Academia.eduAcademia.edu

Perencanaan Lanskap Pekarangan dengan Sistem Pertanian Terpadu

2009

Home gardens (pekarangan) constitute the potential land to be utilized as productive agricultural land due to their proximity with the people’s house, so that the management of these land is easy. Residents of Teluk Waru hamlet have not optimally utilized their home garden. For optimizing the production of pekarangan, an integrated agricultural landscape was made, with the concept of LEISA and is expected to be able to fulfill monthly appropriate livelihood need (KHL) for residents of Teluk Waru hamlet. In the efforts of optimizing the pekarangan utilization, two alternatives of agribusiness were planned. Lansdcape planning of Pekarangan with integrated farming system concept in the resident’s home garden of Teluk Waru hamlet with land size of 350 m2 showed the following results of agribusiness financial feasibilities: alternative 1 showed NPV of Rp 45.261.784,00, IRR of 111%, and Net B/C of 3,49. Agribusiness of alternative 1 was feasible to be run because of having NPV > 0, IRR...

PERENCANAAN LANSKAP PEKARANGAN DENGAN SISTEM PERTANIAN TERPADU Lansdcape Planning of Pekarangan with Integrated Farming System Anggi Mardiyanto Dosen Program Studi Teknik Arsitektur Fakultas Teknologi Infrastruktur dan Kewilayahan Institut Teknologi Sumatera Email : [email protected] Qodarian Pramukanto Staf Pengajar Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB Wahju Qamara Mugnisjah Staf Pengajar Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB PENDAHULUAN Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin berkurangnya lahan pertanian, dilakukan usaha untuk meningkatkan produksi pertanian. Sejalan dengan kemajuan teknologi, muncullah penggunaan varietas unggul, pupuk kimia, pestisida, dan bahan kimia lainnya serta mesinmesin pertanian sebagai usaha untuk meningkatkan produksi pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan. Usaha yang dilakukan ini dikenal dengan sistem pertanian modern. Aplikasi sistem pertanian modern mengakibatkan terganggunya keseimbangan sebagai indikator adanya harmonisasi dari sistem ekologis yang mekanismenya dikendalikan oleh hukum alam (Salikin, 2003). Sistem pertanian tersebut mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati seperti varietas lokal akibat penggunaan varietas unggul dan hilangnya organisme nonhama atau musuh alami hama yang sebenarnya bermanfaat. ABSTRACT Home gardens (pekarangan) constitute the potential land to be utilized as productive agricultural land due to their proximity with the people’s house, so that the management of these land is easy. Residents of Teluk Waru hamlet have not optimally utilized their home garden. For optimizing the production of pekarangan, an integrated agricultural landscape was made, with the concept of LEISA and is expected to be able to fulfill monthly appropriate livelihood need (KHL) for residents of Teluk Waru hamlet. In the efforts of optimizing the pekarangan utilization, two alternatives of agribusiness were planned. Lansdcape planning of Pekarangan with integrated farming system concept in the resident’s home garden of Teluk Waru hamlet with land size of 350 m2 showed the following results of agribusiness financial feasibilities: alternative 1 showed NPV of Rp 45.261.784,00, IRR of 111%, and Net B/C of 3,49. Agribusiness of alternative 1 was feasible to be run because of having NPV > 0, IRR above interest rate of 20 % and Net B/C > 1. Analysis results of financial feasibility of alternative 2 agribusiness showed NPV of Rp 72.128.612,00, IRR of 137%, and Net B/C of 4,28. Agribusiness of alternative 2 was feasible to be run because of having NPV > 0, IRR above interest rate of 20 % and Net B/C > 1. In order that the monthly livelihood needs of the famers are fulfilled, the agribusiness of alternative 1 and alternative 2 need minimum land size of 175,57 m2 and 123,82 m2 respectively. Keyword: LEISA, pekarangan, KHL Dengan lahan pertanian yang semakin berkurang, keanekaragaman hayati yang menyusut, sumber daya alam yang melimpah dan permasalahan pertanian yang ada, diperlukan pemanfaatan secara optimal sumber daya yang ada dengan perencanaan lanskap pertanian terpadu (integrated farming system) dengan konsep LEISA (lowexternal-input and sustainable agriculture). Menurut Reijntjes, Haverkort, dan Warters-Bayer (1999), LEISA adalah pertanian yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam dan manusia yang tersedia di tempat (seperti tanah, air, tumbuhan, tanaman dan hewan lokal serta tenaga manusia, pengetahuan, dan keterampilan) dan yang secara ekonomis layak, secara ekologis mantap, sesuai menurut budaya, dan secara sosial adil. memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) petani sehingga didapatkan luas lahan minimum untuk kelayakan usaha tani. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi petani, pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan instansi-instansi terkait serta masyarakat umum dalam menciptakan pertanian terpadu yang berwawasan lingkungan. Penelitian ini bertujuan merencanakan lanskap sistem pertanian terpadu dengan konsep LEISA (low-external-input and sustainable agriculture) melalui pemanfaatkan secara optimal sumber daya yang tersedia dengan memperhatikan fungsi-fungsi ekologi, ekonomi, dan sosial untuk Metode penelitian ini menggunakan tahapan yang terdiri dari tahap inventarisasi, analisis, sintesis, dan perencanaan. Inventarisasi Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah pengambilan data dan informasi mengenai aspek biofisik, sosial ekonomi, budaya, usaha tani, METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian terletak di Kampung Teluk Waru, Desa Curug Bitung, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Penelitian berlangsung pada bulan Maret sampai Oktober 2009. Metode Penelitian teknis budi daya, biaya dan pendapatan usaha tani, utilitas, fasilitas, dan infrastuktur. Dalam tahap ini ditetapkan secara acak sampel kepala keluarga (KK) petani dari selang sebagai berikut: memiliki pekarangan seluas 120 m2 - 400 m2, tetapi tidak memiliki lahan lain; memiliki pekarangan seluas 120 m2 – 400 m2 dan lahan lain seluas < 1000 m2; memiliki pekarangan seluas 120 m2 – 400 m2 serta lahan lain seluas ≥ 1000 m2. Analisis Pada kegiatan analisis dilakukan tahapan-tahapan yang diadopsi dan dimodifikasi dari Mugnisjah et al. (2000) yang terdiri dari beberapa tahap yaitu: (1) penetapan lokasi dan penilaian potensi lahan, (2) penetapan peruntukan lahan dan jenis komoditinya, (3) pemilihan dan penetapan komoditi untuk LEISA (4) analisis biaya produksi (5) analisis kelayakan finansial. Kelima langkah ini dilanjutkan dengan penetapan status pemenuhan kebutuhan hidup layak keluarga petani. Uraian tentang langkah-langkah analisis dijelaskan sebagai berikut: 1. Penetapan Lokasi dan Penilaian Potensi Lahan Dalam penetapan lahan diperlukan pertimbangan dari segi ekonomi, ekologi, dan sosial. Pertimbangan ekonomik yang diambil meliputi (1) kemungkinan usaha tani yang kini dilaksanakan masih dapat ditingkatkan efisiensinya dengan sistem LEISA; (2) lokasi lahan beraksesibilitas baik, tidak terlalu jauh dari pasar sarana produksi dan produk usaha tani; (3) tidak ada kendala ketersediaan tenaga kerja. Pertimbangan ekologik yang diambil mencakup hal-hal sebagai berikut: (1) lahan dapat ditanami sepanjang tahun (tiga musim tanam); (2) lahan khususnya sawah, biasanya diusahakan dengan teknologi pertanian konvensional; (3) terdapat saluran air untuk memasok keperluan lahan, khususnya kolam, sepanjang tahun. Pertimbangan sosialnya adalah pemilik lahan tidak keberatan jika lahannya dikelola dengan sistem LEISA. Pertimbangan teknisnya adalah tersedianya fasilitas dan utilitas yang mendukung sumber daya usaha tani. 2. Penetapan Peruntukan Lahan dan Jenis Komoditinya Peruntukan lahan ditetapkan dengan memperhatikan kelayakannya sebagai tempat kegiatan pertanian berpendekatan LEISA, yang terdiri dari satu kesatuan pengelolaan usaha tani tanaman, ternak, dan ikan. 3. Pemilihan dan Penetapan Komoditi untuk LEISA Biodiversitas dan daur energi yang tinggi mendapatkan penekanan dalam sistem pertanian yang dibangun. Pendaurulangan hara di dalam sistem diusahakan dengan tanaman dan ternak sehingga dapat mengurangi penggunaan masukan usaha tani dari luar sistem. Tanaman dan ternak yang diusahakan menghasilkan produk utama kebutuhan manusia (khususnya pangan) dan produk ikutan untuk kebutuhan proses produksi tanaman dan hewan (sebagai sumber masukan internal). 4. Analisis Biaya Produksi Kegiatan ini merupakan kegiatan menghitung seluruh biaya sarana produksi dan biaya operasional usaha tani. 5. Analisis Kelayakan Finansial Analisis kelayakan finansial ditujukan untuk mengetahui kelayakan usaha tani dengan asumsi seluruh hasil usaha tani dijual dengan harga pasar (Priandono, 2006). Analisis yang digunakan meliputi analisis Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C). 6. Analisis Kecukupan Hidup Layak Dalam analisis ini, keuntungan usaha tani terpadu dibandingkan dengan kebutuhan hidup layak petani yang didapatkan dari data survei. Dengan cara demikian status kecukupan hidup layak petani tersebut dapat diketahui. Sintesis Pada tahap ini ditentukan penetapan pola tanam, terak dan ikan, konsep tata ruang, tata hijau, utilitas dan failitas, serta sirkulasi dan daur energi yang mengintegrasikan sumber daya pertanian yang terdapat di dalam tapak. Menurut Mugnisjah et al. (2000) dalam penetapan pola tanam, ternak dan ikan perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) pola tanam dan pola pengusahaan ternak dan ikan mempertimbangkan prinsip intensitas penggunaan lahan yang tinggi, baik dari aspek ekonomi maupun aspek ekologi (pendaur-ulangan unsur hara); (2) pertanaman ganda dilakukan untuk mengurangi resiko ekonomi jika terjadi kegagalan pertanaman atau harga produk suatu jenis tanaman rendah; (3) rotasi tanaman semusim dilakukan dengan mempertimbangkan perlunya inkorporasi kompos biomas hasil sampingan ke dalam tanah. Konsep tata ruang ditentukan dengan memperhatikan aspek biofisik dan komoditi (tanaman, ternak, dan ikan). Konsep tata hijau ditentukan dengan memperhatikan aspek estetika dan aspek ekologi. Konsep sirkulasi dan daur energi memperhatikan hubungan penyediaan masukan internal. Konsep utilitas dan fasilitas memperhatikan keberadaan sumber daya. Perencanaan Dalam tahap perencanaan, konsep yang sudah ditentukan di kembangkan dalam bentuk rencana tata ruang, tata hijau, tata fasilitas dan utilitas serta tata sirkulasi dan daur energi. Bentuk dari perencanaan lanskap berupa rencana tapak (site plan) yang menggambarkan penataan tanaman, penataan ruang, jalur sirkulasi yang direncanakan, serta utilitas dan fasilitas yang mendukung keberadaan sumber daya usaha tani. HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Biofisik Lokasi penelitian terletak di dusun Teluk Waru, desa Curug Bitung, kecamatan Nanggung, kabupaten Bogor. Dusun Teluk Waru terletak pada koordinat 6o40’00” – 6o38’30” LS dan 106o30’00” – 106o32’30” BT. Sebelah utara berbatasan dengan dusun Nyangkoek. Sebelah timur berbatasan dengan desa Cisarua. Sebelah barat berbatasan dengan desa Kiarapandak.Sebelah selatan berbatasan dengan desa Kiarasari. Luas dusun Teluk Waru ± 323,7 ha. Kemiringan dusun Teluk Waru terdiri dari relatif datar 2-15%, bergelombang 15-40% dan curam >40 %. Secara umum topografi dusun Teluk Waru bergelombang dengan ketinggian antara 743-1056 mdpl. Berdasarkan peta tanah kabupaten Bogor yang bersumber dari BAPPEDA kabupaten Bogor, dusun Teluk Waru mempunyai jenis tanah latosol coklat kemerah-merahan, latosol merah kekuning-kuningan dan litosol atau dalam taksonomi tanah menurut USDA termasuk dalam order inceptisols. Tanah inceptisols yaitu tanah yang mempunyai tanah yang mempunyai sedikit horison atau horison yang tidak jelas. Rejim kelembaban tanah ini tergolong baik sampai cukup baik, memiliki mineral yang mudah lapuk. Sifat fisik tanah inceptisols yaitu bertekstur lebih halus dari pasir berlempung halus dengan fraksi liat beraktifitas sedang sampai tinggi (Abdullah, 1999). Tanah ini mempunyai subhorison kambik dengan KTK sedang. Kesuburan tanah ini rendah sampai tinggi. Tanah di dusun Teluk Waru ini mempunyai pH 4-5. Di dusun Teluk Waru terdapat aliran sungai Ci Durian yang dimanfaatkan warga untuk air minum dan irigasi lahan