Konsul 13 Des 19 PDF
Konsul 13 Des 19 PDF
Konsul 13 Des 19 PDF
SKRIPSI
OLEH
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
FORMULASI GRANUL EKSTRAK DAUN MEKAI
(Albertisia papuana Becc.) SEBAGAI PENYEDAP RASA
PADA MAKANAN
SKRIPSI
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada
fakultas farmasi universitas mulawarman
OLEH
ii
PENGESAHAN DRAF NASKAH SKRIPSI
Dr. Niken Indriyanti, S.Farm., M.Si., Apt Nur Mita, M.Si., Apt
Tanggal: Desember 2019 Tanggal: Desember 2019
iii
RIWAYAT HIDUP
iv
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas
berkat, nikmat, rahmat, anugerah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “FORMULASI GRANUL EKSTRAK
DAUN MEKAI (Albertisia papuana Becc.) SEBAGAI PENYEDAP RASA
PADA MAKANAN”. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilaksanakan dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
farmasi pada Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas
Mulawarman. Penelitian berlangsung di Laboratorium Penelitian dan
Pengembangan FARMAKA TROPIS Universitas Mulawarman.
Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan penelitian hingga
tersusunnya skripsi ini, penulis banyak mengalami hambatan, namun berkat
dukungan dan bantuan dari berbagai pihak maka skripsi ini dapat terselesaikan.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus yang telah menyertai selama proses pengerjaan
skripsi
2. Kedua orangtua tercinta yaitu Ayah tercinta Tomu Sihombing dan Ibu
tercinta Marta Are yang telah dengan tulus ikhlas memberikan kasih
sayang, dorongan, semangat, dan doa restunya kepada penulis.
3. Ibu Dr. Niken Indriyanti, M.Si., Apt dan Ibu Nur Mita, M.Si., Apt selaku
pembimbing skripsi yang telah sabar dan dengan sepenuh hati
memberikan bimbingan, saran, arahan, dan motivasi, arahan, serta
kebijakan yang sangat membantu dan membangun kepada penulis
sehingga proses penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. Bapak Dr. Hadi Kuncoro, M.Farm., Apt, Bapak Dr. Fajar Prasetya,
M.Si., Apt., dan Ibu Novita Eka, M.Farm., Apt selaku dosen penguji
yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat dalam
penyusunan skripsi ini.
v
5. Bapak Dr. Laode Rijai, M.Si., Drs, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan
seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Farmasi yang telah memberikan
banyak ilmu selama proses perkuliahan sehingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
6. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman
yang telah memberikan pelayanan administrasi dengan baik.
7. Laboran Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA
TROPIS, Kak Edy susilo dan Mba Linda yang telah membantu penulis
dalam pelaksanaan penelitian.
8. Teman-teman seperjuangan angkatan 2015 khususnya kelas S1 Klinis
2015 dan S1 C 2015 yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
terimakasih atas rasa kekeluargaan dan kebersamaan yang begitu besar
serta segala canda tawa, tangis haru dan bahagia yang dibagi dan turut
dirasa selama ini.
9. Saudara-saudara terkasih saya Ganda Halomoan Sihombing, Gilbert
Lionel Sihombing yang telah memberikan dukungan doa dan semangat
kepada penulis selama proses perkuliahan hingga penyusunan tugas
akhir.
10. Sahabat saya Diana, Cia, Mulia, Sisil, Mba Emma, Dilla, Febri, Michael,
Ardan, Mustika, Rana, Firmansyah, Shidiq, Nopi, Pike, Gres.
11. Buddies ( Maylani Lois Christina, S.Farm, Anna Monika Christivana,
S.P, Apliana Anggita Sari, SM., Titin Veronika, SM., Epafras, Eklis
Sakai, Vina Melinda, dan Eka Devi Christina yang sudah memberikan
dukungan, semangat, motivasi bahkan telah mendengarkan suka-duka
penulis selama menjalani perkuliahan hingga penyusunan tugas akhir.
vi
Akhir kata, semoga segala bantuan dan kebaikan yang diberikan oleh
berbagai pihak mendapat balasan yang terbaik dari Tuhan Yang Maha Esa dan
semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak serta bermanfaat
bagi dunia pendidikan, khususnya dalam bidang farmasi.
Penulis
vii
PERNYATAAN ORISINIALITAS KARYA ILMIAH
Dengan ini saya menyatakan bahwa SKRIPSI ini adalah ide asli atau murni
dari saya yang diarahkan oleh Komisi Pembimbing saya, dan saya membuat
proposal penelitian, melakukan penelitian, menuliskan laporan dalam bentuk
naskah SKRIPSI dengan pikiran dan tangan saya sendiri dengan arahan
sepenuhnya dari Komisi Pembimbing Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman.
Jika dikemudian hari ternyata SKRIPSI ini merupakan hasil plagiat atau
menggunakan jasa orang lain secara komersil baik itu keseluruhan maupun
sebagai aspek terpenting, mulai dari pembuatan proposal, pelaksanaan penelitian,
penulisan naskah SKRIPSI, saya bersedia menerima sanksi apapun sesuai dengan
peraturan yang berlaku pada Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman, termasuk
pencabutan gelar sarjana yang saya peroleh, dan jika dikemudian hari ternyata
kesalahan saya tidak terungkap oleh pihak Fakultas Farmasi meskipun kesalahan
tersebut adalah benar terjadi, maka saya akan mempertanggungjawabkan kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Gracesitha Eunike S.
viii
@Hak Cipta
ix
ABSTRACT
x
Abstrak
Daun Mekai adalah salah satu tanaman khas Kalimantan yang digunakan oleh
masyarakat Dayak secara sebagai penyedap rasa dan juga digunakan untuk
mengobati berbagai penyakit. Tujuan penelitian ini mendapatkan informasi
parameter mutu simplisia daun mekai dan mengetahui formula dan karakteristik
granul penyedap rasa ekstrak daun mekai. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa
daun mekai termasuk dalam famili Menispermaceae dengan tipe daun majemuk
serta memiliki fragmen pengenal pada sel daunnya. Memiliki kadar abu total dan
kadar abu tidak larut asam, susut pengeringan, kadar sari larut air, dan kadar sari
larut etanol masing-masing 4,77 % ; 1,5% ; 0,16% ; 1,4% ; 0,04%. Serta dapat
dijadikan granul penyedap rasa.
xi
RINGKASAN PENELITIAN
Penelitian ini meliputi penetapan parameter mutu simplisia daun mekai dan
formulasi serta karakteristik granul penyedap rasa dari ekstrak daun mekai
(Albertisia papuana Becc.) sebagai penyedap rasa pada makanan. Secara umum
tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui parameter mutu simplisia daun mekai
serta membuat formula dan mengetahui karakteristik granul penyedap rasa dari
ekstrak daun mekai sebagai penyedap rasa pada makanan. Metode yang
digunakan untuk memperoleh data penelitian melalui penetapan parameter mutu
simplisia daun mekai dan formulasi penyedap rasa dari perbandingan antara
ekstrak dan bahan pengisi yang kemudian dievaluasi karakteristik granul yang
meliputi laju alir, sudut diam, kelarutan serta kadar air. Hasil yang dari penelitian
ini adalah mengetahui parameter mutu simplisia daun mekai dan mendapatkan
formula granul penyedap rasa ekstrak daun mekai yang sesuai dengan
karakteristik granul. Implikasi hasil penelitian ini adalah sebagai informasi kepada
konsumen terhadap penggunaan penyedap rasa alami dari ekstrak daun mekai
yang dibuat dalam bentuk granul sehingga lebih mudah penggunaannya dan
ekonomis.
Kata Kunci: parameter mutu, penyedap rasa alami, ekstrak daun mekai, granul
xii
DAFTAR ISI
1.Alkaloid ........................................................................................................................... 6
2. Steroid ............................................................................................................................. 7
3. Tanin ............................................................................................................................... 7
4. Triterpenoid..................................................................................................................... 8
5. Saponin ........................................................................................................................... 8
6. Fenolik ............................................................................................................................ 8
xiii
1.2 Parameter Mutu .................................................................................................... 10
1.3 Bahan Tambahan Pangan ..................................................................................... 11
1.2.1 Penyedap Rasa (Perisa/ Flavouring) ................................................................... 13
1.2 Granul................................................................................................................... 14
1.4.1 Granulasi Basah ................................................................................................... 15
xiv
3.7.4 Formulasi Penyedap Rasa ....................................................................................... 28
6.2.2 Formulasi dan Evaluasi Penyedap Rasa Ekstrak Daun Mekai (Albertisia papuana
Becc.) ................................................................................................................... 45
xv
DAFTAR TABEL
xvi
DAFTAR GAMBAR
xvii
DAFTAR ISTILAH ATAU SINGKATAN
xviii
PENDAHULUAN
1
Berbagai keanekaragaman hayati tersebut adalah tumbuh-tumbuhan yang
memiliki khasiat atau manfaat sebagai tanaman hias maupun tanaman obat-
obatan. Selain memiliki manfaat tersebut, terdapat pula berbagai macam tanaman
sayur-sayuran dan rempah-rempah yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari
sebagai bahan tambahan atau bahan pelengkap pada makanan.Salah satu rempah
yang dapat digunakan sebagai bahan campuran pada makanan adalah Mekai
(Albertisia papuana Becc.). Mekai/bekkai lan/apah’ (Albertisia papuana Becc.)
adalah tumbuhan yang termasuk famili Menispermaceae (Rosnah, 2016) yang
telah digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat Etnis Dayak di Kalimantan
sebagai perisa (flavoring) dan diaplikasikan dalam bentuk bumbu masak
(seasoning) (Purwayanti, 2013). Bekai atau mekai atau afak yang diambil adalah
bagian daunnya dan dimanfaatkan untuk bahan penyedap, bahkan dikenal sebagai
vetsin Dayak Kenyah (Susiarti, 2005).
