File Dok

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

Jurnal Penyuluhan, Maret 2010 Vol. 6 No.

Dinamika Kelompok Tani Hutan pada Pengelolaan Hutan Produksi Bersama


Masyarakat di Perum Perhutani Unit I Provinsi Jawa Tengah
Factors that Influence Group Dynamic of Forest Farmers Group in collaborative
forest management with local people in the forest production areas of State Forestry
Corporation (Perum Perhutani) Unit I in the Province of Central Java)
Suwignya Utama1, Sumardjo, Djoko Susanto, Darwis S. Gani
1

Departemen Kehutanan RI
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
3
Pusat Penelitian Gizi Departemen Kesehatan

ABSTRACT
The collaboration on managing forest resource involves two main actors such as State Forestry
Corporation (Perum Perhutani) and forest farmers groups. The objectives of this study are: (1) to explore
the conditions of factors that influence group dynamics of forest farmers group (FFG); (2) to explore the
condition of group dynamic of forest farmers group and to identify several factors influence the group
dynamic (3) to formulate a model of group dynamic of FFG. Several variables are included in this study
such as potency of individual farmers, effectiveness of empowerment process, role of facilitators,
effectiveness of forest farmers group leadershi, environmental supports and group dynamic of FFG. The
locations of the study are in three forest districts area of East Pekalongan, South Kedu and Gundih. The
preliminary study was carried out in January 2008, and field survey had been accomplished from July to
August 2008. Populations of the study are forest villagers around state forest areas in three selected
locations of 889.407 families. Method in this study is survey with questionnaire. Respondents of 408
farmers were selected through multistage cluster sampling with disproportional number of respondents
each location. The research data were processed with descriptive analysis and structural equation
modeling (SEM) with LISREL 8.72. The conclusions of the study are: (1) The condition of effectiveness of
forest farmers group leadership low (score 62); the condition of environmental support is low (score 62)
and the condition of facilitators role is also low(score 62); (2) Level of group dynamic of forest farmers
group is low. Factors that influence significantly on the low of group dynamic are the low effectiveness of
forest farmers group leadership, unfavorable environmental supports and low role of facilitators; (3)
Model of effective group dynamic are influenced by effectiveness of forest farmers group leadership,
favorable environmental supports and role of facilitators. Whereas group dynamic consists of goal of the
group, group structure and group function.
Keywords: Group Dynamic, Forest Villagers, Forest Farmers Group, Collaborative Forest
Management, Social Forestry

Pendahuluan
Peluang masyarakat sekitar hutan untuk turut mengelola sumberdaya alam hutan
semakin menguat sejalan dengan adanya pergeseran paradigma pengelolaan hutan.
Paradigma baru pengelolaan sumberdaya hutan di Indonesia mengarah kepada
pemanfaatan yang mampu memberikan manfaat secara lestari, produktif, efisien dan
1

Korespondensi Penulis: 081318213902

Jurnal Penyuluhan, Maret 2010 Vol. 6 No.1

50

adil. Pengelolaan sumberdaya hutan bergeser dari sentralistik ke desentralistik, dari


berbasis negara menjadi berbasis komunitas. Paradigma baru mengutamakan
pengetahuan masyarakat yang kreatif dan dinamis sebagai suatu hasil proses belajar dari
kehidupan sehari-hari (Suharjito et. al., 2000). Pendekatan pengelolaan hutan yang
melibatkan masyarakat ini dikenal dengan kehutanan masyarakat (social forestry). Hal
ini tercermin di dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang
menyatakan bahwa pengelolaan hutan dari sisi fungsi produksinya diarahkan menjadi
pengelolaan yang berorientasi pada seluruh potensi sumberdaya kehutanan dan berbasis
pada pemberdayaan masyarakat. Dalam Peraturan Menteri Kehutanan No.
P.01/MENHUT-II/2004 disebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat setempat di
dalam dan atau di sekitar hutan dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan
kemandirian masyarakat dalam pemanfaatan hutan dalam rangka social forestry.
Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dan
terwujudnya pengelolaan hutan yang lestari.
Implikasi pendekatan kehutanan masyarakat adalah bahwa masyarakat sebagai
pelaku utama dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Sebagai pelaku utama, masyarakat
harus mampu mengendalikan pembuatan keputusan tentang pengelolaan sumberdaya
hutan. Dalam UU No. 16 tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan tercantum bahwa pelaku utama dalam kegiatan kehutanan yaitu
masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan. Menurut Sardjono (2004)
penguatan modal manusia dalam bidang kehutanan diperlukan agar partisipasi dan
kerjasama yang dibangun bersifat setara atau tidak ada dominasi satu pihak kepada
pihak lain. Kesetaraan masyarakat sekitar hutan sebagai pelaku utama dalam
pembangunan kehutanaan dengan pihak lain menjadi sangat penting agar mereka
berperan secara optimal dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Mulyadi (2008) juga
menyatakan bahwa aspek yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan rehabilitasi
hutan dan lahan adalah faktor manusia diantaranya adalah kelembagaan organisasi
kelompok tani.
Salah satu bentuk pemberdayaan terhadap masyarakat sekitar hutan yang efektif
adalah melalui bentuk pemberdayaan kelompok. Pendekatan kelompok mempunyai
kelebihan karena lebih luas daya jangkaunya, dan sesuai dengan budaya masyarakat
pedesaan yang lebih komunal. Kelompok juga memiliki fungsi diantaranya sebagai
wadah proses pembelajaran dan wahana dalam bekerjasama antar masyarakat.
Thompson (1999) menekankan bahwa salah satu elemen kunci keberhasilan kehutanan
masyarakat yaitu pengembangan organisasi (kelompok) lokal untuk mengelolaan hutan
yang partisipatif. Dalam perspektif penyuluhan, Slamet (2003) menyatakan bahwa
paradigma baru penyuluhan adalah melalui pendekatan kelompok. Materi penyuluhan
yang disajikan melalui kelompok akan lebih efisien dan mempunyai konsekuensi
dibentuknya kelompok-kelompok tani sehingga mendorong terjadinya interaksi antar
petani dalam wadah kelompok itu. Interaksi antar petani dalam kelompok sangat
penting sebab merupakan forum komunikasi yang demokratis di tingkat akar rumput.
Forum kelompok merupakan forum belajar sekaligus forum pengambilan keputusan
untuk memperbaiki nasib mereka sendiri. Melalui forum tersebut pemberdayaan
ditumbuhkan yang akan berlanjut pada tumbuh dan berkembangnya kemandirian
rakyat tani. Melalui kelompok-kelompok itu kepemimpinan di kalangan petani akan
tumbuh dan berkembang melalui pembinaan penyuluh pertanian.

