Keragaan Lima Kultivar Cabai (Capsicum Annuum L.) Di Dataran Medium

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

Vegetalika Vol.2 No.

2, 2013 : 50-63

KERAGAAN LIMA KULTIVAR CABAI (Capsicum annuum L.) DI DATARAN


MEDIUM

THE PERFORMANCE OF FIVE CULTIVATED VARIETIES OF PEPPER


(Capsicum annuum L.) AT THE MIDDLE LAND

Latifah Fitriani1, Toekidjo2, dan Setyastuti Purwanti2

ABSTRACT
The aim of this research was to know performance of qualitative trait and
analysis of quantitative trait of five cultivated varieties of red pepper at the middle
land, identifies of important characters in red pepper was used as selection
parameters, and determine the capability of adaptation and production potential.
The research was conducted at Kemiri Village, Sigaluh, Banjarnegera, Central
Java with an altitude 550 m above sea level. The research had been done since
April until October 2011. The design used was a Randomized Complete Block
Design with five treatment cultivars of red pepper were Branang, Gantari, and
Lembang-1 recommended for upland, Kusuma and Cipanas still on the stage of
multilocation trials and three block as replications. Significant difference between
the treatment was further using Duncan’s Multiple Range Test at α=5 %. The
results showed that the purple pigment (anthocyanin) on stems and the yellow
pigment (carotenoid) on petals. Five cultivated varieties of red pepper has the
differences on yield were tested at the middle land. Branang gave highest yield
(6.33 ton.ha-1), although not significantly different from Gantari (6.28 ton.ha-1),
Kusuma (5.58 ton.ha-1), Lembang-1 (4.97 ton.ha-1), and Cipanas (4.00 ton.ha-1).
Five cultivars of upland pepper grew higher, had more tight of stem girth, longer
leaf size, early maturing, and lower yield per hectare were planted at middle land.
On this research, type of growth, length of dichotomy stem, stem girth, fruit
diameter, length of the fruit stalk, individual fruit weight, and 1000 seed weight
were used as selection parameter. Kusuma and Lembang-1 cultivars are more
potential to be developed at middle land because the consumens prefer it and
yield per hectare better than another cultivars.

Keywords : pepper, middle land, performance, qualitative, quantitative

INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan sifat kualitatif dan
menganalisis sifat kuantitatif lima kultivar cabai merah di dataran medium,
mengidentifikasi sifat-sifat penting pada tanaman cabai merah yang digunakan
sebagai parameter seleksi, dan mengetahui kemampuan adaptasi dan potensi
produksi. Penelitian dilaksanakan di Desa Kemiri, Sigaluh, Banjarnegara, Jawa
Tengah dengan ketinggian 550 m dpl pada bulan April-Oktober 2011.
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap
dengan lima perlakuan kultivar cabai merah yaitu Branang, Gantari, dan
Lembang-1 yang direkomendasikan untuk dataran tinggi, Kusuma dan Cipanas
masih dalam tahap uji multilokasi serta tiga blok sebagai ulangan. Beda nyata
antar perlakuan diuji lanjut menggunakan Duncan’s Multiple Range Test pada

1AlumniFakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta


2
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Vegetalika 2(2), 2013 51

α=5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pigmen ungu (antosianin)


pada batang dan pigmen kuning (karotenoid) pada mahkota bunga. Lima kultivar
cabai merah yang diuji memiliki hasil yang berbeda di dataran medium. Kultivar
Branang memiliki hasil tertinggi (6,33 ton/ha) walaupun tidak berbeda nyata
dengan kultivar Gantari (6,28 ton/ha), Kusuma (5,58 ton/ha), Lembang-1 (4,97
ton/ha), dan Cipanas (4,00 ton/ha). Lima kultivar cabai dataran tinggi yang
ditanam di dataran medium tanaman tumbuh lebih tinggi, diameter batang lebih
kecil, ukuran daun lebih panjang, berumur genjah, dan berat buah per hektar
lebih rendah. Pada penelitian ini, tipe pertumbuhan, panjang batang dikotom,
diameter batang, diameter buah, dan panjang tangkai buah, berat per buah, dan
berat 1000 biji dapat digunakan sebagai parameter seleksi. Dari lima kultivar
cabai yang diuji, kultivar Kusuma dan Lembang-1 berpotensi untuk
dikembangkan di dataran medium karena banyak disukai oleh konsumen dan
produksinya cukup baik.

