Ati Fitriani
Ati Fitriani
Ati Fitriani
Skripsi
Oleh
Ati Fitriani
NIM: 40200115020
2019
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Mahasiswa yang bertanda tangan di bawah ini:
NIM : 40200115020
Bone
Menyatakan dengan sesungguhnya dan penuh kesadaran bahwa skripsi ini benar
adalah hasil karya sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan
duplikat, tiruan, plagiat, atau dibuat oleh orang lain, sebagian atau seluruhnya maka
Penulis,
Ati Fitriani
NIM: 40200115020
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Pembimbing penulisan skripsi Saudari Ati Fitriani, NIM: 40200115020,
mahasiswa Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam pada Fakultas Adab dan
dimunaqasyakan.
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
an. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora
Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam
iii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul “KAJAO LALIDDONG (Konsep Pemikiran terhadap
Perkembangan Kerajaaan Bone Pada Abad XVI-XVII)”, yang disusun oleh Saudari
Ati Fitriani NIM: 40200115020, Mahasiswa Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam
Fakultas Adab dan Humaniora UIN Alauddin Makassar, telah diuji dan
dinyatakan telah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana dalam ilmu Sejarah Kebudayaan Islam pada Fakultas Adab dan Humaniora
Dewan Penguji
Diketahui oleh:
Dr. H. Barsihannor, M. Ag
NIP. 19691012 199603 1 003
iv
KATA PENGANTAR
اﻟر ِﺣﯾْم
اﻟر ْﺣ َﻣ ِن ﱠ
ا� ﱠِ ِﺑ ْﺳ ِم ﱠ
Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt., yang telah
kesehatan sehingga penulis bisa sampai ketitik ini yaitu mampu menyelesaikan tugas
skripsi. Dan tidak lupa pula penulis haturkan salawat dan salam kepada baginda
Rasulullah Saw., sebagai suri tauladan bagi seluruh umat manusia sepanjang zaman.
Perkembangan Kerajaan Bone Pada Abad XVI-XVII)” ini merupakan upaya penulis
menata kerajaan Bone ketika itu dan juga kehidupan masyarakat lainnya. Namun
seiring berjalannya waktu kearifan lokal ini juga mengalami kemerosotan yang sangat
lokal tersebut.
Dalam penulisan skripsi ini, membutuhkan waktu yang cukup lama serta ada
banyak halangan dan rintangan yang dilalui penulis baik dalam proses pencarian data
maupun kendala lainnya. Namun halangan dan rintangan tersebut mampu dilalui
penulis berkat Allah Swt., dan doa orang-orang hebat yang selalu setia hingga hari
orang terhebatku yakni ayahanda Muhammad Rapi dan ibunda Harisa, selaku orang
pendidikan dari jenjang sekolah dasar hingga ke perguruan tinggi dengan penuh
ketabahan dan keikhlasan dan iringan doa yangs selalu dipanjatkan untuk kebaikaan
dan keberhasilan ananda. Mudah-mudahan jerih payah beliau bernilai ibadah disisi-
v
Nya. Dan semoga apa yang dihaturkan dalam doanya untuk keberhasilan ananda
diijabah oleh Allah Swt., dan ananda mampu menjadi contoh untuk keluarga dan
1. Bapak Prof. Dr. Musafir Pababbari, M.Si., selaku Rektor UIN Alauddin
Makassar, Bapak Prof. Mardan, M. Ag., selaku Wakil Rektor I (satu) Bidang
Akademik dan Pengembangan Lembaga, Prof. Dr. Sultan, M.A., selaku Wakil
Rektor II (dua) Bidang Administrasi Umum dan Keuangan, Prof. Dr. Siti Aisyah,
M. Ag., selaku Wakil Rektor III (tiga) Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama
2. Para pengurus dan panitia penerima beasiswa Bidikmisi angkatan 2015 yang
3. Bapak Dr. H. Barsihannor, M. Ag., selaku dekan Fakultas Adab dan Humaniora
UIN Alauddin Makassar, Bapak Dr. Abd. Rahman R, M. Ag., selaku Wakil
Dekan I (satu) Bidang Akademik, Ibu Dr. Hj. Syaman Syukur, M. Ag., selaku
Wakil Dekan II (dua) Bidang Administrasi, Bapak Dr. H. Muh. Nur Akbar
Rasyid, M. Ed., selaku Wakil Dekan III (tiga) Bidang Kemahasiswaan. Atas
kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami selama proses perkuliahan
4. Bapak Dr. Rahmat, M. Pd.I dan Bapak Dr. Abu Haif, M. Hum., selaku Ketua dan
vi
Humaniora UIN Alauddin Makassar, atas ketulusan dan keikhlasan serta banyak
5. Ibu Dra. Susmihara, M. Pd dan Dr. Rahmawati, M.A., Ph.D., selaku Pembimbing
7. Bapak/ Ibu TU Fakultas Adab dan Humaniora yang telah membantu memberikan
8. Orang tua kedua saya selama berada di rantauan bapak Jamaluddin Yasin ST.
bersama ibu Dwiyanti Alwi, S.Pd., M.Pd yang telah banyak membantu penulis
9. Saudaraku Sudirman yang sangat berjasa dalam penyusunan skripsi ini, terima
kasih bantuannya dalam materi dan tenaga untuk memperbaiki media yang
10. Saudara Alim Bahri sebagai teman sekaligus pasangan cerita yang selalu setia
menyempatkan waktu kapanpun saat dibutuhkan. Terima kasih atas motovasi dan
dukungannya selama ini dan juga bantuannya dalam materi dan tenaga selama
11. Bapak A. Ardiman dan Musakkir, S. Pd,. M. Pd selaku senior dan juga guru,
penulis haturkan terima kasih atas sumbangsi dan saran judul yang telah
vii
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini pada program
sarjana.
12. Saudaraku yang tersayang Rusliah, Safitria, Widya Wilfana, Puja Kusuma, Ade
Mulyana, Annisa Tamara, Risma Dwi Astuti dkk yang tidak sempat disebutkan
satu persatu, terima kasih atas bantuan dan sumbangsinya dalam penyusunan
tulisan ini.
13. Saudari Sakinah teman seperjuangan dalam jurusan Sejarah dan Kebudayaan
Islam angkatan 2016 terima kasih telah membantu dalam penelitian dan
penulisan skripsi.
14. Saudari Besse Nabila Adiba teman seperjuangan sekaligus saudara tak sedarah,
beda jurusan namun memiliki tujuan yang sama, terima kasih atas bantuan dan
Kebudayaan Islam Angkatan 2015 dan semua pihak yang memberikan bantuan
dan dorongan baik yang bersifat materiil dan non materiil dalam penyelesaian
skripsi ini.
16. Teman-teman Super Crazy (SC) masa putih biru, terima kasih atas motivasi dan
17. Teman-teman Darkmwif (DM) masa putih abu-abu, terima kasih atas doa dan
yang telah memberikan pengalaman baru bagi saya dalam hal persaudaraan dan
viii
kebersamaan demi kelancaran Kuliah Kerja Nyata untuk mendapatkan sertifikat
Sekali lagi terima kasih atas bantuan dan dukungan dari berbagai pihak,
penulis tidak bisa membalas kebaikan yang telah diberikan, semoga Allah yang
Penulis,
Ati Fitriani
NIM: 40200115020
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i
x
C. Dalam Bidang Pendidikan ............................................................ 48
A. Kesimpulan .................................................................................... 62
B. Implikasi ........................................................................................ 63
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 67
xi
TRANSLITERASI
Terdapat sejumlah istilah dan kosakata yang berasal dari bahasa Arab dengan
latin.
1. Konsonan
ب ba B Be
ت ta T Te
ج jim J Je
د da D De
ر ra R Er
س sin S Es
xii
غ gain G ge
ف fa F Ef
ق qaf Q Qi
ك kaf K Ka
ل lam L El
م mim N Em
ن nun N En
و wau W We
ه ha H Ha
ي ya Y Ye
Hamzah ( )ءyang terletak diawal kata mengikuti vokalnya tanpa diberi tanda
apapun. Jika ia terletak ditengah atau diakhir, maka ditulis dengan tanda (‘).
2. Vokal
Vokal tunggal bahasa Arab yang lambangnya berupa tanda atau harakat
َﻛ ْﻴﻒ: kaifa
َﻫ ْﻮل : haula
xiii
3. Maddah
Maddah atau vokal panjang yang lambangnya berupa harakat dan huruf,
ي...
َ / َا... Fathah dan alif atau ya A a dan garis di atas
Contoh:
ﺎت
َ َﻣ : maata ﻗِ ْﻴ َﻞ : qiila
4. Ta Marbutah
marbutah harakat sukun, transliterasinya [h]. Ta marbutah diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al- serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka ta
Contoh:
ﺿﺔُ اﻷَ ﻃَْﻔ ْﻞ َ َرْو: raudah al-atfal ُ اَ ْﳊِ ْﻜ َﻤﺔ: al-hikmah
ُﺎﺿﻠﺔ ِ اﻟْﻤ ِﺪﻳْـﻨَﺔُ اَﻟ َﻔ: al-madiinah al-faadilah
َ
5. Syaddah (Tasydid)
()ئ
ّ dalam transliterasi ini dilambangkan dengan perulangan huruf (konsonan
ganda) yang diberi tanda syaddah. ( )ئbertasydid di akhir sebuah kata dan didahului
xiv
Contoh:
َﱠﻴﻨﺎ
ْﳒ : najjainaa
6. Kata Sandang
( الalif lam ma’rifah), ditransliterasi seperti biasa, al-, ditulis terpisah dari kata
yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-).
Contoh:
ﺲ
ُ ﺸ ْﻤ اَﻟْ ﱠ: al-syamsu (bukan asy-syamsu)
اَﻟْﻠ ِﺰﻟ َْﺰ ِﻟﺔ: al-zalzalah (bukan az-zalzalah)
7. Hamzah
Transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (‘) hanya berlaku bagi hamzah
Contoh:
1. Konsonan
k g G K
Ka ga nga nka
p b m P
pa ba ma mpa
t d n R
ta da na nra
xv
c j N C
ca ja nya nca
y r l w
Ya ra la wa
s a h .