Jurnal Penyuluhan, Maret 2010 Vol. 6 No.1

51

Keberadaan kelompok tani bagi masyarakat sekitar hutan sudah ada sejak awalawal program kehutanan masyarakat diluncurkan oleh Perhutani tahun 1980-an.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kondisi dan kedudukan kelompok masih
lemah dalam menjalankan perannya mengelola sumberdaya hutan bersama Perhutani.
Oleh karena itu aspek kelompok tani hutan sangat penting diperhatikan dalam proses
pemberdayaan. Pemberdayaan terhadap masyarakat sekitar hutan dengan
memperhatikan kelembagaan kelompok tani harus dilakukan secara tepat agar
kelompok dapat menjadi mitra sejajar dengan pihak Perhutani dalam mengelola
sumberdaya hutan.
Pentingnya pendekatan kelompok dalam konteks penyuluhan mendorong
penulis untuk mendalami permasalahan kelompok tani bagi masyarakat sekitar hutan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: Mengungkap kondisi potensi sumberdaya individu
petani, ketepatan proses pemberdayaan, peran SDM pemberdayaan, keefektifan
kepemimpinan kelompok, dukungan lingkungan dan dinamika kelompok tani hutan;
menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap dinamika kelompok tani hutan;
dan menyusun model peningkatan dinamika kelompok tani hutan.
Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di wilayah pengelolaan hutan Perum Perhutani Unit I Jawa
Tengah, meliputi tiga KPH (Kesatuan Pemangkuan Hutan) yaitu KPH Pekalongan
Timur, KPH Kedu Selatan dan KPH Gundih. Penelitian pendahuluan pada bulan
Januari 2008, dan pengambilan data pokok dari responden dilakukan pada bulan Juli s.d
Agustus 2008.
Populasi penelitian adalah jumlah keseluruhan kepala keluarga petani sekitar
hutan yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) pada tiga lokasi penelitian,
yaitu sebanyak 853.407 orang petani sebagai kepala keluarga. Pengambilan sampel
secara multistage cluster random sampling (gugus bertingkat secara acak) dengan
jumlah sampel tidak proporsional (disproporsional). Jumlah sampel dengan presisi
=0,05 atau tingkat kepercayaan 0,95 diperlukan 399,82 orang atau 400 orang. Sampel
ditentukan 408 orang. Pengambilan sampel dari 3 KPH dipilih secara acak masingmasih 2 BKPH, tiap BKPH dipilih masing-masing 2 LMDH, tiap LMDH dipilih
masing-masing 3 KTH, tiap KTH dipilih petani responden 11-12 orang.
Jenis penelitian adalah survey yang mengambil sampel dari populasi dengan
kuesioner sebagai alat pengambilan data pokok. Penelitian ini digunakan untuk maksud
penelitian penjelasan (Explanatory Research) yaitu menjelaskan hubungan kausalitas
antara peubah-peubah penelitian melalui pengujian hipotesis. Instrumen telah
memenuhi validitas isi melalui evaluasi Tim Pakar dan validitas konstruk dengan telaah
teori yang relevan. Uji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan metode
Alpha Cronbach dengan kisaran nilai 0,60 (cukup reliabel) 0,87 (sangat reliabel).
Analisis data secara deskriptif dan analisis hubungan kausal. Pengolahan data deskriptif,
data ordinal ditransformasi menjadi skala 100 (data interval) dan perhitungan rerata
dengan bobot tiap lokasi penelitian karena sampel disproporsional. Analisis hubungan
kausal menggunakan structural equation modelling (SEM) dengan Program Lisrel 8,72.
Analisis dilakukan dengan pendugaan paramater, analisis model pengukuran, uji
kecocokan keseluruhan model dan analisis model struktural.

Jurnal Penyuluhan, Maret 2010 Vol. 6 No.1

52

Hasil Dan Pembahasan


Kondisi Potensi Sumberdaya Individu Petani
Potensi sumberdaya individu petani meliputi luas lahan garapan, pengalaman
berusahatani, umur, pendapatan keluarga, tanggungan keluarga, pendidikan formal,
pendidikan non formal, motivasi berkelompok dan keinovatifan. Luas lahan garapan
tiap keluarga petani rata-rata 1,25 ha di mana dua pertiganya dari lahan hutan berupa
andil dan lahan di bawah tegakan hutan. Pengalaman berusaha tani rata-rata 21 tahun,
dan 9 tahun terakhir mengolah lahan hutan. Umur rata-rata 43 tahun, dengan
pendapatan keluarga per bulan rata-rata Rp 1.061.077,- sepertiganya berasal dari
mengelola sumberdaya hutan. Pendapatan dari hutan bagi petani KPH Pekalongan
Timur bahkan sebesar 74 persen dari pendapatan keluarga. Jumlah tanggungan keluarga
berkisar 3 4 orang. Pendidikan formal mayoritas (79%) sampai SD. Pendidikan non
formal yang diikuti petani termasuk jarang mengikuti pelatihan kehutanan. Motivasi
berkelompok termasuk sedang, dan terdapat perbedaan yang nyata antar lokasi
penelitian. Motivasi berkelompok petani di KPH Kedu Selatan relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan dua lokasi lainnya. Keinovatifan petani secara keseluruhan
termasuk rendah, namun keinovatifan petani di KPH Kedu Selatan termasuk sedang dan
berbeda nyata dengan dua lokasi lainnya (Tabel 1).
Tabel 1. Kondisi potensi sumberdaya individu petani sampel (X1) pada KPH
Pekalongan Timur (A) , KPH Kedu Selatan (B) dan KPH Gundih (C)
Skor rataan *
Kode

X 1.1

X 1.2
X 1.3
X 1.4

X 1.5
X 1.6

X 1.7

X 1.8

Nama Indikator

Luas lahan garapan total (ha)


a. Lahan andil tumpangsari / sadapan
b. Lahan di bawah tegakan
c. Lahan sendiri / sewa
Pengalaman berusaha tani (th)
a. Pengalaman berusahatani pada lahan hutan (th)
Umur (th)
Pendapatan keluarga (Rp)
a. Pendapatan dari hutan (Rp)
b. Persen pendapatan dari hutan terhadap
pendapatan keluarga (%)
Jumlah tanggungan keluarga (orang)
Pendidikan formal (SD)
(SLTP)
(>SLTA)
Pendidikan non formal *** (jarang)
(sedang)
(sering)
Motivasi berkelompok ****

Rataan
terbobot **
(n=408)

KPH A
(n=136)

KPH B
(n=136)

KPH C
(n=136)

