Bakso 3
Bakso 3
Bakso 3
2 : 1-8
ISSN 1412-4424
Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Riau, Pekanbaru
ABSTRACT
The research aimed to obtain the best treatment and in nutrition, organoleptic test, and methode Indonesian
National Standard (INS). This research used the method Completely Randomized Design (CRD) with four
treatments and replication. The treatments were D0J0 = 100% beef + 0% Mushroom; D1J1 = 95% + 5%
mushroom; D2J2 = 90% + 10% mushroom; D3J3 = 85% + 15% mushroom. Parameters analyzed were
moisture content, ash content, protein content, fiber content and organoleptic values (color, taste, flavor,
texture, surface smoothness and overall assessment). The data obtained were analyzed statically using
Analysis of Variance (Anova) and further tested with Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) at the
level of 5%. The treatments gave significant effect on moisture, ash, protein and fiber content as well as on
attributes taste and aroma on the hedonic test. The best treatment was D1J1 meatball that have moisture of
67%, ash 1,81%, protein 10,13%, and fiber content 0,86% has meet quality standard of meatball SNI 01-
3818-1995.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh perlakuan terbaik dan mutu yang sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI). Penelitian mengunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan
yaitu D0J0 = 100% daging sapi + 0% Jamur merang; D1J1 = 95% daging sapi + 5% jamur merang; D2J2 = 90%
daging sapi + 10% jamur merang; D3J3 = 85% daging sapi + 15% jamur merang. Parameter yang diuji adalah
kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar serat dan sifat organoleptik meliputi warna, aroma, rasa, tekstur,
kehalusan permukaan dan penilaian keseluruhan. Data akan dianalisis menggunakan sidik ragam (ANOVA) dan
dilanjutkan dengan uji Duncan’s New Multiple Range Test (DNMRT) pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kadar abu, kadar protein, kadar serat serta uji hedonik dari parameter rasa dan aroma menujukkan nilai
berbeda nyata. Perlakuan terbaik yaitu D1J1 dengan kadar air sebesar 67,11%, kadar abu 1,81%, kadar protein
10,13% dan kadar serat kasar sebanyak 0,86% masih memenuhi syarat mutu bakso daging sapi SNI 01-3818-
1995.
yang diperoleh dari campuran daging ternak merang berkhasiat untuk menurunkan darah
dengan kadar daging tidak boleh kurang dari 50% tinggi. Jamur merang merupakan sumber protein
dan pati atau serealia dengan atau tanpa bahan dan mineral yang baik dengan kandungan kalium
tambahan pangan yang diizinkan. Daging ternak dan fosfor tinggi sedangkan kandungan
yang biasa digunakan untuk pembuatan bakso lemaknya rendah. Sinaga (2007) menjelaskan
umumnya adalah daging sapi dan dapat juga bahwa jamur merang juga mengandung
dengan menggunakan ternak yang lain seperti bermacam-macam vitamin seperti kandungan
daging ayam, kelinci dan ikan. Awal tahun 2013 riboflavin dan tiamin yang cukup tinggi kecuali
harga daging sapi mengalami kenaikan harga. vitamin A.
Harga daging sapi di Indonesia adalah Jamur merang memiliki rasa yang lezat
yang termahal di dunia. Harga daging sapi di dan tekstur yang kenyal. Jamur merang per 100
Indonesia mencapai Rp. 90.000,-/kg sedangkan g bahan segar mengandung energi 39,0 kalori,
harga daging sapi disejumlah negara lain hanya protein 3,8 g, lemak 0,6 g, serat kasar 1,2 g, abu
Rp. 40.000,-/kg. Memasuki bulan suci Ramadhan 1,0 g dan total karbohidrat 6,0 g. Berdasarkan
1434 H harga daging sapi menembus Rp. nilai gizi yang cukup lengkap dari jamur merang,
100.000,-/kg. Melihat harga daging yang semakin maka jamur merang dapat digunakan sebagai
tinggi perlu adanya upaya untuk mengurangi bahan substitusi dari bahan utama bakso yaitu
penggunaan daging sapi sebagai bahan dasar daging sapi. Jamur merang diharapkan dapat
utama dalam pembuatan bakso. Jenis bahan mengurangi penggunaan daging sapi dalam
pangan lain yang dapat dijadikan sebagai bahan pembuatan bakso, agar pengeluaran biaya
campuran dalam adonan bakso dengan tidak pembelian daging sapi dapat dikurangi. Jamur
mengurangi kriteria mutu bakso daging sapi merang yang kaya serat diharapkan dapat
adalah jamur merang (Volvariella volvaceae). memberi nilai tambah pada bakso yang miskin
Jamur merang (Volvariella volvaceae) adalah akan kandungan serat. Substitusi jamur merang
salah satu jenis jamur pangan yang memiliki dalam pembuatan bakso juga akan mengurangi
kandungan serat cukup tinggi dan memiliki rasa kecurangan-kecurangan dari pengusaha bakso.
