PH Darah

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

ACARA VII

OBSERVASI DARAH II
KIMIAWI DARAH: MENGUKUR TINGKAT KEASAMAN DARAH
I.
II.

Tujuan
1.1 Mengetahui prinsip dan cara pengukuran pH darah
1.2 Membandingkan pH darah hewan pada kondisi tertentu
Tinjauan Pustaka
2.1
pH Darah
Nilai pH darah menunjukkan tingkat keasaman darah dalam tubuh. Nilai
normal ph darah adalah 7,35-7,45. Nilai pH darah erat hubungannya dengan
keseimbangan asam basa dalam tubuh. Pada kondisi asidosis (pH darah menurun)
afinitas Hb terhadap oksigen berkurang, sehingga oksigen yang dapat ditransport oleh
darah berkurang. Pada kondisi alkalosis (pH darah meningkat) afinitas Hb terhadap
oksigen meningkat. Akibatnya uptake oksigen dalam paru-paru meningkat, tetapi
pelepasan oksigen ke jaringan terganggu sehingga tubuh tetap kekurangan oksigen
(Asmadi, 2008).
Kisaran pH darah yang normal adalah 7,35-7,45. Kisaran pH yang
memungkinkan kehidupan adalah hanya 7,0-7,8. Istilah alkalosis digunakan jika pH
darah arteri meningkat diatas 7,45. Sebaliknya jika pH turun di bawah 7,35 disebut
asidosis. Perubahan kecil pH darah dapat berakibat fatal, pasien dengan pH darah
7,25 atau 7,7 biasanya akan mengalami koma (James dkk, 2008).
pH dipertahankan pada nilai tetap dan cermat. Plasma darah manusia secara
normal menunjukkan PH mendekati 7,4. Jika terjadi kesalahan di dalam mekanisme
pengaturan pH, dapat menyebabkan kerusakan berat dan kematian. Bagian terutama
yang sangat sensitif adalah aktivitas enzim yang hanya dapat bekerja optimal pada pH
optimum. Pengukuran pH darah dan urin umum dilakukan dalam mendiagnosis
penyakit. pH plasma darah seorang yang menderita diabetes kronis sering lebih
rendah daripada pH normal (asidosis), bila lebih tinggi dari pH normal disebut
2.2

alkalosis (Julianto, 2013).


Sistem Digestoria Aves
Sistem pencernaan pada hewan diartikan sebagai sistem organ dalam
hewan multisel yang menerima makanan, mencernanya menjadi energi dan nutrien,
serta mengeluarkan sisa proses tersebut melalui dubur. Pada dasarnya sistem

pencernaan makanan dalam tubuh terjadi di sepanjang saluran pencernaan (bahasa


Inggris: gastrointestinal tract) dan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proses
penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung. Selanjutnya
adalah proses penyerapan sari-sari makanan yang terjadi di dalam usus. Struktur alat
pencernaan berbeda-beda dalam berbagai jenis hewan, tergantung padatinggi
rendahnya tingkat organisasi sel hewan tersebut serta jenis makanannya. pada hewan
invertebrata alat pencernaan makanan umumnya masih sederhana, dilakukan secara
fagositosis dan secara intrasel, sedangkan pada hewan-hewan vertebrata sudah
memiliki alat pencernaan yang sempurna yang dilakukan secara ekstrasel. Adapun hal
yang melatarbelakangi praktikum ini yaitu untuk mengamati macam-macam sistem
pencernaan pada kelas pisces, reptilian, amfibi, aves, mamalia (Aqsha, 2012).
Organ pencernaan pada aves terbagi atas saluran pencernaan dan kelenjar
pencernaan. Makanan bukung bervariasi berupa biji-bijian, hewan kecil, dan buahbuahan. Saluran pencernaan burung dimulai dari paruh yang merupakan modifikasi
gigi, rongga mulut terdiri atas rahang atas yang merupakan penghubung antara rongga
mulut dan tanduk. Kemudian menuju faring berupa saluran pendek, esophagus pada
burung terdapat pelebaran pada bagian ini disebut tembolok, berperan sebagai tempat
penyimpanan makanan yang dapat diisi dengan cepat. Kemudiang menuju ke
lambung,

lambung

terdiri

atas

proventrikulus

(lambung

kelenjar)

