Sap PJB
Sap PJB
Sap PJB
Disusun oleh:
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
SATUAN ACARA PENYULUHAN
2. Materi
1. Pengertian PJB
2. Penyebab PJB
3. Tanda dan gejala PJB
4. Penatalaksanaan umum PJB
3. Metode
1. Ceramah
2. tanya jawab
4. Media
1. Powerpoint
2. Leaflet
5. Settiing
5.1 Setting waktu
Tahap Waktu Kegiatan mahasiswa Kegiatan perserta Metode Media & alat
kegiat
an
: Flipchart
1 : Penyaji
1 2
2 : Moderator
3 : Observer
3
4 4 : Notulen
: Peserta
6. Organisasi Kegiatan
1. Pembimbing akademik : Alfrina Hany, S.Kp., M.Ng
2. Pembimbing klinik : Ns. Bambang Sutikno M.Kep
3. Penyaji : Yuliana P. Woa S.kep.
4. Moderator : Imelda Pamungkas E. R. S.Kep
5. Observer dan Fasilitator : Anjar Satria Wibawa S.Kep
6. Notulen : Yulianto Kurniawan S.Kep
7. Job Deskripsi
1. Moderator
Uraian Tugas :
a. Membuka acara penyuluhan, memperkenalkan diri dan tim kepada
peserta
b. Mengatur proses dan lama penyuluhan
c. Memotivasi peserta agar bertanya
d. Memimpin jalannya diskusi dan evaluasi
e. Menutup acara penyuluhan
2. Penyuluh
Uraian Tugas :
a. Menjelaskan materi penyuluhan dengan jelas dan bahasa yang mudah
dipahami oleh pasien
b. Menjawab pertanyaan peserta
3. Fasilitator
Uraian Tugas :
a. Membagikan kuesioner pretest dan posttest pada peserta
b. Ikut bergabung dan duduk diantara peserta
c. Mengevaluasi peserta tentang kejelasan materi penyuluhan
d. Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan memperhatikan penyuluhan
e. Membagikan leaflet kepada peserta
4. Observer
Uraian Tugas :
a. Mengamati perilaku verbal dan non verbal peserta selama proses
penyuluhan.
b. Mengamati jalannya penyuluhan dari awal hingga akhir penyuluhan.
c. Mengevaluasi hasil penyuluhan dengan rencana penyuluhan
5. Notulen
Uraian Tugas :
a. Menulis pertanyaan yang diajukan oleh peserta
b. Membagikan daftar hadir kepada peserta
8. Evaluasi
4.1 Evaluasi Proses :
1. Peserta mengikuti kegiatan penyuluhan dengan baik dan antusias
2. Peserta terlibat aktif dalam penyuluhan
3. Peserta aktif bertanya
4.2 Evaluasi hasil :
1. Peserta mampu menjelaskan kembali pengertian, penyebab, patofisiologi,
tanda dan gejala dan penatalaksanaan umum dari PJB
9. Materi (terlampir)
LEMBAR OBSERVASI PELAKSANAAN PENYULUHAN MAHASISWA
PROFESI NERS FAKULTAS KEDOKTERAN
NB:
a. Pengorganisasian
b. Keaktifan
c. Lain – lain
Malang, 15 Agustus 2019
Observer
(ttd)
MATERI
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)
1. Pengertian PJB
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak
lahir, karena sudah terjadi ketika bayi masih dalam kandungan. Pada
akhir kehamilan 7 minggu, pembentukan jantung sudah lengkap; jadi
kelainan pembentukan jantung terjadi pada awal kehamilan. Penyebab PJB
seringkali tidak bisa diterangkan, meskipun beberapa faktor dianggap
berpotensi sebagai penyebab (Rahayoe, 2006).
Kelainan jantung kongenital atau bawaan adalah kelainan jantung atau
malformasi yang muncul saat kelahiran, selain itu kelainan jantung kongenital
merupakan kelainan anatomi jantung yang dibawa sejak dalam kandungan sampai
dengan lahir Kebanyakan kelainan jantung kongenital meliputi malformasi struktur di
dalam jantung maupun pembuluh darah besar, baik yang meninggalkan maupun yang
bermuara pada jantung (Nelson, 2000). Kelainan ini merupakan kelainan bawaan
tersering pada anak, sekitar 8-10 dari 1.000 kelahiran hidup. Kelainan jantung bawaan
ini tidak selalu memberi gejalan segera setelah bayi lahir, tidak jarang kelainan tersebut
baru ditemukan setelah pasien berumur beberapa bulan atau bahkan ditemukan setelah
pasien berumur beberapa tahun Kelainan ini bisa saja ringan sehingga tidak terdeteksi
saat lahir. Namun pada anak tertentu, efek dari kelainan ini begitu berat sehingga
diagnosis telah dapat ditegakkan bahkan sebelum lahir. Dengan kecanggihan teknologi
kedokteran di bidang diagnosis dan terapi, banyak anak dengan kelainan jantung
kongenital dapat ditolong dan sehat sampai dewasa (Ngustiyah, 2005).
