Limfoma Maligna
Limfoma Maligna
Limfoma Maligna
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Limfoma maligna adalah neoplasma ganas primer pada kelenjar getah bening/system
limfatis, dan ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening yang terkena. Dapat dibedakan
menjadi dua, limfoma Hodgkin dan limfoma Non Hodgkin.4
2
Limfonodi berbentuk seperti ginjal atau bulat, dengan diameter sangat kecil sampai
dengan1inchi.Limfonodi biasanya membentuk suatu kumpulan (yang terdiri dari beberapa
kelenjar) di beberapa bagian tubuh yang berbeda termasuk leher, axilla, thorax, abdomen, pelvis,
dan inguinal. Kurang lebih dua per tiga dari seluruh kelenjar limfe dan jaringan limfatik berada di
sekitar dan didalam tractus gastrointestinal. Pembuluh limfe besar adalah ductus thoracicus. 1
Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan
merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari sistem limfatik yang melewatinya.
Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke sistem limfatik sehingga dari lokasi sistem limfatik
akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh karena dilewati oleh aliran
pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel
pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat
menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut
sehingga kelenjar getah bening membesar.5
Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel pertahanan
tubuh yang berasal dari sistem limfatik itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit dan
histiosit,atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar
getah bening (limfadenitis), infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit
metabolit makrofag (gaucher disease). Pembesaran sistem limfatik 55% berada di daerah kepala
dan leher karena itu bahasan diutamakan pada pembesaran sistem limfatik di daerah kepala dan
leher. Dengan mengetahui lokasi pembesaran sistem limfatik maka kita dapat mengerahkan
kepada lokasi kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran sistem limfatik.5
3
Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melalui simpai (kapsul)
dan membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya dan aliran getah bening eferen keluar
dari KGB melalui hilus. Cairan getah bening masuk kedalam kelenjar melalui lobang-lobang di
simpai. Di dalam kelenjar, cairan getah bening mengalir dibawah simpai di dalam ruangan yang
disebut sinus perifer yang dilapisi oleh sel endotel. 5
Pada dasarnya limfosit mempunyai dua bentuk, yang berasal dari sel T (thymus) dan sel
B (bursa) atau sumsum tulang. Fungsi dari limfosit B dan sel-sel turunanya seperti sel plasma,
imunoglobulin, yang berhubungan dengan humoral immunity, sedangkan T limfosit berperan
terutama pada cell-mediated immunity. Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks,
medula, parakorteks, ketiganya berlokasinya antara kapsul dan hilus. Korteks dan medula
merupakan daerah yang mengandung sel B, sedangkan daerah parakorteks mengandung sel T.5
Dalam korteks banyak mengandung nodul limfatik (folikel), pada masa postnatal,
biasanya berisi germinal center. Akibatnya terjadi stimulasi antigen, sel B didalam germinal
centers berubah menjadi sel yang besar, inti bulat dan anak inti menonjol. Yang sebelumnya
dikenal sebagai sel retikulum, sel-selnya besar yang ditunjukan oleh Lukes dan Collins sebagai
sel noncleaved besar, dan sel noncleaved kecil. Sel noncleaved yang besar berperan pada
limphopoiesis atau berubah menjadi immunoblas, diluar germinal center, dan berkembang
didalam sel plasma.5
2.3 Insidensi
Insidensi penyakit Hodgkin (morbus Hodgkin; MH) kira-kira 3 per 100.000 penderita per
tahun. Pada pria insidensinya sedikit lebih tinggi daripada wanita. Perbandingan pria dan wanita
adalah 3 : 2. Pada morbus Hodgkin distribusi menurut umur berbentuk bimodal yaitu terdapat
4
dua puncak dalam distribusi frekuensi. Puncak pertama terjadi pada orang dewasa muda antara
umur 18 – 35 tahun dan puncak kedua terjadi pada orang diatas umur 50 tahun. Selama dekade
terakhir terdapat kenaikan berangsur-angsur kejadian morbus Hodgkin, terutama bentuk nodular
sklerotik pada golongan umur lebih muda.1
Insiden Limfoma Non Hodgkin ± 8 kali lipat Limfoma Hodgkin, insiden baru tahun 2004
di amerika serikat 50.000 kasus lebih, di china di perkirakan lebih dari 40.000 kasus. Usia untuk
semua subtipe NHL lebih dari 60 tahun, kecuali untuk pasien dengan grade tinggi limfoma
noncleaved lymphoblastic dan kecil, yang merupakan jenis yang paling umum NHL diamati
pada anak-anak dan dewasa muda. pada pasien berusia 35-64 tahun hanya 16% kasus pada
pasien lebih muda dari 35 tahun.1
2.4 Etiologi
Penyebab limfoma Hodgkin dan limfoma Non Hodgkin sampai saat ini tidak diketahui
secara pasti. Terdapat kaitan jelas antara HL dan infeksi virus EB. Pada kelompok terinfeksi
HIV, insiden HL agak meningkat dibanding masyarakat umum, selain itu manifestasi klinis HL yang
terkait HIV sangat kompleks, sering kali terjadi pada stadium lanjut penyakit, mengenai regio
yang jarang ditemukan, seperti sumsum tulang, kulit, meningen, dll.1
Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan timbulnya NHL,
bahkan kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi. Virus RNA, HTLV-1 berkaitan dengan
lekemia sel T dewasa; virus imunodefisiensi humanus (HIV) menyebabkan AIDS, defek imunitas
yang diakibatkan berkaitan dengan timbulnya limfoma sel B keganasan tinggi; virus hepatitis C
(HCV) berkaitan dengan timbulnya limfoma sel B indolen. Gen dari virus DNA, virus
Ebstein Barr (EBV) telah ditemukan terdapat di dalam genom sel limfoma Burkitt Afrika;
infeksi kronis Helicobacter pylori berkaitan jelas dengan timbulnya limfoma lambung, terapi
eliminasi H. pylori dapat menghasilkan remisi pada 1/3 lebih kasus limfoma lambung. 1
2. Jenis kelamin
5
Penyakit limfoma maligna lebih banyak diderita oleh pria dibandingkan wanita
4. Pekerjaan
Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi terkena limfoma
maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya
paparan herbisida dan pelarut organik.
2.6 Patofisiologi
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau
penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening
(nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).1
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah
digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat
dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat
segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem
limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa
dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.Beberapa penderita mengalami
demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi selama beberapa hari yang diselingi
dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu.
Gejala lainnya timbul berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma.1
6
Nodular Sclerosis
Terciri oleh adanya varian sel Hodgkin, sel lakunar, dalam latar belakang limfosit,
granulosit, sel eosinofil, dan histiositik. Sel Reed-Sternberg tidak sangat sering.
Kelenjar limfe sering mempunyai susunan nodular, dengan di dalamnya terlihat
pita-pita jaringan ikat yang sedikit atau kurang luas yang sklerotik.7
Lymphocyte Predominance
Bentuk kaya limfosit (HD-LP) terciri oleh varian sel Hodgkin yang lain, sel L dan
H dengan latar belakang limfosit kecil dan histiosit reaktif.7
Lymphocyte Depletion
Gambaran ini ternyata sering berdasar atas (sub) tipe morbus Hodgkin atau
limfoma non-Hodgkin.7
Mixed Cellularity
Pada bentuk sel campuran (HD-MC) latar belakang juga terdiri dari granulosit,
eosinofil, sel plasma, dan histiosit, tetapi disini banyak terlihat sel Reed-
Sternberg.7
Difus
Bentuk nodular sclerosis (NS) 70-80%
Fibrosis difus
7
Bentuk histopatologik limfoma Hodgkin
Mengenai sifat sel Reed-Sternberg masih banyak hal yang belum jelas. Dianggap dapat
merupakan sel T atau sel B yang teraktivasi, yang sedikit banyak dikuatkan oleh data biologi
molecular; hanya pada bentuk kaya limfosit karakter sel B jelas.1
8
Limfoma Derajat Tinggi
Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma imunoblastik sel besar,
limfoma limfoblastik, dan limfoma sel tidak belah kecil.1
9
tulang dan fraktur patologis. Kelainan pada kulit, dapat berupa massa, nodul, ulkus, pruritus, dll.
