CRS Litmin-Anggia Sovina

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

Case Report Session

* Kepaniteraan Klinik Senior/G1A218027/Januari 2019


** Pembimbing : dr. Sri Yusfinah Masfah Hanum,Sp.KK,FINSDV

TINEA CORPORIS

Oleh:
Anggia Sovina Ariska, S.Ked*
G1A218027

Pembimbing:
dr. Sri Yusfinah Masfah Hanum,Sp.KK,FINSDV**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

TINEA CORPORIS

Oleh:
Anggia Sovina Ariska , S.Ked
G1A218027

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019

Jambi, Januari 2019


Pembimbing

dr. Sri Yusfinah Masfah Hanum,Sp.KK,FINSDV

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
sebab karena rahmatnya, tugas baca jurnal atau Case Report Session (CRS) yang
berjudul “TINEA CORPORIS” ini dapat terselesaikan. Tugas ini dibuat agar
penulis dan teman – teman sesama koas periode ini dapat memahami tentang
patogenesis, komplikasi, dan pengobatan dari kasus ini. Selain itu juga sebagai
tugas dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu penyakit
Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Sri Yusfinah Masfah


Hanum, Sp.KK selaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik senior ini dan
khususnya pembimbing dalam tugas baca jurnal ini. Penulis menyadari bahwa
laporan ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
agar lebih baik kedepannya. Akhir kata, semoga tugas baca jurnal ini bermanfaat
bagi kita semua dan dapat menambah informasi serta pengetahuan kita.

Jambi, Januari 2019

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

Dermatofitosis adalah golongan penyakit jamur superficial yang


disebabkan oleh jamur dermotofita yakni Trichophyton spp, Microsporum spp,
dan epidermophyton spp. Penyakit ini menyerang jaringan yang mengandung zat
tanduk yakni epidermis (tinea korporis, tinea kruris, tinea manus et pedis), rambut
(tinea kapitis), kuku (tinea unguium). Dermatofitosis terjadi karena inokulasi
jamur pada tempat yang diserang, biasanya di tempat yang lembab dengan
maserasi atau ada trauma sebelumnya.1,2 Ciri khas pada infeksi jamur adanya
central healing yaitu bagian tengah tampak kurang aktif, sedangkan bagian
pinggirnya tampak aktif.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi diantaranya udara
lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber
penularan disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik penggunaan antibiotika dan
obat steroid, Higiene juga berperan untuk timbulnya penyakit ini.3

Dermatofitosis salah satu pembagiannya berdasarkan lokasi bagian tubuh


manusia yang diserang salah satunya adalah Tinea Korporis, yaitu dermatofitosis
yang menyerang daerah kulit yang tidak berambut (glabrous skin), misalnya pada
wajah, badan, lengan dan tungkai. Yang gejala subyektifnya yaitu gatal dan
terutama jika berkeringat.1,2 Tinea korporis adalah infeksi dermatofita superfisial
yang ditandai oleh baik lesi inflamasi maupun non inflamasi pada glabrous skin
(kulit yang tidak berambut) seperti muka, leher, badan, lengan, tungkai dan
gluteal.2,3

4
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny.W
Umur : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Samsudin Ubari RT 18 Kel. Jelutung
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Menikah

2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD
H.Abdul Manap pada tanggal 2 Januari 2019.

A. Keluhan Utama
Bercak kemerahan yang meluas disertai gatal pada daerah leher dan kaki kiri
sejak ± 2 minggu yang lalu.

B. Keluhan Tambahan
-
C. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang sendiri ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD H.Abdul Manap
dengan keluhan bercak kemerahan yang meluas disertai gatal pada daerah leher
bagian depan dan kaki kiri sejak ± 2 minggu yang lalu. Awalnya timbul bercak
kemerahan kecil pada kaki sebelah kiri. Bercak kemerahan tersebut terasa gatal.
Gatalnya semakin bertambah apabila pasien berkeringat. Saat gatal, pasien sering
menggaruk, sehingga bercak tersebut semakin melebar. Pasien mengatakan
sempat berobat ke Puskesmas dan diberikan obat salep (pasien lupa nama
obatnya), namun keluhan bercak kemerahan yang disertai rasa gatal tidak ada
perubahan. Riwayat digigit serangga (-).

