1
1
1
Alga (jamak Algae) adalah sekelompok organisme autotrof yang tidak memiliki organdengan perbedaan fungsi yang nyata. Alga bahkan dapat dianggap tidak memiliki "organ" seperti yang dimiliki tumbuhan (akar, batang, daun, dan sebagainya). Karena itu, alga pernah digolongkan pula sebagai tumbuhan bertalus. Selain itu, adapula istilah ganggang pernah dipakai bagi alga, namun sekarang tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan kekacauan arti dengan sejumlah tumbuhan yang hidup di air lainnya, seperti Hydrilla (Pujiantio Sri, 2008). Rumput laut atau yang biasa disebut dengan seaweed merupakan tanaman makro alga yang hidup di laut yang tidak memiliki akar, batang dan daun sejati dan pada umummnya hidup di dasar perairan. Rumput laut disebut tanaman karena memiliki klorofil (zat hijau daun) sehingga bisa berfotosintesis. Rumput laut juga sering disebut sebagai alga khususnya pada daerah-daerah tertentu di Indonesia. Akan tetapi rumput laut (seaweed) berbeda dengan lamun (seagrass). Lamun adalah tanaman yang hidup di laut dan tidak memiliki klorofil. Lamun merupakan kompetitor bagi rumput laut, dan biasanya tumbuh di daerah dekat pantai yang cenderung kotor. Rumput laut bersama-sama dengan lamun adalah kontributor penting pada rantai makanan di perairan pantai (Luning, 1990 dalam Anonim, 2009c). Menurut Ishak, RI. (2009) dalam Riyana (2000), alga merupakan tumbuhan laut yang memiliki bentuk sangat bervariasi. Ada yang bersifat uniseluler dan ada yang multiseluler. Ada yang berukuran mikroskopis (mikro alga) hidup melayang bebas sebagai fitoplankton dan ada pula yang berukuran besar (makro alga) melekat pada substrat keras atau menjalar di dasar perairan sebagai fitobentik. Tjitrosoepomo (1989) mengatakan bahwa tumbuhan alga merupakan tumbuhan thalus yang hidup di air, baik air tawar maupun air laut, setidaktidaknya selalu menempati habitat yang lembab atau basah. Yang hidup di air ada yang bergerak aktif ada yang tidak. Jenis-jenis yang hidup bebas di air, terutama yang bersel tunggal dan dapat bergerak aktif merupakan penyusunan plankton,
tepatnya fitoplankton. Yang melekat pada sesuatu yang ada di dalam air, misalnya batu atau kayu, disebut bentos. Selanjutnya dikatakan adapula jenis-jenis yang dapat bergerak aktif yaitu jenis alga yang mempunyai alat untuk bergerak yang berupa bulu-bulu cambuk atau flagel. Flagel pada alga berjumlah satu atau lebih. Jika lebih dari satu flagel dikatakan isokon bila sama panjangnya, heterokon bila panjangnya tidak sama. Flagel yang menurut arah gerak terdapat di bagian belakang disebut flagel yang opistokon. Selain daripada itu, pada alga spora dan gametnya pun lazimnya dapat bergerak aktif dengan perantaraan flagel pula. Spora yang dapat bergerak aktif itu disebut zoospore atau spora kembar. Spora dan gamet suatu jenis alga sering kali sama bentuk dan ukurannya dan hanya berbeda dalam jumlah flagelnya. Istilah alga pertama kali diperkenalkan oleh Linnaeus (1754) dalam Anonim (2009b), pada mulanya penjelasan dijalankan berdasarkan warna. Penjelasan alga berdasarkan kepada ciri-ciri berikut : 1) 2) Pigmen fotosintesis seperti klorofil dan karotenoid. Komponen dinding sel
Bahan dinding sel terdiri dri polisakarida, lipid dan bahan protein. Komponen khusus yang mencirikan dinding sel termasuk asam poliuronat, asam alginat (Phaeophyta), asam fusinat (banyak terdapat pada Phaeophyta) dan komponen mukopeptida (Cynophyta). Ciri khas yang terdapat pada Chrysophyta ialah mempunyai dinding sel yang bersilika. 3) Aspek struktur sel
Ketiadaan membran yang memisahkan nukleus Pembagian nukleus tidak berlaku secara mitosis seperti yang berlaku
pada eukariotik. Adanya dinding sel yang melindungi mukopeptida tertentu sebagai
Alga memiliki pigmen hijau daun yang disebut klorofil sehingga dapat melakukan fotosintesis. Selain itu juga memiliki pigmen-pigmen tambahan lain yang dominan. Alga memiliki ukuran yang beranekaragam ada yang mikroskopis,
