Pengelolaan Perioperatif Penderita Diabetes Melitus
Pengelolaan Perioperatif Penderita Diabetes Melitus
Pengelolaan Perioperatif Penderita Diabetes Melitus
DEFINISI
Diabetes Melitus (DM) adalah sindrom yang ditandai dengan gangguan metabolisme dan peningkatan gula darah secara tidak
normal disebabkan oleh level yang rendah dari hormon insulin atau resistensi abnormal terhadap insulin sementara kompensasi
peningkatan sekresinya tidak adekuat. Ciri khas gejalanya adalah produksi urin, rasa haus dan lapar yang berlebihan, penglihatan kabur,dan
badan lemah. Selain itu DM dapat menyebabkan komplikasi kronis termasuk gagal ginjal, penyakit jantung,gangguan neurologi, gangguan
penyembuhan luka dan kebutaan. 1
KLASIFIKASI
Diabetes Melitus diklasifikasikan sbb:
1.
DM tipe 1, ditandai dengan hilangnya sel-sel beta penghasil insulin di pulau langerhans kelenjar pancreas, onset dapat terjadi saat
anak-anak atau dewasa, tanpa insulin eksogen mudah terjadi diabetes ketoasidosis, disebabkan infeksi dan autoimun
2.
DM tipe 2, ditandai dengan resisten atau berkurangnya sensifitas sel terhadap insulin sementara sekresi insulin relatif kurang,
onset saat dewasa, dapat dikontrol dengan pengaturan pola makan, olah raga, dan obat oral, penyebab berhubungan dengan usia,
kegemukan dan riwayat keluarga.
3.
Diabetes Gestasional, ditandai dengan respon dan sekresi insulin yang berkurang, biasanya onset pada trimester-2 atau 3 dari 25% kehamilan, biasanya diterapi dengan pengaturan pola makan dan insulin, dan umumnya sembuh setelah bayi lahir.
4.
Tipe lain, mencakup diabetes melitus yang penyebabnya tidak termasuk pada ketiga tipe diatas seperti: mutasi gen, insulin
abnormal, penyakit pancreas, obat dan lain-lain. 1
Tubuh mengatasi peningkatan level glukosa dalam darah (hiperglikemia) dengan menyerap air dari dalam sel sehingga kadar
glukosa darah mengalami dilusi selanjutnya diekskresi di urin. Hal ini manyebabkan rasa haus yang menetap dan produksi urine yang
berlebihan. Pada saat yang sama terjadi puasa sel terhadap glukosa dan memberi signal ke tubuh untuk mendapatkan makanan yang lebih
banyak sehingga pasien merasakan lapar yang berlebihan.
Untuk mendapatkan energi sel menggunakan protein dan lemak. Penguraian protein dan lemak menghasilkan kompleks asam
yang disebut keton. Keton dapat diekskresi di urine. Peningkatan keton di dalam darah dapat menyebabkan kondisi ketoasidosis yang bila
tidak ditangani menyebabkan koma dan kematian. 3
PENYEBAB
Penyebab DM belum jelas, tampaknya kedua faktor baik herediter maupun lingkungan berperan didalamnya. Penelitian
menunjukkan beberapa penderita DM memiliki tanda genetik yang sama. Pada tipe 1 sistim imun, sistim pertahanan tubuh melewan infeksi
yang disebabkan virus atau mikroorganisme lain, merusak sel-sel pankreas yang menghasilkan insulin.
Pada tipe 2 DM, umur, kegemukan, dan riwayat keluarga memegang peranan penting. Pankreas mungkin memproduksi cukup
insulin tetapi sel menjadi resisten sehingga kerja insulin tidak efektif. DM tipe 2 terjadi perlahan sehingga penderita tidak menyadarinya.
Tanda awal adalah badan lemah disertai rasa haus dan buang air kencing yang berlebihan.
Individu yang mempunyai resiko tinggi terjadinya DM tipe 2:
-
Berasal dari etnik resiko tinggi( African-American, Native-American, Hispanic, or Native Hawaiian)
Pernah didiagnosa DM gestasional atau riwayat melehirkan bayi dgn berat badan >4kg.
Memiliki kelainan laboratorium gangguan toleransi glukosa sewatu atau saat puasa 1.
