PERANAN MATEMATIKA DALAM KONTEKS FIQIH 1
Oleh:
Muniri
Jurusan Tadris Matematika
IAIN Tulungagung
Abstrak: Sudah saatnya, para pakar dan ilmuwan mencari dan menemukan korelasi antara Islam
(agama) dan matematika. Banyak fakta menunjukan bahwa adanya keterkaitan antara ilmu
agama yang didasarkan pada Al Quran, dengan ilmu sains dan matematika. Matematika yang
oleh kebanyakan orang dikenal sebagai ilmu pasti. Kepastian dalam matematika dapat diartikan
sebagai kejelasan aturan, ketantuan, hukum, rumus, langkah-langkahnya yang bersifat logis.
Begitu pula dalam ilmu Islam (baca: ilmu fiqh) juga mengatur hukum dan tata laksana ibadah
yang jelas dan tegas berdasarkan dalil-dalal qur‟an hingga berupa aktifitas yang disyariatkan
oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan demikian berdasarkan kesamaan sifat dan karakternya
sudah barang tentu matematika memiliki andil yang positif terhadap konteks fiqh yang menjadi
amaliyah umat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya dalam menentukan jumlah air dua
kullah, menghitung waktu shalat, menghitung zakat, pembagian hak waris, menghitung nikmat
(pahala), dan lain sebagainya. Tentu kesemuanya disadari atau tidak bahwa kehadiran
matematika memberikan formolasi petunjuk atau rumus sederhana yang membantu
memudahkan dalam menyelesaikan masalah tersebut. Tujuan penulisan ini adalah mengkaji
tentang peranan matematika dalam konteks fiqh.
Kata kunci: Matematika, konteks fiqh
A. PENDAHULUN
Pada zaman Nabi Muhammad, beliau sangat intens berdakwah di masjid dengan dua aspek, yaitu
agama dan ilmu pengetahuan. Masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah saja, tetapi juga menjadi tempat
menimba ilmu pada zaman Nabi bahkan hingga sekarang. Mulai abad keempat hijriyah telah dibangun
ruang khusus untuk belajar yang menyatu dengan Masjid, juga dibangun tempat penampungan para pelajar
semacam asrama atau pesantren dan belakangan ini muncul istilah boarding school. Sejalan dengan itu
menurut Mohamed, (2001: 14) menyatakan bahwa pada tahun 245 H di kota Fez, Maroko dibangun masjid
besar yang tak hanya menjadi tempat ibadah akan tetapi dihadiri mahasiswa dari berbagai negara sebagai
tempat menuntut ilmu pengatahuan yang tidak hanya disajikan ilmu Tafsir, Hadits dan Fiqih akan tetapi
juga difasilitasi belajar ilmu Matematika, Astronomi dan Geografi. Masjid tersebut dikenal sebagai
Universitas Qairawan, yang menjadi universitas pertama yang mengadakan studi ilmu dari berbagai bidang.
Sejarah telah mencatat bahwa sepuluh mahasiswa non muslim menjadi alumni universitas tersebut.
Salah satunya Galbart, seorang Pastur yang akhirnya menjadi Paus Silvester II. Dialah orang pertama kali
memasukkan angka Arab ke Eropa dan menerjemahkan setiap ilmu yang ditulis Ilmuwan muslim ke dalam
bahasa eropa. Dia juga mensponsori Amandemen Undang-Undang Romawi disesuaikan dengan Syari'at
Islam. Puncak kejayaan Islam adalah masa Khalifah Harun Al-Rasyid dan putranya Al-Makmun yang telah
mengagas pertama kalinya berdiri Baitul Hikmah (Lembaga Ilmu Pengetahuan) (Rahman, 1992: 54). Bagi
sebagian kalangan berpandangan belajar hukum Islam merupakan ilmu yang sulit. Terlebih jika melibatkan
angka, bilangan dan perhitungan (algoritma) yang tak mudah dipahami, seperti bab thoharoh, sholat, haji,
zakat dan waris. Padahal, sejatinya Islam adalah agama yang mudah. Allah SWT berfirman dalam surah
Al Baqarah ayat 185:
1
Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional Pendidikan Matematika (SEMNASDIKTA ke 2) dengan Tema
“Peranan matematika di Kancah Percaturan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diselenggarakan oleh Jurusan Tadris
Matematika FTIK IAIN Tulungagung tanggal 15 Oktober 2016.
185. ...Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah
kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.
B. HAKIKAT MATEMATIKA
Begitu peliknya matematika, sehingga dewasa ini belum ditemukan kesepakan mengenai
maknanya. Secara bahasa (lughawi) matematika berasal dari Yunani yaitu “mathema” atau mungkin juga
“mathematikos” yang artinya hal-hal yang dipelajari. Bagi sebagain besar orang Yunani, matematika tidak
hanya meliputi pengetahuan mengenai angka dan ruang, tetapi juga mengkaji tentang musik dan ilmu falak
(astronomi). Nasoetion (1980:12) menyatakan bahwa matematika berasal dari bahasa Yunani “mathein”
atau “manthenein” yang artinya “mempelajari”. Sedangkan bagi orang Belanda, matematika dikenal
dengan sebutan wiskunde, yang berarti ilmu pasti. Sedangkan orang Arab, menyebut matematika dengan
„ilmu al hisab, artinya ilmu berhitung. Secara istilah, sejauh ini juga masih dimaknai secara beragam,
belum ada definisi yang tepat mengenai matematika, seperti diungkapkan oleh para ahli filsafat dan ahli
matematika telah mencoba membuat definisi matematika. Untuk menjelaskan apa itu matematika. Berikut
ini beberapa definisi yang dibuat para ahli matematika adalah:
1. Matematika adalah ilmu tentang bilangan dan ruang.
2. Matematika adalah ilmu tentang besaran (kuantitas)
3. Matematika adalah ilmu tentang hubungan (relasi)
4. Matematika adalah ilmu tentang bentuk (abstrak)
5. Matematika adalah ilmu yang bersifat deduktif
6. Matematika adalah ilmu tentang struktur-struktur yang logik.
Definisi-definisi di atas semuanya benar berdasar sudut pandang tertentu. Menurut Suyitno (2014:
73) bahwa beragamnya definisi itu dapat disebabkan oleh keluasan wilayah kajian matematika itu sendiri
dan sudut pandang yang digunakan. Dari segi wilayah kajian, matematika berawal dari lingkup yang
sederhana, yang hanya menelaah tentang bilangan dan ruang. Sekarang matematika sudah berkembang
dengan menelaah yang membutuhkan daya pikir dan imajinasi tingkat tinggi.
Menurut Abdussakir (2006) bahwa keragaman definisi tentang matematika bukan berarti
matematika merupakan keilmuan yang tidak konsisten, justru sebaliknya, matematika merupakan fondasi
keilmuan yang pada dasarnya memiliki sifat-sifat yang mudah dikenali. Adapun sifat atau ciri khas
matematika yang tidak dimiliki pengetahuan lain adalah (1) merupakan abstraksi dari dunia nyata, (2)
menggunakan bahasa simbol, dan (3) menganut pola pikir deduktif.
Matematika merupakan abstraksi dari dunia nyata. Abstraksi secara bahasa berarti proses
pengabstrakan. Menurut Soedjadi, (2001: 3) bahwa abstraksi sendiri dapat diartikan sebagai upaya untuk
menciptakan definisi dengan jalan memusatkan perhatian pada sifat yang umum dari objek tersebut dan
mengabaikan sifat-sifat yang berlainan. Karena matematika merupakan abstraksi dari dunia nyata, maka
objek matematika bersifat abstrak, namun demikian dapat dipahami maknanya. Untuk menyatakan hasil
abstraksi, diperlukan suatu media komunikasi atau bahasa. Bahasa yang digunakan dalam matematika
adalah bahasa simbol. Untuk menyatakan bilangan “lima” digunakan simbol “5”. Simbol bilangan ini
disebut angka. Penggunaan bahasa simbol mempunyai dua keuntungan yaitu (a) sederhana, dan (b)
mempunyai makna yang luas (universal).
Simbol matematika sangat sederhana dan tidak bertele-tele. Selain itu, simbol matematika juga
bersifat universal. Sebagai contoh, definisi barisan konvergen dalam bahasa simbol dinyatakan sebagai
berikut.
𝑥𝑛→𝐿⟺∀𝜀>∃𝑛0∈𝑁∋ 𝑥𝑛−𝐿 <𝜀,𝑛≥𝑛0
Sederhana berarti sangat singkat dan universal berarti bahwa ahli matematika di manapun di dunia ini akan
dapat memahaminya. Berbeda ketika bahasa simbol tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
“barisan bilangan real 𝑥𝑛 dikatakan konvergen ke bilangan real 𝐿 untuk setiap bilangan real positif 𝑒
terdapat bilangan asli 𝑛0 sedemikian hingga jarak 𝑥𝑛 ke 𝐿 kurang dari 𝑒 pada saat 𝑛 lebih dari atau sama
dengan 𝑛0”, dengan ungkapan tersebut kalimatnya menjadi sangat panjang dan hanya dapat dipahami oleh
yang mengerti bahasa Indonesia saja (Abdussakir, 2007; 8).