bersel satu, berbentuk benang atau pita, atau bersel banyak berbentuk lembaran. Dalam perairan alga merupakan penyusun fitoplankton yang biasanya melayanglayang di dalam air, tetapi juga dapat hidup melekat didasar perairan disebut neustonik (Anonim, 2009c). Alga ini hidup di laut, bentuk tubuh seperti rumput sehingga disebut dengan rumput laut. Tubuh bersel banyak bentuk seperti lembaran. Warna merah karena mengandung pigmen fikoeritrin. Reproduksi seksual dengan peleburan antara spermatozoid dan ovum menghasilkan zigot. Zigot tumbuh menjadi alga merah. Contoh alga merah adalah Euchema spinosum, Gelidium, Rhodymenia dan Scinata. Euchemma spinosum merupakan penghasil agar-agar di daerah dingin. Alga merah mempunyai pigmen yang disebut fikobilin yang terdiri dari fokoeritrin (merah) dan fikosianin (biru). Hal ini memungkinkan alga yang hidup di bawah permukaan laut menyerap gelombang cahaya yang tidak dapat diserap oleh klorofil. Kemudian pigmen molekul klorofil (Riyana, 2000). Walaupun tubuh alga menunjukkan keanekaragaman yang sangat besar, tetapi semua selnya selalu mempunyai inti dan plastida dan dalam plastidanya terdapat zat-zat warna derivate klorofil,yaitu klorofil-a atau klorofil-b atau keduaduanya. Selain derivat-derivat klorofil terdapat pula zat-zat warna lain, dan zat warna lain inilah yang justru kadang-kadang lebih menonjol dan menyebabkan kelompok-kelompok alga tertentu diberi nama menurut warna. Zat-zat tersebut berupa fikosianin (berwarna biru), fikosantin (berwarna pirang), fikoeritrin (berwarna merah). Di samping itu juga biasa ditemukan zat-zat warna santofil dan karotin (Tjitrosoepomo, 1989). Alga terdapat hampir pada semua perairan dunia, yang mengambang pada permukaan kolam. Pita-pita panjang hijau kebiru-biruan melekat pada batu karang, pita-pita rimbun pada rumput laut ditemukan di batu-batu karang lepas pantai. Kebanyakan alga termasuk filum Thallophyta anggota kelompok ini tidak mempunyai akar, batang dan daun sejati dan termasuk tumbuhan paling primitif. Akan tetapi, alga menyerupai tumbuhan bentuk lebih tinggi, yaitu memiliki klorofil. Sehingga dapat menyerap energi pancaran sinar matahari dan dapat alga ini menyampaikan energi matahari ke
membuat makanan dengan proses fotosintesis. Alga sejak lama telah digunakan oleh beberapa bangsa sebagai sumber protein dan zat-zat untuk kesehatan dalam makanan. Di Negara Asia selama berabad-abad alga laut merupakan bahan makanan yang dominan dengan produksi beberapa ton per tahun (Riyana, 2000). b. Cadangan makanan
Alga menyimpan hasil kegiatan fotosintesis sebagal hasil bahan makanan cadangan di dalam selnya. Sebagai contoh adalah alga hijau yang dapat menyimpan pati seperti pada tumbuhan tingkat tinggi. Alga adalah organisme berkloroplas yang dapat menghasilkan oksigen melalui proses fotosintesis. Ukuran alga beragam dan beberapa micrometer sampai beberapa meter panjangnya. Alga tersebar luas di alam dan dijumpai hampir di segala macam lingkungan yang terkena sinar matahari (Dahuri, 2003). Alga memiliki sel-sel kloroplas yang berwarna hijau. mengandung kiorofil a dan b serta karetinoid. Pada kloroplas terdapat pirenoid hasil asimilasi berupa tepung dan lemak. Cloropyceae terdiri atas sel kecil yang merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang-cabang atau tidak adapula yang membentuk koloni yang menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi. Biasanya hidup dalam air tawar, menempatkan suatu bentos. Yang bersel besar dan ada pula yang hidup di air laut, terutama dekat pantai (Atmadja dkk, 1996). c. Flagel
Pada alga hijau yang bergerak terdapat dua flagella yang sama panjang, macamnya adalah stikonematik, pantonematik, dan pantokronematik, Pada sel yang dapat bergerak terdepat vakuola kontraktil di dalam sitoplasmanya, vakuola ini berfungsi sebagai alat osmoregulasi. Khususnya jenis alga hijau yang uniseluler ada yang berflagel dan adapula yang tidak (Anonim, 2009b). d. Stuktur tubuh sel
Bentuk tubuh ada yang bulat, filamen, lembaran, dan ada yang menyerupai tumbuhan tinggi, misalnya Bryopsis. Tubuh alga menunjukkan keanekaragaman yang sangat besar. Menurut Anonim (2009b) alga mempunyai bermacam-macam bentuk tubuh: 1) Bentuk uniseluler
2) Bentuk multiseluler: 3) Ada koloni yang motil dan koloni yang kokoid Agregasi: bentuk palmeloid, dendroid, dan rizopoidal. Bentuk filamentik: filamen sederhana, filamen bercabang, filamen
heterotrikh, filamen pseudoparenkhimatik yang uniaksial dan multiaksial. 4) Bentuk sifon/pipa. 5) Pseudoparenkhimatik e. Dinding Sel
Macam bentuk tubuh alga yaitu bersel satu atau uniseluler, membentuk koloni berupa filamen atau koloni yang tidak membentuk filamen. Sebagian alga yang uniseluler dapat bergerak atas kekuatan sendiri atau disebut motil, dan yang tidak dapat bergerak sendiri yaitu nonmotil. Perbedaan dengan tubuh uniseluler yang mikroskopis, pada alga yang membentuk koloni berupa filamen berukuran cukup besar, sehingga dapat dilihat dengan mata telanjang, sel yang terletak paling bawah pada filamen membentuk alat disebut pelekat untuk menempel pada batu, batang pohon, atau lumpur (Anonim, 2009c). Menurut Lardizabal (2007) bahwa inti alga ini memiliki membran, sehingga bentuknya tetap disebut eukarion. Koloni alga yang tidak membentuk filamen umumnya berbentuk pola atau pipih tanpa pelekat. Sedangkan alga yang membentuk koloni tanpa filamen, taupun koloni yang berupa filamen, reproduksi melalui fragmentasi. Fragmentasi adalah terpecah-pecahnya koloni menjadi beberapa bagian alga masuk ke dalam kelompok bakteri. Alga memiliki struktur sel prokariotik seperti halnya bakteri, dan bisa melakukan fotosintesis langsung karena memiliki klorofil. Sebelumnya, alga ini dikenal dengan sebutan Cyanophyta dan bersama bakteri masuk ke dalam kingdom Monera. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, diketahui bahwa alga ini memiliki karakteristik bakteri sehingga dimasukkan ke dalam kelompok bakteri (Eubacteria) (Riyana, 2000). f. Perkembangbiakan
Reproduksi akan menghasilkan dua sel anakan yang masing-masing akan menjadi individu baru, terjadi pada alga bersel tunggal. Sedangkan alga yang
membentuk koloni tanpa filament, ataupun koloni yang berupa filament, reproduksi melalui fragmentasi. Fragmentasi adalah terpecah-pecahnya koloni menjadi beberapa bagian. Perkembangbiakan alga ada dua macam yaitu secara aseksual dan seksual. Secara aseksual terjadi pada alga hijau dan alga pirang dimana perkembangbiakan dilakukan dengan cara membentuk zoospora yang dilengkapi flagel berambut. Sedangkan perkembangbiakan alga hijau adalah anisogami dimana gamet jantan selalu bergerak mendekati gamet betina dengan cara kemotaksis. Perkembangbiakan seksual pada alga pirang dengan isogami dan anisogami (Lardizabal, 2007). 2. Keanekaragaman
Menurut Margurran (1988) dalam Ferianita (2007), ada tiga hal yang membuat para ahli ekologi tertarik pada pengukuran ekosistem terutama kepada keanekaragaman habitat, yaitu pertama, keanekaragaman memegang peranan yang sentral dalam ekologi; kedua, ukuran keanekaragaman seringkali dilihat sebagai indikator banyaknya baik atau tidaknya suatu system ekologi; ketiga, terdapat dalam pengukuran keanekaragaman, di mana
perdebatan
keanekaragaman tampak sebagai konsep ideal yang dapat diukur secara cepat dan sederhana. Menurut Atmadja dkk (1996), keanekaragaman adalah sifat komunitas yang menunjukan banyaknya jenis yang ada dalam suatu komunitas. Keanekaragaman jenis adalah gabungan antara jumlah jenis dan jumlah individu masing-masing jenis dalam komunitas. Pentingnya bagi para ahli ekologi untuk mengetahui bagaimana mengukur keanekaragaman dan mengartikannya. Tidak ada komunitas yang terdiri atas kelimpahan spesies yang sama (Margurran, 1988 dalam Ferianita 2007). Duryadi (1996) dalam Ferianita (2007) menyebutkan bahwa mayoritas keberadaan spesies, baik tumbuhan maupun hewan satwa adalah di ekosistem alam, oleh karena itu, survei keberadaan spesies di dalam sangat diperlukan untuk mengetahui potensi sumber dayanya sehingga dapat dirancang suatu strategi dan pertimbangan yang matang dengan skala prioritas yang dapat dipertanggungjawabkan dalam mengatur alam.
Keragaman jenis merupakan parameter yang digunakan dalam mengetahui suatu komunitas. Ekosistem dengan keragaman rendah adalah tidak stabil dan rentan terhadap pengaruh tekanan dari luar dibandingkan dengan ekosistem yang memiliki keragaman tinggi (Boyd, 1999 dalam Hotimah, 2005). Menurut Stirn (1981) dalam Hotimah, (2005) apabila H < > 3 berarti stabilitas komunitas biota berada dalam kondsi prima (stabil). Semakin besar nilai H menunjukkan semakin beragamnya kehidupan di perairan tersebut, kondisi ini merupakan tempat hidup yang lebih baik. Kondisi di lokasi studi, mudah berubah dengan hanya mengalami pengaruh lingkungan yang relatif kecil. Menurut Boyd (1999) dalam Hotimah (2005) bahwa keragaman spesies dapat diambil untuk menandai jumlah spesies dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah spesies diantara jumlah total individu dari seluruh spesies yang ada. Hubungan ini dapat dinyatakan secara numerik sebagai indeks
keanekaragaman. Jumlah spesies dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi karena keragaman spesies kelihatan bertambah bila komunitas menjadi semakin stabil. 3. Makro alga
Makro alga (rumput laut) hidup di laut dan tidak memiliki akar, batang dan daun sejati dan pada umumnya hidup di dasar perairan dan menempel pada substrat (benda lain). Fungsi akar (holdfas) pada rumput laut bukan sebagai penyerap makan melainkan saebagai alat pelekat pada substrat. Karena tidak memiliki akar, batang dan daun seperti umumnya pada tanaman, maka rumput laut digolongkan ke dalam tumbuhan tingkat rendah (Thallophyta). Morfologi dari rumput laut merupakan salah satu dasar untuk membedakan antara satu jenis alga dengan alga yang lain, bentuk thallus, kandungan pigmen, fungsi-fungsi bagian rumput laut serta beberapa hal mendasar yang membedakan rumput laut (Kadi, 1996).
Makro alga tersebar di daerah litoral dan sublitoral. Daerah tersebut masih memperoleh cahaya cukup, sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung (Dawes, 1981: 13). Makro alga menyerap nutrisi berupa fosfor dan nitrogen dari
lingkungan sekitar perairan (Leviton, 2001: 270) sehingga makro alga dapat dijadikan bioindikator sekaligus sebagai filter kondisi perairan. Begitu banyak fungsi dan manfaat dari dari makro alga itu sendiri jika dilihat dari kegunaannya selama ini. Menurut Atmadja dkk (1996), makro alga merupakan salah satu hasil laut yang penting dan banyak dimanfaatkan oleh penduduk Indonesia, terutama yang tinggal di daerah pantai baik untuk dikonsumsi maupun untuk diekspor. Makro alga termasuk tumbuhan tingkat rendah (Thallophyta). Tumbuhan ini tidak memiliki akar, batang dan daun sejati. Makro alga dikenal dengan nama alga atau rumput laut. 4. Klasifikasi alga
Dilihat dari keanekaragaman jenis tumbuhan thallus atau yang tergolong ke dalam divisi Thallophyta mulai dari tingkat rendah hingga tingkatan tinggi, berdasarkan ciri-ciri utama yang menyangkut cara hidupnya dibedakan dalam 3 anak divisi, yaitu Algae, Fungi dan Lichenes. Menurut Tjitrosoepomo (1989), anak divisi alga dapat dibedakan dalam 7 kelas yaitu : a. b. c. d. e. f. g. Kelas Flagellata Kelas Diatomeae (ganggang kersik) Kelas Conjugate (ganggang gandar) Kelas Charophyceae (ganggang karang) Kelas Chlorophyceae (ganggang hijau) Kelas Phaeophyceae (ganggang pirang) Kelas Rhodophyceae (ganggang merah)
Sedangkan Webber & thurman (1985); Aslan (1996) dalam Anonim (2009c), menggolongkan khusus kelompok makro alga menjadi 3 kelas yaitu: a. Kelas Chlorophyceae (ganggang hijau)
Sel-sel ganggang (alga) hijau ini mempunyai kloroplas yang berwarna hijau mengandung klorofil-a dan b serta karetinoid. Pada kloroplas terdapat pirenoid, hasil asimilasi berupa tepung dan lemak. Perkembangbiakannya terjadi secara aseksual dan seksual. Perkembangbiakan aseksual dengan membentuk zoospora, yang berbentuk buah per dengan 2-4 bulu cambuk tanpa rambut-rambut mengkilap pada ujungnya, mempunyai 2 vakuola kontraktil, kebanyakan juga
suatu bintik mata merah dengan kloroplas di bagian bawah yang berbentuk piala atau pot. Sedangkan pada perkembangbiakan seksual dengan anisogami, dimana gamet jantan selalu bergerak bebas dan sangat menyerupai zoospora. Gamet betina kadang-kadang tidak bergerak, jadi merupakan suatu oogonium.
Gambar 1 : Caulerpa serrulata (Sumber : Hutchings, P.dkk. 2008) Menurut Tjitrosoepomo (1989), Chlorophyceae terdiri atas sel-sel kecil yang merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang-cabang, ada pula yang membentuk koloni menyerupai kormus tumbuhan tingkat tinggi. Biasanya hidup dalam air tawar merupakan suatu penyusun plankton atau suatu bentos. Yang bersel besar ada yang hidup di air laut terutama dekat pantai. Ada jenis-jenis Chlorophyceae yang hidup pada tanah-tanah yang basah, bahkan ada di antaranya yang tahan akan kekeringan. Selanjutnya kelas Chlorophyceae dibagi lagi ke dalam beberapa bangsa yaitu : 1) Bangsa Chlorococcales (Protococcales)
Memiliki habitat di air tawar, sel-sel vegetatif tidak mempunyai bulu cambuk, mempunyai satu inti dan satu kloroplas. Kelompok ini merupakan satu koloni yang bentuknya bermacam-macam dan tidak lagi mengadakan pembelahan sel yang vegetatif. Perkembangbiakan dengan zoospora yang mempunyai bulu cambuk atau tanpa bulu cambuk dinamakan aplonospora. Sedangkan
perkembangbiakan dengan isogami (antara lain pada marga Pediastrum dan Hydrodictyon). Bangsa ini terbagi dalam dua suku yaitu : a) b) 2) Suku Hydrodictyaceae, contoh Pediastrum bonganum Suku Clhorococcaceae, contoh Chlorococcum humicale Bangsa Ulotrichales
Sel-sel selalu mempunyai satu inti dan satu kloroplas. Yang masih sederhana membentuk koloni berupa benang yang becabang atau tidak. Yang lebih tinggi tingkatannya mempunyai tallus yang lebar dan melekat pada suatu alas dan tallus mempunyai susunanseperti jaringan parenkim, adapula yang
berbentuk pipa atau pita. Dalam bangsa ini terbagi dalam beberapa suku yaitu: Suku Ulotrichaceae, contoh Ulothrix zonata dan Suku Ulvaceae, contoh Ulva lactuca dan Enteromorpha intestinalis. 3) Bangsa Cladophorales
Sel-sel berinti banyak, kloroplas berbentuk jala dengan pirenoid-pirenoid, membentuk koloni berupa berkas benang-benang yang bercabang dan melekat pada substratnya, hidup di air tawar yang mengalir atau air laut dan berkembangbiak secara vegetatif dengan zoospora dan generatif dengan isogami. Bangsa ini terbagi dalam Cladophorales yaitu Suku Cladophoraceae, contohnya Cladophora glomerata dan Cladophora dichotoma. 4) Bangsa Chaetophorales
Sel-sel mempunyai satu inti dan kebanyakan juga satu kloroplas. Organisme ini thallusnya heterotrik, artinya mempunyai pangkal dan ujung yang berbeda, terdiri atas benang-benang yang merayap, bercabang-cabang dan berguna sebagai alat reproduksi. Bangsa ini terbagi dalam beberapa suku diantaranya : a) Suku Chaetophoraceae, contohnya Stigeoclonium lubricum,
Stigeoclonium tenue. b) Coleochaeta pulvinata. c) 5) Suku Trentepohliaceae, contohnya Trentepohlia aurea. Bangsa Oedogoniales Suku Coleochaetaceae, contohnya Coleochaete scutata,
Hidup di air tawar, sel-selnya mempunyai satu inti dan kloroplas berbentuk jala. Koloni berbentuk benang. Perkembangbiakan vegetatif dengan zoospora, ujungnya yang bebas dari klorofil mempunyai banyak bulu cambuk yang tersusun dalam satu karangan. Perkembangbiakan generatif dengan oogami. Bangsa ini hanya meliputi satu suku yaitu Oedogoniaceae, contoh-contohnya Oedogonium concatenatum dan Oedogonium ciliatum. 6) Bangsa Siphonales (Chlorosiphonales)
Bentuknya bermacam-macam, kebanyakan hidup di air laut. Thallus tidak tidak mempunyai dinding pemisah yang melintang, sehingga dinding selnya
menyelubungi massa plasma yang mengandung inti dan kloroplas. Bangsa ini terbagi dalam beberapa suku diantaranya:
a) b) c) d) b.
Suku Protosiphonaceae, contohnya Protosiphon botryoides. Suku Halicystidaceae, contohnya Halicytis ovalis. Suku Caulerpaceae, contohnya Caulerpa prolefera. Suku Vaucheriaceae, contohnya Vaucheria sessilisI. Kelas Phaeophyceae (ganggang pirang) adalah ganggang (alga) berwarna pirang. Dalam
Phaeophyceae
kromatofornya terkandung klorofil-a, karotin dan santofil, tetapi terutama fikosantin yang menutupi warna lainnya dan yang menyebabkan tumbuhan ini berwarna pirang atau coklat, hidup di air laut, dan bereproduksi vegetatif dengan fragmentasi, sedangkan generatif dengan isogami dan oogami.
Gambar 2 : Dictyota (Sumber : Hutchings, P.dkk. 2008) c. Kelas Rhodophyceae (ganggang merah)
Rhodophyceae (ganggang atau alga merah) umumnya warna merah karena adanya protein fikobilin, terutama fikoeritrin, tetapi warnanya bervariasi mulai dari merah ke coklat atau kadang-kadang hijau karena jumlahnya pada setiap pigmen. Dinding sel terdiri dari sellulosa dan gabungan pektin, seperti agar-agar, karaginan dan fursellarin. Hasil makanan cadangannya adalah karbohidrat yang kemerah-merahan. Ada perkapuran di beberapa tempat pada beberapa jenis. Jenis dari divisi ini umumnya makroskopis, filamen, sipon, atau bentuk thallus, beberapa dari mereka bentuknya seperti lumut. Gambar 3 : Euchema spinosum (Sumber : Hutchings, P.dkk. 2008) Alga ini hidup di air laut, terutama dalam lapisan-lapisan air yang dalam yang hanya didapat gelombang pendek. Hidup sebagi bentos dan melekat pada suatu substrat dengan benang-benang pelekat atau cakram pelekat. Cara
berkembangbiak yaitu aseksual (pembentukan spora) dan seksual (oogami). Kelompok ini dibagi dalam dua anak kelas yaitu Bangieae dan Florodeae. 1) Anak Kelas Bangieae (Protoflorideae)
Thallus berbentuk benang, cakram atau pita yang memiliki percabangan tidak beraturan. Perkembangbiakan vegetatif dengan monospora yang dapat memperlihatkan gerakan ambeoid dan perkembangbiakan generatif dengan cara oogami. Kelompok ini termasuk dalam suku Bangiceae, contohnya yang
membawahi alga atau ganggang tanah Porphyridium cruentum dan alga laut Bangia artropurpurea. 2) Anak Kelas Florideae
Thallus ada yang masih sederhana tetapi umumnya hampir selalu bercabang-cabang beraturan dan memiliki beranekaragam bentuk, seperti benang, lembaran-lembaran dengan percabangan menyirip atau menggarpu. Kelompok ini dibagi dalam beberapa bangsa yaitu: a) Bangsa Nemalionales
Dalam pengelompokkannya termasuk suku Helmithocladiceae yang terdiri dari Batrachospermum moniliforme, Bonnemaisonia hamifera. b) Bangsa Gelidiales
Dalam pengelompokkannya termasuk suku Gelidiaceae, misalnya Gelidium tilagineum dan Gelidium lichenoides, yang terkenal penghasil agaragar. c) Bangsa Gigartinales
Kebanyakan terdiri dari alga laut yaitu terdiri dari suku Gigartinaceae dengan dua warganya sebagai penghasil bahan berguna ialah Chondrus crispus dan Gigartina mamillosa sebagai penghasil karagen atau lumut islandia yang berguna sebagai bahan obat. d) Bangsa Nemastomales
