Limfoma Maligna

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan
imunitas tubuh. Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran
kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat
juga dijumpai ekstra nodul yaitu diluar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus
digestivus, paru, kulit dan organ lain.1
Di Indonesia limfoma Malignant menduduki tempat ke-6 dari semua kasus keganasan.
Dapat dibedakan limfoma Malignant Hodgkin dan Non Hodgkin limfoma. Secara epidemiologis
apabila dilihat dilihat dari distribusi umur, maka penyakit Hodgkin ditemukan pda dua puncak
golongan umur, yaitu pada usia 20-40 tahun dan sesudah 50 tahun. Sedangkan limfoma Non
Hodgkin pada umumnya pada usia tua dengan puncak diatas 60 tahun.2
Klasifikasi limfoma juga dapat dibuat berdasarkan perbedaan histopatologis dari kedua
penyakit di atas, di mana pada limfoma hodgkin terdapat suatu gambaran yang khas yaitu adanya
sel Reed-Sternberg. Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium lanjut yang
merupakan penyulit dalam terapi kuratif. 1
Setiap tahun, diperkirakan terdapat 7.900 kasus baru penyakit Hodgkin dengan kematian
sebanyak 1.600 penyakit Hodgkin merupakan kanker yang paling sering terjadi pada usia dewasa
muda. Sekitar 90% limfoma Hodgkin timbul dan kelenjar limfe,hanya 10% timbul dari jaringan
limfatik di luar kelenjar limfe. Sedangkan limfoma non-Hodgkin 60% timbul dari kelenjar limfe,
40% dari jaringan limfatik di luar kelenjar. Jika diberikan terapi segera dan tepat, angka
kesembuhan limfoma Hodgkin dapat mencapai 80% lebih, menjadi tumor ganas dengan efektivitas
terapi tertinggi dewasa ini. Prognosis limfoma non-Hodgkin lebih buruk, tapi sebagian dapat
disembuhkan. 1
Manifestasi klinis dan penelitian epidemiologi mengatakan kemungkinan virus sebagai
penyebab atau gangguan system imun. Infeksi yang paling sering pada penyakit ini adalah virus
Epstein-Barr (EBV). Predisposisi genetic juga mungkin berhubungan dengan penyakit Hodgkin.3

1
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Limfoma maligna adalah neoplasma ganas primer pada kelenjar getah bening/system
limfatis, dan ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening yang terkena. Dapat dibedakan
menjadi dua, limfoma Hodgkin dan limfoma Non Hodgkin.4

2.2. Anatomi Sistem Limfatik


Sistem limfatik terdapat diseluruh bagian tubuh manusia, kecuali system saraf pusat.
Bagian terbesarnya terdapat disumsum tulang, lien, kelenjar timus, limfonodi dan tonsil. Organ-
organ lain termasuk hepar, paru-paru, usus, jantung, dan kulit juga mengandung jaringan limfatik.1

Gambar. Anatomi system limfatik

2
Limfonodi berbentuk seperti ginjal atau bulat, dengan diameter sangat kecil sampai
dengan1inchi.Limfonodi biasanya membentuk suatu kumpulan (yang terdiri dari beberapa
kelenjar) di beberapa bagian tubuh yang berbeda termasuk leher, axilla, thorax, abdomen, pelvis,
dan inguinal. Kurang lebih dua per tiga dari seluruh kelenjar limfe dan jaringan limfatik berada di
sekitar dan didalam tractus gastrointestinal. Pembuluh limfe besar adalah ductus thoracicus. 1

Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan
merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari sistem limfatik yang melewatinya.
Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke sistem limfatik sehingga dari lokasi sistem limfatik
akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh karena dilewati oleh aliran
pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel
pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat
menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut
sehingga kelenjar getah bening membesar.5

Pembesaran kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel pertahanan
tubuh yang berasal dari sistem limfatik itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit dan
histiosit,atau karena datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar
getah bening (limfadenitis), infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit
metabolit makrofag (gaucher disease). Pembesaran sistem limfatik 55% berada di daerah kepala
dan leher karena itu bahasan diutamakan pada pembesaran sistem limfatik di daerah kepala dan
leher. Dengan mengetahui lokasi pembesaran sistem limfatik maka kita dapat mengerahkan
kepada lokasi kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran sistem limfatik.5

3
Secara anatomi aliran getah bening aferen masuk ke dalam KGB melalui simpai (kapsul)
dan membawa cairan getah bening dari jaringan sekitarnya dan aliran getah bening eferen keluar
dari KGB melalui hilus. Cairan getah bening masuk kedalam kelenjar melalui lobang-lobang di
simpai. Di dalam kelenjar, cairan getah bening mengalir dibawah simpai di dalam ruangan yang
disebut sinus perifer yang dilapisi oleh sel endotel. 5

Jaringan ikat trabekula terentang melalui sinus-sinus yang menghubungkan simpai


dengan kerangka retikuler dari bagian dalam kelenjar dan merupakan alur untuk pembuluh darah
dan syaraf. Dari bagian pinggir cairan getah bening menyusup kedalam sinus penetrating yang
juga dilapisi sel endotel. Pada waktu cairan getah bening di dalam sinus penetrating melalui
hilus, sinus ini menempati ruangan yang lebih luas dan disebut sinus meduleri. Dari hilus cairan
ini selanjutnya menuju aliran getah bening eferen.5

Pada dasarnya limfosit mempunyai dua bentuk, yang berasal dari sel T (thymus) dan sel
B (bursa) atau sumsum tulang. Fungsi dari limfosit B dan sel-sel turunanya seperti sel plasma,
imunoglobulin, yang berhubungan dengan humoral immunity, sedangkan T limfosit berperan
terutama pada cell-mediated immunity. Terdapat tiga daerah pada KGB yang berbeda: korteks,
medula, parakorteks, ketiganya berlokasinya antara kapsul dan hilus. Korteks dan medula
merupakan daerah yang mengandung sel B, sedangkan daerah parakorteks mengandung sel T.5