yang khas dengan tekstur yang baik serta nilai Kecurangan yang biasa dilakukan yaitu dengan
gizi yang cukup lengkap. Jamur merang dapat sengaja mensubstitusikan daging lain seperti
tumbuh dari limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit tikus, babi dan jenis hewan lainnya yang didapat
(TKKS). Nilawati dkk. (2007) menjelaskan dengan harga murah, namun dapat merusak
bahwa limbah tandan kosong kelapa sawit dapat kesehatan konsumen bahkan haram bila
dijadikan kompos dan digunakan sebagai media dikonsumsi. Tujuan penelitian adalah untuk
tumbuh jamur merang. memperoleh perlakuan terbaik dan mutu yang
Jamur mendapat makanan dalam bentuk sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI)
selulosa, glukosa, lignin, protein dan senyawa pati. pada bakso berbasis daging sapi dan jamur
Riduan dkk. (2013) menambahkan bahwa jamur merang (Volvariella volvaceae).
merang dapat dibudidayakan dengan media
jerami. Jamur merang sudah banyak BAHAN DAN METODE
dibudidayakan karena prospek yang sangat Bahan dasar yang digunakan dalam
potensial untuk berwirausaha. Harga jamur pembuatan bakso adalah daging sapi dan jamur
merang saat ini adalah Rp. 12.000,-/kg. Jamur merang (Volvariella volvaceae) serta bahan
merang termasuk golongan sayuran yang tambahan yang terdiri dari tepung, garam, air es,
memiliki kandungan serat tinggi sehingga baik Sodium Tripoliphospat (STPP) serta bumbu
untuk kesehatan. Kecukupan akan serat seperti bawang putih dan merica. Bahan yang
makanan yang dikonsumsi dapat melancarkan digunakan untuk analisis kimia adalah larutan
pencernaan dan memudahkan buang air besar, H3BO3 1%, H2SO4 1,2%, H2SO4 (pekat), H2SO4
mencegah penyakit jantung koroner dan diabetes. 0,05N, NaOH 3,25%, NaOH 40%, K2SO4 10%,
Andoko (2008) menyatakan bahwa jamur alkohol 95%, selenium, akuades, heksana dan
kertas saring.
Tabel 1. Rata-rata kadar kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar serat bakso
p
Perlakuan
Analisis Kimia
D0J0 D1J1 D2J2 D3J3
Kadar air (%) 66, 35 67, 11 67, 95 68, 49
Kadar abu (%) 1,93b 1,81ab 1,67ab 1,54a
Kadar protein (%) 10,66b 10,13ab 9,81ab 9,46a
Kadar serat kasar (%) 0,32a 0,86b 1,29c 1,77d
Ket: Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbedatidak nyata menurut DNMRT pada taraf 5%.
Kadar Air kaya akan serat yang dapat mengikat air, namun
Tabel 1 menunjukkan bahwa kadar air belum mampu memberikan pengaruh nyata bila
bakso pada penelitian ini berkisar antara 66,35- penggunaannya hanya 15% dari total adonan.
68,49%. Kadar air bakso seluruh perlakuan Usman (2009) melakukan substitusi jamur
daging sapi dan jamur merang berbeda tidak merang dalam pembuatan sosis sebanyak 70%
nyata. Sunarlim dan Triyantini (1992) dari total adonan, sehingga mempengaruhi kadar
menyatakan bahwa kadar air bakso dipengaruhi air sosis yang dihasilkan. Permatasari (2002)
oleh kandungan air dalam bahan pembuat bakso. melakukan sebstitusi jamur tiram mencapai 40%
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini hanya dari total adonan dalam pembuatan bakso daging
daging sapi dan jamur merang yang berbeda antar sapi sehingga mempengaruhi kadar air bakso
perlakuan. Jamur merang memiliki kandungan yang dihasilkan.
air mencapai 87,7% per 100 g bahan (Karjono, Kadar air bakso daging sapi dengan
1992) dan daging sapi memiliki kandungan air jamur merang pada penelitian ini masih lebih
sebesar 66% per 100 g bahan (Sudarisman dan rendah dibandingkan dengan bakso dari hasil
Elvina, 1996). penelitian Permatasari (2002) yang mencapai
Kadar air bakso juga dipengaruhi oleh 72,53%. Kadar air bakso daging sapi menurut
kadar serat dari jamur merang. Jamur merang SNI 01-3818-1995 yaitu maksimal 70%, artinya
kadar air bakso pada penelitian ini masih perlakuan D0J0. Kadar protein bakso
memenuhi batasan maksimal kadar air bakso dipengaruhi oleh kadar protein dari bahan baku.
daging sapi menurut SNI 01-3818-1995. Semakin meningkat penggunaan daging sapi
maka akan menunjukkan kecenderungan
Kadar Abu peningkatan kadar protein bakso yang dihasilkan.
Kadar abu pada penelitian ini berkisar Hal ini karena daging sapi memiliki kadar protein
antara 1,54-1,93%. Perlakuan D0J0 berbeda tidak lebih tinggi dibandingkan dengan jamur merang.
nyata dengan perlakuan D1J1 dan D2J2 namun Kadar protein daging sapi mencapai 18,80 g per
berbeda nyata dengan perlakuan D3J3. 100 g bahan (Sudarisman dan Elvina, 1996)
Perlakuan D1J1 berbeda tidak nyata dengan sedangkan jamur merang hanya 3,8 g per 100 g
perlakuan D0J0, D2J2 dan D3J3. Perlakuan bahan (Karjono, 1992).
D2J2 berbeda tidak nyata dengan perlakuan Kadar protein bakso daging sapi dan
D0J0, D1J1 dan D3J3. Perlakuan D3J3 berbeda jamur merang 9,46-10,66% lebih rendah dari
tidak nyata dengan D1J1 dan D2J2 namun kadar protein bakso hasil penelitian Sunarlim dan
berbeda nyata dengan D0J0. Triyantini (1992) yang mencapai 14,82%. Hal ini
Kadar abu bakso dipengaruhi oleh kadar karena Sunarlim dan Triyantini (1992) hanya
abu bahan baku yang digunakan. Penggunaan menggunakan daging sapi pada perlakuannya
daging sapi yang semakin tinggi akan tanpa ada penambahan jamur pada adonannya.
memperlihatkan kecenderungan peningkatan Kadar protein bakso daging sapi dan jamur
kadar abu bakso yang dihasilkan. Hal ini karena merang nyata lebih rendah, namun masih
daging sapi memiliki kadar abu lebih tinggi memenuhi syarat mutu bakso daging sapi menurut
dibandingkan dengan kadar abu jamur merang. SNI 01-3818-1995 yang menetapkan kadar
Kadar abu daging sapi yaitu 183,80 mg per 100 protein bakso daging sapi minimal 9,0%.
g bahan (Sudarisman dan Elvina, 1996)
sedangkan kadar abu jamur merang yaitu 99,7 Kadar Serat Kasar
mg per 100 g bahan (Karjono, 1992). Kadar abu Kadar serat kasar pada penelitian ini
bakso daging sapi dan jamur merang pada berkisar antara 0,32-1,77%. Kadar serat kasar
penelitian ini lebih rendah dari bakso hasil bakso seluruh perlakuan daging sapi dan jamur
penelitian Sunarlim dan Triyantini (1992) yang merang berbeda nyata. Kadar serat kasar
mencapai 2,07%. Hal ini karena adanya tertinggi berada pada perlakuan D3J3 dengan nilai
penambahan jamur merang pada penelitian ini 1,77% sedangkan kadar serat kasar terendah
sedangkan Sunarlim dan Triyantini (1992) tidak berada pada perlakuan D0J0 dengan nilai 0,32%.
