Hipertensi
Hipertensi
Hipertensi
Anatomi Jantung
1.1
Makroskopis
Jantung merupakan organ penting karena sistem sirkulasi adalah sistem transport tubuh.
Jantung adalah organ berongga dan berotot seukuran kepalan tangan.
- Berbentuk pyramid dari basis ke apex cordis
- Berkontraksi secara teratur yg berfungsi untuk memompakan darah keseluruh tubuh
- Terletak dalam rongga thorax dalam ruang mediastinum
- Dibungkus oleh jaringan ikat yg kuat perikardium
- Berat jantung orang dewasa normal 250-300 gr. pria 300 gr dan wanita 250 gr
- Ukuran lintang mediastinum dari kiri ke kanan 8-10 cm radiologi PA
- Jantung berdenyut 60-70x/menit, hamper 90.000-100.000x/24jam terus menerus tanpa
henti selama hidup
- Dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan
7.571 liter darah
- Fungsi utama jantung yaitu mempompa darah, menghasilkan tekanan darah, sirkulasi
oksigen dan bahan lain.
Sel sel yang berpengaruh terhadap kerja jantung :
Sel autoritmik, yaitu sel yang bertugas sebagai pembuat rangsang. Sel autoritmik ada 2
yaitu :
1. NSA ( Nodus Sinuatrialis Articularius )
2. NAV ( Nodus Articularius Ventrikularis )
NSA dan NAV dihubungkan oleh serabut serabut yaitu Interdodal Pathway.
- Sel yang untuk kontraksi : sel miokardium atau miosit
( Laurelee Sherwood, edisi 6, 2001 )
Tekanan/denyut jantung
Berkaitan dengan menguncup dan mengembangnya jantung , dikenal 2 macam tekanan
darah yaitu:
Sistole : Peristiwa menguncupnya bilik dan darah keluar dari jantung (jantung
kontraksi).
(normal tekanan nya sekitar 120 mmHg)
b. Diastole : Peristiwa mengembangnya bilik jantung dan darah masuk ke jantung
(jantung relaksasi),
(normal tekanannya sekitar 80 mmHg)
Alat untuk mengukur tekanan darah disebut Sphigmomanometer
Katup jantung :
- Katup semilunaris pulmonal
- Katup semilunaris aorta
- Katup trikuspidalis
- Katup bikuspidalis (mitral)
(buku anatomi dr. inmar)
1.2
Mikroskopis
Arteri ( terdiri dari tiga lapisan utama ) :
Tunika intima : endotel, subendotel, jaringan ikat, membaran elastika interna.
Tunika media : serat otot polos sirkular dan elasitka
Tunika adventisia : jar.ikat serat kecil, dan pembuluh pembuluh darah
Vena
O2
CO2
dari jantung
2. Fisiologi jantung
3. Hipertensi
3.1
Definisi
Hipertensi : - faktor resiko langsung terhadap timbulnya infark miokard dan CVA (cardio
vascular accidens).
- merupakan peningkatan tekanan systole, yg tingginya tergantung umur
individu yg terkena.
- Hipertensi digolongkan ringan (95-104), sedang (105-114), berat (tekanan
diastole > 115).
- Hipertensi dengan peningkatan tekanan sistol tanpa disertai peningkatan
tekan diastole, lebih sering terjadi pada lansia; sedangkan hipertensi
peningkatan tekanan diastole tanpa disertai peningkatan tekanan sistol, lebih
sering terjadi pada dewasa muda.
(dr. Jan Tambayong, PATOFISIOLOGI UNTUK KEPERAWATAN, 1999, EGC)
- Naiknya tekanan pada pembuluh darah arteri.
(http://blogkesehatan.net/definisi-epidemiologi-dan-etiologi-hipertensi-1/)
- Keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas
normal/kronis (dlm waktu lama).
- seseorang baru bisa merasakan dampak gawatnya hipertensi ketika telah
terjadi komplikasi (jantung, coroner, fungsi ginjal, gangguan fungsi
kognitif/stroke).
