MAKALAH
DEFINISI SUMBER HUKUM DAN KONSEP KEWARISAN ISLAM
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: Faroidh
Dosen Pengampu: Putri Qurrata A’yun, Lc., S.Pd.
Disusun Oleh:
Hibatullaila Nur Sukma 211.371.009
Laily Alfi Zaitun Nisa 211.371.012
Tyan Rahayu 211.371.020
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI TARBIYAH MADANI
YOGYAKARTA
2023
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah atas seluruh nikmat dan karunia-Nya telah memberi kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat beserta salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam, para keluarga, sahabat serta pengikutnya hingga akhir jaman.
Tidak lupa kami ucapkan Terimakasih kepada Ustadzah Putri Qurrata A’yun, Lc,. S.Pd selaku dosen pembimbing mata kuliah faroidh yang telah memberikan tugas makalah ini sebagai penilaian kehadiran sehingga dapat menambah dan memperluas wawasan, pengetahuan dan keilmuan bagi kami sebagai penulis dan bagi para pembacanya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, baik dari segi penulisan, teknik penulisan dan isi materi yang kami angkat dalam penulisan ini, karena keterbatasan pengetahuan dan wawasan yang kami miliki. Untuk itu kami sebagai penulis makalah ini sangat mengharap kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua.
Yogyakarta, 10 Februari 2023
Penulis
DAFTAR ISI
Table of Contents
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
ABSTRAK 1
BAB I 2
PENDAHULUAN 2
A. Latar Belakang Masalah 2
B. Rumusan Masalah 2
C. Tujuan Penulisan 2
BAB II 4
PEMBAHASAN 4
A. Pengertian Ilmu Waris 4
B. Hukum Mempelajari Ilmu Waris 6
C. Sumber dan Dasar Hukum Waris 6
D. Tujuan Mempelajari Ilmu Waris 11
E. Hikmah Mengaplikasikan Ilmu Waris 12
BAB III 15
PENUTUPAN 15
A. Kesimpulan 15
B. Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 17
ABSTRAK
Makalah ini ditulis dan dibuat guna menjelaskan pembahasan mengenai definisi sumber hukum dan konsep kewarisan Islam. Berisi penjabaran mengenai pengertian dari waris, bagaimana hukum mempelajarinya bagi muslimin dan muslimat yang diambil dari ijtihad para Fuqoha', sumber dan hukum yang digunakan dalam ilmu waris yang berasal dari Al-Qur'an dan As-sunah, tujuan mempelajari ilmu waris serta hikmah mempelajari ilmu waris yang di ambil dari beberapa referensi buku dengan pembahasan mengenai ilmu kewarisan dalam prespektif Islam.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Warisan merupakan harta peninggalan seseorang yang telah meninggal kepada seseorang yang masih hidup yang berhak menerima harta tersebut. Hukum waris adalah sekumpulan peraturan yang mengatur hubungan hukum mengenai kekayaan setelah wafatnya seseorang. Seseorang yang berhak menerima harta peninggalan di sebut ahli waris. Dalam hal pembagian hartapeninggalan, ahli waris telah memiliki bagian-bagian tertentu. Seperti yang tercantum dalam Firman Allah Ta’ala.
﴿لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ ۚ نَصِيبًا مَفْرُوضًا﴾
Artinya: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.” [Q.S An-Nisa : 7]
Pembagian harta peninggalan dari orang tua maupun dari kerabatnya, serta kadar yang diterima baik itu sedikit atau banyak.
Rumusan Masalah
Apa itu pengertian ilmu waris?
Apa hukum mempelajari ilmu waris?
Apa sumber dan dasar hukum waris?
Apa tujuan mengaplikasikan ilmu waris?
Apa hikmah dari mempelajari ilmu waris?
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui pengetahuan ilmu waris.
Untuk mengetahui hukum mempelajari ilmu waris.
Untuk mengetahui sumber dan dasar hukum waris.
Untuk mengetahui tujuan mengaplikasikan ilmu waris.
