Makalah Askep Pielonefritis
Makalah Askep Pielonefritis
Makalah Askep Pielonefritis
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eliminasi merupakan kebutuhan dalam manusia yang esensial dan
berperan dalam menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi
dibutuhkan untuk mempertahankan homeostasis melalui pembuangan sisa-sisa
metabolisme. Secara garis besar, sisa metabolisme tersebut terbagi ke dalam
dua jenis yaitu sampah yang berasal dari saluran cerna yang dibuang sebagai
feces (nondigestible waste) serta sampah metabolisme yang dibuang baik
bersama feses ataupun melalui saluran lain seperti urine, CO2, nitrogen, dan
H2O. ( Judith Ann Kilpatrick, Fundamental of Nursing hal 1679 2001).
Ada beberapa penyakit yang dapat mengganggu pola eliminasi
manusia, diantaranya adalah infeksi saluran kemih atau infeksi traktus
urinarius (UTI). Infeksi Traktus Urinarius (UTI) sering terjadi dan menyerang
manusia tanpa memandang jenis kelamin dan usia, namun yang paling sering
adalah perempuan. UTI bertanggung jawab atas sekitar tujuh juta kunjungan
pasien kepada dokter setiap tahunnya di Amerika Serikat (Stamm,1998).
Secara mikro biologi UTI dinyatakan ada jika terdapat bakteriuria bermakna
(ditemukan mikroorganisme patogen 105 ml pada urin pancaran tengah yang
dikumpulkan pada cara yang benar). Abnormalitas dapat hanya berkolonisasi
bakteri dari urine (bakteriuria asimtomatik) atau bakteriuria dapat disertai
infeksi simtomatikndari struktur-struktur traktus urinarius/ UTI umumnya
dibagi dalam dua sub kategori besar: UTI bagian bawah (uretritis,sistitis,
prostatitis) dan UTI bagian atas (pielonefritis akut).
Bakteri mencapai kandung kemih melalui uretra dan naik ke ginjal.
Meskipun ginjal menerima 20% sampai 25% curah jantung, bakteri jarang
yang mencapai ginjal melalui aliran darah; kasus penyebaran secara
hematogen kurang dari 3%. Pielonefritis sering sebagai akibat dari refluks
ureterivesikal, dimana katup uretevesikal yang tidak kompeten meynyebabkan
urine mengalir balik (refluks) ke dalam ureter. Obstruksi traktus urinarius (
1
yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap infeksi), tumor kandung
kemih, striktur, hiperplasia prostatik benigna, dan batu urinarius merupakan
penyebab yang lain
Berdasarkan hasil penelitian pielonefritis lebih sering terjadi pada anak
perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki. Karena bentuk uretranya yang
lebih pendek dan letaknya berdekatan dengan anus. Studi epidemiologi
menunjukkan adanya bakteriuria yang bermakna pada 1% sampai 4% gadis
pelajar. 5%-10% pada perempuan usia subur, dan sekitar 10% perempuan
yang usianya telah melebihi 60 tahun. Pada hampir 90% kasus, pasien adalah
perempuan. Perbandingannya penyakit ini pada perempuan dan laki-laki
adalah 2 : 1.
Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Ya Yun Huang dan rekan
dari Department of Pediatrics and Institute of Clinical Medicine, National
Cheng Kung University Medical College and Hospital, Taiwan,
memperlihatkan bahwa pemberian methylprednisolone, bersamaan dengan
terapi antibiotika, secara bermakna mengurangi kejadian dan/atau derajat
pembentukan jaringan parut pada pasien pediatrik pasca pielonefritis akut.
Hasil penelitian ini juga telah dipublikasikan pada jurnal Pediatrics edisi bulan
Agustus 2011.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang kami angkat dalam makalah ini adalah bagaimana asuhan
keperawatan pada pasien dengan pielonefritis.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menambah ilmu pengetahuan dan pemahaman tentang asuhan
keperawatan pielonefritis.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mampu melakukan pengkajian pada pasien pielonefritis.
2
b. Agar mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien
pielonefritis.
c. Agar mampu melakukan intervensi pada pasien pielonefritis.
d. Agar mampu melaksanakan implementasi pada pasien pielonefritis.
e. Agar mampu melakukan evaluasi pada pasien pielonefritis.
D. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini antara lain :
1. Manfaat umum :
Untuk memperluas serta memperdalam wawasan terhadap gangguan yang
ada pada sistem perkemihan.
2. Manfaat khusus :
a. Manfaat bagi pembaca
Melalui makalah yang kami susun ini, diharapkan dapat menjadi
sumbangan ilmiah dan masukan untuk pengembangan ilmu
pengetahuan khususnya perkemihan.
b. Manfaat bagi penulis
Sebagai pengalaman yang berharga dan menyenangkan untuk
menambah pengetahuan dalam menyusun karya ilmiah yang lebih baik
lagi.
c. Manfaat bagi profesi keperawatan
Agar mahasiswa keperawatan mampu mengaplikasikan asuhan
keperawatan pasien pielonefritis sesuai standar asuhan keperawatan.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Pielonefritis adalah infeksi saluran kemih ascending yang telah
mencapa ‘pyelum’ (panggul) dari ginjal (nephros dalam bahasa Yunani).
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang
sifatnya akut maupun kronis (Brunner & Suddarth, 2002 : 1436). Pielonefritis
merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal, tubulus dan jaringan interstinal
dari salah satu atau kedua ginjal (Smeltzer. S C & Bare. B G, 2002).
Pielonefritis adalah reaksi inflamasi akibat infeksi yang terjadi pada pielum
dan parenkim ginjal (Purnomo, 2011).
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul
secara hematogen atau retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002:
668). Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis,
tubula dan jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri
enterit (paling umum adalah Escherichia Coli) yang telah menyebar dari
kandung kemih ke ureter dan ginjal akibat refluks vesikouretral. Penyebab lain
pielonefritis mencakup obstruksi urin dan infeksi, trauma, infeksi yang berasal
dari darah, penyakit ginjal lainnya, kehamilan, atau gangguan metabolik
(Sandra M. Nettina, 2001)
Inflamasi pelvis ginjal disebut Pielonefritis, penyebab radang pelvis
ginjal yang paling sering adalah kuman yang berasal dari kandung kemih yang
menjalar naik ke pelvis ginjal. Pielonefritis ada yang akut dan ada yang kronis
(Tambayong, 2000)
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pielonefritis adalah inflamasi pada pelvis ginjal dan parenkim ginjal yang
disebabkan karena adanya infeksi oleh bakteri. Infeksi bakteri pada jaringan
ginjal yang di mulai dari saluran kemih bagian bawah terus naik ke ginjal
4
B. Klasifikasi
Pielonefritis dibagi menjadi dua macam yaitu :
1. Pielonefritis akut
Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu.
Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses maka dapat
menimbulkan gejala lanjut yang disebut pielonefritis kronis (Brunner &
Suddarth, 2002 : 1436).
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang
karena tetapi tidak sempurna atau infeksi baru. 20 % dari infeksi yang
berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi selesai. Infeksi bakteri
dari saluran kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan
mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi saluran urinarius atau dikaitkan
dengan selimut. Abses dapat di jumpai pada kapsul ginjal dan pada taut
kortikomedularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta
glomerulus terjadi.
Pielonefritis akut adalah infeksi yang paling berperan dalam menimbulkan
morbiditas tetapi jarang berakhir sebagai gagal ginjal progresif. Pada
hampir 90% kasus adalah perempuan (Price. S A, 2006).
2. Pielonefritis kronis
Pielonefritis kronik juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga
karena faktor lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin.
Pyelonefritis kronik dapat merusak jaringan ginjal secara permanen akibat
inflamasi yang berulang kali dan timbulnya parut dan dapat menyebabkan
terjadinya renal faiure (gagal ginjal) yang kronik. Ginjal pun membentuk
jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses
perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang –
ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat.
Pembagian Pyelonefritis akut sering di temukan pada wanita hamil,
biasanya diawali dengan hidro ureter dan Pyelonefrosis akibat obstruksi
ureter karena uterus yang membesar.
5
Pielonefritis kronis adalah cedera ginjal progresif yang menunjukkan
pembentukan jaringan parut parenkimal pada pemeriksaan IVP disebabkan
oleh infeksi berulang atau infeksi yang menetap pada ginjal (Price. S A,
2006).
C. Etiologi
1. Escherichia coli merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah
sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit. Bakteri –
bakteri penyebab pielonefritis antara lain :
a. Escherichia coli
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di
usus besar) merupakan penyebab infeksi yang sering ditemukan pada
pielonefritis akut tanpa komplikasi.
b. Basilus proteus dan Pseudomonas auroginosa
Pseudomonas juga merupakan patogen pada manusia dan merupakan
penyebab infeksi pada saluran kemih.
c. Klebsiella enterobacter
Klebsiella enterobacter merupakan salah satu patogen menular yang
umumnya menyebabkan infeksi pernapasan, tetapi juga dapat
menyebabkan infeksi saluran kemih.
d. Species proteus
Proteus yang pada kondisi normal ditemukan di saluran cerna, menjadi
patogenik ketika berada di dalam saluran kemih.
e. Enterococus
Mengacu pada suatu spesies streptococus yang mendiami saluran cerna
dan bersifat patogen di dalam saluran kemih.
f. Lactobacillus
Adalah flora normal di rongga mulut, saluran cerna, dan vagina
dipertimbangkan sebagai kontaminan saluran kemih. Apabila
ditemukan lebih dari satu jenis bakteri, maka spesimen tersebut harus
dipertimbangkan terkontaminasi. Hampir semua gambaran klinis
6
disebabkan oleh endotoksemia. Tidak semua bakteri bersifat patogen
di saluran perkemihan, tetapi semua bakteri tersebut ditemukan dalam
sampel biakan urine. Namun, bakteri – bakteri tersebut tetap
merupakan kontaminan.
2. Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah
oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh
penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih.
3. Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal
atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke
dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal.
4. Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran
darah.
Penyebab pielonfritis secara umum menurut Smeltzer. S C & Bare. B G, 2002
dan menurut Price. S A, 2006 adalah :
1. Infeksi bakteri, 80% oleh Escherichia coli dan organisme lain seperti
golongan Proteus, Streptococus fecalis, Klebsiella, Enterobacter dan
Pseudomonas.
2. Refluks uretrovesikal, dimana katup uretrovesikal yang tidak kompeten
menyebabkan urine mengalir balik ke dalam ureter
3. Obstruksi traktus urinarius yang meningkatkan kerentanan ginjal terhadap
infeksi
4. Tumor kandung kemih
5. Striktur
6. Hiperplasia prostatik benigna
7. Batu urinarius
Faktor predisposisi menurut Price. S A, 2006 :
1. Jenis kelamin perempuan
2. Umur yang lebih tua
3. Kehamilan
7
Kehamilan dapat mempengaruhi aliran darah dan aliran plasma efektif ke
ginjal dan saluran kencing. Kecepatan filtrasi glomerulus dan fungsi
tubuler meningkat 30-50%. Di bawah keadaan yang normal peningkatan
kegiatan penyaringan darah bagi ibu dan janin yang tumbuh tidak
membuat ginjal dan uretra bekerja ekstra. Keduanya, menjadi dilatasi
karena peristaltik uretra menurun. Sebagai akibat, gerakan urin ke
kandung kemih lebih lambat. Statis urin meningkatkan kemungkinan
pielonefritis.
