Sistem Politik Indonesia

Dewasa ini istilah demokrasi sangat populer, semakin banyak pula negara-negara yang melabeli dirinya sebagai negara demokrasi dan menerapkan prinsip-prinsip demokrasi di dalam sistem politik negaranya. Definisi dasar dari demokrasi sendiri adalah kedaulatan tertinggi yang berada di tangan rakyat, di mana rakyat memiliki peran dominan dalam proses pengambilan keputusan negaranya, atau yang lebih sederhana lagi, "dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Makna umum yang sering dilontarkan menurut Arifin Rahman yaitu: "Adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia; menjunjung tinggi hukum; tunduk terhadap kemauan orang banyak, tanpa mengabaikan hak golongan kecil, agar tidak timbul diktatur mayoritas." 1 Sedangkan konsolidasi adalah pengokohan atau penguatan, jadi konsolidasi demokrasi dapat didefinisikan sebagai proses pengokohan atau penguatan demokrasi tanpa meninggalkan asas-asas dasar demokrasi itu sendiri yang bersumber dari kehendak rakyat dan dilakukan demi kebaikan seluruh rakyat dan negara. Dulu pemimpin pertama Indonesia, Ir. Soekarno, pernah memiliki cita-cita untuk menciptakan demokrasi baru yang sesuai dengan prinsip dan ciri-ciri bangsa Indonesia, dan meninggalkan prinsip demokrasi liberal dari negara-negara Barat yang sudah terlanjur diterapkan sejak kemerdekaan pada tahun 1945, Soekarno mengatakan, "...karena demokrasi ini adalah demokrasi impor, bukan demokrasi Indonesia, bukan demokrasi yang cocok dengan jiwa kita sendiri." 2 Kemudian ketika pemerintahan Soekarno digantikan oleh Soeharto, lambat laun prinsip demokrasi mulai pudar karena Soeharto cenderung menerapkan pemerintahan otoritarian yang ketat, sehingga kebebasan rakyat seolah dikontrol dan diatur sedemikian rupa agar sesuai dengan keinginan si pemimpin. Keterkekangan ini menimbulkan berbagai macam reaksi perlawanan dari rakyat, mereka menuntut hak kebebasan yang seharusnya mereka dapatkan, dan puncaknya adalah pada tahun 1998 di mana Soeharto kemudian berhasil digulingkan dari jabatan kepresidenan oleh mahasiswa-mahasiswa dari universitas-universitas di Indonesia yang bergabung menjadi satu dan berdemonstrasi meminta presiden yang sudah memimpin selama 30 tahun lamanya itu untuk lengser. Politik otoritarian pun dihapuskan dan diganti dengan politik 1

Abstract: Marhaenism is Soekarno's thinking that puts the wong cilik as a political struggle of class nationalism to liberate social classes within Indonesian society. As a social-political concept of Indonesia, marhaenism is aligned with the ideology of capitalism, liberalism, communism, democracy, and socialism about the direction and purpose of a future nation-state society. Marhaenism fought for equality among social classes in Indonesia with the spirit of nationalism to make Indonesians able to manage resources on their own. Although marhaenism was forbidden in the Soeharto era, this ideology later alive in PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) became a new vessel of wong cilik fight for their political aspirations and welfare in the era of the Reformation 1998.