Secara tradisional daun mekai digunakan dengan cara daunnya
dikeringkan dibawah sinar matahari lalu ditumbuk sampai halus dan dapat
disimpan kalau sewaktu-waktu diperlukan. Daun yang sudah halus ini dapat
dicampur dengan sayur lainnya sebagai penyedap rasa, tetapi umumnya dicampur
dengan daun ubi kayu yang sudah ditumbuk lalu ditumis. Daun mekai memiliki
berbagai senyawa aktif yang berperan sebagai penyedap rasa yaitu gallic acid,
tyrosine, Ca, P, GMP, malic acid, alanine, valine, aspartic acid, methionine dan
AMP) (Purwayanti, 2013). Selain digunakan sebagai vetsin, masyarakat Dayak
juga menggunakan daun mekai sebagaiobat penyakit degeneratif seperti
hipertensi, stroke dan kanker (Rosnah, 2016).
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk memformulasikan
rempah dari bahan alam menjadi suatu produk pangan yang dapat digunakan
sebagai penyedap rasa alami pada makanan dan sebagai alternatif untuk mencegah
atau mengobati penyakit degeneratif seperti malaria, hipertensi, stroke dan kanker.
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu (a) Bagaimana parameter mutu
simplisia daun mekai? (b) Bagaimana formula dan karakteristik granul penyedap
rasa dari ekstrak daun mekai (Albertisia papuana Becc.)?. Tujuan dari penelitian
ini berdasarkan dari rumusan masalah yaitu (a) Mengetahui parameter mutu
2
simplisia daun mekai (Albertisia papuana Becc.), (b) Mengetahui formula dan
karakteristik granul penyedap rasa ekstrak daun mekai.
Gambaran umum metode penelitian ini adalah mengidentifikasi parameter
mutu simplisia daun mekai yang meliputi kadar abu total, kadar abu tidak larut
asam, susut pengeringan, kadar sari larut air, dan kadar sari larut etanol.
Melakukan formulasi ekstrak daun mekai menjadi sediaan granul dan
mengevaluasi granul tersebut yang meliputi laju alir, sudut istirahat, kelarutan dan
kadar air.
Manfaat penelitian ini ialah sebagai informasi kepada konsumen bahwa di
Indonesia terdapat tanaman yang dapat digunakan sebagai penyedap rasa alami
yaitu dari ekstrak daun mekai (Albertisia papuana Becc.). Dimana ekstrak
tersebut dibuat dalam bentuk granul yang lebih mudah penggunaannya dan
ekonomis.
3
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
4
Gambar 1.1 Tumbuhan Mekai
(Sumber : Koleksi Pribadi)
1.1.2 Morfologi Tanaman
Pohon mekai mempunyai tinggi kurang lebih 8 meter, lingkar batang
pada ketinggian 1 m adalah 14 cm, diameter batang 4,5 cm, bentuk tajuk
merambat, bentuk batang bulat, percabangan batang melengkung keatas,
tekstur kulit batang halus, dan warna kulit batang hijau dengan bercak putih.
Daun mekaimerupakan tumbuhan berdaun majemuk, warna daun bagian atas
(munsel) hijau tua mengkilat, arah daun menghadap ke atas warna daun bagian
bawah (munsel) hijau, serta permukaan daun bagian atas/bawah mengkilap,
ujung daun meruncing, ukuran daun tua panjang ± 30 cm dan lebar ± 9 cm,
tangkai daun berwarna hijau dengan panjang 5 cm. Bentuk daun memanjang
dan eliptikal, tepi daun rata, tata letak daun alternate, dengan jarak antar daun
2 cm. Bunga bekai berwarna krem, termasuk bunga majemuk, kedudukan
bunga terletak di percabangan, warna kelopak bunga hijau kekuningan.
(Nurbani & Sumarmiyati,2015)
1.1.3 Nama Daerah
Beberapa nama lokal lainnya dari tumbuhan Albertisia papuana Becc.
adalahdaun apah, mekai (Punan Benalui), afak (Dayak Lun Dayeh, Abai),
(Susiarti, 2005). Nama lokal bekai juga digunakan oleh Masyarakat dayak Kenyah
di Serawak (Forman,1986) selain itu, mekai juga memiliki sebutan lain dari
beberapa daerah di Kalimantan yaitu daun sokai (Kalimantan Tengah) (Mayasari,
2015), daun san-sakng (Kalimantan Barat) (Mayasari, 2017).
5
1.1.4 Kandungan dan Manfaat Tanaman
Kandungan rasa pada ekstrak kasar mekai telah diskrining oleh beberapa
peneliti ditemukan bahwa ditemukan banyak kandungan rasa (taste compounds)
(Purwayanti, et al., 2013) sehingga mekai banyak digunakan sebagai penyedap
diberapa daerah di Kalimantan diantaranya di Kalimantan Barat, daun ini disebut
daun bekkai lan (Albertisia papuana Becc.), selain itu di Kalimantan Utara secara
turun-temurun telah menggunakan daun mekai (Albertisia papuana Becc.)
sebagai penyedap alami yang biasanya diambil dari hutan (Rosnah, 2016).
Purwayanti, et al., (2013) menyatakan bahwa daun ini memiliki kemampuan
sebagai penyedap makanan karena pada ekstrak kasar daun bekkai lan (Albertisia
papuana Becc) kering terdapat komponen senyawa rasayaitu gallic acid, tyrosine,
Ca, P, GMP, malic acid, alanine, valine, aspartic acid, methionine dan AMP
(Purwayanti, 2013). Daun mekai selain sebagai penyedap rasa kemampuan daun
sokai atau bekai sebagai obat telah diteliti oleh Lusiana, (2009) dimana memiliki
potensi sebagai anti plasmodium. Serta digunakan oleh masyarakat Dayak untuk
pengobatan penyakit degeneratif seperti hipertensi, stroke dan kanker (Rosnah,
2016).
1.1.5 Metabolit Sekunder
Metabolit sekunder merupakan senyawa kimia alami yang banyak terdapat
pada tumbuhan. Setiap tumbuhan biasanya menghasilkan metabolit sekunder yang
berbeda-beda, bahkan mungkin satu jenis metabolit sekunder hanya ditemukan
pada satu spesies dalam suatu kingdom. Metabolit sekunder hanya diproduksi
pada saat dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu pertumbuhan tumbuhan.
Sebagian besar tumbuhan penghasil senyawa metabolit sekunder memanfaatkan
senyawa tersebut untuk mempertahankan diri dan berkompetisi dengan makhluk
hidup lain di sekitarnya. Senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam
simplisia mekai (Albertisia papuana Becc.) antara lain adalah alkaloid, fenol
hidrokuinon, triterpenoid, steroid, tanin dan saponin (Lusiana, 2009).
1. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa metabolit sekunder terbanyak yang memiliki atom
nitrogen, yang ditemukan dalam jaringan tumbuhan dan hewan. Alkaloid dapat
6
ditemukan pada berbagai bagian tanaman, seperti bunga, biji, daun, ranting, akar
dan kulit batang. Pada kehidupan sehari-hari alkaloid selama bertahun-tahun
telah menarik perhatian terutama karena pengaruh fisiologisnya terhadap bidang
farmasi, tetapi fungsinya dalam tumbuhan hampir sama. Hal ini disebabkan
karena alkaloid bersifat basa, sehingga dapat mengganti basa mineral dalam
mempertahankan kesetimbangan ion dalam tumbuhan. Alkaloid pada tanaman
berfungsi sebagai racun yang dapat melindunginya dari serangga dan herbivora,
faktor pengaturpertumbuhan, dan senyawa simpanan yang mampu menyuplai
nitrogen dan unsur-unsur lain yang diperlukan tanaman (Ningrum, 2016).
Tumbuhan Albertisia papuana Becc. terdapat empat senyawa alkaloid
bisbenzylisoquinoline baru, yaitu 2,2-bisnorphaeanthine, pangkoramine,
pangkorimine dan norcocsuline (Merie et al., 1987)
2. Steroid
Steroid adalah senyawa organik bahan alam yang dihasilkan oleh
organisme melalui metabolit sekunder, senyawa ini banyak ditemukan pada
jaringan hewan dan tumbuhan. Steroid mempunyai struktur dasar yang terdiri
dari 17 atom karbon yang membentuk tiga cincin sikloheksana dan satu cincin
siklopentana. Perbedaan jenis steroid yang satu dengan steroid yang lain terletak
pada gugus fungsional yang diikat oleh ke-empat cincin ini dan tahap oksidasi
tiap-tiap cincin. Senyawa yang termasuk turunan steroid, misalnya fitosterol,
kolesterol, ergosterol, progesteron, dan estrogen (Murray et al.,2009).