Estrogen dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi yang terjadi pada
kandung kemih yang akan naik ke ginjal. Bendungan dan atoni ureter
dalam kehamilan mungkin disebabkan oleh progesteron, obstipasi atau
tekanan uterus yang membesar pada ureter.
4. Peralatan kedokteran terutama kateter menetap
5. Penyalahgunaan analgesik secara kronik
6. Penyakit ginjal
7. Penyakit metabolik seperti diabetes (kencing manis)
8. Keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh
untuk melawan infeksi.
D. Anatomi Fisiologi
Gambar 01
Anatomi Sistem Perkemihan
8
Fisiologi Sistem Perkemihan :
1. Ginjal
Fungsi vital ginjal ialah sekresi air kemih dan pengeluarannya dari
tubuh manusia. Di samping itu, ginjal juga merupakan salah satu dari
mekanisme terpenting homeostasis. Ginjal berperan penting dalam
pengeluaran zat-zat toksin/racun, memperlakukan suasana keseimbangan
air. mempertahankan keseimbangan asam-basa cairan tubuh, dan
mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam
darah.
2. Ureter
Air kemih disekresi oleh ginjal, dialirkan ke vesika urinairia (kandung
kemih) melalui ureter. Ureter berada pada kiri dan kanan kolumna
vertebralis (tulang punggung) yang menghubungkan pelvis renalis dengan
kandung kemih.
3. Vesika urinaria
Aliran urine dari ginjal akan bermuara ke dalam kandung kemih
(vesika urinaria). Kandung kemih merupakan kantong yang dapat
menggelembung seperti balon karet, terletak di belakang simfisis pubis,
9
di dalam rongga panggul. Bila terisi penuh, kandung kemih dapat terlihat
sebagian ke luar dari rongga panggul.
4. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung
kemih yang berfungsi menyalurkan air kemih ke luar dan juga untuk
menyalurkan semen. Pada laki-laki, uretra berjalan berkelok-kelok,
menembus prostat, kemudian melewati tulang pubis, selanjutnya menuju ke
penis. Oleh karera itu, pada laki-laki, uretra terbagi menjadi 3 bagian, yaitu
pars proetalika, parsmembranosa, dan pars kavernosa. Muara uretra ke arah
dunia luar disebut meatus. Pada perempuan, uretra terletak di belakang
simfisis pubis, berjalan miring, sedikit ke atas, panjangnya kurang lebih 3-
4 cm. Muara uretra pada perempuan terletak di sebelah atas vagina, antara
klitoris dan vagina. Uretra perempuan berfungsi sebagai saluran ekskretori.
E. Manifestasi Klinis
1. Pyelonefritis akut
Gejala biasanya timbul secara tiba-tiba berupa :
a. Demam, menggigil
b. Nyeri di punggung bagian bawah, dan nyeri ketuk pada kostovertebrel
(CVA),
c. Mual dan muntah
d. Leokositosis : Peningkatan leukosit
e. Beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian
bawah, yaitu sering berkemih dan nyeri ketika berkemih (disuria).
f. Bisa terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal. Biasanya diserta
infiltrasiinterstisial sel – sel inflamasi.
g. Abses dapat dijumpai pada kapsul ginjal dan pada taut
kartikomedularis. Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta
glomerulus terjadi.
h. Kadang otot perut berkontraksi kuat, bisa terjadi kolik renalis, dimana
penderita merasakan nyeri hebat yang disebabkan oleh kejang ureter.
10
i. Kejang bisa terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau karena
lewatnya batu ginjal.
j. Gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit untuk
dikenali pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau
hematuria dengan bau yang tajam, selain itu juga dikaitkan dengan
selimut antibodi bakteri dalam urin yang ditandai dengan adanya
peningkatan sel darah putih.
2. Pyelonefritis kronik
Pyelonefritis kronik terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang. Sehingga
kedua ginjal perlahan-lahan mejadi rusak yaitu membentuk jaringan parut,
berkontaksi dan tidak berfungsi.
a. Adanya serangan Pyelonefritis akut yang berulang-ulang biasanya
tidak mempunyai gejala yang sfesifik.
b. Biasanya tanpa gejala infeksi, kecuali terjadi eksaserbasi.
c. Adanya keletihan.
d. Sakit kepala, nafsu makan rendah dan berat badan menurun.
e. Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis,
proteinuria, pyuria, dan kepekatan urin menurun.
f. Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami
gagal ginjal.
g. Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
h. Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka
pada jaringan.
i. Infeksi yang menetap atau kambuh dapat menyebabkan jaringan parut
progresif di ginjal disertai gagal ginjal pada akhirnya.
F. Patofisiologi
Secara khas infeksi menyebar dari kandung kemih ke dalam ureter,
kemudian ke ginjal, seperti terjadi pada refluk vesikoureter. Refluks
vesikoureter dapat terjadi karena kelemahan kongenital pada tempat
oertemuan (junction) ureter dan kandung kemih. Bakteri yang mengalir balik
11
ke jaringan intrarenal dapat menimbulkan koloni infeksi dalam tempo 24
hingga 48 jam. Infeksi dapat pula terjadi karena instrumentasi (seperti
tindakan kateterisasi, sistoskopi, atau bedah urologi), karena infeksi
hematogen (seperti pada septicemia atau endokarditis), atau mungkin juga
karena infeksi limfatik. Pielonefritis dapat juga terjadi karena
ketidakmampuan mengosongkan kandung kemih (misalnya pada pasien
dengan neurogenic bladdr), statis urine, atau obstruksi urine akibat tumor,
striktur, atau hipertropia prostat benigna (Kowalak dkk, 2011).
Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih
dan uretra. Flora normal fekal seperti Escherecia coli, Streptococus fecalis,
Pseudomonas aeruginosa, dan Staphilococus aurens adalah bakteri paling
umum yang menyebabkan pielonefritis akut. E. coli menyebabkan sekitar 85%
infeksi.
Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal
yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik
dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghasilkan
fibrosis dan scarring. Pielonefritis kronis muncul setelah periode berulang dari
pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratif dan menjadi kecil
serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang menjadi gagal
ginjal.
12
13
G. Pathway
Penurunan Imunitas Bakteri : E.coli, Kehamilan Obstruksi DM
Klebsielle, Enterococus kandung kemih,
Tubuh rentan VUR
Memasuki saluran Kadar estrogen tinggi Penekanan pada vesika Urine
terinfeksi bakteri
kemih bawah dan saluran kemih mengandung
Vasodilatasi glukosa
pembuluh darah Hambatan dalam
Melekat di mukosa
pengeluaran urine Bakteri di
saluran kemih
Peningkatan saluran
bawah dengan
permeabilitas kapiler Penurunan kecepatan kemih
perantara fimbrae
eliminasi urine
Dengan
Perpindahan protein
Mudah
Bakteri plasma ke interstitiel Penumpukan
berkembang
berkembang biak cairan pada pelvis
Konsentrasi protein biak
dan mengeluarkan plasma dalam filtrasi Peningkatan
77zat toksik glomerulus tinggi tekanan Menimbulkan
hidrostatik peradangan
Peradangan – Peningkatan tekanan
onkotik plasma Stress tubuh
infeksi saluran
kemih Pengeluaran
Penarikan cairan dari kapsula hormon stress
Ep “Endogen pirogen” Kalekrein bowman ke kapiler glomerulus “katekolamin”
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Urinalisis
Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya
ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang
besar (LPB) sediment air kemih.
Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air
kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa
kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
14
2. Bakteriologis
Mikroskopis : satu bakteri lapangan pandang minyak emersi. 102 -103
organisme koliform / mL urin plus piuria
Biakan bakteri
Tes kimiawi : tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji
carik
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
4. Hitung koloni : hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari
urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap
sebagai criteria utama adanya infeksi.
5. Metode tes
a. Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes
Griess untuk pengurangan nitrat).
b. Tes esterase lekosit positif: maka pasien mengalami piuria.
c. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang
mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
6. Penyakit Menular Seksual (PMS): Uretritia akut akibat organisme menular
secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes
simplek).
7. Tes- tes tambahan :
a. Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan
untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus
urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau
hiperplasie prostate.
b. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur
urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab
kambuhnya infeksi yang resisten.
Menurut Smeltzer. S C & Bare. B G, 2002, pemeriksaan penunjang
pielonefritis dibagi menjadi :
1. Pielonefritis akut
15
Suatu urogram intravena dan ultrasound dapat dilakukan untuk
mengetahui lokasi obstruksi di traktus urinarius. Kultur urine dan uji
sensitivitas dilakukan untuk menentukan organisme penyebab sehingga
agens antimikrobial yang tepat dapat diresepkan.
2. Pielonefritis kronik
Luasnya penyakit dikaji melalui urogram intravena dan pengukuran BUN,
kadar kreatinin dan klirens kreatinin.
Sedangkan menurut Barbara Engram, 1988 adalah :
1. Whole Blood.
2. Urinalisis.
3. USG dan Radiologi.
4. BUN.
5. Kreatinin.
6. Serum Selectrolytes.
J. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a. Pielonefritis Akut
Pasien pielonefritis akut beresiko terhadap bakteremia dan
memerlukan terapi antimikrobial yang intensif. Terapi parentral di
berikan selama 24-48 jam sampai pasien afebril. Pada waktu tersebut,
agens oral dapat diberikan. Pasien dengan kondisi yang sedikit kritis
akan efektif apabila ditangani hanya dengan agens oral. Untuk
mencegah berkembangbiaknya bakteri yang tersisa, maka pengobatan
pielonefritis akut biasanya lebih lama daripada sistitis.
Masalah yang mungkin timbul dalam penanganan adalah infeksi
kronik atau kambuhan yang muncul sampai beberapa bulan atau tahun
tanpa gejala. Setelah program antimikrobial awal, pasien
dipertahankan untuk terus dibawah penanganan antimikrobial sampai
bukti adanya infeksi tidak terjadi, seluruh faktor penyebab telah
16
ditangani dan dikendalikan, dan fungsi ginjal stabil. Kadarnya pada
terapi jangka panjang.
b. Pielonefritis kronik
Agens antimikrobial pilihan di dasarkan pada identifikasi patogen
melalui kultur urin, nitrofurantion atau kombinasi sulfametoxazole dan
trimethoprim dan digunakan untuk menekan pertumbuhan bakteri.
Fungsi renal yang ketat, terutama jika medikasi potensial toksik.
Penatalaksanaan medis menurut Barbara K. Timby dan Nancy E.