Terdapat beberapa penyebab lain intoleransi glukosa. Defek pada sekitar fungsi sel beta (maturity onset diabetes of the
young/MODY) dan defek pada aksi insulin(resisten insulin tipe A). Penyakit difus pada kelenjar eksokrin pankreas (spt pankreatitis), infeksi
Virus spesifik yang merusak sel B(rubella,coxsackie B,cytomegalovirus,mumps dan yang lain)dan proses yang dimediasi imun(autoantibodi
insulin atau antibodi reseptor insulin) dapat menjadi status diabetes. Endokrinopati yang dihubungkan dengan kelebihan sekresi hormon
kontra regulasi(seperti GH,kortisol,glukagon dan epinefrin) dapat menyebabkan hiperglikemia.
Beberapa obat dapat menginduksi intoleransi glukosa baik dengan menghambat sekresi insulin atau mengganggu fungsinya di
perifer. Dalam anestesia glukokortikoid dan adrenergik gonis paling sering berpengaruh. Obat kortikosteroid baru seperti deflazacort lebih
kurang diabetogenik dibanding prednisolon dan betametason.
Siondrom metabolik (juga disebut syndrom X atau syndrom resisten insulin) sekumpulan gejala yang saling berhubungan dengan
penyebab yang tidak diketahui . Gejala-gejala tersebut termasuk intoleransi glukosa atau diabetes, resistensi insulin, tekanan darah tinggi,
peningkatan trigliserida plasma, obesitas sentral dan mikroalbuminuria 4.
GEJALA KLINIS
Gejala DM dapat terjadi tiba-tiba (bbp hari/minggu) pada anak atau dewasa atau dapat terjadi perlahan-lahan pada penderita
dewasa gemuk dgn usia diatas 40 thn. Gejala klasik adalah rasa capek dan sakit, kencing berulang-ulang, rasa haus dan lapar yang
berlebihan dan berat badan menurun.
Pada kondisi ketoasidosis member gejala nyeri perut, muntah, pernapasan cepat dan lemah badan yang berlebihan yang bila tidak
ditangani dapat menjadi coma dan meninggal.
Pada penderita DM tipe 2 gejala klasik tsb kadang tidak dihiraukan penderita sampai penderita tsb datang untuk pengobatan
penyakit lain seperti infeksi kronik, penyakit jantung, ginjal, dan mata kabur.
DIAGNOSA
Terakhir ini keduanya Asosiasi Diabetes Amerika(ADA) dan Organisasi Kesehatan Dunia merekomendasikan kriteria diagnosis
terbaru untuk Diabetes Melitus(DM). Kedua badan tersebut menganjurkan pengurangan ambang batas konsentrasi glukosa plasma dan
peninjauan penyebab yang mendasari. Tipe 1(kerusakan sel beta pankreas) dan tipe 2 (sekresi insulin yg tidak efektif dan resistensi insulin)
direkomendasikan untuk mengantikan istilah tidak tepat: insulin dependent dan noninsulin dependent diabetes. ADA menyatakan
bahwa diagnosa DM harus ditegakkan bila nilai glukosa plasma sewaktu pada penderita yang asimtomatik
>11.1mmol/L. Jika konsentrasi glukosa plasma saat puasa >7mmol/L(6,1mmol/L glukosa darah) pada penderita
asimtomatik,tes harus diulang pada hari yang lain dan didiagnosa DM bila hasilnya tetap diatas batas tersebut.ADA
mendefinisikan glukosa plasma saat puasa antara 6,1 dan 7,0 (5,6-6,1 konsentrasi gula darah) disebut impaired fasting glycaemia WHO
juga merekomendasikan bahwa diagnosa diabetes melitus ditegakkan bila konsentrasi plasma glukosa sewaktu >11,1mmol/L(konsentrasi
glukosa dari Whole blood vena >10mmol/L). Selain itu diagnosa DM dibuat bila konsentrasi glukosa plasma saat puasa >7mmol/L pada dua
pemeriksaan beda waktu atau tes toleransi glukosa oral. Selain itu tes toleransi glukosa oral >11,1 mmol/L juga didagnosa DM
TERAPI
Prinsip pengobatan adalah mamperbaiki kondisi metabolik sehingga penderita dapat hidup normal. Penanganan DM mempunyai 2
-
pencapaian yaitu mempertahankan konsentrasi gula darah pada range normal dan mencegah terjadinya komplikasi jangka panjang.
Perubahan pola makan dan olah raga, merupakan pengobatan pertama pada banyak penderita DM tipe 2, penurunan berat badan
kerja insulin di otot,lemak dan liver tanpa meningkatkan sekresinya.obat ini dapat meningkatkan volume intravaskuler.
Insulin, pasien DM tipe 1 membutuhkan insulin setiap harinya untuk penggunaan glukosa, pasien DM tipe 2 dapat menggunakan insulin
bila gula darah tidak dapat dikontrol dengan pengaturan makanan dan obat oral. Injeksi diberikan subkutan dengan menggunakan jarum
dan siringe kecil. Insulin dapat diberikan kontinyu intravena di rumah sakit dengan indikasi: puasa memanjang (>12 jam) pada DM tipe 1,
penyakit kritis, sebelum operasi mayor, setelah transplantasi organ, DM ketoasidosis, total parenteral nutrisi, proses kelahiran, infark
miokard dll.sesuai dengan bioavailabilitasnya insulin dapat dibagi atas 3 kelompok: kerja singkat, sedang dan panjang sebagaimana tabel
dibawah: 5
Tipe Insulin
Onset
Peak Action
30-60
Duration
30-90 min
1-3 jam
min
4-6 jam
5-7 jam
4-6
2-4 jam
8-10 jam
18-24 jam
4-5 jam
8-14 jam
26-36 jam
jam
12-16
jam
PROGNOSA
Pendidikan, pengertian dan partisipasi penderita sangat penting karena komplikasi dapat dicegah atau dihentikan pada penderita
yang kadar gula darahnya terkontrol.
Komplikasi Akut
Diabetes ketoasidosis
Diabetes Ketoasidosis(DKA) adalah komplikasi akut dan berbahaya selalu merupakan emergensi medis. Tidak adanya insulin menyebabkan
liver mengubah lemak menjadi keton bodies. Peningkatan level keton bodies pada darah menurunkan pH darah, menyebabkan gejala-gejala
DKA, pernapasan dalam, nyeri abdomen dengan tingkat kesadaran letargi hingga koma. DKA dapat menjadi sangat berat sehingga
menyebabkan hipotensi, shok dan kematian. Penanganan yang cepat dan tepat dapat menyembuhkan pasien. Kematian terjadi bila
pengobatan terlambat atau tidak adekuat. DKA paling sering terjadi pada DM tipe 1 dibanding tipe 2.
Koma Hiperosmolar Nonketotik
Koma hiperosmolar nonketotik adalah komplikasi akut dengan beberapa gejala yang sama dengan DKA tetapi secara keseluruhan berbeda
penyebab dan penanganannya.Penderita dengan kadar gula darah yang sangat tinggi(>300mg/dL), air keluar dari dalam sel kedalam
pembuluh darah karena tekanan osmosis dan selanjutnya ginjal mengeluarkan urine dengan kadar glukosa yang tinggi. Akibatnya
kehilangan cairan dan tekanan osmotik makin meningkat. Jika cairan tidak diganti, efek dari tekanan osmotik dan kehilangan cairan
menyebabkan dehidrasi. Terjadi gangguan keseimbangan elektrolit yang berbahaya. Sama seperti DKA penanganan medis yang cepat sangat
penting khususnya pemberian cairan. Letargi dapat berkembang menjadi koma. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada DM tipe 2 dibanding
tipe 1.
Hipoglikemia
Hipoglikemia atau rendahnya kadar gula darah secara tidak normal adalah komplikasi yang dapat terjadi pada semua pengobatan DM. Hal
ini dapat terjadi bila intake glukosa tidak seimbang dengan pengobatan. Pasien dapat menjadi agitasi, keringatan, dan banyak gejala
aktifitas simpatis. Penurunan hingga hilang kesadaran terjadi pada kasus serius yang selanjutnya dapat menjadi koma, kejang, atau terjadi
kerusakan otak hingga kematian.Hal ini dapat terjadi pada pasien DM karena berbagai faktor: kelebihan insulin, waktu pemberian yg salah,
waktu olah raga yang berlebihan, makanan yang tidak cukup. Pada banyak kasus hipoglikemia diterapi dengan minum air gula atau makan.
Pada kasus yang berat dapat diberikan injeksi glukagon dan infus glukosa khususnya pada penderita yang tidak sadar. Pengobatan
hipoglikemia umumnya adalah pemberian glukosa 50% intra vena (setiap cc glukosa 5% menaikan kadar glukosa kira-kira 2 mg/dL) 678
KOMPLIKASI KRONIK
Penyakit Vaskuler
Hiperglikemia kronik menyebabkan kerusakan pembuluh darah (Angiopati). Sel-sel endotel yang membatasi pembuluh darah menyerap
glukosa lebih dari biasanya, sementara penyerapan tersebut tidak tergantung insulin. Sel-sel tsb. membentuk glikoprotein lebih banyak
menyebabkan penebalan membran basal. Diabetes menyebabkan berbagai masalah medis yang dikelompokkan dalam: penyakit
mikrovaskuler (disebabkan kerusakan pembuluh darah kecil) dan penyakit makrovaskuler (disebabkan kerusakan arterial)
kebutaan. Kerusakan retina tsb adalah penyebab kebutaan utama pada penderita usia nongeriatrik di Amerika.