menggunakan jamur merang pada baksonya. Kadar serat kasar bakso dipengaruhi oleh kadar
Kadar abu bakso seluruh perlakuan dalam serat kasar bahan baku yang digunakan.
penelitian ini masih memenuhi batasan maksimal Semakin meningkat penggunaan jamur merang
kadar abu bakso daging sapi menurut SNI 01- maka semakin meningkat kadar serat kasar
3818-1995 yaitu 3%. bakso yang dihasilkan. Hal ini dipengaruhi oleh
banyaknya jamur merang yang digunakan dalam
Kadar Protein pembuatan bakso. Karjono (1992) menjelaskan
Kadar protein pada penelitian ini berkisar bahwa kadar serat kasar jamur merang mencapai
antara 9,46-10,66%. Perlakuan D0J0 berbeda 1,2 g per 100 g bahan. Kadar serat kasar pada
tidak nyata dengan D1J1 dan D2J2 namun penelitian ini 0,32-1,77% lebih rendah
berbeda nyata dengan D3J3. Perlakuan D1J1 dibandingkan dengan kadar serat kasar bakso
berbeda tidak nyata dengan perlakuan D0J0, hasil penelitian Nuraisah (2014) yang mencapai
D2J2 dan D3J3. Perlakuan D2J2 berbeda tidak 4,49%. Kadar serat kasar bakso hasil penelitian
nyata dengan perlakuan D0J0, D1J1 dan D3J3. Nuraisah (2014) lebih tinggi karena menggunakan
Perlakuan D3J3 berbeda tidak nyata dengan jamur mencapai 80%.
D1J1 dan D2J2 namun berbeda nyata dengan
atribut warna yaitu cokelat muda cerah atau akan memperlihatkan kecenderungan
sedikit agak kemerahan dan atau cokelat. peningkatan nilai deskriptif aroma bakso yang
dihasilkan. Perlakuan D0J0 dan D1J1
Aroma menunjukkan nilai deskripsi lebih baik
Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis dibandingkan dengan perlakuan D2J2 dan D3J3.
terhadap aroma bakso berkisar antara 2,05-2,68 Hal ini karena D0J0 dan D1J1 menggunakan
(suka hingga agak suka). Perlakuan D0J0 daging sapi lebih banyak dibandingkan dengan
berbeda tidak nyata dengan perlakuan D1J1 D2J2 dan D3J3. Perlakuan D0J0 dan D1J1
namun berbeda nyata dengan perlakuan D2J2 memiliki deskripsi bakso beraroma daging sapi.
dan D3J3. Perlakuan D1J1 berbeda tidak nyata Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
dengan perlakuan D0J0, D2J2 dan D3J3. Hayyuningsih dkk. (2009) menyatakan bahwa
Perlakuan D2J2 berbeda tidak nyata dengan penggunaan daging sapi yang semakin banyak
perlakuan D1J1 dan D3J3 namun berbeda nyata akan meningkatkan nilai deskripsi aroma daging
dengan D0J0. Perlakuan D3J3 berbeda tidak rebus yang kuat pada bakso yang dihasilkan.
nyata dengan perlakuan D1J1 dan D2J2 namun
berbeda nyata dengan D0J0. Kehalusan Permukaan
Penggunaan daging sapi yang semakin Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis
meningkat menunjukkan kecenderungan pada bakso dengan penambahan jamur merang
peningkatan nilai kesukaan panelis terhadap pada adonan berpengaruh tidak nyata terhadap
aroma bakso yang dihasilkan. Hal ini karena kehalusan permukaan bakso yang dihasilkan
penggunaan daging sapi yang semakin dengan kisaran 2,05-2,49 (suka). Panelis
meningkat akan berbanding lurus dengan menyukai kehalusan permukaan seluruh
peningkatan aroma daging rebus dari bakso yang perlakuan. Panelis menyukai bakso daging sapi
dihasilkan. Perlakuan D0J0 dengan nilai 2,05 dan dan jamur merang karena memiliki tingkat
D1J1 dengan nilai 2,41 yang berarti suka kehalusan permukaan yang seragam.