Dapat juga ditemukan kelainan neural berupa paralisis.1
Gejala sistemik yang khas yang berupa demam, keringat malam dan penurunan berat
badan 10% yang disebut dengan gejala B.1
a. Limfoma Hodgkin
Anamnesis
-
Asimtomatik limfadenopati
-
Gejala Sistemik (Demam Pel-Ebstein, keringat malam, BB turun)
-
Nyeri dada, batuk, nafas pendek
-
Pruritus
-
Nyeri tulang atau nyeri punggung1,2
Pemeriksaan Fisik
-
Teraba pembesaran limfonodi pada pada satu kelompok kelenjar (cervix, axilla,
inguinal)
-
Cincin Waldeyer & kelenjar mesenterik jarang terkena
-
Hepatomegali & Spelomegali
-
Sindrom vena cava superior
-
Gejala sususan saraf pusat (degenerasi serebral dan neuropati)2
Pemeriksaan Fisik
-
Melibatkan banyak kelenjar perifer
-
Cincin Waldeyer dan kelenjar mesenterik sering terkena
-
Hepatomegali & Splenomegali
-
Massa di abdomen dan testis2
Perbedaan karakteristik klinis Limfoma Hodgkin (HL) dan Limfoma nonHodgkin (NHL)
Limfoma Hodgkin (HL) Limfoma nonHodgkin (NHL)
10
superficial terutama pada leher limfatik ekstranodi
Selain tanda dan gejala di atas, stadium limfoma maligna secara klinis juga dapat
ditentukan berdasarkan klasifikasi Ann Arbor yang telah dimodifikasi Costwell
Tabel. Klasifikasi Limfoma Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh Costwell1,6
Keterlibatan/Penampakan
Stadium
I Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ ekstralimfatik
(IE)
II Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regio yang
letaknya berjauhan tapi masih dalam sisi diafragma yang sama (IIE)
III Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma ditambah
dengan organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa (IIIES)
IV Kanker bersifat difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ ekstralimfatik
Suffix
A Tanpa gejala B
11
B Terdapat salah satu gejala di bawah ini:
Penurunan BB lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan sebelum
diagnosis ditegakkan yang tidak diketahui penyebabnya
Demam intermitten > 38° C
Berkeringat di malam hari
X Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm, atau ,
massa mediastinum dengan ukuran > 1/3 dari diameter transthoracal maximum
pada foto polos dada PA
Perubahan hematologik
Pada limfoma Hodgkin sering terdapat anemia normositik normokrom, kausa
anemia sering kali adalah menurunnya produksi dan peningkatan destruksi, tapi anemia
hemolitik dengan tes Coomb positif tidak sampai 1%. Granulosit sering meningkat hingga
timbul lekositosis, sebagian pasien dapat menunjukkan peningkatan eosinofil granulosit, limfosit
sering menurun, terutama pada stadium lanjut, jumlah absolut limfosit dapat <1 x 10 9/L. Pada HL
dengan demam, kadang kala teijadi reaksi lekemik, jumlah total lekosit dapat mencapai 50 x 109/L
lebih.1
Apusan sumsum tulang pada HL sering menunjukkan hiperproliferasi granulosit, sering
disertai peningkatan histiosit dan sel plasma, sehingga menyerupai gambaran 'sumsum tulang