- hipertensi dapat diturunkan dari orangtua ke anaknya. Jika salah satu
orangtua terkena hipertensi, maka kecenderungan anak untuk beresiko
hipertensi lebih besar dibandingkan dengan mereka yg tidak memiliki
orangtua penderita hipertensi.
(http://www.rsbk-batam.co.id/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=25
Senin, 1 Desember 2008 11:30:45)
3.2
Etiologi
Hipertensi esensial
Usia
: insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Hipertensi
pada yang berusia
Hipertensi sekunder
Hipertensi yg dapat terjadi akibat penyakit yg tidak diketahui. Pada hipertensi
sekunder, penyakit parenkim dan penyakit renovaskular adalah penyebab paling
umum. Kontrasepsi oral telah dihubungkan dengan hipertensi ringan yg berhubungan
dengan peningkatan sebstrat renin dan peningkatan kadar angiotensin II dan
aldosterone.
Sleep-apnea
Drug-induced atau drug related hypertension
Penyakit ginjal kronik
Aldosteronisme primer
Penyakit renovaskular
Terapi steroid jangka lama dan sindrom clushing
Feokromositoma
Koarktasio aorta
Penyakit thyroid atau parathyroid
(http://blogkesehatan.net/definisi-epidemiologi-dan-etiologi-hipertensi-1/)
3.3
Klasifikasi
1. Hipertensi esensial/idiopatik/primer : hipertensi yg tidak diketahui penyebabnya.
Hipetensi ini merupakan
90% kasus hipertensi yg banyak terjadi. Merupakan
kompleks dari
beberapa organ utama dan sistem, meliputi jantung,
pembuluh darah,
syaraf, hormone, dan ginjal.
2. Hipertensi sekunder
: naiknya tekanan darah yg diakibatkan oleh suatu sebab.
Hanya 5% dari
kasus yg ada.
Hipertensi dengan ciri khusus :
- Isolated systolic hypertension
mmHg namun
Kategori
Sistol (mmHg)
Diastol (mmHg)
Optimal
< 120
< 80
Normal
< 130
< 85
140-159
90-99
140-149
90-94
160-179
100-109
180
110
140
< 90
140-149
< 90
Sistol (mmHg)
Dan/atau
Diastole (mmHg)
Normal
<120
Dan
<80
Pre hipertensi
120-139
Atau
80-89
Hipertensi tahap 1
140-159
Atau
90-99
Hipertensi tahap 2
160
Atau
100
Kategori
Sistol (mmHg)
Dan/atau
Diastole (mmHg)
Normal
<120
Dan
<80
Pre hipertensi
120-139
Atau
80-89
Hipertensi tahap 1
140-159
Atau
90-99
Hipertensi tahap 2
160
Atau
100
Hipertensi sistol
terisolasi
140
Dan
< 90
TDS*
mmHg
TDD*
mmHg
Modifikasi
Gaya Hidup
< 120
< 80
Anjuran
120-139
80-89
Ya
Hipertensi
Stage 1
140-159
90-99
Ya
Hipertensi
Stage 2
>160
>100
Ya
Obat Awal
Tanpa
Indikasi
Tidak Perlu
menggunakan obat
antihipertensi
Untuk semua kasus
gunakan diuretik jenis
thiazide, pertimbangkan
ACEi, ARB, BB, CCB,
atau kombinasikan
Gunakan kombinasi 2
obat (biasanya diuretik
jenis thiazide dan
ACEi/ARB/BB/CCB
Dengan Indikasi
Gunakan obat
yang spesifik
dengan indikasi
(resiko).
Gunakan obat
yang spesifik
dengan indikasi
(resiko).Kemudian
tambahkan obat
antihipertensi
(diretik, ACEi, ARB,
BB, CCB) seperti
yang dibutuhkan
Keterangan:
- TDS, Tekanan Darah Sistolik; TDD, Tekanan Darah Diastolik
- Kepanjangan Obat: ACEi, Angiotensin Converting Enzim Inhibitor; ARB, Angiotensin
Reseptor Bloker; BB, Beta Bloker; CCB, Calcium Chanel Bloker
3.4
Patofisiologi
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel jugularis.
Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Danapabila diteruskan pada
ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin yang berkaitan dengan
Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada angiotensinogen II berakibat pada
terjadinya vasokontriksi pada pembuluh darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan
darah.Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang
menyebabkanretensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan
tekanandarah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ organ seperti jantung.
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat
vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis,
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis
ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai
factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut
bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,
suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua factor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system
pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada
usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan
ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,
aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah
yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang
jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 )
OBESITA
S
ROKOK,
INTAKE
LEMAK,
KOLESTER
Stress
oksidatif sel
endotel
Disfungsi
endotel
Panjang pembuluh
darah
JARANG
OLAHRA
GA
NO
STRESS
PSIKOL
OGI
Aktivitas
simpatis
NE
2 PD
1 Ginjal
Sekres
i renin
Vasokontriksi
AN
G
1 Jantung
HR
kontrak
si
ESV
ANG I
ANG II
Resistensi
Intake Na
TD
ECV
PD
HIPERTEN
Retensi H 2 O
Perubahan
Disfungsi
Pituitar
i
posteri
ADH
Atherosclero
COP
Adren
al
cortex
Aldosteron
Retensi Na , H 2 O
Blood
Venous
Stroke
3.5
Manifestasi klinis
- Peningkatan tekanan darah > 140/90 mmHg
- Sakit kepala
- Epistaksis
- Pusing / migrain
- Rasa berat ditengkuk
- Sukar tidur
- Mata berkunang kunang
gejala hipertensi biasanya tidak dirasakan, sehingga penyakit ini disebut silence diaseas. Banyak
orang yang menganggap tekanan darah tinggi itu pasti menyebabkan pusing. Karena kekeliruan
itu, tidak semua pasien berobat, karena memang tidak mengeluh pusing. Bagi orang sehat
paling tiap tahun sekali memeriksa tekanan darah, sedang yang sakit setiap bulan sekali.
Hipertensi sulit disadari karena tidak memiliki gejala khusus. Namun demikian, ada beberapa hal
yang setidaknya dapat dijadikan indikator, sebab berkaitan langsung dengan kondisi fisik.
Misalnya, pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah merah, tengkuk terasa pegal, mudah
marah, telinga berdenggung, susah tidur, sesak napas, mudah lelah, mata berkunang-kunang,
dan mimisan.
Gejala lainnya yang dapat dikenali dari tejadinya serangan hipertensi pada kita tersebut ialah
pandangan menjadi kabur. Hal ini terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung,
dan ginjal. Penderita hipertensi berat dapat mengalami penurunan kesadaran bahkan koma
karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensi yang
memerlukan penanganan segera.
Penyakit hipertensi yang sering kali terjadi umumnya tidak menimbulkan gejala yang mudah
dikenali. Sementara tekanan darah terus meningkat meski dalam jangka waktu yang cukup lama
hingga menimbulkan komplikasi adanya suatu penyakit bawaan dari hipertensi. Oleh karenanya
hipertensi harus selalu dicek untuk mengetahui tekanan darah secara berkala. Seseorang yang
dikatakan menderita darah tinggi apabila dalam beberap pemeriksaan tekanan darah diketahui
memiliki tekanan darah hingga diatas 130/90 mmHg.
Hipertensi menyebabkan timbulnya suatu penyakit yang dibawa akibat tekanan darah yang
tinggi seperti menimbulkan resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung
dan gagal ginjal. Penyakit hipertensi tak mengenal batas usia seseorang dan jenis kelamin,
semua orang memiliki resiko yang sama terhadap hipertensi tanpa harus menimbulkan ciri atau
gejala terlebih dahulu.
Tekanan darah dalam setiap kehidupan seseorang berbeda-beda secara alamiah. Bayi dan anakanak yang secara normal pun memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah dibanding orang
dewasa. Tekanan darah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aktivitas fisik yang dilakukan
sehari-hari, tekanan darah akan mengalami peningkatan ketika melakukan aktivitas sehari-hari
dan akan menurun ketika beristirahat. Tekanan darah dapat meningkat ketika di pagi hari dan
akan lebih rendah ketika tidur/istirahat di malam hari.
