Perencanaan Pembangunan Kehutanan Daerah Dalam Perspektif
Perencanaan Pembangunan Kehutanan Daerah Dalam Perspektif
Perencanaan Pembangunan Kehutanan Daerah Dalam Perspektif
Khuswantoro, et al.
ABSTRACT
Sustainable use of forest resources is needed to establish a forestry management plan. Forest
management plans exist at the provincial level according to the conditions and problems.
Forestry planning at Provincial level depicts current forest conditions, institutional conditions,
the contribution of economy, social and ecology associated with the provincial level strategic
issues. This paper tries to elaborate the local development planning of forestry from good
governance perspective, and role of stakeholders of local development forest planning. The
research was based on qualitative descriptive approach to the study site in the province of
Yogyakarta and West Papua. The result shows that forest planning in the region is top-down
with respect to existing regional characteristics. To realize the principles of good governance, a
gap for each stakeholder role in the arrangement, implementation, monitoring and evaluation to
reporting should be made. The role of government in the area of forestry development
planning in terms of good governance, the rule of law for the regulation in the forestry sector
has been completed. Partnership is the key word synergy in the implementation of good
governance in forestry development in the area will attention to the aspects of partnership and
equity between all stakeholders in the arrangement, implementation, monitoring and evaluation
and reporting of forest development.
ABSTRAK
51
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 2 No. 1, April 2013 : 51 - 64
I. PENDAHULUAN
52
Perencanaan Pembangunan Kehutanan Daerah dalam ....
Khuswantoro, et al.
53
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 2 No. 1, April 2013 : 51 - 64
54
Perencanaan Pembangunan Kehutanan Daerah dalam ....
Khuswantoro, et al.
55
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 2 No. 1, April 2013 : 51 - 64
Pelibatan ini diharapkan mulai dari tahap penyusunan rencana sampai tahap akhir.
Oleh karena itu perlu dilakukan konsultasi publik dalam proses penyusunan rencana
kehutanan. Mekanisme yang tersedia adalah melalui musrenbang maupun
rakorbanghutda. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyerap aspirasi, masukan
dan saran untuk menyempurnakan dokumen rencana dimaksud.
Dari hasil wawancara terlihat bahwa program dan kegiatan yang diusulkan
dalam Rencana Kehutanan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi
Papua Barat telah memperhatikan arahan umum dalam RKTN (Perencanaan
Kehutanan Tingkat Nasional). Program tersebut kemudian diperinci lagi ke dalam
arahan yang lebih detil melalui hasil analisa spasial dan analisa sosial ekonomi serta
berupaya memenuhi keinginan masyarakat melalui konsultasi publik yang
dilaksanakan. Arahan penggunaan lahan, strategi dan kebijakan, serta program yang
telah ditetapkan bersifat umum agar memudahkan penjabarannya pada perencanaan
di bawahnya. Kondisi dan karakteristik wilayah (kabupaten/kota) untuk masing-masing
provinsi mempunyai kekhususan, sehingga untuk menentukan program dan kegiatan
berikut target harus didiskusikan dengan stakeholder yang ada di daerah.
Menurut pandangan Glasson dalam Tarigan (2005) bahwa perencanaan top-
down dan perencanaan bottom-up hanya berlaku pada kondisi dimana terdapat
beberapa tingkatan dalam pemerintah atau instansi yang diberi wewenang untuk
melakukan suatu perencanaan. Pada umumnya kedua perencanaan tersebut saling
berkombinasi, namun tetap ada perencanaan yang bersifat dominan. Apabila top-down
yang dominan maka perencanaan tersebut disebut sentralistik, sedangkan apabila
bottom-up yang dominan maka disebut desentralistik.
Berdasarkan hasil bahasan yang telah dilakukan sesuai dengan konsep
pendekatan perencanaan yang disampaikan oleh Glasson dalam Tarigan, konsep
rencana pembangunan kehutanan di daerah menggunakan model pendekatan
perencanaan top-down dengan memperhatikan aspek teknis, potensi lokal baik potensi
sumberdaya alamnya maupun potensi sumberdaya manusia.
56
Perencanaan Pembangunan Kehutanan Daerah dalam ....