Keywords: Marhaenism, wong cilik, the political struggle of class nationalism

Hubungan Struktur, Fungsi, Pendekatan dan Kapabilitas Sistem Politik
- Struktur Politik merupakan badan yang berkenaan dengan urusan negara, yang
bersifat Otoritatif atau legal dalam suatu negara dan ada aturan-aturan yang
mengikat dan yang bergerak karena ada aturan yang jelas.
- Yang berFungsi memegang kekuasaan untuk mencapai tujuan negara dan di
klasifikasikan dalam mesin politik Informal atau infrastruktur politik, dimana
infrastruktur politik berhubungan dengan masyarakat atau yang mengatur
kehidupan politik dalam masyarakat, dan juga di klasifikasikan dalam mesin politik
formal atau suprastruktur politik, yang mana mesin politiknya berhubungan dengan
negara, dan politik yang ada dalam negara memiliki pengaruh besar.
- Dan dalam struktur politik mempunyai Pendekatan yang signifikan, contohnya dalam
Pendekatan Tradisional, dimana pendekatan sistem politik ini memandang lembaga
pemerintahan, kekuasaan dan keyakinan politik sebagai dasar analisis sistem politik,
dan selanjutnya Pendekatan perilaku, dimana pendekatan yang sangat dipengaruhi
oleh sistem analisis perilaku, dalam arti lebih didasarkan pada pernyataan, sikap,
dan perilaku individu, organisasi dan lembaga pemerintahan yang sedang berjalan.
- Dalam Kapabilitas Sistem Politik, dimana kemampuan sistem politik yang terbagi
dalam beberapa bidang bidang
1. ekstraktif (kemampuan eksplorasi sumber daya alam,dan juga manusia)
2. distributif (kemampuan mengelola SDA dan SDM)
3. regulatif (kemampuan menyusun undang-undang, mengatur,serta mengawasi
dan mengendalikan tingkah laku individu, kelompok, organisasi, perusahaan,dll
sehingga dapat patuh dan taat kepada undang-undang yang berlaku),
4. simbolik (Kemampuaan untuk membangun pencitraan terhadap kepala negara
atau juga rasa bangga terhadap negarannya),
5. responsif ( kapabilitas untuk menciptakan daya tanggap kepada masyarakat),dan
dalam negeri serta internasional (Hubungan interaksi dengan luar negeri) untuk
mencapai tujuan nasional seperti dalam pembukaan UUD’45.

Partai Politik merupakan bagian penting perwujudan aspirasi masyarakat sebagai lini kontribusinya terhadap pemerintahan. Perwujudan aspirasi tersebut didasari oleh adanya sistem demokrasi dalam suatu negara. Bahwasanya, sistem pemerintahan dijalankan oleh seluruh warga negara. Tanpa adanya partai politik, sistem demokrasi akan sulit dikatakan berjalan dengan baik.  Karena, pada dasarnya, melalui partai politiklah kepentingan masyarakat secara keseluruhan direpresentaikan dalam bentuk kelembagaan. Seperti bung Hatta yang pernah mengatakan bahwa partai adalah perwujudan rakyat, maka partai harus dapat mewujudkan aspirasi dan tanggung jawabnya kepada rakyat.

Partai politik, selanjutnya disingkat parpol, adalah produk masyarakat Barat yang dimulai di Inggeris pada abad ke 17. Parpol dibentuk dalam rangka pikiran Barat bahwa Negara adalah organisasi kekuasaanuntuk menjamin bahwa kehidupan antara Individu yang semua bebas dan berkuasa tidak mengakibatkanmasalah sekuriti pada Individu. Organisasi kekuasaan yang dibagi dalam kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif atau Trias Politica, merupakan perimbangan (checks & balances) antara tiga kekuasaan itu. Untuk menjadikan kekuasaan legislatif mampu melakukan kontrolyang efektif terhadap dua kekuasaan lainnya, khususnya terhadap eksekutif, rakyat di Inggeris padatahun 1678 membentuk partai politik, yaitu Tory. Parpol ini dalam abad ke 19 berkembang menjadi Partai Konservatif yang seringkali berkuasa di negaranya hingga masa kini.

Kemudian parpol meluas di seluruh dunia, dan sejak permulaan abad ke 20 menjadi wahana pentingdalam perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Menjadi pertanyaan bagaimana parpol sebagai produk Barat dapat menjadi organisasi dan wahana efektif dalam Republik Indonesiadengan Dasar Negara Pancasila. Sesuai dengan Pancasila negara bukan organisasi kekuasaan, melainkanorganisasi kesejahteraan. Tulisan ini berusaha mencari jawaban terhadap pertanyaan itu untukkepentingan masa depan kehidupan bangsa Indonesia yang adil, maju dan sejahtera.