1,53
0,80
0,21
0,52
18 a
9a
38 a
1.095.071
807.166 c
74 c

1,25
0,50
0,36
0,40
21 a
9a
43 b
1.052.555
245.103 a
23 a

0,92
0,53
0,10
0,28
23 b
13 b
44 b
1.137.868
709.215 b
62 b

1,25
0,52
0,33
0,40
21
9
43
1.061.077
313.515
29

4-5
-84%
-15%
-1%

3 -4
-73%
-17%
-10%

3-4
-81%
-13%
-7%

3-4
-79%
-15%
-6%

-96%
-4%

-75%
-16%
-9%
76 b

-95%
-4%
-1%
72 a

-88%
-8%
-3%
75 (sedang)

47 a

66 (rendah)

70 a

X 1.9
Keinovatifan ****
51 a
69 b
Keterangan :
* Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 (T-test)
** Bobot sampel : KPH A : KPH B :: KPH C = 1 : 13 : 1
*** Keterangan = 1-3 kali (jarang); 4-6 kali (sedang); 7-10 kali (sering)
**** Kategori : Rendah = 0 66,9; Sedang = 67,0 82,9; Tinggi = 83,0 - 100

Jurnal Penyuluhan, Maret 2010 Vol. 6 No.1

53

Kondisi Ketepatan Proses Pemberdayaan


Ketepatan proses pemberdayaan berada dalam kategori rendah dengan skor
rataan sebesar 26. Ketepatan proses pemberdayaan menurut persepsi petani di KPH
Kedu Selatan relatif lebih tinggi dan berbeda nyata dengan dua lokasi penelitian
lainnya. Rendahnya ketepatan proses pemberdayaan terutama karena inisiatif dan tujuan
program sudah ditentukan oleh Perhutani, proses penyadaran satu arah dengan materi
menonjolkan teknis pengelolaan hutan, lembaga masyarakat yang berupa LMDH
(Lembaga Masyarakat Desa Hutan) dan kelompok tani hutan (KTH) kebanyakan
dibentuk oleh petugas, hak dan kewajiban para pihak sudah ditentukan oleh Perhutani,
pemanfaatan ruang kelola kebanyakan sudah ditentukan dan proporsi bagi hasil juga
sudah ditentukan oleh aturan dari Perhutani (Tabel 2).
Kondisi Peran SDM Pemberdayaan
Peran SDM pemberdayaan termasuk dalam kategori rendah dengan skor rataan
62, dan terdapat perbedaan yang nyata diantara tiga lokasi penelitian. Peran SDM
pemberdayaan pada KPH Kedu Selatan relatif lebih tinggi disusul KPH Gundih dan
paling rendah kondisi di KPH Pekalongan Timur. Sumberdaya manusia pemberdayaan
dalam penelitian ini adalah petugas Mandor Perhutani yang dalam kegiatan sehariharinya mendampingi dan berinteraksi langsung dengan petani hutan dalam kegiatan
pengelolaan sumbedaya hutan oleh masyarakat. Menurut persepsi petani, Mandor
adalah petugas Perhutani yang paling dekat dengan petani dalam mendampingi berbagai
kegiatan pengelolaan sumberdaya hutan. Beberapa peran sumberdaya manusia
pemberdayaan yang terlihat dalam kategori sedang yaitu mengembangkan partisipasi
petani, mengorganisasikan petani dan kesetaraan status sosial dengan petani.
Selanjutnya SDM pemberdayaan ini disebut juga sebagai pendamping. Rendahnya
peran pendamping ini terutama disebabkan oleh lemahnya pendamping dalam mencari
peluang pasar bagi kelompok, dan kurangnya pendamping membina hubungan dengan
berbagai pihak yang terkait dengan program (Tabel 2).
Kondisi Keeefektifan Kepemimpinan Kelompok
Keefektifan kepemimpinan kelompok termasuk dalam kategori rendah dengan
skor rataan 62. Kepemimpinan kelompok meliputi peran pemimpin kelompok. perilaku
kepemimpinan, dan gaya kepemimpinan. Menurut persepsi petani, kepemimpinan
kelompok yang paling berpengaruh terhadap kehidupan mereka adalah pemimpin
kelompok pada tingkat Kelompok Tani Hutan (KTH). Ada pemimpin kelompok pada
tingkat LMDH di desa, namun kebanyakan petani kurang merasakan kepemimpinan
pada tingkat LMDH. Dalam penelitian ini keefektifan kepemimpinan kelompok diukur
pada kepemimpinan tingkat KTH tersebut. Rendahnya keefektifan kepemimpinan
kelompok ditunjang oleh kurang optimalnya peran kepemimpinan kelompok, kurang
optimalnya perilaku kepemimpinan dan lemahnya gaya kepemimpinan dalam
kelompok. Dari tiga lokasi penelitian terdapat perbedaan yang nyata kondisi keefektifan
kepemimpinan kelompok, di mana KPH Kedu Selatan termasuk relatif paling tinggi,
disusul KPH Gundih dan paling rendah KPH Pekalongan Timur (Tabel 2).

Jurnal Penyuluhan, Maret 2010 Vol. 6 No.1

54

Tabel 2. Kondisi peubah-peubah penelitian pemberdayaan masyarakat sekitar


hutan pada KPH Pekalongan Timur (A) , KPH Kedu Selatan (B) dan
KPH Gundih (C)
Skor rataan *
Kode

X2
X3
X4
X5
Y1

Nama Peubah Penelitian

Ketepatan Proses Pemberdayaan


Peran SDM Pemberdayaan
Keefektifan Kepemimpinan Kelompok
Dukungan Lingkungan
Dinamika Kelompok

KPH A
(n=136)
24 a
37 a
49 a
55 b
51 a

KPH B
(n=136)
27 b
65 c
64 c
63 c
67 c

KPH C
(n=136)
22 a
47 b
52 b
52 a
55 b

Rataan
tertimbang **
(n=408)
26
62
62
62
65

Keterangan :
* Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 (T-test)
Kategori: Rendah = 0 66,9; Sedang = 67,0 82,9; Tinggi = 83,0 - 100
** Bobot sampel : KPH A : KPH B :: KPH C = 1 : 13 : 1