Sa a ha .
2. Vokal
e e----
o ----o
E’ --E--
b. Pada prinsipnya huruf lontaraq konsonan akhir tidak diberi simbol tersendiri,
2) Untuk kata berakhiran konsonan dengan huruf antara “k” (Latin) dan
hamzah= Arab, disalin dengan huruf akhir “k”, seperti adE = adek.
3) Untuk kata yang berakhiran konsosan mirip dengan huruf ‘ain Arab disalin
xvi
ABSTRAK
Nama : Ati Fitriani
NIM : 40200115020
xvii
BAB I
PENDAHULUAN
bermula dari munculnya To Manurung sekitar abad XIII dan XIV. Dalam naskah
peletak utama dasar-dasar pemerintahan dalam kerajaan yang ada di jazirah Sulawesi.
kerajaan Bone, setelah diangkat menjadi raja dengan gelar “Mata Silompo’e”.1
Pada masa Raja Bone IV We Banrigau Makkaleppi’e, lahirlah seorang anak
yang cerdik dan pandai di wanua Cina yang diberi nama La Mellong. Sejalan dengan
dikenal dikalangan masyarakat Bone. Kecerdikan beliau didengar oleh raja yang
Mengukir sejarah pada abad XVI atau XVII di Sulawesi Selatan, merupakan
suatu prestasi gemilang yang hingga kini masih sulit ditandingi. Sosok seorang tokoh
bergelar Kajao Laliddong penasehat raja Bone, memang patut dikenang, dicatat
1
Rahmawati, Perspektif Baru dalam Proses Penyebaran Islam di Kerajaan Bone Sulawesi
Selatan Analisis Sejarah Tentang Musu Selleng Pada Tahun 1606-1640 (Cet. I; Makassar: Alauddin
University Press, 2014), h. 77
1
2
dalam menciptakan pola dasar pemerintahan di kerajaan Bone pada abad XVI dimasa
pemerintahan Raja Bone VI La Uliyo Bote’e (1543-1568) dan Raja Bone VII La
pokok-pokok pikirannya tentang hukum dan ketatanegaraan yang menjadi acuan bagi
sejarah perjalanan kerajaan Bone dilukiskan bahwa, betapa besar jasa La Mellong
dalam mempersatukan tiga kerajaan Bugis, yakni Bone, Soppeng, dan Wajo, dalam
sebuah ikrar sumpah setia untuk saling membantu dalam hal pertahanan dan
Bongkangnge. 2
Kajao Laliddong juga dikenal sebagai peletak dasar konstitusi atau yang
biasa dikenal dengan istilah “Pangadereng” dalam Bugis dan “Pangadakkang” dalam
istilah Makassar. Ajaran-ajaran beliau bukan saja diterima dan diakui di kerajaan
Bone, melainkan juga di luar kerajaan Bone. Terutama setelah Bone melebarkan
sayapnya. Bahkan banyak yang menjadikan konstitusi itu sebagai falsafah kerajaan
fungsi (teori fungsionalisme) bahwa pada dasarnya kebutuhan manusia sama, baik itu
kebutuhan yang bersifat biologis maupun bersifat psikologis dan kebudayaan pada
2
Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar dari Tanah Bugis, dengan kata
pengantar oleh H. Ajiep Padindang (Cet. I; Makassar: Lamacca Press, 2004), h. 7
3
kebutuhan masyarakat ketika itu untuk menjalankan roda pemerintahan dengan baik
dan bijaksana maka dibutuhkan hukum-hukum yang dapat menjaga kedamaian suatu
kerajaan. Konsep norma sosial ini ada empat yang dipaparkan oleh beliau, yakni ade’
Setelah agama Islam resmi menjadi agama kerajaan Bone pada abad XVII,
maka keempat komponen pangadereng (ade’, bicara, rapang, dan wari) ditambah
lagi satu komponen, yakni sara (Syariat Islam). Dengan demikian ajaran Kajao
Laliddong tentang hukum yang mengatur kehidupan masyarakat, baik secara individu
sara’ diatas menjadi semakin lengkap dan sempurna. Ajaran Kajao Laliddong ini
Selatan.4
faktor yang sangat mempengaruhi cara pandang mereka terhadap kehidupan. Islam
tidak hanya menjadi unsur yang melengkapi pangadereng menjadi lima komponen
dari sebelumnya yang hanya empat, melainkan juga telah memberikan dimensi
keagamaan.5
3
David Kaplan dan Manners, dkk. Teori-teori Budaya (Cet. I; Yogyakarta:Pustaka Pelajar,
2000), h. 164
4
A. Rahman Rahim, Nilai-nilai Utama Kebudayaan Bugis (Cet I; Ujung Pandang: Hasanuddin
University Press, 1992), h. 122
5
Nurman Said, Membumikan Islam di Tanah Bugis (Cet II; Makassar: Alauddin University
Press, 2011), h. 97
4
sambil mengoreksi hal-hal yang tidak sejalan dengan tuntunan sara’. Dengan
masuknya sara’ menjadi salah satu bagian dari pangadereng maka segala ketentuan
Dapat dikatakan bahwa lewat konsep pangadereng ini menumbuhkan suatu wahana
kebudayaan yang tak ternilai bukan hanya bagi masyarakat Bugis diberbagai pelosok
Nusantara. Bahkan ajaran Kajao Laliddong ini telah memberi warna tersendiri peta
kepunahan karena masyarakat pada umumnya cenderung lebih meniru budaya asing
yang jelas-jelas kurang memperhatikan sikap dan moral. Dari itu, peneliti tertarik dan
menganggap penelitian ini urgen untuk dilaksanakan terutama nilai-nilai yang ada
kembali kearifan lokal tersebut sehingga bisa dijadikan sebagai acuan untuk menata
B. Rumusan Masalah
Titik fokus dalam penelitian ini yaitu konsep pemikiran Kajao Laliddong
rapang, dan bicara). Bahkan dalam politik juga beliau menjadi pemikir untuk
Timurung yang ada didalamnya yaitu kerajaan Bone, Soppeng dan Wajo. Disamping
itu, peneliti juga mengkaji nilai yang terkandung dalam pemikiran Kajao Laliddong
yang berkaitan dengan kejujuran, nilai kecendekiawan, nilai keberanian, dan nilai
keteguhan.
2. Deskripsi Fokus
Isi pesan Kajao Laliddong yang banyak dibicarakan dapat dikatakan berkisar
pada pangadereng yang biasa disebut adat istiadat raja-raja, meliputi hak dan
kewajiban raja, pegawai negeri dan rakyat, apa yang mereka harus lakukan atau tidak
lakukan agar negeri aman dan makmur. Jelas dari pesan-pesan itu, bahwa kekuasaan
raja bukan kekuasaan yang terbatas. Untuk mencapai maksud tersebut, ada empat
landasan atau konsep pemikiran Kajao Laliddong yang harus dipelihara dan
Setelah agama Islam resmi menjadi agama Kerajaan Bone dalam abad XVII,
maka kempat komponen pemikiran Kajao Laliddong diatas atau biasa dikenal dengan
istilah “Pangadereng” (ade’, bicara, rapang, dan wari’) ditambah lagi dengan satu
wahana kebudayaan yang tak ternilai harganya bukan hanya bagi masyarakat Bugis
diberbagai pelosok Nusantara. Bahkan ajaran Kajao Laliddong ini telah memberi
utama, yaitu kejujuran, kecerdasan, harga diri, keberanian dan ketakwaan. Dalam
naskah-naskah filsafat, politik dan sosial, khususnya arahan dan nasehat terhadap
pemimpin negara atau kerajaan dan masyarakat, tampak bahwa jumlah naskahnya
kelihatan lebih menonjol terutama terkait dengan proses dialog dan kerjasama antara
D. Kajian Pustaka
Salah satu aspek terpenting dalam penelitian yaitu tinjauan pustaka yang
bertujuan untuk memandu peneliti dalam rangka menentukan sikap dari ketersediaan
sumber baik berupa hasil penelitian, literatur dan buku-buku sebagai berikut.
1. Skripsi Haderah (1992) menjelaskan bahwa Kajao Laliddong lahir pada awal
6
Asmat Riady. Pengantar: H. Ajiep Padindang. Kajao Laliddong Pemikir Besar dari Tanah
Bugis, h. 34
7
yang memerintah sekitar akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16. Pada masa
Pemikir Besar dari Tanah Bugis: bahwa Kajao Laliddong dikenal sebagai
kerajaan Bone dimasa lampau tepatnya pada abad XVI, masa pemerintahan
Raja Bone La Uliyo Botee (1535-1560) dan Raja Bone ke VII Tenrirawe
dan ketatanegaraan.
5. Buku Andi Palloge Petta Nabba/ Sejarah Kerajaan Tanah Bone, yang memuat
raja, juga memuat raja-raja awal hingga akhir dan masuknya Islam di kerajaan
Sulawesi Selatan (Analisis Sejarah tentang Musu Selleng Pada Tahun 1606-
7. Ahmad M. Sewang, Islamisasi Kerajaan Gowa (Abad XVI sampai abad XVII)
yang didalamnya memuat perang antara kerajaan Gowa dan kerajaan Bone
yang dibantu 2 kerajaan Bugis lainnya. Serta memuat pula perjalanan Sultan
E. Metodologi Penelitian
Metode penelitian dalam buku Abdur Rahman Hamid dan Muhammad Saleh
Majid dalam yang berjudul Pengantar Ilmu Sejarah7, merupakan suatu prosedur atau
yaitu penelitian pustaka atau Library Search yaitu penelitian dengan mengambil
7
Abd. Rahman Hamid dan Muhammad Saleh Madjid, Pengantar Ilmu Sejarah. (Cet I;
Yogyakarta: Ombak, 2011), h. 40
9
beberapa literatur dari buku-buku atau kajian pustaka sebagai bahan utama dalam
penelitian ini. Selain itu, peneliti juga melakukan penelitian lapangan atau Field
objek yang menjadi bahan penelitian. Dalam penelitian ini data-datanya dinyatakan
dalam bentuk tulisan yang diperoleh dari beberapaa literatur terkait yang
menjelaskan tentang kerajaan Bone sebelum Islam hingga masuknya Islam dan
keberadaan sosok Kajao Laliddong di istana kerajaan Bone pada abad XVI-XVII.
