Respirometri

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

ACARA IV

OBSERVASI METABOLISME II
PENGUKURAN LAJU METABOLISME
I.

II.

Tujuan
1.1 Mengetahui prinsip dan cara-cara menentukan konsumsi oksigen pada invertebrate.
1.2 Mahir dan terampil menggunakan alat respirometer sederhana untuk mengetahui
aktifitas metabolism.
Tinjauan Pustaka
2.1
Metabolisme Energi
2.1.1
Pengertian
Metabolisme merupakan sekumpulan reaksi-reaksi kimia yang
terjadi di dalam setiap sel hidup dan berlangsung secara terus-menerus
untuk mensintesis senyawa-senyawa organic dalam tubuh. Hasil dari
proses metabolisme disebut metabolit. Proses metabolisme mengasilkan
senyawa-senyawa yang sangat diperlukan oleh tubuh, baik itu berupa
metabolit primer maupun metabolit sekunder. Metabolit primer digunakan
sebagai bahan penyusun struktur organel atau bagian-bagian dari sel
lainnya (Pearce, 2009).
Metabolisme meliputi: proses sintesis dan proses penguraian
senyawa atau komponen dalam sel hidup. Proses sintesis itu disebut
anabolisme dan proses prnguraian disebut katabolisme. Semua reaksi
metabolisme dikatalisis oleh enzim, termasuk reaksi yang sederhana
seperti penguraian asam karbonat menjadi air dan karbondioksida, proses
pemasukan dan pengeluaran zat kimia dari dan ke dalam sel melalui
membran; proses biosintesis protein yang panjang dan rumit; ataupun
proses penguraian bahan makanan dalam sistem pencernaan mulai dari
mulut, lambung, usus dan penyerapan hasil penguraian tersebut melalui
dinding usus, serta penyebarannya ke seluruh bagian tubuh yang
memerlukannya. Hal lain yang penting dari metabolisme adalah
peranannya

dalam

proses

detoksifikasi,

yaitu

mekanisme

reaksi

pengubahan zat yang beracun menjadi senyawa tak beracun yang dapat
2.1.2

dikeluarkan dari tubuh (Pearce, 2009).


Macam-Macam

Menurut Syaifudin (2006), metabolism diklasifikasikan menjadi


dua, yaitu Katabolisme dan Anabolisme.
a. Katabolisme
Katabolisme yaitu proses penguraian zat untuk membebaskan
energi kimia yang tersimpan dalam senyawa organik tersebut. Saat
molekul terurai menjadi molekul yang lebih kecil terjadi pelepasan
energi sehingga terbentuk energi panas. Apabila pada suatu reaksi
dilepaskan energi, reaksinya disebut reaksi eksergonik. Reaksi
semacam itu disebut juga reaksi eksoterm.
Katabolisme merupakan reaksi perombakan senyawa dengan
molekul besar untuk membentuk senyawa-senyawa dengan molekul
yang lebih kecil, serta menghasilkan energi. Proses katabolisme juga
disebut sebagai proses pelepasan energi. Salah satu contoh raksi
katabolisme adalah pada proses respirasi. Pada proses ini, senyawa
karbohidrat dirubah secara oksidatif menjadi senyawa dengan
molekul-molekul yang lebih kecil, yaitu CO2 dan air.
b. Anabolisme
Anabolisme merupakan reaksi kebalikan dari katabolisme.
Reaksi anabolisme membentuk senyawa dengan molekul-molekul
kecil menjadi senyawa dengan molekul yang lebih besar. Proses
anabolisme ini membutuhkan energi, yang biasanya dapasok dari
energi yang dihasilkan pada proses katabolisme yang berupa ATP.
Agar asam amino dapat disusun menjadi protein, asam amino tersebut
harus diaktifkan terlebih dahulu. Energi untuk aktivasi asam amino
tersebut berasal dari ATP. Agar molekul glukosa dapat disusun dalam
pati atau selulosa, maka molekul itu juga harus diaktifkan terlebih
dahulu, dan energi yang diperlukan juga didapat dari ATP. Proses
sintesis lemak juga memerlukan ATP.
2.2

