LP Askep CKD R Hemodialisa

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

1

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN PADA KLIEN CRONIC KIDNEY DISEASE

( CKD ) DI RUANG HEMODIALISA RSUD BLAMBANGAN

BANYUWANGI

Oleh :
Nama : Piscalita
Nim : 202104073

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2021
2

1. TINJAUAN PUSTAKA

1.1 KONSEP CKD

A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik (GGK) biasanya akibat akhir dari

kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap (Doenges,

1999; 626)

Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir

(ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif

dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan

elektrolit,menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah

nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth, 2001;

1448)

Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal

ginjal yang progresif dan lambat,biasanya berlangsung

beberapa tahun. (Price, 1992; 812)

Sesuai dengan topik yang saya tulis didepan cronic

kidney disease ( CKD ),pada dasarnya pengelolaan tidak

jauh beda dengan cronoic renal failure ( CRF ), namun pada

terminologi akhir CKD lebih baik dalam rangka untuk

membatasi kelainan klien pada kasus secara dini, kerena

dengan CKD dibagi 5 grade, dengan harapan klien

datang/merasa masih dalam stage – stage awal yaitu 1 dan 2.

secara konsep CKD, untuk menentukan derajat ( stage )

menggunakan terminology CCT ( clearance creatinin test )


3

dengan rumus stage 1 sampai stage 5. sedangkan CRF (

cronic renal failure ) hanya 3 stage. Secara umum ditentukan

klien datang dengan derajat 2 dan 3 atau datang dengan

terminal stage bila menggunakan istilah CRF.

B. ETIOLOGI

 Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis

 Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis

benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis

 Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus

eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis

sistemik progresif

 Gangguan kongenital dan herediter misalnya

penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal

 Penyakit metabolik misalnya DM, gout,

hiperparatiroidisme, amiloidosis

 Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan

analgesik,nefropati timbal

 Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas:

kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih

bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali

kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

 Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis


4

C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron

(termasuk glomerulus dan tubulus) diduga utuh sedangkan

yang lain rusak. Nefron- nefron yang utuh menjadi hipertrofi

dan produksi dari hasil filtrasi meningkat disertai reabsorpsi

walaupun dalam keadaan penurunan GFR (Glomerulus

Filtration Rate). Metode adaptif ini dapat berfungsi sampai

¾ nefron dari nefron-nefron rusak. Beban bahan yang

harus dilarut menjadi lebih besar daripada yang bisa

direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan

haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak

bertambah banyak timbul oliguri disertai retensi produk sisa.

Gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul

gejala-gejala khas kegagalan ginjal ini bila kira-kira fungsi

ginjal telah hilang 80-90%. Pada tingkat fungsi ginjal

dengan nilai creatinin clearance turun sampai 15 ml/menit

atau lebih rendah dari itu.

Penurunan fungsi renal menyebabkan produk akhir

dari metabolisme protein (yang biasanya di ekskresikan ke

dalam urin) menjadi tertimbun dalam darah, sehingga

terjadilah uremia dam mempengaruhi setiap sistem tubuh.

Semakin banyak timbunan produk sampah di dalam darah

maka gejala akan semakin bera


5

Gejala uremia ini biasanya dapat ditangani dengan

tindakan terapi dialisis. Gagal ginjal kronik dapat disebabkan

karena gangguan pembuluh darah ginjal (penyakit vaskular),

gangguan imunologis, infeksi, gangguan metabolik, gangguan

tubulus primer, obstruksi traktus urinarius, dan kelainan

kongenital dan herediter. Adanya lesi vaskular dapat

menyebabkan iskemik pada ginjal dan kematian jaringan ginjal

(yang paling sering adalah atreosklerosis pada arteri renalis

besar, dengan konstriksi skleratik progresif pada pembuluh

darah) sehingga dapat menyebabkan hiperplasia fibromuskular

sehingga terjadi sumbatan pada pembuluh darah. bila tidak

segera diatasi akan muncul masalah yaitu hipertensi.

