130-558-2-PB Anniza Faradhana PDF
130-558-2-PB Anniza Faradhana PDF
130-558-2-PB Anniza Faradhana PDF
ABSTRACT
Community Plantation Forests (CPF) have a very important role in increasing the
income for people around the forest. This study aims to see the role of community
plantations is in increasing the farmer’s income using Agrosilvopastura cropping pattern.
Data collection used observation techniques, interviews, and literature studies. The
sampling method used proportional simple random with the number of respondents as many
as 90 farmers. Data analysis used income analysis. The results showed that the role of HTR
was very influential for the income of farmers 66,25%, compared non CPT (33,75%) with an
income value of Rp 2,258,050,000/KK/year or Rp 8,755,863/KK/month using the
agrosilvopastura cropping pattern, which was a combination of various agricultural crops
(64,20%), forestry (1,36%), and farm (0,69%). Training for farmers and forestry extension
workers needs to be carried out to support activities to be more effective and extension
workers need to take a more intensive approach to farmers so they can provide solutions
and alternative solutions to problems in management.
.
Keywords: Community Plantation Forest; Forest Management Unit; Social Forestry;
Agrosilvopastura.
ABSTRAK
Hutan Tanaman Rakyat (HTR) memberikan peluang bagi masyarakat di dalam atau
sekitar hutan untuk meningkatkan pendapatan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran
hutan tanaman rakyat dalam meningkatkan pendapatan petani dengan pola tanam
agrosilvopastura. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara, dan studi
literatur. Pengambilan sampel menggunakan proportional simple random dengan jumlah
responden sebanyak 90 petani. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis pendapatannya
yang berasal dari HTR dan non HTR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran HTR
sangat berpengaruh terhadap pendapatan petani sebesar 66,25% dibandingkan non HTR
(33,75%) dengan nilai pendapatan Rp 2.258.050.000/KK/tahun atau Rp
8.755.863/KK/bulan. Pola tanam mengunakan sistem agrosilvopastura yaitu kombinasi
antara jenis tanaman pertanian (64,20%), kehutanan (1,36%), dan petenakan (0,69%).
Pelatihan untuk petani dan penyuluh kehutanan perlu dilakukan untuk menunjang kegiatan
agar lebih efektif; selain itu penyuluh perlu melakukan pendekatan lebih intensif kepada
petani sehingga dapat memberikan solusi dan alternatif-alternatif pemecahan masalah
dalam pengelolaannya.
Kata kunci: Hutan Tanaman Rakyat; Kesatuan Pengelolaan Hutan; Perhutanan Sosial;
Agrosilvopastura.
104
Jurnal Belantara Vol. 2, No. 2, Agustus 2019 (104-111)
PENDAHULUAN
Hutan memiliki peran penting dalam memberikan manfaat jasa lingkungan dan
memberikan manfaat berupa kayu yang memiliki nilai ekonomis tinggi (Agustini et al., 2017).
Jumlah penduduk yang semakin meningkat dapat mengakibatkan tingginya permintaan
produk hasil hutan sehingga industri-industri perkayuan membutuhkan bahan baku
tambahan untuk memenuhi permintaan konsumen. Hutan tanaman perlu dikembangkan
sebagai penghasil tambahan bahan baku kayu untuk kebutuhan industri. Herwanti (2015)
menyatakan bahwa tanaman kayu di hutan produksi diharapkan mampu memberikan
kontribusi untuk memenuhi kebutuhan bahan baku dalam industri perkayuan.
Tingginya permintaan kayu menyebabkan masyarakat membuka lahan hutan
sehingga alih fungsi lahan hutan mengalami peningkatan (Alam, 2007). Menurut Ilham et al.
(2016) salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia untuk menjawab
permasalahan kehutanan adalah dengan memperbaiki tata kelola sumber daya hutan.