Kondisi Dukungan Lingkungan


Kondisi dukungan lingkungan termasuk dalam kategori rendah dengan skor
rataan sebesar 62. Dukungan lingkungan meliputi persepsi petani responden terhadap
lingkungannya, akses lahan, potensi sumberdaya hutan, ketersediaan sarana produksi
pertanian, pemasaran hasil, potensi modal sosial, pengembangan usaha, alternatif usaha,
ketergantungan pada hutan, dan intervensi lingkungan sosial. Dari tiga lokasi
penelitian, terdapat perbedaan yang nyata tentang kondisi dukungan lingkungan.
Kondisi dukungan lingkungan di KPH Kedu Selatan relatif paling tinggi, disusul
kondisi di KPH Pekalongan Timur dan paling rendah di KPH Gundih (Tabel 2).
Kondisi Dinamika Kelompok
Dinamika kelompok tani hutan secara umum termasuk kategori rendah dengan
skor rataan sebesar 65. Kondisi dinamika kelompok tani hutan berbeda secara nyata
antar tiga lokasi penelitian. Dinamika kelompok tani hutan di KPH Kedu Selatan
termasuk sedangdengan skor rataan sebesar 67, sedangkan dinamika kelompok tani
hutan di KPH Gundih termasuk rendah namun lebih baik dibandingkan kondisi di KPH
Pekalongan Timur (Tabel 2).
Rendahnya dinamika kelompok terutama ditunjang indikator-indikator yang
mempunyai nilai rendah yaitu tegangan kelompok,
maksud tersembunyi dan
perkembangan usaha kelompok. Kualitas suasana kelompok, keefektifan kelompok dan
kekompakan kelompok termasuk sedang dan relatif lebih baik dari indikator-indikator
lainnya. Sesuai temuan di lapangan bahwa kelompok tani hutan kebanyakan terdiri dari
para anggota yang rumahnya saling berdekatan, dengan suasana kekeluargaan yang
masih terasa.
Dinamika kelompok diukur secara subyektif melalui persepsi petani responden
terhadap kondisi kelompok tani hutan tempat mereka bergabung. Kelompok tani hutan
(KTH) ini kebanyakan terbentuk berdasarkan kedekatan tempat tinggal, dan biasanya
dalam satu dusun atau pedukuhan. Beberapa kelompok tani hutan bergabung di dalam

Jurnal Penyuluhan, Maret 2010 Vol. 6 No.1

55

naungan organisasi yang lebih tinggi atau LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan)
pada tingkat desa. Para petani responden dalam kegiatan sehari-harinya lebih banyak
berinteraksi di dalam kelompok tani hutan. Istilah KTH pada LMDH Wana Indah di
BKPH Monggot, KPH Gundih dinamakan kelompok kerja (Pokja).
Pendugaan Parameter Model Dinamika Kelompok Tani Hutan
Pendugaan parameter-parameter penelitian dinamika kelompok tani hutan
dilakukan dengan analisis Structural Equation Modelling (SEM) dengan Program Lisrel
8.72. Strategi permodelan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Strategi
Pengembangan Model atau model development strategy (Hair et. al., 1998 diacu dalam
Wijanto, 2008). Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan spesifikasi model awal
secara teoretis, mengumpulkan data 408 responden, pendugaan parameter model awal,
analisis model pengukuran, respesifikasi model untuk mendapatkan model akhir dan
evaluasi kecocokan model.
Hasil pendugaan model awal dinamika kelompok (Gambar 1) menunjukkan
bahwa nilai P = 0,000 (0,05), nilai RMSEA = 0,13 (0,08), dan nilai CFI = 0,86
(0,90). Ukuran kecocokan keseluruhan model lainnya yaitu NFI = 0,85, NNFI=0,86,
RFI=0,84. IFI=0,86 dan GFI=0,57 yang semuanya 0,90. Dengan kata lain model
dinamika kelompok tani hutan di atas secara keseluruhan belum mempunyai kecocokan
model yang baik. Model awal belum mampu menduga (estimasi) matriks kovariansi
populasi, sehingga model perlu diperbaiki (respesifikasi).

Gambar 1. Diagram lintasan Model Dinamika Kelompok Tani Hutan awal


sebelum respesifikasi (Basic Model - Standardized Solution)

Jurnal Penyuluhan, Maret 2010 Vol. 6 No.1

56

Hasil pendugaan parameter model akhir setelah respesifikasi (Gambar 2)


menunjukkan bahwa nilai P = 0,055 (0,05), nilai RMSEA = 0,058 (0,08), dan nilai
CFI = 0,99 (0,90). Ukuran kecocokan keseluruhan model lainnya yaitu NFI = 0,98,
NNFI=0,99, RFI=0,96. IFI=0,99 dan GFI=0,91 yang semuanya 0,90, atau dengan kata
lain model dinamika kelompok tani hutan di atas secara keseluruhan mempunyai
kecocokan model yang baik. Model akhir mampu menduga (estimasi) matriks
kovariansi populasi, atau hasil estimasi parameter model dapat diberlakukan terhadap
populasi penelitian.
Mengembangkan
partisipasi (X3.1)

Membangun komunikasi
(X3.6)

0,92

0,83

Peran SDM
Pemberdayaan
(X3)

0,95

0,20

Kesetaraan status sosial


(X3.7)

1,00
Peran pemimpin
kelompok (X4.1)
Perilaku kepemimpinan
(X4.2)

0,73
1,00

Gaya kepemimpinan
(X4.3)

0,98

Potensi pengembangan
usaha (X5.6)

0,73

0,60
Tersedianya alternatif
usaha (X5.7)

0,48
Keefektifan
Kepemimpinan
Kelompok (X4)

Dinamika
Kelompok

0,91

(Y1)
(R= 0,64)

Tujuan kelompok
(Y1.1)

Struktur kelompok
(Y1.2)

0,95
Fungsi tugas
kelompok (Y1.3)

0,24
Dukungan
Faktor
Lingkungan
(X5)

1,00
Intervensi lingkungan
sosial (X5.9)

Chi-Square=61,11, df=45, p-value=0,055, RMSEA=0,058, CFI= 0,99, GFI=0,91

Gambar 2. Diagram lintasan Model Dinamika Kelompok Tani Hutan setelah


respesifikasi (Basic Model - Standardized Solution)
Dengan nilai SLF atau muatan faktor standar yang menghubungkan indikator dengan
peubahnya sebesar 0,50 dan nilai-t>1,96, maka indikator-indikator pada Gambar 2
termasuk valid sebagai pengukur peubahnya sehingga model (dinamika kelompok tani
hutan) memenuhi persyaratan (Igbaria et. al. 1997, diacu dalam Wijanto (2008).