Untuk mengetahui hikmah dari mempelajari ilmu waris.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Ilmu Waris
Waris adalah bentuk kata benda dari waritsa, yaritsu, irtsan, fahuwa waritsun, artinya yang menerima warisan. Kata tersebut berasal dari kata waritsa yang berarti peralihan kepemilikan atau pewarisan. Sampai pengetahuan yang diwariskan adalah pengetahuan yang dipelajari prosedur untuk mentransfer harta almarhum kepada anggota warisannya. Ada beberapa kata yang sering digunakan dalam ilmu waris, seperti:
Warits adalah orang yang mewarisi
Muwarits adalah orang yang memberikan waris (mayit)
Al-irts adalah harta warisan yang siap dibagi
Warasah adalah harta yang telah diterima oleh ahli waris
Tirkah. adalah semua harta peninggalan orang yang meninggal
Ilmu waris biasa disebut juga dengan ilmu Faraidh. Kata faraidh bentuk jamak dari kata fardhu, yang merupakan bagian yang ditentukan darinya. Dikenal dengan ilmu faraidh karena merupakan ilmu yang mengulas tentang bagian yang menjadi hak ahli waris.
Secara bahasa kata faridhah berasal dari kata الفرض (al-fardh) atau sebuah kewajiban. Sedangkan arti secara etimologis kata Al-fardh memiliki beberapa makna, diantaranya adalah:
1. (al-qath) berarti ketetapan atau kepastian;
2. (at-taqdir) artinya sebuah ketentuan
3. (al-inzal), artinya menurunkan,
4. (at-tabyin), artinya penjelasan;
5. (al-ihlal), artinya membenarkan, atau menghalalkan
6. (al-atha), artinya pemberian.
Sedangkan secara terminologis, ilmu Faraidh memiliki beberapa definisi adalah sebagai berikut:
Penetapan kadar harta warisan berdasarkan ketetapan syariat tidak bertambah kecuali dengan radd (mengembalikan sisa yang lebih kepada penerima warisan).
Pengetahuan tentang pengelolaan warisan dan peraturan perhitungan sehubungan dengan pembagian harta waris dan pengetahuan tentang bagian yang mengikat dari property warisan bagi setiap pemilik hak waris.
3. Disebut juga Fiqh al-Mawarist yaitu ilmu fiqih yang khusus membahas tentang warisan dan prosedur tata cara pembagian aset yang diwariskan.
4. Prinsip Fiqh dan cara menghitung untuk mengetahui bagian masing-masing ahli waris dari harta peninggalan.
Definisi ini mencakup batasan dan aturan yang terkait erat dengan keadaan ahli waris, seperti ahli waris Ash-Habul-Furudh yang pasti memiliki bagian yang ditentukan, Asabah waris yang akan menerima sisa warisan Ash-habul furudh, ahli waris dzawi al-arham yang tidak termasuk Ash-Habul Furudh dan asabah, dan hal-hal yang berkaitan erat terkait dengan bagaimana cara distribusi diselesaikan warisan, berupa hajb, aul, radd dan yang dicegah mendapatkan warisan
5. Disebut juga ilmu yang digunakan mengetahui ahli waris mana yang dapat mewarisi yang mana tidak bisa mewarisi dan mengetahui level masing-masing bagian warisan.
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa ilmu faraidh atau fiqh mawarits adalah ilmu yang membahas tentang berbagai hal pemindahan harta benda orang yang sudah meninggal.(Waris, 2019)
Hukum Mempelajari Ilmu Waris
Hukum yang ada dan diberlakukan dalam agama Islam memiliki hukum-hukum khusus di dalamnya. Salah satunya ada pada ilmu waris, terdapat hukum yang menjelaskan wajib atau tidaknya seorang muslim mempelajari ilmu ini. Salah satu contoh dalil yang menjelaskan hukum mempelajari ilmu waris terdapat pendapat yaitu hadits dari al-'araj dalam sunan Ibn Majah yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, namun perlu diketahui bahwasannya banyak pakar yang mendhaifkan hadits tersebut.