Kata kunci : cabai, dataran medium, keragaan, kualitatif, kuantitatif

PENDAHULUAN
Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis tanaman
sayur yang penting di Indonesia karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
Cabai merah dikonsumsi dalam bentuk segar maupun olahan. Pada awalnya,
cabai merah dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yaitu sebagai
bahan pelengkap makanan atau sering dikenal dengan rempah dan ramuan
obat-obatan tradisional (Ganefianti & Wiyanti, 1997; Rahmi dkk., 2002). Namun,
seiring dengan kebutuhan manusia dan teknologi yang berkembang saat ini,
cabai merah juga digunakan sebagai bahan baku industri untuk obat-obatan,
kosmetika, zat warna, dan penggunaan lainnya (Maflahah, 2010).
Konsumsi cabai merah per kapita pada tahun 2010 meningkat dari tahun
2009 sebesar 0,01 kg/th dari 1,52 kg/th menjadi 1,53 kg/th, dan menurun pada
tahun 2011 (1,50 kg/th). Rata-rata konsumsi cabai merah per kapita selama
periode 2007-2011 mengalami pertumbuhan sebesar 0,48% (Anonim, 2011).
Peningkatan konsumsi cabai merah harus diikuti dengan peningkatan produksi
cabai merah. Produksi cabai merah dipengaruhi oleh luas panen dan
produktivitas cabai merah.
Produktivitas cabai merah sangat ditentukan oleh kondisi agroekologi dan
kemampuan adaptif dari suatu kultivar (Kusumainderawati dkk., 2001).
Agroekosistem lahan pertanian tanaman sayuran dikelompokkan menjadi
wilayah produksi sayuran dataran rendah (<350 m dpl), dataran medium (350-
700 m dpl), dan sayuran dataran tinggi (>700 m dpl). Pengelompokan tersebut
terkait dengan kebutuhan optimum masing-masing jenis tanaman terhadap suhu
Vegetalika 2(2), 2013 52

(Djaenudin dkk., 2002). Cabai merah kultivar Branang, Gantari, dan Lembang-1
merupakan kultivar unggul hasil seleksi Balitsa yang direkomendasikan untuk
dataran tinggi, sedangkan kultivar Cipanas dan Kusuma masih dalam tahap uji
multilokasi. Oleh karena itu, program pemuliaan cabai diarahkan untuk
pengembangan kultivar cabai yang beradaptasi luas di berbagai kondisi
agroekologi dan berproduksi tinggi.
Keragaan suatu tanaman atau fenotipe ditentukan oleh interaksi genotipe
dengan faktor lingkungan. Variasi yang ditimbulkan ada yang langsung dapat
dilihat, misalnya ada perbedaan warna bunga, daun, atau bentuk biji (sifat
kualitatif), dan variasi yang memerlukan pengamatan dengan pengukuran,
misalnya tingkat produksi, jumlah anakan, tinggi tanaman dan lainnya (sifat
kuantitatif) (Mangoendidjojo, 2003). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
keragaan sifat kualitatif dan menganalisis sifat kuantitatif lima kultivar cabai
merah di dataran medium, mengidentifikasi sifat-sifat penting pada tanaman
cabai yang digunakan sebagai parameter seleksi, dan mengetahui kemampuan
adaptasi dan potensi produksi.

BAHAN DAN METODE


Bahan yang akan digunakan adalah 5 kultivar cabai yang terdiri atas
Gantari, Branang, Kusuma, Cipanas, dan Lembang-1; pupuk kandang (10
ton/ha); Urea (225 kg/ha); SP-36 (150 kg/ha); KCl (150 kg/ha); pupuk NPK
(15:15:15) 250kg/ha; Furadan; label dari kayu; fungisida; bambu; tali/rafiah;
plastik; dan air untuk menyiram tanaman. Sedangkan alat-alat yang akan
digunakan adalah cangkul untuk mengolah dan mencampur tanah, meteran atau
penggaris untuk mengukur luas lahan dan tinggi tanaman, gembor untuk
menyiram tanaman, alat tulis, timbangan, spidol, kuas, gunting/pisau/cutter, dan
kamera.
Penelitian dilaksanakan di Desa Kemiri, Kecamatan Sigaluh,
Banjarnegara, Jawa Tengah pada bulan April-Oktober 2011. Ketinggian tempat
percobaan 550 m dpl dan jenis tanah Latosol. Rancangan yang digunakan
adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan 5 perlakuan
(kultivar) dan 3 blok sebagai ulangan, sehingga terdapat 15 unit percobaan. Unit
percobaan berupa petak seluas 4x5 m2. Masing-masing unit percobaan terdiri
atas 3 bedengan. Bedengan berukuran 1x5 m2 dan tebal 0,5 m dengan jarak
Vegetalika 2(2), 2013 53

tanam 50x50 cm2, sehingga terdapat 20 lubang tanam/bedengan atau 60 lubang


tanam/unit percobaan. Dari masing-masing unit percobaan diambil petak
produksi seluas 3x3 m2 yang terdiri dari 24 tanaman dan 5 tanaman sampel.
Jarak antar bedengan dalam 1 perlakuan adalah 0,5 m dan jarak antar unit
percobaan 1 m sehingga dibutuhkan lahan seluas ± 450 m2.
Pengamatan sifat kualitatif meliputi: morfologi batang, daun, bunga, dan
buah. Pengamatan sifat kuantitatif meliputi: tinggi tanaman, panjang batang,
panjang tangkai daun, panjang daun, lebar daun, umur berbunga, umur panen,
panjang tangkai buah, panjang buah, diameter buah, jumlah buah per tanaman,
berat per buah, berat buah per tanaman, berat buah per petak, berat buah per
hektar, dan berat 1000 biji. Pengamatan sifat kualitatif dianalisa secara deskriptif
berdasarkan pada pedoman tabel Panduan Pengujian Individual (PPI) cabai dan
buku morfologi tumbuhan (Tjitrosoepomo, 1994). Data hasil pengamatan
kuantitatif dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) pada tingkat kepercayaan
95% menggunakan software SAS (Statistical Analysis System for Windows
9.1.3). Apabila dari hasil analisis ragam terdapat beda nyata, dilakukan uji lanjut
menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) dengan tingkat
kepercayaan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN


1. Keragaan Sifat Kualitatif
Kifat kualitatif dikendalikan oleh sedikit gen sehingga keragaan yang
muncul relatif stabil pada berbagai tempat dan waktu tumbuh. Sifat kualitatif yang
diamati meliputi sifat morfologi pada batang, daun, bunga, dan buah.
A. Morfologi Batang
Sifat kualitatif batang lima kultivar cabai dapat dilihat pada Tabel 3.1.
Kultivar Branang, Kusuma, dan Lembang-1 memiliki tipe pertumbuhan yang
tegak, sedangkan kultivar Cipanas dan Gantari tipe pertumbuhannya condong ke
atas. Tipe pertumbuhan dikatakan tegak apabila sudut antara batang dan cabang
amat kecil, sedangkan tipe pertumbuhan condong ke atas apabila cabang
dengan batang pokoknya membentuk sudut ± 45o (Tjitrosoepomo, 1994). Tipe
pertumbuhan akan mempengaruhi dalam penerimaan cahaya matahari. Semakin
tegak tipe pertumbuhannya maka makin sedikit cahaya yang diterima. Kultivar
cabai yang memiliki tipe pertumbuhan tegak, maka terjadinya naungan antar
Vegetalika 2(2), 2013 54

daun dapat berkurang. Dengan demikian kultivar ini cocok untuk dikembangkan
di tempat yang kelembaban udaranya tinggi sehingga kondisi ini kurang cocok
untuk pertumbuhan organisme pengganggu tumbuhan.
Tabel 3.1 Sifat kualitatif batang lima kultivar cabai
Tipe Warna Antosianin
Kultivar (2) Warna Batang
Pertumbuhan pada Buku(1)
Bawah coklat, atas hijau
Branang Tegak Sangat Kuat
lurik ungu
Condong ke Bawah coklat, atas hijau
Cipanas Kuat
atas lurik ungu dua garis
Condong ke Bawah coklat, atas hijau
Gantari Kuat
atas lurik ungu dua garis
Kusuma Tegak Sedang Bawah coklat, atas hijau
Bawah coklat, atas hijau
Lembang-1 Tegak Sangat Kuat
lurik ungu
(1)
Keterangan: = Tabel PPI cabai
(2)
= (Tjitrosoepomo, 1994)

Warna ungu pada buku dan batang cabai disebabkan oleh kandungan
antosianin yang terdapat di sepanjang batang dan di setiap buku batang
tanaman cabai (Bosland & Votava, 2000). Semakin tebal warna ungu pada
batang maka semakin banyak kandungan antosianin pada tanaman tersebut.
Menurut Komariah & Amalia (2007), antosianin dapat digunakan sebagai
indikator ketahanan terhadap penyakit antraknose. Semakin tinggi kadar
antosianin pada tanaman maka tanaman semakin tahan terhadap penyakit
antraknose. Batang pada kultivar Kusuma tidak terdapat antosianin, akan tetapi
antosianin pada kultivar Kusuma lebih banyak terdapat di tulang daun.
B. Morfologi Daun
Sifat kualitatif daun 5 kultivar cabai dapat dilihat pada Tabel 3.2. Daun
merupakan tempat terjadinya fotosintesis. Warna hijau pada daun berkaitan
dengan kandungan klorofil. Semakin hijau warna daunnya maka kandungan
klorofilnya semakin tinggi sehingga proses fotosintesis semakin efektif. Fotosintat
hasil fotosintesis kemudian digunakan untuk pertumbuhan vegetatif dan juga
ditranslokasikan ke buah untuk pembentukan dan pengisian buah. Bentuk daun
ditentukan dari perbandingan antara lebar daun, panjang daun, dan letak daun
terlebar. Cabai dikatakan memiliki daun bangun lanset dan memanjang apabila
letak daun terlebarnya berada di tengah-tengah dengan perbandingan antara
panjang dan lebar daunnya bangun lanset (3-5 : 1) dan memanjang (2,5-3 : 1).
Daun bulat telur apabila letak daun terlebarnya berada di bawah tengah-tengah.
Vegetalika 2(2), 2013 55