infeksius'. Apusan sumsum tulang jarang dapat menemukan sel R-S, tapi biopsi sumsum tulang
12
(tennasuk biopsi pungsi) dapat menemukan sel R-S (inti dobel atau tunggal) pada infiltrasi
fokal atau difus sumsum tulang, juga sering disertai hiperplasia fibrosa dalam sumsum tulang. Jika
menemukan secara jelas fibrosis (dibuktikan biopsi sumsum tulang, atau berkali-kali pungsi `aspirasi
kering' sumsum tulang dengan pansitopenia), sangat kuat menunjukkan invasi tumor ke
sumsum tulang. HL sering terdapat peningkatan laju endap darah, ini dapat menjadi indikator
pemeriksaan aktivitas penyakit. NHL sering disertai anemia, kausanya dapat multifaktorial,
seperti invasi sumsum tulang, invasi saluran gastrointestinal menyebabkan tukak berdarah dan
gangguan absorpsi besi dan asam folat, serta akibat konsumsi kronis, radioterapi dan kemoterapi
menyebabkan depresi hematopoiesis atau eritropoiesis inefektif dan faktor lainnya. NHL juga
dapat mengalami anemia hemolitik autoimun (tes Coombs positif).1
Pada NHL sering terdapat invasi sumsum tulang, jika dilakukan biopsi pungsi krista iliaka
posterior superior berkali-kali, pada jenis limfosit kecil dan jenis lainnya dapat ditemukan
setidaknya 50-60% mengalami invasi sumsum tulang, sedangkan pada limfoma sel B besar
difus (DLBCL) hanya 10% mengalami invasi sumsum tulang. Sebagian kasus dengan invasi
sumsum tulang, kemudian sel abnormal dapat muncul di darah tepi sehingga timbul gambaran
lekemia. Bila jenis limfosit kecil menampilkan gambaran lekemia, sangat sulit dibedakan dari
lekemia limfositik kronis. Bila jenis sel besar menampilkan gambaran lekemia, dapat menyerupai
lekemia limfositik akut. Ada juga kasus dengan dismorfia sel lekemia menonjol, atau
nukleolus relatif menonjol. Tapi pada umumnya sangat sulit hanya dari morfologi sel
membedakan apa yang disebut sel limfosarkoma'. Limfoma jenis limfo blastik' dengan
karakteristik massa besar mediastinum sangat mudah berkembang menjadi lekemia limfositik
akut.1
Biokimia darah
13
2.9. Diagnosis
1. Anamnesis lengkap yang mencakup pajanan, infeksi, demam, keringat malam, berat
badan turun lebih dari 10 % dalam waktu kurang dari 6 bulan.
2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada sistem limfatik (kelenjar getah bening,
hati, dan lien dengan dokumentasi ukuran), infiltrasi kulit atau infeksi.
3. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan differensiasi sel darah putih, dan hitung trombosit.
4. Pemeriksaan kimia darah, mencakup tes faal hati dan ginjal, asam urat, laktat
dehidrogenase (LDH), serta alkali fosfatase.
5. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hilus (pembesaran kelenjar
getah bening bronkus, efusi pleura, dan penebalan dinding dada.
6. CT scan atau MRI dada, abdomen, dan pelvis.
7. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang.
8. Scan galium, dilakukan sebelum dan sesudah terapi, dapat menunjukkan area penyakit
atau penyakit residual pada mediastinum.