banyak

menghasilkan enzim pencernaan, dinding ototnya tipis. Ventrikulus (lambung


pengunyah), ototnya berdinding tebal. Pada burung pemakan biji-bijian terdapat
kerikil dan pasir yang tertelan bersama makanan. Kemudian makanan menuju usus
yang terdiri dari usus halus dan usus tebal yang bermuara pada kloaka (Syarifuddin,
2006).
Burung pemakan biji-bijian, pada biji terdapat kerikil dan pasir yang tertelan
bersama makanan. Kemudian makanan menuju usus yang terdiri dari usus halus dan
usus tebal yang bermuara pada kloaka. Tidak berbeda dengan hewan sebelumnya,
letak perbedaan hanya pada struktur giginya, pada kelinci makanan di kunyah
kemudian masuk ke dalam mulut, kemudian menuju kerongkongan dari
kerongkongan makanan menuju lambung, pada lambung proses fermentasi atau
pembusukanan makanan dilakukan oleh bakteri terjadi pada sekum yang banyak

mengandung bakteri. Kemudian menuju ke usus dan bermuara pada anus (Arthur,
2005).
Seperti halnya pada vertebrata lainnya, sistem pencernaan pada kelas aves
seperti pada burung, ayam, dan unggas lainnya tersusun atas saluran dan kelenjar
pencernaan. Kelas Aves memiliki metabolisme yang tinggi untuk berbagai aktivitas,
seperti terbang yang membutuhkan energi yang besar. Untuk itu, ayam dan anggota
kelas aves lainya memiliki sistem pencernaan yang sederhana guna segera
memperoleh energi, dan melakukan sebuah adaptasi pada organ-organ tertentu dalam
rangka mengurangi massa tubuh. Di dalam tubuh ayam, pencernaan terjadi secara
mekanik dan kimiawi (Tabbu, 2005). Adapun proses pencernaan pada ayam dan
kelompok burung lainnya menurut Rahayu (2007), adalah sebagai berikut:
a. Mulut/Paruh
Ayam dan unggas lainnya tidak memiliki bibir dan pipi. Muut mengalami
modifikasi menjadi paruh dengan struktur yang keras dan tajam tersusun atas zat
tanduk. Bentuk paruh pada burung dan unggas berbeda-beda tergantung pada
jenis makanannya. Paruh berperan dalam pengambilan makanan yang akan masuk
ke dalam rongga mulut. Ayam dan unggas lainnya tidak memiliki gigi sehingga
makanan tidak dikunyah di dalam mulut. Peniadaan gigi ini merupakan salah satu
cara mengurangi massa tubuh. Kelenjar ludar mensekresikan saliva ke dalam
rongga mulut untuk membasahi makanan agar mudah ditelan. Saliva mengandung
enzim pencernaan yang akan memecah makanan secara kimiawi. Lidah
membantu proses penelanan dan mendorong makanan menuju esophagus.
b. Kerongkongan (Esophagus)
Esofagus merupakan tabung fleksibel menghubungkan mulut dengan
tembolok dan dengan ventrikulus, mengantarkan makanan yang masuk ke dalam
mulut menuju tembolok. Dinding esophagus menghasilkan lendir yang
mengandung zat antimikroba, membunuh bakteriyang ikut tertelan bersama
makanan. Esofagus mengalami pelebaran yang disebut tembolok untuk
membentuk kantung penyimpan makanan dalam beberapa waktu. Di esofagus
tidak terjadi proses pencernaan tetapi hanya menjadi alat untuk menyalurkan
makanan dari mulut ke tiga bagian lambung yang terdapat pada ayam.
c. Tembolok (Ingluvies)

