Tugas Diagnosa Gizi-NCP

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

DIAGNOSA GIZI

“Nutrition Care Process (NCP)”


Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Diagnosa Gizi

Disusun Oleh

NOVITA FAUZIAH PUTRI

190400540

PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI ALIH JENJANG

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ALMA ATA

YOGYAKARTA

2020
Artikel mengenai NCP (Nutrition Care Process)

NCP (Nutrition Care Process) merupakan proses terstandar yang dijadikan


metode pemecahan/penanganan masalah gizi yang sistematis yang digunakan oleh
Ahli Gizi untuk berpikir kritis, membuat keputusan terkait masalah gizi, dan
menyelenggarakan asuhan gizi yang aman, efektif dan berkualitas tinggi yang
meliputi 4 tahapan yaitu assesmen gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi, monitoring dan
evaluasi gizi (Nur'aini, 2017). NCP adalah standar asuhan gizi yang relatif baru yang
mulai diterapkan di Rumah Sakit Indonesia yang mengacu pada standar yang dibuat
oleh American Dietetic Association pada tahun 2003. Terdapat 60 data terminologi
masalah gizi yang disusun oleh American Dietetic Association (ADA) aserta
parameter pegkajian gizi. Tujuan dari NCP adalah mengembalikan pasien pada status
gizi baik dengan mengintervensi berbagai faktor penyebab atau bertujuan untuk
membantu pasien untuk memecahkan masalah gizi dengan mengatasi berbagai faktor
yang mempunyai kontribusi pada ketidakseimbangan atau perubahan status gizi
(Trias & Sri, 2019).

Komponen NCP terdiri dari assesmen gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi,
monitoring dan evaluasi gizi (Nur'aini, 2017). Pada pengkajian atau assesmen gizi
terdapat 5 komponen yaitu antropometri, biokimia, klinis-fisik, dietary history dan
client history. Antropometri merupakan pengukuran terhadap ukuran, berat badan dan
proporsi tubuh. Kelompok data ini digunakan untuk mengetahui tanda dari adanya
ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan gizi (masalah gizi). Pada anak-anak
pengukuran antropometri yang dilakukan menggunakan persentil, pada orang dewasa
menggunakan IMT dan untuk pasien tanpa data TB menggunakan estimasi tinggi
badan melalui pengukuran panjang ulna atau tinggi lutut (Aritonang, 2013). Biokimia
merupakan salah satu komponen assesmen gizi yamg berisi data hasil lab penting
yang harus ada terkait gizi yang dapat memperlihatkan gambaran dampak masalah
gizi dan menjadi tanda/gejala adanya kondisi malnutrisi atau kekurangan zat gizi
tertentu seperti keseimbangan asam basa, profil elektrolit dan ginjal, profil asam
lemak essensial, profil gastrointestinal, profil glukosa/endokrin, profil inflamasi,
profil laju metabolik, profil mineral, profil anemia gizi, profil protein, profil urine dan
profil vitamin (Nur'aini, 2017). Komponen assesmen gizi selanjutnya yaitu data klinis
fisik merupakan data hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan untuk mendeteksi
adanya kelainan klinis yang berkaitan dengan gangguan gizi atau dapat menimbulkan
gangguan gizi, seperti pemeriksaan tanda vital (tekanan darah, suhu, nadi, respirasi),
kemampuan menghisap, menelan dan bernafas serta wasting otot dan lemak subkutan
(Kemenkes RI, 2014). Dietary History juga merupakan salah satu komponen
assesmen gizi yang mempunyai peranan penting karena data yang diperoleh
digunakan untuk mengidentifikasi masalah gizi terkait asupan, perilaku-lingkungan
serta mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi asupan makanan (Nur'aini,
2017). Beberapa aspek yang digali untuk komponen dietary history, yaitu asupan
makanan dan zat gizi, pola makan, penggunaan obat-obatan,
pengetahuan/sikap/keyakinan, dll. Komponen terakhir pada assesmen gizi yaitu
riwayat klien yang berisi data mengenai informasi saat ini dan masa lalu, meliputi
riwayat personal, medis, keluarga dan sosial (Kemenkes RI, 2014).

