Makalah Stroke
Makalah Stroke
Makalah Stroke
DISUSUN OLEH :
KARTIKA AMELIA PRATIWI
NIM : 1935081 / 3B
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang sudah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. H dengan Stroke Non Hemoragik di Unit
Stroke RSPAD Gatot Soebroto Jakarta”
1. Bapak Didin Syaefudin SKp, MARS selaku Ketua STIKes RSPAD Gatot Soebroto.
2. Ibu Ns. Siti Anisah, ETN, M.Kep selaku pembiming akademik yang telah meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan arahan dan motivasi kepada penulis.
3. Seluruh dosen dan staff STIKes RSPAD Gatot Soebroto Prodi D-III Keperawatan yang
memberikan motivasi dan arahan kepada penulis selama menempuh pendidikan.
4. Kepada Tn.H dan keluarga atas bantuan dan kerjasamanya dengan penulis selama
melaksanakan asuhan keperawatan.
5. Kepada seluruh perawat dan dokter ruangan diruang Unit Stroke yang telah memberikan
bimbingan dan motivasi kepada penulis diruangan.
6. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa STIKes RSPAD Gatot Soebroto Prodi D-III
Keperawatan Angkatan XXXV RAMPAGE atas dukungan selama penulisan makalah ini.
Penulis menyadari akan kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, untuk itu penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan penulis
makalah dimasa yang akan datang. Penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................1
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................5
TINJAUAN TEORITIS............................................................................................5
ii
2.2.2 Diagnosa...........................................................................................25
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan.....................................................26
2.2.4 Implementasi Keperawatan...........................................................33
2.2.5 Evaluasi............................................................................................33
BAB III.....................................................................................................................34
TINJAUAN KASUS................................................................................................34
3.1 Pengkajian..................................................................................................34
3.6 Evaluasi.......................................................................................................46
BAB IV.....................................................................................................................48
PEMBAHASAN......................................................................................................48
4.1 Pengkajian..................................................................................................48
BAB V......................................................................................................................51
PEMBAHASAN......................................................................................................51
5.1 Kesimpulan.................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit
neurologis mendadakan sebagai akibat iskemia atau hemoragi saraf otak. Istilah stroke
biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum. (Nurarif, 2015).
Secara global stroke merupakan penyakit urutan kedua yang dapat meyebabkan kematian
serta kecacatan serius. Penyakit stroke adalah gangguan fungsi otak akibat aliran darah ke
otak mengalami gangguan sehingga mengakibatkan nutrisi dan oksigen yang dibutuhkan
otak tidak terpenuhi dengan baik (Arum, 2015).
World Health Organization (WHO) menyatakan stroke atau Cerebrovascular
disease adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak
fokal atau global karena adanya sumbatan atau pecahnya pembuluh darah di otak dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih (Arifianto, Sarosa & Setyawati,
2014). World Health Organization (WHO 2016) melaporkan bahwa penyakit
kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian di dunia, pada tahun 2012 terjadi
6,7 juta kematian akibat stroke.
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia, prevalensi stroke di
Indonesia mencapai angka 8,3 per 1.000 penduduk (Haryanto, Setyawan & Kusuma,
2014).Berdasarkan data 10 besar penyakit terbanyak di Indonesia tahun 2013, prevalensi
kasus stroke tertinggi terdapat di Provinsi Sulawesi Utara (10,8%) dan terendah di
Provinsi Papua (2,3%), sedangkan Provinsi Jawa Tengah sebesar 7,7%. Prevalensi stroke
antara laki-laki dengan perempuan hampir sama (Kemenkes, 2013).
Menurut Rikesdas tahun 2013, dalam laporannya mendapatkan bahwa di
Indonesia, setiap 1000 orang, 8 orang diantaranya terkena stroke. Stroke 2 merupakan
penyebab utama kematian pada semua umur, dengan proporsi 15,4%. Stroke adalah
cedera vaskular akut pada otak. Ini berarti bahwa stroke adalah suatu cedera mendadak
dan berat pada pembuluh pembuluh darah otak. Cidera dapat disebabkan oleh sumbatan
dan penyempitan, atau pecahnya pembuluh darah. Semua ini menyebabkan kurangnya
pasokan darah yang memadai. Stroke mungkin menampakkan gejala, mungkin juga tidak
1
(stroke tanpa gejala disebut juga silent stroke), tergantung pada tempat dan ukuran
kerusakan (Feigin, 2014).
Salah satu penyebab atau memperparah stroke antara lain hipertensi (penyakit
tekanan darah tinggi), kolesterol, arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah),
gangguan jantung, diabetes, riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan) dan migren
(sakit kepala sebelah). Pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis. Sedangkan
pada perilaku di sebabkan oleh gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat seperti
kebiasaan merokok, menkonsumsi minuman bersoda dan beralkohol gemar
mengkonsumsi makanan cepat saji. Faktor perilaku lainnya adalah kurangnya aktifitas
gerak/olahraga dan obesitas. Salah satu pemicunya juga adalah suasana hati yang tidak
baik seperti sering marah tanpa alasan yang jelas (Soeharto,2015)
Gejala stroke yang muncul dapat bersifat fisik, psikologis, atau perilaku. Gejala
fisik paling khas adalah kelemahan anggota gerak sampai kelumpuhan, hilangnya sensasi
di wajah, bibir tidak simetris, kesulitan berbicara atau pelo (afasia), kesulitan menelan,
penurunan kesadaran, nyeri kepala (vertigo), mual muntah dan hilangnya penglihatan di
satu sisi atau dapat terjadi kebutaan (Feigin, 2014)
Penanganan stroke harus dilakukan dengan cepat dan tepat karena jika semakin
lama stroke tidak segera ditangani maka tingkat keparahan stroke semakin tinggi, maka
dari itu perlu dilakukan pemeriksaan CT-Scan, EKG, foto toraks, pemeriksaan darah
perifer lengkap, glukosa, APTT, kimia darah dan analisa gas darah. Saturasi oksigen
merupakan presentase oksigen yang telah bergabung dengan molekul hemoblobin (Hb),
oksigen bergabung dengan Hb dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
tubuh, pada saat yang sama oksigen dilepas untuk memenuhi kebutuhan jaringan. Tubuh
manusia normal membutuhkan pasokan oksigen yang konstan untuk berfungsi secara
sehat, kadar oksigen rendah dalam darah dapat menyebabkan kondisi medis yang serius
dan mengancam jiwa.
Berdasarkan pembahasan diatas, penulis tertarik untuk mengangkat dalam sebuah
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Stroke Non
Hemoragik ”. Untuk mendapatkan gambaran yang nyata tentang perawatan pasien stroke,
maka dalam penulisan karya ilmiah ini penulis mengambil judul Asuhan Keperawatan
pada pasien dengan diagnosa Stroke Non Hemoragik.
2
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuahan Keperawatan pada Klien Stroke Non Hemoragik dengan
menggunakan pendekatan keperawatan ?
