Biomedik III

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 5

RANGKUMAN TENTANG FARMAKOKINETIK DAN

FARMAKODINAMIK

 FARMAKOKINETIK

Indonesia merupakan negara berkembang dengan jumlah penduduk peringkat ke-


empat tertinggi di dunia. Untuk mengatasi tingginya laju pertambahan penduduk di
Indonesia, pemerintah saat ini sedang menggalakkan program Keluarga Berencana (KB).
Hasil survei pada tahun 1997 di Indonesia memberikan gambaran penggunaan
kontrasepsi pria hanya menyumbangkan 1.1% dari total peserta KB aktif yang berjumlah
54.7%. Dari hasil survei yang sama pada tahun 1991, 1994 dan 1997 terlihat adanya
kecenderungan yang semakin menurun terhadap penggunaan kontrasepsi pria.

Munculnya istilah Trend Back to Nature yaitu, penggunaan obat-obat alami


sebagai pengganti obat-obat sintetik dapat dijadikan jalan keluar dalam menghadapi
masalah-masalah kontasepsi pria, khususnya dalam faktor keamanan. Berdasarkan
penelitian-penelitian selama ini, banyak tumbuh–tumbuhan yang memiliki efek
antifertilitas, diantaranya adalah biji kering pepaya (Carica papaya), ekstrak etanol bunga
Hibiscus rosasinensis L. (Malvaceae), buah pare (Momordica charantia L.), infus
Azadirachta indica A. Juss (Meliaceae), ekstrak kloroform akar Aristolochia indica L.
(Aristolochiaceae) yang memiliki efek antifertilitas secara in vitro pada sperma tikus,
mencit, kelinci, dan manusia.3 Selain itu, M. Soerjowinoto dan A. Pujorianto melaporkan
bahwa daun Justicia gendarussa Burm. f telah digunakan oleh sebagian rakyat Irian Jaya
sebagai obat kontrasepsi pria.

Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai rute pemberian umumnya
mengalami proses absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan
menimbulkan efek. Kemudian, dengan atau tanpa proses biotransformasi, obat diekskresi
dari dalam tubuh. Seluruh proses ini disebut proses farmakokinetik dan berjalan
serentak.6 Farmakokinetika menujukkan kinetika absorpsi obat, distribusi dan eliminasi,
yakni ekskresi dan metabolisme. Kecepatan dan tingkat obat diekskresikan melalui urin
menggambarkan kecepatan dan tingkat absorpsi obat dalam sirkulasi sistemik.7
Oleh sebab itu data ekskresi obat melalui urin dapat digunakan untuk menentukan
parameter farmakokinetika dimana pada umumnya penentuan parameter farmakokinetika
suatu obat dilakukan menggunakan data kadar obat tersebut dalam darah atau saluran
sistemik.

 METODE

Bahan Penelitian

Kapsul ekstrak etanol daun Justicia gendarussa Burm. f. (Ext. Gendarussa) dibuat dan
diperoleh dari Departemen Farmakognosi dan Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas
Airlangga, merupakan sediaan ekstrak etanol 70% daun Justicia gendarussa Burm. f.
Sebagai bahan tanaman dalam sediaan tersebut adalah tanaman Justicia gendarussa
Burm. fyang berasal dari daerah Pacet, Mojokerto, yang dipanen pada bulan Maret tahun
2008 dalam keadaan segar, diambil bagian daunnya kemudian dicuci dengan air bersih
dan dikeringkan dengan oven. Setelah itu simplisia yang telah kering diserbuk. Dari
serbuk tersebut dibuat ekstrak etanol 70% Justicia gendarussa Burm. f. yang kemudian
diformulasi menjadi bentuk sediaan kapsul.

Alat – alat
 HPLC: LC-10 Class Analysis

 Communication Bus Module CBM 10A Shimadzu

 SPD-10AV UV-VIS Detector Shimadzu

 Liquid Chromatograph LV-10AV Shimadzu

 Column Oven CTO-10AC

 Column Novapak Waters C18 3,9 x 150 mm 60Å, 4 μm

 Guard column
Subyek Penelitian Diperlukan 18 volunteer pria sehat, sudah menikah dan
normospermia. Selanjutnya masing-masing dibagi dalam 3 (tiga) kelompok dalam jumlah
yang berimbang.

https://media.neliti.com/media/publications/245922-none-df336ecf.pdf
B. FARMAKODINAMIK