2. Pendekatan Penelitian
Adapun pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.
a. Pendekatan Historis
merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan penelitian
tentang objek sejarah agar mampu mendapatkan fakta sejarah dan mengungkapkan
banyak dimensi dari peristiwa tersebut.8 Sebuah pendekatan yang meninjau sebab
akibat, maksudnya peristiwa sekarang tidak boleh lepas dari peristiwa masa lampau,
atau berkaitan erat dengan peristiwa yang telah dihubungkan dari berbagai dokumen.
Melalui pendekatan ini penulis dapat menemukan data terkait peranan Kajao
8
Rahmat, Abu Haif, dkk., Praktek Penelusuran Sumber dan Penulisan Sejarah dan Budaya
(Cet.I; Jakarta: Gunadarma Ilmu), h. 135
9
b. Pendekatan Sosiologi
Pendekatan sosiologi merupakan pendekatan yang perhatiannya
menitikberatkan pada pola perubahan dan perkembangan yang muncul dalam lingkup
norma yang dijadikan sebagai pedoman dalam tatanan hidup.9 Disamping itu,
sosiologi baik teori klasik maupun modern untuk menggambarkan fenomena sosial
c. Pendekatan Agama
Jika dilihat dari definisi agama sering kali dipahami sebagai bentuk
keagamaan, bahkan lebih berpusat pada bentuk tradisional. Dengan pendekatan ini
maka akan diketahui letak nilai-nilai budaya Islam dan budaya lokal yang terdapat
3. Langkah-langkah Penelitian
mengumpulkan berbagai sumber data yang relevan dengan topik penelitian, guna
untuk mengetahui segala bentuk peristiwa atau kejadian sejarah masa lampau.11
9
Elly M. Setiadi dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi, Pemahaman fakta dan Gejala
Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (Cet. II, Jakarta: Kencana, 2011), h. 25
10
M. Sayuti Ali, Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Teori dan Praktek (Cet I; Jakarta:
PT. Raja Grapindo Persada, 2002), h. 100
11
Yugi Al, “Langkah Penelitian Sejarah”, https://www.eduspensa.id/langkah-langkah-
penelitian-sejarah/ (10 Oktober 2018)
10
variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, majalah, buku, prasasti, agenda
penelitian.
1) Data primer, yaitu sumber yang diperoleh langsung dari pelaku yang
data primer yang dijadikan peneliti yaitu tulisan lama yang lebih dekat
2) Data sekunder, yaitu sumber data yang diperoleh peneliti secara tidak
lain). 13 Data yang diperoleh dari beberapa buku atau data pendukung
peristiwa sejarah.
12
Sunardi Nur, Metodologi Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal (Cet I; Jakarta: Bumi
Aksara, 2011), h. 76
13
Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial (Cet I; Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2017), h. 17
11
menuliskan kisah sejarah yang tidak hanya menyusun dan merangkai fakta-fakta
XVI-XVII.
Sementara itu, kegunaan penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut.
1. Kegunaan ilmiah, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
14
Nugroho Notosusanto, Mengerti Sejarah (Cet I; Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,
1986), h. 32-33
12
A. Riwayat Hidup
Naskah kuno (Tolo’na Bone) meriwayatkan bahwa di kerajaan Bone pernah
hidup seorang cendekiawan terkenal sangat cerdas dan cakap bernama La Mellong.
Nama lengkapnya La Mellong To Suwalle yang lahir pada awal abad XVI pada masa
memerintah sekitar akhir abad XV dan awal abad XVI. 15 Sezaman dengan masa
sezaman dengan filosuf politik Italia, Nicolo Machiavelli.16 Akan tetapi patut dicatat
bahwa Machiavelli mengabaikan etika atau moral dalam pertarungan politik, maka
Kajao Laliddong justru menganjurkan agar penguasa lebih jujur dan bijaksana.17
desa itu ditemukan adanya bukti peninggalan sejarah yang berkaitan dengan La
Mellong yaitu sebuah pohon nyalle’ yang dipercaya sebagai tongkat yang
ditancapkan ke tanah. Desa ini dulunya bernama wanua Cina, dan sekarang berubah
15
Mattulada, LATOA: Satu Lukisan Analistis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis (Cet.
I; Yogyakarta: Gadjah Mada University, 1986), h. 83
16
Machiavelli lahir tahun 1469 di Florence, Italia dan meninggal dunia tahun 1527 pada umur
58 tahun. Ayahnya seorang ahli hukum, tergolong anggota keluarga terkemuka tetapi tidak terlalu
berada. Selama masih hidup Machiavelli pada saat puncak-puncaknya Renaisance di Italia, Italia
terbagi-bagi dalam negara-negara kecil, berbeda dengan negeri yang bersatu seperti Prancis, Spanyol
atau Inggris. Karena itu tidaklah mengherankan jika pada masa ini Italia lemah secara militer meskipun
brilian dari segi kultur.
17
H. Muhammad Bahar Akkase Teng, Falsafah Hidup Orang Bugis (Studi tentang Pappaseng
Kajao Laliddong di Kabupaten Bone), Disertasi (Makassar: Pascasarjana UIN Alauddin, 2019), h. 52
13
14
Keharuman nama La Mellong sebagai anak yang cerdas dan sangat cakap
serta jujur, tersebar dimana-mana bahkan tidak kurang orang tua menjadikan sosok
La Mellong sebagai teladan bagi anak-anaknya. Tatkala berita itu sampai ke istana
kerajaan Bone, maka baginda Raja Bone VI La Uliyo Bote’e memerintahkan kepada
pengawal kerajaan untuk menjemput La Mellong di Cina (sebuah desa yang ada di
kabupaten Bone).
Ketika suro (utusan) Raja Bone sampai di tepi sungai didapatinya banyak
anak gembala sedang memandikan kerbaunya. Utusan Raja Bone lalu bertanya
kepada anak gembala yang ada didekatnya (kebetulan saja La Mellong), bagaimana
dalamnya sungai itu? Si anak gembala menjawab dengan penuh hormat, tanyakan
pada temanmu. Utusan raja kebingungan karena ia berangkat hanyalah seorang diri,
lalu si anak gembala menunjuk tongkat yang dipegang utusan raja tersebut.
Kemudian utusan raja itu menjadikan tongkatnya itu sebagai ukuran kedalaman
sungai tersebut.
Cina. Dijelaskannya La Mellong kepada utusan raja bahwa rumah matowa Cina
raja memperhatikan setiap rumah yang dilaluinya akan tetapi tidak ada yang
mempunyai tiga tangga. Dalam kebingungan utusan raja mendengar teriakan, ternyata
yang memanggilnya adalah anak gembala tadi (La Mellong). Setelah dipersilahkan
duduk oleh matowa Cina, lalu diceritakan keterangan anak gembala itu, sementara itu
anak gembala (La Mellong) duduk dan bersandar pada tangga loteng (rakkeang).
Kemudian dijelaskan bahwa tangga rumah ini memang tiga, satu di atas dua di bawah
“moni bunge” (bunyi ayam pertama). Disinilah terjadi perbedaan pemahaman antara
utusan raja dengan La Mellong, yang dimaksudnya moni bunge (bunyi ayam
pertama) bagi La Mellong adalah bunyi anak ayam yang baru menetas, sedangkan
menurut utusan raja bunyi ayam pertama yaitu bunyi ayam ketika dini hari
menjelang. Diam-diam utusan raja ini mengagumi akan kecerdasan dan kepandaian
anak itu.18
mampu menyesuaikan diri, dengan adat dan tatakrama dalam istana dan dapat
menarik simpati para pegawai istana, begitu pula sangat disenangi oleh teman-teman
sebayanya.
Demikian waktu berjalan terus dan La Mellong kini menjadi manusia dewasa
yang mampu mengeluarkan buah pemikiran yang menakjubkan terutama tentang adat
pertimbangannya mengenai hal-hal yang dianggap berat. 19 Seperti suatu ketika raja
Bone bersama para Arung dipusingkan dengan seekor burung pipit yang dikirim Datu
Wajo untuk dimakan oleh seluruh rakyat Bone. Menghadapi teka-teki yang sulit
18
A. Najmuddin Petta Ile (78 tahun), Sekretaris adat Kab. Bone, Wawancara, Bone, 21ss
Februari 2019
19
Wiwiek P. Yoesoef. Biografi Kajao Laliddong (Ujungpandang: Yayasan kebudayaan
Sulawesi Selatan. 1978), h. 20
16
sebagai orang yang bakal bisa mencari jawabannya. Pasalnya, apabila Raja Bone
dengan para pembantunya tidak mampu untuk memberi jawaban tentang bagaimana
bisa memberi makan kepada seluruh orang Bone dengan seekor burung pipit, maka
oleh raja Bone bersama para Arung, namun ia tetap saja diam. Seolah-olah ia tidak
mengetahui adanya masalah burung pipit yang dikirim oleh Datu Wajo itu. Padahal
dalam hati La Mellong jawabannya sangat mudah dan tidak perlu memeras otak
untuk memikirkannya. Arung Ponceng dan Arung Ta’ mengusulkan kepada Raja
Bone agar La Mellong dilibatkan dalam memikirkan persoalan burung pipit dari Datu
Wajo ini, karena itu akan membuahkan hasil yang tidak mengecewakan Raja Bone.
Raja Bone menyetujui usulan yang diajukan Arung Ponceng dan Arung Ta’
kesempatan kepada siapa saja yang hadir pada pertemuan tersebut untuk
“Mohon ampun yang Mulia, menurut saya burung tersebut perlu dimasak
dengan air yang banyak. Airnya itulah yang dibagikan kepada seluruh orang Bone”.
berkata, “bagus Massuleang, akan tetapi kalau begitu jawaban kita, orang pasti tidak
20
Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar dari Tanah Bugis, h. 49
21
Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar dari Tanah Bugis, h. 51
17
meminumnya. Jadi biar apa kita jawabkan, pasti disalahkan. Masalahnya, permintaan
orang Wajo merupakan hal diluar jangkauan akal kita. Sehingga kita perlu
Raja Bone.
“Mohon ampun yang Mulia, hanya itukah pertanyaan orang Wajo burung
pipit kecil? Menurut hamba, itu pertanyaan kecil. Jawabannya tidak perlu dengan
pikir panjang. Sekarang hamba memohon kepada yang mulia untuk memerintahkan
utusan raja ke pasar guna membeli sebatang jarum seperti yang biasa dibuat kail.
Jarum itu kita kirim ke Wajo agar Datu Wajo memerintahkan kepada pandai besi
yang ada disana agar ditempa menjadi kapak untuk dipakai menebang kayu bakar
pada saat akan memasak burung pipit dari Wajo. Satu parang untuk memotong
burung pipit. Satu pisau untuk mengiris-iris burung pipit. Satu periuk besar lebih
besar dari periuk orang Wajo yang akan digunakan untuk memasak burung pipit dari
Wajo. Setelah semua keperluan itu selesai dikerjakan oleh pandai besi dari sebatang
jarum, barulah burung kiriman orang Wajo dapat dimasak untuk selanjutnya
Raja Bone dan seluruh yang hadir pada pertemuan tersebut heran mendengar
permintaan La Mellong yang tidak masuk akal. Apa mungkin orang wajo atau pandai
besi yang ada disana mampu membuat kapak, parang, pisau dan periuk hanya dari
22
Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar dari Tanah Bugis, h. 51-52
23
Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar dari Tanah Bugis, h. 52
18
sebatang jarum? Tetapi menyimak kembali permintaan orang Wajo yang memang
menyelesaikan masalah yang dipandang berat, maka baginda raja Bone berkenan
melantik La Mellong sebagai penasehat raja dalam masalah adat istiadat dan hukum.
kepada negara, tidak hanya dikenal dalam abad modern ini, dimasa pemerintahan raja
bone VI pun sudah dipraktekan dalam kerajaan Bone, karena kekaguman raja Bone
seseorang yang telah berusia lanjut dan memiliki kearifan yang tinggi. Sedangkan
“Laliddong” adalah nama sebuah kampung yang terletak dalam wilayah matowa Cina
secara resmi menyandang gelar Kajao Laliddong sebagai bukti kesetiannya dalam
Bongkangnge pada tahun 1578 sudah mencapai 71 tahun, maka banyak yang
berpendapat bahwa pada masa pemerintahan raja Bone VIII La Inca Matinroe ri
kerajaan tidak lagi terlalu nampak, kecuali buah-buah pikirannya berupa konsep
pangadereng tetapi menjadi acuan bagi raja dalam menjalankan aktivitasnya dibidang
24
Haderah. Kajao Laliddong to Accana Bone, Skripsi (Ujungpandang: Fakultas Adab IAIN
Alauddin, 1992), h. 38
19
B. Kondisi Sosial
La Mellong kecil hingga menginjak masa remaja pada masa pemerintahan raja
bernama Laliddong dalam wanua Cina. Dalam berbagai catatan lontara disebutkan
bahwa La Mellong adalah manusia panutan yang memiliki sifat jujur, cerdas dan
berani. Tidak pernah berbohong, tegas dalam tindakan namun rendah hati. Sikapnya
Sejak kecil sosok La Mellong sudah tampak adanya bakat dan kecakapan
istimewa untuk menjadi ahli pikir yang cemerlang. Ia melalui masa kecil pada
lingkup keluarga sederhana. Ayah dan ibunya berasal dari kalangan masyarakat
menengah, bukan dari kalangan bangsawan tinggi, tetapi berasal dari kalangan
yang lebih tua darinya apalagi terhadap orang tua. Disamping itu ia sangat jujur dan
pantang berbohong, yang benar dikatakan benar dan yang salah dikatakan salah.
25
Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar dari Tanah Bugis, h. 35
26
Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar dari Tanah Bugis, h. 12
20
sebagai matowa Cina, mempunyai beberapa petak sawah dan sejumlah kerbau untuk
kebutuhan lainnya.
pertanyaan yang tidak mempunyai jawaban. Setiap ia menjawab pertanyaan yang ada,
penuh dengan simbol dan makna yang dalam sehingga orang yang mendengarkannya
akan takjub. Masyarakat ketika itu sering tidak menyangka dengan usia La Mellong
waktu itu, yang masih terbilang kanak-kanak, wawasannya sangat luas, pengetahuan
yang dimilikinya melebihi kepantasan usianya. Hal itulah yang membentuk watak,
kecerdasan dan kecakapan La Mellong yang tumbuh dan berkembang seiring dengan
Suasana kampung Laliddong di wanua Cina yang asri, terdiri dari tanah
tumbuh menjadi seorang remaja yang memiliki berbagai keahlian. Tutur kata dan
kepadanya.
menemukan jalan pemecahan dengan cara yang adil dengan demikian dikalangan
27
Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar dari Tanah Bugis, h. 13
21
Mellong menjadi cepat dewasa dalam pemikiran, cerdas dan terampil untuk berbagai
hal. 28
berada di istana kerajaan Bone namun hanya sebagai warga biasa yang diapnggil
untuk tinggal di dalam lingkungan istana, belum ada status penasehat. Disinilah ia
banyak belajar, mengamati dan memperhatikan kondisi sosial politik masa itu. La
Tenri Sukki pada waktu itu sebagai pewaris tahta dari ibunya, We Banrigau
Makkaleppie. La Tenri Sukki merupakan raja Bone pertama yang disebutkan dalam
Selatan. Raja Bone ini memerintah Pada akhir abad XV hingga permulaan abad XIV.
Dewaraja Batara Lattu. Setelah perang selesai (perang Cellu), karena pasukan dari
kerajaan Luwu berlabuh di Cellu sebelum menyerang pusat kerajaan Bone. Perang
dengan Datu Luwu To Serangeng Dewaraja yang dikenal dengan perjanjian “Polo
Unnyi. Perjanjian ini adalah baru untuk pertama kalinya terjadi dalam sejarah
kerajaaan Bone. Arti strategis “polo malella’e ri Unnyi” bagi Bone ialah sukses
dibidang politik dan militer. Melalui peristiwa ini, Kajao Laliddong beranggapan
bahwa kerajaan Bone kedepannya akan menghadapi perpolitikan yang rumit untuk
28
Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar dari Tanah Bugis, h. 14
22
diselesaikan oleh Arung Mangkau karena adanya taktik dari kerajan-kerajaan lain
yang akan menundukkan kerajaan yang dipandangnya lemah. Maka dari itu Kajao
Laliddong berpikir untuk bagaimana kerajaan Bone kedepannya tetap bisa memegang
posisi strategis dan prestisius yang kuat dan menjadi hegemoni kerajaan-kerajaan
kecil di sekitar kerajaan Bone bahkan juga kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan. 29
sebagaimana yang digambarkan dalam naskah-naskah lama. Selain itu beliau juga
dikenal sebagai seorang hakim yang sangat jujur dan diplomat ulung yang
mempunyai wawasan berpikir yang sangat luar biasa dengan kepribadian yang
Kajao Laliddong sebagai diplomat dan ahli pikir, beliau dikenal sangat
bijaksana, sopan dalam bertutur kata, tegas dalam hukum, dan berani dalam
pertempuran. Hal ini dibuktikan pada berbagai peperangan yang dilakukan oleh
kerajaan Bone. Kajao Laliddong pun senantiasa ikut, bahkan menjadi pemimpin
kelompok yang membawahi kelompok-kelompok kecil.
perdamaian. Oleh karena itu, pada waktu beliau menjadi penasehat kerajaan Bone,
29
Asmat Riady Lamallongeng, Kerajaan Bone di Lintasan Sejarah (Cet. I; Bone: Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bone, 2015), h. 49
23
perdamaian.30 Seperti pada waktu terjadinya peperangan antara raja Gowa dengan
raja Bone La Tenrirawe Bongkange, raja Gowa I Tajibarani terbunuh, atas nasehat La
Mellong kepada raja Bone, untuk menghargai raja Gowa sebagai seorang kesatria
diserahkan kepada keluarganya oleh pengawal kerajaan Bone dengan utusan khusus
raja Bone sebagai juru bicara (diplomat) Kajao Laliddong. Pengembalian jenazah raja
Gowa merupakan inisiatif Kajao Laliddong yang sangat bijaksana, sebab dengan
tindakan itu dapat menyadarkan para penguasa di Gowa bahwa sesungguhnya Bone
sangat mencintai persahabatan dan perdamaian. Dengan langkah ini pula, membuat
mappannessa tau” (hanya dari kata-kata yang membuat seseorang dapat disebut
manusia). Rupanya kalimat tersebut menjadi pegangan bagi Kajao Laliddong dalam
yang melahirkan suatu perjanjian perdamaian antara kedua kerajaan yang dikenal
dengan utuh dan atas prakarsa Kajao Laliddong terciptalah sebuah perjanjian
persahabatan antara tiga kerajaan (Triple Alliance) Bugis yakni Bone, Soppeng dan
30
Pananrangi Hamid, Sejarah Gowa. (Ujungpandang: Balai Kajian Sejarah dan Nilai
Tradisional, 1984), h. 20
31
Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar dari Tanah Bugis, h. 24
24
Wajo. Perjanjian persahabatan tersebut diikrarkan bersama oleh tiga raja yang
masing-masing didampingi oleh ahli pikirnya. Perjanjian itu dikenal dengan nama
banyak berbuat dengan kurang bicara itulah konsep yang diberlakukan dalam
Bilamana tiba musim ayam jantan berkokok diatas atap dan takut turun ke
bawa karena kawan-kawannya menunggu di bawa, janganlah engkau bekerja
berat untuk kepentingan orang banyak sebab dizaman itu yang benar akan
disalahkan dan yang salah akan dibenarkan. Tetapi apabila tiba musim penyu
bertelur dan tidak bersuara, maka engakau harus bekerja keras untuk
kepentingan orang banyak, sebab karyamu akan dinilai dan dihargai oleh
orang lain serta yang benar dibenarkan dan salah akan disalahkan. 32
Ungkapan seperti ini mengandung nilai budaya yang sangat berguna dalam
era pembangunan nasional yang sedang digalakkan, karena menghargai karya orang
lain. Dengan demikian sikap dan pandangan hidup Kajao Laliddong sebagai seorang
cendekiawan yang cerdas, jujur dan bijaksana patut dijadikan acuan untuk menata
Bone yang memerintah pada waktu itu yaitu raja Bone VI La Uliyo Bote’e, sehingga
kediamannya agar di bawa ke istana. La Mellong sebagai orang baru dalam istana,
32
Zainal Abidin, Pandangan Hidup Orang-orang Sulawesi Selatan Menurut Lontara yang
dapat Dijadikan Penggerak Pembangunan Daerah. Majalah Bingkisan, no. 1 (1986/1987), h. 22
25
tidak berselang lama, ia sudah mampu mengambil simpati dari para keluarga istana.