Dalam korteks banyak mengandung nodul limfatik (folikel), pada masa postnatal,
biasanya berisi germinal center. Akibatnya terjadi stimulasi antigen, sel B didalam germinal
centers berubah menjadi sel yang besar, inti bulat dan anak inti menonjol. Yang sebelumnya
dikenal sebagai sel retikulum, sel-selnya besar yang ditunjukan oleh Lukes dan Collins sebagai
sel noncleaved besar, dan sel noncleaved kecil. Sel noncleaved yang besar berperan pada
limphopoiesis atau berubah menjadi immunoblas, diluar germinal center, dan berkembang
didalam sel plasma.5

2.3 Insidensi

Insidensi penyakit Hodgkin (morbus Hodgkin; MH) kira-kira 3 per 100.000 penderita per
tahun. Pada pria insidensinya sedikit lebih tinggi daripada wanita. Perbandingan pria dan wanita
adalah 3 : 2. Pada morbus Hodgkin distribusi menurut umur berbentuk bimodal yaitu terdapat

4
dua puncak dalam distribusi frekuensi. Puncak pertama terjadi pada orang dewasa muda antara
umur 18 – 35 tahun dan puncak kedua terjadi pada orang diatas umur 50 tahun. Selama dekade
terakhir terdapat kenaikan berangsur-angsur kejadian morbus Hodgkin, terutama bentuk nodular
sklerotik pada golongan umur lebih muda.1

Insiden Limfoma Non Hodgkin ± 8 kali lipat Limfoma Hodgkin, insiden baru tahun 2004
di amerika serikat 50.000 kasus lebih, di china di perkirakan lebih dari 40.000 kasus. Usia untuk
semua subtipe NHL lebih dari 60 tahun, kecuali untuk pasien dengan grade tinggi limfoma
noncleaved lymphoblastic dan kecil, yang merupakan jenis yang paling umum NHL diamati
pada anak-anak dan dewasa muda. pada pasien berusia 35-64 tahun hanya 16% kasus pada
pasien lebih muda dari 35 tahun.1

2.4 Etiologi
Penyebab limfoma Hodgkin dan limfoma Non Hodgkin sampai saat ini tidak diketahui
secara pasti. Terdapat kaitan jelas antara HL dan infeksi virus EB. Pada kelompok terinfeksi
HIV, insiden HL agak meningkat dibanding masyarakat umum, selain itu manifestasi klinis HL yang
terkait HIV sangat kompleks, sering kali terjadi pada stadium lanjut penyakit, mengenai regio
yang jarang ditemukan, seperti sumsum tulang, kulit, meningen, dll.1
Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan timbulnya NHL,
bahkan kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi. Virus RNA, HTLV-1 berkaitan dengan
lekemia sel T dewasa; virus imunodefisiensi humanus (HIV) menyebabkan AIDS, defek imunitas
yang diakibatkan berkaitan dengan timbulnya limfoma sel B keganasan tinggi; virus hepatitis C
(HCV) berkaitan dengan timbulnya limfoma sel B indolen. Gen dari virus DNA, virus
Ebstein Barr (EBV) telah ditemukan terdapat di dalam genom sel limfoma Burkitt Afrika;
infeksi kronis Helicobacter pylori berkaitan jelas dengan timbulnya limfoma lambung, terapi
eliminasi H. pylori dapat menghasilkan remisi pada 1/3 lebih kasus limfoma lambung. 1

2.5 Faktor Predisposisi 1


1. Usia
Penyakit limfoma maligna banyak ditemukan pada usia dewasa muda yaitu antara 18-
35 tahun dan pada orang diatas 50 tahun

2. Jenis kelamin

5
Penyakit limfoma maligna lebih banyak diderita oleh pria dibandingkan wanita

3. Gaya hidup yang tidak sehat


Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang yang mengkonsumsi makanan tinggi
lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV

4. Pekerjaan
Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi terkena limfoma
maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan adanya
paparan herbisida dan pelarut organik.

2.6 Patofisiologi
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau
penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening
(nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal).1

Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah
digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat
dimulai dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat
segera dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem
limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa
dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa.Beberapa penderita mengalami
demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi selama beberapa hari yang diselingi
dengan suhu normal atau di bawah normal selama beberapa hari atau beberapa minggu.
Gejala lainnya timbul berdasarkan lokasi pertumbuhan sel-sel limfoma.1

2.7 Klasifikasi Limfoma Malignant


Berdasarkan gambaran histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:1
a. Limfoma Hodgkin (LH)
Limfoma jenis ini memiliki dua tipe. yaitu tipe klasik dan tipe nodular predominan
limfosit, di mana limfoma hodgkin tipe klasik memiliki empat subtipe menurut Rye,
antara lain:

6
 Nodular Sclerosis
Terciri oleh adanya varian sel Hodgkin, sel lakunar, dalam latar belakang limfosit,
granulosit, sel eosinofil, dan histiositik. Sel Reed-Sternberg tidak sangat sering.
Kelenjar limfe sering mempunyai susunan nodular, dengan di dalamnya terlihat
pita-pita jaringan ikat yang sedikit atau kurang luas yang sklerotik.7

 Lymphocyte Predominance
Bentuk kaya limfosit (HD-LP) terciri oleh varian sel Hodgkin yang lain, sel L dan
H dengan latar belakang limfosit kecil dan histiosit reaktif.7