Jutaan orang menggunakan obat herbal bersamaan dengan obat sintetik tanpa rekomendasi
dokter (Gohil and Patel, 2007). Masyarakat umum beranggapan, obat herbal dapat mengurangi
efek samping dari obat yangdiminum dan dapat meningkatkan efektifitas dari pengobatan
(Inamdar etal., 2008). Meskipun dianggap alami, banyak obat herbal yang dapat berinteraksi
dengan obat lain menyebabkan efek samping yang berbahaya dan atau mengurangi manfaat dari
obat (Gohil and Patel, 2007)
Banyaknya senyawa aktif farmakologi dalam obat herbal, berkemungkinan meningkatkan
interaksi yang terjadi. Secara teoritis interaksi obat herbal dengan obat sintetik lebih tinggi
daripada interaksi dua obat sintetik karena obat sintetik biasanya hanya berisi kandungan kimia
tunggal (Izzo, 2004).Penggunaan obat herbal bersamaan dengan obat sintetik umumnya tidak
terawasi oleh dokter atau praktisi pengobatan herbal, hal tersebut dapat mengakibatkan kerugian
bagi pasien, jika obat herbal yang mereka gunakan dan obat sintetiknya memiliki interaksi
potensial. Interaksi ini umumnya tidak diketahui sampai pasien tersebut mengalami sakit atau
kejadian serius yang mengancam hidup pasien terjadi (Gohil and Patel, 2007)
Obat herbal dapat berinteraksi dengan obat sintetik melalui interaksi farmakokinetik dan atau
farmakodinamik (Rodda et al., 2010). Interaksi farmakokinetik mengakibatkan perubahan
absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi dari obat sintetik atau obat herbal sehingga dapat
mempengaruhi kerja obat secara kuantitatif. Interaksi farmakodinamik mempengaruhi aksi obat
secara kualitatif, baik melalui efek meningkatkan (aksi sinergis atau aditif) atau efek antagonis
(Gohil and Patel, 2007).

Ibu profen merupakan derivat dari asam propionat, yang secara luas digunakan sebagai obat
antiinflamasi non-steroid, antipiretik dan analgetik (Dewland et al., 2009; Canaparo et al., 2000;
Bushra and Aslam, 2010; Rainsford, , 2009). Ibuprofen merupakan obat kelas II berdasarkan
Biopharmaceutics Classification System (BCS), menunjukkan permeabilitas yang tinggi dan
disolusi rendah (Potthast etal., 2005). Permeabilitas yang tinggi mengakibatkan ibuprofen mudah
menembus membran gastrointestinal mendekati hingga 100%. Dengan demikian, disolusi
menjadi tahap penentu kecepatan absorpsi (Newa et al.,2008).
The tendency to use herbal drug simultaneously with synthetic drug may result inan
interaction. Based on research, aqueous extract of Centella asiatica (L) Urban contains saponin
(asiaticoside and madecassoside) compounds that inhibit CYP450 and is a safe herbal alternative
that is used for anti-inflammatory treatment. The aim of this study was to investigate the effect of
aqueous extract of Centella asiatica (L) Urban to the ibuprofen tablet bioavailability in male
rabbits. Both compounds are metabolized by CYP450 enzymes in the same way with different
mechanism. The cross over design with the same subject was used in this study. The samples
consisted of 400 mg ibuprofen with 0%b/v, 25%b/v, 50%b/v dan 100%b/v aqueous extract of
Centella asiatica (L) Urban respectively. The blood were taken after 0; 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3; 3,5;
4; 6; 8; 10 hours after samples treatment, then the ibuprofen plasma concentration were
determined spectrophotometrically. The results then were used to evaluat the bioavailability
parameters: tmaks, Cpmaks, and AUC and were analyzed using ANOVA test in the same way as
well as the 95% trust standart. The results showed, the use of ibu profen tablet stimultaneously
with aqueous extract of Centella asiatica (L) Urban increased Cpmaks dan AUC, but there were
no influence to the tmaks value. The use of ibuprofen tablet stimultaneously with 50 %b/v and
100 %b/v aqueous extract of Centella asiatica (L) Urban had a significant influence to the
bioavailability of ibuprofen.

Introduction: Justicia gendarussa Burm. f (Famili: Acanthaceae) has flavonoid that inhibits
hyaluronidase enzyme of spermatozoa in the fertilization process. Previous research reported that
the major component of J.gendarussa was 6,8-di-L-arabinopyranosil- 4’,5,7-trihydroxy flavones
or 6,8-diarabinosylapigenin (gendarusin A). Objective: This experimental study has been carried
out to determine the pharmacokinetic parameters of gendarusin A in human urine after single
oral administration of J.gendarussa extract. Methods: Six healthy men were enlisted in this study.
Urine samples were collected at intervals for 24 hours before and after six healthy volunteers
administrated orally 100 ml ethanol extract suspension of J. gendarussa leaves, containing 1 g of
extract equal to 16,4 mg gendarusin A, for the measurement of gendarusin A by HPLC. Result:
The calibration curve of gendarusin A peak areas (y) against the concentrations (x, μg/ml) in
urine was linear and the regression equations was y = 34.3496x + 63.6315 (r = 0.9992). The
lowest absolute recovery was 106.10 %, while the lowest assay recovery was 81.92 %, which
revealed that the accuracy of the method was satisfied. All values of the R.S.D. of intra-day
precision were less than 8,12 %. The LOD and LOQ of assaying gendarusin A in urine wa0.081
μg/ml and 0.2724 μg/ml, respectively.
Conclusion: Following oral administration of J.gendarussa extract suspension, the result show
that the elimination half-lives (t ½) for gendarusin A in the urinary excretion were 2,44 – 8,53
hours (mean 4,44 ± 2,14 hours) and the rates constant of elimination (Kel) were 0,08 – 0,28
hour-1(mean 0,18 ± 0,07 hour-1).

Anda mungkin juga menyukai