PLANKTONOLOGI
PLANKTONOLOGI
PLANKTONOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA dan ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PATTIMURA
2016
Racun (Toxin) Yang Diproduksi Oleh Phytoplankton
1. CIGUATOXIN
Sekitar 300 spesies ikan dan shellfish yang hidup di perairan dangkal sekitar karang diketahui
sebagai penyebab keracunan ciguatoxin. Keracunan yang paling umum terjadi akibat
mengkonsumsi ikan karang herbivora dan karnivora yang beracun. Adanya racun pada ikan
dikaitkan dengan rantai makanan, dimana sebagai agen toksin adalah Alga blue green
(Gambierdiscus toxicus) yang hidup berkelompok pada permukaan sejumlah rumput laut. Alga
tersebut kemudian dimakan oleh ikan herbivora, ikan herbivora dimakan oleh ikan karnivora.
Penyakit atau keracunan yang disebabkan ciguatoxin disebut CIGUATERA (bukan
merupakan penyakit yang fatal). Beberapa jenis ikan yang menjadi sumber ciguatera : Lutjanus
monostigma, L. bohar (red snapper), Gymnothorax javanicus (moray eel), Epinephalus
fuscoguttatus, Variola louti (grouper) dan Sphyraena picuda (barracuda)
SCHEUER (dari Universitas Hawaii) yang memberi nama ciguatoxin, berhasil mengisolasi
dan mengidentifikasi senyawa yang menyusun ciguatoxin. Diperkirakan penyusunnya
adalah suatu lipida yang tidak umum (unusual) dan senyawa Nitrogen dengan BM sekitar
1500. Adapun rumus kimia dari cigutoxin C35H65NO8. Tingkat toksisitas ciguatoxin pada bagian
tubuh ikan dari yang tertinggi adalah hati (paling toksik), jeroan lainnya dan otot/daging.
Gejala akibat keracunan ciguatoxin adalah gangguan pada cardiovaskuler, gangguan saraf,
asthenia dan arthalgia disertai dengan gangguan saluran pencernaan.
Ciguatoxin memiliki sifat farmakologis terutama berpengaruh terhadap saraf periferal dan
sentral, meningkatkan permeabilitas membran sel otot dan saraf terhadap ion Na dan bersifat
anticholinesterase.
Senyawa toksik utama dari paralytic shellfish poison adalah saxitoxin yang bersifat
neurotoxin. Keracunan toksin ini dikenal dengan istilah Paralytic shellfish poisoning
(PSP). Keracunan ini disebabkan karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang memakan
dinoflagelata yang beracun. Dinoflagelata sebagai agen saxitoxin dimana zat terkonsentrasi di
dalamnya. Kerang-kerangan menjadi beracun disaat kondisi lingkungan sedang melimpah
dinoflagelata yang beracun yang disebut pasang merah atau red tide.
Di Jepang bagian selatan ditemukan spesies kepiting (Zosimus aeneus) yang mengakumulasi
dalam jumlah besar saxitoxin dan telah dilaporkan menyebabkan kematian pada manusia yang
mengkonsumsinya. Jenis plankton yang memproduksi saxitoxin adalah Alexandrium catenella
dan A. tamarensis. Pyrodinium bahamense, bertanggung jawab terhadap beberapa keracunan di
Papua New Guinea, Brunei dan negara-negara Asian bagian barat lainnya. Organisme tersebut
menyebabkan red tide karena blooming, meracuni kerang-kerangan. Komponen toksin yang
utama adalah saxitoksin dan gonyautoxin. Gymnodium catenatum, dilaporkan sebagai sumber
saxitoxin di Mexico, Spanyol, Tasmania dan Jepang, juga pada perairan pesisir Thailand dengan
tingkat toksik yang rendah.