3
1.5 Metode Penulisan
4
e. Bab lima: Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran untuk klien dan
keluarga, untuk perawat ruangan, untuk mahasiswa lainnya yang akan melakukan
asuhan keperawatan.
5
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi stroke terbagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Stroke hemoragik : kondisi dimana salah satu pembuluh darah di otak pecah atau
robek.
2. Stroke non hemoragik / Stroke iskemik: Terjadi akibat obstruksi atau bekuan di
salah satu atau lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum
6
Gambar 2.1. Stroke Hemoragik & Stroke non Hemoragik
(Sumber : http://www.academia.edu/10041909/A.ANATOMI_)
2. Emboli Serebral
Stroke emboli adalah stroke yang terjadi oleh karena adanya gumpalan
darah/bekuan darah yang berasal dari jantung dan kemudian terbawa aliran
darah sampai ke otak, kemudian menyumbat pembuluh darah di otak. Bekuan
darah dari jantung ini biasanya terbentuk akibat denyut jantung yang tidak teratur
7
(misalnya fibrilasi atrium), kelainan katup jantung, infeksi di dalam jantung, dan
juga operasi jantung.
8
Otak besar memiliki dua belahan, yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Hemisfer
otak dibagi dalam beberapa lobus atau daerah berdasarkan posisinya di tulang
kranium. Lobus tersebut antara lain:
a. Lobus frontalis, berfungsi mengatur gerakan motorik dan pneumototik.
b. Lobus parietalis, berfungsi mengatur perubahan kulit dan otot.
c. Lobus oksipitalis, yang berhubungan dengan pusat penglihatan.
d. Lobus temporalis, yang berhubungan dengan fungsi pendengaran, penciuman, dan
pengecap.
Selain fungsi – fungsi tersebut, otak besar juga berfungsi untuk melindungi otak secara
keseluruhan, dari goncangan.
2. Batang Otak
9
1) Membantu pergerakkan mata dan mengangkat kelopak mata
2) Memutar mata dan pusat pergerakan mata
c. Pons varoli, brakium pontis yang menghubungkan mesensefalon dengan pons
varoli dengan serebelum. Disini terdapat premotoksoid yang mengatur gerakan
pernapasan dan refleks
d. Medula oblongata merupakan bagian paling bawah dari batang otak, berfungsi:
1) Mengontrol kerja jantung
2) Mengecilkan pembuluh darah (vasokonstriktor)
3) Pusat pernapasan
4) Mengontrol kegiatan reflex
3. Serebelum (Otak Kecil)
10
2.1.4 Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian :
a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
b. Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari
bagian tubuh yang lain)
c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak)
d. Hemoragi serebral (pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke
dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak).
Faktor Risiko :
Banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko stroke. Beberapa faktor juga dapat
meningkatkan kemungkinan mengalami serangan jantung. Faktor risiko stroke yang
berpotensi dapat diobati meliputi :
1. Faktor risiko gaya hidup
a. Kelebihan berat badan atau obesitas
b. Ketidakaktifan fisik
c. Minuman berat
d. Penggunaan obat – obatan terlarang seperti kokain dan metamfetamin
2. Faktor Risiko Medis
a. Memiliki tekanan darah lebih tinggi dari 120/80 mmHg
b. Merokok atau terpapar asap rokok bekas
c. Kolesterol tinggi
d. Diabetes
e. Apnea tidur obstruktif
f. Penyakit kardiovaskular
g. Riwayat pribadi atau keluarga terkait stroke, serangan jantung atau serangan
iskemik transien
3. Faktor – faktor lain yang terkait dengan risiko stroke, termasuk :
a. Usia. Orang berusia 55 tahun atau lebih memiliki risiko stroke lebih tinggi
daripada orang yang lebih muda
b. Ras. Orang Afrika – Amerika memiliki risiko stroke yang lebih tinggi daripada
orang – orang
11
c. Jenis kelamin. Pria memiliki risiko stroke yang lebih tinggi daripada wanita.
Perempuan biasanya lebih tua ketika mengalami stroke
d. Hormon. Penggunaan pil KB atau terapi hormon yang termasuk estrogen, serta
peningkatan kadar estrogen dari kehamilan dan persalinan
12
sehingga terjadi kelemahan dari otot bibir, lidah dan laring. Pasien juga terdapat
kesulitan dalam mengunyah dan menelan.
f. Gangguan penglihatan, diplopia.
Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda,
gangguan lapang pandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi karena kerusakan
pada lobus temporal atau parietal yang dapat menghambat serat saraf optik pada
korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat disebabkan karena kerusakan
pada saraf cranial III, IV dan VI.
g. Disfagia
Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus cranial IX.
Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis menutup kemudian makanan
masuk ke esophagus.
h. Inkontinensia.
Inkontinensia baik bowel maupun badder sering terjadi karena terganggunya saraf
yang mensarafi bladder dan bowel.
Manisfestasi stroke iskemik :
1. Transient Ischemic Attack (TIA) atau serangan stroke sementara
Pada TIA, kelainan neurologis yang timbul berlangsung hanya dalam hitungan menit
sampai sehari penuh. TIA biasanya disebabkan oleh sumbatan karena thrombus atau
emboli. Gejala dan tanda-tandanya sesuai dengan bagian yang terserang, apakah pada
sistem karotis atau vertebrobasilaris. Gejala TIA yang disebabkan terserangnya sistem
karotis adalah gangguan penglihatan pada satu mata tanpa disertai rasa nyeri
(amaurosis fugax), terutama bila disertai dengan:
a. Kelumpuhan lengan, tungkai, atau keduanya pada sisi yang sama.
b. Deficit motorik dan sensorik pada wajah. Wajah dan lengan atau tungkai saja
secara unilateral.
c. Kesulitan untuk berbahasa, sulit mengerti atau berbicara, pemakaian katakata
yang salah atau diubah.
Gejala TIA yang disebabkan terserangnya sistem vertebrobasilaris sebagai berikut:
a. Vertigo dengan atau tanpa nausea dan atau munta, terutama bila disertai dengan
diplopia, disfagi, atau disartri.
13
b. Mendadak tidak stabil.
c. Gangguan visual,motorik, sensorik, unilateral, atau bilateral.
d. Hemianopsia homonym.
e. Serangan drop atau drop attack
2.1.6 Patofisiologi
Patofisiologi utama stroke adalah penyakit jantung atau pembuluh darah yang
mendasarinya. Manifestasi sekunder di otak adalah hasil dari satu atau lebih dari
penyakit yang mendasari atau faktor risiko. Patologi utama termasuk hipertensi,
aterosklerosis yang mengarah ke penyakit arteri koroner, dislipidemia, penyakit
jantung, dan hiperlipemia. Dua jenis stroke yang dihasilkan dari penyakit ini adalah
stroke iskemik dan hemoragik.