Smith tahun 2007:
a. Mengurangi demam dan nyeri dan menentukan obat-obat
antimikrobial seperti trimethroprim-sulfamethoxazole (TMF-SMZ,
Septra), gentamycin dengan atau tanpa ampicilin, cephelosporin, atau
ciprofloksasin (cipro) selama 14 hari.
b. Merilekskan otot halus pada ureter dan kandung kemih, meningkatkan
rasa nyaman, dan meningkatkan kapasitas kandung kemih
menggunakan obat farmakologi tambahan antispasmodic dan
anticholinergic seperti oxybutinin (Ditropan) dan propantheline (Pro-
Banthine).
c. Pada kasus kronis, pengobatan difokuskan pada pencegahan kerusakan
ginjal secara progresif.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Untuk membantu perawatan infeksi ginjal, berikut beberapa hal
yang harus dilakukan:
a. Anjurkan klien untuk minum banyak air (sekitar 2,5 liter ) untuk
membantu pengosongan kandung kemih serta kontaminasi urin.
b. Perhatikan makanan (diet) supaya tidak terbentuk batu ginjal
c. Anjurkan untuk banyak istirahat di tempat tidur
d. Terapi antibiotika
Penatalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan
Nancy E.Smith tahun 2007:
a. Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi.
17
b. Monitor Vital Sign
c. Melakukan pemeriksaan fisik
d. Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien.
e. Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.
f. Memantau input dan output cairan.
g. Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum
electrolytes)
h. Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti prosedur
pengobatan. Karena pada kasus kronis, pengobatan bertambah lama
dan memakan banyak biaya yang dapat membuat pasien berkecil hati.
K. Pencegahan
Untuk mencegah terkena infeksi ginjal adalah dengan memastikan
tidak pernah mengalami infeksi saluran kemih, antara lain dengan
memperhatikan cara membersihkan setelah buang air besar, terutama pada
wanita. Senantiasa membersihkan dari depan ke belakang, jangan dari
belakang ke depan. Hal tersebut untuk mencegah kontaminasi bakteri dari
feses sewaktu buang air besar agar tidak masuk melalui vagina dan menyerang
uretra. Pada waktu pemasangan kateter harus diperhatikan kebersihan dan
kesterilan alat agar tidak terjadi infeksi.
Tumbuhan obat atau herbal yang dapat digunakan untuk pengobatan
infeksi ginjal mempunyai khasiat sebagai antiradang, antiinfeksi, menurunkan
panas, dan diuretik (peluruh kemih). Tumbuhan obat yang dapat digunakan,
antara lain :
1. Kumis kucing (Ortthosiphon aristatus)
2. Meniran (Phyllanthus urinaria)
3. Sambiloto (Andrographis paniculata)
4. Pegagan (Centella asiatica)
5. Daun Sendok (Plantago major)
6. Akar alang-alang (Imperata cyllindrica)
7. Rambut Jagung (Zea mays)
18
8. Krokot (Portulaca oleracea)
9. Jombang (Taraxacum mongolicum)
10. Rumput mutiara(Hedyotys corymbosa)
L. Pengkajian Keperawatan
Dalam melakukan pengkajian pada klien pielonefritis menggunakan
pendekatan bersifat menyeluruh yaitu :
1. Data biologis meliputi :
a. Identitas Klien
1) Nama :
2) Usia / tanggal lahir :
3) Jenis kelamin :
4) Suku bangsa :
5) Status pernikahan :
6) Agama :
7) Pekerjaan :
8) Diagnosa medik :
9) Tanggal masuk :
10) Tanggal pengkajian :
11) No. RM :
b. Identitas penanggung
1) Nama :
2) usia :
3) jenis kelamin :
4) alamat :
5) pekerjaan :
6) hubungan dengan klien :
2. Riwayat kesehatan :
a. Keluhan utama
Keluhan yang paling dirasakan oleh klien saat dikaji.
b. Riwayat kesehatan sekarang
19
Penjelasan dari keluhan utama, diuraikan dalam konsep PQRST
c. Riwayat kesehatan dahulu
Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan dengan
atau memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita saat ini.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Mengidentifikasi apakah di keluarga ada riwayat penyakit menular
atau turunan atau keduanya.
1) Bila ditemukan riwayat penyakit menular, dibuat struktur keluarga
dimana diidentifikasi individu-individu yang tinggal serumah.
Tidak dalam bentuk genogram.
2) Bila ditemukan riwayat penyakit turunan, dibuat genogram dalam
minimal tiga generasi.
3. Pengkajian fisik :
a. Umum
Tanda-tanda vital
b. Per Sistem
1) Sistem Perkemihan
Khusus pada sistem perkemihan seperti di lakukan tindakan seperti
berikut:
a) Palpasi kandung kemih
b) Infeksi darah meatus
c) Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernian urine
d) Pengkajian pada costovertebralis
2) Sistem Penglihatan
3) Sistem Pendengaran
4) Sistem Pernafasan
5) Sistem Kardiovaskuler
6) Sistem Endokrin
7) Sistem Genetalia
8) Sistem Muskuloskeletal
9) Sistem Integumen
20
10) Sistem Syaraf
4. Pola Aktifitas Sehari-hari:
a. Nutrisi
1) Kaji jumlah,cara ,jenis cairan yang biasa diminum pasien dan
perbedaan frekuensi minum klien sebelum masuk rumah sakit dan
saat di rawar di rumah sakit.
2) Kaji jumlah, cara, jenis makanan yang biasa dimakan pasien dan
perbedaan frekuensi makan klien sebelum masuk rumah sakit dan
saat di rawar di rumah sakit.
b. Eliminasi
1) Kaji frekuensi, urgensi, dan jumlah urine output.
2) Kaji perubahan warna urin.
3) Kaji adanya darah dalam urin.
4) Disuria; kapan keluhan ini terjadi : pada saat urinasi, pada awal
urinasi, atau akhir urinasi.
5) Hesitancy; mengedan nyeri selama atau sesudah urinasi.
6) Konstipasi dapat menyumbat sebagian urethra, menyebabkan tidak
adekuatnya pengosongan kandung kemih.
c. Istirahat
d. Personal Higiene
5. Data Psikologis, Sosial dan Spiritual :
a. Data Psikologis
Dalam data psikologis terdiri dari status emosi, kecemasan, pola
koping, gaya komunikasi dan konsep diri (gambaran diri, harga diri,
dan lain - lain)
b. Data Sosial
dalam data sosial Berisi hubungan dan pola interaksi klien dengan
keluarga dan masyarakat.
c. Data Spiritual
Mengidentifikasi tentang keyakinan hidup, optimisme terhadap
kesembuhan penyakit, gangguan dalam melaksanakan ibadah.
21
M. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake tidak adekuat/output berlebihan.
2. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan / infeksi.
3. Hipertermia berhubungan dengan peradangan / infeksi
4. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan frekuensi berkemih
/nyeri.
6. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan respons inflamasi saluran
kemih, iritasi saluran kemih.
7. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan intake tidak adekuat,
penurunan transport cairan ke sel.
N. Intervensi Keperawatan
1. Dx 1 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake tidak adekuat/output berlebihan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien
merasa nafsu makan bertambah.
Kriteria Hasil : menunjukkan status gizi : asupan makanan, cairan dan zat
gizi.
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
1 Pantau / catat permasukan diet Membantu dan
mengidentifikasi defisiensi dan
kebutuhan diet. Kondisi fisik
umum, gajala uremik (contoh :
mual, anoreksia, gangguan
rasa) dan pembatasan diet
multiple mempengaruhi
22
pemasukan makanan.
2 Tawarkan perawatan mulut Mambran mukosa menjadi
sering/cuci dengan larutan (25%) kering dan pecah. Perawatan
cairan asam asetat. Berikan mulut menyejukkan,
permen karet, permen keras, meminyaki dan membantu
penyegar mulut diantara makan menyegarkan rasa mulut yang
sering tidak nyaman pada
uremia dan membatasi
pemasukan oral. Pencucian
dengan asam asetat membantu
menetralkan amonea yang
dibentuk oleh perubahan urea.
3 Berikan makanan sedikit tapi Meminimalkan anoreksia dan
sering mual sehubungan dengan
status uremik/menurunnya
paristaltik
4 Kolaborasi :
Konsul dengan ahli gizi/tim Menentukan kalori individu
pendukung nutrisi dan kebutuhan nutrisi dalam
pembatasan,dan
mengidentifikasi rute paling
efektif dan produknya, contoh
tambahan oral, makanan
selang hiperalimentasi
5 Batasi kalium, natrium dan Pembatasan elektrolit ini
pemasukan fosat sesuai indikasi dibutuhkan untuk mencegah
kerusakan ginjal lebih lanjut,
khususnya bila dialisis tidak
menjadi bagian pengobatan,
dan atau selama fase
23
penyembuhan.
2. Dx. 2 : Nyeri berhubungan dengan proses peradangan, infeksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien
merasa nyaman dan nyerinya berkurang.
Kriteria Hasil : Tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih, kandung
kemih tidak tegang, tenang, tidak mengekspresikan nyeri secara verbal
atau pada wajah, tidak ada posisi tubuh, tidak ada kegelisahan, tidak ada
kehilangan nafsu makan.
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
1 Pantau intensitas, lokasi, dan Rasa sakit yang hebat
factor yang memperberat atau menandakan adanya infeksi
meringankan nyeri
2 Berikan waktu istirahat yang Klien dapat istirahat dengan
cukup dan tingkat aktivitas yang tenang dan dapat merilekskan
dapat di toleran. otot – otot
3 Anjurkan minum banyak 2-3 liter Untuk membantu klien dalam
jika tidak ada kontra indikasi berkemih
4 Pantau haluaran urine terhadap Untuk mengidentifikasi
perubahan warna, bau dan pola indikasi kemajuan atau
berkemih, masukan dan haluaran penyimpangan dari hasil yang
setiap 8 jam dan pantau hasil di harapkan
urinalisis ulang
5 Berikan tindakan nyaman, seperti Meningkatkan relaksasi,
pijatan punggung, lingkungan menurunkan tegangan otot
istirahat
6 Berikan perawatan parineal Untuk mencegah kontaminasi
uretra
7 Kolaborasi :
Konsul dokter bila : sebelumnya Temuan – temuan ini dapat
24
kuning gading urine kuning, memberi tanda kerusakan
jingga gelap, berkabut atau keruh. jaringan lanjut dan perlu
Pla berkemih berubah, sering pemeriksaan luas
berkemih dengan jumlah sedikit,
perasaan ingin kencing, menetes
setelah berkemih. Nyeri menetap
atau bertambah sakit
8 Berikan analgesic sesuia Analgesic memblok lintasan
kebutuhan dan evaluasi nyeri sehingga mengurangi
keberhasilannya nyeri
9 Berikan antibiotic. Buat berbagi Akibat dari haluran urin
variasi sediaan minum, termasuk memudahkan berkemih sering
air segar. Pemberian air sampai dan membantu membilas
2400 ml/hari saluran berkemih
3. Dx. 3 : Hipertermia berhubungan dengan peradangan / infeksi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam demam
pasien berkurang
Kriteria Hasil : hilangnya rasa mual, suhu tubuh kembali normal, nafas
normal dan suhu kulit lembab
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
1 Pantau suhu pasien (drajat dan Suhu 38,90 – 41,10 C
pola) ; perhatikan menunjukkan proses penyakit
menggigil/diaforesis infeksius akut
2 Pantau suhu lingkungan, batasi / Suhu ruangan/jumlah selimut
tambahkan linen tempat tidur, harus diubah untuk
sesuai indikasi mempertahankan suhu
mendekati normal.