merupakan perlakuan yang disukai dibandingkan Uji deskriptif pada Tabel 2 menunjukkan
dengan perlakuan D2J2 dan D3J3. perlakuan daging sapi dan jamur merang berbeda
Panelis menyukai perlakuan D0J0 dan tidak nyata terhadap kehalusan permukaan bakso
D1J1 karena memiliki aroma khas daging sapi yang dihasilkan dengan kisaran 2,14-2,43 (halus).
yang kuat. Andayani (1999) menyatakan bahwa Tingkat kehalusan permukaan bakso dipengaruhi
panelis menyukai aroma bakso yang dihasilkan oleh proses penggilingan adonan. Proses
disebabkan oleh aroma khas daging sapi yang penggilingan adonan bakso yang merata akan
kuat. Panelis yang pada umumnya mengkonsumsi meningkatkan kehalusan permukaan bakso yang
dan menyukai bakso dengan aroma daging rebus. dihasilkan. Penggunaan air es dalam penggilingan
Hal ini sejalan dengan penelitian Hayyuningsih adonan bakso dapat membantu proses
dkk. (2009) yang menyatakan aroma bakso homogenisasi adonan bakso secara merata.
penggunaan daging sapi 100% paling disukai bila Bakso daging sapi dan jamur merang masih
dibandingkan dengan perlakuan lain yang sesuai dengan Wibowo (2006) yang menyatakan
menggunakan penambahan jamur. Hasil kriteria mutu sensori bakso dari segi tingkat
penilaian terhadap aroma secara deskriptif kehalusan permukaan halus dan memiliki ukuran
berkisar antara 2,22-3,27 (beraroma daging sapi yang seragam.
hingga agak beraroma daging sapi). Perlakuan
D0J0 berbeda tidak nyata dengan perlakuan Tekstur
D1J1 namun berbeda nyata dengan perlakuan Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis
D2J2 dan D3J3. Perlakuan D2J2 berbeda tidak terhadap tekstur bakso berpengaruh tidak nyata
nyata dengan perlakuan D3J3 namun berbeda dengan kisaran 2,11-2,51 (suka hingga agak
nyata dengan D0J0 dan D1J1. suka). Tingkat kekenyalan bakso dipengaruhi oleh
Peningkatan penggunaan daging sapi kadar air yang terkandung di dalamnya.
dengan mengurangi penggunaan jamur merang Sudarisman dan Elvina (1996) menjelaskan
bakso berbasis daging sapi dan jamur merang. sapi. Hasil analisis kimia menunjukkan D1J1
Hasil penilaian terhadap penilaian keseluruhan memiliki kadar air sebesar 67,11% masih sesuai
pada Tabel 20 diatas menunjukkan bahwa panelis dengan SNI 01-3818-1995 yaitu maksimal 70%.
menyukai perlakuan dengan penambahan jamur Kadar abu 1,81% masih sesuai dengan SNI 01-
merang 0-10% pada adonan bakso dan mulai 3818-1995 yaitu maksimal 3%. Kadar protein
berkurang penilaian keseluruhan setelah 10,13% masih memenuhi SNI 01-3818-1995
penambahan jamur merang >10%. yaitu minimal 9% dan mengandung serat kasar
sebanyak 0,86%.