3.6
Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Laborat
- Hb/Ht
: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan(viskositas) dan dapat
mengindikasikan factor resiko seperti : hipokoagulabilitas, anemia.
- BUN / kreatinin
: memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
- Glucosa
: Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan oleh
pengeluaran
kadar ketokolamin.
- Urinalisa
: darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada
DM.
- CT Scan
: Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
- EKG
: Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian
gelombang P adalah salah
satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
- IUP
: mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu
ginjal,perbaikan ginjal.
- Rontgen
: Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran
jantung.
PENGONTROLAN TEKANAN DARAH
Penilaian pasien dengan hipertensi memiliki tiga sasaran:
1. untuk mengetahui gaya hidup dan mengidentifikasi faktor resiko penyakit kardiovaskuler atau
penyakit lainnya yang bersamaan yang dapat mempengaruhi prognosis dan pedoman
penanganan;
2. untuk mengidentifikasi penyebab tingginya tekanan darah; dan
3. untuk mengetahui ada atau tidaknya kerusakan organ target dan penyakit kardiovakuler.
Data yang dibutuhkan berupa anamnesis, pem. fisik, pem. laboratorium, dan prosedur
diagnostik lainnya. Pemeriksaan fisis termasuk pengukuran tekanan darah yang sesuai, dengan
verifikasi pada kontralateral lengan; pemeriksaan pada fundus optik, kalkulasi indeks massa
tubuh (IMT: dengan pemeriksaan lingkar pinggang juga cukup berguna); auskultasi bruit arteri
karotid, abdominal, dan femoral; palpasi kelenjar tiroid; pemeriksaan teliti pada jantung dan
paru-paru; pemeriksaan pada abdomen untuk pembesaran ginjal, massa dan pulsasi aorta
abnormal; palpasi pada ekstremitas bawah untuk edema dan pulsasi, dan pemeriksaan
neurologi.
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebelum pengobatan awal termasuk pemeriksaan
EKG, urinalisis, glukosa darah dan hematokrit, kadam natrium serum, kreatinin (atau
pemeriksaan laju filtrasi glomerulus (GFR)), kalsium, profil lipid, setelah 9-12 jam puasa, yang
termasuk kadar kolesterol lipoprotein densitas tinggi dan densitas rendah, serta pemeriksaan
trigeliserida. Pemeriksaan pilihan termasuk pengukuran ekskresi albumin urin atau rasio
albumin/creatinin. Pemeriksaan lebih luas untuk mengetahui penyebab hipertensi tidak
diindikasikan secara umum kecuali tekanan darah target tidak bisa dicapai.
3.7
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Non Farmakologis
- Diet garam
: Penurunan BB dapat menurunkan tekanan darah dibarengi dengan
penurunan
aktivitas renin dalam plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
Cara pengobatan ini
hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal, tetapi lebih
baik digunakan
sebagai pelengkap pada pengobatan farmakologis.
- Aktivitas
: Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan
disesuaikan dengan batasan
medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau
berenang.
- Ciptakan keadaan rileks : Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis
dapat mengontrol
- Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
Penatalaksanaan Farmakologis
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
- Mempunyai efektivitas yang tinggi.
- Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
- Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
- Tidak menimbulkan intoleransi.
- Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
- Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti golongan
diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium, golongan penghambat konversi renin
angiotensin.
Terdapat beberapa data hasil percobaan klinik yang membuktikan bahwa semua kelas
obat antihipertensi, seperti angiotensin converting enzim inhibitor (ACEI), angiotensin reseptor
bloker (ARB), beta-bloker (BB), kalsium chanel bloker (CCB), dan diuretik jenis tiazide, dapat
menurunkan komplikasi hipertensi yang berupa kerusakan organ target.