Faktor yang Mempengaruhi Laju Metabolisme


Metabolisme adalah semua reaksi kimia yang terjadi di dalam tubuh
makhluk hidup, terdiri atas anabolisme dan katabolisme. Anabolisme adalah
proses sintesis senyawa kimia kecil menjadi molekul yang lebih besar, misalnya
asam amino menjadi protein. Laju metabolisme dipengaruhi oleh faktor biotik

seperti suhu, salinitas, oksigen, karbondioksida, amoniak, pH, fotoperiode, musim


dan tekanan; dan abiotik seperti aktivitas, berat, kelamin, umur, scooling, stress,
puasa dan ratio makan (Irianto, 2005).
Laju metabolisme biasanya diperkirakan dengan mengukur banyaknya
oksigen yang dikonsumsi makhluk hidup per satuan waktu. Hal ini
memungkinkan karena oksidasi dari bahan makanan memerlukan oksigen (dalam
jumlah yang diketahui) untuk menghasilkan energi yang dapat diketahui
jumlahnya juga. Akan tetapi, laju metabolisme biasanya cukup diekspresikan
dalam bentuk laju konsumsi oksigen. Laju konsumsi oksigen dapat ditentukan
dengan berbagai cara, antara lain dengan menggunakan mikrorespirometer,
metode Winkler, maupun respirometer Scholander. Penggunaan masing-masing
cara didasarkan pada jenis hewan yang akan diukur laju konsumsi oksigennya
2.3

(Tobin, 2005).
Respirometri
2.3.1
Pengertian
Respirometri adalah pengukuran dan interpretasi dari tingkat
konsumsi oksigen rata-rata yang didefinisikan dalam kondisi percobaan
yang baik. Karena konsumsi oksigen secara langsung berhubungan dengan
biomassa pertambahan dan

pengurangan substrat, maka respirometri

merupakan teknik yang berguna untuk proses pemantauan, pemodelan


dan pengendalian lumpur aktif. Pada tahun-tahun awal, penerapan teknik
ini lebih difokuskan pada pengukuran Biochemical Oxygen Demand
(BOD) dari air limbah (Vanrolleghem, 1999 dalam Brjdanovic et al.,
2015).
Respiro meter adalah alat untuk pengukuran laju respirasi, yaitu
massa oksigen yang dikonsumsi persatuan volume dan unit waktu. Alat
yang secara khusus dirancang untuk mengukur Biochemical Oxygen
Demand kadang-kadang juga disebut respirometer. Respirometer terdiri
dari yang sederhana, botol dioperasikan secara manual, yang dilengkapi
dengan sensor oksigen terlarut (DO) sampai yang dapat beroperasi
2.3.2

secara otomatis (Vanrolleghem, 1999 dalam Brjdanovic et al., 2015).


Metode Pengukuran

Respirometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur laju


metabolisme suatu organisme dengan menentukan jumlah oksigen yang
dikonsumsi oleh organisme tersebut dalam tiap satuan waktu. Laju
konsumsi oksigen dapat dimonitor dengan cara memasukkan hewan
percobaan ke dalam ruangan yang disebut respirometer. Suhu di dalam
respirometer dipertahankan tetap konstan, udara yang kandungan O2 nya
diketahui dialirkan ke dalamnya. Laju metabolisme hewan tersebut
dihitung dari perbedaan antara jumlah oksigen yang masuk dan yang
keluar dari respirometer. Laju metabolisme minimum mendukung fungsifungsi dasar yang mempertahankan supaya hewan dapat tetap hidup,
seperti bernapas dan denyut jantung. Laju metabolisme maksimum terjadi
selama puncak aktivitas, seperti berlari sangat cepat atau berenang dengan
kecepatan tinggi. Diantara kedua kegiatan ekstrim tersebut, banyak faktor
yang mempengaruhi laju metabolisme seekor hewan, termasuk umur, jenis
kelamin, ukuran tubuh, suhu tubuh, suhu sekelilingnya, kualitas dan
kuantitas makanan yang dimakan, tingkat aktivitas, jumlah oksigen yang
tersedia, keseimbangan hormonal, dan waktu dalam sehari (Campbell,
2005).

III.