Tembolok mempunyai bentuk seperti kantung-kantung yang merupakan


perbesaran dari esopagus sebagai tempat penyimpanan makanan sementara
sebelum masuk ke lambung otot. Tembolok (Crop) adalah pelebaran dari
esophagus yang berbentuk seperti kantong. Proses pencernaan di crop sangat kecil
terjadi kadang tidak sama sekali. Bagian dindingnya mengandung banyak kelenjar
mukosa yang menghasilkan getah yang berfungsi untuk melembekkan makanan.
Fungsi utama crop adalah sebagai organ penyimpan pakan. Pakan yang berupa
serat kasar dan bijian tinggal di dalam crop selama beberapa jam untuk proses
pelunakan dan pengasaman.
d. Proventrikulus
Proventrikulus atau perut kelenjar adalah penebalan dan perbesaran
terakhir dari esophagus. Asam hidroklorit, getah lambung dan enzim pepsin yang
dihasilkan oleh dinding proventrikulus berfungsi untuk membantu proses
mencerna protein. Sewaktu makanan melewatinya, sel kelenjar secara mekanis
akan berkerut dan menyebabkan keluarnya cairan kelenjar perut. Pencernaan
secara enzimtis pada proventrikulus sedikit terjadi karena makanan berjalan cepat
di dalam proventrikulus.
e. Ventrikulus/Empedal
Lambung ini dikenal sebagai lambung mekanik. Tersusun atas otot-otot
yang kuat guna menggerus makanan yang terlumat oleh enzim-enzim pencernaan
dari mulut dan proventrikulus. Terdapat massa kerikil/pasir kecil di dalam
empedal untuk membantu mengunyah makanan yang masuk. Partikel batuan ini
berfungsi untuk memperkecil makanan dengan adanya kontraksi otot dalam
tembolok sehingga dapat masuk ke usus. Empedal berbentuk oval dengan kedua
lubang masuk dan keluar pada bagian atas dan bawah. Bagian atas lubang
merupakan pemasukan berasal dari lambung otot dan bagian bawah lubang
pengeluaran menuju ke duodenum.
f. Intestinum Tenue
Intestinum tenue terbagi atas 3 bagian yaitu duodenum, jejenum, ilium.
Duodenum berbentuk huruf V dengan bagian pars desendens sebagai bagian
turun,dan bagian parsascendens sebagai bagian yang naik.Pada bagian duodenum
disekresikan enzim pankreatik berupa enzim amilase, lipase, dan tripsin.
g. Intestinum Crassum

Intestinum crassum berupa saluran yang mempunyai diameter 2 kali lebih besar
dari usus halus, dan berakhir di kloaka. Usus besar paling belakang terdiri dari
rektum yang pendek dan bersambung dengan kloaka.
h. Cloaca
Kloaka merupakan lubang pelepasan sisa-sisa digesti, urin, dan merupakan muara
saluran reproduksi. Urine dikeluarkan melalui kloaka bersama tinja dengan
bentuk seperti pasta putih. Pada kloaka terdapat 3 muara yaitu urodeum sebagai
muara saluran kencing dan kelamin, coprodeum sebagai muara saluran makanan
dan proctedeum sebagai lubang keluar dan bagian luar yang berhubungan dengan
2.3

udara luar disebutVent.


Pengukuran pH pada Darah dan Sistem Digestoria
Istilah pH berasal dari "p" lambang matematika dari negative logaritma, dan
"H" lambang kimia untuk unsur Hidrogen. Defenisi yang formal tentang pH adalah
negative logaritma dari aktivitas ion Hydrogen. pH adalah singkatan dari power of
Hydrogen. pH atau derajatkeasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaaman
atau basa yang dimiliki oleh suatu zat, larutan atau benda. pH normal memiliki nilai 7
sementara bila nilai pH > 7 menunjukkan zat tersebut memiliki sifat basa sedangkan
nilai pH< 7 menunjukkan keasaman. pH 0 menunjukkan derajat keasaman yang
tinggi, dan pH 14 menunjukkan derajat kebasaan tertinggi. Umumnya indicator
sederhana yang digunakan adalah kertas lakmus yang berubah menjadi merah bila
keasamannya tinggi dan biru bila keasamannya rendah (Chang, 2005).
Kalorimetri merupakan cara pengukuran pH dengan menggunakan suatu zat
yang berubah warna, untuk keadaan pH tertentu. Zat tersebut merupakan paduan dari
asam basa lemah dan garamnya. Jika garam dari asam lemah berbeda warnanya dari
asam yang terionisasi, hasil akhir warna larutan bergantung pada perbandingan dari
kosentrasi kedua bentuk tadi. Cairan indikator yang biasa digunakan adalah
penoftalin. Cara lain adalah dengan menggunakan kertas lakmus yang dikenakan
pada cairan sample. Kertas itu akan berubah warna dan dapat dicocokkan dengan
warna standar. Selain menggunakan kertas lakmus, indicator asam basa dapat diukur
dengan pH meter yang bekerjaberdasarkan prinsip elektrolit/konduktivitas suatu
larutan. Sistem pengukuran pH mempunyai tiga bagian yaitu elektroda pengukuran
pH, elektroda referensi dan alat pengukur impedansi tinggi (Chang, 2005).