pertanian. Dusun Teluk Waru memiliki curah hujan sepanjang tahun 2007 sebesar 5441 mm/ tahun dengan curah hujan bulanan berkisar dari 119-635 mm dengan rata-rata curah hujan 453 mm/bulan. Curah hujan terendah tercatat pada bulan Agustus dan curah hujan tertinggi tercatat pada bulan April. Pada tahun 2008 curah hujan sebesar 6235,3 mm/tahun dengan curah hujan bulanan berkisar dari 156-1035 mm dengan rata-rata curah hujan 519,6 mm/bulan. Curah hujan terendah tercatat pada bulan Juli dan curah hujan tertinggi tercatat pada bulan Oktober. Penyebaran data curah hujan sepanjang tahun 2007 dan 2008 dapat dilihat pada Gambar 8. Data curah hujan sepanjang tahun 2007 dan 2008 ditakar di Perkebunan Cianten. Sumber air yang digunakan oleh warga berasal dari mata air gunung Halimun. Air tersebut digunakan oleh warga untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari maupun untuk mengairi sawah. Berdaarkan hasil analisis laboratorium Departemen Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor sumber air yang digunakan mempunyai kandungan pH 6,75, kandungan total amoniak (NH3-N) sebesar 0.022 mg/l dan kadar DO 2 mg/l. Data iklim yang didapat diperoleh dari stasiun Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor. Data iklim yang didapat meliputi suhu, kelembaban, lama penyinaran, dan kecepatan angin. Data iklim yang didapat merupakan data iklim pada tahun 2007 dan 2008. Suhu rata-rata bulanan pada tahun 2007 dan 2008 adalah 25.96 0C. Suhu rata-rata bulanan terendah terdapat pada bulan Februari, yaitu 24.75 0C. Suhu rata-rata bulanan tertinggi terdapat pada bulan September, yaitu 25.95 0C. Kelembaban rata-rata bulanan pada tahun 2007 dan 2008 adalah 83.75%. Kelembaban rata-rata bulanan terendah terdapat pada bulan September, yaitu 78.56 0C. Suhu rata-rata bulanan tertinggi terdapat pada bulan Februari, yaitu 89.82 0C. Lama Penyinaran rata-rata bulanan pada tahun 2007 dan 2008 adalah 83.75%. Lama Penyinaran rata-rata bulanan terendah terdapat pada bulan Februari, yaitu 30.68%. Suhu rata-rata bulanan tertinggi terdapat pada bulan Juli, yaitu 89.34%. Kecepatan angin rata-rata bulanan pada tahun 2007 dan 2008 adalah 83.75%. Kecepatan angin ratarata bulanan terendah terdapat pada bulan Juni, yaitu 2.02 km. Suhu ratarata bulanan tertinggi terdapat pada bulan Maret, yaitu 3.12km. Vegetasi yang terdapat dalam tapak yang akan direncanakan didominasi oleh pepohonan dan semak belukar. Vegetasi yang terdapat pada pekarangan masyarakat dusun Teluk Waru sangat beragam mulai dari tanaman hias, sayur-sayuran, musiman, bumbu-bumbuan, industri dan kayu-kayuan Tananaman hias yang ditanam seperti lidah mertua (Sansevieria trifasciata Laurentii), adam hawa (Rhoeo discolor), kaktus (Opuntia spp), bayam-bayaman (Coleus sp. Salmon Lace), lolipop (Pachystachys lutea), peacy lily (Spathiphyllum wallisii) dan kuping gajah (Anthurium crystallinum). Tanaman musiman yang ditemukan seperti durian (Durio zibethinus), singkong (Manihot utilissima Pohl), pepaya (Carica papaya), talas (Colocasia esculenta), dan pisang (Musa spp). Tanaman tahuanan yang ditemukan seperti sengon (Paraserianthes falcateria L. Nielsen), afrika (Maesopsis eminii Engl). Pada lahan pertanian kering warga terdapat tanaman padi gogo (Oryza sativa), jagung (Zea mays), kacang panjang (Vigna sinensis), kacang merah (Vigna umbellate), sengon (Paraserianthes falcateria L. Nielsen) dan afrika (Maesopsis eminii Engl). Pada lahan pertanian basah ditanami tanaman padi (Oryza sativa) sepanjang tahun. Satwa peliharaan yang ditemukan berupa hewan ternak yang berfungsi sebagai konsumsi ataupun produksi meliputi ayam ras, ayam buras, itik, kambing, ikan nila, ikan lele, ikan mas, ikan gurami dan kerbau. Satwa lain yang ditemukan sebagai ornamental adalah burung beo, burung pented, dan anjing. Aspek Sosial Ekonomi Mayoritas penduduk dusun Teluk Waru adalah warga asli dusun Teluk Waru dan masih dalam satu ikatan darah. Sebagian besar warganya bermata pencaharian sebagai petani. Mereka menggarap lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Ada beberapa yang berprofesi sebagai tukang ojeg, tukang kayu, guru dan pedagang. Selain membudidayakan tanaman, warga juga beternak kambing, ayam buras dan ikan air tawar. Ikan yang banyak dipelihara meliputi ikan lele, ikan mas, ikan gurame dan ikan nila. Tanaman utama yang dibudidayakan di lahan pertanian adalah sengon dan padi. Jumlah anggota dalam satu rumah tangga dari hasil wawancara sebesar 2 sampai 5 orang. Rata-rata jumlah anggota keluarga sebesar 4 orang.. Kebutuhan hidup warga sebagian besar disokong dari hasil pertanian. Rata-rata kepemilikan lahan kurang dari 1 ha yaitu 0,23 ha. Rata-rata pengeluaran dilihat dari penghasilan tersebut taraf kehidupan masyarakat rata-rata masih belum terpenuhi. Rata-rata pengeluaran per bulan sebesar Rp 1.284.450,00. Produksi rata-rata dari lahan pertanian yang meliputi lahan basah dan lahan kering sebesar Rp 977.100,00. Produksi rata-rata pekarangan responden sebesar Rp 622.206,00. Dari hasil rata-rata produksi pekarangan tidak mencukupi kebutuhan hidup bulanan warga. Warga yang mempunyai pengeluaran tinggi memiliki lahan pertanian yang relatif luas atau mempunyai penghasilan lain selain bertani. Sebagian besar warga adalah warga asli dusun Teluk Waru. Sebagian kecil saja dari warga dusun Teluk Waru yang merupakan warga pendatang. Kegiatan rekreasi atau wisata sangat jarang dilakukan warga bahkan tidak pernah selama setahun. Aspek Pendidikan Pengalaman bertani warga berkisar dari usia 10 tahun sampai 15 tahun. Pendidikan keluarga tani sebagian besar hanya sampai pada jenjang sekolah dasar (SD). Hanya beberapa orang dari warga yang berpendidikan sampai dengan sekolah menengah umum (SMU) atau perguruan tinggi. Aspek Budaya Warga memanfaatkan pekarangan untuk memelihara ternak dan memenuhi kebutuhan pangan seperti sayuran dan palawija. Dalam bertani masyarakat sudah melakukan sistem tumpang sari pada lahan kering. Tanaman yang dipakai dalam tumpang sari seperti padi, jagung, talas, singkong dan sengon. Sebelum sengon tumbuh besar biasaya diselingi dengan tanaman palawija seperti jagung, talas dan kacang-kacangan. Pada lahan basah masyarakat hanya menanaminya dengan tanaman padi. Sampah