Fitofarmak - Jurnal 4-1 PDF
Fitofarmak - Jurnal 4-1 PDF
Fitofarmak - Jurnal 4-1 PDF
Jurnal Fitofarmaka merupakan media untuk mempublikasikan tulisan asli yang berkaitan
dengan ilmu farmasi khususnya bahan alam. Diterbitkan secara elektronik dan cetak dengan
frekuensi dua kali dalam setahun yaitu Juni dan Desember. Juranl Fitofarmaka dapat
mengakomodasi tulisan ilmiah yang dapat menjadi panduan dan literatur dalam bidang bahan
alam.
Tulisan ilmiah dapat berupa hasil penelitian mutakhir (paling lama 5 tahun yang lalu), ulasan
(review) singkat, laporan dari suatu penelitian pendahuluan, dan laporan kasus. Kategori
penelitian meliputi:
a. Analisis Farmasi
b. Kimia Bahan Alam
c. Farmakologi dan Toksikologi
d. Etnofarmakologi
e. Kimia Medisinal
f. Biologi Molekuler dan Bioteknologi
g. Farmakoterapi
h. Farmasi Klinik
i. Farmasetika dan Teknologi Farmasi
j. Biologi Farmasi
Tulisan yang telah diterima akan di review oleh editor dan mitra bestari yang sesuai dengan
bidangnya.
JURNAL FITOFARMAKA
Dewan Redaksi
DAFTAR ISI
Akhmad Endang Zainal Hasan1,2, E. Mulyati Effendi2, Agus Setiyono3, dan Bayu Sandi2
1)
Departemen Biokimia, FMIPA IPB
2)
Program Studi Farmasi FMIPA UNPAK, BOGOR
3)
Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, FKH, IPB
Email : [email protected]; [email protected]
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan efek farmakologis propolis dan
nanopropolis untuk pengobatan penyakit hati pada tikus betina yang diinduksi senyawa
karsinogenik 7,12 - dimetilbenz(α)antasena (DMBA). Penelitian dilakukan dengan mengamati
histopatologi dan makroskopik hati pada 28 ekor tikus betina galur Sprague - Dawley. Tikus
percobaan dibagi menjadi 7 kelompok perlakuan dengan 6 kelompok yang diinduksi DMBA
(Kelompok I- VI ) dan 1 kelompok sebagai kontrol normal. Kelompok I sebagai kontrol
negatif diberi 1 ml NaCl secara injeksi intraperitoneal (ip). Kelompok II - IV diberi
nanopropolis 8; 32 dan 56 ppm ip. Kelompok V diberi ekstrak ethanol propolis 233 ppm ip,
kelompok VI sebagai kontrol positif diberikan doxorubixin ip dan kelompok VII sebagai
kontrol normal diberi penyediaan akuades. DMBA diinduksi selama 11 minggu dan
pengobatan dilakukan 15 minggu. Setiap minggu tikus ditimbang bobotnya dan diperiksa
terhadap inisiasi tumor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol propolis 233 ppm
dan nanopropolis konsentrasi 32 dan 56 ppm dapat mempertahankan kondisi optimal hati
tikus. Efeknya adalah setara dengan kontrol normal.
ABSTRACT
The purpose of this study is to determine the pharmacological effects of propolis and
nanopropolis as treatment of liver disease on carcinogenic substances 7,12-
dimethylbenz(α)antacene (DMBA) induced female rat. The research conducted by observing
liver histopathology and macroscopic on 28 female rat strain Sprague-Dawley. The rats
divided into 7 treatment groups with 6 groups of DMBA-induced rats (Group I-VI) and 1
group of as control normal rats. Group I as negative control was given 1 ml NaCl
intraperitoneal (ip) injection. Group II-IV was given nanopropolis 8; 32 and 56 ppm ip,
respectively. Group V was given ethanol extract of propolis 233 ppm ip, group VI as positive
control was given doxorubixin ip and group VII as normal control was given distilled water
provision. DMBA was induced during 11 weeks period and treatment was performed 15
weeks. The rat was weighted and examined the initiation of tumors every week. The results
showed that the ethanol extract of propolis 233 ppm and nanopropolis concentration of 32
and 56 ppm could maintain optimal conditions of rat’s liver. The effect was equivalent with
normal control.
1
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
2
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
betina (Rattus norvegicus) galur Sprague - diberi pakan standar dan air secara ad
Dawley, 7,12-dimetilbenz(α)antrasen atau libitum.
DMBA, minyak zaitun (Olive Oil), buffer
formalin 10%, paraffin, minyak imersi, Penentuan Aktivitas Hepatoprotektif
pewarnaan sediaan histologik (hematoksilin Induksi DMBA
dan eosin). Hewan coba diadaptasikan di kandang
percobaan selama 1 minggu sebelum
Cara Kerja diberikan perlakuan. Tikus dibagi menjadi 2
Pembuatan Ekstrak Etanol Propolis kelompok, kelompok perlakuan DMBA
Trigona spp. sebanyak 24 ekor dan kelompok perlakuan
Sarang lebah Trigona spp. dari kontrol normal sebanyak 4 ekor. Kelompok
Pandeglang, Banten, Indonesia. Sampel pertama yaitu kelompok perlakuan kontrol
disimpan dalam toples vakum. Sarang lebah dengan menyuntikkan 1 mL garam fisiologis
dibersihkan dari pengotor, setelah itu secara intraperitonial. Kelompok kedua
diekstraksi menggunakan etanol 70% selama diberi perlakuan DMBA dengan
24 jam. Ekstraksi dan pengujian pendukung menyuntikkan DMBA dosis 25 mg/kg BB
dilakukan sesuai dengan modifikasi dari menggunakan pelarut minyak zaitun secara
Pietta, et al., 2002 yaitu pembuatan intraperitonial. Induksi dilakukan selama 11
nanopropolis, penentuan aktivitas minggu, tiap minggu hewan coba ditimbang
hepatoprotektif, penentuan aktivitas dan dipalpasi untuk mengecek adanya inisiasi
hepatoprotektor, pengamatan patologi dan kanker.
anatomi hati secara makroskopik.