Kelainan jantung bawaan dapat melibatkan katup-katup yang menghubungkan
ruang-ruang jantung, lubang di antara dua atau lebih ruang jantung, atau kesalahan
penghubungan antara ruang jantung denga arteri atau vena. Dalam diagnosa PJB,
perhatian utama ditujukan terhadap gejala klinis gangguan sistem kardiovaskuler pada
masa neonatus. Indikasinya seperti sianosis sentral (kebiruan pada lidah, gusi, dan
mucosa buccal bukan pada ekstremitas dan perioral, terutama terjadi saat minum atau
menangis), penurunan perfusi perifer (tidak mau minum, pucat, dingin, dan berkeringat
disertai distres nafas), dan takipneu > 60x / menit(terjadi setelah beberapa hari atau
minggu, karena takipneu yang terjadi segera setelah lahir menunjukkan kelainan paru,
bukan PJB) (Manuaba, 2002).
Kelainan jantung kongenital beraneka raga. Pada bayi yang lahir dengan
kelainan ini, 80% meninggal dalam tahun pertama, di antaranya 1/3 meninggal pada
minggu pertama dan ½ dalam 1-2 bulan (Prawirohardjo, 1999).
2. Penyebab PJB
Dalam banyak kasus, sesuatu yang tidak beres dalam perkembangan awal janin.
Beberapa kondisi jantung rusak karena gen atau kromosom. Sering kali, kita tidak
mengerti mengapa jantung bayi tidak berkembang normal (Britis heart foundation,
2009).
Di Indonesia diperkirakan sekitaar 40.000 bayi lahir dengan penyakit jantung
bawaan (PJB) setiap tahun dan sebagian besar meninggal sebelum mencapai usia satu
tahun. Pada garis besar, kelainan yang Nampak pada bayi saat dilahirkan dapat berupa
biru atau tidak biru. Sering kali bayi menunjukkan gejala gagal tumbuh kembang,
ataupun sakit saluran pernafasan berulang. Sebagian besar kasus tidak diketahui
penyebabnya dan multifaktorial. Faktor-faktor penyebabnya diantaranya adalah infeksi
virus rubella (German rubella) pada masa kehamilan ibu, genetik misalnya pada
sindroma down, ataupun karena obat-obatan yang dimakan selama hamil (Arief, 2007).
Kelainan ini bisa saja ringan sehingga tidak terdeteksi saat lahir. Namun pada
anak tertentu, efek dari kelainan ini begitu berat sehingga diagnosis telah dapat
ditegakkan bahkan sebelum lahir. Dengan kecanggihan teknologi kedokteran di bidang
diagnosis dan terapi, banyak anak dengan kelainan jantung kongenital dapat ditolong
dan sehat sampai dewasa.
Sebab-sebab kelainan jantung bawaan dapat bersifat eksogen, atau endogen.
a. Eksogen : infeksi rubella atau penyakit virus lain, obat-obat yang diminum ibu
(misalnya thalidomide), radiasi dan sebagainya yang dialami ibu pada kehamilan
muda dapat merupakan faktor terjadinya kelainan jantung kongenital. Diferensiasi
lengkap susunan jantung terjadi pada kehamilan bulan kedua. Faktor eksogen
mempunyai pengaruh terbesar terhadap terjadinya kelainan jantung dalam masa
tersebut.
b. Endogen : Faktor genetik/kromosom memegang peranan kecil dalam terjadinya
kelainan jantung congenital (Prawirohardjo, 1999).
Menurut Latief, dkk (2005) penyakit jantung bawaan (PJB) merupaka kelainan
yang disebebkan oleh gangguan perkembangan sistem kardiovaskular pada embrio.
Terdapat peranan faktor endogen dan eksogen. Masih disangsikan apakah tidak ada
faktor lain yang mempengaruhinya. Faktor tersebut adalah:
1) Lingkungan: diferensial bentuk jantung lengkap pada akhir bulan kedua
kehamilan. Faktor penyebab PJB terutama terdapat selama dua bula pertama
kehamilan ialah rubella pada ibu dan penyakit virus lain, talidomid, dan mungkin
obat-obat lain, radiasi. Hipoksia juga dapat menjadi penyebab PDA.