9. Biopsi dan aspirasi sumsum tulang pada limfoma stadium III dan IV.
10. Evaluasi sitogenetik dan sitometri aliran.
Limfadenopati harus dibedakan dan infeksi nonspesifik kelenjar limfe atau infeksi virus,
metastasis, mononukleosis infeksiosa dll. Setiap pembesaran kelenjar limfe berdiameter >1 cm,
diobservasi 6 minggu lebih tetap tidak mengecil, maka dilakukan biopsi.1
Massa mediastinum dan hilus pulmonal tanpa limfadenopati superfisial, sering kali perlu
dibedakan dari karsinoma paru, tuberkulosis, dll. Pada umumnya, massa limfoma dapat lebih
besar, progresi lebih cepat, kadang kala timbul multipel atau bilateral, sindrom kompresi vena
kava superior sering kali tidak semenonjol karsinoma paru tipe sentral, pemeriksaan bronkoskopi
dan tomografi hilus pulmonal area mediastinum membantu membedakan antara keduanya.1
Kasus tanpa limfadenopati superfisial, dengan gejala demam, diagnosis lebih sulit, bila
dicurigai limfoma Malignant, dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan CT abdomen untuk
menemukan lesi retroperitoneal, ada kalanya dapat dipertimbangkan untuk laparotomi eksploratif.1
Pembesaran kelenjar getah bening akibat infeksi akut, menyebabkan hiperplasia kelenjar
tersebut hingga secara klinis teraba membesar. Secara klinis akan ditemukan : lesi Primer sumber
14
infeksi dan pembesaran kelenjar getah bening regioner, yang disertai tanda – tanda umum
peradangan berupa dolor, robor, kolor, tumor dan funsio laesa. Misalnya, ada sakit gigi atau
karies dentis atau infeksi stomatitis sering diikuti pembesaran kelenjar getah bening
submandibuler (limfadenitis submandibuler), apabila lesi infeksi primer sudah diobati, maka
limfadenitis akuta inipun akan sembuh secara berangsur. Limfadenitis Kronis disebabkan oleh
infeksi kronis. Infeksi kronis nonspesifik misalnya pada keadaan seseorang dengan faringitis
kronis akan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher (limfadenitis). Pembesaran di sini
ditandai oleh tanda radang yang sangat minimal dan tidak nyeri. Pembesaran kronis yang
spesifik dan masih banyak di Indonesia adalah akibat tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa ini
ditandai oleh pembesaran kelenjar getah benng, padat / keras, multiple dan dapat
berkonglomerasi satu sama lain. 1
2.11.Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang terbatas dalam
pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma, seperti limfoma gaster yang terbatas
pada bagian perut saja atau jika ada resiko perforasi, obstruksi, dan perdarahan masif,
pembedahan masih menjadi pilihan utama. Namun, sejauh ini pembedahan hanya dilakukan
untuk mendukung proses penegakan diagnosis melalui surgical biopsy.1
b. Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan limfoma, terutama
limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini lebih sulit untuk diprediksi. Beberapa
jenis radioterapi yang tersedia telah banyak digunakan untuk mengobati limfoma hodgkin
seperti radioimunoterapi dan radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan antibodi
monoclonal seperti CD20 dan CD22 untuk melawan antigen spesifik dari limfoma secara
131
langsung, sedangkan radioisotope menggunakan Iodine atau 90Yttrium untuk irradiasi sel-
sel tumor secara selektif. Teknik radiasi yang digunakan didasarkan pada stadium limfoma
itu sendiri1, yaitu:
Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
15
Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
Untuk stadium IV secara total body irradiation
c. Kemoterapi1,6
Merupakan teknik pengobatan keganasan yang telah lama digunakan dan banyak obat-obatan
kemoterapi telah menunjukkan efeknya terhadap limfoma.
Pengobatan Awal:
1. MOPP regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus atau lebih.
o Mechlorethamine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 8
o Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2 hari ke 1 dan 8
16
3. Stanford V regimen: selama 2-4 minggu pada akhir siklus
o Prednisone: 40 mg/m2, setiap hari, pada minggu ke 1-10, tapering of pada minggu ke 11,12
1. ICE regimen
a. Ifosfamide: 5 g/m2, hari ke-2
b. Mesna: 5 g/m2, hari ke-2
17
d. Etoposide: 100 mg/m2, hari ke 1-3
2. DHAP regimen
a. Cisplatin: 100 mg/m2, hari pertama
d. Imunoterapi
Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-α, di mana interferon-α berperan
untuk menstimulasi sistem imun yang menurun akibat pemberian kemoterapi.1
18
Terapi limfoma Hodgkin
Tiap penderita dengan penyakit Hodgkin harus diterapi dengan tujuan kuratif. Ini juga