Aktivitas Hepatoprotektor
Pembuatan Nanopropolis Sebanyak 24 ekor tikus yang telah
Pembuatan nanopropolis sesuai dengan disuntik DMBA dan diketahui terinisiasi sel
tata cara penelitian yang dilakukan oleh kanker lewat palpasi dikelompokkan menjadi
Hasan, et al., 2011 dan modifikasi dari 6 kelompok, sedangkan tikus yang tidak
Mohanraj dan Chen, 2006. Metode yang disuntik DMBA dikelompokkan dalam
digunakan yaitu mendispersikan ke bentuk Kelompok Kontrol Normal (disuntik 1 mL
polimer, kemudian polimerisasi dari garam fisiologis), pengelompokan sebagai
monomer dan pembentukan atau koaservasi berikut :
polimer hidrofilik. Kelompok 1 : Kelompok Kontrol Negatif,
disuntik dengan 1 mL garam fisiologis.
Hewan Coba Kelompok 2 : Kelompok Perlakuan 1,
Hewan percobaan yang digunakan disuntik nanopropolis 8 ppm.
adalah 28 ekor tikus putih betina dengan Kelompok 3 : Kelompok Perlakuan 2,
bobot badan rata-rata 120-130 g. Tikus disuntik nanopropolis 32 ppm.
percobaan dilakukan pengelompokan secara Kelompok 4 : Kelompok Perlakuan 3,
random menjadi 7 kelompok perlakuan, disuntik nanopropolis 56 ppm.
masing-masing 4 ekor dalam tiap kandang. Kelompok 5 : Kelompok Perlakuan 4,
Tikus tersebut dikandangkan secara terpisah disuntik Propolis 233 ppm.
di dalam kandang berbentuk kotak plastik, Kelompok 6 : Kelompok Kontrol Positif,
dengan tutup kawat yang mudah dibuka. Alas disuntik dengan doksorubisin.
kandang dialasi dengan sekam bekas gerabah Kelompok 7 : Kelompok Kontrol Normal,
padi yang harus diganti setiap hari agar disuntik 1 mL garam fisiologis.
kondisi kandang tetap kering dan sehat. Inhibition Concentration (IC50)
Tikus diadaptasikan di kandang hewan didapatkan dari penelitian yang dilakukan
Laboratorium Patologi, Departemen Klinik, oleh Hasan, et al., 2011 yang menunjukkan
Reproduksi dan Patologi FKH selama 7 hari. bahwa nanopropolis Pandeglang mempunyai
Selama penelitian semua kelompok tikus niai IC50 pada sel kanker MCF-7, pada
3
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
konsentrasi dibatas 8 ppm sedangkan EEP setelah didehidrasi dengan serial alkohol (70,
(Ekstrak Etanol Propolis) mempunyai nilai 80, 90, 100 %) dan clearing dengan xylol (I,
IC50 pada konsentrasi lebih dari 100 ppm. II, III). Blok paraffin disayat dengan
Pada hari ke 60 dari penyuntikkan mikrotom setebal 5 mikron. Sayatan yang
(nanopropolis, EEP, garam fisiologis dan baik diletakkan pada gelas objek, kemudian
doksorubisin), maka penelitian dihentikan. dilakukan pewarnaan Hematoksilin Eosin
Semua tikus diambil untuk dilakukan analisis (HE). Pengamatan histologi hati meliputi,
histopatologi. granula sitoplasma, degenerasi dan sel
neoplastik (Vijayabaskaran, et al., 2010).
Pengamatan Patologi dan Anatomi Hati Setiap preparat organ diamati di bawah
Secara Makroskopik mikroskop dalam 5 lapangan pandang, yaitu
Pengamatan makroskopik hati pada pada ke empat sudut dan bagian tengah
tikus meliputi warna, permukaan dan preparat, dengan perbesaran sebesar 400x.
konsistensi. Hati yang normal berwarna Data yang dikumpulkan berupa data primer
merah kecoklatan, permukaannya licin dan (granula sitoplasma, degenerasi dan sel
konsistensinya kenyal (Anggraini, 2008). neoplastik) dari hasil penilaian gambaran
Kriteria normal bila tidak ditemukan: histopatologi hepar tikus betina Sprague-
a. Perubahan warna Dawley, kemudian dinilai indeks
b. Perubahan struktur permukaan histopatologinya. Indeks histopatologi hepar
c. Perubahan konsistensi dinilai dengan modifikasi sistem Knodell
Derajat kerusakan hati: Score.
0 = tidak terjadi perubahan Hasil analisis diuji dengan uji statistik
+ = bila ditemukan 1 kriteria diatas non parametrik Kruskal Wallis. Nilai p
++ = bila ditemukan 2 kriteria diatas bermakna jika p>0,05. Data yang diperoleh
+++ = bila ditemukan 3 kriteria diatas diolah dengan menggunakan program SPSS
15.0 for Windows (Sariningrum, 2008).
Pembuatan dan Pemeriksaan Jaringan
Hati Secara Mikroskopik HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel jaringan hati dibuat sediaan Pengamatan melihat Organ Hati
histologi. Hati yang telah dicuci dengan (Gambar 1) secara makroskopis sebagai
larutan NaCl fisiologis 0,9 %, lalu difiksasi indikator faal tubuh dalam fungsi pertahanan
dengan larutan Bouin selama 12 sampai 24 tubuh (Dalimartha & Setiawan, 2005).
jam kemudian diblok dengan paraffin,
4
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
Pada pengamatan organ hati secara cukup baik terlihat pula pada kelompok 56
makroskopis, terlihat bahwa organ tikus ppm (c) dan kelompok 32 ppm (d). Hasil
kelompok yang sudah di induksi DMBA yang menunjukkan perbaikkan ini sesuai
berbeda warnanya jika dibandingkan dengan dengan penelitian Carrasco et al., 2006.