Metodologi
3.1
Alat
3.1.1
Respirometer
3.1.2
Kapas
3.1.3
Vaseline
3.1.4
Pipet tetes
3.1.5
Timbangan
3.2
Bahan
3.2.1 Jangkrik
3.2.2 Kristal KOH
3.2.3 Larutan giemsa
3.3
Cara Kerja
3.3.1 Pipet respirometer dikalibrasi.
3.3.2 Larutan giemsa ditambahkan ke dalam pipet respirometer.
3.3.3 Berat badan Jangkrik ditimbang.
3.3.4 Kapas berisi kristal KOH dimasukkan ke dalam tabung respirometer.
3.3.5 Jangkrik dimasukkan ke dalam tabung respirometer.
3.3.6 Pipet respirometer dipasangkan dengan tabung respirometer dan celah
udaranya ditutup dengan vaseline.
3.3.7 Posisi larutan pada skala pipet respirometer dicatat.
3.3.8 Perubahan angka larutan diamati setiap 10 menit dan dilakukan sampai
larutan berhenti di ujung pipet.

IV.

Hasil Pengamatan
Volume Udara Eksperimen = 0,36 ml
Temperatur Eksperimen = 32 C = 305 K
Tekanan Eksperimen = 760 mmHg
Waktu yang diperlukan cairan sampai dasar pipet :
No

Menit

Ml

10

0.49

0.23

Rata-Rata

7.5

Laju Konsumsi Oksigen : 0,895 ml/menit = 0,053 l/jam


Laju Konsumsi Oksigen (STB) = 0,053 L/jam
BB = 0,5 g = 0,0005 kg
Laju Metabolisme = 1,481 Kcal/hari

V.

Pembahasan
Praktikum Fisiologi Hewan acara IV dengan judul Observasi Metabolisme II:
Pengukuran Laju Metabolisme yang dilaksanakan pada hari Selasa, 6 Oktober 2015
pukul 14.35-16.00 WIB di Laboratorium Biologi Struktur dan Fungsi Hewan, Jurusan
Biologi, Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Diponegoro. Tujuan dari praktikum
ini adalah untuk mengetahui prinsip dan cara-cara menentukan konsumsi oksigen pada
invertebrate, dan dapat mahir dan terampil menggunakan alat respirometer sederhana
untuk mengetahui aktifitas metabolisme. Alat dan bahan yang digunakan adalah
respirometer, kapas, Vaseline, pipet tetes, timbangan, kristal KOH, larutan giemsa dan
Jangkrik.
Pengukuran laju metabolisme dilakukan dengan mengukur laju respirasi jangkrik
dengan respirometer. Jangkrik dimasukkan ke dalam tabung respirometer yang berisi
kristal KOH dan dihubungkan dengan pipet respirometer yang sebelumnya telah
dikalibrasi dengan larutan giemsa. Celah yang terdapat diantara tabung dan pipet dapat
ditutup dengan vaselin agar tidak ada udara yang keluar masuk tabung. Kristal KOH yang
digunakan pada percobaan ini berfungsi untuk mengikat CO2 yang berada di dalam
tabung respirometer, sehingga pergerakan yang disebabkan dari larutan giemsa dapat
terlihat karena adanya konsumsi oksigen dari jangkrik yang berada di dalam tabung
tersebut. Adapun reaksi yang terjadi antara KOH dengan CO2 menurut Isnaeni
(2005),adalah sebagai berikut:
KOH + CO2 K2CO3 + H2O
Larutan giemsa berfungsi sebagai indikator oksigen yang dihirup oleh organisme
(jangkrik) pada repirometer sederhana. Larutan giemsa selama percobaan selalu bergerak
mendekati botol respirometer sederhana karena hewan percobaan berupa jangkrik dalam
respirometer menghirup udara O2 melalui pipa sederhana sehingga larutan giemsa yang
berwarna dapat bergerak. Jangkrik digunakan karena termasuk hewan tingkat rendah
yang tidak memiliki organ respirasi khusus sehingga oksigen dapat masuk melalui proses
difusi. Hal ini sependapat dengan Campbell (2005), bagi seekor serangga kecil, proses
difusi saja dapat membawa cukup O2 dari udara ke sistem trakea dan membuang cukup
CO2 untuk mendukung system respirasi seluler.
Alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan pernapasan adalah respirometer.
Respirometer adalah alat yang dapat digunakan untuk mengukur kecepatan pernapasan
beberapa hewan kecil seperti serangga. Prinsip kerja respirometer adalah bahwa didalam