3. Tanin
Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui
mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan
antioksidan.Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks,
terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal,
mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut.
Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin terhidrolisis dan tanin
terkondensasi. Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks mulai dari
pengendap protein hingga pengkelat logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai
antioksidan biologis (Malangngi, 2012).
7
4. Triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa metabolit sekunder turunan terpenoid yang
kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena (2-metilbuta-1,3-diene)
yaitu kerangka karbon yang dibangun oleh enam satuan C5 dan diturunkan dari
hidrokarbon C30 asiklik , yaitu skualena. Senyawa ini berbentuk siklik atau asiklik
dan sering memiliki gugus alkohol, aldehida, atau asam karboksilat (Widiyati,
2006). Senyawa golongan triterpenoid menunjukkan aktivitas farmakologi yang
signifikan, seperti antivirus, antibakteri, antiinflamasi, sebagai inhibisi terhadap
sintesis kolesterol dan sebagai antikanker (Nassar et al., 2010), sedangkan bagi
tumbuhan yang mengandung senyawa triterpenoid terdapat nilai ekologi karena
senyawa ini bekerja sebagai antifungi, insektisida, antibakteri dan antivirus
(Widiyati, 2006)
5. Saponin
Saponin adalah golongan senyawa glikosida yang mempunyai struktur
steroid dan mempunyai sifat-sifat khas dapat membentuk larutan koloidal dalam
air dan membuih bila dikocok. Glikosid saponin bisa berupa saponin steroid
maupun saponin triterpenoid. Saponin bila terhidrolisis akan menghasilkan
aglikon yang disebut sapogenin. Ini merupakan suatu senyawa yang mudah
dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan dan dipelajari lebih lanjut.
Saponin yang berpotensi keras atau beracun seringkali disebut sebagai sapotoksin
(Sastrohamidjojo, 1996)
6. Fenolik
Istilah seyawa fenolik meliputi aneka ragam yang berasal dari tumbuhan
yang mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua
penyulih hidroksil. Golongan senyawa fenolik cenderung mudah larut dalam air
karena umumnya mereka sering kali berkaitan dengan gula sebagai glikosida
(Harbone, 1987)
1.1 Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu proses penyarian suatu senyawa kimia dari suatu
bahan alam dengan menggunakan pelarut tertentu. Tujuan dari ekstraksi yaitu
untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam bahan alam. Ekstraksi ini
8
didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat kedalam pelarut dimana
perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk
kedalam pelarut. Proses pengekstraksian komponen bahan kimia dalam sel
tanaman yaitu pelarut akan menembus membran sel dan masuk kedalam rongga
sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut kedalam pelarut diluar sel.
Maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus
sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif didalam dan diluar
sel (Voight, 1994).
1. Maserasi
Maserasi merupakan proses penyarian sederhana dan paling banyak
digunakan yaitu dengan cara merendam sampel dalam pelarut yang sesuai selama
3-5 hari. Prinsip dari maserasi yaitu pelarut akan menembus kedalam rongga sel
yang mengandung zat aktif, sehingga akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dengan yang di luar sel, maka
senyawa kimia yang terpekat didesak keluar (Sarker, 2005).
2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan jalan melewatkan
pelarut yang sesuai secara lambat pada simplisia dalam suatu perkolator. Perkolasi
bertujuan supaya zat berkhasiat tertarik seluruhnya dan biasanya dilakukan untuk
zat berkhasiat yang tahan ataupun tidak tahan pemanasan (Sarker, 2005)
3. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes,
2000)
4. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru umumnya
dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi terus-menerus dengan
jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendinginan balik (Depkes, 2000)
9
5. Infudasi dan Dekok
Infudasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari
zat kandungan aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Penyarian
dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tecemar oleh
kuman dan kapang. Oleh sebab itu sari yang diperoleh degan cara ini tidak boleh
disimpan lebih dari 24 jam (Sarker,2005). Dekok adalah infus pada waktu yang
lebih lama ≥ 30 menit (suhu lebih dari 30oC) dan temperature sampai titik didih
air (Departemen Kesehatan RI, 2010)
1.2 Parameter Mutu
Penetapan parameter mutu meliputi makroskopik, mikroskopik, kadar abu
total, kadar abu tidak larut air, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, dan
susut peringan.
1. Makroskopik dan Mikroskopik
Pengamatan makroskopik dilakukan dengan cara mengamati secara visual
terhadap bentuk daun, tipe daun, tepi daun, warna daun, ujung daun, pangkal
daun, permukaan daun, ukuran daun, dan tangkai daun. Hasil pengamatan
kemudian dibandingkan dengan pustaka. Pengamatan mikroskopik dilakukan
dengan cara mengamati bagian dalam penyusun suatu tumbuhan dengan
menggunakan alat instrument (WHO, 2011).
2. Penetapan Kadar Abu
Kadar abu adalah bahan yang dipanaskan pada temperatur tertentu dimana
senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal
unsur mineral dan anorganik, tujuannya agar memberikan gambaran kandungan
mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya
ekstrak (Depkes RI, 2000).
3. Penetapan Kadar Sari Dalam Pelarut Tertentu
Melarutkan ekstrak dengan menggunakan pelarut (alkohol atau air) untuk
menentukan jumlah solut yang identik dengan jumlah senyawa kandungan secara
gravimetri. Pada saat tertentu dapat diukur senyawa terlarut dalam pelarut lain
misalnya heksana, diklorometan, dan metanol (Depkes RI, 2000). Tujuannya
10
untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa yang terkandung. Penetapan
kadar sari dalam pelarut tertentu dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Kadar sari larut dalam air
b. Kadar sari larut dalam etanol
4. Susut Pengeringan
Pengukuran sisa zat setelah dilakukan pengeringan pada temperatur 105℃
selama 30 menit atau sampai berat menjadi konstan, yang dinyatakan sebagai nilai
persen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap/ atsiri
dan sisa pelarut organik yang bisa menguap) identik dengan kadar air, yaitu
kandungan air karena berada di atmosfer/lingkungan udara terbuka. Tujuan
dilakukannya susut pengeringan yaitu dapat memeberikan batasan maksimal
(rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan (Depkes
RI, 2000).
1.3 Bahan Tambahan Pangan
Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan, mutu dan
gizi pangan pada bab 1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan bahan
tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke dalam makanan untuk
mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau produk makanan.
Gambar 1.2.
Beberapa Contoh Bahan Tambahan Makanan
(Saparianto, 2006)
11
Menurut FAO, bahan tambahan pangan adalah senyawa yang
ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran tertentu dan terlibat
dalam proses pengolahan, pengemasan, dan atau penyimpanan. Bahan ini
berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta
memperpanjang masa simpan, dan bukan merupakan bahan (ingredient) utama.
Menurut Codex, bahan tambahan pangan adalah bahan yang tidak lazim
dikonsumsi sebagai makanan, yang dicampurkan secara sengaja pada proses
pengolahan makanan. Bahan ini ada yang memiliki nilai gizi dan ada yang tidak.
Adapun tujuan penambahan bahan tambahan pangan secara umum adalah untuk
menilai gizi makanan, memperbaiki nilai estetika dan sensori makanan, serta
memperpanjang umur simpan makanan (shelf life) makanan (Saparianto, 2006).
Pemakaian bahan tambahan pangan (BTP) di Indonesia diatur oleh
Departemen Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukan oleh Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM). Di Amerika, keduanya
dilakukan oleh Food and Drug Administration(Saparianto, 2006). Adapun jenis-
jenis bahan tambahan pangan yang sering digunakan berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesianomor 33 tentang Bahan Tambahan
Pangan terdiri atas beberapa golongan yaitu (1) antibuih (antifoaming agent), (2)
antikempal (anticaking agent), (3) antioksidan, (4) bahan pengkarbonasi
(carboning agent), (5) garam pengemulsi (emulsifying agent), (6) gas untuk
kemasan (packaging agent), (7) humektan (humectant), (8) pelapis (glazing
agent), (9) pemanis (sweetener), (10) pembawa (carrier), pembentuk gel (gelling
agent), (12) pembuih (foaming agent), (13) pengatur keasaman (acidity
regulator), (14) pengawet (preservative), (15) pengembang (raising agent), (16)
pengemulsi (emulsifier), (17) pengental (thickner), (18) pengeras (firming agent),
(19) penguat rasa (flavour enhancer), (20) peningkat volume (bulking agent), (21)
penstabil (stabilizer), (22) perentensi warna (colour retention agent), (23) perisa
(flavouring), (24) perlakuan tepung (flour treatment agent), (25) pewarna
(colour), (26) propelan (propellant), dan (27) sekuestran (sequestrant)
(Permenkes, 2012).