Pada prinsipnya pengukuran suatu pH adalah didasarkan pada potensial


elektro kimia yang terjadi antara larutan yang terdapat didalam elektroda gelas
(membrane gelas) yang telah diketahui dengan larutan yang terdapat diluar elektroda
gelas yang tidak diketahui. Hal ini dikarenakan lapisan tipis dari gelembung kaca
akan berinteraksi dengan ion hydrogen yang ukurannya relative kecil dan aktif,
elektroda gelas tersebut akan mengukur potensial elektro kimia dari ion hydrogen.
Untuk melengkapi sirkuit elektrik dibutuhkan elektroda pembanding. Sebagai catatan
alat tersebut tidak mengukur arus tetapi hanya mengukur tegangan (Chang, 2005).

III.

Metodologi
3.1 Alat
3.1.1
Strip pH indicator
3.1.2
Warna Standar
3.2 Bahan
3.2.1 Ayam (Gallus sp.)
3.2.2 Serum Darah
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Strip pH indikator dicelupkan kedalam organ unggas yang telah dipersiapkan
3.3.2
3.3.3

sebelumnya dan didiamkan selama 5 menit.


Strip pH indikator diangkat dan dikeringkan.
Strip pH indikator diamati dan perubahan warna pada strip pH indikator

3.3.1

dicocokan dengan warna standar yang terdapat pada blok pH indicator.


Hasil angka yang diperoleh dari persamaan warna tersebut dicatat pada lembar
kerja.

IV.

Hasil Pengamatan
No.

Organ

pH Asam

pH Basa

(1 - 6.5)

(7.2 - 14.0)

1.

Ingluvies

2.

Proventikulus

3.

Ventrikulus

4.

Intestinum Tenue

5.

Intestinum Crassum

6.

Cloaca

pH darah

pH Netral
(7)

7
6
7

Gambar 1 pengukuran pH organ pencernaan ayam (sumber: Pribadi, 2015)

Gambar 2 pH strip indicator (sumber: Pribadi, 2015)

V.

Pembahasan
Praktikum Fisiologi Hewan acara VII dengan judul Observasi Darah II Kimiawi
Darah: Mengukur Tingkat Keasaman Darah yang dilaksanakan pada hari Selasa, 20 Oktober
2015 pukul 14.35-16.00 WIB di Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Hewan, Jurusan
Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro. Tujuan dari praktikum ini
adalah untuk mengetahui prinsip dan cara pengukuran pH darah, dan untuk membandingkan
pH darah hewan pada kondisi tertentu. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini
antara lain strip pH indicator, warna standar, ayam percobaan (Gallus sp.), dan serum darah.
Ayam percobaan yang telah siap, disembelih dan darah yang keluar ditampung
sebagai sebagai serum darah, kemudian pH darah dari ayam tersebut diukur menggunakan
strip pH indicator. Strip pH indikator tersebut dicelupkan ke dalam serum darah kurang lebih
selama lima menit. Langkah selanjutnya, dilakukan pembedahan pada badan ayam untuk
diamati bagian-bagian organnya dan masing-masing organ pencernaan dari ayam tersebut
seperti ingluvies, proventikulus, ventrikulus, intestinum tenue, intestinum crassum dan cloaca
yang digunakan sebagai sampel dalam pengukuran pH-nya. Pengukuran pH setiap sampel
digunakan strip pH indikator dengan cara meletakkan strip indikator ke dalam masingmasing organ, dan ditunggu selama kurang lebih 5 menit, kemudian dicabut dan diamati
warna indikatornya untuk dibandingkan dengan warna standar agar diperoleh hasil pH yang
sesuai.
James dkk (2008), mengatakan strip pH indicator atau kertas lakmus komposisi
campuran indikatornya tidak diketahui, tetapi suatu kertas warna (warna standar) yang
mudah dipakai diberikan bersama strip kertas itu, dengan bantuan kertas pH dapat ditentukan
dengan mudah besaran pH, yaitu dengan membandingkan warna kertas strip dengan warna
yang diperlihatkan pada kertas warna standar, maka ketelitian besaran pH dapat ditentukan
antara 0,5 1 satuan pH dalam jangka pH 1 - 14. Uji pH dengan kertas lakmus akan
menunjukkan warna merah bila suatu zat bersifat asam, dan akan berwarna biru bila zat
tersebut bersifat basa. Kondisi asam kisaran pH antara 0-6. Kondisi basa kisarannya antara 814. Kondisi netral pH menunjukkan angka 7. Hasil yang diperoleh dicatat pada lembar kerja.
Hasil pengukuran darah ayam memiliki pH 7, yang artinya darah bersifat netral,
sedangkan untuk ingluvies memiliki pH 5, yang artinya ingluvies bersifat asam.
Proventikulus memiliki pH 5, yang artinya proventikulus bersifat asam. Hal ini sesuai
dengan Sjofjan et.al (2003) dalam Sari dkk (2013), pH dalam tembolok (ingluvies) ayam