Jurnal Penyuluhan, Maret 2010 Vol. 6 No.1

57

Model persamaan struktural dinamika kelompok tani hutan yaitu :


Structural Equations
Y1 = 0,20*X3 + 0,48*X4 + 0,24*X5, Errorvar.= 0,36 , R = 0,64
(0,083) (0,083)
(0,079)
(0,050)
2,42
5,81
3,00
7,29

Gambar 3. Persamaan struktural hasil pendugaan parameter


Model Dinamika Kelompok Tani Hutan
Gambar 3 menunjukkan hasil analisis yang berupa persamaan matematis
hubungan antara peubah Y1 (dinamika kelompok tani hutan) yang merupakan fungsi
dari X3 (peran SDM pemberdayaan, X4 (Keefektifan kepemimpinan kelompok), dan
X5 (dukungan lingkungan). Dalam persamaan tersebut tercantum koefisien besarnya
pengaruh peubah terhadap Y1. Angka paling bawah menunjukkan nilai-t yang
menyatakan apakah besarnya koefisien pengaruh tersebut nyata secara statistik.
Berdasarkan gambar hasil analisis SEM Gambar 2 dan Gambar 3, rangkuman
hubungan kausal (pengaruh langsung) antar peubah-peubah laten penelitian dan nilai-t
sebagai uji statistik disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Dekomposisi pengaruh antar peubah-peubah penelitian Dinamika
Kelompok Tani Hutan
Hubungan Antar Peubah

Besarnya
Pengaruh

Nilai-t*

X3 (Peran SDM Pemberdayaan)

Y1 (Dinamika Kelompok)

0,20

2,42*

X4 (Keefektifan Kepemimpinan
Kelompok)

Y1 (Dinamika Kelompok)

0,48

5,81*

X5 (Dukungan Lingkungan)
Ket :
* nyata pada 0,05

Y1 (Dinamika Kelompok)

0,24

3,00*

0,64

Tabel 2 menunjukkan hubungan antar peubah-peubah penelitian, berupa


koefisien besarnya pengaruh dan nilai-t (nyata tidaknya koefisien pengaruh), serta
koefisien determinasi R dari tiga persamaan struktural dinamika kelompok tani hutan
(Y1). Pengaruh langsung peran SDM pemberdayaan (X3), keefektifan kepemimpinan
kelompok (X4) dan dukungan lingkungan (X5) masing-masing sebesar 0,20, 0,48 dan
0,24. Ketiga koefisien pengaruh tersebut nyata pada =0,05. Model persamaan
struktural dinamika kelompok (Y1) secara matematik adalah Y1= 0,20 X3 + 0,48 X4
dan 0,24 X5. Secara bersama (simultan) pengaruh ketiga peubah tersebut pada kinerja
dinamika kelompok yaitu 0,64. Hal ini mempunyai makna bahwa keragaman data yang
bisa dijelaskan oleh model tersebut sebesar 64 persen, sedangkan sisanya sebesar 36
persen dijelaskan oleh peubah lain (yang belum terdapat di dalam model) dan error.
Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Peran SDM pemberdayaan secara langsung
berpengaruh nyata terhadap dinamika kelompok tani hutan, berarti setiap peningkatan
satu satuan peran SDM pemberdayaan akan meningkatkan dinamika kelompok tani

Jurnal Penyuluhan, Maret 2010 Vol. 6 No.1

58

hutan sebesar 0,20 satuan. (2) Keefektifan kepemimpinan kelompok berpengaruh nyata
terhadap dinamika kelompok tani hutan, berarti setiap peningkatan satu satuan
keefektifan kepemimpinan kelompok akan meningkatkan dinamika kelompok tani
hutan sebesar 0,48 satuan. (3) Dukungan lingkungan berpengaruh nyata terhadap
dinamika kelompok tani hutan, berarti setiap peningkatan satu satuan dukungan
lingkungan akan meningkatkan dinamika kelompok tani hutan sebesar 0,24 satuan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dinamika Kelompok
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika kelompok tani hutan termasuk
kategori rendah. Rendahnya dinamika kelompok tani hutan dipengaruhi secara nyata
oleh kurang efektifnya kepemimpinan kelompok tani hutan, kurang kondusifnya
dukungan lingkungan terhadap petani dan kurang optimalnya Mandor Perhutani
menjalankan perannya sebagai pendamping petani. Besaran nilai koefisien persamaan
struktural menunjukkan peubah mana yang pengaruhnya lebih besar terhadap dinamika
kelompok. Keefektifan kepemimpinan kelompok tani berpengaruh paling besar
terhadap dinamika kelompok. Kemudian disusul dukungan lingkungan terhadap petani.
Peubah yang pengaruhnya paling kecil terhadap dinamika kelompok yaitu peran SDM
pemberdayaan (Gambar 2).
Dinamika kelompok dalam penelitian ini merupakan kualitas interaksi dan
perilaku anggota kelompok tani hutan serta perkembangan struktur dan pembagian
tugas terhadap para anggotanya dalam mencapai tujuan kelompok diantaranya untuk
peningkatan keberdayaan para anggotanya. Tiga indikator handal untuk mengukur
dinamika kelompok dalam penelitian ini yaitu tujuan kelompok, struktur kelompok, dan
fungsi/tugas kelompok (Tabel 1). Temuan lapangan menunjukkan bahwa tujuan
kelompok tani kebanyakan belum dirumuskan dengan jelas, belum ditulis dan belum
diberitahukan kepada para petani. Sehingga petani belum memahami secara utuh tujuan
kelompok taninya. Demikian pula struktur kelompok, misalnya menyangkut
pengambilan keputusan kelompok, kebanyakan anggota tidak dilibatkan untuk
memutuskan hal-hal tentang kelompok. Yang terjadi, para pemimpin kelompok
membuat keputusan kegiatan kelompok dan diberitahukan kepada anggotanya. Selain
itu anggota secara umum memahami tugas dan tanggungjawab kelompok, dan
memahami tata cara pelaksanaan tugas. Namun para petani belum memperoleh
informasi tentang program dengan mudah dari kelompok. Fungsi tugas kelompok
menyangkut sejauhmana manfaat pencapaian kelompok dirasakan anggota, manfaat
tersedianya informasi dari kelompok, dan anggota memahami cara melakukan kegiatan
dan hubungan antar kegiatan dalam kelompok. Fakta lapangan menunjukkan para
petani belum merasakan manfaat yang optimal dari pencapaian tujuan kelompoknya.
Lemahnya tiga indikator ini merupakan representasi dari masih rendahnya dinamika
kelompok tani hutan.
Faktor pertama yang berpengaruh terhadap dinamika kelompok adalah
keefektifan kepemimpinan kelompok tani hutan. Kurang efektifnya kepemimpinan
kelompok tani hutan menyebabkan rendahnya dinamika kelompok tani hutan tersebut.
Temuan lapangan menunjukkan bahwa keefektifan kelompok tani hutan termasuk
kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan kelompok tani hutan masih
belum efektif mendorong petani ke arah kelompok yang dinamis. Keefektifan kelompok