12
1.2.1 Penyedap Rasa (Perisa/ Flavouring)
Bumbu penyedap rasa telah banyak digunakan pada proses pemasakan,
telah menjadi bagian dari gaya hidup saat ini yang menuntut kepraktisan dalam
memasak. Bumbu penyedap rasa adalah produk bubuk atau blok atau kubus yang
mengandung ekstrak tertentu, daging sapi (SNI 01-4273-1996) atau ayam, dengan
penambahan bahan makanan lain dan atau tanpa bahan tambahan makanan lain
yang diizinkan. Bumbu-bumbu penyedap merupakan kelompok terbanyak zat
tambahan makanan. Macam-macam penyedap dibedakan menjadi dua yaitu
penyedap alami dan sintesis. Bahan sintesis terutama ester, aldehid dan keton
sedangkan penyedap alami misalnya merica, kayumanis, jahe, cengkeh, oleoresin,
ekstrak tumbuhan dan minyak esensial. Contoh bumbu penyedap buatan / sintesis
yang sering dijumpai adalah monosodium glutamat (MSG) (Ratnani, 2009).
a. Mono Sodium Glutamat (MSG)
Monosodium Glutamat (MSG) merupakan sodium atau garam natrium
dari asam glutamat (glutamic acid) (Hayatinufus, 2009). Asam glutamat adalah
asam amino non essential yang merupakan suatu komponen penting protein yang
dibutuhkan tubuh. MSG ditemukan pertama kali oleh dr. Kikunae Ikeda seorang
ahli kimia Jepang pada tahun 1909, mengisolasi asam glutamat tersebut dari
rumput laut ‘kombu’ yang biasa digunakan dalam masakan Jepang, kemudian dia
menemukan rasa lezat dan gurih dari MSG yang berbeda dengan rasa yang pernah
dikenalnya, oleh karena itu, dia menyebut rasa itu dengan sebutan ‘umami’ yang
berasal dari bahasa Jepang ’umai’ yang berarti enak dan lezat, rasa umami ini
dapat bertahan lama, di dalamnya terdapat suatu komponen L-glutamat dan 5-
ribonukleotida. Rangsangan selera dari makanan yang diberi MSG disebabkan
oleh kombinasi rasa yang khas dari efek sinergis MSG dengan komponen 5-
ribonukleotida yang terdapat di dalam makanan, yang bekerja pada membran sel
reseptor kecap atau lidah (Wakidi, 2012).
1. Manfaat Penggunaan MSG
Adapun kegunaannya bagi tubuh adalah sebagai substansi untuk sintesis
protein glutamat, prekursor glutamine, neurotransmitter, dan untuk biosintesis
seluruh asam amino (Yonata, 2016).
13
2. Efek Penggunaan MSG
Monosodium glutamat dibutuhkan tubuh untuk menjalankan fungsi
metabolism, namun tidak dipungkiri juga memiliki efek toksik. Efek dari
pengkonsumsian MSG yang melebihi 0,5–2,5g akan menimbulkan manifestasi
lain dari berbagai organ yaitu jantung, neurologis, pernafasan, saluran cerna, otot,
saluran genital dan kemih, kulit, dan penglihatan (Yonata,2016).
1.2 Granul
Granul merupakan produk yang dihasilkan dari proses granulasi yang
berbentuk gumpalan-gumpalan dari partikel yang lebih kecil. Umumnya
berbentuk tidak merata dan menjadi seperti partikel tunggal yang lebih besar.
Ukuran granul biasanya berkisar antara ayakan 4-12 mesh sebaiknya memiliki
bentuk dan warna teratur dan memiliki distribusi butir yang sempit serta
mengandung bagian berbentuk serbuk lebih dari 10%. Granul juga sebaiknya
memiliki daya luncur yang baik, tidak terlampau kering (kelembaban 3-5%) dan
hancur atau larut dengan baik didalam air (Voight,1995).
Granul tidak hanya merupakan produk antara pada proses pembuatan tablet
tetapi granul juga merupakan jenis sediaan obat tersendiri. Dalam skala besar,
banyak campuran serbuk diubah menjadi serbuk granulat, agar lebih baik
penggunaanny, cepat saji, tahan lama dan tidak memerlukan tempat penyimpanan
yang banyak (Eritha, 2006; Iswari, 2007). Bentuk granul ini juga dianggap
mempunyai nilai ekonomis tinggi, lebih praktis dalam penggunaan serta
memudahkan pengemasan dan pengangkutannya. Apalagi pada saat ini konsumen
banyak yang memilih sesuatu yang praktis dan menarik. Sehingga banyak
perusahaan yang berlomba-lomba untuk menciptakan inovasi baru yang dapat
diterima oleh pasien dan masyarakat luas.
Hampir semua granul memerlukan bahan tambahan untuk memperoleh sifat fisik
dan mekanik, sehingga mempermudah proses pembuatan granul dengan kualitas
granul yang baik. Selain itu dengan penggunaan zat tambahan atau melalui
penyalutan, penggunaannya semakin mudah. Bahan yang dibutuhkan dalam
pembuatan granul terdiri atas bahan pengisi dan bahan pengikat. Penelitian ini
14
menggunakan bahan tambahan yaitu maltodekstrin dimana maltodekstrin
digunakan sebagai pengikat (Anwar, 2014) serta dapat juga digunakan sebagai
pengisi (Janur, 2014) dalam proses granulasi. Penggunaan maltodekstrin dalam
industri farmasi masih sangat terbatas atau tidak populer dibandingkan turunan
selulosa. Hal tersebut dapat terlihat dari kurangnya publikasi ilmiah mengenai
penggunaan maltodekstrin dalam sediaan farmasi, sedangkan dalam
industrimakanan penggunaannya sudah sangat luas (Anwar, 2004). Maltodekstrin
digunakan karena mudah larut dalam air dingin. Sifat-sifat yang dimiliki malto
dekstrin antara lain mengalami dispersi cepat, memiliki sifat daya larut yang
tinggi maupun membentuk film, membentuk sifat higroskopis yang rendah,
mampu membentuk body, sifat browning yang rendah, mampu menghambat
kristalisasi, memiliki daya ikat yang kuat (Janur, 2014), dapat menahan air,
menambah viskositas dan tekstur, tanpa menambah kemanisan pada produk (Jati,
2007).
15
1.4.2 Granulasi Kering
Metode granulasi kering merupakan komponen formulasi yang dikempa
dalam keadaan kering. Kelebihan metode granulasi kering yaitu metode ini lebih
sederhana dibandingkan dengan metode granulasi basah, tidak memerlukan proses
pemanasan, tidak menggunakan cairan penggranulasi atau pelarut lainnya,
biayanya juga lebih murah (Bhowmikdkk, 2016) dan peralatan yang digunakan
lebih sedikit dibandingkan metode granulasi basah (Muralidhar dkk, 2016).
Kekurangan metode granulasi kering memerlukan obat atau eksipien yang bersifat
kohesif, dan zat tambahan berupa pengikat kering mungkin perlu ditambahkan ke
formulasi untuk pembentukan granul, perlu peralatan khusus untuk granulasi jika
menggunakan roller compaction, segregasi komponen dapat terjadi pasca
pencampuran (Bhowmik dkk, 2016).
1.3 Evaluasi
1.5.1 Evaluasi Fisik
1. Uji Waktu Alir
Waktu alir merupakan waktu yang dibutuhkan granul untuk dapat mengalir
dalam suatu alat melalui ujung corong. Uji aliran granul dilakukan untuk
mengetahui apakah aliran pada granul yang telah dibuat memiliki aliran yang baik
atau tidak, karena aliran ini akan berpengaruh pada proses kelarutan dan pada saat
penyimpanan (Kartika, 2009). Penentuan waktu alir granul, dapat ditentukan
dengan menggunakan rumus: (Halim, 2012)
berat granul (gram)
Kecepatan waktu alir granul =
waktu alir granul (detik)
16
Sudut diam granul ditentukan dengan rumus :
2H
tan α =
D
17
4. Uji Kelarutan
Uji waktu larut adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah granul
dapat larut dan seberapa lama granul dapat melarut. Syarat waktu yang diperlukan
granul untuk melarut kurang dari 5 menit (Siregar, 2010)
18
BAB II
19
2. Bagi lingkungan peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut dan
diharapkan dapat menjadi awal bagi perkembangan penelitian selanjutnya.
3. Bagi Industri Pangan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber informasi bagi industri
pangan agar dapat mengembangkan produk-produk pangan khususnya
penyedap rasa yang berasal dari bahan alam.
4. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi serta diterima oleh
kalangan masyarakat sehingga penggunaan bahan alam dan memperoleh
bahan tambahan makanan yang sehat dan bermanfaat.
20
BAB III
METODE PENELITIAN
21
metode untuk menghasilkan suatu nilai numerik atau angka yang menggambarkan
suatu variabel penelitian.