 Lymphocyte Depletion
Gambaran ini ternyata sering berdasar atas (sub) tipe morbus Hodgkin atau
limfoma non-Hodgkin.7

 Mixed Cellularity
Pada bentuk sel campuran (HD-MC) latar belakang juga terdiri dari granulosit,
eosinofil, sel plasma, dan histiosit, tetapi disini banyak terlihat sel Reed-
Sternberg.7

(Klasifikasi Lukes-Butler dan Rye, 1966)


Tipe utama Sub-tipe Frekuensi

Bentuk lymphocyte predominance (LP) Nodular }5%

Difus
Bentuk nodular sclerosis (NS) 70-80%

Bentuk Mixed Cellulating (MC) 10-20%

Bentuk Lymphocyte Depletion (LD) Reticular }1%

Fibrosis difus

7
Bentuk histopatologik limfoma Hodgkin

Mengenai sifat sel Reed-Sternberg masih banyak hal yang belum jelas. Dianggap dapat
merupakan sel T atau sel B yang teraktivasi, yang sedikit banyak dikuatkan oleh data biologi
molecular; hanya pada bentuk kaya limfosit karakter sel B jelas.1

b. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)


Formulasi Kerja (Working Formulation) membagi limfoma non-hodgkin menjadi tiga
kelompok utama, antara lain:
 Limfoma Derajat Rendah
Kelompok ini meliputi tiga tumor, yaitu limfoma limfositik kecil, limfoma
folikuler dengan sel belah kecil, dan limfoma folikuler campuran sel belah besar
dan kecil.
 Limfoma Derajat Menengah
Ada empat tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel besar, limfoma
difus sel belah kecil, limfoma difus campuran sel besar dan kecil, dan limfoma
difus sel besar.

8
 Limfoma Derajat Tinggi
Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma imunoblastik sel besar,
limfoma limfoblastik, dan limfoma sel tidak belah kecil.1

Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg


yang bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Reed-Sternberg adalah
suatu sel besar berdiameter 15-45 mm, sering berinti ganda (binucleated), berlobus dua
(bilobed), atau berinti banyak (multinucleated) dengan sitoplasma amfofilik yang sangat
banyak. Tampak jelas di dalam inti sel adanya anak inti yang besar seperti inklusi dan
seperti “mata burung hantu” (owl-eyes), yang biasanya dikelilingi suatu halo yang
bening.1

Gambar 1. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed


Sternbergdan (b) Limfoma Non Hodgkin

2.8. Gejala Klinis

Pembesaran kelenjar limfesuperfisialis menempati 60% lebih, diantaranya kelenjar limfe


bagian leher 60-80%, bagian axial 6-20%, inguinal 6-12%, kelenjar limfe mandibula, pre atau
retro auricular, dll relative sedikit. Pmebesaran seringkali asimetri, konsistensi padat atau kenyal,
tidak nyeri, pada stadium dini tidak melekat, dapat menimbulkan tanda invasi dan kompresi
setempat. Splenomegali umunya banyak ditemukan pada LH. Hepatomegali dan gangguan
fungsi hati, terjadi pada stadium lanjut. Kelainan tulang rangka sekitar 0-15%, berupa nyeri

9
tulang dan fraktur patologis. Kelainan pada kulit, dapat berupa massa, nodul, ulkus, pruritus, dll.
Dapat juga ditemukan kelainan neural berupa paralisis.1

Gejala sistemik yang khas yang berupa demam, keringat malam dan penurunan berat
badan 10% yang disebut dengan gejala B.1

a. Limfoma Hodgkin
Anamnesis
-
Asimtomatik limfadenopati
-
Gejala Sistemik (Demam Pel-Ebstein, keringat malam, BB turun)
-
Nyeri dada, batuk, nafas pendek
-
Pruritus
-
Nyeri tulang atau nyeri punggung1,2

Pemeriksaan Fisik
-
Teraba pembesaran limfonodi pada pada satu kelompok kelenjar (cervix, axilla,
inguinal)
-
Cincin Waldeyer & kelenjar mesenterik jarang terkena
-
Hepatomegali & Spelomegali
-
Sindrom vena cava superior
-
Gejala sususan saraf pusat (degenerasi serebral dan neuropati)2

b. Limfoma Non Hodgkin


Anamnesis
-
Gejala sistemik (demam intermitten Asimtomatik limfadenopati keringat malam, BB
turun)
-
Mudah lelah
-
Gejala obstruksi GI tract dan Urinary tract.2

Pemeriksaan Fisik
-
Melibatkan banyak kelenjar perifer
-
Cincin Waldeyer dan kelenjar mesenterik sering terkena
-
Hepatomegali & Splenomegali
-
Massa di abdomen dan testis2

Perbedaan karakteristik klinis Limfoma Hodgkin (HL) dan Limfoma nonHodgkin (NHL)
Limfoma Hodgkin (HL) Limfoma nonHodgkin (NHL)

Keluhan pertama berupa limfadenopati Sekitar 40% timbul pertama di jaringan

10
superficial terutama pada leher limfatik ekstranodi

Pembesaran 1 kelompok kelenjar limfe, Perkembangannya tidak beraturan


dapat dalam jangka waktu sangat panjang
tetap stabil atau kadang membesar dan
kadang mengecil

Limfadenopati lebih lunak, lebih mobile Berderajat keganasan tinggi. Sering


menginvasi kulit (merah, udem, nyeri),
membentuk satu massa relatif keras
terfiksir.

