Jurnal Hipertensi
Jurnal Hipertensi
Jurnal Hipertensi
1. ANATOMI FISIOLOGI
Anatomi dan Fisiologi Hipertensi dijelaskan pada gambar 1.1
2. PENGERTIAN
a. Hipertensi adalah tekanan sistolik lebih tinggi dari 140 mmHg menetap
atau tekanan diastolic > 90 mmHg. Diagnosis dipastikan dengan
mengukur rata-rata dua atau lebih pengukiran tekanan darah pada waktu
yang terpisah (Engram, 1998).
b. Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya
diatas 140 mmHg dan tekanan diastolnya diatas 90 mmHg (Brunner and
Suddarth, 2001).
c. Hipertensi adalah peningkatan sistole, yang tingginya tergantung umur
individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas
tertentu, tergantung posisi tubuh, umur dan tingkat stress yang dialami
(Tamboyong, 2000).
d. Pada populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160
mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg.
4. KLASIFIKASI
Klasifikasi Stadium hipertensi Menurut Sjaifoellah Noer, (2001) terdiri dari:
a. Stadium 1 (ringan)
Tekanan sistolik antara 140 – 159 mmHg. Tekanan diastolik antara 90-99
mmHg.
b. Stadium 2 (sedang)
Tekanan sistolik antara 160 – 179 mmHg. Tekanan diastolik antara 100 –
109 mmHg.
c. Stadium 3 (berat)
Tekanan sistolik antara 180 – 209 mmHg. Tekanan diastolik antara 110 –
119 mmHg.
d. Stadium 4 (sangat berat)
Tekanan sistolik lebih atau sama dengan 210 mmHg. Tekanan diastolik
antara > 120 mmHg.
Klasifikasi ini tidak untuk seseorang yang memakai obat antihipertensi dan
tidak sedang sakit akut. Apabila tekanan sistolik dan diastolik terdapat pada
kategori yang berbeda. Maka harus dipilih kategori yang tinggi untuk
mengklasifikasi status tekanan darah seseorang.
5. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatif, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan
keluar dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetikolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstruksi pembuluh
darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi renspon pembuluh darahterhadap rangsang vasokonstriktor.
Individu dengan Hipertensi sangat sensitive terhadap noepinifrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat
bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsangan emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivits vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokontriktor
pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah
keginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu
vasokontriktor kuat, yang pada gilirnnya merangsang sekresi aldosteron oleh
korteks adenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus
ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua factor
tersebut mencetuskan keadaan hipertensi. (Bruner & Suddhart, 2001, hal.
898).
6. PATHWAY
Umur Jenis Kelamin Gaya Hidup Obesitas
Arteriosklerosis
Hipertensi
Perubahan struktur
Vasokontriksi
Gangguan sirkulasi
Fatique
Intoleransi aktivitas
7. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Tambayong (2000) gejala dan tanda dapat dikarakteristikkan
sebagai berikut :
1. Sakit kepala
2. Nyeri atau berat di tengkuk
3. Sukar tidur
4. Mudah lelah dan marah
5. Tinnitus
6. Mata berkunang-kunang
7. Epistaksis
8. Gemetar
9. Nadi cepat setelah aktivitas
10. Sesak napas
11. Mual, muntah
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan untuk menegakkan
diagnosa hipertensi menurut Doenges (2000) antara lain :
1. EKG : Hipertropi ventrikel kiri pada keadaan kronis lanjut.
2. Kalium dalan serum : meningkat dari ambang normal.
3. Pemeriksaan gula darah post prandial jika ada indikasi DM.
4. Urine :
a. Ureum, kreatinin : meningkat pada keadaan kronis dan lanjut dari
ambang normal.
b. Protein urine : positif
9. PENATALAKSANAAN
Menurut Engram (1999), penatalaksanaanya antara lain :
1. Pengobatan hipertensi sekunder mendahulukan pengobatan kausal.
2. Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan
darah dengan obat hipertensi.
3. Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang bahkan seumur
hidup.
4. Pengobatan dengan menggunakan standar triple therapy (STT) terdiri dari:
a. Diuretik, misalnya : tiazid, furosemid, hidroklorotiazid.
b. Betablocker : metildopa, reserpin.
c. Vasodilator : dioksid, pranosin, hidralasin.
d. Angiotensin, Converting Enzyme Inhibitor.