Kemudian para Fuqoha' berpendapat bahwa hukum mempelajari ilmu waris adalah fardhu kifayah (wajib dilakukan, namun kewajiban tersebut dapat gugur jika sudah dilakukan oleh muslim lainnya). Kerumitan dan kesulitan dalam memahami ilmu waris menjadi salah satu pembeda dari ilmu yang lain juga menjadi salah satu keistimewaan yang ada pada ilmu ini, namun sayang, nantinya ilmu ini akan lebih dulu hilang atau dilupakan oleh kebanyakan umat muslim di dunia. Dengan adanya hal tersebut, sudah semestinya kita berfikir bahwa saat ini mempelajari ilmu waris adalah yang sangat penting dan dibutuhkan bagi umat Manusia sesuai dengan hukum yang telah Allah tetapkan.
Dengan adanya ijtihad para Fuqoha' mengenai hukum waris ini, sangat disayangkan sekali bahwa banyak umat muslim yang merasa bahwa ilmu waris tidaklah penting lagi selama sudah ada satu orang yang paham, padahal pada faktanya ilmu ini sangat dianjurkan untuk dipelajari. Dewasa ini pula, banyak dari kalangan umat manusia yang membagi waris dengan semena-mena tanpa adanya dasar landasan hukum yang telah ditetapkan dalam Islam. Hal ini terjadi salah satu faktornya karena banyak yang menyepelekan dan menganggap tidak pentingnya ilmu ini untuk dipelajari. (Hasanudin, 2020)
Sumber dan Dasar Hukum Waris
Islam yang merupakan agama yang sangat mulia dan memudahkan seluruh pengikutnya sangat memperinci mengenai hal-hal yang berkaitan bagi kehidupan tiap individu. Seluruh dalil dari Al-Qur'an dan As-sunah adalah sebagai pedoman bagi tiap langkah kehidupan yang akan dilakukan oleh manusia. Bahkan dalam pembagian waris, terdapat firman Allah yang menjelaskan mengenai pembagiannya dan Islam semakin memperinci mengenai hal tersebut.
Hal ini sudah semestinya menjadi pedoman yang kuat bagi seluruh kaum muslimin jika menemui permasalahan dalam hal tersebut, menjadikan apa yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an dan As-sunah menjadi sebaik-baik petunjuk dalam pelaksanaannya.
Adapun dalil yang menunjukkan dan menjelaskan mengenai warisan ini adalah sebagai berikut:
Dalil dari ayat Al-Qur'an
Al-Qur’an Surah An-Nisa : 7
﴿ للرّجال نصِيبٌ مّما ترك الوالدان والأقربون وللنسآء نصيب مّما ترك الوالدان والأقربونَ مِمّا قلّ مِنه أو كثُر نصيبًا مّفروضًا ﴾
Artinya: " bagi laki-laki ada hak bagian peninggalan ibu bapak dan karib kerabat, dan bagi perempuan ada hak (pula) bagian dari peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit maupun banyak menurut bagian yang telah ditentukan".
Al-Qur’an Surah An-Nisa : 11
﴿ يوصيكُمُ اللّهُ في أولادكُم للذّكَرِ مِثلُ حظّ الأُنثَيَين فإن كُنّا نِسآءً فوق ثنَتَينِ فلهُنَّ ثُلُثَا ما ترك وإن كانَت واحدةً فلهَا النّصفُ ولأبوَيهِ لكُلِّ وٰحدٍ مِّنهُما السُّدُسُ مِمَّا ترك إن كان لهُ ولدٌ فإن لَّم يكُن لَّه ولدُ وَّ وَرِثَه أبَواهُ فلأُمِّهِ الثُّلُث فإن كان لهُ إخوةٌ فلأُمِّهِ السُّدُس من بَعدِ وصِيَّةٍ يُّصى بِها أودَينٍ اٰبآ ئُكُم وأبنَآؤُكُم لا تَدرُونَ أيُّهُم أقربُ لَكُم نفعاً فريضَةً مِّنَ اللّه إنَّ اللّه كان علِيماً حَكِيماً﴾
Artinya : " Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian waris) untuk anak-anakmu, yaitu bagian seorang laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, jika anak perempuan itu seorang saja maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan jika yang meninggal itu mempunyai anak, jika yang meninggal itu tidak ada meninggalkan anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya, maka ibunya mendapat sepertiga, jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian pembagian itu) sesudah terpenuhi wasiat yang ia buat atau sudah dibayar hutangnya. Tentang orangtuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa yang lebih dekat diantara mereka (lebih banyak manfaatnya bagimu). Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah maha mengetahui dan Maha Bijaksana."