yang baik antara pH 4-5, akibatnya organism yang tidak tahan asam seperti mikroba tidak
dapat berkembang secara normal, karena dalam Rahayu (2007), bagian dinding ingluvies
mengandung banyak kelenjar mukosa yang menghasilkan getah, berfungsi untuk
melembekkan makanan. Asam hidroklorit, getah lambung dan enzim pepsin dihasilkan
oleh dinding proventrikulus berfungsi untuk membantu proses mencerna protein.
Syarifuddin (2006), mengatakan bahwa pH darah unggas normal adalah 7,2 sampai 7,3. pH
semakin tinggi akan lebih bersifat basa. Perubahan pH pada darah terjadi karena adanya
ganguan metabolisme berupa perubahan konsentrasi bikarbonat dari hewan tersebut. Darah
sebagaimana mestinya memiliki fungsi untuk transport gas seperti oksigen (O2) dan
karbondioksida.
Hasil pengukuran Ventrikulus memiliki pH 4, yang artinya ventrikulus bersifat
asam, sedangkan pada intestinum tenue memiliki pH 6, yang artinya intestinum tenue
bersifat asam juga. pH pada intestinum crassum yaitu 7, yang artinya intestinum crassum
bersifat netral, dan pada kloaka, setelah diukur memiliki pH 6 yang artinya pada kloaka
juga bersifat asam. Gauthier (2002) dalam Ramli dkk (2008), mengatakan bahwa pH
normal pada lambung ayam bersifat relative rendah (asam) yaitu berkisar antara 2,5-3,5;
sedangkan Rahayu (2007), mangatakan bahwa pH usus ayam berkisar antara 7 sampai 8.

VI.

Kesimpulan
6.1
Cara pengukuran pH adalah dengan menempelkan strip pH indikator ke dalam
6.2

organ hewan yang akan diukur pH-nya dan dibandingkan dengan warna standar.
pH darah hewan sewaktu waktu dapat berubah sesuai dengan kondisi hormon di
dalamnya serta makanan yang dikonsumsi. Makanan yang bersifat asam akan
menyebabkan pH organ menjadi rendah dan makanan yang bersifat basa akan
menyebabkan pH organ menjadi tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

Arthur. 2005. Kamus Pintar Bergambar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.


Aqsha. 2012. Laporan Praktikum Sistem Pencernaan. Bandung: Bina Rupa Aksara.
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Dan Konsep Dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien. Jakarta :
Penerbit Salemba Medika.
Chang, R. 2005. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti, Jilid 2, edisi ketiga, Alih Bahasa Achmadi
S.S,. Jakarta : Erlangga.
James J, Colin B, dan Helen S. 2008. Prinsip-Prinsip Sains untuk Keperawatan. Jakarta :
Erlangga.
Julianto, Tatang S. 2013. Biokimia : Biomolekul dalam Perspektif Al-Quran. Yogyakarta :
Deepublish.
Rahayu, Iman. 2007. Panduan Lengkap Ayam. Yogyakarta : Kanisius.
Ramli, N., Suci, D.M., Sunanto, S., Nugraheni, C., Yulifah, A., Sofyan, A. 2008. Performan ayam
broiler yang diberi ransum mengandung Pottasium Diformate sebagai pengganti
Flavomycin. Agripet, 8(1), pp.1-8.
Sari, M.L., Abrar, A. & Merint, 2013. Isolasi dan karakterisasi bakteri asam laktat pada usus
ayam broiler. Agripet, 13(1), pp.43-48.
Syarifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Tabbu, Charles. 2005. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Yogyakarta : Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai