Hematoma Subdural
Hematoma Subdural
Hematoma Subdural
A. Pengertian
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan arakhnoid.
Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks serebral dan sinus
draining. Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau substansi otak.
Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu, kerusakan otak yang mendasari
hematoma subdural akuta biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk dari
hematoma epidural.
B. Klasifikasi
a. Perdarahan akut
Gejala timbul segera kurang dari 72 jam setelah trauma. Terjadi pada cedera kepala cukup
berat dan dapat mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien yang biasanya sudah
terganggu kesadaran dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya
tetapi melebar luas. Gambaran Ct-scan, didapatkan lesi hiperdens.
b. Perdarahan sub akut
Berkembang dalam beberapa hari sekitar 4-21 hari sesudah trauma. Awalnya pasien
mengalami periode tidak sadar lalu mengalami perbaikan status neurologi yang bertahap.
Namun, setelah jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda status
C. Etiologi
a. Trauma
-
Trauma kapitis
Trauma di tempat lain pada badan yang berakibat terjadinya geseran atau putaran otak
terhadap duramater, misalnya pada orang yang jatuh terduduk.
Trauma pada leher karena guncangan pada badan. Hal ini lebih mudah terjadi bila
ruangan subdura lebar akibat dari atrofi otak, misalnya pada orangtua dan juga pada anak
anak.
b. Non trauma
-
D. Patofisiologi
Subdural hematoma dapat disebabkan oleh suatu mekanisme cedera akselerasi-deselerasi
(akselerasi: kepala pada bidang sagital dari posterior ke anterior dan deselerasi: kepala dari
anterior ke posterior) akibat adanya perbedaan relative arah gerakan antara otak terhadap
fenomena yang didasari oleh keadaan otak dapatbergerak bebas dalam batas-batas tertentu di
dalam rongga tengkorak dan pada saat mulai gerakan (sesaat mulai akselerasi) otak tertinggal
di belakang gerakan tengkorak untuk beberapa waktu yang singkat. Akibatnya otak akan
relative bergeser terhadap tulang tengkorak dan duramater, kemudian terjadi cedera pada
permukaannya terutama pada vena-vena penggantung (bridging veins)
Adanya suatu massa yang berkembang membesar (hematom, abses, atau pembengkakan otak)
di semua lokasi kavitas intracranial menyebabkan pergeseran dan distorsi otak, yang
bersamaan dengan peningkatan TIK dan mengarah pada herniasi otak, keluar dari
kompartemen intracranial dimana massa tersebut berada. Makin lebar atau deviasi pergeseran
otak akan menimbulkan peningkatan TIK yang relative lebih tinggi terhadap distorsi otak
yang ditimbulkannya.
E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis ditentukan oleh dua faktor: beratnya cedera otak yang terjadi pada saat
benturan trauma dan kecepatan pertambahan volume SDH. Gejalanya cenderung berubahubah, diantaranya:
Kehilangan kesadaran pasca cedera kepala (bisa sadar kembali atau tidak untuk suatu
periode, penurunan ketajaman perrhatian setelah kesadaran awal)
Mengantuk
Paralisis
Delirium
Penurunan memori
Fontanel menonjol
Irritabilitas
Menangis melengking
Focal seizure
Dari anamnesis di tanyakan adanya riwayat trauma kepala baik dengan jejas dikepala atau
tidak, jika terdapat jejas perlu diteliti ada tidaknya kehilangan kesadaran atau pingsan. Jika
ada pernah atau tidak penderita kembali pada keadaan sadar seperti semula. Jika pernah
apakah tetap sadar seperti semula atau turun lagi kesadarannya, dan di perhatikan lamanya
periode sadar atau lucid interval. Untuk tambahan informasi perlu ditanyakan apakah disertai
muntah dan kejang setelah terjadinya trauma kepala. Kepentingan mengetahui muntah dan
kejang adalah untuk mencari penyebab utama penderita tidak sadar apakah karena inspirasi
atau sumbatan nafas atas, atau karena proses intra kranial yang masih berlanjut. Pada
penderita sadar perlu ditanyakan ada tidaknya sakit kepala dan mual, adanya kelemahan
anggota gerak sesisi dan muntah-muntah yang tidak bisa ditahan. Ditanyakan juga penyakit
lain yang sedang diderita, obat-obatan yang sedang dikonsumsi saat ini, dan apakah dalam
pengaruh alkohol.
F. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan primer (primary survey) yang mencakup jalan nafas
(airway), pernafasan (breathing) dan tekanan darah atau nadi (circulation) yang dilanjutkan
dengan resusitasi. sangat bermanfaat untuk memonitor saturasi O . Secara bersamaan juga
diperiksa nadi dan tekanan memantau apakah terjadi hipotensi, syok atau terjadinya
peningkatan tekanan intrakranial. Jika terjadi hipotensi atau syok harus segera dilakukan
pemberian cairan untuk mengganti cairan tubuh yang hilang. Terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial ditandai dengan refleks Cushing yaitu peningkatan tekanan darah, bradikardia dan
bradipnea.