Neuropati diabetik, penurunan sensasi terdistribusi seperti memakai sarung tangan atau stocking. Hal ini dapat terjadi juga pada nervus
Mioneurosis diabetikum.
Kaki diabetik sering disebabkan oleh kombinasi neuropati dan penyakit arterial menyebabkan ulkus dan infeksi pada kulit dan
pada kasus berat menyebabkan ganggren dan nekrosis. Hal ini penyebab utama amputasi pada penderita usia dewasa di negara
berkembang1.
EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2006, menurut WHO sekurang-kurangnya 171 juta penduduk dunia menderita diabetes. Insiden diabetes meningkat
sangat cepat sehingga diperkirakan pada tahun 2030 jumlah tersebut meningkat 2 kali lipat. Diabetes tersebar di seluruh dunia tetapi paling
banyak di negara-negara berkembang. Pervalensi terbesar terutama di benua Asia dan Afrika. Penyebab utama peningkatan insiden adalah
urbanisasi dan perubahan pola hidup.
Diabetes melitus(DM) adalah suatu kondisi klinis yang umumnya meningkat, diperkirakan mencakup 7% penduduk Amerika
Serikat. Dari 20 juta orang penderita sepertiganya tidak menyadari menderita penyakit tersebut hingga mengalami komplikasi. Saat ini
angka pervalensi lebih besar meningkat pada pasien rawat inap. Assosiasi Konservatif DM di Amerika memperkirakan 12-25% pasien rawat
inap menderita DM. Dengan bertambahnya angka pervalensi pasien DM yang akan dioperasi dan bertambahnya resiko komplikasinya maka
asesmen dan manajemen perioperatif adalah penting.
Angka kematian pasien diabetes diperkirakan mencapai 5 kali lebih besar dari pasien nondiabetik, sehubungan dengan kerusakan
organ yang disebabkan. Komplikasi kronik menyebabkan mikroangiopati(retinopati, nefropati dan neuropati) dan makroangiopati
(atherosklerosis) bila membutuhakan intervensi operasi lebih mudah untuk terjadi terjadi komplikasi (infeksi dan vaskulopati) . Penelitian
menunjukkan DM tergolong prediktor non independen pada pasien iskemia miokard post operatif baik operasi jantung maupun yang
lain. Kontrol gula darah secara intensif mengurangi mengurangi insiden berbagai komplikasi tersebut. 6
Gejala dan terapi penyakit mata kronis, ginjal, saraf, saluran kencing, kelamin, fungsi gastrointestinal, jantung, pembuluh darah perifer dan
komplikasi serebrovaskuler.
Riwayat dan terapi penyakit yang lain menyangkut endokrin dan gangguan makan.
Riwayat keluarga DM dan gangguan endokrin.
Gaya hidup, kultural, psikososial, dan keadaan ekonomi yang dapat mengganggu penanganan DM
Tembakau, alkohol dan /atau zat yang dikontrol penggunannya
Pemeriksaan klinis termasuk penilaian adanya hipotensi orthostatik sebagai potensial dari neuropati otonom. Pemeriksaan funduskopi
memberi informasi adanya kemungkinan pasien buta post operatif khususnya pada pasien operasi spinal yang memanjang(posisi prone)
dan operasi jantung bypass.
DM tipe 1 dihubungkan dengan sindroma Stiff joint yang berpotensi secara signifikan memberi resiko selama penanganan airway saat
general anestesi. Mengenai sendi temporomandibula, atlanto occipital, dan vertebra servical lainnya, perawakan pendek kulit spt lilin yang
dihubungkan dengan hiperglikemia kronik dan tidak adanya ensim glikosilasi kolagen sehingga menumpuk pada sendi. Adanya prayer sign
dapat diketahui dengan mengamati pasien yang tidak dapat merapatkan permukaan kedua telapak tangan pada sendi falangs hal ini
menggambarkan kekakuan sendi vertebra servikal dan berpotensi kesulitan intubasi.
Lebih jauh, evaluasi airway seharusnya penilaian kelenjar tiroid dimana DM tipe 1, 15% diuhubungkan dengan penyakit autoimun
seperti tiroiditis Hasimoto dan graves desease.