Pemilihan Bakso Perlakuan Terbaik
Rekapitulasi hasil penelitian pada Tabel KESIMPULAN
2 menunjukkan bahwa bakso berbasis daging sapi 1. Penggunaan jamur merang sebagai bahan
dan jamur merang seluruh perlakuan masih sesuai campuran dalam pembuatan bakso daging
dengan SNI 01-3818-1995, tentang syarat mutu sapi berpengaruh nyata terhadap kadar abu,
bakso daging sapi dengan kadar air maksimal kadar protein, kadar serat kasar, penilaian
70%, kadar abu maksimal 3% dan kadar protein hedonik untuk aroma dan rasa, penilaian
minimal 9%. Hasil penilaian uji hedonik bakso deskriptif untuk aroma dan rasa serta
daging sapi dan jamur merang berpengaruh tidak penilaian keseluruhan.
nyata terhadap warna, kehalusan permukaan dan 2. Seluruh perlakuan masih memenuhi syarat
tekstur bakso, namun berpengaruh nyata mutu bakso daging sapi SNI 01-3818-1995
terhadap aroma dan rasa bakso yang dihasilkan. dengan kadar air maksimal 70%, kadar abu
Panelis menyukai atribut warna, kehalusan maksimal 3% dan kadar protein minimal 9%.
permukaan dan tekstur bakso seluruh perlakuan, Berdasarkan syarat mutu bakso daging sapi
namun dari atribut aroma dan rasa bakso yang SNI 01-3818-1995, uji hedonik dan deskriptif
dihasilkan panelis lebih menyukai perlakuan D0J0 yang telah dilakukan pada penelitian ini
dan D1J1 dibandingkan dengan D2J2 dan D3J3. menetapkan perlakuan terbaik yaitu daging
Perlakuan D0J0 adalah perlakuan kontrol dari sapi 95% : jamur merang 5%, dengan kadar
penelitian ini dengan penggunaan daging sapi air 67,11%, kadar abu 1,81%, kadar protein
100%, sehingga pemilihan perlakuan terbaik akan 10,13% dan kadar serat kasar 0,86%,
dilakukan pada perlakuan D1J1, D2J2 dan D3J3. berwarna cokelat muda cerah, beraroma
Perlakuan D1J1 merupakan perlakuan yang lebih daging sapi, memiliki kehalusan permukaan
disukai dibandingkan dengan perlakuan D2J2 seragam, bertekstur kenyal, berasa bakso sapi
dan D3J3. Perlakuan D1J1 lebih disukai karena dan agak gurih serta bakso yang dihasilkan
bakso yang dihasilkan memiliki nilai deskriptif disukai dari penilaian secara keseluruhan.
lebih baik dari segi aroma, rasa dan penilaian
keseluruhan dibandingkan dengan perlakuan UCAPAN TERIMA KASIH
D2J2 dan D3J3. Deskripsi bakso D1J1 yaitu Ucapan terima kasih ingin penulis
berwarna cokelat muda cerah, beraroma daging sampaikan kepada seluruh pihak yang telah
sapi, memiliki kehalusan permukaan yang halus membantu penyelesaian skripsi ini, yaitu:
dan seragam, bertekstur kenyal, rasa bakso paling 1. Ir. Akhyar Ali, M.P. sebagai pembimbing I dan
mendekati dengan bakso D0J0, yaitu berasa khas Prof. Dr. Ir. Netti Herawati, M.Si. sebagai
bakso sapi dan agak gurih serta penilaian atribut pembimbing II yang telah bersedia
secara keseluruhan terhadap bakso yang membimbing, menasehati, memberi arahan
dihasilkan disukai oleh panelis. dan motivasi mulai dari penyusunan usul
Berdasarkan data rekapitulasi hasil penelitian, pelaksanaan penelitian hingga
penelitian menyimpulkan bahwa perlakuan penulisan dan penyusunan karya ilmiah hasil
terbaik yaitu pada D1J1 (Daging sapi 95% : penelitian.
Jamur merang 5%). Perlakuan D1J1 menjadi 2. Ir. Raswen Efendi, M.S., Dr. Yusmarini, S.Pt.
perlakuan terbaik karena masih memenuhi SNI M.P., dan Ir. Evy Rossi, M.Sc. selaku dosen
01-3818-1995 tentang syarat mutu bakso daging penguji yang telah memberikan kritik dan
saran yang membangun dalam perbaikan Nuraisah. 2014. Kombinasi jamur tiram putih
penulisan dan penyusunan karya ilmiah hasil (Pleurotus ostreatus) dengan ikan patin
penelitian. dalam pembuatan bakso ikan. Skripsi
3. Kepala Laboratorium Pengolahan Hasil Fakultas Pertanian Universitas Riau,
Pertanian dan Laboratorium Analisis Hasil Pekanbaru.