3.3 Bahan yang Diteliti
Bahan yang diteliti adalah simplisia dan ekstrak daun mekai (Albertisia
papuana Becc.) dengan bahan tambahan yang digunakan dalam formula granul
adalah maltodekstrin. Daerah pengambilan sampel terletak di Kabupaten Malinau,
Kalimantan Utara.
22
2. Formula granul ekstrak daun mekai adalah rancangan bahan yang
diperoleh dari proses formulasi untuk membuat sediaan granul ekstrak
daun mekai (Albertisia papuana Becc.).
Sumber data penelitian adalah tempat dimana data tersebut diperoleh atau
penyebab data tersebut ada. Data penelitian ini diperoleh dari hasil penelitian
laboratorium yang dimana dilakukan karatersisai mekai dan formulasi granul
penyedap rasa ekstrak air daun mekai sehingga diperoleh data parameter evaluasi
fisik granul dan penerimaan panelis.
23
Analisis dapat menggunakan rumus :
W2 W0
% kadar abu = 100%
W1
Keterangan :
W0 = bobot cawan kosong
W1 = bobot simplisia awal
W2 = bobot cawan + simplisia setelah diabukan
b. Susut Pengeringan
Syarat susut pengeringan yaitu < 10% (Depkes, 2008).
c. Penetapan Kadar Sari larut air
Menentukan nilai dari penetapan senyawa yang larut didalam air
digunakan rumus sebagai berikut:
W2 W0
% kadar sari larut air = 100%
W1
Keterangan:
W0 = bobot cawan kosong
W1 = bobot ekstrak awal
W2 = bobot cawan + residu yang sudah di oven
Keterangan:
W0 = bobot cawan kosong
W1 = bobot ekstrak awal
W2 = bobot cawan + residu yang sudah di oven
24
d. Makroskopik Daun
Analisis data dilakukan dengan cara melakukan identifikasi tehadap
bentuk daun, tipe daun, tepi daunm warna daun, ujung daun, pangkal daun,
permukaan daun, ukuran daun, tangkai daun.
e. Mikroskopik Daun
Analisis data dilakukan dengan cara mengamati fragmen pengenal yang
terdapat dalam sel daun mekai menggunakan mikroskop elektrik.
3.6.2 Analisis Data Evaluasi Granul
1. Uji Waktu Alir
Uji waktu alir granul dapat ditentukan dengan cara memasukkan granul ke
dalam corong setinggi 2/3 tinggi corong lalu dialirkan melalui ujung corong dan
dihitung waktu alirnya. Granul dikatakan memiliki sifat alir yang baik jika
waktunya alirnya > 10 g/detik, 4-10 g/detik mudah mengalir, 1,4-4 g/detik
kohesif, dan < 1,4 g/detik sangat kohesif (Kailaku dkk, 2012) atau waktu alirnya <
1 detik untuk 10 g granul (Rori dkk, 2016). Penentuan waktu alir granul menurut
Octavia, dkk (2012), dapat ditentukan dengan menggunakan rumus :
25
3. Uji Kadar Air
Pengujian kadar air dilakukan dengan menggunakan 1 gram ekstrak
kedalam alat yang telah disiapkan, pada suhu 105oC selama 10 menit. Kemudian
dicatat kadar yang tertera pada moisture balance (Siregar, 2010)
4. Uji Kelarutan
Daun Mekai
- Dikumpulkan
- Dicuci
- Disortasi basah
Daun Mekai 4 kg
- Dirajang kecil-kecil
- Dikeringkan
- Disortasi Kering
- -Diblender
26
3.7.2 Ekstraksi
Ekstrak Kering
Rendemen Ekstrak
Simplisia Mekai
mikroskopik, makroskopik,
alkaloid, saponin,
penetapan kadar abu, penetapan,
flavonoid, dan tanin. penetapan kadar abu yang tidak
larut asam, penetapan kadar sari
larut air, penetapan kadar sari
larut etanol dan susut
pengeringan.
27
3.7.4 Formulasi Penyedap Rasa
Dicampurkan didalam
wadah dan ditambahkan
aquadest sedikit demi
Larutan ekstrak dan maltodekstrin sedikit
Dikeringkan campuran
tersebut dengan
menggunakan oven 90˚C,
Granul penyedap rasa lalu diayak.
28
3.7.5 Evaluasi
Granul
Tabel 3.2 Formula Penyedap Rasa Ekstrak Daun Mekai dengan Variasi
Konsentrasi Maltodekstrin
Perbandingan
Komposisi
Formula A Formula B Formula C
Ekstrak daun mekai 0,8 0,8 0,8
Maltodekstrin 5 10 15
29
Formula Waktu Alir (gram/detik) Rata-rata
R1 R2 R3
Formula A
Formula B
Formula C
4. Uji Kelarutan
Tabel 3.6 Pengujian Kelarutan
Formula Kelarutan Hasil
R1 R2 R3
Formula A
Formula B
Formula C
30
3.7.8 Metode Penetapan Parameter Mutu
1. Parameter Mutu
Tabel 3.7. Tabel Parameter Mutu
No Parameter Yang Diuji Hasil
(%)
1. Kadar Abu Total
2, Kadar Abu Tidak Larut Asam
3. Susut Pengeringan
4. Kadar Sari Larut Air
5. Kadar Sari Larut Etanol
31
BAB IV
32
4.2 Peralatan Penelitian
33
BAB V
PROSEDUR PENELITIAN
34
2. Pembuatan Ekstrak Daun Mekai
Ekstrak dibuat dengan menggunakan metode infundasi dengan
menggunakan air sebagai pelarutnya. Serbuk simplisia dimasukkan ke dalam
wadah stainless steel dan ditambahkan pelarut air hingga terendam seluruhnya.
Kemudian diaduk simplisia dengan batang pengaduk dan dipanaskan pada suhu
90˚C selama 15 menit sambil sesekali diaduk. Hasil dari proses ekstraksi tersebut
disaring kemudian dikeringkan hingga diperoleh ekstrak daun mekai.
3. Identifikasi Metabolit Sekunder
Identifikasi metabolit sekunder dilakukan terhadap ekstrak daun mekai
yang meliputi uji senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan
terpenoid/steroid dengan menggunakan berbagai reagen/pereaksi sesuai dengan
jenis metabolit sekunder yang ingin diidentifikasi.
35
d. Penetapan Kadar Abu
Penetapan kadar abu dilakukan dengan cara ditimbang simplisia sebanyak
1 gram ditimbang seksama (W1) dimasukkan dalam krush silikat yang
sebelumnya telah dipijarkan dan ditimbang (W0). Setelah itu ekstrak dipijar
dengan menggunakan tanur secara perlahan-lahan (dengan suhu dinaikkan secara
bertahap hingga 600˚C. Kemudian ditimbang hingga bobot tetap (W2) (Depkes
RI, 1980).
e. Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu total didihkan dengan 25ml
asam sulfat encer selama 5 menit, kumpulkan bagian yang tidak larut asam.
Kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring bebas abu dan residunya
dibilas dengan air panas. Abu yang tersaring dan kertas saringnya dimasukkan
kembali dalam krus silikat yang sama. Setelah itu ekstrak dipijar dengan
menggunakan tanur secara perlahan-lahan dengan suhu dinaikkan secara bertahap
hingga 600˚C dan kemudian ditimbang hingga bobot tetap (Depkes RI, 2000).
f. Penetapan Susut Pengeringan
Ditimbang secara seksama sebanyak 1 gram ekstrak dalam krus porselen
bertutup yang telah dipanaskan pada suhu 105˚C selama 30 menit dan telah
ditara. Dikeringkan pada suhu 105˚C hingga bobot tetap, buka tutupnya, biarkan
krus dalam keadaan tertutup dan mendingin dalam desikator hingga suhu kamar,
kemudian dicatat bobot tetap yang diperoleh untuk menghitung persentase susut
pengeringannya (Depkes RI, 1980).
g. Kadar sari larut air
Sejumlah 5 gram simplisia disari selama 24 jam dengan 100 mL air-
kloroform (Larutan Pereaksi), menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali
dikocok selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam, disaring.
Diuapkan 20 mL filtrat hingga kering dalam cawan penguap, residu dipanaskan
pada suhu 105˚C hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam persen sari yang
larut dalam air terhadap berat ekstrak awal (Depkes RI, 1980).
36
h. Kadar sari larut dalam etanol
Sejumlah 5 gram simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL etanol
96% menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam
pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat dengan
menghindari penguapan etanol, kemudian diuapkan 20 mL filtrat hingga kering
dalam cawan penguap yang telah ditara, residu dipanaskan pada suhu 105˚C
hingga bobot tetap. Dihitung kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol
terhadap berat ekstrak awal (Depkes RI, 1980).