Berkembang relatif lebih lambat, Progresi lebih cepat, perjalanan penyakit


perjalanan penyakit lebih panjang, reaksi lebih pendek, mudah kambuh, prognosis
terapi lebih baik lebih buruk

Selain tanda dan gejala di atas, stadium limfoma maligna secara klinis juga dapat
ditentukan berdasarkan klasifikasi Ann Arbor yang telah dimodifikasi Costwell
Tabel. Klasifikasi Limfoma Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh Costwell1,6
Keterlibatan/Penampakan
Stadium
I Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ ekstralimfatik
(IE)
II Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regio yang
letaknya berjauhan tapi masih dalam sisi diafragma yang sama (IIE)
III Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma ditambah
dengan organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa (IIIES)
IV Kanker bersifat difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ ekstralimfatik
Suffix
A Tanpa gejala B

11
B Terdapat salah satu gejala di bawah ini:
 Penurunan BB lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan sebelum
diagnosis ditegakkan yang tidak diketahui penyebabnya
 Demam intermitten > 38° C
 Berkeringat di malam hari

X Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm, atau ,
massa mediastinum dengan ukuran > 1/3 dari diameter transthoracal maximum
pada foto polos dada PA

Gambar. Penentuan Stadium Limfoma berdasarkan Klasifikasi Ann Arbor

Perubahan hematologik
Pada limfoma Hodgkin sering terdapat anemia normositik normokrom, kausa
anemia sering kali adalah menurunnya produksi dan peningkatan destruksi, tapi anemia
hemolitik dengan tes Coomb positif tidak sampai 1%. Granulosit sering meningkat hingga
timbul lekositosis, sebagian pasien dapat menunjukkan peningkatan eosinofil granulosit, limfosit
sering menurun, terutama pada stadium lanjut, jumlah absolut limfosit dapat <1 x 10 9/L. Pada HL
dengan demam, kadang kala teijadi reaksi lekemik, jumlah total lekosit dapat mencapai 50 x 109/L
lebih.1
Apusan sumsum tulang pada HL sering menunjukkan hiperproliferasi granulosit, sering
disertai peningkatan histiosit dan sel plasma, sehingga menyerupai gambaran 'sumsum tulang
infeksius'. Apusan sumsum tulang jarang dapat menemukan sel R-S, tapi biopsi sumsum tulang

12
(tennasuk biopsi pungsi) dapat menemukan sel R-S (inti dobel atau tunggal) pada infiltrasi
fokal atau difus sumsum tulang, juga sering disertai hiperplasia fibrosa dalam sumsum tulang. Jika
menemukan secara jelas fibrosis (dibuktikan biopsi sumsum tulang, atau berkali-kali pungsi `aspirasi
kering' sumsum tulang dengan pansitopenia), sangat kuat menunjukkan invasi tumor ke
sumsum tulang. HL sering terdapat peningkatan laju endap darah, ini dapat menjadi indikator
pemeriksaan aktivitas penyakit. NHL sering disertai anemia, kausanya dapat multifaktorial,
seperti invasi sumsum tulang, invasi saluran gastrointestinal menyebabkan tukak berdarah dan
gangguan absorpsi besi dan asam folat, serta akibat konsumsi kronis, radioterapi dan kemoterapi
menyebabkan depresi hematopoiesis atau eritropoiesis inefektif dan faktor lainnya. NHL juga
dapat mengalami anemia hemolitik autoimun (tes Coombs positif).1
Pada NHL sering terdapat invasi sumsum tulang, jika dilakukan biopsi pungsi krista iliaka
posterior superior berkali-kali, pada jenis limfosit kecil dan jenis lainnya dapat ditemukan
setidaknya 50-60% mengalami invasi sumsum tulang, sedangkan pada limfoma sel B besar
difus (DLBCL) hanya 10% mengalami invasi sumsum tulang. Sebagian kasus dengan invasi
sumsum tulang, kemudian sel abnormal dapat muncul di darah tepi sehingga timbul gambaran
lekemia. Bila jenis limfosit kecil menampilkan gambaran lekemia, sangat sulit dibedakan dari
lekemia limfositik kronis. Bila jenis sel besar menampilkan gambaran lekemia, dapat menyerupai
lekemia limfositik akut. Ada juga kasus dengan dismorfia sel lekemia menonjol, atau
nukleolus relatif menonjol. Tapi pada umumnya sangat sulit hanya dari morfologi sel
membedakan apa yang disebut sel limfosarkoma'. Limfoma jenis limfo blastik' dengan
karakteristik massa besar mediastinum sangat mudah berkembang menjadi lekemia limfositik
akut.1

Biokimia darah

Hiperkalsemia, hipofosfatemia, fosfatase alkali serum meningkat sejalan dengan perkembangan


penyakit, tembaga serum dan asam urat darah juga dapat meningkat, albumin rendah
sedangkan β2-globulin jelas meningkat, C reaktif protein, C3, fibrinogen juga dapat meningkat,
pada stadium dini terdapat 40% pasien menunjukkan IgG, IgA agak meningkat, IgM menurun,
pada stadium lanjut 50% menunjukkan hipogamaglobulinalfa-emia, produksi antibodi juga
menurun.1

13
2.9. Diagnosis

Diagnosis limfoma hodgkin maupun non-hodgkin dapat ditegakkan melalui prosedur-


prosedur di bawah ini.1

1. Anamnesis lengkap yang mencakup pajanan, infeksi, demam, keringat malam, berat
badan turun lebih dari 10 % dalam waktu kurang dari 6 bulan.
2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada sistem limfatik (kelenjar getah bening,
hati, dan lien dengan dokumentasi ukuran), infiltrasi kulit atau infeksi.
3. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan differensiasi sel darah putih, dan hitung trombosit.
4. Pemeriksaan kimia darah, mencakup tes faal hati dan ginjal, asam urat, laktat
dehidrogenase (LDH), serta alkali fosfatase.
5. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hilus (pembesaran kelenjar
getah bening bronkus, efusi pleura, dan penebalan dinding dada.
6. CT scan atau MRI dada, abdomen, dan pelvis.
7. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang.
8. Scan galium, dilakukan sebelum dan sesudah terapi, dapat menunjukkan area penyakit
atau penyakit residual pada mediastinum.
9. Biopsi dan aspirasi sumsum tulang pada limfoma stadium III dan IV.
10. Evaluasi sitogenetik dan sitometri aliran.