Terakhir, perioperatif dari derajat gangguan fungsi neurologis penting untuk didokumentasikan khususnya pada pasien rencana
regional anestesia atau blok saraf untuk menilai derajat kerusakan saraf.
Pemeriksaan funduskopi
Penilaian airway
Pemeriksaan Kaki
Pemeriksaan kulit
Pemeriksaan neurologis
Evaluasi laboratorium perioperatif pada semua pasien diabetes rencana operasi sedang atau mayor, operasi jantung atau nonjantung
seharusnya termasuk konsentrasi gula serum, HbA1c, elektrolit, BUN, dan kreatinin (memperkirakan GFR). Sebagai tambahan urinalisis
seharusnya dinilai proteinuria dan mikroalbuminuria. Penelitian telah menunjukkan hubungan antara proteinuria preoperatif dengan angka
kematian postoperatif bypass yang meningkat secara proporsional dengan konsentrasi protein di urine.EKG menilai R-R interval selama
respirasi mungkin penting dalam mengetahui neuropati otonom (hilangnya variabilitas R-R saat denyut jantung pada ekspirasi maksimal
menunjukkan neuropati otonom pada jantung.
Pokok-Pokok Pemeriksaan Laboratorium/lainnya sebaiknya meliputi:
Kadar lemak saat puasa(total kolesterol, HDL kolesterol, HDL kolesterol, LDL kolesterol, dan trigliserida.
Tes fungsi liver (jika abnormal selanjutnya evaluasi apakah ada fatty liver atau hepatitis)
Serum elektrolit
Elektrokardiogram2
Rationale
Hasil akhir lebih baik,
Infeksi lebih rendah
Angka kematian menurun
Resiko infeksi pada luka
Penyakit kritis
80-120mg/dL
menurun(SICU);angka kesakitan;lama tinggal
menurun(MICU)
Ganguan neurologis akut
<110mg/dL
Pada rencana operasi elektif , adalah ideal pasien memiliki nilai HbA1c<6%. Pencapaian yang tepat mengurangi komplikasi tetapi
bila kurang intensifnya kontrol gula darah dapat terjadi hipoglikemik berat atau berulang. Populasi khusus spt wanita hamil dan pasien
geriatrik dengan DM membutuhkan pertimbangan tambahan.
Sebagai tambahan rencana menurunkan gula darah disesuaikan pada setiap individu. 9
MANAJEMEN PERIOPERATIF
Pada hari operasi pasien seharusnya menghentikan obat anti diabetik oral . Sulfonilureas, meglitinides (Secretagogues) berpotensi
menyebabkan hipoglikemia. Selain itu sulfonilurea telah dihubungkan dengan prekondisi iskemia miokard dan mungkin dapat
meningkatkan resiko miokardial iskemia dan infark pada perioperatif. Pasien yang menggunakan metformin seharusnya menghentikannya
karena beresiko terjadinya asidosis laktat. Untuk pasien ini, insulin short acting boleh diberikan subkutaneus, dosis sesuai sliding scale atau
secara infus kontinyu. Demikian juga pasa pasien DM tipe 2 yang konsentrasi gula darahnya tidak dapat di kontrol dengan menggunakan
obat oral perlu dipertimbangkan pemberian insulin preoperatif.
Pada pasien DM yang tergantung insulin (tipe 1) dianjurkan mengurangi dosis insulin waktu tidur (malam) sebelum waktu
operasi untuk mecegah hipoglikemia.
Mempertahankan level insulin boleh secara kontinyu didasarkan pada hasil-hasil pemeriksaan gula darah sebelumnya dan advis
dokter yang merawatnya. Dianjurkan mengkonsul pasien ke dokter anestesiologi dan penyakit dalam untuk mendapat rekomendasi sesuai
kondisi sekarang. Pasien seharusnya dimonitor secara periodik untuk menilai hiperglikemia atau hipoglikemia.
Preoperatif pasien DM:
-
Semua pengobatan umum seharusnya diteruskan sampai waktu pagi hari operasi .
metformin sebagaimana telah dijelaskan diatas seharusnya dihentikan 2 hari sebelum operasi mayor karena dapat menyebabkan asidosis
laktat.
Chlorpropamida seharusnya dihentikan 3 hari sebelum operasi karena masa kerjanya memanjang
Dalam kedua kasus ini obat kerja pendek seperti glibenklamid dapat menggantikannya.
Glibenclamid seharusnya dihentikan sekurang-kurangnya 24 jam sebelum operasi.