5
D. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Keluhan serupa sebelumnya (-)
- Riwayat penyakit kulit lainnya (-)
- Riwayat trauma fisik (-)
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat diabetes (-)

E. Riwayat Penyakit Keluarga:


- Riwayat keluhan yang sama (-)
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat diabetes (-)

F. Riwayat Sosial Ekonomi:


- Pasien tinggal dengan keluarga
- Disekitar tempat tinggal pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa (-)

2.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
2. Tanda Vital : a. Kesadaran : Compos mentis GCS 15
b. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
c. Nadi : 81 kali/menit
d. Pernafasan : 20 kali/menit
e. Suhu : 36.7oC

3. Kepala
a. Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), refleks
cahaya (+/+), pupil isokor
b. THT
- Telinga : Lesi kulit (-)
- Hidung : Deviasi septum (-)
- Tenggorok : Pembesaran tonsil (-), ulkus (-)
c. Leher : Pembesaran KGB (-), lesi kulit (-)

6
4. Thoraks
a. Jantung : Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
b. Paru : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
5. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
6. Ekstremitas
a. Superior : Edema (-), lesi kulit (-)
b. Inferior : Edema (-), lesi kulit (+)

B. Status Dermatologi
1. Regio coli

- Plak eritema, multiple, plakat, bentuk irreguler, sirkumskrip,


penyebaran diskret, tepi aktif dan gambaran central healing pada
permukaan ditutupi skuama selapis.
2. Regio cruris sinistra

- Plak eritema, multiple, diameter 0,5cm x 0,5cm, bentuk irreguler,


sirkumskrip, penyebaran diskret, tepi aktif dan gambaran central
healing pada permukaan ditutupi skuama selapis.

7
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, seharusnya dilakukan pemeriksaan :
 Pemeriksaan KOH 10%
 Pemeriksaan Kultur
 Pemeriksaan Lampu Wood
2.5 Diagnosis Banding
- Tinea Corporis
- Psoriasis Vulgaris
- Pitiriasis Rosea
2.6 Diagnosis Kerja
Tinea Corporis
2.7 Tatalaksana
- Non medikamentosa :
- Menjaga kebersihan kulit dengan mandi 2x sehari
- Mengganti baju apabila berkeringat
- Mengurangi kelembapan dengan menghindari pakaian yang panas dan
tidak menyerap keringat (karet, nylon)
- Menjaga lesi agar tetap kering dan tidak menggaruk lesi

- Medikamentosa :
Terapi untuk Tinea Corporis
 Oral
- Cetirizine tab 10 mg 2x1 selama 14 hari

- Ketokonazol 200 mg 1x1 selama 14 hari


 Topikal
- Ketokonazole krim 2% 2x1 selama 4 minggu

2.8 Pemeriksaan Anjuran


 Pemeriksaan KOH 10%
Pemeriksaan KOH 10% dilakukan dengan cara diambil kerokan di bagian
yang terkena kemudian diteteskan KOH 10% dan dilihat diatas mikroskop
pembesaran mulai dari 10x kemudian 40x. Diharapkan akan terlihat hifa dan