2.10. Diagnosis Banding

Limfadenopati harus dibedakan dan infeksi nonspesifik kelenjar limfe atau infeksi virus,
metastasis, mononukleosis infeksiosa dll. Setiap pembesaran kelenjar limfe berdiameter >1 cm,
diobservasi 6 minggu lebih tetap tidak mengecil, maka dilakukan biopsi.1
Massa mediastinum dan hilus pulmonal tanpa limfadenopati superfisial, sering kali perlu
dibedakan dari karsinoma paru, tuberkulosis, dll. Pada umumnya, massa limfoma dapat lebih
besar, progresi lebih cepat, kadang kala timbul multipel atau bilateral, sindrom kompresi vena
kava superior sering kali tidak semenonjol karsinoma paru tipe sentral, pemeriksaan bronkoskopi
dan tomografi hilus pulmonal area mediastinum membantu membedakan antara keduanya.1
Kasus tanpa limfadenopati superfisial, dengan gejala demam, diagnosis lebih sulit, bila
dicurigai limfoma Malignant, dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan CT abdomen untuk
menemukan lesi retroperitoneal, ada kalanya dapat dipertimbangkan untuk laparotomi eksploratif.1
Pembesaran kelenjar getah bening akibat infeksi akut, menyebabkan hiperplasia kelenjar
tersebut hingga secara klinis teraba membesar. Secara klinis akan ditemukan : lesi Primer sumber

14
infeksi dan pembesaran kelenjar getah bening regioner, yang disertai tanda – tanda umum
peradangan berupa dolor, robor, kolor, tumor dan funsio laesa. Misalnya, ada sakit gigi atau
karies dentis atau infeksi stomatitis sering diikuti pembesaran kelenjar getah bening
submandibuler (limfadenitis submandibuler), apabila lesi infeksi primer sudah diobati, maka
limfadenitis akuta inipun akan sembuh secara berangsur. Limfadenitis Kronis disebabkan oleh
infeksi kronis. Infeksi kronis nonspesifik misalnya pada keadaan seseorang dengan faringitis
kronis akan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher (limfadenitis). Pembesaran di sini
ditandai oleh tanda radang yang sangat minimal dan tidak nyeri. Pembesaran kronis yang
spesifik dan masih banyak di Indonesia adalah akibat tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa ini
ditandai oleh pembesaran kelenjar getah benng, padat / keras, multiple dan dapat
berkonglomerasi satu sama lain. 1

2.11.Penatalaksanaan

Penatalaksanaan limfoma maligna dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu:

a. Pembedahan
Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang terbatas dalam
pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma, seperti limfoma gaster yang terbatas
pada bagian perut saja atau jika ada resiko perforasi, obstruksi, dan perdarahan masif,
pembedahan masih menjadi pilihan utama. Namun, sejauh ini pembedahan hanya dilakukan
untuk mendukung proses penegakan diagnosis melalui surgical biopsy.1
b. Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan limfoma, terutama
limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini lebih sulit untuk diprediksi. Beberapa
jenis radioterapi yang tersedia telah banyak digunakan untuk mengobati limfoma hodgkin
seperti radioimunoterapi dan radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan antibodi
monoclonal seperti CD20 dan CD22 untuk melawan antigen spesifik dari limfoma secara
131
langsung, sedangkan radioisotope menggunakan Iodine atau 90Yttrium untuk irradiasi sel-
sel tumor secara selektif. Teknik radiasi yang digunakan didasarkan pada stadium limfoma
itu sendiri1, yaitu:
 Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
 Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi

15
 Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
 Untuk stadium IV secara total body irradiation

Gambar 5. Berbagai macam teknik radiasi

c. Kemoterapi1,6
Merupakan teknik pengobatan keganasan yang telah lama digunakan dan banyak obat-obatan
kemoterapi telah menunjukkan efeknya terhadap limfoma.
Pengobatan Awal:
1. MOPP regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus atau lebih.
o Mechlorethamine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 8
o Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2 hari ke 1 dan 8

o Procarbazine: 100 mg/m2, hari 1-14

o Prednisone: 40 mg/m2, hari 1-14, hanya pada siklus 1 dan 4

2. ABVD regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus


o Adriamycin: 25 mg/m2, hari ke 1 dan 15
o Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke 1 dan 15

o Vinblastine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 15

o Dacarbazine: 375 mg/m2, hari ke 1 dan 15

16
3. Stanford V regimen: selama 2-4 minggu pada akhir siklus

o Vinblastine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 7, 9, 11


o Doxorubicin: 25 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 9, 11

o Vincristine: 1,4 mg/m2, minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12

o Bleomycin: 5 units/m2, minggu ke 2, 4, 8, 10, 12

o Mechlorethamine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 5, 9

o Etoposide: 60 mg/m2 dua kali sehari, minggu ke 3, 7, 11

o Prednisone: 40 mg/m2, setiap hari, pada minggu ke 1-10, tapering of pada minggu ke 11,12

4. BEACOPP regimen: setiap 3 minggu untuk 8 siklus

o Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke- 8


o Etoposide: 200 mg/m2, hari ke 1-3

o Doxorubicin (Adriamycine): 35 mg/m2, hari ke-1

o Cyclophosphamide: 1250 mg/m2, hari ke-1

o Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2, hari ke-8

o Procarbazine: 100 mg/m2, hari ke 1-7

o Prednisone: 40 mg/m2, hari ke 1-14

Jika pengobatan awal gagal atau penyakit relaps:

