Lampung: Partai Gerindra
Lampung: Partai Gerindra
Lampung: Partai Gerindra
Kasus pengadaan E-KTP menjadi salah satu kasus korupsi yang paling fenomenal.
Kasus yang menyeret Mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto ini telah
bergulir sejak 2011 dengan total kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun.
Setidaknya ada sekitar 280 saksi yang telah diperiksa KPK atas kasus ini dan
hingga kini ada 8 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka adalah pengusaha Made Oka Masagung, Keponakan Setya Novanto yakni
Irvanto Hendra Pambudi, Mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi
Kependudukan Dirjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto, Mantan Dirjen
Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman, pengusaha Andi Narogong,
Mantan Ketua Umum Golkar Setya Novanto, Anggota DPR Markus Nari, dan
Direktur PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo.
Hal tersebut disampaikan mantan pengawal pribadi Bupati Lampung Tengah Mustafa, Erwin
Mursalin saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (25/6). Mustafa
adalah terdakwa suap pinjaman daerah untuk APBD Lampung Tengah TA 2018. Saat ini
Mustafa juga menjadi Calon Gubernur Lampung pada Pilkada Serentak 2018.
Erwin menyatakan mendapat cerita ada permintaan uang dari DPRD Lampung Tengah
terkait persetujuan pinjaman dana daerah kepada PT SMI sebesar Rp9,5 miliar, dari Aan.
Sebelumnya, Mustafa didakwa menyuap sejumlah anggota DPRD Lampung Tengah sebesar Rp9,6
miliar. Calon Gubernur Lampung itu melakukan suap untuk memuluskan persetujuan pinjaman
daerah APBD Kabupaten Lampung Tengah.
Penyerahan uang itu dilakukan Mustafa agar anggota DPRD dapat memberikan persetujuan tentang
rencana pinjaman uang sebesar Rp300 miliar dari Pemkab Lampung Tengah kepada PT SMI pada
tahun anggaran 2018. Pinjaman uang itu rencananya akan digunakan untuk pembangunan
infrastruktur di daerah tersebut.
Selain itu, penyerahan uang ke anggota DPRD dilakukan agar pimpinan dewan itu dapat
menandatangani surat pernyataan kesediaan pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi
Hasil (DBH) Lampung Tengah jika Pemkab gagal membayar pinjaman tersebut.
Namun, pada saat pembahasan anggaran, hanya Fraksi PKS yang menyatakan setuju. Sementara,
Fraksi PDIP, Fraksi Demokrat, Fraksi Gerindra, Fraksi PKB dan Fraksi Golkar menyatakan tidak setuju.
Mustafa ditetapkan sebagai tersangka bersama Wakil Ketua DPRD Lampung Tengah J Natalis Sinaga,
Anggota DPRD Lampung Tengah Rusliyanto dan Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah Taufik
Rahman.
Kasus nepotisme ratu atut
Hukuman 10 tahun didasarkan pada kasus suap yang terjadi di Lebak. Kasus ini menyeret pula Akil
Muchtar yang sudah divonis 20 tahun, dan juga adik Atut, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan
yang divonis 5 tahun. Kasus lainnya yang menimpa Atut adalah Korupsi Pengadaan Alat Kesehatan di
Provinsi Banten. Dan ada juga kasus dana hibah dan bansos yang sudah sering diumbar oleh LSM-
LSM di Banten, namun sama sekali belum tersentuh KPK
Seperti yang sudah dijelaskan kejahatan korupsi yang dilakukan oleh Atut dan Keluarganya
mengandung TSM. Terstruktur; Semua proyek-proyek besar pemerintahan sudah diatur dengan
rapih dikuasai oleh keluarga Atut. Sistematis; teratur menurut sistem yang benar, tetapi
kenyataannya aturan tersebut hanya sekedar kamuflase, Misalnya, Jika ada satu proyek besar di
Banten, ada 25 perusahaan yang ikut lelang. setengah dari 25 perusahaan adalah perusahaan milik
keluarga Atut. Jadi sudah dipastikan perusahaan keluarga Atut yang memenangkan lelang tersebut.
Massif; Hampir semua proyek yang ada di Banten dikuasai oleh keluarga Atut. Hal itu wajar karena
keluarga Atut juga menguasai elit-elit birokrasi di pemerintahan di Banten.
Kejahatan yang dilakukan secara berjamaah oleh kolega dan keluarga seperti yang
dilakukan oleh keluarga Atut di Banten, dimana keluarga Atut menguasai semua proyek dan
jabatan di pemerintahan yang ada di Banten adalah kejahatan Nepotisme. Kejahatan
nepotisme yang dilakukan keluarga Atut tak ubahnya sama yang terjadi dengan keluarga
Suharto dulu, dimana seluruh anak-anak Suharto dan istrinya menjadi anggota DPR,
disamping merangkap sebagai pengusaha kakap.
Pendapat para ahli
Menanggapi hal tersebut, praktisi hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar, dalam
acara diskusi di Indonesia Corruption Watch, Fickar mengatakan perlu ada kreasi hukuman
yang membuat orang jera.
"Kalau di Singapura jadi penyapu jalan. Saya kira bisa ditiru juga," katanya (30/5/2018).
Di kesempatan yang sama, mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar tidak mendukung jika
koruptor diberikan sanksi kerja sosial seperti memperbaiki jalan atau membetulkan fasilitas
umum. Menurut Artidjo, mereka pasti melakukannya sambil senyum-senyum.
"Saya paling jengkel kalau koruptor ditangkap itu cengengesan," kata Artidjo di kantor
Indonesia Corruption Watch (ICW) Jakarta Selatan (30/5/2018).
"Konsekuensi yuridis bagi mereka yang punya jabatan publik," kata Artidjo.
Sementara itu peneliti ICW Lalola Easter beranggapan, untuk menjerakan koruptor
seharusnya ada mekanisme hukum untuk memiskinkan orang yang terjerat kasus rasuah
tersebut.
Menurutnya, korupsi adalah tindak pidana ekonomi yang hanya bisa dilakukan oleh orang-
orang memiliki sokongan kapital kuat. Karenanya, ketika kekayaan itu dicabut maka
kemungkinan korupsi pun akan hilang.
"Saya rasa kita bikin miskin saja. Susno [Duadji] itu masih bisa jalan-jalan ke Inggris masih
bisa jalan-jalan pakai mobil mewah. Korupsi ini tindak pidana ekonomi, di mana hanya bisa
dilakukan mereka yang punya akses ke kapital," kata Lalola di kantor ICW Jakarta Selatan