LP Laringomalasia

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 30

RS/Ruangan Tgl/Paraf Nilai Tgl/Paraf Nilai Nilai

CI Klinik CI Rata-
Akademik rata

LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERTENSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Praktik
Klinik Keperawatan Gawat Darurat dan Manajemen Bencana Program
Pendidikan Diploma III Keperawatan
Dosen Pembimbing : Triana Dewi Safariah,M.Kep

Disusun Oleh :
DELIANA REGITA Y
19.011
III A

AKADEMI KEPERAWATAN RUMAH SAKIT DUSTIRA CIMAHI


2021

A. Konsep Teori Penyakit


1. Definisi Penyakit
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal pada pemeriksaan tekanan
darah. Penyakit ini dikategorikan sebagai the silent disease karena
penyandang tidak mengetahui dirinya mengidap hipertensi sebelum
memeriksakan tekanan darahnya. (Pratama, Yonata 2016)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan
darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih
dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima
menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes.RI, 2014).
2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Jantung
1) Jantung
System kardiovaskuler terdiri atas jantung, pembuluh darah
(arteri, vena, kapiler) dan sistem limfatik. Fungsi utama
system kardiovaskular adalah mengalirkan darah yang kaya
oksigen ke seluruh tubuh dan memompa darah dari seluruh
tubuh (jaringan) ke sirkulasi paru untuk dioksigenasi
(Aspiani, 2016).
Jantung merupakan organ utama sistem kardiovaskular,
berotot dan berongga, terletak di rongga toraks bagian
mediastunum. Jantung berbentuk seperti kerucut tumpul dan
bagian bawah disebut apeks terletak lebih ke kiri dari garis
medial, bagian tepi terletak pada ruang interkosta IV kiri atau
sekitar 9 cm dari kiri linea medioklavikularis, bagian atas
disebut basis terletak agak ke kanan pada kosta ke III sekitar
1 cm dari tepi lateral sternum. Memiliki ukuran panjang
sekitar 12 cm, lebar 8-9 cm, dan tebal 6 cm. Berat jantung
sekitar 200-425 gram, pada laki-laki sekitar 310 gram dan
pada perempuan sekitar 225 gram (Aspiani, 2016).
Jantung adalah organ muscular yang tersusun atas dua
atrium dan dua ventrikel. Jantung dikelilingi oleh kantung
pericardium yang terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan
visceral (sisi dalam) & lapisan perietalis (sisi luar)
Dinding jantung mempunyai tiga lapisan, yaitu:
a) Epikardium merupakan lapisan terluar, memiliki
struktur yang sama dengan pericardium visceral.
b) Miokardium, merupakan lapisan tengah yang terdiri
atas otot yang berperan dalam menentukan kekuatan
konstraksi.
c) Endokardium, merupakan lapisan terdalam terdiri atas
jaringan endotel yang melapisi bagian dalam jantung
dan menutupi katup jantung
Jantung mempunyai empat katup, yaitu:
a) Trikupidalis
b) Mitralis (katup AV)
c) Pulmonalis (katup semilunaris)
d) Aorta (katup semilunaris)
Jantung memiliki 4 ruang , yaitu atrium kanan, atrium kiri
dan ventrikel kanan. Atrium terletak diatas ventrikel dan
saling berdampingan. Atrium dan ventrikel dipisahkan oleh
katup satu arah. Antara rongga kanan dan kiri dipisahkan
oleh septum.
Gambar 1.1 Anatomi Jantung
2) Pembuluh Darah
Setiap sel didalam tubuh secara langsung bergantung pada
keutuhan dan fungsi system vaskuler, karena darah dari
jantung akan dikiri ke setiap sel melalui system tersebut. Sifat
structural dari setiap bagian system sirkulasi darah sistemik
menentukan peran fisiologinya dalam integrasi fungsi
kardiovaskular. Keseluruhan system peredaran (system
kardiovaskular) terdiri atas arteri, arteriola, kapiler, venula,
dan vena.(Aspiani, 2016)
a) Arteri adalah pembuluh darah yang tersusun atas tiga
lapisan (intima,media,adventisia) yang membawa
darah yang mengandung oksigen dari jantung ke
jaringan.
b) Arteriol adalah pembuluh darah dengan resistensi
kecil yang mevaskularisasi kapiler.
c) Kapiler menghubungkan dengan arteriol menjadi
venula (pembuluh darah yang lebih besr yang
bertekanan lebih rendah dibandingkan dengan
arteriol), dimana zat gizi dan sisa pembuangan
mengalami pertukaran
d) Venula bergabung dengan kapiler menjadi vena
e) Vena adalah pembuluh yang berkapasitas-besar, dan
bertekanan rendah yang membalikkan darah yang
tidak berisi oksigen ke jantung. (Lyndon, 2014)
b. Fisiologi
1) Siklus jantung
Siklus jantung adalah rangkaian kejadian dalam satu irama
jantung. Dalam bentuk yang pailng sederhana, siklus jantung
adalah kontraksi bersamaan kedua atrium, yang mengikuti
suatu fraksi pada detik berikutnya karena kontraksi
bersamaan kedua ventrikel. Sisklus jantung merupakan
periode ketika jantung kontraksi dan relaksasi.
Satu kali siklus jantung sama dengan satu periode sistole
(saat ventrikel kontraksi) dan satu periode diastole (saat
ventrikel relaksasi). Normalnya, siklus jantung dimulai
dengan depolarisasi spontan sel pacemarker dari SA node dan
berakhir dengan keadaan relaksasi ventrikel. Pada siklus
jantung, systole (kontraksi) atrium diikuti sistole ventrikel
sehingga ada perbedaan yang berarti antara pergerakan darah
dari ventrikel ke arteri. Kontraksi atrium akan diikuti
relaksasi atrium dan ventrikel mulai ber kontraksi.
Kontraksi ventrikel menekan darah melawan daun katup
atrioventrikuler kanan dan kiri dan menutupnya. Tekanan
darah juga membuka katup semilunar aorta dan pulmonalis.
Kedua ventrikel melanjutkan kontraksi, memompa darah ke
arteri. Ventrikel kemudian relaksasi bersamaan dengan
pengaliran kembali darah ke atrium dan siklus kembali.