Tabel 3.2 Sifat kualitatif daun lima kultivar cabai


Warna
Kultivar Warna Tangkai Daun Bentuk Daun(2)
Daun(1)
Branang Hijau dengan warna ungu di ujung Hijau Bangun Lanset
Cipanas Ungu sepanjang tangkai Hijau Bulat Telur
Hijau
Gantari Hijau Memanjang
Gelap
Ungu sepanjang tangkai sampai Hijau lurik
Kusuma Memanjang
tulang daun ungu
Lembang-1 Hijau dengan warna ungu di ujung Hijau Bangun Lanset
Keterangan: (1) = Tabel PPI cabai
(2)
= (Tjitrosoepomo, 1994)
C. Morfologi Bunga
Sifat kualitatif bunga 5 kultivar cabai dapat dilihat pada Tabel 3.3. Bunga
merupakan alat perkembangbiakan pada tanaman. Morfologi bunga dapat
menentukan apakah tanaman tersebut menyerbuk sendiri atau menyerbuk
silang. Posisi tangkai bunga yang tegak dengan kepala putik yang lebih tinggi
dibandingkan kotak sari menyebabkan serbuk sari tidak dapat langsung jatuh di
kepala putik, sedangkan tangkai bunga yang semi tegak bunga akan menunduk
ke bawah sehingga peluang jatuhnya serbuk sari ke kepala putik lebih besar.
Semua kultivar memiliki posisi tangkai bungan semi tegak kecuali kultivar
Cipanas yang memiliki tangkai bunga yang tegak. Semua kultivar mempunyai
warna mahkota bunga putih kekuningan kecuali kultivar Kusuma yang memiliki
bunga berwarna putih.
Tabel 3.3 Sifat kualitatif bunga lima kultivar cabai
Jumlah
Posisi Warna Σ Helai
Bentuk Bunga
Kultivar Tangkai Mahkota Mahkota dan
Bunga(2) per
Bunga(1) Bunga Kotak Sari
Nodus(1)
Semi Putih
Branang Bintang 5 s/d 6 1 s/d 2
Tegak Kekuningan
Putih
Cipanas Tegak Bintang 5 s/d 7 1 s/d 3
Kekuningan
Semi Putih
Gantari Bintang 5 s/d 6 1 s/d 2
Tegak Kekuningan
Semi
Kusuma Putih Bintang 6 1 s/d 2
Tegak
Lembang- Semi Putih
Bintang 5 s/d 7 1 s/d 2
1 Tegak Kekuningan
Keterangan: (1) = Tabel PPI cabai
(2)
= (Tjitrosoepomo, 1994)
Vegetalika 2(2), 2013 56

D. Morfologi Buah
Informasi tentang morfologi buah sangat penting karena bagian tanaman
cabai yang dikonsumsi adalah buahnya. Morfologi buah sangat menentukan
kualitas cabai. Persamaan morfologi buah cabai yang diamati terdapat pada
warna buah sebelum matang yaitu hijau dan warna buah saat matang yaitu
merah dengan intensitas yang berbeda-beda. Kultivar Branang, Gantari, dan
Lembang-1 memiliki intensitas warna buah yang terang pada saat matang.
Ketebalan daging buah sangat menentukan kualitas buah. Kultivar Branang dan
Gantari memiliki daging buah yang tebal sehingga kurang diminati oleh
konsumen. Daging buah yang tebal memiliki kandungan air yang tinggi sehingga
mudah mengalami pembusukan.
Tabel 3.4 Sifat kualitatif buah lima kultivar cabai
Intensitas Warna Bentuk Bentuk Ketebalan
Kultivar Penampang Pangkal Daging
Sebelum Melintang(1) Buah(1) Buah(1)
Matang(1)
Matang(1)
Branang Gelap Terang Bersudut Tumpul Tebal
Cipanas Sedang Sedang Bersudut Tumpul Tipis
Gantari Terang Terang Elip Rompang Tebal
Kusuma Sedang Sedang Membulat Tumpul Tipis
Lembang-1 Sedang Terang Elip Tumpul Tipis
(1)
Keterangan: = Tabel PPI cabai
(2)
= (Tjitrosoepomo, 1994)

2. Analisis Sifat Kuantitatif


Sifat kuantitatif merupakan sifat yang dikendalikan oleh banyak gen
(poligenik) dengan pewarisan kompleks di mana kontribusi masing-masing gen
tersebut sangat kecil. Pada generasi F2-nya mempunyai sebaran frekuensi
bersifat kontinyu dan kelas fenotip yang membentuk sebaran normal (Bari et al.,
1974; Hilmayanti dkk., 2006). Menurut Allard (1966), sifat kuantitatif dapat
ditentukan secara teliti dengan pengukuran seperti panjang, waktu, berat, atau
proporsi.
A. Pengamatan Batang dan Daun
Hasil pengamatan batang dan daun dapat dilihat pada Tabel 3.5. Batang
terpanjang terdapat pada kultivar Branang (35,07 cm) walaupun tidak berbeda
nyata dengan panjang batang Cipanas, Kusuma, dan Lembang-1, sedangkan
batang terpendek dimiliki oleh kultivar Gantari (28,63 cm). Tinggi tanaman
tertinggi dimiliki oleh kultivar Lembang-1 (90,37 cm) walaupun tidak berbeda
Vegetalika 2(2), 2013 57

secara nyata dengan tinggi tanaman Branang, Cipanas, dan Kusuma,


sedangkan tinggi tanaman terendah dimiliki oleh kultivar Gantari (75,87 cm).
Diameter batang terbesar dimiliki oleh kultivar Gantari (1,25 cm) dan
diikuti Branang (1,21 cm). Hal ini terjadi karena jenis cabai Branang dan Gantari
merupakan cabai besar sehingga mempunyai diameter batang yang lebih besar
dibandingkan 3 kultivar yang lain untuk menopang buah yang berukuran besar-
besar. Tangkai daun terpanjang dimiliki oleh kultivar Gantari (5,13 cm),
sedangkan tangkai daun terpendek dimiliki oleh kultivar Cipanas (3,47 cm)
walaupun tidak berbeda nyata dengan tangkai daun kultivar Branang, Kusuma,
dan Lembang-1. Hasil uji lanjut terhadap parameter panjang daun menunjukkan
bahwa daun terpanjang dimiliki oleh kultivar Branang (13,17 cm) dan daun
terpendek dimiliki oleh kultivar Cipanas (11,15 cm), sedangkan daun Gantari,
Kusuma, dan Lembang-1 panjangnya tidak berbeda nyata. Kultivar Branang
memiliki daun yang paling lebar (4,39 cm) dibandingkan daun pada kultivar yang
lainnya. Kultivar Lembang-1 memiliki lebar daun terpendek yaitu 3,73 cm.
Tabel 3.5 Rerata panjang batang, tinggi tanaman, dan diameter lima kultivar
cabai
DB PTD PD (cm) LD (cm)
Perlakuan PB (cm) TT (cm)
(cm) (cm)
Branang 35,07 a 86,60 a 1,21 a 4,07 b 13,17 a 4,39 a
Cipanas 34,08 a 86,23 a 1,03 b 3,47 b 11,15 c 3,99 bc
Gantari 28,63 b 75,87 b 1,25 a 5,13 a 12,18 b 4,17 ab
Kusuma 34,93 a 84,27 a 1,03 b 4,11 b 12,30 b 4,29 ab
Lembang-1 33,60 a 90,37 a 1,09 b 3,75 b 12,08 b 3,73 c
CV (%) 7,36 10,15 8,66 21,08 6,78 11,71
Keterangan : - Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan DMRT pada tingkat signifikansi 95%
- PB = Panjang Batang, TT = Tinggi Tanaman, DB = Diameter Batang, PTD =
Panjang Tangkai Daun, PD=Panjang Daun, LD=Luas Daun

B. Pengamatan bunga dan buah


Umur berbunga, umur panen, panjang tangkai buah, panjang buah, dan
diameter buah 5 kultivar cabai dapat dilihat pada Tabel 3.6. Kultivar Lembang-1
berbunga lebih awal (35,67 hst) diikuti oleh kultivar Gantari (36,00 hst),
sedangkan kultivar Kusuma umur berbunganya paling lambat (40,00 hst). Umur
panen paling genjah dimiliki oleh kultivar Gantari (85,00 hst) dan Branang (88,00
hst). Umur panen ditentukan pada saat 50 % buah sudah berubah warna dari
hijau menjadi merah. Menurut Lakitan (1996), selama proses pematangan buah
Vegetalika 2(2), 2013 58

terjadi transformasi karbohidrat. Selain itu, juga terjadi transformasi kloroplas


menjadi khromoplas yang nyata akan karoten, akumulasi pigmen antosianin, dan
akumulasi senyawa yang mempengaruhi cita rasa buah.
Tangkai buah terpanjang dimiliki oleh kultivar Lembang-1 berbunga lebih
awal (35,67 hst) diikuti oleh kultivar Gantari (36,00 hst), sedangkan tangkai buah
terpendek dimiliki oleh kultivar Gantari (3,59 cm). Buah terpanjang dimiliki oleh
kultivar Cipanas (12,25 cm) dan diikuti Gantari (12,18 cm). Buah terpendek
dimiliki oleh kultivar Lembang-1 (9,81 cm). Diameter buah terbesar dimiliki oleh
kultivar Gantari (1,35 cm) dan diameter buah terkecil dimiliki oleh kultivar
Cipanas (0,79 cm) walaupun tidak berbeda nyata dengan diameter buah kultivar
Lembang-1 (0,81 cm). Diameter dan panjang buah penting untuk diamati karena
merupakan parameter penentu kualitas cabai untuk dapat diterima oleh
konsumen (Ameriana, 2000).
Tabel 3.6 Rerata umur berbunga, umur panen, panjang tangkai buah,
panjang buah, dan diameter buah lima kultivar cabai
Perlakuan UB (hst) UP (hst) PTB (cm) PB (cm) DB (cm)
Branang 38,00 b 88,00 b 5,66 a 11,24 b 1,17 b
Cipanas 39,67 a 94,00 a 4,49 b 12,25 a 0,79 d
Gantari 36,00 c 85,00 b 3,59 d 12,18 a 1,35 a
Kusuma 40,00 a 94,00 a 4,07 c 11,25 b 0,93 c
Lembang-1 35,67 c 94,00 a 5,53 a 9,81 c 0,81 d
CV (%) 7,42 5,96 11,05 8,97 7,95
Keterangan : - Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan DMRT pada tingkat signifikansi 95%
- UB = Umur Berbunga, UP = Umur Panen, PTB = Panjang Tangkai Buah, PB =
Panjang Buah, DB = Diameter Buah