Diuretik jenis tiazide telah menjadi dasar pengobatan antihipertensi pada hampir semua
hasil percobaan. Percobaan-percobaan tersebut sesuai dengan percobaan yang telah
dipublikasikan baru-baru ini oleh ALLHAT (Antihipertensive and Lipid Lowering Treatment to
Prevent Heart Attack Trial), yang juga memperlihatkan bahwa diuretik tidak dapat dibandingkan
dengan kelas anti-hipertensi lainnya dalam pencegahan komplikasi kardiovaskuler. Selain itu,
diuretik meningkatkan khasiat penggunaan regimen obat anti-hipertensi kombinasi, yang dapat
digunakan dalam mencapai tekanan darah target, dan lebih bermanfaat jika dibandingkan
dengan agen obat anti-hipertensi lainnya. Meskipun demikian, sebuah pengecualian didapatkan
pada percobaan yang telah dilakukan oleh Second Australian National Blood Pressure yang
melaporkan hasil penggunaan obat awal ACEI sedikit lebih baik pada laki-laki berkulit putih
dibandingkan pada pasien yang memulai pengobatannya dengan diuretik.
Obat diuretik jenis tiazide harus digunakan sebagai pengobatan awal pada semua pasien
dengan hipertensi, baik penggunaan secara tunggal maupun secara kombinasi dengan satu
kelas antihipertensi lainnya (ACEI, ARB, BB, CCB) yang memperlihatkan manfaat penggunaannya
pada hasil percobaan random terkontrol. Daftar faktor resiko yang disertai dengan jenis obat
anti-hipertensi sebagai pengobatan awal dapat dilihat pada tabel 4. Jika salah satu obat tidak
dapat ditoleransi atau kontraindikasi, sedangkan kelas lainnya memperlihatkan khasiat dapat
menurunkan resiko kardiovaskuler, obat yang ditoleransi tersebut harus diganti dengan jenis
obat dari kelas berkhasiat tersebut.
Sebagian besar pasien yang mengidap hipertensi akan membutuhkan dua atau lebih obat
anti-hipertensi untuk mendapatkan sasaran tekanan darah yang seharusnya. Penambahan obat
kedua dari kelas yang berbeda harus dilakukan ketika penggunaan obat tunggal dengan dosis
adekuat gagal mencapai tekanan darah target. Ketika tekanan darah lebih dari 20/10 mmHg di
atas tekanan darah target, harus dipertimbangkan pemberian terapi dengan dua kelas obat,
keduanya bisa dengan resep yang berbeda atau dalam dosis kombinasi yang telah disatukan
(tabel 3). Pemberian obat dengan lebih dari satu kelas obat dapat meningkatkan kemungkinan
pencapaian tekanan darah target pada beberapa waktu yang tepat, namun harus tetap
memperhatikan resiko hipotensi ortostatik utamanya pada pasien dengan diabetes, disfungsi
autonom, dan pada beberapa orang yang berumur lebih tua. Penggunaan obat-obat generik
harus dipertimbangkan untuk mengurangi biaya pengobatan.
Saat obat antihipertensi telah diberikan, pasien diharuskan kembali untuk follow paling tidak
dalam interval sebulan sekali sampai tekanan darah target tercapai. Kunjungan yang lebih sering
dibutuhkan untuk pasien dengan kategori hipertensi stage 2 atau jika disertai dengan komplikasi
penyakit penyerta. Pemeriksaan kadar serum kalium dan kreatinin harus dilakukan paling tidak
sebanyak 1-2 kali per-tahun. Setelah tekanan darah mencapai target dan stabil, follow up dan
kunjungan harus dilakukan dalam interval 3-6 bulan sekali. Penyakit penyerta seperti gagal
jantung, dan diabetes dapat mempengaruhi frekuensi jumlah kunjungan. Faktor resiko penyakit
kardiovaskuler lainnya harus diobati untuk mendapatkan nilai tekanan darah target, dan
penghindaran penggunaan tembakau harus dilakukan. Penggunaan aspirin dosis rendah
dilakukan hanya ketika tekanan darah terkontrol, oleh karena resiko stroke hemoragik yang
meningkat pada pasien dengan hipertensi tidak terkontrol.