Periksa gula darah preoperatif setiap 4 jam pada DM tipe 1 dan 8 jam pada DM tipe 2
Bila diabetes sangat tidak terkontrol tetapi keton tidak ditemukan baik didarah maupun urine , mulai pemberian insulin menurut sliding
scale. Bila keton ditemukan tunda operasi bila tidak urgen dan dikelola secara tim. Jika operasi tergolong urgen pasien dikelola menurut
pengelolaan operasi mayor pasien DM.
Secara umum jika pasien diperkirakan dapat makan dan minum dalam 4 jam sejak mulai operasi termasuk minor. Semua operasi selain
minor dikategorikan sebagai operasi mayor. Dari sumber yang lain disebutkan bahwa pembedahan dapat digolongkan mayor bila
menggunakan general anestesi selama lebih atau sama dengan satu jam.
Pasien bedah minor yang puasa seharusnya dijadwalkan sebagai operasi minor pertama. Bila gula darah >10 mmol/L(180 mg%) pasien
Hindari penggunaan larutan RL karena laktat dapat meningkatkan konsentrasi gula darah. 7 8
Bedah Minor
@ DM tipe 1:
Berikan insulin kerja sedang dengan dosis separuh total insulin pagi secara subkutan bila glukosa darah pagi sekurang-kurangnya 126
mg/dL. Gula darah diperiksa 1jam preoperasi dan sekurang-kurangnya 1 kali intraoperasi serta setiap 2 jam setelah operasi. Pemberian
insulin rutin dimulai saat penderita mulai makan.
@ DM tipe 2:
Hentikan hipoglikemik oral pada hari operasi, gula darah diukur 1 jam sebelum operasi dan sekurang-kurangnya 1 kali intra operasi.
Penderita yang mendapat terapi insulin sebelumnya di injeksi insulin subcutan dengan dosis separuh dari total dosis pagi bila kadar gula
darah pagi sekurang-kurangnya 126mg/dL. Setelah operasi gula darah diperiksa per-2 jam selanjutnya per-8 jam setelah penderita
dapat makan.
Bila konsentrasi gula darah >10mmol penderita ditangani sama seperti penanganan bedah mayor. 7
Bedah Mayor
Pasien diusahakan terjadwal sebagai operasi pertama di hari operasi tersebut terutama pada DM tipe 1 memudahkan
pengelolaannya.
Bila gula kadar darah pagi sekurang-kurangnya 150 mg/dL, (sumber yang lain >=126 mg/dL) pasien biasanya diberikan insulin
dengan dosis setengah pemberian pagi secara SC diikuti pemberian infus glukosa 5% 1,5 cc/jam.
Selanjutnya di ruang operasi:
Siapkan akses intravena lain untuk infus dextrose 5% sehingga terpisah dari jalur pemberian cairan lain, periksa gual darah setiap
2 jam dimulai setelah pemberian insulin, setiap 1 jam intra operasi dan 2-4 jam setelah operasi, bila pasien mulai hipoglikemia, gula darah <
100mg/dL berikan suplemen dextrosa (setiap cc glukosa 50% dapat menaikkan glukosa darah kira-kira sebesar 2 mg/dL pada orang dengan
BB 70Kg). Sebaliknya bila terjadi intraoperatif hiperglikemia (>150-180mg/dL) dapat di berikan insulin intravena dengan dosis
menggunakan sliding scale. 1 unit insulin dapat menurunkan gula darah sebesar 20-30mg/dL.8
Cara lain :
Regular insulin via NaCl 0,9% piggy bag(50-100u per 50-100ml NaCl 0,9%) atau dapat juga dgn lebih menurunkan kadar
insulin/cc menjadi 0.1 unit /cc dan infuse mikrodrip dimana hal ini dapat memudahkan titrasi insulin bila tidak tersedia infuse pump.