Berkembangnya aspirasi-aspirasi politik baru dalam suatu masyarakat, yang disertai dengankebutuhan terhadap partisipasi politik lebih besar, dengan sendirinya menuntut pelembagaan sejumlahsaluran baru, diantaranya melalui pembentukan partai politik baru. Tetapi pengalaman di beberapanegara dunia ketiga menunjukkan, pembentukan partai baru tidak akan banyak bermanfaat, kalau sistemkepartaiannya sendiri tidak ikut diperbaharui.

Suatu sistem kepartaian baru disebut kokoh dan adaptabel, kalau ia mampu menyerap danmenyatukan semua kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi. Dari sudut pandangini, jumlah partai hanya akan menjadi penting bila ia mempengaruhi kapasitas sistem untuk membentuksaluran-saluran kelembagaan yang diperlukan guna menampung partisipasi politik. Sistem kepartaianyang kokoh, sekurang-kurangnya harus memiliki dua kapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politikmelalui jalur partai, sehingga dapat mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan.Kedua, mencakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi, yangdimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan kuat yang dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yang kuat menyediakan organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur yangmelembaga guna mengasimilasikan kelompok-kelompok baru ke dalam sistem politik.

Partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasimasyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat (interest aggregation) danmerumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest articulation). Rumusan ini dibuatsebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada penguasauntuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat. Gunanya penulis membahas judulini ialah untuk untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan partai politik di indonesia, agardapat mengetahui lebih jelasnya, penulis akan membahasnya pada bab-bab berikutnya.

Partai Politik merupakan bagian penting perwujudan aspirasi masyarakat sebagai lini kontribusinya terhadap pemerintahan. Perwujudan aspirasi tersebut didasari oleh adanya sistem demokrasi dalam suatu negara. Bahwasanya, sistem pemerintahan dijalankan oleh seluruh warga negara.  Tanpa adanya partai politik, sistem demokrasi akan sulit dikatakan berjalan dengan baik.  Karena, pada dasarnya, melalui partai politiklah kepentingan masyarakat secara keseluruhan direpresentaikan dalam bentuk kelembagaan. Seperti bung Hatta yang pernah mengatakan bahwa partai adalah perwujudan rakyat, maka partai harus dapat mewujudkan aspirasi dan tanggung jawabnya kepada rakyat.

Partai politik, selanjutnya disingkat parpol, adalah produk masyarakat Barat yang dimulai di Inggeris pada abad ke 17. Parpol dibentuk dalam rangka pikiran Barat bahwa Negara adalah organisasi kekuasaanuntuk menjamin bahwa kehidupan antara Individu yang semua bebas dan berkuasa tidak mengakibatkanmasalah sekuriti pada Individu. Organisasi kekuasaan yang dibagi dalam kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif atau Trias Politica, merupakan perimbangan (checks & balances) antara tiga kekuasaan itu. Untuk menjadikan kekuasaan legislatif mampu melakukan kontrolyang efektif terhadap dua kekuasaan lainnya, khususnya terhadap eksekutif, rakyat di Inggeris padatahun 1678 membentuk partai politik, yaitu Tory. Parpol ini dalam abad ke 19 berkembang menjadi Partai Konservatif yang seringkali berkuasa di negaranya hingga masa kini.

Kemudian parpol meluas di seluruh dunia, dan sejak permulaan abad ke 20 menjadi wahana pentingdalam perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Menjadi pertanyaan bagaimana parpol sebagai produk Barat dapat menjadi organisasi dan wahana efektif dalam Republik Indonesiadengan Dasar Negara Pancasila. Sesuai dengan Pancasila negara bukan organisasi kekuasaan, melainkanorganisasi kesejahteraan. Tulisan ini berusaha mencari jawaban terhadap pertanyaan itu untukkepentingan masa depan kehidupan bangsa Indonesia yang adil, maju dan sejahtera.