2. Formulasi Penyedap Rasa
Formulasi penyedap rasa dilakukan dengan menggunakan metode
granulasi basah. Ekstrak kental daun mekai dimasukan kedalam wadah dan
ditambahkan maltodekstrin kedalam masing-masing ekstrak. Bahan-bahan
tersebut dicampurkan hingga homogen. Campuran tersebut kemudian
ditambahkan air sedikit demi sedikit hingga homogen. Setelah semua bahan
tercampur, dimasukkan kedalam oven dengan suhu 90˚C hingga cairan tersebut
kering. Campuran yang telah kering tersebut digerus massa yg terbentuk
kemudian diayak hingga terbentuk granul penyedap rasa kemudian granul tersebut
dievaluasi (Mulyadi, 2011).
3. Evaluasi
a. Laju Alir
Pengujian waktu alir dilakukan dengan cara dimasukkan 10 g granul ke
dalam corong powder flow tester, kemudian dibuka penutup bawah corong dan
dihitung waktu yang dibutuhkan produk untuk mengalir dengan menggunakan
stopwatch.
b. Sudut Istirahat
Pengujian sudut istirahat dilakukan dengan cara dimasukkan 10 g granul
ke dalam corong. Dibuka penutup bawah corong. Diukur diameter dan tinggi
gundukan.
37
c. Kadar Air
Pengukuran kadar air dilakukan dengan menimbang sebanyak 1 gram
granul kedalam alat yang telah disiapkan, pada suhu 105˚C selama 10 menit
kemudian dicatat kadar yang tertera pada moisture balance (Supomo, 2015)
d. Kelarutan
Sebanyak 5 g granul instan dilarutkan ke dalam air 100 mL,
dihitung kecepatan melarut dengan stopwatch. Syarat waktu yang diperlukan
granul untuk melarut kurang dari 5 menit (Siregar, 2010)
38
BAB VI
39
positif flavonoid apabila terbentuk warna merah, jingga atau kuning (Illing, 2017).
Uji terpenoid menggunakan kloroform, asam asetat glasial, serta H2SO4. Hasil
positif dari uji terpenoid apabila terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman
(Najoan, 2016). Uji tanin dilaukan dengan menggunakan FeCl3 dan hasil positif
tanin apabila terbentuk warna biru tua atau hitam selama 1 menit (Lumowo,
2018). Uji saponin dilakukan dengan menggunakan pereaksi HCL, busa yang
stabil akan terus terlihat dan tidak hilang menunjukan adanya saponin.
3. Hasil Penelitian
Tabel 6.1 Kandungan Senyawa Metabolit Sekunder
Metabolit Sekunder Hasil
Alkaloid +
Saponin +
Tanin +
Flavonoid +
Terpenoid -
Keterangan:
Data berupa data kualitatif (+) dan (-), dimana (+) : teridentifikasi metabolit
sekunder dan (-) tidak teridentifikasi senyawa metabolit sekunder.
4. Pembahasan
Identifikasi fitokimia merupakan salah satu uji kualitatif kandungan
senyawa aktif dalam suatu sampel. Identifikasi fitokimia digunakan untuk
mendeteksi senyawa tumbuhan berdasarkan golongannya sebagai informasi awal
dalam mengetahui golongan senyawa kimia yang memiliki aktivitas biologi dari
suatu tanaman. Identifikasi metabolit sekunder ektrak daun mekai (Albertisia
papuana Becc.) yang dilakukan dalam hal ini yaitu uji kualitatif yang dilakukan
hanya untuk mengetahui jenis golongan senyawa metabolit sekunder yang
terdapat didalamnya. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
golongan senyawa secara kualitatif. Golongan senyawa yang diuji antara lain
alkaloid, flavonoid, terpenoid, tanin, dan saponin.
Hasil identifikasi metabolit sekunder pada tabel 6.1 dapat dilihat bahwa
senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam ekstrak daunmekai
(Albertisia papuana Becc.) positif untuk alkaloid, saponin, tanin, flavonoid dan
negatif untuk terpenoid. Menurut Lusiana, 2009 senyawa yang terkandung
40
simplisia mekai (Albertisia papuana Becc.) antara lain adalah alkaloid, saponin,
steroid, tanin flavonoid. Metabolit sekunder hanya diproduksi pada saat
dibutuhkan saja atau pada fase-fase tertentu pertumbuhan tumbuhan. Sebagian
besar tumbuhan penghasil senyawa metabolit sekunder memanfaatkan senyawa
tersebut untuk mempertahankan diri dan berkompetisi dengan makhluk hidup lain
di sekitarnya.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa ekstrak daun mekai memiliki senyawa metabolit sekunder
yaitu alkaloid, saponin, tanin, flavonoid.
6.2 Uraian Khusus Hasil Penelitian
6.2.1 Hasil Penetapan Parameter Mutu Simplisia Daun Mekai (Albertisia
papuana Becc.)
1. Pendahuluan
Penetapan parameter mutu ini bertujuan untuk mengetahui parameter mutu
dan karakteristik simplisia daun mekai (Albertisia papuana Becc.) sehingga
berguna untuk acuan mutu sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan
melalui identifikasi parameter mutu yang meliputi mikroskopik dan makroskopik,
penetapan kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar air, susut
pengeringan, penetapan senyawa larut air dan senyawa larut etanol.
2. Gambaran Umum Pengumpulan Data Penelitian
Identifikasi mikroskopik dilakukan dengan cara melakukan pengamatan
terhadap daun mekai dengan menggunakan mikroskop sedangkan identifikasi
makroskopik dilakukan dengan mengamati daun mekai secara fisik dengan
menggunakan indera penglihatan. Pengujian penetapan kadar abu total dan kadar
abu tidak larut asam dilakukan dengan cara mengabukan simplisia di dalam krush
silikat dengan bantuan alat furnace lalu ditimbang hingga diperoleh bobot total.
Susut pengeringan dilakukan dengan cara memanaskan krush silikat yang
berisikan simplisia y4ang kemudian dipanaskan dalam oven kemudian ditimbang
hingga bobot cawan tersebut konstan. Penetapan senyawa larut air dilakukan
41
dengan menimbang ekstrak kemudian ekstrak disari kembali dengan air-
kloroform sedangkan pada senyawa larut etanol ekstrak disari dengan etanol, lalu
filtrat dipanaskan hingga bobot tetap, kemudian dihitung kadar dalam persen
senyawa yang larut dalam air dan dalam etanol terhadap berat ekstrak awal.
Identifikasi metabolit sekunder dilakukan dengan menggunakan beberapa
pereaksi yang sesuai dengan senyawa yang akan diidentifikasi.
3. Hasil Penelitian
Data hasil penelitian karakterisasi mekai dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6.2. Hasil Mikroskopik dan Makroskopik
Mikroskopik Makroskopik
Uraian Hasil
Bentuk Daun Memanjang
Tipe Daun Majemuk
Tepi Daun Rata
Warna Daun Hijau
Ujung Daun Meruncing
Pangkal Daun Tumpul
Permukaan Daun Mengkilap
Keterangan : (a) stomata, (b) Ukuran Daun P = 25 cm, L =
epidermis, (c) sel tetangga 7 cm
Tangkai Daun Warna = Hijau,
P= 2,5 cm.
Keterangan : P = panjang , L= lebar
Tabel 6.3. Hasil Parameter Mutu
42
4. Pembahasan Penelitian
Berdasarkan tabel 6.2 menunjukkan daun mekai berwarna hijau, memiliki
bentuk daun memanjang dengan ukuran panjang ± 25 cm dan lebar ± 7cm, dengan
tipe daun majemuk, memiliki tepi daun rata, berujung runcing dan memiliki
pangkal daun tumpul. Permukaan daun bagian atas dan bawah mengkilap, serta
memiliki tangkai daun berwarna hijau dengan panjang ± 2,5 cm.
Bagian-bagian sel dan jaringan penyusun dari suatu tumbuhan dapat
diamati dengan menggunakan instrumen dengan menggunakan pembesaran sesuai
dengan kebutuhan dan keperluan dalam hal ini proses pengamatan tersebut
disebut dengan pengamatan mikroskopik. Dari hasil yang diperoleh pada
pengamatan mikroskopik diperoleh fragmen pengenal pada daun mekai yaitu
epidermis, stomata, sel tetangga. Epidermis adalah lapisan sel paling luar dan
menutupi permukaan daun, bunga, buah, biji, batang dan akar yang berfungsi
sebagai pelindung jaringan dari lingkungan luar, berperan dalam pengaturan
pertukaran gas pada daun (Oktarin, 2017). Berdasarkan gambar pada tabel 6.2
terlihat bahwa bentuk epidermis daun mekai adalah polihedral dimana epidermis
tidak beraturan.
Stomata adalah celah atau lubang yang terdapat pada jaringan epidermis
yang terdapat pada organ tumbuhan yang dibatasi oleh sel penutup. Sel penutup
ini dikelilingi oleh sel-sel yang bertuknya sama atau berbeda dengan sel epidermis
lainnya yang biasanya disebut sebagai sel tetangga (Nugroho, 2006). Fungsi
stomata pada tumbuhan yaitu sebagai tempat pertukaran gas. Berdasarkan dari
hasil pada tabel 6.2 daun mekai memiliki stomata. Jenis stomata terdiri dari
anomositik, anisositik, diasitik, dan parasitik. Adapun hasil yang diperoleh bahwa
jenis stomata daun mekai adalah anomositik. Dimana tipe stomata anomositik
atau yang disebut juga tipe Ranunculaceous ini memiliki ciri yaitu sel penutup
(Stomata) dikelilingi oleh sejeumlah sel tertentu (sel tetangga) yang tidak berbeda
dengan sel epidermis yang lain dalam bentuk maupun ukurannya (Nuraeni, 2017)
Kadar abu menunjukan jumlah mineral yang terkandung dalam suatu bahan.