Kecepatan infuse dapat menggunakan rumus : Insulin(u/h)=serum glukosa(mg/dL)/150. larutan glukosa 5% sebaiknya diberikan untuk
mencegah hipoglikemia. Larutan glukosa mulai diberikan saat level glukosa serum kurang dari 150mg/dL , tanbahkan 10 mEq KCl pada
setiap liter cairan . Kateter intra arterial direkomendasikan untuk mendapatkan sample glukosa setiap 1-2 jam intraoperatif dan
postoperative hingga pemberian kembali insulin subkutan dan atau oral anti diabetic. 2
Atau menggunakan sliding scale:
Glukosa Darah(GD) Kecepatan Infuse Insulin
(mmol/L)
(u/j)
<4
4,1-9
0
1
0
2
9,1-13
13,1-17
2
3
3
4
17,1-28
>28
4
6 (cek infus)
6
8 (cek infus)
Pemberian insulin intravena sangat fleksible dan dapat diberikan secara titrasi sehingga merupakan obat ideal dalam perioperatif
DM. Krinsleymelaporkan
gula darah terkontrol stabil pada level normal, angka kematian menurun 29,3%,
lama perawatan RS menurun 10,8%, insufisiensi ginjal menurun 25% dan kebutuhan tranfusi darah
berkurang 18,7% pada pasien DM yang diberikan insulin secara infuse kontinyu intravena dibandingkan
dengan pasien DM yang diberikan insulin di ICU . Selain itu absorpsi insulin insulin yang diberikan sc
atau im sangat tergantung pada aliran darah pada jaringan tersebut sehingga tidak dapat diprediksi selama
operasi.9
Post Operasi
DM tipe 1:
Stop infus saat penderita makan dan minum. Kalkulasi total dosis insulin penderita preoperatif dan berikan insulin solubel (actrapid)
subkutan terbagi dalam 3-4 dosis. Sesuaikan dosis selanjutnya hingga level glukosa stabil.
DM tipe 2:
Stop infus iv dan mulai pemberian obat oral anti diabetik saat penderita makan dan minum
Contoh
Secretagogues(mis,sul-
Glyburide
Pertimbangan
hipoglikemia, kerja lama sulit di-
fonylurea, meglitinides)
Glimepride
Biguanides
Metformin
titrasi
Resiko asidosis laktat, dan
menyebabkan
Insufisiensi renal atau hepar,
Thiazolidinediones
Rosiglitazone
CHF
Peningkatan volume
intravaskuler(CHF)
Onset lambat, sulit dititrasi.
Sebagai contoh antara lain sistim dari Glucommander, yang dipresentasikan pada Diabetes Technology meeting di San
Fransisco,CA tahun 2003. ini adalah metode baru yang didasarkan pada kontrol gula darah yang maksimal yang di program sebagai infus
insulin intravena yang berespon terhadap hasil pengukuran konsentrasi gula darah serum. Inisial parameter dan nilai dasar glukosa dienter .
Program merekomendasikan kecepatan infus glukosa dan interval pemeriksaan glukosa . program ini berulang sesuai kebutuhan. Jumlah
insulin yang dibutuhkan sesuai dengan rumus: insulin /jam= multiplier x (gula darah-60). Konsentrasi gula darah dimonitor dengan
frekwensi setiap 20 menit hingga hingga interval maksimumnya. Umumnya monitoring setiap jam, bertambah waktunya bila gula darah
stabil dalam target yg diharapkan dan menurun bila gula darah rendah atau menurun cepat. Glucommander berhasil diimplementasikan
pada pasien kritis maupun yang bukan kritis . Bagaimanapun juga penggunaan intraoperatif masih direkomendasikan
Apapun metodologi yang di implementasikan, penanganan post operatif pasien DM berbeda dengan yang tidak dioperasi.
Perencanaan nutrisi sering sulit dan terganggu pemeriksaan diagnostik untuk prosedural atau studi.Untuk mengurangi efek yang
merugikan memilih obat seharusnya mengakomodasi perubahan dinamik dan disesuaikan penggunaan terakhir, demikian juga dengan
nutrisi (mis, kontinyu, intermiten), beratnya penyakit, katekolamin , dan /atau penggunaan kortikosteroid.
Ringkasan dari berbagai Komplikasi DM dan Metode serta Rancangan Dasar untuk meminimalkan Angka Kematia dan
Angka kesakitan
Komplikasi DM
Potensi Komplkasi
Penyakit aterosklerosis
Infark miokard
Vaskuler
Rencana Terapi/Strategi
Ambang rendah thd iskemia
Betabloker perioperatif
Kontrol gula darah intensif
Menurunkan lemak darah
Aspirin(terapi antiplatelet)
Ulkus ekstremitas
Bawah
Peningkatan infeksi
Hambatan pe-
Coccal)
Evaluasi status luka
nyembuhan luka
Neuropati otonomi
Kolinergik)
Gastroparesis
Nefropati
Renal insuffisiensi
Cegah hipotensi/optimalkan
Kontrol tekanan darah
Kontrol gula darah
ACE inhibitor/ARB
Awasi pemberian agen
nefrotoksik
(aminoglikosida,NSAID)
Kalau perlu batasi pemberian
Protein hingga 0.8g/kg/d
Retinopati
Pembatasan visual
Disorientasi/resiko
Orientasi temporal/spatial
tjd delirium
Pembatasan obat yg menyebabkan delirium
Terapi beta bloker perioperatif seharusnya dipertimbangkan untuk semua penderita diabetes yang akan dioperasi nonkardiak
resiko sedang dan berat untuk mengurangi insiden iskemia dan infark miokard post operatif. Hati-hati pada penderita dengan hipotensi
orthostatik. Itu muda didiagnosa dengan Tilt tes di ruang operasi , dengan pasien yang menerima resusitasi volume intravaskuler sebelum
memulai anestesi regional atau general. Pasien suspek gastroparesis seharusnya diberikan obat prokinetik sebelum anestesi umum untuk
mencegah aspirasi asam lambung.