2) Tekanan darah
Tekanan darah (blood pressure) adalah tenaga yang
diupayakan oleh darah untuk melewati setiap unit atau daerah
dari dinding pembuluh darah, timbul dari adanya tekanan
pada dinding arteri. Tekanan arteri terdiri atas tekanan
sistolik, tekanan diastolik, tekanan pulsasi, tekanan arteri
rerata. Tekanan sistolik yaitu tekanan maksimum dari darah
yang mengalir pada arteri saat ventrikel jantung berkontraksi,
besarnya sekitar 100-140 mmHg. Tekanan diastolic yaitu
tekanan darah pada dinding arteri pada saat jantung relaksasi,
besarnya sekitar 60-90 mmHg.
Tekanan pulsasi merupakan reflek dari stroke volume dan
elastisitas arteri, besarnya sekitar 40-90 mmHg. Sedangkan
tekanan arteri rerata merupakan gabungan dari tekanan
pulsasi dan tekanan diastolic yang besarnya sama dengan
sepertiga tekanan pulsasi ditambah tekanan diastolik.
Tekanan darah sesungguhnya adalah ekspresi dari tekanan
systole dan tekanan diastole yang normal berkisar120/80
mmHg. Peningkatan tekanan darah lebih dari normal disebut
hipertensi dan jika kurang normal disebut hipotensi. Tekanan
darah sanagat berkaitan dengan curah jantung, tahanan
pembuluh darah perifer ( R ). Viskositas dan elastisitas
pembuluh darah (Aspiani, 2016)
3. Etiologi
Penyebab hipertensi dapat dikategorikan dalam :
1. Berdasarkan penyebab (Endang Triyanto, 2014: 9) dibagi menjadi
dua:
a. Hipertensi Primer (Hipertensi Esensial)
Hipertensi yang penyebabnya tidak diketahui
(idiopatik), walaupun dikaitkan dengan kombinasi faktor
gaya hidup seperti kurang bergerak (inaktivitas) dan pola
makan. Terjadi pada sekitar 90% penderita hipertensi.
Biasanya terjadi pada usia 30-50 tahun. Pada hipertensi
primer tidak ditemukan penyakit renovaskuler,
aldosveronism, gagal ginjal, atau penyakit lain, genetik dan
ras, merupakan bagian yang menjadi penyebab timbulnya
hipertensi primer.
b. Hipertensi Sekunder (Hipertensi Non Esensial)
Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Pada
sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah
penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah
kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya
pil KB). Golongan terbesar dari penderita hipertensi adalah
hipertensi esensial, serta pengobatannya lebih banyak
ditujukan ke penderita hipertensi esensial.
2. Berdasarkan bentuk Hipertensi
Berdasarkan bentuknya hipertensi dibagi menjadi
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension), Hipertensi campuran
(sistol dan diastol yang meninggi), & Hipertensi sistolik (isolated
systolic hypertension).
Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang
spesifik, hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan kardiac
output atau peningkatan tekanan perifer, namun ada beberapa
faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi,
a. Usia
Salah satu faktor risiko hipertensi adalah
penambahan usia. Ini biasanya disebabkan oleh perubahan
alamiah didalam tubuh yang mempengaruhi jantung,
pembuluh darah dan hormon. Hipertensi yang terjadi pada
usia 35 tahun akan menaikkan insiden penyakit arteri
coroner dan kematian premature.

b. Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga erat kaitannya terhadap
hipertensi dimana umumnya insiden pada pria lebih tinggi
dari pada wanita, namun pada usia pertengahan dan lebih
tua. Insiden pada wanita akan meningkat sehingga pada
usia diatas 65 tahun ketika wanita mengalami menopause,
insiden pada wanita lebih tinggi.
c. Stress
Stress berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi
esensial. Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga
melalui aktivitas saraf simpatis yang dimana jika
mengalami stress berkepanjangan dapat mengakibatkan
tekanan darah tinggi.
d. Obesitas
Ketidak seimbangan antara konsumsi kalori dengan
kebutuhaan yang disimpan dalam bentuk lemak dapat
menyebabkan jaringan lemak inaktif sehingga beban kerja
jantung meningkat. Akibatnya para penderita obesitas
cenderung menderita penyakit kardiofaskuler seperti
hipertensi dan diabetes melitus.
e. Riwayat Keluarga
Seseorang dengan kedua orang tuanya
hipertensi akan memilki 50-70% kemungkinan menderita
hipertensi, sedangkan bila orang tuanya tidak menderita
hipertensi hanya 4-20% kemungkinan menderita
hipertensi.
f. Gaya Hidup
Gaya hidup seperti kebiasaan merokok, minum
minuman ber alkohol, dan kurang olahraga dapat
memepengaruhi peningkatan hipertensi.

3. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak dipusat vasomotor pada medulla diotak. Dari pusat
vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke
korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak kebawah melalui
system saraf simpatis ke ganglia simpatis.
Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan asetilkolin, yang
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana
dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh
darah. Berbagai factor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriktor. Klien dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norepineprin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut dapat terjadi.
Pada saat bersamaan ketika system saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula
adrenal menyekresi epineprin, yang menyebabkan vasokonstriksi.
Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke
ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin yang dilepaskan
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II , vasokontriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan
volume instravaskuler. Semua factor tersebut cenderung menyebabkan
hipertensi (Aspiani, 2016)

4. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan
dengan peningkatan tekanan darah. Selain penentuan tekanan arteri
oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak
akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai
hipertensi yaitu nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya
ini merupakan gejala terlazim yang dialami kebanyakan pasien
yang mencari pertolongan medis. Tanda gejala hipertensi berat atau
menahun dan tidak terobati akan timbul gejala seperti sakit kepala,
lemas dan kelelahan, sesak napas, gelisah & mual dan muntah
(Nurarif, A.H & Hardhi Kusuma, 2015)
5. Pemeriksaan Diagnostik
a) Laboratorium
1) Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal
2) Kreatinin serum dan BUN meningkat pada hipertensi karena
parenkim ginjal dengan gagal ginjal akut.
3) Darah perifer lengkapKimia darah (kalium, natrium, keratin, gula
darah puasa)
b) EKG
1) Hipertrofi ventrikel kiri
2) Iskemia atau infark miocard
3) Peninggian gelombang P
4) Gangguan konduksi
c) Foto Rontgen
1) Bentuk dan besar jantung Noothing dari iga pada koarktasi aorta.
2) Pembendungan, lebar paru
3) Hipertrofi parenkim ginjal
4) Hipertrofi vascular ginjal (Aspiani, 2016)
6. Penatalaksanaan
a. Penatalaksaan Medis
Yang diterapkan pada penderita hipertensi adalah :
a. Terapi oksigen
b. Pemantauan hemodinamik
c. Pemantauan jantung
d. Obat-obatan/farmakologis
e. Terapi Farmakologis
a. Diuretik seperti Chlorthalidon, Hydromox, Lasix, Aldactone,
Dyrenium. Diuretic bekerja melalui berbagai mekanisme untuk
mengurangi curah jantung dengan mendorong ginjal
meningkatkan ekskresi garam dan airnya.
b. Penyekat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot pada
jantung atau arteri. Sebagian penyekat saluran kalsium bersifat
lebih spesifik untuk saluran lambat kalsium otot jantung;
sebagian yang lain lebih spesifik untuk saluran kalsium otot 13
polos vascular. Dengan demikian, berbagai penyekat kalsium
memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan
kecepatan denyut jantung, volume sekuncup, dan TPR.
c. Penghambat enzim menghambat angiotensin 2 atau inhibitor
ACE berfungsi untuk menurunkan angiotensin 2 dengan
menghambat enzim yang diperlukan untuk mengubah
angiotensin 1 menjadi angiotensin 2. Kondisi ini menurunkan
darah secara langsung dengan menurunkan TPR, dan secara
tidak langsung dengan menurunkan sekresi aldosterone, yang
akhirnya menigkatkan pengeluaran natrium pada urin kemudian
menurunkan volume plasma dan curah jantung.
d. Antagonis (penyekat) respetor beta (β-blocker), terutama
penyekat selektif, bekerja pada reseptor beta di jantung untuk
menurunkan kecepatan denyut dan curah jantung.
e. Antagonis reseptor alfa (β-blocker) menghambat reseptor alfa di
otot polos vascular yang secara normal berespon terhadap
rangsangan saraf simpatis dengan vasokonstriksi. Hal ini akan
menurunkan TPR.
f. Vasodilator arterior langsung dapat digunakan untuk
menurunkan TPR. Misalnya: Natrium, Nitroprusida, Nikardipin,
Hidralazin, Nitrogliserin, dan lain-lain.
7. Komplikasi
Menurut (Trianto, 2014) Kompikasi hipertensi:
a. Penyakit jantung
Komplikasi seperti infark miokard, angina pectoris, &
gagal jantung.
b. Ginjal
Penyebab terjadinya gagal ginjal dikarenakan kerusakan
progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal,
glomerulus. Rusaknya glomerulus mengakibatkan darah akan
mengalir ke unit-unit fungsional ginjal dan nefron akan terganggu
sehingga menjadi hipoksik dan kematian.
c. Otak
Komplikasi pada otak biasanya berupa stroke dan serangan
iskemik. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-
arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal
sehingga aliran darah ke daerah yang diperdarahi berkurang.
d. Mata
Komplikasi pada mata biasanya berupa perdarahan retina,
gangguan penglihatan, hingga kebutaan.
e. Kerusaka pada pembuluh darah arteri
Jika hipertensi tidak terkontrol, dapat terjadi kerusakan dan
penyempitan arteri atau yang sering disebut dengan aterosklerosis
dan arterosklerosis (pengerasan pembuluh darah). (Jasa, Saleh, &
Rahardjo, n.d.)

