Berat cawan, tutup dan sampel kopi setelah pengeringan (g)
dilakukan pada sampel kopi, tinggi rendahnya trase menunjukan baik tidaknya
mutu dari biji kopi tersebut.
Apabila hasil sidik ragam terdapat perbedaan yang nyata (F hitung > F tabel)
maka dilakukan uji lanjut yaitu Uji Duncan’s Multiple Range test (DMRT) taraf 5%.
Model Duncan Multiple Range Test menurut Sastrosupadi (2000) adalah sebagai
berikut:
DMRT α=Rα (ρ, DB Galat) x √KTG/Ulangan
Keterangan:
α= Taraf uji nyata
ρ= Banyaknya perlakuan
R= Nilai dari tabel
DMRT KTG = Kuadrat Tengah Galat
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Pengeringan 20 jam dengan suhu 60oC merupakan perlakuan yang terbaik
terhadap uji fisik kopi arabika, yaitu kadar air, ukuran biji, cacat biji dan berat
biji/100 g kopi arabika dan sudah memenuhi SNI No 01-2907-2008.
5.2. Saran
Berdasarkan penelitian ini diharapkan adanya penelitian lebih lanjut dengan
perlakuan pengeringan 20 jam dengan suhu 60oC terhadap uji fisik dan kimia kopi
arabika.
DAFTAR PUSTAKA
Aklimawati, L., Yusianto., dan S. Mawardi. (2014). Karakteristik Mutu dan
Agribisnis Kopi Robusta di Lereng Gunung Tambora, Sumbawa. Pelita Perkebunan. 30(2): 159-
180.
Amin, S. 2005. Teknologi Pasca Panen Kakao untuk Masyarakat Perikanan Indonesia. Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi Press. Jakarta. Andrawulan, N., Kusnandar, F., Herawati.
2011. Analisis Pangan. Jakarta: Dian Rakyat. Anggara, A dan Marini, S. (2011). Kopi Si Hitam
Menguntungkan Budi Daya dan Pemasaran. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 15-20.
Anonimus, 2011. Jenis-jenis Kopi. Available from http://kopiblackborneo.com/jenis-jenis-kopi/s.
diakses Tanggal 27 November 2021. Badan Pusat Statistik. 2017, Statistik Indonesia 2017.
Jakarta. 702 hal. Bayla, M., Suwasono, S., Djumarti. 2013. Karakteristik Fisik dan Organoleptik
Biji Kopi Arabika Hasil Pengolahan Semi Basah dengan Variasi Jenis Wadah dan Lama
Fermentasi. Jurnal Agrointek. 7(2): 108-121. BPS Provinsi Sumatera Barat. Sumatera Barat
dalam Angka 2014. Sumatera Barat. 471 hal. Casasbbuenas, C. 2017. Coffea arabica L. A
Monograph. Agricultural Science 2016-2017, Colegio Bolivar. 331 p. Damanik, A.L., D. Chalil, S.F.
Ayu. 2013. Faktor-faktor Pendorong dan Penarik Alih Fungsi Usaha Perkebunan Kopi Robusta
(Coffea canephora L.) ke Kopi Arabika (Coffea arabica L). Journal on Social Economic of
Agriculture and Agribusiness. 2(8): 1-14. Devita, SS. 2021. Analisis Mutu Fisik Kopi Liberika
dengan Lama Waktu Pengeringan Yang Berbeda. Skripsi. Pekanbaru:UIN Suska Riau. Direktorat
Jendral Perkebunan. 2019. Statistik Perkebunan Indonesia Komoditas Kopi2015-2017.
http:/ditjenbun.pertanian.go.id /tinymcpuk/gambar/file/ Endri, Y dan S. Fajrin. 2013.
Karakteristik Pengeringan Biji Kopi Berdasarkan Variasi Kecepatan Aliran Udara pada Solar
Dryer. Jurnal Teknik. 20(1): 17-22. Endri, Y dan S. Fajrin. 2013. Karakteristik Pengeringan Biji
Kopi Berdasarkan Variasi Kecepatan Aliran Udara pada Solar Dryer. Jurnal Teknik. 20(1): 17-22.
27 Estiasih, T dan Kgs Ahmadi, 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Bumi Aksara. Malang. 147
hal. Firmansyah, I. U., M, Aqil dan Y, Sinuseng. 2007. Penanganan Pasca Panen Jagung. Teknik
Produksi dan Pengembangan: Badan Litbang Pertanian. Handani, A. 2013. Penerapan Sistem
Nilai Cacat pada Komoditas Kopi Robusta (Studi Kasus di Wonokerso, Pringsurat, Temanggung).
Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah. 11(2): 201-209. Hulupi, R. dan A. Sipayung. 2005. Varietas
Kopi Arabika dari Sumatera Utara ”Sigarar Utang”. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao
Indonesia. 21 (1): 49-59. ICCRI [Indonesian Coffee and Cocoa Research Institute]. 2008. Panduan
Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika Gayo. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.
Jakarta. 254 hal. ICO, 2013. All Exporting Countries Total Production Crop Years. England:
International Coffee Organization (ICO). Indrawanto, C., Kamawati, E., Munarso, Prastowo, S. J.
Rubijo, B. Siswanto. 2010. Budidaya dan Pascapanen Kopi. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan. Bogor. 210 hal.