Matematika sebagai Bahasa
Ada petuah yang sangat berharga mengenai pentingnya penguasaan bahasa, yaitu “jika ingin
mengenal suatu bangsa, kuasailah bahasanya”. Petuah ini mempunyai arti bahwa jika kita ingin mengenal,
memahami, atau bahkan berdialog dengan suatu bangsa, baik manusia maupun binatang, maka kuasailah
bahasanya (Abdussakir, 2006: 31). Jika kita ingin berdialog dengan orang arab, maka kuasailah dan
gunakanlah bahasa arab. Jika kita ingin berdialog dengan orang Madura, maka kuasailah dan gunakanlah
bahasa madura. Begitu pula jika kita ingin berdialog, mengerti, atau memahami ayat-ayat Qualiyah, yaitu
al-Qur‟an, maka kuasailah bahasa Arab. Lalu, bagaimana jika kita ingin berdialog, mengerti, atau
memahami ayat-ayat Kauniyah, yaitu alam semesta, jagad raya dan isinya, maka bahasa yang harus
dikuasai, atau bahasa yang digunakan untuk memahaminya adalah matematika.
Cobalah perhatikan tata surya. Perhatikan bentuk matahari, bumi, bulan, serta planet-planet yang
lain. Semuanya berbentuk bola. Perhatikan bentuk lintasan bumi saat mengelilingi matahari, demikian juga
lintasan-lintasan planet lain saat mengelilingi matahari. Lintasannya berbentuk elip. Berdasarkan fakta ini,
tidaklah salah jika kemudian pada sekitar tahun 1200 Masehi, Galilio Galilie mengatakan “Mathematics is
the language with wich God created the universe” (Soemabrata. 2006: 72). Melalui penelitian dan
penelaahan yang mendalam terhadap fenomena alam semesta, ilmuwan pencetus Teori Big Bang, yaitu
Stephen Hawking akhirnya mengikuti ungkapan Galilio dengan mengatakan “Tuhanlah yang menciptakan
alam dengan bahasa itu (Matematika)” (The Liang Gie, 1985; 43).
Al-Qur’an dan Matematika
Jika kita kaji ke dalam Al-Qur‟an, maka kita tidak akan terkejut atau mungkin akan mengatakan
bahwa ungkapan Galilio ataupun Hawking adalah basi. Sekitar 600 tahun sebelumnya, Al-Qur‟an sudah
menyatakan bahwa segala sesuatu diciptakan secara matematis (Habib, 2007: 21). Perhatikan firman Allah
dalam Al-Qur‟an surat Al-Qamar ayat 49 berikut
Artinya: Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.
Semua yang ada di alam ini ada ukurannya, jelas ketentuannya, ada aturannya, berarti ada rumusnya, atau
ada formalasi persamaannya.
Sungguh, segala sesuatu telah diciptakan dengan ukuran, perhitungan, rumus, atau persamaan tertentu yang
sangat rapi dan teliti. Perhatikan Al-Qur‟an surat Al-Furqan ayat 2
Artinya: …. Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan
serapi-rapinya.
Menurut Muftie (2004: 105) menyatakan bahwa mengamati dan menemukan keteraturan, kecermatan,
kerapian, dan ketelitian aturan atau hukum-hukum dalam alam semesta, Albert Einstien dengan penuh
ketakjuban mengatakan ”Tuhan tidak sedang bermain dadu”. Tuhan tidak sedang main-main, tidak sedang
melakukan penciptaan-Nya, tidak bermain peluang dalam menciptakan alam semesta. Namun, ungkapan
Einstien inipun sebenarnya juga basi, karena sekitar 1200 tahun sebelumnya Al-Qur‟an surat Al-Anbiya‟
ayat 16 menyatakan
Artinya: Dan tidaklah Kami ciptakan Iangit dan bumi dan segala yang ada di antara keduanya dengan
bermain-main.
Demikian juga dalam surat Ad-Dukhan ayat 38 disebutkan
Artinya: Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan
bermain-main.
Salah satu kegiatan matematika adalah kalkulasi atau menghitung, sehingga tidak salah jika kemudian ada
yang menyebut matematika adalah ilmu hitung atau ilmu al-hisab. Dalam urusan hitung menghitung ini,
Allah SWT adalah ahlinya. Allah SWT sangat cepat dalam menghitung dan sangat teliti. Kita perhatikan
ayat-ayat Al-Qur‟an yang menjelaskan bahwa Allah SWT sangat cepat dalam membuat perhitungan dan
sangat teliti.
Lalu, siapa yang dapat menghitung dengan cepat kalau bukan ahli matematika? Siapa yang dapat
menemukan aturan-aturan, rumus-rumus, ukuran-ukuran, dan hukum-hukum jagad raya dengan begitu
telitinya kalau bukan ahli matematika? Lalu, kalau Allah SWT serba maha dalam matematika, mengapa
kita tidak mau mempelajarinya? Bagaimana kita memahami alam semesta yang menggunakan bahasa
matematika kalau kita tidak menguasai matematika?
C. MATEMATIKA DAN FIQIH
Matematika sebagai ilmu dasar yang dapat melayani semua ilmu pengetahuan, tentu juga akan
bersinergi dengan kehidupan umat manusia, sekalipun berhubungan dengan kehidupan beragama (red.
dalam konteks fiqh). Artinya semua ilmu pengetahuan yang memiliki ketetapan atau aturan yang jelas,
dapat dimatematisasi atau dibuat model matematika. Hal ini selaras dengan pengertian matematika sebagai
ilmu pasti. Ilmu pasti berarti suatu keilmuan yang jelas aturan, hukum, dan ketetapannya. Dalam kajian
fiqh misalnya rukun Islam sudah ada ketentuannya yaitu ada lima, yaitu (1) syahadat, (2) shalat, (3) puasa,
(4) zakat, dan (5) haji. Semua rukun tersebut memiliki ketetapan hukum, ukuran, aturan, hitungan yang
jelas secara syar‟i, oleh karenanya dapat dikaitkan dengan matematika atau logika. Misalnya syahadatain
(syahadah dua) yang langsung berkaitan dengan teologis, paling tidak terkait dengan matematika pada
lafal “laailaahaillallah” yang artinya tidak ada tuhan selain Allah, yang senada maknanya dengan “Allah
SWT adalah satu-satunya Tuhan”. Begitu juga denga shalat sangat terkait dengan matematika, misalnya
yang berkaitan dengan waktu dan banyaknya rokaat sholat wajib ataupun shalat sunnah. Seorang muslim
yang baik akan selalu menjalankan shalat wajib sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan Allah.
Seorang Imam sholat akan membuat kekacauan para jamaahnya jika tidak dapat menghitung
jumlah rokaat yang harus dikerjakan. Begitu juga penemuan waktu sholat juga memerlukan perhitungan
secara matematis. Jika menentukan waktu sholat ashar didasarkan pada panjang suatu bayangan benda
melebihi benda aslinya, maka pada wilayah tertentu seperti Ohio pada bulan Desember, Januari dimana
panjang suatu bayangan benda selalu melebihi panjang benda aslinya. Begitu pula dalam menentukan
tingkat akurasi arah kiblat agak sedikit bermasalah tanpa bantuan matematika. Beberapa waktu lalu kiblat
orang yang berasal Indonesia terbagai menjadi dua, yaitu yang tradisional mengahadap ke barat laut
mengikiti nenek moyang Indonseia sedangan lainnya mengahadap timur laut berdasarkan posisi Surimane
terhadap kota Makkah (Suyitno, 2014: 164).
Puasa berkaitan dengan matematika (paling tidak pada waktu-waktu khusus seperti awal ramadhan,
waktu berbuka dan waktu imsyak) serta banyaknya hari dalam sebulan di bulan ramadhan. Di Indonseia
penentuan awal dan akhir bulan ramadhan ini sering menjadi problema tahuanan. Zakat juga membutuhkan
matematika, paling tidak harus dapat menerapkan konsep prosesntase (2,5% dari banyaknya harta wajib
zakat). Apalagi ibadah haji juga memerlukan matematika, misalnya disamping penentuan waktu wukuf, sai
dan sebagainya juga banyak aktifitas dalam ibadah haji ini memerlukan hitungan-hitungan yang
menjadikan dasar syarat dan rukunnya seperti tawaf 7 kali mengelilingi ka‟bah, sa‟i hitungannya juga 7
kali, melempar jumah menggunakan 7 kerikil. Lebih-lebih pembagian hak waris keluarga. Oleh karenanya
memahami ajaran agama Islam tidaklah sempurna tanpa memahami matematika.
D. APLIKASI MATEMATIKA DALAM KONTEKS FIQH
Setidaknya ada lima rumpun masalah hukum fiqih yang berkaitan dengan konsep hitungan secara
matematik. Pertama, menentukan ukuran dua kullah, kedua terkait Shalat (wajib dan sunnah) beserta
syarat rukunnya, ketiga terkait Puasa (wajib dan sunnah), keempat terkait Zakat (fitrah dan harta), dan
kelima terkait Haji.
Dalam khazanah thaharah (bersuci) tentang ukuran dua qullah, bagaimana rumus dua qullah sesuai
dengan versi para ulama. Pengertian dan Ukuran Dua Kullah Hadist Rasulullah saw yang artinya: Apabila
air cukup dua kullah, tidaklah dinajisi oleh suatu apa pun. (riwayat lima ahli hadist). Dalam buku Fiqh
Islam, dua kulah ialah banyaknya air yang menurut ukurannya adalah 1,25 hasta untuk panjang, lebar dan
tinggi/dalamnya. Sedangkan hasta adalah ukuran panjang dari siku sampai ujung jari tengah (± 47 cm,
berarti 1,25 hasta = 1,25 x 47 cm = 58,75 cm). Sedangan di dalam kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia
terdapat kata al-qullatu yang artinya al-jarratul‟azhiimatu, dalam terjemahan bahasa Indonesia berarti
tempayan/buyung besar. ada pula kata al-qullataani artinya ukuran air sebanyak 60 cm 3. Ukuran ini
mendekati ukuran 1,25 hasta di atas yakni 58,75 cm (Arik, 2003: 9).
Secara umum ada dua jenis bentuk wadah air, atau sekedar buat menakar air, yakni pertama
Balok/kubus, kedua silinder/tabung umpamanya ember dan drum bekas, dan ketiga berupa prisma selain
dua bentuk wadah tersebut.
1. Untuk mengetahui volume wadah berbentuk Kubus/balok dapat menggunakan rumus p x l x t yakni
panjang x lebar x tinggi/dalam. Misalnya diketahui panjang sebuah bak 40 cm, lebar 80 cm dan
dalamnya/tingginya 60 cm, maka dapat dicari volumenya dengan mengalikan ketiga ukuran
tersebut, yakni 40 x 80 x 60 cm = 192000 cm3.
Untuk mengkonversikannya ke dalam satuan liter digunakan kaidah: 1 liter = 1000 ml = 1000 cm3,
maka 192000 cm3 = 192 liter. Karena dua kullah harus mencapai 216 liter, itu berarti walaupun bak
tersebut diisi penuh air, airnya belum juga mencapai dua kullah.
2. Untuk mengetahui volume wadah berbentuk silinder/tabung dapat digunakan rumus πr 2 t, dengan π
= 22/7, r = jari-jari lingkaran = ½ dari diameter atau garis tengah lingkaran alas wadah, t =
tinggi/dalam wadah.
Misalnya diketahui sebuah drum memiliki garis tengah/diameter 80 cm dan tinggi 75 cm. Pertamatama cari dulu nilai r yakni ½ dari diameter, jadi r = 40 cm. Lalu dicari volumenya dengan rumus
πr2 t, berarti 22/7 x (40 cm)2 x 75 cm = 377145 cm3. Setelah dikonversikan menjadi 377,15 liter.
Dengan demikian jika drum diisi air akan mencapai dua kullah pada tinggi batas tertentu, bahkan
lebih jika diisi sampai penuh.
3. Untuk volume prisma dapat ditentukan dengan rumus V = luas alas x tinggi = 216 liter.
Matematika Sholat
Seorang muslim harus mengetahui secara baik tentang hal-hal yang menjadi syarat rukun shalat
wajib maupun shalat sunnah, baik dari segi rukun shalat, jumlah rokaat, waktu shalat, serta beberapa
fadlilah dan keutamaan sholat tepat waktu dan shalat berjamaah. Ketentuan jumlah rakaat untuk masingmasing shalat tersebut, yaitu shubuh 2 rakaat, dhuhur 4 rakaat, ashar 4 rakaat, maghrib 3 rakaat, dan isyak 4
rakaat. Jika dijumlahkan menjadi 17 rakaat. Hal lain yang berkaitan dengan hitungan dalam shalat, seperti
banyaknya bacaan takbir untuk tiap-tiap rokaat atau secara keseluruhan rakaat pada tiap waktu shalat atau
bacaan tasbih pada ruku‟ atau sujud. Banyaknya shalat wajib dalam siklus sehari semalam adalah lima kali,
yaitu shubuh, dhuhur, ashar, maghrib, dan isyak dengan ketentuan waktu sesuai dengan ketatapan Allah
SWT.
Sebelum kehadiran teknologi modern, penetapan waktu shalat (awal dan akhir waktu shalat)
mengacu pada apa yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, misalnya untuk menentukan
datangnya waktu shalat tanpa melihat jam dan jadwal waktu shalat (Firdaus, Aep Sy. 2001; 45). Mungkin
jika seseorang sedang tersesat di tengah hutan, atau di tengah lautan yang luas dan tidak membawa jam
tangan. Al quran surah An-nisa‟ 103 menyebutkan: "sesungguhnya shalat itu merupakan kewajiban yang
ditetapkan waktunya bagi kaum mukminin". (terjemah surat an-nisa:103). Adapaun penetapan waktu shalat
tersebut dijelaskan secara gamblang oleh baginda Rasulullah SAW, sebagai berikut:
1. Menentukan tibanya waktu dzuhur
Nabi SAW bersabda (artinya) ”dan waktu dzuhur di mulai ketika matahari telah tergelincir.” (hadits
riwayat Muslim). Dengan kata lain Shalat dzuhur adalah shalat yang dikerjakan ketika matahari
tergelincir kearah barat, setelah tepat berada di atas kepala kita.
2. Menentukan tibanya waktu ashar
Nabi SAW bersabda, (artinya) ”Jibril shalat bersama nabi shallallahu‟alaihi wa sallam dan para
shahabatnya pada hari pertama ketika bayangannya sama dengan bendanya”. (hadits riwayat Muslim).