Stroke non hemoragik atau stroke penyumbatan disebabkan oleh oklusi cepat dan
mendadak pada pembuluh darah otak sehingga aliran darah terganggu. Jaringan otak
yang kekurangan oksigen selama lebih dari 60 sampai 90 detik akan menurun
fungsinya. Trombus atau penyumbatan seperti aterosklerosis menyebabkan iskemia
pada jaringan otak dan membuat kerusakkan jaringan neuron sekitarnya akibat proses
hipoksia dan anoksia. Sumbatan emboli yang terbentuk di daerah sirkulasi lain dalam
sistem peredaran darah yang biasa terjadi di dalam jantung atau sebagai komplikasi
dari fibrilasi atrium yang terlepas dan masuk ke sirkulasi darah otak, dapat pula
mengganggu sistem sirkulasi otak (Fanning dkk.,2014).
Oklusi akut pada pembuluh darah otak membuat daerah otak terbagi menjadi dua
daerah keparahan derajat otak, yaitu daerah inti dan daerah penumbra. Daerah inti
adalah daerah atau bagian otak yang memiliki aliran darah kurang dari 10cc/100g
jaringan otak tiap menit. Daerah ini beresiko menjadi nekrosis dalam hitungan menit.
Lalu daerah penumbra adalah daerah otak yang aliran darahnya terganggu tapi masih
baik daripada daerah inti karena daerah ini masih mendapat suplai perfusi dari
14
pembuluh darah lainnya. Daerah penumbra memiliki aliran darah 10cc-25cc/100g
jaringan otak tiap menit. Daerah penumbra memiliki prognosis lebih baik
dibandingkan dengan daerah inti (Gupta dkk.,2016). Defisit neurologis dari stroke
iskemik tidak hanya bergantung pada luas daerah inti dan penumbra, tetapi juga pada
kemampuan sumbatan menyebabkan kekakuan pembuluh darah atau vasospasme.
Kerusakkan jaringan otak akibat oklusi atau tersumbatnya aliran darah adalah
suatu proses biomolekular yang bersifat cepat dan progresif pada tingkat selular,
proses ini disebut dengan kaskade iskemia. Setelah aliran darah terganggu, jaringan
menjadi kekurangan oksigen dan gula darah tersebut menjalankan metabolisme
anaerob (Arboix dan Alio, 2012).
Metabolisme anaerob ini merangsanng pelepasan senyawa glutamat. Glutamat
bekerja pada reseptor di sel – sel saraf (terutama reseptor NMDA/N-methyl-D-
aspartame), menghasilkan influks natrium dan kalsium. Influks natrium membuat
jumlah cairan intraseluler meningkat dan pada akhirnya menyebabkan edema pada
jaringan. Influks kalsium merangsang pelepasan enzim protolisis (protese, lipase,
nuklease) yang memecah protein, lemak dan struktur sel. Influks kalsium juga dapat
menyebabkan kegagalan mitokondria, suatu organel membran yang berfungsi
mengatur metabolisme sel. Kegagalan – kegagalan tersebut yang membuat sel otak
pada akhirnya mati atau nekrosis (Ovbiageke dkk.,2012).
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral. Perubahan
yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit.
Perubahan inversibel jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi
oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung. Selain kerusakan
perenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan
peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan
drainase otak. Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat
menurunya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena dan sekitarnya
tertekan lagi. (Arif Mutaqin, 2013)
15
2.1.7 Pathway
Entrosit bergumpal
Trombus Mengikuti Peningkatan tekanan intrakranial
cerebral aliran darah
Endotil rusak
Pembuluh darah menjadi pecah
Stroke non
Emboli
hemoragik
Stroke Hemoragik Kompresi jaringan
Cairan plasm hilang
otak
Proses metabolisme dalam otak terganggu
Edema serebral
Arteri Vertebra
Basilaris Arteri carotis Arteri serebri
inlema media
Penurunan Kendali
otot Proses menelan tidak Penurunan Kegagalan
efektif aliran darah ke meenggerakkan
Kehilagan fungsi retina anggota tubuh
lonus otot fasial
Kelemahan anggota
gerak
Ketidakmampuan Kebutaan
Kerusakkan
menelan
mobilitas fisik
Hambatan komunikasi
Gangguan mobilitas verbal
fisik Gangguan
Defisit nutrisi menelan
Defisit
perawatan diri
16
2.1.8 Komplikasi
Stroke dapat menyebabkan cacat sementara atau permanen, tergantung pada
berapa lama otak kekurangan aliran darah dan bagian mana yang terdampak.
Komplikasi yang bisa terjadi antara lain:
1. Kelumpuhan atau hilangnya gerakan otot. Penderita stroke bisa menjadi lumpuh di
satu sisi tubuh atau kehilangan kendali atas otot – otot tertentu, seperti otot – otot
di satu sisi wajah atau bagian tubuh lain.
2. Kesulitan berbicara atau menelan. Stroke memengaruhi kontrol otot – otot di mulut
dan tenggorokkan, sehingga sulit bagi penderitanya untuk berbicara dengan jelas,
menelan, atau makan. Penderita stroke juga mungkin mengalami kesulitan dengan
bahasa, termasuk berbicara dan memahami ucapan, membaca atau menulis.
3. Kehilangan memori atau kesulitan berpikir.
4. Masalah emosional. Penderita sulit mengendalikan emosi mereka atau mungkin
mengalami depresi
5. Rasa sakit. Nyeri, mati rasa atau sensasi aneh lainnya dapat terjadi di bagian tubuh
yang terkena stroke.
6. Sensitif terhadap perubahan suhu terutama dingin ekstrim. Komplikasi ini dikenal
sebagai nyeri stroke sentral atau sindrom nyeri sentral.
17
denyut jantung, serta pemeriksaan bruit di atas arteri karotis untuk memeriksa
adanya aterosklerosis. Pemeriksaan juga dapat melibatkan oftalmoskop untuk
memeriksa tanda – tanda kristal kolesterol kecil atau gumpalan di pembuluh
darah di bagian belakang mata.
2. Tes darah.
Untuk mengetahui seberapa cepat gumpalan darah berkembang, apakah gula
darah rendah atau tinggi secara abnormal, apakah gula darah tinggi atau rendah
secara abnormal, apakah zat kimia darah tidak seimbang, atau apakah pasien
mengalami infeksi.
3. Pemeriksaan Ctscan
Untuk membuat gambar detail otak. CT scan dapat menunjukkan perdarahan,
tumor, stroke, dan kondisi lainnya.
4. Pencitraan resonansi magnetik (MRI).
MRI menggunakan gelombang radio dan magnet yang kuat untuk menciptakan
tampilan rinci otak. MRI dapat mendeteksi jaringan otak yang rusak oleh
perdarahan otak.
5. USG karotis.
Gelombang suara menciptakan gambar terperinci dari bagian dalam arteri karotid
di leher. Tes ini menunjukkan penumpukkan deposit lemak (plak) dan aliran
darah di arteri karotid.