Hipertensi menyebabkan penurunan perfusi renal yang

mengakibatkan terjadinya kerusakan parenkim ginjal hal ini

menyebabkan peningkatan renin dan meningkatkan angiotensin

II, selanjutnya angiotensin II dapat menyebabkan dua hal

yaitu : peningkatan aldosteron dan vasokonstriksi arteriol. Pada

kondisi peningkatan aldosteron, akan meningkatkan reabsorpsi

natrium, natrium akan meningkat di cairan ekstra seluler.

Pada gagal ginjal penurunan ekskresi Na menyebabkan

retensi cairan sehingga volume overload dan diikuti edema

paru. Edema paru akan mempengaruhi kemampuan mekanik

dan pertukaran gas di paru dengan berbagai mekanisme. Edema

interstitial dan alveoli menghambat pengembangan alveoli,


6

serta menyebabkan atelaktasis dan penurunan produsksi

surfaktan. Akibatnya, komplians paru dan volume tidal

berkurang. Sebagai usaha agar ventilasi semenit tetap adekuat,

pasien harus meningkatkan usaha pernapasan untuk

mencukupkan volume tidal dan/meningkatkan frekuensi

pernapasan. Secara klinis gejala yang dapat timbul yaitu gejala

sesak nafas, retraksi interkostal pada saat inspirasi, dan

perubahan berat badan (Rendy & Margareth, 2012


7

D. PATWAY
8

E. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga

yaitu :

a) Konservatif

- Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin

- Observasi balance cairan

- Observasi adanya odema

- Batasi cairan yang masuk

b) Dialysis

- peritoneal dialysis

biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.

Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang

tidak bersifat akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori

Peritonial Dialysis)

- Hemodialisis

Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di

vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya

hemodiliasis dilakukan melalui daerah femoralis namun

untuk mempermudah maka dilakukan :


9

- AV fistule : menggabungkan vena dan arteri

- Double lumen : langsung pada daerah jantung (

vaskularisasi ke jantung )

c) Operasi

- Pengambilan batu

- transplantasi ginjal

1.2 KONSEP HEMODIALISIS

A.Definisi

Hemodialisis adalah dialisis yang dilakukan diluar tubuh yang

biasa kita sebut cuci darah atau pembersihan darah dengan

menggunakan mesin atau ginjal buatan, dari zat-zat yang konsentrasinya

berlebihan di dalam tubuh. Zat- zat tersebut dapat berupa zat yang

terlarut dalam darah, seperti toksin ureum dan kalium atau zat pelarutnya

yaitu air atau serum darah (Suwitra, 2006). Hemodialisis merupakan

suatu proses yang digunakan pada klien dalam keadaan sakit akut dan

memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga

beberapa minggu) atau klien dengan penyakit ginjal stadium akhir

(ESRD) yang memerlukan terapi jangka panjang atau permanen

(Suharyanto, 2009).

B. Alasan

Hemodialisis diindikasikan pada pasien dalam keadaan akut


10

yang memerlukan terapi dialisis jangka pendek atau pasien dengan gagal

ginjal tahap akhir yang memerlukan terapi jangka panjang / permanen

(Smeltzer et al. 2008). Indikasi dilakukan hemodialisis pada penderita

gagal ginjal adalah: 1) Laju filtrasi glomerulus kurang dari 15ml/menit;

2) Hiperkalemia; 3) Kegagalan terapi konservatif; 4) Kadar ureum lebih

dari 200mg/dl; 5) Kelebihan cairan; 6) Anuria berkepanjangan lebih dari

5 kali.

C.Tujuan

Tujuan dilakukan terapi hemodialisis yaitu untuk menurunkan

kreatinin dan zat toksik yang lainnya dalam darah, Hemodialisis juga

bertujuan untuk menghilangkan gejala yaitu mengendalikan uremia,

kelebihan cairan dan ketidak seimbangan elektrolit yang terjadi pada

pasien penyakit ginjal tahap akhir (Markum, 2006)

D.Proses Hemodialisis

Ginjal buatan (Dialyzer), mempunyai 2 kompartemen, yaitu

kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Kedua kompartemen

tersebut, selain dibatasi oleh membran semi-permeabel, juga mempunyai

perbedaan tekanan yang disebut sebagai trans-membranpressure (TMP)

(Swartzendruber et al, 2008). Selanjutnya, darah dari dalam tubuh

dialirkan kedalam kompartemen darah, sedangkan cairan pembersih

(dialisat), dialirkan ke dalam kompartemen dialisat. Pada proses

hemodialisis, terjadi 2 mekanisme yaitu, mekanisme difusi dan


11

mekanisme ultrafiltrasi.