kontrol normal, namun untuk permukaan dan Terlihat pada kelompok Doxorubisin
konsistensinya relatif sama. Hal ini (g), Propolis (b) dan 56 ppm (c) serta 32 ppm
menunjukkan bahwa DMBA bersifat (d) kondisi histopatologi hatinya baik,
sitotoksik sejalan dengan penelitian yang hepatosit terlihat jelas dan tersusun secara
dilakukan oleh Scott, et al. 1993. radial, walaupun masih ditemukannya butir-
Pengamatan dilanjutkan dengan butir lemak, kondisi hepatosit yang baik
histopatologi hati sebagai indikator penilaian karena pengaruh pemberian propolis,
yaitu tingkat kerusakan sel hati pada senyawa antioksidan dan flavonoid dalam
umumnya. Hasil pengamatan terlihat pada propolis dan nanopropolis memberikan efek
Gambar 2. perbaikan sel-sel hati dengan relatif cepat.
Gambaran dari histopatologi Kerusakan sel hati kelompok DMBA
memperlihatkan kondisi jaringan hati yang pada kontrol negatif yang terjadi meliputi
sehat (a) ditandai dengan hepatosit yang nekrosis, dan degenerasi butir-butir lemak.
mengarah ke arah vena sentralis tersusun Nekrosis merupakan pecahnya sel hepatosit
secara radial, bentuk dari membran sel masih sehingga seluruh isi sel keluar dari sel akibat
utuh dengan sitoplasma didalamnya dan sel rusaknya lapisan semipermiabel yang
hepatosit tersusun dengan jelas kondisi yang melindungi sel serta degradasi butir-butir
kurang lebih sama terlihat pada propolis (b) lemak disebabkan adanya senyawa toksik
dan kelompok doksorubisin (g) kondisi yang yang menurunkan fungsi lipolitik hati, hal ini
5
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
6
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
7
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
8
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
Sforcin J.M. 2007. Propolis and the immune Antioxidant Activity Of Symplocos
system; A review. Journal of Racemosa Bark Extract On DMBA
Ethnopharmacology 113: 1-14. Induced Hepatocellular Carcinoma In
Vijayabaskaran, K.R. Yuvaraja, G. Babu, P. Rats. Inter J Curr Trends Sci Tech.
Sivakumar, P. Perumal, B. Jayakar. 1(3): 147–158; 1033-1046
2010. Hepatoprotective And
9
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
ABSTRAK
Daun mangkokan dalam pengobatan tradisional (jamu) dikenal sebagai tanaman obat
yang berkhasiat sebagai penumbuh rambut atau mencegah kerontokan. Kerontokan rambut
hingga kebotakan (Alopecia) dapat diobati dengan penyubur rambut. Pada penelitian ini
dilakukan pembuatan formula sediaan emulsi yang mengandung ektrak etanol 70 % daun
mangkokan pada beberapa konsentrasi dan dievaluasi efektivitasnya sebagai penumbuh
rambut secara in vivo. Formula dibandingkan dengan Aminexil 2% sebagai kontrol positif dan
diaplikasikan pada kulit kelinci yang telah dibersihkan bulunya, kemudian panjang bulu
rambut yang tumbuh diukur selama 6 minggu dan ditentukan rata-rata pertumbuhan rambut
perminggu. Hasil menunjukkan formulasi dengan konsentrasi ekstrak daun mangkokan 7,5%
sama efektifnya dengan kontrol positif dan berbeda signifikan dengan kontrol formula basis
tanpa ekstrak. Rata-rata panjang rambut pada minggu pertama bertambah 50% dan setelah
minggu keenam pertumbuhannya rata-rata diatas 65% - 85% jika dibandingkan terhadap
kontrol positif Aminexil (100%).
ABSTRACT
10
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
Key words : Jamu, Nothopanax scutellarius (Burm.f)Merr) leaves, hair growth, alopecia,
Aminexil
11
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
12
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
Serbuk simplisia dan ekstrak etanol Hal ini ditunjukkan dari intensitas warna
daun mangkokan memiliki kandungan yang lebih pekat. Hal ini menunjukkan
alkaloid, flavonoid, tanin dan saponin. bahwa pelarut etanol 70% mampu
Senyawa alkaloid diduga berperan dalam mengekstraksi daun mangkokan dengan
aktivitas pertumbuhan rambut meskipun sempurna karena flavonoid memiliki gugus
mekanisme aktivitasnya tidak diketahui hidroksi yang tidak tersubstitusi sehingga
(Benerjee, Sharma and Nema, 2009). Jenis bersifat polar dan tanin termasuk golongan
flavonoid yang terkandung dalam daun polifenol yang bersifat polar. Oleh sebab itu,
mangkokan adalah flavonol (kuersetin, pelarut polar seperti air dan etanol dapat
kaemferol, dan mirisetin) dan favon (luteolin menarik senyawa yang bersifat polar
dan apigenin). Namun demikian tampak pada (Fattorusso et al.,2002).
ekstrak konsentrasi flavonoid diperkirakan
kandunganya lebih tinggi dibandingkan Sediaan Emulsi Ekstrak Daun
dengan serbuk simplisia daun mangkokan. Mangkokan
13
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
Basis emulsi yang dihasilkan tidak Hasil Uji Efektivitas Sediaan Emulsi
berwarna sedangkan emulsi ekstrak daun Ekstrak Daun Mangkokan Sebagai
mangkokan memiliki warna hijau kecoklatan Perangsang Pertumbuhan Rambut
dengan konsistensi kental dan bau khas daun Panjang rambut kelinci setiap minggu
mangkokan dengan intensitas yang diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata
meningkat seiring dengan meningkatnya panjang rambut dari lima ekor kelinci selama
konsentrasi ekstrak. Seluruh sediaan emulsi enam minggu pengamatan. Kelinci
memiliki tipe minyak dalam air ditunjukkan mengalami pertumbuhan panjang rambut
dengan mudah bercampurnya sediaan dengan setiap minggu setelah perlakuan seperti
air. tampak pada Tabel 2.