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Primary Survey
1) Airway
a) Yakinkan kepatenan jalan napas
b) Berikan alat bantu napas jika perlu
c) Jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli
anestesi dan bawa segera mungkin ke ICU
2) Breathing
a) Kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali per menit merupakan
gejala yang signifikan
b) Kaji saturasi oksigen
c) Periksa gas darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan
kemungkinan asidosis
d) Berikan 100% oksigen melalui non re-breath mask
e) Auskulasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada
periksa foto thorak
3) Circulation
a) Kaji denyut jantung, >100 kali per menit merupakan tanda
signifikan
b) Monitoring tekanan darah (biasanya pada pasien Hipertensi
mengalami perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi))
c) Pasang infuse dengan menggunakan canul yang besar
d) Berikan cairan koloid – gelofusin atau haemaccel
e) Pasang kateter
f) Lakukan pemeriksaan darah lengkap
g) Catat temperature, kemungkinan pasien pyreksia atau
temperature kurang dari 36oC
h) Siapkan pemeriksaan urin dan sputum
i) Berikan antibiotic spectrum luas sesuai kebijakan setempat.
4) Disability
Lemah merupakan salah satu tanda pertama pada pasien
hipertensi padahal sebelumnya tidak ada masalah (sehat dan baik).
Kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU.
5) Exposure
Jika sumber infeksi tidak diketahui, cari adanya cidera, luka
dan tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
Setelah ABCDE selesai maka lakukan Re-Evaluasi terhadap
pasien
b. Secondary survey
1) Anamnesa S-A-M-P-L-E
Setelah primary survey selesai, lakukan secondary survey yang
lebih terperinci, yang mencangkup pengkajian dari kepala ke kaki
(head to toe). Bagian ini dari pemeriksaan untuk mengidentifikasi
semua cidera yang diderita oleh pasien. Lakukan pengkajian tanda-
tanda vital lengkap termasuk pernafasan, denyut nadi, tekanan
darah, dan temperatur. Jika saat pengkajian ada trauma dada
dapatkan tekanan darah pada kedua lengan. Secondary survey
dilakukan dengan pengkajian history, vital sign dan pysical
examination. History, dilakukan menggunakan metode yang
dinamakan SAMPLE, S (sign/symptoms yaitu tanda dan gejala), A
( Allergies, alergi), M (Medications, pengobatan), P (Past medical
history, riwayat penyakit), L (Last oral intake, makanan yang
dikonsumsi terakhir), E (Even prior to the illness or injury,
kejadian sebelum sakit). Poin tersebut dikembangkan
menggunakan skala OPQRS. O (onset), P ( Provocation), Q
(Quality), R (Radiation), S (severity), T (Timing). Vital sign,
dilakuakan pengkajian lebih dalam , meliputi, pulse, respiration
rate, blood pressure, temperatur. Pysical examination, dilakukan
dengan pemeriksaan fisik lengkap yaitu head to toe.
2) Pemeriksaan fisik
a) Kondisi Umum
Pengkajian pada keadaan umum ini dapat meliputi keadaan
sakit termasuk pada ekpresi wajah dan posisi pasien, kesadaran
yang meliputi penilaian secara kualitatif seperti komposmentis,
apatis, delirium, somnolen, sopor dan koma (Hidayat &
Musrifah, 2014).
(1) Periksa Kesadaran menggunakan Glasgow Coma Scale
(2) Tanda-tanda Vital
Denyut nadi : Takikardi atau bahkan bradikardi
TD : Menurun dengan perubahan posisi jika tidak
hipotensif 
Suhu : Hipertermi atau hipotensi
Respirasi : >24
Saturasi Oksigen : Bisa terjadi penurunan
b) Sistem Respirasi
Mengkaji pergerakan pernapasan seperti kualitas, karakter,
irama, frekuensi, kedalaman dan akan dikatakan normal apabila
irama, reguler, frekuensi nafas sesuai irama dan perlu di
perhatikan apabila frekuensi napas abnormal, kedalaman
dangkal, irama tidak teratur, sulit bernafas, atau pernafasan
bising/ mendengkur dan kondisi ini harus segera ditangani
(Marni, 2014).
c) Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi
Lakukan pemeriksaan dengan cara inspeksi, palpasi,
auskultasi. Inspeksi seperti mengobservasi dinding dada dari
sebuah sudut. Palpasi adapun tujuannya untuk menentukan
lokasi impuls apikal (apeks). Palpasi kulit untuk mengetahui
waktu pengisian kapiler (CRT) dengan cara tekan kulit sedikit
pada sisi tengah, misalnya dahi, kaki/tangan, kaji waktu yang
diperlukan untuk kembali ke warna kulit aslinya. Auskultasi
bunyi jantung, evaluasi kualitas, intensitas, frekuensi, dan
irama jantung (Marni, 2014).
(1) Periksa JVP : meningkat atau menurun? (mungkin
memerlukan pemeriksaan CVP atau PCWP jika tidak
yakin)
(2) Periksa turgor kulit
(3) Periksa denyut nadi, TD (perubahan postural) dan pulsus
paradoksus (penurunan tekanan sistolik saat inspirasi)
(4) Periksa semua kemungkinan sumber kehilangan volume
