CRS Litmin-Anggia Sovina
CRS Litmin-Anggia Sovina
CRS Litmin-Anggia Sovina
TINEA CORPORIS
Oleh:
Anggia Sovina Ariska, S.Ked*
G1A218027
Pembimbing:
dr. Sri Yusfinah Masfah Hanum,Sp.KK,FINSDV**
1
LEMBAR PENGESAHAN
TINEA CORPORIS
Oleh:
Anggia Sovina Ariska , S.Ked
G1A218027
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
sebab karena rahmatnya, tugas baca jurnal atau Case Report Session (CRS) yang
berjudul “TINEA CORPORIS” ini dapat terselesaikan. Tugas ini dibuat agar
penulis dan teman – teman sesama koas periode ini dapat memahami tentang
patogenesis, komplikasi, dan pengobatan dari kasus ini. Selain itu juga sebagai
tugas dalam menjalankan Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu penyakit
Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
STATUS PASIEN
2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD
H.Abdul Manap pada tanggal 2 Januari 2019.
A. Keluhan Utama
Bercak kemerahan yang meluas disertai gatal pada daerah leher dan kaki kiri
sejak ± 2 minggu yang lalu.
B. Keluhan Tambahan
-
C. Riwayat Perjalanan Penyakit
Pasien datang sendiri ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD H.Abdul Manap
dengan keluhan bercak kemerahan yang meluas disertai gatal pada daerah leher
bagian depan dan kaki kiri sejak ± 2 minggu yang lalu. Awalnya timbul bercak
kemerahan kecil pada kaki sebelah kiri. Bercak kemerahan tersebut terasa gatal.
Gatalnya semakin bertambah apabila pasien berkeringat. Saat gatal, pasien sering
menggaruk, sehingga bercak tersebut semakin melebar. Pasien mengatakan
sempat berobat ke Puskesmas dan diberikan obat salep (pasien lupa nama
obatnya), namun keluhan bercak kemerahan yang disertai rasa gatal tidak ada
perubahan. Riwayat digigit serangga (-).
5
D. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Keluhan serupa sebelumnya (-)
- Riwayat penyakit kulit lainnya (-)
- Riwayat trauma fisik (-)
- Riwayat alergi (-)
- Riwayat diabetes (-)
3. Kepala
a. Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), refleks
cahaya (+/+), pupil isokor
b. THT
- Telinga : Lesi kulit (-)
- Hidung : Deviasi septum (-)
- Tenggorok : Pembesaran tonsil (-), ulkus (-)
c. Leher : Pembesaran KGB (-), lesi kulit (-)
6
4. Thoraks
a. Jantung : Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
b. Paru : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
5. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
6. Ekstremitas
a. Superior : Edema (-), lesi kulit (-)
b. Inferior : Edema (-), lesi kulit (+)
B. Status Dermatologi
1. Regio coli
7
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, seharusnya dilakukan pemeriksaan :
Pemeriksaan KOH 10%
Pemeriksaan Kultur
Pemeriksaan Lampu Wood
2.5 Diagnosis Banding
- Tinea Corporis
- Psoriasis Vulgaris
- Pitiriasis Rosea
2.6 Diagnosis Kerja
Tinea Corporis
2.7 Tatalaksana
- Non medikamentosa :
- Menjaga kebersihan kulit dengan mandi 2x sehari
- Mengganti baju apabila berkeringat
- Mengurangi kelembapan dengan menghindari pakaian yang panas dan
tidak menyerap keringat (karet, nylon)
- Menjaga lesi agar tetap kering dan tidak menggaruk lesi
- Medikamentosa :
Terapi untuk Tinea Corporis
Oral
- Cetirizine tab 10 mg 2x1 selama 14 hari
8
spora, terlihat hifa berbentuk dua garis sejajar, terbagi oleh sekat dan bercabang
maupun spora berderet/ artospora, tidak terlihat gambaran bakteri berbentuk basil
atau streptokokus (eritrasma), gambaran blastospora dan pseudohifa tidak tampak
(kandidosis intertriginosa), gambaran spora atau blastokonidia juga tidak tampak
(dermatitis seboroik).