Khuswantoro, et al.
Analisis spasial,
sosial ekonomi
(spatial analysis, Visi:
social and economy) Terwujudnya Ekosistem
SDH untuk peningkatan
Produktivitas dan
Kondisi saat ini/ Pelestarian bagi
Kesejahteraan Masyarakat
Current conditions RKTP dan Kemanusiaan
Program penjabarannya
harus disesuaikan dengan
karakteristik wilayah/
Program must be in
Notice: accordance with the
x RKTP : Planning of Forestry at characteristics of the region Tujuan/Goals
Province level
x RKTN : Planning of Forestry at
National level
x RTRWP : Spatial plan at Province level
Aktivitas-aktivitas/ Target-
Activities target/Targets
Indikator-indikator
/Indicators
57
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 2 No. 1, April 2013 : 51 - 64
Dalam setiap tahapan ini diharapkan semua unsur yang ada dilibatkan sesuai
dengan peran dan wewenang masing-masing. Proses penyusunan rencana
pembangunan kehutanan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dilakukan melalui
pendekatan teknokratis yakni overlay beberapa peta dan mengunakan analisis sosial
ekonomi. Disamping itu juga digunakan pendekatan partisipatif dengan melakukan
konsultasi publik pada saat proses penyusunan Rencana Pembangunan Kehutanan
dimaksud. Sementara itu, saat ini Provinsi Papua Barat sedang menyusun sebuah
perencanaan makro kehutanan yang berupa Grand Strategy Pembangunan Kehutanan.
Prosesnya hampir sama namun belum secara eksplisit mengacu pada Permenhut
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.42/Menhut-II/2010 Tentang
Sistem Perencanaan Kehutanan maupun Permenhut Nomor P. 01/Menhut-II/2012
tentang Penyusunan Rencana Kehutanan Tingkat Provinsi. Hal ini dapat dimaklumi
mengingat proses penyusunan telah terlebih dahulu berjalan baru kemudian keluar
Permenhut nomor 01/Menhut-II/2012 tersebut. Perlu disampaikan sampai saat ini baru
empat provinsi yang telah selesai menyusun rencana kehutanan tingkat provinsi yakni
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, dan Sulawesi
Barat. Bahkan dari keempat provinsi tersebut baru Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta yang telah menetapkan melalui keputusan Gubernur No. 12 tahun 2012
tanggal 09 Januari 2012.
Dalam penyusunan perencanaan kehutanan diperlukan data dan informasi yang
valid serta terbaru sehingga dapat menjadi dasar untuk menyusun alternatif strategi
dan kebijakan yang tepat. Masing-masing tahapan ini harus bisa memberikan ruang
dan mengakomodasi kepentingan semua pihak. Pelibatan stakeholder yang terlibat
hendaknya dimulai dari tahap penyusunan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
maupun pelaporannya. Disinilah konsep good governance mesti diterapkan.
Kepentingan pemerintah, swasta dan masyarakat harus direkonstruksi menjadi sebuah
dokumen perencanaan yang mampu menyerap kepentingan semua pihak.
58
Perencanaan Pembangunan Kehutanan Daerah dalam ....
Khuswantoro, et al.
Negara/state Masyarakat/
community
Swasta/Private
59
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 2 No. 1, April 2013 : 51 - 64
daerah. Kebijakan secara nasional dapat dilaksanakan secara baik mulai dari tingkat
pusat sampai kabupaten jika terdapat mekanisme dan aturan main yang jelas.
Permasalahan perencanaan kehutanan yang tidak konsisten akan dapat dikurangi
dengan adanya sistem perencanaan pembangunan kehutanan yang integral.