rumah tangga dibuang dalam satu tempat dengan kotoran ternak kambing kemudian dibakar. Setelah dibakar, warga menggunakan sampah tersebut sebagai pupuk. Kotoran dari ternak kambing ada yang dipisah dengan sampah rumah tangga kemudian digunakan sebagai pupuk. Beberapa warga menempatkan kandang ayam di atas kolam ikan. Aspek Usahatani Kepemilikan lahan warga rata-rata kurang dari 1 ha. Lahan yang dimiliki oleh warga meliputi lahan basah dan lahan kering. Lahan pertanian sebagian besar jauh dari jalan besar dengan jarak antara 2-3 km. Pada lahan kering ditanami tanaman palawija, padi dan tamanan kayu-kayuan seperti sengon. Pada lahan basah warga menanaminya dengan tanaman padi sepanjang tahun. Lahan basah dialiri air sepanjang tahun dari sumber mata air gunung. Dalam bertani warga menanami lahan kering secara bergantian dengan tanaman yang berbeda. Setelah menanam padi biasanya ditanam dengan palawija seperti jagung, ubi jalar dan kacangkacangan seperti kacang panjang dan kacang merah. Namun dalam pola penanamannya tidak ada jadwal yang baku. Warga menanami lahan basah dengan tanaman padi sepanjang tahun. Jalan menuju dusun Teluk Waru dari kecamatan Nanggung mempunyai lebar 5 meter. Kondisi jalan saat sebagian bagus dan sebagian terdapat kerusakan. Jalan menuju dusun Teluk Waru berkelok-kelok dan terdapat banyak tanjakan dan turunan. Jalan yang mendekati dusun kondisinya dan berbatu. Apabila turun hujan kondisinya becek dan licin. Di dalam dusun terdapat jalan yang cukup lebar sekitar 4 meter. Sebelum sampah dibuang di pekarangan, sebelumnya sampah ditempatkan pada tempat sampah yang terdapat di dalam rumah. Ada beberapa keluarga yang tidak mempunyai tempat sampah di dalam rumah. Belum terdapat adanya pemisahan antara sampah organik dengan sampah inorganik. Sumber air warga berasal dari mata air gunung. Kondisi air masih bagus. Warga mengalirkan air untuk keperluan sehari-hari seperti mandi dan mengaliri kolam ikan. Analisis Penetapan Lokasi Penilaian Potensi Lahan dan Lokasi yang dipilih untuk direncanakan sebagai tapak pertanian terpadu dengan konsep LEISA ditujukan terhadap pekarangan yang mempunyai cukup air sebagai pasokan untuk kolam dan mempunyai luasan yang cukup untuk budidaya tanaman, ternak dan ikan. Infrastruktur Bentuk topografi secara umum dusun Teluk Waru bergelombang. Beberapa tempat mempunyai topografi relatif datar dan curam. Untuk keperluan pertanaman, daerah yang miring memerlukan pengolahan tanah yang baik agar tidak terjadi erosi. Permukaan tanah hendaknya tertutup oleh oleh tanaman agar tidak terjadi erosi. Warga umumnya mempunyai kandang untuk memlihara ternaknya. Kandang tersebut biasanya diletakkan di samping atau di belakang rumah. Pemeliharaan ikan ditempatkan pada kolam yang umumnya berbentuk segi empat. Kepemilikan lahan sebagian besar penduduk kurang dari 1 ha meliputi rumah, pekarangan, lahan basah dan lahan kering. Lahan basah dan kering yang dimiliki letaknya terfragmentasi dan jauh sehingga sulit dalam melakukan pengelolaan usaha tani. Jarak lahan tersebut antara 2 sampai 3 km dari tempat tinggal penduduk. Untuk sampai di lahan pertaniannya, warga harus berjalan kaki karena kondisi jalan yang tidak memungkinkan untuk dilalui kendaraan. Sebagian besar pekarangan yang dimiliki warga relatif sempit. Warga belum memanfaatkan pekarangan secara optimal untuk budi daya tanaman, ternak maupun ikan. Tanaman, ternak dan ikan yang berada di pekarangan masih dipelihara secara ekstensif. Selain untuk budi daya pekarangan juga digunakan sebagai tempat membuang sampah rumah tangga. Sampah yang dibuang warga belum ada pemisahan antara sampah organik dan inorganik. Sampah tersebut dibuang ke pekarangan kemudian dibakar. Tempat sampah di pekarangan ada yang di tempatkan di bawah kandang kambing dan ada yang terpisah. Sebagian warga mempunyai tempat sampah di rumah sebelum membuangnya ke pekarangan. Untuk keperluan air bersih dan kolam ikan warga mendapatkannya dari mata air pegunungan yang disalurkan melalui pipa. Air buangan dari rumah tangga dibuang ke pekarangan. Air buangan tersebut tidak mempunyai penampungan khusus. Untuk mengaliri kolam beberapa warga juga memakai air limbah rumah tangga. Hal tersebut membahayakan ikan apabila air limbah tersebut tercampur dengan sabun. Jenis tanah latosol atau inceptisols mengandung kadar liat ≥60% dan mempunyai kedalaman solum >150 cm. Karena mempunyai solum yang dalam maka tanah ini sesuai untuk tanaman yang mempunyai perakaran dalam seperti tanaman perkebunan dan buah-buahan. Selain itu tanah latosol juga sesuai untuk tanaman palawija, sayuran dan padi. Tanah ini mempunyai KB <30% dan relatif kurang subur. Tanah tersebut masih memerlukan pupuk untuk meningkatkan produksi tanaman. Berdasarkan data iklim pada tahun tahun 2007 dan tahun 2008 maka menurut klasifikasi iklim Koppen termasuk ke dalam iklim tipe Af yaitu suhu bulan terdingin lebih dari 18o dan selalu basah dengan curah hujan setiap bulan lebih dari 60 mm. Menurut klasifikasi iklim Oldeman data iklim pada tahun 2007 adalah tipe A1/A2 yaitu bulan lembab (BL) sebanyak satu dan bulan basah (BB) sebanyak sebelas. Sedangkan data iklim pada tahun 2008 merupakan tipe A1 yaitu bulan lembab (BL) sebanyak dua dan bulan basah (BB) sebanyak sepuluh. Tipe iklim A1 dan A2 tersedi air sepanjang tahun karena hujan terjadi hampir sepanjang tahun. Kondisi air yang ada cukup baik dan belum tercemar. Kondisi air yang ada memungkinkan untuk memelihara ikan terutama ikan lele karena memiliki kadar DO yang relatif rendah. Analisis Penetapan Peruntukan Lahan dan Jenis Komoditinya Vegetasi yang terdapat di pekarangan warga bermacammacam yaitu tanaman buah-buahan, tanaman hias, sayur-sayuran, tanaman kayu-kayuan, tanaman obat, tanaman bumbu dan tanaman industi. Warga memanfaatkan tanaman untuk kebutuhan rumah tangga dengan mengkonsumsi atau menjualnya dan untuk pakan ternak. Pekarangan belum dimanfaatkan warga secara maksimal. Tanaman yang terdapat di pekarangan sebagian besar dikelola secara ekstensif. Tanaman yang terdapat di pekarangan sebagian besar belum tertata dengan baik yang berakibat pada penggunaan lahan yang tidak efisien dan produktifitasnya yang rendah. Warga belum memanfaatkan