Skema pengelolaan hutan berbasis masyarakat diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/-KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan
Sosial salah satunya adalah Hutan Tanaman Rakyat (HTR). HTR adalah hutan tanaman
pada hutan produksi yang dibangun oleh masyarakat atau kelompok untuk meningkatkan
kualitas dan potensi hutan produksi dengan menerapkan sistem silvikultur sehingga
menjamin kelestarian sumber daya serta memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk
berusaha di bidang hutan tanaman (Herawati et al., 2010). Menurut Kaskoyo et al. (2014);
Mulyana et al. (2017); Santoso et al. (2017); Saipurrozi et al. (2018) pelibatan masyarakat
dalam pengelolaan hutan negara dapat meminimalkan konflik penggunaan lahan hutan.
Upaya pemerintah meminimalkan kerusakan hutan di Provinsi Lampung dilakukan
dengan cara pemberian Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Rakyat
(IUPHHK-HTR). Salah satu lokasi HTR terdapat di KPH Unit XIV Gedong Wani Register 40
Lampung Selatan. IUPHHK-HTR diberikan pada tahun 2017 dengan luas 30.243 ha dan
tersebar di lima desa yaitu Desa Budi Lestari, Desa Sri Katon, Desa Jati Indah, Desa Sinar
Ogan, dan Desa Jati Baru (Novayanti et al., 2018). Jenis tanaman yang diusahakan di
lahan HTR adalah kombinasi jenis tanaman kehutanan dan tanaman pertanian. Beberapa
penelitian menunjukkan bagaimana peran hutan tanaman rakyat terhadap peningkatan
pendapatan petani (Sarjono et al., 2017; Miranda et al., 2015). Oleh karena itu penelitian ini
penting untuk dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui peran HTR dalam meningkatkan
pendapatan di KPH XIV Gedong Wani khususnya dengan pola tanam agrosilvopastura.
METODE
Penelitian dilaksanakan di Desa Budi Lestari dan Desa Sri Katon (Gambar 1) pada
bulan Agustus - September 2018. Lokasi ini dipilih karena HTR di KPH Unit XIV Gedong
Wani merupakan HTR percontohan di Provinsi Lampung dan kelompok tani hutan yang ada
di kedua desa tersebut adalah kelompok tani tertua dibandingkan desa lainnya, serta aktif
dalam mengikuti kegiatan. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 843 petani yang tersebar
di Desa Budi Lestari 410 petani dan Desa Sri Katon 433. Jumlah responden sebanyak 90
petani yang dihitung menggunakan Rumus Slovin (Arikunto, 2011). Metode pengambilan
sampel dilakukan secara proportional simple random dengan mempertimbangkan kategori
dalam populasi penelitian. Hal ini karena Desa Budi Lestari dan Sri Katon memiliki jumlah
sub populasi yang tidak sama, sehingga didapatkan 44 responden di Desa Budi Lestari dan
46 responden di Desa Sri Katon.
105
Jurnal Belantara Vol. 2, No. 2, Agustus 2019 (104-111)
Alat yang digunakan adalah alat tulis, daftar pertanyaan (kuisioner), kamera digital,
dan laptop. Jenis data yang dikumpulkan data primer dan data skunder. Data primer
meliputi nama petani, jumlah tenaga kerja, luas lahan, tingkat pendidikan, umur, jumlah
tanggungan keluarga, jenis kelamin, dan jenis tanaman. Data sekunder meliputi data jumlah
penduduk, data luas lahan, data pekerjaan, dan studi literatur. Analisis data menggunakan
rumus pendapatan (Soekartawi, 1995):
Pd = TR – TC
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) XIV Gedong Wani terletak di dua Kabupaten
yaitu Kabupaten Lampung Selatan dan Kabupaten Lampung Timur. IUPHHK-HTR diberikan
pada tahun 2017 dengan ketetapan luas wilayah sebesar 30.243 ha. Penggunaan lahan
meliputi pemukiman (7,6%), pabrik (0,28%), perkebunan (0,91%), pertanian lahan kering
(70,6%), lahan terbuka (6,79%), belukar (1,02%), dan kebun campuran (12,8%) (KPHP
Gedong Wani, 2015).