(misalnya murmur) gesekan pleura (misalnya PE), tanda
Kussmaul (kenaikan JVP saat inspirasi menunjukkan
kontriksi/temponade perikard), sianosis, atau peningkatan
laju pernapasan.
(5) Pasang jalur vena dengan selang berdiameter besar,
berikan cairan intravena lansung sambil memantau dengan
ketat, dan ambil darah untuk cross-match, serta tegakkan
diagnosis akurat. Periksa dengan teliti status hidrasi.
d) Sistem Persyarafan
Menurut teori Nurarif & Kusuma (2015), Ada tidaknya
gangguan neurologis seperti kejang, kekakuan otot, tremor,
paralisis, pemeriksaan reflek fisiologis, reflek patologis:
a) Tes Fungsi Cerebral
(1) Kesadaran
Kualitas : Tingkat kesadaran di bagi menjadi
beberapa golongan yaitu Komposmentis (normal),
Somnolen (kesadaran dapat pulih apabila di rangsang),
Sopor (kesadaran dapat pulih apabila di rangsang namun
akan cepat menurun), Koma ringan (Pasien sama sekali
tidak dapat dibangunkan tetapi reflek kornea, pupil, dsb,
masih baik), Koma (Tidak ada gerakan spontan, meskipun
di beri rangsangan yang kuat). Pada penderita cedera
kepala tidak semuanya akan mengalami penurunan
kesadaran. Penurunan kesadaran dapat terjadi apabila
pasien mengalami cedera kepala berat.
Kuantitas : Mengukur kesadaran pasien dengan cara
menilai respon pasien terhadap rangsang yang diberikan
perawat dengan menggunakan test Glasglow Coma Scale.
Nilai GCS tertinggi adalah 15 dan terendah adalah 3, GCS
9 tidak koma dan <8 adalah koma.
(2) Status Mental
(a) Orientasi
Tes orientasi ada beberapa cara pemeriksaan yaitu :
Orientasi terhadap orang dengan cara tanyakan
kepada pasien ”siapakah yang ditunjuk oleh perawat”.
Perawat menunjuk orang yang sangat dikenal oleh
pasien.
Orientasi terhadap tempat: ”tanyakan kepada
pasien dimana ia sedang beradan sekarang, di kota apa,
dst” .
Orientasi terhadap waktu: ”tanyakan kepada
pasien hari atau tanggal sekarang, tanyakan apakah
sekarang pagi, siang atau sore?”.
(b) Daya Ingat
Cara pemeriksaan ada 2 yaitu:
Memori baru (Recent memory):
Tunjukkan 3 buah benda yang sudah dikenal
pasien (seperti sendok, gelas, jam tangan, pulpen, dsb)
lalu alihkan pembicaraan kepada hal-hal yang disukai
pasien setelah itu tanyakan kembali benda-benda apa
yang tadi diperlrihatkan oleh pemeriksa.
Memori jangka panjang (Postem memori):
Tanyakan kepada pasien kapan ulang tahunnya,
tanggal, bulan dan tahun berapa, tahun berapa pasien
lulus SD, berapa usia istri pasien sekarang, dsb.
(c) Perhatian dan Perhitungan
Pemeriksa menyebutkan suatu angka, kemudian
minta pasien untuk menyebutkan lima angka kedepan
atau lima angka kebelakang.
Minta pasien untuk menjawab soal yang
diajukan oleh pemeriksa, seperti, 5 + 5 berapa?,
ditambah 5 lagi berapa? Dst dan perlu di ingat mengetes
pasien harus melihat latar belakang pendidikan pasien.
(d) Fungsi Bahasa dan Bicara
Motorik bicara dengan cara, mintalah pasien
untuk mengulangi kata-kata yang diucapkan oleh
pemeriksa.
b) Tes Fungsi Syaraf Kranial
Menurut Mutaqqin (2018), pemeriksaan tes fungsi syaraf
kranial meliputi :
(1) Nervus I (Olfaktorius)
Pada beberapa pasien dengan keadaan trauma pada
kepala di daerah yang merusak anatomis dan fisiologis
saraf ini klien dapat mengalami gangguan pada fungsi
penciuman/ anodmia ulateral atau bilateral
(2) Nervus II (Optikus)
Pasien dengan trauma kepala dengan kondisi
hematoma palpebral akan menurunkan fungsi penglihatan
dan menganggu fungsi nervus optikus.
(3) Nervus III (Okulomotorius), IV (Trochlearis), VI
(Abdusen)
Gangguan mengangkat kelopak mata pada pasien
dengan adanya cedera kepala, terutama pada pasien yang
mengalami kerusakan fisik pada rongga orbital.
(4) Nervus V (Trigeminus)
Beberapa pasien denga trauma kepala dapat
menyebabkan pasralisis nervus trigeminus, dan
didapatkan penurunan kordinasi gerakan mengunyah.
(5) Nervus VII (Fasialis)
Pada pasien dengan trauma kepala presepsi
pengecapan mengalami perubahan.
(6) Nervus VIII (Auditorius)
Jika trauma tidak melibatkan saraf vestibulokokus,
perubahan fungsi pendengaran pada pasien dengan cedera
kepala ringan biasanya tidak berkurang.
(7) Nervus IX (Glosofaringeus) dan X (Vagus)
Pasien dengan cedera kepala bisanya kemampuan
menelan kurang baik dan kesukaran membuka mulut
(8) Nervus XI (Assesorius)
Pada pasien dengan cedera kepala bila tidak
melibatkan trauma pada bagian leher maka moblitas
pasien akan baik.
(9) Nervus XII (Hipoglosus)
Pada pasien dengan cedera kepala biasanya
mengalmi perubahan pada indra pengecapan.
c) Pemeriksaan Motorik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk memeriksa kekuatan
otot apakah normal atau tidak. Pada pasien cedera kepala
biasanya tidak memiliki kelemahan di bagian otot.