pekarangan secara optimal. Beberapa warga sudah menyadari akan keindahan tempat tinggal yaitu dengan menanami pekarangannya dengan tanaman-tanaman hias baik dengan pot maupun ditanam secara langsung di pekarangan. Satwa yang dipelihara warga meliputi kerbau, burung, ayam, kambing, domba ikan dan itik. Domba dan kambing dipelihara warga untuk dijual. Ayam dipelihara untuk sesekali diambil telur, disembelih atau dijual. Pemeliharaan satwa sebagian besar masih dipelihara secara semi intensif. Untuk pemeliharaan kambing atau domba kandang yang dibuat terdapat sekat untuk membatasi masing-masing kambing. Ukuran sekat yang dibuat berukuran 1 x 2 meter untuk setiap kambing atau domba. Dalam memelihara ayam warga tidak mempunyai ukuran kandang khusus. Ikan yang ditanam di kolam tidak memperthatikan luas kolam. Dalam memelihara ternak ada yang memadukan antara ayam dengan ikan atau longyam. Ikan yang banyak dijumpai adalah ikan lele. Analisis Pemilihan dan Penetapan Komoditi untuk LEISA Komoditi yang dipilih untuk sistem LEISA diupayakan agar petani mendapatkan sesering mungkin hasil dari lahan yang diusahakan. Biodiversitas juga ditekankan untuk mengurangi ganguan dari hama dan penyakit. Komoditi yang dipilih meliputi tanaman, ternak dan ikan. Pengusahaan tanaman , ternak dan ikan memungkinkan untuk pendaur ulangan energi. Ketersediaan akan benih dan permintaan komoditi juga menjadi pertimbangan. Komoditi yang dipilih selain untuk diambil manfaat secara ekonomi juga untuk memenuhi kebutuhan akan karbohidrat, protein, vitamin dan mineral. Tanaman menghasilkan produk ikutan berupa pakan ternak dan sumber kayu bakar. Ternak menghasilkan kotoran yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk bagi tanaman maupun ikan. Jenis tanaman yang dipilih adalah jagung, kacang merah, kacang panjang, cabai merah, talas, ubi jalar, pisang, singkong dan sengon. Luas pekarangan yang akan diusahakan adalah 350 m2. Usaha tani yang akan dikembangkan meliputi 2 alternatif. Usaha tani alternatif 1 luas tanaman yang akan diproduksi yaitu: jagung 100 m2, kacang panjang 100 m2, kacang merah 100 m2, cabai merah 100 m2, talas 42 m2, ubi jalar 42 m2, dan singkong 42 m2. Jumlah hewan yang akan dipelihara adalah kambing 5 ekor, ayam kampung 50 ekor dan ikan lele 1250 ekor/daur. Usaha tani alternatif 2 luas tanaman yang akan diproduksi yaitu: jagung 171,84 m2, kacang panjang 171,84 m2, kacang merah 171,84 m2, cabai merah 171,84 m2, sengon 171,84 m2, talas 24 m2, ubi jalar 24 m2, dan singkong 24 m2. Jumlah hewan yang akan dipelihara adalah kambing 5 ekor, ayam kampung 100 ekor dan ikan lele 1250 ekor/daur. Analisis Biaya Finansial dan Kelayakan 1. Asumsi Teknis Produksi Asumsi teknis dari pengusahaan tanaman, ternak dan ikan dapat dilihat pada usaha tani alternatif 1 dan alternatif 2. Hasil yang akan didapat dari pengusahaan tanaman, ternak dan ikan pada usaha tani alternatif 1 adalah jagung 20 kg, cabai merah 50 kg, kacang panjang 40 kg, kacang merah 20 ikat, talas 168 batang, ubi jalar 68, 57 kg, pisang 24 tandan dan singkong 231 kg. Hasil ternak terdiri dari induk kambing 5 ekor, anak kambing 8 ekor, ayam afkir 47 ekor, telur ayam 4275 butir dan ikan lele 148,44 kg/daur. Hasil sampingan berupa kotoran yaitu 14 karung kotoran ayam dan 22 karung kotoran kambing. Sedangkan hasil yang akan didapat dari pengusahaan tanaman, ternak dan ikan pada usaha tani alternatif 2 adalah jagung 34,37 kg, cabai merah 65,29 kg, kacang panjang 85,92 kg, kacang merah 68,7 ikat, talas 96 batang, ubi jalar 39,18 kg dan sengon 27 pohon. Hasil ternak terdiri dari induk kambing 5 ekor, anak kambing 8 ekor, ayam afkir 95 ekor, telur ayam 8550 butir dan ikan lele 148,44 kg/daur. Hasil sampingan berupa kotoran yaitu 28 karung kotoran ayam dan 22 karung kotoran kambing. 2.Struktur Produksi dan Sumber Biaya a. Biaya Usaha dan Penyusutan Biaya usaha tani terdiri dari biaya investasi dan modal kerja. Biaya investasi meliputi biaya pembuatan kandang ayam, kandang kambing, pembelian alat-alat dan pajak tanah serta bibit ayam kampung, bibit kambing dan bibit ikan lele. Struktur biaya usaha tani di pekarangan alternatif 1 meliputi biaya modal kerja terdiri dari biaya produksi jagung, kacang panjang, kacang merah, cabai merah, talas, ubi jalar, pisang, singkong, ayam kampung, kambing dan ikan lele. Biaya investasi sebesar Rp 11.367.000,00 dan modal kerja sebesar Rp 6.785.202,00 sehingga total biaya usaha menjadi Rp 18.152.202,00. Struktur biaya usaha tani di pekarangan alternatif 2 meliputi biaya modal kerja terdiri dari biaya produksi jagung, kacang panjang, kacang merah, cabai merah, talas, ubi jalar, sengon, ayam kampung, kambing dan ikan lele. Biaya investasi sebesar Rp 12.867.000,00 dan modal kerja sebesar Rp 9.149.146,00 sehingga total biaya usaha menjadi Rp 22.016.146,00. Penyusutan dihitung dengan menyebarkan secara merata total pinjaman dalam 5 tahun. Pada usaha tani di pekarangan alternatif 1 sebesar Rp 3.946.957,00, sedangkan pada usaha tani di pekarangan alternatif 2 sebesar Rp 4.403.229,00. Nilai penyusutan merupakan komponen biaya tetap karena dibayarkan secara periodik dalam jumlah yang tetap selama proses produksi. Biaya variabel dalam kegiatan usaha tani ini terdiri dari biaya produksi tanaman, ternak dan ikan yaitu dibayarkan selama proses produksi berlangsung yang jumlahnya tidak tetap. Biaya variabel tersebut meliputi pembelian benih, pupuk, pestida dan pakan serta upah tenaga kerja untuk pengolahan tanah, pemeliharaan dan panen. b. Pinjaman ke Pengembaliannya Bank dan Sumber biaya usaha tani di dusun Teluk Waru diasumsikan berasal dari bank dengan suku bunga 20 % per tahun serta waktu tunggu bayar (grace periode) 4 bulan (musim tanam pertama) dan jangka waktu pengembalian 5 tahun. Usaha tani alternatif 1 mempunyai total pinjaman Rp 18.152.202,00 dan angsuran setiap tahunnya Rp 3.630.440,00 atau Rp 302.537,00 per bulan. Total bunga yang harus dibayar adalah Rp 10.891.321,00. Sehingga pengembalian hutang ke bank mencapai Rp 29.043.523,00. Usaha tani alternatif 2 mempunyai total pinjaman Rp 22.016.146,00 dan angsuran setiap tahunnya Rp 4.403.229,00 atau Rp 366.936,00 per bulan. Total bunga yang harus dibayar adalah Rp 13.209.687,00. Sehingga pengembalian hutang ke bank mencapai Rp 35.225.833,00. 