1. ICE regimen
a. Ifosfamide: 5 g/m2, hari ke-2
b. Mesna: 5 g/m2, hari ke-2

c. Carboplatin: AUC 5, hari ke-2

17
d. Etoposide: 100 mg/m2, hari ke 1-3
2. DHAP regimen
a. Cisplatin: 100 mg/m2, hari pertama

b. Cytarabine: 2 g/m2, 2 kali sehari pada hari ke-2

c. Dexamethasone: 40 mg, hari ke 1-4


3. EPOCH regimen – Pada kombinasi ini, etoposide, vincristine, dan doxorubicin diberikan
secara bersamaan selama 96 jam IV secara berkesinambungan.
a.Etoposide: 50 mg/m2, hari ke 1-4

b. Vincristine: 0.4 mg/m2, hari ke 1-4

c.Doxorubicin: 10 mg/m2, hari ke 1-4

d. Cyclophosphamide: 750 mg/m2, hari ke- 5

e.Prednisone: 60 mg/m2, hari ke 1-6

d. Imunoterapi
Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-α, di mana interferon-α berperan
untuk menstimulasi sistem imun yang menurun akibat pemberian kemoterapi.1

e. Transplantasi sumsung tulang


Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma tidak membaik
dengan pengobatan konvensional atau jika pasien mengalami pajanan ulang (relaps). Ada dua
cara dalam melakukan transplantasi sumsum tulang, yaitu secara alogenik dan secara
autologus. Transplantasi secara alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai dengan
sumsum penderita. Donor tersebut bisa berasal dari saudara kembar, saudara kandung, atau
siapapun asalkan sumsum tulangnya sesuai dengan sumsum tulang penderita. Sedangkan
transplantasi secara autologus, donor sumsum tulang berasal dari sumsum tulang penderita
yang masih bagus diambil kemudian dibersihkan dan dibekukan untuk selanjutnya
ditanamkan kembali dalam tubuh penderita agar dapat menggantikan sumsum tulang yang
telah rusak.1

18
Terapi limfoma Hodgkin

Tiap penderita dengan penyakit Hodgkin harus diterapi dengan tujuan kuratif. Ini juga
berlaku untuk penderita dalam stadium III dan IV dan juga untuk penderita dengan residif
sesudah terapi pertama.1

Ini berarti bahwa terapi harus cepat dimulai dan bahwa ini tidak boleh dihentikan atau
dikurangi tanpa alasan yang berat. Sebelum mulai terapi harus ada pembicaraan antara
radioterapis dan internis untuk menentukan program terapi.1

Tabel 4. Pilihan terapi pertama pada morbus Hodgkin


Terapi pertama

Stadium I – II - Terapi standar: radiasi lapangan mantel dan radiasi


kelenjar paraaorta dan limpa; kadang-kadang
hanya lapangan mantel saja
- Jika ada faktor resiko, kemoterapi dilanjutkan
dengan radioterapi
- Dalam penelitian, kemoterapi terbatas dengan
“involved field radiation”
Stadium IIIA Kemoterapi ditambah dengan radioterapi

Stadium IIIB – Kemoterapi, ditambah dengan radioterapi


IV

1. Stadium klinik I dan II

19
Terapi standar dalam stadium I dan II adalah radioterapi. Untuk lokalisasi di atas
diafragma ini terdiri atas radiasi lapangan mantel, diikuti dengan radiasi daerah paraaortal
dan limpa, yang terakhir ini karena kemungkinan 20-30% dalam daerah ini, seperti ternyata
dari hasil laparotomi penetapan stadium. Terapi demikian itu berlangsung 4 minggu untuk
daerah mantel dan sesudah periode istirahat 3-4 minggu, 4 minggu untuk daerah kelenjar
limfe paraaortal dan limpa. Dengan terapi ini ketahanan hidup bebas penyakit yang
berlangsung lama adalah kira-kira 75%, ketahanan hidup total kira-kira 90%. Ini dengan titik
tolak bahwa periode bebas penyakit 5-7 tahun berarti penyembuhan.1
Jika lokasi kelainannya di bawah diafragma, dalam stadium I atau II diberikan
penyinaran Y terbalik, dengan menyinari kelenjar limfe paraaortal, limpa, kelenjar iliakal
dan kelenjar inguinal. Pada radiasi ini ovarium terdapat dalam lapangan penyinaran. Karena
itu dipertimbangkan pada wanita muda untuk menempatkan ovarium di luar lapangan
penyinaran. Jika kelainan di perut sangat voluminous, maka dipilih kemoterapi dalam
kombinasi dengan radioterapi.1
Jadi, penderita dalam stadium I atau II dengan faktor resiko ini secara inisial harus
diterapi dengan kombinasi kemoterapi dan penyinaran. Tahun-tahun akhir ini pada
umumnya ada tendensi untuk juga stadium I dan II penderita tanpa faktor resiko tambahan
diterapi dengan kombinasi kemoterapi dan radiasi. Alasan untuk ini adalah bahwa misalnya
sebagai akibat penyinaran lapangan mantel sesudah 10-15 tahun, juga terdapat kenaikan
kemungkinan timbul masalah kardial.1
2. Stadium IIIA
Jika dalam stadium III perluasannya hanya terbatas, radiasi memang mungkin,
misalnya dalam situasi klinis stadium klinik II pada laparotomi terdapat perluasan terbatas di
limpa atau perut atas. Penyinaran harus terdiri dari radiasi lapangan mantel dan radiasi Y
terbalik (radiasi “total node”). Pada stadium klinik III lebih dipilih penanganan dengan
kemoterapi. Penderita ini diterapi sebagai pasien dalam stadium IIIB – IV.1
3. Stadium IIIB – IV
Penderita dalam stadium ini diterapi dengan kemoterapi (Longo, 1990). Skema
MOPP yang telah lama sebagai pilihan pertama tampaknya digeser oleh skema MOPP/ABV.
Dalam hal ini pada hari ke-1 dan ke-8 dapat diberikan berbagai obat. Dari penelitian ternyata