Mekanisme difusi bertujuan untuk membuang zat-zat terlarut

dalam darah (blood purification), sedangkan mekanisme ultrafiltrasi

bertujuan untuk mengurangi kelebihan cairan dalam tubuh (volume

control) (Roesli, 2006). Kedua mekanisme dapat digabungkan atau

dipisah, sesuai dengan tujuan awal hemodialisisnya. Mekanisme difusi

terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi antara kompartemen darah

dan kompartemen dialisat. Zat-zat terlarut dengan konsentrasi tinggi

dalam darah, berpindah dari kompartemen darah ke kompartemen

dialisat, sebaliknya zat-zat terlarut dalam cairan dialisat dengan

konsentrasi rendah, berpindah dari kompartemen dialisat ke

kompartemen dialisat.

Proses difusi ini akan terus berlangsung hingga konsentrasi pada

kedua kompartemen telah sama. Kemudian, untuk menghasilkan

mekanisme difusi yang baik, maka aliran darah dan aliran dialisat dibuat

saling berlawanan (Rahardjo et al, 2006). Kemudian pada mekanisme

ultrafiltrasi, terjadi pembuangan cairan karena adanya perbedaan tekanan

antara kompartemen darah dan kompartemen dialisat. Tekanan

hidrostatik akan mendorong cairan untuk keluar, sementara tekanan

onkotik akan menahannya. Bila tekanan di antara kedua kompartemen

sudah seimbang, makamekanisme ultrafiltrasi akan berhenti (Suwitra,

2006).
12

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Hmodialisis

A. Pengkajian

Pengkajian pada klien gagal ginjal kronis sebenarnya

hampir sama dengan klien gagal ginjal akut, namun disini

pengkajian lebih menekankan pada support system untuk

mempertahankan kondisi keseimbangan dalam tubuh.

Dengan tidak optimalnya atau gagalnya fungsi ginjal, maka

tubuh akan melakukan upaya kompensasi selagi dalam

batas ambang kewajaran. Tetapi jika kondisi ini berlanjut

(kronis), maka akan menimbulkan berbagai manifestasi

klinis yang menandakan gangguan sistem tersebut. Berikut

ini adalah pengkajian keperawatan pada klien dengan gagal

ginjal kronik (Prabowo, 2014) :

a. Biodata

Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal

kronik, namun pada laki-laki lebih beresiko tinggi

terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal

ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insidensi

gagal ginjal akut, sehingga tidak berdiri sendiri.

b. Riwayat Kesehatan Keluhan Utama

Keluhan sangat bervariasi, terlebih terdapat penyakit

sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa output


13

urin menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan

kesadaran karena komplikasi pada system sirkulasi-

ventilasi, anoreksia, mual, muntah, fatigue, napas bau

urea, dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh

menurunnya fungsi ginjal sehingga berakibat terjadi

penumpukan (akumulasi) zat sisa metabolisme dalam

tubuh.

a. Riwayat Penyakit Sekarang

Pada pasien dengan gagal ginjal kronik biasanya

mengalami penurunan output urin, penurunan

kesadaran, perubahan pola nafas karena komplikasi dari

gangguan sistem ventilasi, fatigue, perubahan fisiologi

kulit, nafas bau urea. Pada kondisi yang sudah

memburuk seperti pada gagal ginjal tahap akhir yang

diperlukan terapi hemodialisa atau transplantasi ginjal,

pasien sering didapati mengalami perubahan dalam segi

psikologinya seperti depresi, cemas merasa tidak

berdaya, putus asa.

b. Riwayat Penyakit Dahulu

Kemungkinan adanya riwayat penyakit Diabetes

Mellitus (DM), nefrosklerosis, hipertensi, gagal ginjal

akut yang tidak tertangani dengan baik, obstruksi atau

infeksi urinarius, penyalahgunaan analgetik.