Jurnal Penyuluhan, Maret 2010 Vol. 6 No.1

59

yang rendah menyebabkan dinamika kelompok tani hutan menjadi rendah. Rendahnya
keefektifan kepemimpinan kelompok disebabkan oleh kurangnya optimalnya pemimpin
kelompok tani hutan melakukan perannya; kurangnya kemampuan perilaku
kepemimpinan; dan gaya kepemimpinan kelompok yang belum mendorong petani ke
arah kelompok yang dinamis. Peran-peran pemimpin kelompok meliputi : menjelaskan
tujuan kelompok; menyediakan sarana dan prasarana kerja; memberikan semangat
dalam bekerja; mendengarkan aspirasi petani dan memberikan saran pemecahan atas
masalah petani. Perilaku kepemimpinan kelompok tani hutan meliputi kemampuan
pemimpin kelompok dalam : mengenali anggotanya; membagi tugas secara merata dan
proporsional; memberikan jalan keluar terhadap permasalahan anggota; mendorong
anggota untuk mencapai tujuan kelompok; menyampaikan informasi secara efektif;
menjaga kekompakan kelompok; menjaga keharmonisan kelompok; dan menjaga
keterpaduan kelompok. Sedangkan gaya kepemimpinan kelompok menyangkut
sejahmana pemimpin kelompok mampu : menampung aspirasi dan menjaga hubungan
baik dengan anggota; membuat keputusan kelompok secara efektif; membagi tugas dan
mengecek hasil kerja anggota; serta mengarahkan anggota untuk patuh pada aturan
kelompok.
Kepemimpinan kelompok berpengaruh dengan dinamika kelompok sejalan
dengan Hersey et al. (1996) yang menyatakan bahwa kepemimpinan adalah proses
mempengaruhi aktivitas individu atau kelompok dalam usahanya mencapai tujuan pada
situasi tertentu. Hal ini juga sesuai dengan Gani (2004) yang mensinyalir kepemimpinan
Hasta Brata dalam konteks masyarakat Indonesia, dimana karakterstik kepemimpinan
Hasta Brata ada delapan yaitu bintang (memberi inspirasi), matahari (memotivasi),
bulan (memberi arah dan tuntunan), angin (menciptakan nuansa yang menyenangkan),
api (kuat), awan (jujur dan adil), lautan (lapang) dan bumi (bisa diandalkan). Perilaku
pemimpin kelompok yang mencerminkan hasta brata tersebut akan membuat para
anggota merasa mendapatkan inspirasi, meningkat motivasi kerjanya, menjadi jelas arah
dan tujuan kelompoknya sehingga kelompok semakin dinamis.
Faktor kedua yang berpengaruh terhadap dinamika kelompok adalah dukungan
lingkungan terhadap petani. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa dukungan
lingkungan termasuk kategori rendah. Rendahnya dukungan lingkungan petani
menyebabkan kurang dinamisnya kelompok tani hutan. Hal ini berarti bahwa
lingkungan para petani kurang kondusif mendukung petani ke arah kelompok tani yang
lebih dinamis. Dukungan lingkungan dalam penelitian ini merupakan tingkat kekuatan
dan kualitas faktor-faktor di luar diri petani hutan yang mempengaruhi kehidupan
petani. Dukungan lingkungan terdiri dari potensi pengembangan usahatani, adanya
berbagai alternatif usaha yang bisa dilakukan kelompok dan adanya intervensi
lingkungan sosial dari sesama anggota kelompok (Gambar 2). Kondisi lapangan
menunjukkan bahwa potensi pengembangan usaha tani yang dimiliki kelompok tani
hutan di dalam areal hutan yang dikerjasamakan antara LMDH dengan Perhutani sangat
beragam. Diantaranya adalah adanya peluang budidaya tanaman bernilai tinggi pada
lahan andil maupun lahan di bawah tegakan hutan (empon-empon, kapulogo, porang,
rumput gajah dan lain-lain) dan peluang mengolah hasil tanaman tersebut agar
mempunyai nilai jual lebih tinggi. Namun demikian kebanyakan petani belum mampu
melihat peluang dan mengembangkan potensi tersebut. Berbagai alternatif usaha yang
bisa dilakukan petani misalnya pengembangan ternak, memelihara ikan, berdagang,

Jurnal Penyuluhan, Maret 2010 Vol. 6 No.1

60

membuat barang kerajinan dan sebagai tenaga upahan (buruh). Fakta lapangan
menunjukkan bahwa alternatif usaha tersebut sangat terbatas yang bisa dilakukan
petani. Sebaliknya kondisi intervensi sosial relatif lebih memadai atau termasuk
kategori sedang. Intervensi lingkungan sosial menyangkut aktivitas saling
mengingatkan antar anggota, saling berbagi informasi dan saling belajar untuk
kemajuan usahataniya.
Hasil penelitian ini menguatkan temuan Tampubolon (2006) yang menyatakan
kedinamisan suatu kelompok usaha bersama (KUBE) pada masyarakat miskin
dipengaruhi salah satunya oleh faktor lingkungan sosialnya. Lingkungan sosial ini
meliputi peluang pasar, norma dan nilai budaya, hubungan kelompok dengan tokoh
masyarakat, jaringan kerjasama dan ketersediaan sumberdaya.
Faktor ketiga yang berpengaruh terhadap dinamika kelompok adalah peran
SDM pemberdayaan. Sumberdaya manusia pemberdayaan dalam penelitian ini adalah
Mandor Perhutani sebagai tenaga lapangan Perhutani yang langsung berhubungan
dengan kelompok tani hutan dalam berbagai kegiatan. Temuan penelitian ini
menunjukkan kurangnya kemampuan Mandor Perhutani melaksanakan tugasnya
sebagai pendamping petani dan kelompok tani menyebabkan rendahnya dinamika
kelompok tani hutan. Peran Mandor yang harus dilakukan adalah :
(a)
Mengembangkan partisipasi petani yang bermakna bahwa Mandor harus mampu
mengajak petani ikut lebih aktif, membantu kelompok, menggali kebutuhan petani,
menyadarkan akan kemampuan petani, dan mengobarkan semangat petani dalam
melakukan kegiatan; (b) Membangun komunikasi dengan petani dan kelompok tani
bermakna bahwa Mandor harus mampu menyediakan informasi program yang
diperlukan petani, menjelaskan informasi program dengan baik kepada petani dan di
hadapan kelompok tani; dan (c) Kesetaraan status sosial dengan petani mempunyai
makna bahwa Mandor harus mampu membawakan dirinya di lingkungan sosial para
petani sehingga petani merasa sejajar dengan mandor dan bisa menerima Mandor
dengan baik (Gambar 2).
Hasil penelitian ini menguatkan Slamet (2003) yang menyatakan bahwa
paradigma penyuluhan ke depan adalah pendekatan humanistikegaliter sehingga petani
ditempatkan sejajar dengan penyuluhnya. Hasil penelitian juga sejalan dengan hasil
penelitian Tampubolon (2006) yang menyatakan bahwa faktor pola pemberdayaan yang
diantaranya berupa pelayanan pendampingan berpengaruh terhadap kedinamisan
kelompok usaha bersama (KUBE) pada masyarakat miskin.
Model Dinamika Kelompok Tani Hutan
Model adalah tiruan gejala yang akan diteliti. Sebagai tiruan, model hanya
mengambil sebagian dari realitas. Model menggambarkan hubungan di antara variabelvariabel atau sifat-sifat atau komponen-komponen gejala tertentu. Dengan demikian
model bukan teori walaupun bisa mengungkapkan atau melahirkan suatu teori. Tujuan
utama model adalah mempermudah pemikiran yang sistematis dan logis. Model
mempermudah analisis masalah (Rakhmat, 2004). Model dinamika kelompok tani hutan
yang disusun dalam penelitian ini merupakan hasil kajian secara deduktif dan induktif.
Kajian deduktif merupakan rumusan model awal yang merupakan hasil kajian secara
teoretis atau model teoretis. Model teoretis diuji dengan hasil data empiris dari
lapangan, sehingga disebut juga model hipotetik. Kajian induktif dilakukan melalui data