66.275 69.37
56.625
51.575
50
0
Kontrol Kontrol Formula A Formula B Formula C Kontrol
normal Perlakuan Positif
14
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
15
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
16
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
17
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
ABSTRAK
ABSTRACT
18
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
19
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
20
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
LC50 < 1000 ppm menunjukkan adanya serapannya pada panjang gelombang
senyawa yang memiliki bioaktifitas yang serapan maksimum 515 nm.
aktif (Meyer, 1982). Persen inhibisi atau hambatan dihitung
dengan rumus berikut:
Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode Hambatan (inhibisi) =
Peredaman Radikal Bebas
Uji aktivitas antioksidan menggunakan
metode perendaman terhadap radikal bebas Dihitung nilai IC50 dengan memasukkan
1,1 difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH) dengan nilai dari konsentrasi larutan uji sebagai
vitamin C sebagai kontrol positif. sumbu x dan persen hambatan terhadap
1. Pembuatan larutan 1 mM DPPH DPPH sebagai sumbu y kedalam
Lebih kurang 19,716 mg DPPH (BM = persamaan garis regresi.
394,32) ditimbang seksama, kemudian
dilarutkan dalam 50,0 ml metanol Uji Aktivitas Antibakteri
proanalisis. Uji aktivitas antibakteri dengan metode
2. Pembuatan larutan blangko difusi agar dengan kertas cakram. Mikroba
Sejumlah 1 ml larutan DPPH 1 mM uji yang digunakan adalah Staphlococcus
dipipet ke dalam labu ukur 5 ml, aureus dan Escherichia coli. Sebagai kontrol
dilarutkan dalam metanol proanalisis positif digunakan antibiotik kloramfenikol.
hingga tanda, kocok homogen. Sedangkan sebagai kontrol negatif digunakan
3. Pembuatan larutan uji air.
Lebih kurang 10 mg ekstrak air kulit kayu 1. Sterilisasi alat dan bahan
massoi ditimbang seksama, lalu Alat dan bahan yang digunakan dalam
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml, percobaan disterilkan menurut cara yang
dilarutkan dalam metanol hingga tanda sesuai.
(larutan induk 1000 µg/ml). Dibuat 2. Pembuatan media
berbagai konsentrasi yaitu 5, 10, 25, 50, a. Media NA (Nutrient Agar)
100 µg/ml dalam masing-masing tabung Bahan sebanyak 23 g dilarutkan dalam 1
reaksi dan ditambahkan 1,0 ml larutan liter air suling lalu dipanaskan sambil
DPPH 1 mM dan dilarutkan dalam diaduk selama 1 menit hingga larut
metanol p.a hingga tanda. sempurna, kemudian disterilkan dalam
4. Lebih kurang 10 mg vitamin C ditimbang autoklaf pada suhu 1210C selama 15
seksama, kemudian dimasukkan ke dalam menit. Pembuatan agar miring dilakukan
labu ukur 10 ml, dilarutkan dalam dengan cara menuangkan 5 ml media
metanol proanalisis hingga tanda (larutan yang masih cair ke dalam tabung reaksi
induk 1000 µg/ml). Dibuat berbagai steril secara aseptis, tabung di letakkan
konsentrasi yaitu 3, 6, 9, 12, 15 µg/ml pada posisi miring dengan sudut
dalam masing-masing tabung reaksi dan kemiringan 150 (Nutrien agar miring
ditambahkan 1,0 ml larutan DPPH 1 mM untuk stok kultur) dan dituangkan ke
dan dilarutkan dalam metanol p.a hingga dalam cawan petri sebanyak 15 ml lalu
tanda. dibiarkan sampai padat (Nutrien agar plat
5. Uji aktivitas antioksidan untuk pengujian).
Didalam setiap tabung larutan uji dan b. Media NB (Nutrien Broth)
kontrol positif ditambahkan 1,0 ml larutan Bahan sebanyak 8 g dilarutkan dalam 1
DPPH 1 mmol, kemudian ditambahkan liter air suling lalu dipanaskan sambil
metanol proanalisis hingga 5 ml dan diaduk selama 1 menit hingga larut
dihomogenkan. Larutan blangko, larutan sempurna, kemudian disterilkan dengan
uji dan larutan kontrol positif segera autoklaf pada suhu 1210C selama 15
diinkubasi selama 30 menit pada suhu menit.
370C, kemudian ke-3 larutan diukur 3. Pengujian
21
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
22
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
parameter mutu ekstrak. Hasil uji fitokimia Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Air dan
untuk ekstrak air dan serbuk simplisia dapat Serbuk Simplisia Kulit Kayu Massoi
dilihat pada Tabel 1. No Uji Serbuk Ekstrak air
Hasil toksisitas yang tinggi ditunjukkan Fitokimia simplisia
1 Alkaloid - -
dengan nilai konsentrasi yang menyebabkan
2 Steroid/ ++ ++
kematian 50 % larva udang, semakin kecil 3 Triterpenoid - -
nilai LC50yang dimiliki ekstrak tanaman 4 Flavonoid ++ +++
maka akan semakin toksik, tingkat toksisitas 5 Saponin ++ +
suatu ekstrak yang telah dikategorikan oleh 6 Taninn - ++
7 Kuinon - -
Meyer, et al. (1982), yaitu: LC50 30 ppm 8 Kumarin + +
sangat toksik, 31 ppm LC50 1000 ppm 9 Minyak atsiri ++ +
toksik dan LC50 > 1000 ppm tidak toksik..
Nilai LC50 dari ekstrak kulit kayu Berdasarkan uji fitokimia ekstrak air kulit
Massoi adalah sebesar 493,00217 Massoi berpotensi mengandung senyawa
ppmdengan nilai LC50 yang kecil ini dapat bioaktif antikanker yakni senyawa flavonoid
disimpulkan bahwa ekstrak air kulit kayu dan steroid.
Massoi masuk kedalam kategori toksik dan
berpotensi sebagai senyawa sitotoksik.