Perencanaan Kehutanan disusun secara berjenjang dari tingkat nasional, regional
(provinsi dan Kabupaten) bahkan sampai unit pengelolaan terkecil yaitu KPH. Dengan
demikian konsistensi kebijakan makro kehutanan mulai dari tingkat pusat dan daerah
dapat terjaga. Sedangkan kebijakan yang terkait dengan regulasi hendaknya
dikembalikan pada tataran hukum yang lebih tinggi. Banyaknya peraturan daerah
tentang kehutanan yang dicabut karena dianggap melanggar membuktikan bahwa
koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah belum berjalan. Sedangkan peran
swasta dalam pembangunan kehutanan adalah pertama menjalankan industri. Kedua
menciptakan lapangan kerja. Ketiga menyediakan insentif bagi karyawan. Keempat
meningkatkan standar hidup masyarakat khususnya masyarakat sekitar hutan. Kelima
memelihara lingkungan hidup sebagai akibat pengelolaan hutan yang dilaksanakan.
Keenam menaati peraturan. Ketujuh, transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dan
kedelapan adalah menyediakan kredit bagi UKM (Usaha Kecil Menengah).
Dalam bidang kehutanan swasta adalah mitra dari pemerintah dalam
pembangunan kehutanan, perlindungan dan pengamanan hutan. Selain itu swasta
juga berperan dalam revitalisasi sektor industri kehutanan, membantu dalam proses
pemberantasan ilegal logging, membantu proses pemantapkan kawasan hutan,
rehabilitasi dan konservasi hutan dan lahan serta pemberdayaan masyarakat sekitar
hutan. Sedangkan peran masyarakat dalam konsteks good governance (Nasirin dan
Hermawan, 2010) adalah berkaitan dengan empat hal yaitu: menjaga agar hak-hak
masyarakat terlindungi, mempengaruhi kebijakan publik sebagai checks and balances
bagi pemerintah, mengawasi penyalahgunaan wewenang sosial pemerintah khususnya
kehutanan, dan terakhir mengembangkan SDM serta sarana komunikasi antar anggota
masyarakat.
60
Perencanaan Pembangunan Kehutanan Daerah dalam ....
Khuswantoro, et al.
Jika melihat tabel di atas maka secara jelas bahwa Provinsi Papua Barat lebih
banyak stakeholder yang terlibat mengingat luasan wilayahnya yang lebih luas. Namun
demikian peran masing-masing unsur dalam good governance sama dalam proses
penyusunan rencana pembangunan kehutanan di kedua provinsi tersebut. Yang
membedakan hanya luasan dan kompleksitas dari permasalahan yang dihadapi.
Peranan stakeholder yang terlibat ini akan optimal jika terjadi transparansi dalam
semua hal. Stakeholder-stakeholder tersebut harus dilibatkan mulai tahap awal
penyusunan rencana pembangunan kehutanan (RKTP) sampai pada tahap monitoring
dan evaluasi bahkan sampai pelaporannya dengan prinsip saling percaya dan masing-
masing pihak menaati aturan main yang telah disepakati. Pemerintah daerah
merupakan motor utama dalam proses penyusunan rencana pembangunan kehutanan
di daerah. Prinsip good governance akan berhasil manakala terjadi interaksi yang
proporsional sesuai dengan tugas dan peran masing-masing melalui kemitraan yang
berimbang dan transparan. Mekanisme ini dapat diwujudkan dengan lebih
mengoptimalkan forum-forum rutin terkait perencanaan pembangunan kehutanan baik
melalui rakorbanghutda maupun musrenbang di tingkat SKPD. Selain itu hal yang
61
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 2 No. 1, April 2013 : 51 - 64
dapat dilakukan adalah membuka diskusi dan konsultasi publik terkait penyusunan
rencana pembangunan sebagai wahana untuk menjaring aspirasi, usulan-usulan dari
pihak yang terlibat dengan tetap mengacu dengan perencanaan nasional yang telah
disusun sebelumnya agar tidak menyimpang dari yang telah ditentukan.
A. Kesimpulan
B. Saran
62
Perencanaan Pembangunan Kehutanan Daerah dalam ....
Khuswantoro, et al.
DAFTAR PUSTAKA
Conyers, D., & Hills, P. (1990). An Introduction to Development Planning in The Third
World, Chichester. New York: John Wiley & Sons.
Nasirin, C. & Hermawan, D. (2010). Governance & Civil Society Interaksi Negara dan
Peran NGO dalam Proses Pembangunan. Malang: Indo Press.
63
Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea
Vol. 2 No. 1, April 2013 : 51 - 64
64