8
spora, terlihat hifa berbentuk dua garis sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang
maupun spora berderet/ artospora, tidak terlihat gambaran bakteri berbentuk basil
atau streptokokus (eritrasma), gambaran blastospora dan pseudohifa tidak tampak
(kandidosis intertriginosa), gambaran spora atau blastokonidia juga tidak tampak
(dermatitis seboroik).
 Pemeriksaan Kultur
Pemeriksan kultur dilakukan dengan metode spread plate method. Dilakukan
dengan cara buat pengenceran 10-1-10-6 dari jamur, bakar spreader yang
sebelumnya telah dicelupkan dalam alkohol, biarkan dingin, sebarkan kultur
jamur dengan spreader secara merata dan biarkan permukaan mengering. Setelah
permukaan mengering, inkubasikan secara terbalik selama 24 jam pada suhu
kamar dan amati pertumbuhannya. Pada tinea korporis yang disebabkan T.rubrum
akan tampak koloni putih bertumpuk di tengah dan warna maroon atau merah
cheri.
 Pemeriksaan Lampu Wood
Pemeriksaan lampu wood dilakukan dengan terlebih dahulu membersihkan
kulit dari obat topikal atau bahan kosmetik, pemeriksaan dilakukan di ruangan
kedap cahaya, jarak lampu Wood dengan lesi yang akan diperiksa ± 10-15cm
kemudian arahkan lampu Wood ke bagian lesi dengan pendaran paling besar dan
jelas. Diharapkan hasil pemeriksaan lampu wood didapatkan pendaran warna
kuning kehijauan, tidak ada coral red (kandidosis intertriginosa) dan tidak ada
warna violet ( dermatitis seboroik).

2.9 Prognosis
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanationam : ad bonam

9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Tinea Korporis


3.1.1. Definisi
Tinea corporis merupakan infeksi jamur dermatofita pada kulit tubuh tidak
berambut di daerah muka, lengan, badan, dan gluteal.4 Sinonim Tinea sirsinata,
Tinea glabrosa, Scherende Flechte, Kurap, herpes sircine trichophytique.2
3.1.2. Epidemiologi
Tinea korporis adalah infeksi umum yang sering terlihat pada daerah dengan
iklim yang panas dan lembab. Seperti infeksi jamur yang lain, kondisi hangat dan
lembab membantu menyebarkan infeksi ini.3 Oleh karena itu daerah tropis dan
subtropis memiliki insiden yang tinggi terhadap tinea korporis.4 Tinea korporis
dapat terjadi pada semua usia bisa didapatkan pada pekerja yang berhubungan
dengan hewan-hewan.5 Maserasi dan oklusi kulit lipatan menyebabkan
peningkatan suhu dan kelembaban kulit yang memudahkan infeksi. Penularan
juga dapat terjadi melalui kontak langsung dengan individu yang terinfeksi atau
tidak langsung melalui benda yang mengandung jamur, misalnya handuk, lantai
kamar mandi, tempat tidur hotel dan lain-lain.6
3.1.3. Etiologi dan Patofisiologi
Dermatofita adalah golongan jamur yang menyebabkan dermatofitosis.
Golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Dermatofita termasuk
kelas fungi imperfecti yang terbagi menjadi tiga genus, yaitu Trichophyton spp,
Microsporum spp, dan Epidermophyton spp. Walaupun semua dermatofita bisa
menyebabkan tinea korporis, penyebab yang paling umum adalah Trichophyton
Rubrum dan Trichophyton Mentagrophytes.7
Infeksi dermatofita melibatkan 3 langkah utama. Yang pertama perlekatan ke
keratinosit, jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa
melekat pada jaringan keratin di antaranya sinar UV, suhu, kelembapan, kompetisi
dengan flora normal lain, sphingosin yang diproduksi oleh keratinosit. Dan asam
lemak yang diproduksi oleh kelenjar sebasea bersifat fungistatik.8