23
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
Tabel 4. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan dengan DPPH pada Ekstrak Air Kulit Kayu
Massoi
Konsentrasi Serapan blangko Serapan sampel Hambatan (%) IC50 (µg/ml)
(µg/ml)
0 2,3377 2,3377 0 7,7816
3 1,9215 17,8038
6 1,5135 35,2569
9 0,9770 58,2068
12 0,4506 80,7246
15 0,0746 96,8088
Analisis Kromatografi
Ekstrak air kulit kayu Massoi
(Cryptocarpa massoy) di KLT dengan eluen
kloroform-metanol (1:1) dan kloroform-
metanol-air (5:5:1). Pada eluen kloroform-
metanol (1:1) memberikan pola pemisahan
yang jelas dengan jarak bercak satu sama lain
cukup terpisah (gambar A). Sedangkan A B
dengan eluen kloroform-metanol-air (5:5:1) Gambar 1. Hasil Kromatogram KLT
memiliki pola pemisahan yang kurang baik Keterangan:
jika dibandingkan dengan eluen kloroform- Fase diam : silika gel GF254
metanol (1:1) dikarenakan jarak bercak satu Fase gerak :
A: kloroform:metanol (1:1)
dengan yang lainnya masih menumpuk di B: kloroform-metanol-air (5:5:1)
satu tempat dan menghasilkan 5 pola bercak
(gambar B). Hasil kromatogram KLT dapat Kromatografi Kolom
dilihat pada Gambar 1. Hasil fraksinasi dari ekstrak air diperoleh
7 fraksi dengan volume masing-masing 25
24
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
25
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
26
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
ABSTRAK
Formula salep herba ekstrak pegagan (Centella asiatica (L) Urb) dalam penelitian ini
dibuat dari 5 gram ekstrak pegagan sebagai zat aktif yang dicampur dengan berbagai basis,
yaitu basis berminyak,emulsi dan larut air. Mencit jantan (20 ekor) yang sudah dilukai dengan
scalpel steril sepanjang 1,5 cm dibagi menjadi 5 kelompok masing-masing 4 ekor dan
mendapat perlakuan salep ekstrak pegagan sebagai berikut : Kelompok I diolesi dengan
formula basis minyak, kelompok II formula basis emulsi, kelompok III formula basis larut air,
kelompok IV ekstrak murni serta kelompok V diolesi betadin® sebagai kontrol positif. Bahan
uji diberikan dua kali sehari selama 21 hari dan diamati pada hari ke-1, 3, 7, 14, 21. Hasil
yang diperoleh, menunjukkan bahwa pada hari ke 14, bila dibandingkan dengan kontrol
positif, maka kelompok I dan IV lebih efektif menyembuhkan luka dibandingkan kelompok II
dan III. Pada hari ke 21 semua kelompok efektif menyembukan luka sama seperti kontrol
positif.
ABSTRACT
Ointment formula of gotu kola extract (Centella asiatica (L) Urb) in this study was made
of 5 grams of Centella asiatica extract as an active substance that is mixed with a variety of
bases, namely oily, emulsion and water-soluble bases. Male mice (20 animals) were already
wounded with a sterile scalpel length of 1.5 cm were divided into five groups each of 4 mice
and gotu kola extract ointment treated as follows: Group I smeared with oily base formula, the
group II emulsion base formula, Group III water-soluble base formula, pure extract of Group
IV and Group V smeared betadin® as a positive control. The test material was given twice
daily for 21 days and observed on days 1, 3, 7, 14, 21. The results obtained showed that at day
14, compared with the positive control, the group I and IV are more effective cure injuries
than the group II and III. On day 21 all dose heal wounds effectively the same as a positive
control.
Key words: Gotu kola (Centella asiatica (L) Urb), ointment, skin
27
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
infeksi bakteri diperlukan suatu antibakteri. . (Balai Tanaman Obat dan Rempah). Mencit
Tumbuhan pegagan khusus mengandung serta pellet, betadin® dan air suling. Bahan
asiatikosida, berfungsi untuk memproduksi untuk pembuatan salep ekstrak pegagan
kolagen juga dapat mempercepat proses seperti, cera alba, vaselin putih, setil alkohol,
penyembuhan luka pada bagian permukaan propilen glikol, natrium lauril sulfat, air
kulit manusia. Proses ini terjadi karena suling, PEG 4000, stearil alkohol, gliserin.
aktivitas epidermis lapisan sel malpigi pada
kulit tadi meningkat dan secara topikal Alat
dapat menyembuhkan. Selain itu dapat juga Alat-alat penelitian yang digunakan
meningkatkan serta menguatkan jaringan antara lain: Alat-alat gelas, neraca analitik,
kulit yang baru terbentuk, sehingga tidak rotavapor, termometer, mortir, cawan
mudah lagi rusak. Asiatikosida juga penguap, kertas perkamen, penangas air, pot
mempunyai daya antibakteri terhadap plastik, bejana, pisau, batang pengaduk,
Staphylococcus aureus dan Escherichia colli. corong, sudip dan scalpel.
Adanya asiatikosida, riboflavin dan niasin
membuat pegagan berfungsi sebagai anti Cara Kerja
inflamasi (Saktono, 2002). 1. Pembuatan Ekstrak Herba Pegagan
Salep merupakan salah satu bentuk Ekstrak herba pegagan dibuat dengan
sediaan semi padat yang banyak digunakan cara maserasi, yaitu 250 g serbuk herba
dalam pengobatan kulit. Sebelum pegagan dengan 1.875 ml etanol 70% ,
memberikan efek, zat aktif sediaan salep ditutup dan dibiarkan selama 5 hari dan
harus dapat dilepaskan dari basisnya, baru terlindung dari cahaya, sambil berulang-
diabsorpsi melalui kulit. Hal ini dipengaruhi ulang diaduk. Setelah 5 hari sari diserkai,
oleh beberapa faktor, baik faktor fisiologis ampas diperas. Ampas ditambah etanol 70%
maupun kimia fisika. Faktor kimia fisika secukupnya diaduk dan diserkai, sehingga
tersebut meliputi koefisien difusi, konsentrasi diperoleh seluruh sari sebanyak 2500 ml.