6. Angiogram serebral.
Prosedur ini memberikan gambaran rinci tentang arteri di otak dan leher
7. Ekokardiogram
Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk membuat gambar detail
dari jantung. Ekokardiogram dapat menemukan sumber gumpalan di jantung dan
mungkin telah berpindah dari jantung ke otak dan menyebabkan stroke.
2.1.10 Penatalaksanaan
Untuk mengobati stroke non hemoragik, aliran darah ke otak harus cepat dikembalikan
dengan beberapa prosedur berikut :
1. Perawatan Darurat dengan Obat – Obatan
18
Terapi dengan obat penghancur gumpalan darah harus dimulai dalam 4,5 jam jika
mereka diberikan ke pembuluh darah (semakin cepat semakin baik). Perawatan
cepat tidak hanya meningkatkan peluang pasien untuk bertahan hidup tetapi juga
dapat mengurangi komplikasi.
Obat yang mungkin diberikan adalah injeksi intravena aktivator plasminogen
jaringan (tPA). Injeksi aktivator plasminogen jaringan rekombinan (tPA) juga
disebut alteplase, dianggap sebagai pengobatan standar untuk stroke non
hemoragik. Injeksi biasanya diberikan lewat vena di lengan. Obat penghancur
gumpalan ini idealnya diberikan dalam waktu 3 jam. dalam beberapa kasus,
injeksi ini hinggs 4,5 jam setelah gejala stroke dimulai. Obat ini mengembalikan
aliran darah dengan melarutkan gumpalan darah yang menyebabkan stroke.
2. Prosedur Endovaskular Darurat
Pengobatan stroke non hemoragik kadang – kadang melibatkan prosedur yang
dilakukan langsung di dalam pembuluh darah yang tersumba. Prosedur ini harus
dilakukan sesegera mungkin, tergantung pada filter bekuan darah :
a) Obat – obatan dikirimkan langsung ke otak. Dokter dapat memasukkan tabung
tipis (kateter) panjang melalui arteri di selangkangan dan memasukkannya ke
otak untuk mengirim tPA langsung ke area di mana stroke terjadi. Ini disebut
trombolisis intraarterial.
b) Menghilangkan bekuan dengan retriever stent. Dokter menggunakan kateter
untuk mengarahkan perangkat ke pembuluh darah yang tersumbat di otak,
serta menjebak dan menghilangkan bekuan. Prosedur ini sangat bermanfaat
bagi orang – orang dengan gumpalan besar yang tidak dapat dilarutkan
sepenuhnya dengan tPA, meskipun prosedur ini sering dilakukan dalam
kombinasi dengan tPA intravena. Beberapa penelitian menunjukkan bahawa
terapi endovaskular mungkin merupakan pengobatan yang paling efektif,
tergantung pada lokasi bekuan dan faktor lain. Terapi endovaskular telah
terbukti secara signifikan meningkatkan hasil dan mengurangi kecacatan
jangka panjang setelah terjadi stroke non hemoragik (iskemik).
19
3. Prosedur Lainnya
Untuk mengurangi resiko mengalami stroke atau serangan iskemik transien,
dokter bisa menyarankan prosedur untuk membuka arteri yang dipersempit oleh
plak. Dokter terkadang merekomendasikan prosedur berikut untuk mencegah
stroke. Pilihan akan bervariasi tergantung pada situasi kesehatan pasie :
a) Endarterektomi karotis.
Dalam endarterektomi karotis, seorang ahli menghilangkan plak dari arteri
yang ada di sepanjang sisi leher ke otak (arteri karotid). Dalam prosedur ini,
dokter bedah akan membuat sayatan di sepanjang bagian depan leher,
membuka arteri karotid, dan menghilangkan plak yang menghalangi arteri
karotid. Prosedur selanjutnya adalah memperbaiki arteri dengan jahitan atau
patch yang terbuat dari vena atau bahan buatan (cangkokan). Prosedur ini
dapat mengurangi risiko stroke non hemoragik. Namun, endarterektomi karotis
juga menimbulkan risiko, terutama untuk orang dengan penyakit jantung.
b) Angioplasti dan stent
Dalam angioplasti, seorang ahli bedah biasanya mengakses arteri karotid
melalui arteri di pangkal paha. Disini, dokter bedah dapat dengan lembut dan
aman mengarahkan peralatannya ke arteri karotid di leher. Sebuah balon
kemudian digelembungkan untuk memperluas arteri yang menyempit.
Kemudian stent dapat dimasukkan untuk mendukung arteri yang terbuka.
20
Beberapa hal yang harus dikaji dalam riwayat kesehatan pada gangguan sistem
persarafan diantaranya adalah data umum pasien, keluhan utama pasien, riwayat
penyakit yang lalu dan riwayat kesehatan keluarga.
b. Data umum pasien
Data umum pasien yang perlu dikaji diantaranya :
1. Data demografi meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat rumah.
2. Pekerjaan : jelaskan aktivitas sehari-haripasien, jenis pekerjaan.
3. Lingkungan: apakah terekpos pencemaran lingkungan seperti bahan kimia,
listrik, polusi udara, dll.
4. Tingkat intelektual : riwayat pendidikan, pola komunikasi
5. Status emosi : ekspresi wajah, perasaan tentang dirinya, keluarga pemberi
pelayanan kesehatan, penrimaan stres dan koping mekanisme.
6. Riwayat pengobatan : obat-obatan yang pernah diberikan (nama, penggunaan,
dosis, berapa lama), keadaan setelah pengobatan, alergi obat dan makanan.
Kebiasaan minum alkohol, obat-obatan, rokok.
7. Pelayanan kesehatan : puskesmas, klinik, dokter praktek.
c. Keluhan utama
1. Trauma : urutan kejadian, waktu kejadian, siapa yang menangani, pengobatan
yang diberikan, keadaan trauma.
2. Infeksi akut : kejadian, tanda dan gejala kejang, tempat
3. infeksi, sumber infeksi, penanganan yang sudah diberikan dan responya.
4. Kejang : urutan kejadian, karakter dari gejala kejang, kemungkinan faktor
pencetus, riwayat kejang, penggunaan obat kejang.
5. Nyeri : lokasi, kualitas, intensitas, lamanya, menetap atau tidak penanganan
sebelumnya.
6. Gaya berjalan : seimbang, kaki diseret, gangguan aktivitas.
7. Vertigo : kejadian, faktor pencetus, mual dan muntah, tinitus, perubahan
kognitif, perubahan penglihatan, nyeri dada.
8. Kelemahan : kejadian, lamanya, reflek menelan, adakah batuk, bagaimana jika
menelan air atau lebih padat.
21
d. Riwayat kesehatan yang lalu
1. Apakah ada trauma : kepala, tulang belakang, spinal cord, trauma lahir,
trauma saraf.