Berkembangnya aspirasi-aspirasi politik baru dalam suatu masyarakat, yang disertai dengankebutuhan terhadap partisipasi politik lebih besar, dengan sendirinya menuntut pelembagaan sejumlahsaluran baru, diantaranya melalui pembentukan partai politik baru. Tetapi pengalaman di beberapanegara dunia ketiga menunjukkan, pembentukan partai baru tidak akan banyak bermanfaat, kalau sistemkepartaiannya sendiri tidak ikut diperbaharui.

Suatu sistem kepartaian baru disebut kokoh dan adaptabel, kalau ia mampu menyerap danmenyatukan semua kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi. Dari sudut pandangini, jumlah partai hanya akan menjadi penting bila ia mempengaruhi kapasitas sistem untuk membentuksaluran-saluran kelembagaan yang diperlukan guna menampung partisipasi politik. Sistem kepartaianyang kokoh, sekurang-kurangnya harus memiliki dua kapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politikmelalui jalur partai, sehingga dapat mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan.Kedua, mencakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi, yangdimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan kuat yang dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yang kuat menyediakan organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur yangmelembaga guna mengasimilasikan kelompok-kelompok baru ke dalam sistem politik. Partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasimasyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat (interest aggregation) danmerumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest articulation). Rumusan ini dibuatsebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada penguasauntuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat. Gunanya penulis membahas judulini ialah untuk untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan partai politik di indonesia, agardapat mengetahui lebih jelasnya, penulis akan membahasnya pada bab-bab berikutnya.

Abstrak: Gerakan sosial di Banten terjadi dari akumulasi sejarah di masa lalu akibat adanya stratifikasi sosial di dalam sistem sosial masyarakat Banten. Ketika masa pendudukan Jepang, orang-orang yang menduduki jabatan pemerintahan lokal di Banten terdiri dari etnis Pasundan dan orang Jepang untuk menjaga kepentingan pemerintah militer Jepang disana. Akibatnya, saat Indonesia merdeka tahun 1945, riak revolusi sosial di daerah-daerah menyebar hingga Banten. Kaum revolusioner menuntut pergantian elit lokal dengan " putra daerah " Banten karena etnis Banten selama ini berada di strata kedua di dalam arus sejarah. Tuntutan ini menjadi gerakan sosial yang radikal dilakukan oleh kelompok kiri [komunis] pimpinan Ce Mamat membentuk pemerintahan tandingan dari Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID). Korban dan hata benda berjatuhan sehingga pemerintah mengirim Divisi Siliwangi ke Banten untuk meredam pemberontakan.

Kata-kata Kunci: gerakan sosial, Banten, dan konflik lokal.

Abstract: Social movement in Banten occurred from the accumulation of history in the past due to social stratification within the social system of Banten society. During the Japanese occupation period, people occupying local government positions in Banten consisted of ethnic Pasundan and Japanese to safeguard the interests of the Japanese military government there. As a result, when Indonesia gained its independence in 1945, the ripple of social revolution in the regions spread to Banten. The revolutionaries demanded the turn of the local elite with the "sons of the region" of Banten because the Banten ethnic group had been in the second strata in the flow of history. This demand became a radical social movement carried out by the leftist group [communist] chairman Ce Mamat formed a counter-government of the Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID). Victims and objects falling so the government sent Siliwangi Division to Banten to quell the rebellion.

Keywords: social movement, Banten, and local conflict.

The change of system in this Republic is not necessarily followed by cultural change (behavioral culture) of society and apparatus. The conception of the state of welfare state law can not be felt maximally by the society, given the amount of state money lost due to acts of corruption committed by a handful of people. Law enforcement efforts against corruption must go hand in hand with efforts to change the behavior patterns of people who are happy to commit acts of corruption. The research problem is how to build a political system that is not vulnerable to corruption (Perspective of Cultural Change (Culture) Versus System Change (Structural)). The research methodology used is normative legal research (Doctrinal Reseach). The conclusions obtained include: apart from strengthening the system in the form of institutional strengthening and legislation, strengthening the efforts of preventing corruption through the improvement of anti-corruption community behavior must go hand in hand....