3 Berikan kompres mandi hangat; Dapat membantu mengurangi
hindari penggunaan alkohol demam. Catatan : penggunaan
25
air es/alkohol mungkin
menyebabakan kedinginan,
peningkatan suhu secara
aktual. Selain itu alkohol dapat
mengeringkan kulit.
4 Berikan selimut pendingin Digunakan untuk mengurangi
demam umumnya lebih besar
dari 39,50-400 C pada waktu
terjadi kerusakan/ gangguan
otak.
5 Kolaborasi :
Berikan antipiretik, misalnya Digunakan untuk mengurangi
paracetamol demam dengan aksi sentralnya
pada hipotelamus. Meskipun
demam mungkin dapat
berguna dalam membatasi
pertumbuhan organisme. Dan
meningkatkan autodestruksi
dari sel-sel yang terinfeksi
4. Dx. 4 : Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam cemas
pasien hilang dan tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisah
Kriteria Hasil : tenang, gelisa berkurang, ketakutan berkurang, dapat
beristirahat, frekuensi nafas 12-24/menit
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
26
1 Beri kesempatan klien untuk Agar klien mempunyai
mengungkapkan perasaannya semangat dan mau empati
terhadap perawatan dan
pengobatan
2 Pantau tingkat kecemasan Untuk mengetahui berat
ringannya kecemasan klien
3 Beri dorongan spiritual Agar klien kembali
menyerahkan sepenuhnya
kepada tuhan YME
4 Beri penjelasan tentang Agar klien mengerti
penyakitnya sepenuhnya dengan penyakit
yang di alaminya.
5. Dx. 5 : Gangguan pola tidur berhubungan dengan peningkatan frekuensi
berkemih /nyeri.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien
merasa tidur dengan nyenyak.
Kriteria Hasil : jumlah jam tidur tidak terganggu, perasaan segar setelah
tidur atau istirahat, terjaga denganwaktu yang sesuai
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
1 Instruksikan tindakan relaksasi Membantu menginduksi tidur
2 Hindari mengganggu bila Tidur tanpa gangguan pasien
mungkin, misal : membangun mungkin tidak mampu kembali
untuk obat atau terapi tidur bila terbangun
3 Tentukan kebiasaan tidur biasanya Mengkaji perlunya
dan perubahan yang terjadi mengidentifikasi intervensi
yang tepat.
4 Dorong posisi nyaman, bantu Perubahan posisi mengubah
dalam megubah posisi area tekanan dan
meningkatkan istirahat
27
5 Kolaborasi :
Berikan sedatif, hipnotik, sesuai Mungkin di berikan untuk
indikasi membantu pasien
tidur/istirahat selama periode
dari rumah ke lingkungan
baru. Catatan : hindari
penggunaan kebiasaan, karena
ini menurunkan waktu tidur.
6. Dx. 6 : Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan respons inflamasi
saluran kemih, iritasi saluran kemih.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien
dapat mempertahankan pola eliminasi secara adekuat
Kriteria hasil :tidak memiliki konsentrasi urine yang berlebih, memiliki
keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam.
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
1 Ukur dan catat urine setiap kali Untuk mengetahui adanya
berkemih perubahan warna dan untuk
mengetahui input/output
2 Pastikan kontinuitas kateter pirau/ Terputusnya pirau/ akses
akses terbuka akan memungkinkan
eksanguinasi
3 Tempatkan pasien pada posisi Memaksimalkan aliran balik
telentang/tredelenburg sesui vena bila terjadi hipotensi
kebutuhan
4 Pantau mambran mukosa kering, Hipovolemia/cairian ruang
torgor kulit yang kurang baik, dan ketiga akan memperkuat
rasa haus tanda-tanda dehidrasi
5 Kolaborasi :
Awasi pemeriksaan laboratorium Menurun karena anemia,
28
sesuai indikasi Hb/Ht elektrolit hemodilusi atau kehilangan
serum waktu pembekuan, contoh darah aktual.
ACT, PT/PTT, dan Jumlah Ketidak seimbangan dapat
trombosit memerlukan perubahan dalam
cairan dialisa atau tambahan
pengganti untuk mencapai
keseimbangan penggunaan
heparin untuk mencegah
pembekuan pada aliran darah
dan hemofilter mengubah
koagulasi dan potensial darah
aktif.
6 Berikan cariran IV (contoh, garam Cairan garam faal/dekstrosa,
faal)/ volume ekspender (contoh elektrolit, dan NaHCO3
albumin)selama dialisa sesuai mungkin diinfuskan dalam sisi
idikasi vena hemofelter Cav bila
kecepatan ultrafiltrasi tinggi
digunakan untuk membuang
cairan ekstraseluler dan cairan
toksik.
7. Dx. 7 : Kekurangan volume cairan dalam tubuh berhubungan dengan
ekskresi yang meningkat dan intake cairan yang tidak adekuat.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien
dapat mempertahankan cairan yang adekuat.
Kriteria hasil : TTV dalam batas normal, turgor kulit elastis, membran
mukosa lembab, intake dan output seimbang
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
1 Awasi pemasukan dan Membandingkan keluaran
pengeluaran. aktual dan yang diantisipasi
29
membantu dalam evaluasi
adanya / derajat stasis /
kerusakan ginjal.
2 Catat insiden muntah, perhatikan Mual/muntah secara umum
karakteristik dan frekuensi berhubungan dengan
muntah, juga kejadian yang penurunan reabsorpsi K dan
menyertai atau mencetuskan. ion – ion lainnya.
3 Tingkatkan pemasukan cairan Mempertahankan
sampai 3-4 l/hari dalam toleransi keseimbangan cairan untuk
jantung. homeostasis.
4 Awasi tanda-tanda vital, evaluasi Indikator hidrasi/volume
nadi, pengisian kapiler, turgor sirkulasi dan memberikan
kulit dan membran mukosa. intervensi yang tepat.
5 Kolaborasi
Berikan cairan IV. Mempertahankan volume
sirkulasi (bila pemasukan oral
tidak cukup) meningkatkan
fungsi ginjal.
O. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh
perawat terhadap pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pelaksanaan rencana keperawatan diantaranya :
Intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi ;
ketrampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat
dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien
dilindungi serta dokumentasi intervensi dan respon pasien.
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari
rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan
perawatan yang muncul pada pasien (Budianna Keliat, 1994,4).
30
P. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan,
dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan
pengkajian ulang (US. Midar H, dkk, 1989).
Evaluasi pada klien dengan Pielonefritis, yaitu :
1. Menunjukkan status gizi : asupan makanan, cairan dan zat gizi yang baik.
2. Memperlihatkan berkurangnya rasa nyeri dan ketidaknyamanan.
3. Menunjukan suhu tubuh dalam batas normal.
4. Memperlihatkan tidak ada tanda – tanda cemas dan gelisah.
5. Dapat tidur dengan nyenyak, dan jumlah jam tidur tidak terganggu.
6. Mempertahankan hidrasi adekuat dengan kriteria: tanda-tanda vital stabil,
masukkan dan keluaran urine seimbang.
7. Memperlihatkan tidak ada tanda – tanda dehidrasi, serta intake dan output
seimbang.
31
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Simulasi Kasus
Nn.C 21 tahun masuk RSU Monompia Kotamobagu pada 1 Maret
2017, diantar oleh ibu dan ayahnya dengan keluhan badan panas dan
menggigil, lemas yang dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
disertai muntah – muntah, dan lebih parahnya setiap klien makan, makanan
yang baru saja dimakannya langsung dimuntahi. Klien juga mengeluh nyeri di
punggung bagian bawah. Klien juga mengatakan terasa nyeri saat buang air
kecil, dan sering buang air kecil, keluhan tersebut telah dialami sejak 1
minggu yang lalu. Klien dan ibunya mengatakan selama klien demam dan
muntah – muntah, klien tidak bisa beraktivitas lebih, karena klien merasa tidak
enak badan, pusing, dan nyeri yang kadang datang, kecuali untuk BAK atau
BAB yang masih dapat dilakukan klien sendiri. Klien juga mengatakan bahwa
klien hanya beristirahat di kamar, sehingga aktivitas klien lainnya dibantu oleh
ibunya. Klien juga mengatakan mempunyai kebiasaan membersihkan daerah
genetalia setelah buang air kecil dari arah belakang ke depan, dan sebaliknya
ditambah menggunakan air yang tidak mengalir. Sebelumnya klien tidak
pernah mengkonsumsi obat – obatan untuk mengobatinya, klien hanya diberi
kompres air dingin di dahi karena klien dan keluarga hanya mengetahui bahwa
klien sakit demam biasa.
Dari hasil observasi dan pengkajian di dapatkan TTV (TD : 120/80
mmHg, N : 94 x/m, RR : 20 x/m, S : 380C), saat dipalpasi, tubuh klien terasa
hangat. Klien tampak muntah – muntah sesaat setelah diberi makan. Klien
nampak tidak ada nafsu untuk makan. Konjungtiva dan membran mukosa
pucat. Indeks Massa Tubuh 17,4. Adanya nyeri tekan di kostovertebra. Klien
tampak meringis. Klien tampak gelisah. Tampak aktivitas klien dibantu
keluarga. Skala aktivitas : 2 (bantuan orang). Klien tampak sering BAK. Urin
±1,3 liter/hari. Konsistensi urin klien encer seperti air. Intake cairan = 1500
cc/hr, output cairan = 1300 cc/hr dengan IWL = 200 cc/hr. Keluarga klien
32
terlihat bingung. Keluarga klien terlihat bertanya dengan pertanyaan yang
sama terus menerus. Keluarga klien nampak putus asa.