HTR merupakan program pembangunan yang strategis dalam upaya peningkatan
produksi kayu sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan
hutan melalui adanya pembentukan kelompok tani hutan. Kelompok tani hutan di Desa Budi
Lestari bernama Wana Lestari dan di Desa Srikaton bernama Jaya Abadi. Pembentukan
kelompok tani hutan mampu mempermudah petani untuk mendapatkan informasi terkait
HTR serta bantuan berupa bibit dan pupuk dari pemerintah daerah.
106
Jurnal Belantara Vol. 2, No. 2, Agustus 2019 (104-111)
Pola tanam yang digunakan petani dalam mengelola lahan HTR adalah sistem
agrosilvopastura yaitu kombinasi antara jenis tanaman pertanian, kehutanan, dan
peternakan. Jenis tanaman pertanian terdiri dari padi, jagung, dan singkong sedangkan jenis
tanaman kehutanan meliputi karet, sengon, akasia, dan mahoni serta jenis hewan yang
diternak oleh petani adalah sapi dan kambing.
107
Jurnal Belantara Vol. 2, No. 2, Agustus 2019 (104-111)
petani jika petani mengantarkan hasil panen ke pengepul maka petani akan mengeluarkan
biaya tambahan untuk transportasi. Kholifah et al. (2017) menyatakan bahwa petani tidak
ingin repot dan mengeluarkan biaya lagi untuk menghantarkan hasil panen ke pengepul.
Ternak yang dimiliki petani hanya dua jenis yaitu kambing dan sapi, rata-rata petani
memiliki 3 ekor kambing dan 1 ekor sapi. Pakan ternak yang biasanya diberikan petani
merupakan rumput yang berasal dari lahan HTR. Petani HTR tidak memiliki jumlah ternak
yang terlalu banyak karena menurut petani jika jumlah ternak terlalu banyak petani takut
kesusahan dalam mengurusnya dan memberi makan. Pendapatan dari peternakan terbilang
kecil karena petani menjual hasil ternak hanya pada musim- musim tertentu seperti hari raya
besar. Hasil penelitian ini sejalan dengan Persetyo et al. (2016) pendapatan dari
peternakan hanya menjadi sumber pendapatan pendamping.
Luas lahan garapan petani rata-rata 1,5 ha dengan kisaran 0,5-4 ha. Semakin luas
lahan garapan petani semakin besar pula pendapatan petani. Penelitian Susanti & Rauf
(2013) menunjukkan luas lahan garapan petani mempengaruhi pendapatan. Susilowati dan
Maulana (2012) menambahkan bahwa luas lahan 0,5-1 ha sudah mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan petani..
Petani menggunakan tenaga kerja pada saat musim tanam dan musim panen
berlangsung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata tenaga kerja yang digunakan
oleh petani adalah satu hingga dua orang dan tidak semua petani menggunakan tenaga
kerja. Petani yang menggunakan tenaga kerja dipengaruhi oleh kepemilikan luas lahan
yang besar, sehingga dengan adanya tenaga kerja tambahan maka proses penanaman dan
pemanenan tidak memerlukan waktu yang lama. Hasil penelitian memiliki kesamaan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Mariani et al. (2011) bahwa jumlah tenaga kerja
berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani.
Pendapatan non HTR merupakan pendapatan yang didapatkan di luar kegiatan
pertanian 33,75 % (Gambar 2). Jenis pekerjaan buruh pabrik memberikan sumbangan
sebesar Rp 18.240.000/KK/tahun, sedangkan buruh bangunan Rp 3.171.429/KK/tahun.
Alasan petani bekerja sebagai buruh pabrik dan buruh bangunan yaitu untuk memberikan
tambahan pendapatan serta jarak tempuh pabrik tidak jauh dengan rumah petani. Usaha
warung di kedua desa ini sebanyak tujuh warung yang memberikan pendapatan sebesar
Rp 11.007.143/KK/tahun. Pendapatan dari pekerjaan tukang ojek adalah sebesar Rp
1.800.000/KK/tahun. Pekerjaan ojek di kedua desa ini sebagai ojek antar jemput anak
sekolah, karena jarak tempuh rumah ke sekolah relatif jauh. Pendapatan dari pekerjaan
sebagai aparat desa sebesar Rp 14.400.000/KK/tahun sedangkan pendapatan dari
pekerjaan buruh tani adalah Rp 240.000/KK/tahun. Pekerjaan sebagai buruh tani
merupakan pekerjaan yang tersedia pada saat musim tanam dan musim panen
berlangsung.