Pemeriksaan Kultur
Pemeriksan kultur dilakukan dengan metode spread plate method. Dilakukan
dengan cara buat pengenceran 10-1-10-6 dari jamur, bakar spreader yang
sebelumnya telah dicelupkan dalam alkohol, biarkan dingin, sebarkan kultur
jamur dengan spreader secara merata dan biarkan permukaan mengering. Setelah
permukaan mengering, inkubasikan secara terbalik selama 24 jam pada suhu
kamar dan amati pertumbuhannya. Pada tinea korporis yang disebabkan T.rubrum
akan tampak koloni putih bertumpuk di tengah dan warna maroon atau merah
cheri.
Pemeriksaan Lampu Wood
Pemeriksaan lampu wood dilakukan dengan terlebih dahulu membersihkan
kulit dari obat topikal atau bahan kosmetik, pemeriksaan dilakukan di ruangan
kedap cahaya, jarak lampu Wood dengan lesi yang akan diperiksa ± 10-15cm
kemudian arahkan lampu Wood ke bagian lesi dengan pendaran paling besar dan
jelas. Diharapkan hasil pemeriksaan lampu wood didapatkan pendaran warna
kuning kehijauan, tidak ada coral red (kandidosis intertriginosa) dan tidak ada
warna violet ( dermatitis seboroik).
2.9 Prognosis
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanationam : ad bonam
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
10
Yang kedua penetrasi melalui ataupun di antara sel, setelah terjadi perlekatan
spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada kecepatan yang
lebih cepat daripada proses deskuamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi
proteinase lipase dan enzim mucinolitik yang juga menyediakan nutrisi untuk
jamur. Trauma dan maserasi juga membantu penetrasi jamur ke jaringan. Fungal
mannan di dalam dinding sel dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan
proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul ketika begitu jamur mencapai
lapisan terdalam epidermis.6,8
Langkah terakhir perkembangan respon host, derajat inflamasi dipengaruhi
oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi hipersensitivitas tipe
IV atau Delayed Type Hypersensitivity (DHT) memainkan peran yang sangat
penting dalam melawan dermatifita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi
dermatofita sebelumnya inflamasi menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin
test hasilnya negatif. Infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang
dihasilkan oleh peningkatan pergantian keratinosit. Dihipotesakan bahwa antigen
dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan dipresentasikan oleh
limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan bermigrasi ke
tempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba
menjadi inflamasi dan barier epidermal menjadi permeabel terhadap transferin dan
sel-sel yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi
sembuh.8,9
3.1.4. Manifestasi Klinis
Penderita merasa gatal dan kelainan berbatas tegas terdiri atas bermacam-
macam efloresensi kulit (polimorfi).1 Bagian tepi lesi lebih aktif (tanda
peradangan) tampak lebih jelas dari pada bagian tengah. Bentuk lesi yang
beraneka ragam ini dapat berupa sedikit hiperpigmentasi dan skuamasi menahun.4
Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas
tegas, terdiri atas eritema, skuama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul di
tepi lesi. Daerah di tengahnya biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih
aktif yang sering disebut dengan central healing.2
11
Gambar 3.1 Central Healing. Bagian tepi lesi lebih aktif (tanda peradangan), lesi bulat,
berbatas tegas, terdiri atas eritema, papul ditepi lesi. Daerah tengahnya biasanya lebih
tenang, bagian tepi terlihat aktif.
Kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Kelainan kulit juga
dapat dilihat secara polisiklik, karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Lesi
dapat meluas dan memberikan gambaran yang tidak khas terutama pada pasien
imunodefisiensi.3 Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak
biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan
bersamaan timbul dengan kelainan pada sela paha. Dalam hal ini disebut tinea
corporis et cruris atau sebaliknya.10
3.1.5. Diagnosis Banding
Diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan ruam yang
diderita pasien. Dari gambaran klinis didapatkan lesi di leher, lengan, tungkai,
dada, perut atau punggung.2,4 Infeksi dapat terjadi setelah kontak dengan orang
terinfeksi serta hewan ataupun obyek yang baru terinfeksi. Pasien mengalami
gatal-gatal, nyeri atau bahkan sensasi terbakar.4
Beberapa kasus membutuhkan pemeriksaan dengan lampu wood yang
mengeluarkan sinar UV dengan gelombang 3650 Å yang jika didekatkan pada lesi
akan timbul warna kehijauan.5 Pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH 10-
20% bila positif memperlihatkan elemen jamur berupa hifa panjang dan artrospora
(Gambar 3).2 Pemeriksaan dengan biakan diperlukan untuk menyokong
pemeriksaan langsung sediaan basah untuk menentukan spesies jamur.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan.