Diagnosis gizi adalah "jembatan" antara hasil assesmen atau interperetasi hasil
pengkajian data dasar pasien dengan pelaksanaan intervensi. Diagnosis gizi
merupakan "identifikasi dan memberi nama problem gizi yang spesifik dimana
profesi dietisien bertanggung jawab untuk menangani secara mandiri". Pembuatan
diagnosis gizi berdasarkan pada masalah gizi yang ditemukan dari hasil assesmen
dimana cara penanganannya berupa terapi/intervensi gizi. Diagnosis gizi diuraikan
atas komponen masalah gizi (Problem), penyebab masalah (Etiology), serta tanda dan
gejala adanya masalah (Signs and Symptoms). Pernyataan diagnosis gizi disusun
dengan kalimat terstruktur sesuai dengan komponen nya yaitu Problem (P) berkaitan
dengan Etiology (E) ditandai dengan Signs and Symptoms (S). Diagnosis gizi
dikelompokkan kedalam 3 domain, yaitu domain asupan, domain klinis dan domain
perilaku-lingkungan (Kemenkes RI, 2014).

Intervensi gizi merupakan suatu tindakan yang terencana yang ditujukan


untuk memperbaiki status gizi dan kesehatan, merubah perilaku gizi dan kondisi
lingkungan yang mempengaruhi masalah gizi pasien. Tujuan intervensi gizi adalah
untuk mengatasi masalah gizi yang teridentifikasi dalam diagnosa gizi dalam bentuk
perencanaan dan penerapannya berkaitan dengan status kesehatan
individu/pasien/klien, perilaku dan kondisi lingkungan untuk memenuhi kebutuhan
gizinya. Penetapan intervensi gizi didasarkan pada prioritas diagnosa gizi yang
didasarkan pada kegawatan masalah, keamanan dan kebutuhan pasien. Intervensi gizi
terdiri dari 2 komponen, yaitu perencanaan dan implementasi. Komponen
perencanaan terdiri dari tujuan diet, preskripsi diet (jenis diet, prinsip & syarat diet,
perhitungan kebutuhan, makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan). Sedangkan
implementasi merupakan kegiatan intervensi gizi dimana tenaga gizi
mengkomunikasikan rencana intervensi yang telah ditetapkan kepada pasien/klien
dan kepada pihak terkait lainnya misalnya bagian produksi makanan, perawat,
termasuk keluarga pasien/klien. Komponen implementasi ini terdiri dari pemberian
makanan dan zat gizi, edukasi gizi, konseling gizi dan koordinasi asuhan gizi
(Nur'aini, 2017).

Monitoring dan evaluasi gizi terdiri dari kata yaitu monitoring dan evaluasi.
Monitoring gizi adalah mengkaji ulang dan mengukur secara terjadwal indikator
asuhan gizi dari status pasien sesuai dengan kebutuhan yang ditentukan, diagnosis
gizi, intervensi dan outcome/keluaran asuhan gizi. Sedangkan evaluasi gizi adalah
membandingkan secara sistematik data-data saat ini dengan status sebelumnya, tujuan
intervensi gizi, efektifitas asuhan gizi secara umum dan atau rujukan standar. Tujuan
monitoring dan evaluasi gizi adalah untuk menentukan sampai dimana perkembangan
yang ada serta pencapaian tujuan dan outcome yang diharapkan (Nur'aini, 2017).

Kesimpulannya Nutrition Care Process (NCP) penting untuk diterapkan oleh


tenaga gizi dalam melakukan pelayanan asuhan gizi yang dilaksanakan di semua
fasilitas pelayanan kesehatan, seperti di rumah sakit (rawat inap dan rawat jalan),
klinik pelayanan konseling gizi dan dietetik, puskesmas, dan di masyarakat termasuk
dalam bidang riset. Penerapan NCP pada pelayanan asuhan gizi dimaksudkan agar
tenaga gizi dapat memecahkan masalah gizi secara sistematis sehingga pelayanan
asuhan gizi yang diberikan berkualitas tinggi, aman, efektif dan hasil yang dicapai
dapat di prediksi lebih terarah.
Lampiran 1
Contoh NCP (Nutrition Care Process)