Jika dilihat dari sifat kimianya, saxitoxin bersifat larut dalam air dan methil alkohol, sedikit larut
dalam ethyl alkohol dan asam asetat tetapi tidak larut dalam pelarut organik. Saxitoxin dapat
dihidrolisis dengan asam, stabil terhadap panas dan tidak rusak dengan proses pemasakan (Wogan
& Marleta, 1985). Saxitoxin memiliki rumus kimia C10H17N7O3.2HCl.
Keracunan Saxitoxin menimbulkan gejala keracunan seperti rasa terbakar pada lidah, bibir
dan mulut yang selanjutnya merambat ke leher, lengan dan kaki. Kemudian berlanjut menjadi
mati rasa sehingga gerakan menjadi sulit. Dalam kasus yang hebat diikuti oleh perasaan
melayang-layang, mengeluarkan air liur, pusing dan muntah. Toksin memblokir susunan saraf
pusat, menurunkan fungsi pusat pengatur pernafasan dan cardiovasculer di otak, dan kematian
biasanya disebabkan karena kerusakan pada sistem pernafasan.
Saxitoxin menyebabkan kematian pada tikus percobaan dalam waktu 15 menit. Tanda dan
gejala berkembang cepat dalam waktu 1-2 jam setelah mengkonsumsinya. LD50 saxitoxin
adalah 9 ug/kg berat badan tikus, sementara dosis mematikan untuk manusia adalah sekitar 1 4
mg. Sebagai control terhadap pemasaran jenis kerang-kerang didasarkan pada acuan yang
dianjurkan oleh WHO yaitu bagian yang dapat dimakan dari kerang-kerangan mengandung 3
MU/g toksin PSP. Di Jepang jenis kerang-kerang komersial toksisitasnya selalu dimonitor secara
periodik untuk mencegah keracunan.
Beberapa cara pengolahan yang sudah dilakukan untuk mengurangi racun saxitoxin :
1. Toksin saxitoxin dapat diturun dengan pemanasan di atas 100C Jay (1978).
2. Ozon dapat menurunkan keracunan saxitoxin pada kerang-kerangan yang terkontaminasi
racun tersebut, demikian pula perlakuan panas dapat menurunkan daya racun di dalam
kerang-kerangan Stewart (1978).
3. Menurunnya toksisistas pada remis Patinopecten yessoensin terjadi selama proses
retorting dan pada toksin yang tersisa terjadi penurunan kadar nya selama proses
penyimpan.
4. Kadar toksin saxitoxin menurun dengan semakin lamanya waktu pemanasan. Semakin
tinggi suhu pemanasan maka waktu yang diperlukan untuk mengurangi kadar toksin
semakin cepat. Pemanasan pada suhu 100C selama 30 menit atau 60 menit, kandungan
toksin meningkat dari 15 MU/gr homogenate menjadi 30 MU/gr homogenate, tetapi
menurun secara linier pada waktu pemanasan selanjutnya. Pola perubahan yang sama
terhadap kadar toksin terjadi pada pemanasan 110 dan 120C. Pada pemanasan suhu 110
dan 120C terlihat pola perubahan toksisitas lebih cepat dari pada pemanasan suhu 100C.
Komponen utama dari amnesic shellfish poison adalah domoic acid. Domoic acid
merupakan asam amino neurotoksik, dimana keracunannya dikenal dengan istilah Amnesic
shellfish poisoning. Keracunan ini diakibatkan karena mengkonsumsi remis (mussel). Toksin
ini diproduksi oleh alga laut Nitzhia pungens dimana melalui rantai makanan
mengakibatkan remis mengandung racun tersebut.
Domoic acid mengikat reseptor glutamat di otak mengakibatkan rangsangan yang terus-
menerus pada sel-sel saraf dan akhirnya terbentuk luka. Korban mengalami sakit kepala, hilang
keseimbangan, menurunnya system saraf pusat termasuk hilangnya ingatan dan terlihat bingung
dan gejala sakit perut seperti umumnya keracunan makanan. Telah dilaporkan toksin tersebut juga
dapat mengakibatkan kematian. Kerusakan otak yang ditimbulkan oleh racun ini bersifat tidak
dapat pulih (irreversible).