2. Apakah ada kelainan kongenital, deformitas/kecacatan.
3. Adakah penyakit stroke.
4. Adakah enchephalitis dan meningitis.
5. Adakah gangguan kardiovaskuler : hipertensi, aneurisma, disritmia,
pembedahan jantung, tromboenboli.
e. Riwayat keluarga
Epilepsi dan kejang, Nyeri kepala, Retardasi mental, Stroke, Gangguan psikiatri,
Penggunaan alkohol, rokok, dan obat-obatan terlarang, Penyakit keturunan : DM,
muskular distropi.
f. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui kelainan dari fungsi neurologi.
Pemeriksaan fisik yang lengkap meliputi : tanda vital, status mental, pemeriksaan
kepala, leher dan punggung, saraf kranial, saraf sensorik, saraf motorik, refleks
dan sistem saraf otonomi
g. Tanda vital
Sebelum melakukan tindakan yang lain, yang harus diperhatikan adalah tanda
vital, karena sangat berhubungan dengan fungsi kehidupan dan tanda-tanda lain
yang berkaitan dengan masalah yang terjadi. Misalnya, pada pasien dengan spinal
cord injury akan ditemukan masalah klasik hipotensi, bradikardia, dan hiportemia
karena hilangnya fungsi saraf simpatis. Tidak adekuatnya perfusi organ vital
dapat diakibatkan oleh tekanan darah yang tidak adekuat. Perubahan tanda vital
dapat pula terjadi pada peningkatan tekanan intrakranial. Tubuh akan berusaha
untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan glukosa di otak dengan meningkatkan
aliran darah ke otak sebagai akibat meningkatnya tekananan intrakranial.
Demikian juga dengan respirasi rate juga terganggu jika terjadi peningkatan
tekanan intrakranial.
22
h. Status mental
Respon Nilai
Tidak ada kontraksi otot. 0
Ada tanda dari kontraksi. 1
Bergerak tapi tak mampu menahan gaya gravitasi. 2
Beregerak melawan gaya gravitasi tetapi tidak 3
dapat melawan tahanan otot pemeriksa.
Bergerak dengan lemah terhadap tahanan dari otot 4
pemeriksa
Dapat menahan tahan dari otot periksa
Kekuatan dan rangsangan yang normal. 5
23
Tabel 2.3 Pemeriksaan Saraf Kranial
24
9. N. Glosofaringeus. Membedakan rasa manis dan asam.
Saraf sensorik dan motorik, Untuk
sensasi rasa.
1. Refleks Bisep
1) Pasien duduk dilantai
2) Lengan rileks, posisi antara fleksi dan ekstensi dan sedikit pronasi, lengan
diletakkan diatas lengan pemeriksa
3) Stimulus: ketokan pada jari pemeriksa pada tendon m. biceps brachii, posisi
lengan setengah ditekuk pada sendi siku.
4) Respon: fleksi lengan pada sendi siku.
2. Refleks Trisep
1) Pasien duduk dengan rileks
2) Lengan pasien diletakan diatas lengan pemeriksa
3) Pukul tendon trisep melalui fosa olekrani
4) Stimulus: ketukan pada tendon otot triceps brachii, posisi lengan fleksi pada
sendi siku dan sedikit pronasi.
5) Respon: ekstensi lengan bawah disendi siku.
3. Refleks Patella
1) Pasien duduk santai dengan tungkai menjuntai
2) Raba daerah kanan-kiri tendon untuk menentukan daerah yang tepat.
3) Tangan pemeriksa memegang paha pasien
25
4) Ketuk tendon patella dengan palu refleks menggunakan tangan yang lain.
5) Respon: pemeriksa akan merasakan kontraksi otot kuadrisep, ekstensi tungkai
bawah
6) Stimulus: ketukan pada tendon patella
7) Respon: ekstensi tungkai bawah karena kontraksi m.quadrisep femoris.
4. Refleks Babinski
Lakukan goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi lateral.
Orang normal akan memberikan respon fleksi jari-jari dan penarikan tungkai. Pada
lesi UMN maka akan timbul respon jempol kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-
jari lain akan menyebar atau membuka. Normal pada bayi masih ada.
5. Refleks Achilles
Ketukan pada tendon Achilles. Respon: plantar fleksi longlegs karena kontraksi
m.gastroenemius.
6. Refleks Kornea
Dengan cara menyentuhkan kapas pada limbus, hasil positif bila mengedip N IV &
X).
7. Refleks Faring
Faring digores dengan spatel, reaksi positif bila ada reaksi muntahanm (N IX & X).
26
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan
27
pemantauan,jika perlu.
- atur interval pemantauan sesuai
kondisi pasien.
- doumentasi hasil pemantauan.
E:
- -jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan.
28
dini
- Anjurkan mobilisasi sederhana
yang harus dilakukan (mis. duduk
ditempat tidur).
K:
- Konsultasi kesehatan
29
- Irigasi selang dengan 30 ml air
setiap 4-6 jam selama pemberian
makan dan setelah pemberian
makan intermitan
- Hindari pemberian makan lewat
selang 1 jam sebelum prosedur atau
pemindahan pasien
- Hindari pemberian makan jika
residu lebih dari 150 cc atau lebih
dari 100-200 persen dari jumlah
makanan taip jam
E:
- Jelaskan tujuan dan langkah-
langkah prosedur
K:
- Kolaborasi pemberian sinar X
untuk konfirmasi posisi
- selang,jika perlu
- Kolaborasi pemilihan jenis dan
jumlah makanan enteral
30
berhungan pengajian 1x24 jam di - Pemeriksa tanda dan gejela
dengan dapatkan hasil: konstipasi
kurangnya -tingkat kesadaran - pemeriksaan pergerakan usus,
aktifitas fisik meningkat karateristik fases
-memori jangka panjang - identifiasi faktor resiko konstipasi
meningat (mis:obat-obatan, tirah baring, dan
-memori jangka pendek diet rendah serat)
meningkat T:
-perilaku halusinasi - anjuran diet tinggi serat
menurun - lakukan masase abdomen,jika
-gelisah menurun perlu
-fungsi otak membaik - lakukan evakuasi fases secara
manual
E:
- jelaskan etiologi masalah
dan alasan tindakan
- anjurkan peningkatan
asupan cairan
- latih buang air besar secara teratur
- anjurkan cara
mengatasi konstipasi.
K:
- kolaborasi dengan tim medis
tentang
penurunan/peningkatan
freuensi usus
- kolaborasi penggunaan obat
pencahar,jika perlu
31
5 Defisit Setelah dilakukan O:
perawatan diri pengkajian selama 1x24 - identifikasi jenis bantuan yang di
berhubungan jam di dapatkan hasil : butuhkan
dengan -kemampuan makan - monitor kebersihan tubuh
kelemahan meningkat - monitor integritas kulit
neuromuskuler. -mempertahankan T:
kebersihan mulut - sediakan peralatan mandi
-minat melakukan - sediakan lingkungan yang aman
perawatan diri dan nyaman
meningkat - fasilitas menggosok gigi,sesuai
kebutuhan
- fasilitas mandi,sesuai kebutuhan
- pertahankan kebiasaan kebersihan
diri
- berikan bantuan sesu ai tingkat
kemandirian
E:
- Jelaskan manfaat mandi dan
dampak tidak mandi terhadap
kesehatan
- ajarkan kepada keluarga
- cara memandikan pasien
32
No SDKI SLKI SIKI
33
34
2.2.4 Implementasi Keperawatan
2.2.5 Evaluasi
35
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini penulis akan membahas tentang Asuhan Keperawatan yang diberikan pada
klien Tn. H di Unit Stroke RSPAD Gatot Soebroto dengan Stroke Non Hemoragik selama
3 x 24 jam dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
3.1 Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 06 Desember 2021 di Unit Stroke RSPAD Gatot
Soebroto. Klien masuk pada tanggal 14 November 2021 dengan nomor register
01076537 dan dengan diagnose Cerebral Infractio.