Contoh Kasus
Tn. E dengan diagnosa batu empedu, kolik abdomen, gastritis,
kolelitiasis dan batu ginjal, masuk rumah sakit pada tanggal 14 Februari 2017.
Mengeluh nyeri perut, mengalami mual, agak sesak dan pusing. Mempunyai
riwayat batu empedu , keadaan umum sakit sedang, compos mentis. Tensi
darah 130/80 mmHg, nadi 78x/menit, RR 22x/menit dan suhu 36 oC. Pasien
merokok, konsumsi sayur dan buah jarang, konsumsi air putih jarang, suka
konsumsi gorengan dan minum kopi 2x sehari. Hasil pengukuran diperoleh
tinggi lutut 59 cm dan lingkar lengan atas 33 cm. Pola makan 3-4x sehari.
Recall SMRS menunjukkan asupan energy 2031,6 kkal, karbohidrat 224,5 gr,
protein 64,5 gr dan lemak 80,5 gram.
A. Patofisiologi :
Sebagian besar batu empedu terbentuk di dalam kandung empedu dan
sebagian besar batu di dalam saluran empedu berasal dari kandung empedu. Batu
empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran
balik karena adanya penyempitan saluran atau setelah dilakukan pengangkatan
kandung empedu.
Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi saluran
empedu (kolangitis), infeksi pancreas (pankreatitis) atau infeksi hati. Jika saluran
empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dengan segera menimbulkan
infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan
menyebabkan infeksi dibagian tubuh lainnya. Sebagian besar batu empedu dalam
jangka waktu yang lama tidak tidak menimbulkan gejala, terutama bila batu
menetap di kandung empedu. Kadang-kadang batu yang besar secara bertahap
akan mengikis dinding kandung empedu dan masuk ke usus halus atau usus besar,
dan menyebabkan penyumbatan usus ( ileus batu empedu). Umumnya, yang lebih
sering terjadi adalah batu empedu keluar dari kandung empedu dan masuk ke
dalam saluran empedu. Dari saluran empedu, batu empedu bisa masuk ke usus
halus atau tetap berada di dalam saluran empedu tanpa menimbulkan gangguan
aliran empedu maupun gejala.

B. Assesment Gizi
Interpretasi
KD Data Standar Pembanding
Masalah Gizi

CH  Nama : Tn. E Manifestasi


 Jenis Kelamin : laki-laki klinis

 No. RM : 024-997 Kolelitiasis,

 DPJP : dr. I Made Astawa, gastritis dan

Sp.PD batu ginjal

 Umur : 48 th
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Status : Menikah
 Diagnose kolelitiasis, kolik
abdomen, gastritis dan batu
ginjal
 Mempunyai riwayat batu
empedu
AD SMRS
 BB sebelum turun = 94 kg
Obesitas
 BB sesudah turun = 89 kg IMT Normal : 18,5-25

 TB = 181 cm (Menurut Depkes RI)

 Dalam 3 bulan terakhir terdapat


penurunan BB sebanyak 5 kg
 Penurunan BB dalam%
 IMT = 27,16
 BBI = 72,9 kg

MRS
 TL = 59 cm
 Lila = 33 cm
 Estimasi BB = 93,4 kg
 Estimasi TB = 181,45 cm
 IMT = 28,4

BBI = 63,3 kg

BD

PD  TD = 130/80 mmHg TD = 90/60-120/80 mmHg Manifestasi


 N = 78x/menit klinis
 RR = 22 x/menit N= 80 x/menit Kolelitiasis
 Suhu = 36 oC
RR = 16-20 x/menit
 Sakit sedang
 Compos mentis Suhu = 37,2oC

 BAB kurang lancar (Depkes)


 Nyeri bagian perut
BAB lancar
 Pusing
 Sesak nafas Tidak ada nyeri perut

Tidak pusing

Tidak sesak nafas

FH  Hasil recall SMRS Estimasi kebutuhan Asupan KH


Energi : 2031,6 kkal (85%) E = 1202,5 kkal kurang
KH : 224,5 gr (56%) KH = 180,4 gram
Asupan
Protein : 64,5 gr (81%) P = 45,1 gram
lemak
Lemak : 80,5 gr (151%) Lemak = 33,4 gram
berlebih
 Pola makan 3-4x sehari (Rumus Mifflin)

 Nafsu makan baik Asupan 80-120% kebutuhan Kebiasaan

 Mual (menurut Depkes) makan salah


Pola makan 3x utama dan
 Jarang mengkonsumsi sayur
2x selingan
dan buah
Tidak ada mual
 Suka mengkonsumsi gorengan
Mengkonsumsi sayur dan
 Jarang minum air putih
buah
 Minum kopi 2x sehari
 Merokok