2) Hereditas: Faktor genetik mungkin memegang peranan kecil saja, sedangkan
kelainan kromosom biasanya tidak terdapat. Walaupun demikian beberapa keluarga
mempunyai insiden PJB tinggi, jenis PJB yang sama terdapat pada anggota
keluarga yang sama.
Menurut Ontoseno, Teddy (2007) perubahan sistem sirkulasi pada saat lahir
terjadi saat tangisan pertama. Ketika itulah terjadi proses masuknya oksigen yang
pertama kali ke dalam paru. Peristiwa ini membuka alveoli, pengembangan paru serta
penurunan tahanan ekstravaskuler paru dan peningkatan tahanan oksigen sehingga
terjadi vasodilatasi disertai penurunan tahanan dan penipisan dinding arteri pulmonalis.
Hal ini mengakibatkan penurunan tekanan ventrikel kanan serta peningkatan saturasi
oksigen sistemik. Perubahan selanjutnya, terjadi peningkatan aliran darah ke paru secara
progresif, sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan di atrium kiri sampai melebihi
tekanan atrium kanan. Kondisi ini mengakibatkan penutupan foramen ovale juga
peningkatan tekanan ventrikel kiri disertai peningkatan tekanan serta penebalan sistem
arteri sistemik. Peningkatan tekanan oksigen sistemik dan perubahan sintesis serta
metabolisme bahan vasoaktif prostaglandin mengakibatkan kontraksi awal dan
penutupan fungsional dari duktus arteriosus yang mengakibatkan berlanjutnya
penurunan tahanan arteri pulmonalis. Pada neonatus aterm normal, konstriksi awal dari
duktus arteriosus terjadi pada 10-15 jam pertama kehidupan, lalu terjadi penutupan
duktus arteriosus secara fungsional setelah 72 jam postnatal. Kemudian disusul proses
trombosis, proliferasi intimal dan fibrosis setelah 3-4 minggu postnatal yang akhirnya
terjadi penutupan secara anatomis. Pada neonatus prematur, mekanisme penutupan
duktus arteriosus ini terjadi lebih lambat, bahkan bisa sampai usia 4-12 bulan.
Pemotongan tali pusat mengakibatkan peningkatan tahanan vaskuler sistemik,
terhentinya aliran darah dan penurunan tekanan darah di vena cava inferior serta
penutupan duktus venosus, sehingga tekanan di atrium kanan juga menurun sampai di
bawah tekanan atrium kiri. Hal ini mengakibatkan penutupan foramen ovale, dengan
demikian ventrikel kanan hanya mengalirkan darahnya ke arteri pulmonalis. Peristiwa
ini disusul penebalan dinding ventrikel kiri oleh karena menerima beban tekanan lebih
besar untuk menghadapi tekanan arteri sistemik. Sebaliknya ventrikel kanan mengalami
penipisan akibat penurunan beban tekanan untuk menghadapi tekanan arteri pulmonalis
yang mengalami penurunan ke angka normal.
Penutupan duktus venosus, duktus arteriosus, dan foramen ovale diawali
penutupan secara fungsional kemudian disusul adanya proses proliferasi endotel dan
jaringan fibrous yang mengakibatkan penutupan secara anatomis (permanen).Tetap
terbukanya duktus venosus pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap
total anomalous pulmonary venous connection di bawah diafragma. Tetap terbukanya
foramen ovale pada waktu lahir mengakibatkan masking effect terhadap kelainan
obstruksi jantung kanan. Tetap terbukanya duktus arteriosus pada waktu lahir
mengakibatkan masking effect terhadap semua PJB dengan ductus dependent sistemic
dan ductus dependent pulmonary circulation (Teddy, 2007).
Arief dan Kristiyanasari, Weni, 2009. Neonatus dan asuhan keperawatan anak.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Febrian. 2009. Laporan tutorial blok kardiovaskuler skenario 2 defek septum ventrikel.
http://febrianfn.wordpress.com. Diakses tanggal: 7 Juni 2010.
http://www.unisosdem.org/kliping_detail.php?aid=2507&coid=1&caid=34.
Latief , dkk. 2005. Ilmu Kesehatan Anak ,buku kuliah 2. Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta
Manuaba, Ida Bagus Gde. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana untuk Pendidikan Bidan. 2002. Jakarta: EGC.
Maryunani, Anik. Dkk. 2002. Asuhan Kegawatdaruratan dan penyulit pada neonatus.
Jakarta: Trans info Media