3.1.1 Identitas Klien
Klien bernama Tn.H , jenis kelamin Laki-Laki, usia 74 tahun, status perkawinan
menikah, agama Kristen Protestan, Suku bangsa Batak, Pendidikan terakhir S1,
Bahasa yang digunakan Bahasa Indonesia, Sudah tidak bekerja, alamat Jl.duyung V
No.6 kelurahan Jati Kecamatan Pulo Gadung, Sumber biaya BPJS Kementrian,
Sumber informasi didapatkan dari klien, keluarga, dan rekam medis klien
3.1.2 Resume
Klien masuk pada tanggal 14 November 2021 Pada pukul 11.00 WIB diantar oleh
keluarganya dengan keluhan pasien sulit berbicara dan tidak bisa berjalan
dikarenakan lemah tubuh bagian sebelah kanan, selanjutnya pasien di pindahkan ke
Unit Stroke Lantai 3 RSPAD Gatot soebroto pada tanggal 14 November 2021 pukul
19.30 . kemudian dilakukan pemeriksaan TTV, TD : 127/69 mmHg, S : 36,8
celcius, N : 70x/menit, RR : 20x/ menit. Tingkat kesadaran di dapatkan GCS 14 (E4
V6 M4) Klien terpasang NGT, klien terpasang Kateter, klien infus RL 8jam/kolov
di tangan sebelah kanan dan klien terpasang nasal kanul 2 liter. Hasil pemeriksaan
Laboratorium Hb 11,8 g/dl (13,0-18,0 g/dl) Ht 35% (40-50 %) Eritrosit 4,2 juta u/L
(4,3-6,0 juta/uL) Leukosit 9050/Ul (4,800-10,800/uL).
36
3.1.3 Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengeluh lemah anggota gerak sebelah kanan dan bebicara pelo , faktor
pencetus diduga yaitu stroke non hemoragik dengan jantung dan hipertensi,
timbul keluhan yaitu mendadak lamanya kurang lebih 1 bulan dan upaya
mengatasi berobat dan dirawat di RSPAD Gatot Soebroto.
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien memiliki riwayat penyakit sebelumnya yaitu Jantung, Diabetes Mellitus
Tipe II , klien tidak mempunyai riwayat alergi makanan, binantang maupun
lingkungan, dan klien tidak memiliki riwayat pemakaian obat.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
37
beristirahat. Hal yang dipikirkan saat ini adalah ingin segera sembuh. Harapan
setelah menjalani perawatan adalah ingin segera pulih dan dapat beraktivitas
kembali. Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit adalah klien tidak bisa
beraktivitas kembali, klien tidak memiliki nilai-nilai yang bertentangan dengan
kesehatan. Aktivitas agama yang dilakukan adalah ibadah.
f. Pola Kebiasaan
1) Pola Nutrisi
Pola nutrisi sebelum sakit klien makan 3x sehari, nafsu makan baik, tidak ada
mual muntah, porsi makan yang dihabiskan satu porsi, menyukai semua jenis
makanan, tidak ada makanan yang membuat alergi, tidak ada pantangan,
tidak ada makanan diet, tidak menggunakan obat-obatan dan penggunaan alat
bantu. Pola nutrisi saat dirawat di rumah sakit klien makan 3x sehari dengan
bubur, nafsu makan tetap baik tidak mual dan muntah, dapat menghabiskan 1
porsi makanan, klien menyukai semua jenis makanan, tidak ada makanan
alergi, makanan diet diabetasol 6x 200ml (Nutren diabet 3x200ml, entramix
3x200ml) , klien tidak menggunakan obat-obatan, klien menggunakan alat
bantu NGT sejak 26 November 2021.
2) Pola Eliminasi
Sebelum di RS BAK 6x-7x/hari, warna kuning jernih tidak ada keluhan dan
tidak ada penggunaan alat bantu, saat di RS BAK 100ml/ 3jam , warna
kuning pekat, tidak ada keluhan dan penggunaan alat bantu yaitu kateter
urine sejak 29 November 2021.
Sebelum di RS BAB 1x/hari waktu tak tentu, warna kecoklatan, konsistensi
lunak, tidak ada penggunaan laksatif. Saat di RS BAB frekuensi tidak
menentu, waktu tidsk menentu, warna kecoklatan, konsistensi lunak tidak ada
keluhan dan tidak ada penggunaan laxative.
3) Pola Personal Hygine
a. Klien mandi 2x/hari per hari waktu pagi dan sore, saat di RS mandi
2x/hari waktu pagi dan sore
38
b. Oral hygine 3x/hari waktu yaitu pagi, sore, dan malam saat di RS 2x/hari
waktu pada saat mandi yaitu setelah makan
c. Cuci rambut 2x/minggu, saat di rumah sakit 1x/ minggu
4) Pola Istirahat dan Tidur
Lama tidur siang klien 4 jam/hari tidur malam 7 jam/hari, kebiasaan sebelum
tidur yaitu berdoa, saat di RS klien tidur siang waktunya tidak tentu, tidur
malam waktunya tidak tentu kebiasaan sebelum tidur yaitu berdoa.
5) Pola Aktivitas dan Latihan
Pada saat sebelum sakit yaitu tidak bekerja, klien berolahraga pada pagi hari
yaitu jogging/ bermain tenis 2x/minggu, tidak ada keluhan dalam
beraktivitas, saat di RS klien tidak bekerja tidak berolahraga tidak dapat
beraktivitas, keluhan dalam beraktivitas yaitu membutuhkan pertolongan
untuk beberapa aktivitas.