Al-Qur’an Surah An-Nisa : 12
﴿ ولَكُم نِصفُ ما تَركَ أزوٰجُهُم إن لَّم يَكُن لَّهُنَّ ولدٌ فإِن كانَ لَهُنَّ ولَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكن مِن بَعدِ وصِيَّةٍ يُّوصِين بِهَآ أودَينٍ ولَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكتُم إن لَّم يَكُن لَّكُم ولدٌ فإن كان لَكُم ولدٌ فلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تركتُم مِن بَعدِ وصِيَّةٍ تُوصُون بِهَآ أودَينٍ وإن كان رَجُلٌ يُّورَثُ كلٰلةً أوِ امرَأةٌ ولهُ أخٌ أو أختٌ فَلِكُلِّ وٰحِدِ مِّنهُمَا السُّدُس فإن كانُو أكثَر مِن ذٰلِكَ فَهُم شُركٰٓاء في الثُّلُث مِن بَعدِ وصِيَّةٍ يُّوصٰى بِهَا أودَينٍ غَيرَ مُضَٓارٍ وصِيَّةً مِّن اللّه واللّهُ علِيمٌ حلِيمٌ ﴾
Artinya : "Dan bagimu (suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan istri-istrimu, jika mereka tidak meninggalkan anak. Jika istri-istrimu mempunyai anak maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau sesudah dibayar hutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak memiliki anak. Jika kamu ada mempunyai anak maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah memenuhi wasiat yang kamu buat dan sesudah dibayar hutang hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan, yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi meninggalkan seorang saudara laki-laki (yang seibu) dan saudara perempuan (yang seibu), maka beberapa dari masing-masing di antara saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam hal yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuatnya dan sudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (pada ahli waris) (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, Dan Allah maha mengetahui lagi maha penyantun."
Al-Qur’an Surah An-Nisa : 13
﴿ تلكَ حُدُودُ اللّهِ ومَن يُّطِعِ اللّهَ و رسُولهُ يُدخِلهُ جَنّٰتٍ تَجرِى مِن تَحتِها الأَنهَارُ خٰلِدِينَ فيها وذٰلِكَ الفَوزُ العَظِيمُ ﴾
Artinya : "(Hukum-hukum tersebut) adalah ketentuan dari Allah, barangsiapa taat kepada Allah dan RasulNya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai sedangkan mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar"
Dalil-dalil dalam Al-Qur’an yang telah disebutkan diatas merupakan petunjuk tentang ketentuan dari Allah Ta’ala bahwasanya setiap harta peninggalan memiliki hak ahli warisnya sesuai dengan kadarnya masing-masing. (Amir, 2015)
Dalil Menurut As-Sunnah
Hadits Nabi dari Ibnu Abbas riwayat al-Bukhari dalam kitabnya Shahih Bukhari.
عن بن عباس رضي اللّه عنه عن النبي صلى اللّه عليه وسلم قال : الحقوا الفرائض بأهلها فما بقى فهو لاولى رجل دكر.
Artinya : "Berikanlah faraidh (bagian-bagian yang telah ditentukan) kepada yang berhak dan selebihnya berikanlah untuk laki-laki dari keturunan laki-laki yang terdekat"
Hadits Nabi dari Jabir riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah,dan Ahmad
عن جابر بن عبد اللّه قال : جأت المرأة بإبنتين لها فقالت يا رسول اللّه هاتان إبنتا سغد بن الربيع قتل يوم أحد شهيدًا وإن عمهما أخذ مالهما فلم يدع لهما مال أولا تنكحان إلا ولهما مال، قال يقضي اللّه فى ذالك فنزلت آية الميراث فبعث رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم إلى عمهما فقال، أعط إبنتي سعد الثلثين وأعط أمهما الثمن وما بقي فهو لك.