1. Hasil pemeriksaan kultur urine didapatkan :
a. 109 koloni/ml urine
b. E. Coli (80%), Enterococus (20%)
2. Hasil cek laboratorium
a. Hematologi
ANGKA HASIL
NO. PARAMETER ANGKA NORMAL
PEMERIKSAAN
1. Hemoglobin 12 g/dl (P: 12 - 16 g/dl) (L:14 - 17
g/dl)
2. Hematokrit 48 % (P: 36 - 48 %) (L: 42 - 52 %)
3. Eritrosit 5 /ul (P : 4 - 5 ul) (L : 4,5 - 5,5 ul)
4. Leukosit 12.000 /ul (5.000 - 10.000/ul)
5. Thrombosit 350.000 /ul (150.0 - 400.000/ul)
b. Kimia darah
ANGKA HASIL
NO. PARAMETER ANGKA NORMAL
PEMERIKSAAN
1. Ureum 45 mg/dl (10-50 mg/dl)
2. Kreatinin 1,3 mg/dl ( 0,6 – 1,1 mg/dl)
3. Elektrolit :
a. Kalium 3,0 mEq/L (3,5-5,5 mEq/L)
b. Natrium 140 mEq/L (135-147q/L)
c. Clorida 100 mEq/L (98 – 106 q/L)
33
B. Pengkajian
Di RSU Monompia Kotamobagu No.RM : 250594
Ruang/kamar : Anggrek Waktu Pengkajian : 08.00
Tanggal masuk : 1 Maret 2017
Tanggal pengkajian : 2 Maret 2017
1. Identitas Klien
Nama Initial : Nn.C
Tempat/tanggal lahir : Manado, 22 Januari 1996
Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( √ ) Perempuan
Umur : 21 tahun
Jumlah anak :-
Pekerjaan : Mahasiswa
Status Perkawinan : Belum Kawin
Nama Ayah/ Ibu : Tn. M / Ny.M
Alamat : Jl. Fajar Bulawan, Kel. Mogolaing
Agama/suku : Kristen/Minahasa
Warga negara : ( √ ) Indonesia ( ) Asing
Bahasa yang digunakan : ( √ ) Indonesia ( ) Daerah
Pendidikan terakhir : SMA
Pendidikan terakhir ibu : SMP
2. Identitas Penanggung jawab
Nama : Tn. M
Umur : 47 tahun
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Fajar Bulawan, Kel. Mogolaing
Hubungan dengan klien : Ayah
3. Diagnosa medis : Pielonefritis
34
4. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
1) Keluhan utama :Badan panas dan menggigil.
2) Kronologis keluhan :
Nn.C 21 tahun masuk RSU Monompia Kotamobagu pada 14
Maret 2015, diantar oleh ibu dan ayahnya dengan keluhan badan
panas dan menggigil, lemas yang dialami sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit disertai muntah – muntah, dan lebih parahnya
setiap klien makan, makanan yang baru saja dimakannya langsung
dimuntahi. Klien juga mengeluh nyeri di punggung bagian bawah.
Klien juga mengatakan terasa nyeri saat buang air kecil, dan sering
buang air kecil, keluhan tersebut telah dialami sejak 1 minggu
yang lalu. Klien dan ibunya mengatakan selama klien demam dan
muntah – muntah, klien tidak bisa beraktivitas lebih, karena klien
merasa tidak enak badan, pusing, dan nyeri yang kadang datang,
kecuali untuk BAK atau BAB yang masih dapat dilakukan klien
sendiri. Klien juga mengatakan bahwa klien hanya beristirahat di
kamar, sehingga aktivitas klien lainnya dibantu oleh ibunya. Klien
juga mengatakan mempunyai kebiasaan membersihkan daerah
genetalia setelah buang air kecil dari arah belakang ke depan, dan
sebaliknya ditambah menggunakan air yang tidak mengalir.
Sebelumnya klien tidak pernah mengkonsumsi obat – obatan
untuk mengobatinya, klien hanya diberi kompres air dingin di dahi
karena klien dan keluarga hanya mengetahui bahwa klien sakit
demam biasa.
3) Faktor pencetus :Kebiasaan BAK dan personal
hygiene yang kurang baik.
4) Lamanya :Sejak 3 hari yang lalu.
5) Upaya mengatasi :Mengompres air dingin di dahi
35
b. Riwayat kesehatan masa lalu
1) Riwayat alergi (obat, makanan, binatang, lingkungan)
Keluarga mengatakan klien tidak mempunyai alergi obat,
makanan, binatang maupun lingkungan.
2) Riwayat kecelakaan
Tidak ada
3) Riwayat dirawat di Rumah Sakit (kapan, alasan, berapa lama)
Keluarga klien mengatakan klien tidak pernah dirawat di RS
sebelumnya.
4) Riwayat pemakaian obat
Tidak ada
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Genogram tiga generasi
Gambar 02
Genogram
A B Gen: I
C 47 40 D 41 33Gen : II
E 13 Gen : III
21 6
Ket :
36
: Tinggal Serumah
Pada genogram ini klien tinggal bersama ayah, ibu, dan adik –
adiknya. Klien anak pertama dari 3 bersaudara. Sesuai dengan
genogram di atas, keluarga klien tidak ada riwayat penyakit yang sama
dengan klien yaitu pielonefritis atau infeksi pada saluran kemih.
5. Tanda-tanda Vital
a. Kesadaran
1) Kualitatif :( √ ) Compos mentis
( ) Apatis
( ) Delirium
( ) Somnolens
( ) Soporcomatous
( ) Coma
2) Kuantitatif Skala Coma Glasgow :
Respon Motorik (Gerakan sesuai perintah : 6 )
Respon Bicara (Orientasi baik : 5)
Respon Membuka mata (Membuka mata spontan : 4)
Jumlah : 15
3) Flapping Tremor/asterixis :Tidak ada
b. Tekanan darah :120/80 mmHg
c. Suhu :380C
b. Nadi :94x/menit
c. Pernapasan :Frekuensi 20x/menit
1) Irama :Teratur
2) Jenis :Eupnea
3) Kedalaman :( ) Dalam ( √ ) Dangkal
6. Pengukuran
a. Lingkar Lengan Atas :22 cm
b. Tinggi Badan :155 cm
c. Berat Badan :42 kg
37
I.M.T. (Indeks Massa Tubuh) :42 kg/1.55 m2
:17,4
Kesimpulan :Interpretasi nilai I.M.T.
adalah kurang tingkat ringan.
Catatan :Berat Badan Ideal pasien
adalah
BBI = TB – 100 x 0.9
= 155 – 100 x 0.9
= 49.5
7. Pengkajian Pola Gordon
a. Kajian Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
1) Data Subjektif
(1) Keadaan sebelum sakit
Menurut ibu dari Nn.C, keluarga mereka hanya akan
memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan jika sudah sakit
parah. Jika hanya sakit panas, batuk dan sakit kepala, mereka
mengobatinya dengan mengompres atau membiarkan sakitnya
sembuh sendiri. Klien tidak merasa terganggu dengan
kesehatannya karena klien belum pernah mengalami sakit
yang parah.
(2) Keadaan sejak sakit
Nn.C dan keluarganya menyadari bahwa dalam
memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan tidak harus
menunggu penyakitnya sudah parah, namun sedini mungkin
agar tidak menimbulkan masalah yang lebih parah. Nn.C
merasa apa yang dirasakannya saat ini merupakan suatu
masalah kesehatan yang luar biasa dan hanya mempercayakan
kesembuhannya pada Tuhan, dokter, dan perawat.
2) Data Objektif
(1) Observasi
(a) Kebersihan rambut :
38
Bersih, tidak ada jamur, tidak ada parasit.
(b) Kulit kepala :
Bersih, tidak berketombe, tidak alopesia, warna sawo
matang.
(c) Kebersihan kulit :
Bersih, jamur dan parasit.
(d) Higiene rongga mulut :
Bersih, lidah tidak kotor, ada carries.
(e) Kebersihan genetalia :
Bersih, ada keputihan, sedikit bau.
(f) Kebersihan anus :
Bersih, tidak ada lesi, tidak ada hemoroid.
Tanda/Scar Vaksinasi :
BCG ( √ ) Cacar ( √ )
b. Kajian Pola Nutrisi Metabolik
1) Data Subjektif
(1) Keadaan sebelum sakit
Makan frekuensi 3x sehari dengan komposisi nasi, ikan,
sayur, porsi makan dihabiskan. Nn.C minum 5 - 6 gelas
sehari dengan minuman air putih. Waktu pemberian pukul
08.00, 14.00, dan 19.00. Semuanya dilakukannya sendiri.
Tidak ada masalah makan dan minum.
(2) Keadaan sejak sakit
Semenjak sakit, Nn.C selalu banyak minum, sehari bisa
sampai 9 gelas dalam sehari. Makan frekuensi 3 x sehari
dengan komposisi nasi, ikan, dan sayur, hanya dihabiskan ¾
porsi saja tapi segera dimuntahkan. Waktu pemberian pukul
08.00, 14.00, dan 19.00. Semuanya dilakukan sendiri.
Masalah saat makan yaitu anoreksia dan mual, muntah. Saat
di RS, Nn.C diberikan cairan infus IV RL 1000ml 20 gtt/m.
2) Data Objektif
39
(1) Observasi
Pemeriksaan Fisik
(a) Keadaan rambut :
Rambut sedikit rontok.
(b) Hidrasi kulit :
Kering, tidak elastis.
(c) Palpebrae :
Tidak ada edema, lesi dan kemerahan, lipatan palpebra
simetris. Kelambatan/kecepatan penutupan, lamanya
berkedip secara volunter.
(d) Sclera :
Warna putih
(e) Hidung :
Halus simetris, sama warna dengan wajah, septum dekat
dengan garis tengah, bagian anterior lebih tebal dari
posterior.
(f) Rongga mulut :
Warna merah pucat.
(g) Gigi geligi :
Gigi berwarna putih kekuningan, ada carries, tidak ada
gigi tanggal.
(h) Kemampuan menguyah
keras :
Masih bisa
(i) Lidah :
Normal : merah muda/sedang, lembab, sedikit kasar
pada permukaan dan halus sepanjang tepi lidah.
(j) Pharing :
Normal : warna merah muda, bentuk simetris, tidak ada
edema, tidak ada lesi.
(k) Kelenjar getah bening
40
leher :
Normal : tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan, letak
di tengah.
(l) Kelenjar parotis :
Normal, tidak ada pembengkakan
(m) Abdomen
Inspeksi
Bentuk :Datar
Bayangan vena:Normal : tidak ada
Benjolan vena :Normal : tidak ada
Auskultasi
Peristaltik :7x/menit
Palpasi
Tanda nyeri
umum :Tidak ada nyeri
Massa :Tidak ada massa
Hidrasi kulit :Kering
Nyeri tekan :( - ) R. Epigastrica
( - ) Titik Mc. Burney
( √ ) R. Suprapubic
( - ) R. Illiaca
( √ ) CVA
Perkusi :
Ascites :Tidak ada
(n) Kulit
Spider naevi :Tidak ada
Uremik frost :Tidak ada
Edema :Tidak ada
Icteric :Tidak ada
Tanda-tanda :
(o) Lesi :Tidak ada
41
(2) Pemeriksaan Diagnostik
(a) Laboratorium :-
(3) Terapi :IVFD RL 30 gtt/m
b. Kajian Pola eliminasi
1) Data Subjektif
(1) Keadaan sebelum sakit
BAB : 1 kali sehari, tidak konstipasi, warna dan jumlah
normal serta tidak ada kelainan.
BAK : BAK 3 kali/hari, urin berwarna jernih, dan sedikit
kekuningan, bau khas urin
(2) Keadaan sejak sakit
BAB : Sejak sakit pola eliminas fekal klien normal, dengan
konsistensi lunak, bau khas feses.