10
Yang kedua penetrasi melalui ataupun di antara sel, setelah terjadi perlekatan
spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada kecepatan yang
lebih cepat daripada proses deskuamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi
proteinase lipase dan enzim mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi untuk
jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur ke jaringan. Fungal
mannan di dalam dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan
proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai
lapisan terdalam epidermis.6,8
Langkah terakhir perkembangan respon host, derajat inflamasi dipengaruhi
oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe
IV atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat
penting dalam melawan dermatifita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi
dermatofita sebelumnya inflamasi menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin
test hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang
dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen
dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan oleh
limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ke
tempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba
menjadi inflamasi dan barier epidermal menjadi permeabel terhadap transferin dan
sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi
sembuh.8,9
3.1.4. Manifestasi Klinis
Penderita merasa gatal dan kelainan berbatas tegas terdiri atas bermacam-
macam efloresensi kulit (polimorfi).1 Bagian tepi lesi lebih aktif (tanda
peradangan) tampak lebih jelas dari pada bagian tengah. Bentuk lesi yang
beraneka ragam ini dapat berupa sedikit hiperpigmentasi dan skuamasi menahun.4
Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas
tegas, terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di
tepi lesi. Daerah di tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih
aktif yang sering disebut dengan central healing.2

11
Gambar 3.1 Central Healing. Bagian tepi lesi lebih aktif (tanda peradangan), lesi bulat,
berbatas tegas, terdiri atas eritema, papul ditepi lesi. Daerah tengahnya biasanya lebih
tenang, bagian tepi terlihat aktif.

Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Kelainan kulit juga
dapat dilihat secara polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Lesi
dapat meluas dan memberikan gambaran yang tidak khas terutama pada pasien
imunodefisiensi.3 Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak
biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan
bersamaan timbul dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea
corporis et cruris atau sebaliknya.10
3.1.5. Diagnosis Banding
Diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan ruam yang
diderita pasien. Dari gambaran klinis didapatkan lesi di leher, lengan, tungkai,
dada, perut atau punggung.2,4 Infeksi dapat terjadi setelah kontak dengan orang
terinfeksi serta hewan ataupun obyek yang baru terinfeksi. Pasien mengalami
gatal-gatal, nyeri atau bahkan sensasi terbakar.4
Beberapa kasus membutuhkan pemeriksaan dengan lampu wood yang
mengeluarkan sinar UV dengan gelombang 3650 Å yang jika didekatkan pada lesi
akan timbul warna kehijauan.5 Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-
20% bila positif memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora
(Gambar 3).2 Pemeriksaan dengan biakan diperlukan untuk menyokong
pemeriksaan langsung sediaan basah untuk menentukan spesies jamur.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan.

12
Yang dianggap baik pada pemeriksaan ini adalah medium agar dekstrosa
Sabouraud. Biakan memberikan hasil yang lebih lengkap, akan tetapi lebih sulit
dikerjakan, biayanya lebih mahal, hasil yang diperoleh dalam waktu lebih lama
dan sensitivitasnya kutrang (± 60%) bila dibandingkan dengan cara pemeriksaan
sediaan langsung.7

Tidaklah sulit untuk menentukan diagnosis tinea korporis pada umumnya,


namun ada beberapa penyakit kulit yang dapat mengaburkan diagnosis misalnya
dermatitis seboroika, psoriasis, dan pitiriasis rosea.11 Kelainan pada kulit pada
dermatitis seboroika selain dapat menyerupai tinea korporis, biasanya dapat
terlihat pada tempat-tempat predileksi, misalnya di kulit kepala (scalp), lipatan
kulit, misalnya belakang telinga, daerah nasolabial dan sebagainya.6 Pitiriasi rosea
yang distribusi kelainan kulitnya simetris dan terbatas pada tubuh dan bagian
proksimal anggota badan, sukar dibedakan dengan tinea korporis tanpa herald
patch yang dapat membedakan penyakit ini dengan tinea korporis. Pemeriksaan
laboratorium dapat memastikan diagnosisnya. Psoriasis dapat dikenal dari
kelainan kulit pada tempat predileksi yaitu di daerah ekstensor, misalnya lutut,
siku dan punggung. Kulit kepala berambut juga sering terkena penyakit ini.
Adanya lekukan pada kuku dapat menolong untuk menentukan diagnosis.7
Psoriasis pada sela paha dapat menyerupai tinea kruris. Lesi-lesi pada
psoriasis biasanya lebih merah, skuama lebih banyak dan lamelar. Adanya lesi
psoriasis pada tempat lesi dapat menentukan diagnosis.4 Kandidiosis pada lipatan
paha mempunyai konfigurasi hen and chicken. Kelainan ini biasanya basah dan
berkrusta. Pada wanita ada tidaknya fluor albus dapat membantu mengarahkan
diagnosis. Pada penderita-penderita diabetes mellitus, kandidiosis merupakan
penyakit yang sering dijumpai. Eritrasma merupakan penyakit yang tersering
berlokasi di daerah sela paha. Efloresensi yang sama yaitu eritema dan skuama
pada seluruh lesi merupakan tanda khas penyakit ini. Pemeriksaan dengan lampu
wood dapat menolong dengan adanya efloresensi merah (coral red).5
3.1.6. Penatalaksanaan