3. Pendapatan Usaha Tani dan Keuntungan Pendapatan dari usaha tani merupakan hasil dari kegiatan usaha tani berupa tanaman, ternak dan ikan. Pendapatan atau penerimaan merupakan hasil kali dari produksi dengan harga pasar masing-masing komoditi. Pendapatan dari usaha tani berupa penjualan produk utama dan produk ikutan (limbah). Alternatif 1 menunjukkan pendapatan dari produksi tanaman sebesar Rp 2.082.630,00 per tahun. Pendapatan per tahun dari produksi ayam kampung beserta limbahnya sebesar Rp 9.753.000,00. Pendapatan per tahun dari produksi kambing beserta limbahnya sebesar Rp 15.544.000,00. Pendapatan per tahun dari ikan lele dengan 3 daur sebesar Rp 6.679.650,00. Total dari penerimaan pada usaha tani di pekarangan alternatif 1 mencapai Rp 34.059.280,00. Alternatif 2 menunjukkan pendapatan dari produksi tanaman sebesar Rp Rp 6.236.344,00 per tahun. Pendapatan per tahun dari produksi ayam kampung beserta limbahnya sebesar Rp 19.531.000,00. Pendapatan per tahun dari produksi kambing beserta limbahnya sebesar Rp 15.544.000,00. Pendapatan per tahun dari ikan lele dengan 3 daur sebesar Rp 6.679.650,00. Total dari penerimaan pada usaha tani di pekarangan alternatif 2 mencapai Rp 47.990.994,00. Keuntungan usaha tani di pekarangan didapat dari selisih antara penerimaan dan biaya produksi masing-masing komoditi. Pada usaha tani alternatif 1 keuntungan dari usaha tanaman per tahun sebesar Rp 1.601.226,00. Keuntungan per tahun dari ayam kampung sebesar Rp 7.953.000,00. Keuntungan per tahun dari ikan lele Rp 2.295.525,00. Keuntunngan per tahun dari kambing sebesar Rp 15.544.000,00. Total keuntungan usaha tani per tahun di pekarangan warga dusun Teluk Waru alternatif 1 adalah Rp 27.393.751,00. Pada usaha tani alternatif 2 keuntungan dari usaha tanaman per tahun sebesar Rp 5.072.682,00. Keuntungan per tahun dari ayam kampung sebesar Rp 15.931.000,00. Keuntungan per tahun dari ikan lele Rp 2.295.525,00. Keuntungan per tahun dari kambing sebesar Rp 15.544.000,00. Total keuntungan usaha tani per tahun di pekarangan warga dusun Teluk Waru alternatif 2 adalah Rp 38.841.848,00. 4. Analisis Kelayakan Finansial Analisis kelayakan finansial dibuat untuk mengetahui layak atau tidaknya usaha tani di pekarangan warga dusun Teluk Waru untuk diusahakan. Analisis kelayakan dilakukan dengan asumsi seluruh hasil produksi dari pekarangan dijual dengan harga pasar. Analisis dilakukan selama 5 tahun periode produksi. Pada usaha tani alternatif 1 nilai NPV dari usaha tani sebesar Rp 45.261.784,00, ini menunjukkan bahwa usaha tani yang dilakukan layak karena nilai NPV>0 atau positif. Nilai IRR yang diperoleh adalah 111%, hal ini juga berarti usaha tani layak karena berada di atas suku bungan yang berlaku yaitu 20%. Demikian juga dengan Net B/C yang menunjukkan usaha tani tersebut layak karena nilainya lebih dari 1 yaitu 3,49. Net B/C 3,49 dapat diartikan bahwa untuk setiap satu rupiah dari usaha tani akan memberikan manfaat 3,49 kali biaya yang dikeluarkan. Usaha tani alternatif 2 mempunyai nilai NPV dari usaha tani sebesar Rp 72.128.612,00, ini menunjukkan bahwa usaha tani yang dilakukan layak karena nilai NPV>0 atau positif. Nilai IRR yang diperoleh adalah 137%, hal ini juga berarti usaha tani layak karena berada di atas suku bungan yang berlaku yaitu 20%. Demikian juga dengan Net B/C yang menunjukkan usaha tani tersebut layak karena nilainya lebih dari 1 yaitu 4,28. Net B/C 4,28 dapat diartikan bahwa untuk setiap satu rupiah dari usaha tani akan memberikan manfaat 4,28 kali biaya yang dikeluarkan. 5. Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Dalam suatu usaha tani bisa terjadi suatu perubahan yang tidak bisa dipastikan. Perubahan yang terjadi terdiri dari beberapa hal seperti biaya produksi dan harga produksi. Untuk mengatasi perubahan tersebut dilakukan analisis sensitivitas dengan perubahan pada pendatan berupa harga produk turun 10% serta biaya produksi naik 10%. Usaha tani yang akan dibuat dikatakan layak apabila empunyai NPV>0, IRR>20% dan net B/C>1. Hasil dari analisis dari usaha tani alternatif 1 dengan biaya naik 10% diperoleh NPV sebesar Rp 43.232.593,70, IRR sebesar 107% dan net B/C sebesar 3,38. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa usaha ini masih layak untuk dijalankan. Nilai NPV, IRR dan net B/C masingmasing bila harga turun 10% adalah Rp 49.736.177,00, 91% dan 2,93. Hasil dari analisis kelayakan finansial dengan harga turun 10% menunjukkan bahwa usaha tani tersebut layak pula untuk dijalankan. Hasil dari analisis dari usaha tani alternatif 2 dengan biaya naik 10% diperoleh NPV sebesar Rp 69.392.457,00, IRR sebesar 133% dan net B/C sebesar 4,15. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa usaha ini masih layak untuk dijalankan. Nilai NPV, IRR dan net B/C masingmasing bila harga turun 10% adalah Rp 57.776.367,00, 115% dan 3,62. Hasil dari analisis kelayakan finansial dengan harga turun 10% menunjukkan bahwa usaha tani tersebut layak pula untuk dijalankan. Analisis Kecukupan Hidup Layak Net benefit atau keuntungan dari usaha tani Alternatif 1 dan Alternatif 2 dengan luas lahan 350 m2 masingmasing setiap tahun adalah Rp 27.393.751,00 dan Rp 38.841.848,00 per tahun atau Rp 2.282.816,00 dan Rp 3.236.821,00 per bulan. Dari hasil wawancara dengan keluarga petani, uang yang dikeluarkan untuk kebutuhan hidup setiap bulan sebesar Rp 1.284.450,00 atau Rp 13.742.045,00 per tahun. Dengan demikian, kebutuhan bulanan keluarga tani dapat tercukupi dengan kedua alternatif usaha tani tersebut. Usaha tani Alternatif 1 memberikan pendapatan bersih setiap 1 m2 setiap tahun sebesar Rp 78.268,00, sedangkan usaha Alternatif 2 sebesar Rp 110.976,00. Berdasarkan pendapatan bersih (Ni) setiap 1 m2 setiap tahun, didapatkan luas lahan minimum (Llm) = KHL/Ni sehingga usaha tani alternatif 1 dan alternatif 2 masingmasing membutuhkan lahan minimum seluas 175,57 m2 dan 123,83 m2. Perencanaan Lanskap Konsep Dasar Konsep dasar dari perencanaan lanskap adalah menjadikan pekarangan rumah sebagai lahan pertanian yang produktif dengan memadukan unsur tanaman, ternak, dan ikan. Nilai produksi dari pekarangan rumah tersebut mampu untuk mencukupi