Selain itu dalam lingkungan istana, ia banyak belajar tata krama dan sopan santun
jarang terjadi baginda raja Bone, meminta pertimbangannya mengenai hal-hal yang
secara resmi menjadi penasehat adalah suatu amanah yang sangat berat, apalagi
dilakukan oleh raja Bone sendiri, setelah melalui ujian berupa dialog antara raja Bone
wrPr mubkuriea.
Kajao Laliddong : Agasi Arumpone muaseng tettaroi nrebba alebbiremmu
patokkopulanai alebbireng mubakurie aja’ natatere-tere tau
tebbe’mu aja’ napada wenno pangampo waramparang
mubakurie.
Artinya:
Kajao Laliddong: apa gerangan hai Arumpone yang kau sebut tak
membiarkan robohnya kemuliaan yang mengekalkan tegaknya kemuliaan
26
Artinya:
Artinya:
Artinya:
33
Mattulada, LATOA: Satu Lukisan Analisis terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, h. 103
27
Artinya:
tEtslea ri pGdErE.
Kajao Laliddong :Iyanaritu Arumpone riasengnge macca pinru’ ada tau
tettassalae ri pangadereng.
Artinya:
Kajao Laliddong: Adapun wahai Arumpone yang disebut pandai membangun
kalimat ialah orang yang kokoh memegang pangadereng
aruPoen :ekgea riasE mc piRu ad kjao.
Artinya:
Arumpone: Manakah yang disebut pandai mengucapkan kalimat wahai
Kajao?
kjaollido :ainritu aruPoen riasE mc dupai ad
tEtslea ri rpeG.
Kajao Laliddong :Iyanaritu Arumpone riaseng macca duppai ada tettassalae
rirapangnge.
34
Mattulada, LATOA: Satu Lukisan Analisis terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, h.
103-104
28
Artinya:
Kajao Laliddong: Adapun wahai Arumpone yang disebut pandai
mengucapkan kalimat ialah orang yang tidak salah pada rapang.
aruPoen :ekgn riasE tau tEGlup suron ri ad toGEeG
kjao.
Artinya:
Arumpone: Manakah yang disebut orang tidak alpa dutanya pada perkataan
yang benar wahai Kajao?
kjaollido :aiynritu aruPoen riasEeG tau tEGlupGi
bicrea.
Kajao Laliddong :Iyanaritu Arumpone riasenge tau tengalupangi surona ri ada
tongenge tau tetakkalupae ri bicarae. 35
Artinya:
Kajao Laliddong: Adapun wahai Arumpone yang disebut orang tak alpa
dutanya pada perkataan yang benar ialah orang tak alpa dari bicara.
aruPoen :aEKg ad ed blin.
Artinya:
Artinya:
35
Mattulada, LATOA: Satu Lukisan Analisis terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, h.
104-105
29
eawGEeG.
Arumpone :Agae kaminang mawatang? Engkaga cau watangngi
ewangenga?
Artinya:
Arumpone: Apa yang paling kuat, adakah yang paling kuat daripada senjata?
Artinya:
Artinya:
kjaollido :aesdiGEeG.
Artinya:
raja Bone untuk mematahkannya sekaligus, tetapi raja Bone tidak dapat
Artinya:
Kajao Laliddong: Satu lidi terbilang sangat kecil, jika banyak terikat tidak
dapat dipatahkan terlebih lagi jika manusia yang bersatu. 36
Bertanya lagi raja Bone kepada Kajao Laliddong.
Artinya:
llEPnua.
Kajao Laliddong :Tellu tanranna nasawe ase Arumpone. Seuwani, komalempui
Arung mangkau’e. Madduana, nakko mappemmaliwi Arung
mangkau’e enrengnge to mabbicarae. Matellunna, matau
seuwapi tauwe ri lalempanua.
Artinya:
Kajao Laliddong: Tiga tandanya maka jadi padi itu wahai Arumpone.
Pertama, apabila raja itu jujur. Kedua, apabila pantangan ditaati ole raja
beserta Tomabbicara. Ketiga, bersatu padu orang di dalam negeri.
mkEdtopi kjaillido. “Makkedatopi Kajao Laliddong” (Berkata
selanjutnya Kajao Laliddong.)
36
Andi Zainal Abidin Farid, Masalah Tradisi dan Pembangunan Nasional. (Makalah yang
disajikan dalam seminar Nasional, 1970 di Jakarta), h. 12-13
31
Oleh karena itulah wahai Arumpone, maka dikehendaki dipelihara ade’ itu,
juga bicara itu, serta rapang, dan juga wari’.) 37
Begitulah proses pengangkatan La Mellong sebagai penasehat, yang
kemudian diberi gelar “Kajao Laliddong” yang berarti orang cerdik yang berasal dari
kepada raja Bone La Uliyo Bote’e yang kemudian beralih kepada raja Bone La
meningkat. Terutama dalam masalah adat istiadat dan penetapan hukum. Disamping
itu, beliau juga dikenal dengan negarawan yang bijaksana, hal ini dapa dibuktikan
tatkala perang antara kerajaan Bone dengan kerajaan Gowa yang berakhir dengan
gugurnya raja Gowa dalam peperangan tersebut, maka atas nasehat Kalao Laliddong
raja.
Disamping Kajao Laliddong cakap dan cerdas juga beliau sangat berani dalam
menghadapi musuh dalam pertempuran, karena itu beliau juga sering memimpin
37
Mattulada, LATOA: Satu Lukisan Analisis terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, h.
103-107
33
lingkungan kerajaan Bone itu sendiri, sehingga menjadikan kerajaan Bone semakin
dikenal dan disegani oleh kerajaan-kerajaan lainnya. Selain itu dalam usahanya untuk
persaudaraan antara kerajaan Bone, Soppeng dan Wajo atas saran dan konstribusi
pemikiran dari Kajao laliddong. Dimana kerajaan Bone tampil sebagai anak sulung,
kerajaan Wajo sebagai anak tengah (kedua), dan kerajaan Soppeng sebagai anak
bungsu. Persaudaraan tersebut terhimpun dalam satu perjanjian yang dikenal dengan
38
Andi Muh. Ali, La Mellong Kajao Laliddong (Watampone: Depdikbud, 1984), h. 20
39
Rahmawati, Perspektif Baru dalam Proses Penyebaran Islam di Kerajaan Bone Sulawesi
Selatan Analisis Sejarah Tentang Musu Selleng Pada Tahun 1606-1640 (Cet. I; Makassar: Alauddin
University Press, 2014), h. 106
BAB III
budaya dan sistem sosial, pangadereng merupakan kaidah-kaidah yang meliputi cara
seseorang harus bertingkah laku terhadap sesama manusia secara timbal balik serta
mendorong adanya gerak dinamika masyarakat. Sistem norma menurut konsep Kajao
1. Ade’
sistem norma dan aturan-aturan adat dalam kehidupan masyarakat di kerajaan Bone.
Orang asing pada umumnya menyebut ade’ atau adat itu dengan de oude gewoonten
atau common customs. 40 Ade’ atau adat merupakan perwujudan dari segenap tata
tertib yang meliputi semua orang dalam bersikap dan bertindak dalam kehidupan
masyarakat dan kebudayaan, maka dari itu, bahwa semua orang, semua keadaan, dan
semua benda yang terlibat didalamnya adalah aspek ade’. Ade’ sebagai pranata sosial
yang mengatur tentang hak-hak raja bersama dengan rakyatnya. Dalam menyelidiki
asal kata ade’ yang berarti segala kaidah dan nilai-nilai kemasyarakatan yang
40
Mattulada. LATOA: Satu Lukisan Analistis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, h.
309
34
35
a. adE pur aoRo (Ade’ pura onro), yaitu norma yang bersifat permanen atau
b. adE abiasGE (Ade’ abbiasang), yaitu sistem kebiasaan yang berlaku dala
manusia.
c. adE mrj (Ade’ maraja), yaitu sistem norma baru yang muncul sejalan
Demikianlah pentingnya ade’, sehingga bagi orang Bugis ade’ itulah yang
dijadikan sumber nilai yang sangat menentukan. Dalam tujuannya, ade’ itu
mendasarkan diri pada tingkah laku yang disebut mappasilasa’e yakni semua
41
Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar dari Tanah Bugis, h. 33
42
Mattulada. LATOA: Satu Lukisan Analistis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, h.
355
36
melaksanakan tuntutan fitrah manusia guna mencapai martabatnya, yaitu siri’. Bila
pangadereng dengan segala aspeknya tidak ada lagi, akan terhapuslah fitrah manusia,
hilanglah siri’ dan hidup tak ada lagi artinya menurut orang Bugis. Jadi Jawaban yang
paling kena terhadap pertanyaan mengapa orang Bugis taat kepada pangadereng ialah
autEto ri adEea.
njgainmi sirit.
Nw nkirkir.
Siri’ emmi ri onroang ri lino.
Utettong ri ade’e.
Najagainnami siri’ ta.
Naiyya siri’e sunge’ naranreng.
Nyawa nakira-kira.
43
Mattulada. LATOA: Satu Lukisan Analistis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, h.
343
37
Artinya:
Hanya untuk siri’ kita hidup di dunia.