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau Permatasari W.A. 2002. Kandungan gizi
yang telah memberikan bantuan dan fasilitas bakso campuran daging sapi dengan
selama pelaksanaan penelitian. jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)
pada taraf yang berbeda. Skripsi
DAFTAR PUSTAKA Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Andayani R.Y. 1999. Standarisasi mutu bakso Bogor, Bogor.
berdasarkan penilaian konsumen Putri A.F.E. 2009. Sifat fisik dan organoleptik
(studi kasus bakso di wilayah DKI bakso daging sapi pada lama
Jakarta). Skripsi Fakultas Teknologi postmortem yang berbeda dengan
Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. penambahan karagenan. Skripsi
Andoko. 2008. Budidaya Jamur : Jamur Fakultas Peternakan Institut Pertanian
Kuping, Jamur Tiram dan Jamur Bogor, Bogor.
Merang. Agromedia Pustaka. Jakarta. Riduwan M., D. Haryono dan M. Nawawi.
Hartono B. 2011. Perilaku konsumen dalam 2013. Pertumbuhan dan hasil jamur
pembelian bakso daging sapi di merang (Volvariella volvaceae) pada
Malang. Jurnal Peternakan, volume 34 berbagai sistem penebaran bibit dan
(2): 137-142. ketebalan media. Jurnal Produksi
Hatta M. 2011. Pengaruh level dan waktu Tanaman, volume 1 (1): 70-79.
penambahan fosfat (sodium tripolifosfat/ Sinaga M.S. 2007. Jamur Merang dan
STTP) terhadap kualitas bakso. Jurnal Budidayanya. Penebar Swadaya.
Agrisistem, volume 7 (2): 87-95. Jakarta.
Hayyuningsih D.R.W., D. Sarbini dan P. Kurnia. Standar Nasional Indonesia. 1995. Bakso
2009. Perbedaan kandungan protein Daging. Dewan Standardisasi Nasional.
zat besi dan daya terima pada Jakarta.
pembuatan bakso dengan Sudarisman T. dan A.R. Elvina. 1996. Petunjuk
perbandingan jamur tiram (Pleurotus Memilih Produk Ikan dan Daging.
Sp.) dan daging sapi yang berbeda. Cetakan I. PT. Penebar Swadaya.
Jurnal kesehatan, volume 2 (1): 1-10. Jakarta.
Karjono. 1992. Jamur-jamur Konsumsi yang Sunarlim, R. dan Triyantini. 1992. Penggunaan
Dibudidayakan. Trubus. Agustus: 271- berbagai konsentrasi NaCl dan jenis
279. daging terhadap mutu bakso. Prosiding.
Koapaha T., T. Langi dan E. L. Lalujan. 2011. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Penggunaan pati sagu modifikasi Pasca Panen dan Pertanian. Jakarta.
fosfat terhadap sifat organoleptik Usman. 2009. Studi pembuatan sosis
sosis ikan patin (Pangasius berbasis jamur merang (Volvariella
hypophtalmus). Jurnal Teknologi volvaceae). Skripsi Fakultas Teknologi
Pertanian, volume 17 (1): 1-8. Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lawrie R.A. 2003. Ilmu Daging. Edisi Kelima. Wibowo S. 2006. Pembuatan Bakso Ikan dan
Terjemahan: Prakassi, A. dan Y. Amulia. Bakso Daging. Penebar Swadaya.
Universitas Indonesia Press. Jakarta. Jakarta.
Nilawati E., A. Rahman dan Syaifuddin. 2007. Widyaningsih T.D. dan E.S. Murtini. 2006.
Pengaruh panjang pengomposan Alternatif Pengganti Formalin pada
jerami dan lama pengomposan ter- Produk Pangan. Trubus Agrisarana.
hadap produksi jamur merang. Jurnal Surabaya.
Agrisistem, volume 3 (2): 90-96.