kebutuhan bulanan rumah tangga petani. Keluaran dari suatu unsur menjadi masukan dari unsur yang lain. Konsep Tata Ruang Ruang di pekarangan dibagi menjadi rumah, beranda, dan pekarangan. Pekarangan memproduksi tanaman, ternak, dan ikan. Penempatan komoditi yang menyediakan masukan bagi komoditi lain ditempatkan berdekatan untuk memudahkan pengangkutan. Pola Tanam dan Ternak dan Ikan Pemilharaan Tanaman ditanam dengan cara merotasi untuk mengurangi gangguan akibat hama dan penyakit. Tanaman, ternak dan ikan yang diusahakan yaitu yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Tanaman yang dibudi daya di pekarangan yaitu jagung, kacang panjang, kacang merah, cabi merah, pisang, singkong dan sengon. Beberapa jenis ternak yang diusahakan adalah ayam kampung dan kambing. Selain mempunyai nilai ekonomi tinggi, ayam kampung dan kambing diusahakan karena sesuai dengan keadaan sosial masyarakat yang mempunyai kebiasaan memeliharanya dan sesuai dengan keinginan masyarakat. Pola tanam disesuaikan dengan curah hujan pada tahun 2008. pekarangan. Kotoran ayam dan kotoran kambing dapat digunakan sebagai pupuk bagi tanaman dan ikan. Sebagian produk dari tanaman bisa digunakan sebagai pakan ternak dan pupuk. Air kolam dimanfaatkan untuk irigasi tanaman. Limbah cair rumah tangga digunakan untuk irigasi kolam tetapi dipisahkan antara limbah yang tercampur sabun dengan yang tidak karena air sabun berbahaya bagi kelangsungan hidup ikan. Limbah padat rumah tangga berupa bahan organik bisa menjadi pupuk bagi tanaman (Gambar 1). rumah. Di dalam pekarang terdapat tanaman, ternak, ikan, tempat penampungan air limbah rumah tangga, dan tempat sampah. Tanaman yang terdapat di pekarangan berupa tanaman pertanian, tanaman hias, tanaman obat keluarga. Tanaman hias digunakan sebagai elemen estetis. Ternak yang terdapat di pekarangan yaitu kambing dan ayam. Ternak yang dipelihara merupkan ternak yang biasa dipelira warga yaitu ayam kampung dan kambing yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Ikan yang ditanam di kolam adalah Konsep Tata Hijau Tanaman digunakan sebagai produksi dan sebagai elemen estetis. Komoditas tanaman produksi yang diprioritaskan adalah yang memiliki nilai ekonomi tinggi, sedangkan sebagai elemen estetis adalah penanaman tanaman hias. Tanaman ditempatkan sesuai dengan fungsi ekologis seperti memberikan naungan, menumpang sarikan tanaman, mengurangi erosi dan memberikan masukan bagi unsur lain. Rotasi penanaman dilakukan untuk menjaga kesuburan tanah. Gambar 1. Konsep Sirkulasi dan Daur Energi Rencana Tata Ruang Rumah Rumah sebagai tempat tinggal keluarga petani dengan ukuran yang cukup untuk empat anggota keluarga yaitu suami, istri dan dua orang anak. Di dalam rumah terdapat tempat sampah dan kamar mandi. Konsep Utilitas dan Fasilitas Beranda Di pekarangan warga terdapat tempat sampah untuk sampah organik dan inorganik. Pembuangan air limbah rumah tangga disediakan tempat penampungan air limbah. Kolam ikan dan kandang ternak digunakan secara optimum sesuai dengan luasan yang ada. Beranda merupkan tempat untuk bermain bagi anak-anak, tempat menempatkan kendaraan, tempat menjemur pakaian, dan tempat menjemur hasil panen. Beranda merupakan halaman terbuka yang terdapat di samping di depan dan dibelakan rumah. Konsep Sirkulasi dan Daur Energi Pekarangan Kebutuhan bulanan rumah tangga petani dipenuhi dari hasil produksi Pekarangan adalah halaman di depan, samping dan belakang ikan lele karena ikan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Rencana Tata Hijau Rencana tata hijau disesuaikan dengan fungsi yang ingin didapatkan yaitu: fungsi produksi, fungsi ekologi dan fungsi estetis. Untuk memenuhi fungsi produksi ditekankan pada tanaman yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Tanaman yang digunakan sebagai fungsi produksi yaitu: jagung (Zea mays), kacang panjang (Vigna sinensis), kacang merah (Vigna umbellate), cabai merah (Capsicum annum), singkong (Manihot utilissima Pohl), talas (Colocasia esculenta), ubi jalar (Ipomoea batatas), sengon (Paraserianthes falcateria L. Nielsen), dan pisang (Musa spp). Sebagai penghasilan tambahan keluarga petani digunakan alternatif tanaman buah-buahan seperti mangga, pepaya dan kelapa. Pada tepi tapak pengusahaan tanaman ditanam rumput yang bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak sekaligus mengurangi erosi tanah. Fungsi ekologi pada tanaman adalah dengan merotasi tanaman produksi serta sistem penanaman bertingkat dan tumpang sari. Penanaman bertingkat akan memberikan naungan sehingga bisa mengurangi erosi tanah karena percikan air hujan. Tanaman yang ditanam di sekita kolam dapat memberikan naungan bagi ikan dan menstabilkan suhu kolam. Menurut Reijntjes et al. (1999) penanaman dengan budidaya ganda atau tumpang sari dapat meminimalkan kerugian karena penyakit dan hama. Fungsi estetis tanaman yaitu sebagai fungsi keindahan dengan menenanam alternatif tanaman hias seperti pangkas kuning (Duranta sp.), krokot (Althernantera ficoides), lidah mertua (Sansevieria trifasciata Laurentii), beras tumpah (Aglonema sp.), adam hawa (Rhoeo discolor), dan hanjuang (Dracaena fragrans). Rencanan Tata Fasilitas dan Utilitas Fasilitas yang terdapat di pekarang meliputi tempat sampah, tempat pembuangan air limbah rumah tangga, kandang ternak dan kolam ikan. Kandang ternak dan kolam ikan dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan ukurannya. Dibawah kandang ternak terdapat tempat penampungan kotoran ternak. Tempat sampah terdiri dari dua jenis yaitu tempat sampah organik dan inorganik. Sampah organik memungkinkan untuk dijadikan pupuk bagi tanaman. Air limbah rumah tangga ditampung pada tempat penampungan khusus serta dipisah antara air yang mengandung sabun dengan yang tidak. Air limbah rumah tangga dari tempat penampungan limbah yang tidak tercampur dengan sabun selanjutnya bisa digunakan untuk mengairi kolam. Rencana Tata Sirkulasi dan Daur Energi Penggunaan masukan-masukan dari luar diperlukan dalam kegiatan produksi tanaman, ternak dan ikan. Masukan-masukan dari luar diperlukan untuk menjaga keberlanjutan usaha tani. Kebutuhan bulanan keluarga petani dipenuhi dengan asumsi menjual seluruh hasil produksi pekarangan. Hasil