5. Modifikasi gaya hidup, dengan :
a. Penurunan berat badan.
b. Pengurangan asupan alkohoL.
c. Aktivitas fisik teratur.
d. Pengurangan masukan natrium.
Penghentian rokok.
10. KOMPLIKASI
Komplikasi menurut Tambayong (2000) yang mungkin terjadi pada
hipertensi adalah sebagai berikut :
1. Payah jantung (gagal jantung)
2. Pendarahan otak (stroke)
3. Hipertensi maligna : kelainan retina, ginjal dan cerabrol
4. Hipertensi ensefalopati : komplikasi hipertensi maligma dengan
gangguan otak.
5. Infark miokardium
Dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerotik tidak dapat
menyuplai cukup oksigen kemiokardium atau apabila terbentuk trombus
yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut.
6. Gagal ginjal
Karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler
ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus darah akan mengalir ke
unit-unit fungsional ginjal. Nefron terganggu dan dapat berlanjut menjadi
hipoksia dan kemataian. Dengan rusaknya membran
glomerulus,proteinakan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik
koloid plasma berkurang,menyebabkan edema,yang sering dijumpai pada
hipertensi kronik.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah”, Edisi 8, Vol
2, Jakarta: EGC
Doenges Marilynn E., et. al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC
Doenges Marilynn E., et. al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta: EGC
Noer Sjaifoellah. 2002. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I. Jakarta: FKUI
Sustiani, Lanny, Syamsir Alam dan Iwan Hadibroto. 2003. Stroke. Jakarta ; PT.
Gramedia Pustaka Utama.
A. DATA SUBYEKTIF
B. DATA OBYEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK
Pengkajian data dasar (Doenges, 2000)
1. Aktivitas : lemah, letih, lesu, takipnea, peningkatan
HR, perubahan irama jantung.
2. Sirkulasi : riwayat hipertensi, palpitasi, kenaikan TD
perubahan warna kulit, suhu dingin, pucat, sianosis, diaporesis.
3. Integritas ego : ansietas, depresi, marah, gelisah, otot
muka tegang, peningkatan pola bicara.
4. Makanan/cairan :BB normal/obesitas, edema.
5. Neurosensori : pusing, sakit kepala, gangguan
penglihatan, epistaksis.
6. Nyeri : nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit
kepala, nyeri abdomen.
7. Pernapasan : dispnea takipnea, riwayat merokok, bunyi
nafas tambahan.
8. Eliminasi : gangguan gunjal saat ini atau yang lalu.
9. Keamanan : gangguan koordinasi, hipotensi postural.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah Cek Gula
Darah
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dx 1 : Nyeri ( sakit kepala ) b.d peningkatan pembuluh darah otak
Tujuan Intervensi Rasional
Setelah diberikan 1. mempertahankan tirah 1. meminimalkan
asuhan baring selama fase akut stimulasi/meningk
keperawatan atkan relaksasi
diharapkan nyeri 2. berikan tindakan non 2. tindakan yang
berkurang dengan farmakologi untuk menurunkan
KH : menghilangkan sakit kepala tekanan vaskuler
-Klien melaporkan mis; kompres dingin pada serebral dan yang
nyeri/ketidaknyam dahi,pijat punggung dan memperlambat/m
anan leher,tenang,redupkan emblok respon
hilang/terkontrol lampu kamar lampu simpatis efektif
kamar,tehnik dalam
relaksasi(panduan menghilangkan
imajinasi,diktraksi) dan sakit kepala dan
aktifitas waktu senggang. komplikasinya.
3. Aktivitas yang
3. Hilangkan/minimalkan meningkatkan
aktivitas vasokontriksi yang vasokontriksi
dapat meningkatkan sakit menyebabkan
kepala mis; mengejan saat sakit kepala pada
BAB,batuk panjang dan adanya
membungkuk. peningkatan
tekanan vascular
serebral.
4. pusing dan
4.Bantu pasien dalam ambulasi penglihatan kabur
sesuai kebutuhan sering
berhubungan
dengan sakit
kepala.pasien
juga dapat
mengalami
episode hipotensi
postural.
5. meningkatkan
kenyamanan
5.berikancairan,makanan umum.kompres
lunak,perawatan mulut yang hidung dapat
teratur bila terjadi mengganggu
pendarahan hidung atau proses menelan
kompres hidung telah atau
dilakukan untuk membutuhkan
menghentikan pendarahan napas dengan
mulut
,menimbulkan
stagnasi sekresi
oral dan
mengeringkan
membrane
mukosa.