3. Menentukan tibanya waktu maghrib
Sabda Nabi SAW (artinya) ”dan waktu maghrib ketika terbenam matahari.”(hadits riwayat Bukhari dan
Muslim)
4. Menentukan tibanya waktu Isya
Awal waktu Isya adalah ketika hilangnya warna kemerah-merahan di langit. Hadits Nabi SAW
(artinya) ”adalah Nabi shallallahu „alaihi wa sallam melakukan shalat Isya ketika terbenamnya warna
kemerah-merahan.” (hadits riwayat Muslim).
5. Menentukan tibanya waktu subuh
Hadits Nabi SAW (artinya) ”dan Nabi shallallahu „alaihi wa sallam menunaikan shalat subuh ketika
fajar merekah.(HR. Muslim).
Tidak dapat disangkal lagi bahwa kehadiran matematika dan sain teknologi memberikan
kemudahan bagi kita umat Islam dalam menentukan waktu shalat, yakni dengan ditemukannya alat
ukur waktu yang kita kenal dengan jam. Interval lama waktu shalat untuk 30 Oktober 2016 di wilayah
Jawa Timur sebagai berikut:
Shalat subuh (pukul 03.47 sd 05.02 wib)
Shalat dhuhur (pukul 11.16 sd 14.29 wib)
Shalat ashar (pukul 14.30 sd 17.26 wib)
Shalat maghrib (pukul 17.27 sd 18.36 wib)
Shalat isyak (pukul 18.37 sd 03.46 wib)
Matematika Zakat
Seorang muslim yang mampu dalam ekonomi wajib membayar sebagian harta yang dimiliki
kepada orang-orang yang berhak menerimanya baik melalui panitia zakat maupun didistribusikan secara
langsung / sendiri. Hukum zakat adalah wajib bila mampu secara finansial dan telah mencapai batas
minimal bayar zakat atau yang disebut nisab. Rumus dan contoh untuk pembayaran zakat fitrah untuk
membersihkan diri, zakat mal atau zakat harta kekayaan dan zakat profesi dari penghasilan yang didapat
dari pekerjaan.
1)
Rumus menghitung zakat fitrah
Zakat Fitrah Perorang = 2,5 x harga beras di pasaran perliter. Kalau menghitung dari segi berat
pengalinya adalah 2,5 x harga beras
atau bahan makanan pokok lokal perkilogram.
Misalnya harga beras atau makanan pokok lokal yang biasa kita makan dan layak konsumsi di pasar
rata-rata harganya Rp. 10.000,- maka zakat fitra yang harus dibayar setiap orang mampu adalah
sebesar Rp. 25.000,2). Rumus Perhitungan Zakat Profesi/Pekerjaan
Zakat Profesi = 2,5% x (Penghasilan Total - Pembayaran Hutang atau angsuran). Menghitung Nisab
Zakat Profesi = 520 x harga makanan layak konsumsi (beras/kg). Misalnya, pak Ahmad menerima gaji
3 juta perbulan dan penghasilan tambahan dari kios jualan pulsa dan perdana sebesar 8 juta perbulan
maka total penghasilannya 11 juta tiap bulan. Pak Ahmad juga membayar cicilan kredit apartemen
tidak bersubsidi pemerintah sebesar 5 juta perbulan. Berapa zakat profesi yang harus dikeluarkan pak
Ahmad? Kita mulai dengan memisalkan harga beras yang biasa dikonsumsi yaitu sekitar Rp. 8.000,per kilogram, sehingga nisab zakatnya adalah Rp. 4.160.000,-. Karena pak Ahmad penghasilan
bersihnya 6 juta dan ada di atas nisab, maka pak Ahmad harus bayar zakat profesi sebesar Rp. 6 juta x
2,5% = Rp. 150.000,- di bulan itu. Untuk bulan selanjutnya dihitung kembali sesuai situasi dan kondisi
kekayaan saat itu.
2) Rumus menghitung zakat maal (harta)
Zakat Maal = 2,5% x Jumlah Harta Yang Tersimpan Selama 1 Tahun (tabungan dan investasi.
Menghitung Nisab Zakat Mal = 85 x harga emas pasaran per gram. Misalnya jika seorang mempunyai
tabungan di Bank sebesar 100 juta rupiah, deposito sebesar 200 juta rupiah, rumah kedua yang
dikontrakkan senilai 500 juta rupiah dan emas perak senilai 200 juta. Total harta yakni 1 milyar
rupiah. Semua harta sudah dimiliki sejak satu tahun yang lalu. Berarti jika harga 1 gram emas sebesar
Rp. 250.000,- maka batas nisab zakat maal adalah Rp. 21.250.000,-. Karena harta orang tersebut lebih
dari limit nisab, maka ia harus membayar zakat mall sebesar Rp. 1 milyar x 2,5% = 25 juta rupiah per
tahun.