Tauhid sosial secara istilah yang dikenalkan Amien belum begitu membudaya dan tersosialisasikan dalam masyarakat Indonesia. Pahal Amien dalam hal dikategorikan sebagai tokoh pertama yang mengenalkan istilah tersebut. Tauhid Sosial merupakan bagian dari konsep tauhid yang umumnya dipahami oleh masyarakat Muslim sebagai ibadah mahdah seperti shalat, zakat, puasa, dan haji sebenarnya secara eksplisit sarat dengan muatan muatan sosial. Dalam pemikiran Amien, Tauhid tidak hanya dipahami sebagai konsep tauhid atas Tuhan selain Allah tetapi tauhid dalam interaksinya tidak mengenal diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, agama, bahasa dan etnis namun pertimbangan keadilan dan sosialah yang harus ditegakkan oleh orang orang yang beriman. Sebagai konteks manusia yang bertauhid, pertamatama harus, Nein, La, No terhadap semua Tahghut yaitu semua objek persembahan dan mitos yang diyakini akan menyebabkan kecelakaan atau keselamatan suatu bangsa dalam arti modern berupa tiran-tiran. Menurut Amien pelajaran pertama yang dapat dipetik dari tauhid yaitu, tingkat pertama seorang Muslim harus berani mengatakan tidak pada setiap kebatilan dan pada setiap manifestasi tahgut dan pada setiap ketidak benaran. Tingkat kedua orang yang beriman harus mempunyai keyakinan kepada Allah secara utuh serta meyakini. Tingkat ketiga seorang yang bertauhid harus mempunyai deklarasi kehidupan dengan menghayati semangat sesungguhnya ibadahku, hidupku, shalatku dan matiku aku persembahan semata-mata karena Allah. Tingkat Keempat, Manusia Tauhid harus berusaha menerjemahkan keyakinannya menjadi kongkrit, serta menjadi satu sikap budaya untuk mengembangkan amal shaleh. Tingkat kelima seorang yang bertauhid adalah mengambil kriteria baik atau buruk, tercela atau terkutuk berdasarkan tuntunan agama bukan ukuran Marxis atau sekuleris atau bahkan kaum humanis

Pemilu 2019 merupakan pemilu yang berbeda dengan pemilu-pemilu di Indonesia sebelumnya. Apa yang berbeda? Pemilu 2019 adalah pemilu serentak di mana untuk pertama kalinya Indonesia menyelenggarakan pemilu secara bersamaan waktunya antara pilpres dan pileg pada tanggal 17 April 2019. Meskipun menuai kontroversi terutama terkait dengan ambang batas pemilu, rakyat Indonesia harus menerima hanya ada dua paslon capres-cawapres di 2019. Karena pemilu serentak ini pula, kampanye legislatif tertutup kehebohannya dengan isu pilpres yang terus dinamis dari waktu ke waktu.

Demokrasi dianggap sebagai sistem politik terbaik pada negara modren yang mengimplikasikan adanya kebebasan untuk berbicara, menerbitkan, berkumpul, dan berorganisasi, mengeluarkan pendapat, menentukan dan menghargai pilihan dan sebagainya. Demokrasi Indonesia dewasa ini banyak diwarnai kekerasan atas nama euphoria demokrasi baik karena alasan etnisitas, agama, disparitas ekonomi maupun friksi politik, ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban, antara kebebasan dan tanggung ja wab,  sehingga aksi ekstra parlementer akhirnya menjadi jalan efektif. Untuk menanggulangi masalah tersebut maka salah satu jalan adalah  melaksanakan pemilihan umum (sebagai pilar demokrasi) dengan Luber dan Jurdil. Pemilihan umum secara langsung oleh rakyat, akan lebih meningkatkan kualitas partisipasi rakyat di satu pihak dan keterwakilan elit di lain pihak. Agar terwujud pemilu yang berkualitas maka pelaksanaan pemilu harus sesuai dengan azas azas penyelenggaran pemilu, baik oleh penyelenggara, peserta maupun oleh masyarakat pemilih.