6) Kebiasaan yang Mempengaruhi Klien
Klien memiliki riwayat perokok sejak 40 tahun lalu dan bisa menhabiskan 2
bungkus/hari, lama pemakaian sekitar kurang lebih 10 tahun, klien tidak
mengonsumsi minuman keras maupun NAPZA baik sebelum sakit dan saat
di RS
3.1.4 Pengkajian Fisik
a. Pemeriksaan fisik umum
BB klien 60 kg sebelum sakit 63 kg tinggi badan 170 cm keadaan umum sedang
klien tidak ada pembesaran kelenjar getah bening,
b. Sistem penglihatan
Posisi mata simetris, kelopak mata normal, pergerakan bola mata normal,
konjungtiva merah muda, sklera anikterik, pupil isokor, otot-otot mata tidak ada
kelainan, fungsi penglihatan kabur jika melihat jauh, tidak ada tanda-tanda
radang, tidak memakai kacamata, tidak memakai lensa kontak, reaksi terhadap
cahaya positif +/+
c. Sistem pendengaran
39
Daun telinga normal, tidak terdapat cairan di telinga, tidak ada perasaan penuh
di telinga, tidak ada tinitus, fungsi pendengaran normal, tidak ada gangguan
keseimbangan, tidak menggunakan alat bantu dengar
d. Sistem wicara
Sistem wicara tidak normal yaitu pelo
e. Sistem pernafasan
Jalan napas bersih, pernapasan sesak, tidak menggunakan otot bantu pernafasan,
frekuensi 22x/menit, irama teratur, pernapasan spontan, tidak batuk, perkusi
dada sonor, suara napas vesikuler, tidak ada nyeri saat bernafas, menggunakan
alat bantu nafas yaitu nasal canul 2 liter.
f. Sistem kardiovaskuler
1) Sirkulasi perifer
Nadi 80x/menit, denyut kuat, irama teratur, TD: 130/80 mmHg tidak ada
distensi vena jugularis, temperatur kulit hangat 35˚C, warna kulit
kemerahan,, tidak ada edema.
2) Sirkulasi jantung
Irama jantung teratur, tidak ada sakit dada.
g. Sistem hematologi
Klien tidak pucat dan tidak ada perdarahan.
h. Sistem saraf pusat
Klien tidak mengeluh sakit kepala kesadaran compos mentis GCS E4M6V4,
tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK, gangguan sistem persarafan yaitu pelo,
pemeriksaan reflek fisiologis normal, reflek patologis tidak ada.
i. Sistem pencernaan
Keadaan mulut tidak ada karies gigi, klien tidak menggunakan gigi palsu, tidak
ada stomatitis, lidah bersih, saliva normal tidak muntah, tidak ada nyeri daerah
perut, bising usus 12 x/menit tidak diare maupun konstipasi, hepar tak teraba,
abdomen lembek.
j. Sistem endokrin
40
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, nafas tidak berbau keton, tidak ada luka
gangren.
k. Sistem urogenital
Balance cairan intake 1200 ml output 800 ml- 1600 ml , tidak ada perubahan
pola kemih, urin warna kuning jernih, tidak ada distensi, klien tidak ada keluhan
sakit pinggang
l. Sistem integumen
Turgor kulit elastis, hangat pucat, suhu 35,oC, keadaan kulit baik, tidak ada
kelainan kulit, kondisi daerah pemasangan infus tidak ada tanda-tanda infeksi,
keadaan rambut tekstur baik cukup bersih.
m. Sistem muskuloskeletal
Klien ada keterbatasan dalam bergerak, klien tidak mengalami sakit pada tulang,
sendi, maupun kulit, tidak ada kelainan bentuk tulang, sendi, tidak ada kelainan
struktur tulang belakang belakang, keadan tonus otot baik, kekuatan otot
1111 5555
1111 5555
Data tambahan
Foto thorax ( radiologi )
Pemeriksaan MRI
41
b. Pengkajian nyeri
Klen mengatakan tidak ada nyeri
c. Resiko tinggi jatuh
klien dapat beresiko cedera berat
3.1.7 Penatalaksanaan
a. Infus RL 500 ml 20tpm
b. Levofloxacime 1 x 750 mg (IV)
c. Citicoline 2x500 mg (IV)
d. Lantus 1x12 unit 9 (IV)
e. CPG 1x75 mg (IV)
f. Bisoprolol 1x2,5 mg
g. Furosemide 1x40mg
h. Ramipril 1x2,5mg
i. NAC 3x1
j. Simvastatin 1x20mg
k. Miniaspilet 1x80mg
Diet via NGT
Nutren diabet 3x200ml
Entra mix 3x200ml
42
3.2 Analisa Data
3.2.1 Masalah : Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
Etiologi : Stroke (Aritmia)
1. Data Subjektif
Klien mengatakan tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakan,
Klien mengatakan keseharian dibantu oleh keluarga,
Keluarga klien mengatakan bicara pelo setelah masuk RS,
2. Data Objektif
Keadaan umum : composmentis,
Pasien tampak lemah,
TD : 130/80 mmHg, N : 85 x/menit, S : 35C, RR : 21 x/menit
Bicara tampak pelo,
Tampak ADL klien dibantu oleh keluarga,
Klien terdapat gangguan pada anggota tubuh sebelah kanan bagian kaki dan
tangan,
3.2.2 Masalah : Ketidakmampuan Menelan makanan
Etiologi : Resiko defisit nutrisi
1. Data Subjektif
Keluarga klien mengatakan klien dalam menelan,
Keluarga klien mengatakan makan dan minum klien melalui NGT.
2. Data Objektif
Klien tampak kesulitan menelan,
Klien tampak terpasang NGT
3.2.3 Masalah : Hambatan Mobilitas Fisik
Etiologi : Penurunan Kekuatan Otot
1. Data Subjektif
Klien mengatakan keseharian dibantu oleh keluarga,
Klien mengatakan tangan dan kaki kanan tidak bisa digerakan,
2. Data Objektif
43
Kekuatan otot 1111 5555
1111 5555
Tampak ADL klien dibantu oleh keluarga,
Pasien tampak lemah,
Klien terdapat gangguan pada anggota tubuh sebelah kanan bagian kaki dan
tangan,
3.2.4 Masalah : Konstipasi
Etiologi : Gangguan Eliminasi Fekal
1. Data Subjektif
Keluarga klien mengatakan klien sulit BAB dan dibantu dengan obat pencahar
(purgatix),
2. Data Objektif
Klien tampak sulit BAB dan dibantu obat pencahar.
44
mengatakan kebutuhannya dibantu oleh keluarga, Ku : Cukup, composmentis, TD =
130/80 mmHg, Nadi = 85 x/menit, Suhu = 35C, RR = 21 x/menit,
Segala aktifitas pasien dibantu seperti makan minum mobilisasi berpakaian dll,
Pasien terdapat gangguan pada anggota badan sebelah kanan tangan kanan hanya
bisa melakukan fleksi ekstensi sedangkan kaki kanan hanya abduksi dan adduksi
pada pergelangan kaki.
Kekuatan otot 1 1 1 1 5 5 5 5
1111 5555
3.3.4 Konstipasi berhubungan dengan gangguan eliminasi fekal Keluarga klien
mengatakan klien sulit BAB dan dibantu dengan obat pencahar (purgatix), Ku :
Cukup, composmentis, TD = 130/80 mmHg, Nadi = 85 x/menit, Suhu = 35C, RR
= 21 x/menit,
45
c. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
d. Identifikasi residu pasien sebelum memberi makan melalui NGT,
e. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis diit yang
dibutuhkan.