Mengidentifikasi faktor predisposisi dan menyingkirkan yang dapat dihindari


merupakan hal yang penting dalam tatalaksana selain terapi. Terapi dapat

13
menggunakan terapi topikal atau sistemik, dengan beberapan pertimbangan,
antara lain luas lesi, biaya, kepatuhan pasien, kontra indikasi, dan efek samping.
Banyak pengobatan topikal yang telah tersedia untuk mengobati tinea kruris.2,11
Nonmedikamentosa:
1. Menghindari dan mengeliminasi agen penyebab
2. Mencegah penularan

Medika mentosa tinea korporis dan kruris :

1. Topikal:
Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali sehari
selama 1-2 minggu.
Alternatif : Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol,
klotrimazol 2 kali sehari selama 4-6 minggu.
2. Sistemik:
Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi. Obat pilihan: terbinafin
oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan hasil pemeriksaan laboratorium
negatif) selama 2 minggu.
Alternatif: Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 2 minggu, Griseofulvin oral 500
mg/hari atau 10-25 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu, Ketokonazol 200 mg/hari.
Catatan:
a. Lama pemberian disesuaikan dengan diagnosis
b. Hati-hati efek samping obat sistemik, khususnya ketokonazol,
Griseofulvin dan terbinafin hanya untuk anak usia di atas 4 tahun.
3.1.7. Pencegahan
Faktor-faktor yang perlu dihindari atau dihilangkan untuk mencegah terjadi
tinea korporis antara lain: mengurangi kelembapan tubuh penderita dengan
menghindari pakaian yang panas, menghindari sumber penularan yaitu binatang,
kuda, sapi kucing, anjing atau kontak dengan penderita lain, menghilangkan fokal
infeksi di tempat lain misalnya di kuku atau di kaki, meningkatkan higienitas dan
mengatasi faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, kelainan endokrin
yang lain, leukimia harus terkontrol dengan baik.1

14
Juga beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif pada tinea korporis
harus dihindari atau dihilangkan antara lain: temperatur lingkungan yang tinggi,
keringat berlebihan, pakaian dari bahan karet atau nilon, kegiatan yang banyak
berhubungan dengan air, misalnya berenang, kegemukan, selain faktor
kelembapan, gesekan kronis dan keringat yang berlebihan disertai higienitas yang
kurang, memudahkan timbulnya infeksi jamur.1,4
3.1.8. Prognosis
Prediktor-prediktor yang mempengaruhi prognosis diantaranya faktor : usia,
sistem kekebalan tubuh, dan perilaku keseharian penderita. Tinea korporis
merupakan salah satu penyakit kulit yang menular dan bisa mengenai anggota
keluarga lain yang tinggal satu rumah dengan penderita.5 Anak-anak dan remaja
muda paling rentan ditularkan tinea korporis. Disarankan untuk lebih teliti dalam
memilih bahan pakaian yang tidak terlalu ketat, tidak berbahan panas dan bahan
pakaian yang tidak menyerap keringat. Penularan juga dipermudah melalui
binatang yang dipelihara dalam rumah penderita tinea korporis.7
Faktor usia juga dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Semakin
bertambahnya usia, maka sistem kekebalan tubuh pun akan menurun, jadi lebih
beresiko dan mudah tertular suatu penyakit, termasuk tinea korporis.10
Perkembangan penyakit tinea korporis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan
penyebab penyakitnya, disamping faktor-faktor yang memperberat atau
memperingan penyakitnya. Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit
dapat dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat hilang sempurna. Tinea korporis
mempunyai prognosa baik dengan pengobatan yang adekuat dan kelembaban dan
kebersihan kulit yang selalu dijaga.9