BAK : BAK lebih dari 6 kali perhari, 1-1,5 liter/hari, encer
dan warna keruh.
2) Data Objektif
(1) Observasi
Pemeriksaan Fisik
(a) Peristaltik usus :14x/menit
(b) Nyeri ketuk ginjal :Ada
(2) Pemeriksaan Diagnostik
(a) Laboratorium :
Hasil cek hematologi, dan kimia darah.
(3) Terapi :
Cotrimoxazole tablet, 960, dosis 2 x 1.
Injeksi Hexer 3 x 1 ampul/8 jam IV
RL 30gtt/menit
Paracetamol 3x1 (apabila panas)
c. Kajian Pola Aktivitas dan Latihan
1) Data Subjektif
(1) Keadaan sebelum sakit
42
Klien beraktivitas selayaknya anak dalam keluarga dan
mahasiswa dalam dunia pendidikannya. Klien tidak ada
keluhan dalam beraktivitas.
(2) Keadaan sejak sakit
Klien tidak bisa beraktivitas lebih karena merasa tidak
nyaman dengan penyakitnya
2) Data Objektif
(1) Observasi :
(a) Aktifitas Harian
0 : Mandiri
1 : Bantuan dengan alat
2 : Bantuan orang
3 : Bantuan orang dan alat
4. Bantuan penuh
Makan (2 )
Mandi (2 )
Berpakaian (2 )
Kerapian (2 )
Buang air besar (1 )
Mobilisasi di tempat tidur (1 )
Abulasi
Mandiri ( )
Tongkat ( )
Kursi roda ( )
Tempat tidur ( )
Postur tubuh :Postur tubuh normal. Tidak
ada kelainan. Tidak ada
kelainan bentuk tulang
belakang
Gaya jalan :Tidak dapat kelainan
43
Anggota gerak yang
cacat :Tidak ada
Fiksasi :Tidak ada
Trackeostomi :Tidak ada
(2) Pemeriksaan Fisik
(a) Perfusi pembuluh perifer
kuku :< 3 detik
(b) Thorax dan pernapasan
Inspeksi
Bentuk thorax :( √ ) Normal chest
( ) Pigeon chest
( ) Funnel chest
( ) Barrel chest
Stridor :Tidak ada
Dyspnea :Tidak ada
Sianosis :Tidak ada
Palpasi
Pemeriksaan taktil / vocal fremitus : getaran
antara kanan dan kiri teraba (sama /tidak
sama).
Lebih bergetar di sisi –
Perkusi :Sonor
Auskultasi
Suara nafas :
Area Vesikuler: ( bersih / halus /
kasar)
Area Bronchial: ( bersih / halus /
kasar)
44
Area Bronkovesikuler :(
bersih / halus /
kasar)
Suara Ucapan :
Terdengar : ( - ) Bronkophoni
( - ) Egophoni
( - ) Pectoriloqy
Suara Tambah : Rales (-)
Ronchi (-)
Wheezing (-)
Pleural friction rub ( - )
(c) Jantung
Inspeksi
Ictus Cordis :Tampak
Klien
menggunakan
alat pacu jtg :Tidak ada
Palpasi
Ictus Cordis :Tidak bergeser yaitu pada
intercosta V sinistra agak ke
median 2 cm (Jantung
terkompensasi)
Thrill :Tidak ada
Perkusi
Batas kanan
atas Jantung :ICS II Linea parasternal
dextra
Batas kiri
atas Jantung :ICS II Linea parasternal
sinistra
45
Batas kanan
Jantung :ICS IV dan V
Batas kiri
Jantung :Mid axila
Batas kanan
bawah Jantung:ICS IV Linea parasternal
dextra
Batas kiri
bawah Jantung:ICS V Linea Medio
Clavicularis Sinistra
Auskultasi
Bunyi jantung
II A :Katup Aorta/A di ICS II
(Linea Sternal Dextra) masih
normal (intensitas tidak
bertambah/berkurang)
Bunyi jantung
II P :Katup Pulmonalis/P di ICS II
(Linea Sternal Sinistra) masih
normal (intensitas tidak
bertambah/berkurang)
Bunyi jantung
IT :Katup Tricuspidalis/T di ICS
IV (Linea Sternal Sinistra)
Bunyi jantung
IM :Katup Mitral/M di ICS V
Linea Medio-Clavicularis
Sinistra (atau diapex ictus
cordis) intensitasnya
berkurang.
Bunyi jantung
46
III Irama
Galop :Tidak ada
Murmur :( √ ) Negatif
( ) Positif : Tempat :-
: Grade :-
HR :94 x/menit
Bruit Aorta :Tidak ada
(d) Lengan dan Tungkai
Atrofi otot :Ada
47
(a) Ekspresi wajah mengantuk :( √ ) Negatif ( ) Positif
(b) Banyak menguap :( √ ) Negatif ( ) Positif
(c) Palpebra Inferior berwarna
gelap :( √ ) Negatif ( ) Positif
(2) Terapi :-
e. Kajian Pola Persepsi Kognitif
1) Data Subjektif
(1) Keadaan sebelum sakit
Ke-5 panca indera klien masih normal, yaitu dapat melihat,
mendengar, mencium bau, dan meraba.
(2) Keadaan sejak sakit
Ke-5 panca indera klien masih normal, yaitu dapat melihat,
mendengar, mencium bau, dan meraba.
2) Data Objektif
(1) Observasi :Tampak normal
(2) Pemeriksaan Fisik
(a) Penglihatan
Cornea :Normal : lunak, bercahaya,
transparan, dan halus.
Visus :Normal yaitu 6/6, dimana
pasien dapat melihat pada
jarak 6 meter yang juga dapat
dilihat pada orang normal
pada jarak 6 meter dengan
alat kartu snelen
Pupil :Normal : hitam, bulat,
regular dan sama ukurannya
/isokor (diameter 4 mm)
Lensa mata :Normal : tidak keruh
Tekanan Intra Ocular :Normal : tidak ada
peningkatan (10-20 mmHg)
48
(b) Pendengaran
Pinna :Normal : sejajar, simetris,
titik atas perlekatan berada
pada satu garis lurus dengan
kantus lateral/sudut mata,
warna sama dengan wajah,
halus tanpa lesi dan nyeri
tekan
Canalis :Normal : tidak terdapat
sumbatan /membengkak, ada
sedikit serumen warna kuning
kecoklatan
Membran Tympani :Normal : putih keabu-abuan
mengkilat seperti mutiara saat
terkena dari cahaya otoskop,
tidak ada dari robekan dan
retakan atau masih utuh.
Tes Pendengaran :Normalnya : detak jam
masih terdengar baik pada
jarak 12,5-27,5 cm.
(c) N I :Olfaktorius (Pembau) (-)
(d) N II :Opticus (Penglihatan) (-)
(e) N V sensorik :Thrigeminus (-)
Cabang Optalmicus : (-)
Cabang Maxilaris : (-)
Cabang Mandibularis : (-)
(f) N VII sensorik :Facialis (-)
(g) N VIII pendengaran :Vestibula Choclearis (-)
(h) Tes romberg :
Normal : mampu berdiri dalam sikap Romberg (berdiri
dengan kaki yang satu di depan kaki yang lainnya, tumit
49
kaki yang satu berada di depan jari kaki yang lainnya,
lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup)
yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.
(3) Pemeriksaan Diagnostik
(a) Laboratorium :-
(4) Terapi :-
f. Kajian Pola Persepsi dan Konsep Diri
1) Data Subjektif
(1) Keadaan sebelum sakit
Gambaran diri :Sehat
Identitas diri :Sebagai mahasiswa.
Peran diri :Anak dalam keluaraga dan
mahasiswa dalam institusi
pendidikan.
Ideal diri :Tidak ingin sakit atau
mengalami masalah.
Harga diri :Merasa tidak ada masalah.
(2) Keadaan sejak sakit
Gambaran diri :Merasa lemah dan tidak
berdaya
Identitas diri :Sebagai mahasiswa.
Peran diri :Tidak dapat menjalankan
perannya.
Ideal diri :Keluarga berharap bahwa
klien cepat sembuh dari
penyakitnya, begitu juga
klien.
Harga diri :Merasa lemah
2) Data Objektif
(1) Observasi
(a) Kontak mata :Ada dan kooperatif
50
(b) Rentang Penglihatan :Normal
(c) Suara dan Cara Bicara :Normal
(d) Postur tubuh :Lesu
(2) Pemeriksaan Fisik
(a) Kelainan bawaan yg nyata :Tidak ada
(b) Abdomen
Bentuk :Datar
Bayangan vena :Tidak ada
Benjolan massa :Tidak ada
(c) Kulit
Lesi :Tidak ada
g. Kajian Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama (Koping)
1) Data Subjektif
(1) Keadaan sebelum sakit
Klien menjalin hubungan yang baik dengan semua orang,
baik itu orang tuanya, kakek, nenek, paman, bibi, dan
teman-temannya.
(2) Keadaan sejak sakit
2) Data Objektif
(1) Observasi :
Saat diwawancara, klien nampak kooperatif dengan perawat,
dan masih dapat menjalankan komunikasi dengan baik.
h. Kajian Pola Reproduksi – Seksualitas
1) Data Subjektif
(1) Keadaan sebelum sakit
Menurut Ny.M, klien dapat belum pernah menikah, dan
klien juga mengatakan tidak pernah mengalami penyakit di
bagian reproduksinya.
(2) Keadaan sejak sakit
Klien hanya mengeluh nyeri saat BAK.
2) Data Objektif
51
(1) Observasi :
Saat diwawancara, klien nampak kooperatif, tidak ada
masalah pada bagian reproduksi.
(2) Pemeriksaan Diagnostik
(a) Laboratorium :-
(3) Terapi :-
i. Kajian Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stres
1) Data Subjektif
(1) Keadaan sebelum sakit
Klien mengatakan jika di rumah telah selesai mengerjakan
pekerjaan kuliah atau aktivitas di rumah seperti kuliah,
biasanya klien nonton tv di rumah dan kumpul bersama
keluarga atau teman – teman di luar rumah.
(2) Keadaan sejak sakit
Sejak sakit, klien tidak dan keluarga sangat cemas mengenai
sakit yang diderita klien, namun mereka hanya terus berdoa
kepada Tuhan agar diberikan kesembuhan melalui perawat
dan dokter yang akan menyembuhkannya.
2) Data Objektif
(1) Observasi :
Klien tampak cemas dengan sakitnya.
(2) Pemeriksaan Fisik
(a) Tekanan Darah
Berbaring :120/80 mmHg
Duduk :125/90 mmHg
Berdiri :127/90 mmHg
Kesimpulan
Hipotensi
Ortostatik :( √ ) Negatif ( √ ) Positif
(b) HR :94x/menit
(c) Kulit
52
Keringat dingin :Tidak
Basah :Tidak
(3) Terapi :-
j. Kajian Pola Sistem Nilai Kepercayaan
1) Data Subjektif
(1) Keadaan sebelum sakit
Klien mengatakan klien rajin mengikuti ibadah, baik ibadah
pemuda, kolom, dan ibadah digereja.