dari produksi pekarangan juga digunakan untuk pengadaan masukan seperti pupuk, benih, pakan dan pestisida. Hasil sampingan dari pengusahaan tanaman, ternak dan ikan seperti limbah hijauan dan kototan ternak dapat dipergunakan kembali sebagai masukan organik (pupuk kandang dan pupuk kompos). Hasil sampingan yang dimanfaatkan kembali dapat mengurangi penggunaan masukan luar. Air kolam dapat digunakan untuk menyiram tanaman karena mengandung unsur hara. Limbah dari tanaman jagung, ubi jalar, pisang, singkong dan sengon dapat dimanfaatkan sebagai pakan kambing. Daun talas dapat digunakan sebagai pakan ikan sehingga bisa mengurangi biaya pembelian pakan. Abdoellah dan Nurkholis (1994) dalam Priandono (2006) menyebutkan bahwa sebanyak 10.000 kg murni kotoran ayam diolah menjadi pupuk kandang, hasilnya akan setara dengan 266,67 kg urea, 1.022,22 kg SP-36, dan 200,83 kg KCL. Maka untuk 1 kg kotoran ayam setara dengan 0,03 kg urea, 0,10 kg SP-36, dan 0,02 kg KCl. Ayam menghasilkan kotoran yang dapat digunakan sebagai pupuk bagi kolam dan tanaman. Ayam kampung menghasilkan 25 gram setiap hari (http://www.warintek.ristek.go.id. 1 Maret 2009). Dari usaha tani alternatif 1 diperoleh 14 karung atau 420 kg kotoran ayam per tahun dengan asumsi 1 karung sama dengan 30 kg, sedangkan usaha tani alternatif 2 menghasilkan 30 karung atau 900 kg kotoran ayam per tahun. Kotoran ayam dan kotoran kambing yang digunakan sebagai pupuk pada usaha tani alternatif 1 dan 2 dapat menghemat biaya produksi karena mengurangi penggunaan pupuk kimia. Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan (1992) dalam Susanto dan Widayati (2007) kolam ikan membutuhkan pupuk dari kotoran ayam sebanyak 8,57 gram/m2/hari, sehingga dari pemeliharaan ikan pada usaha tani alternatif 1 dan alternatif 2 membutuhkan 57.85 kg atau 2 karung kotoran ayam per tahun untuk 3 daur. Saswono (2002) menyebutkan kambing menghasilkan kotoran sebanyak 200 gram setiap hari. Usaha tani alternatif 1 dan alternatif 2 menghasilkan kotoran kambing 22 karung atau 648 kg dengan asumsi 1 karung sama dengan 30 kg per tahun. Penggunaan kotoran kambing pada pengusahaan tanaman dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia sehingga mengurangi biaya produksi. Usaha tani Alternatif 1 menghemat total biaya produksi sebesar 0,7% dengan penggunaan pupuk dari kotoran ayam dan kambing, sedangkan saha tani Alternatif 2 menghemat total biaya produksi sebesar 1% (Gambar 2 dan 3). SIMPULAN Dari hasil perencanaan lanskap sistem pertanian terpadu pada pekarangan warga di Dusun Teluk Waru dengan luas lahan 350 m2 diperoleh hasil analisis kelayakan finansial usaha tani Alternatif 1 memperoleh NPV sebesar Rp 45.261.784,00, IRR sebesar 111%, dan Net B/C 3,49. Usaha tani Alternatif 1 layak untuk dijalankan karena mempunyai NPV>0, IRR di atas suku bunga 20% dan Net B/C>1. Hasil analisis kelayakan finansial usaha tani Alternatif 2 diperoleh NPV sebesar Rp 72.128.612,00, IRR sebesar 137%, dan Net B/C 4,28. Usaha tani Alternatif 2 layak pula untuk dijalankan karena mempunyai NPV>0, IRR di atas suku bunga 20% dan Net B/C>1. Nilai produksi dari usaha tani Aternatif 1 dan Alternatif 2 masingmasing sebesar Rp 34.059.280,00 dan Rp 47.990.994,00 per tahun. Keuntungan usaha tani di pekarangan alternatif 1 dan alternatif 2 masing-masing adalah Rp 27.393.751,00 dan Rp 38.841.848,00 per tahun atau Rp Rp 2.282.816,00 dan Rp 3.236.821,00 per bulan. Keuntungan yang diperoleh dari produksi pekarangan dapat mencukupi kebutuhan keluarga petani karena masih di atas kebutuhan bulanan keluarga petani sebesar Rp 1.284.450,00 atau Rp 13.742.045,00 per tahun. Untuk mencukupi kebutuhan hidup bulanan petani, usaha tani Alternatif 1 dan Alternatif 2 masing-masing membutuhkan luas lahan minimum 175,57 m2 dan 123,83 m2. Berdasarkan hasil analisis usaha tani tersebut disusun rencana lanskap pekarangan dengan sistem pertanian terpadu. Terdapat dua zonasi yang dikembangkan yang masing-masing terdiri dari zona publik, zona keluarga, zona privat, zona pelayanan, dan zona produksi. Kedua zonasi tersebut selanjutnya mengakomodir fungsi produksi yang dihasilkan dari analisis usaha tani, fungsi ekologi, fungsi ekonomi, fungsi estetika, dan fungsi sosial. Dalam kegiatan penelitian ini masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai jumlah limbah dan produk ikutan dari masing-masing komoditi tanaman untuk mengetahui jumlah pupuk organik yang dapat diproduksi. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor atas izin yang diberikan; Bapak Ubeng Sasmita dan keluarga atas izin, tempat tinggal, doa, bantuan, dan dukungannya; Bapak Atma dan keluarga atas doa, dukungan, dan bantuannya; Bapak Kepala Dusun Teluk Waru atas doa, Gambar 2. Site Plan Alternatif 1 dukungan, dan bantuannya; DAFTAR PUSTAKA http://www.warintek.ristek.go.id. (diakses 1 Maret 2009) LPPM Institut Pertanian Bogor Bekerja Sama dengan BAPPEDA KABUPATEN SERANG. 2004. Usaha Tani Tanaman Semusim Berskala Komersil Kabupaten Serang: Kasus Padi dan Kacang Tanah dan Upaya Optimalisasi Pemanfaatan Lahannya dengan Sistem Pertanian Terpadu. Institut Pertanian Bogor. Mugnisjah, W. Q. 2000. LEISA: Agribisnis potensial yang belum mendapat perhatian secara luas. Bogor. Mugnisjah, W. Q., Suwarto, dan A. S. Solihin. 2000. Agribisnis terpadu berbasis LEISA di lahan basah: model hipotetik. Buletin Agronomi, XXVIII (2): 49-61. Priandono, A. 2006. Perancangan Kebun Produksi Berbasis LEISA untuk Pemenuhan Kebutuhan Gizi Sehat: Kasus Mahasiswa Asrama TPB-IPB. Skripsi. Program Studi Agronomi, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Reijntjes, C., B. Haverkort, dan A. WatersBayer. 1999. Pertanian Masa Depan: Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah (terjemahan). Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Saleh. 2003. Pemerintah Perlu Perhatikan Pertanian Ramah Lingkungan. Jakarta. Kompas Cyber Media. http://www.kompas.co.id/. (diakses 11 Januari 2008). Salikin, K. A. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Saswono, B. 2002. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. Susanto, K. dan R. Widayati. 2007. Memelihara Ikan bersama Ayam. Penebar Swadaya. Jakarta. Gambar 3. Site Plan Alternatif 2