C. Pengamatan Hasil
Hasil dan komponen hasil 5 kultivar cabai dapat dilihat pada Tabel 3.7.
Jumlah buah per tanaman paling banyak terdapat pada kultivar Lembang-1
(53,80 buah) walaupun tidak berbeda nyata dengan jumlah buah per tanaman
pada kultivar Cipanas dan Kusuma. Kultivar Gantari memiliki jumlah buah per
tanaman paling sedikit yaitu sebanyak 35,73 buah.
Buah terberat terdapat pada kultivar Gantari (7,49 g) diikuti Branang (5,75
g), sedangkan berat per buah terendah dimiliki kultivar Cipanas, Kusuma, dan
Lembang-1. Hal ini terjadi karena kultivar Branang dan Gantari termasuk jenis
cabai keriting besar, sehingga berat per buahnya lebih tinggi dibandingkan berat
per buah pada kultivar Cipanas, Kusuma, dan Lembang-1. Buah cabai yang
memiliki buah per tanaman terberat adalah buah cabai kultivar Branang (256,33
Vegetalika 2(2), 2013 59

g) dan Gantari (248,75 g), sedangkan kultivar yang memiliki berat buah per
tanaman terendah adalah kultivar Cipanas (185,77 g) yang tidak berbeda nyata
dengan kultivar Lembang-1 (197,33 g). Hal ini terjadi karena buah cabai kultivar
Branang dan Gantari ukurannya besar-besar dibandingkan 3 kultivar lainnya.
Berat buah per hektar merupakan berat buah yang telah dikonversi dari
berat buah per petak. Berat buah per hektar tertinggi dimiliki kultivar Branang
(6,33 ton/ha) walaupun tidak berbeda secara nyata dengan empat kultivar yang
lain. Produktivitas semua kultivar yang diteliti masih tergolong rendah karena
belum dapat mencapai 7,5 ton/ha (Hartuti & Asgar, 1994). Penelitian cabai yang
dilakukan Iriani dkk. (2000) di dataran medium kabupaten Boyolali, kultivar
Cipanas produksinya mencapai 7,79 ton/ha. Sobir dkk. (1994) melaporkan
bahwa kultivar Cipanas yang ditanam pada ketinggian 650 m dpl mempunyai
jumlah buah panen 14 buah dan bobot buahnya 69,41 g.
Tabel 3.7 Rerata jumlah buah per tanaman, berat per buah, berat buah per
tanaman, berat buah per petak, berat buah per hektar, dan berat
1000 biji lima kultivar cabai
BBP Berat
BBH
Perlakuan JBT (buah) BPB (g) BBT (g) (kg/9 1000 biji
(ton/ha)
m2) (g)
Branang 44,47 ab 5,75 b 256,33 a 5,70 a 6,33 a 7,04 a
Cipanas 51,67 a 3,60 c 185,77 b 3,60 a 4,00 a 4,83 d
Gantari 35,73 b 7,49 a 248,75 a 5,65 a 6,28 a 6,12 b
Kusuma 48,87 a 4,40 c 218,51 ab 5,02 a 5,58 a 4,83 d
Lembang-1 53,80 a 3,65 c 197,33 b 4,47 a 4,97 a 5,53 c
CV (%) 25,96 13,00 28,75 35,17 35,16 3,85
Keterangan : - Angka pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata berdasarkan DMRT pada tingkat signifikansi 95%
- JBT = Jumlah Buah Per Tanaman, BPB = Berat Per Buah, BBT = Berat Buah Per
Tanaman, BBP = Berat Buah Per Petak, dan BBH = Berat Buah Per Hektar.

Hasil cabai yang rendah diduga disebabkan oleh kondisi kualitas lahan
yang mempunyai jenis tanah Latosol. Menurut Rosliani (1997), tanah Latosol
bersifat masam dengan pH 5,3, kandungan N dan P tersedia dikategorikan
rendah sedangkan kandungan K-nya termasuk sedang. Unsur P dan K
merupakan unsur hara yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan generatif
terutama dalam proses pembungaan dan pengisian buah.
Berat 1000 biji tertinggi terdapat pada kultivar Branang (7,04 g),
sedangkan terendah pada kultivar Cipanas (4,83 g) dan Kusuma (4,83 g).
Parameter berat 1000 biji diperlukan dalam menentukan kebutuhan benih per
Vegetalika 2(2), 2013 60

hektar. Semakin berat bijinya maka semakin banyak kebutuhan benihnya per
hektar. Menurut Suwandi dkk. (2009), untuk luas 1000 m2 membutuhkan 20 g
atau 200 g/ha.