(2) Keadaan sejak sakit
Saat di RS klien tidak bisa beribadah. Klien hanya bisa
berdoa.
2) Data Objektif
(1) Observasi :
Tidak ada ritual agama atau kepercayaan yang bertentangan
dengan kesehatan. Keluarga nampak sepenuhnya
mempercayakan kesembuhan klien pada tim medis dan
kepada Tuhan, di mana keluarga selalu membacakan doa
untuk klien.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Hasil pemeriksaan kultur urine didapatkan :
1) 109 koloni/ml urine
2) E. Coli (80%), Enterococus (20%)
b. Hasil cek laboratorium
1) Hematologi
ANGKA HASIL
NO. PARAMETER ANGKA NORMAL
PEMERIKSAAN
1. Hemoglobin 12 g/dl (P: 12 - 16 g/dl) (L:14
- 17 g/dl)
2. Hematokrit 48 % (P: 36 - 48 %) (L: 42
- 52 %)
53
3. Eritrosit 5 /ul (P : 4 - 5 ul) (L : 4,5 -
5,5 ul)
4. Leukosit 12.000 /ul (5.000 - 10.000/ul)
5. Thrombosit 350.000 /ul (151.0 - 400.000/ul)
2) Kimia darah
ANGKA HASIL
NO. PARAMETER ANGKA NORMAL
PEMERIKSAAN
1. Ureum 45 mg/dl (10-50 mg/dl)
2. Kreatinin 1,3 mg/dl ( 0,6 – 1,1 mg/dl)
3. Elektrolit :
d. Kalium 3,0 mEq/L (3,5-5,5 mEq/L)
e. Natrium 140 mEq/L (135-147q/L)
f. Clorida 100 mEq/L (99 – 106 q/L)
9. Therapy
1 Maret 2017 ; 09.15 WITA
a. Pemberian IVFD Cairan RL 30 Gtt/menit (telah dipasang IVD saat di
UGD dengan abocat ukuran 24)
Dosis :Cairan RL 1000 ml
Rute :Via IV
Indikasi :Mengembalikan keseimbangan elektrolit pada
dehidrasi
b. Injeksi Cotrimoxazole tablet
Dosis :Dewasa 960 mg, 2 x 1.
Kontra indikasi :Gangguan fungsi hati, insufisiensi ginjal, hamil,
laktasi, bayi premature atau bayi usia < 2 bulan.
Indikasi :Infeksi saluran kemih dan kelamin yang disebabkan
oleh E.coli. Klebsiella sp, Enterobactor sp, Morganella morganii,
Proteus mirabilis, Proteus vulgaris, OMA oleg Streptococcus
pneumoniae, ISP Atas, enteritis, pneumonia, diare oleh E.coli.
Efek samping :Hipersensitif/alergi, ruam kulit, sakit kepala dan
gangguan pencernan mis. Diare, mual muntah, leukopenia.
54
c. Paracetamol tablet
Dosis :Dewasa 500 mg, 3 x 1.
Kontra indikasi :Hipersensitivitas
Indikasi :Infeksi saluran nafas bawah, infeksi saluran kemih,
infeksi ginekologi, septikemia, infeksi kulit dan struktur kulit, infeksi
intraabdomen, infeksi tulang dan sensi, infeksi susunan saraf pusat.
Efek samping :Nyeri dan peradangan tempat injeksi,
hipersensitivitas, mual, muntah, diare dan perubahan nilai
laboratorium.
d. Injeksi Hexer 3 x 1 ampul/8 jam IV
Dosis :Dewasa 50 mg (tanpa pengenceran) tiap 6 – 8 jam.
Kontra indikasi :Hipersensitiv terhadap obat ini
Indikasi :Meredakan gejala akibat peningkatan asam
lambung dan rasa panas pada uluh hati, untuk tukak lambung jinak,
refluks esofagitis, sindrome zollinger – ellison, dispepsia episodik
kronik, profilaksis perdarahan dari tukak akibat stres atau tukak peptik,
sindrome mendelson.
Efek samping :
1) Sakit kepala
2) Susunan saraf pusat jarang terjadi : malaise, pusing, mengantuk,
insomnia, vertigo, agitasi, depresi, halusinasi
3) Kardiovaskular, jantung dilaporkan : aritmia seperti takikardia,
bradikardia, atrioventrikuler block, premature ventricular beats.
4) Gastrointestinal : konstipasi, diare, mual, muntah, nyeri perut.
Jarang dilaporkan pankreatitis.
5) Hematologik : leukopenia, granulositopenia, pansitopenia,
trombositopenia, (pada beberapa penderita).
6) Lain – lain , kasus hipersensitivitas yang jarang (contoh :
bronkospasme, demam, eosinofilia), anafilaksis, edema
angioneurotik, sedikit peningkatan kadar dalam kreatinin serum.
55
56
C. Analisa Data
Nama : Nn.C Diagnosa Medis : Pielonefritis Akut
Umur : 21 Tahun
Ruang : Angrek
No. DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM TTD
1. DS : Respon imunologi Hipertermi
1. Klien mengeluh badan panas dan menggigil. terhadap infeksi
2. Klien mengeluh badannya lemas yang dialami sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit
3. Klien merasa tidak enak badan, dan pusing.
DO :
1. TTV:
a. TD: 120/80 mmHg
b. RR: 20x/menit
c. S: 380C
d. Nadi : 94x/menit
2. Saat dipalpasi, tubuh klien teraba hangat.
3. Klien tampak meringis dan gelisah.
4. Leukosit : 12.000 /ul.
5. Hasil pemeriksaan kultur urine didapatkan :
a. 109 koloni/ml urine
b. E. Coli (80%), Enterococus (20%)
56
2. DS : Intake dan output Ketidakseimbangan
1. Klien mengeluh muntah – muntah. inadekuat. nutrisi kurang dari
2. Klien mengatakan bahwa setiap klien makan, makanan yang baru saja dimakannya kebutuhan tubuh.
langsung dimuntahi.
3. Klien mengatakan merasa tidak enak badan, dan pusing.
DO :
1. Klien tampak muntah – muntah sesaat setelah diberi makan.
2. Klien nampak tidak ada nafsu untuk makan.
3. Konjungtiva dan membran mukosa pucat.
4. Indeks Massa Tubuh 17,4.
3. DS : Kelemahan umum Intoleransi aktivitas
1. Klien mengeluh badannya lemas
2. Klien mengatakan mengalami muntah – muntah.
3. Klien dan ibunya mengatakan selama klien demam dan muntah – muntah, klien tidak
bisa beraktivitas lebih, karena klien merasa tidak enak badan, pusing, dan nyeri yang
kadang datang, kecuali untuk BAK atau BAB yang masih dapat dilakukan klien sendiri.
4. Klien juga mengatakan bahwa klien hanya beristirahat di kamar, sehingga aktivitas
klien lainnya dibantu oleh ibunya.
DO :
1. Tampak aktivitas klien dibantu keluarga.
2. Konjungtiva dan membran mukosa pucat.
57
3. Skala aktivitas : 2 (bantuan orang).
D. Diagnosa Keperawatan
Nama : Nn.C Diagnosa Medis : Pielonefritis
Umur : 21 Tahun
Ruang : Angrek
HARI/TANGGAL
No. DIAGNOSA
DITEMUKAN
1. Minggu/2 Maret 2017 Hipertermi berhubungan dengan respon imunologi terhadap infeksi.
2. Minggu/2 Maret 2017 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake dan
output inadekuat.
3. Minggu/2 Maret 2017 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
58
batas normal dengan mengigil/ thermometer badannya
kriteria hasil : diaforesis. hasilnya adalah masih
1. TTV pasien 380C. panas.
normal dengan 2. Pantau suhu 09.05 2. Memantau suhu 2. Klien
TD : 120/80 lingkungan lingkungan. mengatakan
mmHg Hasil : suhu badannya
Suhu : 36 - 37°C lingkungan yaitu masih terasa
RR : 16 - 20 x/ 350C. lemas.
menit 09.10 3. Memberikan 3. Klien
Nadi : 60 - 100 kompres dengan air mengatakan
x/ menit hangat pada dahi merasa tidak
2. Klien 3. Berikan klien. enak badan,
menunjukkan kompres Hasil : klien dan
termoregulasi. hangat. kooperatif dan kepalanya
3. Klien tidak keluarga klien masih
demam. membantu klien pusing.
memberikan
kompres hangat. O:
09.20 4. Menganjutkan klien 1. TTV (TD:
untuk menggunakan 120/80
selimut dingin yang mmHg, RR:
diberikan. 20x/menit,
Hasil : Klien S: 380C, N :
59
kooperatif, klien 90x/menit
4. Berikan melaksanakan 2. Saat
selimut anjuran perawat. dipalpasi,
dingin. 09.25 5. Menganjurkan klien tubuh klien
untuk minum 10 – masih teraba
12 liter dalam sehari hangat.
bila mungkin.
Hasil : klien A : masalah
menyetujui dan belum teratasi
melaksanakan
instruksi perawat. P : Lanjutkan
6. Memberikan obat intervensi ( 1,
5. Pertahankan 09.30 penurun panas 3, 5, 6, dan 7)
intake cairan (antipiretik) yaitu
2 liter/hari obat paracetamol
bila 500 mg dengan
mungkin. dosis 3 kali dalam
sehari, dengan
Kolaborasi : interval 8 jam.
6. Berikan Hasil : klien
antipiretik, menyetujui dan
misalnya menerima
paracetamol. pengobatan.
60
7. Memberikan obat
09.35 penghilang infeksi
yaitu obat antibiotik
Cotrimoxazole 960
mg tablet, dengan
dosis 2 kali sehari,
dengan interval 12
jam. Kemudian
memberi obat
antiulcer untuk
mencegah efek
samping antibiotik
yaitu Injeksi Hexer
3 x 1 ampul/8 jam
IV
Hasil : klien
menyetujui dan
7. Berikan menerima
antibiotik pengobatan.
sesuai
indikasi,
2. Minggu/2 Ketidakseimbanga Setelah dilakukan Mandiri : 09.40 1. Melakukan Tgl/jam : 02-03-
Maret 2017 n nutrisi kurang tindakan 1. Pantau / pemantauan / 17 / 16.00
61
dari kebutuhan keperawatan selama catat pencatatan S:
tubuh berhubungan 3x24 jam nutiri klien permasukan permasukan diet. Klien
dengan intake da dapat kembali diet. Hasil : klien makan mengatakan
output inadekuat. seimbang dengan ¾ porsi makanan tidak lagi
kriteria hasil : dengan komposisi muntah, namun
1. Klien tidak nasi, lauk, dan pauk, hanya sedikit
mengalami mual namun setelah itu mual.
munta. langsung
2. Nafsu makan dimuntahkan. O:
meningkat. 09.45 2. Menawarkan pada 1. Porsi makan
klien perawatan dihabiskan.
mulut sering/ 2. Klien
mencuci tampak
dengan larutan masih
(25%) cairan asam merasa
asetat. Memberikan mual.
permen karet,
2. Tawarkan permen keras, A : Masalah
perawatan penyegar mulut teratasi sebagian
mulut diantara makan.
sering/cuci Hasil : klien P : Lanjutkan
dengan laru menerima intervensi (1,
tan (25%) perawatan yang dan 3)
62
cairan asam diberikan perawat.
asetat. 09.50 3. Memberikan
Berikan makanan sedikit
permen tapi sering.
karet, Hasil : keluarga dan
permen klieen kooperatif,
keras, klien tampak tidak
penyegar memuntahkan
mulut makanan.
diantara 10.00 4. Melakukan
makan. konsultasi dengan
ahli gizi/tim
pendukung nutrisi
mengenai status
nutrisi klien dan diit
yang sesuai.