dan kelarutan obat dalam basis. Sedangkan Bejana ditutup, dibiarkan ditempat sejuk,
faktor fisiologi meliputi keadaan kulit, luas terlindung dari cahaya, selama 2 hari.
daerah permukaan dan banyaknya pemakaian Kemudian endapan dipisahkan. Kemudian
(Anief, 2003). dilakukan penguapan pada suhu 50°C dengan
Hingga saat ini belum ada penelitian rotavapor sehingga sebagian besar alkohol
untuk menguji khasiat ekstrak pegagan menguap hingga diperoleh ekstrak kental.
sebagai antiluka dalam bentuk formulasi
salep. Bahan pembantu dalam formulasi yang 2. Pembuatan Sediaan Salep
baik seharusnya bersifat inert dan tidak Sediaan salep dibuat sesuai dengan
mengurangi khasiat bahan aktif. Pemilihan formula masing-masing tipe basis.
basis yang baik harus melalui pertimbangan -
pertimbangan lebih dulu dengan melihat sifat Tabel 1. Formula Sedian Salep Basis
dan masing- masing basis salep (Block, 1990 Berminyak
; Ansel, 1989). Karena pada umumnya sifat Bahan Jumlah (g)
polaritas senyawa bahan alam sukar R/Cera alba 4.75
Vaselin putih 90.07
diketahui dengan pasti maka perlu di teliti
Butilhidroksianisol 0.01
lebih lanjut pengaruh basis salep terhadap (BHA)
khasiat ekstrak pegagan. Metil paraben 0.15
Propil paraben 0.02
METODE PENELITIAN Ekstrak kental 5
Bahan Sumber : (Rosanti 2003).
Bahan yang digunakan adalah herba
Pegagan (Centella asiatica (L).Urban) dari a. Cara pembuatan Sedian Salep Basis
seluruh bagian tanaman koleksi BALITTRO Berminyak:
28
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
Cera alba dilelehkan diatas penangas 75°C (fase I). Natrium lauril sulfat dilarutkan
air, vaselin putih ditambahkan, diaduk dalam air suling dan dipanaskan diatas
sampai homogen dan dingin. BHA yang telah penangas air pada suhu 75°C (fase II). Fase I
dilarutkan dengan etanol dimasukkan ditambahkan sedikit demi sedikit dalam
kedalam basis salep digerus homogen. Metil mortir yang berisi fase II sambil diaduk
paraben dan propil paraben yang telah hingga dingin. BHA yang telah dilarutkan
dilarutkan dengan etanol dicampurkan dengan etanol dimasukkan ke dalam basis
dengan ekstrak. Ekstrak kental pegagan salep digerus homogen. Metil paraben dan
dicampurkan ke dalam basis sedikit demi propil paraben yang telah dilarutkan dengan
sedikit sambil diaduk sampai homogen. etanol dicampurkan dengan ekstrak. Ekstrak
Salep dikemas dalam wadah. kental pegagan dicam-purkan ke dalam basis
sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai
b.Cara pembuatan Sedian Salep Basis homogen. Salep dikemas dalam wadah
Emulsi:
Setil alkohol, cera alba, propilen glikol Tabel 3. Formula Sedian Salep Basis
dilelehkan diatas penangas air pada suhu Larut Air
65°C(fase I). Natrium lauril sulfat dilarutkan Bahan Jumlah (g)
dalam air suling, dipanaskan diatas penangas R/Na lauril sulfat 0.95
Na lauril sulfat 1.90
air pada suhu 65°C (Fase II). Fase I dan fase PEG 4000 18.97
II dicampurkan perlahan-lahan sambil diaduk Stearil alcohol 32.24
di atas penangas air selama 10 menit. Air suling 14.22
Campuran dituang dalam mortir sambil Gliserin 28.44
diaduk hingga dingin. BHA yang telah Butilhidroksianisol 0.01
Metil paraben 0.15
dilarutkan dengan etanol dimasukkan Propil paraben 0.02
kedalam basis salep digerus homogen. Metil Ekstrak kental 5
paraben dan propil paraben yang telah Sumber : Rosanti, 2003
dilarutkan dengan etanol dicampurkan
dengan ekstrak. Ekstrak kental pegagan 3.Evaluasi sediaan salep ekstrak
dicampurkan ke dalam basis sedikit demi herba Pegagan
sedikit sambil diaduk sampai homogen. Evaluasi yang dilakukan adalah
Salep dikemas dalam wadah. pemeriksaan kestabilan bentuk sediaan salep,
pemeriksaan homogenitas, pemeriksaan
Tabel 2. Formula Sedian Salep Basis warna, dan pemeriksaan bau. Pengamatan
Emulsi dilakukan pada minggu ke-1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,
Bahan Jumlah (g) 8.
R/Cera alba 0.95
Setil alkohol 14.22
Propilen glikol 9.48 4. Perlakuan Sediaan Salep Ekstrak
Na lauril sulfat 1.90 Pegagan Pada Mencit
Air suling 68.27 Sebelum perlukaan, bulu di sekitar
Vaselin putih 90.07 punggung dicukur dan kulit diolesi alkohol,
Butilhidroksianisol 0.01
(BHA) lalu mencit diadaptasi selama 2 hari. Mencit
Metil paraben 0.15 dianastesi lokal dengan eter, lalu Perlukaan
Propil paraben 0.02 dilakukan pada punggung mencit dengan
Ekstrak kental 5 sayatan 1.5 cm menggunakan scalpel steril.