D. Heritabilitas dan Variabilitas Genetik


Besarnya keragaman genetik pada suatu tanaman dapat diukur
menggunakan parameter genetik. Adapun parameter genetik yang dapat
digunakan untuk memperoleh informasi genetik tersebut adalah heritabilitas dan
variabilitas genetik (Bari et al., 1974). Nilai duga heritabilitas menunjukkan sejauh
mana sifat tersebut dapat diturunkan kepada keturunan selanjutnya (Lestari dkk.,
2006). Whirter cit. Knight (1979), menggolongkan nilai heritabilitas (h2) menjadi
tiga, yaitu rendah (h2<0,2), sedang (0,2<h2<0,5), dan tinggi (h2>0,5). Besarnya
nilai heritabilitas dan koefisien variasi genetik dapat dilihat pada Tabel 3.8.
Parameter yang memiliki nilai heritabilitas yang tinggi adalah panjang
batang, diameter batang, diameter buah, dan panjang tangkai buah. Hal ini
berarti sifat-sifat tersebut cocok dijadikan parameter seleksi. Sifat tanaman yang
memiliki nilai heritabilitas tinggi efektif digunakan sebagai kriteria seleksi karena
lebih ditentukan oleh gen-gen yang bersifat stabil pada semua kondisi
lingkungan.
Semua parameter yang diamati memiliki nilai KVG yang rendah (< 25%).
Sifat dengan kriteria KVG rendah dan agak rendah digolongkan sebagai sifat
yang bervariasi genetik sempit sedangkan KVG tinggi digolongkan sebagai sifat
yang bervariasi genetik luas (Murdaningsih dkk., 1988 cit. Ganefianti & Wiyanti,
1997).
Vegetalika 2(2), 2013 61

Tabel 3.8 Nilai ragam genotipe (σ2g), ragam lingkungan (σ2E), ragam fenotipe
(σ2p), heritabilitas (h2), dan koefisien variasi geneti (KVG) masing-
masing sifat yang diamati
Rerata h2 KVG
No Parameter σ2g σ2p Kriteria Kriteria
Populasi (%) (%)
1 PBD 6,66 12,66 33,26 52,64 Tinggi 7,76 Rendah
2 TT 24,14 98,05 84,67 24,62 Sedang 5,80 Rendah
3 DB 0,01 0,02 1,12 50,91 Tinggi 8,62 Rendah
4 PD 0,47 1,15 12,18 40,71 Sedang 5,62 Rendah
5 PDT 1,13 2,72 16,29 41,47 Sedang 6,52 Rendah
6 LD 0,05 0,29 4,11 18,69 Rendah 5,61 Rendah
7 PTD 0,35 1,10 4,11 31,52 Sedang 14,30 Rendah
8 UB 3,72 8,37 37,87 44,47 Sedang 5,10 Rendah
9 UP 16,85 34,14 91,00 49,35 Sedang 4,51 Rendah
10 PBH 0,91 1,94 11,35 46,65 Sedang 8,39 Rendah
11 PBT 0,50 1,64 16,01 30,19 Sedang 4,40 Rendah
12 DBH 0,06 0,06 1,01 90,64 Tinggi 23,86 Rendah
13 PTB 0,80 1,07 4,67 75,15 Tinggi 19,21 Rendah
14 JBT 41,32 189,55 46,91 21,80 Sedang 13,70 Rendah
15 BPB 2,59 3,01 4,98 86,05 Tinggi 32,33 Sedang
16 BBT 686,36 4736,26 221,34 14,49 Rendah 11,84 Rendah
17 BB P 0,21 3,16 4,89 6,65 Rendah 9,41 Rendah
18 BBH 0,49 3,37 5,90 14,54 Rendah 11,83 Rendah
19 BSB 0,86 0,91 5,67 94,51 Tinggi 16,40 Rendah
Keterangan : PBD = Panjang Batang Dikotom, TT = Tinggi Tanaman, DB = Diameter Batang, PD=
Panjang Daun, PDT = Panjang Daun Total, LD = Lebar Daun, PTD = Panjang Tangkai
Daun, UB = Umur Berbunga, UP = Umur Panen, PBH = Panjang Buah, PBT = Panjang
Buah Total, DBH = Diameter Buah, PTB = Panjang Tangkai Buah, JBT = Jumlah Buah
Per Tanaman, BPB = Berat Per Buah, BBT = Berat Buah Per Tanaman BBP = Berat
Buah Per Petak, BBH = Berat Buah Per Hektar, dan BSB = Berat 1000 biji