20
bahwa dengan pilihan ini kemungkinan penyembuhan lebih besar daripada dengan MOPP
saja.1
Pada penderita yang lebih tua juga digunakan skema ChlVPP, yang pada umumnya
lebih baik ditoleransi. Mengenai efek samping kemoterapi disamping efek akut yang terjadi
(misalnya nausea, vomitus, depresi sumsum tulang, dan kerontokan rambut), juga harus
diperhatikan efek samping yang timbul kemudian.1

2.12. Komplikasi

Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma maligna, yaitu
komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi karena penggunaan
kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dapat berupa pansitopenia,
perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung, kelainan pada paru-paru, sindrom vena cava
superior, kompresi pada spinal cord, kelainan neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada
traktus gastrointestinal, nyeri, dan leukositosis jika penyakit sudah memasuki tahap leukemia.
Sedangkan komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan
muntah, infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas jantung
akibat penggunaan doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor.1

2.13. Prognosis

Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma Hodgkin ditentukan oleh
beberapa faktor di bawah ini, antara lain:

 Serum albumin < 4 g/dL


 Hemoglobin < 10.5 g/dL
 Jenis kelamin laki-laki
 Stadium IV
 Usia 45 tahun ke atas
 Jumlah sel darah putih > 15,000/mm3
 Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih
Jika pasien memiliki 0-1 faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai 90%, sedangkan
pasien dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka harapan hidupnya hanya 59%.1

21
Prognosis penyakit Hodgkin ini relatif baik. Penyakit ini dapat sembuh atau hidup lama
dengan pengobatan meskipun tidak 100%. Tetapi oleh karena dapat hidup lama, kemungkinan
mendapatkan late complication makin besar. Late complication itu antara lain :

1. Timbulnya keganasan kedua atau sekunder


2. Disfungsi endokrin yang kebanyakan adalah tiroid dan gonadal
3. Penyakit CVS terutama mereka yang mendapat kombinasi radiasi dan pemberian
antrasiklin terutama yang dosisnya banyak (dose related)
4. Penyakit pada paru pada mereka yang mendapat radiasi dan bleomisin yang juga dose
related
5. Pada anak-anak dapat terjadi gangguan pertumbuhan

Sedangkan untuk limfoma non-hodgkin, faktor yang mempengaruhi prognosisnya antara lain:

 usia (>60 tahun)


 Ann Arbor stage (III-IV)
 hemoglobin (<12 g/dL)
 jumlah area limfonodi yang terkena (>4) and
 serum LDH (meningkat)
Yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok resiko, yaitu resiko rendah (memiliki
0-1 faktor di atas), resiko menengah (memiliki 2 faktor di atas), dan resiko buruk (memiliki 3
atau lebih faktor di atas).

22
BAB III
ILUSTRASI KASUS

3.1. Identitas Pasien


 Nama : Ny. F.H
 Umur : 33 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 BB : 44 kg
 Pekerjaan : IRT
 MRS : 6 Desember 2011
3.2. Anamnesis
 Keluhan Utama : Nyeri perut sebelah kiri bawah ± 1 tahun SMRS

 Riwayat Penyakit sekarang:


Seorang perempuan datang ke poli bedah RS Raden Mattaher Jambi dengan
keluhan nyeri pada perut bawah kiri sejak ± 1 tahun yang lalu, os merupakan pasien

23
rujukan dari RS Abdul Manaf, setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (USG) os di diagnosa kista ovarium dan telah dilakukan laparotomi di RS
Abdul Manaf.
Awalnya, sekitar ± 4 tahun yang lalu, os merasa terdapat benjolan di daerah lipat
paha sebelah kiri sebesar kelereng tanpa disertai rasa nyeri, diikuti benjolan di leher
sebelah kiri dan di ketiak sebelah kanan ±1x1cm sejak 3 bulan yang lalu . ± 1 tahun
yang lalu os sering mengeluhkan nyeri perut sebelah kiri bawah berulang, ± 2 bulan
yang lalu os diurut dan baru menyadari adanya bejolan di perut bawah sebelah kiri
sebesar telur ayam. Sebelumnya os sering mengeluh demam yang berulang, nafsu
makan menurun dan terjadi penurunan berat badan. Mual (++), muntah (+), pusing (+),
BAB dan BAK baik.

- Riwayat penyakit dahulu


 Riwayat pembedahan (+)
 Riwayat batuk kronis (-)

 Riwayat penyakit keluarga


 Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

3.3. Pemeriksaan Fisik


Tanggal 23-12-2011
 Status Generalisata
Kesadaran Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
GCS : 15
Vital Sign
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Nadi : 78 x/i
- Respirasi : 18 x/i
- Suhu : 37˚C

24
Pemeriksaan Kepala dan Leher
- Kepala : normochepal
- Mata : pupil isokor kanan kiri, konjungtiva
anemis -/-, sclera ikterik -/-
- THT : dbn
- Leher : pembengkakan KGB (+), pembengkakan
kelenjar tiroid (-)

Pemeriksaan Thorak
- Pulmo

Pemeriksaan Dekstra Sinistra


Statis : simetris Statis : simetris
Inspeksi Dinamis : simetris Dinamik : simetris
Retraksi (-) Retraksi (-)
Stem fremitus Stem fremitus
Palpasi
normal normal
Perkusi Sonor Sonor
Vesikuler, rhonki -/-, Vesikuler, rhonki -/-,
Auskultasi
wheezing -/- wheezing -/-