Sumber : Rosanti, 2003 Mencit yang digunakan sebanyak 20 ekor
yang dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan,
c.Cara pembuatan Sedian Salep Basis yaitu kelompok I diolesi dengan formula
Larut Air basis minyak, kelompok II formula basis
Stearil alkohol, PEG 4000 dan gliserin emulsi, kelompok III formula basis larut air,
dipanaskan diatas penangas air pada suhu kelompok IV ekstrak murni serta kelompok
29
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
V diolesi betadin® sebagai kontrol positif. suhu kamar dan basis salep mempengaruhi
Bahan uji diberikan 2 kali sehari selama 21 bau dari sediaan tersebut. Hal ini dikarenakan
hari dan diamati pada hari ke-1,3,7,14, 21. sifat kepolaran zat aktif sehingga
Pengamatan dilakukan secara deskriptif mempengaruhi kelarutan zat aktif basis yang
terhadap mencit perlakuan dengan ditambahkan. Pada perlakuan sediaan salep
membandingkan proses penyembuhan yang ekstrak herba pegagagan dilakukan terhadap
terjadi. Parameter yang diamati antara lain mencit jantan (Mus musculus albinus). Hasil
merapatnya kulit, keringnya luka dan pengamatan penyembuhan luka antara
keberadaan keropeng luka. komponen yang diuji (formula dan hari).
Berdasarkan pengamatan secara
HASIL DAN PEMBAHASAN makroskopis terlihat bahwa proses
Sediaan salep ekstrak pegagan dapat penyembuhan luka kelompok III lebih lambat
bercampur (homogen). Hasil pengamatan dibandingkan dengan kelompok II, I, IV dan
kestabilan bentuk sediaan salep ekstrak herba V. Salep formula I (kelompok I) dan
pegagan formula I, II, III dari minggu ke I betadin® (kelompok V) memperlihatkan
sampai minggu ke- 8 tetap stabil dan tidak perbedaan nyata bila dibandingkan dengan
mengalami perubahan bau, warna dan tetap kelompok II dan III. Hal ini terlihat dengan
homogen pada penyimpanan dan tipe basis terlepasnya keropeng dan luka menyempit.
salep yang di hasilkan tidak mengalami Pada kelompok I penyembuhan hampir sama
perubahan. dengan kelompok IV sedangkan kelompok
Pemeriksaan salep ekstrak herba (Betadin®) berlangsung lebih cepat. Luka
pegagan diamati secara organoleptik. Hasil akan mengakibatkan peradangan sehingga
pengamatan menunjukkan warna salep basis mengakibatkan panas di daerah luka tersebut.
berminyak berwarna hijau, formula II basis Pemberian salep ekstrak pegagan akan
salep emulsi berwarna hijau keputihan dan menimbulkan rasa
formula III basis salep larut air berwarna dingin pada daerah yang dioleskan
hijau kekuningan, dengan demikian basis (Anonimous, 2007). Diduga salah satu faktor
salep mempengaruhi warna dari sediaan yang menyebabkan percepatan proses
salep ekstrak herba pegagan. Warna sediaan persembuhan luka akibat pemberian salep
tidak mengalami perubahan selama 8 minggu ekstrak herba pegagan adalah daya kompres
(stabil) dengan penyimpanan pada suhu dingin dari herba pegagan.
kamar. Hasil pengamatan penyembuhan luka Pengobatan dengan meng-gunakan
pada setiap mencit ditunjukkan pada Tabel 4 salep akan lebih efektif apabila obat dapat
dan rata-rata penyembuhan luka pada Tabel lepas dari basisnya, tipe basis berminyak
5. Berdasarkan hasil pengamatan bau yang bersifat lipofilik mempunyai afinitas
(aroma), formula I dengan basis minyak lebih lemah. Afinitas lemah memudahkan zat
cukup kuat, formula II dengan basis emulsi aktif terlepas dari basisnya, sehingga mudah
memiliki bau ekstrak pegagan (zat aktif) untuk berdifusi kedalam media (Rosanti,
yang kuat, dan formula III merupakan 2003). Berdasarkan pengamatan, proses
sediaan salep ekstrak pegagan yang berbasis penyembuhan luka formula I yang berbasis
larut air memiliki aroma yang lemah. Hal ini minyak lebih cepat dibandingkan dengan
disebabkan asiatikosida dalam ekstrak sediaan salep formula II dan III.
pegagan merupakan glikosida triterpenoid Basis berminyak lebih mudah
yang bersifat non polar sehingga larut dalam melepaskan ekstrak herba pegagan. Ini
basis minyak dan emulsi. Pengamatan bau disebabkan karena zat aktif dari herba
(aroma) sediaan salep ekstrak pegagan pegagan adalah asiatikosid, yang merupakan
memiliki aroma yang stabil selama 8 minggu senyawa yang bersifat hidrofil sedangkan
dengan penyimpanan pada suhu kamar dan basis salep bersifat lipofil. Penyembuhan
basis salep mempengaruhi bau dari sediaan kelompok V lebih cepat (Betadin®) hal ini
tersebut. Hal ini dengan penyimpanan pada disebabkan karena Betadin® mengandung
30
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
providone iodine bekerja sebagai antiseptik daerah luka cepat menjadi kering (Saratman,
bersprektrum luas dan iodine sendiri dkk, 2004).
memberi efek panas pada jaringan sehingga
Tabel 5. Rata-rata Penyembuhan Luka Antara Komponen yang Diuji (Formula dan
Hari) Selama 21 Hari.
Rata-rata penyembuhan pada hari ke-
Formula Rata-rata
1 3 7 14 21
I 1 2.75 4.75 6.25 7 4.35 a
II 1 2.25 3.25 6 7 3.9 b
III 1 2 3 6 7 3.8 b
IV 1 3 4.75 6.5 7 4.45 a
V 1 3.25 5 6.75 7 4.6 a
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom dan lajur yang sama berbeda nyata
31
Fitofarmaka,Vol.4,No.1, Juni 2015 ISSN:2087-9164
32
Fitofarmaka, Vol. 4, No.1, Juni 2014 ISSN : 2087-9164
33
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih atas kontribusi yang telah diberikan dalam membantu
kelancaran penerbitan Jurnal Fitofarmaka volume 4 nomor 1 Juni 2014.