Terdiri dari suku Rhodophyllidaceae yang salah satu warganya terkenal sebagai penghasil agar-agar yaitu Eucheuma spinosum. Selain itu, suku Sphaerococcaceae juga sebagai penghasil agar-agar yang di antaranya Glacilaria lichenoides dan berbagai jenis yang termasuk marga Sphaerococcus
e)
Dari segi ekonomi, rumput laut merupakan salah satu makro alga yang merupakan komoditi yang potensial untuk dikembangkan mengingat nilai gizi yang dikandungnya. Rumput laut dapat dijadikan bahan makanan seperti agaragar, sayuran, kue, dan menghasilkan bahan algin, keragian, dan furcelaran yang digunakan dalam industri farmasi, kosmetik, tekstil dan lainnya. Dari ratusan jenis rumput laut yang tumbuh dan berkembang di perairan Indonesia, hanya beberapa jenis saja yang telah diusahakan secara komersial, yaitu Gracilaria sp., Gelidium sp., Hypnea sp., Eucheuma sp., dan Sargasum sp. (Atmadja, 1996). Makro alga diperairan Indonesia dapat diamati dari potensi lahan budidaya yang tersebar di Indonesia. Potensi usaha makro alga di Indonesia mencakup areal seluas 26.700 ha dengan potensi produktif sebesar 482.400 ton/ tahun budidaya makro alga mempunyai peranan penting dalam usaha meningkatkan produksi perikanan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi serta memenuhi kebutuhan pasar dalam dan luar negeri. Pemanfaatan alga secara tradisional terutama sebagai bahan pangan misalnya ada yang dimakan mentah seperti lalap, dibuat sayur atau sebagai obat. Pemanfaatan untuk industri dan sebagai komoditi ekspor baru berkembang dalam beberapa dasawarsa terakhir ini (Anonim, 2009b). Kandungan yang terdapat dalam makro alga adalah algin, agar dan keraginan. Algin adalah bahan yang terkandung dalam alga coklat yang banyak digunakan dalam industri kosmetika dan farmasi. Agar-agar bisa diperoleh dari alga merah yaitu dari marga Gellidium, Gracillaria, Hypnea merupakan bahan pokok pembuatan agar-agar. Sedangkan karaginan merupakan bahan yang juga diperoleh dari berbagai jenisalga merah. Bahan ini dalam industri perdagangan mempunyai manfaat yang sama dengan Agar dan Algin (Dahuri, 2003). Di Indonesia alga tidak hanya berpotensi menghasilkan biodiesel. Komoditas ini bisa menjadi bahan pangan, pakan ternak, biomassa yang langsung bisa dibakar, untuk industri farmasi, plastik, metanol, guna mengatasi pencemaran
lingkungan. Kenyataannya sekarang komoditas tersebut mulai tidak dilakukan lagi. Yang gencar dipublikasikan justru jarak, yang produktivitasnya rendah. Kelebihan makro alga dibanding bahan nabati lain adalah pengambilan minyaknya tanpa perlu penggilingan. Minyak alga (alga oil) bisa langsung diekstrak dengan bantuan zat pelarut, enzim, pengempaan (pemerasan), ekstraksi CO2, ekstraksi ultrasonik, dan osmotic shock. Panen alga bisa dilakukan dengan aneka cara, mulai dari penyaringan mikro, sentrifugal (pemutaran), dan flokulasi (flocculation). Flokulasi adalah pemisahan alga dari air dengan bantuan zat kimia (Putra, 2007). Potensi dan kegunaan alga dalam industri di Indonesia adalah: a. Alga Laut sebagai Sumber Makanan
Kandungan bahan-bahan organik yang terdapat dalam alga merupakan sumber mineral dan vitamin untuk agar-agar, salad rumput laut maupun agarose. Agarose merupakan jenis agar yang digunakan dalam percobaan dan penelitian dibidang bioteknologi dan mikrobiologi. Potensi alga sebagai sumber makanan (terutama rumput laut), di Indonesia telah dimanfaatkan secara komersial dan secara intensif telah dibudidayakan terutama dengan tehnik polikultur (kombinasi ikan dan rumput laut) (Putra, 2007). b. Alga Laut sebagai Adsorben Logam Berat
Pemanfaatan sistem adsorpsi untuk pengambilan logam-logam berat dari perairan telah banyak dilakukan. Beberapa spesies alga telah ditemukan mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk mengadsorpsi ion-ion logam, baik dalam keadaan hidup maupun dalam bentuk sel mati (biomassa). Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa gugus fungsi yang terdapat dalam alga mampu melakukan pengikatan dengan ion logam. Gugus fungsi tersebut terutama adalah gugus karboksil, hidroksil, sulfudril, amino, iomodazol, sulfat, dan sulfonat yang terdapat di dalam dinding sel dalam sitoplasma (Hotimah, 2005). Menurut Harris dan Ramelow (1990) dalam Toni (2000) bahwa kemampuan alga dalam menyerap ion-ion logam sangat dibatasi oleh beberapa kelemahan seperti ukurannya yang sangat kecil, berat jenisnya yang rendah dan mudah rusak karena degradasi oleh mikroorganisme lain. Untuk mengatasi
kelemahan
tersebut
berbagai
upaya
dilakukan,
di
antaranya
dengan