Aku setia kepada ade’.
Karena dijaganya malu kita.
Adapun malu itu jiwa ganjarannya.
Nyawa rekaannya. 44
2. Bicara
dengan masalah peradilan. Dengan demikian bicara itu aspek pangadereng yang
mempersoalkan hak dan kewajiban setiap orang atau badan hukum dalam interaksi
mengatur tingkah laku setiap subjek hukum seorang dalam lingkungannya yang lebih
berfungsi terhadap pelanggaran tata tertib dalam masyarakat, berpegang teguh pada
tuntutan terdalam dari hati nurani manusia guna berbuat kebajikan terhadap sesama
manusia. Dalam pangadereng orang menyadari perbuatan yang baik dan buruk begitu
seseorang atas setiap perbuatannya yang buruk dan melanggar tata tertib. Ade’lah
44
Mattulada, LATOA: Satu Lukisan Analistis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, h.
64-65
45
Bustan, “Kearifan Lokal La Mellong Kajao Laliddong di Kerajaan Bugis” (Makalah yang
disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Membentuk Karakter Bangsa dalam
Rangka Daya Saing Global di Grand Clarion Hotel, Makassar 29 Oktober 2016), h. 210
38
ketertiban tidak terganggu. Apabila juga terjadi perbuatan jahat yang dilakukan oleh
seseorang, maka orang itu harus disembuhkan melalui bicara yang memiliki peranan
benar).
dasarnya adalah tau tongeng (orang benar) namun lingkungan yang menjadikan dan
membentuk karakternya yang menjadi orang yang salah dalam bertindak dan
Menempatkan sesuatu pada tempatnya adalah jalan kebenaran, barang sesuatu yang
akan dipikulkan kepada orang lain hendaknya kita pertama-tama menakarnya dengan
takaran semestinya. Apabila kita menempati takaran orang lain dalam memikul beban
yang kita diminta memikulnya dan dalam takaran itu kita sanggup melakukannya
3. Rapang
Latoa kata Rapang disebut sebagai salah satu unsur pangadereng. Jadi rapang
46
Mattulada, LATOA: Satu Lukisan Analistis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis h.
363
39
kontinuitas suatu tindakan berlaku konsisten dari waktu yang lalu hingga masa
b. Bahan perbandingan, artinya dalam keadaan tidak ada atau belum ada norma-
norma atau undang-undang yang mengatur suatu hal tertentu. Maka rapang
atau hukum) artinya penguasa harus tegas dan konsisten dalam menjalankan undang-
karena rapang adalah sesuatu yang objektif memberikan konkrit dari kejadian yang
sudah lalu, karena rapang itu mappaseng rupa yaitu memberi hukum kesamaan atas
pola kehidupan yang telah membawa pembenaran dalam sejarah kehidupan dan
masyarakat yang sedang berlangsung dan dapat memberikan petunjuk tentang latar
belakang sistem yang berakar dalam pola kebudayaan. Sehubungan dengan fungsi
47
Mattulada, LATOA: Satu Lukisan Analistis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis h.
378
48
Bustan, “Kearifan Lokal La Mellong Kajao Laliddong di Kerajaan Bugis”, h. 211
40
perbandingan antara suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya agar orang dapat
rapang sebagai satu ilmu sure’ (sastra) yang dihormati. Rapanglah yang dapat
4. Wari
wari tak lain dari penjenisan yang membedakan yang satu terhadap yang lain, suatu
perbuatan yang selektif, perbuatan yang menata atau menertibkan. Jadi wari
masyarakat, membedakan antara satu dengan lainnya dengan ruang lingkup penataan
sistem kemasyarakatan, hak dan kewajiban setiap orang. Akan tetapi wari bukan
mata, melainkan mempunyai fungsi-fungsi lain yang lebih luas cakupannya. Secara
a. Wari’ asseajing ialah tata tertib yang menentukan garis keturunan dan
b. Wari’ tana ialah tata kekuasaan dan tata pemerintahan dala hal mengenai dasr-
semestinya. Bagaimana raja bersikap kepada rakyatnya, tata cara menghadap raja
c. Wari’ pangoriseng ialah mengenai tata urutan dari hukum yang berlaku dalam
suatu negeri dengan negeri lainnya sehingga dapat ditentukan mana yang tua,
5. Sara’
Pada awalnya, sistem sara’ dalam pangadereng hanya berkisar pada siri’
(rasa malu/ harga diri) yang diadaptasi atau diqiyaskan dengan konsep jihad dalam
Islam. Siri’ lalu mengalami perluasan makna dari siri’ pada diri sendiri, siri’ kepada
sesama manusia, lalu meningkat menjadi siri’ kepada Allah Swt., sehingga
sara’ tetap mengacu pada semua aturan yang berasal dari ajaran Islam, baik ajaran
dalam bidang fiqhi, ilmu kalam, maupun ajaran tasawuf dan akhlak. Bagi
Empat bagian pangadereng lainnya, yakni: ade’, bicara, rapang dan wari’
dipegang oleh pampawa ade’ (pelaksana adat) yaitu raja dan pembantu-pembantunya,
sedangkan yang kelima yaitu sara’ (syariat Islam) dikendalikan oleh parewa sara’
(perangkat syariat, qadi’, imam, ulama) yang bertugas untuk menangani hal-hal yang
49
Mattulada, LATOA: Satu Lukisan Analistis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis h.
212
50
Abu Hamid, Bugis Makassar dalam Peta Islamisasi Indonesia, (Ujung Pandang; IAIN
Alauddin, 1981), h. 81-82
42
Sehingga sara’ merupakan unsur terakhir dalam sistem pangadereng, akan tetapi
tidak berarti bahwa sara’ lebih rendah kedudukannya dibandingkan dengan empat
Dikatakan demikian karena dalam kenyataannya sara’ justru menjadi legitimasi bagi
Setelah agama Islam resmi menjadi agama di kerajaan Bone pada abad XVII,
maka keempat komponen pangadereng (ade’, bicara, rapang, dan wari) ditambah
lagi satu komponen yakni sara’ (syariat Islam). Dengan demikian ajaran Kajao
Laliddong tentang hukum yang mengatur kehidupan masyarakat, baik secara individu
sara’ menjadi semakin lengkap dan sempurna. Ajaran Kajao Laliddong selanjutnya
menjadi pegangan bagi kerajaan Bugis yang ada di Sulawesi Selatan khususnya di
menumbuhkan suatu wahana kebudayaan yang tak ternilai harganya bukan hanya
bagi masyarakat Bugis diberbagai pelosok nusantara. Bahkan ajaran Kajao Laliddong
ini telah memberi warna tersendiri peta budaya masyarakat Bugis, sekaligus
Indonesia seperti halnya dengan banyak negara dunia lainnya, tradisi pemikiran Barat
51
H. Muhammad Bahar Akkase Teng, “Falsafah Hidup Orang Bugis (Studi tentang
Pappaseng Kajao Laliddong di Kabupaten Bone)”, Disertasi (Makassar: Pascasarjana UIN Alauddin,
2019), h. 102
43
bumi nusantara kurang dikenal dan diperkenalkan. Dialah sosok pemikir yang
muncul ditanah bugis. Sosok yang bijak dan cakap dalam berbahasa, yaitu La
menguntungkan kerajaan Bone. Saat terjadi perang antara Bone melawan Gowa pada
tahun 1550-1557 , ketika itu usia Kajao Laliddong sudah mencapai 57 tahun, suatu
tingkat usia yang sangat matang dalam berbagai hal. Pasca perang Bone melawan
Gowa dengan gugurnya I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng data, Kajao Laliddong
kembali memegang perannya yang gemilang sebagai duta keliling kerajaan Bone.
Salah satu perjanjian yang rumusannya dibuat oleh Kajao Lalidddong adalah rumusan
perjanjian yang dikenal dengan nama perjanjian Caleppa tahun 1556. Isi perjanjian
2. Sungai tangga menjadi perbatasan yakni sebelah utara kekuasaan Bone dan
3. Negeri Cendrana masuk dalam kekuasaan Bone, oleh karena dahulu telah
52
Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar dari Tanah Bugis, h. 24-25
44
Artinya:
tEsislslai ri llEPnua.
Kajao Laliddong : Dua tanranna namaraja tanae Arumpone. Seuwani, malempui
namacca Arung mangkaue. Maduana, tessisalasalai ri
lalempanua.
Artinya:
Tandanya ada dua negara akan jaya wahai Arumpone, pertama apabila raja
jujur dan pandai, kedua kalau tidak ada persengketaan di dalam negeri. 53
dianjutkannya perilaku yang jujur, bukan hanya untuk raja tetapi juga untuk
Pada tahun 1582, Kajao Laliddong memohon kepada raja Bone untuk
menggalang persahabatan dengan kerajaan Wajo dan juga kerajaan Soppeng. Karena
kerajaan Gowa tidak akan bertahan lama. Anggapan Kajao Laliddong itu ternyata
mempersatukan kerajaan Bugispun direstui oleh raja Bone. Kajao Laliddong pun
mencetuskan sebuah gagasan persekutuan tiga kerajaan, yakni Bone, Soppeng dan
Wajo. Persekutuan tiga kerajaan yang dicetuskan di kampung Bunne dalam wilayah
wanua Tunarung (Bone Utara), lazim disebut Tellumpoccoe dan ikrar bersama ketiga
53
Mattulada, LATOA: Satu Lukisan Analisis terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, h.
106-107
45
1. Perhatian raja terhadap rakyatnya harus lebih besar dari pada perhatian
2. Raja harus memiliki kecerdasan yang mampu menerima serta melayani orang
banyak.