15
BAB IV
ANALISA KASUS

Pada kasus ini, Ny.W didiagnosis dengan tinea corporis. Diagnosis tinea
corporis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari
anamnesis didapatkan keluhan utama bercak kemerahan yang meluas di sertai
gatal sejak ± 2 minggu yang lalu sebelum datang ke rumah sakit.

Dari anamnesis, didapatkan pasien perempuan 35 tahun, pasien merupakan


ibu rumah tangga dan sering berkeringat setelah melakukan aktivitas serta jarang
mengganti pakaian ketika baju lembab terkena keringat. Pada pasien ini sesuai
dengan teori dimana terdapat faktor predisposisi yaitu berkeringat dan tidak
mengganti baju ketika baju lembab. Kondisi atau faktor predisposisi yang dapat
menyebabkan perkembangan jamur menjadi patologis pada tinea corporis
termasuk berkeringat, suhu, kelembapan lingkungan yang tinggi, dan faktor
genetik, dan kondisi imunosupresif.2,5

Pasien mengeluhkan bercak kemerahan berbentuk bulat yang meluas di sertai


gatal pada kaki kiri dan leher bagian depan. Awalnya timbul bercak kemerahan
kecil pada kaki sebelah kiri. Bercak kemerahan tersebut terasa gatal. Gatalnya
semakin bertambah apabila pasien berkeringat. Saat gatal, pasien sering
menggaruk, sehingga bercak tersebut semakin melebar dan bertambah banyak.
Hal ini sesuai dengan teori dimana lesi tinea corporis berupa bercak-bercak
berbentuk bulat dan pada umumnya bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain
dan lokalisasinya terdapat pada kulit tubuh tidak berambut di daerah muka,
lengan, badan, kaki dan gluteal.2
Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi di regio coli dan cruris sinistra.
Lesi berupa plak eritem, jumlah multiple, ukuran miliar sampai plakat, bentuk
bulat, sirkumskrip, penyebaran diskret, permukaan ditutupi skuama halus, dan tepi
aktif. Hal ini sesuai dengan gambaran tinea corporis dimana kelainan berbatas
tegas terdiri atas bermacam-macam efloresensi kulit, bagian tepi lesi lebih aktif
dari yang ditengahnya (tanda peradangan). Kelainan yang dilihat dalam klinik
merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas, terdiri atas eritema, skuama,