mengimmobilisasi biomassanya. Immobilisasi biomassa dapat dilakukan dengan mengunakan (1) Matrik polimer seperti polietilena glikol, akrilat, (2) oksida (oxides) seperti alumina, silika, (3) campuran oksida (mixed oxides) seperti kristal aluminasilikat, asam polihetero, dan (4) Karbon. Berbagai mekanisme yang berbeda telah dipostulasikan untuk ikatan antara logam dengan alga/biomassa seperti pertukaran ion, pembentukan kompleks koordinasi, penyerapan secara fisik, dan pengendapan mikro. Tetapi hasil penelitian akhir-akhir ini menunjukan bahwa mekanisme pertukaran ion adalah yang lebih dominan. Hal ini dimungkinkan karena adanya gugus aktif dari alga biomassa seperti karboksil, sulfat, sulfonat dan amina yang akan berikatan dengan ion logam (Putra, 2007). c. Alga Laut sebagai Sumber Senyawa Bioaktif
Alga hijau, alga merah ataupun alga coklat merupakan sumber potensial senyawa bioaktif yang sangat bermanfaat bagi pengembangan (1) industri farmasi seperti sebagai anti bakteri, anti tumor, anti kanker atau sebagai reversal agent dan (2) industri agrokimia terutama untuk antifeedant, fungisida dan herbisida (Putra, 2007). Kemampuan alga untuk memproduksi metabolit sekunder terhalogenasi yang bersifat sebagai senyawa bioaktif dimungkinkan terjadi, karena kondisi lingkungan hidup alga yang ekstrem seperti salinitas yang tinggi atau akan digunakan untuk mempertahankan diri dari ancaman predator. Dalam dekade terakhir ini, berbagai variasi struktur senyawa bioaktif yang sangat unik dari isolat alga merah telah berhasil diisolasi. Namun pemanfaatan sumber bahan bioaktif dari alga belum banyak dilakukan. Berdasarkan proses biosintesisnya, alga laut kaya akan senyawa turunan dari oksidasi asam lemak yang disebut oxylipin. Melalui senyawa ini berbagai jenis senyawa metabolit sekunder diproduksi (Harris & Ramelow, 1990 skripsi Toni, 2000). d. Alga Laut sebagai Sumber Senyawa Alginat
Alginat merupakan konstituen dari dinding sel pada alga yang banyak dijumpai pada alga coklat (Phaeophycota). Senyawa ini merupakan
heteropolisakarida dari hasil pembentukan rantai Monomer Mannuronic Acid dan Gulunoric Acid. Kandungan alginat dalam alga tergantung pada jenis alganya. Kandungan terbesar alginat (30-40 % berat kering) dapat diperoleh dari jenis Laminariales sedangkan Sargassum muticum, hanya mengandung 16-18 % berat kering (Dahuri, 2003). Pemanfaatan senyawa alginat didunia industri telah banyak dilakukan seperti natrium alginat dimanfaatkan oleh industri tektil untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas bahan industri, kalsium alginat digunakan dalam pembuatan obat-obatan. Senyawa alginat juga banyak digunakan dalam produk susu dan makanan yang dibekukan untuk mencegah pembentukan kristal es. Dalam industri farmasi, alginat digunakan sebagai bahan pembuatan pelapis kapsul dan tablet. Alginat juga digunakan dalam pembuatan bahan biomaterial untuk tehnik pengobatan seperti micro-encapsulation and cell transplantation (Anonim, 2005). e. Alga Laut sebagai Pupuk Organik
Dikarenakan kandungan kimiawi yang terdapat dalam alga laut merupakan nutrien yang sangat penting bagi semua mahluk hidup termasuk tumbuhtumbuhan, maka alga laut dapat dimanfaatkan sebagai sumber alternatif penganti pupuk-pupuk pertanian yang mengandung bahan kimia sintesis. Alga dapat
digunakan sebagai pupuk organik karena mengandung bahan-bahan mineral seperti potasium dan hormon seperti auxin dan sytokinin yang dapat meningkatkan daya tumbuh tanaman untuk tumbuh, berbunga dan berbuah. Pemanfaatan alga sebagai pupuk organik ditunjang pula oleh adanya sifat hydrocolloids pada alga laut yang dapat dimanfaatkan untuk penyerapan air (daya serap tinggi) dan menjadi substrat yang baik untuk mikroorganisme tanah (Dahuri, 2003). f. Alga Laut sebagai Penghasil Bioetanol dan Biodiesel
Meskipun masih dalam tahap riset yang mendalam, potensi alga laut sebagai penghasil bioetanol dan biodiesel sangat menjanjikan dimasa mendatang. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang dan Kanada mentargetkan mulai tahun 2025 bahan bakar hayati (biofuel) bisa diproduksi dari budidaya cepat
mikroalga yang tumbuh diperairan tawar/asin. Keuntungan lebih yang dapat diperoleh adalah tak butuh traktor seperti di darat, tanpa penyemaian benih, gas CO2 yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan panen yang terus-terusan (continuous) yang dikarenakan waktu tanam alga hanya 1 minggu (Anonim, 2005). 4. Ekologi Makro alga