12
Yang dianggap baik pada pemeriksaan ini adalah medium agar dekstrosa
Sabouraud. Biakan memberikan hasil yang lebih lengkap, akan tetapi lebih sulit
dikerjakan, biayanya lebih mahal, hasil yang diperoleh dalam waktu lebih lama
dan sensitivitasnya kutrang (± 60%) bila dibandingkan dengan cara pemeriksaan
sediaan langsung.7
13
menggunakan terapi topikal atau sistemik, dengan beberapan pertimbangan,
antara lain luas lesi, biaya, kepatuhan pasien, kontra indikasi, dan efek samping.
Banyak pengobatan topikal yang telah tersedia untuk mengobati tinea kruris.2,11
Nonmedikamentosa:
1. Menghindari dan mengeliminasi agen penyebab
2. Mencegah penularan
1. Topikal:
Obat pilihan: golongan alilamin (krim terbinafin, butenafin) sekali sehari
selama 1-2 minggu.
Alternatif : Golongan azol: misalnya, krim mikonazol, ketokonazol,
klotrimazol 2 kali sehari selama 4-6 minggu.
2. Sistemik:
Diberikan bila lesi kronik, luas, atau sesuai indikasi. Obat pilihan: terbinafin
oral 1x250 mg/hari (hingga klinis membaik dan hasil pemeriksaan laboratorium
negatif) selama 2 minggu.
Alternatif: Itrakonazol 2x100 mg/hari selama 2 minggu, Griseofulvin oral 500
mg/hari atau 10-25 mg/kgBB/hari selama 2-4 minggu, Ketokonazol 200 mg/hari.
Catatan:
a. Lama pemberian disesuaikan dengan diagnosis
b. Hati-hati efek samping obat sistemik, khususnya ketokonazol,
Griseofulvin dan terbinafin hanya untuk anak usia di atas 4 tahun.
3.1.7. Pencegahan
Faktor-faktor yang perlu dihindari atau dihilangkan untuk mencegah terjadi
tinea korporis antara lain: mengurangi kelembapan tubuh penderita dengan
menghindari pakaian yang panas, menghindari sumber penularan yaitu binatang,
kuda, sapi kucing, anjing atau kontak dengan penderita lain, menghilangkan fokal
infeksi di tempat lain misalnya di kuku atau di kaki, meningkatkan higienitas dan
mengatasi faktor predisposisi lain seperti diabetes mellitus, kelainan endokrin
yang lain, leukimia harus terkontrol dengan baik.1
14
Juga beberapa faktor yang memudahkan timbulnya residif pada tinea korporis
harus dihindari atau dihilangkan antara lain: temperatur lingkungan yang tinggi,
keringat berlebihan, pakaian dari bahan karet atau nilon, kegiatan yang banyak
berhubungan dengan air, misalnya berenang, kegemukan, selain faktor
kelembapan, gesekan kronis dan keringat yang berlebihan disertai higienitas yang
kurang, memudahkan timbulnya infeksi jamur.1,4
3.1.8. Prognosis
Prediktor-prediktor yang mempengaruhi prognosis diantaranya faktor : usia,
sistem kekebalan tubuh, dan perilaku keseharian penderita. Tinea korporis
merupakan salah satu penyakit kulit yang menular dan bisa mengenai anggota
keluarga lain yang tinggal satu rumah dengan penderita.5 Anak-anak dan remaja
muda paling rentan ditularkan tinea korporis. Disarankan untuk lebih teliti dalam
memilih bahan pakaian yang tidak terlalu ketat, tidak berbahan panas dan bahan
pakaian yang tidak menyerap keringat. Penularan juga dipermudah melalui
binatang yang dipelihara dalam rumah penderita tinea korporis.7
Faktor usia juga dapat mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Semakin
bertambahnya usia, maka sistem kekebalan tubuh pun akan menurun, jadi lebih
beresiko dan mudah tertular suatu penyakit, termasuk tinea korporis.10
Perkembangan penyakit tinea korporis dipengaruhi oleh bentuk klinik dan
penyebab penyakitnya, disamping faktor-faktor yang memperberat atau
memperingan penyakitnya. Apabila faktor-faktor yang memperberat penyakit
dapat dihilangkan, umumnya penyakit ini dapat hilang sempurna. Tinea korporis
mempunyai prognosa baik dengan pengobatan yang adekuat dan kelembaban dan
kebersihan kulit yang selalu dijaga.9
15
BAB IV
ANALISA KASUS
Pada kasus ini, Ny.W didiagnosis dengan tinea corporis. Diagnosis tinea
corporis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari
anamnesis didapatkan keluhan utama bercak kemerahan yang meluas di sertai
gatal sejak ± 2 minggu yang lalu sebelum datang ke rumah sakit.