33,75%
108
Jurnal Belantara Vol. 2, No. 2, Agustus 2019 (104-111)
0,69% 1,36%
Tanaman Kehutanan
Tanaman Pertanian
64,20%
Peternakan
Peran hutan tanaman rakyat dengan pola tanam agrosilvopastura sangat besar
dalam meningkatkan pendapatan. Hasil pendapatan petani di lahan HTR lebih besar
(66,25%) dibandingkan non HTR (33,75%). Nilai total Rp 2.258.050.000/KK/tahun atau
sebesar Rp 8.755.863/kk/bulan. Jenis tanaman kayu di lahan HTR menunjukan persentase
yang sangat kecil (1,36%) dibandingkan dengan tanaman pertanian yaitu sebesar (64,20%)
dari pendapatan total HTR. Pendampingan dan sosialisasi perlu dilakukan secara intensif
oleh penyuluh kehutanan kepada petani tentang fungsi utama HTR dan dapat memberikan
solusi alternatif-alternatif pemecahan masalah dalam pengelolaannya.
109
Jurnal Belantara Vol. 2, No. 2, Agustus 2019 (104-111)
DAFTAR PUSTAKA
Agustini, S., Dharmawan, A.H. & Putri, E. I.K. (2017). Kontribusi hutan nagari pada struktur
nafkah dan ekonomi pedesaan: Studi kasus di Padang Pariaman. Sodality, 5(2), 138-
147.
Alam, S. (2007). Hubungan kondisi sosial ekonomi masyarakat dengan konversi hutan
rakyat menjadi areal perladangan berpindah (Studi kasus petani hutan kemiri rakyat
Kabupaten Maros). Jurnal Hutan dan Masyarakat, 2(3), 280-290.
Arikunto, S. (2011). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Asnawi, R. (2013). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi sawah inbriding
dan hibrida di Provinsi Lampung. SEPA, 10(1),11-18.
Erwin., Bintoro, A. & Rusita. (2017). Keragaman vegetasi di Blok Pemanfaatan Hutan
Pendidikan Konservasi Terpadu (HPKT) Tahura Wan Abdul Rachman, Provinsi
Lampung. Jurnal Sylva Lestari, 5(3), 1-11. doi: 10.23960/jsl351-11.
Febryano, I.G., Suharjito, D. & Soedomo, S. (2009). Pengambilan keputusan pemilihan jenis
tanaman dan pola tanam di lahan hutan negara dan lahan milik: Studi kasus di Desa
Sungai Langka, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Provinsi
Lampung. Forum Pascasarjana, 32(2), 129-141.
Hadi, S. & Rifai, A. (2014). Analisis kemampuan membayar pinjaman oleh petani pada eks
proyek UPP Perkebunan Tree Crops Smallholder Delevopment Project (TCSDP).
Jurnal of Agricultural Economics, 5(1), 35-51.
Herawati, T., Widjayanto, N., Suharudin & Eriyanto. (2010). Analisis responden pemangku
kepentingan di daerah terhadap kebijakan hutan tanaman rakyat. Jurnal Analisis
Kebijakan Kehutanan, 7(1), 13-25.
Herwanti, S. (2015). Potensi kayu rakyat pada kebun campuran di Desa Pesawaran Indah
Kabupaten Pesawaran. Jurnal Sylva Lestari, 3(1), 113-120. doi: 10.23960/jsl13113-
120.
Ilham, P. Q., Purnomo, H. & Nugroho, T. (2016). Analisis pemangku kepentingan dan
jaringan sosial menuju pengelolaan multipihak di Kabupaten Solok, Sumatra Barat.
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 21(2), 144-149. doi: 10.18343/jipi.21.2.114.