Artinya : "Dari Jabir bin Abdullah berkata ' janda Sa'ad datang kepada Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam bersama dua orang anak perempuannya'. Lalu ia berkata : ' Yaa Rasulullah ini dua orang anak perempuan Sa'ad yang telah gugur secara syahid bersamamu di medan perang Uhud. Paman mereka mengambil harta peninggalan ayah mereka dan tidak memberikan apa apa untuk mereka. Keduanya tidak dapat kawin tanpa harta'. Nabi berkata : 'Allah akan menetapkan hukum atas kejadian ini'. Kemudian turunlah ayat tentang kewarisan, Nabi memanggil si paman dan berkata : 'berikan dua pertiga untuk dua orang anak Sa'ad, seperdelapan untuk istri Sa'ad dan selebihnya ambil untukmu' "
Hadits dari Abu Hurairah riwayat al-Bukhari dan Muslim
عن أبي هريرة رضي اللّه عنه عن النبي صلى اللّه عليه وسلم قال : أنا أولى با المؤمنين من أنفسهم فمن مات وعليه دين ولم يترك مالا فعلينا قضاؤه ومن ترك مالا فلو رثته
Artinya : "Dari Abu Hurairah, dari Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam berkata : 'saya adalah lebih utama bagi seorang muslim dari diri mereka sendiri. Siapa-siapa yang meninggal dan mempunyai hutang dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya, maka sayalah yang akan melunasinya. Barangsiapa yang meninggalkan harta, maka harta itu untuk ahli warisnya"
Kumpulan hadits diatas merupakan Riwayat dari para sahabat Nabi yang terpercaya, diantara mereka ada yang menyebutkan tentang ketentuan ahli waris dimana laki-laki dan perempuan memeiliki porsi yang berbeda, (Amir, 2015)
Tujuan Mempelajari Ilmu Waris
Mempelajari ilmu waris memiliki tujuan secara umum dan khusus, diantara tujuan mempelajari ilmu waris secara khusus yaitu:
Agar dapat membagi harta warisan kepada ahli waris yang berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan hukum Islam.
Mengetahui dengan jelas siapa dan berapa banyak bagian setiap orang yang berhak menerima warisan.
Menetapkan pembagian harta warisan secara adil dan benar agar tidak terjadi perselisihan di antara para ahli waris dikarnakan sebab harta benda yang ditinggalkan oleh muwarris (orang yang telah meninggal). (Alivermana, 2018)
Tujuan lain yang sangat berguna dalam mempelajari ilmu waris selain yang utama yang tercantum di atas, adalah:
Untuk menjaga harta peninggalan mayit di tangan penerima yang berhak mendapatkannya.
Mencegah seseorang memakan harta orang lain.
Menjaga harta anak yatim piatu. (Alivermana, 2018)
Dan ketiganya berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala, antara lain:
﴿ولا تأكلوا أمولَكُم بَيْنَكُم بالبطل وتدلوا بها إلى الحكام لِتَأْكُلُوا فريقًا من أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ﴾
Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain : di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.” (QS. al-Baqarah [2]: 188)
﴿وَاتُوا الْيَعْمَى أَمْوَلَهُمْ وَلَا تَتَبَدَّلُوا الخَبيثَ بِالطَّيْبِ وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَهُمْ إِلَى أَمْوَالِكُمْ إِنَّهُ كَانَ حُوبًا كَبِيرًا﴾
Artinya: “Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya. tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.” (QS. an-Nisaa' [4]: 2)
Uraian diatas merupakan tujuan umum dan tujuan khusus dari mempelajari ilmu waris, diantaranya adalah mempelajari ilmu waris untuk menjaga harta mayit dan memberikannya kepada yang berhak.