Tiga faktor utama diatas yang ditegaskan Kajao Laliddong dalam pelaksanaan
raja tidak dapat bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan norma yang telah
harus sepenuhnya diarahkan kepada kepentingan rakyat sesuai amanah yang telah
dipercayakan kepadanya. Lebih jauh lagi Kajao Laliddong menekankan bahwa raja
norma). 55
oleh Kajao Laliddong. Ia punya kemiripan dengan filsuf Yunani, Plato yang
54
Asmat Riady Lamallongeng, Kajao Laliddong Pemikir Besar dari Tanah Bugis, h. 26
55
Bustan, “Kearifan Lokal La Mellong Kajao Laliddong di Kerajaan Bugis”, h. 209
46
hampir bisa dipastikan, Kajao Laliddong tidak pernah bertemu dengan Plato. Ini
maju jauh sebelum kedatangan kolonialisme. Alih-alih para kolonialis datang untuk
Salah satu ajaran Kajao Laliddong tentang politik dan pemerintahan adalah
luk tro aru tEluk tro adE tEluk tro anGE “luka taro arung,
telluka taro ade , telluka taro anang” (keputusan raja dapat dibatalkan oleh kehendak
dewan adat, namun ketetapan dewan adat dapat dianulir oleh kesepakatan rakyat
banyak).
Sang penasehat tidak serta merta juga didengar pendapatnya, sebab dalam
berbagai dialog dengan raja Bone. Maka Kajao Laliddong terkadang berbicara
didepan dewan adat (ade’ pitue) terkadang memang hanya ada raja saja. Artinya,
pertimbangan dewan adat. Persetujuan itu diperlukan karena yang akan memimpin
56
Rudi Hartono, http://www.berdikarionline.com/kajao-laliddong-pemikir-politik-dari-tanah-
bugis/ (11 Juni 2011)
47
pendidikan Barat. Makna ajaran ini justru diimplementasikan dalam proses demokrasi
menonjol pada masa pemerintahan raja Bone VI LaUliyo Bote’e dan raja Bone VII
Laliddong melahirkan suatu pola dasar dalam pelaksanaan sistem pemerintahan dan
menjadi rujukan bagi raja-raja dan aparat kerajaan dalam setiap aktivitas.
Induk kekayaan dalam sebuah negeri yang pertama persatuan dan kedua
kejujuran. Tidak tidur mata sang raja siang dan pada malam memikirkan kebaikan
negeri dan rakyatnya, memperhatikan sebab dan akibat setiap ada tindakan baru yang
dilakukan. Kekayaan bukan sekedar harta benda. Kekayaan berinduk pada keadaan,
yaitu tanpa adanya sengketa dan rakyat tidak bercerai-berai demi persatuan untuk
menjaga agar induk kekayaan tidak rebah, maka raja harus terus menerus memikirkan
matang setiap keputusan yang diambil untuk menjaga kepercayaan rakyat yang
yang benar. Secara tersirat dan tersurat, Kajao Laliddong menunjukkan nilai yang
prinsipil, yaitu kejujuran, kata-kata yang benar dan memanusiakan didalam konsep
budaya politik.
57
H. Ajiep Padindang, http://ajieppadindang.blogspot.com/2008/04/sang-kajao-laliddong-
cendekiawan-bugis.html (April 2018)
48
Pola pikir orang Barat yang telah menyentuh peradaban orang Bugis Sulawesi
Selatan kira-kira bersamaan ketika Islam mulai diterima dalam sistem pangadereng.
Suatu pola pikir yang pada hakekatnya memisahkan nilai-nilai moral dari kehidupan
Bugis, yang semakin diperkuat oleh ajaran Islam yang telah diadaptasinya.
Demikianlah dalam Latoa, karena pangadereng sebagai sistem pada dasarnya adalah
ajaran moral. Suatu moralitas yang meliputi segala aspek kehidupan manusia selaku
individu dan selaku warga dari persekutuan hidupnya yang disebut negara. 58
menjadi pusat penentu atas hidup kebudayaannya. Manusia mempunyai arti khusus
dalam hubungannya dengan seluruh sikap makhluk. Manusia membedakan diri dari
hewan, hanya karena bawaan wataknya yang baik. Bawaan hati yang baik, yang
Dalam bidang pendidikan Kajao Laliddong lebih menegaskan pada dua aspek
yang harus dipegang dan dipertahankan yaitu pangadereng (moral) dasn pappaseng
(mental). 60
58
Mattulada. LATOA: Satu Lukisan Analistis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, h.
90
59
Mattulada. LATOA: Satu Lukisan Analistis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, h.
457
60
A. Najmuddin Petta Ile (77 tahun), Sekretaris adat Kab. Bone, Wawancara, Bone, 21
Februari 2019
49
1. Moral (Pangadereng)
Moral merupakan landasan dan patokan bertindak bagi setiap orang dalam
dalam lingkungan keluarga dan yang terpenting moral berada pada hati dan pikiran
setiap manusia sebagai fungsi kontrol untuk penyeimbang bagi pikiran negatif yang
akan direalisasikan.
Moral sebenarnya tidak lepas dari pengaruh sosial budaya setempat yang
diyakini kebenarannya. Moral selalu mengacu pada baik buruknya manusia sebagai
manusia. Hal tersebut akan lebih mudah kita pahami jika mendengar orang
bahwa perbuatan tersebut dipandang buruk atau salah karena melangar nilai-nilai dan
Isi utama dari pangadereng yang digariskan oleh Kajao Laliddong untuk
rasa takut).
c. siri nsibwai gEtE. Siri nasibawai getteng (Rasa malu atau harga diri yang
Dari isi utama pangadereng diatas dikatakan bahwa berbuat jujur karena ada
rasa takut yang selalu mengikuti, berkata benar karena ada perasaan waspada, harga
diri karena ada rasa keteguhan hati, berani karena arasa kasih sayang, serta segala
Dari pesan utama yang digariskan Kajao laliddong tersebut, sikap yang baik
a. Moral merupakan pertanda kualitas diri. Manusia jika bermoral baik maka
manusia lain akan melihatnya sebagai pribadi yang memiliki kualitas baik.
dan kaidah kesopanan karena belum cukup kuat untuk melindungi dan menjamin,
berlaku, dalam kehidupan juga banyak hal yang bersifat positif dan negatif. Maka
diperlukan pedoman, atau pegangan dalam hidup ini agar segala perbuatan yang
61
Andi Palloge, Sejarah Kerajaan Tanah Bone, (Sungguminasa Kab. Gowa: Yayasan Al
Muallim, 2006), h. 46
51
bermasyarakat. 62
2. Mental (Pappaseng)
Adapun yang dimaksud mental adalah keadaan batin, watak, kejiwaan kita
dalam menghadapi sesuatu. Penilaian mental kita adalah bagaimana kita bersikap
menghadapi sesuatu hal. Pembinaan mental merupakan salah satu cara untuk
membentuk akhlak manusia agar menjadi pribadi yang kuat mental, baik mental
Kajao Laliddong mencoba menanamkan sifat yang harus dimiliki setiap orang
untuk membina mental agar pantang terhadap sesuatu hal yang dihadapi setiap saat.
Terkait sikap dan dan perilaku yang baik Allah menegaskan dalam Q. S Al-
Maidah/5: 85.
62
Andina Ramadhon, “Pendidikan Karakter Membentuk Moral bangsa”,
https://www.kompasiana.com/andina.ramadhon/54f674fea33311e6058b4d12/pendidikan-karakter-
membentuk-moral-bangsa (16 Agustus 2015)
51
Maka Allah memberi pahala kepada mereka atas perkataan yang telah mereka
ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai, mereka
kekal didalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat
kebaikan.63
63
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya “Edisi Keluarga”,
(Surabaya: Halim Publishing & Distributing, 2013), h. 122
52
Dari ayat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Allah Swt., saja sangat
menghargai orang-orang yang berkata benar dan berperilaku baik dan menjanjikan
surga bagi mereka yang jujur, apalagi jika kita berbuat baik dan jujur kepada sesama,
Jujur dalam bahasa Arab Shidiq artinya benar atau jujur, lawan dari dusta atau
bohong (al-kazib). Seorang muslim dituntut selalu berada dalam keadaan benar lahir
batin, benar hati, benar perkataan, dan benar perbuatan. Antara hati dan perkataan
harus sama tidak boleh berbeda apalagi diantara perkataan dan perbuatan. Rasulullah
Saw., memerintahkan setiap muslim untuk selalu bersikap jujur karena dapat
kebohongan. Lawan jujur adalah dusta. Dusta yaitu memberitahukan sesuatu yang
diterjemahkan sebagai sikap terbuka yakni tidak ada sesuatu yang perlu dirahasiakan
atau ditutup-tutupi. Jujur berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya yang selayak-
Sifat jujur yang dapat dipercaya merupakan suatu perbuatan manusia yang
dipercayakan kepada seseorang baik harta atau ilmu, atau rahasia dan lainnya yang
merupakan sikap terpuji dan kunci sukses dalam pergaulan. Tidak diragukaan lagi
64
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq (Yogyakarta: Lembaga pengkajian dan Pengamalan Islam,
2001), h. 81
53
54
bahwa semua orang menuntut adanya sifat jujur, baik pada diri sendiri maupun
sesama dan merupakan salah satu faktor yang sangat mendasar dalam kehidupan
nemtau ri edwtesauwea.
Aja’ nasalaiko acca sibawa lempu. Naiyya riasenge acca degaga masussa
napogau, deto ada masussa nabali ada madeceng malemma’e. Mateppe’i
ripadanna rupatau. Naiyya riasengnge lempu makessingngi gau’na, patujui
nawanawana, madecengngi ampena, nametau ri Dewata Seuwae.
Artinya:
Janganlah ditinggalkan oleh kecakapan dan kejujuran. Yang dinamakan
cakap, tidak ada yang sulit dilaksanakan, tidak ada juga pembicaraan yang
sulit disambut dengan kata-kata yang baik serta lemah lembut, percaya kepada
semua manusia. Yang dinamakan jujur, perbuatannyaa baik, pikirannya benar,
tingkah lakunya baik, dan takut kepada Tuhan. 65
Dalam pesan tersebut dijelaskan bahwa kecakapan dan kejujuran sebaiknya
seiring dan saling menunjang. Kecakapan tanpa kejujuran ibarat kapal tanpa nhkoda,
Terdapat pula pesan yang memberikan nasehat untuk senantiasa berlaku jujur,
yang dikutip dari percakapan antara Kajao Laliddong dengan raja Bone.