16
kadang-kadang dengan vesikel dan papul di tepi lesi. Daerah di tengahnya
biasanya lebih tenang, sementara yang di tepi lebih aktif yang sering disebut
dengan central healing.2
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, diagnosis ditegakan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan dermatologis. Berdasarkan
kepustakaan pemeriksaan penunjang yang disarankan dilakukan untuk
menegakkan tinea corporis antara lain adalah pemeriksaan langsung dengan
mikroskop menggunakan larutan KOH 10%. Pemeriksaan dengan KOH 10%
Diharapkan akan terlihat hifa dan spora, terlihat hifa berbentuk dua garis sejajar,
terbagi oleh sekat dan bercabang maupun spora berderet/ artospora. Kemudian
juga dapat dilakukan pemeriksaan lampu wood dan diharapkan hasil pemeriksaan
lampu wood didapatkan pendaran warna kuning kehijauan.2
Diagnosis banding pada pasien ini adalah tinea corporis, psoriasis vulgaris,
pitiriasis rosea. Pada pemeriksaan fisik tinea corporis tidak terdapat herald patch.
Hal ini menyingkirkan diagnosis banding pitiriasis rosea. Menurut kepustakaan,
Lesi utama yang paling umum ialah munculnya lesi soliter berupa makula eritem
yang secara bertahap akan membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-10
cm, berwarna pink salmon, berbentuk oval dengan skuama selapis. Lesi yang
pertama muncul ini disebut dengan Herald Patch/Mother plaque/Medalion.
Herald patch ini akan bertahan selama satu minggu atau lebih, dan saat lesi ini
akan mulai hilang, efloresensi lain yang baru akan bermunculan berupa makula
berbentuk oval hingga plak berukuran 0,5-2 cm berwarna kemerahan atau dapat
juga berupa hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit gelap, dengan koleret
dari skuama di bagian tepinya. Lokasinya juga sering ditemukan di lengan atas
dan paha atas. Lesi-lesi yang muncul berikutnya jarang menyebar ke lengan
bawah, tungkai bawah, dan wajah. Namun, sesekali bisa didapatkan pada daerah
tertentu seperti leher, sela paha, atau aksila. Penyebaran lesi pada batang tubuh
sumbu panjangnya mengikuti garis lipatan kulit, pada daerah punggung lesi
tersebar membentuk gambaran pohon natal terbalik atau huruf V terbalik,
sedangkan pada daerah dada dan perut penyebaran lesi membentuk huruf V. Dari
pemeriksaan fisik lesi psoriasis vulgaris lebih eritem, plak berbentuk oval berbatas
tegas, skuama lebih banyak dan tebal berlapis tanpa adanya central healing.