Hasil : klien
disarankan oleh ahli
gizi untuk tidak
makan makanan
yang pedas, santan,
dan asam. Dan
3. Berikan dianjurkan untuk
63
makanan banyak minum air
sedikit tapi putih, bukan
sering. minuman soda atau
soft drink.
Kolaborasi :
4. Konsul
dengan ahli
gizi/tim
pendukung
nutrisi.
3. Minggu/02 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat 10.10 1. Melakukan Tgl/jam : 1-03-
Maret 2017 berhubungan tindakan kemampuan pengkajian 17 / 17.00
dengan kelemahan keperawatan selama pasien mengenai tingkat S :
umum. 3x24 jam klien dalam kemampuan pasien 1. Klien
toleran aktivitas beraktivita dalam beraktivitas. mengeluh
dengan kriteria hasil 2. Bantu Hasil : klien hanya badannya
: aktivitas bisa toileting dan lelah setelah
1. TTV dalam batas perawatan mobilisasi di tempat beraktivitas
normal diri yang di tidur secara (mandi dan
a. Nadi : 80- perlukan. B mandiri. berhias)
64
110 x/mnt erikan 10.20 2. Membantu aktivitas selama 15
b. RR : 16-24 kemajuan perawatan diri yang menit
x/mnt peningkatan di
c. TD : 120/80 aktifitas perlukan. Memberi O:
mmHg selama fase kan kemajuan 1. Tampak
d. Suhu : 36- penyembuha peningkatan sebagian
37,5°C. n. aktifitas selama fase aktivitas
2. Mampu 3. Anjurkan penyembuhan. klien
melakukan keluarga Hasil : klie dibantu
aktifitas sehari – untuk menerima bantuan keluarga.
hari (ADL) membantu dan kooperatif 2. Konjungtiva
secara mandiri. pasien sehingga klien dan
- dalam perlahan – lahan membran
melakukan dapat melakukan mukosa
aktivitas. aktifitas secara pucat.
4. Evaluasi mandiri. 3. Skala
respon 10.25 3. Menganjurkan aktivitas : 2
pasien keluarga untuk (bantuan
terhadap membantu pasien orang).
aktifitas. dalam melakukan
Catat aktivitas A : masalah
laporan Hasil : keluarga teratasi
dispnea, kooperatif dalam sebagian.
65
peningkatan menjalankan
kelemahan/ anjuran perawat. P : Lanjutkan
kelelahan 4. Mengevaluasi intervensi (1, 3,
dan respon pasien dan 4)
perubahan terhadap aktifitas.
tanda vital Mencatat laporan
selama dan dispnea,
setelah peningkatan
aktivitas kelemahan/
kelelahan dan
perubahan tanda
vital selama dan
setelah aktivitas
Hasil : klien hanya
mampu melakukan
aktivitas dalam
waktu 15 menit,
karena terjadi
peningkatan nadi
sehingga klien cepat
merasa lelah.
66
F. Catatan Perkembangan
Nama : Nn.C Diagnosa Medis : Pielonefritis
Umur : 21 Tahun
Ruang : Angrek
HARI / DX.
JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
TANGGAL KEP.
Senin/03 1 08.00 1. Memantau suhu klien. Senin, 03 Maret 2017
Maret 2017 Hasil : suhu tubuh klien diukur menggunakan thermometer Pukul : 11.00 WITA
(Hari ke-2) hasilnya adalah 37,90C. S:
08.15 2. Memberikan kompres dengan air hangat pada dahi klien. Klien mengeluh badannya masih panas.
Hasil : klien kooperatif dan keluarga klien membantu klien
memberikan kompres hangat. O:
08.20 3. Menganjurkan klien untuk minum 10 – 12 liter dalam sehari bila 1. TTV (TD: 120/80 mmHg, RR: 20x/menit, S:
mungkin. 37,90C, N : 84x/menit
Hasil : klien menyetujui dan melaksanakan instruksi perawat. 2. Saat dipalpasi, tubuh klien masih teraba hangat.
4. Memberikan obat penurun panas (antipiretik) yaitu obat
08.30 paracetamol 500 mg dengan dosis 3 kali dalam sehari, dengan A : Masalah teratasi sebagian
interval 8 jam.
Hasil : klien menyetujui dan menerima pengobatan. P : Lanjutkan intervensi ( 1, 5, 6, dan 7)
5. Memberikan obat penghilang infeksi yaitu obat antibiotik
08.35 Cotrimoxazole 960 mg tablet, dengan dosis 2 kali sehari, dengan
interval 12 jam. Kemudian memberi obat antiulcer untuk
mencegah efek samping antibiotik yaitu Injeksi Hexer 3 x 1
ampul/8 jam IV
67
Hasil : klien menyetujui dan menerima pengobatan.
2 08.45 1. Melakukan pemantauan / pencatatan permasukan diet.
Hasil : klien makan ¾ porsi makanan dengan komposisi nasi, Pukul : 12.00 WITA
lauk, dan pauk, namun setelah itu langsung dimuntahkan. S:
08.50 2. Memberikan makanan sedikit tapi sering. Klien mengatakan tidak lagi muntah dan mual, dan
Hasil : keluarga dan klieen kooperatif, klien tampak tidak dapat menghabiskan makanan.
memuntahkan makanan.
O:
1. Porsi makan dihabiska.
2. Klien tampak tidak merasa mual.
3. Nafsu makan klien meningkat.
P : Intervensi dihentikan.
3 09.00 1. Melakukan pengkajian mengenai tingkat kemampuan pasien Pukul : 12.30 WITA
dalam beraktivitas. S:
Hasil : klien hanya bisa toileting dan mobilisasi di tempat tidur 1. Klien mengatakan bahwa ia tidak merasa lelah jika
secara mandiri. beraktifitas sehari – hari.
09.10 2. Menganjurkan keluarga untuk membantu pasien dalam 2. Keluarga klien mengatakan bahwa klien sudah
melakukan aktivitas bisa mandi, dan berhias secara mandiri.
Hasil : keluarga kooperatif dalam menjalankan anjuran perawat. O:
09.15 3. Mengevaluasi respon pasien terhadap aktifitas. Mencatat 1. Tampak aktivitas klien dilakukan secara mandiri
68
laporan dispnea, peningkatan kelemahan/ kelelahan dan 2. Konjungtiva dan membran mukosa merah.
perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas 3. Skala aktivitas : 0 (mandiri)
Hasil : klien hanya mampu melakukan aktivitas dalam waktu 15
menit, karena terjadi peningkatan nadi sehingga klien cepat A : Masalah telah teratasi
merasa lelah.
P : Intervensi dihentikan.
Selasa/04 1 08.00 1. Memantau suhu klien. Selasa, 04 Maret 2017
Maret 2017 08.15 Hasil : suhu tubuh klien diukur menggunakan thermometer Pukul : 12.00 WITA
(Hari ke-3) 08.20 hasilnya adalah 36,50C. S:
2. Menganjurkan klien untuk minum 10 – 12 liter dalam sehari bila Klien mengatakan badannya tidak panas lagi
08.30 mungkin.
Hasil : klien menyetujui dan melaksanakan instruksi perawat. O:
3. Memberikan obat penurun panas (antipiretik) yaitu obat 1. TTV (TD: 120/80 mmHg, RR: 20x/menit, S: 360C,
08.35 paracetamol 500 mg dengan dosis 3 kali dalam sehari, dengan N : 84x/menit.
interval 8 jam.
08.45 Hasil : klien menyetujui dan menerima pengobatan. A : Masalah telah teratasi
4. Memberikan obat penghilang infeksi yaitu obat antibiotik
Cotrimoxazole 960 mg tablet, dengan dosis 2 kali sehari, dengan P : Hanya intervensi 7 yang tetap dijalankan sampai
interval 12 jam. Kemudian memberi obat antiulcer untuk 14 hari.
mencegah efek samping antibiotik yaitu Injeksi Hexer 3 x 1
ampul/8 jam IV
Hasil : klien menyetujui dan menerima pengobatan.
69
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pielonefritis adalah inflamasi atau infeksi akut pada pelvis renalis,
tubula dan jaringan interstisiel. Penyakit ini terjadi akibat infeksi oleh bakteri
enterit (paling umum adalah Escherichia Coli) yang telah menyebar dari
kandung kemih ke ureter dan ginjal akibat refluks vesikouretral. Penyebab lain
pielonefritis mencakup obstruksi urine atau infeksi, trauma, infeksi yang
berasal dari darah, penyakit ginjal lainnya, kehamilan, atau gangguan
metabolik.
Penyebab pielonefritis yang paling sering adalah Escherichia Coli.
Tanda dan gejalanya adalah demam timbul mendadak, menggigil, malaise,
nyeri tekan daerah kostovertebral, leukositosis, dan bakteriuria.
Bakteri naik ke ginjal dan pelvis ginjal melalui saluran kandung kemih
dan uretra. Flora normal fekal seperti E. Coli, Streptococcus Fecali,
Pseudomonas Aeruginosa, dan Staphilococcus Aureus adalah bakteri paling
umum yang menyebabkan pielonefritis akut, E. Coli menyebabkan sekitar
85% infeksi. Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran
ginjal yang tidak lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses.
Kulit dan pelvis ginjal juga akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi
menghasilkan fibrosis dan scarring pielonefritis kronik muncul setelah periode
berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan degeneratik dan
menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat berkembang
menjadi gagal ginjal.
B. Saran
1. Untuk perawat diharapkan dapat meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan pada klien dengan pielonefritis.
2. Untuk klien dan keluarga diharapkan dapat melakukan pengobatan secara
optimal untuk kesembuhan penyakitnya.
71
3. Untuk mahasiswa diharapkan lebih memahami tentang pielonefritis agar
dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien
dengan pielonefritis secara optimal.
72
DAFTAR PUSTAKA
http://askep-ebook.blogspot.com
http://cnennisa.files.wordpress.com
http://harnawatiaj.wordpress.com
http://anthys.blogspot.com/2012/01/askep-pielonefritis-akut.html
http://budak-kenen.blogspot.com/2012/05/askep-pielonefritis.html
http://heldaupik.blogspot.com/2012/03/askep-pylonefritis.html
73