Masalah gizi :
1. Obesitas
2. Asupan KH kurang
3. Asupan lemak berlebih
4. Kebiasaan makan yang salah

C. Diagnosa Gizi
1. Domain Intake
a. Asupan karbohidrat tidak adekuat (NI.5.8) berkaitan dengan kurangnya
asupan makan ditandai dengan asupan karbohidrat 56% kebutuhan, terjadi
mual dan penurunan berat badan.
b. Kelebihan asupan lemak (NI.5.6.2) berkaitan dengan pemilihan makanan
yang tidak tepat ditandai dengan asupan lemak 151% kebutuhan dan suka
mengkonsumsi gorengan.
2. Domain Klinis
a. Kelebihan berat badan / obesitas (NC.3.3) berkaitan dengan kebiasaan
makan salah ditandai dengan IMT 28,4.
3. Domain Behaviour
a. Perilaku dan kepercayaan yang tidak mendukung terkait dengan makanan
dan zat gizi (NB.1.2) berkaitan dengan kebiasaan makan yang salah ditandai
dengan suka mengkonsumsi gorengan, minum kopi 2x sehari, jarang
konsumsi sayur, buah dan air putih.

D. Intervensi
a. Tujuan Diet
1) Menurunkan berat badan hingga mencapai berat badan normal.
2) Memberikan asupan makanan sesuai kebutuhan tanpa memberatkan fungsi
kerja kandun empedu dan saluran cerna.
3) Membatasi makanan yang menyebabkan kembung atau nyeri abomen

b. Preskripsi Diet
- Jenis Diet : Diet Rendah Lemak II dan Diet Lambung II
- Prinsip dan Syarat Diet :
a) Energy cukup, yaitu 2390 kkal
b) Protein agak tinggi 1,25 g/kgBBI yaitu 79,125 gram
c) Lemak sedang 20% kebutuhan, yaitu 53,11 gram
d) Karbohidrat cukup 67% kebutuhan, yaitu 400 gram
e) Rendah serat terutama serat tidak larut
f) Tidak mengandung bahan makanan atau bumbu yang tajam
g) Laktosa rendah
h) Hindari makanan yang mebuat perut kembung dan tidak nyaman
i) Bentuk makanan lunak
j) Frekuensi makan 2x utama dan 2x selingan
k) Rute 100% oral
- Perhitungan Kebutuhan Gizi (Mifflin)
a. REE = (10 x BBI) + (6,25 x TB) – ( 5 x U) + 5
= ( 10 x 63,3 ) + ( 6,25 x 181,45) – (5 x 48) + 5
= 633 + 1134,0625 – 240 +5
= 1532,1 kkal

Faktor Aktifitas = 1,2 x 1532,1

= 1838, 52 kkal

Faktor Stress = 1,3 x 1838,52

= 2390 kkal

b. Protein = 1,25 x BBI = 1,25 x 63,3 = 79,125 gram


c. Lemak = 20% x2390/9 = 53,11 gram
d. KH = 67% x 2390/ 4 = 400 gram

E. Monitoring dan Evaluasi


Monitor Evaluasi Target Waktu
Antropometri Menurunkan berat Penurunan berat 1 minggu
badan badan ½ sampai 1
kg/minggu dan
mencapai status gizi
normal

Riwayat Gizi Meningkatkan Asupan 80 – 120 % Setiap hari


asupan oral dari kebutuhan dan
mengkonsumsi
makanan sesuai gizi
seimbang

DAFTAR PUSTAKA

Aritonang I. 2013. Model Multilevel Pertumbuhan Anak Usia 0-24 Bulan dengan
Variabel yang Mempengaruhinya. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan.
Hal: 130-142. Politeknik Kesehatan Kemenkes YogyakartaKemenkes RI.

Kusumaningrum, Trias., Kusumadewi, Sri. 2019. Model Basis Pengetahuan


Diagnosis Gizi Menggunakan Bahasa Terstandar. Yogyakarta : Universitas
Islam Indonesia.
Nur'aini, Iskari dan Yenny. 2017. Bahan Ajar Gizi : Dietetika Penyakit Infeksi.
Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI 2014;


2014. 108.

Anda mungkin juga menyukai