d) Tes Fungsi Sensori


(1) Sensasi nyeri
Pasien dapat membedakan sensasi tajam atau tumpul
yang diberikan.
(2) Sentuhan
Pasien dapat membedakan rasa raba kasar dan halus
dengan cara menggunakan sepotong kertas dan kasa lalu
di sentuhkan ke bagian seluruh tubuh dengan acak. Pada
pasien cedera kepala biasanya tidak mempunyai gangguan
tes fungsi sensori di bagian sentuhannya.
(3) Diskriminasi
(a) Stereognosis
Membedakan kedua benda yang diletakan di
telapak tangan pasien dengan kedua mata tertutup.
(b) Graphestesia
Menebak 2 angka yang ditulis pada telapak
tangan dengan mata tertutup.
(c) Two Point stimulation
Menebak 2 titik yang dibuat ditelapak tangan
dengan mata tertutup.
e) Tes Fungsi Cerebelum
Tes ini dilakukan untuk memeriksa keseimbangan
pasien dengan cara memerintahkan pasien untuk berdiri atau
berjalan. Pada pasien cedera kepala biasanya pada kondisi
tertentu dapat menyebabkan gangguan keseimbangan.
f) Tes Fungsi Reflek
Tes ini dilakukan untuk memriksa reflek pasien
apakah bagus atau tidak.
(1) Refleks Fisiologis
Menurut Mutaqqin (2018), reflek fisiologis yang
dilakukan meliputi :
(a) Reflek bisep
Tes reflek ini dilakukan yang bertujuan untuk
mengetes apakah bisep pasien normal atau tidak. Pada
pasien cedera kepala tidak ditemukan gangguan di bagian
reflek bisep.
(b) Refleks trisep
Tes reflek ini dilakukan yang bertujuan untuk
mengetes apakah trisep pasien normal atau tidak yang
dilakukan diatas siku. Pada pasien cedera kepala tidak
ditemukan gangguan di bagian reflek trisep.
(c) Reflek Brachioradialis
Tes reflek ini dilakukan yang bertujuan untuk
mengetes apakah brachioradialis pasien normal atau tidak
yang dilakukan di 5cm di atas pergealangan tangan. Pada
pasien cedera kepala tidak ditemukan gangguan di bagian
reflek brachioradialis.
(d) Reflek Patella
(e) Reflek achilles
Tes reflek ini dilakukan yang bertujuan untuk
mengetes apakah achiles pasien normal atau tidak yang
dilakukan di atas tumit kaki. Pada pasien cedera kepala
tidak ditemukan gangguan di bagian reflek achiles.
(2) Reflek patologis
Reflek babynski
Tes reflek ini dilakukan yang bertujuan untuk
mengetes apakah babynski pasien normal atau tidak yang
dilakukan di telapak kaki. Pada pasien cedera kepala tidak
ditemukan gangguan di bagian reflek babynski.
e) Sistem Urinaria
Sistem eliminasi urine dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu
sistem eliminasi urine atas yang terdiri atas ginjal dan ureter,
serta sistem eliminasi urine bagian bawah yang terdiri atas
vesika urinaria, uretra, dan otot dasar pelvis. Urine akan
dikeluarkan melalui meatus uretra (Debora, 2017).
f) Sistem Gastrointestinal
(1) Inspeksi abdomen terhadap kesimetrisan, adanya masa
yang terlihat atau tidak. Perhatikan warna pada abdomen,
perhatikan adanya pembesaran organ seperti hepatomegali
dan spinomegali, perhatikan bising usus. Palpasi adanya