KESIMPULAN
Keragaan sifat kualitatif lima kultivar cabai dataran tinggi yang ditanam di
dataran medium adalah adanya pigmen ungu (antosianin) pada batang dan
pigmen kuning (karotenoid) pada mahkota bunga. Sifat kuantitatif lima kultivar
cabai dataran tinggi akan tumbuh lebih tinggi, diameter batang lebih kecil, ukuran
daun lebih panjang, berumur genjah, berat 1000 biji lebih berat, jumlah buah per
tanaman lebih sedikit, dan berat buah per hektar lebih rendah ketika ditanam di
dataran medium. Dari penelitian ini, tipe pertumbuhan, panjang batang dikotom,
diameter batang, diameter buah, panjang tangkai buah, berat per buah, dan
berat 1000 biji dapat digunakan sebagai parameter seleksi. Dari lima kultivar
cabai yang diuji, kultivar Kusuma dan Lembang-1 berpotensi untuk
dikembangkan di dataran medium karena banyak disukai oleh konsumen dan
produksinya cukup baik.
Vegetalika 2(2), 2013 62

UCAPAN TERIMA KASIH


Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ir. Toekidjo, M.P. dan Ir.
Setyastuti Purwanti, S.U. selaku pembimbing dan BP2TPH Ngipiksari Yogyakarta
yang telah membiayai penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Ameriana, M. 2000. Penilaian konsumen rumah tangga terhadap kualitas cabai.
Jurnal Hortikultura 10: 61-69.
Anonim. 2011. Konsumsi Rata-rata per Kapita Setahun Beberapa Bahan
Makanan di Indonesia, 2007-2011.
<http://www.deptan.go.id/indikator/tabe-15b-konsumsi-rata.pdf>. Diakses
tanggal 3 Maret 2013.
Bari, A., S. Musa, dan E. Sjamsudin. 1974. Pengantar Pemuliaan Tanaman. Biro
Penataran Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Bosland, P.W. and Votava E.J. 2000. Peppers: Vegetable and Spice Capsicum.
Cabi Publishing, New York.
Djaenudin, D, Y. Sulaeman, dan A. Abdurachman. 2002. Pendekatan
pewilayahan komoditas pertanian menurut pedo-agroklimat di kawasan
Timur Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 21: 1-10.
Ganefianti, D.W. dan E. Wiyanti. 1997. Variabilitas genetik dan heritabilitas sifat
penting tanaman cabai (Capsicum annuum L.). Akta Agrosia 1: 5-8.
Hartuti, N. dan A. Asgar. 1994. Kualitas bahan baku dan hasil olahan cabai di
tingkat industri komersial dan rumah tangga di Bandung. Bulletin
Penelitian Hortikultura 26: 142-149.
Iriani, E., Ekaningtyas, dan Agus H. 2000. Uji daya hasil cabai merah di dataran
medium kabupaten Boyolali. Hasil Penelitian Pertanian Indonesia 22: 15-
22.
Knight, R. 1979. A Course Mannual in Plant Breeding. Australian Vice.
Chencellars Committee, Australian.
Komariah, A. dan L. Amalia. 2007. Heritabilitas dan kemajuan genetik kadar
antosianin, kadar air, tebal kulit buah, kadar lignin kulit buah, dan
ketahanan tanaman cabai merah terhadap penyakit antraknos. Laporan
Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Winaya Mukti, Tanjungsari-
Sumedang. <e-journal.winayamukti.ac.id.>. Diakses tanggal 11 Januari
2013.
Kusumainderawati, E.P., E. Retnaningtyas, Sarwono, E. Sugiartini, dan Sunaryo.
2001. Uji adaptasi galur harapan calon varietas unggul cabai merah.
Prosiding Seminar Hasil Penelitian/Pengkajian, BPTP Jawa Timur.
Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman.
RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Lestari, A.D., Winny D.W., Warid A.Q., Mulyadi R., Neni R., dan R.
Setiamihardja. 2006. Variabilitas genetik dan heritabilitas karakter
komponen hasil dan hasil lima belas genotip cabai merah. Zuriat 17: 94-
102.
Vegetalika 2(2), 2013 63

Maflahah, I. 2010. Studi kelayakan industri cabe bubuk di kabupaten Cianjur.


Jurnal Embryo 7: 90-96.
Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius,
Yogyakarta.
Rahmi, A., R. Hariani, dan H. Bakrie. 2002. Respon cabai keriting (Capsicum
annuum L.) terhadap pemberian mulsa (alang-alang atau eceng gondok)
dan pupuk daun starvit. Habitat 13: 12-18.
Rosliani, R. 1997. Pengaruh pemupukan dengan pupuk majemuk makro
berbentuk tablet terhadap pertumbuhan dan hasil cabai merah. Jurnal
Hortikultura 7: 773-780.
Sobir, A. Makmur, P. Setyaningsih. 1994. Evaluasi 7 galur lokal dan 8 galur
introduksi tanaman cabai (Capsicum annuum). Prisiding Simposium
Hortikultura Nasional, Bogor.
Suwandi, N., Y. Rahajeng, R. Hendrata, Purwantiningsih, D.A.A. Pertiwi,
Blandina A.U., Udiarto, S. Suhartati, Z. Abidin, Y. Farikha, Nurwidodo
S.P., Devi R.A., dan N. Khasanah. 2009. Standard Operating Procedure
(SOP): Budidaya Cabai Merah Kulonprogo. Dinas Pertanian Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tjitrosoepomo, G. 1994. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.

You might also like