Secara ekologis, suatu sumber daya hayati laut merupakan bagian yang tak terpisahkan dari suatu sistem ekosistem atau tatanan ilmiah. Dalam suatu ekosistem yang terdiri dari berbagai jenis organisme, terjadi hubungan fungsional dan interaksi organisme dengan lingkungan fisiknya sehingga memungkinkan terjadinya hubungan energi dan membentuk suatu struktur biota yang jelas, serta siklus materi di antara komponen-komponen hidup dan tak hidup. Setiap bentuk pemanfaatan yang berbentuk eksploitasi terhadap sumber daya hayati laut akan mempengaruhi sistem keseimbangan dari suatu ekosistem (Romimohtarto dan Juwana, 2009). Makro alga memerlukan sinar matahari untuk dapat melangsungkan fotosintesis. Banyaknya sinar matahari yang masuk dalam air berhubungan erat dengan kecerahan air laut. Fotosintesis berlangsung tidak hanya dengan bantuan sinar matahari saja tetapi juga oleh zat hara sebagai makanannya. Gerakan air selain untuk mensuplai zat hara, juga membantu memudahkan rumput laut menyerap zat maknannya, membersihkan kotoran dan dan melangsungkan pertukaran oksigen dan karbondioksida. Gerakan air yang baik untuk pertumbuhan rumput laut ini antar 20-40 cm/detik. Sedangkan gerakan air bergelombang tidak lebih dari 30 cm. Bila arus air lebih cepat maupun ombak yeng terlalu tinggi dapat dimungkinkan terjadi kerusakan tanaman misalnyapatah atau terlepas dari substratnya (Anonim, 2005). 5. Parameter Kualitas Air Laut Terhadap Tumbuhan Makro Alga
Menurut Dahuri (2003), ada beberapa parameter kualitas air laut terhadap tumbuhan makro alga di antarnya adalah: a. Suhu
Rumput laut memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis, karena itu rumput laut hanya dapat tumbuh pada perairan dengan kedalaman tertentu di mana sinar matahari dapat sampai ke dasar perairan. Puncak laju fotosintesis terjadi pada intensitas cahaya yang tinggi dengan suhu antara 20-28 C, namun masih ditemukan tumbuh pada suhu 31 C. b. pH
Dalam memilih lokasi untuk budidaya Gracillaria verrucosa, harus memperhatikan faktor biologis, fisika dan kimiawi. Salah satu faktor kimiawi tersebut adalah pH sedangkan pH air yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut adalah 7-8. c. Kedalaman Air
Kedalaman perairan yang baik untuk budidaya rumput laut Gracilaria verrucosa, adalah 0,5-1,0 m pada waktu surut terendah (lokasi yang berarus kencang), untuk metode lepas dasar, dan 2-15 m untuk metode rakit apung, 5-20 m untuk metode long line dan sistem jalur. Kondisi ini untuk menghindari rumput laut mengalami kekeringan dan mengoptimalkan perolehan sinar matahari). d. Kecerahan
Cahaya matahari adalah merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis. Dalam proses fotosintesis terjadi pembentukan bahan organik yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Kecerahan perairan berhubungan erat dengan penetrasi cahaya matahari. Kecerahan perairan yang ideal lebih dari 1 m. Air yang keruh (biasanya mengandung lumpur) dapat menghalangi tembusnya cahaya matahari di dalam air sehingga proses fotosintesis menjadi terganggu. Di samping itu kotoran dapat menutupi permukaan thallus dan menyebabkan thallus tersebut membusuk dan patah. Secara keseluruhan kondisi ini akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan rumput laut.
e.
Salinitas
Salinitas yang baik berkisar antara 15-30 ppt di mana kadar garam optimal adalah 20-25 ppt. Untuk memperoleh perairan dengan kondisi salinitas tersebut harus dihindari lokasi yang berdekatan dengan muara sungai f. Kecepatan Arus
Rumput laut merupakan organisme yang memperoleh makanan melalui aliran air yang melewatinya. Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan rumput laut. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen dan berlangsung dalam kondisi aerob. Oksidasi ammonia menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas, sedangkan oksidasi nitrit menjadi nitrat dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Kedua jenis bakteri tersebut merupakan bakteri kemotrofik, yaitu bakteri yang mendapatkan energi dari proses kimiawi. Nitrat dan amonium adalah sumber utama nitrogen di perairan. Namun amonium lebih disukai oleh tumbuhan. Kadar nitrat-nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/liter. Gerakan air yang cukup akan menghindari terkumpulnya kotoran pada thallus, membantu pengudaraan, dan mencegah adanya fluktuasi yang besar terhadap salinitas maupun suhu air. Arus dapat disebabkan oleh arus pasang surut, maupun karena angin dan ombak. Besarnya kecepatan arus yang baik antara 2040 cm/detik. Indikator suatu lokasi yang memiliki arus yang baik adanya tumbuhan karang lunak dan padang lamun yang bersih dari kotoran dan miring ke satu arah.