nyeri tekan pada hepar dan ginjal. Perkusi untuk
mengetahui ukuran hepar, adanya asites atau tidak. Pada
umumnya perkusi abdomen adalah timpani. Adanya air
akan muncul suara pekak/redup misalnya pada asites,
sedangkan timbunan udara akan menghasilkan suara
hipertimpani, misalnya pada kondisi kembung (Mulyani,
2013).
(2) Periksa dengan teliti tanda-tanda atau sumber sepsi dan
patologi abdomen (misalnya konsolidasiparu, meningismus,
abses, ruam, nyeri tekan abdomen, nyeri lepas, tahanan, dan
ileus).
g) Sistem Reproduksi
Di inspeksi kebersihannya, warna, adanya luka atau tidak,
adanya kelainan atau tidak. Inspeksi kondisi kulit dan
penampilan umum. Palpasi adanya benjolan pada payudara
atau tidak (Debora, 2017).
h) Sistem Endokrin dan Imunologi
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah inspeksi dan palpasi.
Dilihat beberapa pemeriksaan khusus, yaitu pemeriksaan
kelenjar limfe, pemeriksaan deviasi trakea, dan pemeriksaan
kelenjar tiroid (Debora, 2017)
i) Sistem Integumen dan Muskuloskeletal
Menurut Marni (2014), Inspeksi kaki dan tangan. Kaji bentuk
tulang adanya kelainan atau tidak, kesimetrisan, ukuran, suhu,
warna, mobilitas dan nyeri tekan. Mengkaji keadaan kulit,
kelembapan, tekstur, turgor, warna dan fungsi perabaan.
Mengkaji keadaan luka pada pasien post operasi (Manurung,
2018).
(3) Periksa tanda-tanda yang sesuai dengan reaksi anafilaktik :
ruam, edema oral dan laring, serta stridor.Periksa tanda-
tanda penyakit Addison : pigmentasi palmar, bukal, dan
tanda-tanda penggunaan kortikosteroid sebelumnya.
(4) Warna kulit (pucat)
(5) Periksa membran mukosa (kering)

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


a. Nyeri akut
b. Perfusi jaringan tidak efektif
c. Defisit pengetahuan
3. Intervensi Keperawatan
NO. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri akut b.d Tingkat Nyeri L.08066 Manajemen nyeri 1.08238
peningkatan tekanan Setelah dilakukan tindakan Observasi - Untuk mengetahui
vaskuler selebral dan keperawatan, diharapkan tingkat - Identifikasi lokasi, lokasi, karakteristik,
iskemia nyeri meningkat dengan kriteria karakteristik, durasi, durasi, kualitas,
hasil frekuensi, kualitas, intensitas nyeri yang
Indikator Awal Target intensitas nyeri dirasakan klien
Tekanan 2 4 - Identifikasi faktor - Untuk mengetahui
darah yang memperberat faktor apa saja yang
Frekuensi 2 4 dan memperingan dapat memperberat
nadi nyeri dan memeringan nyeri
klien
- Monitor efek - Untuk mengetahui
samping penggunaan perkembangan terapi
analgetik yang diberikan
Terapeutik - Membantu
- Berikan teknik mengurangi nyeri
nonfarmkologis yang dirasakan klien
untuk mengurangi serta membantu klien
rasa nyeri mengontrol rasa
nyerinya
- Lingkungan bisa
- Kontrol lingkungan menjadi pemicu
yang memperberat meningkatnya derajat
rasa nyeri nyeri
- Untuk mengurangi
- Fasilitasi istirahat rasa nyeri yang
dan tidur dirasakan pasien.