Dewan Redaksi
PANDUAN PENULISAN JURNAL
Jurnal Fitofarmaka menerima tulisan ilmiah berupa hasil penelitian, review jurnal,
laporan penelitian dan laporan kasus yang berkaitan dengan bidang kefarmasian. Naskah
diutamakan yang belum pernah diterbitkan di media lain, baik cetak maupun elektronik. Jika
sudah pernah disampaikan dalam suatu pertemuan ilmiah hendaknya diberi keterangan yang
jelas mengenai nama, tempat, dan tanggal berlangsungnya pertemuan tersebut. Naskah
berupa ketikan asli ditulis dalam Bahasa Indonesia dengan abstrak bahasi Inggris.
1. Halaman Judul : berisi judul artikel dengan jumlah kata maksimal 14 kata, nama penulis
(tanpa gelar), dan institusi/ alamat tempat bekerja dari masing-masing penulis, dengan
alamat e-mail untuk korespondesi (corresponding author).
2. Abstrak : abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris dengan jumlah kata
maksimal 250 kata. Abstrak ditulis dengan ringkas dan jelas yang mencakup
pendahuluan, metode, hasil, pembahasan dan simpulan dari penelitian dilengkapi dengan
2-5 kata kunci.
3. Pendahuluan: berisi tentang informasi mengenai latar belakang yang relevan dengan
tujuan penelitian.
4. Metode Penelitian: menguraikan bahan, alat dan cara kerja yang digunakan.
5. Hasil dan Pembahasan: dipresentaskan dengan format yang mudah dimengerti dalam
bentuk gambar 2D maupun tabel. Tabel harus utuh, jelas terbaca, dibuat dengan format
tabel pada Microsoft Words diletakkan simetris di tengah area pengetikan, diberi nomor
sesuai urutan penyajian (Tabel 1, dst.), tanpa garis batas kanan atau kiri. Gambar harus
diberi nomor sesuai urutan penyajian (Gambar 1, dst.). Pembahasan pada artikel
penelitian dilakukan terhadap hasil yang diperoleh dan dikorelasikan dengan studi lain
yang relevan. Diskusi difokuskan pada hasil utama penelitian. Keterbatasan penelitian
dan dampak hasil penelitian dijelaskan dengan rinci. Penulis harus menjelaskan mengenai
keterbatasan dan rekomendasi penangannan yang mendukung referensi.
6. Simpulan: simpulan berhubungan dengan tujuan penelitian. Saran penelitian diberikan
untuk merekomendasikan penanganan bila ada keterbatasan penelitaian.
7. Ucapan Terima Kasih: bila ada, tidak menggunakan singkatan.
8. Daftar Pustaka: pustaka ditulis sesuai sistem Harvard Referencing Standard. Sebanyak
80% pustaka yang digunakan merupakan pustaka primer dan terbitan 10 tahun terakhir.
Contoh penulisan daftar pustaka rujukan sebagai berikut:
a. Buku
[1] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat).
Tahun publikasi. Judul buku dicetak miring. Edisi, Penerbit. Tempat Publikasi.
Contoh:
O’Brien, J.A. dan. J.M. Marakas. 2011. Management Information Systems.
Edisi 10. McGraw-Hill. New York-USA.
b. Artikel Jurnal
[2] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat).
Tahun publikasi. Judul artikel. Nama jurnal dicetak miring. Vol (Nomor): Rentang
Halaman.
Contoh:
Cartlidge, J. 2012. Crossing boundaries: Using fact and fiction in adult learning.
The Journal of Artistic and Creative Education. 6 (1): 94-111.
c. Prosiding Seminar/Konferensi
[3] Penulis 1, Penulis 2 dan seterusnya (nama belakang, nama depan disingkat).
Tahun publikasi. Judul artikel. Nama konferensi. Tanggal, Bulan dan Tahun,
Kota, Negara. Halaman.
Contoh:
Michael, R. 2011. Integrating innovation into enterprise architecture
management. Proceeding on Tenth International Conference on Wirt-
schaftsInformatik. 16-18. February 2011, Zurich, Swis. Hal. 776-786.
d. Tesis atau Disertasi Computationally Intensive Approaches to Inference in Neo-
Normal Linear Models: Ph.D. thesis, CUT Western Australia
[4] Penulis (nama belakang, nama depan disingkat). Tahun publikasi. Judul. Skripsi,
Tesis, atau Disertasi. Universitas.
Contoh:
Soegandhi. 2009. Aplikasi model kebangkrutan pada perusahaan daerah di Jawa
Timur. Tesis. Fakultas Ekonomi Universitas Joyonegoro, Surabaya.
e. Sumber Rujukan dari Website
[5] Penulis. Tahun. Judul. Alamat Uniform Resources Locator (URL). Tanggal
Diakses.
Contoh:
Ahmed, S. dan A. Zlate. Capital flows to emerging market economies: A brave
new world?. http://www.federalreserve.gov/pubs/ifdp/2013/1081/ifdp1081.pdf.
Diakses tanggal 18 Juni 2011.
FORMULIR BERLANGANAN / PEMBELIAN
JURNAL FITOFARMAKA
Jl. Pakuan PO BOX 452, Telp/Fax. (0251)8375547
Nama : .................................................................................................................
Institusi : .................................................................................................................
Alamat : .................................................................................................................
.................................................................................................................
Telepon/Fax : .................................................................................................................
Ingin menjadi pelanggan/ pembeli Jurnal Fitofarmaka selama …….. tahun,
dimulai dari Vol…… No......... tahun ……. sampai Vol......... No. …… tahun ……..
………………., ………………………….
Pelanggan,
…………………………………………....
(Tanda tangan dan nama terang)
CATATAN:
1. Biaya berlanggan selama 1(satu) tahun (2 kali
penerbitan), sebesar Rp. 150. 000,- ditambah
ongkos kirim 20%.
2. Mohon diisi dengan lengkap dan dikirim/ fax/ e-mail
ke alamat tersebut di atas beserta bukti transfer.