berlaku untuk penderita dalam stadium III dan IV dan juga untuk penderita dengan residif
sesudah terapi pertama.1
Ini berarti bahwa terapi harus cepat dimulai dan bahwa ini tidak boleh dihentikan atau
dikurangi tanpa alasan yang berat. Sebelum mulai terapi harus ada pembicaraan antara
radioterapis dan internis untuk menentukan program terapi.1
19
Terapi standar dalam stadium I dan II adalah radioterapi. Untuk lokalisasi di atas
diafragma ini terdiri atas radiasi lapangan mantel, diikuti dengan radiasi daerah paraaortal
dan limpa, yang terakhir ini karena kemungkinan 20-30% dalam daerah ini, seperti ternyata
dari hasil laparotomi penetapan stadium. Terapi demikian itu berlangsung 4 minggu untuk
daerah mantel dan sesudah periode istirahat 3-4 minggu, 4 minggu untuk daerah kelenjar
limfe paraaortal dan limpa. Dengan terapi ini ketahanan hidup bebas penyakit yang
berlangsung lama adalah kira-kira 75%, ketahanan hidup total kira-kira 90%. Ini dengan titik
tolak bahwa periode bebas penyakit 5-7 tahun berarti penyembuhan.1
Jika lokasi kelainannya di bawah diafragma, dalam stadium I atau II diberikan
penyinaran Y terbalik, dengan menyinari kelenjar limfe paraaortal, limpa, kelenjar iliakal
dan kelenjar inguinal. Pada radiasi ini ovarium terdapat dalam lapangan penyinaran. Karena
itu dipertimbangkan pada wanita muda untuk menempatkan ovarium di luar lapangan
penyinaran. Jika kelainan di perut sangat voluminous, maka dipilih kemoterapi dalam
kombinasi dengan radioterapi.1
Jadi, penderita dalam stadium I atau II dengan faktor resiko ini secara inisial harus
diterapi dengan kombinasi kemoterapi dan penyinaran. Tahun-tahun akhir ini pada
umumnya ada tendensi untuk juga stadium I dan II penderita tanpa faktor resiko tambahan
diterapi dengan kombinasi kemoterapi dan radiasi. Alasan untuk ini adalah bahwa misalnya
sebagai akibat penyinaran lapangan mantel sesudah 10-15 tahun, juga terdapat kenaikan
kemungkinan timbul masalah kardial.1
2. Stadium IIIA
Jika dalam stadium III perluasannya hanya terbatas, radiasi memang mungkin,
misalnya dalam situasi klinis stadium klinik II pada laparotomi terdapat perluasan terbatas di
limpa atau perut atas. Penyinaran harus terdiri dari radiasi lapangan mantel dan radiasi Y
terbalik (radiasi “total node”). Pada stadium klinik III lebih dipilih penanganan dengan
kemoterapi. Penderita ini diterapi sebagai pasien dalam stadium IIIB – IV.1
3. Stadium IIIB – IV
Penderita dalam stadium ini diterapi dengan kemoterapi (Longo, 1990). Skema
MOPP yang telah lama sebagai pilihan pertama tampaknya digeser oleh skema MOPP/ABV.
Dalam hal ini pada hari ke-1 dan ke-8 dapat diberikan berbagai obat. Dari penelitian ternyata
20
bahwa dengan pilihan ini kemungkinan penyembuhan lebih besar daripada dengan MOPP
saja.1
Pada penderita yang lebih tua juga digunakan skema ChlVPP, yang pada umumnya
lebih baik ditoleransi. Mengenai efek samping kemoterapi disamping efek akut yang terjadi
(misalnya nausea, vomitus, depresi sumsum tulang, dan kerontokan rambut), juga harus
diperhatikan efek samping yang timbul kemudian.1
2.12. Komplikasi
Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma maligna, yaitu
komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi karena penggunaan
kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dapat berupa pansitopenia,
perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung, kelainan pada paru-paru, sindrom vena cava
superior, kompresi pada spinal cord, kelainan neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada
traktus gastrointestinal, nyeri, dan leukositosis jika penyakit sudah memasuki tahap leukemia.
Sedangkan komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan
muntah, infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas jantung
akibat penggunaan doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor.1
2.13. Prognosis
Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma Hodgkin ditentukan oleh
beberapa faktor di bawah ini, antara lain:
21
Prognosis penyakit Hodgkin ini relatif baik. Penyakit ini dapat sembuh atau hidup lama
dengan pengobatan meskipun tidak 100%. Tetapi oleh karena dapat hidup lama, kemungkinan
mendapatkan late complication makin besar. Late complication itu antara lain :
Sedangkan untuk limfoma non-hodgkin, faktor yang mempengaruhi prognosisnya antara lain:
22
BAB III
ILUSTRASI KASUS
23
rujukan dari RS Abdul Manaf, setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (USG) os di diagnosa kista ovarium dan telah dilakukan laparotomi di RS
Abdul Manaf.