Hikmah Mengaplikasikan Ilmu Waris
Hikmah yang bisa kita ambil dari penerapan hukum waris adalah:
Mendahulukan hak mayit di atas hak ahli waris.
Sebelum pembagian harta warisan, terlebih dahulu harus diperjelas hak pembayarannya, misalnya biaya pemakaman, zakat, hutang dan surat wasiat. Biaya tersebut diambil dari harta benda yang ditinggalkan.
Mengutamakan ahli waris yang lemah.
Dengan kata lain, mengutamakan ahli waris yang terkena dampak langsung dari meninggalnya pemilik harta. Mereka biasanya tergabung dalam kelompok zawil furud. Namun, golongan ini tidak dapat mewarisi di luar syarat yang ditentukan.
Pewarisan adalah semacam kepedulian terhadap nasib masing-masing ahli waris.
Pembagian harta warisan menurut hukum Allah menunjukkan betapa Islam sangat peduli terhadap kehidupan dan nasib ahli waris yang tersisa. Oleh karena itu, seseorang tidak dapat mewarisi lebih dari yang dimilikinya.
Sebagai bentuk cinta.
Dalam pembagian warisan, ada semacam hubungan antara yang meninggal dan ahli waris yang tersisa di dunia. Bentuk cintanya adalah memberikan harta yang ditinggalkannya.
Menunjukkan hak kebijakan atas semua ahli waris.
Menetapkan bagian masing-masing ahli waris dalam pengetahuan tentang harta warisan menurut perintah Allah, dengan menunjukkan keadilan yang menyenangkan semua ahli waris.
Menahan ahli waris atas harta yang bukan haknya.
Setiap ahli waris yang masih hidup mendapat bagiannya, yang diselesaikan dengan sangat adil. Hal ini menutup peluang bagi ahli waris untuk serakah dengan mengambil hak ahli waris lainnya agar ahli waris tidak mengkonsumsi hartanya secara tidak sah.
Menaikkan derajat wanita.
Dalam hukum waris, perempuan mendapat bagiannya tergantung pada hubungan mereka dengan mayit. Hal ini menunjukkan bahwa Islam juga sangat memperhatikan hak-hak perempuan dan menghormatinya dengan memberikan bagiannya. Sebelum adanya Islam, seorang wanita tidak memiliki hak untuk mewarisi. Pembagian didasarkan pada hubungan mereka dengan mayit.
Dasar dari perbedaan besaran pembagian harta warisan adalah adanya hubungan yang erat antara ahli waris dengan mayit tanpa memandang umur masing-masing ahli waris. Kedekatan ini menunjukkan hak-hak yang harus diterima oleh masing-masing ahli waris. (Alghifari, 2018)
BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan
Berdasarkan dari pengertian ilmu faraid bahwa ilmu faraid merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang perhitungan dan tata cara pembagian harta warisan untuk setiap ahli waris berdasarkan syariat Islam. Hukum mempelajari ilmu waris para fuqoha berpendapat bahwa hukum mempelajari ilmu waris adalah fardhu kifayah (wajib dilakukan, namun kewajiban tersebut dapat gugur jika sudah dilakukan oleh muslim lainnya).
Salah satu dalilnya terdapat dalam ayat Al-Qur'an Al-Qur'an Surah An Nisa : 7
﴿لِّلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ ٱلْوَٰلِدَانِ وَٱلْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيبٌ مِّمَّا تَرَكَ ٱلْوَٰلِدَانِ وَٱلْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ ۚ نَصِيبًا مَّفْرُوضًا﴾
Artinya: " bagi laki-laki ada hak bagian peninggalan ibu bapak dan karib kerabat, dan bagi perempuan ada hak (pula) bagian dari peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit maupun banyak menurut bagian yang telah ditentukan".
Dalil Menurut As-Sunnah Hadits Nabi dari Ibnu Abbas riwayat al-Bukhari dalam kitabnya Shahih Bukhari.