17
Tempat predileksi psoriasis vulgaris yaitu pada daerah scalp, perbatasan daerah
tersebut dengan wajah, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut dan
daerah lumbosakral, sehingga diagnosis banding psoriasis vulgaris dapat
disingkirkan. Pada pemeriksaan dermatologis pada tinea corporis didapatkan lesi
plak eritematosa, multiple, ukuran milier hingga plakat, tepi lesi tampak tanda
radang dan lebih aktif dari yang di tengah (central healing), diskret, permukaan
ditutupi skuama halus. Tempat predileksinya yaitu di daerah leher bagian depan
dan kaki kiri. Umumnya tinea corporis timbul di daerah kulit yang tidak berambut
(glabrous skin) seperti muka, leher, badan, lengan, tungkai, dan gluteal.2
Penatalaksanaan pada pasien ini berupa nonmedikamentosa dan
medikamentosa. Untuk penatalaksanaan nonmedikamentosa, diberikan informasi
berupa edukasi bahwa penyakitnya adalah kurap, penyebabnya adalah jamur dan
dapat menular. Kondisi ini tidak meninggalkan jaringan parut yang permanen atau
perubahan warna kulit, membaik dalam beberapa minggu setelah terapi. Edukasi
pasien untuk menjaga kebersihan dan kelembaban kulit terutama pada daerah
yang berkeringat banyak dengan cara segera mengganti pakaian bila lembab atau
basah. Menggunakan pakaian yang bersih, kering, tidak ketat dan dapat menyerap
keringat serta mengkonsumsi makanan yang sehat dan kontrol kembali untuk
menilai keberhasilan terapi. Sedangkan untuk penatalaksanaan medikamentosa,
pada pasien ini diberikan ketokonazole 2% cream dioleskan di seluruh daerah lesi
2x sehari setelah mandi selama 4 minggu, ketokonazol oral 200 mg 1x1 selama 2
minggu dan certirizine oral 10 mg/hari selama 14 hari. Berdasarkan kepustakaan
penatalaksanaan tinea corporis obat pilihan dapat diberikan golongan alilamin
(terbinafin, butenafin) sekali sehari selama 1-2 minggu, atau dapat diberikan
alternative golongan azol (ketokonazol). Pada pasien ini diberikan obat
ketokonazol krim dan oral. Sebenarnya obat yang lebih baik diberikan adalah
golongan alilamin, dikarenakan golongan alilamin bersifat fungisidal dimana obat
tersebut merupakan suatu senyawa yang dapat membunuh jamur dengan cara
menekan biosintesis ergosterol.12,13 Namun dikarenakan obat terbinafin cukup
mahal dan sulit di temukan maka pada pasien ini diberikan ketokonazol yang
bersifat fungistatik dimana obat tersebut menghambat pertumbuhan jamur dengan
cara mengganggu enzim kerja sitokrom P-450 lanosterol 14-demethylase yang
18
berfungsi sebagai katalisator untuk mengubah lanosterol menjadi ergosterol.12,13
Pemberian obat topikal ketoconazole krim karena epidermis daerah coli dan cruris
tidak terlalu tebal sehingga dapat menggunakan krim. Sementara untuk obat
mengurasi rasa gatal dapat diberikan cetirizine 10 mg/hari selama 14 hari,
cetirizine bekerja dengan memblokir efek pelepasin histamine dimana histamine
merupakan salah satu mediator yang menyebabkan gatal.2
19
BAB V
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Wirya Duarsa. Dkk.: Pedoman Diagnosi dan Terapi Penyakit Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar. 2010.
2. Linuwih S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, 7th Ed. Balai Penerbit
FKUI. Jakarta. 2015.
3. Sularsito, Sri Adi.Dkk. : Dermatologi Praktis. Perkumpulan Ahli
Dermatologi dan Venereologi Indonesia, Jakarta. 2006.
4. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2008.
5. Fitzpatrick, Thomas B. Dermatology in General Medicine, seventh edition.
New York: McGrawHill:2008.
6. Berman, Kevin. “Tinea corporis – All information”. MultiMedia Medical
Encyclopedia. University of Maryland Medical Center. 2008.
7. Brannon, Heather. “Ringworm-Tinea Corporis”. About.com Dermatology.
About.com. 2010.
8. Tinea corporis, Tinea cruris, and Tinea pedis. Mycoses. Doctor-Fungus.
2007.
9. James, William D.; Berger, Timothy G.; Elston, Dirk M.; Odom, Richard
B. (2006). Andrews’ Diseases of the Skin: Clinical Dermatology (10th
ed.). Philadelphia; Saunders Elsevier.p. 302.
10. Gupta, Aditya K.; Chaudhry, Maria; Elewski, Boni. “Tinea coeporis, tinea
cruris, tinea nigra, and piedra”. Dermatologic Clinics
(Philadelphia;Elsevier Health Sciences Division) 21 (3); 395-400.
11. Yosella T. Diagnosis And Treatmen Of Tinea Cruris. Faculty of Medicine
University Lampung. Lampung. 2015.
12. PERDOSKI. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit Dan
Kelamin Di Indonesia. Jakarta. 2017.
13. Dumasari R. Pengobatan dermatomikosis. Departemen Ilmu Kesehatan
Kulit dan Kelamin. FKUSU.2008
21