Awalnya, sekitar ± 4 tahun yang lalu, os merasa terdapat benjolan di daerah lipat
paha sebelah kiri sebesar kelereng tanpa disertai rasa nyeri, diikuti benjolan di leher
sebelah kiri dan di ketiak sebelah kanan ±1x1cm sejak 3 bulan yang lalu . ± 1 tahun
yang lalu os sering mengeluhkan nyeri perut sebelah kiri bawah berulang, ± 2 bulan
yang lalu os diurut dan baru menyadari adanya bejolan di perut bawah sebelah kiri
sebesar telur ayam. Sebelumnya os sering mengeluh demam yang berulang, nafsu
makan menurun dan terjadi penurunan berat badan. Mual (++), muntah (+), pusing (+),
BAB dan BAK baik.
24
Pemeriksaan Kepala dan Leher
- Kepala : normochepal
- Mata : pupil isokor kanan kiri, konjungtiva
anemis -/-, sclera ikterik -/-
- THT : dbn
- Leher : pembengkakan KGB (+), pembengkakan
kelenjar tiroid (-)
Pemeriksaan Thorak
- Pulmo
- Cor
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Inspeksi Iktus cordis tidak tampak
Iktus cordis teraba di ICS V linea mid
Palpasi
clavikula, kuat angkat
25
Perkusi Redup
Auskultasi BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Pemeriksaan Abdomen
Pemeriksaan Genitalia
- Dbn
Pemeriksaan Ekstremitas
- Akral hangat, udem (-) pada keempat ekstremitas
- Terdapat pembesaran KBG di region axilla dextra ± 1x1cm
- Pembesaran KGB di region inguinal sinistra ± 1x1cm
Tanggal 6-12-2011
Laboratorium
WBC : 5.7 x 103/mm3 % Lym:18.4%
26
RBC : 4.97 x 106/mm3 % Mon: 6.1%
HGB : 13.2 gr/dl % Gra : 75.5%
HCT : 40.6 %
PLT : 218x 103/mm3
Tanggal 17-12-2011
Laboratorium
WBC : 5.0 x 103/mm3 % Lym:13.2%
RBC : 4.06 x 106/mm3 % Mon: 4.9%
HGB : 11.1 gr/dl % Gra : 81.9%
HCT : 254 %
PLT : 182x 103/mm3
3.6. Penatalaksanaan/Terapi
27
Laparatomi pada tanggal 14 Desember 2011
Masa tumor solid retroperitoneal regio iliaca sinistra
Dilakukan explorasi dari De’Bulkiy di biopsy
Jaringan dikirim ke Patologi Anatomi
Di pasang draine
Terapi Post op
IVFD RL + drip ketorolac 30 mg + tramadol 100mg 30 tts/mnt
Kalbamin infus : Tirofusin = 1:1 (42 jam)
Inj.ranitidin 2 x 50 mg
Tripenem 2x1 g
Awasi produksi draine
Diet cair
Terapi post op hari ke 9
IVFD RL 20 tts/mnt
Ceftriaxon 1x2gr
Ranitidin 2x5mg
Antasid syr 3x1cth
3.7. Prognosis
Quo ad vitam dubia ad : bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
28
BAB IV
Kesimpulan
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dalam pembuatan tulisan ini adalah :
1. Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari
sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit.
2. Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma Malignant yaitu penyakit Hodgkin (PH)
dan limfoma non Hodgkin (LNH).
3. Penyebab dari penyakit limfoma maligna masih belum diketahui dengan pasti.. Empat
kemungkinan penyebabnya adalah: faktor genetik, kelainan sistem kekebalan, infeksi
virus atau bakteria (HIV, virus human T-cell leukemia/lymphoma (HTLV), Epstein-Barr
virus (EBV), Helicobacter Sp) dan toksin lingkungan (herbisida, pengawet dan pewarna
kimia).
29
DAFTAR PUSTAKA
30
31