عن بن عباس رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال : الحقوا الفرائض بأهلها فما بقى فهو لاولى رجل ذكر
Artinya: "Berikanlah faraidh (bagian-bagian yang telah ditentukan) kepada yang berhak dan selebihnya berikanlah untuk laki-laki dari keturunan laki-laki yang terdekat" . Secara pokok tujuan mempelajari ilmu waris ialah untuk menjaga harta peninggalan mayit di tangan penerima yang berhak mendapatkannya.
Hikmah secara umum yang bisa kita ambil dari penerapan hukum waris adalah: Mendahulukan hak mayit di atas hak Menunjukkan hak kebijakan atas semua ahli waris. Dan menaikkan derajat wanita.
Adanya hukum pewarisan dikarnakan hal ini terjadi salah satu faktornya karena banyak yang menyepelekan dan menganggap tidak pentingnya ilmu ini untuk dipelajari dan banyak dari kalangan umat manusia yang membagi waris dengan semena-mena tanpa adanya dasar landasan hukum yang telah ditetapkan dalam Islam.
Saran
Dengan pemaparan materi yang telah dijelaskan di atas mengenai definisi sumber hukum dan konsep kewarisan Islam, hendaknya setiap muslimin dan muslimat memperhatikan pembagian waris dengan benar dan sesuai syariat yang telah di tetapkan. Hal ini akan lebih adil dan sesuai dibandingkan dengan pembagian tanpa berpegang dari sumber hukum yang sudah ada. Sebaiknya pula setiap muslimin dan muslimat mempelajari ilmu ini sekalipun hukum mempelajarinya adalah fardhu kifayah, karena faktanya ilmu ini sangat penting digunakan dalam kehidupan tiap umat muslim.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim Terjemahan Departemen Agama R.I
Alghifari, R. (2018). Pasti Bisa Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SMA/MA Kelas XII - Tim Ganesha Operation - Google Buku. Duta Besar. https://books.google.co.id/books?id=8eT7DwAAQBAJ&pg=PA74&dq=Hikmah+pelajari+ilmu+faraidh&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&source=gb_mobile_search&ovdme=1&sa=X&ved=2ahUKEwjuq8j0mYb9AhUKSmwGHSG_ALc4ChDoAXoECAIQAw#v=onepage&q=Hikmah pelajari ilmu faraidh&f=fals
Alivermana, W. (2018). Mudah Belajar Ilmu Mawaris - Alivermana Wiguna - Google Buku. Deepublish. https://books.google.co.id/books?id=QeBjDwAAQBAJ&pg=PA11&dq=Tujuan+mempelajari+ilmu+waris&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&source=gb_mobile_search&ovdme=1&sa=X&ved=2ahUKEwjP7ryNjob9AhWUimMGHa3TCN0Q6AF6BAgHEAM#v=onepage&q=Tujuan mempelajari ilmu waris&f=false
Amir, S. (2015). Hukum Kewarisan Islam - Prof. Dr. Amir Syarifuddin - Google Buku. Prenada Media Grup. https://books.google.co.id/books?id=5-UuEAAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=Konsep+waris+dalam+Islam&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&source=gb_mobile_search&sa=X&ved=2ahUKEwjH-IHq6oL9AhUZALcAHcCRChoQ6wF6BAgDEAU#v=onepage&q=Konsep waris dalam Islam&f=false
Hasanudin. (2020). Fiqh Mawaris: Problematika dan Solusi - Hasanudin, B.Sc., M.Sy. - Google Buku. Prenadamedia Group. https://books.google.co.id/books?id=e7XyDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=konsep+waris+dalam+islam&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&source=gb_mobile_search&sa=X&ved=2ahUKEwiu8JG37IL9AhXZ1XMBHSLUDT4Q6wF6BAgKEAU#v=onepage&q=konsep waris dalam islam&f=false
Waris, P. (2019). Mendeley Reference Manager. Uinbanten. https://www.mendeley.com/reference-manager/reader/bbcc9071-22b3-3c5d-9157-7ced50c40197/249019a8-c0e8-ceb1-45af-119ab239d7fe/
3