14

c. Riwayat Penyakit Keluarga

Gagal ginjal kronik bukan merupakan merupakan

penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah

keluarga tidak terlalu berpengaruh pada penyakit ini.

Namun penyakit Diabetes Mellitus dan hipertensi

memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal

ginjal kronik karena penyakit tersebut bersifat herediter

d. Riwayat psikososial

Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika pasien

memiliki koping adaptif. Namun biasanya, perubahan

psikososial dapat terjadi ketika klien mengalami

perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses

dialisis. Rutinnya tindakan terapi dialisis ini juga dapat

mengganggu psikososial pasien yaitu pasien dapat

merasakan keputusasaan dan ketidakberdayaan akibat

ketergantungan pada alat dialisis. Selain itu, kondisi ini

juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama proses

pengobatan sehingga klien mengalami kecemasan.

e. Pola Fungsi Kesehatan

1. Pola pemeliharaan–pemeliharaan

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik

mempunyai persepsi yang kurang baik terhadap


15

kesehatannya dan biasanya pasien mengalami nyeri

bersifat hilang timbul, lemah, mual, dan terdapat

odem.

2. Pola aktivitas latihan

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik

mengalami gangguan aktivitas karena adanya

kelemahan otot.

3. Pola nutrisi metabolik

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik

mengalami gangguan pada pola nutrisi, yaitu mual,

muntah, anoreksia, yang disertai penurunan berat

badan.

4. Pola eliminasi

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik

mengalami gangguan eliminasi, misalnya oliguria,

diare atau konstipasi, dan perut kembung.

5. Pola tidur–istirahat

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik

mengalami gangguan pola tidur, sulit tidur dan

kadang sering terbangun di malam hari.

6. Pola kognitif–perseptual

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik

memiliki komunikasi yang baik dengan orang lain,


16

pendengaran dan penglihatan baik, dan tidak

menggunakan alat bantu.

7. Pola toleransi-koping stress

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik, dapat

menerima keadaan penyakitnya.

8. Persepsi diri atau konsep diri

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik tidak

mengalami gangguan konsep diri.

9. Pola seksual–reproduksi

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik

mengalami gangguan ini sehubungan dengan

kelemahan tubuh.

10. Pola hubungan dan peran

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik,

memiliki komunikasi yang baik dengan keluarga,

perawat, dokter, dan lingkungan sekitar.

11. Pola nilai dan keyakinan

Biasanya pasien dengan Gagal Ginjal Kronik tidak

mengalami gangguan dalam pola nilai dan

keyakinan.

f. Pemeriksaan Fisik
17

1. Kondisi umum dan tanda-tanda vital

Kondisi klien gagal ginjal kronik biasanya lemah,

tingkat kesadaran bergantung pada tingkat toksisitas.

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital sering didapatkan

Respirasi Rate (RR) meningkat (takipnea), hipertensi

atau hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif.

2. Pemeriksaan fisik

a. Kulit, rambut dan kuku

Inspeksi : warna kulit, jaringan parut, lesi,dan

vaskularisasi. Amati adanya

pruritus, dan abnormalitas lainnya.

Palpasi : palpasi kulit untuk mengetahui

suhu, turgor, tekstur, edema, dan

massa.

b. Kepala

Inspeksi : kesimetrisan muka. Tengkorak, kulit

kepala (lesi, massa).

Palpasi : dengan cara merotasi dengan lembut

ujung jari ke bawah dari tengah

tengah garis kepala ke samping.

Untuk mengetahui adanya bentuk

kepala pembengkakan, massa, dan


18

nyeri tekan, kekuatan akar rambut.

c. Mata

Inspeksi : kelopak mata, perhatikan bentuk dan

kesimetrisannya. Amati daerah

orbital ada tidaknya edema,

kemerahan atau jaringan lunak

dibawah bidang orbital, amati

konjungtiva dan sklera (untuk

mengetahui adanya anemis atau

tidak) dengan menarik/membuka

kelopak mata. Perhatikan warna,

edema, dan lesi. Inspeksi kornea

(kejernihan dan tekstur kornea)

dengan berdiri disamping klien

dengan menggunkan sinar cahaya

tidak langsung. Inspeksi pupil, iris.