Matematika Puasa
Dalam hal berpuasa, matematika juga dapat digunakan dan memberikan kontribusi yang cukup
besar dalam hal menghitung lama (waktu) puasa. Misalanya dalam sehari ada berapa jam, atau dalam satu
bulan ada berapa hari. Pada umumnya lama menjalan ibadah puasa ini, diterangkan mulai terbit fajar
hingga terbenam matahari. Sebagaimana umumnya waktu di Indonesia ditatapkan waktu Imsyak hingga
waktu shalat maghrib, yakni antara pukul 03.47 sd 18.36 wib (kurang lebih 10 jam) umat Islam menahan
diri untuk tidak makan, tidak minum dan menahan diri dari nafsu seksual.
Misalnya, jika seorang muslim yang tidak mampu untuk melakukan puasa karena alasan syar‟i,
maka diperbolehkan dengan membayar fidyah. Sebagian ulama seperti Imam As-Syafi‟i dan Imam Malik
menetapkan bahwa ukuran fidyah yang harus dibayarkan kepada setiap satu orang fakir miskin adalah satu
mud gandum sesuai dengan ukuran mud yang diajarkan Nabi SAW. Yang dimaksud dengan mud adalah
telapak tangan yang ditengadahkan ke atas untuk menampung makanan, kira-kira mirip orang berdoa.
Sebagian lagi seperti Abu Hanifah mengatakan dua mud gandum dengan ukuran mud Rasulullah SAW atau
setara dengan setengah sha„ kurma atau tepung, atau juga bisa disetarakan dengan memberi makan siang
dan makan malam hingga kenyang kepada satu orang miskin.
Berdasarkan kitab Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu (Az-Zuhaili jilid 1: 143) disebutkan bahwa bila
diukur dengan ukuran zaman sekarang ini, satu mud itu setara dengan 675 gram atau 0,688 liter. Sedangkan
1 sha„ setara dengan 4 mud . Bila ditimbang, 1 sha„ itu beratnya kira-kira 2.176 gram. Bila diukur
volumenya, 1 sha„ setara dengan 2,75 liter.
Misalnya, jika seseorang (laki-laki atau perempuan) tidak melakukan puasa selama 30 hari karena
usianya sudah lanjut usia (70 tahun). Harga satu porsi makanan setempat adalah Rp 10.000,- dan kebutuhan
untuk makan 1 orang adalah 3 kali sehari, maka orang harus menyediakan fidyah sebesar Rp 10.000,- x 3
kali = Rp 30.000,- per hari. Berarti orang tersebut wajib membayar fidyah sebesar : 30 hari x Rp 30.000,- =
Rp. 900.000,-. Dalam kasus yang lain misalnya seorang Ibu pada Ramadhan sedang hamil tua dan tidak
berpuasa selama 20 hari karena mengkhawatirkan kesehatan bayinya, dan harga satu porsi makanan yang
biasa dikonsumsi adalah Rp 10.000,- sedangkan kebutuhan makan 1 orang/hari = Rp 10.000,- x 3 kali = Rp
30.000,-. Berarti solusinya adalah selain mengqodho‟ puasa, seorang Ibu tersebut wajib membayar fidyah
sebesar : 20 hari x Rp 30.000,- = Rp. 600.000,Matematika Haji
Ketentuan yang berlaku sebagai syarat dan rukun haji diantaranya melakukan tawaf berputar
memgelilingi Ka‟bah sebanyak 7 kali. Melakukan sa‟i berlari antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak 7
kali. Melaksanakan lempar Jumroh sebanyak 7 kali 3, yakni harus menyiapkan sebanyak 21 kerikil yang
telah disiapkan. Dalam kegiatan ini banyak hal yang dapat dikenalkan pada anak-anak, seperti mengenal
konsep urutan dan berhitung, karena seluruhnya menggunakan tata cara yang telah diatur urutannya dari
niat sampai akhir, lalu mereka juga mengenal konsep matematika sederhana yaitu konsep hitungan 7.
Mislnya jika seorang sedang melakukan tawaf, orang tersebut berjarak 10 meter dari ka‟bah, maka
jarak tempuh yang dilalui orang tersebut dapat dihitung dengan rumus 7 kali keliling lingkaran, yakni
7 2𝜋𝑟 = 7𝑥2𝑥
22
7
𝑥10 = 440 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟. Begitu pula pada saat melakukan sa‟i, misalnya jarak tempuh antara
bukit shofa dan marwa adalah 1000 meter, sedangkan setiap langkah orang tersebut adalah 40 cm.
Berangkah langkah yang diperlukan orang tersebut untuk menyempurnakan sa‟i tersebut? Solusinya adalah
karena setiap langkah adalah 40 cm sedangkan jarak shofa dan marwa 1000 meter = 100.000 cm sehingga
memerlukan langkah sebanyak 100.000/40 = 2.500 langkah. Jadi untuk menyempurnakan sa‟i tersebut
membutuhkan sebanyak 7 x 2.500 = 17.500 langkah.
E. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan paparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Bahwa matematika memiliki kesamaan karakteristik dengan ilmu fiqh, yakni sama-sama berpedoman
pada aturan, hukum yang jelas, rumus, dan bertumpu pada kesepakan, sehingga dapat diformulasi
secara matematis berupa rumus.
2. Terdapat peranan matematika dalam memahami ilmu fiqh, terutama terkaitan dengan implementasi
atau pengamalan ibadah baik yang fardlu maupun ibadah sunnah, seperti mengerjakan rukun rukun
Islam, yaitu syahadah, shalat, zakat, puasa dan haji yang kesemuanya terkandung hitungan-hitungan
dan bilangan-bilangan yang telah menjadi syarat dan rukunnya.
3. Bahwa matematika sesungguhnya termuat dalam Al-Qur‟an yang merupakan pedoman bagi umat
Islam dalam mengamalkan ilmu yang terdapat dalam Al-Qur‟an seperti menetapkan waktu shalat,
menentukan kadar zakat fitrah maupun zakat harta benda, puasa, fidyah, haji dan faraid.
Adapun saran yang dapat disampaikan oleh penulis adalah sebagai berikut:
1. sebagai seorang muslim sepatutnya mempelajari Islam secara kaffah karena sesungguhnya Islam
merupakan agama yang memiliki kitab suci yang merupakan kitab penyempurna atas kitab-kitab
sebelumnya. Al-Qur‟an merupakan kitab yang universal yang dapat dipelajari oleh semua umat
manusia.
4. Dalam Al-Qur‟an tersirat ayat yang mengandung matematika, dengan demikian berarti
mempelajari matematika dapat juga merupakan ibadah. Matematika adalah ilmu, semua ilmu
harus dipelajari oleh umat untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan
akhirat.
5. Kepada para penggemar dan pengajar matematika diharapkan tidak melupakan Al-Qur‟an yang
diyakini sebagai sumber dasar semua ilmu. Begitu pula para pengkaji Al-Qur‟an diharapkan tidak
mengesampingkan matematika yang juga merupakan ilmu yang terkandung dalam Al-Qur‟an.
F. DAFTAR RUJUKAN
Abdusysyakir. 2006. Ada Matematika dalam Al-Qur’an. Malang: UIN Malang Press
Abdusysyakir. 2007. Ketika Kyai Mengajar Matematika. Malang: UIN Malang Press
Abdusysyakir. 2007. Matematika 1 (kajian Integratif Matematika & Al Qur’an). Malang: UIN Malang
Press
Arik, Abdullah. 2003. Beyond Probability: God’s Message in Mathematics. (Online:
http://numerical19.tripod.com/Beyond_Probability.htm diakses 22 Januari 2006).
Bashori, Subchan, 2009. Al Faraidh (hukum Waris). Surabaya: Nusantara.
Basya,Fahmi. 2003. Matematika Al-Qur‟an. Jakarta: Pustaka Quantum Prima.
Basya, Fahmi. 2005. Matematika Islam. Jakarta: Penerbit Republika.
Depag RI. 1989. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Surabaya: CV. Jaya Sakti.
Firdaus, Aep Sy. 2001. Shalat Dalam Tinjauan Matematika. Media Pembinaan.
Depdikbud, 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka
Mohamed, Muhaini. 2001. Matematikawan Muslin Terkemuka. Diterjemahkan oleh Thamir Abdul Hafedh
Al-Hamdany. Jakarta: Salemba Teknika
Nasoetion, Andi H.. 1980. Landasan Matematika. Jakarta: PT Bhratara Karya Aksara
Muftie, Arifin. 2004. “Matematika Alam Semesta Kodetifikasi Bilangan Prima dalam Al-Qur'an”. PT
Kiblat Buku Utama: Bandung
Soedjadi, R.. 2001. Pemanfaatan Realitas dan Lingkungan dalam Pembelajaran Matematika. Makalah
Disampaikan dalam Seminar Nasional “Realistic Mathematics Education (RME)“ di UNESA,
tanggal 24 Pebruari.
Soemabrata, Iskandar Ag. 2006. Pesan-pesan Numerik Al-Qur’an, Jilid 1. Jakarta: Penerbit Republika
Suyitno, Hardi. 2014. Pengenalan Filsafat Matematika. FMIPA UNS Semarang.
Habib, Zainal. 2007. Islamisasi Sains Mengembangkan Integrasi, Mendialogkan Perspektif. Malang: UINMalang Press.
Rahman, Afzalur. 1992. Al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Rineka Cipta.
The Liang Gie, 1985. Filsafat Matematika. Yogyakarta. Supersukses