Kaskoyo, H., Mohammed, A. & Inoue, M. (2014). Present state of community forestry (Hutan
Kemasyarakatan /HKM) program in a protection forest and its challenges: Case study
in Lampung Province, Indonesia. Journal of Forest Science, 30(1), 15-29.
Kholifah, U. N., Wulandari, C., Santoso, T. & Kaskoyo, H. (2017). Kontribusi agroforestri
terhadap pendapatan petani di Kelurahan Sumber Agung Kecamatan Kemiling Kota
Bandar Lampung. Jurnal Sylva Lestari, 5(2), 39-47. doi: 10.23960/jsl3539-47.
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi Gedong Wani. (2015). Rencana Pengelolaan Hutan
Jangka Panjang. Bandar Lampung: KPHP Gedong Wani.
Mariani., Maryam, S. & Husinsyah. (2011). Pengaruh metode System of Rice Intensification
(SRI) terhadap pendapatan dan efisiensi usaha tani (Oryza sativa) di Desa Karang
Tunggal Kecamatan Tanggorang Seberang Kabupaten Kutai Lartanegara. Jurnal
Agribisnis, 8(2), 17-23.
Miranda, A., Lumangkun, A. & Husnani, A. (2015). Analisa pendapatan petani karet dari
hutan tanaman rakyat di Trans SP 1 Desa Pangmilang Kecamatan Singkawang
Selatan Kota Singkawang Kalimantan Barat. Jurnal Hutan Lestari, 3(4), 517-525.
Mulyana, L., Febryano, I.G., Safe’i, R. & Banuwa, I. R. (2017). Performa penelolaan
agroforestri di wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Rajabasa. Jurnal Hutan
Tropis, 5(2), 127-133.
Novayanti, D., Banuwa, I. S., Safe’i, R., Wulandari, C. & Febryano, I. G. (2018). Analisis
faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat dalam pembangunan hutan
110
Jurnal Belantara Vol. 2, No. 2, Agustus 2019 (104-111)
tanaman rakyat pada KPH Gedong Wani. Jurnal Hutan dan Masyarakat, 9(2), 61-74.
doi: 10.24259/jhm.v9i2.2861.
Persetyo, S.A., Romdhon, M.M. & Badrudin, R. (2016). Kontribusi pendapatan usahatani
padi sawah, itik petelur, dan ikan air tawar terhadap pendapatan total usahatani di
Kabupaten Lebong. Jurnal Agrisep, 16(1), 91-100.
Pusari, D. & Haryanti, S. (2014). Pemanenan getah karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) dan
penentuan Kadar Karet Kering (KKK) dengan variasi temperatur pengovenan di PT
Djambi Waras Jujuhan Kabupaten Bungo, Jambi. Jurnal Anatomi dan Fisiologi, 22(2),
64-74. doi: 10.14710/baf.v22i2.7819.
Santoso,T., Riniarti, M. & Febryano, I.G. (2017). Identifikasi perubahan tutupan dan
penggunaan lahan sebagai dasar penentuan strategi pengelolaan KPHP Way
Terusan. EnviroScienteae, 13(3), 208-217.
Saipurrozi, M., Febryano, I. G., Kaskoyo, H. & Wulandari, C. 2018. Uji coba program
kemitraan kehutanan di Kesatuan Pengelolaan Hutan Unit XIV Gedong Wani, Provinsi
Lampung. Jurnal Hutan Tropis, 6(1), 35-42.
Sarjono, A., Lahjie, A. M., Kristiningrum, R. & Herdiyanto. (2017). Produksi kayu bulat dan
nilai harapan lahan jabon (Anthocephalus cadamba) di PT Intraca Hutani Lestari.
Jurnal Hutan Tropis, 5(1), 22-30.
Soekartawi. (1995). Analisis Usahatani. Jakarta: UI Press.
Susanti & Rauf, R.A. (2013). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan
usahatani jagung manis. Jurnal Agrotekbis,1(5), 500– 508.
Susilowati, S.H. dan Maulana, M. (2012). Luas lahan usahatani dan kesejahteraan petani.
Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian, 10(1), 17-30.
111