Jurnal Penyuluhan, Maret 2010 Vol. 6 No.1

61

empiris hasil survei dari lapangan. Analisis hubungan kausal menggunakan SEM
dengan Program LISREL 8.72 yang telah diuraikan pada bagian terdahulu. Model
sebagaimana Gambar 5 didasarkan kepada hasil respesifikasi model, sehingga sudah
terpenuhi kecocokan model pengukuran, kecocokan keseluruhan model, dan kecocokan
model struktural.

Peran SDM Pemberdayaan


(X3)
Mengembangkan partisipasi
Membangun komunikasi
Kesetaraan status

Keefektifan Kepemimpinan
Kelompok (X4)
Peran pemimpin kelompok
Perilaku kepemimpinan
Gaya kepemimpinan

Dukungan Lingkungan
(X5)
Potensi pengembangan usaha
Tersedianya alternative usaha
Intervensi lingkungan sosial

0,20*

0,48*

Dinamika Kelompok
(Y2)
Tujuan kelompok
Struktur kelompok
Fungsi dan tugas
kelompok

0,24*

Gambar 5. Model Dinamika Kelompok Tani Hutan


Dinamika kelompok dalam model ini ditekankan pada kelompok tani hutan yang
merupakan kelompok informal paling kecil pada tingkat komunitas petani. Dinamika
kelompok mengandung makna adanya interaksi psikologis dan interdependensi diantara
anggotanya. Unsur-unsur yang perlu dibenahi dalam dinamika kelompok dalam model
ini ada tiga yaitu: tujuan kelompok, struktur kelompok, dan fungsi/tugas kelompok.
Tujuan kelompok harus jelas, bisa dipahami para anggotanya, dan sejalan dengan tujuan
anggotanya. Struktur kelompok menyangkut pengambilan keputusan yang melibatkan
anggota, pembagian tugas yang dipahami anggota, tersedianya prosedur pelaksanaan
tugas yang dipahami anggota, dan adanya arus informasi tentang kegiatan kelompok
yang disampaikan kepada padra anggotanya. Fungsi dan tugas kelompok menyangkut
kepuasan anggota atas tercapainya tujuan, informasi yang diterima anggota cukup jelas,
para anggota paham dalam melakukan tugas-tugasnya dan para anggota memahami
hubungan antar berbagai kegiatan kelompok. Dinamika kelompok bisa ditumbuhkan
melalui tiga unsur berturut-turut dari yang terpenting yaitu keefektifan kepemimpinan
kelompok, dukungan lingkungan dan peran sumberdaya manusia pemberdayaan.
Keefektifan kepemimpinan kelompok terdiri dari tiga unsur yaitu: peran
pemimpin kelompok, perilaku kepemimpinan kelompok dan gaya kepemimpinan. Peran
pemimpin kelompok menyangkut kemampuannya dalam menjelaskan tujuan,

Jurnal Penyuluhan, Maret 2010 Vol. 6 No.1

62

menyediakan sarana dan prasarana kerja, mendorong semangat kerja, mendengarkan


keluhan anggota dan memberikan saran pemecahan masalah anggota. Perilaku
kepemimpinan kelompok menyangkut sejauhmana pemimpin mengenal anggotanya,
membagi tugas, memberikan jalan keluar atas masalah, mengajak bekerja lebih baik,
menyampaikan informasi, menjaga kekompakan, menjaga suasana kelompok, dan
mengarahkan keterpaduan berbagai kegiatan kelompok.
Gaya kepemimpinan
kelompok menyangkut kemampuan pemimpin kelompok untuk bergaul dengan para
anggota, membuat keputusan, membagi tugas sesuai kemampuan anggota dan
mengecek pelaksanaanya, mengarahkan terhadap aturan kelompok dan memberikan
teguran.
Dukungan lingkungan merupakan kekuatan dan kualitas faktor dari luar diri
petani hutan dalam menjalankan kerjasama pengelolaan hutan antara masyarakat
dengan Perhutani. Dalam model ini dukungan lingkungan meliputi tiga unsur yaitu:
potensi pengembangan usaha, tersedianya alternatif usaha dan intervensi lingkungan
sosial.
Potensi pengembangan usaha menyangkut sejauhmana petani melihat
kesempatan budidaya tanaman bernilai tinggi pada andilnya, melihat peluang
pengembangan berbagai usahatani lainnya, dan melakukan budidaya tanaman yang
menguntungkan serta mengolah hasil tanaman pangan agar nilai jualnya lebih tinggi.
Tersedianya alternatif usaha merupakan unsur dukungan lingkungan yang penting,
meliputi ketersediaan alternatif bagi petani untuk mengembangkan ternak, budidaya
ikan,, berdagang, membuat barang kerajinan rumah tangga, dan bekerja untuk
mendapatkan upah. Intervensi lingkungan sosial meliputi adanya perilaku saling
mengingatkan di antara anggota kelompok untuk aktif dalam kegiatan, dan
pembelajaran atau saling tukar menukar informasi sesama petani untuk memajukan
usahataninya.
Sumberdaya manusia pemberdayaan atau istilah lainnya pendamping
berdasarkan data penelitian lapangan yaitu Mandor Perhutani. Mandor sebagai tenaga
lapangan yang langsung berhubungan dengan petani, mempunyai tugas pokok tertentu
seperti bidang tanaman, bidang pemeliharaan, bidang tebangan, bidang sadapan getah
Pinus, dan ada yang khusus membidangi PHBM yaitu Mandor PHBM. Mandor PHBM
ini jumlahnya sedikit, karena pada tingkat BKPH biasanya hanya ada satu orang.
Sedangkan Mandor bidang lain jumlahnya ada beberapa orang untuk tiap RPH atau
tingkat desa.
Dalam model ini, peran pendamping terdiri dari tiga yaitu:
mengembangkan partisipasi petani, membangun komunikasi, dan kesetaraan status
sosial dengan petani. Mengembangkan partisipasi berarti pendamping mampu mengajak
petani turut serta dalam sosialisasi program, membantu kegiatan kelompok, menggali
kebutuhan dan kemampuan petani, dan membuat petani bersemangat menjalankan
program. Membangun komunikasi berarti pendamping mampu menyediakan berbagai
informasi yang diperlukan, menjelaskan mengenai program terhadap petani dan
kelompok tani. Kesetaraan status sosial dengan petani berarti pendamping harus
berperilaku di tengah masyarakat sehingga petani memandang kedudukan pendamping
sejajar dengan mereka dan bisa diterima dengan baik bila berada di lingkungan
sosialnya.