- Memberikan
Edukasi
penjelasan akan
- Jelaskan penyebab,
menambah
periode dan pemicu
pengetahuan klien
nyeri
tentang nyeri.

- Membantu
Kolaborasi
- Kolaborasi mengurangi rasa nyeri
pemberian analgetik yang dialami klien
2. Perfusi perifer tidak Perfusi perifer L.02011 Perawatan sirkulasi
efektif b.d Setelah dilakukan tindakan 1.02079 - Untuk mengetahui
peningkatan tekanan keperawatan, diharapkan perfusi Observasi faktor resiko
darah perifer membaik dengan kriteria - Identifikasi faktor gangguan sirkulasi
hasil ; resiko gangguan pada klien
Indikato Awal Target sirkulasi
r Terapeutik - Untuk mencegah

Tekanan 2 4 - Hindari pengukuran terjadinya tekanan

darah tekanan darah pada pada ekstremitas

sistolik ekstremitas dengan dengan keterbatasan

Tekanan 2 4 keterbatasan perfusi perfusi

darah Edukasi
- Membantu
diastolik - Anjurkan
menurunkan tekanan
menggunakan obat
darah klien
penurun tekanan
darah - Membantu
mempercepat proses
- Anjurkan minum penyembuhan klien
obat pengontrol
tekanan darah secara
teratur
3. Defisit pengetahuan Tingkat pengetahuan L.12111 Edukasi kesehatan
b.d kurang terpapar Setelah dilakukan tindakan 1.12383 - Memahami
informasi keperawatan, diharapkan tingkat Observasi kemampuan pasien
pengetahuan menurun dengan - Identifikasi kesiapan dalam menerima
kriteria hasil : dan kemampuan informasi
Indikator Awal Target menerima informasi
Pertanyaa 2 4 Terapeutik - Mempermudah pada

n tenatang - Sediakan materi dan saat akan menjelaskan

masalah media pendidikan mengenai materi

yang
- Agar lebih efisien
dihadapi
terhadap kondisi
Persepsi 2 4 - Jadwalkan
kesehatan klien
yang pendidikan

keliru kesehatan sesuai - Mengetahui sejauh


terhadap kesepakatan mana pemahaman
masalah - Berikan kesempatan klien
untuk bertanya
- Membantu
Edukasi
pemahaman pasien
- Jelaskan faktor
mengenai faktor
resiko yang dapat
resiko apa saja yang
mempengaruhi
dapat mempengaruhi
kesehatan
kondisi kesehatannya
saat ini
DAFTAR PUSTAKA
Ade Yonata,Arif Satria Putra Pratama. 2016. Majority. Hipertensi sebagai
Faktor Pencetus Terjadinya Stroke
Aspiani, R. yuli. (2016). Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Kardiovaskular
Debora. (2017). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Selemba
Medika.
Dilakukan Vp-Shunt Emergensi Outcome Of Patients With Intracerebral
And Intraventricular Haemorrhage After An Emergency Vp-Shunt
InsertioN. 1(3), 158–162.
Hidayat, & Musrifah. (2014). Pengantar Kebutuhan Dasar (2nd ed.).
Selemba Medika.
Jasa, Z. K., Saleh, S. C., & Rahardjo, S. (n.d.). Dan Intraventrikular Yang
Manurung, N. (2018). Keperawatan Medikal Bedah Mind Mapping
NANDA NIC NOC. CV. Trans Info Media.
Marni. (2014). Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Gangguan
Pernapasan. Gosyen Publising.
Marni. (2014). Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Gangguan
Pernapasan. Gosyen Publising.
Mulyani, D. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan.
Kencana.
Mutaqqin, A. (2018). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Selemba Medika.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). ASUHAN KEPERAWATAN
BERDASARKAN DIAGNOSA MEDIS & NANDA. MediAction.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2015. Handbook Health Student.
Yogyakarta. Media
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). DPP PPNI.
PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2018). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia
PPNI, Tim Pokja SIKI DPP. (2018). Standar Intervensi Keperawatan.
Saputra, Lyndon. (2014). Buku Saku Keperawatan
Kardiovaskular.Tanggerang Selatan: Binarupa Aksara Publisher.
Trianto,(2014). Pelayanan Peperawatan Pagi Penderita Hipertensi. Jakarta:
Bumi

Anda mungkin juga menyukai