pernafasan ada oksigen yang digunakan oleh organisme ada karbondioksida yang
dikeluarkan olehnya. Jika organisme yang bernapas itu berada di dalam ruang tertutup
dan karbondioksida yang dikeluarkan oleh organisme dalam ruang tertutup itu diikat,
maka penyusutan udara akan terjadi. Kecepatan penyusutan udara dalam ruang itu dapat
diamati pada pipa kapiler berskala. Hal ini sesuai dengan pendapat Tobin (2005), yang
menyatakan bahwa laju konsumsi oksigen dapat dimonitor dengan cara memasukkan
hewan percobaan

ke dalam ruangan yang disebut respirometer. Suhu di dalam

respirometer dipertahankan tetap konstan, udara yang kandungan O2 nya diketahui


dialirkan ke dalamnya. Laju metabolisme hewan tersebut dihitung dari perbedaan antara
jumlah oksigen yang masuk dan yang keluar dari respirometer.
Jangkrik yang mempunyai bobot tubuh 0,5 gram memiliki volume udara
eksperimen sebesar 0,36 ml. Temperatur dan tekanan saat eksperimen adalah 32
(305K) dan 760 mmHg. Waktu yang diperlukan oleh cairan sampai pada dasar pipet
adalah 7,5 menit (450 detik). Parameter yang diukur meliputi tiga hal yaitu laju konsumsi
oksigen pada STB (suhu temperatur baku), laju volume oksigen yang dikonsi per hari,
dan laju metabolisme. Hasil yang diperoleh yaitu menunjukkan laju konsumsi oksigen
(STB) jangkrik sebesar 0,053 liter/jam dan laju metabolismenya sebesar 1,481 Kcal/hari.
Menurut Tobin (2005)., laju metabolisme biasanya cukup diekspresikan dalam bentuk
laju konsumsi oksigen. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju konsumsi oksigen
antara lain temperatur, spesies hewan, ukuran badan dan aktivitas. Percobaan ini hanya
menggunakan satu individu jangkrik sehingga tidak didapatkan perbandingan faktor yang
mempengaruhi laju metabolisme.
Laju konsumsi oksigen yang diukur menunjukkan berapa banyak volume yang
dikonsumsi oleh seekor jangkrik untuk menghasilkan energi per jam dan per harinya. Hal
ini berdasarkan Tobin (2005), laju konsumsi oksigen ini dipengaruhi oleh banyak faktor
yaitu, spesies hewan, suhu lingkungan (terutama bagi hewan ektoterm), dan aktivitas.
Selain ketiga hal tersebut, ukuran tubuh juga menentukan besarnya laju konsumsi
oksigen. Hewan endoterm, hewan yang berukuran tubuh besar akan memiliki laju
konsumsi oksigen per unit massa yang lebih besar dibanding hewan yang berukuran lebih
kecil. Jika aktivitas yang dilakukan oleh suatu hewan lebih banyak maka akan
mengkonsumsi oksigen lebih banyak pula dan sebaliknya.

VI.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa laju
metabolisme dapat diketahui dengan mengukur banyaknya oksigen yang dikonsumsi
suatu organisme tiap satuan waktu. Hal ini memungkinkan karena oksidasi dari bahan
makanan memerlukan oksigen. Laju metabolisme jangkrik yang diamati pada praktikum
ini yaitu 1,481 Kcal/hari.

DAFTAR PUSTAKA

Brjdanovic, D., Meijer, S.C.F., Lopez-Vazques, C.M., Hooijmans, C.M., van Loosdrecht,
M.C.M. 2015. Applications of Activated Sludge Models. London, Uk: IWA Publishing.
Campbell, N.A, Jane B. Reece, Laurence G. Mitchele. 2005. Biologi ed.7. San Fansisco: Pearson
Benjamin Cummings.
Cambell,Neil A, Reece dan Michell. 2007. Biologi jilid I edisi kelima. Jakarta: PT. Erlangga .
Jakarta : Erlangga
Irianto A., 2005. Patologi Ikan Teleostey. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.
Pearce, Evelin C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gremedia Pustaka
Utama.
Santoso, 2009. Bahan Ajar Fisiologi Hewan. Padang: Universtas Andalas.
Syaifudin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Jakarta: EGC.
Tobin, A.J. 2005. Asking About Life. Canada: Thomson Brooks Cole.

Anda mungkin juga menyukai