16
kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi lesi. Daerah di tengahnya
biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif yang sering disebut
dengan central healing.2
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, diagnosis ditegakan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan dermatologis. Berdasarkan
kepustakaan pemeriksaan penunjang yang disarankan dilakukan untuk
menegakkan tinea corporis antara lain adalah pemeriksaan langsung dengan
mikroskop menggunakan larutan KOH 10%. Pemeriksaan dengan KOH 10%
Diharapkan akan terlihat hifa dan spora, terlihat hifa berbentuk dua garis sejajar,
terbagi oleh sekat dan bercabang maupun spora berderet/ artospora. Kemudian
juga dapat dilakukan pemeriksaan lampu wood dan diharapkan hasil pemeriksaan
lampu wood didapatkan pendaran warna kuning kehijauan.2
Diagnosis banding pada pasien ini adalah tinea corporis, psoriasis vulgaris,
pitiriasis rosea. Pada pemeriksaan fisik tinea corporis tidak terdapat herald patch.
Hal ini menyingkirkan diagnosis banding pitiriasis rosea. Menurut kepustakaan,
Lesi utama yang paling umum ialah munculnya lesi soliter berupa makula eritem
yang secara bertahap akan membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-10
cm, berwarna pink salmon, berbentuk oval dengan skuama selapis. Lesi yang
pertama muncul ini disebut dengan Herald Patch/Mother plaque/Medalion.
Herald patch ini akan bertahan selama satu minggu atau lebih, dan saat lesi ini
akan mulai hilang, efloresensi lain yang baru akan bermunculan berupa makula
berbentuk oval hingga plak berukuran 0,5-2 cm berwarna kemerahan atau dapat
juga berupa hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit gelap, dengan koleret
dari skuama di bagian tepinya. Lokasinya juga sering ditemukan di lengan atas
dan paha atas. Lesi-lesi yang muncul berikutnya jarang menyebar ke lengan
bawah, tungkai bawah, dan wajah. Namun, sesekali bisa didapatkan pada daerah
tertentu seperti leher, sela paha, atau aksila. Penyebaran lesi pada batang tubuh
sumbu panjangnya mengikuti garis lipatan kulit, pada daerah punggung lesi
tersebar membentuk gambaran pohon natal terbalik atau huruf V terbalik,
sedangkan pada daerah dada dan perut penyebaran lesi membentuk huruf V. Dari
pemeriksaan fisik lesi psoriasis vulgaris lebih eritem, plak berbentuk oval berbatas
tegas, skuama lebih banyak dan tebal berlapis tanpa adanya central healing.

17
Tempat predileksi psoriasis vulgaris yaitu pada daerah scalp, perbatasan daerah
tersebut dengan wajah, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut dan
daerah lumbosakral, sehingga diagnosis banding psoriasis vulgaris dapat
disingkirkan. Pada pemeriksaan dermatologis pada tinea corporis didapatkan lesi
plak eritematosa, multiple, ukuran milier hingga plakat, tepi lesi tampak tanda
radang dan lebih aktif dari yang di tengah (central healing), diskret, permukaan
ditutupi skuama halus. Tempat predileksinya yaitu di daerah leher bagian depan
dan kaki kiri. Umumnya tinea corporis timbul di daerah kulit yang tidak berambut
(glabrous skin) seperti muka, leher, badan, lengan, tungkai, dan gluteal.2
Penatalaksanaan pada pasien ini berupa nonmedikamentosa dan
medikamentosa. Untuk penatalaksanaan nonmedikamentosa, diberikan informasi
berupa edukasi bahwa penyakitnya adalah kurap, penyebabnya adalah jamur dan
dapat menular. Kondisi ini tidak meninggalkan jaringan parut yang permanen atau
perubahan warna kulit, membaik dalam beberapa minggu setelah terapi. Edukasi
pasien untuk menjaga kebersihan dan kelembaban kulit terutama pada daerah
yang berkeringat banyak dengan cara segera mengganti pakaian bila lembab atau
basah. Menggunakan pakaian yang bersih, kering, tidak ketat dan dapat menyerap
keringat serta mengkonsumsi makanan yang sehat dan kontrol kembali untuk
menilai keberhasilan terapi. Sedangkan untuk penatalaksanaan medikamentosa,
pada pasien ini diberikan ketokonazole 2% cream dioleskan di seluruh daerah lesi
2x sehari setelah mandi selama 4 minggu, ketokonazol oral 200 mg 1x1 selama 2
minggu dan certirizine oral 10 mg/hari selama 14 hari. Berdasarkan kepustakaan
penatalaksanaan tinea corporis obat pilihan dapat diberikan golongan alilamin
(terbinafin, butenafin) sekali sehari selama 1-2 minggu, atau dapat diberikan
alternative golongan azol (ketokonazol). Pada pasien ini diberikan obat
ketokonazol krim dan oral. Sebenarnya obat yang lebih baik diberikan adalah
golongan alilamin, dikarenakan golongan alilamin bersifat fungisidal dimana obat
tersebut merupakan suatu senyawa yang dapat membunuh jamur dengan cara
menekan biosintesis ergosterol.12,13 Namun dikarenakan obat terbinafin cukup
mahal dan sulit di temukan maka pada pasien ini diberikan ketokonazol yang
bersifat fungistatik dimana obat tersebut menghambat pertumbuhan jamur dengan
cara mengganggu enzim kerja sitokrom P-450 lanosterol 14-demethylase yang