Pada proses pengabuan bahan-bahan organik akan terbakar tetapi komponen
anorganik tidak terbakar. Mineral adalah zat organik dalam jumlah tertentu yang
43
diperlukan oleh tubuh dalam proses metabolisme normal yang dapat diperoleh
melalui makanan sehari-hari. Tujuan penentuan kadar abu total ialah untuk
menggambarkan jumlah kandungan mineral dalam ekstrak maupun simplisia,
berdasarkan tabel 6.2 dapat dilihat bahwa kadar abu total daun mekai sebesar
4,77%. Menurut Depkes RI, 2008 syarat kadar abu total dari suatu simplisia
adalah < 7%. Berdasarkan ketentuan tersebut maka hasil penetuan kadar abu total
pada simplisia mekai dapat dikatakan tidak melebihi batas yang telah ditentukan.
Apabila kadar abu melebihi dari batas yang ditetapkan maka hal tersebut
menunjukkan tingginya kandungan mineral yang ada dalam daun mekai. Semakin
tinggi kadar abu yang diperoleh maka semakin tinggi pula kandungan mineral
dalam bahan. Sedangkan penetapan kadar abu tidak larut asam menunjukkan
adanya silikat logam-logam berat seperti Pb, Hg. Berdasarkan tabel 6.2 kadar abu
tidak larut asam diperoleh sebesar 1,5%. Dari hasil tersebut dilihat bahwa kadar
yang diperoleh rendah, jika kadar yang didapatkan terlalu tinggi maka diduga
terdapat cemaran logam didalam tumbuhan lebih besar akan mengakibatkan
toksisitas didalam tubuh.
Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
temperatur 105˚C selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan
sebagai nilai persen. Tujuan pengujian ini yaitu memberikan batasan maksimal
(rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan (Depkes
RI, 2000). Sehingga pada susut pengeringan yang dihitung adalah zat-zat yang
menguap yang ada dalam simplisia atau ekstrak termasuk air. Pada penetapan
susut pengeringan pada simplisia mekai sebesar 0,16 % berdasarkan hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa jumlah maksimal besarnya senyawa yang menghilang
atau menguap pada simplisia daun mekai seperti air dan minyak atsiri.
Penetapan kadar sari dalam pelarut tertentu terdiri dari kadar sari larut
dalam air dan kadar sari larut dalam etanol. Penetapan kadar sari ini bertujuan
untuk memberikan gambaran banyaknya senyawa yang dapat terlarut didalam
pelarut tertentu atau menunjukkan bahan tersebut lebih dominan terlarut dalam
suatu pelarut tertentu. Jika kadar terlarutnya lebih besar maka senyawa aktif yang
terkandung didalam ekstrak juga semakin banyak.
44
Berdasarkan Tabel 6.2 dapat dilihat bahwa kadar sari yang terlarut dalam
air dan dalam etanol dari ekstrak daun mekai adalah 1,40 % kadar sari larut dalam
air dan untuk kadar sari larut dalam etanol sebesar 0,4%.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa simplisia
daun mekai memiliki kadar abu total sebesar 4,77%, kadar abu tidak larut asam
sebesar 1,5%, susut pengeringan sebesar 0,16%, kadar sari larut air sebesar
1,40%, dan kadar sari larut etanol 0,4%.
45
alir, sudut istirahat, kadar air, dan kelarutan. Uji kadar air dilakukan dengan cara
menggunakan alat moisture analyzer. Terlebih dahulu ditimbang 1 g granul lalu
dimasukkan ke dalam alat moisture analyzer. Kemudian ditunggu sampai lampu
mati yang menunjukkan proses telah selesai.
Laju alir dan sudut istirahat dapat dilakukan dengan menggunakan alat
powder flow tester. Granul dimasukkan kedalam alat sebanyak 10 g. Laju alir
diperoleh dari waktu yang dibutuhkan granul saat dijatuhkan ke permukaan
bidang datar. Sedangkan sudut istirahat diperoleh dari diameter serta tinggi granul
yang berada pada bidang datar. Uji kelarutan adalah uji yang dilakukan untuk
mengetahui apakah granul dapat larut dan seberapa lama granul dapat melarut.
3. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil
evaluasi formula dengan berbagai konsentrasi yang terdiri dari kadar air, laju alir,
sudut istirahat, dan kelarutan yang dapat dilihat pada tabel 6.3
Tabel 6.4 Evaluasi Formula
Formula Laju Sudut Kadar Air Kelarutan
Alir (g/s) Istirahat(˚) (%)
4. Pembahasan Penelitian
Granul dikatakan memiliki sifat alir yang bebas mengalir jika kecepatan
alirnya >10 g/detik, 4-10 g/detik mudah mengalir, 1,4-4 g/detik kohesif, dan < 1,4
g/detik sangat kohesif (Kailaku dkk, 2012) atau waktu alirnya < 1 detik untuk 10
g granul (Rori dkk, 2016). Berdasarkan uji laju alir yang dilakukan ketiga formula
formula C memiliki laju alir yang baik karena bentuk granul yang besar sehingga
meningkatkan laju alir. Sedangkan pada formula A dan B memiliki laju alir yang
lebih baik daripada formula C. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan pada
formula A dan formula B menggunakan konsentrasi bahan tambahan yang
46
jumlahnya sedikit dibandingkan formula C sehingga kedua formula tersebut lebih
baik untuk mengalir dibandingkan formula C. , menurut Sinko (2011) memiliki
gaya kohesi yang kecil sehingga laju alir akan semakin mudah. Begitupun
sebaliknya jika ukuran partikel kecil maka akan meningkatkan gaya kohesi
sehingga memperburuk laju alir suatu granul.
Sudut istirahat ialah sudut yang terbentuk antara permukaan gundukan
granul dengan bidang horizontal. Pengujian sudut istirahat dilakukan dengan
tujuan untuk melihat sifat alir dari suatu granul. Sehingga data yang diperoleh
tidak hanya dari uji laju alir saja tetapi dapat juga dikuatkan dengan adanya uji
sudut istirahat. Adapun kategori sifat aliran dan keterkaitan dengan sudut istirahat
menurut Sopyan dkk (2018) yaitu, sifat aliran sangat baik (<25˚), baik (25-30˚),
cukup (30-40˚), sangat buruk (>40˚). Berdasarkan uji sudut istirahat yang telah
dilakukan formula A memiliki sudut istirahat 13,03˚ yang termasuk kategori sifat
aliran sangat baik, formula B memiliki sudut istirahat 11,09˚ yang termasuk
kategori sifat aliran sangat baik serta formula C memiliki sudut istirahat 10,23˚.
Laju alir berbanding terbalik dengan sudut istirahat, semakin besar laju alir maka
sudut istirahatnya akan semakin kecil. Laju alir yang besar dapat menghasilkan
granul yang mengalir dengan bebas dan membentuk sudut istirahat yang kecil.
Semakin besar laju alir granul maka akan membentuk kerucut dan semakin datar.
Semakin datar kerucut yang terbentuk maka sudut istirahat yang terbentuk
semakin kecil. Berdasarkan data hasil evaluasi dari laju alir dan sudut istirahat
dapat menggambarkan granul yang terbentuk dapat mengalir dengan baik.
Pengukuran kadar air merupakan salah satu parameter penting yang
menentukan kualitas suatu produk hasil proses pengeringan. Hal tersebut karena
kadar air pada bahan akan mempengaruhi keawetan (daya simpan) produk
tersebut. Kadar air yang rendah dapat mencegah tumbuhnya bakteri atau jamur
yang dapat menyebabkan kerusakan produk. Dari hasil penelitian dapat dilihat
pada tabel 6.4 kadar air formula A sebesar 8,05%, formula B 7,68%, dan formula
C 9,11%.
Uji kelarutan dilakukan untuk mengetahui bagaimana kelarutan terhadap
sediaan yang dibuat. Pada hasil penelitian terhadap kelarutan diperoleh ketiga
47
formula tersebut mudah larut dalam air hal tersebut disebabkan karena
maltodekstrin memiliki sifat daya larut yang tinggi, memiliki sifat membentuk
film, membentuk sifat hidroskopis yang rendah, memiliki sifat browning yang
rendah, dapat menghambat kristalisasi dan memiliki daya ikat kuat (Fitriana,
2014)
5. Kesimpulan
Formula C memiliki laju alir yang baik karena bentuk granul yang besar
sehingga meningkatkan laju alir. Sedangkan pada formula A dan B memiliki laju
alir yang lebih baik daripada formula C. Berdasarkan uji sudut istirahat yang telah
dilakukan formula A memiliki sudut istirahat 13,03o yang termasuk kategori sifat
aliran sangat baik, formula B memiliki sudut istirahat 11,09° yang termasuk
kategori sifat aliran sangat baik serta formula C memiliki sudut istirahat 10,23°,
dan uji kelarutan ketiga formula mudah larut.