Tabel 3. Obat-Obat Oral Antihipertensi*
Kelas
Diuretik Tiazide
Loop Diuretik
Diuretik Hemat
Kalium
Aldosteron
Reseptor Bloker
Beta bloker
Klorotiazide (Diuril)
Klortalidone (generik)
Hidroklorotiazide (Mikrozide,
HidroDIURIL)
Polythiazide (Renese)
Indapamide (Lozol)
Metalazone (Mykrox)
Metalazone (Zaroxolyn)
Bumetanide (Bumex)
Furosemide (Lasix)
Torsemid (Demadex)
Amiloride (Midamor)
Triamterene (Dyrenium)
Eplerenone (Inspra)
Spironolakton (Aldactone)
Atenolol (Tenormin)
Betaxolol (Kerione)
Bisoprolol (Zebeta)
Metaprolol (Lopressor)
Metoprolol Extended Release (Toprol
XL)
Nadolod (Corgard)
Dosis
Penggun
aan
(Mg/hari)
125-500
12,5-25
12,5-50
2-4
1,25-2,5
0,5-1,0
2,5-5
Frekuensi
Penggunaan/
hari
0,5-2
20-80
2,5-10
5-10
50-100
50-100
25-50
25-100
5-20
2,5-10
50-100
50-100
40-120
40-160
2
2
1
1-2
1-2
1
1
1
1
1
1-2
1
1
2
1-2
1
1
1
1
1
1
Beta bloker
aktivitas
simpatomimetik
intrinsik
Kombinasi Alpha
dan Beta Bloker
ACEI
Angiotensin II
Antagonis
CCB Non
Dihidropiridin
CCBDihidropiridin
Alpha 1 Bloker
Alpha 2 agonis
sentral dan obat
lainnya yang
bekerja sentral
Vasodilator
Langsung
Propanolol (Inderal)
Propanolol Long acting (Inderal LA)
Timolol (Blocadren)
Acebutolol (Sectral)
Penbutolol (Levatol)
Pindolol (Generik)
Carvedilol (Coreg)
Labetolol (Normodyne, Trandate)
Benazepril (Lotensin)
Captopril (Capoten)
Enalapril (Vasotec)
Fosinopril (Monopril)
lisinopril (Prinivil, Zestril)
moexipril (Univasc)
perindopril (Aceon)
quinapril (Accupril)
ramipril (Altace)
trandolapril (Mavik)
candesartan (Atacand)
eprosartan (Teveten)
irbesartan (Avapro)
losartan (Cozaar)
olmesartan (Benicar)
telmisartan (Micardis)
valsartan (Diovan)
Diltiazem extended release
(Cardizem CD, Dilacor XR, Tiazac)
diltiazem extended release (Cardizem
LA)
verapamil immediate release (Calan,
Isoptin)
verapamil long acting (Calan SR,
Isoptin SR)
verapamilCoer, Covera HS, Verelan
PM)
amlodipine (Norvasc)
felodipine (Plendil)
isradipine (Dynacirc CR)
nicardipine sustained release
(Cardene SR)
nifedipine long-acting
(Adalat CC, Procardia XL)
nisoldipine (Sular)
doxazosin (Cardura)
prazosin (Minipress)
terazosin (Hytrin)
clonidine (Catapres)
clonidine patch (Catapres-TTS)
methyldopa (Aldomet)
reserpine (generic)
guanfacine (Tenex)
hydralazine (Apresoline)
minoxidil (Loniten)
60-180
20-40
1
2
200-800
10-40
10-40
2
1
2
12,5-50
200-800
10-40
25-100
5-40
10-40
10-40
7.5-30
4-8
10-80
2.5-20
1-4
8-32
400-800
150-300
25-100
20-40
20-80
80-320
180-420
120-540
80-320
120-480
120-360
2
2
1
2
1-2
1
1
1
1
1
1
1
1
1-2
1
1-2
1
1
1-2
1
1
2
1-2
1
2,5-10
2,5-20
2,5-10
60-120
30-60
10-40
1
1
2
2
1
1
1-16
2-20
1-20
0,1-0,8
0,1-0,3
250-1000
0,1-0,25
0,5-2
25-100
2,5-80
1
2-3
1-2
2
1 Minggu
2
1
1
2
1-2
Pada Beberapa pasien yang diterapi sekali sehari, efek obat antihipertensi kemungkinan
berkurang ke arah dosis interval akhir (efek sebelumnya). Tekanan darah harus diukur
terlebih dahulu untuk menentukan dosis jika pengontrolan tekanan darah target tercapai.