Jurnal Penyuluhan, Maret 2010 Vol. 6 No.1

63

Kesimpulan
Kondisi peubah-peubah penelitian yaitu: (1) Potensi sumberdaya individu petani
yaitu : luas lahan garapan tiap keluarga petani rata-rata 1,25 ha; pengalaman berusaha
tani rata-rata 21 tahun dan 9 tahun terakhir mengolah lahan hutan; umur rata-rata 43
tahun; pendapatan keluarga per bulan rata-rata Rp 1.061.077,- dan sepertiganya berasal
dari mengelola sumberdaya hutan; pendidikan formal petani mayoritas (79%) sampai
SD; pendidikan non formal termasuk kategori jarang mengikuti pelatihan kehutanan;
motivasi berkelompok termasuk sedang; dan keinovatifan petani secara keseluruhan
termasuk rendah. (2) Ketepatan proses pemberdayaan termasuk rendah dengan skor 26.
Kondisi ketepatan proses pemberdayaan di KPH Kedu Selatan relatif lebih tinggi dan
berbeda nyata dengan dua lokasi penelitian lainnya. (3) Peran SDM pemberdayaan
termasuk dalam kategori rendah dengan skor 65 dan terdapat perbedaan yang nyata
diantara tiga lokasi penelitian. Peran SDM pemberdayaan pada KPH Kedu Selatan
relatif lebih tinggi disusul KPH Gundih dan paling rendah kondisi di KPH Pekalongan
Timur. (4) Keefektifan kepemimpinan kelompok termasuk dalam kategori rendah
dengan skor 62 dan terdapat perbedaan yang nyata diantara tiga lokasi penelitian.
Kepemimpinan kelompok tani di KPH Kedu Selatan relatif lebih efektif, disusul KPH
Gundih dan paling rendah KPH Pekalongan Timur. (5) Kondisi dukungan lingkungan
termasuk dalam kategori rendah dengan skor sebesar 62. Dari tiga lokasi penelitian,
terdapat perbedaan yang nyata tentang kondisi dukungan lingkungan. Kondisi dukungan
lingkungan di KPH Kedu Selatan relatif paling tinggi, disusul kondisi di KPH
Pekalongan Timur dan paling rendah di KPH Gundih. (6) Dinamika kelompok tani
hutan secara umum termasuk kategori rendah dengan skor sebesar 65. Kondisi dinamika
kelompok tani hutan berbeda secara nyata antar tiga lokasi penelitian. Dinamika
kelompok tani hutan di KPH Kedu Selatan termasuk sedangdengan skor rataan
sebesar 67, sedangkan dinamika kelompok tani hutan di KPH Gundih termasuk rendah
namun lebih baik dibandingkan kondisi di KPH Pekalongan Timur.
Rendahnya dinamika kelompok tani hutan dipengaruhi oleh: (a) kurang
efektifnya kepemimpinan kelompok tani hutan; (b) kurang kondusifnya dukungan
lingkungan terhadap peningkatan kehidupan para petani; dan (c) kurangnya kemampuan
tenaga Mandor Perhutani sebagai pendamping petani dan kelompok tani.
Model yang efektif untuk peningkatan dinamika kelompok tani hutan yaitu
melalui peningkatan keefektifan kepemimpinan kelompok, peningkatan dukungan
lingkungan dan optimalisasi peran tenaga Mandor Perhutani sebagai pendamping petani
dan kelompok tani.
DAFTAR PUSTAKA
Gani, Darwis Suharman. 2004. Leadership in Indonesia : A Case for Managing
Relationship within Organizations. dalam Dean Tjosvold & Kwok Leung, editor.
Leading in High Growth Asia Managing relationship for teamwork and change.
Singapore: World Scientific.
Hersey, Paul, Kenneth H. Blanchard, Dewey E. Johnson. 1996. Management of
Organizational Behavior. Ed. Ke-7. Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall.

Jurnal Penyuluhan, Maret 2010 Vol. 6 No.1

64

Kusnendi. 2008. Model-model Persamaan Struktural, Satu dan Multigroup Sampel


dengan Lisrel. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Mulyadi. 2008. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam Program Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Gerhan): Studi kasus di Kecamatan Padang Cermin
dan Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Tesis. Yogyakarta: Program
Pascasarjana Fak. Teknik UGM.
Rakhmat, Jalaluddin. 2004. Metode Penelitian Komunikasi (Dilengkapi contoh
analisis statistik). Cet. 11. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Sardjono, Mustofa Agung. 2004. Mosaik Sosiologis Kehutanan: Masyarakat Lokal,
Politik dan Kelestarian Sumberdaya. DEBUT Press: Yogyakarta.
Slamet, Margono. 2003. Paradigma Baru Penyuluhan Pertanian di Era Otonomi
Daerah. Di dalam: Ida Yustina dan Adjat Sudradjat, editor. Membentuk Pola
Perilaku Manusia Pembangunan. Bogor : IPB Press.
Suharjito, Didik., Aziz Khan, Wibowo A. Djatmiko, Martua T. Sirait, Santi Evelyna.
2000. Karakteristik Pengelolaan Hutan Berbasiskan Masyarakat. Yogyakarta:
Aditya Media.
Tampubolon, Joyakin.
2006.
Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pendekatan
Kelompok: Kasus Pemberdayaan Masyarakat Miskin melalui Pendekatan
Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Disertasi. Bogor: Sekolah Pascasarjana
IPB.
Thompson, H. 1999. Social forestry : an analysis of Indonesian forestry policy.
Journal
of
Contemporary
Asia
29(2):187-201.
http://www.proquest.umi.com/pqdweb?. Diakses pada 16-08-2006.
Wijanto, Setyo Hari. 2008. Structural Equation Modelling dengan LISREL 8.8: Konsep
dan Tutorial. Yogyakarta: Graha Ilmu.

You might also like