Semenjak layanan mobile broadband seperti 4G hadir di Indonesia, pertumbuhan layanan data meningkat sangat pesat. Bermacam aplikasi mobile bermunculan. Tidak hanya membutuhkan data rate yang tinggi, aplikasi-aplikasi tersebut juga...
moreSemenjak layanan mobile broadband seperti 4G hadir di Indonesia, pertumbuhan layanan data meningkat sangat pesat. Bermacam aplikasi mobile bermunculan. Tidak hanya membutuhkan data rate yang tinggi, aplikasi-aplikasi tersebut juga menuntut latency yang rendah agar dapat berjalan dengan sempurna, contohnya mobile gaming. Kebutuhan akan layanan data tersebut tidak hanya dibutuhkan di kota-kota besar saja, melainkan juga sudah sampai ke pelosok-pelosok negeri. Hal ini dikarenakan penetrasi pengguna internet dan mobile devices kini sudah berkembang pesat. Dikutip dari Websindo.com, per Januari 2019, penetrasi pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 56% [1]. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, operator-operator di Indonesia saat ini tengah berlomba-lomba dalam melakukan ekspansi jaringan mobile broadband. Sebagai contoh yaitu Indosat Ooredoo yang pada tahun 2018 memiliki program 4G Overlay yang targetnya yaitu membuat semua BTS miliknya menjadi BTS yang mendukung teknologi 4G [2]. Dari segi infrastruktur telekomunikasi, jaringan transmisi (backhaul / transport network) merupakan hal yang harus diperhatikan oleh para operator ketika ingin melakukan ekspansi 4G (maupun 5G nantinya). Fiber optic adalah solusi terbaik untuk backhaul/transport network di era 4G dan 5G karena menawarkan data rate yang tinggi dan juga latency yang rendah. Namun penetrasi jaringan fiber optic masih belum bisa menjangkau seluruh wilayah, contohnya area rural. Saat ini kebanyakan operator di Indonesia masih mengandalkan teknologi microwave sebagai backhaul transmisinya yang mana kapasitasnya terbatas. Pada makalah ini dibahas mengenai analisis risiko dari proyek ekspansi mobile broadband network operator telekomunikasi di area-area dengan kapasitas transmisi yang terbatas. Definisi dari "area-area dengan kapasitas transmisi yang terbatas" pada makalah ini adalah daerah-daerah rural yang belum terjangkau fiber optic dan masih menggunakan microwave sebagai backhaul access-nya. Dengan kapasitas yang terbatas, risiko terjadinya kepadatan (congestion) di jaringan kemungkinan besar akan sering dijumpai selama proyek berlangsung. Isu congestion ini tidak hanya berdampak pada jalannya proyek saja, melainkan dapat berdampak pula pada performa jaringan eksisting yang sudah ada. Namun dengan analisis risiko yang tepat, dampak dari congestion tersebut bisa diminimalisir sehingga operator dapat tetap bisa terus menjalankan proyek ekspansinya. Output yang diharapkan dari makalah ini adalah bisa menjadi bahan rujukan atau pertimbangan operator-operator telekomunikasi (baik di Indonesia maupun di luar negeri) dalam mengidentifikasi resiko yang mungkin terjadi ketika mencoba untuk melakukan ekspansi mobile broadband network dengan kondisi kapasitas jaringan transmisi yang terbatas.
Keywords—4G, 5G, backhaul, transport, rural, congestion, risk