Teknik yang aseptik adalah hal penting untuk semua pasien DM untuk menurunkan insiden infeksi post operatif. Kontrol
tempratur juga penting untuk pasien DM dimana hipotermi dapat menyebabkan resistensi insulin perifer , hiperglikemia, gangguan
penyembuhan luka dan infeksi. Hipotermi telah dihubungkan dengan meningkatnya infeksi luka operasi setelah reseksi kolon, kraniotomi
untuk clipping aneurisma dan operasi jantung terbuka dengan kardiopulmonary bypass.
Manajemen intraoperatif thd volume intravaskuler mungkin membutuhkan penggunaan kateter vena sentral, kateter arteri
pulmonal atau transesofageal echocardiografi sebagai patokan terapi yang terbaik mencegah hipoperfusi organ. Analisa gas darah sebaiknya
tidak hanya mencakup penilaian glukosa darah tetapi juga termasuk level sodium, potassium, dan penilaian thd pH. Diabetes tipe 1
mempunyai kecenderungan terjadinya ketoasidosis selama periode stress, oleh karenanya seharusnya dilakukan pemeriksaan gas darah intra
dan postoperasi.10
KESIMPULAN
Peningkatan pervalensi pasien diabetes yang akan dioperasi dan meningkatnya resiko komplikasi sehubungan dengan penyakit
DM membutuhkan pemeriksaan dan pengelolaan optimal perioperatif. Pengelolaan pasien diabetes diperhadapkan dengan angka kesakitan
saat ini meningkat secara umum. Data dari berbagai penelitian menunjukkan peningkatan angka kesakitan dan kematian yang signifikan
penderita DM. Keuntungan dari kontrol gula darah yang tepat telah didokumentasikan dengan komplikasi yang ringan dan menjadi terapi
standar. Meskipun demikian dalam data ini terdapat kekurangan literatur untuk menjadi patokan pengelolaan optimal. Kontrol gula darah
yang intensif membutuhkan monitoring yang ketat untuk mengurangi insiden hipoglikemia berat . Metode baru seperti
Glucommander,dapat dilakukan sebagai alternatif metode baru. Bagaimanapun juga kedepan dibutuhkan penelitian lagi untuk lebih
mengoptimalkan manajemen perioperatif penderita DM.
KEPUSTAKAAN
1.
The Fundraising blog-Engine of Collaboration. Diabetes Melitus. Wikipedia A look Under the Hood wikimedia 29-3-2007
2. Rothen David M Perioperative Management of the Diabetic Patient. eMedicine Article May 17 2006.
3.
Edgren Altha Roberts. Diabetes Melitus. Gale Encyclopedia of Medicine, Published December 2002.
4.
Robertshaw, H.J., Hall,G.M., Anaesthetic Management of Patient With Diabetes Melitus. British Journal of Anaesthesia 85(1) 80-90. 2000
5.
Desborough J. P The stress response to trauma and surgery British Journal of Anaesthesia,2000,Vol.85,No.1109-117
6.
Jonas O Nigren, Anders Thorell, Mattias Soop, Kerstin Brismar, Fredrik Karpe, Nair KS and Olle Ljungqvist. Perioperative insulin
and Glucose unfusion Maintains Normal Insulin Sensitivity After Surgery. American Physiological Society 0193-1849. 1998
7.
8.
Edward Morga,Jr,MD, Maged S.Mikhail,MD, Michael J Murray,MD,PhD. Clinical Anestesiology 803-807. aLange medical
book2006
9.
Moghissi Etie,MD. Hospital Management of diabetes: Beyond the sliding scale. Cleveland Clinic Journal of Medicine. October
2004
10.
Jonas O,Nygren, Fredrik Karpell,Thorell Anders. Perioperative Insulin And Glucosa Infusion maintains normal insulin Sensitivity