3. Hambatan mobilitas Fisik berhubungan dengan Penurunan kekuatan otot
Tujuan : setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam,
diharapkan mobilitas fisik meningkat
Kriteria Hasil :
a. Skala kekuatan otot bertambah 1111 5555
11115555
b. Mampu melakukan aktivitas secara mandiri
c. Tangan dan kaki bagian kanan bisa digerakan secara perlahan
Intervensi Keperawatan :
a. Kaji kekuatan otot,
b. Ajarkan tindakan ROM pada klien,
c. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi jika dibutuhkan
4. Konstipasi berhubungan dengan gangguan eliminasi fekal
Tujuan : setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 2 x 24 jam,
diharapkan mobilitas fisik meningkat
Kriteria Hasil : pola eliminasi minimal 1x/hari, mengeluarkan feses tanpa bantuan
laxatif, feses lunak
Intervensi keperawatan :
a. Kaji kebiasaan defekasi klien,
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk makanan mengandung serat,
c. Edukasi dengan keluarga klien tentang konstipasi yang dialami klien
46
Pukul 08.00 mengkaji TTV hasil TD : 109/72 mmHg, N : 77x/menit, RR : 20 x/menit,
S : 36,5C, SpO2 : 98%. Pukul 08.30 menganjurkan klien untuk banyak istirahat, hasil
klien tampak beristirahat tetapi masih sering terbangun karena kurang nyaman saat
bernafas. Pukul 10.00 mengajarkan tindakan ROM pasif pada klien, hasil klien sudah
tampak sering melalukan ROM pasif sesuai dengan anjuran dari fisioterapi, dan
terkadang dibantu oleh tangan kiri untuk mobilisasi tangan kanan klien secara perlahan.
Tanggal 07 Desember 2021
Pada pukul 08.00 mengkaji TTV hasil, TD : 111/82 mmHg, N : 76 x/menit, RR :
20x/menit, S : 36,2C, SpO2 : 99%. Kemudian pada pukul 09.00 mengajarkan
tindakan ROM pasif pada klien, hasil : klien tampak sering melkukan ROM sesuai
dengan anjuran dari fisioterapi.
47
1,1,1,1 5,5,5,5
Pada pukul 09.30 Mengajarkan tindakan rom pada klien, hasil klien tamoak rileks dan
mengikuti arahan yang diajarkan fisioterapi.
Tanggal 07 Desember 2021
Pukul 09.00 mengkaji kekuatan otot klien
• hasil 1,1,1,1 5,5,5,5
1,1,1,1 5,5,5,5
Pada pukul 09.30 Mengajarkan tindakan rom pada klien, hasil klien tamoak rileks dan
mengikuti arahan yang diajarkan fisioterapi.
3.6 Evaluasi
Dx.1
S : klien mengatakan masih merasa sulit mengangkat tangan dan kaki bagian kanan
O : tanda – tanda vital
TD : 111/82 mmHg, S : 36,2C, N : 76x/menit, RR : 20 x/menit
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
48
Dx.2
S : Klien mengatakan masih sulit untuk menelan
O :Tampak klien masih terpasang NGT
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
Dx.3
S : Klien mengatakan jika mengangkat tangan dan kaki bagian kanan masih
sulit dan berat
O : kekuatan otot 1,1,1,1 5,5,5,5
1,1,1,1 5,5,5,5
Tampak klien masih susah untuk bergerak di ekstermitas bagian kanan atas
dan bawah
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
Dx.4
S : keluarga klien mengatakan untuk minimal 1x/hari BAB masih jarang
O : klien tampak tidak nyaman karena belum bisa BAB
A : masalah belum teratasi
P : intervensi dilanjutkan
49
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian
Pada pengkajian ini merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan
mengumpulan data data yang akurat dari klien dan keluarga klien sehingga dapat
diketahui berbagai permasalahan yang dialami klien.
Menurut Smeltzer & Bare (2013) menjelaskan bahwa stroke sering terjadi pada usia
40 –70 tahun. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, prevalensi penyakit stroke di
Indonesia meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang
terdiagnosis tenaga kesehatan terjadi pada usia >75 tahun (50,2%) dan terendah pada
kelompok usia 15-24 tahun (0,6%). Berdasarkan pengkajian yang di dapat pada Tn.H
sekarang berusia 74 tahun dan mengalami stroke.
Hal ini menunjukkan bahwa teori dan kasus nyata tidak ada kesenjangan
dikarenakan Tn.H berusia 74 tahun dan mengalami stroke non hemoragik sesuai
dengan Smeltzer & Bare (2013) mengatakan stroke sering terjadi pada usia 40-70
tahun.
50
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan neuromuscular,
kerusakan sentral bicara
Diagnosa yang muncul pada Tn.H :
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan Stroke (aritmia)
2. Ketidakmampuan menelan makanan berhubungan dengan resiko defisit nutrisi
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
4. Konstipasi berhubungan dengan gangguan eliminasi fekal
51
Pada tahap perencanaan penulis tidak menemukan hambatan, karena adanya faktor
pendukung dari berbagai pihak yang menangani kasus tersebut dan setiap rencana
disusun dengan kondisi klien dengan mengacu pada teori serta mendapat dukungan dan
kerjasama dari klien dan perawat ruangan.
52
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Kesimpulan
1. Pada tahap pengkajian terdapat kesenjangan antara teori dan kasus. Pada kasus
Tn.H diduga faktor resikonya adalah akibat Aritmia (Irama Jantung Cepat) secara
langsung, penyakit ini bisa disebabkan karena adanya keturunan dari keluarga klien
2. Pada tahap diagnosa keperawatan yang prioritas adalah Ketidakefektifan perfusi
jaringan serebral berhubungan dengan Sroke (Aritmia).
3. Pada kasus dibuat berdasarkan SMART dan dibuat batasan waktu atau timing yaitu
2x24 jam, karena penulis diberikan kesempatan untuk memberikan asuhan
keperawatan selama 2 hari. Hal ini berdampak pada penetapan kriteria hasil yang
disesuaikan dengan waktu yang diberikan dalam memberikan asuhan keperawatan.
4. Tahap pelaksanaan pada kasus disesuaikan dengan rencana yang telah dibuat dan
semua rencana tindakan dapat dilaksanakan.
5. Pada tahap evaluasi, empat diagnosa masalah belum teratasi.
5.2 Saran
Hasil penelitian yang peneliti lakukan diharapkan dapat menjadi bahan informasi bagi
perawat dan pihak Rumah Sakit untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Cerebral Infactio sedangkan
untuk pembaca yaitu untuk menambah wawasan dan informasi terkait penyakit
Cerebral Infactio secara spesifik dankomprehensif sehingga waktu perawatan pada
pasien dengan Cerebral Infactio dapat diminimalkan penyembuhannya.
53
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. (2013). Pola pembinaan kesehatan usia lanjut di panti werdha.
Jakarta : Directorat Bina Kesehatan Keluarga
54