Struktur Domoic acid adalah C15H21O6N dengan berat molekul 311 (daltons).
Komponen utama dari neurotoxic shellfish poison adalah brevitoxin. Keracunan yang
disebabkan oleh toksin Brevitoxin disebut Neurotoxic shellfish poisoning. Keracunan ini
diakibatkan mengkonsumsi kerang-kerangan dan tiram. Toksin ini diproduksi oleh alga laut
Ptychdiscus brevis dimana melalui rantai makanan mengakibatkan kerang dan tiram mengandung
racun tersebut.
Adapun struktur Brevitoxin adalah C50H70O14 dengan berat molekul 894 (daltons).
Gejala keracunannya meliputi rasa gatal pada muka yang menyebar ke bagian tubuh yang lain,
rasa panas dingin yang bergantian, pembesaran pupil dan perasaan mabuk.
5. DIARRHETIC SHELLFISH POISON
Komponen utama Diarrhetic shellfish poison adalah okadaic acid. Komponen yang lain
adalah pectenotoxin dan yessotoxin. Keracunan yang disebabkan oleh toksin Okadaic acid ini
disebut Diarrhetic shellfish poisoning. Keracunan ini diakibatkan mengkonsumsi kepah
(mussel) dan remis (scallop). Toksin ini diproduksi oleh alga laut Dinophysis fortii dimana
melalui rantai makanan mengakibatkan remis mengandung racun tersebut.
Struktur Okadaic acid : C44H70O13 dengan berat molekul 804 (daltons). Senyawa-senyawa
dari klas okadaic acid ini mempunyai efek sebagai promotor tumor
Gejala utama keracunan DSP adalah diare yang akut, dimana serangannya lebih cepat
dibandingkan dengan keracunan makanan akibat bakteri. Selain itu, muak, muntah, sakit
perut, kram dan kedinginan.
Pemanfaatan Plankton
Terdapat beragam jenis plankton yang tersebar pada perairan, umumnya jenis plankton
yang banyak ditemukan di estuaria dan air laut umumnya adalah dinoflagellata, diatom, artemia,
naupilus dan berbagai jenis alga seperti cyanophyceae, rhodophyceae, chlorophyceae,
euglenophyceae dan pyrrhophyceae. Plankton yang merupakan produsen primer pada perairan
antara lain budidaya plankton sebagai pakan ikan, pengolahan plankton sebagai suplemen
makanan, agen bioremediasi, bahan bakar alternatif serta penentuan wilayah penangkapan
berdasarkan sebaran plankton pada perairan.
c. Sistem konvensional
Sistem ini juga menggunakan metoda "daily tank transfer" dimana menggunakan tangki
kultur Chlorella dan rotifer yang berbeda. Kultur Chlorella sp. dilakukan pada tangki yang jauh
terpisah dengan kultur rotifer. Pada sistem ini tangki rotifer diisi dengan media Chlorella. Setelah
kepadatan Chlorella sp. mencapai 20-30 juta sel/ml, benih rotifer diinokulasikan dengan padat
penebaran 10 ekor/ml. Setelah kepadatan Chlorella turun antara 1-3 juta sel/ml, maka rotifer harus
dipanen dengan cara menyipon dan menyaringnya dengan plankton net ukuran 90 Um. Sistem ini
dapat diperoleh kepadatan rotifer sebesar 100-300 ind/ml
Jay, J. M., 1978. Modern Food Microbiology. Van Nostrand Reinhold, New York.
Redjeki, Sri. 1999. Budidaya Rotifera (Branchionus plicatilis). Oseana, Volume XXIV, Nomor 2,
1999: 27-43. ISSN 0216-1877
Wogan, G.N. dan M.A. Marleta. 1985. Undesirable or potentially undesirable constituents of food.
Didalam Food Chemistry (O.R. Fennema Ed.), p. 689 - 723. Marcel Dekker, Inc., New
York.