Palpasi : ada tidaknya pembengkakan pada orbital

dan kelenjar lakrimal.

d. Hidung

Inspeksi : kesimetrisan bentuk, adanya

deformitas atau lesi dan cairan yang

keluar.

Palpasi : batang dan jaringan lunak hidung


19

adanya nyeri, massa, penyimpangan

bentuk.

e. Telinga

Inspeksi : amati kesimetrisan bentuk, dan

letak telinga, warna,dan lesi.

Palpasi : kartilago telinga untuk mengetahui

jaringan lunak, tulang telinga ada

nyeri atau tidak.

f. Mulut dan faring

Inspeksi : warna dan mukosa bibir, lesi, dan

kelainan kongenital, kebersihan

mulut, faring.

g. Leher

Inspeksi : bentuk leher, kesimetrisan, warna

kulit, adanya pembengkakan,

jaringan parut atau massa.

Palpasi : kelenjar limfa/kelenjar getah

bening, kelenjar tiroid.

h. Thorak dan tulang belakang

Inspeksi : kelainan bentuk thorak, kelainan

bentuk tulang belakang, pada

wanita (inspeksi payudara: bentuk


20

dan ukuran).

Palpasi : ada tidaknya krepitus pada kusta, pada

wanita (palpasi payudara: massa).

i. Paru posterior, lateral, interior

Inspeksi : kesimetrisan paru, ada tidaknya lesi.

Palpasi : dengan meminta pasien

menyebutkan angka misal 7777.

Bandingkan paru kanan dan kiri.

Pengembangan paru dengan

meletakkan kedua ibu jari tangan ke

prosesus xifoideus dan minta pasien

bernapas panjang.

Perkusi : dari puncak paru kebawah

(supraskapularis/3-4 jari dari

pundak sampai dengan torakal 10).

Catat suara perkusi:

sonor/hipersonor/redup.

Auskultasi : bunyi paru saat inspirasi dan

akspirasi (vesikular,

bronchovesikular, bronchial,

tracheal: suara abnormal :

wheezing, ronchi, krekels.


21

j. Jantung dan pembuluh darah

Inspeksi : titik impuls maksimal, denyutan apical

Palpasi : area aorta pada interkosta ke-2 kiri, dan

pindah jari-jari ke intercostae 3, dan

4 kiri daerah trikuspidalis, dan

mitralpada interkosta 5 kiri.

Kemudian pindah jari dari mitral 5-

7 cm ke garis midklavikula kiri.

Perkusi : untuk mengetahui batas jantung (atas-

bawah, kanan-kiri).

Auskultasi : bunyi jantung I dan II untuk

mengetahui adanya bunyi jantung

tambahan.

k. Abdomen

Inspeksi : ada tidaknya pembesaran, datar,

cekung, kebersihan umbilikus.

Palpasi : epigastrium, lien, hepar, ginjal.

Perkusi : 4 kuadran (timpani,hipertimpani, pekak).

Auskultasi : 4 kuadran (peristaltik usus diukur

dalam 1 menit, bising usus).

l. Genetalia

Inspeksi : inspeksi anus (kebersihan, lesi,

massa, perdarahan) dan lakukan


22

tindakan rectal touch

(khusus laki-laki untuk mengetahui

pembesaran prostat), perdarahan,

cairan, dan bau.

Palpasi : skrotum dan testis sudah turun atau belum.

m. Ekstremitas

Inspeksi : inspeksi

kesimetrisan, lesi,massa. Palpasi :

tonus otot, kekuatan otot.

Kaji sirkulasi : akral hangat/dingin,


warna,

Capillary Refill

Time (CRT). Kaji

kemampuan

pergerakan sendi.

Kaji reflek fisiologis : bisep, trisep,

patela, arcilles. Kaji reflek patologis :

reflek plantar.

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien

dengan gagal ginjal kronis :

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan

perubahan membran alveolus-kapiler


23

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritas

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

berhubungan dengan perlemahan aliran darah

keseluruh tubuh

Anda mungkin juga menyukai