- Cor
Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan
Inspeksi Iktus cordis tidak tampak
Iktus cordis teraba di ICS V linea mid
Palpasi
clavikula, kuat angkat

25
Perkusi Redup
Auskultasi BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Pemeriksaan Abdomen

Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan


Inspeksi Datar, sikatrik (+), distensi (-)
Auskultasi BU (+)
Palpasi Soepel, NT (-), H/L teraba
Perkusi Redup

Pemeriksaan Genitalia
- Dbn

Pemeriksaan Ekstremitas
- Akral hangat, udem (-) pada keempat ekstremitas
- Terdapat pembesaran KBG di region axilla dextra ± 1x1cm
- Pembesaran KGB di region inguinal sinistra ± 1x1cm

3.4. Pemeriksaan Penunjang


- CT-Scan Abdomen, DR, Elektrolit

Hasil CT Scan Abdomen


Tanggal 16-11-2011
Kesan : Splenomegali dengan nodul multiple disertai pembesaran KGB para aorta,
para iliaka kiri  Suspek Lymphoma Malignant

Tanggal 6-12-2011
Laboratorium
WBC : 5.7 x 103/mm3 % Lym:18.4%

26
RBC : 4.97 x 106/mm3 % Mon: 6.1%
HGB : 13.2 gr/dl % Gra : 75.5%
HCT : 40.6 %
PLT : 218x 103/mm3

Pemeriksaan Kimia Darah


Bilirubin Total : 0,7 mg/dl Albumin: 3,4 g/dl
Bilirubin Direk : 0.4 mg/dl Globulin: 32,6 g/dl
Bilirubin Indirek: 0,3 mg/dl SGOT : 51 U/L
Protein Total: 6.0 gr/dl SGPT : 13 U/L
Ureum : 16,0 mg/dl Kreatinin: 0.8 mg/dl

Tanggal 17-12-2011
Laboratorium
WBC : 5.0 x 103/mm3 % Lym:13.2%
RBC : 4.06 x 106/mm3 % Mon: 4.9%
HGB : 11.1 gr/dl % Gra : 81.9%
HCT : 254 %
PLT : 182x 103/mm3

Pemeriksaan Kimia Darah


Protein Total: 5.3 gr/dl
Albumin: 3,2 g/dl
Globulin: 2,1g/dl

3.5. Diagnosis Kerja


 Tumor Intra Abdomen susp Limfoma Malignant Hodgkin

3.6. Penatalaksanaan/Terapi

27
 Laparatomi pada tanggal 14 Desember 2011
Masa tumor solid retroperitoneal regio iliaca sinistra
Dilakukan explorasi dari De’Bulkiy di biopsy
Jaringan dikirim ke Patologi Anatomi
Di pasang draine
Terapi Post op
 IVFD RL + drip ketorolac 30 mg + tramadol 100mg 30 tts/mnt
 Kalbamin infus : Tirofusin = 1:1 (42 jam)
 Inj.ranitidin 2 x 50 mg
 Tripenem 2x1 g
 Awasi produksi draine
 Diet cair
Terapi post op hari ke 9
 IVFD RL 20 tts/mnt
 Ceftriaxon 1x2gr
 Ranitidin 2x5mg
 Antasid syr 3x1cth

3.7. Prognosis
 Quo ad vitam dubia ad : bonam
 Quo ad functionam : dubia ad bonam

28
BAB IV

Kesimpulan

Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dalam pembuatan tulisan ini adalah :

1. Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk keganasan dari
sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan histiosit.
2. Ada dua jenis penyakit yang termasuk limfoma Malignant yaitu penyakit Hodgkin (PH)
dan limfoma non Hodgkin (LNH).
3. Penyebab dari penyakit limfoma maligna masih belum diketahui dengan pasti.. Empat
kemungkinan penyebabnya adalah: faktor genetik, kelainan sistem kekebalan, infeksi
virus atau bakteria (HIV, virus human T-cell leukemia/lymphoma (HTLV), Epstein-Barr
virus (EBV), Helicobacter Sp) dan toksin lingkungan (herbisida, pengawet dan pewarna
kimia).

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Insarilhusna, Roza. Limfoma Maligna . Diunduh dari


http://www.scribd.com/doc/44010448/Refrat-Limfoma. Diakses tanggal 27-12-2011
2. Reksoprodojo, Soelarto. Kumpulan Kuliah ilmu bedah. Jakarta: 1995 hal 390-4
3. Otto, Shirley E. Limfoma Maligna.EGC. Diunduh dari
http://books.google.co.id/books?
hl=en&lr=&id=nFQbm6j2OjoC&oi=fnd&pg=PA249&dq=limfoma+adalah&ots=96oy8Y5
46&sig=JKNlDKG5IUIIpZSbjMq3MYS0YNM&redir_esc=y#v=onepage&q=limfoma
%20adalah&f=false. Diakses tanggal 27-12-2011
4. Balai Penerbit FKUI. Buku Ajar Onkologi Klinis Ed. 2. 2008. Jakarta: FKUI; Hal 547-563
5. Kelenjar getah bening. Diunduh dari
http://www.mirbrokers.com/data/Newsletter%20Edisi%2065Kelenjar%20Getah
%20Bening011120101.pdf. Diakses tanggal 28-12-2011
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Hematologi dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Edisi ke-IV. Jakarta: 2007. Hal.717-27
7. Robbins, Kumar, Cotrans. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Jakarta: 2004. Hal 484-
8

30
31

Anda mungkin juga menyukai