48
BAB VII
7.1 Kesimpulan
Kesimpulan umum penelitian ini adalah daun mekai yang diperoleh dari
daerah Kabupaten Malinau, Kalimantan Timur memiliki senyawa metabolit
sekunder yang meliputi alkaloid, saponin, tanin, dan flavonoid.
7.1.2 Kesimpulan
1. Parameter mutu daun mekai termasuk dalam famili Menispermaceae
dengan tipe daun majemuk serta memiliki fragmen pengenal pada sel
daunnya. Memiliki kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam, susut
pengeringan, kadar sari larut air, dan kadar sari larut etanol masing-masing
4,77 % ; 1,52% ; 0,16% ; 1,40% ; 0,04%.
2. Ekstrak daun mekai dapat dijadikan penyedap rasa dengan menggunakan
perbandingan formula antara zat aktif dan bahan pengisi. Granul yang
dihasilkan ketiga formula masih masuk rentang kriteria granul yang baik.
49
7.2 Saran
50
BAB VIII
IMPLIKASI PENELITIAN
informasi dan kontribusi bagi masyarakat dan industri pangan untuk formulasi
Bagi peneliti hasil penelitian ini diharapkan peneliti dapat mengetahui cara
pembuatan penyedap rasa dari daun mekai serta cara uji mutunya. Peneliti juga
dapat mengetahui kekurangan dan kelebihan produk. Peneliti pun dapat
menghasilkan produk yangbermanfaat dan membuka lapangan kerja baru bagi
peneliti dan masyarakat serta diharapkan dapat dikembangkan lebih lanjut dan
diharapkan dapat menjadi awal bagi perkembangan penelitian selanjutnya.
.
51
DAFTAR PUSTAKA
Bhowmik, Debjit, Amrendra Singh, dan Darsh Gautam K.P. Samapth Kumar.
2016. Immediate release drug delivery system-A novel drug delivery
system. Journal of Pharmaceutical and Biological Sciences.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2000. Sediaan Galenik dan Uji Klinik
Obat Tradisional. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
Jakarta
Depkes RI. 2010. Acuan Sediaan Herbal, Volume ke Enam Edisi Satu.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta
Faradiba, Nursihah H dan Zahriati. 2013. Formulasi Tablet Ekstrak Etanol Daun
Jambu Biji. Majalah Farmasi dan Farmakologi Volume 17 No. 2
52
Forman, L.L. 1986. Menispermaceae. In: Spermatophyta, Flowering Plants.
Flora. MalesianaVolume 1. No. 10. Halaman 157-253
Hariyadi, Purwiyanto. 2013. Freeze Drying Technology: for Better Quality and
Flavor of Dried Products. Jurnal Foodreview Indonesia. Vol. VIII, No.2.
Hayatinufus., A.L. 2009. Yang Benar dan Salah Tentang MSG –Masak Sedap
dengan Bumbu Penyedap (MSG). PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Jakarta
Iswari, Kasma. 2007. Kajian Pengolahan Bubuk Instan Wortel dengan Metode
Foam Mat Drying. Balai Pegkajian Teknologi Pertanian, Sumatera Barat.
Janur, Bisma., dkk. Studi Pembuatan Bubuk Pewarna Alami dari Daun Suji
(Pleomele Angustifolia N.E.BR). Kajian Konsentrasi Maltodekstrin dan
MgCO3. Jurnal Industria Vol 3. No 1.
Kailaku Sari Intan, Jayeng Sumangat dan Hernani. 2012. Formulasi Granul
Efervesen Kaya Antioksidan dari Ekstrak Daun Gambir. Jurnal
Pascapanen 9(1) : 27 – 34
Lachman, L., & Lieberman, H. A. 1994. Teori dan Praktek Farmasi Industri. Edisi
Kedua. UI Press. Jakarta
Lusiana, H. 2009. Isolasi dan Uji Plasmodium Secara In Vitro Senyawa alkaloid
dari Albertisia papuanaBecc. Skripsi. Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor. Bogor
53
Malangngi, Liberty P. 2012. Penentuan Kandungan Tanin dan Uji Aktivitas
Ekstrak Biji Alpukat (Persea americanaMill.) Volume 1 No.1
Mayasari, E., Lestari, Anandika Oke., dkk. 2017. Karakteristik Sensori Ekstrak
Daun San-Sakng (Albertisia papuana Becc.) dengan Penambahan NaCl
Diberbagai Konsentrasi pada Panelis Semi Terlatih. Jurnal Ilmiah
Teknosains. Volume. 3 No. 1
Mulyadi, M.Dafit., Astuti, Yuni Ika., Dhiani, binar Asrining. 2011. Formulasi
Granul Instan Jus Kelopak Bunga Rosela (Hibiscus sabdariffa L) dengan
Konsentrasi Povidon sebagai Pengikat serta Kontrol Kualitasnya.
Pharmacy. Volume 8 , Nomor 3
Murray, R. K., Granner, D. K., & Rodwell, V. W. 2009. Biokimia harper (27 ed.).
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
Nassar, Z., Abdalrahim, dan Amin, M.S. 2010. The Pharmacological Properties of
Terpenoid from Sandoricum koetjape. Journal Medcentral Vol. 1
54
Octavia, M.A, Auzal H, dan Rika I. 2012. Pengaruh Besar Ukuran Partikel
Terhadap Sifat-Sifat Tablet Metronidazol. Jurnal Farmasi Higea, Vol. 4
No. 2
Purwayanti, Sulvi., Gardjito, M., dkk. 2013. Taste Compounds from Crude
Extract of bekkai lan (Albertisia papuana Becc.). Jurnal of Food and
Nutrition Sciences. Volume 1, No. 4
Rori Winda, Paulina V. Y.Y. Yamlean dan Sri Sudew. 2016. Formulasi dan
Evaluasi Sediaan Tablet Ekstrak Daun Gedi Hijau (Abelmoschus manihot)
dengan Metode Granulasi Basah. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi –
UNSRAT VOL. 5 NO. 2 ISSN: 2302 – 2493
Sarker, Satyajit D. Dan Lutfun Nahar. 2009. Kimia Untuk Mahasiswa Farmasi
Bahan Kimia Organik. Alam dan Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Sinko, Patrick J. 2011. Martin Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika. EGC:
Jakarta
Sofyan Iyan, Nasrul Wathoni, dan Taofik Rusdiana, dan Dolih Gozali. 2018.
Karakteristik Sediaan Padat Farmasi. Deepublish CV. Budi Utama :
Yogyakarta
55
Suhery, Wira Noviana Suhery, Armon Fernando, dan Buddy Giovanni. 2016.
Perbandingan Metode Granulasi Basah dan Kempa Langsung Terhadap
Sifat Fisik dan Waktu Hancur Orally Disintegrating Tablets (ODTs)
Piroksikam. Jurnal Sains Farmasi & Klinis, 2(2), 138-144.
Susiarti, Siti. Dan Setyowati, Murti Fransisca. 2005. Bahan Rempah Tradisional
dari Masyarakat Dayak Keyah di Kalimantan Timur. Biodiversitas
Volume. 6 Nomor 4.
Wakidi, R.F. (2012). Efek Protektif Vitamin C dan E Terhadap Mutu Sperma
Mencit Jantan Dewasa Yang di Pajan Dengan Monosodium Glutamat.
Tesis. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Widiyati, Eni. 2006. Penentuan Adanya Senyawa Triterpenoid Dan Uji Aktivitas
Biologis pada Beberapa Spesies Tanaman Obat Tradisional Masyarakat
Pedesaan Bengkulu. Jurnal Gradien Vol. 2 No. 1
WHO. 2011. Quality Control Methods for Herbal Materials. Malta, Switzerland
56
LAMPIRAN
57
Lampiran 1. Gambar Penelitian
Gambar Keterangan
Tanaman Mekai
Sortasi Basah
58
Pengalusan ukuran
Simplisia Mekai
Ekstraksi Mekai
59
Ekstrak Mekai
Gambar Keterangan
Metabolit sekunder
Makroskopik
60
Mikroskopik
61
c. Kadar Abu Tidak Larut Asam
Cawan Kadar Abu Tidak Larut Asam
1 3,00%
2 0,90%
3 0,67%
Average 1,52%
Stdev 0,012839912
d. Susut Pengering
Cawan Total (%)
1 0,12%
2 0,18%
3 0,18%
Average 0,16%
Stdev 0,00034641
2. Formula B
10 gram
= x 100 gram = 10 gram
100 gram
3. Formula C
15 gram
= x 100 gram = 15 gram
100 gram
62
Lampiran 6. Evaluasi Sediaan
Gambar Keterangan
Laju Alir
Kadar Air
63
Lampiran 7. Determinasi Tanaman Mekai
64
Lampiran 8. Letak Posisi Pengambilan Mekai
65