65
Muh. Naim Haddade, Ungkapan, Peribahasa, dan Paseng: Sastra Bugis (Cet. I; Jakarta:
Depdikbud Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan daerah, 1986), h. 14
55
kebiasaan sederhana yang akan melatih kita untuk berlaku jujur. Isi utama dari pesan
diatas yaitu sebaiknya kita jangan mengambil barang yang bukan hak dan milik kita.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, cendekia memiliki arti yang saling
terkait, yaitu:
2. Cepat mengerti situasi dan pandai mencari jalan keluar atau pandai
66
Muh. Naim Haddade, Ungkapan, Peribahasa, dan Paseng: Sastra Bugis , h. 14
56
Dari kedua istilah tersebut tidak terjadi perbedaan signifikan kecuali pada
aspek prosesnya. Kecerdasan terkait erat dengan intelegensi yang dimiliki dari awal,
tentunya membawa dampak yang positif dan dapat pula membawa dampak negatif.
Dampak yang positif apabila manusia mampu memanfaatkannya dengan baik, maka
dapat membawa manusia kepada kehidupan yang layak dan sejahtera. Namun
budaya bangsa yang dianut oleh masyarakatnya dan tidak mampu menangkalnya,
Jadi, orang yang mempunyai nilai cendekia (acca) oleh lontaraq disebut to acca
ada yang sulit dilaksanakan, tidak ada pembicaraan yang sulit disebut dengan kata-
67
Kemendikbud, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Edisi V (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2016), h. 277 dan 282
57
kata yang baik dan lemah lembut lagi percaya pada sesamanya. 68 Dalam konsep
Islam, kecerdasan sangatlah dibutuhkan dalam berbagai aspek, bahkan salah satu sifat
wajib yang dimiliki para Rasul adalah al-fatanah (kecendekiawan). Al-fatanah dalam
dalam Mu’jam Maqayiz al-Lughah yang terdiri atas huruf fata-na mempunyai arti
Dalam percakapan antara raja Bone dan Kajao Laliddong tersirat pesan yang
sangat dalam.
Artinya:
Artinya:
Artinya:
68
M. Arief Mattaliti, Pappaseng To Riolota Wasiat Orang Dahulu (Cet I; Jakarta: Depdikbud
Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1986), h. 87
58
Artinya:
Yang diperbuat itu Arumpone, ialah tidak menghiraukan perkataan buruk dan
perkataan baik. 69
Dari percakapan diatas tersirat sebuah pesan bahwa perkataan yang baik dan
buruk jangan terlalu di tanggapi apalagi mendengar berita yang belum kejelasannya.
Sebelum menanggapi berita yang sampaikan orang lain terhadap kita, sebaiknya
C. Nilai Keberanian
Keberanian merupakan kesiapan diri, kestabilan emosi dan patriotisme. Ketiga
ciri sikap ini memiliki kesamaan ciri pada karakter marketing orientation (orientasi
69
Mattulada. LATOA: Satu Lukisan Analistis Terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, h.
105-106
59
medec.
• tEmitauni ri pdiaolo.
• tEmitauni ri pdimuRi.
laku tabah, tenang, berani dan bertanggung jawab. Tabah, tidak menampakkan
mendengar kabar yang baik. Tenang, ia menguasai perasaan sehingga dengan tenang
dapat memecahkan persoalan yang dihadapi. Berani, tidak takut dalam keadaan
sepenuh hati.71
Mengacu pada satu sikap yakni konsisten. Konsisten merupakan sifat yang
menunjukkan ketetapan terhadap sesuatu atau keadaan yang tidak berubah. Sikap ini
menunjukkan bahwa dengan nilai keteguhan tidak mudah berubah dalam hal
pendirian atau keyakinan. Sikap ini ditunjukkan melalui perilaku setia pada janji atau
ikrar, tidak membatalkan keputusan serta senantiasa berhenti jika pekerjaan sudah
selesai. Ciri pada nilai keteguhan memiliki kesamaan pada karakter hoarding
Berbeda dengan sifat kaku pada karakter menimbun yang berorientasi non
produktif, sifat konsisten yang ditunjukkan pada nilaai keteguhan pada dasarnya
70
M. Arief Mattaliti, Pappaseng To Riolota Wasiat Orang Dahulu, h. 19
71
M. Arief Mattaliti, Pappaseng To Riolota Wasiat Orang Dahulu, h. 20
72
Feist & Feist, Teori Kepribadian Terjemahan Handrianto, (Jakarta: Salemba Humanika,
2009), h. 238
61
memiliki dampak positif dan negatif. Keteguhan dapat berdampak negatif jika
keteguhan tersebut mengacu pada sikap konsisten untuk mempertahankan yang batil.
Sementara itu, nilasi keteguhan dapat berdampak positif jikaa individu berketetapan
tersebut menarik hatinya. Dalam bahasa Bugis, keteguhan dapat disebut getteng yang
dapat diartikan tegas, tangguh, dan teguh pada keyakinan dan taat asas. Dalam
kaitannya dengan keteguhan ini, terdapat pesan yang berkaitan dengan hal tersebut.
riyala toddo’ yanaritu getteng, lempu sibawa ada tongeng” ( Ada tiga hal yang dapat
Tiga hal yang dapat dijadikan patokan agar kita tetap berada pada jalan yang
benar dan menjadi kepercayaan masyarakat sekitar yaitu keteguhan, kejujuran dan
73
H. Mahmud. Silasa, Kumpulan Petuah Bugis Makassar (Jakarta: Saudagar,2000), h. 23
62
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Nama lengkapnya La Mellong To Suwalle yang lahir pada awal abad XVI
Makkaleppie yang memerintah sekitar akhir abad XV dan awal abad XVI.
Kajao Laliddong sebagai diplomat dan ahli pikir, beliau dikenal sangat
bijaksana, sopan dalam bertutur kata, tegas dalam hukum, dan berani dalam
“Kajao Laliddong” yang berarti orang cerdik yang berasal dari Laliddong.
yang meliputi cara seseorang harus bertingkah laku terhadap sesama manusia
kehidupan baik dalam bidang sosial budya, politik dan pendidikan yaitu
pangadereng yang mencakup empat hal yakni, ade’, rapang, bicara dan
wari’.
3. Adapun nilai utama dari konsep pemikiran Kajao Laliddong yang sering
62
63
(getteng= Keteguhan), erso (reso= kerja keras), dan siri (siri’= Harga
diri).
B. Implikasi
Sebagai implikasi dari penelitian ini dengan judul Kajao Laliddong (Konsep
pemikirannya.
kondisi sosial politik kita saat ini sengaja dilupakan karena ancaman bagi
permasalahan yang terjadi dimasa kini dan mmasa yang akan datang.
64
DAFTAR PUSTAKA
Abu, Haif Rahmat dkk. Praktek Penelusuran Sumber dan Penulisan Sejarah dan
Budaya. Cet. I; Jakarta: Gunadarma Ilmu. 2013
Abidin, Zainal. Pandangan Hidup Orang-orang Sulawesi Selatan Menurut Lontara
yang dapat Dijadikan Penggerak Pembangunan Daerah. No. I: Majalah
Bingkisan. 1987
Al, Yugi. “Langkah Penelitian Sejarah”. https://www.eduspensa.id/langkah-langkah-
penelitian-sejarah/(10 Oktober 2018)
Abdullah, Anzar “Kerajaan Bone dalam Lintasan Sejarah Sulawesi Selatan (Sebuah
Pergolakan Politik dan Kekuasaan dalam Mencari, Menemukan, Menegakkan
dan Mempertahankan Nilai-nilai Entitas Budaya Bugis,” Edisi Khusus untuk
Persembahan Edward L. Poelinggomang, Lensa Budaya vol. 12. No. 2
(Oktober 2017)
Bahar, H. Muhammad Akkase. Falsafah Hidup Orang Bugis (Studi tentang
Pappaseng Kajao Laliddong di Kabupaten Bone). Disertasi. Makassar:
Pascasarjana UIN Alauddin, 2019
Bustan. Kearifan Lokal La Mellong Kajao Laliddong di Kerajaan Bugis. Makalah
yang disajikan pada Seminar Nasional Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial
Membentuk Karakter Bangsa dalam Rangka Daya Saing Global di Grand
Clarion Hotel. Makassar 29 Oktober 2016
Feist, & Feist. Teori Kepribadian Terjemahan Handrianto. Jakarta: Salemmba
Humanika, 2009
Haderah. Kajao Laliddong to Accana Bone. Skripsi. Ujungpandang: Fakultas Adab
IAIN Alauddin, 1992
Haddade, Muh Naim. Ungkapan, Peribahasa, dan Paseng: Sastra Bugis. Cet. I;
Jakarta: Depdikbud Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan daerah.
1986
Hamid, Pananrangi. Sejarah Gowa. Ujungpandang: Balai Kajian Sejarah dan Nilai
Tradisional, 1984
Ilyas, Yunahar. Kuliah Akhlaq (Yogyakarta: Lembaga pengkajian dan Pengamalan
Islam. 2001
Kaplan, David dan Manners, dkk. Teori-teori Budaya. Cet. I; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. 2000
Kemendikbud, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Edisi V. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2016
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahannya “Edisi Keluarga”.
Surabaya: Halim Publishing & Distributing. 2013
65
BIODATA PENULIS
Selanjutnya pada tahun yang sama, penulis melanjutkan sekolah tingkat pertama di
MTs Pattiro Bajo kabupaten Bone dan selesai pada tahun 2012. Kemudian pada tahun
2012 melanjutkan sekolah menengah atas di MAN 1 Bone dan selesai tahun 2015.
Setelah lulus pada jenjang sekolah menengah atas, penulis melanjutkan pendidikan
pada jenjang perguruan tinggi tepatnya di UIN Alauddin Makassar Fakultas Adab
dab Humaniora Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam pada tahun 2015. Selanjutnya
Penulis sangat bersyukur diberi kesempatan oleh Allah Swt., sehingga bisa
menyelesaikan studi dan menimba ilmu yang banyak dan bermanfaat. Penulis sangat
berharap dapat mengamalkan ilmu yang diperoleh dengan baik dan dapat
membahagiakan kedua orang tua, keluarga, orang terdekat yang selalu mendoakan