Sekarang telah tersedia dalam bentuk generik atau dalam proses pembuatan ke bentuk
generik
3.8
Pencegahan
Modifikasi Gaya Hidup
: Suatu cara pencegahan tekanan darah tinggi dan merupakan bagian
yang tidak terabaikan dalam penanganan pasien tersebut. Modifikasi gaya hidup
memperlihatkan dapat menurunkan tekanan darah yang meliputi penurunan berat badan pada
pasien dengan overweight atau obesitas. Berdasarkan pada DASH (Dietary Approaches to Stop
Hypertension), perencanaan diet yang dilakukan berupa makanan yang tinggi kalium dan
kalsium, rendah natrium, olahraga, dan mengurangi konsumsi alkohol. Modifikasi gaya hidup
dapat menurunkan tekanan darah, mempertinggi khasiat obat antihipertensi, dan menurunkan
resiko penyakit kardiovaskuler. Contohnya, konsumsi1600 mg natrium memiliki efek yang sama
dengan pengobatan tunggal. Kombinasi dua atau lebih modifikasi gaya hidup dapat memberikan
hasil yang lebih baik. Berikut adalah uraian modifikasi gaya hidup dalam rangka penanganan
hipertensi.
Tabel 2. Modifikasi Gaya Hidup Dalam Penanganan Hipertensi *
Modifikasi
Rekomendasi
Perkiraan Penurunan
Tekanan Darah Sistolik
(Skala)
Menurunka
n
Berat
Badan
5-20 mmHg/ 10 kg
penurunan Berat Badan
Melakukan
pola diet
berdasarka
n DASH
Diet
Rendah
Natrium
Olahraga
Membatasi
Penggunaa
8 14 mmHg
2-8 mmHg
4 9 mmHg
2
-4 mmHg
n Alkohol
3.9
Prognosis
3.10 Komplikasi
Hipertensi merupakan penyakit primer yang memerlukan penanganan yang tepat sebelum
berkomplikasi ke penyakit lainnya seperti gagal jantung, infark miokard, penyakit jantung
koroner, dan penyakit ginjal yang akhirnya dapat berakhir pada kerusakan organ. Keadaan
hipertensi yang disertai dengan penyakit penyerta ini membutuhkan obat antihipertensi yang
tepat yang berdasarkan pada beragam hasil percobaan klinis. Penanganan dengan kombinasi
obat kemungkinan dibutuhkan. Penentuannya disesuaikan dengan penilaian pengobatan
sebelumnya, tolerabilitas obat serta tekanan darah target yang harus dicapai. Rangkuman
penggunaan obat-obat hipertensi pada beberapa penyakit penyerta dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4. Pedoman Penggunaan Beragam Obat Antihipertensi Pada Pasien Dengan
Faktor Resiko (Penyakit Yang Menyertai)
DASAR PERCOBAAN
KLINIK
REKOMENDASI OBAT
FAKTOR RESIKO INDIKASI
(PENYAKIT YANG
MENYERTAI)*
Gagal Jantung
DIURET
IK
Infark Post-miokard
AC
EI
AR
B
Diabetes
ALDOA
NT
CC
B
B
B
Faktor resiko yang menjadi indikasi penggunaan obat antihipertensi berdasarkan pada
keuntungan yang didapatkan dari penelitian atau pedoman klinik yang ada; faktor resiko ini
dikelola sejalan dengan tekanan darah.
- Kepanjangan Obat : ACEI, angiotensin konverting enzim inhibitor; ARB, angiotensin
reseptor bloker; Aldo ANT, aldosterone antagonis; BB, beta-bloker; CCB, calcium channel
blocker.
Keadaan dari setiap percobaan klinik memperlihatkan keutungan spesifik dari setiap
kelas obat-obat antihipertensi.