18
berfungsi sebagai katalisator untuk mengubah lanosterol menjadi ergosterol.12,13
Pemberian obat topikal ketoconazole krim karena epidermis daerah coli dan cruris
tidak terlalu tebal sehingga dapat menggunakan krim. Sementara untuk obat
mengurasi rasa gatal dapat diberikan cetirizine 10 mg/hari selama 14 hari,
cetirizine bekerja dengan memblokir efek pelepasin histamine dimana histamine
merupakan salah satu mediator yang menyebabkan gatal.2

19
BAB V
KESIMPULAN

Tinea corporis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat


tanduk, misalnya stratum korneum pada epidermis, rambut, dan kuku, yang
disebabkan golongan jamur dermatofita. Penyakit ini ditandai dengan lesi
berbentuk makula atau plak eritema yang bisa melebar dan bagian tepi lesi yang
aktif. Gejala subjektif gatal dapat tidak dirasakan oleh pasien atau dapat dirasakan
sampai mengganggu aktifitas sehari-hari. Faktor resiko kebersihan lingkungan
yang buruk, menggunakan pakaian ketat atau lembab, obesitas dan hewan
peliharaan dengan penyakit kulit perlu dihindari. Penyakit ini tidak menyebabkan
kematian, tapi mengganggu kenyamanan dan estetika kulit.

Dalam pengobatan Tinea Corporis, selain pengobatan farmakologi, juga


penting untuk memberikan edukasi kepada pasien tentang faktor pencetus dan
faktor resiko untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah penyakit berulang.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Wirya Duarsa. Dkk.: Pedoman Diagnosi dan Terapi Penyakit Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar. 2010.

2. Linuwih S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 7th Ed. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. 2015.
3. Sularsito, Sri Adi.Dkk. : Dermatologi Praktis. Perkumpulan Ahli
Dermatologi dan Venereologi Indonesia, Jakarta. 2006.
4. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008.
5. Fitzpatrick, Thomas B. Dermatology in General Medicine, seventh edition.
New York: McGrawHill:2008.
6. Berman, Kevin. “Tinea corporis – All information”. MultiMedia Medical
Encyclopedia. University of Maryland Medical Center. 2008.
7. Brannon, Heather. “Ringworm-Tinea Corporis”. About.com Dermatology.
About.com. 2010.
8. Tinea corporis, Tinea cruris, and Tinea pedis. Mycoses. Doctor-Fungus.
2007.
9. James, William D.; Berger, Timothy G.; Elston, Dirk M.; Odom, Richard
B. (2006). Andrews’ Diseases of the Skin: Clinical Dermatology (10th
ed.). Philadelphia; Saunders Elsevier.p. 302.
10. Gupta, Aditya K.; Chaudhry, Maria; Elewski, Boni. “Tinea coeporis, tinea
cruris, tinea nigra, and piedra”. Dermatologic Clinics
(Philadelphia;Elsevier Health Sciences Division) 21 (3); 395-400.
11. Yosella T. Diagnosis And Treatmen Of Tinea Cruris. Faculty of Medicine
University Lampung. Lampung. 2015.
12. PERDOSKI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit Dan
Kelamin Di Indonesia. Jakarta. 2017.
13. Dumasari R. Pengobatan dermatomikosis. Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin. FKUSU.2008

21

Anda mungkin juga menyukai